PELAKSANAAN NEURO DEVELOPMENTAL TREATMENT (NDT) PADA CEREBRAL PALSY DIPLEGI TYPE SPASTIK DI PNTC KARANGANYAR
PUBLIKASI ILMIAH Disusun Sebagi Salah Satu Syarat Menyelesaikan Program Pendidikan Diploma III Fisioterapi
Oleh : Farra Kharisma Wardani J100130014
PROGRAM STUDI DIPLOMA III FISIOTERAPI FAKULTAS ILMU KESEHATAN UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA
2016
HALAMAN PERSETUJUAN
PELAKSANAAN NEURO DEVELOPMENTAL TREATMENT (NDT) PADA CEREBRAL PALSY DIPLEGI TYPE SPASTIK DI PNTC KARANGANYAR
PUBLIKASI ILMIAH
Oleh:
Farra Kharisma Wardani J100130014
Telah diperiksa dan disetujui untuk diuji oleh:
Agus Widodo, S.Fis, M.Fis
i
HALAMAN PENGESAHAN
PELAKSANAAN NEURO DEVELOPMENTAL TREATMENT (NDT) PADA CEREBRAL PALSY DIPLEGI TYPE SPASTIK DI PNTC KARANGANYAR
Oleh:
Farra Kharisma Wardani J100130014
Telah dipertahankan didepan Dewan Penguji Fakultas Ilmu Kesehatan Universitas Muhammadiyah Surakarta pada Hari Rabu, 29 Juni 2016 dan dinyatakan telah memenuhi syarat.
Dewan Penguji
!. Agus Widodo, S. Fis, M. Fis. (Ketua Dewan Penguji)
(
)
2. Sugiono,S.Fis, M.H(Kes) (Anggota I Dewan Penguji) … 3.Wahyuni,S.Fis, M. Kes. (Anggota II Dewan Penguji)
(
)
(
)
Disahkan oleh : Dekan Fakultas Ilmu Kesehatan Universitas Muhammadiyah Surakarta
Dr. Suwaji, M. Kes NIK 195311231983031002
ii
PERNYATAAN
Dengan ini saya menyatakan bahwa dalam Karya Tulis Ilmiah ini tidak karya yang pernah diajukan untuk memperoleh gelar Diploma III di suatu Perguruan Tinggi dan sepanjang pengetahuan saya juga tidak terdapat karya atau pendapat yang pernah ditulis atau diterbitkan oleh orang lain, kecuali yang secara tertulis diacu dalam naskah dan disebutkan dalam daftar pustaka.
Apabila ternyata kelak dikemudian hari terbukti ada ketidakbenaran dalam pernyataan saya di atas, maka saya bertanggung jawab sepenuhnya dan bersedia menerima sanksi yang diberikan.
Surakarta, 29 Juni 2016 Yang menyatakan,
Farra Kharisma Wardan J100130014
iii
PELAKSANAAN NEURO DEVELOPMENTAL TREATMENT (NDT) PADA CEREBRAL PALSY DIPLEGI TYPE SPASTIK DI PNTC KARANGANYAR ( Farra Kharisma Wardani, 2016, 40 halaman)
Abstrak
Latar Belakang: cerebral palsy diplegi tipe spastik yaitu kondisi pada anak dengan adanya ketidak mampuan gerak (paralisis) disebabkan lesi pada otak yang bersifat non progresif ditandai dengan meningkatnya reflek tendon, stretch reflek yang berlebihan, hiperkontraktilitas otot, sering terdapat klonus yang terjadi pada anggota gerak dimana anggota gerak atas lebih ringan dari anggota gerak bawah. Modalitas fisioterapi yang dapat digunakan untuk menangani gangguan gerak dan fungsi anak cerebral palsy yaitu pendekatan NDT (Bobath). Tujuan : Untuk mengetahui pelaksanaan terapi latihan pendekatan Neuro Developmental Treatment pada Cerebral Palsy diplegi type spastik terhadap penurunan tingkat spastisitas dan kemampuan fungsional berdiri serta berjalan. Hasil: Setelah dilakukan terapi selama 6 kali didapat hasil (1) tingkat spastisitas tetap dengan skala Asworth, pada kedua tungkai dari T1 sampai T6 diperoleh hasil tetap dengan nilai 2. (2) pemeriksaan kemampuan fungsional dengan GMFM dari T1 sampai T6 diperoleh hasil tetap dengan nilai 42,68%. Kesimpulan: pelaksanaan terapi latihan dengan pendekatan Neuro Developmental Treatment pada cerebral palsy diplegi tipe spastik terhadap penurunan tingkat spastisitas dan kemampuan fungsional berdiri serta berjalan belum mengalami perubahan. Kata kunci: Neuro Developmental Treatment (NDT), Gross Motor Function Measure (GMFM) Abstract
Bacground: spastic cerebral palsy diplegi is the condition on the children who have movement disorders (paralisis) is caused by a non progressive brain injury or malformation that signified by tendon reflek development, the surplus stretch reflek, muscle hypercontractility, there is often clonus that occur on movement part which is the upper movement part is lighter than the lower movement part. Physioterapi modality that can use to handle the disturbance of movement and function of cerebral palsy is with NDT approach. Objective: to know the implementation of Practical Therapy Neurodevelopmental Treatment (NDT) in case spastic cerebral palsy diplegi toward to lowering spasticity level and the functional ability of standing and walking. Result: after implementing therapy for six times can be found that (1) spasticity level is constan on Asworth scale on the both legs of T1 to T6 can be found the
1
constan marks is two. (2) the examination of functional movement by GMFM from T1 to T6 is found the constan mark is 42,68%. Conclusion: the implementation of practical Therapy Neuro Developmental Treatment (NDT) ) in case spastic cerebral palsy diplegi toward to lowering spasticity level and the functional ability of standing and walking indicating no change yet. Keywords: Neuro Developmental Treatment (NDT), Gross Motor Function Measure (GMFM) 1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masa tumbuh kembang adalah masa yang sangat riskan terhadap berbagai hal yang dapat mengganggu proses tumbuh kembang anak. Permasalahan dapat timbul sejak dalam kandungan, saat kelahiran, maupun periode awal kehidupan. Gangguan tumbuh kembang tersebut dapat berupa kerusakan atau kelainan pada otak. Gangguan dalam proses tumbuh kembang yang perlu diketahui diantaranya gangguan bicara dan bahasa, autism, down syndrome, cerebral palsy (CP), dan lain-lain. Adapun gangguan proses tumbuh kembang yang saat ini jumlahnya bertambah adalah cerebral palsy (CP). Cerebral Palsy adalah sekelompok gangguan perkembangan motorik dan postur yang bersifat non progresif serta menyebabkan keterbatasan aktifitas, akibat dari kerusakan otak karena otak belum mencapai maturasi. Selain gangguan perkembangan motorik dan postur, biasanya disertai gangguan sensorik, kognisi, bahasa, dan/atau perilaku (IDAI, 2010). Saat ini angka kejadian CP di Negara-negara maju tetap tinggi sekitar dua dari setiap 1000 kelahiran hidup, bahkan ada kecenderungan bertambah meskipun terdapat kemajuan di bidang obstetric dan perawatan NICU (Neonatal Intensive Care Unit) (IDAI, 2010). Ada beberapa modalitas fisioterapi yang dapat digunakan untuk menangani gangguan gerak dan fungsi anak cerebral palsy yaitu pendekatan NDT (Bobath), Hidroterapi, PNF dan lain-lain. Tujuan dari metode NDT adalah menghambat pola gerak abnormal, normalisasi tonus serta memudahkan gerakan yang normal (connor (2004) Randy (2015)) . Sedangkan menurut 2
Shepherd(1997)
dalam
Randy
(2015)
pendekatan
NDT
mampu
meningkatkan kemampuan aktivitas pasien serta memperbaiki tonus otot yang abnormal. 1.2 Rumusan Masalah Apa manfaat penggunaan pendekatan Neuro Developmental Treatment (NDT) pada kasus Cerebral Palsy diplegi tipe spastik terhadap penurunan spastisitas dan terhadap kemampuan fungsional berdiri dan berjalan? 1.3 Tujuan (1) Untuk
mengetahui
manfaat
penggunaan
pendekatan
Neuro
Developmental Treatment (NDT) pada kasus Cerebral Palsy diplegi tipe spastik terhadap penurunan spastisitas. (2) Untuk
mengetahui
manfaat
penggunaan
pendekatan
Neuro
Developmental Treatment (NDT) pada kasus Cerebral Palsy diplegi tipe spastic terhadap kemampuan fungsional berdiri dan berjalan. 1.4 Manfaat (1) Bagi Penulis Menambah pemahaman dalam penatalaksanaan fisioterapi pada kasus cerebral palsy diplegi tipe spastik dengan pendekatan Neuro Developmental Therapy. (2) Bagi Institusi Pendidikan Dapat dijadikan sebagai bahan bacaan diperpustakaan atau sebagai bahan referensi berkaitan dengan penatalaksanaan fisioterapi pada pasien cerebral palsy diplegi tipe spastik dengan pendekatan Neuro Developmental Therapy (3) Bagi Masyarakat Memberikan edukasi serta informasi kepada pasien, keluarga, masyarakat sehingga lebih mengetahui gambaran cerebral palsy diplegi tipe spastik dan peran fisioterapi pada kondisi tersebut menggunakan pendekatan Neuro Developmental Therapy.
3
2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Definisi Cerebral Palsy Cerebral palsy diplegi tipe spastik yaitu kondisi pada anak dengan adanya ketidakmampuan gerak (paralisis) disebabkan lesi pada otak yang bersifat non progresif ditandai dengan meningkatnya reflek tendon, stretch reflek yang berlebihan, hiperkontraktilitas otot, sering terdapat klonus yang terjadi pada anggota gerak dimana anggota gerak atas lebih ringan dari anggota gerak bawah (Miller, 2007). 2.2 Patofisiologi Bagian otak yang mengalami kerusakan pada kondisi cerebral palsy antara lain: (1) Korteks serebri,yaitu struktur didalam otak yang memainkan peran kunci dalam ingatan, perhatian, berfikir, bahasa, dan kesadaran. homunculus cerebri, adanya penelitian yang dilakukan oleh Fristch dan Hitzig pada tahun 1870 membuktikan bahwa perangsangan listrik pada korteks serebri akan menimbulkan gerakan anggota tubuh di sisi kontralateral. Sejak saat itu bisa dilakukan pemetaan somatotropik pada korteks serebri mengenai pola gerakan tertentu pada otot-otot wajah, tubuh, anggota gerak atas dan anggota gerak bawah. Pemetaan tersebut dikenal dengan homunculus motorik yang membentang dari bagiaan girus presentralis. (2) Basal ganglia, terdiri dari kumpulan badan sel syaraf, terletakl dibagian dalam masing-masing belahan otak. Fungsinya untuk mengontrol aktifitas otot, memperkuat aktifitas motorik melalui sirkuitsirkuit yang memberi umpan balik pada korteks motorik (Sudibjo, 2013). (3) Cerebellum, terletak didalam fossa crania posterior, posterior terhadap pons dan medulla oblongata. Bagian ini mempunyai peran penting dalam integrasi sensorik persepsi,koordinasi dan motor control (Snell,2006) 2.3 Etiologi Menurut Khusna (2012), ada beberapa faktor penyebab kerusakan otak pada anak-anak yang kemudian mengakibatkan cerebral palsy. Hal itu
4
bisa terjadi sebelum anak dilahirkan (prenatal), saat anak dilahirkan (neonatal), dan setelah dilahirkan (posnatal). 2.4 Tanda dan Gejala Menurut Miller & Bachrach 1995, tanda dan gejala spesifik yang terjadi pada cerebral palsy diplegi tipe spastic yaitu spastisitas pada otototot anggota gerak terutama anggota gerak bawah, hyper reflek terutama patellar reflek, gerakan yang terjadi adalah gerakan dengan pola gerak inner range semua sendi terutama sendi gerak, gerak rotasi tidak berkembang secara sempurna, dan gangguan perkembangan motorik. 2.5 Pendekatan Neuro Developmental Treatment Neuro developmental treatment (NDT) adalah salah satu pendekatan yang paling umum digunakan untuk intervensi anak-anak dengan gangguan perkembangan. Pendekatan ini mempunyai fokus pada partisipasi aktifitas, struktur dan fungsi tubuh. Tehnik terapi bobath terdiri dari penanganan terapi, fasilitasi, inhibisi, serta key point of control( Fadil, 2013).
3. PENATALAKSANAAN STUDI KASUS 3.1 Identitas Pasien Dari anamnesis umum yang dilakukan didapatkan informasi pasien bernama An.FA, berjenis kelamin laki-laki, berumur 12tahun, beragama Islam, pasien tinggal di Sekenirung Bandung dengan diagnosis cerebral palsy spastic diplegi. Pasien mengeluhkan adanya kekakuan pada kedua tungkai serta belum bisa berdiri dan berjalan secara mandiri. 3.2 Pemeriksaan Fisioterapi Pemeriksaan meliputi pemeriksaan fisik dan tanda fital, inspeksi (statis dan dinamis), palpasi, perkusi, pemeriksaan gerak dasar, pemeriksaan kognitif, intrapersonal dan interpersonal, pemeriksaan refleks, pemeriksaan spastisitas, serta kemampuan fungsional. 3.3 Problematika Fisioterapi 5
(1) Impairment: terdapat spasstisitas pada anggota gerak bawah (2) functional limitation: anak belum mampu berdiri dan berjalan secara mandiri (3) .Disability: Anak belum bisa mengikuti kegiatan olahraga saat disekolah, terutama olahraga yang menggunakan kemampuan fungsional kaki.
4. PELAKSANAAN TERAPI Pelaksanaan fisioterapi dilaksanakan sebanyak 6kali, pada tanggal 06,07,08,11,12, dan 13 Januari 2016. Pelaksanaan fisioterapi dilakukan berdasarkan pemeriksaan spastisitas menggunakan skala Aswort dan pemeriksaan kemampuan fungsional menggunakan GMFM. Modalitas Fisioterapi yang diberikan yaitu pendekatan Neuro Developmental Treatment (NDT) yang bertujuan untuk mengontrol spastisitas dan meningkatkan kemampuan fungsional.
5. HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Hasil (1) Tingkat Spastisitas Grafik 5.1 Evaluasi tingkat spastisitas
6
(2) Kemampuan Fungsional Tabel 4.11 Hasil Evaluasi Kemampuan Fungsional dengan GMFM Dimensi
T0
T6
A (terlentang, dan tengkurap)
92,15%
92,15%
B (duduk)
61,67%
61,67%
C (merangkak dan berlutut)
59,52%
59,52%
D (berdiri)
0%
0%
E (berjalan, lari, dan melompat)
0%
0%
Total Skor (jumlah/5 x 100%)
42,68%
42,68%
5.2 Pembahasan (1) Tingkat Spastisitas Pengukuran tingkat spastisitas pada T6 menunjukan hasil yang sama yaitu nilai 2. Tidak adanya penurunan spastisitas anggota gerak bawah dari awal pemeriksaan sampai evaluasi. Hal tersebut dikarenakan untuk menurunkan spastisitas pada anak cerbral palsy butuh waktu yang lama dengan intensitas yang rutin, sehingga akan menimbulkan efek pola gerak yang akan menghasilkan gerak volunter. Dalam jurnal Lidija et all (2014) yang berjudul ”Assesment and Treatment of Spasticity in Children with Cerebral Palsy” tertulis bahwa spastisitas tidak pernah sembuh secara spontan karena kerusakan otak tidak bisa dirubah. (2) Kemampuan Fungsional Tidak ada peningkatan kemampuan fungsional yang diukur dengan GMFM dari awal pemeriksaan sampai evaluasi.
Tidak adanya
perubahan nilai GMFM pada Cerebral palsy disebabkan oleh adanya lesi pada otak yang bersifat permanen sehingga butuh waktu yang lama untuk menuntut adanya banyak perubahan. Hal ini sesuai dengan pengertian Cerebral Palsy menurut Utomo (2013) dalam jurnalnya cerebral palsy merupakan kerusakan jaringan otak permanen, bersifat 7
non progresif terjadi sejak dilahirkan dengan gambaran klinis yang menunjukan kelainan sikap dan gerak serta kelainan neurologis berupa spastik dan kelainan mental. Hal tersebut juga sejalan dengan Enzema, et al (2014) dalam “Effect of neuro-developmental therapy (NDT) on disability level of subjects with cerebral palsy receiving physiotherapy at the University of Nigeria Teaching Hospital, Enugu, Nigeria”, menjelaskan bahwa NDT merupakan modalitas terapi yang efektif untuk rehabilitasi penyandang CP. Durasi dan frekuensi terapi merupakan faktor penting pada penanganan CP menggunakan NDT. Hasil terbaik diperoleh pada durasi terapi ≥12 bulan dengan frekuensi >1 kali setiap minggu. Disarankan untuk meningkatkan frekuensi dan durasi terapi untuk pemulihan yang lebih baik. Sehingga, untuk meningkatkan nilai kemampuan fungsional anak cerebral palsy harus memerlukan waktu yang lama dan intensitas yangn lebih banyak.
6. KESIMPULAN DAN SARAN 6.1 Kesimpulan Setelah dilakukan terapi selama 6kali pasien atas nama an.FA usia 12 tahun dengan diagnosa cerebral palsy spastik diplegi menggunakan pendekatan Neuro Developmental Treatment didapatkan hasil yaitu: (1) Spastisitas kedua tungkai dengan parameter skala Aswort dari pemeriksaan awal T1 sampai dengan akhir T6 diperoleh hasil tetap dengan nilai 2, (2) Pemeriksaan kemampuan fungsional dengan GMFM dilihat dari pemeriksaan awal T1 sampai dengan akhir T6 belum mengalami peningkatan. Hal tersebut dikarenakan keterbatasan waktu penulis dalam memberikan terapi dan cerebral palsy merupakan kerusakan jaringan otak permanen, bersifat non progresif terjadi sejak dilahirkan dengan gambaran klinis yang menunjukan kelainan sikap dan gerak serta kelainan neurologis berupa spastik dan kelainan mental (Utomo, 2013). 8
Selain terapi yang dilaksanakan secara rutin diperlukan adanya dukungan dan motivasi tinggi yang diberikan untuk pasien dari keluarga. Hal tersebut penting karena mengingat fisioterapi tidak dapat memantau secara langsung kegiatan sehari-hari pasien. 6.2 Saran Untuk mencapai hasil yang maksimal dalam terapi, dibutuhkan motivasi tinggi dari dalam diri pasien sendiri serta kerjasama dari berbagai pihak. Pihak-pihak tersebut diantaranya Dokter rehab medik, fisioterapi, okupasi terapi, ahli gizi, psikolog dan yang paling penting adalah support dari keluarga secara langsung dalam tiap sesi latihan dan pemberian home program yang sesuai dengan kondisi pasien.
DAFTAR PUSTAKA Charlene, B., Darrah, J. 2001. Effects of Neurodevelopmental Treatment for Cerebral Palsy. Developmental Medicine and Child Neurology. Diakses: 12/03/2016. URL:http://www.aacpdm.org/resources/outcomes/NDTEvidence.pdf. Dhofirul, Fadil. 2013. Kombinasi Neuro Developmental Treatment Dan Sensory Integration Lebih Baik Daripada Hanya Neuro Developmental Treatment Untuk Meningkatkan Keseimbangan Berdiri Anak Down Syndrome. Tesis. Denpasar: Universitas Udayana.
Ezema, et al. 2014. Effect of neuro-developmentaltherapy (NDT) on disability level of subjects with cerebral palsy receiving physiotherapy at the University of Nigeria Teaching Hospital, Enugu, Nigeria.Niger J Paed 2014; 41 (2): 116 –119. Ikatan Dokter Anak Indonesia. 2010. A Journey to Child Neurodevelopment: Appplication in Daily Practice. Jakarta: Badan Penerbit Ikatan Dokter Anak Indonesia. Indrastuti, L. 1990; Makalah Seminar Cerebral Palsy Gangguan Gerak dan Mental pada Anak, Universitas Negeri Semarang, Semarang.
9
Jun Sun Hong. 2011. Cerebral Palsy Treatment Ideas. Korea: Koonja Publishing INC.
Khusna, J. 2012. Penerapan Musik Sebagai Media Terapi Fisik Motorik Bagi Anak Penyandang Cerebral Palsy di Yayasan Pembinaan Anak Cacat (YPAC) Semarang. Skripsi. Semarang: Universitas Negeri Semarang.
Miller, F. 2007. Physical Therapy of
Cereblal Palsy. New York: Springer
Science&Bussines Media. Miller & Bachrach. 1995; Cerebal Palsy A Complete Guide for Caregiving; The Johns Hopkins University Press, Baltimore. Lidija D, Hristina C, Manja S, Anita S, Dragan Z, Bratislav C. 2014. Assesment and Treatment of Spasticity in Children with Cerebral Palsy. Scientific Journal of the Faculty of Medicine in Nis Vol 31(3):163-169. Ottenbacher,et al. 1986.Quantitative Analysis Of The Effectiveness Of Pediatric Therapy. July, Vol.66 (7): 1095 – 101. Randi. 2013. Penatalaksanaan Fisoterapi pada Cerebral Palsy Diplegi Type Spastik Di PNTC Karanganyar. Karya Tulis Ilmiah. Surakarta: Poltekkes Surakarta.
Sarjono, T. 2010. Pengaruh Mobilisasi Trunk terhadap Penurunan Spastisitas pada Cerebral Palsy Spastik Diplegi. Jurnal Pena. Volume 19. Nomer 1: September 2010: 69-77. Sudibjo, P. 2013. Anatomi Otak dan Vertebra. Diakses: 16/03/2016. Staff.uny.ac.id Suharso, D. 2006. Cerebral Palsy Diagnosis dan Tatalaksana. Naskah Lengkap Continuing Education XXXVI. 29-30 Juli 2006. Surabaya. FK UNAIR RSU Dr.Sutomo.
Snell, R. 2006. Neuroanatomi Klinik Untuk Mahasiswa Kedokteran. Edisi ke-5. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC. Utomo. 2013. Cerebral Palsy Tipe Spastic Diplegi pada Anak Usia Dua Tahun. Medula Unila. Volume 1. Nomor 4: Oktober 2013: 25-34.
10