Optimasi Proses Spinning Terhadap Kekuatan Tarik Benang Dengan Metode Taguchi Giyanto, Supardi Sigit Dosen Fakultas Teknik, Program Studi Teknik Industri Universitas Islam Syekh Yusuf Tangerang
Abstrak Kekuatan tarik benang erat sekali hubungannya dengan proses pembuatan kain. Benang yang kurang kuat akan mudah putus sehingga akan mempengaruhi efisiensi produksi.Untuk itulah perlu optimasi proses spinning terhadap peningkatan kekuatan tarik benang. Penelitian dilakukan di mesin ring spinning dengan menggunakan metode Taguchi. Faktor-faktor yang diteliti meliputi beban front top roller(10 kg, 12 kg, 14 kg), diameter front top roller (27,5 mm, 28,0 mm, 28,5 mm), Roller gauge (44 x 58 mm, 44 x 60 mm, 44 x 62 mm), dan tensor gauge(5,6 mm, 6,0 mm, 6,4 mm). Analisa data yang dipakai untuk menganalisa adalah rasio S/N. Karena kekuatan tarik benang yang diharapkan setinggi mungkin, maka rasio S/N yang dipakai adalah semakin besar semakin baik. Hasil eksperimen menunjukkan bahwa semua faktor memberikan pengaruh yang signifikan. Dengan memakai setting optimal yaitu beban front top roller 10 kg, diameter front top roller 28,5 mm, roller gauge 44 x 62 mm dan tensor gauge 6,4 mm kekuatan tarik benang meningkat 3,095 % dibanding eksperimen dengan memakai setting awal . Hasil uji verifikasi mengkonfirmasi peningkatan kekuatan tersebut.
Kata kunci: kekuatan benang, metode Taguchi, proses spinning
Abstract Tensile strength of yarn to be intimately linked with the process of cloth. Threads that are less powerfull easily break so it will affect the efficiency of production. For process optimazation it is necessary to increase the tensile strength of spinning yarn. The study was conducted at the ring spinning machine by using Taguchi methode. Factors examined include : the front top roller load (10 kg, 12 kg, 14 kg), the front top roller diameter (27,5 mm, 28,0 mm, 28,5 mm), roller gauge (44 x 58 mm, 44 x 60 mm, 44 x 62 mm), tensor gauge (5,6 mm, 6,0 mm, 6,4 mm). Analysis of the data used to analyze is the S/N ratio. Because the yarn tensile strength as high as might br expected, then the ratio S/N criterion used is the larger the better. The experimental result showed that all factor had a significant infuence. Using optimal setting are : front top roller load 10 kg, a diameter of 28,5 mm front top roller, roller gauge 44 x 62 mm, and 6,4 mm tensor gauge yarn tensile strength increased 3,095 % compared with experiments using the initial setting. Verification test result confirm the increase in tensile strength. Key words : Tensile strength, Taguchi methode, spinning process
4
3) Roller
gauge
(44x58
mm,
44x60
mm,
44x62mm)
1. PENDAHULUAN
4) Tensor gauge (5,6 mm, 6,0 mm, 6,4 mm)
Kualitas benang khususnya kekuatan tarik
Variabel terikat yang diuji adalah kekuatan
(tenacity) merupakan salah satu jaminan yang harus
tarik benang (tenacity).
dipenuhi oleh perusahaan kepada pelanggannya.
2. METODOLOGI PENELITIAN
Oleh karena itu diperlukan perbaikan-perbaikan dan peningkatan kualitas secara terus menerus. Kondisi
Dalam penelitian ini metode Taguchi dipakai
diatas berlaku juga pada pabrik pemintalan benang
dalam
merancang
selalu berusaha untuk melakukan perbaikan dan
pemilihan metode ini adalah efisiensinya. Dengan
peningkatan kualitas. Jenis benang yang ingin
kata lain, metode Taguchi membutuhkan jumlah
diperbaiki kualitasnya adalah benang kapas 100 %
percobaan
dengan nomer tex 30. Standar tenacity benang
rancangan eksperimen yang klasik. Secara skematis
adalah 17,5 g/tex, sedangkan yang terjadi selama
metodologi penelitian bisa dilihat pada gambar 1.
yang
eksperimennya.
lebih
sedikit
Alasan
dibandingkan
ini adalah 16,9 g/tex. Kekuatan tarik benang erat Studi Pustaka
sekali hubungannya dengan proses berikutnya yaitu proses pembuatan kain. Benang yang kurang kuat akan
mudah putus sehingga
berakibat pada
Studi Pendahuluan
turunnya efisiensi produksi. Faktor - faktor yang dapat mempengaruhi kekuatan tarik benang ada Definisi karakteristik kualitas
beberapa hal (wibowo moerdoko 1973) antara lain : 1) Mengganti bahan baku dengan strengthnya
Penentuan faktor-faktor yang berpengaruh
tinggi 2) Menambah jumlah antihan benang
Pemilihan faktor terkendali & tidak
3) Memperbaiki kerataan benangnya. Dari 3 hal tersebut yang ingin diperbaiki adalah kerataan benangnya. Karena benang yang tidak rata
Penentuan level faktor terkendali
banyak tempat tebal dan tipis pada benang dan pada tempat yang tipis tersebut benang akan mudah
Pemilihan orthogonal array
putus. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk
Pelaksanaan eksperimen
menentukan kombinasi dari tiap level faktor pada tiap variabel proses yang dapat memaksimalkan
Analisa hasil eksperimen dan Penentuan kombinasi optimal
kekuatan tarik benang. Variabel bebas yang diteliti meliputi :
Respon teknis
1) Beban front top roller (10 kg, 12 kg, 14 kg) 2) Diameter front top roller (27,5 mm, 28,0 mm,
Gambar 1. Flowchart Metodologi Penelitian
28,5 mm)
5
Faktor B adalah diameter front top roller, yaitu
Dari hasil studi pendahuluan dan ditunjang oleh daftar pustaka serta hasil brainstorming
b1= 27.5 mm, b2= 28.0 mm, b3= 28.5 mm.
dengan para karyawan dapat diidentifikasi faktorfaktor yang dapat mempengaruhi kekuatan tarik benang.
Adapun
faktor-faktor
yang
Faktor C adalah roller gauge, yaitu c1= 44 x 58 mm, c2= 44 x 60 mm, c3=44 x 62 mm.
Faktor D adalah tensor gauge, yaitu d1= 5.6 mm, d2=6.0 mm, d3=6.4 mm.
dapat
mempengaruhi kekuatan tarik benang dapat dilihat pada gambar 2 berikut :
Matriks Orthogonal Matriks orthogonal merupakan matriks eksperimen dimana setiap kolom menggambarkan level-level faktor atau kondisi yang dapat diubah pada setiap eksperimen dilakukan. Sedangkan setiap baris menggambarkan level faktor yang Metode
manusia
sudah ditetapkan dalam eksperimen. Matrik disebut Kurang terampil
orthogonal karena antar faktor-faktor kendali tidak
Tidak ada standar
terjadi interaksi, dan efek dari faktor yang satu pendidikan
dapat dipisahkan dengan efek faktor yang lain, sehingga jumlah eksperimen yang dilakukan dapat
Malas
mixing
direduksi. Adapun penulisan matriks orthogonal
Strength rendah
adalah sebagai berikut :
Kekuatan tarik Tidak terawat
La (bc)
Banyak Serat pendek
Setting tidak tepat
di mana : L = rancangan bujur sangkar latin a =
Material
Mesin
jumlah baris, mengindikasikan jumlah percobaan dibutuhkan
b = jumlah level yang dipakai c =
Gambar 2. Diagram sebab akibat yang mempengaruhi kekuatan tarik benang
jumlah kolom, menunjukkan jumlah faktor yang dipakai.
Penentuan Dari analisa diagram sebab akibat serta
matriks
orthogonal
yang
dipakai
bergantung pada derajat bebas, banyak faktor
pertimbangan dari pihak perusahaan dapat diambil
kendali, serta level faktor kendali.
beberapa variabel, yaitu: 1) Variabel respon, yaitu: kekuatan benang, yang
Vf
=(banyaknya faktor) x (banyaknya level-1)
didapatkan dari hasil uji tarik benang. 2) Variabel bebas/faktor, terdiri dari:
VOA =(banyaknya faktor) x (banyaknya level-1)
Faktor A adalah beban front top roller , yaitu
dimana :
a1=10 kg, a2=12 kg, dan a3=14 kg.
Vf
6
=Total derajat bebas seluruh faktor dan level
VOA =Total derajat bebas dari matrik orthogonal.
noise. Karena kekuatan benang diharapkan setinggi mungkin, maka SNR yang dipilih adalah larger the
Sehingga pemilihan matriks orthogonal VOA ≥ Vf
better, yang diwakili oleh rumus:
1 n 1 10 log10 2 n i 1 yi
Matrik ortogonal untuk 3 level mempunyai pilihan sebagai berikut :
3. HASIL PENELITIAN L9 (34), L27 (313),L81 (340).
3.1. Pengolahan Data Data yang diperoleh dari hasil pengujian
Dalam eksperimen ini terdapat 4 faktor dengan
kekuatan tarik benang pada lampiran 1 sampai
rancangan 3 level, maka jumlah derajat kebebasan
lampiran 9, kemudian untuk mengetahui apakah
adalah :
ada
pengaruh
perbedaan
antara
kombinasi
perlakuan terhadap kekuatan tarik benang akan Derajat bebas untuk faktor dan level (Vf) sebagai
dianalisa terhadap efek mean dan efek rasio S/N
berikut :
yang pembahasannya sebagai berikut :
Vf
=
4 (3 – 1)
=
8 3.1.1. Perhitungan Terhadap Efek Mean
Derajat bebas untuk matrik ortogonal
Tabel 2. Perhitungan terhadap efek mean
4
(VOA ) untuk L9 (3 ) : VOA
=
4 (3 - 1)
=
Trial No. 1 2 3 4 5 6 7 8 9 Total
8
Karena derajat bebas Vf sama dengan derajat bebas VOA untuk L9 (34), maka matrik ortogonal yang dipakai adalah L9 (34).
Tabel 1. Matrik Ortogonal L9 (34) Nomor Fakto Fakto Fakto Fakto Percobaa rA rB rC rD n 1 1 1 1 1 2 1 2 2 2 3 1 3 3 3 4 2 1 2 2 5 2 2 3 1 6 2 3 1 2 7 3 1 3 2 8 3 2 1 3 9 3 3 2 1
1 17,26 17,32 17,55 17,36 17,38 17,34 17,18 17,24 17,30 155,93
Ulangan 2 17,18 17,34 17,58 17,34 17,35 17,36 17,22 17,27 17,28 155,92
Mean 3 17,22 17,33 17,63 17,37 17,36 17,35 17,23 17,25 17,31 156,05
17,220 17,330 17,587 17,357 17,363 17,350 17,210 17,253 17,297 17,330
Perhitungan Efek mean
ALevel
1
17,22 17,33 17,587 3
17 ,379
Efek untuk faktor A = rata-rata respon terbesar – rata-rata respon terkecil = 17,379 – 17,253 = 0,126 Dari efek tiap-tiap faktor pada Tabel 3 dapat
Dalam metode Taguchi ini dipakai signal-
dilihat urut-urutan pengaruh tiap-tiap faktor mulai
to-noise ratio (SNR) untuk mengevaluasi kualitas
yang terbesar sampai yang terkecil. Karena jenis
dari suatu produk. SNR mengukur tingkat kinerja
karakteristik kualitas kekuatan benang adalah
dibandingkan efek dari faktor noise. Selain itu,
larger the better, maka dipilih faktor yang
SNR juga mengindikasikan stabilitas kinerja dari karakteristik output terhadap gangguan faktor
7
menghasilkan respon terbesar sebagai rancangan
Dari efek tiap faktor terhadap SNR didapat
usulan.
urutan dari yang efeknya terbesar sampai terkecil adalah faktor B, A, C, dan D. Bila informasi yang diperoleh dari Tabel 4 digabungkan dengan hasil
Tabel 4. Efek Untuk Mean
A
B
C
D
Level 1
17,379
17,262
17,274
17,293
Level 2
17,357
17,316
17,328
17,297
Level 3
17,253
17,411
17,387
17,399
large the better. Perhitungan rasio S/N untuk seluruh
Efek
0,126
0,149
0,113
0,106
percobaan dapat dilihat pada tabel 6.
Rangking
2
1
3
4
Optimum
A1
B3
C3
D3
Efek = rata-rata respon terbesar- rata-rata respon terkecil
3.2.2. Perhitungan terhadap rasio S/N Perhitungan ini dilakukan dengan karateristik
Tabel 3. Perhitungan terhadap efek rasio S/N Trial No. 1 2 3 4 5 6 7 8 9
Ulangan 2 17,18 17,34 17,58 17,34 17,35 17,36 17,22 17,27 17,28
1 17,26 17,32 17,55 17,36 17,38 17,34 17,18 17,24 17,30
dari Tabel 5, maka akan didapat rancangan usulan yang sama, yaitu B3, A1, C3, dan D3.
Rasio S/N 24,721 24,776 24,904 24,789 24,793 24,786 24,716 24,737 24,759
3 17,22 17,33 17,63 17,37 17,36 17,35 17,23 17,25 17,31
Selain analisa efek mean dan SNR, hasil eksperimen juga dianalisa dengan analisa varian (ANOVA). Contoh perhitungan adalah sebagai berikut:
Sum of square due to mean (SSm)
SS m ny 2 27 *17 ,33 2 8.108,534 Selanjutnya juga dihitung efek untuk SNR
di mana n = jumlah seluruh percobaan
yang hasilnya ditunjukkan pada Tabel 5. Contoh
y = rata-rata seluruh percobaan
perhitungan untuk Tabel 5 adalah sebagai berikut:
ALevel 1
24,721 24,776 24,904 3
124 ,00
Sum of square (SS)
SS
Efek untuk faktor A = rata-rata respon terbesar –
n x SS 2 xi i
m
2
SSA = (9*17,379 )+ (17,2532)+ (9*17,3572)-
rata-rata respon terkecil
8108,534
= 24,800 – 24,737
= 0,080807
= 0,063
Tabel 4. Efek Untuk SNR
Total sum of square (SST) SST = Σy2 - SSm
Level 1 Level 2 Level 3 Efek Rangkin g Optimu m
A 24,80 0 24,73 7 24,78 9 0,063 2
B 24,74 2 24,76 9 24,81 6 0,074 1
C 24,74 8 24,77 5 24,80 4 0,056 3
D 24,75 8 24,75 9 24,81 0 0,052 4
A1
B3
C3
D3
SST = 8108,6345 – 8108,534 = 0,314896
Sum of square due to error (SSe) SSe = SST – ΣSS = 0,314896 – (0,080807 + 0,102430 + 0,064807 + 0,056719) = 0,010133
8
Mean square
Setelah rancangan optimal didapat, maka harus
MS = SS / df
diketahui pula prediksi respon dari rancangan
MSA = SSA / df
optimal tersebut. Setelah itu eksperimen verifikasi
= 0,080807 / 2
dapat dilakukan untuk dibandingkan dangan hasil
= 0,040404
prediksi. Jika prediksi respon eksperimen verifikasi cukup
MSe = SSe / df
bahwa
sama
disimpulkan
= 0,000563
memadai dan sebaliknya.
lain,
rancangan
maka sudah
dapat cukup
Untuk rancangan usulan (A1, B3, C3, dan D3),
F-ratio F-ratio = MS / MSe
besar prediksi rata-rata proses adalah sebesar:
F-ratio(A) = MSA / MSe
prediksi A 1 B13 C 13 D13 3 y
=
= 71,770
satu
= 0,010133 / 18
= 0,040404 / 0,000563
dekat
17,379+17,411+17,399+17,387–
(3*17,330) = 17,586
Pure sum of square (SS’) SS’ = SS – (df * MSe)
Selanjutnya besar rata-rata proses hasil prediksi ini
SSA’ = SSA – (df * MSe) = 0,080807 – (2 * 0,000563) = 0,079681
akan
berikut: Ho: μ = μ0 H1: μ ≠ μ0 di mana μ adalah rata-rata dengan setting awal, dan μ0 adalah rata-rata hasil prediksi. Ho akan ditolak apabila t0 < -tα,ν. t0
varian ditunjukkan pada Tabel 6. Tabel 6. Hasil Analisa Varian v 2 2 2 2 18 26 8108,534 1
MS 0,040404 0,051215 0,028359 0,032404 0,000563 0,012111
F 71,770 90,974 50,375 57,559
hasil
Adapun uji hipotesa yang dilakukan adalah sebagai
Hasil perhitungan selengkapnya untuk analisa
SS
kondisi
yang tercantum pada Tabel 7.
Persen kontribusi (ρ) ρ = (SS’ / SST) * 100% ρA = (SSA’ / SST) * 100% = (0,079681 / 0,314896) * 100% = 25,30%
0,080807 0,102430 0,056719 0,064807 0,010133 0,314896
dengan
eksperimen yang memakai setting awal, seperti
Pure sum of square due to error (SSe’) SSe’ = SST – ΣSS’ = 0,314896 – (0079681 + 0,101304+ 0,063681 + 0,055593) = 0,014637
Source A B C D Error SST Mean
dibandingkan
x 0 s/ n
16,907 17,586 0,37067641 / 20
t0 = -8,191998 SS’ 0,079681 0,101304 0,055593 0,063681 0,014637 0,314896
ρ%
Nilai t0 lebih kecil daripada nilai -tα,ν, yang besarnya
25,30 32,17 17,65 20,22 4,65 100
-2,920 (untuk α = 5%). Jadi, dapat disimpulkan ada cukup bukti untuk menolak bahwa μ = μ0. Dengan kata lain, hasil prediksi lebih baik dari hasil eksperimen yang memakai setting awal perusahaan.
Dari tabel ANOVA di atas tampak bahwa
Selanjutnya, eksperimen verifikasi dilakukan
semua faktor yang dipilih memang memberikan
karena hasil prediksi memang menunjukkan adanya
pengaruh yang signifikan pada kekuatan benang.
perbaikan. Hasil dari eksperimen verifikasi dengan setting yang optimal juga disajikan pada Tabel 7.
4. UJI VERIFIKASI
9
Uji hipotesa untuk membandingkan hasil
Berdasarkan target larger the better, maka level
prediksi dengan hasil eksperimen memakai setting
yang dipilih untuk setting optimum adalah A1, B3,
optimal adalah sebagai berikut:
C3 dan D3. Dari hasil ANOVA diketahui bahwa
Ho: μ = μ0
semua faktor berpengaruh secara nyata terhadap
H1: μ ≠ μ0
rata-rata karakteristik kekuatan tarik benang.
di mana μ adalah rata-rata hasil eksperimen 4.2.2. Terhadap Faktor A (beban front top roller)
memakai setting optimal, dan μ0 adalah rata-rata
Faktor A (beban front top roller) berpengaruh
hasil prediksi. Ho akan ditolak apabila |t0| > tα/2,ν.
secara nyata terhadap rata-rata kekuatan tarik
x 0 17,5935 17,586 t0 s/ n 0,3304438/ 20
benang. Hubungan setting beban front top roller dengan kekuatan tarik benang seperti pada gambar
t0 = 0,105835
3. sebagai berikut :
Harga tα/2,ν adalah sebesar 4,303 untuk α = 5%. Jadi, dapat disimpulkan tidak ada perbedaan antara
Kekuatan tarik (g/tex)
eksperimen
memakai
setting
17.357
17.35
memakai setting optimal. Atau, dengan kata lain hasil
17.379
17.4
hasil prediksi dengan rata-rata hasil eksperimen
17.3
optimal
17.253
17.25
menunjukkan apa yang diprediksikan memang
17.2
tercapai.
17.15
1.1.
Pembahasan
10
Penelitian tentang optimasi proses spinning untuk meningkatkan
kekuatan
12
14
Beban front top roller (Kg)…
tarik benang dengan
menggunakan metode Taguchi akhirnya diperoleh
Gambar 3. Grafik hubungan antara beban front top roller dengan kekuatan tarik benang
keputusan sebagai berikut : 4.2.1. Terhadap Nilai Rata – rata besar
Dari grafik terlihat bahwa beban front top
pengaruhnya terhadap kekuatan tarik benang kapas 100
roller semakin besar sampai batas level penelitian
% dengan nomor benang Tex 30 adalah sebagai berikut :
(10 kg sampai 14 kg) nilai kekuatan tarik
Tabel 7. Respon efek faktor utama Faktor
benangnya makin menurun. Beban front top roller
Rangking
faktor
berdasarkan
10 kg menghasilkan nilai kekuatan tarik benang Level
A
B
C
D
Level 1
17,379
17,262
17,274
17,293
dengan beban 10 kg kerataan benang semakin baik
Level 2
17,357
17,316
17,328
17,297
sehingga
Level 3
17,253
17,411
17,387
17,399
sedangkan untuk pembebanan yang lebih besar
Efek
0,126
0,149
0,113
0,106
Rangking
2
1
3
4
Optimum
A1
B3
C3
D3
yang paling optimum. Hal ini membuktikan bahwa
kekuatan
kekuatan
benangnya
benangnya
menurun
meningkat,
karena
serat
terbebani semakin berat sehingga banyak serat putus dan ketidakrataan benangnya meningkat.
4.2.3. Faktor B (diameter front top roller)
10
Faktor B (diameter front top roller) berpengaruh
secara
nyata
terhadap
rata-rata
17.387
17.4
Kekuatan tarik (g/tex)
kekuatan tarik benang. Hubungan setting diameter
17.328
17.35
front top roller dengan kekuatan tarik benang seperti pada gambar 4. sebagai berikut :
17.274
17.3
17.25 17.2
17.411
Kekuatan tarik (g/tex)
17.45 17.4
44 x 58
17.316
17.35
44 x 60
44 x 62
Roller gauge (mm)
17.262
17.3
17.25
Dari grafik terlihat bahwa jarak antar rol
17.2
peregang (roller gauge) level c3 yaitu 44 x 62 mm
17.15 27.5
28.0
kekuatan tarik benangnya makin tinggi, roller
28.5
Diameter front top roller (mm)
gauge semakin sempit menyebabkan kerataan benannya kurang baik. Hal ini disebabkan pada roller gauge semakin sempit ujung serat yang satu
Gambar 4. Grafik hubungan diameter front top roller teehadap kekuatan tarik benang
sudah ditarik oleh rol peregang depan sedangkan ujung serat lainnya masih dijepit oleh rol peregang
Dari grafik terlihat bahwa diameter front
belakang. Akibatnya serat banyak putus, kerataan
top roller semakin besar kekuatan tarik benangnya
benangnya
semakin meningkat. Hal ini disebabkan pada
semakin
singgungnya
sempurna,
karena
baik
sehingga
kekuatan
benangnya menurun.
diameter front top roller semakin besar penjepitan seratnya
kurang
titik 4.2.5.Faktor D (tensor gauge)
makin lebar. Sehingga kerataan
Faktor D (tensor gauge) berpengaruh
benangnya menjadi baik dan kekuatan benangnya
secara nyata terhadap rata-rata kekuatan tarik
meningkat.
benang. Hubungan setting tensor gauge dengan kekuatan tarik benang seperti pada gambar 6.
4.2.4.Faktor C (roller gauge)
sebagai berikut :
Faktor C (roller gauge) berpengaruh secara nyata terhadap rata-rata kekuatan tarik benang. Hubungan setting roller gauge dengan kekuatan tarik benang seperti pada gambar 5. sebagai berikut :
11
5. DAFTAR PUSTAKA 1.
17.399
Kekuatan tarik (g/tex)
17.42 17.4 17.38 17.36 17.34 17.32 17.3 17.28 17.26 17.24
Bagchi, Tapan P., Taguchi Method Explained: Practical Steps to Robust Design, New Delhi: Prentice Hall, 1993.
2. 17.297
17.293
Moerdoko Wibowo, 1974. Evaluasi Tekstil Bagian Fisika: ITT Bandung
3.
Pawitro dkk., 1975.
Teknologi Pemintalan
Bagian Kedua: ITT Bandung 5.6
6.0
6.4
4.
Tensor gauge (mm)
SNI 08-0269-1989, Cara uji kekuatan tarik benang kapas : Badan Standarisasi nasional.
5.
Sugiarto N. & Shigeru Watanabe. 1993. Teknologi Tekstil: Penerbit Pradnya Paramita,
Dari grafik terlihat bahwa jarak apron atas
Jakarta.
dan apron bawah (tensor gauge) level d3 yaitu 6,4 mm kekuatan tarik benangnya makin tinggi, tensor
6.
gauge semakin sempit menyebabkan kerataan
Salura, 1977. Teori draft dan ketidakrataan benang : ITT Bandung
benannya kurang baik. Hal ini disebabkan pada 7.
tensor gauge semakin sempit ujung jalannya serat
Soejanto Irwan, 2009. Desain eksperimen
tidak sempurna karena terjepit oleh apron atas dan
dengan metode Taguchi : Penerbit Graha
apron bawah. Akibatnya serat banyak yang
Ilmu, Jakarta.
mengambang (floating fibre), kerataan benangnya kurang
baik
sehingga
kekuatan
8.
benangnya
Wahyudi Didik, 2006. Studi kasus optimasi proses sizing benang di PT.XYZ : Jurnal
menurun.
ilmiah Universitas kristen petra, Surabaya 4. KESIMPULAN Beberapa
kesimpulan
9. yang
didapat
dari
W-Klien, 1983. A Pratical guide to ring spinning ,Short staple fiber series : Volume 4
penelitian ini adalah:
10. Zinser, 1995. Hand Manual Book For Ring
Setting optimal yang dapat meningkatkan
Frame Machine: Zinser Germany
kekuatan benang adalah:
Beban front top roller 10 kg
Diameter front top roller 28,5 mm
Roller gauge 44 x 62 mm
Tensor gauge 6,4 mm
11. Belavendram, Nicolo, Quality by Design: Taguchi
Techniques
experimentation,
London:
for
Industrial
Prentice
Hall
International, 1995. 12. Montgomery C., Douglas, Design and Analysis
Dengan setting optimal kekuatan tarik benang
of Experiments, 4th edition, New York: John
meningkat 3,905 % dibandingkan dengan
Wiley and Sons, 1997.
eksperimen memakai setting awal.
13. Locher, Robert H. & Mator, Joseph E., Designing for Quality: An Introduction to the Best of Taguchi’s & Western Methods of
12
Statistical Experiments Design, New York: Quality Resources, 1990. 14. Phadke, Madhav S., Quality Engineering Using Robust Design, New Jersey: Prentice Hall, 1989.
13