UNIVERSITAS INDONESIA
PELARANGAN TEATER KOMA PADA MASA ORDE BARU (1977 – 1998)
SKRIPSI
Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Humaniora
RIMA DINI RAHAYU 0606087100
FAKULTAS ILMU PENGETAHUAN BUDAYA PROGRAM STUDI ILMU SEJARAH DEPOK JULI 2012
Pelarangan teater..., Rima Dini Rahayu, FIB UI, 2012
Art does not exist only to entertain, but also to challenge one to think, to provoke, even to disturb, in a constant search for the truth (Barbra Streisand)
Pelarangan teater..., Rima Dini Rahayu, FIB UI, 2012
ii
SURAT PERNYATAAN BEBAS PLAGIARISME Saya yang bertandatangan di bawah ini dengan sebenarnya menyataan bahwa skripsi ini saya susun tanpa tindakan plagiarisme sesuai dengan peraturan yang berlaku di Universitas Indonesia. Jika di kemudian hari ternyata saya melakukan plagiarisme, saya akan bertanggung jawab sepenuhnya dan menerima sanksi yang dijatuhkan oleh Universitas Indonesia kepada saya.
Depok, 13 Juli 2012
Rima Dini Rahayu
Universitas Indonesia
Pelarangan teater..., Rima Dini Rahayu, FIB UI, 2012
iii
LEMBAR PERNYATAAN ORISINALITAS
Skripsi ini adalah hasil karya saya sendiri, dan semua sumber baik yang dikutip maupun dirujuk telah saya nyatakan dengan benar
Nama : Rima Dini Rahayu NPM : 0606087100 Tanda Tangan :…….……… Tanggal : 13 Juli 2012
Universitas Indonesia
Pelarangan teater..., Rima Dini Rahayu, FIB UI, 2012
iv
LEMBAR PENGESAHAN Skripsi ini diajukan oleh Nama NPM Program Studi Judul
: : Rima Dini Rahayu : 0606087100 : Ilmu Sejarah : Pelarangan Teater Koma Pada Masa Orde Baru (1977 – 1998)
Telah berhasil dipertahankan dihadapan Dewan Penguji dan diterima sebagai bagian persyaratan yang diperlukan untuk memperoleh gelar Sarjana Humaniora pada Program Studi Ilmu Sejarah Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya, Universitas Indonesia.
DEWAN PENGUJI Ketua Sidang : Abdurakhman M. Hum
(…………...….…..)
Pembimbing : Didik Pradjoko S.S., M.Hum
(…………...….…..)
Penguji
(…………...….…..)
: Muhammad Wasith Albar S.S., M.Hum
Ditetapkan di : Depok, Universitas Indonesia Tanggal
: 26 Juni 2012
Oleh Dekan Fakultas Ilmu Pengetahuan Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia
Dr. Bambang Wibawarta NIP:196 51023 199003 1 002
Universitas Indonesia
Pelarangan teater..., Rima Dini Rahayu, FIB UI, 2012
v
KATA PENGANTAR
Puji serta syukur selalu dipanjatkan kepada Allah SWT, zat yang maha Sempurna karena berkat rahmat-Nya penulis dapat menyelesaikan skripsi ini tepat pada waktunya. Penulisan skripsi ini ditujukan untuk memperoleh gelar Sarjana Humaniora Program Studi Ilmu Sejarah dari Fakultas Ilmu Budaya Universitas Indonesia. Penulis menyadari bahwa tanpa bimbingan dan bantuan dari berbagai pihak, sangatlah sulit bagi penulis untuk menyelesaikan skripsi ini. Bimbingan, bantuan dan uluran tangan dari berbagai pihak ini lah yang telah mempermudah penyusunan skripsi ini. Untuk itu izinkan penulis mengucapkan terima kasih kepada; 1. Dekan Fakultas Ilmu Budaya Dr. Bambang Wibawarta 2. Ketua Jurusan Program Studi Ilmu Sejarah Abdurakhman M. Hum 3. Pembimbing Skripsi Didik Pradjoko S.S., M.Hum 4. Penguji sidang Muhammad Wasith Albar S.S., M.Hum 5. Seluruh dosen-dosen Sejarah yang telah memberikan semangat kepada penulis untuk mengerjakan skripsi ini. 6. Bapak N. Riantiarno beserta Ibu Ratna Riantiarno, selaku pimpinan Teater Koma yang sangat penulis kagumi. 7. Bapak Achmad Syaeful Anwar, dosen Fakultas Ilmu Film dan Televisi Institut Kesenian Jakarta dan seorang praktisi teater yang turut serta mendirikan Teater Koma. Atas informasi yang telah diberikannya saat wawancara. 8. Teman-teman Program Studi Sejarah angkatan 2006 terutama Geng Gong (sebutan untuk teman-teman perempuan Sejarah 2006) Megi Rizki, Dina Pangetu Rini, Ary Setyaningrum, Arifanti ‘Mothi’ Murniawati, Robiatul Adhawiya dan Safira Basandid yang telah menemani hari-hari penulis baik susah maupun senang dan selalu menyemangati penulis dalam pembuatan skripsi. Terima kasih juga tidak terlupa untuk teman-teman seangkatan lainnya Ary ‘Ilho’ Wibowo, Ikra ‘Boik’ Muhlis, Soekarno Ibrahim, Agustinus ‘Engkong’ Yudoandrian, Aditya ‘Gonz’ Nugroho, Ramadhan Universitas Indonesia
Pelarangan teater..., Rima Dini Rahayu, FIB UI, 2012
vi
‘Item’ Adi, Ghamal Satya, Rully ‘Gembel’ Setiyawan, Andi Arif Adi Mulya, Ahmad ‘Tomi’ Pratomo, Dwiyoga Subarkah, Ashagi Harahap, Ryfky Eka Putra, Lucky A.P., Prasetyo, A. Dedi Fauzi, Amalia, Winda, Ratna, Erik Ramadhanil dan Firman Maulana yang tak henti-hentinya memberikan dukungan baik berupa kata-kata penyemangat maupun keritikan-kritikan tajam. Dan tak lupa Syenny S.V., Sakinah Tunufus, Irwansyah dan Hasim A. Rachmat para pejuang terakhir Sejarah 2006. 9. Terima kasih tidak pernah lupa untuk sejarah angkatan 2004, 2005, 2007, 2008, 2009, 2010, 2011 atas semangat dan bantuan yang diberikan. Terutama untuk Jatmiko ‘Koko’ Adhi Ramadhan dan Wahyu ‘Jiung’ Ramadhan yang telah memberikan bantuan baik sebelum maupun saat terlaksananya sidang skripsi. 10. Keluargaku yang selalu mendukung baik moril maupun materiil. Skripsi ini penulis persembahkan untuk Alm. Bapak M. Rofiq Muhjidin (Papah) dan Ibu Siti Aisyah (Mamah). Dan tak lupa kakak-kakak Dina Prastiawati dan Andriyani Lestari. Ucapan terimakasih yang tak terhingga untuk kalian. Aku sayang kalian semua. Penulis menyadari dalam pembuatan skripsi ini masih banyak kekurangan, sifat manusia tiada yang sempurna. Untuk itu Penulis menerima kritik dan saran yang membangun agar dapat memperbaikinya dalam penulisan selanjutnya. Semoga Penulisan skripsi ini bermanfaat bagi pembaca.
Depok, 13 Juli 2012
Penulis
Universitas Indonesia
Pelarangan teater..., Rima Dini Rahayu, FIB UI, 2012
vii
HALAMAN PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI TUGAS AKHIR UNTUK KEPENTINGAN AKADEMISI Sebagai sivitas akademik Universitas Indonesia, saya yang bertanda tangan di bawah ini: Nama
: Rima Dini Rahayu
NPM
: 0606087100
Program Studi
: Ilmu Sejarah
Departemen
: Sejarah
Fakultas
: Ilmu Pengetahuan Budaya
Jenis Karya
: Skripsi
Demi pengembangan ilmu pengetahuan, menyetujui untuk memberikan kepada Universitas Indonesia Hak Bebas Royalti Noneksklusif (Non-exclusive Royalty Free Right) atas karya ilmiah yang berjudul: Pelarangan Teater Koma Pada Masa Orde Baru (1977 – 1998) Berserta perangkat yang ada (jika diperlukan). Dengan Hak Bebas Royalti Noneksklusif
ini
Universitas
Indonesia
berhak
menyimpan,
mengalih
media/formatkan, mengelola dalam bentuk pangkalan data (database), merawat, dan mempublikasikan tugas akhir saya selama tetap mencantumkan nama saya sebagai penulis/pencipta dan sebagai pemilik Hak Cipta. Demikian peryataan ini saya buat dengan sebenarnya.
Dibuat di
: Depok
Pada tanggal
: 13 Juli 2012
Yang menyatakan
Rima Dini Rahayu
Universitas Indonesia
Pelarangan teater..., Rima Dini Rahayu, FIB UI, 2012
viii
ABSTRAK
Nama Program Studi Judul
: Rima Dini Rahayu : Ilmu Sejarah : Pelarangan Teater Koma Pada Masa Orde Baru (1977 – 1998)
Teater Koma dibentuk pada tahun 1977 oleh N. Riantiarno dan kawankawan. Mereka merupakan salah satu kelompok teater kontemporer Indonesia yang paling sukses. Mereka berniat untuk menciptakan sebuah kelompok teater yang berbeda dari sebelumnya. Dalam Teater Koma unsur gerak, tari dan nyanyi bersatu menjadi sebuah karya yang dibalut dengan cara-cara produksi modern. Di Indonesia, kebijakan pemerintah Orde Baru mengenai stabilitas nasional turut mempengaruhi perkembangan bidang seni dan budaya pada masanya. Kebebasan berekspresi ditekan dengan tujuan menghindari konflik dalam negeri. Hal ini turut mempengaruhi perkembangan Teater Koma sehingga banyak karya-karyanya yang mendapat masalah karena dianggap bersinggungan dengan kebijakan tersebut. Seiring berjalannya waktu, para anggota datang dan pergi, Teater Koma mengalami berbagai perkembangan. Meskipun terhadang batu bernama “kebijakan pemerintah” dalam rangka mewujudkan stabitilas nasional. Namun dengan dukungan seluruh anggota Teater Koma dan segenap seniman dari luar kelompoknya, Terater Koma terus memperjuangkan hak demi terus berkarya. Teater Koma, sebuah wujud kelompok teater kontemporer yang terus bereksplorasi tanpa henti dengan menggabungkan berbagai unsur modern dengan tradisional. Sampai kapanpun namanya akan tetap “Koma”.
Kata Kunci: Teater, Teater Koma, Teater Kontemporer, Teater Modern, Orde Baru
Universitas Indonesia
Pelarangan teater..., Rima Dini Rahayu, FIB UI, 2012
ix
ABSTRACT
Name Study Program Title
: Rima Dini Rahayu : History : The Restriction of Teater Koma During New Order Era (1977 – 1998)
Teater Koma was formed in 1977 by N. Riantiarno and his friends. This is one of the most successful Indonesia contemporary theater group. They created a group of theater which different from the earlier. In Teater Koma, elements of movements, dance and sing united into a masterpiece that wrapped by means of modern theatrical method. In Indonesia, New Order’s government policy of national stability was also affected art and culture. The freedom of expression was pressured to avoid national conflict. This also affected on the development of Teater Koma, that is why many of its creations got in trouble, because it was collide with the policy. Over time, members come and go, Teater Koma undergone various developments. Even though they blocked by a rock called “government policies” in order to achieved national stability. But with all the supports of members and artists, Theater Koma were continuing fight for their rights. Teater Koma, a form of contemporary theater group that continues to explore endlessly by combining modern with traditional elements. Its name will forever remain "Koma" (In Indonesian the word koma is conjunctive, which means that Teater Koma will always keep on continuing their works).
Key Words : Teater Koma, Theater, Contemporary Theater, Modern Teather, New Order
Universitas Indonesia
Pelarangan teater..., Rima Dini Rahayu, FIB UI, 2012
x
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL ..................................................................................... i SURAT PERNYATAAN BEBAS PLAGIARISME .................................... ii LEMBAR PERNYATAAN ORISINALITAS ............................................. iii LEMBAR PENGESAHAN ........................................................................... iv KATA PENGANTAR ................................................................................... v HALAMAN PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI TUGAS AKHIR UNTUK KEPENTINGAN AKADEMISI ..................................... vii ABSTRAK ................................................................................................... viii ABSTRACT .................................................................................................. ix DAFTAR ISI ................................................................................................. x DAFTAR GAMBAR .................................................................................... xii DAFTAR LAMPIRAN ................................................................................. xiii DAFTAR GLOSARI .................................................................................... xiv
1. PENDAHULUAN ..................................................................................... 1.1 Latar Belakang Masalah ................................................................ 1.2 Kajian Pustaka ............................................................................... 1.3 Perumusan Masalah ....................................................................... 1.4 Ruang Lingkup Penelitian ............................................................. 1.5 Tujuan Penelitian ........................................................................... 1.6 Metode Penelitian .......................................................................... 1.7 Sumber Sejarah ............................................................................. 1.8 Sistematika Penulisan ....................................................................
1 1 7 9 9 9 10 11 11
2. PERKEMBANGAN SENI BUDAYA ORDE BARU DAN TEATER KOMA ..................................................................................... 13 2.1 Kebijakan Orde Baru Mengenai Seni dan Kebudayaan .................. 14 2.1.1 Terbentuknya Orde Baru Menuju Stabilitas Sosial Politik dan Ekonomi ......................................................................... 17 2.1.2 Sumbangan Orde Baru dalam Bidang Seni dan Budaya. ........ 21 2.2 Perkembangan Teater Masa Orde Baru .......................................... 24 2.3 Kelahiran dan Perkembangan Teater Koma .................................... 25 2.3.1 Terbentuknya Teater Koma.................................................... 26 2.3.2 Tokoh di Balik Panggung Teater Koma ................................. 29 1. N. Riantiarno ..................................................................... 30 2. Ratna Riantiarno ................................................................ 32 2.3.3 Aktivitas Teater Koma dan Karya-karya N. Riantiarno .......... 34
Universitas Indonesia
Pelarangan teater..., Rima Dini Rahayu, FIB UI, 2012
xi
3. LAKON-LAKON TEATER KOMA YANG DIANGGAP BERMASALAH OLEH PEMERINTAH ORDE BARU ......................... 3.1 Lakon Maaf Maaf Maaf, 1977 ........................................................ 3.2 Lakon Wanita Wanita Parlemen, 1986 ........................................... 3.3 Lakon Sampek Engtay, 1988 dan 1989 ........................................... 3.4 Trilogi Lakon Konglomerat Buriswara, Pialang Segitiga Emas dan Suksesi ................................................................................... 3.5 Trilogi Lakon Bom Waktu, Opera Kecoa dan Opera Julini ............. 3.6 Lakon RSJ (Rumah Sakit Jiwa), 199 ............................................... 3.7 Lakon Lakon Lainnya, 1991 - 1998 ...............................................
4. PELARANGAN UTAMA PENTAS TEATER KOMA 1990................... 4.1 Lakon Suksesi, 1990 ....................................................................... 4.2 Lakon Opera Kecoa, 1990 .............................................................. 4.3 Reaksi Pelarangan Pentas Teater Koma .......................................... 4.4 Sikap Teater Koma Atas Permasalahan Pentas Yang Terjadi Pada Masa Pemerintahan Orde Baru ...............................................
38 39 41 43 46 49 50 52
54 54 61 67 73
5. KESIMPULAN .......................................................................................... 78 DAFTAR SUMBER....................................................................................... 82 LAMPIRAN ................................................................................................... 86
Universitas Indonesia
Pelarangan teater..., Rima Dini Rahayu, FIB UI, 2012
xii
DAFTAR GAMBAR
Gambar 1. Pementasan perdana Teater Koma berjudul Rumah Kertas, 1977 .... Gambar 2. Surat Cinta Arifin C. Noer kepada Teater Koma ............................ Gambar 3. “Suksesi dan Sensor Perlukah Sebuah Banyolan Dibredel?” .......... Gambar 4. “Opera Batal!” ................................................................................
Universitas Indonesia
Pelarangan teater..., Rima Dini Rahayu, FIB UI, 2012
27 29 68 68
xiii
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1 Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 47 Tahun 1978 ................................................................. Lampiran 2 Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 30 Tahun 1981 ................................................................. Lampiran 3 Kronologi produksi Teater Koma, dari awal terbentuk hingga akhir masa Orde Baru ........................................................ Lampiran 4 Koleksi Gambar Yang Berhubungan Dengan Pelarangan Pentas ... Lampiran 5 Koleksi Gambar Poster ................................................................
Universitas Indonesia
Pelarangan teater..., Rima Dini Rahayu, FIB UI, 2012
86 89 91 94 98
xiv
DAFTAR GLOSARI
A Akting (acting) : tata cara pemain memerankan tokoh dalam teater, film, televisi. Acting course : kursus akting atau kursus berperan. Aktor : pemain pria untuk memerankan tokoh dalam pentas teater, film, televisi. Aktris : pemain wanita untuk memerankan tokoh dalam pentas teater, film, televisi. Artistik : benda atau karya seni yang mengandung elemen-elemen seni. Apresiasi : minat ketertarikan seseorang kepada bidang tertentu, misalnya seni. ATNI : Akademi Teater Nasional Indonesia. Auditif : bersifat dapat didengar. B Bahasa Melayu tinggi : bahasa yang dipergunakan oleh bangsawan di semenanjung Malaya. Bahasa Melayu rendah : bahasa yang dipergunakan oleh masyarakat menengah dan bawah di semenanjung Malaya. Bakin : Badan Koordinasi Intelijen Negara. BKS-Kostrad : Badan Kerjasama Seniman Komando Strategis Tjadangan Angkatan Darat BP2N : Badan Pertimbangan Perfilman Nasional Budaya : hasil piker, akal budi yang menjadi suatu kebiasaan. C Cerita : tuturan yang membentangkan bagaimana terjadinya suatu hal (peristiwa, kejadian, dan sebagainya) Civitas academica : Kelompok, komunitas, warga akademik. D Depdikbud : Department Pendidikan dan Kebudayaan. Dialog : percakapan antara dua tokoh atau lebih. DKJ : Dewan Kesenian Jakarta Drama : komposisi syair atau prosa yang diharapkan dapat menggambarkan kehidupan dan watak melalui tingkah laku (akting) atau dialog yang dipentaskan. Dramaturgi : seni menulis lakon drama. E Ekspresi : pengungkapan atau proses menyatakan terhadap suatu hal. Etika : ilmu mengenai apa yang baik dan yang buruk, yang hak dan yang wajib.
Universitas Indonesia
Pelarangan teater..., Rima Dini Rahayu, FIB UI, 2012
xv
F Feodalisme : sistem sosial atau politik yang memberikan kekuasaan besar kepada para bangsawan. FFI : Festival Film Indonesia G Gaya (style) : wujud yang memiliki karakter khusus GBB : Graha Bakti Budaya GKJ : Gedung Kesenian Jakarta Grup teater : kelompok yang mengadakan pelaksanaan kegiatan teater H Humor : sesuatu yang lucu atau jenaka Humanisme Universal : Seniman yang menganut aliran ini memiliki pandangan bahwa lebih baik seni daripada politik dan menolak pemanfaatan seni sebagai alat propaganda. Aliran ini sering kali dianggap sebagai suatu aliran utopisme karena tujuan utamanya adalah terjadinya suatu toleransi ideologi. I Improvisasi : tindakan atau dialog yang dilakukan di luar cerita yang sudah digariskan atau dituliskan. ISI : Institut Seni Indonesia J JJ : Jian Juhro K Kanwil : Kantor Wilayah Karcis (tiket) : surat kecil sebagai tanda telah membayar untuk bisa masuk. Komersial : dimaksudkan untuk diperdagangkan. Konglomerat : pengusaha besar yang memiliki banyak perusahaan atau anak perusahaan. Kopkamtib : Komando Operasi Pemulihan Keamanan dan Ketertiban Kostum : tata pakaian yang dipergunakan untuk seni pertunjukan. M Mitologi (mitos) : cerita mengenai dewa-dewa atau hal-hal yang diragukan kebenarannya. Modern : mutakhir, cara berfikir, sikap dan tindakan yang berdasarkan dengan perkembangan zaman terkini. Music play : pementasan yang penyajiannya melalui nyanyian dan iringan musik.
Universitas Indonesia
Pelarangan teater..., Rima Dini Rahayu, FIB UI, 2012
xvi
N Naskah (skenario) : cerita yang ditulis dengan truktur untuk diperankan. NKK : Normalisasi Kehidupan Kampus O Observasi : pekerjaan penelitian di lapangan Operette : pertunjukan dengan gerak, musik dan nyanyian OKB : Orang Kaya Baru P Paguyuban : perkumpulan yang bersifat kekeluargaan Pastojak : Pasar Tontonan Jakarta. Pelita : Pembangunan Lima Tahun Penonton : sekumpulan manusia yang melakukan kegiatan menyaksikan suatu pertunjukan, seperti teater, tari, nyanyi atau kegiatan olahraga dan sebagainya. Pentas (pementasan) : proses mempertunjukan sesuatu di atas panggung. Pialang : perantara kegiatan jual beli. PKI : Partai Komunis Indonesia PKJ : Pusat Kesenian Jakarta PNI : Partai Nasional Indonesia PNS : Pegawai Negeri Sipil Poster : alat publikasi yang memuat data visual dan tulisan pokok tertang sebuah pertunjukan atau iklan. Procenium : bentuk panggung yang umum ditemui pada teater Barat abad ke18, 19 dan 20 M. Dalam proscenium panggung dibatasi dengan tiga dinding dengan bagian terbuka menghadap penonton. Di depan panggung berbentuk procenium terdapat bagian untuk tirai penutup dan bagian untuk para pemusik R Realisme Sosialis : Seniman yang menganut aliran ini merupakan seniman kiri yang mengganggap bahwa seni adalah suatu bentuk perjuangan bangsa yang haruslah sesuai dengan kenyataan yang terjadi di negara. Ritus : tata cara dalam upacara keagamaan RSJ : Rumah Sakit JIwa S Sandiwara : bentuk pengajaran yang dilakukan melalui suatu perlambang. Sandiwara berasal dari bahasa Jawa, yaitu sandi yang berarti rahasia dan wara atau warah yang berarti pengajaran SARA : Suku, Agama, Ras dan Antargolongan Saweran : sumbangan ala kadarnya Set dekor (setting) : perangkat atau peralatan panggung yang menjadi latar di sebuah pentas. Skrining : proses penyaringan atau sensor terhadap sebuah karya seni. Universitas Indonesia
Pelarangan teater..., Rima Dini Rahayu, FIB UI, 2012
xvii
Stabil : matap, kukuh, tidak goyah Stabilitas : keadaan dimana hal-hal satu dan lainnya berjalan dengan mantap, kukuh dan seimbang. Suksesi : proses pergantian kepemimpinan. T Tata artistik : penataaan seluruh unsur artistik dalam rangka memenuhi kebutuhan pentas. Tata cahaya : pengatura susunan cahaya Tata gerak : susunan komposisi gerak Tata musik : susunan komposisi musik. Tata panggung : pengaturan panggung yang disesuaikan dengan jalan cerita. Tata rias : pengaturan hias wajah yang bertujuan untuk menciptakan karakter tokoh sesuai cerita yang akan di pentaskan. TIM : Taman Ismail Marzuki Teater : pementasan drama sebagai suatu seni atau profesi, seni drama, sandiwara, drama. Tema : pokok pikiran atau dasar cerita. Tokoh : sebutan untuk pemeran dalam sebuah naskah lakon. Tradisional : sikap dan cara berfikir yang selalu berpegang teguh pada norma dan adat kebiasaan yang telah ada secara turun-temurun. Trilogi : tema yang sama diceritakan dalam tiga naskah lakon yang berbeda. TTA : Tunas Tanah Air
Universitas Indonesia
Pelarangan teater..., Rima Dini Rahayu, FIB UI, 2012
1
BAB 1 PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Masalah
Teater berasal dari kata Yunani yakni theatron yang berarti tempat atau gedung pertunjukan. Teater1 dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) memiliki beberapa pengertian. Pertama, gedung atau ruangan tempat pertunjukan film, sandiwara, dan sebagainya. Kedua, pementasan drama sebagai suatu seni atau profesi, seni drama, sandiwara, drama. Kata ini kemudian mengalami perluasan makna menjadi segala hal yang dipertunjukan di depan orang banyak. Cakupan makna teater yang terlampau luas ini membuat orang ingin kembali memberikan batasan. Makna teater dalam batasan yang lebih sempit diartikan sebagai drama, yaitu lakon atau kisah hidup manusia yang dipertunjukan di atas pentas dan diperhatikan oleh orang banyak2. Kata drama sendiri berasal dari bahasa Yunani yakni dran atau draomai yang artinya berbuat, berlaku atau beraksi3. Drama4 dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) memiliki arti tersendiri yakni komposisi syair atau prosa yang diharapkan dapat menggambarkan kehidupan dan watak melalui tingkah laku (akting) atau dialog yang dipentaskan. Selain itu, dalam KBBI drama juga berarti Cerita atau kisah, terutama yang melibatkan konflik atau emosi, yang khusus disusun untuk pertunjukan teater. Saat ini, pengertian drama lebih dihubungkan dengan karya sastra, yang juga berarti naskah lakon5. Teater merupakan sebuah kejadian yang dirangkai melalui dialog-dialog yang disajikan oleh para aktor. Kejadian ini harus diimbangi dengan pencitraan yang 1
2
3
4
5
Kamus Besar Bahasa Indonesia http://bahasa.kemdiknas.go.id/kbbi/index.php Diunduh pada 2 Juni 2012 Pukul 21.09 WIB. I Made Bandem dan Sal Mugiyanto. Teater Daerah Indonesia. Yogyakarta: Penerbit Kanisius, 1996. Hlm. 9. N. Riantiarno. Kitab Teater: Tanya Jawab Seputar Seni Pertunjukan. Jakarta: Grasindo, 2011. Hlm. 3. Kamus Besar Bahasa Indonesia http://bahasa.kemdiknas.go.id/kbbi/index.php Diunduh pada 2 Juni 2012 Pukul 21.09 WIB. N. Riantiarno. Op. Cit. Hlm. 3
Universitas Indonesia
Pelarangan teater..., Rima Dini Rahayu, FIB UI, 2012
2
seimbang agar makna yang terkandung dalam kejadian tersebut tersampaikan dengan jelas terhadap setiap penontonnya6. Dialog itulah yang membedakan teater dengan cabang kesenian lain yang menjadikan teater bukan sebagai kesenian yang bersifat personal7. Teater merupakan karya gabungan dari beberapa seniman. Kumpulan seniman itu, mengemban suatu ide yang hendak disampaikan, mulai dari penulisan, penyutradaraan, penataan artistik, permainan. Dan tafsir paling ujung dari semua subbidang itulah yang disajikan, untuk kemudian dinilai mutunya. Teater merupakan bagian dari kehidupan masyarakat. Fungsi dari teater pun sangatlah banyak. Disamping sebagai bentuk hiburan, teater pun dapat menjadi sebuah pengungkapan sejarah, keindahan, kesenangan, pendidikan dan pengiring ritus. Teater juga merangsang indra melalui apa yang dilihat dan didengar, dari busana, gerak laku, tarian, iringan musik, tata pentas, rias dan pakaian. Teater pun memberikan santapan jiwa karena didalamnya turut terungkap nilai-nilai dan ajaran baik etika, filsafat maupun agama, disamping itu teater sekaligus mengajak penonton untuk berfikir lewat kritik-kritik sosial yang menggambarkan kelemahan manusia8. Nilai-nilai yang disampaikan teater kepada para penontonnya tidak selalu merupakan nilai-nilai yang berlaku dalam masyarakat atau yang digariskan untuk diberlakukan di dalam masyarakat, tetapi nilai tersebut juga merupakan nilai-nilai alternatif,
nilai-nilai
dipertimbangkan,
bayangan,
untuk
konsep-konsep
direnungkan,
untuk
yang
direkonstruksi
mengganggu
pikiran,
untuk untuk
menggoyahkan kepercayaan, dan untuk apa saja selain untuk dicamkan, dihayati serta dilaksanakan9. Dengan kata lain penonton yang pulang setelah pertunjukannya akan mendapat informasi baru tentang berbagai kemungkinan kehidupan yang telah berjalan dan dihayati manusia pada saat itu10. Dalam perkembangannya di Indonesia dikenal bentuk teater tradisional dan teater modern. Teater disebut tradisional karena menunjukan dirinya sebagai bagian
6
Peter Brook. Percikan Pemikiran Tentang Teater, Film dan Opera. Yogyakarta: MSPI, 2002. Pikiran Rakyat, “Kelompok Drama Kami, Dari Aku-Aku”, 7 Juli 1978. Dalam N. Riantiarno (Ed.). Teguh Karya dan Teater Populer 1968 – 1993. Jakarta: Pustaka Sinar Harapan, 1993. Hlm. 33. 8 I Made Bandem dan Sal Mugiyanto. Hlm. 15. 9 Umar Kayam. “Nilai-nilai Tradisi, Nilai-nilai Kontemporer dan Teater Kontemporer Kita”. Jurnal Ilmu dan Budaya 7 (9). Tahun 1985. Hlm. 660. 10 Umar Kayam. Op. Cit. Hlm. 661.
7
Universitas Indonesia
Pelarangan teater..., Rima Dini Rahayu, FIB UI, 2012
3
dari tradisi masyarakat pada umumnya11. Teater ini terlepas dari konsep dasar sezaman
yang diadaptasi dari Barat. Sedangkan, teater yang dinyatakan modern
adalah teater yang menunjukan dirinya sebagai bagian dari masyarakat baru dengan kebiasaan baru yang diterapkan atas pengaruh lingkungan Barat yang turut dibawa ke Indonesia. Ciri-ciri teater tradisional menurut N. Riantiarno12: Lakon tidak menggunakan naskah dengan tema berkisar antara sejarah, dongeng, mitologi, kadang kehidupan sehari-hari. Sementara itu penyajiannya melalui dialog, tari, nyanyi dan kadang dengan menambah humor di dalamnya. Spontanitas menjadi dasar pergelarannya (nilai dan laku dramatiknya). Selain itu dua unsur emosi yaitu tawa dan tangis saling menyatu. Menggunakan tetabuhan atau musik lokaltradisional, sifat pertunjukan santai bahkan kadang terjadi interaksi antara penyaji dan penonton. Tempat pergelaran terbuka atau arena (penyaji dikelilingi penonton), biasanya tidak dipungut bayaran namun ada saweran13. Teater modern di Indonesia didukung oleh masyarakat perkotaan dan cara berfikir Barat14. Ciri-ciri teater modern menurut N. Riantiarno15 antara lain: Memiliki tempat khusus untuk pergelaran, penyaji dan penonton dipisah16. Jika pementasan berlangsung di panggung procenium17, ada tirai-tirai (layar) yang diangkat dan diturunkan sebagai penanda dimulai dan diakhirinya sebuah pergelaran. Penonton diharuskan untuk membayar karcis, fungsi utamanya sebagai hiburan dan
terlepas dari keterkaitan terhadap upacara religi seperti yang
terkandung dalam Teater Tradisional. Lakon sejalan dengan zamannya, jika bahan 11
Bakdi Soemanto. “Theater in Indonesia”. Dalam Edi Sedyawati. (Ed.) The Theatre of ASEAN. Jakarta: The ASEAN Committee on Culture and Information dan Grafidia, 2001. Hlm. 25. 12 N. Riantiarno. Kitab Teater: Tanya Jawab Seputar Seni Pertunjukan. Jakarta: Grasindo, 2011. Hlm. 28. 13 Sumbangan ala kadar yang didapat dari penonton. 14 Saini K. M. (1988: 1). Dalam Radhar Panca Dahana. Ideologi Politik dan Teater Modern Indonesia. Magelang: IndonesiaTera, 2000. Hlm. 13. 15 N. Riantiarno. Kitab Teater: Tanya Jawab Seputar Seni Pertunjukan. Jakarta: Grasindo, 2011. Hlm. 29. 16 Penyaji beraksi di panggung, sedangkan penonton duduk menyaksikan di auditorium (tempat mendengar). Meskipun ada pula penyajian yang dilaksanakan di teater arena. 17 Procenium adalah bentuk panggung yang umum ditemui pada teater Barat abad ke- 18, 19 dan 20 M. Dalam proscenium panggung dibatasi dengan tiga dinding dengan bagian terbuka menghadap penonton. Di depan panggung berbentuk procenium terdapat bagian untuk tirai penutup dan bagian untuk para pemusik. Dalam Harry Sulastianto, dkk. Seni Budaya untuk Kelas VII Sekolah Menengah Pertama. Grafindo Media Pertama. Hlm 39. Dalam ebook http://books.google.co.id/books?id=YUrMoPAltR8C&printsec=frontcover&hl=id#v=onepage&q& f=false Diunduh pada Sabtu, 2 Juni 2012 Pukul 22.19 WIB
Universitas Indonesia
Pelarangan teater..., Rima Dini Rahayu, FIB UI, 2012
4
lama dipakai, selalu dikaitkan atau digarap kembali sesuai keadaan zaman dan idiom-idiom modern dipergunakan18. Bahasa yang dipergunakan Bahasa Indonesia, Bahasa Melayu Rendah dan Bahasa Melayu Tinggi, terkadang ada pegangan ceritanya (plot-sinopsis), atau bahkan naskah dramanya. Ciri-ciri Teater Modern menurut Jakob Soemardo19 adalah teater yang melakukan pertunjukan di tempat khusus dengan panggung berbentuk procenium yang berfungsi sebagai hiburan dalam segala gradasinya. Unsur cerita berkaitan dengan peristiwa sezaman. Teater menggunakan bahasa Indonesia atau Melayu Tinggi dengan naskah tertulis. Penontonnya diharuskan untuk membayar. Teater tersebut menggunakan idiom-idiom modern. Namun secara keseluruhan ciri-ciri yang ditawarkan Jakob Soemardjo tersebut belum dapat mengidentifikasikan teater modern Indonesia, oleh karena saat ini teater tradisional pun telah menggunakan ciri-ciri tersebut20. Radhar Panca Dahana, dengan berdasarkan pertimbangan sebelumnya dan beberapa pemahaman lain menawarkan pengertian lain dari teater modern. Sebuah kerja seni pertunjukan perkotaan yang dilandasi pemikiran Barat. Teater menggunakan bahasa Indonesia sebagai medium bahasa utama. Terater memiliki kebebasan fakultatif dalam proses kreatif maupun pemilihan idiom-idiom panggungnya21. Teater modern telah mengalami perkembangan di Indonesia. Bermula dengan munculnya Komedi Stambul pada awal abad ke-20. Dengan kelahiran Komedi Stambul maka lahir pulalah teater modern Indonesia sebagai hasil pertemuan orang Indonesia dengan salah satu bentuk kebudayaan Eropa22. Ia merupakan bentuk teater pertama yang tidak berakar pada kebudayaan salah satu etnik yang ada di Indonesia. Ia adalah hasil dari suatu usaha mencari suatu kebudayaan yang didasarkan pada suatu keseimbangan sosial, yang dipaksakan dibentuk oleh penduduk kota besar yang terdiri dari beragam suku bangsa di 18
Intermeso, pemimpin pergelaran, alat musik modern, organisasi artistic dan pentas. Dalam N. Riantiarno. Kitab Teater: Tanya Jawab Seputar Seni Pertunjukan. Hlm. 29. 19 Jakob Soemardjo (1988: 99). Dalam Radhar Panca Dahana. Ideologi Politik dan Teater Modern Indonesia. Hlm. 13. 20 Radhar Panca Dahana. Ideologi Politik dan Teater Modern Indonesia. Magelang: IndonesiaTera, 2000. Hlm. 14. 21 Radhar Panca Dahana. Op. Cit. Hlm. 16. 22 N. Riantiarno (Ed.). Teguh Karya dan Teater Populer 1968 – 1993. Jakarta: Pustaka Sinar Harapan, 1993. Hlm. 7.
Universitas Indonesia
Pelarangan teater..., Rima Dini Rahayu, FIB UI, 2012
5
Nusantara23. Ia bukanlah produk daerah pedalaman yang penduduknya homogen dan kebudayaannya memiliki pola jelas. Ia adalah produk dari pusat-pusat pemukiman baru sebagai hasil dari pertumbuhan ekonomi modern24. Meskipun pada awalnya teater ini masih menampilkan tokoh-tokoh dari cerita lama yang menjadi milik budaya suku tertentu, namun semakin lama ia semakin jauh dari tokoh-tokoh stereotype tersebut. Sehingga tokoh-tokoh yang ditampilkan semakin dekat dengan kehidupan nyata. Tingkat ini dicapai pada tahap The Malay Opera “Dardanella” 25 pada tahun 1926. Selanjutnya memasuki masa Pendudukan Jepang, masa Indonesia Merdeka, masa Demokrasi Liberal dengan didirikannya Akademi Teater Nasional Indonesia (ATNI) pada tahun 1955, hingga masa Orde Baru. Beragam kriteria telah ditunjukan berdasarkan semangat zamannya masing-masing. Pada masa pemerintahan Orde Baru kriteria yang muncul adalah kriteria atas ide-ide yang sesuai dengan pemerintah. Hal ini dikarenakan kebijakan yang diberlakukan oleh pemerintah dengan berdasarkan stabilitas nasional yang membuat batasan-batasan atas kebebasan berekspresi bagi berbagai pihak yang turut di dalamnya adalah para seniman. Hal ini mengakibatkan banyaknya pelarangan atas kreatifitas berkarya. Pada dasarnya, semenjak kemerdekaan 1945, Indonesia telah memasuki zaman demokrasi yang melawan feodalisme serta rakyat memiliki hak untuk menentukan kebijaksanaan negaranya, sehingga partisipasi dan perhatiannya adalah hal yang sah dan wajar. Maka sah dan wajar pulalah apabila para seniman yang merupakan anggota masyarakat dan bagian dari rakyat yang tidak ikut berkuasa turut menyuarakan pendapatnya dalam berkarya26. Namun dalam praktiknya semua hal itu tidak berjalan sesuai dengan teori yang ada. Apabila ada pendapat atau karya yang tidak sesuai dengan kebijakan pemerintah maka pendapat atau karya tersebut tidak akan diizinkan untuk diketahui atau beredar di masyarakat. Setelah Indonesia merdeka, terbit beberapa buku kumpulan sandiwara pada masa kependudukan Jepang. Dalam buku tersebut dapat terlihat bahwa persoalan yang dibahas di dalamnya lebih luas yang meliputi perjuangan bangsa. 23
Ibid. Ibid. 25 Ibid. 26 Rendra. Mempertimbangkan Tradisi. Jakarta: Penerbit PT Gramedia, 1984. Hlm. 62. 24
Universitas Indonesia
Pelarangan teater..., Rima Dini Rahayu, FIB UI, 2012
6
Perkembangan politik dan kebudayaan di Indonesia pada tahun 1950-1960an mendapat pengaruh paham-paham global yang sedang berkembang di dunia. Hal ini membagi kesenian ke dalam dua kelompok ideologis yang saling bersebrangan, yakni aliran humanisme universal27 dan aliran realisme sosialis28. Perseteruan yang terjadi antara kelompok yang berseberangan secara ideologis tersebut kemudian berpengaruh pada berbagai aspek kehidupan. Hal ini pun turut mempengaruhi kehidupan perteateran saat itu. Pada tahun 195529 Usmar Ismail, D.Djajakusuma dan Asrul Sani kembali menghidupkan kegiatan perteateran dengan mendirikan Akademi Teater Nasional Indonesia (ATNI) di Jakarta. Alasan dibentuknya ATNI adalah rasa kekhawatiran para tokoh pendirinya terhadap terbengkalainya perkembangan di bidang teater30. Memasuki masa Orde Baru, pemerintah disibukkan dengan segala kegiatan yang berupaya untuk menstabilkan keadaan dalam negeri yang sedang bermasalah. Dalam rangka meredam permasalahan yang terjadi, pemerintah pun sangat berhatihati terhadap hal yang berhubungan dengan keterbukaan termasuk dalam hal pengekspresian seni budaya. Teater Koma merupakan salah satu kelompok seni teater modern yang turut terkena dampak kebijakan Orde Baru tersebut. Teater Koma adalah kelompok teater yang didirikan oleh N. Riantiarno dan kawan-kawan di Jakarta pada 1 Maret 1977. Teater Koma sering mengangkat tema yang transparan dan dekat dengan kehidupan masyarakat sehari-hari seperti permasalahan dalam negeri dengan pertentangan sosial yang terjadi. Oleh sebab itu beberapa kali pementasan yang akan diselenggarakannya terpaksa harus dihentikan karena mendapat pelarangan keras oleh pihak yang berwajib sebab dianggap mengandung unsur kritik terhadap Pemerintah Orde Baru. Maaf Maaf Maaf, Wanita Wanita Parlemen, Sampek Engtay, Konglomerat Buriswara, Suksesi, Opera Kecoa dan RSJ 27
Seniman yang menganut aliran ini memiliki pandangan bahwa lebih baik seni daripada politik dan menolak pemanfaatan seni sebagai alat propaganda. Aliran ini sering kali dianggap sebagai suatu aliran utopisme karena tujuan utamanya adalah terjadinya suatu toleransi ideologi. 28 Seniman yang menganut aliran ini merupakan seniman kiri yang mengganggap bahwa seni adalah suatu bentuk perjuangan bangsa yang haruslah sesuai dengan kenyataan yang terjadi di negara. 29 Agus R. Sarjono (Ed.). Arifin C. Noer Teater Tanpa Masa Silam: Sejumlah Esai Budaya. Jakarta: Dewan Kesenian Jakarta, 2005. Hlm. 46. 30 Ahmad Syaeful Anwar. “Perkembangan Teater Kontemporer Indonesia 1968 – 2008.” Disertasi Doktor Program Studi Ilmu Sejarah Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia. Depok, Maret 2012. Hlm.76.
Universitas Indonesia
Pelarangan teater..., Rima Dini Rahayu, FIB UI, 2012
7
merupakan lakon-lakon yang dianggap bermasalah saat dipentaskan pada masa Orde Baru.
1.2 Kajian Pustaka
Penelitian mengenai teater di Indonesia telah beberapa kali dilakukan dan karya-karya mengenai hal tersebut pun sudah banyak tersusun. Beberapa diantara karya tersebut yang turut mendukung penelitian skripsi ini antara lain ”Konteks Kritik Sosial Dalam Pengekspresian Seni Teater: Kajian Empirik Dengan Pendekatan Ketahanan Sosial Budaya”, sebuah tesis yang disusun oleh Arief Rijadi pada tahun 2000, sebagai persyaratan mencapai Sarjana S-2 Program Pascasarjana Universitas Gajah Mada, Yogyakarta. Dalam tesis ini dijelaskan mengenai situasi empirik dibalik pengekspresian seni teater yang terbagi atas situasi yang bersifat makro (situasi global yang berkembang) dan mikro (langsung berkaitan dengan seniman itu sendiri). Perbedaan antara tesis ini dengan skripsi yang disusun penulis terletak pada ruang lingkup yang membatasinya. Jika dalam tesis ini dijabarkan berbagai kasus dari berbagai kelompok teater maka penulis hanya menjabarkan satu kelompok teater dengan permasalahan yang ada padanya. Karya selanjutnya adalah buku Teater Koma: Potret Tragedi dan Komedi Manusia Indonesia yang ditulis oleh Herry Gendut Janarto yang diterbitkan PT Grasindo, Jakarta 1997. Buku ini memuat perjalanan Teater Koma dari awal berdirinya hingga masa-masa tahun 1990-an. Meskipun sama-sama membahas tentang Teater Koma terdapat perbedaan yang mendasar dari penulisan buku ini dengan skripsi yang ditulis oleh penulis. Perbedaan tersebut terletak pada pendekatan yang dipakainya. Jika penulisan skripsi ini disusun menggunakan pendekatan sejarah maka Herry Gendut Janarto menyusun bukunya melalui pendekatan sastra. Karya berikutnya adalah skripsi Nunung Husnul Chatimah pada tahun 2004 sebagai persyaratan mencapai gelar Sarjana Humaniora Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universita Indonesia berjudul ”Dinamika Akademi Teater Nasional Indonesia (1955 – 1968)”. Skripsi ini mengulas tentang awal berdirinya Akademi
Universitas Indonesia
Pelarangan teater..., Rima Dini Rahayu, FIB UI, 2012
8
Teater Nasional Indonesia (ATNI) serta perjalanannya dengan pemikiran, sikap pelaku dan masalah-masalah yang dihadapi ATNI. Selanjutnya, skripsi yang disusun oleh Maya Agustiana pada tahun 2001 sebagai persyaratan mencapai gelar Sarjana Sastra dari jurusan Sejarah Fakultas Sastra Universitas Indonesia dengan judul ”Perjalanan Kelompok Seni Pertunjukan Miss Tjitjih Dari Kramat ke Angke (1951 – 1987)”. Skripsi ini menerangkan sejarah berdirinya sandiwara Sunda Miss Tjitjih, perjalanan kelompok drama trsebut serta perpindahannya pada generasi ke dua dari Kramat Raya ke Jalan Stasiun Angke. Berikutnya, tesis yang disusun oleh Herny Mulyani berjudul ”Teater: Konstruksi Realitas Sosial Simbolik (Analisis Semiotik Pementasan ’Kereta Kencana’ oleh Bengkel Teater Rendra)”, sebagai persyaratan memperoleh gelar Magister Sains dalam Ilmu Komunikasi Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia tahun 2001. Tesis ini berisikan tentang kerangka teori mengenai teater, analisis pementasan ’Kereta Kencana’ oleh Bengkel Teater Rendra serta konstruksi realitas sosial. Terakhir, disertasi yang disusun oleh Achmad Syaeful Anwar berjudul ”Perkembangan Teater Kontemporer Indonesia 1968 – 2008”31. Disertasi ini menerangkan dinamika teater modern dimana didalamnya mencakup perkembangan berbagai kelompok teater kontemporer yang ada seperti Teater Koma, Bengkel Teater, Teater Mandiri dan sebaginya. Perbedaan penjelasan Teater Koma di dalam disertasi ini dengan skripsi yang disusun penulis ada pada keterlibatan unsur-unsur politik di dalamnya, jika disertasi Syaeful Anwar lebih menjelaskan pada perkembangan teaternya sedangkan skripsi ini menitikberatkan pada permasalahan yang terjadi antara kelompok Teater Koma dengan pemerintah Orde Baru. Selain itu penulis juga mendapatkan beberapa buku sumber lain yang dapat dikategorikan sumber sekunder karena tidak ditulis langsung oleh orang-orang yang terlibat langsung dan penerbitannya pun dapat dikatakan baru. Seperti: Ideologi Politik dan Teater Modern Indonesia oleh Radhar Panca Dahana diterbitkan oleh IndonesiaTera, 2000; Arifin C. Noer Teater Tanpa Masa Silam: Sejumlah Esai Budaya penyunting oleh Agus R. Sarjono diterbitkan oleh Dewan Kesenian Jakarta, 31
Disertasi sebagai persyaratan memperoleh gelar Doktor dalam Program Studi Ilmu Sejarah, Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya. Disahkan pada 7 Maret 2012.
Universitas Indonesia
Pelarangan teater..., Rima Dini Rahayu, FIB UI, 2012
9
2005; Tiga Jejak Seni Pertunjukan Indonesia: Rendra, Sardono W. Kusumo, Slamet A. Sjukur oleh Tommy F. Awuy diterbitkan oleh MSPI, 2005.
1.3 Perumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang diatas, permasalahan yang hendak diajukan penulis adalah bagaimana kebijakan pemerintah Orde Baru terhadap pementasan Teater Koma yang dianggap mengkritik, serta respon Teater Koma dalam menyikapi kebijakan tersebut.
1.4 Ruang Lingkup Masalah
Ruang lingkup masalah dalam penelitian ini secara khusus adalah dinamika perkembangan Teater Koma pada masa Orde Baru di Indonesia. Kurun waktu yang digunakan adalah tahun 1977 – 1998. Dasar pertimbangannya ialah pada tahun 1977 merupakan tahun ketika Teater Koma didirikan, tepatnya tanggal 1 Maret 1977. Tahun 1998 dijadikan batas akhir pembahasan karena pada tahun inilah pemerintahan Orde Baru secara resmi berakhir.
1.5 Tujuan Penelitian
Tujuan yang ingin dicapai oleh penulis melalui penelitian ini adalah untuk menjelaskan mengenai dinamika teater modern Indonesia pada masa Orde Baru khususnya kelompok Teater Koma. Teater Koma, sebagai kelompok teater yang sering kali mengangkat tema tentang kehidupan masyarakat sehari-hari seperti permasalahan dalam negeri dengan pertentangan sosial yang terjadi membuatnya menghadapi berbagai rintangan dari pihak pemerintah sehingga beberapa kali pementasanya harus dihentikan karena mendapat pelarangan keras. Oleh karena itu penulis ingin menjelaskan pula mengenai pembatasan hak berpendapat, bersuara dan berekspresi yang menimbulkan permasalahan diantara Teater Koma dengan pemerintah, beserta dampaknya. Selain itu, penelitian skripsi ini diharapkan dapat
Universitas Indonesia
Pelarangan teater..., Rima Dini Rahayu, FIB UI, 2012
10
meemberikan sumbangan rekonstruksi sejarah Teater Modern Indonesia, khususnya Teater koma.
1.6 Metode Penelitian
Penelitian ini menggunakan proses metode penelitian sejarah yang terdiri dari empat langkah yaitu heuristik, kritik, interpretasi, dan historiografi, yang tidak terlepas dari konsep penelitian sejarah dengan metode 5 W 1 H (What, Who, Where, When, Why, How). Dimulai dengan tahap heuristik yaitu berupa pengumpulan data yang berhubungan dengan teater khusunya Teater koma, baik primer maupun sekunder, lisan maupun tulisan, sumber tertulis didapatkan dengan menggunakan studi kepustakaan berdasarkan sumber dari buku koleksi pribadi yang diperoleh dari berbagai took buku ternama, took buku di daerah Pasar Senen serta took buku milik Jose Rizal Manua di Taman Ismail Marzuki. Selain itu juga terdapat koleksi Perpustakaan Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia (FIB UI), Perpustakaan Pusat Universitas Indonesia, Perpustakaan Nasional Republik Indonesia (PNRI), Perpustakaan Freedom Institut, Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI), Pusat Informasi Kompas serta Pusat Dokumentasi Dewan Kesenian Jakarta (DKJ), Pusat Perfilman Haji Usmar Ismail (PPHUI), Pusat Dokumentasi H.B. Jassin, Pusat Dokumentasi Kompas dan Arsip Nasional Republik Indonesia. Selain itu penulis juga menggunakan sumber naskah, DVD, poster-poster koleksi Teater Koma, yang disertai sumber internet sebagai bahan rujukan. Tahap kritik dilakukan untuk melihat kredibilitas dan memastikan kebenaran sumber yang didapatkan dengan melalui kritik ekstern yang dilihat dari penampilan fisik sumber-sumber sezaman serta kritik intern berupa analisa isi sumber dan perbandingan
terhadap
sumber
yang
didapatkan
atas
kesamaan
maupun
ketidaksamaan yang ada. Penulis lemudian melanjutkan penelitian ini dengan tahap interpretasi, dimana fakta-fakta yang terkumpul ditafsirkan dengan menggabungkan keterkaitan antara fakta yang satu dan lainnya. Tahap terakhir adalah tahap historiografi yaitu proses menuliskan fakta-fakta yang telah dikumpulkan. Penelitian
Universitas Indonesia
Pelarangan teater..., Rima Dini Rahayu, FIB UI, 2012
11
dan fakta-fakta ini kemudian, direkonstruksi menjadi karya ilmiah sejarah yang disusun secara sistematis dan dapat dipertanggungjawabkan.
1.7 Sumber Sejarah
Sumber utama penelitian sejarah ini adalah surat-surat perintah pelarangan yang dikeluarkan pemerintah untuk membatalkan pementasan Teater Koma saat mengangkat tema yang dianggap tidak sesuai dengan pemerintah untuk mengetahui kepastian pelarangan pentas, koran dan majalah sezaman untuk mengetahui latar belakang kejadian menurut sudut pandang berbagai pihak, dan wawancara dengan pihak yang bersangkutan. Sumber ini disertai pula dengan beberapa literatur pendukung yang menjadi bahan analisa penelitian seperti buku-buku: Kitab Teater: Tanya Jawab Seputar Seni Pertunjukan oleh N. Riantiarno diterbitkan Jakarta: Grasindo, 2011; Pertemuan Teater 80 oleh Wahyu Sihombing, Slamet Sukirnanto dan Ikranegara yang diterbitkan oleh Dewan Kesenian Jakarta, 1980; serta Mempertimbangkan Tradisi oleh Rendra diterbitkan oleh Penerbit PT Gramedia, 1984. Buku-buku ini memuat pemikiran teatrawan mengenai perkembangan teater yang terjadi dalam situasi zaman. Buku-buku ini dapat ditemukan di tempat penjualan buku milik Jose Rizal Manua di Taman Ismail Marzuki, Perpustakaan Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia (FIB UI), Perpustakaan Pusat Universitas Indonesia, Perpustakaan Nasional Republik Indonesia (PNRI), Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI), Pusat Dokumentasi H. B. Jassin serta Pusat Dokumentasi Dewan Kesenian Jakarta (Pusdok DKJ).
1.8 Sistematika Penulisan
Sistematika penulisan dari penelitian ini terbagi atas lima bab utama dengan masing-masing bab memiliki sub-bab yang akan menjelaskan inti permasalahan lebih terperinci. Berikut adalah uraian kelima bab tersebut.
Universitas Indonesia
Pelarangan teater..., Rima Dini Rahayu, FIB UI, 2012
12
Bab I adalah Pendahuluan. Bab ini terbagi atas beberapa sub-bab. Sub-bab 1 yaitu Latar Belakang, sub-bab 2 Kajian Pustaka, sub-bab 3 Perumusan Masalah, sub-bab 4 Ruang Lingkup Masalah, sub-bab 5 Tujuan Penelitian, sub-bab 6 Metode Penelitian, sub-bab 7 Sumber Sejarah dan sub-bab 8 Sistematika Penulisan. Bab II adalah Perkembangan Seni Budaya Orde Baru dan Teater Koma. Bab ini diuraikan lagi menjadi beberapa sub-bab. Sub-bab 1 yaitu Kebijakan Orde Baru Mengenai Seni dan Kebudayaan, terdiri dari Terbentuknya Orde Baru Menuju Stabilitas Sosial Politik dan Ekonomi serta Sumbangan Orde Baru di Bidang Seni dan Budaya. Sub-bab 2 yaitu Perkembangan Teater Masa Orde Baru. Sub-bab 3 yaitu Kelahiran dan Perkembangan Teater Koma, yang terdiri dari Terbentuknya Teater Koma, Tokoh di Balik Panggung Teater Koma serta Aktivitas Teater Koma dan Karya-Karya N. Riantiarno. Bab III adalah Lakon-Lakon Teater Koma yang Dianggap Bermasalah oleh Pemerintah Orde Baru. Bab ini diuraikan atas sub-bab 1 Lakon Lakon Maaf Maaf Maaf, 1977, sub-bab 2 Lakon Wanita Wanita Parlemen, 1986, sub-bab 3 Lakon Sampek Engtay, 1988 dan 1989, sub-bab 4 Trilogi Lakon Konglomerat Buriswara, Pialang Segitiga Emas dan Suksesi sub-bab 5 Trilogi Lakon Bom Waktu, Opera Kecoa dan Opera Julini, sub-bab 6 Lakon RSJ (Rumah Sakit Jiwa), 1991, dan subbab 7 Lakon Lakon Lainnya, 1991 – 1998. Bab IV adalah Pelarangan Utama Pentas Teater Koma 1990. Bab ini terbagi atas tiga sub-bab. Sub-bab 1 yaitu Lakon Suksesi, sub-bab 2 Lakon Opera Kecoa, sub-bab 3 Reaksi Pelarangan Pentas Teater Koma, serta sub-bab 4 Sikap Teater Koma Atas Permasalahan Pentas Yang Terjadi Pada Masa Pemerintahan Orde Baru. Bab V merupakan bab terakhir yang memuat kesimpulan dari keseluruhan isi skripsi ini.
Universitas Indonesia
Pelarangan teater..., Rima Dini Rahayu, FIB UI, 2012
13
BAB 2 PERKEMBANGAN SENI BUDAYA ORDE BARU DAN TEATER KOMA
Teater sebagai seni pertunjukan di Indonesia telah berkembang sejak zaman pra-Hindu Budha. Menurut para ahli pengkaji teater, dimana pun awal kemunculan teater pasti ada hubungannya dengan keagamaan32. Dengan berlatar belakang animis dan dinamis teater dihadirkan dalam bentuk upacara adat sehingga menjadi simbol dari kehidupan itu sendiri. Teater dipertunjukkan sebagai bentuk penyelamatan masyarakat seperti menyembuhkan dari wabah penyakit, mengundang hujan untuk menyuburkan tanaman, menghentikan bencana alam, serta dipertunjukkan pula sebagai bentuk persembahan dalam rangka berterimakasih pada leluhur, dsb. Bentuk persembahan mereka berupa gabungan antara lakon, tarian dan nyanyian33. Sejalan dengan datangnya budaya asing seperti India, Timur Tengah dan Eropa, bentuk teater pun turut berubah. Perubahan ini menjadikan teater tidak hanya sebagai suatu upacara yang suci atau dikeramatkan namun juga sebagai hiburan yang dapat dinikmati setiap saat. Kesenian, dalam hal ini khususnya teater merupakan indikator status sosial dan eksistensi dari suatu kelompok, sehingga bertahan atau punahnya merupakan cerminan eksistensi para pendukungnya. Di lain pihak dinamika sosial yang terjadi pada suatu kelompok seni juga akan menyebabkan perkembangan bahkan perubahan kesenian kelompok tersebut. Perubahan ini dapat terjadi tanpa direncanakan, namun dapat pula terencana untuk merubah status kelompoknya sebagai strategi untuk mencapai suatu tujuan34. Di samping itu, teater cukup berpotensi mengubah sudut pandang yang tunggal ke visi yang berbeda-beda35, hal ini tergambarkan dalam unsur dasar sebuah drama yakni dialog. Dialog inilah yang akan memuat konflik yang dihadirkan dalam latar sebuah 32
Mana Sikana. Di Sekitar Pemikiran Drama Moden. Kuala Lumpur: Dewan Bahasa dan Pustaka Kementrian pendidikan Malaysia, 1989. Hlm. 2. 33 Mana Sikana. Op. Cit. Hlm. 5. 34 Yasmine Z. Shahab. ”Seni Sebagai Ekspresi Eksistensi Tantangan Kebijakan Multikulturalisme”. Antropologi Indonesia 75, 2004. Hlm. 8. 35 Peter Brook. Percikan Pemikiran Tentang Teater, Film dan Opera. Yogyakarta: MSPI, 2002. Hlm. 22.
Universitas Indonesia
Pelarangan teater..., Rima Dini Rahayu, FIB UI, 2012
14
dunia dengan beberapa dimensi pada saat bersamaan. Dari sinilah suatu ide, pesan moral atau bahkan ideologi dapat tersampaikan. Jadi hal inilah yang menyebabkan pihak-pihak penguasa merasa terancam dan lebih mewaspadai pergerakan teater dalam setiap pementasan-pementasannya.
2.1 Kebijakan Orde Baru Mengenai Seni dan Kebudayaan
Pemikiran bahwa ada sutu peta besar peraturan perundang-undangan yang efektif berjalan dan dapat dijadikan sebagai rujukan bersama masih merupakan mitos di Indonesia36. Pada kenyataan yang terjadi, peraturan-peraturan tersebut bukan hanya tidak diketahui pihak-pihak yang bersangkutan, dalam hal ini seniman, namun belum tentu pula diberlakukan secara efektif oleh aparat negara. Pihak-pihak yang bersangkutan hanya berpegang pada informasi yang diberikan oleh aparat yang berkuasa. Situasi ini menempatkan seniman dalam posisi yang rentan. Pemerintah Orde Baru lebih menjadikan seni dan budaya sebagai instrumen untuk
melanggengkan
kekuasaan
daripada
menjadikannya
sebagai
pusat
pengembangan kesadaran masyarakat. Berbagai hal dilakukan untuk melegitimasi kekuasaan belaka. Pemerintah memberlakukan sensor kesenian untuk kepentingan negara, hal ini membuat keberagaman budaya semakin kehilangan eksistensinya. Terdapat beberapa undang-undang dan peraturan mengenai seni dan kebudayaan
yang
berlaku.
Berikut
adalah rincian
sebagian daripadanya.
Amandemen UUD 1945 Pasal 28 dan Pasal 32. UU No. 4/1990 tentang Serah Simpan Karya Cetak dan Karya Rekam37. Undang-undang ini bertujuan untuk melestarikan dan memanfaatkan kebudayaan bangsa yang akan dicapai dengan membuat koleksi karya cetak dan karya rekam yang dihasilkan di Indonesia melalui pengaturan kewajiban penyerahan oleh penerbit dan perusahaan rekaman. PP No.7/1991 tentang Pelaksanaan Serah Simpan Karya Cetak dan Karya Rekam38. Peraturan pemerintah ini bertujuan untuk mengatur norma-norma pelaksanaan dari 36
Imam Nasima, dkk. ”Kajian Kerangka Hukum Untuk Kegiatan Kesenian dan Kebudayaan”. Laporan Hasil Penelitian Pusat Studi Hukum dan Kebijakan Indonesia, April 2009. Hlm. 111. 37 Thahjo S dan Nug K, “Pasang Surut Musik Rock di Indonesia”, dalam Prisma. No. 10. Oktober 1991. Hlm. 61. 38 Thahjo S dan Nug K. Loc.Cit. Hlm. 62 – 63.
Universitas Indonesia
Pelarangan teater..., Rima Dini Rahayu, FIB UI, 2012
15
ketentuan-ketentuan yang diatur di UU No. 4/1990. Sebagai norma pelaksana maka ketentuan-ketentuan yang diatur di dalam PP No. 7/1991 ini bersifat lebih spesifik dan mengatur masalah-masalah teknis. Konsep undang-undang dan peraturan tersebut secara prinsipil merupakan ide yang sangat bagus dalam rangka mengumpulkan karya-karya Indonesia dalam satu koleksi umum yang dapat diakses dengan mudah dan tanpa biaya. Namun pengaturan mengenai dokumentasi tersebut belum dapat mencapai hasil maksimal. Hal ini dikarenakan oleh motif awal pengaturan ini yang bersifat politis bukan pertimbangan teknis39. Hal ini ditujukan agar pemerintah Orde Baru dapat mengawasi hasil karya cetak dan karya rekam warga negara Indonesia maupun karya mengenai Indonesia yang masuk ke dalam negeri40. Peraturan mengenai skrining turut diberlakukan pula pada masa Orde Baru. Pada Tempo, 31 Agustus 1991, Bastomi Evan selaku Sekretaris Ditjen Kebudayaan menyatakan bahwa segala misi kebudayaan nonpemerintah yang dinilai lebih bersifat komersial, saat itu ditangani oleh komisi khusus yakni Komisi Peneliti dan Penilaian Kegiatan Kesenian dan Hiburan yang ketuanya berasal dari Badan Koordinasi Intelijen Negara (Bakin). Skrining ini menurut W. D. Soekisman41, bekas deputi sekuriti di Bakin, selain meliputi persoalan bersih lingkungan, bersih diri, ada pula penilaian khusus untuk orang yang dianggap dapat membuat onar. Pemerintah dalam rangka melakukan pengawasan terhadap “orang-orang yang dianggap dapat membuat onar” tersebut dibantu oleh Komando Operasi Pemulihan Keamanan dan Ketertiban (Kopkamtib). Berdasarkan Surat Keputusan Presiden Nomor 47 Tahun 197842, tugas dan wewenang Kopkamtib adalah menentukan kebijaksanaan umum dalam memegang pimpinan, pengendalian dan pengambilan keputusan-keputusan dibidang operasi pemulihan keamanan dan ketertiban serta operasi lainnya. Dalam melaksanakan tugas Kopkamtib dapat mempergunakan semua alat negara dan unsur aparatur pemerintah yang ada. Dengan
39
Thahjo S dan Nug K. Loc.Cit. Hlm. 69. Thahjo S dan Nug K. Loc.Cit. Hlm. 66. 41 Sri Pudyastuti Y.H., ”Izin Seni: Skrining Naik Panggung”. Tempo, 31 Agustus 1991. Hlm. 25 42 Dokumen Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 47 Tahun 1978 Tentang Perubahan Atas Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 9 Tahun 1974 Tentang Pokok-Pokok Organisasi dan Prosedur Komando Operasi Pemulihan Keamanan dan Ketertiban. 40
Universitas Indonesia
Pelarangan teater..., Rima Dini Rahayu, FIB UI, 2012
16
demikian, Kopkamtib mendapat kekuasaan untuk memerintah polisi dalam melakukan proses interigasi, melangkukan penangkapan, penahanan atau tindak lainnya yang tidak tidak diatur dalam peraturan yang ada. Karena Kopkamtib memang diarahkan untuk menjadi aparat keamanan darurat, yang diberikan kekuasaan mengambil keputusan secara darurat pula. Pemerintah Orde Baru memberlakukan kebijakannya dalam rangka menekan munculnya konflik-konflik dalam negeri. Kebijakan berupa peraturan-peraturan bukanlah sesuatu yang begitu saja disusun untuk dipatuhi, hal ini timbul akibat dari proses-proses berkelanjutan terjadi sebelumnya. Seperti yang diungkapkan oleh Soeharto43, dalam Undang-Undang Dasar 1945, disebutkan bahwa warga negara dijamin kebebasan berserikat, berkumpul, dan mengeluarkan pendapat, menyatakan pikiran melewati tulisan maupun lisan, namun hal tersebut diatur oleh undangundang. Apabila mereka menjelek-jelekan negara maka tentunya kita harus mengambil tindakan terhadapnya. ”Pada kenyataannya, tidak selamanya kebijakan pemerintah diterima dengan mulu. Sebaliknya, kebijakan tersebut rentan menjadi bahan kritikan ramai di media massa. Ketika saya menanyakannya, Pak Harto memerikan jawaban yang di luar dugaan dan sungguh menenangkan, ’kalem saja, semua itu semata-mata hanya ditujukan kepada saya. Jadi laksanakan saja sesuai ketentuan’.” Ungkap Hendrobudiyanto44. Pada pertengahan Maret 1987, Presiden Soeharto mengadakan pertemuan dengan empat puluh seniman dan seniwati senior di Istana Negara. Di depan para seniman tersebut Soeharto menegaskan bahwa ketahanan sosial budaya tidak kalah pentingnya dengan ketahanan militer dan ketahanan ekonomi dalam memperkuat ketahanan nasional45. Para seniman tersebut diharapkan dapat menjadi panglimapanglima dalam memperkuat ketahanan sosial budaya yang merupakan satu unsur penting dalam ketahanan nasional. 43
G. Dwipayana dan Ramadhan K. H. Soeharto: Pikiran, Ucapan dan Tindakan Saya. Jakarta: Citra Lamtoro Gung Persada, 1989. Hlm. 423. 44 Hendrobudiyanto. “Check Point Untuk Rakyat Kecil”. Dalam Anita Dewi Ambarsari, dkk. Pak Harto The Untold Stories. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama, 2011. Hlm. 136. Hendrobudiyanto pernah menjadi pegawai Departemen Keuangan, pegawai Departemen Perindustrian (Kepala Dinas Direktorat Jendral Industri Kimia), Anggota Direksi Bank Indonesia (1983 – 1997), pernah menjadi anggota Fraksi Karya Pembangunan dan anggota Badan Pekerja MPR – RI, mantan Direktur Bapindo dan Direktur Utama International Timber Company Indonesia, 45 G. Dwipayana dan Ramadhan K. H. Op.Cit. Hlm. 384.
Universitas Indonesia
Pelarangan teater..., Rima Dini Rahayu, FIB UI, 2012
17
Presiden Soeharto, dalam kesempatan temu wicara dengan para petani di Jembrana, Bali, Juli 1989, kembali menegaskan mengenai kebebasan yang bertanggung jawab46. Dalam kebebasan mengemukakan pendapat masyarakat hendaknya berpegang kepada empat batasan. Pertama, harus dikendalikan oleh pemikiran yang rasional, masuk akal dan sehat. Kedua, haruslah mengacu kepada kepentingan rakyat, meminjam kalimat yang diungkapkan Presiden Soeharto ”jangan asal jeplak”. Ketiga, harus tetap dalam kerangka jangan sampai memunculkan SARA (Suku, Agama, Ras dan Antargolongan). Keempat, kebebasan tersebut tidak boleh bertentangan dengan Pancasila.
2.1.1 Terbentuknya Orde Baru Menuju Stabilitas Sosial Politik dan Ekonomi Soeharto lahir di Kemusuk, Argomulyo, Yogyakarta, pada 8 Juni 192147. Perjalanan Soeharto menjadi presiden Republik Indonesia dimulai saat ia menerima Surat Perintan 11 Meret yang disertai dengan keberhasilannya membubarkan Partai Komunis Indonesia (PKI) pada tahun 196648. Meskipun pada saat itu Soekarno masih menjabat sebagai presiden, pada 28 Juli 196749 diresmikan Kabinet Ampera yang pelaksanaannya ada di bawah pimpinan Jederal Soeharto. Pada Februari 1967, atas tekanan masyarakat, Soekarno menawarkan sebuah kompromi dimana ia tetap dapat menjadi kepala negara, sedangkan pelaksana administrasi pemerintahan dipimpin oleh Jederal Soeharto50. Namun kompromi tersebut ditolak oleh pihak Angkatan Bersenjata Republik Indonesia. Sehingga pada Kamis, 23 Februari 1967 pukul 19.30 WIB di Iatana Negara, Presiden Soekarno dengan resmi menyerahkan kekuasaan pemerintah kepada Jenderal Soeharto51. Dengan demikian dimulailah masa pemerintahan Orde Baru di Indonesia. 46
Achmad Zihni Rifai. “Keterbukaan Tengah Dinilai, Banyak yang Menghubungkan Pelarangan Suksesi dengan Keterbukaan dan Politik”. Majalah Editor No.6/Thn IV/ 20 Oktober 1990. Hlm. 17. 47 Taufik Adi Susilo. Soeharto Biografi Singkat 1921 – 2008. Yogyakarta: Garasi, 2009. Hlm.12. 48 John H. McGlynn, dll. Indonesia In The Soeharto Years: Issues, Incidents and Images. Jakarta: The Lontar Foundation, 2007. Hlm 36. 49 Marwati Djoened Poesponegoro dan Nugroho Notosusanto. Sejarah Nasional Indonesia VI. Jakarta: Balai Pustaka, 1993. Hlm. 417. 50 John H. McGlynn. Op. Cit. Hlm 36. 51 Marwati Djoened Poesponegoro dan Nugroho Notosusanto. Op. Cit. Hlm 425.
Universitas Indonesia
Pelarangan teater..., Rima Dini Rahayu, FIB UI, 2012
18
“The Old Order government, because of its deviations, had causes a high level of social suffering and angst. The basis of the New Order was a new attitude, a new stance in which the social, political, economic and cultural life of the nations was guided by the five principles espoused in Pancasila, the official state ideology, particularly by the principle of belief in God Almighty. The New Order hoped to achieve political and economic democracy by implementing the principles expressed in Pancasila and Constitutional of 1945.” A.H. Nasution52. (“Pemerintah Orde Lama dengan segala penyimpangan yang dilakukannya telah mengakibatkan penderitaan dan kesedihan rakyat yang sangat besar. Dasar dari Orde baru adalah sikap dan pendirian baru dalamkehidupan sosial, pilitik, ekonomi dan budaya nasional atas dasar ke lima prinsip Pancasila yang merupakan ideology negara, terutama mengenai prinsip percaya kepada Tuhan Yang Maha Kuasa. Orde Baru berharap dapat mencapai demokrasi politik dan ekonomu dengan melaksanakan prinsip-prinsip yang terkandung dalam Pancasila dan Undang Undang Dasar 1945.” A.H. Nasution) Pada masa pemerintahan Orde Baru oleh Soeharto (1966 – 1998), kebijakan yang diutamakan adalah untuk miningkatkan stabilitas nasional, baik dalam sosial, politik, ekonomi dan budaya. Kebijakan stabilitas nasional dalam rangka memulihkan keadaan negara akibat konflik dalam negeri yang terjadi. Stabilitas nasional bertujuan untuk membuat kondisi dan situasi dalam negeri menjadi aman terkendali. Selain itu stabilitas nasional ini juga berfungsi untuk memperbaiki perekonomian Indonesia di tingkat internasional. Stabilitas nasional meliputi berbagai aspek kehidupan. “Orde Baru menghendaki suatu tata fikir yang lebih realistis dan pragmatis, walaupun tidak meninggalkan idealism perjuangan. Orde Baru menginginkan suatu tata susunan yang lebih stabil, berdasarkan kelembagaan dan bukan tata susunan yang dipengaruhi oknum-oknum yang mengembangkan kultur individu. Akan tetapi Orde Baru tidak menolak kepemimpinan dan pemerintahan yang kuat, malah menghendaki cirri-ciri demikiandalam masa peralihan dan pembangunan. Orde Baru menghendaki pengutamaan konsolidasi ekonomi dan sosial dalam negeri … Orde Baru adalah suatu tata kehidupan baru di segala bidang yang berlandaskan Pancasila dan UUD 1945”53 52 53
A.H. Nasution. “The Birth of a New Order”. Dalam John H. McGlynn. Op. Cit. Hlm 35. Nugroho Notosusanto, “Tercapainya Konsensur Nasional 1966 – 1969”, Pancasila Ideologi dan Dasar Negara RI, Departemen Penerangan RI, 1987, hlm. 15 – 30. Dalam Priyo Budi Santoso. Birokrasi Pemerintah Orde Baru: Perspektif Kultural dan Struktural. Jakarta: Raja Grafindo Persada, 1993. Hlm. 90.
Universitas Indonesia
Pelarangan teater..., Rima Dini Rahayu, FIB UI, 2012
19
Upaya pembenahan sistem politik yang dilakukan pemerintah Orde Baru dalam rentang waktu 1966 – 1989 adalah penetapan Pancasila sebagai asas tunggal54. Pelaksanaan asas tunggal bagi kekuatan politik maupun organisasi massa ini berawal dari pidato Presiden Soeharto di depan Sidang Paripurna DPR RI tanggal 16 Agustus 1982. Setelah Sudang Umum MPR tahun 1983 seluruh organisasi politik dan organisasi massa harus menetapkan Pancasila sebagai satu-satunya asas bagi organisasinya. Gagasan asas tunggal ini digambarkan sebagai ”paket” yang tertunda dari upaya pemerintah dalam pembenahan sistem politik yang menekankan pentingnya stabilitas politik negara55. Penyeragaman ini dimaksudkan untuk mengurangi fanatisme golongan yang dapat menimbulkan sikap-sikap ekstrem terhadap golongan lain yang tidak seaspiratif sehingga setelah terlaksananya asas tunggal ini dapat terwujud stabilitas politik dalam rangka pembangunan bangsa56. Riswandha (1997)57 berpendapat bahwa dalam pergolakan politik di Indonesia, Orde Baru mepunyai obsesi ganda, yakni menciptakan stabilitas sosial demi pembangunan ekonomi, namun di sisi lain indikator-indikator stabilitas yang dipilih pemerintah seperti rendahnya demonstrasi, keresahan sosial, tindakan separatis dan sebagainya telah membawa politik Indonesia condong ke arah praktekpraktek otoritarianisme. Dengan demikian stabilisasi ini telah membuat hak-hak rakyat yang menyangkut kebebasan baik bersuara, berpendapat atau pun berekspresi dalam hal apapun sangat dibatasi. Kebebasan yang di perbolehkan adalah kebebasan bertanggung jawab di mana rakyat dihadapkan pada keadaan yang menyulitkan apabila berpendapat mengenai sesuatu yang sekiranya tidak sesuai dengan kebijakan yang berlaku. Karakteristik pemerintah Orde Baru yang seperti ini telah berakibat pada banyaknya kasus kekerasan yang terjadi terhadap rakyat oleh karena masalah yang muncul dalam perbedaan pendapat yang dianggap melanggar ketentuan pemerintah. Pengekspresian seni menjadi tidak leluasa, seni pun kembali dipatronasi, kreativitas
54
Priyo Budi Santoso. Op. Cit. Hlm. 113. Priyo Budi Santoso. Op. Cit. Hlm. 114 56 Priyo Budi Santoso. Op. Cit. Hlm. 115 57 Dalam Arief Rijadi. ”Konteks Kritik Sosial dalam Pengekspresian Seni Teater: Kajian Empirik dengan Pendekatan Ketahanan Sosial Budaya.” Tesis S2 Program Pascasarjana Universitas Gajah Mada, Yogyakarta, 2000. Hlm. 71 – 72. 55
Universitas Indonesia
Pelarangan teater..., Rima Dini Rahayu, FIB UI, 2012
20
seni yang dihasilkan haruslah sesuai dengan kebijakan yang diambil. Seperti apa yang diungkapkan Rendra58, bahwa Orde Baru menumbangkan kekuasaan Soekarno, akan tetapi tidak berarti memberikan kemerdekaan kepada rakyat. Orde Baru justru melahirkan pemerintahan Soeharto yang dengan dibantu oleh ABRI lebih menekan kedaulatan rakyat, menjadikan rakyat Indonesia semakin terjajah habis-habisan secara politik, sosial dan ekonomi. Kejahatan-kejahatan yang transparan dari kekuasaan pemerintah, seperti korupsi, pembunuhan, penculikan, penjarahan terhadap kekayaan bangsa, penjarahan terhadap hak dan daulat rakyat, serta juga penjarahan terhadap keamanan rakyat bisa berlangsung tanpa saksi, tanpa bisa disalahkan, tanpa bisa diadili. ”Kenyataan empiris menunjukan bahwa pada saat kelahirannya, Orde Baru disibukkan oleh ’pengelolaaan krisis dan pengendalian kerusakan’ dalam berbagai lapangan kehidupan. Dalam kerangka ini, menjadi wajar apabila sejak awal kelahirannya, Orde Baru memiliki obsesi yang khas: ’melakukan pembangunan tanpa ada gangguan-gangguan politik’.”59 Permasalahan yang terjadi ini dikarenakan kekhawatiran negara terhadap ekspresi kesenian yang dianggap memiliki kekuatan yang besar dalam mempengaruhi publik. Permasalahan ini ketika sampai ke taraf yang lebih tinggi lagi pada akhirnya akan sampai pada tingkat fisik yang akan mengakibatkan terjadinya konsekuensi material berupa pelarangan, pemutusan hubungan kerja, dan sebagainya60. Pelarangan terhadap karya sastra pada masa Orde Baru memang didominasi oleh pengarang-pengarang yang dahulu tergabung dalam Lekra, yang berada dibawah PKI. Disamping itu, teater merupakan cabang kesenian yang paling banyak mendapatkan pelarangan dari pemerintah. Oleh karena adanya anggapan bahwa teater modern merupakan salah satu bentuk kesenian yang menimbulkan kecurigaan penguasa. Berdasarkan pendapat Word Keller61: bagaimana sebuah pertunjukan (teater), dapat menjalin sebuah hubungan yang terdiri dari elemen58
Andrias Avillinus Hero T. (Ed.) Rendra: Ia Tak Pernah Pergi. Jakarta: Penerbit Buku Kompas, 2009. Hlm. 247-248. 59 Eep Saefulloh Fatah. Zaman Kesempatan: Agenda- agenda Besar Demokratisasi Pasca- Orde Baru. Bandung: Mizan, 2000. Hlm. 49. 60 Radhar Panca Dahana. Ideologi Politik dan Teater Modern Indonesia. Magelang: IndonesiaTera, 2000. Hlm.2-3. 61 Word Keller. Javanese Shadow Play. Princeton: Princeton University Press, 1987. Halaman 17. Dalam Radhar Panca Dahana. Ideologi Politik dan Teater Modern Indonesia. Magelang: IndonesiaTera, 2000. Hlm.6.
Universitas Indonesia
Pelarangan teater..., Rima Dini Rahayu, FIB UI, 2012
21
elemen estetika, ideologi dan sosiologi. Dengan demikian sebuah pertunjukan teater dapat mengekspresikan atau menyikapi masalah politis yang ada di dalamnya. Menurut Janet Wolf62, fenomena kesenian adalah bagian integral dari sebuah system kemasyarakatan, yang saling pengaruh mempengaruhi, niscaya ada di dalam dan dipengaruhi oleh keyakinan ideologis serta struktur masyarakatnya. “Pak Harto adalah pemimpin yang punya prinsip dan konsisten. Tidak ada keputusan yang bertentangan antara satu dengan yang lain, atau antara yang terlebih dahulu diambil dengan yang baru diputuskan” komentar Jendral Polisi (Purn.) Sutanto63. Pendapat diatas menggambarkan bagaimana pandangan seorang Soeharto dalam mengambil keputusan. Oleh karena itu segala keputusan-keputusan yang diambilnya akan selalu berkaitan dan tidak akan bertentangan. ”Kalau kamu ingin menjadi pribadi yang maju, kamu harus pandai mengenal apa yang terjadi, pandai melihat, pandai mendengar dan pandai menganalisi.” Pesan Pak Harto kepada Jendral TNI (Purn.) Wismoyo Arismunandar64. Pernyataan tersebut menggambarkan bagaimana Soeharto menjadi seorang pemimpin yang selalu memperhatikan dan menganalisa apa yang sedang terjadi dalam masyarakat. dengan begitu ia selalu tanggap dalam mengatasi bibit-bibit permasalahan yang diduga akan terjadi.
2.1.2 Sumbangan Orde Baru dalam Bidang Seni dan Budaya
Pemerintah Orde Baru turut memberikan berbagai sumbangan dalam rangka terwujudnya pembangunan nasional Indonesia yang bertujuan untuk menciptakan masyarakat adil dan makmur yang merata material dan spiritual berdasarkan 62
Janet Wolf. The Social Production of Art. London: Macimullian Press, 1982. Halaman 9. Dalam Radhar Panca Dahana. Ideologi Politik dan Teater Modern Indonesia. Magelang: IndonesiaTera, 2000. Hlm.7. 63 Jendral Polisi Purnawirawan Sutanto. “Rumor Itu Sangat Kejam”. Dalam Anita Dewi Ambarsari, dkk. Pak Harto The Untold Stories. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama, 2011. Hlm. 494. Jendral Polisi (Purn.) Sutanto adalah lulusan terbaik Kepolisian 1973, mantan Kepala Badan Narkotika Nasional, mantan Kapolri (Juli 2005 – 2008), sempat menjadi Komisaris Utama PT Pertamina, dan kini menjabat Kepala Badan Intelijen Negara. 64 Jendral TNI (Purn.) Wismoyo Arismunandar. “Harus Pandai Mengenali Situasi”. Dalam Anita Dewi Ambarsari, dkk. Pak Harto The Untold Stories. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama, 2011. Hlm. 86. Jendral TNI Purnawirawan Wismoyo Arismunandar adalah suami dari adik ipar Pak Harto (Datit Siti Hardjanti), pernah menjabat Komandan Jendral Komando Pasukan Khusus, Panglima Kodam IV Diponegoro, Panglima Kostrad, Wakil Kepala Staf TNI AD, Kepala Staf TNI AD, serta pernah menjabat sebagai Ketua Umum KONI Pusat.
Universitas Indonesia
Pelarangan teater..., Rima Dini Rahayu, FIB UI, 2012
22
Pancasila65. Tujuan tersebut dilaksanakan melalui Pola Dasar Pembangunan Nasional yang meliputi Pola Umum Pembangunan Jangka Panjang yang dilakukan secara bertahap dan sambung menyambung, dengan setiap tahap berjangka waktu lima tahun66. Sesuai dengan jangka waktu itu, maka setiap tahap disebut Pembangunan Lima Tahun (Pelita). Pada pelaksanaan Pelita terdapat pula aspek seni dan budaya sebagai sasarannya. Segala usaha dan kegiatan dalam rangka peningkatan dan pengembangan seni nasional diarahkan kepada usaha-usaha yang dapat memperkuat kepribadian nasional, kebanggaan serta kesatuan nasional67. Berdasarkan hal tersebut, diadakan langkah-langkah peningkatan pembinaan dari pengembangan seni secara luas yang dilakukan melalui sekolah, kursus seni, organisasi seni dan wadah-wadah kegiatan seni lainnya dalam masyarakat68. Oleh karena pentingnya arena usaha pemeliharaan, pembinaan, pengembangan kehidupan seni bangsa serta pengamanan seni untuk menjamin dan meneruskan warisan seni, maka telah diperbanyak pembentukan pusat-pusat pengembangan seni69. Selama Pelita I terlihat di bangun pusat-pusat seni seperti di Jakarta, Surakarta, Yogyakarta, Medan, Ujungpandang dan Denpasar70. Pada Pelita II, usaha-usaha tersebut lebih ditingkatkan. Pusat kebudayaan dalam jenjang waktu 1973 – 1977, telah dilakukan empat tahap rehabilitasi dan pemugaran71. Tahap pertama tahun 1973 – 1974 terdapat enam Pusat Kebudayaan yang telah direhabilitasi dan dipugar. Tahap kedua tahun 1974 – 1975 jumlah Pusat Kebudayaan yang telah direhabilitasi dan dipugar meningkat menjadi sembilan buah. Tahap ketiga tahun 1975 – 1976 meningkat menjadi 16 buah. Dan tahap keempat tahun 1976 – 1977 meningkat menjadi 26 buah. 65
Marwati Djoened Poesponegoro dan Nugroho Notosusanto. Sejarah Nasional Indonesia VI. Jakarta: Balai Pustaka, 1993. Hlm. 440. 66 Marwati Djoened Poesponegoro dan Nugroho Notosusanto. Op. Cit. Hlm 443. 67 Masalah pendidikan/kebudayaan dan agama: Jawaban/penjelasan Pemerintah di depan Komisi DPR – RI, 1975, hal 15. Dalam Marwati Djoened Poesponegoro dan Nugroho Notosusanto. Op. Cit. Hlm 503. 68 Ibid. 69 Ibid. 70 Pidato Kenegaraan Presiden RI di depan siding DPR-RI, 16 Agustus 1971, hal. 353 – 354. Dalam ibid. 71 Berdasarkan tabel hasil Pidato Kenegaraan Republik Indonesia Soeharto di depan siding DPR, 16 Agustus 1977, hal 699. Dalam Marwati Djoened Poesponegoro dan Nugroho Notosusanto. Op. Cit. Hlm 504 – 505.
Universitas Indonesia
Pelarangan teater..., Rima Dini Rahayu, FIB UI, 2012
23
Dalam bidang sastra72, kebijakan Orde Baru memposisikannya pada posisi yang marginal. Posisi kesusastraan nyaris tidak tercakup dalam pemerintahan bidang kesenian dan kebudayaan. Hal ini pun diperburuk oleh rendahnya tingkat pemahaman dan apresiasi aparat terhadap kesusastraan serta kuatnya sensor yang berlaku dalam karya sastra yang dianggap tidak aman atau bahkan berbahaya secara politik. Merebaknya komunitas sastra tahun 1990-an merupakan tanggapan para sastrawan untuk kembali mengisi kekurangan dan kekosongan dalam sistem sastra yang ada, serta menjadi perlawanan terhadap peran negara yang dominan. Hal ini dikarenakan ketidak mampuan negara dalam mewujudkan perkembangan sastra melalui pendidikan untuk menggairahkan apresiasi sastra telah membuat lemahnya kreativitas sastra hingga saat ini. Dalam bidang musik, kebijakan untuk menentang masuknya musik-musik Barat yang diberlakukan pada masa Orde Lama mulai dihilangkan sejak awal kekuasaan Orde Baru73. Hal ini merupakan suatu upaya pembalikan nilai-nilai yang memperlihatkan telah lemahnya pemerintahan Soekarno dan munculnya suatu kekuatan Orde Baru dibawah pimpinan Soeharto. Dalam rangka menunjukan kepada masyarakat ketegasan sikap yang tidak anti kebudayaan Barat maka Soeharto mengerahkan tentara untuk membuat panggung-panggung hiburan populer melalui Badan Kerjasama Seniman Komando Strategis Tjadangan Angkatan Darat (BKSKostrad). Pemerintah Orde Baru dalam rangka menunjukan perhatiannya terhadap bidang seni dan budaya selain membentuk BKS-Kostrad, juga membuat peraturan pemerintah mengenai pengangkatan tenaga kesenian yang bekerja dalam lingkungan Departemen Penerangan menjadi Pegawai Negeri Sipil (PNS)74. Tenaga kesenian yang dimaksud dalam peraturan pemerintah ini adalah mereka yang sampai tanggal 31 Maret 1975 diangkat dengan sah sebagai tenaga kesenian oleh Menteri
72
Asep Sambodja. “Budaya Orde Baru versi LIPI”. http://groups.yahoo.com/group/milisspiritual/message/14717. Diunduh pada Rabu, 27 Oktober 2010 Pukul 00.33 WIB. 73 Thahjo S dan Nug K, “Pasang Surut Musik Rock di Indonesia”, dalam Prisma. No. 10. Oktober 1991. Hlm.51. 74 Dokumen Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomer 3 Tahun 1981 tentang Pengangkatan Tenaga Kesenian dalam Lingkungan Departemen Penerangan.menjadi Pegawai Negeri Sipil.
Universitas Indonesia
Pelarangan teater..., Rima Dini Rahayu, FIB UI, 2012
24
Penerangan atau pejabat lain yang ditunjuk olehnya dan dipekerjakan dalam lingkungan Departemen Penerangan. Pengangkatan tenaga kesenian tersebut menjadi PNS dipandang perlu untuk kelancaran tugas Departemen Penerangan. Hal ini dikarenakan tenaga kersenian tersebut memegang peranan penting dalam usaha mengembangkan kebudayaan nasional.
2.2 Perkembangan Teater Masa Orde Baru Pada masa peralihan Orde Lama menuju Orde Baru, tercatat beberapa nama kelompok teater didirikan di berbagai wilayah di Indonesia. W.S. Rendra, Goenawan Mohammad dan Arief Budiman membentuk Yayasan Teater pada tahun 196775. Yayasan Teater ini bertujuan untuk mempeerbaikin keberadaan kelompokkelompok teater baik di Yogyakarta maupun di seluruh Indonesia. Yayasan Teater inilah yang kemudian berkembang dan menghasilkan sebuah kelompok teater bernama Bengkel Teater. Selain itu pada tahun 1968 dibentuk beberapa kelompok teater di Jakarta. Arifin C. Noer, bersama dengan dimulainya program pentas teater Taman Ismail Marzuki, mendirikan kelompok Teater Ketjil76. Pementasan perdana Teater Ketjil bertajuk Mega-Mega. Kelompok lain yang lahir dijakarta pada tahun yang sama ialah Teater Populer. Tepatnya pada 14 Oktober 1968 disepakati sebagai hari lahirnya Teater Populer77. Pada tahun 1969, Pusat Kesenian Jakarta (PKJ) Taman Ismail Marzuki telah mencatat kurang lebih 29 produksi lakon teater modern78. Angka tersebut memang belum termasuk pada pementasan di luar PKJ dan luar Jakarta, namun itulah data kuantitatif paling meyakinkan yang ada saat itu. Dari angka tersebut hanya 5 yang merupakan lakon Indonesia, selebihnya adalah lakon-lakon saduran dan terjemahan. Kelima lakon tersebut antara lain: Mega-mega karya Arifin C. Noer (Teater Ketjil), 75
Ahmad Syaeful Anwar. “Perkembangan Teater Kontemporer Indonesia 1968 – 2008.” Disertasi Doktor Program Studi Ilmu Sejarah Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia. Depok, Maret 2012. Hlm 107. 76 Ahmad Syaeful Anwar. Op. Cit. Hlm. 122. 77 N. Riantiarno (Ed.). Teguh Karya dan Teater Populer 1968 – 1993. Jakarta: Pustaka Sinar Harapan, 1993. Hlm. 54. 78 Agus R. Sarjono (Ed.). Arifin C. Noer Teater Tanpa Masa Silam: Sejumlah Esai Budaya. Jakarta: Dewan Kesenian Jakarta, 2005. Hlm. 35
Universitas Indonesia
Pelarangan teater..., Rima Dini Rahayu, FIB UI, 2012
25
Peristiwa Sehari-hari karya W.S. Rendra (Bengkel Teater), Penggali Intan karya Kirjomulyo (dimainkan oleh ATNI), Senyum Terharu dan Tiang Debu karya Montinggo Boesye (Teater Wijaya Kusuma) dan Kaktus & Kemerdekaan karya Iwan Simatupang (Teater 2000)79. Keadaan dimana lakon-lakon asing lebih banyak dipentaskan daripada lakon Indonesia dikarenakan bahwa masih jarangnya lakon yang ditulis dalam bahasa Indonesia. Selain itu dikarenakan adanya pandangan bahwa lakon-lakon dari pengarang Indonesia masih rendah mutunya. Namun semenjak tahun 1970-an baik sutradara maupun penonton sudah mulai percaya pada lakon-lakon yang ditulis pengarang Indonesia. Selain karena mutunya yang semakin baik, juga karena semakin banyak ragam dari lakon-lakon tersebut.
2.3 Kelahiran dan Perkembangan Teater Koma Teater Koma80, berawal dari semangat untuk menghadirkan tontonantontonan teater yang diharapkan akan memiliki warna lain dari kelompok-kelompok teater yang telah berdiri sebelumnya. “Pada waktu itu Mas Willy masuk penjara, artinya secara ini kegiatan Bengkel Teater berhenti, terus kemudian Mas Arifin – Teater Kecil lebih ke film, Pak Teguh Karya juga lebih ke film, tigatiganya sudah almarhum. Jadi pada saat itu saya ngomong sama Ratna. Kita isi ya kekosongan itu dengan mengumpulkan temanteman yang punya sikap yang sama, punya keinginan yang sama punya minat yang sama. Untuk melakukan sesuatu, yang paling tidak, bermanfaat buat diri kita dan buat masyarakat. Maka berkumpulah 12 orang …”81 N. Riantiarno selaku pimpinan Teater Koma sebelumnya merupakan anggota senior dari kelompok Teater Populer yang dipimpin oleh Teguh Karya. Seperti apa yang dituturkan saudara Nano Riantiarno, grup teater koma didirikan atas
79
Ibid. Tanda baca (,) yang dipergunakan untuk memisahkan unsur dengan perincian, anak kalimat dengan induk kalimat, mengapit keterangan tambahan atau aposisi dalam kalimat, dsb. Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia. Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia http://bahasa.kemdiknas.go.id/kbbi/index.php Diunduh pada 2 Juni 2012 Pukul 21.09 WIB. 81 N. Riantiarno dalam rekaman Just Alvin Metro TV, 4 Maret 2012.
80
Universitas Indonesia
Pelarangan teater..., Rima Dini Rahayu, FIB UI, 2012
26
persetujuan Teguh untuk membentuk grup teater yang lebih akurat pada masa kini82. Meskipun berawal dari Teater Populer, Teater Koma memiliki pola-pola dasar yang berbeda dengan Teater Populer seperti para pemain yang diberikan kebebasan untuk melakukan acting83 yang berbeda dengan sebelumnya, blocking84 yang tidak terikat dengan aturan-aturan sehingga pemain lebih bebas menggunakan kreatifitasnya semaksimal mungkin. Menurut N. Riantiarno, teaternya adalah gabungan dari teater masa lalu dan berbagai pemikiran masa kini. Meski begitu, ada kesadaran, bahwa, untuk mewujudkan hasil seni pertunjukan yang baik, jelas dibutuhkan proses serta perjalanan yang panjang. Tapi, tidak perlu tegang dan tergesa-gesa85. Dengan demikian proses pencarian wujud serta isi teater yang lebih kaya akan warna merupakan prioritas utama Teater Koma dalam berkarya.
2.3.1 Terbentuknya Teater Koma Teater Koma didirikan pada tanggal 1 Maret 197786 di bawah pimpinan N. Riantiarno. Bedasarkan pertimbangan bahwa kelompok ini memiliki sebuah naskah untuk dipentaskan, memiliki orang-orang teater yang mendukung dan siap terlibat langsung serta dukungan dari TIM dan DKJ yang bersedia menampung kegiatan Teater Koma87. ”Sesungguhnya kelahiran Teater Koma yang bertepatan dengan penyelenggaraan Festival Teater Remaja di TIM – yang sudah menginjak tahun ke-4 – menimbulkan riak-riak kecemburuan yang datang dari sebagian besar peserta festival tersebut. Namun karena kelahiran kelompok ini didukung sepenuhnya oleh Wahyu Sihombing
82
Chap. ”Kehadiran Teater Koma”. Yudha Minggu No 294 Tahun ke XI, 7 Agustus 1977. Hlm. 7, kolom 6. 83 Tingkah laku pemain sebagai wujud penghayatan peran yang dimainkan. 84 Gerak dan perpindahan pemain dari satu area ke area lainnya di panggung. 85 Catatan N. Riantiarno yang ditulis pada tanggal 10 Januari 1980. Dalam official website Teater Koma. ”Tentang Kami”. http://www.teaterkoma.org. Diunduh pada hari Kamis, 28 Oktober 2010 Pukul 01.59 WIB. 86 Pemilikan tanggal ini tidak mengandung arti apapun baik secara simbolis maupun mistis. Dalam buklet untuk pementasan Suksesi. Hlm.9. 87 Teater Koma. “Perkumpulan Kesenian Teater Koma 1977 – 1990”. Buklet untuk pementasan Suksesi. Graha Bhakti Budaya, Taman Ismail Marzuki, 28 September s/d 11 Oktober 1990. Hlm. 9.
Universitas Indonesia
Pelarangan teater..., Rima Dini Rahayu, FIB UI, 2012
27
dan Ramadhan K.H. dari DKJ, maka tidak terjadi protes atau gejolah yang berarti.”88 Nama ”Koma” sendiri mengandung pengertian eksplorasi89 tanpa henti, terus berlanjut dan tak akan pernah selesai. Teater Koma adalah teater yang mempertahankan pola dramaturgi klasik90, ditambah unsur tari dan nyanyi, serta tema-tema yang secara transparan sangat dekat dengan kemasyarakatan sehari-hari.
Gambar 1 Pementasan perdana Teater Koma berjudul Rumah Kertas, 1977. Atas kiri – kanan: Syaeful Anwar, Ratna Karya Madjid – Riantiarno, Jajang Pamontjak – C. Noer, N. Riantiarno, Cini Goenawan, Otong Lenon. Bawah kiri – kanan: Zaenal Bungsu, Titi Qadarsih, Agung Dauhan, Charly Sahetapy, Jim Bary Aditya, Saeful Rosul. Koleksi dari Official Website Teater Koma Beserta sebelas orang lainnya yang menjadi angkatan pendiri teater Koma, Riantiarno pun menggelar pementasan perdana Teater Koma. Kesebelas orang tersebut antara lain: Ratna Karya Madjid – Riantiarno, Rima Melati, Jajang 88
Ahmad Syaeful Anwar. “Perkembangan Teater Kontemporer Indonesia 1968 – 2008.” Disertasi Doktor Program Studi Ilmu Sejarah Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia. Depok, Maret 2012. Hlm. 161. 89 Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, eksplorasi berarti penjelajahan lapangan dengan tujuan memperoleh pengetahuan lebih banyak (tentang keadaan). 90 Dramaturgi dalam Istilah Drama & Teater yang disusun oleh Riris K. Sarumpaet merupakan seni menulis lakon drama. Istilah ini seringkali disalahartikan dan dipakai untuk menunjukan seni bermain di atas pentas. Sedangkan klasik dalam Kamus Bahasa Indonesia Kontemporer adalah bernilai tinggi dan tidak diragukan; (karya sastra) bernilai tinggi dan sering dijadikan tolok ukur karya sastra kuno yang bernilai kekal; bersifat sederhana, serasi dan tidak berlebihan. Dengan demikian dramaturgi klasik adalah seni menulis lakon drama yang bernilai tinggi dan dijadikan tolok ukur karya kuno yang kekal namun tetap sederhana, serasi dan tidak berlebihan.
Universitas Indonesia
Pelarangan teater..., Rima Dini Rahayu, FIB UI, 2012
28
Pamontjak, Titi Qadarsih, Cini Goenawan, Otong Lenon, Agung Dauhan, Jim Bary Aditya, Rudjito, Syaeful Anwar dan Zaenal Bungsu. Pementasan perdananya dilaksanakan pada 3, 4, 5 Agustus 1977 dengan naskah yang disusun oleh N. Riantiarno berjudul Rumah Kertas. Naskah pertaman yang dipentaskan ini segera mendapat perhatian dari masyarakat dikarenakan gaya sindiran sosial yang terkandung di dalamnya. Segala hal tidak begitu saja berjalan mulus bagi Teater Koma. Permasalahan seperti dana, tempat berlatih dan fasilitas lainnya mulai bermunculan. Anggota kelompok ini sering kali berlatih di lapangan parkir, halaman depan sebuah restoran ataupun hanya mempergunakan beranda rumah salah seorang anggotanya yang tidak begitu besar91. Mereka tidak jarang saat tengah mengadakan latihan dengan terpaksa harus dipindahkan oleh karena tempat tersebut akan dipakai untuk kegiatan lain. Barulah pada 198092, Teater Koma berhasil mendirikan sanggar sendiri yang merupakan pusat segala kegiatannya. Teater Koma berhasil bertahan hingga saat ini dikarenakan semangat dan kerja kerasnya dalam berkarya serta dukungan dari berbagai pihak. Seperti yang diungkapkan Ratna Riantiarno pada Kata Sambutan di dalam buklet pementasan Sie Jin Kwie, 2011: “Menjalin sambung rasa antara panggung dan dunia nyata, meski kadang beragam interpretasi. Itu merupakan salah satu faktor penyemangat bagi kami agar terus berkarya. Karena kami yakin, sebuah pertunjukan bukanlah komunikasi satu arah, melainkan timbal balik antara penampil dan penonton. Saat itu sebuah peristiwa kesenian tengah berlangsung”. Seiring perkembangan Teater Koma, sanjungan dan kritikan tajam tetap hadir untuk kemajuan Teater Koma. Hal ini dinyatakan oleh Arifin C. Noer dalam suratnya yang ditujukan kepada Teater Koma pada 25 Oktober 1987. Arifin C. Noer menyatakan kekagumannya terhadap pementasan Sandiwara Para Binatang. Arifin C. Noer juga merasa tidak puas atas tulisan-tulisan yang tidak satupun mencatat
91
Teater Koma. “Perkumpulan Kesenian Teater Koma 1977 – 1990”. Buklet untuk pementasan Suksesi. Graha Bhakti Budaya, Taman Ismail Marzuki, 28 September s/d 11 Oktober 1990. Hlm. 10. 92 Teater Koma. “Perkumpulan Kesenian Teater Koma 1977 – 1990”. Buklet untuk pementasan Suksesi. Loc.Cit.
Universitas Indonesia
Pelarangan teater..., Rima Dini Rahayu, FIB UI, 2012
29
mengenai seni akting prima dari para pemain Teater Koma yang memiliki semangat profesional dalam kinerja mereka93
Gambar 2 Surat Cinta Arifin C. Noer kepada Teater Koma 2.3.2 Tokoh di Balik Panggung Teater Koma
Tidak akan ada aktivitas perteateran yang menghasilkan berbagai karya gemilang tanpa ada tokoh-tokoh yang berperan dibelakangnya. Para tokoh inilah yang bersedia mengorbankan segala hal baik waktu harta dan tenaga demi terwujudnya keberlangsungan pentas Teater Koma. Berikut pemaparan mengenai beberapa tokoh yang terlibat secara langsung dalam karya-karya Teater Koma. 93
Surat Arifin C. Noer kepada Teater Koma tanggal 25 Oktober 1987. Sumber koleksi Teater Koma berupa poster yang dipamerkan saat pementasan Sie Jin Kwie Di Negeri Sihir, Graha Bakti Budaya - TIM. Dokumentasi foto milik penulis diambil pada Kamis, 29 Maret 2012.
Universitas Indonesia
Pelarangan teater..., Rima Dini Rahayu, FIB UI, 2012
30
1. N. Riantiarno
Norbertus Riantiarno atau yang biasa dipanggil Nano Riantiarno merupakan seorang aktor, penulis, sutradara serta pendiri Teater Koma. Lahir di Cirebon, Jawa Barat pada tanggal 6 Juni 1949 dari pasangan M. Albertus Soemardi Wirjohoetomo dan Agnes Artini94. Minatnya terhadap kesenian bermula di usia SMP saat Nano mulai gemar menggambar dan membaca95. Nano sangat suka membuat komik dengan macam-macam tokoh pahlawan rekaan. Bila sedang bosan menggambar, N. Riantiarno menyibukan dirinya dengan membaca, dari hobi membaca inilah N. Riantiarno mulai mengenal sastrawan dalam dan luar negeri. Pada 1964, setelah lulus dari SMP Negeri 2 Cirebon, N. Riantiarno melanjutkan pendidikannya ke SMA Negeri 1 Cirebon96. Saat usia ini, N. Riantiarno semakin menyukai dunia seni. Ia bergabung dalam perhimpunan seniman muda Cirebon bernama Tunas Tanah Air (TTA)97. Bersama kawan-kawan dari TTA, N. Riantiarno biasa menghabiskan waktu berkumpul di Gedung Tjung Hwa Tjung Hwe, RRI Cirebon atau Gedung Ampera untuk memperdalam ilmu dan mempersiapkan pertunjukan teater. Setelah tamat dari SMA, 1967, N. Riantiarno melanjutkan kuliah di Akademi Teater Nasional Indonesia (ATNI), Jakarta. Di ATNI inilah secara khusus N. Riantiarno banyak belajar mengenai teater Barat, baik klasik maupun modern98. Pelajaran tersebut meliputi ikhtisar sejarah teater, dramaturgi, penataan artistik, teori akting, dan sebagainya. Para pengajar di ATNI merupakan seniman besar yang sangat dihormati oleh N. Riantiarno, antara lain: Asrul Sani, D. Djajakusuma, Wahyu Sihombing, Boen S. Oemarjati, dan Teguh Karya. Saat berkuliah di ATNI, N. Riantiarno turut berlatih terater dalam wadah Teater Ketjil dibawah pimpinan Arifin C. Noer. Namun pada saat yang bersamaan di 94
Pracoyo Wiryoutomo, Profil ”N. Riantiarno: ’Saya Tidak Punya Tujuan Politik’.” Forum Keadilan. Nomor 19, Tahun IV, 1 Januari 1996. Hlm. 60. 95 Herry Gendut Janarto. Op. Cit. Hlm 8. 96 Ketika Nano naik ke kelas 3, SMA Negeri 1 Cirebon dipecah menjadi dua. Jadilah SMAN 1 dan SMAN 2, namun Nano memilih masuk ke SMAN 2. Herry Gendut Janarto. Op. Cit. Hlm 16. 97 Profil N. Riantiarno. Dalam official website Teater Koma. Loc. Cit. 98 Herry Gendut Janarto. Op. Cit. Hlm 21.
Universitas Indonesia
Pelarangan teater..., Rima Dini Rahayu, FIB UI, 2012
31
ATNI diadakan kegiatan acting course99 yang diajarkan oleh Teguh Karya. N. Riantiarno pun lebih memilih ikut serta dalam acting course dan meninggalkan Teater Ketjil. Dalam waktu singkat, acting course yang merupakan kegiatan ekstrakulikuler ATNI berkembang pesat. Begitu kegiatan kursus dilarang, Teguh Karya, yang merupakan dosen dalam acting course, berusaha menciptakan wadah untuk pemuda-pemudi yang ingin menjadikan teater sebagai profesi100. Acting course ATNI yang menjadi cikal bakal terbentuknya Teater Populer. Pada 1968, N. Riantiarno bergabung dengan Teater Populer pimpinan Teguh Karya sejak semula didirikannya grup itu101. Di kelompok Teater Populer ini N. Riantiarno turut serta menjadi aktor, penulis dan sutradara. Pada 1971, N. Riantiarno melanjutkan pendidikannya di Sekolah Tinggi Filsafat Driyarkara, Jakarta. Pada 1 Maret 1977, N. Riantiarno mendirikan Teater Koma, di Jakarta. Dan pada Jumat, 28 Juli 1978, resmi menikahi Ratna Karya Madjid – Riantiarno di rumah Setiabudi Barat 4102. N. Riantiarno telah menulis banyak skenario film dan televisi. Dari karya yang dihasilkannya ia pun telah meraih berbagai penghargaan. Skenario film karyanya, Jakarta Jakarta, meraih Piala Citra Festival Film Indonesia (FFI) 1978103. Film televisi Karina meraih Piala Vidia FFI 1987104. Ia pun menjadi Pemenang Sayembara Penulisan Naskah Drama Dewan Kesenian Jakarta pada 1972, 1973, 1974, 1975 dan 1998105. Pada 1985, dua novel karya N. Riantiarno yang berjudul Ranjang Bayi dan Percintaan Senja meraih hadiah Sayembara Novel Majalah Femina dan Sayembara Novel Majalah Kartini106. Pada 1993, menerima Anugerah Seni, Piagam Kesenian dan Kebudayaan Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. Pada 1999, meraih penghargaan Penulis Skenario Terpuji Forum Film Bandung untuk 13 episode film televisi dengan tema HIV-AIDS yang berjudul Kupu-Kupu Ungu. Pada 2002, dalam 99
Kursus akting Herry Gendut Janarto. Op. Cit. Hlm. 37. 101 Profil N. Riantiarno. Dalam naskah pementasan N. Riantiarno. Opera Primadona. Jakarta: Pustaka Kartini. Hlm. sampul belakang. 102 Herry Gendut Janarto. Op. Cit. Hlm. 107. 103 Profil N. Riantiarno. Dalam naskah pementasan Opera Primadona. Ibid. 104 Profil N. Riantiarno. Dalam naskah pementasan Opera Primadona. Ibid 105 Profil N. Riantiarno. Dalam official website Teater Koma. Loc. Cit. 106 Profil N. Riantiarno. Dalam official website Teater Koma. Loc. Cit.
100
Universitas Indonesia
Pelarangan teater..., Rima Dini Rahayu, FIB UI, 2012
32
forum yang sama meraih Film Miniseri Televisi Terbaik atas film Cinta Terhalang Tembok dengan enam episode107. Pada tahun 1975, N. Riantiarno berkeliling Indonesia untuk mempelajari teater rakyat dan kesenian tradisi. Pada 1978, mengikuti International Writing Program, di University of Iowa, Amerika Serikat. Pada 1979, turut serta mendirikan Majalah Zaman dan bekerja sebagai redakturnya. Pada 1985 – 1990, menjabat sebagai Ketua Komite Teater Dewan Kesenian Jakarta. Pada 1986, turut serta mendirikan majalah Matra, dan pensiun sebagai Pemimpin Redaksi pada tahun 2001. Tahun 2007 – 2009, menjadi anggota Badan Pertimbangan Perfilman Nasional (BP2N). Saat ini menjadi dosen pasca sarjana Institut Seni Indonesia (ISI), Solo, dan Universitas Dr. Soetomo, Surabaya.
2. Ratna Riantiarno
Ratna
Riantiarno
merupakan
Manado, Sulawesi Utara, 23 April 1952
seorang 108
seniman
wanita
kelahiran
. Ratna Riantiarno dilahirkan dengan
nama lengkap Ratna Karya Madjid. Ratna Riantiarno adalah anak keempat dari Sembilan bersaudara dari pasangan Abdul Madjid dan Elsje Dauhan109. Ayahnya, Abdul Madjid, merupakan tokoh PNI (Partai Nasional Indonesia) yang bertugas sebagai Sekretaris Biro Irian pada Kabinet Ali Sastroamidjojo110. Ratna Riantiarno memulai dunia kesenian melalui seni tari yang telah membawanya berkeliling dunia. Saat duduk di kelas 4 SD Sumbangsih, Ratna Riantiarno mulai belajar menari kepada I Wayan Supartha. Saat masuk SMP Negeri 1 Jakarta, Ratna Riantiarno keluar dari kursus tari oleh karena memiliki kegemaran baru dalam bidang olahraga bola basket. Saat masuk SMA Negeri 3 Jakarta, Ratna Riantiarno kembali berlatih menari dengan bergabung dalam kelompok tari Yasa
107
Profil N. Riantiarno. Dalam official website Teater Koma. Loc. Cit. Profil Ratna Riantiarno Dalam official website Teater Koma www.teaterkoma.org. Diunduh pada Kamis, 28 Oktober 2010 Pukul 01.59 WIB 109 Herry Gendut Janarto. Op. Cit. Hlm 29. 110 Herry Gendut Janarto. Op. Cit. Hlm 28. 108
Universitas Indonesia
Pelarangan teater..., Rima Dini Rahayu, FIB UI, 2012
33
Sedaya111. Di antara para instruktur tari yang ada tedapat I Nyoman Gingsir dan I Ketut Dharma. Karier menari Ratna Riantiarno pun berkembang dengan pesat. Ratna Riantiarno mulai pentas di berbagai tempat, termasuk di TVRI dan di kota-kota besar di luar Jakarta. Ratna Riantiarno pun mendapat kesempatan menari di Istana Negara pada Juli 1969 dalam rangka menyambut kunjungan Presiden AS Richard Nixon ke Indonesia112. Dari kegiatan menari kemudian ia di sempat berdomisili di New York, AS, selama hamper dua tahun, 1974-1975113. Ratna Riantiarno mulai memasuki dunia teater saat bergabung dengan Teater Ketjil pada tahun 1969114. Pentas teater perdana Ratna Riantiarno berjudul Kapai Kapai, 1970115. Setelahnya Ratna Riantiarno sering memainkan peranan penting dalam lakon-lakon karya Arifin C. Noer, sutradara kenamaan asal Cirebon yang ia anggap sebagai guru teaternya. Lakon tersebut antara lain Sumur Tanpa Dasar, Mega-Mega, Madekur Tarkeni dan Kocak-Kacik. Bersama Teater Kecil, ikut pentas Sumur Tanpa Dasar keliling Amerika dalam KIAS (Kesenian Indonesia di Amerika Serikat), 1992. Pada1997, berkeliling Jepang atas undangan Japan Foundation. Dan pada tahun 2000, memperoleh grant dari Pemerintah Amerika Serikat untuk kunjungan budaya selama sebulan dalam program bertajuk The Role of Theatre in US Society116. Turut serta mendirikan Teater Koma, 1 Maret 1977117. Dalam kelompok Teater Koma, Ratna Riantiarno bekerja sebagai aktris, manajer seni pentas, aktivis teater. Bersama kelompok Teater Koma pula Ratna bermain dalam banyak lakon karya penulis drama dan sutradara N. Riantiarno, yang kemudian menjadi suaminya pada 1978118. Antara lain; Rumah Kertas, Bom Waktu, Opera Kecoa, Opera Primadona, Sampek Engtay, Konglomerat Burisrawa, Suksesi, Kala, Republik Bagong, Presiden Burung-Burung, Republik Togog dan Maaf,Maaf.Maaf. Dia juga
111
Herry Gendut Janarto. Op. Cit. Hlm 30. Herry Gendut Janarto. Op. Cit. Hlm 31. 113 Profil Ratna Riantiarno Dalam official website Teater Koma. Loc. Cit. 114 Profil Ratna Riantiarno Dalam official website Teater Koma. Loc. Cit. 115 Herry Gendut Janarto. Op. Cit. Hlm. 61. 116 Profil Ratna Riantiarno Dalam official website Teater Koma. Loc. Cit. 117 Profil Ratna Riantiarno Dalam official website Teater Koma. Loc. Cit. 118 Herry Gendut Janarto. Op. Cit. Hlm. 107. 112
Universitas Indonesia
Pelarangan teater..., Rima Dini Rahayu, FIB UI, 2012
34
memainkan peran penting dari karya para penulis drama kelas dunia. Antara lain; Orang Kaya Baru dan Tartuffe (Moliere), Perang Troya Tidak Akan Meletus (Jean Girodoux), Teroris (Jean Paul Sartre), Brown Yang Agung (Euegene O’Neill), Exit The King dan Makbeth (Eugene Ionesco), The Threepenny Opera dan The Good Person of Szechwan (Bertolt Brecht), The Crucible (Arthur Miller), Romeo Juliet (William Shakespeare) dan Women in Parliament (Aristophanes).
2.3.3 Aktivitas Teater Koma dan Karya-karya N. Riantiarno
Segala aktivitas Teater Koma dilaksanakan di sanggar Teater Koma yang bertempat di Jalan Setiabudi Barat 4119. Saat ini sanggar Teater Koma bertempat di Jalan Cempaka Raya No, 15, Bintaro, Jakarta 12330. Di tempat inilah para anggota berlatih,
berkumpul,
membaca,
berdebat,
mendengarkan
musik,
belajar
mengemukakan pendapat dan terutama belajar untuk memahami apa itu teater. Anggota Teater Koma pun mulai bertambah banyak. Mereka berasal dari berbagai profesi yang berbeda-beda. Ada yang menjadi dosen di universitas, pesuruh SD, pegawai hotel, petugas pembasmi hama, hansip, supir, pragawati, bintang film, sekretaris, dan sebagainya. Beragamnya profesi yang ada tidak membuat jadwal latihan yang ada menjadi kacau ataupun sebaliknya. Hal ini dikarenakan konsistensi120 para anggota, terutama mengenai keterlibatannya dengan kegiatan Teater Koma. Mereka diharuskan menyediakan waktunya untuk mengelola kegiatan dengan sepenuh hati, sehingga mereka harus mencari cara untuk menyesuaikan jadwal sehingga tidak menggangu satu dan lainnya. Semenjak pementasan perdananya, Rumah Kertas, Teater Koma runtin mengadakan pementasan setiap tahunnya dengan menampilkan naskah-naskah baru seperti Maaf Maaf Maaf, J.J – Jian Juhro, dan Kontes 1980 dengan gaya sindiran yang khas, akan tetapi para pemerhati drama baru membaptis Teater Koma sejajar
119
Alamat ini merupakan kediaman dari Abdul Madjid, ayah dari Ratna Riantiarno, yang memberikan izin kepada para anggota Teater Koma untuk berlatih disana. Dalam ibid. 120 Ketetapan dan kemantapan dalam bertindak.
Universitas Indonesia
Pelarangan teater..., Rima Dini Rahayu, FIB UI, 2012
35
dengan teater lain, yang terlebih dahulu mengukuhkan nama, saat pementasan Kopral Doel Kotjek (karya George Buchner yang disadur Nano) 121. Opera Ikan Asin, pementasan yang diadaptasi dari karya Beltolt Brecht, membawa gaya pementasa baru bagi Teater Koma. Pada lakon ini Teater Koma telah meninggalkan gaya pementasan serius yang ada pada lakon sebelumnya serta menghadirkan unsur lawakan gaya dagelan. Riantiarno telah merubah suasana lakon yang pada karya aslinya merupakan sebuah karya yang penuh kritik, diwarnai suasana kelam, muram dan penuh kepahitan, sehingga menjadi lakon yang hangat, penuh warna, mengandung lelucon yang mengundang gelak tawa serta disisipkan dengan nyanyian dan tarian122. Mulai dari lakon Opera Ikan Asin inilah lakon-lakon Teater Koma yang dipentaskan selanjutnya tidak hanya berisi olah tubuh dan dialog semata, namun lebih berwarna dengan nyanyian, tarian dan kritik yang disampaikan memalui lelucon. Acuan mengapa bentuk opera yang dipilih Teater Koma terkait dengan masalah kesejarahan dimana pada era 1925 hingga 1930-an terdapat beberapa kelompok teater profesional yang memilih opera sebagai bentuk penyajiannya, antara lain Dardanella, Miss Riboet Orion, dan sebagainya123. Penyajian opera ini bukanlah seperti penyajian opera yang berkembang pesat di Eropa khususnya Italia dan Jerman. Bentuk penyajian opera ini lebih berupa kabaret124 atau operete125. Teater Koma memilih pola yang pernah dijalankan oleh kelompok teater profesional era 1925 hingga 1930-an tersebut dan mengawinkannya denga pola music play cara Broadway126. Gaya lawakan dengan pola wayang, ludruk dan Srimulat dianggap N. Riantiarno dapat menjadi pilihan yang terbaik untuk Teater Koma. Hal ini memang 121
Pracoyo Wiryoutomo, Profil ”N. Riantiarno: ’Saya Tidak Punya Tujuan Politik’.” Forum Keadilan. Nomor 19, Tahun IV, 1 Januari 1996. Hlm. 60. 122 Ibid. 123 Ahmad Syaeful Anwar. “Perkembangan Teater Kontemporer Indonesia 1968 – 2008.” Disertasi Doktor Program Studi Ilmu Sejarah Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia. Depok, Maret 2012. Hlm. 164. 124 Pertunjukan hiburan berupa nyanyian, tarian dan sebagainya. Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia http://bahasa.kemdiknas.go.id/kbbi/index.php Diunduh pada5 Juni 2012 Pukul 20.19 WIB. 125 Opera ringan (nyanyian dan dialog disuguhkan secara bergantian) dng unsur roman dan satir. Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia http://bahasa.kemdiknas.go.id/kbbi/index.php Diunduh pada5 Juni 2012 Pukul 20.19 WIB. 126 Ahmad Syaeful Anwar. Loc. Cit. Hlm 165.
Universitas Indonesia
Pelarangan teater..., Rima Dini Rahayu, FIB UI, 2012
36
sulit diterima oleh penikmat teater yang terbiasa dengan persoalan serius, yang menganggapnya terlalu mengeksploitasi selera rendah, menjual seni murahan dan hanya ingin menyenangkan penonton127. Di lain pihak, bagi penonton yang tidak terlalu memperdulikan segala macam perenungan, tontonan ini membuatnya semakin menarik untuk disimak sehingga semakin banyak pula masyarakat yang ingin menyaksikan pementasan Teater Koma. Hal ini dibuktikan dengan penuhnya pengunjung pertunjukan yang diselenggarakan oleh Teater Koma. Ongkos produksi selalu bisa tertutupi, bahkan bisa mencapai keuntungan128. Penikmat Teater Koma adalah orang-orang dari kalangan menengah ke atas. Hal ini dikarenakan harga karcis pertunjukan yang terbilang tidak murah untuk menutupi biaya produksi. Harga tiket pertunjukan Sandiwara Para Binatang yang dilaksanakan pada 3 – 25 Oktober 1987 adalah Rp 7.500,- untuk kategori 1 dan Rp 5.000,- untuk kategori 2129. Harga tiket pertunjukan pertunjukan Raja Ubu yang dilaksanakan pada 2 April – 6 Mei 1993 adalah Rp 20.000,- untuk kategori 1 dan Rp 10.000,- untuk kategori 2130. Harga tiket untuk pertunjukan Rampok yang dilaksanakan pada 1 – 9 Oktober 1993 adalah Rp 20.000,- untuk kategori 1, Rp 15.000,- untuk kategori 2, Rp 10.000,- untuk kategori 3 dan Rp 5.000,- untuk kategori 4131. Berdasarkan data tersebut kita dapat melihat bahwa harga yang harus dibayar untuk menonton pementasan Teater Koma tidaklah murah, namun tiket pementasan dapat laris terjual. Terlebih lagi pementasan besar yang penontonnya membludak, biasanya tiket akan dengan cepat terjual habis, untuk itu penonton yang belum memiliki tiket akan dengan terpaksa membeli dari para calo yang menjual tiket dengan harga lebih dari 100% harga tiket asli.
127
Pracoyo Wiryoutomo. Op. Cit. Hlm. 61. Ibid. 129 Berdasarkan sumber primer poster pertunjukan Sandiwara Para Binatang, 1987. Sumber koleksi Teater Koma berupa poster yang dipamerkan saat pementasan Sie Jin Kwie Di Negeri Sihir, Graha Bakti Budaya - TIM. Dokumentasi foto diambil pada Kamis, 29 Maret 2012. 130 Berdasarkan sumber primer poster pertunjukan Raja Ubu, 1993. Sumber koleksi Teater Koma berupa poster yang dipamerkan saat pementasan Sie Jin Kwie Di Negeri Sihir, Graha Bakti Budaya - TIM. Dokumentasi foto diambil pada Kamis, 29 Maret 2012. 131 Berdasarkan sumber primer poster pertunjukan Rampok, 1993. Sumber koleksi Teater Koma berupa poster yang dipamerkan saat pementasan Sie Jin Kwie Di Negeri Sihir, Graha Bakti Budaya - TIM. Dokumentasi foto diambil pada Kamis, 29 Maret 2012. 128
Universitas Indonesia
Pelarangan teater..., Rima Dini Rahayu, FIB UI, 2012
37
Menanggapi pendapat yang menyatakan bahwa pentas Teater Koma adalah tontonan kelas menengah, N. Riantiarno merasa keberatan132. N. Riantiarno sejak awal mendirikan Teater Koma tidak pernah berfikir teaternya ditujukan untuk konsemen dari kelas tertentu. Baginya, jika penontonnya hanya dari kalangan kelas menengah, maka publik yang mentontonnya terbatas. Tontonan kelas menengah pun dirasa Riantiarno memiliki konotasi negatif oleh karena pandangan masyarakat yang menganggapnya hanya budaya pop yang menjadi hiburan semata, tanpa nilai-nilai yang dapat diambil didalamnya. Bersangkutan dengan harga tiket yang mahal, Riantiarno menanggapinya dengan berkata bahwa sebenarnya dirinya pun tak ingin menjual tiket dengan harga sedemikian. Namun hal ini berhubungan langsung dengan biaya produksi yang memang tidak sedikit 133. Bentuk organisasi Teater Koma adalah ”paguyuban” (perkumpulan kesenian) dimana sistem organisasi bersifat lentur dan kekeluargaan134. Teater Koma hanyalah kumpulan orang-orang yang menyukai kegiatan berkesenian, dikelola secara tradisional, penuh improfisasi dan sponta, tapi sungguh-sungguh. Di dalamnya tidak terdapat Anggaran Dasar/Anggaran rumah Tangga serta tidak ada kode etik formal atau tertulis. Namun keterbukaan tetap menjadi landasan utamanya, serta didukung dengan kesadaran untuk saling menghargai kolega dan saling mengisi kekurangan. Anggota Teater Koma tidak jarang yang menginap di sanggar, ada yang sebentar bahkan ada yang nyaris menetap.
132
Evie Fadjaro dan Efix Mulyadi. “Dua Tokoh Pertunjukan Laris: Guruh Sukarno Putra – N. Riantiarno”. Kompas: Minggu, 8 Juni 1986. 133 Ibid. 134 Herry Gendut Janarto. Teater Koma: Potret Tragedi dan Komedi Manusia Indonesia. Jakarta: Grasindo, 1997. Hlm. 172.
Universitas Indonesia
Pelarangan teater..., Rima Dini Rahayu, FIB UI, 2012
38
BAB 3 LAKON-LAKON TEATER KOMA YANG DIANGGAP BERMASALAH OLEH PEMERINTAH ORDE BARU
Kebudayaan baru tak dapat disangkal berorientasi kepada nilai-nilai baru masyarakat industri, namun sementara itu ikatan sejarah yang akan kuat mewarnai proses pergantian serat-serat budaya itu tak dapat diabaikan (Umar Kayam, 1986)135. Perkataan Umar Kayam tersebut diinterpretasikan penulis sebagai salah satu unsur yang terdapat dalam setiap karya seni yang diciptakan. Tak terkecuali N. Riantiarno sebagai penulis naskah dan sutradara. N. Riantiarno selalu berbicara kepada masyarakat yang menonton pementasan karyanya mengenai nilai-nilai masyarakat yang diwarnai unsur sejarah. N. Riantiarno memadukan realitas imajiner dengan realitas yang tengah terjadi136. “Orde Baru yang ditulangpunggungi oleh militer amatlah traumatis dengan disintegrasi nasional dan instabilitas politik yang terjadi sepanjang dua puluh tahun pertama pascakemerdekaan137. Dalam kerangka ini, stabilitas politik dan pembatasan partisipasi menjadi tak tertawarkan138. Minimalisasi konflik politik adalah wujud sekaligus konsekuensi logis dari adanya trauma Orde Baru itu. Bahkan lebih jauh, menurut pengamatan Linnle, keberhasilan minimalisasi konflik politik pun dijadikan ukuran sukses oleh dan bagi pemerintah Orde Baru139.” Oleh karena itulah pentas Teater Koma seringkali bersinggungan dengan pemerintah. Beberapa lakon Teater Koma diduga mengandung unsur provokasi dalam sindiran dan kritikannya, sehingga dapat memicu konflik politik. “Pembangunan ekonomi, yes. Konflik politik, no.”140 Dalam lakon-lakon yang 135
Redaksi. “50 Tahun Polemik Kebudayaan: Makin Rumit, Makin Mendesak”. Kompas. Rabu 19 Maret 1986. 136 Pracoyo Wiryoutomo, Profil ”N. Riantiarno: ’Saya Tidak Punya Tujuan Politik’.” Forum Keadilan. Nomor 19, Tahun IV, 1 Januari 1996. Hlm. 62. 137 R. William Linddle, terj. Partisipasi dan Partai Politik: Indonesia Sejak Awal Orde Baru. Jakarta: Grafiti, 1992. Hlm. 132 – 135. Eep Saefulloh Fatah. Zaman Kesempatan: Agenda- agenda Besar Demokratisasi Pasca- Orde Baru. Bandung: Mizan, 2000. Hlm. 50. 138 Eep Saefulloh Fatah., “Unjuk Rasa, Gerakan Massa, dan Demokratisasi: PotretPergeseran Politik Orde Baru”. Prisma, no.4/th. XXIII/April 1994. Dalam Ibid. 139 R. William Linddle, Pemilu-Pemilu Orde Baru: Pasang Surut Kekuasaan Politik, terj., Jakarta: Grafiti, 1992, h. 108. Dalam Ibid. 140 Eep Saefulloh Fatah. Op. Cit. Hlm. 51.
Universitas Indonesia
Pelarangan teater..., Rima Dini Rahayu, FIB UI, 2012
39
dianggap sebagai sindirin dan kritik sosial, Teater Koma mencicipi berbagai pengalaman pahit pementasan. Berikut adalah beberapa lakon Teater Koma yang dianggap bermasalah pada masa Orde Baru.
3.1 Lakon Maaf Maaf Maaf, 1977
Maaf Maaf Maaf, merupakan lakon karya N. Riantiarno yang menceritakan kehidupan seorang ayah bernama Ario. Ario merasa dirinya adalah Kaisar Dasamuka dari kerajaan Alang Alangkah. Kaisar Dasamuka adalah seorang yang berambisi untuk terus bertahta di kerajaannya. Dalam rangka menjalankan ambisinya tersebut, Ia memaksakan kekuasaannya sehingga orang-orang disekitar menjadi tunduk, diam dan patuh kepadanya. Ia melarang keras untuk membantah dan mengkritisi dirinya, dan jika ada yang ingin marah maka harus mendapat izin resmi dari kerajaan141. N. Riantiarno memilih kisah Ramayana sebagai dasar tematik dari lakon Maaf Maaf Maaf yang ditulisnya. Ramayana bercerita tentang Rama yang berkerjasama dengan Sugriwa sang Raja Kera, untuk merebut kembali isterinya, Sita, yang diculik oleh Rahwana penguasa dari Alengka. Dalam lakon Maaf Maaf Maaf, N. Riantiarno membuat jalan ceritanya menjadi terbalik. Sita adalah wanita yang tergila-gila kepada Rahwana, sedangkan Rama hanyalah pemuda biasa yang tidak berdaya. Rahwana sebagai raja, berkuasa penuh atas proyek-proyek negara, menguasai tentara, perekonomian, serta memperhatikan perkembangan seni budaya142. Maaf Maaf Maaf digelar pertama kali di Teater Tertutup, Taman Ismail Marzuki (TIM), tanggal 12 – 16 April 1978. Sambutan masyarakat sangat besar terhadap pertunjukan ini. Selama lima hari pertunjukan tak pernah sehari pun menyisakan kursi penonton dari kapasitas 300 kursi yang ada di Teater Tertutup. Oleh karena banyaknya peminat, maka lakon Maaf Maaf Maaf ini digelar kembali di kampus Universitas Indonesia tanggal 5 dan 6 Mei 1978. Lalu disepakati oleh para 141
Herry Gendut Janarto. Teater Koma: Potret Tragedi dan Komedi Manusia Indonesia. Jakarta: Grasindo, 1997. Hlm. 104. 142 Herry Gendut Janarto. Op. Cit. Hlm. 102.
Universitas Indonesia
Pelarangan teater..., Rima Dini Rahayu, FIB UI, 2012
40
Dewan Mahasiswa beberapa perguruan tinggi untuk turut membawa pergelaran ini ke kampus-kampus lain di Bandung, Yogyakarta dan Surabaya143. Maaf Maaf Maaf merupakan lakon karya N. Riantiarno yang pertama kali mendapatkan pelarangan untuk pentas. Lakon ini mengangkat nama N. Riantiarno dengan
memunculkan
”cerita
kontoversial”
sehingga
menunjukan
kepada
masyarakat bahwa dirinya memiliki nyali untuk melempar kritik144. Hal ini menyebabkan pentas yang telah direncanakan akan digelar di beberapa universitas di Bandung, Yogyakarta dan Surabaya terpaksa harus dibatalkan. Alasan utama pelarangan pentas tersebut dikarenakan perizinan yang tidak diperoleh karena terbentur masalah normalisasi kehidupan kampus. Berikut adalah contoh dialog dalam naskah yang dianggap kontoversial145. Kaisar :”Ratu, hamba ini Raja Di Raja. Hamba masih ingin berkuasa, tapi rakyat sudah ogah. Mereka maunya pemilu terus. Demokrasi terus. Hamba ingin mereka percaya kepada hamba, tanpa melalui pemilu. Tolong Ratu Cahaya, beritahu caranya agar keinginan hamba terwujud.” Sinar :”Wah, gampang!” Kaisar :”Bagaimana? Situasinya sudah seperti telor penyu diujung banteng bergincu. Sedikit goncangan kecil saja, telor jatuh berkeping-keping. Masa Ratu tega bilang gampang?” Sinar :”Memang gampang. Mahkota!” (seketika menggenggam mahkota emas) ”Kamu penguasa tapi tidak tahu cara memerintah, tidak tahu caranya memanfaatkan kekuasaan. Memerintah tidak boleh pake perasaan, sebab raja bukan seniman. Raja harus cerdik, punya segudang ilmu taktik dan akal licik. Itu kalau kamu ingin kekuasaanmu langgeng.” Dalam dialog tersebut kita dapat melihat bagaimana kata-kata sindiran yang diucapkan secara langsung sepeti kata ’berkuasa’, ’pemilu’, ’demokrasi’ dan ’sedikit goncangan kecil’ membawa penonton untuk memahami secara langsung apa yang dibicarakan dan menjadi sumber kritikan tersebut. Oleh karena itulah lakon ini diperkirakan dapat mengganggu apabila dipentaskan di lingkungan kampus.
143
Herry Gendut Janarto. Op. Cit. Hlm. 106. Herry Gendut Janarto. Op. Cit. Hlm. 106. 145 Ditulis tahun 1977, di pentaskan ulang pada produksi Teater Koma ke-105, tahun 2005. Dalam N. Riantiarno. Maaf Maaf Maaf Politik Cinta Dasamuka. Jakarta: PT GRamedia Pustaka Utama, 2005. Hlm. 5.
144
Universitas Indonesia
Pelarangan teater..., Rima Dini Rahayu, FIB UI, 2012
41
Normalisasi kehidupan kampus (NKK) pada pokoknya adalah meredefinisi dari lembaga-lembaga kemahasiswaan secara mendasar, fungsional dan bertahap146. NKK adalah program yang dicanangkan oleh Menteri Pendidikan dan Kebudayaan, Dr. Daoed Joesoef. NKK akan membawa mahasiswa kepada kepribadiannya yang hakiki sebagai manusia pemikir dan penganalisa. Sasaran akhir dari NKK adalah mempersiapkan mahasiswa untuk menduduki tempat strategis yang disebut teknostuktur yang merupakan jaringan dari satu aparat birokratis dalam satu jenis kegiatan masyarakat147. Dalam rangka mewujudkan cita-cita tersebut maka dibutuhkan suasana kampus yang tenang yang memungkinkan civitas academica memfokuskan dirinya kepada masalah-masalah akademis. Hal inilah yang menjadi alasa dibatalkannya pentas Maaf Maaf Maaf, karena lakon tersebut dianggap dapat memancing reaksi dari mahasiswa yang dapat menimbulkan gerakan massa yang berlebihan.
3.2 Lakon Wanita Wanita Parlemen, 1986 Wanita Wanita Parlemen merupakan lakon kuno karya Aristophanes148 yang berjudul Ecclesiazusae. Ecclesiazusae pertama kali dipentaskan pada tahun 391 SM. Karya itu telah diterjemahkan ke dalam beberapa judul berbahasa Inggris antara lain Women in Parliament, Assemblywomen, Women in Power, Congresswomen dan A Parliament of Women. Sedangkan, terjemahan ke dalam bahasa Indonesia disusun oleh Kun S. Hidayat149. Wanita Wanita Parlemen dipentaskan pada 20 April – 5 Mei 1986 di Graha Bakti Budaya, TIM. Produksi ke-40 Teater Koma ini memecahkan
146
Gema Angkatan ’45, No 31, Tahun 1978, halaman 9. Dalam Marwati Djoened Poesponegoro dan Nugroho Notosusanto. Sejarah Nasional Indonesia VI. Jakarta: Balai Pustaka, 1993. Hlm. 501. 147 Marwati Djoened Poesponegoro dan Nugroho Notosusanto. Sejarah Nasional Indonesia VI. Jakarta: Balai Pustaka, 1993. Hlm. 502. 148 Aristophanes (445 – 385 SM) adalah penulis komedi lama yang amat orisinil dan hanya naskah komedi Yunani karyanya lah yang selamat hingga saat ini. Ia merupakan seorang konservatif dalam filsafat moral yang selalu memperhatikan perubahan-perubahan sosial dan politik di Athena. Ia mengawinkan satyr sosial dan politikdengan fantasi, lawakan yang riuh, caci maki pribadi dan penuh puisi lirik. Dalam Jakob Sumardjo. Ikhtisar Sejarah Teater Barat. Bandung: Penerbit Angkasa, 1986. Halaman 13. 149 Herry Gendut Janarto. Op. Cit. Hlm. 174.
Universitas Indonesia
Pelarangan teater..., Rima Dini Rahayu, FIB UI, 2012
42
rekor pertunjukan teater terlama dan terlaris. Ongkos produksinya Rp 24 juta sedangkan pemasukan sebesar Rp 64 juta150. Wanita Wanita Parlemen menceritakan tentang sekelompok wanita yang ingin
merubah
nasib
dari
”orang
rumah”
menjadi
”penentu
jalannya
pemerintahan”151. Wanita-wanita tersebut datang ke sidang parlemen yang dikuasai laki-laki dengan cara menyamar menggunakan baju seperti laki-laki. Wanita-wanita itu berhasil mempengaruhi majelis untuk mengambil keputusan agar wanita diberi mandat menjadi penguasa. Permasalahan datang saat mandat menjadi penguasa telah diberikan. Banyak peraturan baru yang dibuat menjadikan citra yang buruk bagi peranan wanita. Wanita-wanita tersebut menyodorkan aturan tentang ”kebebasan bercinta” bagi wanita. Para wanita digambarkan agresif dan penuh nafsu saat menyaksikan peragaan busana laki-laki. Mereka berebut mengelus paha para peragawan yang gagah dan tampan, bahkan menggerayangi tubuh peragawan152. Permasalahan
utama
muncul
saat
para
wanita
bertarung
untuk
memperebutkan kursi pemimpin. Semua wanita mencalonkan dirinya untuk menjadi pemimpin. Oleh karena semua menjadi calon yang harus dipilih maka tidak ada yang menjadi pemilih. Saat itulah Aswatama, mewakili para laki-laki menyatakan kemenangannya terhadap kaum wanita. Apapun yang yang dituntut oleh wanita dan apapun yang diperoleh dari tuntutan itu, laki-laki tetap menjadi pemenangnya. Lewat pementasan ini N. Riantiarno ingin mengingatkan seorang wanita apa pun dia tetap wanita153. Wanita Wanita Parlemen oleh beberapa pengamat diangap sebagai lakon yang mengumbar erotisme. Walaupun sebenarnya lakon yang dipentaskan Teater Koma ini sudah disesuaikan dengan nilai-nilai dalam negeri. Seperti yang diungkapkan oleh N. Riantiarno berikut: ”Beberapa orang yang sudah menonton karya tersebut di mengganggap versi saya terlalu soft. Mereka bilang ada telanjang juga. Saya baca artikel tentang Aristophanes menganjurkan ekstrem. Misalnya kalau.. maaf.. eee.. kita
luar, yang yang naik
150
Evie Fadjaro dan Efix Mulyadi. “Dua Tokoh Pertunjukan Laris: Guruh Sukarno Putra – N. Riantiarno”. Kompas: Minggu, 8 Juni 1986. 151 Herry Gendut Janarto. Op. Cit. Hlm. 175. 152 Ibid. 153 Herry Gendut Janarto. Op. Cit. Hlm. 176.
Universitas Indonesia
Pelarangan teater..., Rima Dini Rahayu, FIB UI, 2012
43
syahwat, harus ekstrem.saya tidak setuju itu. Sebab secara etis kurang enaklah. Sehingga saya bikin seperti kemarin. Toh masih dibilang binal.”154 Pementasan lakon Wanita Wanita Parlemen terbilang berhasil, namun pementasan ini sempat dicurigai oleh aparat. Saat berlangsungnya pementasan, di belakang panggung N. Riantiarno mendapat interogasi oleh dua orang polisi selama dua malam. Pengeskpresian seks, politik dan humor yang terkandung di dalam lakon Wanita Wanita Parlemen membuat orang berpendapat bahwa hal tersebut sudah berlebihan.
3.3 Lakon Sampek Engtay, 1988 dan 1989
Sampek Engtay merupakan sebuah legenda kisah percintaan yang tragis dari Cina antara Nio San Pek (Sampek) dengan Ciok Eng Tay (Engtay) yang bersatu setelah kematian keduanya dengan menjadi kupu-kupu. Seperti lazimnya cerita rakyat, kisah ini adalah anonim dan mempunyai beberapa versi155. Menurut catatan sejarah cerita San Pek Eng Tay terjadi pada masa pemerintahan raja Bok Tee, raja ke lima dari Dinasti Chin (345 – 357 M)156. Masa kehidupan mereka masuk dalam zaman yang oleh pujangga-pujangga Tiongkok disebut dengan ”zaman yang amat gelap gulita” atau ”zaman Enam Dinasti” yang berlangsung dari 220 M hingga 589 M157. Pada masa ini sekolah-sekolah telah berkembang namun pelajar yang boleh mendaftar hanya terbatas pada kaum laki-laki. Perempuan tidak diperkenankan bersekolah. Mereka hanya boleh mendapat pengajaran di rumah158. Kisah ini kemudian menyebar ke berbagai negara. Di negara-negara Barat kisah tersebut lebih dikenal dengan nama The Butterfly Lovers. Ketenaran kisah cinta ini membuatnya mendapatkan predikat sebagai kisah Romeo and Juliet dari 154
Evie Fadjaro dan Efix Mulyadi. “Dua Tokoh Pertunjukan Laris: Guruh Sukarno Putra – N. Riantiarno”. Kompas: Minggu, 8 Juni 1986. 155 OKT. San Pek Eng Tay: Romantika Emansipasi Perempuan. Jakarta: Yayasan Obor Indonesia, 1990. Hlm. x. Dalam eBook Google http://books.google.co.id/books?id=tDJ6bIPDaDMC&printsec=frontcover&hl=id#v=onepage&q& f=false Diunduh pada 4 Juni 2012. Pukul 12.15 WIB. 156 OKT. Op. Cit. Hlm. xvii. Dalam eBook Google http://books.google.co.id/books?id=tDJ6bIPDaDMC&printsec=frontcover&hl=id#v=onepage&q& f=false Diunduh pada 4 Juni 2012. Pukul 12.15 WIB. 157 Ibid. 158 Ibid.
Universitas Indonesia
Pelarangan teater..., Rima Dini Rahayu, FIB UI, 2012
44
Timur. Di Indonesia, Sampek Engtay telah berkembang sebagai cerita rakyat orang Tiongkok yang diceritakan turun temurun. Kepopulerannya tidak terbatas pada kalangan orang-orang Cina saja, tetapi juga meresap ke kalangan orang-orang bumiputera, khususnya orang-orang Jawa, Betawi dan Bali159 N. Riantiarno membuat karya saduran Sampek Engtay menurut versi Teater Koma. Dalam lakon yang mengambil latar zaman Belanda awal abad ke-20 ini, Sampek merupakan pemuda asal Pandeglang sedangkan Engtay adalah gadis kelahiran Banten yang tinggal di Serang160. Engtay sebagai seorang perempuan sangat mendambakan untuk bisa bersekolah layaknya seorang laki-laki. Setelah berhasil meyakinkan kedua orang tuanya Engtay pun menyamar sebagai laki-laki lalu berangkat ke Batavia untuk bersekolah di sana. Di Batavia, Engtay bertemu dengan Sampek yang menjadi teman satu sekolah dan satu kamarnya di asrama. Seiring berjalannya waktu, Engtay merasa jatuh cinta kepada Sampek, hingga suatu waktu penyamaran Engtay pun diketahui oleh Sampek. Mereka akhirnya saling jatuh cinta. Kisah percintaan keduanya harus berakhir karena orang tua Engtay memanggilnya pulang ke rumah. Orang tua Engtay telah merencanakan pernikahannya dengan laki-laki lain bernama Ma Tjoen. Sampek yang patah hati kemudian sakit-sakitan dan meninggal dunia. Sedangkan pernikahan Engtay tetap terlaksana. Saat iring-iringan pengantin akan berangkat menuju rumah Ma Tjoen, Engtay membuat permohonan untuk berziarah ke makam Sampek. Saat Engtay sedang berdoa di makam Sampek, tiba-tiba saja makam tersebut terbuka, meloncatlah Engtay ke dalam untuk bersatu dengan kekasihnya. Ma Tjoen yang menjadi marah besar membongkar makam dengan paksa, namun di dalam makam tidak didapati jasad Sampek – Engtay, melainkan sepasang batu biru, sepasang tawon kuning, dan sepasang kupu-kupu yang langsung terbang menuju langit 161. Pada masa Orde Baru Sampek Engtay telah beberapa kali dipentaskan dan dua kali dianggap bermasalah oleh pihak berwenang. Pementasan Sampek Engtay pertama yang dianggap bermasalah adalah pementasan yang berlangsung di Gedung 159
OKT. Op. Cit. Hlm. xii Dalam eBook Google Herry Gendut Janarto. Op. Cit. Hlm. 221. 161 Sinopsis Sampek Engtay Dalam official website Teater Koma. ”Detail Produksi”. http://www.teaterkoma.org. Diunduh pada hari Kamis, 28 Oktober 2010 Pukul 01.59 WIB. 160
Universitas Indonesia
Pelarangan teater..., Rima Dini Rahayu, FIB UI, 2012
45
Kesenian Jakarta, 27 – 13 September 1988. Saat pementasan berlangsung N. Riantiarno selaku sutradara dan pimpinan kelompok Teater koma dipanggil ke Markas Bakin, pintu sembilan Senayan, untuk diinterogasi162. Kedua adalah pada 20 Mei 1989, polisi mendadak mencabut surat izin pementasan oleh karena surat rekomendasi yang diberikan kanwil Depdikbud telah ditarik kembali163. Dengan demikian pementasan yang telah direncanakan batal untuk dipentaskan. Lakon Sampek Engtay di Medan, direncanakan akan dipentaskan selama dua hari, pada 20 – 21 Mei 1989 dengan jadwal dua kali pementasan dalam sehari. Namun dua jam sebelum pertunjukan perdana, pukul 16.30 WIB, pementasan dibatalkan memalui surat No. 3254/105/E/89.13 tanggal 20 Mei 1989 oleh Kepala Kanwil Depdikbud Sumatera Utara Drs. Soewono164. Pelaksana Bidang Kesenian Kanwil Depdikbud, Barani Nasution, yang telah menyaksikan pentas gladi resik di Tiara Convention Centre, Medan, membuat laporan bahwa terdapat penyimpangan dari isi rekomendasi yang telah diberikan. Penyimpangan tersebut dalam bentuk penampilan barongsai. Barongsai ini bersifat ”kecina-cinaan”165 sedangkan penyelenggaraan pementasan ini tepat dengan peringatan Hari Kebangkitan Nasional. Gubenur Sumatera Utara, Raja Inal Siregar menyatakan bahwa pembatalan pementasan Sampek Engtay ini tidak ada kaitannya dengan Harkitnas. Lebih tepatnya drama ini tidak sesuai dengan kebudayaan Indonesia. Gubenut Sumut pun menerangkan bahwa drama ini lebih jelasnya tidak sesuai dengan Istruksi Presiden No. 14/1976 tentang pelaksanaan kegiatan agama, kepercayaan dan ada istiadat Cina166. Alasan lain diungkapkan oleh Achmad Syaeful Anwar167 dalam wawancara dengan penulis. ”Ditakutkan akan menimbulkan normalisasi hungungan Indonesia 162
Dalam official website Teater Koma. ”Kronologi Produksi”. http://www.teaterkoma.org. Diunduh pada hari Kamis, 28 Oktober 2010 Pukul 01.59 WIB. 163 Ibid. 164 Redaksi. “Izin ‘Sampek Engtay’ Batal karena Bersamaan dengan Harkitnas”. Kompas, Selasa 23 Mei 1989. 165 Berdasarkan istilah yang dipakai Ratna Riantiarno dalam Suara Pembaruan Senin, 22 Mei 1989. 166 Redaksi. “Gubenur Sumut: ‘Sampek Engtay’ Tidak Sesuai Kebudayaan Nasional.” Kompas. Jumat, Mei 1989. 167 Dalam wawancara pada jumat, 8 Juni 2012 Pukul 09.00 WIB. Bertempat di Fakultas Ilmu Film dan Televisi Institut Kesenian Jakarta.
Universitas Indonesia
Pelarangan teater..., Rima Dini Rahayu, FIB UI, 2012
46
dengan Cina” Ungkap Syaeful Anwar. Alasan ini pada dasarnya masih terkait denga Istruksi Presiden di atas. Pemerintah Orde Baru sangat menjaga agar tidak terjalin kerja sama internasional dengan negara-negara komunis sebagai trauma akan masa lalu dimana Partai Komunis membuat gerakan besar untuk melakukan kudeta.
3.4 Trilogi Lakon Konglomerat Buriswara, Pialang Segitiga Emas dan Suksesi
Trilogi Konglomerat Buriswara, Pialang Segitiga Emas dan Suksesi ini adalah sebuah trilogi hasil karya N. Riantiarno yang mengangkat tema mengenai konglomerasi yang terjadi di dalam negeri. Dalam bagian ini penulis menjelaskan lakon Konglomerat Buriswara dan Pialang Segitiga Emas, sedangkan lakon Suksesi akan dijelaskan lebih lanjut pada bab berikutnya. Fenomena konglomerasi yang sedang berkembang di dalam negeri turut menginspirasikan
N.
Riantiarno
menjadi
sebuah
naskah
drama
berjudul
Konglomerat Buriswara. Berkat kejelian N. Riantiarno menangkap gejolak dinamika poleksosbud yang sedang terjadi di dalam negeri, lakon ini pun tidak luput dari perhatian pihak berwenang. Setelah melangsungkan pentas gladi resik, N. Riantiarno kembali mendapat interogasi melalui telepon yang membuat pementasan Konglomerat Buriswara nyaris dicekal. Namun dengan segala upaya yang dapat dilakukan N. Riantiarno pementasan ini pun tetap berlangsung sukses. Perkembangan dunia usaha di Indonesia dapat dibilang unik. Keunikan ini terlihat dari kuatnya kecenderungan perusahaan-perusahaan Indonesia, baik perusahaan tingkat nasional maupun perusahaan sedang di tingkat daerah, berkembang menjadi perusahaan konglomerasi. Menurut Richard Robinson (1986)168 jenis kapitalisme yang berkembang di Indonesia memang berbeda dengan kapitalisme yang tumbuh di Eropa pada abad ke-19. Kapitamisme di Indonesia ini memiliki ketergantungan yang sangat kuat terhadap sektor negara. Kapitalisme yang berkembang di Indonesia pada dasarnya adalah kapitalisme yang sengaja dikembangkan oleh negara. Jadi sekali seorang pengusaha memiliki akses ke dalam 168
Revrisond Baswir. “Konglomerasi, Liberalisasi dan Penyesuaian Birokrasi”. Dalam Riza Noer Arfani. (Ed.) Demokrasi Indonesia Kontemporer. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 1996. Hlm. 327.
Universitas Indonesia
Pelarangan teater..., Rima Dini Rahayu, FIB UI, 2012
47
birokrasi pemerintahan maka selanjutnya ia akan dengan mudah mengembangkan usahanya ke bidang-bidang lain dengan memanfaatkan akses tersebut, terutama jika sang birokrat atau anggota keluarganya ikut terlibat sebagai pemegang saham. Hal inilah yang membuat lakon Konglomerat Buriswara dicurigai pihak berwenang. Konglomerat Buriswara dipentaskan di Graha Bakti Budaya, TIM, pada tanggal 24 Maret – 9 April 1990. Konglomerat Buriswara adalah lakon karya N. Riantiarno yang bercerita tentang Pangeran Buriswara, putra dari Prabu Salya dari Mandaraka. Buriswara merupakan pengusaha sukses yang bergerak di berbagai bidang mulai dari pabrik tusuk gigi hingga katering, serta biro iklan hingga media massa. Lakon Kongomerat Buriswara banyak memaparkan tingkah laku para taipan bisnis seiring dengan bertumbuh dan menjamurnya perusahaan raksasa, dengan jaringan konglomerasinya169. Salah satu contoh diantaranya adalah, sarapan pagi tokoh buriswara adalah menyimak laporan tentang perkembangan harta kekayaan dengan terus memonitori pendirian pabrik baru, proses menelan perusahaanperusahaan lain, memonopoli produksi berbagai komoditi sekaligus jaringan pemasarannya, dan seterusnya. Pangeran Buriswara dihadapkan pada permasalahan saat ia mulai jatuh cinta dengan Sumbadra yang tetap menjaga kesetiaannya terhadap Arjuna, suaminya. Cinta yang bertepuk sebelah tangan membuatnya meminta bantuan Betari Durga yang merupakan seorang dukun mahasakti untuk dapat merebut hati Sumbadra. Berkat pengaruh dari Betari Durga, Buriswara tanpa sengaja membuat kesalahan dengan mumbunuh Sumbadra dengan kerisnya. Hal tersebut hampir saja menimbulkan perang antara Pandawa dan Kurawa, namun berhasil dilerai oleh Batara Narada. Meskipun demikian, ia tidak luput dihajar babak belur oleh Gatotkaca dan Antareja, keponakan dari Sumbadra. Sumbadra kembali hidup berkat kesaktian Antareja dan belas kasih Baladewa. Buriswara pun memanas-manasi Sumbadra untuk memilihnya dan meninggalkan Arjuna yang sering kawin dan pergi seminar berbulan-bulan. Adegan akhir dari lakon ini digambarkan bahwa Buriswara berhasil membawa Sumbadra berlayar bersamanya. ”Sesudah hidup kembali, saya memang Sumbadra, tapi 169
Herry Gendut Janarto. Op. Cit. Hlm. 266.
Universitas Indonesia
Pelarangan teater..., Rima Dini Rahayu, FIB UI, 2012
48
Sumbadra yang lain,” ujar Sumbadra sambil dengan rileks menghitung uang dan ikut merancang proyek-proyek baru sang konglomerat170. Sumbadra yang merupakan lambang dari kesertiaan pun telah kalah oleh rayuan duniawi yang hebat dan dapat menggoyahkan nilai-nilai nonmateri yang semula dijunjung tinggi. Pialang Segitiga Emas berlangsung pada 22 Juni 1990 di Balai Sidang, Jakarta. Lakon ini hadir dengan mengangkat tema mengenai masalah penggusuran di Jakarta yang sedang marak di kawasan Segitiga Emas (Segitiga Kuningan yakni Jalan Rasuna Said, Jalan Gatot Subroto dan Jalan Sudirman)171. Harga tanah di kawasan Kuningan tersebut meningkat tajam serta para pialang pun mulai beramairamai berkeliaran. Pialang Segitiga Emas bercerita tentang Bos Parto, seorang pialang tanah yang berambisi untuk menguasai tanah di kawasan Segitiga Emas. Meskipun daerah tersebut siap digusur namun para penduduk tidak begitu saja menyerahkan tanah miliknya. Bahkan ada salah satu penghuninya yang memasang harga hingga 1 miliar untuk sepetak tanah dan gubuk miliknya. Masalah muncul saat kedua orang anak Bos Parto menjalin hubungan dengan penjual tanah dan sarjana sederhana yang juga tinggal di kawasan tersebut. Bos Parto yang pada akhirnya mengetahui hal ini tidak lantas marah. Ia malah memberikan berbagai hadiah untuk perkawinan anakanaknya tersebut. Dengan demikian Bos Parto berhasil mendapatkan tanah di kawasan yang dia idam-idamkan dan pialang tanah pun menjadi pemenangnya. Pementasa Teater Koma kali ini dapat dibilang unik karena didukung oleh pelawak Ibu Kota. Sebut saja Grup Bagito, Grup Seboel, Grup Boom’88, Grup Lesatari dan Grup Domaz172. Oleh karena itu, pementasan ini dianggap tak lebih merupakan ”peristiwa lawak”173.
170
Herry Gendut Janarto. Op. Cit. Hlm. 268. Herry Gendut Janarto. Op. Cit. Hlm. 269. 172 Ibid. 173 Herry Gendut Janarto. Op. Cit. Hlm. 271.
171
Universitas Indonesia
Pelarangan teater..., Rima Dini Rahayu, FIB UI, 2012
49
3.5 Trilogi Lakon Bom Waktu, Opera Kecoa dan Opera Julini
Trilogi Bom Waktu, Opera Kecoa dan Opera Julini ini adalah sebuah trilogi hasil karya N. Riantiarno yang mengangkat tema mengenai masyarakat kelas bawah yang terdiri atas gelandangan, para pelacur dan banci. Bom Waktu, produksi Teater Koma ke-18 yang dipentaskan pada 24 – 30 September 1982 di Teater Tertutup Taman Ismail Marzuki (TIM) membawa nama N. Riantiarno dan Teater Koma semakin besar di kalangan para seniman teater. Dalam pementasan ini N. Riantiarno mengangkat realitas kaum bawah dan menyuarakannya. Pujian pun diberikan kepada N. Riantiarno atas kritik sosial yang terkandung di dalamnya yang dikemas dengan metafora-metafora yang tetap bisa dipahami penonton. Ia tidak terjebak dengan kritik gaya demonstran dan tidak terjebak dalam bentuk pamflet, ada kontemplasi dan ada pula introspeksi174. Opera Kecoa pada 1985 pernah dipentaskan di Taman Ismail Marzuki selama 14 hari dipenuhi penonton membludak yang rela membeli tiket catutan dengan harga tiga kali lipat dari harga tiket asli. Hari pertunjukan ditambah dua hari dengan penonton tetap meluber. Dengan demikian pementasan berlangsung selama 16 hari dari 27 Juli – 11 Agustus 1985175. Opera Kecoa, ketika dipentaskan di Gedung Kesenian Rumentas Siang, Bandung tanggal 23, 24 dan 25 Agustus 1985176 menerima ancaman bom melalui telepon. Pada hari kedua pementasan, anak buah Harry Roesli menerima telepon ancaman bom tersebut177. Penelepon gelap mengatakan bahwa bom sudah dipasang di gedung pertunjukan. Pertunjukan terus berjalan dan bom tak terbukti. Opera Julini dipentaskan pada 22 November – 7 Desember 1986 di Graha Bakti Budaya, TIM178. Episode ketiga dari trilogi ini bercerita tentang Julini yang 174
Pracoyo Wiryoutomo, Profil ”N. Riantiarno: ’Saya Tidak Punya Tujuan Politik’.” Forum Keadilan. Nomor 19, Tahun IV, 1 Januari 1996. Hlm. 60 175 Kronologi Pementasan Teater Koma. Dalam official website Teater Koma www.teaterkoma.org. Diunduh pada Kamis, 28 Oktober 2010 Pukul 01.59 WIB. 176 Kronologi Pementasan Teater Koma. Dalam official website Teater Koma. Loc. Cit. 177 Herry Gendut Janarto. Teater Koma: Potret Tragedi dan Komedi Manusia Indonesia. Jakarta: Grasindo, 1997. Hlm. 164. 178 Ahmad Syaeful Anwar. “Perkembangan Teater Kontemporer Indonesia 1968 – 2008.” Disertasi Doktor Program Studi Ilmu Sejarah Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia. Depok, Maret 2012. Hlm. 198.
Universitas Indonesia
Pelarangan teater..., Rima Dini Rahayu, FIB UI, 2012
50
merupakan seorang waria, setelah meninggal dunia kareta tertembak dihadapkan pada dua pilihan saat akan memasuki pintu akhirat. Ia harus memilih antara masuk melalui pintu untuk laki-laki atau pintu untuk perempuan. Di lain kesempatan, Roima, mantan pacar Julini yang sukses sebagai bandit, dihadapkan pada Tibal yang merupakan teman satu kelompoknya yang ingin menyingkirkan dirinya dari kelompok itu. Sedang Tuminah, pacar Roima yang juga merupakan adih Tibal, memilih untuk bersikap masa bodoh. Lalu muncullah berbagai terror, kerusuhan, dan salah wewenang yang terjadi di sekitar mereka.
3.6 Lakon RSJ (Rumah Sakit Jiwa), 1991
RSJ (Rumah Sakit Jiwa), lakon yang dipentaskan di Gedung Kesenian Jakarta pada tanggal 20 November – 3 Desember 1991, bercerita tentang konflik yang ada di Rumah Sakit jiwa yang telah berdiri lebih dari 20 tahun, namun tak satu pun pasiennya berhasil disembuhkan. Kemudian munculah sosok dokter muda yang baru bekerja di RSJ tersebut bernama Rogusta. Dengan idealisme yang tinggi, Rogusta ingin menanamkan nilai-nilai baru dalam proses pemulihan kejiwaan pasien. Rogusta ingin menerapkan terapi pengobatan dengan caradan pendekatan yang lebih manisiawi dibandingkan sistem ”kejut listrik” yang seringkali dilakukan di RSJ tersebut. Kemunculan Rogusta membuat Profesor Sidarta, pimpinan RSJ, merasa otoritasnya sedang seolah sedang diintip dan disangsikan oleh seorang dokter baru. Murdiwan dan Tunggul, kedua asisten Sidarta, pun merasa tak suka dengan Rogusta karena mereka merasa tersaingi. Orang-orang yang tak menyukai Rogusta ini pun berusaha menjebak Rogusta dengan membuat tuduhan bahwa Rogusta telah melakukan perbuatan tidak bermoral terhadap seorang pasien wanita. Oleh karena hal tersebut, maka Rogusta disidang dihadapan direktur rumah sakit, ketua yayasan dan para dokter lainnya. Nasib Rogusta terlunta-lunta. Ia difitnah ingin memperkosa pasien wanita. Lalu dipecat dan diajukan ke pengadilan. Ia kemudian menjadi gila dan dimasukan kedalam kamar isolasi RSJ yang mengerikan. Bapak dan Ibu meminta pertolongan
Universitas Indonesia
Pelarangan teater..., Rima Dini Rahayu, FIB UI, 2012
51
Profesor Sidarta untuk menyembuhkan Rogusta yang duduk lunglai di kursi. Sebelumnya ia memang telah mati bunuh diri di kamar isolasi. Kursi yang didudukinya yang membelakangi penonton pun berputar perlahan menghadap penonton. Muka rata, tak memiliki mata, hidung, mulut dan telinga179. RSJ merupakan lakon yang digagas N. Riantiarno sebagai reaksi atas pelarangan pentas Opera Kecoa di penghujung tahun 1990. Saat melakukan konferensi pers, N. Riantiarno merasa sebagai seorang pasien RSJ. Dalam waktu bersamaan ia merasa marah, kecewa, putus asa, tertekan, terhina, dongkol, sesak, resah, muak, galau, gusar dan disepelekan bercampur menjadi satu perasaan psikis yang sungguh tak mengenakkan. Tekanan kejiwaan tersebut coba direfleksikan N. Riantiarno dalam sebuah naskah drama setelah melalui proses observasi bersama selurunh anggota Teater Koma ke beberapa rumah sakit untuk mengumpulkan materi dan data yang akurat. Rumah sakit yang mereka datangi antara lain RSJ Bogor, RSJ Grogol, RSJ Cipto Mangunkusumo dan RSJ TNI AL Dr. Mintohardjo180. Berikut adalah dialog RSJ yang mengandung sindiran terhadap pemerintah181. Murdiwan :”Demi kesembuhan. Tuan Profesor memberi petunjuk, agar mereka berani berbunyi. Saya juga mengharapkan mereka berani berbunyi. Tapi, saudara lihat sendiri, mereka tidak berbunyi tapi berbahasa. Dan bahasa yang mereka lontarkan sama sekali tidak punya konteks. Terdiri dari potongan-potongan pikiran. Lepas-lepas. Berbahaya. Dan itu penyimpangan. Mereka cenderung berjalan di luar koridor yang sudah ditentukan oleh petunjuk Tuan Profesor. Dan tugas saya adalah mengamankan petunjuk Tuan Profesor, secara tegas. Paham? Rogusta :”Tidak.” Murdiwan :”Bodoh.” Rogusta :”Baik. Saya bodoh. Langkah pertama adalah ’berani berbunyi’. Begitu saudara bilang, begitu juga petunjuk Tuan Profesor. Bagus. Mereka sudah berbunyi. Langkah berikutnya adalah kata, merangkai kata, berbahasa. Mengungkapkan pikiran, keinginan, harapan, impian. Dan jika sudah sampai ke taraf itu, proses kesembuah sedang terjadi. Mereka sudah melakukannya tadi.” Murdiwan :”Itu kekacauan. Impian bagaimana yang saudara harapkan dari orangorang gila macam mereka? Impian-impian hanya akan mengacaukan. Bunyi saja sudah cukup. Kita, para dokter, yang akan membantu mereka 179
Herry Gendut Janarto. Op. Cit. Hlm. 303. Herry Gendut Janarto. Op. Cit. Hlm. 296. 181 Dalam N. Riantiarno. RSJ, Rumah Sakit Jiwa. Hlm 20 – 23. Tidak diterbitkan. 180
Universitas Indonesia
Pelarangan teater..., Rima Dini Rahayu, FIB UI, 2012
52
merangkaikan bunyi-bunyi itu, sehingga artinya sesuai dengan yang kita inginkan. Dan seragam. Tugas saya membuat bunyi mereka jadi seragam. Karena mereka tidak tahu caranya. Itu sebabnya mereka kita beritahu. Kita tunjukan arah yang benar. Lewat koridor yang kita ciptakan khusus untuk mereka. Koridor tunggal. Milik kita, para dokter. Demi masa depan, nasib mereka sedang kita ukir. Dalam dialog tersebut dapat kita lihat bahwa N. Riantiarno selaku penulis lakon ini, ingin membawa pemahaman penonton terhadap kondisi yang menjadi kritikan didalamnya. Terlihat bagaimana kata ’berbunyi’, ’tidak punya konteks’, ’berbahasa’, ’berbahaya’, ’penyimpangan’, ’kekacauan’ dan sebagainya merefleksikan saat Teater Koma mendapat pelarangan atas keterbukaan yang diungkapkannya pada pementasan sebelumnya. Proses perizinan pentas lakon RSJ tidak selancar proses penyusunan naskah. N. Riantiarno harus mondar-mandir ke gedung Kodam Jaya, menjelaskan keseluruhan cerita RSJ itu. Setiap kali datang, perwira ABRI yang menanyainya selalu bilang, ”Dik, ini bukan interogasi lho, Cuma silaturahmi, supaya saling kenal.”182 rekomendasi akhirnya diberikan setelah pihak yang berwenang menyaksikan presentasi adegan-adegan RSJ di Gedung Kesenian Jakarta. Meskipun memberikan rekomendasi, namun mereka tetap meminta N. Riantiarno untuk mengubah beberapa kata dan kalimat yang dianggap tidak berkenan. Dengan begitu N. Riantiarno pun menyusutkan lakon yang sebelumnya berdurasi 195 menit menjadi 150 menit. N. Riantiarno bersyukur atas kejadian tersebut, oleh karena terkena sensor maka lakon RSJ ini tampil lebih padat dan memikat. RSJ dipentaskan kembali pada 20 – 22 Februari 1992 di Purna Budaya UGM, lalu pada 10 – 15 Maret 1992 bertempat di Teater Tertutup TIM183.
3.7 Lakon Lakon Lainnya, 1991 - 1998 Awal tahun 1991184, tepatnya tanggal 19 Januari, Teater Koma mementaskan Balada Bangkir bertempat di Hotel Hilton. Kemudian pada tahun yang sama tanggal 24 Februari, Teater Koma mementaskan lakon Kena Tipu di Hotel Horison. Pada 20 182
Herry Gendut Janarto. Op. Cit. Hlm. 300. Teater Koma. ”Kronologi Produksi Teater Koma”. http://www.teaterkoma.org 184 Teater Koma. ”Kronologi Produksi Teater Koma”. http://www.teaterkoma.org
183
Universitas Indonesia
Pelarangan teater..., Rima Dini Rahayu, FIB UI, 2012
53
– 30 Juli 1991 bertempat di GBB TIM, Teater Koma mementaskan OKB (Orang Kaya Baru) karya N. Riantiarno yang diadaptasi dari Le Bourgeouis Gentilhomme karya Moliere. Pada 1992185, Teater Koma melangsungkan beberapa pementasa diantaranya karya-karya adaptasi dramawan luar negeri berikut. The Good Person of Schzwan karya Bertolt Brecht yang diadaptasi menjadi Tiga Dewa dan Kupu-kupu, dipentaskan tanggal 27 Juni – 12 Juli di GKJ. The Crucible karya Arthur Miller yang diadaptasi menjadi Tenung, dipentaskan pada 21 November – 6 Desember bertempat di GBB TIM. Pada 1993186, Teater Koma melaksanakan tiga kali pementasan. Pertama pada 23 – 6 Mei yaitu lakon Raja Ubu yang disutradarai oleh Joshua Pandelaki dan diadaptasi dari Ubu Roi karya Alfred Jarre. Kedua, Alpharma yang dipentaskan di Taman Mini Indonesia Indah. Ketiga, Rampok yang dipentaskan pada 1 – 9 Oktober di GKJ dengan sutradara Idries Pulungan hasil adaptasi dari The Robber karya Freidrich Schiller. Pada 23 April – 8 Mei 1994, Teater Koma mementaskan Opera Ular Putih di GBB TIM. Pada 25 November – 8 Desember 1995, Teater Koma mementaskan Semar Gugat di GBB TIM. Pada 7 – 22 Juni 1996, Teater Koma mementaskan Cinta Yang Serakah di GBB TIM. Pada 1 Agustus – 1 September 1997, Teater Koma mementaskan Pastojak di GBB TIM. Pada 23 April – 8 Mei 1997, Teater Koma mementaskan Opera Ular Putih di PKJ TIM. Pada 3 November 1997, Teater Koma mementaskan Kala di GBB TIM. Pada 25 Juli – 7 Agustus 1998, Teater Koma mementaskan Opera Sembelit di GKJ. Pada 16 - 18 November 1998, Teater Koma mementaskan kembali Opera Sembelit di GBB TIM.
185 186
Teater Koma. ”Kronologi Produksi Teater Koma”. http://www.teaterkoma.org Teater Koma. ”Kronologi Produksi Teater Koma”. http://www.teaterkoma.org
Universitas Indonesia
Pelarangan teater..., Rima Dini Rahayu, FIB UI, 2012
54
BAB 4 PELARANGAN UTAMA PENTAS TEATER KOMA 1990
Penulis, dalam proses penelitian ini menetapkan dua lakon utama Teater Koma yang mendapat pelarangan keras dari pemerintah Orde Baru, antara lain lakon Suksesi dan Opera Kecoa. Penulis menggunakan unit kode atau tanda teatrikal yang digagaskan oleh Radhar Panca Dahana187. Hal untuk mempermudah penelitian mengenai tanda dan makna artistic Teater Koma dalam melakukan kontak atau hubungan dengan lingkungan sosial politiknya melalui karya-karya yang dianggap bermasalah tersebut. Radhar Panca Dahana dalam penelitiannya mencoba menyusun unit-unit kode atau tanda teatrikal ke dalam penggolongan yang terdiri atas unit tanda visual, unit tanda auditif dan unit tanda gerak188. Unit tanda visual adalah kode panggung yang terindera secara fisik dan sifatnya relatif lebih stabil dan permanen, seperti: dekor atau setting panggung, property, tat arias, tata busana, dan sebagainya. Unit tanda auditif adalah semua elemen bunyi atau suara diatas panggung, baik berupa dialog, seruan, musik, efek suara, benturan benda, dan sebagainya. Unit tanda gerak adalah semua elemen panggung yang sifatnya relative dinamis dan labil karena berpotensi untuk bergerak, seperti acting, movement, blocking, dan sebagainya.
4.1 Lakon Suksesi, 1990
Suksesi adalah karya N. Riantiarno yang menjadi penutup dari trilogi tentang konglomerasi sesudah Konglomerat Buriswara dan Pialang Segitiga Emas. Suksesi bercerita tentang liku-liku pergantian pemimpin serta jalan panjang seorang calon pemimpin189. Suksesi menjadi cermin terhadap masyarakat akan peristiwa-peristiwa yang sedang berlangsung di masyarakat. Melalui Suksesi, Teater Koma 187
Radhar Panca Dahana. Ideologi Politik dan Teater Modern Indonesia. Magelang: IndonesiaTera, 2000. 188 Radhar Panca Dahana. Op. Cit. Hlm. 56 – 57. 189 Sinopsis Suksesi Dalam official website Teater Koma. ”Detail Produksi”. http://www.teaterkoma.org. Diunduh pada hari Kamis, 28 Oktober 2010 Pukul 01.59 WIB.
Universitas Indonesia
Pelarangan teater..., Rima Dini Rahayu, FIB UI, 2012
55
menggambarkan berbagai intrik, siasat, harapan masa depan yang lebih baik serta renungan tentang moral kekuasaan. Suksesi, bercerita tentang seorang raja bernama Bukbangkalan yang memiliki empat orang anak. Bukbangkalan binggung untuk memilih siapa kelak yang dapat menggantikan tahtanya sebagai raja. Anak pertamanya, Absalom, kaya raya namun seorang penjudi dan tidak memiliki minat untuk menjadi raja. Meskipun Sheiba, istri Absalom, sangat berambisi agar Absalom dapat menggantikan ayahnya, untuk itu Sheiba pun berkomplit dengan tentara-tentara elit. Anak kedua Bukbangkalan, Diah Roro Suksesi, hanyalah sosok wanita karir yang senang mengumbar kesenangan duniawi dan gemar menumpuk kekayaan melalui fasilitas ayahnya. Hal ini membuat Diah Roro Suksesi sering kali melakukan kegiatan sosial yang sebenarnya hanya sebagai kedok. Diah berencana melakukan bisnis baru yaitu meraih tahta, dengan begitu ia pun menggandeng para tentara. Karena kegiatan tersebut, Aswatama, suaminya, semakin tidak terurus sehingga menyalurkan kebutuhannya melalui jasa para penari ronggeng. Anak ketiga dan keempatnya, Lesmana dan Diah Roro Sundari, tidak begitu memiliki minat terhadap tahta kerajaan. Lesmana digambarkan sangat menyukai seni dan memiliki minat yang besar untuk memiliki galeri. Ia adalah seniman kaya yang suka menyelenggarakan pertunjukan dengan teknologi tinggi seperti sinar laser. Sedangkan si bungsu, Diah Roro Sundari, adalah kutu buku yang gemar melakukan penelitian di hutan-hutan pegunungan. Karena sangat menyukai ilmu botani, Sundari pun membeli gunung untuk disulap menjadi laboratorium mewah. Saat tak satu pun dari anak-anaknya yang dianggap oleh Bukbangkalan tidak tepat untuk menggantikannya, pembantu yang mengelilinginya pun tidak ada yang dapat dipercaya. Para pembantu Bukbangkalan adalah orang-orang munafik yang dengan berbagai cara mengincar tahta. Hanya Tagog dan Bilung saja pembantu yang setia mengabdi kepada Bukbangkalan, namun mereka pun tak sanggup untuk menolong dan memberikan pemecahan masalah. Dengan begitu, Raja Bukbangkalan tetap harus melaksanakan proses suksesi, meskipun menurutnya tidak ada seorangpun yang berkualitas untuk menduduki tahtanya. Pesan yang diberikan Teater Koma dalam lakon ini adalah proses pergantian kepemimpinan akan selalu
Universitas Indonesia
Pelarangan teater..., Rima Dini Rahayu, FIB UI, 2012
56
berlangsung. Pemimpin lama tetap akan tergantikan oleh pemimpin yang baru. Seorang tokoh tenggelam, seorang tokoh lain kemudian muncul, begitulah sejarah190. Dalam pertunjukan Suksesi, tanda visual terlihat pada Raja Bukbangkalan yang digambarkan sebagai orang tua yang telah beruban namun gerakannya tetap lincah terutama saat bermain yoyo yang merupakan kegemarannya. Raja memiliki singgasana berhiaskan gambar papan catur dan gurita besar. Pesanggrahan Raja yang ditempatkan di panggung dengan posisi lebih tinggi dibandingkan dengan panggung kejadian lainnya191. Pesanggrahan yang dijaga ketat, berada di ketinggian, hanya bisa dicapai melalui gerbang besi yang kokoh dan melalui lorong yang gelap192 Hal ini merupakan semacam analogi yang menempatkan kekuasaan ada pada kursi penguasa tertinggi, dimana kekuasaan yang ternyata tak lebih dari jalinan tangan gurita, permainan catur menggambarkan pemain dari para penasihat terdekat, dan hanya terombang ambing dua arah selayaknya permainan yoyo193. Selain itu ada pula tokoh-tokoh lainnya yang digambarkan dengan kostum, wajah dan rambut yang sesuai dengan penggambaran fiktif masyarakat umum. Tanda gerak lakon Suksesi terlihat dari akting masing-masing tokoh yang menunjukan reaksi khusus sesuai utama mengenai pergantian tahta194. Sikap Absalom sebagai anak tertua yang ambisiun dan cenderung emosional namun sebenarnya ia pengecut dan tidak memiliki kemampuan untuk memimpin. Sikap Suksesi sebagai anak kedua yang licik dan berambisi untuk mendapatkan tahta, untuk itu ia selayaknya seorang pejabat seperti sang ayah. Sikap Lesmana sebagai anak ketiga yang digambarkan acuh tak acuh dan tidak memiliki ambisi sama sekali selain dalam hal berkesenian. Sikap Sundari sebagai anak bungsu yang pendiam, manja dan cenderung sinis yang hanya berambisi pada penelitian mengenai tumbuhtumbuhan.
190
Ibid. Radhar Panca Dahana. Op. Cit. Hlm. 66. 192 Radhar Panca Dahana. Op. Cit. Hlm. 61. 193 Mudji Sutrisno. “Suksesi yang ‘Sukses’ dari T. Koma”. Harian Merdeka, Jumat 12 Oktober 1990, hlm 4. Dalam Radhar Panca Dahana. Op. Cit. Hlm. 102. 194 Radhar Panca Dahana. Op. Cit. Hlm. 63.
191
Universitas Indonesia
Pelarangan teater..., Rima Dini Rahayu, FIB UI, 2012
57
Tanda auditif lakon Suksesi di dapat melalui berbagai dialog karena hampir di setiap adegan memiliki unsur spasial (politik)
195
, seperti penggunaan kata
”daripada”, ”pembangunan” dan ”kekuasaan” yang sering diucapkan para tokoh di dalam dialognya. Absalom
:”Merebut? Merebut? Bagaimana caranya? Aku tidak mau merebut tahta dengan cara-cara yang tidak wajar?” Sheba :”Segalanya akan nampak seperti wajar. Percayakan itu semua padaku. Pada saatnya nanti, kanda akan sampai di puncak, tanpa kanda sadari. Satu hal yang saya mohon adalah, kanda setujui apa saja rencana saya.” Absalom :”Aku tidak mau ada tumpah darah.” Sheba :”Tidak akan ada darah, percayalah. Yang akan ada hanyalah semacam upaya memperoleh secarik surat keputusan dari ayah, agar sejarah percaya bahwa memang kandalah yang ditugaskan untuk memimpin kerajaan ini sesudah ayahanda Raja tidak lagi sanggup memerintah.” Absalom :”Secarik surat keputusan?” Sheba :”Semacam surat perintah. Sebuah jimat. Agar rakyat percaya bahwa kanda memang pahlawan yangkejatuhan wangsit dewata.” Dari dialog196 tersebut di atas dapat kita simak bahwa ada semacam sindiran terhadap kemungkinan sebuah bentuk suksesi negara yang dialihkan setelah mendapatkan sebuah surat sakti atau surat keputusan atau surat perintah. Berikut adalah pidato dari Diah Roro Suksesi pada sebuah acara malam dana
197
:
Suksesi :”Ibu-ibu yang kami muliakan. Di dalam era pembangunan dari pada kerajaan kita ini.. (Mikropon feedback mendadak. Suksesi menutup telinganya. Begitu juga ibu-ibu yang lain. Untung tak lama mike normal kembali).. di dalam era pembangunan dari pada kerajaan kita ini, maka kita di samping harus melihat ke depan, maka sudah sepantasnya dari pada sekali-kali kita menengok ke belakang, untuk melihat dari pada sudah sejauh mana dari pada perjalanan kita. Apa saja yang sudah kita lakukan, serta apa manfaat yang sudah dipetik oleh dari pada masyarakat. Ibu-ibu yang kami muliakan, hadirin sekalian. Saya tidak akan berpidato dari pada panjang lebar, karena itu akan membuangbuang waktu saja. Tapi saya akan sekedar mengingatkan dari pada 195
Radhar Panca Dahana. Op. Cit. Hlm. 65. Dialog babak empat dalam N. Riantiarno. Suksesi. Diterbitkan oleh Teater Koma, Oktober 1990. Hlm. 21. 197 Dialog babak delapan dalam N. Riantiarno. Suksesi. Diterbitkan oleh Teater Koma, Oktober 1990. Hlm. 27.
196
Universitas Indonesia
Pelarangan teater..., Rima Dini Rahayu, FIB UI, 2012
58
maksud dan tujuan dari pada acara malam ini. Berpuluh ribu saudara-saudara kita masih hidup dari pada dalam kesengsaraan. Berbagai musibah melanda kerajaan kita belakangan ini. Banjir, gunung meletus, gempa bumi, musim kering yang memusnahkan dari pada tanaman padi berhektar-hektar. Dan hal seperti itulah yang seharusnya menyentuh dari pada hati nurani kita. (Beberapa ibu-ibu menangis kerena tersentuh hatinya) Maka dari it, malam dana ini berusaha untuk menghimpun dana ituuntuk kepentingan dari pada saudara-saudara kita yang sengsara itu ...” Dalam pidato diatasa dapat kita simak bahwa gaya bahasa yang dipakai adalah gaya berbicara yang sering dipergunakan oleh pejabat-pejabat di era Orde Baru. Dialog tersebut di buat hiperbola dengan penggunaan kata ”dari pada” yang berlebihan. Berikut adalah percakapan antara Raja Bukbangkalan dengan abdi setianya, Togog dan Bilung198: Bukbang
Togog Bukbang
Bilun Bukbang
:”Inilah beda antara seorang Raja dengan seorang penguasa sejati. Raja, lebih-lebih jika tahta dan mahkotanya dia peroleh karena warisan, sudah cukup puas jika tahtanya tidak terganggu. Tapi aku, di samping raja juga penguasa sejati. Aku seorang pemburu. Kekuasaaan adalah semacam sport bagiku. Aku tidak betah Cuma duduk di tahta dan memakai mahkota, sesuatu yang hanya pantas dilakukan oleh badut-badut. Aku senang melihat konflik, bahkan senang nyerempet-nyerempet bahaya. Kubiarkan berkali-kali musuh-musuku nyaris merebut tahtaku. Lalu, pada saat yang tepat kugebuk mereka ketika mereka merasa bahwa tahta dan mahkota tinggal satu langkah lagi untuk di raih.itulah olahraga yang paling mengasyikkan. :”Biarpun untuk itu, paduka harus mengorbankan orang-orang yang paduka cintai? :”Haruskah kita terus mencintai mereka yang pada akhirnya mencoba membunuh kita? Membunuh atau dibunuh, itulah masalahnya. Tapi aku tidak pernah terburu nafsu. Kang Togog, latihan semacam ini penting bagiku. Untuk mengasah naluri, bakat dan kepekaan dalam menghadapi bahaya. Lagipula bisa menyebabkan aku awet muda.” :”Lalu apa manfaatnya olahraga semacam ini untuk rakyat kecil?” :”Ya, memang tidak ada. Yang dibutuhkan oleh rakyat kecil kan sederhana saja: cukup makan, cukup pakaian, rumah dan sedikit perwujudan dari impian masa depannya? Ini kan bukan jenis olahraga mereka? Olahraga mereka adalah olahraga perut dan mulut. Itukan sudah kupenuhi? Kalau tidak mana mungkin mereka mencintaiku?”
198
Dialog babak duapuluh tujuh dalam N. Riantiarno. Suksesi. Diterbitkan oleh Teater Koma, Oktober 1990. Hlm. 48.
Universitas Indonesia
Pelarangan teater..., Rima Dini Rahayu, FIB UI, 2012
59
Pada dialog diatas kita dapat melihat bagaimana pandangan seorang raja yang berfikir tentang kekuasaan hanya sebagai olahraga. Demi latihan olahraga tersebut bahkan Raja Bukbangkalan rela untuk mengorbankan orang-orang yang dicintainya. Meskipun demikian permainan olahraga kekuasaan ini pada dasarnya tidak bermanfaat untuk kemajuan rakyat yang dianggap tidak tahu apa-apa asalkan kebutuhan pokoknya terpenuhi. Suksesi, bagian ketiga dari trilogi Konglomerat Buriswara dan Pialang Segitiga Emas tidak ketinggalan ikut serta dalam pelarangan pentas. Izin pementasan Suksesi, yang telah menelan biaya hingga Rp 200 juta, dicabut pada hari ke sebelas dari rencana 14 hari pementasan. Selasa sore, 9 Oktober 1990, ketika larangan tersebut dijatuhkan oleh pihak kepolisian, sebagian besar pemain telah siap dengan kostum dan dandanan masing-masing199. Penghentian pementasan Suksesi tertuang dalam Surat Keputusan Kapolda Metro Jaya No B/11603/X/90/Datro tertanggal 9 Oktober 1990200. Dalam SK yang ditandatangani Kadit Interpol kol. Pol. M. Nurdin itu, Kapolda memutuskan, ”Mencabut kembali dan membatalkan surat izin keramaian No. SI/DITIPP/603/IX/1990 tertanggal 11 September 1990201. Juru bicara Kapolda Metro Jaya, Let. Kol. Pol. Latief Rabar, mengatakan bahwa pencabutan izin pementasan drama Suksesi berdasarkan tiga hal202. Pertama antara materi naskah dengan pelaksanaan pementasan terdapat penyimpangan. Kedua, ide cerita yang diangkat tidak dari patokan cerita yang baku, yang di dalamnya tergambar adanya maksud tertentu, sehingga dapat mempengaruhi penonton terhadap hal yang tidak mengandung kebenaran. Alasan ketiga adalah ide cerita yang diangkat fiktif dan rekaan dengan maksud-maksud tertentu serta dapat mempengaruhi masyarakat penonton terhadap hal-hal abstrak. Untuk itu, Letkol, Latief Rabar mengatakan, ”Masyarakat penggemar teater tersebut diharapkan dapat memahami langkah-langkah yang diambil Polda Metro Jaya mencabut izin
199
Herry Gendut Janarto. Teater Koma: Potret Tragedi dan Komedi Manusia Indonesia. Jakarta: Grasindo, 1997. Hlm. 273. 200 Tim Media Indonesia. “Polda Cabut Izin Pentas Suksesi Teater Koma”. Media Indonesia. Rabu, 10 Oktober 1990. 201 Ibid. 202 Redaksi Pembaruan. “Tiga Alasan Kenapa Izin Drama ‘Suksesi’ Dicabut”. Suara Pembaruan. Rabu, 10 Oktober 1990.
Universitas Indonesia
Pelarangan teater..., Rima Dini Rahayu, FIB UI, 2012
60
keramaian dengan tujuan memelihara keamanan dan ketertiban di ibukota, Bekasi, Tangerang dan Depok.”203 Persoalan Suksesi204 pernah ramai dibicarakan pada April – Juni 1989. Menteri Koordinator Politik dan Keamanan, Sudomo, melemparkan sebuah permasalahan bahwa ”Perlu disiapkan konsensus untuk hadapi Pemilu 1992” (Harian Angkatan Bersenjata, 7 April 1989)205. Sudomo dan Tim P-7 yang dipimpin oleh Dr. Ruslan Abdulgani melihat perlunya mempersiapkan dan mengajukan beberapa konsensus dalam rangka mengembangkan demokrasi Pancasila di masa datang, khususnya Pemilu 1992. Hal yang menarik dari keterangan diatas adalah saat dilontarkannya rumusan tersebut Presiden Soeharto baru saja dilantik MPR pada April 1988 untuk kelima kalinya. Suksesi kepemimpinan nasional adalah bagian yang tak terpisahkan dari demokrasi. Dalam kerangka ini karakter suksesi yang disyaratkan adalah suksesi yang dilaksanakan secara berkala, kompetitif, damai dan dilakukan melalui mekanisme perwakilan politik yang efektif206. Namun dalam praktiknya sulit terpenuhi keempat syarat secara sekaligus. Saat satu negara melaksanakan suksesi secara damai dan teratur atau berkala, pada saat yang sama tidak ada kompetisi politik. Sebaliknya, saat satu negara dapat menjalankan suksesi berkala dan kompetitif, pada saat tertentu disertai pula dengan terjadinya kekerasan bahkan pertumpahan darah. Hal inilah yang menurut penulis, menjadi dasar sindiran yang terkandung di dalam lakon Suksesi, Teater Koma. Hal ini pula lah yang membuat pihak berwenang merasa terganggu dengan pesan-pesan yang disampaikan Teater Koma kepada para penontonnya karena dapat memunculkan kembali persoalan suksesi kepemimpinan nasional yang telah berhasil diredam oleh pemerintah.
203
Ibid. Suksesi, sebuah kata yang berasal dari bahasa Belanda, successie yang berarti pergantian seorang raja oleh putera mahkota. Sebuah kamus menyebutkan bahwa succession (dalam bahasa Inggris) adalah the right, act, or process by which one person succeeds to the office, rank, eatate, or the like, of another. The Random House College Dictionary (New York: Random House, 1988. M. Amien Rais. “Suksesi Kepemimpinan Nasional” Kata Pengantar dalam Peter Calvet, Proses Suksesi Politik (Yogyakarta: Tiara Wacana, 1995). Dalam Riza Noer Arfani, (Ed.) Demokrasi Indonesia Kontemporer. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 1996. Nlm. 239. 205 Riza Noer Arfani. (Ed.). Op. Cit. Hlm. 240. 206 Eep Saefulloh Fatah. Zaman Kesempatan: Agenda-agenda Besar Demokratisasi \Pasca Orde Baru. Bandung: Mizan, Februari 2000. Hlm. 161.
204
Universitas Indonesia
Pelarangan teater..., Rima Dini Rahayu, FIB UI, 2012
61
4.2 Lakon Opera Kecoa, 1990
Opera Kecoa adalah bagian kedua dari trilogi Opera Kecoa, Bom Waktu dan Opera Julini. Opera Kecoa berkisah tentang seorang kaum miskin urban yang diwakili waria, pelacur, gelandangan dan para bandit yang mencari penghidupan di kota. Pemandangan pertama digambarkan secara visual sisi lain suasana tentang peradaban kota yang gemerlap. Tentang kehidupan para kecoa yang berhimpitan dalam lorong-lorong yang gelap dibalik kemegahan gedung-gedung tinggi, monumen. Di balik kota digambarkan dengan pemandangan yang kedua rumahrumah reyot saling berhimpit, got-got yang kotor, sepetak tanah tempat anak main kelereng, ibu-ibu di depan rumah saling mencari kutu. Kompleks rumah tangga yang baik-baik dan kompleks pelacuran, banyak derita, kelaparan, kemiskinan dan tragedi. Mereka digusur, ditembaki dan perkampungannya dibakar, keadilan tidak berpihak kepadanya, yang satu kecoa yang lainnya garuda. Kaum miskin pinggiran sebuah
kelas
sosial
yang
termarginalkan
oleh
negara.
Negara
masih
mendiskriminasikan kaum waria, baik secara politik atau pun hukum. Konflik utama dalam drama ini adalah pergulatan orang-orang “terbuang” untuk bertahan hidup dan memperjuangkan nasib mereka. Akan tetapi, mereka seakan-akan sudah digariskan untuk selalu kalah. Orang-orang yang berkuasa pada akhirnya selalu mengalahkan mereka-membakar kawasan kumuh. Ketika akhirnya kedua pihak tersebut sudah siap berperang, Roima menghimbau orang-orang “terbuang” untuk kembali ke tempat asal mereka. Maka kembalilah mereka ke dalam got tempat yang sudah seharusnya207. Dimulai dari Julini dan Roima dikejar-kejar satpam ketika sedang mencari teman-teman lamanya, Tarsih, Tuminah dan Tarkana. Begitupun penghuni perkampungan kumuh selalu dalam pengawasan satpam. Tarsih dalam kecemasan, sekalipun rumah pelacuran yang dikelolanya dengan sertifikat hak milik, selalu terancam peringatan penggusuran, di samping pemerasan dengan mengatasnamakan uang keamanan. Di perumahan kumuh terjadi percekcokan, Asnah dengan seorang rentenir dan tukang sulap berdagang obat anti kecoa. Konflik berikutnya antara 207
Melody Violine. “Opera Kecoa”. http://nyanyianbahasa.wordpress.com/2009/09/05/opera-kecoa/ 25 Oktober 2009. Pukul 21.09 WIB.
Universitas Indonesia
Pelarangan teater..., Rima Dini Rahayu, FIB UI, 2012
62
Tarsih dengan Julini. Tarsih yang sudah kaya dan memiliki komplek pelacuran yang maju, tidak menerima Julini sebagai sahabat lamanya. Cara hidup di kota besar, tidak gampangan. Kehadiran Julini dipandang Tarsih jika bergabung kembali dengannya hanya akan menjadi beban saja, karena Julini sudah dianggap tidak akan produktif. Dengan sikap Tarsih yang curiga pada Julini, Julini dan Roima kian berat tantangannya, dari masalah tempat tinggal hingga pekerjaan. Pajak pelacuran yang kian tinggi, Tarsih harus mengamankan dari ancaman penggusuran dengan memasang badan Tuminah, dengan memanfaatkan kekuasaan salah satu pejabat yang manjadi langgangan tetapnya Tuminah. Tukang sulap kian gencar tentang promosinya obat kecoa, Julini bergabung dengan perumahan pelacuran kelas bawah dan kelompok banci-banci, Roima mendapat pekerjaan dengan menggabungkan diri dengan komplotan bandit yang dipimpin Kumis dan Bleki dengan bantuan Tuminah. Pejabat semakin ketagihan bersenang-senang di pelacuran Tarsih dengan membawa tamu-tamu asing, sebagai servis proyek-proyek bantuan dengan mengatasnamakan pembangunan. Hubungan Roima dengan Tuminah kian intens, hingga Julini merasa kehilangan Roima. Roima jarang pulang, dia sibuk dengan dunia kerjanya dan menghabiskan waktu dengan Tuminah, sehingga Julini cemburu berat. Julini dengan Roima bertengkar luar biasa setelah Julini mengetahui bahwa Roima berselingkuh dengan Tuminah. Julini pun lari meninggalkan Roima hingga Julini tertembak di tengah banci-banci yang sedang melawan petugas, karena bancibanci merasa terhina kemanusiaannya oleh isi pidato petugas yang sudah merendahkan harga dirinya. Julini tertembak oleh satpam yang sedang mengamankan situasi. Adegan berikutnya adalah kebakarannya kompleks pelacuran milik Tarsih dan daerah kumuh terbakar ludes. Tarsih tragis, untuk menyelematkan sertifikat dan surat-surat penting, Tarsih dengan memasuki rumahnya yang sedang dilahap api. Dia pun mati terpanggang. Atas dasar kematian Julini, Roima menuntut pejabat agar dibuatkan monumen Julini untuk menghargai perjuangannya, dan pejabat mengabulkannya. Patung Julini dapat diterima oleh patung-patung monumen lainnya yang sudah lebih awal didirikan. Lain halnya ketika Roima mengadukan masalah kompleks yang
Universitas Indonesia
Pelarangan teater..., Rima Dini Rahayu, FIB UI, 2012
63
kebakaran,
Roima
membawa
masa
yang
beringas
ingin
meminta
pertanggungjawaban pejabat atas petaka itu. Rombongan masa beringas yang dipimpin Roima, yang melihat pejabat dipagari dengan pasukan anti huru-hara dengan persenjataan yang lengkap, Roima memilih mundur dan mengendurkan otototot. Pejabat dan pasukannya sudah menantang dan Roima menenangkan massa untuk tidak terjebak pada anarkisme dan menghindari dari korban yang akan berjatuhan. Orang-orang dengan diam beranjak kembali ke got-got dengan menyanyikan Jula-Juli Anjing Bringas. Dalam pertunjukan Opera Kecoa, tanda visual terlihat pada dekorasi panggung yang mewakili gedung-gedung bertingkat Ibu Kota yang berdampingan dengan kawasan kumuh yang terdiri dari lokalisasi dan gubuk-gubuk reot milik para gelandangan208. Kawasan mewah diletakkan pada posisi yang lebih tinggi dari kawasan kumuh untuk menegaskan derajatnya di masyarakat yang juga lebih tinggi. Tanda visual juga terlihat dari pemakaian kostum dan make up yang menegaskan karakter masing-masing, dari sinilah dalam waktu sekilas penonton langsung dapat membedakan siapa yang berakting menjadi waria, pelacur, bandit, satpam, ataupun pejabat. Tanda gerak lakon Opera Kecoa terlihat dari akting masing-masing tokoh yang menunjukan karakternya masing-masing yang menegaskan posisi mereka dalam masyarakat. Melalui kedua tokoh utama yakni Julini dan Roima yang sekali lihat pun kita dapat menerka bahwa mereka adalah pasangan homoseksual dari kelas bawah. Hal ini digambarkan pada gerakan-gerakan mereka yang luntang-lantung tidak punya tempat tinggal dan pekerjaan, saat mendapatkan tempat tinggal dan pekerjaan pun bukan dari tempat dan pekerjaan kelas atas209. Tanda auditif lakon Opera Kecoa di dapat melalui berbagai dialog bahkan nyanyian210 atau yel-yel khusus dalam Opera Kecoa ini sudah dapat mengisyaratkan keseluruhan cerita. Mereka berhimpitan di gorong-gorong dan kolong jembatan 208
Dalam DVD Pementasan Opera Kecoa. Dalam DVD Pementasan Opera Kecoa. 210 Dialog pembukaan babak satu N. Riantiarno. Opera Kecoa. Diterbitkan oleh Teater Koma, Juli 1985. Hlm. 22.
209
Universitas Indonesia
Pelarangan teater..., Rima Dini Rahayu, FIB UI, 2012
64
Sementara yang lain main golf Mereka merindukan rumputan Sementara yang lain berkelimpahan Mereka cuma Kecoa Sementara yang lain, Garuda Dalam nyanyian tersebut kita dapat menyimak bahwa masyarakat kelas bawah dilambangkan denga kecoa yang hidup gi gorong-gorong dan kolong jembatan, sedang kebalikannya masyarakat kelas atas dilambangkan dengan garuda. Nyanyian lainnya yang turut memberikan tanda auditif Opera Kecoa adalah nyanyian penutup berjudul Jula-Juli Anjing Beringas211: Kita ini anjing-anjing beringas Tai dan emas kita makan Haram hidup dari belas kasihan Kebahagiaan harus dirampas Dengan akal Dengan tangan kita Dengan kekerasan Jika tidak kita tetap sengsara Kita ini kumpulan ajag Siap bertarung jika terpaksa Uang tidak jatuh dari langit Dan doa-doa sering tidak berguna Kehormatan adalah Kekuasaan dan harta Rebut, rebutlah Jika tidak, kita tetap terhina Jika tidak, kita tetap terhina dalam nyanyian diatas kita dapat menyimak bagaimana N. Riantiarno mengerahkan emosi yang menjadi titik puncak dari permasalahan ke dalam penggunaan kata yang tajam dan cenderung bersifat vulgar. Oleh karena penggunaan kata kotoran dalam ucapan sehari-hari digunakan secara langsung di dalam nyanyian tersebut. Meskipun demikian hal tersebut lazim dipergunakan oleh masyarakat bawah sebagai ungkapan kekesalan, kemarahan atau kekecewaannya dalam percakapan tidak formal seharihari. Dan N. Riantiarno menuangkannya ke dalam nyanyian ini untuk menegaskan maksud di dalamnya, karena apabila penggunaan kata ini digantikan dengan yang lain akan dapat mengurangi makna dari kata tersebut.
211
Dialog penutup babak duapuluh sembilan dalam N. Riantiarno. Opera Kecoa. Diterbitkan oleh Teater Koma, Juli 1985. Hlm. 40.
Universitas Indonesia
Pelarangan teater..., Rima Dini Rahayu, FIB UI, 2012
65
Berikut adalah dialog antara petugas dengan waria saat mengamankan daerah yang menjadi lokalisasi para waria mencari nafkah212. Petugas :”Dengarkan saya, mbak-mbak, dengar saya. Yang tidak mau mendengar pasti menyesal. Ini penting untuk masa depan mbak-mbak. Penting. Setiap hari, saya yakin, mbak-mbak pasti bercermin. Coba sekali waktu perhatikan wajah kalian. Apa tidak pernah punya rasa malu?” Banci 1 :”Punya kok, Cuma nggak pernah dipakai. Hanya dipakai kencing.” Petugas :”ini bukan guyonan. Ini penting. Dalam rangka pembangunan moral, segala prilaku yang menyinggung perasaan akan disikat habis. Apalagi prilaku amoral, seperti kalian. Menjadi banci saja sudah dosa, apalagi sekaligus pelacur.” Banci 2 :”Banci itu kodrat. Pernah baca buku nggak?” Petugas :”Kodrat, tapi kan tidak harus jadi pelacur?” Banci 3 :”Jangan main-main Pak, saya ini dwifungsi lho. Siang jadi tukang becak, malam hari ngebanci untuk cari tambahan. Anak saya lima, istri saya tahu kerja saya kalau malam apa.” Petugas :”Apa tidak bisa kerja lain?” Banci 3 :”Bisa. Merampok. Tapi kan dilarang?” Petugas :”Melacur juga dilarang, tahu nggak? Dan saya datang untuk memperingatkan kalian, mumpung masih ada waktu.” Dalam dialog diatas kita dapat melihat bagaimana N. Riantiarno memunculkan pandangan umum bagaimana publik berfikir tentang para waria. Dialog tersebut juga menggambarkan bahwa profesi waria tidak lebih buruk dari pada menjadi pejabat jahat yang sering melakukan tindak korupsi. Selain itu dalam dialog diatas juga terdapat kata-kata yang dekat dengan pemerintahan seperti ’pembangunan mental dan spiritual’ dan ’dwifungsi’, serta terdapat pula kata ’menyinggung’ yang penulis artikan menjadi kritikan tajam yang menjadi realitas. Berikut adalah dialog213 di rumah Pak Pejabat, saat Roima bersama-sama dengan para waria membawa mayat Julini setelah kematiannya yang disebabkan oleh tidak sengaja tertembak pistol satpam saat terjadi huru-hara para waria. Roima
:”Dia hanya ingin hidup, dia tidak pernah ganggu orang, tak pernah memaksa. Apa yang selama ini dia lakukan hanyalah upaya agar dia tidak kelaparan. Coba tunjukan cara lain untuk bisa memperoleh penghasilan. Coba tunjukan, tunjukan. Tak pernah ada jawaban. Yang ada hanya pidato-pidato saja dia,
212
Dialog babak duapuluh satu dalam N. Riantiarno. Opera Kecoa. Diterbitkan oleh Teater Koma, Juli 1985. Hlm. 35. 213 Dialog babak duapuluh dua dalam N. Riantiarno. Opera Kecoa. Diterbitkan oleh Teater Koma, Juli 1985. Hlm. 36.
Universitas Indonesia
Pelarangan teater..., Rima Dini Rahayu, FIB UI, 2012
66
kami bisa kenyang? Dia bekerja, banting tulang memeras keringat. Kemudin dia dapat uang. Dia memang cabo, itu karena dia tidak mungkin jadi sekretaris. Keahliannya cuma memijat. Dia memang cabo, tapi bukan berarti dia tidak ingin jadi direktris. Nasib melemparkan dia ke dalam got, dan sampai tua dia akan tetap ada di dalam got, berhimpitan dengan kutu dan kecoa. Kami orang-orang kecil. Masalah kami hanya masalah perut. Tapi mengapa harus dia yang ditembak mati? Dia memang cabo, tapi ternyata banyak orang yang membutuhkannya. Tapi kemudian dia yang dikejar-kejar, bukan mereka, bukan orangorang yang datang. Jika ada jalan untuk jadi baik, kami akan ikuti jalan itu. Asal jangan jalan yang penuh pelor dan bedil.” Pejabat :”Betul. Baik. Jadi maunya apa?” Roima :”Kami menuntut tindakan adil bagi penembaknya.” Banci 3 :”Kami minta Julini dibikin jadi patung. Peristiwa ini pantas untuk dikenang bagi setiap orang. Yang bencong maupun bukan.” Banci 1 :”Bikin monumen Julini.” Banci 4 :”Plaza.” Banci 2 :”Mendali penghargaan.” Banci 5 :”Jdikan nama jalan. Pejabat :”Diam semua. Baik. Laporan kalian akan kami pelajari, dan tunggu sampai kami selesai memproses kasus ini. Yang salah tentu tidak akan luput dari putusan. Soal lain-lain, tunggu putusan.” Dalam dialog diatas kita dapat melihat bagaimana masyarakat kecil menuntut atas sebuah ketidakadilan yang menimpa Julini. Namun dapat dilihat pula bahwa sikap pejabat cenderung acuh dan mengabaikan tuntutan tersebut. Hal ini dianggap merepresentasikan segala hal yang terjadi di sekitar. Di saat ada tuntutan dari rakyat, pemerintah hanya memberikan janji dalam bentuk pidato. Drama Opera Kecoa adalah salah satu karya Riantiarno yang menarik untuk dijadikan ukuran, betapa kerasnya tekanan dan pelarangan terhadap drama ini. Setelah masalah ancaman bom pada tahun 1985, kembali Opera Kecoa mendapatkan masalah. Saat pentas uji coba untuk persiapan ke Jepang (Tokyo, Osaka, Fukuoka, Hiroshima214) dibubar paksa polisi kerena Teater Koma tak termasuk teater yang mendapat izin pentas di gedung TIM, 1990. Dengan begitu izin pentas di Jepang pun tak didapatkannya, sehingga pentas keliling di empat kota di Jepang dibatalkan.
214
Dalam Kronologi Pementasan Teater Koma. http://www.teaterkoma.org//
Universitas Indonesia
Pelarangan teater..., Rima Dini Rahayu, FIB UI, 2012
67
Pada, 28 November 1990, saat Teater Koma sedang melakukan persiapan pementasan Opera Kecoa, pihak GKJ diminta menghadap Letkol Drs. Abbas Bachri di Mapolda Metro Jaya pada pukul 09.00 WIB. Pertemuan yang baru berlangsung pukul 11.00 WIB tersebut dihadiri oleh Farida Feisol, Husein Wijaya, Umar Sudiarso, I Gusti Kompiang Raka, serta wakil Dinas Pariwisata, Dinas Kebudayaan DKI dan Direktorat Sospol DKI215. Pertemuan ini menerangkan bahwa Opera Kecoa tidak dapat dipentaskan dan harus segera dibatalkan. Dan secara resmi pihak GKJ terpaksa mengeluarkan surat kepada Teater Koma, yang kemudian diedarkan kepada wartawan dan penonton.
Surat
bernomor
329/KBP-GKJ/XI/1990 tersebut
ditandatangani oleh Farida Feisol, selaku Kepala Badan Pengelola Gedung Kesenian Jakarta216. Dua puluh menit sesudah jam pertunjukan yang seharusnya dimulai Pukul 20.00 WIB, kepada para penonton diedarkan selembaran yang berbunyi: “Dengan ini diberitahukan bahwa berkenaan dengan rencana pergelaran Opera Kecoa oleh Teater Koma di Gedung Kesenian Jakarta tidak diizinkan oleh yang berwajib, maka dengan sangat menyesal terpaksa kami tidak bisa menyelenggarakan pergelaran tersebut di Gedung Kesenian Jakarta, terhitung mulai tanggal 28 November s/d 7 Desember 1990.”217 Banyak para seniman menghimbau Nano Riantiarno untuk menuntut balik atas kerugian yang diterimanya oleh karena pembatalan dan pelarangan pentas tersebut. Namun Nano Riantiarno tidak pernah melakukannya dan hanya menganggap kejadian tersebut sebagai salah satu cobaan Teater Koma untuk dapat menempuh kiprah yang lebih luas. Opera Kecoa, pada Juli – Agustus 1992, dipanggungkan oleh Belvoir Theatre, salah satu grup teater garda depan di Sydney, Australia218.
4.3 Reaksi Pelarangan Pentas Teater Koma
Permasalahan yang terjadi dengan Teater Koma mendapatkan banyak tanggapan dari masyarakat. Banyak diantara tanggapan tersebut dihubungkan dengan keterbukaan politik, demokrasi serta batas-batas kemerdekaan berpendapat. Permasalahan terhadap pementasan Teater Koma ini menimbulkan banyaknya 215
Herry Gendut Janarto. Op. Cit. Hlm. 277. Herry Gendut Janarto. Op. Cit. Hlm. 279. 217 Redaksi. “Pementasan ‘Opera Kecoa’ Dibatalkan”. Kompas. Kamis, 29 November 1990. 218 Kronologi Pementasan Teater Koma. Dalam official website Teater Koma. Loc. Cit. 216
Universitas Indonesia
Pelarangan teater..., Rima Dini Rahayu, FIB UI, 2012
68
media yang turut mengangkatnya. Khusus dalam lakon Suksesi dan Opera Kecoa bahkan diangkat menjadi berita utama yang di hadirkan di halaman depan. Seperti Tempo, 20 Oktober 1990 yang menghadirkan ulasan Suksesi bertajuk ”Suksesi dan Sensor: Perlukah Sebuah Banyolan Dibredel?”. Majalah Jakarta-Jakarta No. 231 1 – 7 Desember 1990 pun turut mengulas pementasa Opera Kecoa yang juga dihadirkan di halaman depan, bertajuk ”Opera Batal!” Gambar 3 “Suksesi dan Sensor Perlukah Sebuah Banyolan Dibredel?” Tempo No 34 Tahun XX 20 Oktober 1990 Koleksi Perpustakaan Nasional Republik Indonesia
Gambar 4 “Opera Batal!” Jakarta-Jakarta Mingguan No. 231 1 – 7 Desember 1990 Koleksi Perpustakaan Nasional Republik Indonesia
Universitas Indonesia
Pelarangan teater..., Rima Dini Rahayu, FIB UI, 2012
69
Berdasarkan pidato kenegaraan presiden Soeharto menyambut HUT ke-45 Proklamasi Kemerdekaan, 17 Agustus 1990, di DPR. Saat itu Presiden menyatakan bahwa perbedaan pendapat harus dipandang sebagai penggerak dinamika kehidupan. Pertanyaan masyarakat adalah, mengapa sesudah pidato tersebut, Teater Koma tetap mendapat masalah pembatalan pentas. Respon terhadap permasalahan yang dialami Teater Koma (dalam hal ini khususnya pelarangan pentas) diungkapkan pula oleh beberapa tokoh. Mensesneg Moerdiono, menyatakan bahwa keterbukaan itu sudah pasti 219
ada
. Ia memberikan contoh bagaimana wartawan sudah diberikan kebebasan
untuk menulis. Tapi pemerintah tidaklah salah untuk menghimbau agar masyarakat jangan menulis hal-hal yang dianggap sensitif. Mensesneg menyadari bahwa keterbukaan merupakan tuntutan dan kebutuhan masyarakat demokratis, namun keterbukaan itu menuntut adanya mutu dalam penyampaiannya. Menurut Mensesneg, drama Teater Koma (dalam hal ini Konglomerat Buriswara, lakon yang telah ia tonton) terkesan kasar. Ia sangat menyesalkan mengapa ”sikap urakan” itu disembunyikan dalam bungkus seni, sehingga hal tersebut tidak bersangkutan apabila dikaitkan dengan masalah keterbukaan. Mayjen Samsudin220, Ketua Bidang Polkam F-ABRI dan anggota DPR-RI, menyatakan bahwa sesungguhnya ia benar-benar tidak mengerti mengapa pementasan Teater Koma bisa dibatalkan. Menurutnya pembatalan izin pentas, dilihat dari segi keterbukaan politik, memang, tak dapat dikatakan sebagai setback221. Ia pun tak sependapat bahwa pelarangan Teater Koma adalah setback. Keterbukaan politik harus diartikan luas, yakni keterbukaan bagi masyarakat untuk berpartisipasi dalam proses pengambilan keputusan. Terater Koma menampilkan kritik yang ditujukan bukan kepada perorangan, melainkan kepada keadaan. Karena keadaan itu sudah menyimpang dari rumusan-rumusan dan apa-apa yang sudah 219
Achmad Zihni Rifai. “Keterbukaan Tengah Dinilai, Banyak yang Menghubungkan Pelarangan Suksesi dengan Keterbukaan dan Politik”. Majalah Editor No.6/Thn IV/ 20 Oktober 1990. Hlm. 17. 220 Redaksi. “Kebutuhan Bangsa Maju dan Modern: Sejumlah Pendapat Mengenai Larangan Suksesi, Keterbukaan Politik dan Batas-batas Kemerdekaan Berpendapat”. Majalah Editor No.6/Thn IV/ 20 Oktober 1990. Hlm. 23. 221 Kemunduran, halangan, rintangan, kemalangan.
Universitas Indonesia
Pelarangan teater..., Rima Dini Rahayu, FIB UI, 2012
70
dibuat oleh lembaga perwakilan. Memang, dengan pelarangan itu masyarakat akan menilai sikap pemerintah tentang keterbukaan. Meskipun demikian Mayjen Samsudin percaya bahwa ajakan Presiden Soeharto untuk berpendapat bukanlah lips servise222 semata. ”Pidato Pak Harto itu sudah menjamin. Kalau bukan beliau, siapa lagi yang menjamin?” Ungkap Mayjen Samsudin. Ali Sadikin, Mantan Gubenur Jakarta dan Anggota Petisi 50, berpendapat223 bahwa drama Teater Koma memang vulgar karena terlalu terang-terangan sama dengan situasi yang sebenarnya terjadi. Drama Teater Koma tersebut memancing orang untuk tertawa, karena kita dapat melihat realita di dalamnya. Namun kita harus kasihan juga terhadap tokoh yang dikritik, jadi terjepit. Mereka, kita anggap korban dari prilakunya sendiri. Tradisi mengkritik melalui drama itu sendiri telah ada dari dulu. Pada zaman Bung Karno sendiri telah ada sejenis drama yang penuh lelucon yang sesungguhnya merupakan kritik. Permasalahannya terletak pada ”cara”, namun jika selalu menekankan pada hal tersebut sama saja dengan tidak ingin dikritik. ”Orang marah kena kritik, sama saja dengan orang itu memiliki arogansi kekuasaan” ungkap Ali Sadikin, mantan Gubenur Jakarta yang seringkali mendapat kritik sebagai gubenur judi, gubenur maksiat dan sebagainya. Kritik tersebut dianggap Ali Sadikin bermaksud baik padanya, sehingga tak perlu dipermasalahkan. Goenawan Mohamad, Pemimpin Redaksi majalah Tempo, menyatakan bahwa pada dasarnya pemerintah memang serius mengenai keterbukaan politik di Indonesia. Namun keterbukaan yang dimaksud oleh pemerintah tersebut belum jelas batasan-batasannya 224. Goenawan Mohamad memberi contoh Hungaria, sebagai negara yang pernah mengalami keadaan seperti ini. Setelah pemerintah menghapus sensor secara resmi, memang terjadi kebingungan dalam masyarakat, karena rakyat merasa masih ada kekuasaan yang dapat meniadakan kebebasan. Sementara itu batasannya menjadi semakin tidak jelas. Model seperti ini, jelas tidak berbahaya, tapi membingungkan. 222
Perkataan yang menjanjikan Redaksi. “Kebutuhan Bangsa Maju dan Modern: Sejumlah Pendapat Mengenai Larangan Suksesi, Keterbukaan Politik dan Batas-batas Kemerdekaan Berpendapat”. Majalah Editor No.6/Thn IV/ 20 Oktober 1990. Hlm. 24. 224 Majalah Editor No.6/Thn IV/ 20 Oktober 1990. Hlm.26.
223
Universitas Indonesia
Pelarangan teater..., Rima Dini Rahayu, FIB UI, 2012
71
Sabam Siagian, Pemimpin Redaksi The Jakarta Post, berpendapat bahwa pencabutan perizinan pentas yang dilakukan pemerintah berdampak negatif bagi citra Indonesia di mata internasional225. Selama dua hari setelah pelarangan pentas Suksesi, hampir 15 media dan kantor berita asing memberitakannya. Indonesia yang sedang memperluas jaringan pasar di dunia internasional saat ini mendapat perhatian yang begitu besar di dunia. Begitu Indonesia menancapkan tonggak untuk meningkatkan ekspor non migas, dengan sendirinya kita masuk sistem internasional dan menjadi bagian dari globalisasi. Dampak dari opini internasional menjadi penting dalam rangka menarik modal asing dan merebut pasaran dunia. Pihak asing akan dengan mudah menarik investasinya begitu mendengar ada sebuah pementasan yang dilarang. Reaksi para seniman atas terjadinya beberapa pelarangan pentas, yang belakangan bertambah banyak, adalah dengan berkunjung ke DPR pada Rabu, 5 Desember 1990226. Kurang lebih 50 orang perwakilan Dewan Kesenian Jakarta (DKJ) dan para seniman yang hadir disana. Perwakilan DKJ terdiri dari Noorca M. Masardi, Salim Said, Yulianti Parani dan sebagainya. Hadir pula para seniman yang terdiri dari Rendra, N. Riantiarno, Slamet Rahardjo, Eros Djarot, Putu Wijaya dan lainnya. Mereka melangsungkan pertemuan dengan Komisi I DPR yang dipimpin oleh Imron Rosyadi. Pertemuan tersebut membahas permasalahan perizinan pentas. Para seniman mengusulkan agar seniman diberikan perizinan seperti Surat Ijin Usaha Penerbitan Pers (SIUPP) kepada wartawan. Acara pertemuan dengan Komisi I DPR tersebut berlangsung hingga pukul 13.00 WIB. Setelah itu para seniman disambut kembali oleh F-PDI, dipimpin oleh Fatimah Achmad, yang berlangsung selama tiga jam. Keesokan harinya, para seniman beramah-tamah dengan Kepala Pusat Penerangan Hankam, Brigjen Nurhadi, di balai wartawan Mabes ABRI. Dalam kesempatan itu, Brigjen Nurhadi menyampaikan, ”Ciri demokrasi adalah keterbukaan. Tapi bukan yang telanjang”. Maksud dari keterbukaan yang bukan telanjang disini adalah bebas mengkritisi namun tetap harus mengerti batas-batas. 225
Majalah Editor No.6/Thn IV/ 20 Oktober 1990. Hlm.27. Bunga Surawijaya dan Leila S. Chudori. “Seniman Ibu Kota di Pentas yang Lain.” Tempo, 15 Desember 1990. Diunduh dari Tempo Online http://majalah.tempointeraktif.com/id/arsip/1990/12/15/SN/mbm.19901215.SN20164.id.html Kamis, 24 Mei 2012. Pukul 08.10 WIB.
226
Universitas Indonesia
Pelarangan teater..., Rima Dini Rahayu, FIB UI, 2012
72
Senin, 10 Desember 1990, para seniman kembali mendapat undangan makan siang bersama Menteri P dan K, Fuad Hassan. Seniman yang hadir dalam kesempatan tersebut antara lain Rendra, Slamet Rahardjo Goenawan Mohamad, Putu Wijaya, Christine Hakim, dan sebagainya. Fuad Hassan menyampaikan pendapatnya penilaian paling tajam terhadap sebuah pertunjukan seni datang dari seniman itu sendiri, melalui proses kritik seni. Banyaknya karya yang tidak diiringi kritik seni yang sepadan membuat karya tersebut terlihat sebagai seni yang semu, atau seni yang ”asal-asalan”. Selasa, 11 Desember 1990, Menko Polkam Soedomo mengadakan dialog dengan seniman yang berlangsung di kantornya. Tidak kurang dari 30 seniman Jakarta turut hadir dalam acara tersebut227. Dalam kesempatan ini, Salim Said, selaku ketua DKJ menyatakan bahwa kedatangan mereka bukan untuk membela Opera Kecoa dan dua sajak Rendra yang dilarang. ”Yang kami nyatakan disini sebenarnya adalah suatu kepastian bahwa kegiatan kreativitas itu tidak terhambat. Sebab ini adalah suatu kegiatan yang integral pembangunan bangsa kita.” Dialog ini kembali membahas masalah perizinan yang masih tidak tampak kejelasannya di mata para seniman. Menanggapi permintaan seniman tentang tidak perlunya izin dari kepolisian, Soedomo menerangkan, bahwa berdasarkan undang-undang hal tersebut tidak akan bisa terpenuhi. Namun apabila dialog sering dilakukan antara pemerintah dengan seniman sehingga terjadi persamaan persepsi dan saling percaya maka perizinan tersebut dapat terlaksana dengan mudah. ”Yang hendak saya ingatkan disini, seniman boleh mengkritik asalkan bertanggung jawab,” ujar Soedomo. Ia pun menambahkan bahwa kritik hendaklah berdasarkan akal sehat, obyektif, aktual, membela kepentingan rakyat, tidak bertentangan dengan Pancasila, dan mempergunakan bahasa yang santun228.
227
Redaksi. “Menko Polkam: Seniman Boleh Kritik, Asal Bertanggung Jawab.” Kompas, 12 Desember 1990. 228 Kompas, 12 Desember 1990. Ibid.
Universitas Indonesia
Pelarangan teater..., Rima Dini Rahayu, FIB UI, 2012
73
4.4 Sikap Teater Koma Atas Permasalahan Pentas Yang Terjadi Pada Masa Pemerintahan Orde Baru
Sejak awal mendirikan Teater Koma, N. Riantiarno berkeyakinan bahwa teater lahir karena kebutuhan tertentu, salah satunya adalah kebutuhan “ingin menyampaikan apa-apa” dan pementasan merupakan jawaban dari “keinginan menyampaikan apa-apa” tersebut229. Naskah drama yang jujur dan penuh dengan kritik sosial, membuat N. Riantiarno sebagai pimpinan Teater Koma berkali-kali diperiksa oleh pihak yang berwajib serta berkali-kali pula lah pentasnya mendapat masalah bahkan hingga diberhentikan. Namun hal tersebut tidak lantas membuat N. Riantiarno merasa jera. Ia bahkan menjadi tambah bergairah dan produktif dalam berkreasi menghasilkan karya-karya lainnya. ”Justru Itu. Itu kecurigaan yang tidak beralasan. Saya selalu menyebut bahwa saya menyodorkan cermin, menggelar upacara bersama untuk sama-sama bercermin. Saya hanya memotret keadaan secara jujur, dan saya sampaikan secara jujur pula. Juga, kalau dianggap sebagai cubitan, mbok dianggap sebagai cubitan mesra. Tidak dengan kebencian. Mungkin itu karena tidak semua orang berani jujur. Barangkali kesalahan saya karena saya berani jujur.”230 N. Riantirno menyatakan bahwa dirinya sama sekali tidak memiliki tujuan politik dibalik semua karya-karyanya. Berdasarkan pengalaman Riantiarno apabila dia membuat sebuah naskah saduran, maka pihak berwenang tidak akan begitu terperinci untuk membaca naskahnya. Namun bila dirinya membuat sebuah naskah sendiri, maka pihak yang berwenang akan sangat teliti melihatnya. Sebenarnya hal tersebut muncul dari kesalahpahaman. Mereka selalu salah asumsi terhadap hal-hal yang dikerjakan oleh orang-orang kreatif231. Lakon-lakon Riantiarno memiliki muatan kritik sosial berdasarkan pendapatpendapat yang masuk dari masyarakat. Pendapat masyarakat itu didengarnya melalui keluhan-keluhan warga yang sedang makan di warung, ataupun sebagainya, di luar pembicaraan yang bersifat resmi. Hal ini dikarenakan kemampuan masyarakat yang 229
Herry Gendut Janarto. Op. Cit. Hlm. 100. Dalam wawancara Pracoyo Wiryoutomo, Profil ”N. Riantiarno: ’Saya Tidak Punya Tujuan Politik’.” Forum Keadilan. Nomor 19, Tahun IV, 1 Januari 1996. Hlm. 59. 231 Forum Keadilan. Nomor 19, Tahun IV, 1 Januari 1996. Hlm. 59. 230
Universitas Indonesia
Pelarangan teater..., Rima Dini Rahayu, FIB UI, 2012
74
hanya bisa mengeluhkan keadaan negara sebatas sebagai pembicaraan warung saja. Untuk itu N. Riantiarno selaku penulis naskah dan sutradara Teater Koma mengangkat keluhan tersebut ke ranah yang lebih bisa agar kritik dapat terdengar. Ia merasa harus selalu berdiri di pihak orang-orang kecil, orang-orang tersisih dan orang-orang tanpa pilihan hidup232. Saat ditanya perihal dia ingin melakukan sebuah perubahan, Riantiarno menjawab, ”Saya tidak pernah punya niat untuk melakukan perubahan. Saya hanya punya keinginan agar orang memikirkan: kalau memang perlu berubah maka berubahlah.”233 ”Saya merasa bahwa kelas masyarakat slum (gelandangan, pelacur, banci) adalah kelas masyarakat yang dilupakan. Artinya, saya selalu mencoba mengingatkan para pengambil keputusan, supaya mereka itu jangan dilupakan. Sebab, biarpun mereka itu kelas kecoa tapi mereka bagian dari bangsa kita juga. Mereka bukan sekedar kayu bakar bagi pembangunan, tapi seyogyanya mereka juga menikmati hasil dari pembangunan.” ucap Nano234. Masalah yang datang beruntun pada penghujung 1990 memang tidak dapat menghentikan Teater Koma untuk berkarya. Meskipun demikian, hal tersebut membuat kelompok ini lebih mawas diri. Hal ini disampaikan Ratna Riantiarno dalam pernyataan tertulis berjudul ”Teater Koma Pamit”235, disebutkan bahwa Teater Koma memohon maaf sebesar-besarnya kepada penggemar dan sponsor. Kemudian dalam huruf yang lebih besar ditulis, ”Dengan ikhlas, Teater Koma memutuskan untuk tidak melakukan kegiatan pentas, sejak November 1990, hingga batas waktu yang kelak dianggap tepat untuk hadir kembali.” Masa istirahat ini dipergunakan Teater Koma untuk merenung dan introspeksi agar dapat menjadi kelompok yang lebih baik lagi. ”Teater profesional ataupun amatiran, eksperimental ataupun komersial adalah hasil dari sebuah kerjasama. Banyak pihak terlibat, langsung maupun tidak langsung. Lalu ide dasar yang mulanya lahir dari benak pengarang dan sutradara, dikembanggabungkan sehingga mendadi sebuah karya seni. Sutradara adalah komandannya kegiatan. Ia bertanggung jawab sejak ide (abstraksi) masih di awang-awang, hingga menjadi peristiwa panggung. Dan teater, memang baru terasa lengkap jika 232
Herry Gendut Janarto. Op. Cit. Hlm. 161. Forum Keadilan. Nomor 19, Tahun IV, 1 Januari 1996. Hlm. 60. 234 Herry Gendut Janarto. Op. Cit. Hlm. 161. 235 Redaksi. “Depdikbud tak Bisa Jawab Soal Pelarangan Pentas Seni, Teater Koma Pamit.” Kompas, 5 Desember 1990. 233
Universitas Indonesia
Pelarangan teater..., Rima Dini Rahayu, FIB UI, 2012
75
tiga hal mampu dipenuhi: ada pekerja, ada tempat dan ada penonton.”236 ”The Show must go on”237 adalah pepatah Barat yang cocok untuk diungkapkan dengan cara kerja kelompok Teater Koma.segala upaya dilakukan agar pentas terus berjalan. Bahkan segla permasalahan yang terjadi tidak dapat menghambat kerja Teater Koma. Mereka secara profesional tetap mempersiapkan pentas dengan sempurna. Saat menggelar lakon Opera Kecoa di Gedung Kesenian Rumentang Siang, Bandung, Teater Koma mendapat ancaman bom. Pentas sempat terhenti selama dua jam238. Setelah para penjinak bom menyatakan aman, maka pentas berjalan kembali. Meski para pekerja Teater Koma yang hadir saat itu diserang kepanikan dan rasa takut yang besar, mereka secara profesional melangsungkan pementasan yang tertunda. ”Namun, beberapa pemain tetap saja tegang. Malah Salim Bungsu, si pemain utama, sempat baca Al Fatihah 25 kali diatas panggung,” cerita N. Riantiarno239. Saat pementasan Suksesi telah berlangsung beberapa hari, pementasan diberhentikan. Teater Koma tetap menunjukan sikap profesional mereka. Pada sisa hari yang telah dijadwalkan, para pekerja Teater Koma tetap mendatangi gedung pertunjukan. Mereka mempersiapkan segala hal selayaknya pentas akan tetap berlangsung. Begitu pula saat pementasan dibatalkan secara mutlak tanpa terlaksana sehari pun. Lakon Maaf Maaf Maaf yang telah dijadwalkan pentas di beberapa kota, pentas uji coba Opera Kecoa, dan rencana pementasan Opera Kecoa di Jepang yang tidak dapat terlaksana, tidak lantas menghambat kreativitas Teater Koma dalam berkarya. Satu karya dilarang, makan akan lahir pula karya lainnya. Hal ini demi keberlangsungan Teater Koma.
236
Ratna Riantiarno. “Kerjasama Dalam Kesenian”. Jakarta, 28 September 1990. Sambutan dalam Buklet pementasan Suksesi. 237 Pertunjukan harus tetap terlaksana. 238 N. Riantiarno. “Pencekalan Pentas Teater Koma”. Kompas, 15 Juni 1997. Dalam Ahmad Syaeful Anwar. “Perkembangan Teater Kontemporer Indonesia 1968 – 2008.” Disertasi Doktor Program Studi Ilmu Sejarah Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia. Depok, Maret 2012. Hlm. 312. 239 Herry Gendut Janarto. Op. Cit. Hlm. 164.
Universitas Indonesia
Pelarangan teater..., Rima Dini Rahayu, FIB UI, 2012
76
”Kita lahir dengan memuat sistem di dalam diri kita, dengan kemampuan kreativitas bawaan lahir. Tampaknya kita tidak tahu bagaimana mengungkapkan kreativitas jika tidak dengan cara yang sesuai dengan suatu sistem alami, karena krativitas adalah keniscayaan alami kita”. Constantin Stanislavski 240 Achmad Syaeful Anwar241, salah satu praktisi teater yang ikut mendirikan Teater Koma menerangkan bahwa Teater Koma dengan segala macam tekanan yang dihadapinya akan selalu melawan kembali. Dengan karya-karya yang dihasilkan setelahnya Teater Koma menuangkan perlawanan tersebut. Perlawanan tersebut sebenarnya
sangat
kuat.
Setiap
terjadi
suatu
hal,
Teater
Koma
akan
mengeluarkannya dalam lakon berikutnya. Oleh sebab itu, ketika tahun 1998 disaat Orde Baru sudah runtuh yang kemudian digantikan oleh wakil presiden saat itu yakni Habibie menimbulkan semangat baru bagi Teater Koma. ”Ketika ’98 Orde Baru itu sudah runtuh, kemudian digantikan oleh Habibie, spirit kita tidak lagi harus berhadapan dengan ’satu wujud yang jelas’ walaupun mereka menginspirasi. ’Wujud itu’ menginspirasi untuk tetap memacu kita kreatif.” Jelas Syaeful Anwar. Syaeful Anwar juga menjelaskan bagaimana pemerintah saat itu secara diam menjadikan birokrasi sebagai tangan-tangan besinya yang memberikan tekanatekanan terhadap Teater Koma. ”Saya nggak bisa bayangin di zamannya SBY ini akan ada pencekalan, karena pemerintahnya juga ga peduli kepada teater ... Dia mau merespon kita juga nggak mungkin lah, apalagi menjelang 2014 sekarang ini kan. Gimana ya, bukan lawan yang tangguh untuk melahirkan ekspresi-ekspresi kesenian di dalam teater. Kalau di zaman Orde Baru kan jelas sekali walaupun secara diam, pemerintahnya menggunakan tangan-tangan besinya itu. Kalau di zaman reformasi dengan dua periode pemerintahan SBY rasanya malah: kita akan melawan siapa? Siapa yang mau dilawan?” Sampai saat ini Teater Koma selalu mempertanyakan siapa yang bertanggung jawab atas segala pelarangan ini, namun tetap tidak ada kejelasan. ”Siapa yang bertanggung jawab hingga hari ini tidak pernah jelas. Sampai Sudomo sudah meninggal tetap nggak jelas. Tidak ada penjelasan yang komprehensif kenapa. Tidak bolehnya itu apanya?
240
Constantin Stanislavski. (Terj. B. Verry Hendayani, Dina Octaviani dan Tri Wahyuni) Membangun Tokoh. Jakarta: KPG (Kepustakaan Populer Gramedia), 2008. Hlm. 357. 241 Dalam wawancara pada jumat, 8 Juni 2012 Pukul 09.00 WIB. Bertempat di Fakultas Ilmu Film dan Televisi Institut Kesenian Jakarta.
Universitas Indonesia
Pelarangan teater..., Rima Dini Rahayu, FIB UI, 2012
77
Sampai hari ini tidak pernah ada jawabannya.” Ungkap Syaeful Anwar. Banyak hambatan yang membuat Teater Koma tidak jadi melangsungkan pementasannya. Namun Teater Koma tetaplah ”Koma” tidak akan pernah berhenti. Saat sebelumnya Riantiarno pernah menyatakan untuk berhenti, kini ia menjawab, ”Ya. Tapi kemudian saya pikir, kenapa malah berhenti? Harus terus, harus terus ngomong. Apa pun risikonya.”242
242
Forum Keadilan. Nomor 19, Tahun IV, 1 Januari 1996. Hlm. 62.
Universitas Indonesia
Pelarangan teater..., Rima Dini Rahayu, FIB UI, 2012
78
BAB 5 KESIMPULAN
Teater Koma adalah sebuah kelompok Teater yang didirikan di Jakarta pada 1 Maret 1977. N. Riantiarno beserta sebelas orang lainnya bertujuan untuk membentuk sebuah kelompok teater yang berbeda dengan kelompok yang telah ada. Dalam Teater Koma unsur gerak, tari dan nyanyi bercampur menjadi sebuah kesatuan pentas yang unik. Dalam Teater Koma pula penonton dapat menyaksikan beragam unsur seni pertunjukan tradisional yang terbalut dalam sebuah aksi panggung modern. Teater Koma, hingga tahun 1998 telah menghasilkan 84 produksi. Berupa pementasan teater maupun drama televisi.berdasarkan penelitian yang telah dilakukan oleh penulis, beberapa kesimpulan yang dapat penulis peroleh adalah sebagai berikut. Kesimpulan pertama dari penelititian ini adalah perkembangan yang terjadi pada Teater Koma. Teater Koma dari semenjak didirikannya telah mengalami perkembangan yang sangat besar. Jika kita perhatikan dari segi keanggotaan, maka kita dapat melihat bagaimana 12 orang anggota yang mengawalinya berkembang menjadi ratusan jumlah anggota. Mereka terdiri dari anggota aktif yang selalu bekerja keras mempersiapkan pementasan, serta anggota pasif yang seap sedia mendukung saat dibutuhkan bantuannya demi terlaksana pementasan. Melihat dari segi cerita, kita dapat mengamati bahwa “rumah kertas” kini telah bertransformasi menjadi “istana para raja” ataupun “metropolitan tempat para konglomerat”. Dari segi kelengkapan pementasan yang berawal dari properti milik pribadi hingga kini properti yang yang memang khusus dipersiapkan untuk sebuah pementasan. Perkembangan pesat tersebut dapat kita saksikan melalui pemilikan kostum, penataan artistik, panggung, pencahayaan, musik dan sebagainya. Teater Koma pun mempergunakan teknologi mutahir seiring perkembangan zaman. Kesimpulan kedua dalam penelitian ini adalah mengenai kebijakan pemerintah Orde Baru. Kebijakan ini diutamakan pada bidang seni dan budaya,
Universitas Indonesia
Pelarangan teater..., Rima Dini Rahayu, FIB UI, 2012
79
khususnya menyangkut permasalahan pelarangan pentas. Pada kasus ini Teater Koma turut terkena imbas atas rambu-rambu yang diberlakukan pemerintah. Oleh karena itu beberapa pementasan Teater Koma turut dicekal dan tidak dapat dipentaskan. Pasca pemerintahan Orde Lama di bawah kepemimpinan Soekarno, Soeharto yang kemudian menjadi presiden Republik Indonesia, seperti mendapat banyak pekerjaan rumah yang harus segera dibenahi. Oleh karena itu, pemerintah Orde Baru mencanangkan sebuah program rehabilitasi melalui sistem yang menitik beratkan pada stabilitas nasional. Dengan stabilitas nasional, negara diharapkan akan menjadi aman terkendali. Dengan keadaan yang aman dan terkendali akan mendukung tercapainya kondisi perekonomian negara yang lebih baik. Program stabilitas nasional ini diwujudkan dengan kebijakan pemerintah yang sebisa mungkin dapat meredam pergolakan massa. Termasuk di dalamnya, halhal yang diduga dapat menjadi bibit pergolakan massa tersebut. Untuk itu, pemerintah mencoba menghindari terwujudnya keterbukaan yang terlalu luas melalui segala bentuk kritik sosial. Dengan kata lain, pemerintah menjaga agar keterbukaan dalam negeri tidak memunculkan suatu gagasan yang dapat memancing pergolakan dalam masyarakat. Hal ini ditujukan untuk menekan konflik dalam negeri. Ketiadaan suatu peta besar peraturan perundang-undangan mengenai seni dan budaya yang efektif membuat para seniman berada pada posisi yang tidak menguntungkan. Seniman dengan mudah ditindak atas suatu permasalahan yang sebenarnya tidak mereka ketahui secara pasti. Hal ini dikarenakan peraturan tersebut yang tidak tersosialisasikan dengan baik sehingga tidak diketahui pihak-pihak yang bersangkutan. Selain itu, peraturan-peraturan ini memang belum terlaksana secara efektif. Dengan demikian, banyak pihak yang berfikir bahwa peraturan ini pada dasarnya hanya merupakan alat untuk melanggengkan kekuasaan. Dengan peraturan tersebut pemerintah mengawasi segala hasil karya seniman, dan apabila perlu pemerintah akan melarang suatu karya untuk dipertunjukan kepada masyarakat. Presiden Soeharto menegaskan, untuk dapat bebas mengemukakan pendapat haruslah disertai dengan kebebasan yang bertanggung jawab. Kebebasan yang
Universitas Indonesia
Pelarangan teater..., Rima Dini Rahayu, FIB UI, 2012
80
bertanggung jawab ini adalah kebebasan yang berpegangan terhadap empat batasan. Kebebasan yang didasarkan dengan akal sehat dan pemikiran yang rasional. Kebebasan yang tetap mengacu pada kepentingan rakyat. Kebebasan yang tidak memunculkan SARA. Serta kebebasan yang sesuai dengan nilai-nilai Pancasila. Kesimpulan ketiga dalam penelitian ini adalah sikap dan respon Teater Koma terhadap permasalahan yang menimpanya. Oleh karena itu, ia selalu jujur akan karya-karyanya. Setiap keluh kesah masyarakat sehari-hari, ia jadikan sebuah lakon yang dapat menghibur para penonton Kejujuran yang disampaikan N. Riantiarno dalam karya-karyanya melalui pementasan Teater Koma telah memberikan banyak pelajaran atas berbagai tekanan dari pemerintah. Permasalahan pentas dengan berbagai alasan pun pernah dialami N. Riantiarno beserta seluruh anggota Teater Koma lainnya. Pementsan dengan proses interogasi yang begitu seringnya hingga disebut silaturahmi. Pementasan dengan ancaman bom yang membuat panik seluruh anggota saat berlangsungnya pementasan. Pementasan yang bersinggungan dengan masalah normaisasi kampus karena Teater Koma dianggap memberikan gagasan yang dapat memancing gerakan mahasiswa. Pementsan dengan unsur erotisme yang dianggap terlalu vulgar. Pementasan yang bertentangan dengan Instruksi Presiden No 14 tahun 1976. Pementasan yang diberhentikan karena ide cerita yang tidak sesuai dengan pakem yang berlaku, dapat mempengaruhi penonton dan pentas yang dianggap menyimpang dari naskah. Pementasan di luar negeri yang telah dipersiapkan secara matang selama 2 tahun dibatalkan. Serta proses perizinan pementasan yang tak mudah dan sensor yang diberlakukan. Hal-hal tersebut telah menambah catatan perjalanan Teater Koma. Maaf Maaf Maaf, Wanita Wanita Parlemen, Sampek Engtay, Konglomerat Buriswara, Suksesi, Opera Kecoa dan RSJ merupakan sederet lakon yang memberikan kenangan pahit yang berkesan bagi Teater Koma. Tak terhitung jumlah kerugian yang didapat akibat permasalahan tersebut. Dari segi materi, Teater Koma harus menerima kerugian atas dana produksi yang telah dikeluarkan namun tak dapat tertutupi pemasukan dari penjualan tiket setelah pementasan dibatalkan. Hal ini dikarenakan dana yang tersedia harus dikeluarkan saat penonton menukarkan
Universitas Indonesia
Pelarangan teater..., Rima Dini Rahayu, FIB UI, 2012
81
kembali tiket dari pementasan yang gagal terlaksana. Serta seringkali Teater Koma harus kehilangan sponsor yang ingin mendanainya akibat ketidak jelasan masalah perizinan. Dan dari segi moril, Teater Koma seperti mendapat pelajaran keras yang mendidik mental mereka untuk menjadi lebih kuat. Permasalahan ini telah berulang kali mendatangkan air mata, rasa kecewa, marah bahkan putus asa. Kesimpulan terakhir dari penelitian ini adalah pernyataan penulis bahwa kebebasan dimanapun terlaksana tidak akan pernah mutlak berjalan dengan sempurna. Akan selalu ada pihak-pihak yang tidak sependapat atau merasa dirugikan atas kebebasan tersebut. Reaksi dari pihak-pihak inilah yang akan menjadi bumerang sehingga dapat menyerang kembali. Baik dalam skala kecil hanya berupa adu argumentasi atau kritik, maupun dalam skala yang lebih besar berupa tekanantekanan yang diberikan oleh pihak yang lebih berkuasa. Sekali lagi, Teater Koma akan selalu menjadi ”Koma”. Apapun halang rintang di depannya, Teater Koma akan selalu berkarya. Baik dalam tangisan maupun tawa, teater tetap harus terlaksana.
Universitas Indonesia
Pelarangan teater..., Rima Dini Rahayu, FIB UI, 2012
82
DAFTAR SUMBER
Dokumentasi : Arsip Negara : Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 47 Tahun 1978 Peraturan Pemerintah Rebublik Indonesia Nomor 30 Tahun 1981 Rekaman : 1. DVD Pementasan Opera Kecoa Gedung Kesenian Jakarta, 4 – 19 Juli 2003. 2. Rekaman audio acara televisi “Just Alvin – 35th Teater Koma, Semua Karena Cinta” Metro TV, 4 Maret 2012, Pukul 20.43 WIB. Naskah Pementasan : Opera Kecoa, Juli 1985 Opera Primadona, Januari 1988 Suksesi, Oktober 1990 Rumah Sakit Jiwa, 1991 Cermin Kecoa & Tanda Cinta, Januari 2008 Buklet Pementasan : Suksesi, September 1990. Opera Kecoa, November 1990. Republik Petruk, Januari 2009. Sie Jin Kwie, Februari 2010 Sie Jin Kwie Kena Fitnah, Maret 2011 Antigoneo, Oktober 2011 Sie Jin Kwie di Negeri Sihir, Maret 2012 Sumber yang belum diterbitkan : Agustiana, Maya. ”Perjalanan Kelompok Seni Pertunjukan Miss Tjitjih Dari Kramat ke Angke (1951 – 1987)”. Skripsi Sarjana S-1 Sastra Jurusan Sejarah Fakultas Sastra Universitas Indonesia. Jakarta, 2001. Ahmad Syaeful Anwar. “Perkembangan Teater Kontemporer Indonesia 1968 – 2008.” Disertasi Doktor Program Studi Ilmu Sejarah Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia. Depok, Maret 2012. Chatimah, Nunung Husnul. ”Dinamika Akademi Teater Nasional Indonesia (1955 – 1968)”. Skripsi persyaratan mencapai gelar Sarjana Humaniora Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universita Indonesia. Jakarta, 2004. Imam Nasima, dkk. ”Kajian Kerangka Hukum Untuk Kegiatan Kesenian dan Kebudayaan”. Laporan Hasil Penelitian Pusat Studi Hukum dan Kebijakan Indonesia, April 2009. Mulyani, Herny. ”Teater: Konstruksi Realitas Sosial Simbolik (Analisis Semiotik Pementasan ’Kereta Kencana’ oleh Bengkel Teater Rendra)”. Tesis persyaratan memperoleh gelar Magister Sains dalam Ilmu Komunikasi Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia. Jakarta, 2001. Rijadi, Arief. ”Konteks Kritik Sosial dalam Pengekspresian Seni Teater: Kajian Empirik dengan Pendekatan Ketahanan Sosial Budaya.” Tesis S-2 Program Pascasarjana Universitas Gajah Mada. Yogyakarta, 2000.
Universitas Indonesia
Pelarangan teater..., Rima Dini Rahayu, FIB UI, 2012
83
Surat Kabar dan Majalah : Redaksi. “50 Tahun Polemik Kebudayaan: Makin Rumit, Makin Mendesak”. Kompas. Rabu, 19 Maret 1986. Evie Fadjaro dan Efix Mulyadi. “Dua Tokoh Pertunjukan Laris: Guruh Sukarno Putra – N. Riantiarno”. Kompas. Minggu, 8 Juni 1986 Redaksi. “Izin ‘Sampek Engtay’ Batal karena Bersamaan dengan Harkitnas”. Kompas. Selasa, 23 Mei 1989 Redaksi. “Gubenur Sumut: ‘Sampek Engtay’ Tidak Sesuai Kebudayaan Nasional.” Kompas. Jumat, 26 Mei 1989. Tim Media Indonesia. “Polda Cabut Izin Pentas Suksesi Teater Koma”. Media Indonesia. Rabu, 10 Oktober 1990. Redaksi. “Depdikbud tak Bisa Jawab Soal Pelarangan Pentas Seni, Teater Koma Pamit.” Kompas, 5 Desember 1990. Redaksi. “Menko Polkam: Seniman Boleh Kritik, Asal Bertanggung Jawab.” Kompas, 12 Desember 1990. Chap. ”Kehadiran Teater Koma”. Yudha Minggu No 294 Tahun ke XI, 7 Agustus 1977. Achmad Zihni Rifai. “Keterbukaan Tengah Dinilai, Banyak yang Menghubungkan Pelarangan Suksesi dengan Keterbukaan dan Politik”. Majalah Editor No.6/Thn IV/ 20 Oktober 1990. Redaksi. “Kebutuhan Bangsa Maju dan Modern: Sejumlah Pendapat Mengenai Larangan Suksesi, Keterbukaan Politik dan Batas-batas Kemerdekaan Berpendapat”. Majalah Editor No.6/Thn IV/ 20 Oktober 1990. Pracoyo Wiryoutomo, Profil ”N. Riantiarno: ’Saya Tidak Punya Tujuan Politik’.” Forum Keadilan. Nomor 19, Tahun IV, 1 Januari 1996. Thahjo S dan Nug K, “Pasang Surut Musik Rock di Indonesia”, dalam Prisma. No. 10 Oktober 1991. YH, Sri Pudyastuti, ”Izin Seni: Skrining Naik Panggung”. Tempo, 31 Agustus 1991. Tempo No 34 Tahun XX – 20 Oktober 1990 Jakarta-Jakarta Mingguan No 231. 1 – 7 desember 1990. Jurnal : Umar Kayam. “Nilai-nilai Tradisi, Nilai-nilai Kontemporer dan Teater Kontemporer Kita”. Jurnal Ilmu dan Budaya 7 (9). Tahun 1985 Yasmine Z. Shahab. ”Seni Sebagai Ekspresi Eksistensi Tantangan Kebijakan Multikulturalisme”. Antropologi Indonesia 75, 2004. Buku : Ambarsari, Anita Dewi., dkk. Pak Harto The Untold Stories. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama, 2011. Arfani, Riza Noer. (Ed.) Demokrasi Indonesia Kontemporer. Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 1996. Awuy, Tommy F. Tiga Jejak Seni Pertunjukan Indonesia: Rendra, Sardono W. Kusumo, Slamet A. Sjukur. Jakarta: MSPI, 2005. Bandem, I Made, dan Sal Mugiyanto. Teater Daerah Indonesia. Yogyakarta: Penerbit Kanisius, 1996.
Universitas Indonesia
Pelarangan teater..., Rima Dini Rahayu, FIB UI, 2012
84
Brook, Peter. Percikan Pemikiran Tentang Teater, Film dan Opera. Yogyakarta: MSPI, 2002. Dahana, Radhar Panca. Ideologi Politik dan Teater Modern Indonesia. Magelang: IndonesiaTera, 2000. Dwipayana, G., dan Ramadhan K. H. Soeharto: Pikiran, Ucapan dan Tindakan Saya. Jakarta: Citra Lamtoro Gung Persada, 1989. Fatah, Eep Saefulloh. Zaman Kesempatan: Agenda- agenda Besar Demokratisasi Pasca- Orde Baru. Bandung: Mizan, 2000. Hasibuan, Albert. Sebuah Idealisme Dalam Berbagai Era: Kumpulan Esai dari Orba Sampai Reformasi. Jakarta: Kata Hasta Pustaka, 2009. Hero T., Andrias Avillinus. (Ed.) Rendra: Ia Tak Pernah Pergi. Jakarta: Penerbit Buku Kompas, 2009. Ibrahim, Idi Subandy. (Ed.) Lifestyle Ecstasy: Kebudayaan Pop dalam Masyarakat Komoditas Indonesia. Yogyakarta & Bandung: Jalasutra, 1997. Janarto, Herry Gendut. Teater Koma: Potret Tragedi dan Komedi Manusia Indonesia. Jakarta: Grasindo, 1997. Kayam, Umar. Seni. Tradisi, Masyarakat. Jakarta: Penerbit Sinar Harapan, 1981. McGlynn, John H., et. al. Indonesia in the Soeharto Years: Issues, Incidents and Images. Jakarta: The Lontar Foundation, 2007. Moeljanto, D. S., dan Taufik Ismail. Prahara Budaya: Kilas Balik Ofensif Lekra/PKI dkk (Kumpulan Dokumen Pergolakan Sejarah). Bandung: Penerbit Mizan, 1995. Poesponegoro, Marwati Djoened dan Nugroho Notosusanto. Sejarah Nasional Indonesia VI. Jakarta: Balai Pustaka, 1993. Rendra. Mempertimbangkan Tradisi. Jakarta: Penerbit PT Gramedia, 1984. Riantiarno, Nano. (Ed.). Teguh Karya dan Teater Populer 1968 – 1993. Jakarta: Pustaka Sinar Harapan, 1993. ----------- Kitab Teater: Tanya Jawab Seputar Seni Pertunjukan. Jakarta: Grasindo, 2011. Sani, Asrul. Surat-Surat Kepercayaan. Jakarta: Pustaka Jaya, 2000. Santoso, Priyo Budi. Birokrasi Pemerintah Orde Baru: Perspektif Kultural dan Struktural. Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 1993. Sarjono, Agus R. (Ed.). Arifin C. Noer Teater Tanpa Masa Silam: Sejumlah Esai Budaya. Jakarta: Dewan Kesenian Jakarta, 2005. Sihombing, Wahyu, Slamet Sukirnanto dan Ikranegara. Pertemuan Teater 80. Jakarta: Dewan Kesenian Jakarta, 1980. Sikana, Mana. Di Sekitar Pemikiran Drama Moden. Kuala Lumpur: Dewan Bahasa dan Pustaka Kementrian pendidikan Malaysia, 1989. Halaman 2. Sedyawati, Edi. (Ed.) The Theatre of ASEAN. Jakarta: The ASEAN Committee on Culture and Information dan Grafidia, 2001. Schwarz, Adam. A Nation In Waiting: Indonesian’s Search For Stability. NSW, Australia: Allen & Unwin, 1999. Sumardjo, Jakob. Filsafat Seni. Bandung: Penerbit ITB, 2000. ---------- Ikhtisar Sejarah Teater Barat. Bandung: Penerbit Angkasa, 1986. ---------- Ilmu & Laku. Bandung: Penerbit Jeihan Institute, 2009.
Universitas Indonesia
Pelarangan teater..., Rima Dini Rahayu, FIB UI, 2012
85
Susilo, Taufik Adi. Soeharto: Biografi Singkat 1921 – 2008. Yogyakarta: Garasi, 2009. Stanislavski, Constantin. (Terj. B. Verry Hendayani, Dina Octaviani dan Tri Wahyuni) Membangun Tokoh. Jakarta: KPG (Kepustakaan Populer Gramedia), 2008. Yogaswara, A. Biografi Daripada Soeharto: Dari Kemusuk Hingga Kudeta Camdessus. Yogyakarta: Media Pressindo, 2007. Sumber Internet : Website : Andrea, Nandang dan Firman Venayaksa. Drama Terlarang, ”Opera Kecoa Pada Rezim Orde Baru”. http://venayaksa.multiply.com/journal/item/16/DRAMA_TERLARANG_OP ERA_KECOA_PADA_REZIM_ORDE_BARU. 27 Mei 2009. Pukul 19. 27 WIB. Bunga Surawijaya dan Leila S. Chudori. “Seniman Ibu Kota di Pentas yang Lain.” Tempo, 15 Desember 1990. Diunduh dari Tempo Online http://majalah.tempointeraktif.com/id/arsip/1990/12/15/SN/mbm.19901215.S N20164.id.html Kamis, 24 Mei 2012. Pukul 08.10 WIB. Dahana, Radhar Panca. ” Mencari Teater dari 1970-an”. http://majalah.tempointeraktif.com/id/arsip/2003/12/15/KL/mbm.20031215. KL91943.id.html 27 Mei 2009. Pukul 19.11 WIB. Kamus Besar Bahasa Indonesia http://bahasa.kemdiknas.go.id/kbbi/index.php Diunduh pada 2 Juni 2012 Pukul 21.09 WIB. Melody Violine. “Opera Kecoa”. http://nyanyianbahasa.wordpress.com/2009/09/05/opera-kecoa/ 25 Oktober 2009. Pukul 21.09 WIB. Teater Koma. “TEATER KOMA 31 TAHUN (1977-2008)” http://teaterkoma.blogspot.com/2008/01/tentang-kita.html. 25 Oktober 2009. Pukul 21.15 WIB. Teater Koma. Official Website. www.teaterkoma.org. Diunduh pada Kamis, 28 Oktober 2010 Pukul 01.59 WIB eBook : Harry Sulastianto, dkk. Seni Budaya untuk Kelas VII Sekolah Menengah Pertama. Grafindo Media Pertama. Dalam eBook http://books.google.co.id/books?id=YUrMoPAltR8C&printsec=frontcover& hl=id#v=onepage&q&f=false Diunduh pada Sabtu, 2 Juni 2012 Pukul 22.19 WIB OKT. San Pek Eng Tay: Romantika Emansipasi Perempuan. Jakarta: Yayasan Obor Indonesia, 1990. Dalam eBook Google http://books.google.co.id/books?id=tDJ6bIPDaDMC&printsec=frontcover& hl=id#v=onepage&q&f=false Diunduh pada 4 Juni 2012. Pukul 12.15 WIB. Wawancara: Achmad Syaeful Anwar, praktisi teater yang menjadi anggota serta turut mendirikan Teater Koma. Pada Jumat 8 Juni 2012 Pukul 09.00 WIB. Lokasi Fakultas Ilmu Film dan Televisi, Institut Kesenian Jakarta, Cikini.
Universitas Indonesia
Pelarangan teater..., Rima Dini Rahayu, FIB UI, 2012
86
LAMPIRAN 1 KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 47 TAHUN 1978 Koleksi Arsip Nasional Republik Indonesia
Universitas Indonesia
Pelarangan teater..., Rima Dini Rahayu, FIB UI, 2012
87
Universitas Indonesia
Pelarangan teater..., Rima Dini Rahayu, FIB UI, 2012
88
Universitas Indonesia
Pelarangan teater..., Rima Dini Rahayu, FIB UI, 2012
89 LAMPIRAN 2 PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 30 TAHUN 1981 Koleksi Arsip Nasional Republik Indonesia
Universitas Indonesia
Pelarangan teater..., Rima Dini Rahayu, FIB UI, 2012
90
Universitas Indonesia
Pelarangan teater..., Rima Dini Rahayu, FIB UI, 2012
91
LAMPIRAN 3 Kronologi produksi Teater Koma, dari awal terbentuk hingga akhir masa Orde Baru243 1. Rumah Kertas, 3 – 5 Agustus 1977, Teater Tertutup Taman Ismail Marzuki (TIM) 2. Cermin, 30 November 1977, TVRI 3. Maaf Maaf Maaf, 12 – 16 April 1978, Teater Tertutup TIM 4. Maaf Maaf Maaf, 5 – 6 Mei 1978, Universitas Indonesia, setelah pementasan ini Teater Koma dilarang untung mementaskannya di kampus Universitas di Bandung, Yogyakarta dan Surabaya. Ini merupakan pencekalan pertama Teater Koma. 5. Gigi Busuk, 6 Oktober 1978, TVRI 6. Anak Kandung, 4 April 1979, TVRI 7. Si Bakil, 31 Mei 1979, TVRI 8. J.J – Jian Juhro, 1 – 7 September 1979, Teater Tertutup TIM 9. Potret, 12 April 1980, TVRI 10. Kontes 1980, 22 – 28 Juli 1980, Teater Arena 11. Lubang, 6 Agustus 1980, Granadha Jakarta 12. Kena Tipu, 24 September 1980, TVRI 13. Lubang, 15 Desember 1980, Granadha Jakarta 14. Citra Menguak Takdir, 28 Januari 1981, Balai Sidang Senayan 15. Matahari-matahari, 6 Februari 1981, TVRI 16. Kopral Doel Kotjek, 20 – 26 November 1981, Teater Tertutup TIM 17. Gelas Retak, 17 September 1982, TVRI 18. Bom Waktu, 24 – 30 September 1982, Teater Tertutup TIM 19. Ibu, Oktober 1982, TVRI 20. Bom Waktu, 11 – 12 Desember 1982, Teater Tertutup TIM 21. Opera Ikan Asin, 30 Juli – 8 Agustus 1983, Teater Tertutup TIM 22. Opera Ikan Asin, 20 – 21 Agustus 1983, Graha Bhakti Budaya (GBB) TIM 23. Pinangan, 22 September 1983, Cibubur 24. Pemburu Perkasa, 30 Oktober 1983, Bandung 25. Benang-benang Rapuh, 14 Desember 1983, TVRI 26. Lingkaran Putih, 4 Maret 1984, TVRI 27. Opera Salah Kaprah, 5 – 6 Juni 1984, TVRI 28. Opera Salah Kaprah, 1 – 8 Agustus 1984, GBB – TIM 29. Opera Salah Kaprah, 3 – 4 Oktober 1984, GBB – TIM 30. Balada Hari Jadi, 20 Oktober 1984, Hotel Hilton 31. Tiga Merpati, 4 Desember 1984, TVRI 32. Pemburu Perkasa, 4 April 1985, Cipayung 33. Anak Kandung, 19 April 1985, TVRI 34. Opera Kecoa, 27 Juli – 11 Agustus 1985, GBB – TIM 35. Opera Kecoa, 23 – 25 Agustus 1985, Bandung. Mendapat ancaman bom melalui telepon sehingga Gedung Rumentang Siang harus diseterilkan. 243
Teater Koma. ”Kronologi Produksi Teater Koma”. http://www.teaterkoma.org
Universitas Indonesia
Pelarangan teater..., Rima Dini Rahayu, FIB UI, 2012
92
36. Doea Dara, 30 September 1985, Hotel Borobudur 37. Opera Kecoa, 5 – 7 November 1985, GBB – TIM 38. Doea Dara, 28 November 1985, TVRI 39. Merah Putih, 14 Februari 1986, Setneg RI 40. Wanita-wanita Parlemen, 20 April – 5 Mei 1986, GBB – TIM. Saat pementasan ini berlangsung N. Riantiarno diinterogasi oleh dua orang Polisi selama dua malam di belakang panggung GBB 41. Balada Komputer, 15 Juli 1986, Metro Building 42. Opera Julini, 22 November – 7 Desember 1986, GBB – TIM 43. Si Bakil, 6 Februari 1987, Hotel Borobudur 44. Karina, 6 April 1987, TVRI 45. Pesta Burung-burung, 22 Agustus 1987, Balai Sidang Senayan 46. Sandiwara Para Bintang, 3 – 25 Oktober 1987, GBB – TIM 47. Opera Primadona, 24 Maret – 1 April 1988, Gedung Kesenian Jakarta (GKJ) 48. Dunia Fantasi, 8 Agustus 1988, Maksima Dufan 49. Sampek Engtay, 27 Agustus – 13 September 1988, GKJ. Saat berlangsung pementrasan ini N. Riantiarno diinterogasi satu hari penuh di markas BAKIN 50. Sampek Engtay, 4 – 5 November 1988, Surabaya 51. Banci Gugat, 24 Februari – 7 Maret 1989, GKJ 52. Sampek, Engtay, 8 April 1989, Surabaya 53. Sampek Engtay, 20 Mei 1989, Medan. sesudah pentas Gladi Resik, Tiara Convention, Teater Koma dilarang menyelenggarakan pementasan oleh aparat Kanwil DEPDIKBUD, Polisi mencabut surat izin karena DIKBUD Medan mendadak menarik surat rekomendasi. 54. Perkawinan Figaro, 7 – 22 Juli 1989, GKJ 55. Perkawinan Figaro, Juli 1989, 6 episode di TVRI 56. Pinangan, Juli 1989, Hotel Borobudur 57. Rembulan Terluka, Oktober 1989, TVRI 58. Jumilah Kembang Kota Paris, Desember 1989, TVRI 59. Konglomerat Burisrawa, 24 Maret – 9 April 1990, GBB – TIM. Setelah pementasan gladi resik N. Riantiarno diinterogasi melalui telepon yang membuat pementasan ini nyaris dicekal. 60. Pialang Segitiga Emas, 22 Juni 1990, Balai Sidang Senayan 61. Si Bakil, 28 Juli 1990, Hotel Borobudur 62. Suksesi, 28 September – 11 Oktober 1990, GBB – TIM. Pementasan ini dilarang oleh polisi pada hari pentas ke-11, 8 November 1990, setelah selama sepuluh hari N. Riantiarno diinterogasi di KODAM dan KOMDAK 63. Opera Kecoa, 28 November – 7 Desember 1990, GKJ. Merupakan pentas uji-coba sebelum pergelaran di 4 kota di Jepang; Tokyo, Osaka, Fukuoka, Hiroshima. Bahkan untuk gladi resik pun dilarang oleh polisi. Sebagai akibat, pentas keliling Jepang yang sudah dipersiapkan selama 2 tahun, dilarang pula oleh aparat pemerintah. 64. Balada Bankir, 19 Januari 1991, Hotel Hilton 65. Kena Tipu, 24 Februari 1991, Hotel Horison 66. OKB, 20 – 30 Juli 1991, GBB – TIM
Universitas Indonesia
Pelarangan teater..., Rima Dini Rahayu, FIB UI, 2012
93
67. RSJ, 20 November – 3 Desember 1991, GKJ. N. Riantiarno diinterogasi di KODAM selama tiga hari. Aparat dari semua Angkatan Bersenjata RI menanyakan maksud dan tujuan tersembunyi dari naskah RSJ 68. Bunga, Turun Kamu!, 14 Januari 1992, Hotel Sari Pasific 69. RSJ, 20 – 22 Februari 1992, Purna Budaya UGM Yogyakarta 70. RSJ, 10 – 15 Maret 1992, Teater Tertutup TIM 71. Tiga Dewa dan Kupu-kupu, 27 Juni – 12 Juli 1992, GKJ 72. Tenung, 21 November – 6 Desember 1992, GBB – TIM 73. Raja Abu, 23 April – 6 Mei 1993, GKJ 74. Alpharma, 1993, TMII 75. Rampok, 1 – 9 Oktober 1993, GBB – TIM 76. Opera Ular Putih, 23 April – 8 Mei 1994, GBB – TIM 77. Onah dan Impiannya; Suryakanta Kala, November 1994, 3 Episode di TVRI 78. Semar Gugat, 25 November – 8 Desember 1995, GBB – TIM 79. Cinta yang Serakah, 7 – 22 Juni 1996, GBB – TIM 80. Sampek Engtay, 15 – 25 Juni 1997, GBB – TIM 81. Pastojak, 1 Agustus – 1 September 1997, PKJ – TIM 82. Kala, 3 November 1997, GBB – TIM 83. Opera Sembelit, 25 Juli – 7 Agustus 1998, GKJ 84. Opera Sembelit, 16 – 18 November 1998, GBB – TIM
Universitas Indonesia
Pelarangan teater..., Rima Dini Rahayu, FIB UI, 2012
94
LAMPIRAN 4 Koleksi Gambar Yang Berhubungan Dengan Pelarangan Pentas
Gambar 5 Profil N. Riantiarno dalam Forum Keadilan. Nomor 19, Tahun IV, 1 Januari 1996.
Universitas Indonesia
Pelarangan teater..., Rima Dini Rahayu, FIB UI, 2012
95
\
Gambar 6 Kompas. Rabu 10 Oktober 1998
Gambar 7 Media Indonesia. Kamis, 29 November 1990
Universitas Indonesia
Pelarangan teater..., Rima Dini Rahayu, FIB UI, 2012
96
Gambar 8 Merdeka. Kamis, 29 November 1990
Gambar 9 Kompas. Kamis, 29 November 1990
Universitas Indonesia
Pelarangan teater..., Rima Dini Rahayu, FIB UI, 2012
97
Gambar 10 Suara Pembaruan. Kamis 29 November 1990.
Gambar 11 Kompas, 12 Desember 1990 Universitas Indonesia
Pelarangan teater..., Rima Dini Rahayu, FIB UI, 2012
98
LAMPIRAN 5 Koleksi Gambar Poster
Gambar 12 Maaf Maaf Maaf, 1978 Dari Official Website Teater Koma
Gambar 14 Sampek Engtay, 1988 Dari Official Website Teater Koma
Gambar 13 Wanita Wanita Parlemen, 1986 Dari Official Website Teater Koma
Gambar 15 RSJ, 1991 Dari Official Website Teater Koma
Universitas Indonesia
Pelarangan teater..., Rima Dini Rahayu, FIB UI, 2012
99
Gambar 16 Konglomerat Buriswara, 1990 Dari Official Website Teater Koma
Gambar 17 Suksesi, 1990 Dari Official Website Teater Koma
Gambar 18 Opera Kecoa Dari Pusat Dokumentasi Dewan Kesenian Jakarta
Gambar 19 Sampul Naskah RSJ, 1991 Koleksi Perpustakaan Nasional Republik Indonesia
Universitas Indonesia
Pelarangan teater..., Rima Dini Rahayu, FIB UI, 2012
100
Gambar 20 Opera Ikan Asin,1999 Koleksi Teater Koma yang dipamerkan saat pementasan Sie Jin Kwie di Negeri Sihir
Gambar 22 Raja Ubu, 1993 Koleksi Teater Koma yang dipamerkan saat pementasan Sie Jin Kwie di Negeri Sihir
Gambar 21 Opera Ikan Asin, 1983 Koleksi Teater Koma yang dipamerkan saat pementasan Sie Jin Kwie di Negeri Sihir
Gambar 23 Sandiwara Para Binatang, 1987 Koleksi Teater Koma yang dipamerkan saat pementasan Sie Jin Kwie di Negeri Sihir
Universitas Indonesia
Pelarangan teater..., Rima Dini Rahayu, FIB UI, 2012
101
Gambar 24 Rampok, 1993 Koleksi Teater Koma yang dipamerkan saat pementasan Sie Jin Kwie di Negeri Sihir
Gambar 25 Semar Gugat, 1995 Koleksi Teater Koma yang dipamerkan saat pementasan Sie Jin Kwie di Negeri Sihir
Universitas Indonesia
Pelarangan teater..., Rima Dini Rahayu, FIB UI, 2012
RIWAYAT HIDUP
Rima Dini Rahayu, lahir di Jakarta, 30 April 1988, merupakan anak ketiga dari pasangan suami istri Alm. Bapak M. Rofiq Muhjidin dan Ibu Siti Aisyah. Ia memperoleh pendidikan di TK Tat Twam Asi Bintaro, SD Teluk Pucung Asri Bekasi, SLTP Negeri 3 Bekasi, SMU N 1 Bekasi dengan jurusan Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS). Lulus SMUN tahun 2006, ia meneruskan kuliah di Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya, Universitas Indonesia, Program Studi Ilmu Sejarah. Pada tahun 2012, ia memperoleh gelar Sarjana Humaniora dengan skripsi berjudul “Pelarangan Teater Koma Pada Masa Orde Baru (1977 – 1998)”. Semasa kuliah ia bekerja paruh waktu sebagai pemandu wisata di kawasan Kota Tua, Jakarta. Ia aktif dalam kegiatan kampus khususnya bersama organisasi Studi Klub Sejarah (SKS). Pada tahun 2008, ia mendapat kepercayaan untuk mengepalai Departemen Seni dan Kreativitas SKS. Selain itu ia turut menjadi pengurus Ekspresi. media jurnalistik kampus. Untuk memenuhi kesenangannya pada seni teater, ia bergabung dengan kelompok Teater Komersil yang berada di bawah asuhan Museum Bank Mandiri.
Universitas Indonesia
Pelarangan teater..., Rima Dini Rahayu, FIB UI, 2012