Nuansa Teknologi
ABSTRAK Dengan pergeseran dan peningkatan penggunaan lahan untuk pemukiman industri dan intensifnya tanaman pangan membawa dampak makin menyempitnya padang pengembalaan/perumputan dibeberapa daerah. Kenyataan ini lebih jauh terhadap pegadaan hijauan pakan ternak sebagai kebutuhan dasar ternak sepanjang tahun. Hal ini memberikan perlunya diupayakan langkah-langkah penanggulangan melaui pemanfaatan limbah namun kendalanya adalah rendahnya protein sehingga diperlukan sentuhan teknologi untuk meningkatkan nilai gizi limbah tersebut melaluim proses fermentasi dan memanfaatkan bahan lokal sebagai penyusun konsentrat. Bahan pakan lokal selalu dikaitkan dengan harga yang murah. Akan tetapt ada beberapa hal yang harus diperhatikan dalam menggunakan suatu bahan pakan, seperti jumlah ketersediaannya, kandungan gizi, harga, kemungkinan adanya faktor pembatas seperti zat batau nurisi serta perlu tidaknya bahan tersebut diolah sebelim digunakan. Salah satu jenis bahan pakan lokal yang berpotensi adalah keong mas dan bekicot. Bekicot cukup banyak dijumpai di sawah atau tanaman yang cukup basah dan sering sebagai hama tanaman.bekicot dapat diolah sebagai bahan makanan ternak karena mengandung protein yang cukup tinggi dan dapat digunakan sebagai pengganti tepung sedangkan kulitnya dapat diolah untuk menggantikan tepung tulang dalam pakan ternak. Kajian ini Buletin Inovasi dan Informasi Pertanian www.sulsel.litbang.deptan.go.id
telah dilaksanakan di Kelurahan Tatae dan Pekkabata, Kecamatan Duampanua, Kabupaten Pinrang, Propinsi Sulawesi Selatan yang merupakan salah satu sentra produksi sapi potong di Sulawesi Selatan. Tujuan kajian ini adalah menemukan “. Berdasarkan analisis sidik ragam menunjukkan bahwa perlakuan berpengaruh nyata terhadap pertambahan bobot badan harian (P< 0,05), dan berbeda nyata dengan perlakuan A sedangkan perlakuan B berbeda nyata dengan perlakuan A (P>0,05). Perbedaan ini mungkin disebabkan oleh kandungan zat-zat gizi yang terdapat dalam pakan seperti karbohidrat, protein, vitamin dan mineral. Kata Kunci : Sapi Bali, Pakan dan Limbah pertanian PENDAHULUAN Ternak sapi potong mempunyai peranan yang sangat penting dalam pembangunan peternakan dalam pengembangan misi peternakan yaitu : sebagai : (a) sumber pangan hewani asal ternak, berupa daging dan susu, (b) sumber pendapatan masyarakat terutama petani ternak, (c) penghasil devisa yang sangat diperlukan untuk membiayai pembangunan nasional, (d) menciptakan lapangan kerja, (e) sasaran konservasi lingkungan terutama lahan melalui daur ulang pupuk kandang dan (f) pemenuhan Page 1
Nuansa Teknologi sosial budaya masyarakat dalam ritus adat/kebudayaan. Penurunan populasi sapi potong di Sulawesi Selatan terlihat sejak tahun 1993 dari 1.221.603 ekor tahun 1987 menjadi 643.250 ekor (BPS, 1994) dan pada tahun 2002 mengalami peningkatan menjadi 723.635 ekor (BPS, 2002). Selain penurunan populasi juga telah terjadi penurunan kualitas dimana sapi Bali yang pada mulanya (potensi genetik) dapat mencapai berat badan 500 – 600 kg/ekor tetapi sekarang sudah sulit mendapatkan sapi Bali yang mencapai berat badan 300 kg/ekor, hal ini disebabkan terjadinya perkawinan dalam satu populasi yang terus menerus (inbreeding) dan sistem pemeliharaan yang masih tradisional (Sariubang et al., 1992) demikian juga yang dikemukakan oleh Warwick et al., (1983) bahwa perkawinan silang dalam (inbreeding) berlangsung terlalu lama dalam suatu populasi tertutup menyebabkan proporsi lokus genetik yang homozigot. Berbarengan dengan itu terjadi depresi persedarahan yang menyebabkan menurunnya daya tahan (vigor), kesuburan dan sifat-sifat produksi lainnya. Untuk keluar dari masalah ini pemerintah perlu upaya pelestarian yang diimbangi dengan pendekatan kuantitatif yakni peningkatan populasi dan kualitatif melalui peningkatan kualitas ternak. Produktivitas sapi potong sering dikaitkan dengan faktor genetik dan lingkungan. Permintaan daging sapi di Indonesia cenderung terus meningkat sejalan dengan meningkatnya kesejahteraan masyarakat dan pertambahan penduduk. Mulai akhir tahun 1980-an sampai tahun 2003 kesenjangan antara permintaan dengan pasokan daging dalam negeri semakin besar yang menyebabkan import daging sapi bakalan meningkat terus menerus sekitar 500.000 ekor/tahun, bahkan Buletin Inovasi dan Informasi Pertanian www.sulsel.litbang.deptan.go.id
diperkirakan telah mencapai 1.200.000 ekor yaitu sapi bakalan 400.000 ekor tambah daging setara 400.000 ekor dan jeroan setara 400.000 ekor (Diwyanto, 2003). Besarnya permintaan daging tidak diikuti dengan suplay daging, sehingga menyebabkan pengurasan sapi potong yang produktif dalam negeri misalnya pemotongan betina fertil, jantan muda dan pejantan dan sebagainya (Suryana, 200 dan Tambing et al., 2000). Hal ini menyebabkan populasi dasar pada daerah sentra produksi sapi potong menjadi tidak stabil dimana pengeluaran sapi lebih banyak dari pada yang lahir sehingga kalau tidak segera diperbaiki maka pada waktu tertentu sentra produksi sapi potong menjadi punah. Sulawesi Selatan memiliki lahan kering dataran rendah seluas 2.523.762 ha (Kanwil pertanian Sulawesi Selatan, 1999) yang pada umumnya cocok untuk pertanian tanaman pangan, perkebunan, hortikultura dan peternakan. Dalam mengoptimalkan usahatani pada lahan tersebut maka pemanfaatan limbah pertanian sangat potensial sebagai sapi potong. Mangut Iman S. (2003) mengatakan bahwa hasil penelitian di lapangan menunjukkan produk-produk industri peternakan dan bisnis di sektor peternakan telah menyumbangkan angka pertumbuhan ekonomi sangat mencolok, melihat peluang strategis ini, maka pemerintah daerah perlu mengambil kebijakan dan memberi kesempatan yang luas kepada usaha kecil menengah dan kelompok peternak menjadi industri biologis dimana bahan pakan yang tidak berguna yang dimiliki petani dapat diberikan kepada sapi untuk menjadi daging dan dapat diubah menjadi kotoran sapi yang dapat diolah menjadi pupuk organik yang berkualitas. Disamping pemanfaatan sisa hasil pertanian dan industri pertanian juga perlu diupayakan penanaman hijauan pakan yang Page 2
Nuansa Teknologi berkualitas dengan memanfaatkan lahan yang diperuntukkannnya tidak bersaing dengan tanaman pangan, bahkan dapat bersinergis antara tanaman pakan dan pangan. Hal ini sangat penting mengingat penyediaan sisa hasil pertanian dan industri juga mengalami fluktasi, sedangkan kita ketahui bahwa kebutuhan pakan untuk ternak ruminansia mencapai 60-70% dari hijauan (Nitis et al, 1992) Tujuan Penelitian : 1. Peningkatan produktivitas ternak melalui sistem pengemukkan dengan memanfaatkan pakan lokal 2. Tersedianya hijauan yang berkualitas untuk menunjang perkembangan usahaternak sapi potong 3. Terciptanya usahatani sapi potong yang efisien, menguntungkan dan berkelanjutan. METODOLOGI Materi yang digunakan dalam pengkajian ini sebanyak 18 ekor sapi jantan bakalan milik petani yang dipelihara dalam kandang secara kolektif (dengan rataan bobot badan berayun 130200 kg) dengan umur 2-3 tahun. Sebelum ternak diberi perlakuan terlebih dahulu dilakukan vaksinasi Antraks, SE, diberikan obat cacing dan multivitamin untuk menjaga agar ternak tersebut selalu dalam keadaan sehat dan untuk mengantisipasi kekurangan mineral maka semua ternak diberikan pikuten sebanyak 25 gr/ekor/hari, lama penggemukkan selama 3,5 bulan. Adapun pemberian pakan yang diberikan dengan memanfaatkan bahan lokal sesuai dengan fase penggemukkan. Ternak tersebut dibagi secara acak dalam 3 perlakuan dengan pemberian pakan sebagai berikut: Buletin Inovasi dan Informasi Pertanian www.sulsel.litbang.deptan.go.id
- Perlakuan A = Kontrol (kebiasaan petani/penggemukkan tradisional) - Perlakuan B = Konsentrat 1% dari bobot badan + Rumput lapangan secara adlibitum - Perlakuan C = Konsentrat 1% dari bobot badan +Rumput lapangan 50% +fermentasi + Fermentasi jerami 50% Adapun formulasi konsentrat dengan komposisi (Tabel 1 dan Gambar 2) Tabel 1. Susunan Konsentrat Untuk Penggemukan Sapi Potong No
Nama Bahan
1 2 3 4 5 6
Dedak Bungkil Kelapa Tepung Ikan Tepung Keong Mas Tepung Tulang Garam Jumlah
Persentase (%) 70 20 4,5 4,5 0,5 0,5 100
Fermentasi Jerami sebagai Pakan Ternak Proses fermentasi terbuka dilakukan pada tempat yang terlindung dari sinar matahari langsung. Proses pembuatan jerami fermentasi dibagi dua tahap, yaitu tahap fermentasi dan tahap pengeringan dan penyimpanan. Tahap pertama jerami padi yang baru dipanen (kandungan air sekitar 65%) dikumpulkan pada tempat yang telah disediakan. Bahan yang digunakan dalam proses fermentasi jerami adalah urea dan probiotik. Jerami padi segar yang difermentasi ditumbuk hingga ketebalan 20 Cm, kemudian ditaburi dengan urea dan probiotik dan diteruskan pada lapisan timbunan jerami berikutnya yang juga setebal sekitar 20 cm. Demikian seterusnya hingga ketebalan Page 3
Nuansa Teknologi tumpukkan jerami padi mencapai 1-2 m. Takaran urea dan probiotik masingmasing 6 kg untuk setiap ton jerami padi segar. Pencampuran urea dan probiotik pada jerami dilakukan secara merata, kemudian didiamkan selama 21 hari agar proses fermentasi dapat berlangsung dengan sempurna, dilihat pada gambar 3.
makanan yang dikonsumsi selama masa penggemukkan baik rumput maupun konsentrat. Pendapatan (net outptut) adalah selisih antara biaya makanan dengan besarnya penerimaan (output).
Pada tahap kedua tumpukkan jerami padi yang telah mengalami proses fermentasi dikeringkan dengan sinar matahari dan dianginkan sampai cukup kering sebelum disimpan pada tempat yang terlindung dari hujan dan sinar matahari langsung
Bahan:
Data yang dikumpulkan adalah
Bahan dan Alat Dedak, bungkil kelapa, tepung ikan, keong mas, tepung tulang, pikuten, garam, probiotik, obat-obatan, vaksin dll. Alat: Kandang Jepit, timbangan, pengukur, pita ukur, skop dll.
tongkat
1. Konsumsi pakan 2. Berat Badan 3. Tinggi Pundak 4.
Panjang Badan
5. Lingkar Dada 6. Analisis Ekonomi Metode Analisis Untuk menghitung pertambahan berat badan digunakan rumus
ADG
W2 W1 t 2 t1
Dimana : W2 = Bobot Badan akhir W1 = Bobot badan awal t2 = Waktu penimbangan akhir t1 = Waktu penimbangan awal (cole, 1996) Dalam analisa ekonomi digunakan batasan sebagai berikut : penerimaan (output) adalah pertambahan bobot badan selama proses penggemukkan yamg dinilai dengan harga penjualan. Biaya pakan (input) adalah jumlah biaya Buletin Inovasi dan Informasi Pertanian www.sulsel.litbang.deptan.go.id
HASIL DAN PEMBAHASAN Dengan pergeseran dan peningkatan penggunaan lahan untuk pemukiman industri dan intensifnya tanaman pangan membawa dampak makin menyempitnya padang pengembalaan/perumputan dibeberapa daerah. Kenyataan ini lebih jauh terhadap pegadaan hijauan pakan ternak sebagai kebutuhan dasar ternak sepanjang tahun. Hal ini memberikan perlunya diupayakan langkah-langkah penanggulangan melaui pemanfaatan limbah namun kendalanya adalah rendahnya protein sehingga diperlukan sentuhan teknologi untuk meningkatkan nilai gizi limbah tersebut melaluim proses fermentasi dan memanfaatkan bahan lokal sebagai penyusun konsentrat. Bahan pakan lokal selalu dikaitkan dengan harga yang murah. Akan tetapt ada beberapa hal yang harus diperhatikan dalam menggunakan suatu bahan pakan, seperti jumlah ketersediaannya, kandungan gizi, harga, kemungkinan adanya faktor pembatas seperti zat batau nurisi serta perlu tidaknya bahan tersebut diolah sebelim digunakan. Salah satu jenis Page 4
Nuansa Teknologi bahan pakan lokal yang berpotensi adalah keong mas dan bekicot. Bekicot cukup banyak dijumpai di sawah atau tanaman yang cukup basah dan sering sebagai hama tanaman.bekicot dapat diolah sebagai bahan makanan ternak karena mengandung protein yang cukup tinggi dan dapat digunakan sebagai pengganti tepung sedangkan kulitnya dapat diolah untuk menggantikan tepung tulang dalam pakan ternak. Potensi perkembangan keong mas sangat besar dan cepat karena singkatnya daur hidup (60-80 hari sudh dewasa). Tingginya daya adaptasi terhadap lingkungan dan kemampuan bertahan hidup dalam kondisi yang tidak menguntungkan, dan kurang efisiensim pemanfaatan musuh alaminya. Keong mas potensi sumber pakan ternak yang kini menjadi musuh hama padi yang cukup berbahaya. (Susanto, 1995). Harmentis et al., (1998) telah mencoba membuat tepung daging keong mas (Pomacea candiculata) untuk pakan ayam. Tepung daging keong dibuat dengan terlebuh dahulu direndam dalamm larutan kapur 5% selama 60 menit dan kemudian dikeringkan dengan sinar matahari. Tepung keong mas ini mempunyai kandungan protein kasar 46,2% dan dapat digunakan dalam ransum ayam boiler sebanyak 4% dari jumlah ransum. Dengan adanya sumber bahan pakan lokal yang ada dapat disusun dalam suatu formasi dengan berpedoman pada kandungan protein yang dapat diharapkan sama kandungan gizi pakan dari industri makanan ternak sehingga biaya pakan dapat ditekan keuntungan yang diperoleh peternak dapat memadai (meningkat). Secara umum bahan pakan untuk ternak ruminansia maupun unggas dibagi atas dua kelompok : 1) bahan pakan umum tersedia, yaitu bahan pakan yang Buletin Inovasi dan Informasi Pertanian www.sulsel.litbang.deptan.go.id
sering dan selalu dipakai serta tersedia relatif banyak. Contohnya adalah jagung giling, dedak padi, bungkil kelapa, bungkil kedelai, tepung kapur, tepung singkong dan sebagainya, dan 2) bahan pakan tidak umum tapi bahan tersebut potensial didaerah tertentu yang dapat dimanfaatkan ternak contohnya adalah : tepung bekicot (keong mas), biji sorghum,tepung kepala udang, bungkil inti sawit, lumpur sawit dll.selain jenis harga bahan pakan merupakan suatu hal yang harus diketahui terutama dalam penyusunan formula ransum alternatif yang lebih murah yang mempunyai kualitas yang memadai, ditinjau dari kandungan nilai gizi. Proses penggemukkan merupakan tahap penting dalam proses produksi sapi potong sebelum ternak tersebut dipotong. Tujuan penggemukkan tidak saja meningkatkan bobot badan sapi agar menjadi gemuk tapi juga meningkatkan kualitas daging. Penggemukkan memerlukan pakan yang cukup baik dalam kualitas serta kuantitas. Pemberian pakan yang berkualitas berpengaruh terhadap pertambahan bobot badan sapi dimana formula pakan yang baik akan memperoleh laju pertumbuhan dan penggemukan sapi. Berdasarkan data Pertambahan bobot badan harian, Pertambahan tinggi pundak, pertambahan lingkar dada, pertambahan panjang badan dan lingkar dada ( Tabel 2). Tabel 2. Performans dan Ukuran Tubuh Hasil Penggemukkan Parameter Pertambahan bobot badan (kg/ek/hr) Pertambahan tinggi pundak (cm/ek/hr) Pertambahan
A 0,209b
Perlakuan B C 0,356a 0,387a
0,079a
0,068a
0,063a
0,062a
0,117a
0,128a
Page 5
Nuansa Teknologi lingkar dada (cm/ek/hr) Pertambahan panjang badan (cm/ek/hr) Pertambahan leher dada (cm/ek/hr)
0,079a
0,051a
0,095a
0,007a
0,007a
0,011a
a,b = huruf yang berbeda pada baris yang sama menunjukkan beda nyata (p<0,05)
Dari ketiga formula pakan yang digunakan ternyata bahwa perlakuan C lebih tinggi daripada perlakuan B maupun A sedangkan perlakuan B lebih tinggi daripada perlakuan A. Perbedaan ini mungkin disebabkan oleh kandungan zat-zat gizi yang terdapat dalam pakan seperti karbohidrat, protein, vitamin dan mineral. Sejalan yang dikemukakan Soenarjo et. al., (1991) bahwa pemberian pakan yang berkualitas berpengaruh pada pertambahan bobot badan, dimana pakan yang baik akan mempercepat laju pertumbuhan yang optimal. Berdasarkan hasil analisa statistik pada pertumbuhan bobot badan ternak sapi menunjukkan adanya pengaruh nyata terhadap perlakuan pakan disajikan pada tabel 3. Berdasarkan Uji BNT menunjukkan bahwa perlakuan A berbeda nyata dengan perlakuan terhadap perlakuan B begitu juga perlakuan C, sedangkan B dan C tidak berbeda nyata. Serat kasar mengandung bahanbahan yang dibutuhkan dari dinding sel tanaman, termasuk didalamnya cellulose, pentosa,lignin dan cutine. Lignin dan cutine tidak dicerna sedangkan cellulose dan pentosa dengan bantuan mikroorganisme rumen dapat dicerna dan merupakan sumber energi yang cukup tinggi. Serat kasar termasuk golongan karbohidrat yang berfungsi mengisi dan menjaga agar alat pencernaan bekerja dengan baik serta mendorong kelenjarkelenjar pencernaan untuk mengeluarkan enzim-enzim pencernaan. Dengan adanya Buletin Inovasi dan Informasi Pertanian www.sulsel.litbang.deptan.go.id
kandunga serat kasar yang cukup di dalam pakan ternak ruminansia menyebabkan jumlah konsumsi bahan kering (dry mater intake) semakin tinggi digunakan untuk menyusun sel-sel tubuh. Hal ini sesuai dengan dilaporkan Leng (1984) bahwa salah satu alternatif pemecahan masalah kecernaan hijuan adalah menstimulasi fungsi rumen agar mikroba rumen dapat berkembang lebih baik untuk mencerna serat kasar. Hewan ruminansia akan mengalami ganngguan pencernaan apabila serat kasar dalam rumen terlalu rendah, sekurangkurangnya 13% dari bahan kering dalam ransum terdiri dari serat kasar. Tabel 3. Pertambahan Bobot Badan Harian, Konsumsi Bahan Kering, Efisisensi Pakan. Parameter Pertambahan Berat Badan Harian (PBBH) Konsumsi Bahan Kering (kg/ekor/hari) Konsentrat Jerami R.lapangan Total Efisiensi pakan
Perlakuan A B C 0,209 0,356 0,387
5,75 5,75 0,036
1,25 4,90 6,15 0,058
1,30 2,30 2,45 6,05 0,064
KESIMPULAN Dari rangkaian kegiatan ini dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut: 1. Penggunaan pakan lokal dengan komposisi rumput lapangan 50% + jerami fermentasi 50% + konsentrat 1% dari bobot badan dapat meningkatkan performans sapi penggemukkan, Page 6
Nuansa Teknologi 2. Berdasarkan hasil analisa statistik pada pertumbuhan bobot badan ternak sapi menunjukkan adanya pengaruh nyata terhadap perlakuan pakan. Berdasarkan Uji BNT menunjukkan bahwa perlakuan A berbeda nyata dengan perlakuan terhadap perlakuan B begitu juga perlakuan C, sedangkan B dan C tidak berbeda nyata.
DAFTAR PUSTAKA BPS.1994. Sulawesi Selatan dalam Angka. Badan Pusat Statistik Propinsi Sulawesi Selatan. BPS.2002. Sulawesi Selatan dalam Angka. Badan Pusat Statistik Propinsi Sulawesi Selatan. Mangut Imam, S. 2003. Strategi Pengmbangan Peternakan yang Berkesinambungan Proc. Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner. Puslitbangnak, Bogor. Nitis, I.M., K. Lana I.B Sudana dan N. Sutji. 1992. Pengaruh Klasifikasi Wilayah terhadap Komposisi Botani Hijauan yang diberikan pada Kambing di Bali di Waktu Musim Kemarau Pro.Seminar Penelitian Peternakan, Bogor.
Soekatiwi, 1984. Bahan Makanan Ternak Limbah Pertanian dan Indurstri BPFE Yogyakarta. Soehadji. 1991. Kebijaksanaan Pemuliaan Ternak (Breeding Policy) khususnya dalam Pembangunan Peternakan. Proc. Seminar Nasional. Fakultas Peternakan, Universitas Hasanuddin. Ujung Pandang. Tambing, S. N., Sariubang dan Chalidijah. 2000. Bobot Lahir Kinerja Reproduksi Sapi Hasil Persilangan Bos Taurus X Bos Benteng. Proc. Seminar Peternakan dan Veteriner. Puslitbangnak, Bogor. Tilman,A.D., H. Hartadi, S. Reksohadiprodo, S. Prawirokusumo dan S. Lebdosoekojo. 1983. Ilmu Makan Ternak Dasar. Gajah Mada University Press, Yogyakarta. Warwick, E. J., M. Astuti dan A. Wartomo. 1983. Pemulihan Ternak. Gadjah Mada University Press, Yogyakarta. Daniel Pasambe
Sariubang, M., Chalidijah, A.Prabowo dan U. Abduh. 1992. Hubungan Antara pertambahan bobot badan dan ukuran lingkar dada sapi bali betina yang diberikan perlakuan pakan. Pros. Pertemuan Pengolahan dan Komunikasi Hasil Penelitian Peternakan di Sulawesi Selatan. Sub Balai Penelitian Ternak Gowa, Sulawesi Selatan.
Buletin Inovasi dan Informasi Pertanian www.sulsel.litbang.deptan.go.id
Page 7