APLIKASI EDIBLE COATING BERBASIS KAPPA-KARAGENAN DENGAN PENAMBAHAN CMC UNTUK MEMPERPANJANG UMUR SIMPAN BUAH SALAK PONDOH (Sallacca edulis Reinw.)
Oleh RAGIL KHOIRUL NIAM F34054359
2009 DEPARTEMEN TEKNOLOGI INDUSTRI PERTANIAN FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR
APLIKASI EDIBLE COATING BERBASIS KAPPA-KARAGENAN DENGAN PENAMBAHAN CMC UNTUK MEMPERPANJANG UMUR SIMPAN BUAH SALAK PONDOH (Sallacca edulis Reinw.)
SKRIPSI Sebagai salah satu syarat untuk mendapatkan gelar SARJANA TEKNOLOGI PERTANIAN Pada Departemen Teknologi Industri Pertanian Fakultas Teknologi Pertanian Institut Pertanian Bogor
Oleh RAGIL KHOIRUL NIAM F34054359
2009 DEPARTEMEN TEKNOLOGI INDUSTRI PERTANIAN FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR
Ragil Khoirul Niam, F34054359. Aplikasi Edible Coating Berbasis KappaKaragenan dengan Penambahan CMC Untuk Memperpanjang Umur Simpan Buah Salak Pondoh (Sallacca edulis Reinw.). Di bawah bimbingan Ade Iskandar dan Dwi Amiarsi. 2009
RINGKASAN Buah salak pondoh (Sallacca edulis Reinw.) merupakan salah satu hasil pertanian yang potensial. Seiring dengan meningkatnya kesibukan kerja dan peningkatan pendapatan menyebabkan masyarakat cenderung beralih pilihan pada buah-buahan segar siap makan atau buah-buahan segar terolah minimal (minimally processed) yang terdiri dari proses pencucian, sortasi, pengupasan dan pemotongan/pengirisan menjadi bagian-bagian yang lebih kecil dengan bentuk spesifik sesuai dengan komoditas, sehingga lebih praktis dan masih memiliki karakteristik segar. Buah salak pondoh mempunyai sifat mudah rusak (perishable), sehingga daya simpannya berkurang. Dalam penelitian ini, untuk mempertahankan mutu dan memperpanjang umur simpan salak pondoh, dilakukan pelapisan dengan edible coating, pengemasan dengan styrofoam dan stretch film serta penyimpanan pada suhu rendah. Tujuan penelitian ini adalah untuk mendapatkan edible coating berbasis kappa-karagenan beserta karakteristiknya yang selanjutnya diaplikasikan pada buah salak pondoh untuk memperpanjang umur simpan buah. Penelitian pendahuluan bertujuan untuk mencari kombinasi formula edible coating dengan nilai pH yang cenderung netral (pH 6-7), tingkat kestabilan viskositas yang tinggi dan penampakan visual yang bagus (penggumpalan, bau, buih dan sineresis yang rendah). Konsentrasi bahan penyusun yang dicobakan adalah kappa-karagenan 1,05, 1,10 dan 1,15%; CMC 0,15 dan 0,20%. Rancangan percobaan yang digunakan adalah rancangan acak lengkap dalam pola faktorial dan tiga kali ulangan. Hasil penelitian pendahuluan didapatkan bahwa perlu penggunaan mixer untuk mendapatkan tingkat kelarutan yang tinggi (homogen) pada proses pembuatan formula edible coating . Dari pengadukan dengan mixer didapatkan dua kombinasi yang menunjukkan nilai pH netral (pH 6,15-6,67), tingkat kestabilan viskositas yang tinggi (180,63-257,50 cp) dan penampakan visual yang bagus (penggumpalan, bau, buih dan sineresis yang rendah), yaitu kombinasi kappa-karagenan : CMC (1,05%:0,15%) dan (1,05%:0,20%). Salak pondoh terolah minimal dengan pelapisan edible coating konsentrasi kappa-karagenan 1,05% dan CMC 0,15% dengan aplikasi tidak lebih dari 2 hari dapat memperpanjang umur simpan buah salak pondoh 3 hari lebih panjang daripada kontrol (tanpa pelapis), yaitu sampai dengan 15 hari penyimpanan pada suhu 100C dan RH 87-88% serta sampai 9 hari penyimpanan pada suhu 220C dan RH 65-66% dengan kandungan akhir total padatan terlarut 20,77 0brix, total asam 0,15% dan vitamin C 25,52 mg/100 gram bahan. Hasil uji organoleptik terhadap parameter penampakan, warna, tekstur, aroma dan rasa menunjukkan bahwa sampai penyimpanan hari ke-12 pada suhu 100C dan hari ke-6 pada suhu 220C buah salak pondoh masih diterima oleh panelis secara umum
Ragil Khoirul Niam, F34054359. Kappa-Karagenan Based Edible Coating Application by Addition of CMC to Extend Shelf Life of Salacca Fruit. (Salacca edulis Reinw.). Supervised by Ade Iskandar and Dwi Amiarsi. 2009
SUMMARY Salacca fruits (Salacca edulis Reinw.) is one of potential agriculture product. The increasing of working activities and salaries affect citizen‟s preference, where citizen are tend to prefer ready-to-eat fresh fruit or minimum processed fresh fruit. The prosess of minimum processed fresh fruit is consist of washing, sortation, peeling and cutting/slicing into smaller part with specific shape due to commodities, therefore the fruits will be more practical to be consumed but still have the fresh fruit origin characteristics. Salacca fruit is perishable, therefore the shelf life of salacca fruit is greatly reduced. In this research, to sustain the quality and extend the shelf life of salacca fruit, coating by edible coating, packaging with styrofoam and stretch film, also storing in the low temperature condition were conducted. The objection of this research is to formulate and characterized kappakaragenan based edible coating. Further, this edible coating will be used for coating salacca fruit to extend this fruit‟s shelf life. The aim of preresearch that conducted was to determine the formula combination of edible coating with relative netral pH value (pH 6-7), high viscosity stability and appropriate visual characters (low agglomeration, stinks, foam and sineresis). The material concentrations that used in this research were kappa-karagenan 1,05, 1,10 and 1,15%; CMC 0,15 and 0,20%. Design that conducted is completely randomized design in factorial pattern with three reduplication. Preresearch result shows that mixer have to be use in formulating process of edible coating to generate higher solubility. Homogenisation by mixer result two combination that shows netral pH value (pH 6,15-6,67), high viscosity stability (180,63-257,50 cp) and good visual characreristics (low agglomeration, stinks, foam and sineresis). The combinations are kappa-karagenan:CMC (1,05%:0,15%) and (1,05%:0,20%). Minimum processed salacca fruit that coated by edible coating with kappa-karagenan 1,05% and CMC 0,15% concentration treatment, where applied not more than two days can extend shelf life of salacca fruit three days longer than control. Which is up to 15 storage days in 100C temperature and 87-88% RH and up to 9 storage days in 220C temperature and 65-66% RH with total amount of suspended solid 20,77 0brix, total acid 0,15% and vitamin C 25,52 mg/100 grams of material. The result of organoleptic test showed that visual characteristics, colour, texture, flavor and taste of salacca fruit at 12th day in 100C temperature and at 6th day in 220C temperature generally can be accepted by the panelist.
INSTITUT PERTANIAN BOGOR FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN DEPARTEMEN TEKNOLOGI INDUSTRI PERTANIAN APLIKASI EDIBLE COATING BERBASIS KAPPA-KARAGENAN DENGAN PENAMBAHAN CMC UNTUK MEMPERPANJANG UMUR SIMPAN BUAH SALAK PONDOH (Sallacca edulis Reinw.)
SKRIPSI Sebagai salah satu syarat untuk mendapatkan gelar SARJANA TEKNOLOGI PERTANIAN Pada Departemen Teknologi Industri Pertanian Fakultas Teknologi Pertanian Institut Pertanian Bogor
Oleh RAGIL KHOIRUL NIAM F34054359 Dilahirkan pada Tanggal 23 Desember 1985 di Kediri Tanggal Lulus: 17 November 2009 Menyetujui, Bogor,
Ir. Ade Iskandar, M.Si. Pembimbing I
Desember 2009
Ir. Dwi Amiarsi Pembimbing II
SURAT PERNYATAAN Saya menyatakan dengan sebenar-benarnya bahwa skripsi ini yang berjudul : “APLIKASI
EDIBLE
COATING
BERBASIS
KAPPA-KARAGENAN
DENGAN PENAMBAHAN CMC UNTUK MEMPERPANJANG UMUR SIMPAN BUAH SALAK PONDOH (Sallacca edulis Reinw.)” adalah hasil karya saya sendiri, dengan arahan dosen pembimbing, kecuali yang dengan jelas rujukannya.
Bogor, November 2009
RAGIL KHOIRUL NIAM F34054359
BIODATA PENULIS
Penulis dilahirkan di Kediri pada tanggal 23 Desember 1985. Penulis merupakan anak ketiga dari tiga bersaudara dari pasangan H. Bundijar Sosrodiharjo dan Siti Marfu‟ah. Penulis memulai pendidikan di Taman Kanakkanak Dharma Wanita Kediri pada tahun 1990-1992, kemudian penulis melanjutkan pendidikan sekolah dasar di SDN Bangsal II Kediri dan lulus pada tahun 1998. Setelah itu penulis melanjutkan studinya di SMPN 1 Kediri pada tahun 1998-2001. Pada tahun 2004 penulis lulus dari SMAN 2 Kediri dan melanjutkan ke Universitas Brawijaya Malang selama 1 tahun. Pada tahun 2005 penulis diterima di Institut Pertanian Bogor melalui jalur SPMB dan pada tahun 2006 melalui sistem mayor-minor penulis diterima di Departemen Teknologi Industri Pertanian, Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian
Bogor. Semasa kuliah, penulis aktif menjadi pengurus Himpunan
Mahasiswa Teknologi Industri (HIMALOGIN) sebagai staff biro pemberdayaan, departemen Human and Resourch Development pada masa jabatan 2006-2007 dan pengurus Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) Fakultas Teknologi Pertanian sebagai staff Pemberdayaan Sumber Daya Mahasiswa (PSDM) pada masa jabatan 2007-2008. Beberapa kepanitiaan dan pelatihan yang pernah diikuti adalah panitia temu BEM se-Indonesia tahun 2005, panitia Corporate Social Responsibility tahun 2006, Ketua panitia work shop PKM tahun 2006, panitia Agroindutry Day tahun 2006 dan 2007, panitia Lemesson Recognition and Mentoring Program tahun 2007, pelatihan Corel Draw dan Macromedia Flash 8 tahun 2008, Ketua panitia Fateta Gathering tahun 2008, pelatihan Hazard Analysis Critical Control Point (HACCP) tahun 2009, pelatihan ESQ Leadership Training tahun 2009. Pada bulan Juli-Agustus 2008 penulis melaksanakan prakterk lapang di PT. Pepsi-Cola Indobeverages dengan judul “Mempelajari Aspek Sistem Penyimpanan, Distribusi dan Transportasi Produk Beverage di PT. Pepsi-Cola Indobeverages, Purwakarta”. Pada bulan Maret-Agustus 2009 penulis melakukan penelitian di Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Pasca Panen Pertanian
Bogor dengan judul “Aplikasi Edible Coating Berbasis Kappa-Karagenan dengan Penambahan CMC untuk Memperpanjang Umur Simpan Buah Salak Pondoh (Sallacca edulis Reinw.)”.
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT, berkat rahmat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul Aplikasi Edible Coating Berbasis Kappa-Karagenan dengan Penambahan CMC Untuk Memperpanjang Umur Simpan Buah Salak Pondoh (Sallacca edulis Reinw.). Shalawat serta salam semoga tercurah kepada Rasullulah SAW. Skripsi ini disusun sebagai bagian dari tugas akhir untuk memperoleh gelar Sarjana Teknologi Pertanian Fakultas Teknologi Pertanian Institut Pertanian Bogor. Penulis menyadari bahwa bantuan dari berbagai pihak cukup berarti bagi penulis sehingga skripsi ini dapat diselesaikan pada waktunya. Untuk semuanya itu penulis mengucapkan terima kasih kepada : 1. Ayah dan Ibu tercinta, kedua kakakku Sofwul dan Husna yang telah memberi doa, kasih sayang dan dukungannya dalam pelaksanaan dan penyelesaian skripsi ini. 2. Ir. Ade Iskandar ,Msi. selaku dosen pembimbing I atas kesabaran, perhatian dan bimbingannya kepada penulis sampai terselesaikannya skripsi ini. 3. Ir. Dwi Amiarsi selaku dosen pembimbing II yang telah memberikan bimbingan dan perhatian kepada penulis sampai terselesaikannya skripsi ini. 4. Drs. Purwoko ,Msi. selaku dosen penguji yang telah memberikan waktu dan sarannya dalam perbaikan skripsi ini. 5. Ir. Yulianingsih ,Msi atas semua kebaikan, bimbingan dan perhatian yang sangat berarti bagi penulis. 6. Dr. Ridwan Tahir atas semua kebaikan dan bimbingan yang sangat berarti bagi penulis. 7. Ir. Wisnu Broto ,Ms yang telah memberikan izin kepada penulis untuk melaksanakan penelitian di Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Pascapanen, Departemen Pertanian. 8. Nining
Arbie
kebersamaannya.
atas
cinta,
kasih
sayang,
perhatian,
dukungan
dan
9. Ibu Ira, Ibu Tisna, Pak Idris, Pak Sis, Pak Kus, Mbak Citra, Pak Tri dan Pak Yudi serta teman-teman seperjuangan Roby, Ai, Vero, Eveline, Mahesa, Putus, Agung, Sunanto atas bantuan dan dukungannya selama ini. 10. Teman-teman satu kos Toriq, Fahmi, Roufiq dan Riky atas bantuan dan dukungannya selama ini. 11. Anak-anak TIN 42 atas canda dan tawa, kisah, kebersamaan dan persahabatan selama 4 tahun yang tak terlupakan. 12. Teman-teman “KAMAJAYA” atas kebersamaan dan kebaikannya selama kita hidup bersama di BOGOR.
Bogor, November 2009
Penulis
DAFTAR ISI
Halaman KATA PENGANTAR.................................................................................
i
DAFTAR ISI ............................................................................................
iii
DAFTAR TABEL .....................................................................................
v
DAFTAR GAMBAR ................................................................................
vi
DAFTAR LAMPIRAN .............................................................................
viii
I. PENDAHULUAN. .......................................................................
1
A. LATAR BELAKANG........................................................
1
B. TUJUAN. ...........................................................................
2
II. TINJAUAN PUSTAKA. .............................................................
3
A. EDIBLE COATING (PELAPIS EDIBLE). ........................
3
B. KAPPA-KARAGENAN (Eucheuma cottonii). .................
5
C. CMC (Carboxymethylcellulose) . .......................................
7
D. PLASTICIZER. ...................................................................
8
E. ASAM LEMAK STEARAT...............................................
8
F. ASAM ASKORBAT. ..........................................................
9
G. BUAH SALAK PONDOH..................................................
11
H. FISIOLOGI PASCA PANEN BUAH ................................
13
III. METODOLOGI PENELITIAN. ................................................
15
A. BAHAN DAN PERALATAN. ..........................................
15
B. METODE PENELITIAN. ..................................................
15
1. Formulasi Edible Coating. .............................................
15
2. Aplikasi Edible Coating pada salak Pondoh. .................
19
C. RANCANGAN PERCOBAAN. ........................................
19
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. ................................................
21
A. FORMULASI EDIBLE COATING. ...................................
21
1. Penampakan Visual ........................................................
24
2. pH. ..................................................................................
25
3. Viskositas. .......................................................................
27
B. SIFAT FISIKOKIMIA SALAK PONDOH SELAMA PENYIMPANAN. ..............................................................
29
1. Persentase Kerusakan .....................................................
29
2. Susut Bobot. ...................................................................
32
3. Kekerasan. ......................................................................
35
4. Total Padatan Terlarut. ...................................................
38
5. Total Asam. ....................................................................
40
6. Vitamin C. ......................................................................
41
7. Warna. .............................................................................
44
C. UJI ORGANOLEPTIK. .....................................................
48
1. Penampakan. ..................................................................
48
2. Warna .............................................................................
50
3. Tekstur. ..........................................................................
52
4. Aroma.............................................................................
54
5. Rasa. ...............................................................................
55
V. KESIMPULAN DAN SARAN. ..................................................
58
A. KESIMPULAN. .................................................................
58
B. SARAN. .............................................................................
58
DAFTAR PUSTAKA. ......................................................................
59
LAMPIRAN. .....................................................................................
64
DAFTAR TABEL
Halaman Tabel 1. Komposisi Zat Gizi Buah Salak Pondoh dalam 100 gram……….…. 12 Tabel 2. Hasil Pengukuran Awal Larutan Edible Coating dengan Pengadukan Manual.................................................................................................. 21 Tabel 3. Hasil Pengukuran Awal Larutan Edible Coating dengan Pengadukan Mixer………………………………………………………………... 23 Tabel 4. Hasil Uji Modus dan Median Organoleptik Penampakan Salak Pondoh Pada Penyimpanan Suhu 100C…………………………..…. 49 Tabel 5. Hasil Uji Modus dan Median Organoleptik Penampakan Salak Pondoh Pada Penyimpanan Suhu 220C…………................................. 49 Tabel 6. Hasil Uji Modus dan Median Organoleptik Warna Salak Pondoh Pada Penyimpanan Suhu 100C …..………………………….. 51 Tabel 7. Hasil Uji Modus dan Median Organoleptik Warna Salak Pondoh Pada Penyimpanan Suhu 220C ……..………………………. 51 Tabel 8. Hasil Uji Modus dan Median Organoleptik Tekstur Salak Pondoh Pada Penyimpanan Suhu 100C …………………………….... 52 Tabel 9. Hasil Uji Modus dan Median Organoleptik Tekstur Salak Pondoh Pada Penyimpanan Suhu 220C ……………………………… 52 Tabel 10. Hasil Uji Modus dan Median Organoleptik Aroma Salak Pondoh Pada Penyimpanan Suhu 100…...…………………………… 54 Tabel 11. Hasil Uji Modus dan Median Organoleptik Aroma Salak Pondoh Pada Penyimpanan Suhu 220C………………………………. 54 Tabel 12. Hasil Uji Modus dan Median Organoleptik Rasa Salak Pondoh Pada Penyimpanan Suhu 100C……………..……………….. 56 Tabel 13. Hasil Uji Modus dan Median Organoleptik Rasa Salak Pondoh Pada Penyimpanan Suhu 220C…………………..………….. 56
DAFTAR GAMBAR
Halaman Gambar 1. Rumput laut Eucheuma cottonii. …………………………………. 5 Gambar 2. Struktur Kimia Kappa-Karagenan…………………………………. 6 Gambar 3. Salak Pondoh (Salaca edulis Reinw.).............................................. 11 Gambar 4. Diagram Alir Pembuatan Formula Edible Coating Menggunakan Metode Pengadukan Manual dengan Tangan..…………………... 16 Gambar 5. Diagram Alir Pembuatan Formula Edible Coating Menggunakan Metode Pengadukan Mixer dengan Blade baling-baling....………. 18 Gambar 6. Aplikasi Edible Coating pada Salak Pondoh..…………………… 20 Gambar 7. (a) Penampakan Formula dengan Pengandukan Manual................. 22 (b) Penampakan Formula dengan Pengadukan Mixer…...…...…… 22 Gambar 8. (a) Penampakan Film dengan Pengadukan Manual…..………….. 22 (b) Penampakan Film dengan Pengadukan Mixe……..…………… 22 Gambar 9. (a) Formula Edible Coating yang Belum Rusak………………...… 25 (b) Formula Edible Coating yang Sudah Rusak……..………...….. 25 Gambar 10. Grafik Perubahan pH Formula Edible Coating Selama Penyimpanan.................................................................................... 26 Gambar 11. Grafik Perubahan Viskositas Formula Edible Coating Selama Penyimpanan……………………………………………………… 27 Gambar 12. Grafik Persentase Kerusakan Salak Pondoh Selama Penyimpanan Pada Suhu 100C (a) dan Suhu 220C (b)………….... 29 Gambar 13. Beberapa Gejala Kerusakan Mikrobiologis Pada Buah Salak Pondoh Terolah Minimal……………………………………….…. 31 Gambar 14.Grafik Perubahan Susut Bobot Salak Pondoh Selama Penyimpanan Pada Suhu 100C (a) dan Suhu 220C (b)..................... 33 Gambar 15. Grafik Perubahan Kekerasan Salak Pondoh Selama Penyimpanan Pada Suhu 100C (a) dan Suhu 220C (b)……………. 36
Gambar 16. Grafik Perubahan Total Padatan Terlarut Salak Pondoh Selama Penyimpanan Pada Suhu 100C (a) dan Suhu 220C (b)……. 38 Gambar 17. Grafik Perubahan Total Asam Salak Pondoh Selama Penyimpanan Pada Suhu 100C (a) dan Suhu 220C (b)…………… 40 Gambar 18. Grafik Perubahan Vitamin C Salak Pondoh Selama Penyimpanan Pada Suhu 100C (a) dan Suhu 220C (b)……………. 42 Gambar 19. Grafik Perubahan Kecerahan Salak Pondoh Selama Penyimpanan Pada Suhu 100C (a) dan Suhu 220C (b)……………. 44 Gambar 20. Perubahan Warna Daging Salak Pondoh Selama Penyimpanan….. 46 Gambar 21. Perubahan Warna Daging Salak Pondoh Secara Visual Selama Penyimpanan…………………………………………….. 47
DAFTAR LAMPIRAN
Halaman Lampiran 1. Prosedur Analisis………………………………………………... 64 Lampiran 2. Hasil Analisis Perubahan pH dan Viskositas Edible Coating Selama Penyimpanan…………………………………………….. 67 Lampiran 3. Hasil Analisis Persentase Jumlah Kerusakan Salak Pondoh Selama Penyimpanan…………………………………………..... 68 Lampiran 4. Hasil Analisis Susut Bobot Salak Pondoh Selama Penyimpanan…………………………………………..... 69 Lampiran 5. Hasil Analisis Nilai Kekerasan Salak Pondoh Selama Penyimpanan…………………………………………… 70 Lampiran 6. Hasil Analisis Total Padatan Terlarut Salak Pondoh Selama Penyimpanan…………………………………………… 71 Lampiran 7. Hasil Analisis Nilai Total Asam Salak Pondoh Selama Penyimpanan………………………………………..…. 72 Lampiran 8. Hasil Analisis Nilai Vitamin C Salak Pondoh Selama Penyimpanan……………………………………………. 73 Lampiran 9. Hasil Analisis Warna Salak Pondoh Selama Penyimpanan………………………………………...…. 74 Lampiran 10. Hasil Uji Organoleptik Penampakan Salak Pondoh Selama Penyimpanan………………………………………....... 76 Lampiran 11. Hasil Uji Organoleptik Warna Salak Pondoh Selama Penyimpanan…………………………………….….….. 79 Lampiran 12. Hasil Uji Organoleptik Tekstur Salak Pondoh Selama Penyimpanan……………………………………….…... 82 Lampiran 13. Hasil Uji Organoleptik Aroma Salak Pondoh Selama Penyimpanan…………………………………….……... 85 Lampiran 14. Hasil Uji Organoleptik Rasa Salak Pondoh Selama Penyimpanan…………………………………….….….. 88
Lampiran 15. Hasil Analisa Ragam pH Formula Edible Coating…………….. 91 Lampiran 16. Hasil Analisa Ragam dan Uji Lanjut Duncan Viskositas Larutan Edible Coating………………………………………… 93 Lampiran 17. Hasil Analisa Ragam dan Uji Lanjut Duncan Penelitian Utama………………………………………………... 95 Lampiran 18. Uji Freadmen…………………………………………………… 101
I.
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG Buah-buahan merupakan komoditi pertanian yang memiliki potensi besar untuk dikembangkan, baik untuk memenuhi kebutuhan di dalam negeri maupun sebagai komoditas ekspor. Salak pondoh merupakan jenis salak yang terkenal di daerah Sleman, Yogyakarta. Daerah penghasil salak pondoh tersebar pada tiga kecamatan, yaitu Turi, Tempel dan Pakem, khususnya di desa Turi, Soka dan Candi. Keunggulan jenis salak ini dibandingkan dengan salak lain adalah rasa yang selalu manis tanpa rasa sepat walaupun buah masih muda (Nuswamarhaeni et al. 1989). Produksi buah salak pondoh (Salacca edulis Reinw.) meningkat dari 160.782 ton pada tahun 1990 menjadi 348.728 ton pada tahun 1993 dan turun menjadi 292.246 ton pada tahun 1994, meningkat kembali sebesar 997.787 ton pada tahun 1995 (Dirjen Tanaman Pangan dan Hortikultura, 1995). Konsumsi per kapita meningkat dari 26,52 kg pada tahun 1988 menjadi 27,40 kg pada tahun 1992 dan 30 kg pada tahun 1995 (Winarno 1995). Untuk memenuhi kebutuhan gizi, konsumsi buah-buahan segar dalam menu makanan sehari-hari sangat diperlukan. Meningkatnya kesibukan kerja yang diiringi dengan peningkatan pendapatan dan standar hidup menyebabkan waktu yang tersisa untuk kegiatan lain semakin berkurang. Beberapa faktor diatas menyebabkan masyarakat cenderung beralih pilihan pada buah-buahan segar siap makan atau buah-buahan segar terolah minimal (minimally processed). Produk terolah minimal (minimally processed) terdiri dari proses pencucian, sortasi, pengupasan dan pemotongan atau pengirisan menjadi bagian-bagian yang lebih kecil dengan bentuk spesifik sesuai dengan komoditas, sehingga lebih praktis dan masih memiliki karakteristik segar. Salah satu cara untuk memperpanjang umur simpan buah segar terolah minimal adalah dengan melapisi buah dengan edible coating.
Keuntungan penggunaan edible coating adalah sifatnya yang dapat dimakan bersama produk, sehingga tidak menimbulkan limbah. Buah salak pondoh mempunyai sifat mudah rusak (perishable), sehingga daya simpannya dalam bentuk produk terolah minimal sangat berkurang. Dalam penelitian ini, untuk mempertahankan umur simpan salak pondoh, dilakukan pelapisan dengan edible coating, pengemasan dengan styrofoam dan stretch film serta penyimpanan pada suhu rendah. B. TUJUAN Tujuan penelitian ini secara umum adalah untuk mendapatkan bahan pelapis yang berasal dari bahan yang bisa dimakan dan selanjutnya digunakan pada pelapisan buah salak pondoh untuk memperpanjang umur simpan. Tujuan secara khusus adalah : 1. Mendapatkan formula edible coating dan karakteristik formula edible coating. 2. Mendapatkan edible coating yang mampu memperpanjang umur simpan buah salak pondoh terolah minimal. 3. Mendapatkan suhu penyimpanan yang terbaik untuk penyimpanan buah salak pondoh terolah minimal dengan pelapis.
II. TINJAUAN PUSTAKA A. EDIBLE COATING (PELAPIS EDIBEL) Menurut Krochta (1992) pelapis edibel atau edible coating adalah suatu lapisan tipis yang rata, dibuat dari bahan yang dapat dimakan, dibentuk di atas komponen makanan (coating) atau diletakkan di antara komponen makanan (film) dan dapat berfungsi sebagai penahan (barrier) perpindahan massa (seperti kelembaban, oksigen, lipida, zat terlarut) dan atau sebagai pembawa (carrier) bahan tambahan makanan seperti bahan pengawet untuk meningkatkan kualitas dan umur simpan makanan. Gennadios dan Weller (1990) mendefinisikan pelapis edibel sebagai pelapis tipis dari bahan yang dapat dimakan yang digunakan pada makanan dengan cara pembungkusan, pencelupan, penyikatan atau penyemprotan agar terjadi tahanan yang selektif terhadap transmisi gas dan uap air dan memberi perlindungan terhadap kerusakan mekanik. Di bidang farmasi pelapis edibel digunakan untuk melapisi obat-obatan dan di bidang pangan untuk melapisi manisan, buah-buahan, sayur-sayuran dan beberapa produk daging, unggas maupun hasil laut. Komponen yang dapat digunakan untuk pembuatan pelapis edibel dapat terdiri dari tiga kategori yaitu hidrokoloid, lipid dan kombinasinya (komposit). Hidrokoloid terdiri atas protein, turunan selulosa, alginate, pektin, tepung (starch) dan polisakarida lainnya, sedangkan dari golongan lipid antara lain lilin (waxes), gliserol dan asam lemak (Donhowe dan Fennema 1994). Berdasarkan komposisinya, hidrokoloid terbagi atas karbohidrat dan protein. Karbohidrat terdiri dari tepung (starch), gum tumbuhan (alginat, pektin, gum arab) dan pati termodifikasi. Pada umumnya pelapis edibel dari polisakarida mempunyai sifat penghambatan terhadap gas yang lebih baik daripada terhadap uap air (Baldwin et al. 1995). Protein yang dapat digunakan untuk membuat pelapis edibel antara lain : gelatin, kasein, protein kedelai, whey protein, whey gluten dan zein (Donhowe dan Fennema 1994). Secara umum protein dan polisakarida sangat hidrofilik dan tidak dapat digunakan sebagai barrier kelembaban permukaan yang
dipotong dan mempunyai aw permukaan yang tinggi. Fungsi protein dan polisakarida terutama adalah sebagai pembentuk jaringan tiga dimensi di mana lemak terdispersi. Untuk menutupi kelemahan pelapis edibel hidrokoloid dan memanfaatkan keunggulan pelapis edibel lipid, digunakan bahan komposit yang merupakan gabungan antara hidrokolid dengan lipid. Keunggulan pelapis edibel komposit terutama dalam kemampuannya menahan laju transmisi uap air dan gas telah banyak diteliti antara lain oleh Grenner dan Fennema (1989). Pelapis edibel dari polisakarida dengan lipid menurut Wong et al. (1994) dapat mereduksi kehilangan air pada potongan buah apel sebesar 92 %, menekan laju respirasi sebesar 70 % dan produksi etilen sebesar 90 % pada suhu 23 0C dan RH 50 %. Prinsip pembuatan pelapis edibel sama dengan film edible. Hal yang membedakannya adalah cara pembentukannya. Pelapis edibel langsung dibentuk pada permukaan produk, sedangkan film edible dibentuk secara terpisah dari produk. Donhowe dan Fennema (1994) mengemukakan bahwa pembuatan film dan pelapis edibel dapat dilakukan dengan cara konservasi (conservation), pemisahan pelarut (solvent removal) dan pemadatan larutan (solidification of melt). Menurut Suzan (1994), bahan tambahan seperti antimikroba dan bahan pengawet sering digunakan dalam pembuatan edible film untuk meningkatkan fungsinya. Antimikroba yang biasa digunakan adalah asam benzoat, asam sorbat, potassium sorbat dan asam propionate. Antimikroba yang dapat berfungsi sebagai pengawet antara lain potassium sorbat dan asam sorbat (Baranowski 1990 di dalam Susan 1994). Potassium sorbat merupakan antimikroba yang mempunyai kemampuan untuk menekan pertumbuhan jamur dan bakteri yang cukup baik (Vojdani dan Torres 1990). Potassium sorbat sangat efektif sebagai antimikroba dengan konsentrasi antara 0,05%-0,30% (persen berat kering) pada sebagian besar makanan (Robach et al. 1979 di dalam Vojdani dan Torres 1990).
B. KAPPA-KARAGENAN (Eucheuma cottonii) Menurut Aslan (1998), Eucheuma cottonii merupakan salah satu jenis rumput laut merah (Rhodophyceae) dan berubah nama menjadi Kappaphycus alvarezii karena karagenan yang dihasilkan termasuk fraksi kappa-karagenan. Maka jenis ini secara taksonomi disebut Kappaphycus alvarezii. Nama daerah „cottonii’ umumnya lebih dikenal dan biasa dipakai dalam dunia perdagangan nasional maupun internasional. Klasifikasi Eucheuma cottonii menurut Aslan (1998) adalah sebagai berikut : Kingdom : Plantae Divisi
: Rhodophyta
Kelas
: Rhodophyceae
Ordo
: Gigartinales
Famili
: Solieracea
Genus
: Eucheuma
Species : Eucheuma alvarezii Kappaphycus alvarezii Gambar 1. Rumput laut Eucheuma cottonii Ciri fisik Eucheuma cottonii adalah mempunyai thallus (kerangka tubuh tanaman) silindris, permukaan licin, cartilogeneus. Keadaan warna tidak selalu tetap, kadang-kadang berwarna hijau, hijau kuning, abu-abu atau merah. Perubahan warna sering terjadi hanya karena faktor lingkungan. Kejadian ini merupakan suatu proses adaptasi kromatik yaitu penyesuaian antara proporsi pigmen dengan berbagai kualitas pencahayaan (Aslan 1998). Penampakan thalli bervariasi mulai dari bentuk sederhana sampai kompleks. Duri-duri pada thallus runcing memanjang, agak jarang-jarang dan tidak bersusun melingkari thallus. Percabangan ke berbagai arah dengan batangbatang utama keluar saling berdekatan ke daerah basal (pangkal). Tumbuh melekat ke substrat dengan alat perekat berupa cakram. Cabang-cabang pertama dan kedua tumbuh dengan membentuk rumpun yang rimbun dengan ciri khusus mengarah ke arah datangnya sinar matahari (Aslan 1998). Umumnya Eucheuma cottonii tumbuh dengan baik di daerah pantai terumbu (reef). Habitat khasnya adalah daerah yang memperoleh aliran air
laut yang tetap, variasi suhu harian yang kecil dan substrat batu karang mati (Aslan 1998). Beberapa jenis Eucheuma mempunyai peranan penting dalam dunia perdagangan internasional sebagai penghasil ekstrak karagenan. Kadar karagenan dalam setiap spesies Eucheuma berkisar antara 54-73% tergantung pada jenis dan lokasi tempat tumbuhnya. Jenis ini asal mulanya didapat dari perairan Sabah (Malaysia) dan Kepulauan Sulu (Filipina). Selanjutnya dikembangkan ke berbagai negara sebagai tanaman budidaya. Lokasi budidaya rumput laut jenis ini di Indonesia antara lain Lombok, Sumba, Sulawesi Tenggara, Sulawesi Selatan, Sulawesi Tengah, Lampung, Kepulauan Seribu, dan Perairan Pelabuhan Ratu (Aslan 1998). Karagenan merupakan getah rumput laut yang diperoleh dari hasil ekstraksi rumput laut merah dengan menggunakan air panas (hot water) atau larutan alkali pada temperatur tinggi (Glicksman 1983). Karagenan merupakan nama yang diberikan untuk keluarga polisakarida linear yang diperoleh dari alga merah dan penting untuk pangan.
Gambar 2. Struktur Kimia Kappa-Karagenan (cPKelco ApS 2004). Karagenan akan stabil pada pH 6-7 atau lebih tinggi, sedangkan pada pH yang lebih rendah dari 7, stabilitas karagenan menurun, khususnya dengan peningkatan suhu. Pada pH yang lebih rendah dari 7, polimer karagenan terhidrolisa sehingga kemampuan membentuk gel menjadi hilang. Namun demikian dalam praktek penerapannya, suatu gel terbentuk pada pH kurang dari 7 dan hidrolisa terjadi tidak lama sehingga gel dapat stabil (Glicsman 1983).
Gel karagenan dapat digunakan sebagai coating makanan (Meyer et al. 1959). Jeruk yang dilapisi karagenan dapat mengurangi penyusutan, kebocoran (leakage) atau kebusukan setelah dua minggu disimpan pada suhu 400C (Bryan 1972). Hasil penelitian Wrayat (2004) menunjukkan bahwa pada penelitian sifat fisik dan mekanik edible film didapatkan hasil edible film dengan konsentrasi karagenan 1,2% (b/v) dan asam palmitat 30% mempunyai sifat fisik dan mekanik terbaik yaitu nilai tensile strength tertinggi 6,19 KPa. Penelitian aplikasi edible film pada salak pondoh terolah minimal didapat hasil edible film dan pengemas komersial dapat menurunkan susut bobot lebih kecil daripada tanpa film (kontrol). Hasil penelitian Roufiq (2004) menunjukkan sifat penghambatan terkecil terhadap uap air diperoleh dari edible film dengan konsentrasi karagenan 1,25% (b/v) dan asam palmitat 30% (b/b karagenan) yang mempunyai ketebalan 0,0843 mm, tensile strength 3,5 Kpa dan pemanjangan 1,84%. Aplikasi edible film karagenan mampu menghambat susut bobot buah lengkeng yang disimpan pada suhu kamar dan suhu dingin. C. CMC (Carboxymethylcellulosa) CMC adalah suatu bahan sumber karbohidrat yang tidak dapat dicerna oleh tubuh tetapi berguna untuk mikroflora positif dalam usus. Natrium carboxymethylcellulose, yang sering dikenal dengan CMC dibuat dengan mereaksikan selulosa basa dengan Na-monokloroasetat. Viskositas CMC dipengaruhi oleh suhu dan pH. Pada pH kurang dari 5 viskositas CMC akan menurun, sedangkan CMC sangat stabil pada pH antara 5-11 (Klose dan Glicksman 1972) CMC digunakan sebagai penstabil selain itu juga sebagai tambahan kadar serat pangannya. Carboxymethylcellulose (CMC) adalah polisakarida linear, dengan rantai panjang dan larut dalam air serta merupakan gum alami yang dimodifikasi secara kimia. Warnanya putih sampai krem, tidak berasa dan tidak berbau. Fungsi dasar CMC adalah untuk mengikat air atau memberi kekentalan pada fase cair sehingga dapat
menstabilkan komponen lain dan mencegah sineresis. CMC larut dalam air panas dan air dingin. D. PLASTICIZER Plasticizer adalah bahan organik dengan bobot molekul rendah yang ditambahkan dengan maksud memperlemah kekakuan suatu film (Gennadios 2002). Penambahan plasticizer akan menghindarkan film dari keretakan selama penanganan dan penyimpanan, yang dapat mengurangi sifat-sifat barrier film (Gontard et al. 1993). Menurut
Kester
dan
Fennema
(1989)
plasticizer
dapat
meningkatkan fleksibilitas dan ketahanan film terutama jika disimpan pada suhu rendah. Plasticizer yang umumnya digunakan dalam pembuatan edible coating adalah gliserol, polietilen glikol 400 (PEG), sorbitol, propilen glikol dan etilen glikol (EG). Gliserol efektif digunakan sebagai plasticizer pada hidrofilik film. Penambahan gliserol akan menghasilkan film yang lebih fleksibel dan halus. Menurut Gontard et al. (1993) gliserol dapat meningkatkan permeabilitas film terhadap uap air karena sifat gliserol yang hidrofilik. Gliserol merupakan senyawa alkohol polihidrat dengan tiga buah gugus hidroksil dalam satu molekul yang umumnya disebut alkohol trivalent. Rumus kimia gliserol adalah C3H8O3 dengan nama kimia 1,2,3-propanatriol. Berat molekul gliserol adalah 92,10 dan titik didih 2040C (Winarno 1992). Gliserol mempunyai sifat mudah larut dalam air, meningkatkan kekentalan larutan, mengikat air dan menurunkan aw (Lindsay 1985). E. ASAM LEMAK STEARAT Asam lemak stearat merupakan asam lemak rantai panjang yang terdiri dari rantai hidrokarbon dengan gugus karboksil diujung struktur molekulnya. Struktur hidrokarbon molekul asam stearat yang panjang terdiri dari karbon dan hidrogen yang bersifat non polar tidak berikatan dengan air sehingga bersifat hidrofobik, sedangkan gugus karboksil bersifat polar yang dapat membentuk ikatan hidrogen dengan air, sehingga mampu mengikat air
dengan kuat bersifat hidrofilik. Apabila asam stearat dilarutkan dalam air, maka bagian molekul yang bersifat hidrofilik akan berikatan dengan air membentuk lapisan monolayer diatas permukaan air dengan bagian hidrofilik dalam air dan rantai hidrofobik berada di atas permukaan air. Adanya gugus hidrofobik pada asam stearat menurunkan nilai transmisi uap air film. Semakin panjang struktur rantai hidrokarbon asam lemak maka semakin meningkat sifat hidrofobik asam lemak. Selanjutnya mobilitas rantai asam lemak juga membantu terjadinya transmisi uap air film, penurunan transmisi uap air terjadi apabila mobilitas rantai menurun. Asam stearat mempunyai rantai hidrokarbon yang paling panjang (C18) sehingga mempunyai sifat yang paling hidrofobik dan mempunyai mobilitas rantai yang paling rendah dibandingkan dengan asam laurat (C12) dan asam palmitat (C16). Dengan demikian penambahan asam stearat dalam pembuatan edible coating akan menghasilkan nilai transmisi uap air yang paling rendah dibandingkan dengan asam laurat dan asam palmitat (Ayranci & Tunc 2001). Asam stearat dikenal juga dengan nama octadecanoic acid dan merupakan salah satu asam lemak jenuh yang memiliki jumlah atom karbon (C) sebanyak 18 buah (Gunstone dan Norris 1983). Asam stearat mempunyai rumus molekul C18H36O2 (Smith dan Walters 1967). Menurut Williams (1966) asam stearat terdapat pada minyak tengkawang dengan kandungan asam sebesar 40-45 %. Menurut Gunstone dan Norris (1983) asam stearat memiliki titik leleh (melting point) pada suhu 70,10C dan titik didih (boiling point) pada suhu 1840C. F. ASAM ASKORBAT Vitamin C atau asam askorbat merupakan antioksidan yang ideal yang terdapat dalam buah-buahan karena merupakan komponen alami yang tidak menyebabkan perubahan bau dan citarasa yang tidak diinginkan, ekonomis sekaligus dapat meningkatkan nilai gizi buah. Asam askorbat sering digunakan untuk mencegah reaksi enzimatis yang menyebabkan terjadinya perubahan warna pada buah maupun sayuran segar. Asam
askorbat tidak menghambat enzim secara langsung, melainkan mereduksi quinon yang terbentuk menjadi substrat polifenol semula. Proses ini disertai dengan penurunan aktivitas enzim oleh karena itu dikenal dengan reaksi inaktivasi (Klau 1974). Vitamin C atau asam askorbat (C6H8O6) merupakan padatan kristal yang berwarna putih, tidak berbau, tidak larut dalam etil alkohol tapi larut dalam air (Klau 1974). Asam askorbat sangat mudah teroksidasi secara reversible menjadi asam L-dehidroaskorbat yang masih mempunyai aktivitas vitamin C. Reaksi degradasi asam askorbat dalam larutan air tergantung pada beberapa faktor seperti pH (kisaran pH 4 sampai pH 6 mempunyai kestabilan yang paling tinggi), suhu dan kehadiran dari oksigen atau ion logam seperti tembaga. Asam askorbat sering digunakan sebagai antioksidan diberbagai macam pangan olahan, antara lain buah-kaleng, sayuran kaleng, ikan kaleng, daging kaleng, minuman ringan dan beverages. (Klau 1974). Ponting (1960) menyatakan, bahwa jumlah asam askorbat yang digunakan untuk reaksi inaktivasi harus cukup, karena dalam reaksi ini mungkin sejumlah asam askorbat dapat teroksidasi. Bila jumlah asam askorbat yang ditambahkan untuk mencegah browning tidak cukup, maka browning akan hanya tertunda sejenak. Oleh karena itu tidak efektif menggunakan asam askorbat dalam jumlah kecil untuk mencegah pencoklatan selama penyimpanan tergantung pada jenis buah. Asam askorbat diizinkan digunakan dalam banyak proses pengolahan karena asam askorbat ini banyak terdapat pada jaringan tumbuhan atau hewan dan dalam banyak sayuran serta buah-buahan dalam jumlah yang relatif besar, disamping itu karena tingkat toksisitasnya yang sangat rendah, dimana manusia aman mengkonsumsinya sampai jumlah 4 gram per hari (Klau 1974). Asam askorbat di dalam makanan sering digunakan sebagai pengawet, antioksidan dan penambah gizi (Depkes RI 1979).
G. BUAH SALAK PONDOH
Gambar 3. Salak Pondoh (Salacca edulis Reinw.) Salak pondoh (Salacca edulis Reinw.) termasuk suku pinangpinangan (palmae). Family Palmaceae, ordo Spadiceflorae dan genus Salacca, merupakan tanaman asli Indonesia yang banyak diusahakan oleh petani di pedesaan dengan berbagai jenis varietas. Tanaman salak berakar serabut, berbatang keras dan tingginya dapat mencapai tujuh meter (Edy 1986). Menurut Sabari (1983) pemberian nama jenis salak didasarkan atas beberapa cara, yaitu menurut nama daerah asal; misalnya salak bali (Bali), salak condet (Jakarta), salak gondanglegi (Malang) dan salak manonjaya (Tasikmalaya); menurut warna kulit buah, misalnya salak putih atau salak gading; menurut warna daging buah, misalnya salak pondoh; dan menurut rasa daging buah, misalnya salak madu atau salak kopyor. Namun yang paling terkenal di masyarakat adalah nama salak menurut nama daerah asal yang juga disebut kultivar (Suter 1988). Salak pondoh merupakan jenis salak yang paling terkenal di daerah Sleman, Yogyakarta. Daerah penghasil salak pondoh tersebar pada tiga kecamatan, yaitu Turi, Tempel dan Pakem, khususnya di desa Turi, Soka dan Candi. Keunggulan jenis salak ini dibandingkan dengan salak lain adalah rasa yang selalu manis tanpa rasa sepat walaupun buah masih muda (Nuswamarhaeni et al. 1989). Dibandingkan dengan salak biasa, buah salak pondoh ukurannya relatif lebih kecil, teksturnya lebih keras, warna dagingnya relatif lebih putih
tetapi warna kulitnya lebih hitam (Hasturi dan Ari 1988). Buah salak pondoh mempunyai bentuk mendekati bundar, beratnya antara 30-100 gram, rasanya manis dan mempunyai biji berukuran kecil-kecil (Sabari 1983). Komposisi kimia daging buah salak berubah dengan semakin meningkatnya umur buah dan bervariasi menurut varietasnya. Salak pondoh mempunyai kandungan kimiawi yang relatif konstan pada umur 5 bulan sesudah penyerbukan. Pada saat ini kadar gulanya mencapai nilai tertinggi, sedangkan kadar asam dan taninnya adalah terendah. Menurut penelitian Sabari (1986), kandungan total gula salak pondoh sebesar 23,30 %, kandungan total asam sebesar 0,32% dan kandungan tannin sebesar 0,08 %. Buah salak pondoh mengandung vitamin-vitamin dan mineral yang diperlukan oleh tubuh manusia. Komposisi zat gizi yang terkandung dalam buah salak pondoh dapat dilihat pada Tabel 1. Tabel 1. Komposisi Zat Gizi Buah Salak Pondoh dalam 100 gram Kandungan gizi Jumlah Energi (kalori) 77 Protein (g) 0,4 Lemak (g) 0 Karbohidrat (g) 20,9 Kalsium (mg) 28 Fosfor (mg) 18 Zat besi (mg) 4,2 Vitamin B1 (mg) 0,04 Vitamin C (mg) 2 Air (g) 78 Sumber : Dinas Pertanian Tanaman Pangan DI Yogyakata (1989) Umur 5 bulan merupakan saat petik yang baik untuk dikonsumsi, karena pada saat itu buah salak pondoh rasanya manis dan rasa asamnya hampir tidak ada (Sulusi et al. 1996). Bila dibandingkan dengan tiga varietas yang lain yaitu salak sleman, salak bali dan salak condet, ternyata salak pondoh mempunyai rasio gula asam yang tertinggi 72,81 %, disusul salak sleman 52,44 %, salak bali 41,47 % dan yang terendah salak condet 38,87% (Sabari 1983).
Buah salak tersusun atas tiga bagian utama, yaitu kulit, daging buah dan bagian biji. Bagian kulit terdiri atas sisik-sisik yang tersusun seperti genting dan kulit ari yang langsung menyelimuti daging buah. Kulit ari ini berwarna putih transparan (Suter 1988). Menurut Suter (1988) pola respirasi buah salak terus menerus tanpa adanya lonjakan produksi CO2, sehingga salak digolongkan ke dalam buah non-klimaterik. Buah-buah non-klimaterik tidak akan menunjukkan perubahan ke arah peningkatan mutu setelah buah dipetik, sehingga pemanenan dilakukan pada buah yang benar-benar masak di pohonnya. H. FISIOLOGI PASCA PANEN BUAH Buah-buahan yang berada dipohon melangsungkan hidupnya dengan melakukan pernafasan (respirasi), ternyata setelah buah dipetik (panen) juga masih melangsungkan proses respirasi. Respirasi adalah proses biologis dimana oksigen diserap untuk digunakan pada proses pembakaran yang menghasilkan energi dan diikuti oleh pengeluran sisa pembakaran dalam bentuk CO2 dan air (Phan et al. 1986). Reaksi kimia sederhana untuk respirasi adalah sebagai berikut : C6H12O6 + 6O2
6CO2 + 6H2O
Laju respirasi merupakan indeks untuk menentukan umur simpan buah-buahan setelah dipanen. Besarnya laju respirasi dipengaruhi oleh dua faktor, yaitu faktor internal dan faktor eksternal. Faktor internal seperti : tingkat perkembangan organ, susunan kimia jaringan, ukuran produk, adanya pelapisan alami dan jenis jaringan, sedangkan faktor eksternal antara lain : suhu, penggunaan etilen, ketersedian oksigen dan karbondioksida, senyawa pengatur pertumbuhan dan adanya luka pada buah (Phan et al. 1986). Menurut Phan et al. (1986) di dalam Pantastico (1986), besar kecilnya respirasi pada buah dan sayuran dapat diukur dengan cara menentukan
jumlah
substrat
yang
hilang,
oksigen
yang
diserap,
karbondioksida yang dikeluarkan, panas yang dihasilkan dan energi yang
timbul. Untuk menentukan laju respirasi, cara yang umum digunakan adalah dengan pengukuran laju penggunaan O2 atau dengan penentuan laju pengeluaran CO2. Berdasarkan pola respirasinya, buah dapat dibedakan menjadi dua, yaitu buah klimakterik dan buah non-klimakterik. Buah klimakterik mengalami kenaikan CO2 secara mendadak dan mengalami penurunan dengan cepat setelah proses pematangan terjadi, sedangkan buah non-klimakterik tidak terjadi kenaikan CO2 dan diikuti dengan penurunan CO2 dengan cepat. Klimakterik ditandai dengan adanya proses waktu pematangan yang cepat dan peningkatan respirasi yang mencolok serta perubahan warna, citarasa dan teksturnya (Rhodes 1970). Menurut Rhodes (1970), pada awal perkembangan buah, kandungan pati meningkat terus dan setelah mencapai maksimum, makin tua buah kandungan pati makin menurun. Penurunannya disebabkan oleh perubahan pati menjadi gula yang digunakan untuk kegiatan respirasi.
III. METODOLOGI PENELITIAN A. BAHAN DAN PERALATAN Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah buah salak pondoh yang diperoleh dari daerah Sleman, Yogyakarta. Bahan yang digunakan untuk formulasi edible coating adalah kappa-karagenan semi refine yang diperoleh dari PT. Araminta Sidhakarya, Tanggerang-Banten, Carboxymethylcellulose (CMC), gliserol, potassium sorbat, asam stearat, asam askorbat (vitamin C) dan air destilata. Bahan-bahan kimia yang diperlukan yaitu NaOH 0,1 N, indikator pp, pati 1 % dan Iod 0,01 N. Peralatan yang digunakan adalah hot plate, mixer, timbangan analitik, thermometer, pH meter, rheometer, penetrometer, chromameter, refraktometer, tachometer, alat-alat untuk uji organoleptik dan alat-alat laboratorium lainnya (gelas piala, gelas ukur, Erlenmeyer dan biuret). Penelitian ini dilaksanakan di Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Pascapanen, Cimanggu, Bogor. B. METODE PENELITIAN 1. Formulasi Edible Coating Pada penelitian pembuatan formula edible coating ini dicoba dua macam metode pengadukan. Metode pengadukan pertama menggunakan pengadukan secara manual dengan tangan (±180 rpm), sedangkan metode pengadukan kedua menggunakan mixer dengan blade baling-baling sebagai pengaduknya (1100 rpm). Proses pembuatan formula edible coating sebanyak 500 ml dengan metode pengadukan secara manual dengan tangan dapat dilihat pada Gambar 4. Pertama-tama aquades (air destilata) dipanaskan dengan hot plate sampai suhu 700C. Kemudian CMC (0,15%, 0,20% dan 0,25% (b/v)) dilarutkan sedikit demi sedikit ke dalam aquades (air destilata) sambil diaduk selama ±10 menit sampai homogen. Selanjutnya, ditambahkan kappa-karagenan (1,15%, 1,20% dan 1,25% (b/v)) sedikit demi sedikit dan diaduk selama ±10 menit. Setelah antara CMC dan kappa-karagenan
homogen, ditambahkan gliserol (0,25% (v/v)) untuk meningkatkan elastisitas lapisan dan potassium sorbat (0,05% (b/v)) sambil terus diaduk. Setelah semua larut, ditambahkan asam lemak stearat (0,25% (b/v)) dengan tetap diaduk selama ±20 menit sampai homogen.
Pelarutan CMC (0,15%, 0,20% dan 0,25% (b/v)) pada suhu 700C; diaduk selama ±10 menit
Air Destilata
Penambahan Kappa-Karagenan (1,15%, 1,20% dan 1,25% (b/v)); diaduk selama ±10 menit
Penambahan Gliserol (0,25% (v/v)); diaduk selama ±5 menit
Penambahan Potasium Sorbat (0,05% (b/v)); diaduk selama ±3 menit
Penambahan Asam Lemak Stearat (0,25% (b/v)); diaduk selama ±20 menit
Pendinginan pada suhu kamar (28-300C)
Gambar 4. Diagram Alir Pembuatan Formula Edible Coating Menggunakan Metode Pengadukan Manual dengan Tangan (±180 rpm).
Pada metode pengadukan kedua yaitu metode pengadukan mixer dengan blade baling-baling sebagai pengaduknya, proses pembuatan formula edible coating sebanyak 500 ml dapat dilihat pada Gambar 5. Pertama-tama aquades (air destilata) dipanaskan dengan hot plate sampai suhu 700C. Kemudian CMC (0,15% dan 0,20% (b/v)) dilarutkan sedikit demi sedikit ke dalam aquades (air destilata) sambil diaduk selama ±5 menit sampai homogen. Selanjutnya, ditambahkan kappa-karagenan (1,05%, 1,10% dan 1,15% (b/v)) sedikit demi sedikit dan diaduk selama ±5 menit. Setelah antara CMC dan kappa-karagenan homogen, ditambahkan gliserol (0,25% (v/v)) untuk meningkatkan elastisitas lapisan dan potassium sorbat (0,05% (b/v)) sambil terus diaduk. Setelah semua larut, ditambahkan asam lemak stearat (0,25% (b/v)) dengan tetap diaduk selama ±6 menit sampai homogen. Proses selanjutnya adalah pendinginan formula edible coating pada suhu kamar (28-300C) dan dilakukan penyimpanan selama 5 hari untuk mengetahui pada penyimpanan berapa hari formula edible coating mengalami kerusakan serta untuk mengetahui karakteristik formula edible coating selama penyimpanan. Pengamatan atau pengujian formula edible coating
yang
meliputi
pH,
viskositas
dan
penampakan
visual
(penggumpalan, kelarutan, bau, sineresis dan buih) dilakukan setiap hari (hari ke-0 sampai dengan hari ke-5). Setelah 5 hari penyimpanan dilakukan pemilihan terhadap formula edible coating terbaik dengan kriteria pengujian pH, viskositas dan penampakan visual. pH yang dipilih adalah yang cenderung netral (pH 6-7) dan viskositas yang dipilih adalah yang terkecil dan cenderung stabil, sedangkan pengujian penampakan visual yang dipilih adalah yang memiliki tingkat kelarutan tinggi dan tingkat penggumpalan, bau, sineresis dan buih yang rendah. Hasil pengamatan pada penelitian pendahuluan digunakan untuk penelitian utama.
Pelarutan CMC (0,15% dan 0,20% (b/v)) pada suhu 700C; diaduk selama ±5 menit
Air Destilata
Penambahan Kappa-Karagenan (1,05%, 1,10% dan 1,15% (b/v)); diaduk selama ±5 menit
Penambahan Gliserol (0,25% (v/v)); diaduk selama ±1 menit
Penambahan Potasium Sorbat (0,05% (b/v)); diaduk selama ±1 menit
Penambahan Asam Lemak Stearat (0,25% (b/v)); diaduk selama ±6 menit
Pendinginan pada suhu kamar (28-300C)
Penyimpanan dan Pengujian : 1. pH 2. Viskositas 3. Penampakan Visual (penggumpalan, kelarutan, bau, sineresis dan buih).
Gambar 5. Diagram Alir Pembuatan Formula Edible Coating Menggunakan Metode Pengadukan Mixer dengan Blade baling-baling (1100 rpm).
2. Aplikasi Edible Coating pada Salak Pondoh (Sallacca edulis Reinw.) Untuk aplikasi formula edible coating, buah salak pondoh dicelupkan segera setelah pengupasan kulit luar dan kulit arinya ke dalam larutan 0,5% asam askorbat selama 60 detik untuk mencegah terjadinya pencoklatan (browning), kemudian ditiriskan dan dikering anginkan dengan bantuan kipas angin. Setelah itu, buah salak pondoh dicelupkan ke dalam formula edible coating selama 60 detik dan kemudian ditiriskan dan dikering anginkan kembali dengan bantuan kipas angin. Penggunaan kipas angin ditujukan untuk mempercepat proses pengeringan. Setelah itu dilakukan pengemasan dengan kemasan piring styrofoam yang di atasnya kemudian ditutup dengan plastik stretch film. Penyimpanan dilakukan pada suhu 100C dan suhu 220C. Buah salak pondoh yang tidak dilapisi edible coating disimpan sebagai kontrol. Parameter yang diamati pada buah salak pondoh terolah minimal selama penyimpanan terdiri dari sifat fisiko-kimia yang meliputi: susut bobot (AOAC, 1995), kekerasan (Gardjito, 2003), warna (Gardjito, 2003), total padatan terlarut (AOAC, 1984), total asam (AOAC, 1999), kandungan vitamin C (Gardjito, 2003) dan uji organoleptik (Soekarto, 1985). Penyimpanan dilakukan selama 15 hari, dengan frekuensi pengamatan setiap tiga hari sekali. C. RANCANGAN PERCOBAAN Rancangan percobaan yang digunakan adalah rancangan acak lengkap dalam pola faktorial dan tiga kali ulangan. Faktor-faktor perlakuannya adalah konsentrasi formula edible coating dalam bentuk CMC (C) dan suhu (T). Berikut merupakan model matematika (Walpole, 1992) Yij = µ + αi + βj + αβij + εij Keterangan : Yij : Variabel yang diukur µ
: Rataan umum
αi : Pengaruh faktor C pada waktu ke-i βj : Pengaruh faktor T pada waktu ke-j αβij : Pengaruh interaksi faktor C dengan faktor T εij : Pengaruh kesalahan percobaan
Pengupasan kulit buah salak pondoh Perendaman buah salak pondoh terolah minimal dalam asam askorbat 0,5% (b/v); 60 detik Pengangkatan dan penirisan dengan kain saring Pengeringan dengan kipas angin; ±15 menit Pencelupan buah salak pondoh dalam larutan edible coating (60 detik) Pengangkatan dan penirisan dengan kain saring Pengeringan dengan kipas angin; ±45 menit
Pengemasan dengan stretch film dan styrofoam Penyimpanan suhu 100C dan 220C Pengujian : 1. Persen jumlah kerusakan 2. Susut bobot 3. Kekerasan (penetrometer) 4. Warna (chromameter) 5. Total padatan terlarut 6. Total asam 7. Vit C 8. Organoleptik
Gambar 6. Aplikasi Edible Coating pada Salak Pondoh
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. FORMULASI EDIBLE COATING Dari Tabel 2 dapat dilihat bahwa perlakuan kombinasi konsentrasi kappa-karagenan : CMC (1,15%:0,15%) dan (1,20%:0,20%) menunjukkan penampakan formula edible coating yang stabil pada pengadukan secara manual dengan tangan. Pada perlakuan kombinasi konsentrasi kappakaragenan : CMC (1,20%:0,15%), CMC tidak mampu mengikat air sehingga terjadi sineresis yang berakibat penampakan formula menjadi agak pecah dan apabila terjadi pada konsentrasi yang lebih tinggi dapat menyebabkan penggumpalan seperti yang terjadi pada kombinasi konsentrasi kappakaragenan : CMC (1,25%:0,15%) ; (1,25%:0,20%) ; (1,20%:0,25%) dan (1,25%:0,25%). Tabel 2. Hasil Pengukuran Awal Formula Edible Coating dengan Pengadukan Manual PERLAKUAN Kappa-Karagenan 1,15%; CMC 0,15% Kappa-Karagenan 1,20%; CMC 0,15% Kappa-Karagenan 1,25%; CMC 0,15% Kappa-Karagenan 1,15%; CMC 0.20% Kappa-Karagenan 1,20%; CMC 0,20% Kappa-Karagenan 1,25%; CMC 0,20% Kappa-Karagenan 1,15%; CMC 0,25% Kappa-Karagenan 1,20%; CMC 0,25% Kappa-Karagenan 1,25%; CMC 0,25%
pH VISKOSITAS (cp) PENAMPAKAN 6 80 Stabil 6
138
Agak Pecah
6
137
6
156
Agak Menggumpal Agak Kental
6
158
Stabil
6
122
6
176
Agak Menggumpal Agak Kental
6
230
7
380
Agak Menggumpal Menggumpal
Penampakan formula yang stabil pada pengadukan manual tidak diikuti dengan tingkat kelarutan yang sempurna. Pada formula edible coating dan lapisan film yang terbentuk dari pengadukan manual terdapat
bintik-bintik putih yang mengindikasikan bahwa bahan (kappa-karagenan) tidak terlarut sempurna. Dari Gambar 7 (b) dapat dilihat bahwa penampakan formula dengan pengadukan mixer tingkat kelarutannya lebih tinggi sehingga formula lebih homogen dan penampakan film (Gambar 8 (b)) yang terbentuk juga lebih bagus dibandingkan dengan penampakan formula dengan pengadukan manual dengan tangan (Gambar 7 (a)) dan penampakan film (Gambar 8 (a)). Pengadukan dengan mixer menyebabkan semua bahan dapat terlarut sempurna, sehingga metode ini dilanjutkan untuk aplikasi pada penelitian utama.
(a)
(b)
Gambar 7. (a) Penampakan Formula dengan Pengadukan Manual (b) Penampakan Formula dengan Pengadukan Mixer
(a)
(b)
Gambar 8. (a) Penampakan Film dengan Pengadukan Manual (b) Penampakan Film dengan Pengadukan Mixer Tabel 3 menunjukkan bahwa perlakuan kombinasi konsentrasi kappa-karagenan : CMC (1,05%:0,15%) dan (1,05%:0,20%) menunjukkan penampakan formula edible coating yang stabil pada pengadukan dengan mixer, sedangkan nilai pH formula baik dengan pengadukan manual dengan tangan maupun dengan mixer berkisar antara 6-7 dan nilai viskositas
berkisar antara 80-380 cp. Dari Tabel 3 juga dapat dilihat bahwa semakin tinggi kombinasi konsentrasi kappa-karagenan dan CMC yang ditambahkan menyebabkan nilai pH dan vikositas formula semakin tinggi. Hal ini disebabkan oleh sifat dari polisakarida (kappa-karagenan dan CMC) yang apabila larut dalam air dapat menyebabkan peningkatan nilai pH dan viskositas. Tabel 3. Hasil Pengukuran Awal Formula Edible Coating dengan Pengadukan Mixer PERLAKUAN Kappa-Karagenan 1,05%; CMC 0,15% Kappa-Karagenan 1,05%; CMC 0,20% Kappa-Karagenan 1,10%; CMC 0,15% Kappa-Karagenan 1,10%; CMC 0.20% Kappa-Karagenan 1,15%; CMC 0,15% Kappa-Karagenan 1,15%; CMC 0,20%
pH 6.62
VISKOSITAS (cp) PENAMPAKAN 180.63 Stabil
6.67
207.63
Stabil
6.7
219.63
6.59
200.63
Agak Menggumpal dan Pecah Agak Menggumpal
6.58
230.75
6.58
289.75
Agak Menggumpal dan Pecah Agak Menggumpal dan Pecah
Konsentrasi kappa-karagenan dan CMC yang digunakan antara pengadukan manual dan pangadukan mixer pada formulasi edible coating berbeda. Kombinasi konsentrasi yang menghasilkan penampakan formula yang stabil pada pengadukan manual, setelah digunakan pada pengadukan mixer nilai viskositasnya menjadi lebih tinggi. Kappa-karagenan yang larut sempurna pada pengadukan mixer menyebabkan viskositas formula menjadi tinggi, sehingga kombinasi konsentrasi kappa-karagenan dan CMC pada pengadukan mixer diturunkan. Nilai viskositas sangat mempengaruhi dalam kemudahan pencelupan dan kecepatan kering pada saat aplikasi ke buah salak pondoh.
Pada proses pembuatan formula edible coating, penggunaan CMC berfungsi sebagai penstabil. CMC akan mengikat air dan menampakkan kekentalan pada fase cair sehingga dapat menstabilkan komponen kappakaragenan dalam membentuk gel dan mencegah sineresis, sedangkan fungsi kappa-karagenan merupakan pembentuk utama gel (gelling agent) di dalam formula. Menurut Gontard (1993), penambahan gliserol sebagai plasticizer akan menghindarkan film dari keretakan selama penanganan dan penyimpanan, yang dapat mengurangi sifat-sifat barrier film atau coating. Penambahan gliserol dapat meningkatakan permeabilitas uap air karena sifatnya yang hidrofilik. Penggunaan gliserol yang berlebih dalam aplikasi salak pondoh mengakibatkan edible coating lebih lama kering karena sifat gliserol yang mengikat air. Plasticizer mampu mengurangi kerapuhan dan meningkatkan fleksibilitas film polimer dengan cara mengganggu ikatan hidrogen antara molekul polimer yang berdekatan sehingga kekuatan tarikmenarik intermolekuler di antara rantai polimer menjadi berkurang (Kester dan Fennema 1989). Potassium sorbat berfungsi sebagai antimikroba. Menurut Susan (1994) penambahan antimikroba pada edible coating dapat menekan pertumbuhan jamur dan bakteri selama penyimpanan dan pemasaran, sedangkan penggunaan asam lemak stearat dimaksudkan untuk menurunkan nilai transmisi uap air. Hal ini disebabkan asam lemak stearat mengandung gugus hidrofobik. 1. Penampakan Visual Berdasarkan penampakan visual terlihat bahwa formula edible coating yang terbuat dari kombinasi kappa-karagenan, CMC, gliserol, potassium sorbat dan asam lemak stearat berwarna putih susu. Menurut Wong et al. (1994) edible coating yang hanya terdiri dari satu komponen bahan tidak dapat memberikan hasil yang memuaskan dibandingkan dengan yang dibuat dari campuran beberapa bahan. Penggunaan mixer sebagai pengaduk formula akan menghasilkan tingkat kelarutan yang tinggi pada
proses pembuatan formula edible coating, sehingga penampakan formula lebih homogen. Formula edible coating tidak mengalami kerusakan sampai penyimpanan hari ke-3 pada suhu kamar (28-300C). Formula edible coating yang telah rusak ditandai dengan timbulnya bau asam, buih, penggumpalan dan sineresis. Penggumpalan formula edible coating dipengaruhi oleh konsentrasi bahan yang digunakan pada pembuatan formula edible coating. Semakin tinggi konsentrasi bahan yang digunakan, viskositas formula akan meningkat yang berakibat kecenderungan formula untuk menggumpal meningkat pula.
(a)
(b)
Gambar 9. (a) Formula Edible Coating yang Belum Rusak (b) Formula Edible Coating yang Sudah Rusak 2. pH Dari grafik (Gambar 10) menunjukkan bahwa pH formula edible coating selama 5 hari penyimpanan pada suhu ruang (28-30oC) cenderung mengalami penurunan dari 6,62 menjadi 5,91. Kontaminasi selama penyimpanan menyebabkan munculnya mikroba pada formula yang ditandai dengan adanya buih dan terbentuknya asam pada formula yang mengakibatkan terjadinya penurunan pH formula. Berikut merupakan reaksi terbentuknya asam oleh mikroorganisme: polisakarida
C6H12O6 + mikroba
alkohol
asam
Keterangan : K1C1 :Kappa-Karagenan 1,05%; CMC 0,15% K1C2 :Kappa-Karagenan 1,05%; CMC 0,20% K2C1 :Kappa-Karagenan 1,10%; CMC 0,15% K2C2 :Kappa-Karagenan 1,10%; CMC 0,20% K3C1 :Kappa-Karagenan 1,15%; CMC 0,15% K3C2 :Kappa-Karagenan 1,15%; CMC 0,20%
Gambar 10. Grafik Perubahan pH Formula Edible Coating Selama Penyimpanan. Hasil analisa ragam (Lampiran 15) menunjukkan bahwa kombinasi konsentrasi kappa-karagenan dan CMC dengan campuran konsentrasi gliserol, potassium sorbat dan asam lemak stearat yang tetap tidak memberikan pengaruh nyata terhadap pH formula edible coating yang disimpan selama 5 hari pada suhu kamar (28-300C). Perlakuan kombinasi
konsentrasi kappa-karagenan : CMC
(1,05%:0,15%) dan (1,05%:0,20%) menunjukkan nilai pH yang cenderung netral selama penyimpanan, yaitu berkisar antara 6,15-6,67. pH formula untuk edible coating sebaiknya mendekati 6-7, karena kappa-karagenan stabil pada pH 6-7 dan jika pH turun atau asam, maka kappa-karagenan akan terhidrolisis dan kemampuan untuk membentuk gel akan berkurang. Selain itu, formula dengan pH mendekati 7 tidak akan mempengaruhi rasa (asam atau basa) dari edible coating yang digunakan.
3. Viskositas Dari grafik (Gambar 11) dapat dilihat bahwa formula edible coating yang disimpan selama lima hari cenderung mengalami kenaikan nilai vikositas dari 221,5 cp menjadi 689,75 cp. Kenaikan nilai viskositas kombinasi kappa-karagenan : CMC (1,05%:0,15%) dan (1,05%:0,20%) tidak setajam kombinasi kappa-karagenan : CMC (1,10%:0,20%), (1,10%:0,15%), (1,15%:0,15%) dan (1,15%:0,20%). Semakin besar kombinasi konsentrasi kappa-karagenan dan CMC yang digunakan, maka viskositasnya juga semakin tinggi.
Keterangan : K1C1 :Kappa-Karagenan 1,05%; CMC 0,15% K1C2 :Kappa-Karagenan 1,05%; CMC 0,20% K2C1 :Kappa-Karagenan 1,10%; CMC 0,15% K2C2 :Kappa-Karagenan 1,10%; CMC 0,20% K3C1 :Kappa-Karagenan 1,15%; CMC 0,15% K3C2 :Kappa-Karagenan 1,15%; CMC 0,20%
Gambar 11. Grafik Perubahan Viskositas Formula Edible Coating Selama Penyimpanan. Hasil analisa ragam (Lampiran 16) menunjukkan bahwa kombinasi konsentrasi kappa-karagenan dan CMC dengan campuran konsentrasi gliserol, potassium sorbat dan asam lemak stearat yang tetap tidak memberikan pengaruh nyata terhadap viskositas formula edible coating
sampai pada penyimpanan hari ke-2, sedangkan pada penyimpanan hari ke-3 sampai hari ke-5 kombinasi kappa-karagenan dan CMC memberikan pengaruh nyata terhadap viskositas formula edible coating. Uji lanjut Duncan yang dilakukan pada taraf nyata 5% (Lampiran 16) menunjukkan bahwa
perlakuan
kombinasi
konsentrasi
kappa-karagenan
:
CMC
(1,05%:0,15%) dan (1,05%:0,20%) berbeda nyata dengan perlakuan lainnya. Perlakuan kombinasi konsentrasi kappa-karagenan : CMC (1,05%:0,15%) dan (1,05%:0,20%) menunjukkan nilai viskositas yang cenderung stabil selama penyimpanan, yaitu berkisar antara 180,63-257,50 cp. Kekentalan atau viskositas merupakan ketahanan terhadap aliran suatu cairan atau rasio shear stress (tenaga yang diberikan) terhadap shear rate (kecepatan) (Fardiaz 1987). Menurut Winarno (1992), kekentalan suatu larutan dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu suhu, konsentrasi larutan, berat molekul dan zat terlarut. Pengukuran viskositas ini dilakukan untuk mengetahui pengaruh penyimpanan larutan edible coating yang disimpan selama lima hari pada suhu kamar (28-300C). Kekentalan formula edible coating diukur menggunakan Rheometer dengan menggunakan spindle no 3 selama 60 detik. Penurunan pH formula edible coating selama penyimpanan juga berpengaruh terhadap kenaikan nilai viskositas. Semakin rendah pH, polimer kappa-karagenan akan terhidrolisis yang menyebabkan kemampuan kappa-karagenan untuk membentuk gel akan menurun. Selain itu, penurunan pH akan mengurangi kemampuan CMC untuk mengikat air dan mencegah sineresis, sehingga menyebabkan air keluar dari gel. Keluarnya air dari gel berakibat gel menjadi menggumpal dan menaikkan nilai viskositas formula edible coating. pH optimum larutan CMC adalah 9, bila pH terlalu rendah (<3) maka CMC akan mengendap (Winarno 2002).
B. SIFAT FISIKOKIMIA SALAK PONDOH SELAMA PENYIMPANAN 1. Persentase Kerusakan
(a)
(b) Keterangan : K1C1F0 :Kappa-karagenan 1,05%; CMC 0,15% (Aplikasi hari ke-0) K1C2F0 :Kappa-karagenan 1,05%; CMC 0,20% (Aplikasi hari ke-0) K1C1F1 :Kappa-karagenan 1,05%; CMC 0,15% (Aplikasi hari ke-1) K1C2F1 :Kappa-karagenan 1,05%; CMC 0,20% (Aplikasi hari ke-1) K1C1F2 :Kappa-karagenan 1,05%; CMC 0,15% (Aplikasi hari ke-2) K1C2F2 :Kappa-karagenan 1,05%; CMC 0,20% (Aplikasi hari ke-2) K1C1F3 :Kappa-karagenan 1,05%; CMC 0,15% (Aplikasi hari ke-3) K1C2F3 :Kappa-karagenan 1,05%; CMC 0,20% (Aplikasi hari ke-3)
Gambar 12.
Grafik Persentase Kerusakan Salak Pondoh Selama Penyimpanan Pada Suhu 100C (a) dan Suhu 220C (b)
Persen kerusakan menunjukkan persentase jumlah buah yang rusak setiap pengamatan. Dari grafik (Gambar 12) dapat dilihat bahwa tingkat kerusakan yang terjadi pada penyimpanan suhu 100C dan RH 87-88% lebih kecil daripada penyimpanan suhu 220C dan RH 65-66%. Penyimpanan pada suhu rendah menyebabkan aktivitas metabolisme menjadi berkurang dan perubahan kimia berlangsung lebih lambat (Borgstorm 1968). Analisa ragam (Lampiran 17a) menunjukkan bahwa perlakuan formula, suhu dan interaksi antara kedua faktor tersebut memberikan pengaruh nyata terhadap persen kerusakan buah salak pondoh pada penyimpanan hari ke-3 dan hari ke-6. Persen kerusakan pada suhu 220C lebih tinggi daripada suhu 100C. Uji lanjut Duncan yang dilakukan pada taraf nyata 5% (Lampiran 17a) menunjukkan bahwa perlakuan K1C1F0 (kappa-karagenan 1,05%, CMC 0,15% dan aplikasi pada hari ke-0) dan K1C1F1 (kappa-karagenan 1,05%, CMC 0,15% dan aplikasi pada hari ke-1) berbeda nyata dengan perlakuan lainnya pada penyimpanan suhu 220C. Adanya pelapisan pada permukaan buah menyebabkan proses respirasi dan transpirasi terhambat sehingga perubahan sifat fisiko-kimia yang berujung pada kerusakan atau kebusukan dapat ditekan. Kerusakan tertinggi pada penyimpanan hari ke-9 (suhu 100C) terdapat pada perlakuan K1C1F3 (kappa-karagenan 1,05%, CMC 0,15% dan aplikasi pada hari ke-3) dan K1C2F3 (kappa-karagenan 1,05%, CMC 0,20% dan aplikasi pada hari ke-3), yaitu masing-masing sebesar 73,33% dan 90%. Hal ini dimungkinkan formula edible coating yang digunakan sudah mengalami kerusakan dan terkontaminasi selama penyimpanan formula sebelum diaplikasikan pada buah salak pondoh. Kerusakan terkecil pada penyimpanan hari ke-12 (suhu 100C) terdapat pada perlakuan K1C2F1 (kappa-karagenan 1,05%, CMC 0,20% dan aplikasi pada hari ke-1), yaitu sebesar 53,33%. Hal ini membuktikan pelapisan perlakuan K1C2F1 mampu memperkecil tingkat kerusakan daripada kontrol (tanpa pelapisan) yang tingkat
kerusakannya
mencapai
70%.
0
Kerusakan
tertinggi
pada
penyimpanan hari ke-6 (suhu 22 C) terdapat pada kontrol (tanpa pelapisan) dengan tingkat kerusakan mencapai 96,67%.
Perlakuan K1C1F0 (kappa-karagenan 1,05%, CMC 0,15 % dan aplikasi pada hari ke-0), K1C1F1 (kappa-karagenan 1,05%, CMC 0,15 % dan aplikasi pada hari ke-1), dan K1C2F0 (kappa-karagenan 1,05%, CMC 0,20% dan aplikasi pada hari ke-0) mampu memperpanjang umur simpan buah salak pondoh terolah minimal sampai 15 hari (3 hari lebih panjang) daripada buah salak pondoh kontrol (tanpa pelapisan) yang hanya mampu bertahan sampai 12 hari penyimpanan pada suhu 100C, sedangkan perlakuan pelapisan K1C1F0 dan K1C1F1 mampu memperpanjang umur simpan buah salak pondoh terolah minimal sampai 9 hari (3 hari lebih panjang) daripada buah salak pondoh kontrol (tanpa pelapisan) yang hanya mampu bertahan sampai 6 hari penyimpanan pada suhu 220C. Persen kerusakan tertinggi terdapat pada perlakuan K1C2F0 sebesar 83,33% dan persen kerusakan terendah terdapat pada perlakuan K1C1F0 sebesar 63,33% pada penyimpanan hari ke-15 (suhu 100C), sedangkan pada penyimpanan hari ke-9 (suhu 220C) persen kerusakan tertinggi terdapat pada perlakuan K1C1F1 sebesar 73,33% dan persen kerusakan terendah terdapat pada perlakuan K1C1F0 sebesar 70%.
Gambar 13. Beberapa Gejala Kerusakan Mikrobiologis Pada Buah Salak Pondoh Terolah Minimal. Kerusakan terbesar yang terjadi pada buah salak pondoh terolah minimal adalah berupa kerusakan mikrobiologis yang dimungkinkan berasal dari lingkungan kebun yang tidak bersih. Mikrobia khusunya jamur berpeluang untuk mengkontaminasi buah salak pondoh terutama di bagian pangkal buah setelah buah salak tersebut terlepas dari bagian tandannya. Kerusakan oleh mikrobia menyebabkan buah salak berjamur, busuk ,lunak dan berair disertai bau menyengat. Menurut Kusumo, dkk (1995), buah salak
dapat diserang jamur Ceratocystis paradosa yang berwarna hitam atau Fusarium
sp.
yang
berwarna
putih.
Murtiningsih
dkk.
(1996)
mengemukakan bahwa buah salak khususnya jenis condet, pondoh dan suwaru banyak terinfeksi oleh mikrobia pathogen Thielaviopsis sp. 2. Susut Bobot Berdasarkan grafik (Gambar 14), secara umum nilai susut bobot salak pondoh selama penyimpanan baik pada kondisi penyimpanan suhu 100C maupun suhu 220C mengalami peningkatan. Semakin tinggi nilai susut bobot salak pondoh maka kehilangan bobot akan semakin tinggi sehingga bobot salak pondoh akan berkurang. Peningkatan susut bobot yang terjadi pada penyimpanan suhu 100C tidak setajam pada suhu 220C. Penyimpanan pada suhu rendah menyebabkan aktivitas metabolisme menjadi berkurang dan perubahan kimia berlangsung lebih lambat, selain itu kelembaban udara relative (RH) yang lebih tinggi pada suhu 100C yaitu 87-88% berperan dalam menekan terjadinya susut bobot. Menurut Ryall dan Lipton (1983) bahwa kehilangan air (transpirasi) pada buah dan sayuran akan lebih rendah pada lingkungan dengan RH tinggi, dan sebaliknya pada RH rendah dengan suhu yang sama, sehingga faktor kelembaban udara ruangan juga berperan dalam terjadinya susut bobot.
(a)
(b) Keterangan : K1C1F0 :Kappa-karagenan 1,05%; CMC 0,15% (Aplikasi hari ke-0) K1C2F0 :Kappa-karagenan 1,05%; CMC 0,20% (Aplikasi hari ke-0) K1C1F1 :Kappa-karagenan 1,05%; CMC 0,15% (Aplikasi hari ke-1) K1C2F1 :Kappa-karagenan 1,05%; CMC 0,20% (Aplikasi hari ke-1) K1C1F2 :Kappa-karagenan 1,05%; CMC 0,15% (Aplikasi hari ke-2) K1C2F2 :Kappa-karagenan 1,05%; CMC 0,20% (Aplikasi hari ke-2) K1C1F3 :Kappa-karagenan 1,05%; CMC 0,15% (Aplikasi hari ke-3) K1C2F3 :Kappa-karagenan 1,05%; CMC 0,20% (Aplikasi hari ke-3)
Gambar 14. Grafik Perubahan Susut Bobot Salak Pondoh Selama Penyimpanan Pada Suhu 100C (a) dan Suhu 220C (b) Analisa ragam (Lampiran 17b) menunjukkan bahwa perlakuan formula, suhu dan interaksi antara kedua faktor tersebut memberikan pengaruh nyata terhadap susut bobot salak pondoh pada penyimpanan hari ke-3 dan hari ke-6. Peningkatan susut bobot pada suhu 220C lebih tinggi daripada suhu 100C. Uji lanjut Duncan yang dilakukan pada taraf nyata 5% (Lampiran 17b) menunjukkan bahwa perlakuan K1C1F0 (kappa-karagenan 1,05%, CMC 0,15% dan aplikasi pada hari ke-0) dan K1C1F1 (kappakaragenan 1,05%, CMC 0,15% dan aplikasi pada hari ke-1) berbeda nyata dengan perlakuan lainnya pada penyimpanan suhu 220C. Adanya lapisan coating yang berfungsi sebagai barier terhadap CO2, O2 dan air menyebabkan respirasi dan transpirasi dapat ditekan.
Peningkatan susut bobot pada buah salak pondoh disebabkan oleh adanya transpirasi dan respirasi. Respirasi terjadi dengan reaksi berikut : C6H12O6 + 6O2
6CO2 + 6H2O + Energi
Proses transpirasi dan respirasi menyebabkan berkurangnya kandungan air dalam buah. Proses transpirasi merupakan kehilangan air karena evaporasi. Evaporasi tinggi karena adanya perbedaan tekanan air diluar dan didalam salak pondoh. Tekanan air didalam bahan lebih tinggi dibanding diluar bahan sehingga uap air akan keluar dari bahan. Pada respirasi terjadi pembakaran gula atau substrat yang menghasilkan gas CO2, air dan energi. Air, gas dan energi yang dihasilkan pada proses respirasi akan mengalami penguapan sehingga buah akan mengalami penyusutan bobot (Wills 1981). Peningkatan susut bobot terbesar pada penyimpanan hari ke-3 sampai hari ke-9 (suhu 100C) terjadi pada perlakuan K1C1F3 (kappakaragenan 1,05%, CMC 0,15% dan aplikasi pada hari ke-3) dan K1C2F3 (kappa-karagenan 1,05%, CMC 0,20% dan aplikasi pada hari ke-3) yaitu berkisar antara 0,53%-1,95%. Hal ini dimungkinkan formula edible coating yang digunakan sudah mengalami kerusakan dan terkontaminasi selama penyimpanan formula sebelum diaplikasikan pada buah salak pondoh. Rusaknya coating menyebabkan berkurangnya kemampuannya sebagai barier terhadap gas CO2 dan O2 sehingga susut bobot salak pondoh tinggi. Perlakuan K1C1F0 (kappa-karagenan 1,05%, CMC 0,15% dan aplikasi pada hari ke-0), K1C2F0 (kappa-karagenan 1,05%, CMC 0,20% dan aplikasi pada hari ke-0), K1C1F1 (kappa-karagenan 1,05%, CMC 0,15% dan aplikasi pada hari ke-1) dan K1C2F1 (kappa-karagenan 1,05%, CMC 0,20% dan aplikasi pada hari ke-1) mampu memperkecil susut bobot daripada kontrol (tanpa pelapis) pada penyimpanan hari ke-12 (suhu 100C). Begitu juga dengan penyimpanan pada hari ke-6 (suhu 220C), peningkatan susut bobot terbesar tejadi pada kontrol. Tidak adanya lapisan coating pada kontrol yang berfungsi sebagai barier terhadap CO2, O2 dan air menyebabkan CO2, O2 dan air yang keluar/masuk bahan tinggi sehingga
respirasi meningkat dan kehilangan air tinggi. Persen susut bobot tertinggi terdapat pada perlakuan K1C1F0 sebesar 2,56% dan terendah pada perlakuan K1C1F1 sebesar 2,15% pada penyimpanan hari ke-15 (suhu 100C), sedangkan pada penyimpanan hari ke-9 (suhu 220C) persen susut bobot tertinggi juga terdapat pada perlakuan K1C1F0 sebesar 16,41% dan terendah juga pada perlakuan K1C1F1 sebesar 14,04%. 3. Kekerasan Dari grafik (Gambar 15) dapat dilihat bahwa penurunan kekerasan terbesar baik pada penyimpanan suhu 100C maupun suhu 220C terdapat pada perlakuan K1C2F3 (kappa-karagenan 1,05%, CMC 0,2 % dan aplikasi pada hari ke-3), yaitu masing-masing sebesar 135,11 mm/detik/150 gram dan 142,41 mm/detik/150 gram. Hal ini dimungkinkan terjadinya kontaminasi formula edible coating selama penyimpanan sebelum aplikasi akan mempercepat kerusakan yang berakibat pelunakan buah juga semakin cepat. Kekerasan terendah kedua pada penyimpanan hari ke-6 terjadi pada kontrol (tanpa pelapis) yaitu sebesar 108 mm/detik/150 gram. Selama pematangan, terjadi degrasasi pektin yang tidak larut air (protopektin) dan berubah menjadi pektin yang larut dalam air mengakibatkan terjadinya penurunan kekerasan pada buah salak pondoh selama penyimpanan.
(a)
(b) Keterangan : K1C1F0 :Kappa-karagenan 1,05%; CMC 0,15% (Aplikasi hari ke-0) K1C2F0 :Kappa-karagenan 1,05%; CMC 0,20% (Aplikasi hari ke-0) K1C1F1 :Kappa-karagenan 1,05%; CMC 0,15% (Aplikasi hari ke-1) K1C2F1 :Kappa-karagenan 1,05%; CMC 0,20% (Aplikasi hari ke-1) K1C1F2 :Kappa-karagenan 1,05%; CMC 0,15% (Aplikasi hari ke-2) K1C2F2 :Kappa-karagenan 1,05%; CMC 0,20% (Aplikasi hari ke-2) K1C1F3 :Kappa-karagenan 1,05%; CMC 0,15% (Aplikasi hari ke-3) K1C2F3 :Kappa-karagenan 1,05%; CMC 0,20% (Aplikasi hari ke-3)
Gambar
15.
Grafik Perubahan Kekerasan Salak Pondoh Selama Penyimpanan Pada Suhu 100C (a) dan Suhu 220C (b)
Analisa ragam (Lampiran 17c) menunjukkan bahwa perlakuan formula, suhu dan interaksi antara kedua faktor tersebut memberikan pengaruh nyata terhadap perubahan nilai kekerasan salak pondoh pada penyimpanan hari ke-3 dan hari ke-6. Penurunan nilai kekerasan pada suhu 220C lebih tinggi daripada suhu 100C. Uji lanjut Duncan yang dilakukan pada taraf nyata 5% (Lampiran 17c) menunjukkan bahwa perlakuan K1C1F0 (kappa-karagenan 1,05%, CMC 0,15% dan aplikasi pada hari ke-0) berbeda nyata dengan kontrol (tanpa pelapis) pada penyimpanan hari ke-6. Perlakuan K1C1F0 (kappa-karagenan 1,05%, CMC 0,15% dan aplikasi pada hari ke-0) dan K1C1F1 (kappa-karagenan 1,05%, CMC 0,15% dan aplikasi pada hari ke-1) berbeda nyata dengan perlakuan lainnya pada penyimpanan suhu 220C.
Kekerasan tertinggi terdapat pada perlakuan K1C1F0 (kappakaragenan 1,05%, CMC 0,15 % dan aplikasi pada hari ke-0) sebesar 105,6 mm/detik/150 gram dan terendah pada perlakuan K1C1F1 (kappa-karagenan 1,05%, CMC 0,15 % dan aplikasi pada hari ke-1) sebesar 112,7 mm/detik/150 gram pada penyimpanan hari ke-15 (suhu 100C), sedangkan pada penyimpanan hari ke-9 (suhu 220C) kekerasan tertinggi terdapat pada perlakuan K1C1F0 (kappa-karagenan 1,05%, CMC 0,15 % dan aplikasi pada hari ke-0) sebesar 149,92 mm/detik/150 gram dan terendah pada perlakuan K1C1F1 (kappa-karagenan 1,05%, CMC 0,15 % dan aplikasi pada hari ke-1) sebesar 163,18 mm/detik/150 gram. Terhambatnya proses transpirasi akibat adanya lapisan coating pada salak pondoh menyebabkan kehilangan air dalam buah salak pondoh berkurang dan kekerasan buah lebih tinggi daripada kontrol. Hal ini sesuai dengan pernyataan Pantastico (1986), bahwa pelunakan buah berhubungan langsung dengan berkurangnya kadar air dalam bahan. Selain itu kekerasan dapat disebabkan karena terhambatnya proses respirasi atau metabolisme, sehingga perombakan karbohidrat menjadi senyawa yang larut dalam air berkurang, maka kekerasan buah salak pondoh akan bertahan. Penurunan kekerasan terjadi karena adanya perubahan zat pektin yang tidak larut dalam air terhidrolisa menjadi asam pektat yang mudah larut dalam air (Winarno dan Aman 1981 di dalam Permanasari 1998). Pektin pada buah merupakan salah satu komponen dari dinding sel maupun lamela tengah yang mempengaruhi kekerasan buah. Pada saat buah berubah dari mentah menjadi matang terjadi degradasi senyawa pektin dan hemiselulosa yang menyebabkan buah matang lebih lunak dibandingkan buah mentah. Namun degradasi berlebihan akan menyebabkan tekstur buah menjadi lembek, yang mengindikasikan buah tersebut sudah mengarah pada kerusakan. Menurut Pantastico (1986) di dalam Zulfebriadi (1998) perubahan zat pektin ini menyebabkan lemahnya dinding sel dan turunnya daya kohesi yang mengikat sel satu dengan yang lain.
4. Total Padatan Terlarut
(a)
(b) Keterangan : K1C1F0 :Kappa-karagenan 1,05%; CMC 0,15% (Aplikasi hari ke-0) K1C2F0 :Kappa-karagenan 1,05%; CMC 0,20% (Aplikasi hari ke-0) K1C1F1 :Kappa-karagenan 1,05%; CMC 0,15% (Aplikasi hari ke-1) K1C2F1 :Kappa-karagenan 1,05%; CMC 0,20% (Aplikasi hari ke-1) K1C1F2 :Kappa-karagenan 1,05%; CMC 0,15% (Aplikasi hari ke-2) K1C2F2 :Kappa-karagenan 1,05%; CMC 0,20% (Aplikasi hari ke-2) K1C1F3 :Kappa-karagenan 1,05%; CMC 0,15% (Aplikasi hari ke-3) K1C2F3 :Kappa-karagenan 1,05%; CMC 0,20% (Aplikasi hari ke-3)
Gambar 16. Grafik Perubahan Total Padatan Terlarut Salak Pondoh Selama Penyimpanan Pada Suhu 100C (a) dan Suhu 220C (b) Berdasarkan grafik (Gambar 16) dapat dilihat bahwa nilai total padatan terlarut cenderung naik. Nilai total padatan terlarut terbesar pada penyimpanan hari ke-6 (suhu 100C) terdapat pada perlakuan K1C1F3
(kappa-karagenan 1,05%, CMC 0,15 % dan aplikasi pada hari ke-3), yaitu sebesar 20,93 0brix, sedangkan nilai total padatan terlarut terbesar pada penyimpanan hari ke-12 (suhu 100C) terdapat pada perlakuan K1C1F1 (kappa-karagenan 1,05%, CMC 0,15 % dan aplikasi pada hari ke-1) sebesar 21,73 0brix. Peningkatan total padatan terlarut dalam buah terjadi karena pemecahan polimer karbohidrat khususnya pati menjadi sukrosa, glukosa dan fruktosa (Paramawati 1998). Hasil analisa ragam (Lampiran 17d) menunjukkan bahwa faktor suhu dan formula memberikan pengaruh nyata terhadap perubahan total padatan terlarut pada penyimpanan hari ke-3 dan hari ke-6. Peningkatan perubahan total padatan terlarut pada suhu 220C lebih tinggi daripada suhu 100C. Uji lanjut Duncan yang dilakukan pada taraf nyata 5% (Lampiran 17d) menunjukkan bahwa perlakuan K1C1F0 (kappa-karagenan 1,05%, CMC 0,15% dan aplikasi pada hari ke-0) dan K1C1F1 (kappa-karagenan 1,05%, CMC 0,15% dan aplikasi pada hari ke-1) berbeda nyata dengan perlakuan lainnya baik pada penyimpanan suhu 220C maupun suhu 100C. Adanya coating dapat memperlambat proses respirasi sehingga gula yang digunakan sebagai substrat saat proses respirasi akan berkurang. Penurunan total padatan terlarut yang terjadi pada penyimpanan hari ke-12 perlakuan K1C2F0 dan hari ke-15 perlakuan K1C1F1 (suhu 100C) serta pada penyimpanan hari ke-6 perlakuan K1C1F2 (suhu 220C) disebabkan oleh penggunaan gula-gula sederhana sebagai substrat pada proses respirasi dan mulai munculnya mikroba berakibat gula atau karbohidrat yang terdapat pada buah salak pondoh digunakan sebagai substrat atau sumber karbon oleh mikroba untuk pertumbuhannya. Kandungan total padatan terlarut tertinggi terdapat pada perlakuan K1C2F0 sebesar 21,07 0brix dan terendah pada perlakuan K1C1F1 sebesar 20,67 0
brix pada penyimpanan hari ke-15 (suhu 100C), sedangkan pada
penyimpanan hari ke-9 (suhu 220C) kandungan total padatan terlarut tertinggi terdapat pada perlakuan K1C1F1 sebesar 27,07 0brix dan terendah pada perlakuan K1C1F0 sebesar 26,87 0brix.
5. Total Asam Berdasarkan grafik (Gambar 17) dapat dilihat bahwa nilai total asam salak pondoh selama penyimpanan sedikit naik. Nilai total asam yang terdapat pada salak pondoh berkisar antara 0,11% sampai 0,23%.
(a)
(b) Keterangan : K1C1F0 :Kappa-karagenan 1,05%; CMC 0,15% (Aplikasi hari ke-0) K1C2F0 :Kappa-karagenan 1,05%; CMC 0,20% (Aplikasi hari ke-0) K1C1F1 :Kappa-karagenan 1,05%; CMC 0,15% (Aplikasi hari ke-1) K1C2F1 :Kappa-karagenan 1,05%; CMC 0,20% (Aplikasi hari ke-1) K1C1F2 :Kappa-karagenan 1,05%; CMC 0,15% (Aplikasi hari ke-2) K1C2F2 :Kappa-karagenan 1,05%; CMC 0,20% (Aplikasi hari ke-2) K1C1F3 :Kappa-karagenan 1,05%; CMC 0,15% (Aplikasi hari ke-3) K1C2F3 :Kappa-karagenan 1,05%; CMC 0,20% (Aplikasi hari ke-3)
Gambar 17. Grafik Perubahan Total Asam Salak Pondoh Selama Penyimpanan Pada Suhu 100C (a) dan Suhu 220C (b)
Hasil analisa ragam (Lampiran 17e) menunjukkan bahwa perlakuan formula, suhu dan interaksi antara kedua faktor tersebut memberikan pengaruh nyata terhadap perubahan total asam salak pondoh pada penyimpanan hari ke-3 dan hari ke-6. Uji lanjut Duncan yang dilakukan pada taraf nyata 5% (Lampiran 17e) menunjukkan perlakuan K1C1F0 (kappa-karagenan 1,05%, CMC 0,15% dan aplikasi pada hari ke-0) dan K1C1F1 (kappa-karagenan 1,05%, CMC 0,15% dan aplikasi pada hari ke-1) berbeda nyata dengan perlakuan lainnya baik pada penyimpanan suhu 220C maupun suhu 100C. Kandungan total asam tertinggi terdapat pada perlakuan K1C2F0 sebesar 0,18% dan terendah pada perlakuan K1C1F0 sebesar 0,14% pada penyimpanan hari ke-15 (suhu 100C), sedangkan pada penyimpanan hari ke9 (suhu 220C) kandungan total asam tertinggi terdapat pada perlakuan K1C1F0 sebesar 0,23% dan terendah pada perlakuan K1C1F1 sebesar 0,17%. Hidrolisis pati menjadi gula-gula sederhana yang selanjutnya dikonversi menjadi asam-asam organik menyebabkan terjadinya kenaikan total asam pada salak pondoh. Selain itu asam organik yang terbentuk dapat pula berasal dari degradasi protein dan gula pada saat proses respirasi berlangsung. Adanya mikroba juga berperan dalam kenaikan total asam pada salak pondoh, karena mikroba dapat menghasilkan asam selama masih melakukan aktivitas metaboliknya (Pantastico 1986). 6. Vitamin C Berdasarkan grafik (Gambar 18) menunjukkan bahwa kandungan vitamin C buah salak pondoh mengalami penurunan setelah 9 hari penyimpanan (suhu 100C) dan 6 hari penyimpanan (suhu 220C). Kandungan vitamin C yang terdapat pada buah salak pondoh berkisar antara 12,14 sampai 29,28 mg per 100 gram bahan.
(a)
(b) Keterangan : K1C1F0 :Kappa-karagenan 1,05%; CMC 0,15% (Aplikasi hari ke-0) K1C2F0 :Kappa-karagenan 1,05%; CMC 0,20% (Aplikasi hari ke-0) K1C1F1 :Kappa-karagenan 1,05%; CMC 0,15% (Aplikasi hari ke-1) K1C2F1 :Kappa-karagenan 1,05%; CMC 0,20% (Aplikasi hari ke-1) K1C1F2 :Kappa-karagenan 1,05%; CMC 0,15% (Aplikasi hari ke-2) K1C2F2 :Kappa-karagenan 1,05%; CMC 0,20% (Aplikasi hari ke-2) K1C1F3 :Kappa-karagenan 1,05%; CMC 0,15% (Aplikasi hari ke-3) K1C2F3 :Kappa-karagenan 1,05%; CMC 0,20% (Aplikasi hari ke-3)
Gambar 18. Grafik Perubahan Vitamin C Salak Pondoh Selama Penyimpanan Pada Suhu 100C (a) dan Suhu 220C (b) Hasil analisa ragam (Lampiran 17f) menunjukkan bahwa perlakuan formula, suhu dan interaksi antara kedua faktor tersebut memberikan pengaruh nyata terhadap perubahan vitamin C salak pondoh pada
penyimpanan hari ke-3 dan hari ke-6. Uji lanjut Duncan yang dilakukan pada taraf nyata 5% (Lampiran 17f) menunjukkan bahwa perlakuan K1C1F0 (kappa-karagenan 1,05%, CMC 0,15% dan aplikasi pada hari ke-0) dan K1C1F1 (kappa-karagenan 1,05%, CMC 0,15% dan aplikasi pada hari ke-1) berbeda nyata dengan perlakuan lainnya baik pada penyimpanan suhu 220C maupun suhu 100C. Adanya lapisan coating dapat menghambat masuknya oksigen kedalam buah yang menjadi penyebab rusaknya vitamin C lewat reaksi oksidasi. Vitamin C merupakan vitamin yang larut dalam air dan hampir terdapat pada semua sayuran dan buah-buahan (Winarno 1992). Vitamin C disintesis secara alami oleh tanaman, dan mudah dibuat secara sintesis dari gula. Vitamin C adalah vitamin yang paling tidak stabil di antara semua vitamin dan mudah mengalami kerusakan selama proses pengolahan dan penyimpanan. Vitamin C mudah rusak, mudah teroksidasi dan dipercepat oleh panas, sinar, alkali, enzim, oksidator serta katalis tembaga dan besi (Winarno 1992). Enzim oksidatif menjadi aktif bila terjadi perubahan organisasi sel akibat kerusakan mekanis dan pembusukan/kelayuan. Bila tidak ada enzim, oksidasi vitamin C tetap belangsung tetapi kecepatannya berkurang. Penurunan kandungan vitamin C setelah 9 hari penyimpanan (suhu 100C) dan 6 hari penyimpanan (suhu 220C) disebabkan lapisan coating sudah ditumbuhi mikroba sehingga oksigen yang masuk ke buah lebih besar. Adanya oksigen dan rusaknya/busuknya salak pondoh menyebabkan terjadinya oksidasi sehingga vitamin C terdegradasi menjadi asam dehidroaskorbat. Terdegradasinya vitamin C ini
menyebabkan penurunan
kandungannya dalam buah. Kandungan vitamin C tertinggi terdapat pada perlakuan K1C1F0 sebesar 28,76 mg per 100 gram bahan dan terendah pada perlakuan K1C1F1 sebesar 22,27 mg per 100 gram bahan pada penyimpanan hari ke-15 (suhu 100C), sedangkan pada penyimpanan hari ke9 (suhu 220C) kandungan vitamin C tertinggi terdapat pada perlakuan K1C1F0 sebesar 25,86 mg per 100 gram bahan dan terendah pada perlakuan K1C1F1 sebesar 20,19 mg per 100 gram bahan.
7. Warna
(a)
(b) Keterangan : K1C1F0 :Kappa-karagenan 1,05%; CMC 0,15% (Aplikasi hari ke-0) K1C2F0 :Kappa-karagenan 1,05%; CMC 0,20% (Aplikasi hari ke-0) K1C1F1 :Kappa-karagenan 1,05%; CMC 0,15% (Aplikasi hari ke-1) K1C2F1 :Kappa-karagenan 1,05%; CMC 0,20% (Aplikasi hari ke-1) K1C1F2 :Kappa-karagenan 1,05%; CMC 0,15% (Aplikasi hari ke-2) K1C2F2 :Kappa-karagenan 1,05%; CMC 0,20% (Aplikasi hari ke-2) K1C1F3 :Kappa-karagenan 1,05%; CMC 0,15% (Aplikasi hari ke-3) K1C2F3 :Kappa-karagenan 1,05%; CMC 0,20% (Aplikasi hari ke-3)
Gambar 19.
Grafik Perubahan Kecerahan Salak Pondoh Selama Penyimpanan Pada Suhu 100C (a) dan Suhu 220C (b)
Gambar 19 memperlihatkan bahwa nilai kecerahan permukaan daging buah salak pondoh pada penyimpanan suhu 100C dan suhu 220C cenderung mengalami penurunan. Penurunan nilai kecerahan permukaan buah pada suhu 100C tidak setajam pada suhu 220C. Pertumbuhan mikroba terutama jamur serta aktifitas enzim fenolase (penyebab warna coklat) yang lebih tinggi pada suhu 220C menyebabkan kecerahan permukaan buah menurun dan cenderung lebih coklat. Perlakuan K1C1F0 (kappa-karagenan 1,05%, CMC 0,15 % dan aplikasi pada hari ke-0) dan K1C2F1 (kappa-karagenan 1,05%, CMC 0,20% dan aplikasi pada hari ke-1) mempunyai nilai kecerahan sebesar 84,54 dan 85,1 pada penyimpanan hari ke-9 (suhu 100C). Nilai kecerahan ini lebih tinggi daripada kontrol yang hanya sebesar 83,99. Begitu juga dengan perlakuan K1C1F0 dan K1C2F1 juga mempunyai nilai kecerahan yang lebih tinggi daripada kontrol pada penyimpanan hari ke-6 (suhu 220C). Tidak adanya barier pada kontrol yang dapat menghambat laju kerusakan karena proses metabolisme dan mikroba menyebabkan nilai kecerahan yang terjadi pada kontrol lebih rendah daripada perlakuan pelapisan. Nilai kecerahan terendah baik pada penyimpanan suhu 100C dan suhu 220C terdapat pada perlakuan K1C2F2 (kappa-karagenan 1,05%, CMC 0,20% dan aplikasi pada hari ke-2), yaitu masing-masing sebesar 75,58 dan 77,58. Hal ini dimungkinkan kandungan mikroba yang lebih besar pada salak pondoh K1C2F2 sehingga nilai kecerahannya rendah. Nilai kecerahan tertinggi terdapat pada perlakuan K1C2F0 sebesar 82,67 dan terendah pada perlakuan K1C1F1 sebesar 81,75 pada penyimpanan hari ke-15 (suhu 100C), sedangkan pada penyimpanan hari ke-9 (suhu 220C) nilai kecerahan tertinggi terdapat pada perlakuan K1C1F0 sebesar 81,26 dan terendah pada perlakuan K1C1F1 sebesar 81,25. Chroma menunjukkan intensitas suatu warna. Semakin tinggi nilai chroma maka warna akan semakin kuat, begitu juga sebaliknya, sedangkan o
Hue didefinisikan sebagai warna yang terlihat pada objek atau bahan
seperti: warna merah, hijau, kuning, biru dan warna lainnya. Nilai oHue pada daging buah salak pondoh berkisar antara 98–102.
Hari ke-0 Keterangan : K1C1F0 (suhu 100C) K1C1F0 (suhu 220C) K1C1F1 (suhu 100C)
Hari ke-3
Hari ke-9 K1C1F1 (suhu 220C) KONTROL (suhu 100C) KONTROL (suhu 220C)
Gambar 20. Perubahan Warna Daging Salak Pondoh Selama Penyimpanan Gambar 20 memperlihatkan perubahan warna daging buah salak pondoh selama penyimpanan. Secara visual (Gambar 21) perubahan warna pada daging buah salak pondoh tidak dapat dibedakan secara nyata, tetapi dengan chromameter perubahan warna dapat dilihat. Pematangan buah salak pondoh menyebabkan terjadinya perubahan warna daging buah salak pondoh menjadi kuning pucat pada penyimpanan hari ke-3 (suhu 100C dan 220C). Seiring masa penyimpanan, pencoklatan secara enzimatis atau jamur menyebabkan terjadinya perubahan warna daging buah salak pondoh menjadi kelabu pada penyimpanan hari ke-9 (suhu 100C dan 220C). Penurunan nilai kecerahan pada buah salak pondoh yang dilapisi edible coating perlakuan K1C1F0 (kappa-karagenan 1,05%, CMC 0,15 % dan aplikasi pada hari ke-0) dan K1C1F1 (kappa-karagenan 1,05%, CMC 0,15 % dan aplikasi pada hari ke-1) tidak setajam pada kontrol (tanpa pelapis). Tidak adanya barier pada kontrol menyebabkan laju kerusakan karena proses metabolisme dan mikroba lebih tinggi daripada perlakuan pelapisan.
A
B
C
D
E
F
Busuk Hari ke-0
Hari ke-3
Hari ke-9
Keterangan : A : K1C1F0 (suhu 100C) B : K1C1F0 (suhu 220C) C : K1C1F1 (suhu 100C) D : K1C1F1 (suhu 220C) E : KONTROL (suhu 100C) F : KONTROL (suhu 220C)
Gambar 21. Perubahan Warna Daging Salak Pondoh Secara Visual Selama Penyimpanan Perubahan warna pada buah salak pondoh adalah perubahan warna salak pondoh menjadi coklat (pencoklatan). Proses pencoklatan mula-mula terjadi pada bagian pangkal yang memar atau rusak saat pengupasan kulit, sehingga merangsang pencoklatan menyebar ke bagian lain. Pada daerah ini jaringan permukaan daging tidak kompak seperti bagian lain atau bahkan
sel-selnya terbuka. Noda coklat juga mudah terjadi di daerah dimana terdapat luka atau memar, yang mungkin terjadi selama proses penyiapan. Pengupasan kulit salak pondoh juga memperluas kontak buah dengan oksigen udara, sehingga aktifitas enzim fenolase makin tinggi. Warna coklat timbul karena terjadinya reaksi pencoklatan enzimatis akibat terjadinya oksidasi. Buah salak mengandung senyawa poliphenol dalam bentuk tanin. Menurut Winarno (2002), reaksi pencoklatan terjadi akibat oksigen dapat berhubungan langsung dengan poliphenol dengan dikatalisa oleh enzim poliphenol oksidase membentuk senyawa melanin berwarna coklat. Oksigen dapat berhubungan dengan poliphenol bila terdapat sel atau jaringan yang terbuka akibat luka. C. UJI ORGANOLEPTIK Uji organoleptik merupakan parameter penerimaan konsumen terhadap produk. Uji organoleptik yang digunakan adalah uji kesukaan atau hedonik dengan 5 skala penilaian, yaitu 5 = sangat suka, 4 = suka, 3 = netral, 2 = tidak suka, dan 1 = sangat tidak suka. Parameter yang digunakan meliputi : penampakan, warna, tekstur, aroma dan rasa. 1. Penampakan Penilaian panelis terhadap penampakan lebih cenderung mengarah pada penampilan luar dan adanya luka atau kerusakan pada permukaan buah salak pondoh. Hasil uji organoleptik penampakan buah salak pondoh disajikan pada lampiran 10. Dari Tabel 4 dapat dilihat bahwa modus penilaian organoleptik penampakan buah salak pondoh adalah 4 (suka) dan mediannya juga 4 (suka) pada penyimpanan hari ke-6 (suhu 100C), sedangkan pada penyimpanan hari ke-12 (suhu 100C) modus penilaiannya adalah 2 (tidak suka) dan mediannya 3 (netral), tetapi perlakuan K1C1F0 (kappa-karagenan 1,05%, CMC 0,15 % dan aplikasi pada hari ke-0) dengan persen kerusakan 33,33% masih dapat diterima panelis dari segi penampakan buah salak pondoh karena panelis yang menyatakan netral (4 orang) lebih banyak
daripada yang tidak suka (2 orang). Dari data ini berarti bahwa secara umum penampakan buah salak pondoh masih dapat diterima oleh panelis pada penyimpanan hari ke-6 (suhu 100C). Tabel 4. Hasil Uji Modus dan Median Organoleptik Penampakan Salak Pondoh Pada Penyimpanan Suhu 100C. 0 Modus Median Mean
4 4 8.60 (K1C2F2) 11.20 (K1C1F2)
Hari ke6 Modus 4 Median 4 8.60 (K1C2F2) Mean 13.70 (KONTROL)
12 Modus Median
2 3 1.70 (K1C1F1) 2.20 (K1C1F0)
Mean
Tabel 5. Hasil Uji Modus dan Median Organoleptik Penampakan Salak Pondoh Pada Penyimpanan Suhu 220C. 0 Modus Median Mean
4 4 8.75 (KONTROL) 10.15 (K1C2F0)
Hari ke6 Modus 3 Median 3 4.10 (K1C2F2) Mean 10.95 (K1C1F1)
12 Modus Median Mean
-
Keterangan : K1C1F0 :Kappa-karagenan 1,05%; CMC 0,15% (Aplikasi hari ke-0) K1C2F0 :Kappa-karagenan 1,05%; CMC 0,20% (Aplikasi hari ke-0) K1C1F1 :Kappa-karagenan 1,05%; CMC 0,15% (Aplikasi hari ke-1) K1C2F1 :Kappa-karagenan 1,05%; CMC 0,20% (Aplikasi hari ke-1) K1C1F2 :Kappa-karagenan 1,05%; CMC 0,15% (Aplikasi hari ke-2) K1C2F2 :Kappa-karagenan 1,05%; CMC 0,20% (Aplikasi hari ke-2) K1C1F3 :Kappa-karagenan 1,05%; CMC 0,15% (Aplikasi hari ke-3) K1C2F3 :Kappa-karagenan 1,05%; CMC 0,20% (Aplikasi hari ke-3)
Tabel 5 menunjukkan bahwa modus penilaian organoleptik penampakan buah salak pondoh adalah 3 (netral) dan mediannya juga 3 (netral) pada penyimpanan hari ke-6 (suhu 220C). Hal ini berarti secara umum penampakan buah salak pondoh masih dapat diterima oleh panelis pada penyimpanan hari ke-6 (suhu 220C).
Hasil
uji
Freadman
(Lampiran
18)
menunjukkan
bahwa
penampakan buah salak pondoh tidak menunjukkan pengaruh yang nyata pada penyimpanan hari ke-0 dan hari ke-3, sedangkan pada penyimpanan hari ke-6 penampakan buah salak pondoh menunjukkan pengaruh yang nyata. Perlakuan K1C1F1 (kappa-karagenan 1,05%, CMC 0,15 % dan aplikasi pada hari ke-1) dengan persen kerusakan 43,33% dan mean 10,95 mendapat penilaian tertinggi dari panelis pada penyimpanan hari ke-6 (suhu 220C). Adanya pelapisan mampu menghambat proses respirasi dan transpirasi sehingga perubahan sifat fisiko-kimia yang berujung pada kerusakan atau kebusukan dapat ditekan. 2. Warna Warna dapat digunakan sebagai indikator kematangan selain sebagai faktor yang ikut menentukan mutu bahan pangan. Hasil uji organoleptik warna buah salak pondoh disajikan pada lampiran 11. Dari Tabel 6 dapat dilihat bahwa modus penilaian organoleptik warna buah salak pondoh adalah 4 (suka) dan mediannya juga 4 (suka) pada penyimpanan hari ke-6 (suhu 100C), sedangkan pada penyimpanan hari ke12 (suhu 100C) modus penilaiannya adalah 3 (netral) dan mediannya juga 3 (netral). Perlakuan K1C1F0 (kappa-karagenan 1,05%, CMC 0,15 % dan aplikasi pada hari ke-0) jumlah panelis yang menyatakan netral (5 orang) lebih banyak daripada yang tidak suka (1 orang) pada penyimpanan hari ke12 (suhu 100C). Dari data ini berarti secara umum warna buah salak pondoh dapat diterima oleh panelis pada penyimpanan hari ke-12 (suhu 100C). Tabel 7 menunjukkan bahwa modus penilaian organoleptik warna buah salak pondoh adalah 3 (netral) dan mediannya juga 3 (netral) serta perlakuan K1C1F1 (kappa-karagenan 1,05%, CMC 0,15 % dan aplikasi pada hari ke-1) jumlah panelis yang menyatakan suka (4 orang) lebih banyak daripada yang tidak suka (3 orang) pada penyimpanan hari ke-6 (suhu 220C). Hal ini berarti secara umum warna buah salak pondoh dapat diterima oleh panelis pada penyimpanan hari ke-6 (suhu 220C).
Tabel 6. Hasil Uji Modus dan Median Organoleptik Warna Salak Pondoh Pada Penyimpanan Suhu 100C.
0 Modus Median Mean
4 4 8.85 (K1C2F2) 10.40 (K1C1F3)
Hari ke6 4 Modus 4 Median 9.50 (K1C1F1) Mean 12.95 (K1C2F3)
12 Modus Median Mean
3 3 1.75 (K1C1F1) 2.25 (K1C1F0)
Tabel 7. Hasil Uji Modus dan Median Organoleptik Warna Salak Pondoh Pada Penyimpanan Suhu 220C.
0 Modus Median Mean
4 4 8.60 (K1C2F0) 11.25 (K1C1F2)
Hari ke6 3 Modus 3 Median 4.85 (K1C2F2) Mean 11.05 (K1C2F1)
12 Modus Median Mean
-
Keterangan : K1C1F0 :Kappa-karagenan 1,05%; CMC 0,15% (Aplikasi hari ke-0) K1C2F0 :Kappa-karagenan 1,05%; CMC 0,20% (Aplikasi hari ke-0) K1C1F1 :Kappa-karagenan 1,05%; CMC 0,15% (Aplikasi hari ke-1) K1C2F1 :Kappa-karagenan 1,05%; CMC 0,20% (Aplikasi hari ke-1) K1C1F2 :Kappa-karagenan 1,05%; CMC 0,15% (Aplikasi hari ke-2) K1C2F2 :Kappa-karagenan 1,05%; CMC 0,20% (Aplikasi hari ke-2) K1C1F3 :Kappa-karagenan 1,05%; CMC 0,15% (Aplikasi hari ke-3) K1C2F3 :Kappa-karagenan 1,05%; CMC 0,20% (Aplikasi hari ke-3)
Hasil uji Freadmen (Lampiran 18) menunjukkan bahwa warna tidak menunjukan pengaruh yang nyata pada penyimpanan hari ke-0 dan hari ke-3, sedangkan pada pengamatan hari ke-6 warna menunjukkan pengaruh yang nyata. Perlakuan K1C2F1 (kappa-karagenan 1,05%, CMC 0,20 % dan aplikasi pada hari ke-1) dengan mean 11,05 mendapat penilaian tertinggi dari panelis pada penyimpanan hari ke-6 (suhu 220C). Adanya lapisan coating dapat menghambat munculnya mikroba, jamur atau pencoklatan secara enzimatis akibat proses metabolisme.
Warna merupakan parameter yang mempengaruhi tingkat kesukaan konsumen terhadap suatu bahan atau parameter masih layak atau tidaknya suatu bahan atau produk untuk dikonsumsi. Penyimpangan dari warna yang seharusnya dari suatu bahan pangan dianggap sebagai suatu kerusakan (Winarno 1992). 3. Tekstur Penilaian panelis terhadap tekstur lebih cenderung mengarah pada kekerasan dan kesegaran buah salak pondoh. Hasil uji organoleptik tekstur buah salak pondoh disajikan pada lampiran 12. Tabel 8. Hasil Uji Modus dan Median Organoleptik Tekstur Salak Pondoh Pada Penyimpanan Suhu 100C. 0 Modus Median Mean
4 4 8.65 (K1C2F3) 10.55 (K1C1F3)
Hari ke6 Modus 4 Median 4 8.65 (K1C2F2) Mean 14.60 (K1C2F3)
12 Modus Median
4 3 1.90 (K1C2F0) 2.20 (K1C1F1)
Mean
Tabel 9. Hasil Uji Modus dan Median Organoleptik Tekstur Salak Pondoh Pada Penyimpanan Suhu 220C. 0 Modus Median Mean
4 4 8.80 (K1C1F0) 11.10 (K1C1F3)
Hari ke6 Modus 2 Median 2 3.85 (K1C1F2) Mean 9.90 (KONTROL)
12 Modus Median Mean
Keterangan : K1C1F0 :Kappa-karagenan 1,05%; CMC 0,15% (Aplikasi hari ke-0) K1C2F0 :Kappa-karagenan 1,05%; CMC 0,20% (Aplikasi hari ke-0) K1C1F1 :Kappa-karagenan 1,05%; CMC 0,15% (Aplikasi hari ke-1) K1C2F1 :Kappa-karagenan 1,05%; CMC 0,20% (Aplikasi hari ke-1) K1C1F2 :Kappa-karagenan 1,05%; CMC 0,15% (Aplikasi hari ke-2) K1C2F2 :Kappa-karagenan 1,05%; CMC 0,20% (Aplikasi hari ke-2) K1C1F3 :Kappa-karagenan 1,05%; CMC 0,15% (Aplikasi hari ke-3) K1C2F3 :Kappa-karagenan 1,05%; CMC 0,20% (Aplikasi hari ke-3)
-
Dari Tabel 8 dapat diketahui bahwa modus penilaian organoleptik tekstur buah salak pondoh adalah 4 (suka) dan mediannya juga 4 (suka) pada penyimpanan hari ke-6 (suhu 100C), sedangkan pada penyimpanan hari ke12 (suhu 100C) modus penilaiannya adalah 4 (suka) dan mediannya 3 (netral). Perlakuan K1C1F1 (kappa-karagenan 1,05%, CMC 0,15 % dan aplikasi pada hari ke-1) dengan nilai kekerasan 110,39 mm/detik/150 gram jumlah panelis yang menyatakan suka (5 orang) lebih banyak daripada yang tidak suka (2 orang) pada penyimpanan hari ke-12 (suhu 100C). Dari data ini berarti secara umum tekstur buah salak pondoh dapat diterima oleh panelis pada penyimpanan hari ke-12 (suhu 100C). Tabel 9 menunjukkan bahwa modus penilaian organoleptik tekstur buah salak pondoh adalah 2 (tidak suka) dan mediannya juga 2 (tidak suka) pada penyimpanan hari ke-6 (suhu 220C), tetapi perlakuan K1C1F1 (kappakaragenan 1,05%, CMC 0,15 % dan aplikasi pada hari ke-1) dengan nilai kekerasan 145,75 mm/detik/150 gram masih dapat diterima panelis dari segi tekstur buah salak pondoh karena panelis yang menyatakan netral (3 orang) lebih banyak daripada yang tidak suka (2 orang). Hal ini berarti secara umum panelis tidak menyukai tekstur buah salak pondoh pada penyimpanan hari ke-6 (suhu 220C). Selama penyimpanan buah salak pondoh mengalami penurunan bobot sehingga salak pondoh menjadi kisut dan kekerasannya pun berkurang. Hasil uji Freadmen (Lampiran 18) menunjukkan bahwa tekstur buah salak pondoh tidak menunjukkan pengaruh yang nyata pada penyimpanan hari ke-0 dan hari ke-3, sedangkan pada penyimpanan hari-6 tekstur buah salak pondoh menunjukkan pengaruh yang nyata. Perlakuan K1C2F3 (kappa-karagenan 1,05%, CMC 0,20 % dan aplikasi pada hari ke3) dengan mean 14,60 mendapatkan penilaian tertinggi dari panelis pada penyimpanan hari ke-6 (suhu 100C). Adanya lapisan coating pada salak pondoh menyebabkan kehilangan air dalam buah salak pondoh berkurang dan kekerasan buah lebih dapat dipertahankan.
4. Aroma Hasil uji organoleptik aroma buah salak pondoh disajikan pada lampiran 13. Tabel 10. Hasil Uji Modus dan Median Organoleptik Aroma Salak Pondoh Pada Penyimpanan Suhu 100C.
0 Modus Median Mean
4 4 7.80 (K1C1F3) 10.40 (KONTROL)
Hari ke6 3 Modus 3 Median 8.20 (K1C1F2) Mean 12.20 (KONTROL)
12 4 3 1.85 (K1C2F0) 2.30 (K1C1F0)
Modus Median Mean
Tabel 11. Hasil Uji Modus dan Median Organoleptik Aroma Salak Pondoh Pada Penyimpanan Suhu 220C.
0 Modus Median Mean
4 4 9.00 (K1C2F2) 10.45 (K1C1F3)
Hari ke6 3 Modus 3 Median 4.90 (K1C1F2) Mean 11.80 (K1C2F1)
12 Modus Median Mean
-
Keterangan : K1C1F0 :Kappa-karagenan 1,05%; CMC 0,15% (Aplikasi hari ke-0) K1C2F0 :Kappa-karagenan 1,05%; CMC 0,20% (Aplikasi hari ke-0) K1C1F1 :Kappa-karagenan 1,05%; CMC 0,15% (Aplikasi hari ke-1) K1C2F1 :Kappa-karagenan 1,05%; CMC 0,20% (Aplikasi hari ke-1) K1C1F2 :Kappa-karagenan 1,05%; CMC 0,15% (Aplikasi hari ke-2) K1C2F2 :Kappa-karagenan 1,05%; CMC 0,20% (Aplikasi hari ke-2) K1C1F3 :Kappa-karagenan 1,05%; CMC 0,15% (Aplikasi hari ke-3) K1C2F3 :Kappa-karagenan 1,05%; CMC 0,20% (Aplikasi hari ke-3)
Dari Tabel 10 dapat diketahui bahwa modus penilaian organoleptik aroma buah salak pondoh adalah 3 (netral) dan mediannya juga 3 (netral) pada penyimpanan hari ke-6 (suhu 100C), sedangkan pada penyimpanan hari ke-12 (suhu 100C) modus penilaiannya adalah 4 (suka) dan mediannya 3 (netral). Perlakuan K1C1F1 (kappa-karagenan 1,05%, CMC 0,15 % dan
aplikasi pada hari ke-1) jumlah panelis yang menyatakan suka (5 orang) lebih banyak daripada yang tidak suka (2 orang) pada penyimpanan hari ke12 (suhu 100C). Dari data ini berarti secara umum aroma buah salak pondoh dapat diterima oleh panelis pada penyimpanan hari ke-12 (suhu 100C). Tabel 11 menunjukkan bahwa modus penilaian organoleptik aroma buah salak pondoh adalah 3 (netral) dan mediannya juga 3 (netral) serta perlakuan K1C1F0 (kappa-karagenan 1,05%, CMC 0,15 % dan aplikasi pada hari ke-0) jumlah panelis yang menyatakan suka (6 orang) lebih banyak daripada yang netral (1 orang) pada penyimpanan hari ke-6 (suhu 220C). Hal ini berarti secara umum aroma buah salak pondoh dapat diterima oleh panelis pada penyimpanan hari ke-6 (suhu 220C). Hasil uji Freadmen (Lampiran 18) menunjukkan bahwa aroma buah salak pondoh pada tiap pengamatan tidak menunjukkan pengaruh yang nyata pada pada penyimpanan hari ke-0 dan hari ke-3, sedangkan pada penyimpanan hari ke-6 aroma buah salak pondoh pada tiap pengamatan menunjukkan pengaruh yang nyata. Perlakuan K1C2F1 (kappa-karagenan 1,05%, CMC 0,20 % dan aplikasi pada hari ke-1) dengan mean 11,80 mendapat penilaian tertinggi dari panelis pada penyimpanan hari ke-6 (suhu 220C). Tingginya penilaian panelis terhadap aroma pada buah salak pondoh yang dilapisi membuktikan bahwa adanya lapisan coating tidak merubah aroma buah salak Pondoh. Aroma yang ditimbulkan oleh buah-buahan berasal dari asam-asam organik yang terdapat didalamnya. Buah-buahan yang telah masak akan menimbulkan bau yang khas dan bau dari setiap buah-buahan akan berbeda tergantung dari senyawa penyusunnya. Senyawa-senyawa yang umum ditemukan adalah ester-ester alkohol alifatik dan asam-asam lemak berantai pendek. 5. Rasa Hasil uji organoleptik rasa buah salak pondoh disajikan pada lampiran 14. Dari Tabel 12 dapat diketahui bahwa modus penilaian organoleptik rasa buah salak pondoh adalah 4 (suka) dan mediannya juga 4 (suka) pada penyimpanan hari ke-6 (suhu 100C), sedangkan pada
penyimpanan hari ke-12 (suhu 100C) modus penilaiannya adalah 3 (netral) dan mediannya juga 3 (netral). Perlakuan K1C1F0 (kappa-karagenan 1,05%, CMC 0,15 % dan aplikasi pada hari ke-0) dengan kandungan total padatan terlarut 20,27 0brix jumlah panelis yang menyatakan suka (5 orang) lebih banyak daripada yang tidak suka (1 orang) pada penyimpanan hari ke-12 (suhu 100C). Dari data ini berarti secara umum rasa buah salak pondoh dapat diterima oleh panelis pada penyimpanan hari ke-12 (suhu 100C). Tabel 12. Hasil Uji Modus dan Median Organoleptik Rasa Salak Pondoh Pada Penyimpanan Suhu 100C.
0 Modus Median Mean
4 4 8.85 (K1C2F0) 11.55 (KONTROL)
Hari ke6 4 Modus 4 Median 7.00 (K1C1F2) Mean 14.05 (K1C2F1)
12 Modus Median Mean
3 3 1.80 (K1C1F0) 2.15 (K1C1F1)
Tabel 13. Hasil Uji Modus dan Median Organoleptik Rasa Salak Pondoh Pada Penyimpanan Suhu 220C.
0 Modus Median Mean
4 4 8.80 (K1C1F3) 9.65 (K1C1F1)
Hari ke6 2 Modus 3 Median 3.15 (K1C1F2) Mean 10.50 (K1C1F1)
12 Modus Median Mean
Keterangan : K1C1F0 :Kappa-karagenan 1,05%; CMC 0,15% (Aplikasi hari ke-0) K1C2F0 :Kappa-karagenan 1,05%; CMC 0,20% (Aplikasi hari ke-0) K1C1F1 :Kappa-karagenan 1,05%; CMC 0,15% (Aplikasi hari ke-1) K1C2F1 :Kappa-karagenan 1,05%; CMC 0,20% (Aplikasi hari ke-1) K1C1F2 :Kappa-karagenan 1,05%; CMC 0,15% (Aplikasi hari ke-2) K1C2F2 :Kappa-karagenan 1,05%; CMC 0,20% (Aplikasi hari ke-2) K1C1F3 :Kappa-karagenan 1,05%; CMC 0,15% (Aplikasi hari ke-3) K1C2F3 :Kappa-karagenan 1,05%; CMC 0,20% (Aplikasi hari ke-3)
-
Tabel 13 menunjukkan bahwa modus penilaian organoleptik rasa buah salak pondoh adalah 2 (tidak suka) dan mediannya 3 (netral) pada penyimpanan hari ke-6 (suhu 220C), tetapi perlakuan K1C1F0 (kappakaragenan 1,05%, CMC 0,15 % dan aplikasi pada hari ke-0) dengan kandungan total padatan terlarut 24,07 0brix masih dapat diterima panelis dari segi rasa buah salak pondoh karena panelis yang menyatakan suka (4 orang) lebih banyak daripada yang netral (1 orang). Hal ini berarti secara umum rasa buah salak pondoh tidak dapat diterima oleh panelis pada penyimpanan hari ke-6 (suhu 220C). Hasil uji Freadmen (Lampiran 18) menunjukkan bahwa rasa buah salak pondoh pada tiap pengamatan tidak menunjukkan pengaruh yang nyata pada penyimpanan hari ke-0 dan hari ke-3, sedangkan pada penyimpanan hari ke-6 rasa buah salak pondoh pada tiap pengamatan menunjukkan pengaruh yang nyata. Perlakuan K1C1F1 (kappa-karagenan 1,05%, CMC 0,15 % dan aplikasi pada hari ke-1) dengan kandungan total padatan terlarut 23,40 0brix dan mean 10,50 mendapat penilaian tertinggi dari panelis pada penyimpanan hari ke-6 (suhu 220C). Tingginya penilaian panelis terhadap rasa pada buah salak pondoh yang dilapisi membuktikan bahwa adanya lapisan coating tidak merubah rasa buah salak pondoh. Rasa merupakan parameter yang sangat mempengaruhi penerimaan konsumen terhadap bahan atau produk. Rasa buah salak pondoh didominasi oleh perpaduan antara kandungan gula dan asam.
V. KESIMPULAN DAN SARAN
A. KESIMPULAN Karakteristik formula edible coating yang terbaik terdapat pada kombinasi kappa-karagenan : CMC (1,05%:0,15%) dan (1,05%:0,20%) yang memiliki nilai pH yang cenderung netral (pH 6,15-6,67), nilai viskositas yang cenderung stabil (180,63-257,50 cp), tingkat kelarutan yang tinggi (homogen), dan penampakan visual yang bagus (penggumpalan, bau, buih dan sineresis yang rendah). Perlu penggunaan mixer untuk mendapatkan tingkat kelarutan yang tinggi (homogen) pada proses pembuatan formula edible coating. Konsentrasi formula edible coating terbaik pada aplikasi ke buah salak pondoh adalah kappa karagenan 1,05% dan CMC 0,15%. Formula edible coating sebaiknya digunakan tidak lebih dari 2 hari pada penyimpanan suhu kamar (28-300C). Salak pondoh terolah minimal dengan pelapisan edible coating dapat memperpanjang umur simpan buah salak pondoh 3 hari lebih panjang daripada kontrol (tanpa pelapis), yaitu sampai dengan 15 hari penyimpanan pada suhu 100C dan RH 87-88% serta sampai 9 hari penyimpanan pada suhu 220C dan RH 65-66% dengan kandungan akhir total padatan terlarut 20,77 0brix, total asam 0,15% dan vitamin C 25,52 mg/100 gram bahan. Hasil uji organoleptik terhadap parameter penampakan, warna, tekstur, aroma dan rasa menunjukkan bahwa sampai penyimpanan hari ke12 pada suhu 100C dan hari ke-6 pada suhu 220C buah salak pondoh masih diterima oleh panelis secara umum. B. SARAN Perlu dicari alat pengupas kulit buah salak pondoh untuk menghindari tangan yang terluka selama pengupasan akibat kulit buah salak pondoh yang tajam.
DAFTAR PUSTAKA
AOAC. 1984. Methods of Analysis. Association of official Analytical Chemist, Washington D. C. AOAC. 1995. Methods of Analysis. Association of official Analytical Chemist, Washington D. C. AOAC. 1999.Official Methods of Analysis of AOAC International, 16th ed. AOAC International, Meryland,USA Aslan, M. Laode. 1998. Budidaya Rumput Laut. Penerbit Kanisius. Yogyakarta. Ayranci E, Tunc S. 2001. The effect of fatty acid content on water vapour and carbon dioxide transmission of cellulose-based edible film. J. Food Chem. 72:231-236. Baldwin, E.A., M.O. Nisperos-Carriedo an R.A. Baker. 1995. Edible Coatings for Lightly Processed Fruits and Vegetables. Hort. Science, 30 (1) :35-38. Borgstorm, G. 1968. Principle of Food Science. The Coellier Mc Millan Co., Ontario. Bryan, D.S. Desember 26. 1972. U.S. Patent 3, 707, 383. Departemen Kesehatan Republik Indonesia. 1979, Kodeks Makanan Indonesia tentang Bahan Tambahan Makanan. Jakarta. Donhowe, I. G. and Fennema. 1994. Edible Film and Coating : Characteristics, Formation, definition and Testing Methods. Di dalam Krochta, J. M., E. A. Baldwin and M. O. Nisperos-Carreido (eds). Edible Coating and Film to Improve Food Quality. Technomic Publ., Inc. lancester, USA. Edy. 1986. Bertanam Salak. Trubus XVII(197):10-12. Fardiaz, S., Ratih D. dan Slamet B. 1987. Bahan Tambahan Kimiawi. PAU. IPB. Bogor. Gardjito, M. dan Agung Setya Wardana. 2003. Hortikultura Teknik Analisis Pasca Panen. Penerbit Trans Media Mitra Printika, Yogyakarta. Gennadios, A. and C.L. Weller. 1990. Edible Film and Coatings from Wheat and Corn Protein. J. Food Technol. 44 (10) :63. Gennadios, A. 2002. Protein Based Films and Coating. CRC Press, Florida.
Glicksman, M.1983. Food Hydrocolloids. Vol II. Crc Press, mBoca Raton Florida. P:119. Gontard N, Guilbert S, Cuq JL. 1993. Water and Glycerol as Plasticizer Affect Mechanical and Water Vapor Barrier Properties of an Edible Wheat Film. J. of Food Sci. 58: 206-211. Gontard N, Guilbert S, Cuq JL. 1993. Water and Glycerol as Plasticizer Affect Mechanical and Water Vapor Barrier Properties of an Edible Wheat Gluten Film. J. Food Sci. 58 (1) :206-210. Grenner, I.K. dan O.R. Fennema. 1989. Evaluation of Edible Films for Use as Moisture Barrier of Food. J. Food Sci. 54 (6) : 1400-1406. Gunstone, F. D. dan Norris, F. A. 1983. Lipids in food, Chemistry, Biochemistry and Tecnology, Maxwell, R(ed), Pargamon Press, Oxford. Hastuti,P. dan Ari M.1988. Perubahan sifat Kimia dan kesenangan konsumen terhadap salak pondoh selama penyumpanan pada suhu dingin. Di dalam E.S. Heruwati et al. Prosiding Seminar Penelitian Pasca Panen Pertanian, Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian. Departemen Pertanian, Jakarta. Kader, A.A. 1985. Modified Atmosphere and Low Pressure Systems During Transport and Storage. Di dalam: Postharvest Technology of Horticultural Crops. Cooperative Extention. Univ. of California. Kays, S. J. 1991. Postharvest Physiologi of Perishable Plant Product. Division of Agriculture and Natural Resources University of California, California. Kester, J.J. and Fennema. 1986. Edible Films and Coatings : A Review. J. Food Technol. 40 (12) :47-59. Kester, J.J. dan Fennema, O. 1989. An Edible Film of Lipids and Cellulose Esthers Barrier Properties to Moisture Vapor Transmission and Structural Evaluation. J. Food Sci. 54 : 1383-1389. Klau, H. 1974. Technical Uses of Vitamin C. Di dalam G.G. Birch dan K.J. Parker (eds.) Vitamin C. Applied Science Publisher Ltd., London. Klose, R.E. dan M. Glicksman. 1972. Gums dalam Handbook of Additive. 2nd ed. (Furia, T.E) (ed). CRC Press, Ohio. Krochta, J.M. 1992. Control of Massa Transfer in Foods with Edible Coatings and Films. Di dalam Singh, R.P. and M.A. Wirakartakusumah (eds). Advances in Food Engineering. CRP Press : Boca Raton, FL pp 517-538.
Kusumo, S., Bahar, F.A., Sulihanti, S., Krisnawati, T., Suhardjo dan Sudaryono, T., 1995. Teknologi dan Produsi Salak. Penelitian dan Pengembangan Hortikultura. Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian. Departemen Pertanian. Jakarta. Lindsay RC. 1985. Food Additives. Di Dalam : Fennema OR, editor. Food Chemistry. New York : Marcel Dekker Inc. Meyer, L.H. 1959. Food Chemistry. Affiliated East west Press PVT. Ltd, New Delhi. Murtiningsih., Prabawati, S., dan Sjaifullah., 1996. Patogen Penyebab Penyakit Pascapanen Buah Salak dan Cara Pengendaliannya. J. Hort. 6 (1): 95-99. Nuswamarhaeni, S.,D. Prihatin dan E.P. Pohan. 1989. Mengenal Buah Unggul Indonesia. Penebar Swadaya, Jakarta. Pantastico, E.B., A.K. Matto, dan V.T. Phan. 1986. Respirasi dan Puncak Respirasi. DiDalam : Fisiologi Pasca Panen. Gadjah Mada University Press. Jakarta. Paramawati, R. 1998. Penentuan Komposisi Atmosfer Penyimpanan Suku Salak Segar Terbungkus Pelapis Edible.Thesis Fakultas Pasca Sarjana, IPB, Bogor. Permanasari, Elisabeth Diana. 1998. Aplikasi Edible Coating Dalam Upaya Mempertahankan Mutu dan Masa Simpan Paprika. Program Sarjana IPB, Bogor. Phan, C.T., E.B. Pantastico, K.Ogata dan K. Chachin. 1986. Respirasi dan Puncak Respirasi. Di dalam Pantastico, E. B. Fisiologi Pasca Panen, Penangan, dan Pemanfaatan Buah-Buahan dan Sayur-Sayuran Tropika dan Subtropika. Gajah Mada University Press, Yogyakarta. Ponting, J.D. 1960. The Control of Enzymatic Browning of fruits. Di dalam H.W. Schultz (ed). Food Enzymes. The AVI Publishing Co, Inc. Westport, Conn. Rhodes, M.J.C. 1970. The Climacteric and Ripening of Fruit. In A.C. Hulme ed. The Biochemistry of Their Product. Vol 1. Academic Press, London and New York. Roufiq, A.N. 2004. Ekstraksi dan Karakterisasi Karagenan Eucheuma cottonii dari Perairan Nusa Dua Bali dan Pemanfaatannya Sebagai Edible Film. Tesis. Univ. Gadjah Mada, Yogyakarta.
Ryall, A. L., and W. J. Lipton. 1983. Handling, transportatiton and storage of fruit and vegetables. Vol 1. Vegetable and Melons. 2nd ed.587p. AVI Pub. Co., Westport, CT. Sabari, S.D. 1983. Masalah Pemanenan Buah Salak. Sub Balai Penelitian Tanaman Pangan, Pasar Minggu, Jakarta. Sabari, S.D. 1986. Perkembangan Fisik dan Kimiawi Salak Pondoh. Panel. Hort., 13(2) : 54-63. Smith, D. B. dan Walters A. H. 1967. Introductory Food Science. Classic Publication Ltd. London. Soekarto, S.T. 1985 Penilaian Organoleptik Untuk Industri Pangan dan Hasil Pertanian. Penerbit Bhratara Karya Aksara, Jakarta. Sulusi Prabawati, Suyanti dan Sjaifullah. 1996. Penentuan Ketuaan Panen untuk Mendapatkan Buah Salak Suwaru Bermutu Baik. J. Hort. 6(3): 309-317. Susan, L. 1994. Edible Coating as Carrier of Food. Di dalam: Krochta et al. (ed). Edible Coatings and Films to Improve Food Quality. Technomic Publ Co. Inc. Lancester-Basel. Pensylvania, USA. Suter, I.K. 1988. Telaah Sifat Buah Salak di Bali Sebagai Dasar Pembinaan Mutu Hasil. Thesis Fakultas Pasca Sarjana, IPB, Bogor. Vojdani, F. dan J.A. Torres. 1990. Potassium sorbate Permeability of Mathylcellulose and Hidroxyprophyl Methylcellulose Coatings : Effect of Fatty Acids. J. of Food Sci. 55 (3) : 841-846. Walpole, R, E. 1992. Pengantar Statistik Edisi ke-3. PT. Gramedia Pustaka Utama, Jakarta. Waryat.2004. Ekstraksi dan Karakterisasi Karagenan Eucheuma cottonii dari Kepulauan Seribu Sebagai Bahan Pembuat Edible Film. Tesis. Univ. Gadjah Mada, Yogyakarta. Williams, K. A. 1966. Oils, Fats and Fatty Foods. Hazell Watson and Viney Ltd. Englands. Wills, R.H., T.H. Lee., W.B. Graham, Glasson and E.G. Hall. 1981. Post Harvest, an Introduction to The Phisiology and Handling of Fruit and Vegetables. Sout China Printing Co. Hongkong. Winarno F.G dan M.A. Wiratakartakusumah. 1981. Fisiologi Lepas Panen .Sastra Budaya, Jakarta. Winarno FG. 1992. Kimia Pangan dan Gizi. Jakarta : PT. Gramedia.
Winarno, F.G. 1995. Strategi Pengembangan Produksi Buah-buahan Untuk Pasar Domestik. Makalah Seminar Pengembangan Buah-buahan Dalam Rangka Hari Pangan Sedunia XV. Jakarta, 3-4 Oktober. Winarno, F.G.2002. Kimia Pangan dan Gizi. PT. Gramedia Pustaka Utama : Jakarta. Wong, D.W.S., W.M. Camirand dan A.E. Pavlath. 1994. Development of Edible Coating for Minimally Processed Fruit and Vegetables. Di dalam : Krochta et al. (ed). Edible Coating and Films to Improve Food Quality. Technomic Publ Co. Inc. Lancaster-Basel. Pennsylvania, USA. Wong, D.W.S, S.J. Tillin, J.S. Hudson and A.E. Pavlath. 1994. Gas exchanged in cut apples with bilayer coatings. J. Agric. Food Chem., 42 (10) : 22782285. Zulfebriadi. 1998. Pengkajian Respirasi Buah Tropika Terolah Minimal Dengan Pelapis Edible Selama Penyimpanan. Thesis Magister. Program Studi Teknologi Pasca Panen, IPB, Bogor.
Lampiran 1. Prosedur Analisis 1. Warna Buah (Gardjito, 2003) Pengukuran perubahan warna dilakukan dengan menggunakan alat Chromameter. Bahan uji diletakkan tepat dibawah sensor cahaya dan diukur. Hasil pengukuran warna berupa nila L, a dan b. 2. Susut Bobot (AOAC, 1995) Pengukuran
susut
bobot
dilakukan
secara
gravimetri,
yaitu
membandingkan selisih bobot sebelum penyimpanan dengan sesudah penyimpanan. Kehilangan bobot selama penyimpanan dapat dihitung dengan rumus sebagai berikut :
% Susut bobot
Bobot awal Bobot akhir x 100 % Bobot awal
3. Kekerasan Buah (Gardjito, 2003) Uji kekerasan buah dilakukan dengan menggunakan alat penetrometer. Bahan uji diletakkan tepat di bawah jarum. Sebelumnya dipastikan bahwa jarum penunjuk telah menunjukkan angka nol. Buah ditusuk dengan menekan tuas selama ± 10 detik, dilepaskan dan dibaca nilai yang tertera. Kekerasan buah dinyatakan dalam satuan mm per detik dengan berat beban yang dinyatakan dalam gram. 4. Derajat Keasaman (AOAC, 1984) Pengukuran Pengukuran ini
pH
dilakukan
dengan
menggunakan
pH
meter.
dilakukan terhadap 100 gram sampel yang kemudian
ditambahkan 100 ml air destilat dan dihancurkan dengan blender. Pengukuran keasaman dengan pH meter dilakukan sebanyak 3 kali pengukuran dengan menghitung keasaman sampel sebagai rata-rata dari 3 kali pengukuran.
5. Kekentalan (SNI 01-2891-1992) Pengukuran viskositas (kekentalan) dilakukan dengan menggunakan alat Rheometer. Masukkan 200 ml sampel dalam gelas piala, kemudian celupkan ke rotor yang telah terpasang pada alat ke dalam sampel dengan kecepatan 100rpm. Tekan tombol ON untuk melakukan pengukuran. Biarkan rotor berputar selama 1 menit. Setelah 1 menit baca angka yang terbaca pada alat. 6. Total Padatan Terlarut (AOAC, 1984) Jumlah padatan terlarut dihitung menggunakan refraktometer. Ambil sedikit bahan yang akan diukur total padatan terlarutnya dan teteskan pada alat. Kemudian ukur nilai total padatan terlarutnya yang berada diantara batas terang dan batas gelap dengan satuan obrix. 7. Total Asam (AOAC, 1999) 100 gram bahan yang sudah dihancurkan dalam blender. Kemudian dimasukkan dalam labu ukur 250 ml, encerkan sampai tanda tera dengan menambah air destilata yang digunakan sebagai pembilas blender, selanjutnya disaring menggunakan kertas saring. Filtrat sebanyak 25 ml dimasukkan ke dalam erlenmeyer dan ditambah indikator pp sebanyak 3 tetes, kemudian dititrasi dengan larutan NaOH 0.1 N sampai timbul warna merah muda yang stabil. Total asam tertitrasi dinyatakan sebagai NaOH 0.1 N per 100 g bahan. Total asam tertitrasi dihitung dengan rumus :
% total asam
ml NaOH x N NaOH x fp x BE x 100 % berat contoh
N : Normalitas Larutan NaOH fp : faktor pengencer BE : Bobot ekuivalen asam oksalat
8. Kandungan Vitamin C (Gardjito, 2003) 100 gram bahan yang sudah dihancurkan dalam blender. Kemudian dimasukkan dalam labu ukur 250 ml, encerkan sampai tanda tera dengan menambah air destilata yang digunakan sebagai pembilas blender, selanjutnya disaring menggunakan kertas saring. Filtrat yang diperoleh sebanyak 25 ml dimasukkan ke dalam erlenmeyer, ditambahkan 2-3 tetes pati 1%, kemudian dititrasi dengan larutan iod 0,01 N sampai timbul perubahan warna yang stabil (biru ungu). Setiap ml iod sebanding dengan 0,88 mg asam askorbat, sehingga kadar asam askorbat (vitamin C) dari bahan dapat dihitung dengan rumus :
Asam askorbat ( mg / 100 g bahan)
ml iod x 0.01 N x 0.88 x fp x 100 % berat contoh
fp : faktor pengencer 9. Uji Organoleptik (Soekarto, 1985) Uji organoleptik yang dilakukan adalah uji hedonik dengan 10 orang panelis, dimana pengujian dilakukan terhadap penampakan, warna, tekstur, aroma dan rasa. Analisis data menggunakan uji modus, median dan uji Freadmen.
Lampiran 2. Hasil Analisis Perubahan pH dan Viskositas Edible Coating Selama Penyimpanan PERLAKUAN Kappa-Karagenan 1,05%; CMC 0,15% Kappa-Karagenan 1,05%; CMC 0,2% Kappa-Karagenan 1,1%; CMC 0,15% Kappa-Karagenan 1,1%; CMC 0,2% Kappa-Karagenan 1,15%; CMC 0,15% Kappa-Karagenan 1,15%; CMC 0,2%
PARAMETER pH Viskositas pH Viskositas pH Viskositas pH Viskositas pH Viskositas pH Viskositas
H0
H1
H2
6.62 6.85 6.7925 180.63 347.63 306.5 6.67 6.88 6.7613 207.63 339.38 331.5 6.7 6.78 6.7288 219.63 333.13 321.88 6.59 6.79 6.8113 200.63 345.5 327.38 6.58 6.82 6.78 230.75 421.125 381.63 6.58 6.88 6.84 289.75 481.75 413.75
H3
H4
H5
6.55 239.25 6.55 257.5 6.45 322.25 6.57 297.38 6.54 442.75 6.63 396.38
6.2 234.5 6.25 296.75 6.25 301.13 6.22 224.38 6.41 590.38 6.37 516.13
6.03 235.1 6.15 263.4 5.91 446.9 5.94 311.1 5.98 689.8 6.03 580.5
Lampiran 3. Hasil Analisis Persentase Jumlah Kerusakan Salak Pondoh Selama Penyimpanan T
10
T
AC
PERLAKUAN F0 F1 K1C1 F2 F3 F0 F1 K1C2 F2 F3 KONTROL
H0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
H3 0 0 0 0 0 0 0 0 0
H6 0 0 0 23.33 0 0 0 23.33 0
H9 20 6.67 23.33 73.33 33.33 20 40 90 33.33
PERLAKUAN F0 F1 K1C1 F2 F3 F0 F1 K1C2 F2 F3
H0 0 0 0 0 0 0 0 0
H3 0 0 36.67 43.33 33.33 33.33 43.33 50
H6 36.67 43.33 66.67 63.33 73.33 76.67 80 80
H9 70 73.33 Busuk Busuk Busuk Busuk Busuk Busuk
KONTROL
0
30
96.67
Busuk
H 12 33.33 33.33 83.33 Busuk 43.33 53.33 90 Busuk 70
H 15 63.33 66.67 Busuk Busuk 83.33 Busuk Busuk Busuk Busuk
Lampiran 4. Hasil Analisis Susut Bobot Salak Pondoh Selama Penyimpanan T
10
T
AC
PERLAKUAN F0 F1 K1C1 F2 F3 F0 F1 K1C2 F2 F3 KONTROL
H0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
H3 0.15 0.12 0.32 0.53 0.08 0.11 0.43 0.66 0.22
H6 0.42 0.67 0.69 1.06 0.23 0.43 0.66 1.29 0.95
H9 0.88 0.91 0.86 1.71 1.01 0.97 0.81 1.95 1.06
PERLAKUAN F0 F1 K1C1 F2 F3 F0 F1 K1C2 F2 F3 KONTROL
H0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
H3 1.73 1.54 6.44 4.53 1.79 2.89 5.66 6.17 1.94
H6 9.13 9.12 13.75 11.31 9.49 10.87 13.63 12.48 14.79
H9 16.41 14.04 Busuk Busuk Busuk Busuk Busuk Busuk Busuk
H 12 1.44 1.03 1.94 Busuk 1.35 1.33 2.06 Busuk 1.37
H 15 2.56 2.15 Busuk Busuk 2.4 Busuk Busuk Busuk Busuk
Lampiran 5. Hasil Analisis Kekerasan Salak Pondoh Selama Penyimpanan T
10
T
AC
PERLAKUAN F0 F1 K1C1 F2 F3 F0 F1 K1C2 F2 F3 KONTROL
H0 99 92.5 102 88.83 96 103.67 115.67 90.33 89
H3 94.06 92.94 102.17 96.06 97.06 96.67 103.33 94.5 93.11
H6 92.78 94.56 91.89 96.44 105.33 99 94.88 119.87 108
H9 100.28 99.44 104.28 112.67 103.61 93.88 113.61 135.11 103.94
PERLAKUAN F0 F1 K1C1 F2 F3 F0 F1 K1C2 F2 F3 KONTROL
H0 99 92.5 102 88.83 96 103.67 115.67 90.33 89
H3 113.28 115.89 109.67 130.72 120.5 111.17 111.67 142.41 124.28
H6 H9 143.78 149.92 145.75 163.18 159.76 Busuk 142.72 Busuk 155.82 Busuk 136.1 Busuk 151.42 Busuk 145.08 Busuk 149.06 Busuk
H 12 104.47 110.39 123.42 Busuk 104.67 111.75 115.92 Busuk 110.77
H 15 105.6 112.7 Busuk Busuk 109.7 Busuk Busuk Busuk Busuk
Lampiran 6. Hasil Analisis Total Padatan Terlarut Salak Pondoh Selama Penyimpanan T
10
T
AC
PERLAKUAN F0 F1 K1C1 F2 F3 F0 F1 K1C2 F2 F3 KONTROL
H0 19.2 20.2 20.4 19.4 20 19 21.2 19.8 19
H3 20 19.93 20.4 19.4 20.07 19.53 20 19.93 20
H6 19.73 19.6 20.47 20.93 20 20 20.2 20.07 20.13
H9 20 19.8 20.8 21 20.87 20.27 20.53 20.47 19.8
PERLAKUAN F0 F1 K1C1 F2 F3 F0 F1 K1C2 F2 F3
H0 19.2 20.2 20.4 19.4 20 19 21.2 19.8
H3 22.07 21.4 21.8 22.6 23.4 22.07 22 21.4
H6 24.07 23.4 24 20.2 25.87 23.07 24.07 24
H9 26.87 27.07 Busuk Busuk Busuk Busuk Busuk Busuk
KONTROL
19
23.13
23.53
Busuk
H 12 20.27 21.73 21.6 Busuk 20.2 20 20.8 Busuk 20.4
H 15 20.87 20.67 Busuk Busuk 21.07 Busuk Busuk Busuk Busuk
Lampiran 7. Hasil Analisis Nilai Total Asam Salak Pondoh Selama Penyimpanan T
10
T
AC
PERLAKUAN F0 F1 K1C1 F2 F3 F0 F1 K1C2 F2 F3 KONTROL
H0 0.13 0.15 0.15 0.14 0.14 0.13 0.16 0.17 0.14
H3 0.14 0.15 0.12 0.14 0.12 0.13 0.11 0.17 0.13
H6 0.11 0.15 0.16 0.13 0.14 0.13 0.15 0.13 0.14
H9 0.17 0.17 0.13 0.13 0.16 0.15 0.13 0.14 0.16
PERLAKUAN F0 F1 K1C1 F2 F3 F0 F1 K1C2 F2 F3 KONTROL
H0 0.13 0.15 0.15 0.14 0.14 0.13 0.16 0.17 0.14
H3 0.15 0.14 0.15 0.17 0.14 0.15 0.13 0.17 0.16
H6 0.16 0.11 0.22 0.18 0.12 0.11 0.22 0.18 0.16
H9 0.23 0.17 Busuk Busuk Busuk Busuk Busuk Busuk Busuk
H 12 0.14 0.14 0.13 Busuk 0.13 0.18 0.17 Busuk 0.16
H 15 0.14 0.15 Busuk Busuk 0.18 Busuk Busuk Busuk Busuk
Lampiran 8. Hasil Analisis Nilai Vitamin C Salak Pondoh Selama Penyimpanan T
10
T
AC
PERLAKUAN F0 F1 K1C1 F2 F3 F0 F1 K1C2 F2 F3 KONTROL
H0 16.73 25.66 12.14 21.85 17.49 25.99 12.52 21.87 26.36
H3 18.82 26.72 19.79 20.39 21.27 23.59 20.63 20.41 27.32
H6 21.93 20.65 20.16 23.09 23.7 20.95 18.98 22.47 19.01
H9 17.47 21.89 19.28 26.4 23.42 23.21 24.14 29.28 18.07
PERLAKUAN F0 F1 K1C1 F2 F3 F0 F1 K1C2 F2 F3
H0 16.73 25.66 12.14 21.85 17.49 25.99 12.52 21.87
H3 19.98 17.03 18.45 25.99 20.85 15.49 16.45 22.83
H6 36.6 19.78 26.06 25.65 20.86 20.82 23.23 22.81
H9 25.86 20.19 Busuk Busuk Busuk Busuk Busuk Busuk
KONTROL
26.36
27.38
28.31
Busuk
H 12 19.35 19.03 22.39 Busuk 22.26 21.44 26.16 Busuk 22.88
H 15 28.76 22.27 Busuk Busuk 26.36 Busuk Busuk Busuk Busuk
Lampiran 9. Hasil Analisis Warna Salak Pondoh Selama Penyimpanan Lampiran 9a. Data Pengamatan Tingkat Kecerahan (L) Salak Pondoh T
10
T
AC
PERLAKUAN F0 F1 K1C1 F2 F3 F0 F1 K1C2 F2 F3 KONTROL
H0 78.52 83.22 83.71 84.41 80.07 81.66 83.14 84.79 80.47 H0
H3 82.45 83.05 82.74 84.41 82.37 81.99 82.23 84.79 81.58
H6 84.63 82.76 84.11 80.84 82.42 83.31 83.24 80.39 82.79
H9 84.54 83.58 82.16 83.6 83.03 85.1 75.58 82.45 83.99
H6 80.22 79.43 80.52 79.28 79.67 81.39 77.58 78.44
H9 81.26 81.25 Busuk Busuk Busuk Busuk Busuk Busuk
PERLAKUAN F0 F1 K1C1 F2 F3 F0 F1 K1C2 F2 F3
78.52 83.22 83.71 84.41 80.07 81.66 83.14 84.79
H3 82.88 81.37 81.9 82.02 81.19 80.05 81.96 80.78
KONTROL
80.47
80.46
79.34
Busuk
H3 -4.13 -4.01 -4.19 -3.88 -4.15 -4.13 -4.17 -4.18 -4.2
H6 -4.29 -4.32 -3.8 -3.72 -4.49 -4.36 -3.91 -3.85 -4.26
H9 -3.86 -3.84 -3.8 -4.08 -3.85 -4.03 -3.4 -3.84 -4.12
H 12 78.53 79.18 80.46 Busuk 82.29 76.44 77.83 Busuk 84.17
H 15 82.21 81.75 Busuk Busuk 82.67 Busuk Busuk Busuk Busuk
H 12 -3.12 -3.3 -3.78 Busuk -3.77 -3.35 -3.19 Busuk -3.88
H 15 -3.53 -3.34 Busuk Busuk -2.91 Busuk Busuk Busuk Busuk
Lampiran 9b. Nilai a (merah-hijau) T
10
PERLAKUAN F0 F1 K1C1 F2 F3 F0 F1 K1C2 F2 F3 KONTROL
H0 -3.61 -4.07 -4.14 -3.88 -4.23 -4.19 -3.73 -4.18 -4.33
T
AC
PERLAKUAN F0 F1 K1C1 F2 F3 F0 F1 K1C2 F2 F3 KONTROL
H0 -3.61 -4.07 -4.14 -3.88 -4.23 -4.19 -3.73 -4.18
H3 -4.2 -4.08 -4.25 -4.06 -4.2 -4.15 -4.13 -3.94
H6 -3.86 -4.27 -3.67 -3.89 -4.14 -3.6 -3.9 -3.82
H9 -2.41 -2.23 Busuk Busuk Busuk Busuk Busuk Busuk
-4.33
-4.17
-4.03
Busuk
H3 21.69 20.61 21.15 18.56 21.75 21.48 20.4 19.19 21.75
H6 20.98 21.41 16.82 18.6 22.87 22 18.04 18.28 21.36
H9 19.02 18.13 18.21 18.36 19.2 19.17 16.7 17.72 19.43
H6 21.67 22.16 18.72 20.24 21.28 18.57 17.32 17.44
H9 15.6 15.57 Busuk Busuk Busuk Busuk Busuk Busuk
19.88
Busuk
Lampiran 9c. Nilai b (kuning-biru) T
10
T
AC
PERLAKUAN F0 F1 K1C1 F2 F3 F0 F1 K1C2 F2 F3 KONTROL
H0 19.87 20.17 20.88 18.56 19.87 23.04 19.91 19.19 20.64
PERLAKUAN F0 F1 K1C1 F2 F3 F0 F1 K1C2 F2 F3
H0 19.87 20.17 20.88 18.56 19.87 23.04 19.91 19.19
H3 23.58 21.95 21.44 19.16 22.68 22.15 19.79 18.08
KONTROL
20.64
23.09
H 12 18.41 17.03 17.61 Busuk 18.05 16.82 14.71 Busuk 18.32
H 15 18.81 15.97 Busuk Busuk 16.6 Busuk Busuk Busuk Busuk
Lampiran 10. Hasil Uji Organoleptik Penampakan Salak Pondoh Lampiran 10a. Hasil Uji Organoleptik Penampakan Salak Pondoh Hari ke-0 Panelis 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
357
212
471
105
281
513
151
3 3 4 4 4 5 4 4 4 3
3 4 3 4 5 3 2 4 3 4
4 5 4 3 4 3 2 3 3 5
4 4 4 3 2 5 3 4 5 4
3 4 4 4 4 4 4 4 4 3
4 3 2 3 4 4 5 4 4 3
4 3 3 3 4 5 4 3 4 3
KODE BAHAN 505 231 127 NILAI 3 3 2 3 3 3 2 5 4 3 2 5 4 4 4 4 4 4 5 3 3 4 4 3 4 4 4 3 3 4
317
425
555
123
531
145
323
451
4 4 3 4 3 3 4 4 3 4
4 5 4 4 3 2 3 3 4 4
4 4 3 4 4 5 4 3 3 3
4 3 3 4 5 4 3 3 4 4
3 4 5 4 3 3 2 4 4 3
3 4 5 3 4 3 3 4 4 3
3 4 4 3 4 4 5 4 3 3
3 5 4 4 3 4 4 3 3 3
Lampiran 10b. Hasil Uji Organoleptik Penampakan Salak Pondoh Hari ke-3 Panelis 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
357
212
471
105
281
513
151
2 2 3 3 4 4 4 5 4 4
4 4 3 3 2 4 4 4 2 4
2 4 2 3 3 4 3 4 2 4
4 4 4 3 2 3 2 3 3 4
3 3 4 3 3 4 2 4 2 5
2 2 3 3 3 4 3 4 3 4
2 4 3 3 3 4 3 2 3 3
KODE BAHAN 505 231 127 NILAI 4 3 2 4 3 2 5 5 2 2 2 2 2 3 2 2 4 4 2 2 3 3 5 2 3 2 3 4 3 3
317
425
555
123
531
145
323
451
2 2 3 3 3 4 3 3 2 2
2 4 2 2 3 5 5 2 3 3
4 2 5 3 2 3 4 2 3 4
4 4 4 3 1 4 2 3 1 3
2 2 3 2 3 4 3 2 3 4
2 2 2 3 3 4 5 2 4 3
3 3 4 2 1 2 2 3 3 4
4 3 4 3 1 2 2 2 1 3
Lampiran 10c. Hasil Uji Organoleptik Penampakan Salak Pondoh Hari ke-6 Panelis 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
357
212
471
105
281
513
151
4 4 4 4 4 4 4 3 3 4
4 4 4 3 1 2 2 4 3 4
4 3 3 2 3 3 2 3 3 4
4 3 4 3 2 2 2 4 2 4
2 4 3 3 4 3 4 3 5 3
4 4 4 3 2 2 4 4 3 4
4 4 4 5 4 4 2 3 4 4
KODE BAHAN 505 231 127 317 NILAI 4 3 3 3 3 4 2 2 4 4 3 5 2 4 2 1 3 4 3 1 2 3 4 2 2 5 4 1 4 4 1 2 2 5 2 2 2 3 2 4
425
555
123
531
145
323
451
3 3 3 5 4 4 2 3 3 4
2 2 3 2 1 2 2 3 1 3
3 2 3 2 2 4 2 3 5 3
3 4 3 3 4 4 2 3 3 4
3 4 4 3 2 4 2 3 3 4
2 2 2 3 1 2 2 2 1 3
3 2 3 3 3 2 4 3 2 2
Lampiran 11. Hasil Uji Organoleptik Warna Salak Pondoh Lampiran 11a. Hasil Uji Organoleptik Warna Salak Pondoh Hari ke-0 Panelis 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
357
212
471
105
281
513
151
3 3 4 4 4 4 4 4 4 3
4 4 3 4 4 5 4 3 3 3
4 3 3 4 5 4 3 3 4 4
3 4 5 4 3 3 2 4 4 3
3 4 4 3 4 4 5 4 4 3
3 4 5 3 4 3 3 4 4 3
3 4 4 3 4 4 5 4 3 3
KODE BAHAN 505 231 127 317 NILAI 3 3 3 4 5 3 4 5 4 4 3 4 4 4 4 3 3 4 5 4 4 4 3 3 4 3 2 2 3 4 4 3 3 4 3 3 3 3 4 5
425
555
123
531
145
323
451
4 4 4 3 2 5 3 4 5 4
4 3 2 3 4 4 5 4 4 3
4 3 3 3 4 5 4 3 4 3
3 3 2 3 4 4 5 4 4 3
2 3 4 5 4 4 3 3 4 4
4 4 3 4 3 3 4 4 3 4
4 5 4 4 3 2 3 3 4 4
Lampiran 11b. Hasil Uji Organoleptik Warna Salak Pondoh Hari ke-3 Panelis 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
357
212
471
105
281
513
151
505
4 2 3 3 4 3 5 5 2 4
4 2 3 3 3 4 4 5 2 4
4 4 3 3 3 4 3 5 2 4
3 4 4 4 4 4 2 4 3 4
4 3 4 3 3 4 4 4 2 5
4 4 3 3 4 4 3 5 2 4
4 4 3 4 3 4 2 5 2 4
3 4 4 3 2 4 3 3 3 4
KODE BAHAN 231 127 317 NILAI 4 2 2 3 2 3 4 3 3 2 2 4 4 2 3 4 3 4 4 3 2 5 2 4 2 3 4 4 4 2
425
555
123
531
145
323
451
4 4 3 3 3 4 5 5 2 3
3 2 5 4 3 3 5 4 3 4
4 3 3 3 1 4 4 4 1 3
4 2 3 3 3 3 4 5 2 4
4 2 2 3 3 3 5 5 2 3
3 3 4 4 2 2 1 4 3 4
4 3 4 3 2 2 4 2 1 4
Lampiran 11c. Hasil Uji Organoleptik Warna Salak Pondoh Hari ke-6 Panelis 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
357
212
471
105
281
513
151
3 4 4 4 4 3 4 4 4 4
3 4 3 4 2 3 2 4 4 4
3 3 3 3 3 3 2 4 4 4
4 3 4 3 2 2 4 4 2 4
3 4 4 3 4 4 5 2 5 2
3 4 4 4 2 3 4 4 4 4
3 4 4 5 2 3 3 4 3 4
KODE BAHAN 505 231 127 NILAI 4 2 3 3 4 2 4 4 3 3 4 2 3 4 3 2 4 4 4 5 4 4 4 3 2 5 2 4 3 2
317
425
555
123
531
145
323
451
3 2 4 3 1 2 2 4 3 4
3 2 3 4 2 4 2 4 3 4
3 2 3 2 2 2 4 3 1 2
2 4 2 2 2 3 3 2 4 3
3 4 4 4 2 3 3 4 3 4
3 4 4 3 3 4 2 4 3 4
3 2 2 3 1 2 4 2 1 3
3 2 3 4 3 3 4 2 2 2
Lampiran 12. Hasil Uji Organoleptik Tekstur Salak Pondoh Lampiran 12a. Hasil Uji Organoleptik Tekstur Salak Pondoh Hari ke-0 Panelis 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
357
212
471
105
281
513
151
4 3 4 4 4 4 4 4 3 3
4 3 2 3 4 4 5 4 4 3
4 3 3 3 4 5 4 3 4 3
3 3 2 3 4 4 5 4 4 3
4 3 4 4 5 4 5 4 3 2
2 3 4 5 4 4 3 3 4 4
4 4 3 4 3 3 4 4 3 4
KODE BAHAN 505 231 127 317 NILAI 4 4 3 3 5 3 4 5 4 5 4 4 4 2 3 4 3 3 4 3 2 4 4 4 3 4 5 4 3 4 4 3 4 3 3 3 4 3 3 3
425
555
123
531
145
323
451
3 4 3 4 5 3 2 4 3 4
4 5 4 3 4 3 2 3 3 5
4 4 4 3 2 5 3 4 5 4
4 4 3 4 4 5 4 3 3 3
4 3 3 4 5 4 3 3 4 4
3 4 5 4 3 3 2 4 4 3
3 4 5 3 4 3 3 4 4 3
Lampiran 12b. Hasil Uji Organoleptik Tekstur Salak Pondoh Hari ke-3 Panelis 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
357
212
471
105
281
513
151
2 1 4 2 3 3 5 5 2 4
4 2 4 2 3 4 4 4 3 4
4 1 4 3 3 4 3 4 2 4
4 3 4 3 2 4 4 4 4 4
4 3 5 3 3 4 4 4 2 5
4 1 4 3 2 4 3 4 2 4
4 2 4 4 3 4 2 5 3 3
KODE BAHAN 505 231 127 317 NILAI 3 3 3 4 4 3 2 2 4 5 3 4 3 2 2 4 2 3 3 2 4 4 3 4 3 3 3 2 5 4 3 5 4 2 2 3 4 4 3 3
425
555
123
531
145
323
451
3 1 4 3 3 4 5 4 2 3
3 3 5 2 4 3 4 4 3 4
3 2 2 3 1 4 4 3 1 3
3 2 4 2 2 3 5 5 2 3
3 2 4 3 3 3 5 5 3 3
3 3 4 3 2 2 1 4 2 4
3 3 5 3 1 2 4 2 1 4
Lampiran 12c. Hasil Uji Organoleptik Tekstur Salak Pondoh Hari ke-6 Panelis 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
357
212
471
105
281
513
151
505
3 4 4 3 4 4 4 4 2 4
4 4 4 4 2 3 3 5 3 4
3 3 4 3 3 4 2 5 2 4
4 3 3 3 2 2 4 4 2 4
4 4 4 3 4 3 4 4 5 4
4 4 4 2 2 4 3 4 2 4
3 4 4 4 4 4 2 4 3 4
4 3 3 3 3 2 2 4 2 3
KODE BAHAN 231 127 317 NILAI 4 4 3 4 3 2 5 3 4 4 2 2 4 3 1 3 4 3 4 4 1 4 2 3 4 4 2 4 2 4
425
555
123
531
145
323
451
3 2 3 1 1 3 1 4 2 4
2 1 2 2 2 2 3 2 1 2
3 4 4 2 4 2 2 2 2 2
3 2 3 1 1 3 1 4 4 4
3 2 3 2 2 3 2 4 3 4
2 1 2 3 1 2 2 3 1 3
3 4 3 3 4 2 3 2 2 2
Lampiran 13. Hasil Uji Organoleptik Aroma Salak Pondoh Lampiran 13a. Hasil Uji Organoleptik Aroma Salak Pondoh Hari ke-0 Panelis 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
357
212
471
105
281
513
151
4 4 3 5 4 4 3 4 3 3
4 5 4 4 3 2 3 3 4 4
3 4 4 3 4 4 5 4 3 3
3 5 4 4 3 4 4 3 3 3
4 3 3 5 3 3 4 3 3 3
3 4 3 4 5 3 2 4 3 4
3 3 2 3 4 4 5 4 4 3
KODE BAHAN 505 231 127 317 NILAI 2 4 4 4 3 3 4 5 4 4 3 4 5 3 4 4 4 3 3 3 4 4 3 2 3 4 4 3 3 4 4 3 4 3 3 4 4 3 4 4
425
555
123
531
145
323
451
3 4 4 3 4 4 5 4 3 3
4 4 3 4 4 5 4 3 3 3
4 3 3 4 5 4 3 3 4 4
3 4 5 4 3 3 2 4 4 3
3 4 5 3 4 3 3 4 4 3
3 4 5 4 3 3 2 4 4 3
3 4 5 3 4 3 3 4 4 3
Lampiran 13b. Hasil Uji Organoleptik Aroma Salak Pondoh Hari ke-3 Panelis 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
357
212
471
105
281
513
151
4 1 4 3 3 3 4 5 2 4
4 2 4 4 3 4 4 4 3 4
4 2 4 3 3 4 4 4 3 3
4 4 4 3 3 4 3 3 3 3
4 4 5 3 2 3 4 4 3 4
4 1 4 3 2 4 4 4 4 3
4 2 4 3 3 4 3 5 4 3
KODE BAHAN 505 231 127 317 NILAI 4 4 2 4 3 4 2 2 4 4 2 4 3 3 3 4 3 2 2 2 4 3 3 3 3 3 4 3 2 4 3 4 3 2 3 3 4 4 3 3
425
555
123
531
145
323
451
4 1 4 3 2 4 4 4 3 3
4 2 4 3 3 3 4 2 4 4
4 3 3 3 1 3 3 4 3 3
4 2 4 2 2 4 3 5 2 3
4 2 4 3 2 3 5 5 4 3
4 3 4 3 3 3 3 3 3 4
4 3 5 3 1 2 3 3 3 4
Lampiran 13c. Hasil Uji Organoleptik Aroma Salak Pondoh Hari ke-6 Panelis 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
357
212
471
105
281
513
151
4 4 4 4 3 4 4 3 4 3
4 3 4 3 3 3 3 4 3 3
3 4 4 4 3 4 3 3 4 3
4 2 3 3 3 3 4 3 3 3
4 4 3 3 4 2 3 4 3 3
4 3 4 3 3 4 3 4 4 3
4 4 3 4 3 5 3 3 4 3
KODE BAHAN 505 231 127 317 NILAI 4 4 4 4 4 4 3 4 4 3 4 4 3 3 3 5 2 4 5 2 2 3 3 4 3 4 4 3 4 3 4 2 2 4 3 4 3 3 2 4
425
555
123
531
145
323
451
4 3 3 3 3 5 3 3 3 4
3 1 3 3 1 4 3 2 3 2
2 4 2 4 4 3 3 4 5 3
3 4 3 3 2 5 3 3 3 4
3 4 3 4 3 5 3 4 4 4
3 2 3 3 1 2 3 3 4 3
2 3 2 3 4 2 2 4 5 3
Lampiran 14. Hasil Uji Organoleptik Rasa Salak Pondoh Lampiran 14a. Hasil Uji Organoleptik Rasa Salak Pondoh Hari ke-0 Panelis 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
357
212
471
105
281
513
151
4 2 4 4 4 4 4 4 4 4
3 4 3 4 5 3 2 4 3 4
3 3 2 3 4 4 5 4 4 3
2 3 4 5 4 4 3 3 4 4
4 3 3 4 5 3 4 4 4 3
3 4 5 4 3 3 2 4 4 3
3 4 5 3 4 3 3 4 4 3
KODE BAHAN 505 231 127 317 NILAI 4 4 4 3 4 2 5 4 3 5 4 4 4 2 4 3 3 4 3 4 3 4 2 4 4 4 3 5 4 4 3 4 3 4 4 3 4 4 4 3
425
555
4 5 4 4 3 2 3 3 4 4
3 4 4 3 4 4 5 4 3 3
123 531 3 5 4 4 3 4 4 3 3 3
3 4 3 4 5 3 2 4 3 4
145
323
451
3 3 2 3 4 4 5 4 4 3
3 4 5 4 3 3 2 4 4 3
3 4 5 3 4 3 3 4 4 3
Lampiran 14b. Hasil Uji Organoleptik Rasa Salak Pondoh Hari ke-3 Panelis 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
357
212
471
105
281
513
151
2 1 5 3 3 3 5 4 2 4
4 1 5 2 2 4 3 5 4 4
4 2 5 3 2 4 4 4 4 3
4 4 4 4 4 5 4 3 3 5
4 4 5 4 2 3 3 4 2 4
3 2 4 3 3 4 4 3 2 4
4 2 5 3 3 4 4 4 4 4
KODE BAHAN 505 231 127 NILAI 4 3 2 4 4 3 4 4 3 4 2 3 4 2 2 2 3 2 4 2 5 4 4 2 3 2 3 5 4 4
317
425
555
123
531
145
323
451
3 2 4 3 2 3 3 3 3 3
2 1 4 3 1 4 4 3 2 3
4 2 4 3 4 3 3 4 3 5
3 3 3 3 1 2 2 4 2 3
4 2 5 3 2 4 5 5 2 3
4 2 4 3 2 2 5 4 3 4
4 4 4 2 4 3 1 2 2 5
3 2 5 3 2 2 2 2 2 4
Lampiran 14c. Hasil Uji Organoleptik Rasa Salak Pondoh Hari ke-6 Panelis 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
357
212
471
105
281
513
151
505
4 4 4 4 4 2 4 4 4 5
4 4 5 4 4 3 3 4 3 5
3 4 3 3 4 4 4 4 2 5
3 2 3 4 2 2 2 4 2 4
4 4 4 3 4 2 4 4 4 4
4 4 4 3 4 3 3 4 4 5
4 4 4 4 4 4 4 4 4 5
4 4 4 2 2 2 4 4 2 2
KODE BAHAN 231 127 317 NILAI 4 4 4 4 2 3 5 4 4 3 2 4 4 3 1 3 3 2 3 4 2 4 4 4 2 4 2 4 2 5
425
555
123
531
145
323
451
4 2 3 3 2 2 4 5 4 5
2 1 3 2 1 2 2 2 2 2
2 2 4 4 4 3 4 3 3 3
3 3 3 2 2 2 4 4 2 5
3 3 3 2 1 2 4 4 3 5
2 2 3 3 1 2 2 3 2 3
2 2 3 4 4 1 3 4 1 2
Lampiran 15. Hasil Analisa Ragam pH Formula Edible Coating Hari ke-0 Type III Sum of Squares Kombinasi 0.051 Error 0.559 Total 1052.396 Source
df 5 18 24
Main Square 0.01 0.031
F
Sig.
0.332
0.887
F
Sig.
.507
.767
F
Sig.
.459
.802
F
Sig.
.451
.807
F
Sig.
.495
.776
Hari ke-1 Type III Sum of Squares Kombinasi .037 .263 Error 1120.967 Total Source
df 5 18 24
Main Square .007 .015
Hari ke-2 Type III Sum of Squares Kombinasi .031 Error .245 Total 1105.485 Source
df 5 18 24
Main Square .006 .014
Hari ke-3 Type III Sum of Squares Kombinasi .072 Error .571 Total 1029.189 Source
df 5 18 24
Main Square .014 .032
Hari ke-4 Type III Sum of Squares Kombinasi .149 Error 1.084 Total 948.823 Source
df 5 18 24
Main Square .030 .060
Hari ke-5 Type III Sum of Squares Kombinasi .145 Error .670 Total 866.436 Source
df 5 18 24
Main Square .029 .037
F
Sig.
.781
.577
Lampiran 16. Hasil Analisa Ragam dan Uji Lanjut Duncan Viskositas Formula Edible Coating Hari ke-0 Type III Sum of Squares Kombinasi 28184.750 Error 177780.750 Total 1383459.500 Source
df 5 18 24
Main Square 5636.950 9876.708
F
Sig.
.571
.722
F
Sig.
1.420
.264
F
Sig.
1.223
.339
F
Sig.
2.742
.052
Hari ke-1 Type III Sum of Squares Kombinasi 72433.333 183652.500 Error 3686814.000 Total Source
df 5 18 24
Main Square 14486.667 10202.917
Hari ke-2 Type III Sum of Squares Kombinasi 34205.177 100726.313 Error 3026482.750 Total Source
df 5 18 24
Main Square 6841.035 5595.906
Hari ke-3 Type III Sum of Squares Kombinasi 126537.708 166131.125 Error 2841989.000 Total Source
df 5 18 24
Main Square 25307.542 9229.507
Hari ke-4 Type III Sum of Squares Kombinasi 476228.458 405544.500 Error 4001540.000 Total Source
df 5 18 24
Main F Square 95245.692 4.227 22530.250
Sig. .010
Hari ke-5 Type III Sum of Squares Kombinasi 679215.625 432176.000 Error 5367702.000 Total Source
df 5 18 24
Main F Square 135843.125 5.658 24009.778
Sig. .003
Uji Lanjut Duncan Viskositas Formula Edible Coating PERLAKUAN Hari Hari Hari Hari Hari Hari ke-0 ke-1 ke-2 ke-3 ke-4 ke-5 K1C1 180.63a 347.63a 306.5a 239.25a 234.5a 235.13a K1C2 207.63a 339.38a 331.5a 257.5a 296.75ab 263.38a K2C1 219.63a 333.13a 321.875a 322.25ab 301.13ab 446.88ab K2C2 200.63a 345.5a 327.375a 297.38ab 224.38a 311.13a K3C1 230.75a 421.125a 381.63a 442.75b 590.38c 689.75c K3C2 289.75a 481.75a 413.75a 396.38ab 516.13bc 580.5bc Keterangan : Angka-angka yang diikuti oleh huruf yang sama pada kolom yang sama berarti tidak berbeda nyata (α=0,05)
Lampiran 17. Hasil Analisa Ragam dan Uji Lanjut Duncan Penelitian Utama 17a. Persen Jumlah Kerusakan Hari ke-3 Dependent Variable Kerusakan Source Suhu Formula
Type III Sum of Squares 12150.000 3933.333
df
Main Square
F
Sig.
1 8
12150.000 491.667
820.125 33.188
.000 .000
33.188
.000
Suhu*Formula Error
3933.333
8
491.667
533.333
36
14.815
Total
32700.000
54
Hari ke-6 Dependent Variable Kerusakan Source
Type III Sum of Squares
df
Main Square
F
Sig.
Suhu
54150.000
1
54150.000
3.623E3
.000
Formula Suhu*Formula Error Total
5948.148
8
743.519
49.752
.000
5066.667 538.000
8 36
633.333 14.944
42.379
.000
139038.000
54
Uji Lanjut Duncan Persen Jumlah Kerusakan Buah Salak Pondoh Selama Penyimpanan. PERLAKUAN
Hari ke-3
Hari ke-6
10C_K1C1F0 0a 0a 10C_K1C1F1 0a 0a 10C_K1C1F2 0a 0a 10C_K1C1F3 0a 23.33b 10C_K1C2F0 0a 0a 10C_K1C2F1 0a 0a 10C_K1C2F2 0a 0a 10C_K1C2F3 0a 23.33b 10C_KONTROL 0a 0a 22C_K1C1F0 0a 36.67c 22C_K1C1F1 0a 43.33d 22C_K1C1F2 36.67bc 66.67e 22C_K1C1F3 43.33cd 63.33e 22C_K1C2F0 33.33b 73.33f 22C_K1C2F1 33.33b 76.67f 22C_K1C2F2 43.33cd 80f 22C_K1C2F3 50d 80f 22C_KONTROL 30b 96.67g Keterangan : Angka-angka yang diikuti oleh huruf yang sama pada kolom yang sama berarti tidak berbeda nyata (α=0,05)
17b. Susut Bobot Hari ke-3 Dependent Variable Kerusakan
Suhu
Type III Sum of Squares 150.733
Formula
59.859
8
7.482
28.114
.000
Suhu*Formula Error
43.205
8
5.401
20.292
.000
9.581
36
.266
Total
471.537
54
Source
df
Main Square
F
Sig.
1
150.733
566.352
.000
Hari ke-6 Dependent Variable Kerusakan
Suhu
Type III Sum of Squares 1606.702
Formula
66.157
8
8.270
15.427
.000
Suhu*Formula Error
47.816
8
5.977
11.150
.000
19.297
36
.536
Total
3793.031
54
Source
df
Main Square
F
Sig.
1
1606.702
2.997E3
.000
Uji Lanjut Duncan Susut Bobot Buah Salak Pondoh Selama Penyimpanan. PERLAKUAN Hari ke-3 Hari ke-6 10C_K1C1F0 0.15a 0.42a 10C_K1C1F1 0.12a 0.67a 10C_K1C1F2 0.32a 0.69a 10C_K1C1F3 0.53a 1.06a 10C_K1C2F0 0.08a 0.23a 10C_K1C2F1 0.11a 0.43a 10C_K1C2F2 0.43a 0.66a 10C_K1C2F3 0.66a 1.29a 10C_KONTROL 0.22a 0.95a 22C_K1C1F0 1.73b 9.13b 22C_K1C1F1 1.54b 9.12b 22C_K1C1F2 6.44e 13.75ef 22C_K1C1F3 4.53d 11.31cd 22C_K1C2F0 1.79b 9.49b 22C_K1C2F1 2.89c 10.87c 22C_K1C2F2 5.66e 13.63ef 22C_K1C2F3 6.17e 12.48de 22C_KONTROL 1.94b 14.79f Keterangan : Angka-angka yang diikuti oleh huruf yang sama pada kolom yang sama berarti tidak berbeda nyata (α=0,05)
17c. Kekerasan Hari ke-3 Dependent Variable Kerusakan
Suhu
Type III Sum of Squares 7328.238
Formula
1148.987
8
143.623
2.896
.013
Suhu*Formula Error
2046.973
8
255.872
5.159
.000
1785.625
36
49.601
Total
645713.204
54
Source
df
Main Square
F
Sig.
1
7328.238
147.745
.000
Hari ke-6 Dependent Variable Kerusakan
Suhu
Type III Sum of Squares 30349.433
Formula
1489.708
8
186.213
1.462
.206
Suhu*Formula Error
1768.199
8
221.025
1.735
.124
4586.616
36
127.406
Total
868675.699
54
Source
df
Main Square
F
Sig.
1
30349.433
238.210
.000
Uji Lanjut Duncan Kekerasan Buah Salak Pondoh Selama Penyimpanan PERLAKUAN Hari ke-3 Hari ke-6 10C_K1C1F0 94.06a 92.78a 10C_K1C1F1 92.94a 94.56a 10C_K1C1F2 102.17abc 91.89a 10C_K1C1F3 96.06a 96.44a 10C_K1C2F0 97.06ab 105.33ab 10C_K1C2F1 96.67a 99a 10C_K1C2F2 103.33abcd 94.88a 10C_K1C2F3 94.5a 119.87bc 10C_KONTROL 93.11a 108ab 22C_K1C1F0 113.28cdef 143.78de 22C_K1C1F1 115.89def 145.75de 22C_K1C1F2 109.67bcde 159.76e 22C_K1C1F3 130.72g 142.72de 22C_K1C2F0 120.5efg 155.82de 22C_K1C2F1 111.17cdef 136.1cd 22C_K1C2F2 111.67cdef 151.42de 22C_K1C2F3 142.41h 145.08de 22C_KONTROL 124.28fg 149.06de Keterangan : Angka-angka yang diikuti oleh huruf yang sama pada kolom yang sama berarti tidak berbeda nyata (α=0,05)
17d. Total Padatan Terlarut Hari ke-3 Dependent Variable Kerusakan
Suhu
Type III Sum of Squares 70.727
Formula
6.579
8
.822
6.688
.000
Suhu*Formula Error
7.453
8
.932
7.577
.000
4.427
36
.123
Total
24046.200
54
Source
df
Main Square
F
Sig.
1
70.727
575.187
.000
Hari ke-6 Dependent Variable Kerusakan
Suhu
Type III Sum of Squares 160.856
Formula
19.841
8
2.480
72.788
.000
Suhu*Formula Error
37.210
8
4.651
136.505
.000
1.227
36
.034
Total
26004.320
54
Source
df
Main Square
F
Sig.
1
160.856
4.721E3
.000
Uji Lanjut Duncan Total Padatan Terlarut Buah Salak Pondoh Selama Penyimpanan PERLAKUAN Hari ke-3 10C_K1C1F0 20ab 10C_K1C1F1 19.93ab 10C_K1C1F2 20.4b 10C_K1C1F3 19.4a 10C_K1C2F0 20.07ab 10C_K1C2F1 19.53a 10C_K1C2F2 20ab 10C_K1C2F3 19.93ab 10C_KONTROL 20ab 22C_K1C1F0 22.07de 22C_K1C1F1 21.4c 22C_K1C1F2 21.8cd 22C_K1C1F3 22.6ef 22C_K1C2F0 23.4g 22C_K1C2F1 22.07de 22C_K1C2F2 22cde 22C_K1C2F3 21.4c 22C_KONTROL 23.13fg Keterangan : Angka-angka yang diikuti oleh huruf yang berarti tidak berbeda nyata (α=0,05)
Hari ke-6 19.73ab 19.6a 20.47d 20.93e 20bc 20bc 20.2cd 20.07c 20.13c 24.07h 23.4g 24h 20.2cd 25.87i 23.07f 24.07h 24h 23.53g sama pada kolom yang sama
17e. Total Asam Hari ke-3 Dependent Variable Kerusakan
Suhu
Type III Sum of Squares .003
Formula
.009
8
.001
27.353
.000
Suhu*Formula Error
.003
8
.000
2.704
.019
.004
36
.000
Total
1.133
54
Source
df
Main Square
F
Sig.
1
.003
27.353
.000
Hari ke-6 Dependent Variable Kerusakan
Suhu
Type III Sum of Squares .007
Formula
.027
8
.003
27.063
.000
Suhu*Formula Error
.018
8
.002
17.962
.000
.005
36
.000
Total
1.257
54
Source
df
Main Square
F
Sig.
1
.007
54.572
.000
Uji Lanjut Duncan Total Asam Buah Salak Pondoh Selama Penyimpanan PERLAKUAN Hari ke-3 Hari ke-6 10C_K1C1F0 0.14bcd 0.11a 10C_K1C1F1 0.15cde 0.15ef 10C_K1C1F2 0.12ab 0.16efg 10C_K1C1F3 0.14bcd 0.13abcd 10C_K1C2F0 0.12ab 0.14def 10C_K1C2F1 0.13ab 0.13abcd 10C_K1C2F2 0.11a 0.15ef 10C_K1C2F3 0.17e 0.13bcd 10C_KONTROL 0.13ab 0.14cde 22C_K1C1F0 0.15cde 0.16efg 22C_K1C1F1 0.14bcd 0.11ab 22C_K1C1F2 0.15cde 0.22h 22C_K1C1F3 0.17e 0.18g 22C_K1C2F0 0.14bcd 0.12abc 22C_K1C2F1 0.15cde 0.11ab 22C_K1C2F2 0.13abc 0.22h 22C_K1C2F3 0.17e 0.18g 22C_KONTROL 0.16de 0.16fg Keterangan : Angka-angka yang diikuti oleh huruf yang sama pada kolom yang sama berarti tidak berbeda nyata (α=0,05)
17f. Vitamin C Hari ke-3 Dependent Variable Kerusakan
Suhu
Type III Sum of Squares 34.806
1
Main Square 34.806
Formula
358.578
8
44.822
2.584
.024
Suhu*Formula Error
291.114
8
36.389
2.097
.062
624.559
36
17.349
Total
25810.982
54
Source
df
F
Sig.
2.006
.165
Hari ke-6 Dependent Variable Kerusakan
Suhu
Type III Sum of Squares 183.435
Formula
348.163
8
43.520
3.633
.003
Suhu*Formula Error
371.591
8
46.449
3.877
.002
431.303
36
11.981
Total
30046.541
54
Source
df
Main Square
F
Sig.
1
183.435
15.311
.000
Uji Lanjut Duncan Vitamin C Buah Salak Pondoh Selama Penyimpanan PERLAKUAN Hari ke-3 Hari ke-6 10C_K1C1F0 18.82abc 21.93abc 10C_K1C1F1 26.72cd 20.65ab 10C_K1C1F2 19.79abcd 20.16ab 10C_K1C1F3 20.39abcd 23.09abc 10C_K1C2F0 21.27abcd 23.7abc 10C_K1C2F1 23.59abcd 20.95ab 10C_K1C2F2 20.63abcd 18.98a 10C_K1C2F3 20.41abcd 22.47abc 10C_KONTROL 27.32d 19.01a 22C_K1C1F0 19.98abcd 36.6d 22C_K1C1F1 17.03a 19.78ab 22C_K1C1F2 18.45ab 26.06bc 22C_K1C1F3 25.99bcd 25.65abc 22C_K1C2F0 20.85abcd 20.86ab 22C_K1C2F1 15.49a 20.82ab 22C_K1C2F2 16.45a 23.23abc 22C_K1C2F3 22.83abcd 22.81abc 22C_KONTROL 27.38d 28.31c Keterangan : Angka-angka yang diikuti oleh huruf yang sama pada kolom yang sama berarti tidak berbeda nyata (α=0,05)
Lampiran 18. Uji Freadmen Hari ke-0 Parameter
Penampakan
Warna
Perlakuan
N
212
10
Mean Rank 9.00
Perlakuan
N
212
10
Mean Rank 9.55
513
10
9.45
513
10
9.50
471
10
9.05
471
10
9.10
151
10
9.05
151
10
9.50
105
10
11.20
105
10
8.70
505
10
8.60
505
10
9.75
281
10
10.70
281
10
10.55
231
10
8.70
231
10
8.65
357
10
10.55
357
10
10.00
317
10
9.30
317
10
8.80
531
10
10.15
531
10
9.80
425
10
9.50
425
10
9.00
145
10
8.80
145
10
10.15
555
10
9.75
555
10
9.05
323
10
9.20
323
10
8.95
123
10
9.75
123
10
11.10
451
10
9.50
451
10
9.25
127
10
8.75
127
10
9.60
Total
180
Total
180
212
10
9.70
212
10
10.00
513
10
9.30
513
10
9.10
471
10
10.10
471
10
9.85
151
10
9.55
151
10
9.00
105
10
8.85
105
10
9.15
505
10
8.85
505
10
9.85
281
10
10.40
281
10
7.80
231
10
9.45
231
10
8.75
357
10
10.05
357
10
10.40
317
10
8.90
317
10
10.00
531
10
8.60
531
10
9.00
425
10
9.05
425
10
9.85
145
10
9.40
145
10
9.55
555
10
11.25
555
10
9.95
323
10
9.40
323
10
9.00
123
10
9.00
123
10
10.45
451
10
9.40
451
10
9.55
127
10
9.75
127
10
9.75
Total
180
Total
180
Parameter
Tekstur
Aroma
Parameter
Rasa
Perlakuan
N
Mean Rank
212
10
9.05
513
10
8.85
471
10
151
Penampakan
Warna
Tekstur
Aroma
Rasa
Chi-Square
4.016
3.121
3.127
3.195
4.289
8.90
df
17
17
17
17
17
10
9.25
Asymp. Sig.
.999
1.000
1.000
1.000
.999
105
10
9.55
505
10
9.50
281
10
10.20
231
10
11.00
357
10
11.55
317
10
9.50
531
10
9.05
425
10
9.65
145
10
8.90
555
10
9.50
323
10
8.85
123
10
8.80
451
10
9.25
127
10
9.65
Total
180
Hari ke-3 Parameter
Penampakan
Warna
Perlakuan
N
212
10
Mean Rank 11.55
Perlakuan
N
212
10
Mean Rank 10.70
513
10
10.35
513
10
8.95
471
10
10.25
471
10
9.70
151
10
9.60
151
10
11.10
105
10
10.55
105
10
11.75
505
10
9.80
505
10
11.45
281
10
11.20
281
10
12.80
231
10
9.70
231
10
10.05
357
10
12.15
357
10
8.50
317
10
8.00
317
10
10.35
531
10
8.40
531
10
8.00
425
10
9.55
425
10
9.05
145
10
9.25
145
10
10.25
555
10
10.35
555
10
11.00
323
10
8.00
323
10
7.65
123
10
9.00
123
10
6.10
451
10
6.90
451
10
7.85
127
10
6.40
127
10
5.75
Total
180
Total
180
212
10
9.75
212
10
513
10
11.10
513
10
9.75
471
10
10.45
471
10
10.35
151
10
10.90
151
10
10.85
105
10
11.55
105
10
9.85
505
10
9.45
505
10
10.10
281
10
11.10
281
10
11.35
231
10
11.15
231
10
9.00
357
10
10.10
357
10
9.75
317
10
8.50
317
10
8.70
531
10
8.95
531
10
7.80
425
10
10.65
425
10
9.00
145
10
8.10
145
10
10.50
555
10
10.60
555
10
10.25
323
10
8.30
323
10
9.55
123
10
7.30
123
10
7.20
451
10
7.50
451
10
8.55
127
10
5.55
127
10
6.35
Total
180
Total
180
Parameter
Tekstur
Aroma
12.10
Parameter
Rasa
Perlakuan
N
Mean Rank
212
10
10.50
513
10
8.95
471
10
151
Penampakan
Warna
Tekstur
Aroma
Rasa
Chi-Square
16.724
20.766
27.219
18.081
36.612
11.05
df
17
17
17
17
17
10
12.35
Asymp. Sig.
.473
.237
.055
.384
.004
105
10
13.40
505
10
12.55
281
10
11.05
231
10
7.65
357
10
9.35
317
10
7.30
531
10
10.90
425
10
6.15
145
10
9.85
555
10
11.00
323
10
8.80
123
10
5.70
451
10
6.80
127
10
7.65
Total
180
Hari ke-6 Parameter
Penampakan
Warna
Perlakuan
N
212
10
Mean Rank 10.80
Perlakuan
N
212
10
Mean Rank 13.15
513
10
12.00
513
10
11.40
471
10
9.35
471
10
11.15
151
10
13.50
151
10
12.70
105
10
10.00
105
10
9.90
505
10
8.60
505
10
8.65
281
10
10.45
281
10
13.85
231
10
13.35
231
10
14.60
357
10
13.70
357
10
12.55
317
10
5.90
317
10
7.00
531
10
10.85
531
10
7.35
425
10
10.95
425
10
6.45
145
10
10.75
145
10
8.35
555
10
4.50
555
10
3.85
323
10
4.10
323
10
4.15
123
10
8.05
123
10
7.80
451
10
7.25
451
10
8.20
127
10
6.90
127
10
9.90
Total
180
Total
180
212
10
10.15
212
10
9.30
513
10
11.90
513
10
10.55
471
10
9.50
471
10
10.55
151
10
11.25
151
10
11.00
105
10
9.80
105
10
8.20
505
10
10.45
505
10
8.65
281
10
11.70
281
10
9.40
231
10
12.95
231
10
10.65
357
10
12.95
357
10
12.20
317
10
7.55
317
10
11.40
531
10
10.85
531
10
8.85
425
10
9.25
425
10
9.45
145
10
11.05
145
10
11.80
555
10
5.20
555
10
4.90
323
10
4.85
323
10
6.05
123
10
6.45
123
10
10.25
451
10
7.70
451
10
7.50
127
10
7.45
127
10
10.30
Total
180
Total
180
Parameter
Tekstur
Aroma
Parameter
Rasa
Perlakuan
N
Mean Rank
212
10
13.05
513
10
12.35
471
10
151
Penampakan
Warna
Tekstur
Aroma
Rasa
Chi-Square
59.812
45.074
70.213
28.090
65.473
10.90
df
17
17
17
17
17
10
14.05
Asymp. Sig.
.000
.000
.000
.044
.000
105
10
7.00
505
10
8.85
281
10
11.70
231
10
11.25
357
10
12.95
317
10
9.15
531
10
7.95
425
10
10.50
145
10
8.10
555
10
3.15
323
10
4.50
123
10
9.50
451
10
6.20
127
10
9.85
Total
180