BAB I. PENDAHULUAN Proses terbitnya peraturan-peraturan internasional dalam penanggulangan bencana di laut boleh dikatakan sudah sangat reaktif terhadap pengalaman terjadinya beberapa bencana laut dan efek terhadap lingkungan. Setiap terjadi bencana di laut dalam skala yang besar, lembaga
pengatur
khususnya
IMO
(International
Maritime
Organization) telah merespon dengan cepat khususnya hal-hal yang berkaitan dengan re-design teknis kapal yang dimaksudkan untuk mencegah bencana serupa terjadi lagi dan menekan kemungkinan operator kapal melakukan kesalahan yang sama yang mengakibatkan bencana tersebut. Namun harus disadari pula bahwa ada titik tertentu didalam usaha penanggulangan bencana di laut dimana kita tidak mampu lagi mengabaikan faktor kesalahan manusia dengan sematamata melakukan disain ulang kapal dan sistem di dalamnya. Kenyataan
yang
ada
adalah
bahwa
seberapa
jauhpun
kita
melakukan perbaikan-perbaikan terhadap disain kapal maka faktor manusialah yang akan jauh lebih menentukan dalam terjadinya kesalahan pengoperasian kapal yang mengakibatkan bencana. Dengan
demikian
setiap
metode
pendekatan
baru
terhadap
terciptanya sistem keselamatan di laut harus mampu menciptakan sistem yang dapat memperbaiki performansi dari manusia (operator kapal dan pihak yang terlibat dalam penanggulangan bencana di laut termasuk masyarakat). Jika kita akan melakukan perbaikan ke arah ini, maka pendekatan yang didisain harus memberi arah pada perbaikan faktor manusia dengan konsep yang rasional dan sistematis dan salah satunya dapat dilakukan dengan melibatkan sebanyak mungkin pihak-pihak yang terkait dalam penanggulangan bencana di laut untuk secara aktif terlibat dan mendapat pengalaman di dalam proses penanggulangannya.
1
Salah satu ide dasar dari pengembangan sistem penanggulangan bencana di laut di dunia saat ini adalah untuk menciptakan budaya keselamatan (safety culture) [1]. Safety culture ini membutuhkan komitmen kita untuk mempelajari situasi dan kondisi dari bencana di laut sebelum kita melakukan langkah-langkah penanggulangannya. Ini membutuhkan proses pelatihan dan perbaikan perilaku serta metode dalam mengantisipasi dan mengatasi situasi bencana yang terjadi di laut. Dan salah satu metode yang dapat menunjang proses transfer slogan safety culture menjadi usaha nyata yang dapat di pahami oleh semua pihak yang terlibat dalam kondisi bencana di laut adalah dengan menciptakan sebuah media simuasi dimana kondisi dan situasi bencana
di
laut
penanggulangannya mensimulasikan
dapat dapat
bencana
diskenariokan secara
dan
sistematis
tersebut
usaha-usaha
disusun
berikut
dengan
usaha-usaha
penanggulangannya. Metode ini juga memungkinkan pelaksanaan pelatihan
secara
kontinyu
mengingat
rendahnya
biaya
yang
dibutuhkan jika dibandingkan dengan melakukan simulasi phisik.
Pada tahun 1995, setelah terjadinya bencana besar gempa bumi Hanshin dan Awaji di Jepang, sebuah kelompok peneliti di Kobe melakukan studi tentang pola optimum penanggulangan terhadap bencana alam dan bencana industri dalam skala besar [2]. Salah satu subyek dasar yang diteliti adalah terkait dengan penerapan teknologi mutakhir dan sumber daya manusia khususnya yang berhubungan dengan manajemen resiko terhadap bencana yang terjadi. Metode yang dipergunakan adalah dengan melakukan evaluasi terhadap proses penanggulangan bencana berdasarkan penilaian resiko yang diakibatkannya. Hasil dari kelompok penelitain ini adalah berupa modifikasi
terhadap
sistem
pencegahan
dan
penanggulangan
bencana yang telah ada pada saat itu.
2
Kelompok
peneliti
ini
juga
telah
melakukan
studi
terhadap
penanggulangan bencana kecelakaan kapal yang mengakibatkan tumpahan minyak dalam jumlah besar. Penelitian ini lebih dititik beratkan
pada
pola
pengembangan
teknologi
yang
bisa
di
pergunakan dalam pengumpulan tumpahan minyak (oil spill recovery) disamping pengembangan sistem manajemen resiko yang meliputi tata organisasi dan prosedur penanggulangannya.
Berkaitan dengan pengaruh faktor manusia didalam inisiasi bencana di laut, Shiihara [3] memberikan alternatif pendekatan statistik dalam mengidentifikasi faktor kesalahan manusia yang mengawali peluang terjadinya kecelakaan. Hasil dari penelitian seperti yang tertuang di pustaka [3] ini berupa rekomendasi-rekomendasi yang dimaksudkan untuk menekan serendah mungkin faktor kesalahan manusia dalam pengoperasian kapal khususnya di kamar mesin. Metode ini mungkin salah satu alternatif langkah preventif bencana kecelakaan kapal dan tidak bisa dijadikan sebagai solusi penentuan langkah korektif yang optimum jika kecelakaan sudah terjadi.
Det Norske Veritas (DNV), lembaga klasifikasi kapal Norwegia, merupakan salah satu lembaga klasifikasi kapal yang paling progresif dalam melakukan penelitian pencegahan dan penanggulangan kecelakaan kapal. DNV mengusulkan prosedur penilaian keselamatan formal (Formal Safety Assessment) dalam struktur dan metodologi yang sistematis [4]. Metode ini menggunakan pendekatan resiko dan costbenefit analysis dalam mengembangkan prosedur dan peraturanperaturan keselamatan kapal. Sekalipun FSA mampu memberi guidelines dalam penyusunan peraturan yang mampu menurunkan resiko terjadinya kecelakaan kapal dan proses penanggulangannya,
3
namun metode ini hanya dapat membekali operator kapal yang merupakan subyek langsung dari kecelakaan kapal.
Berdasarkan hal diatas, metode yang akan dikembangkan dalam penelitian ini dapat bersifat lebih aplikatif dalam membekali semua pihak yang terlibat dan terkena dampak akibat bencana di laut khususnya kecelakaan kapal. Ini dilakukan dengan mendisain sebuah perangkat simulasi komputer dimana didalamnya dimungkinkan membuat skenario kejadian kecelakaan kapal dan semua pihak yang terlibat dalam simulasi tersebut diberikan akses ke server melalui sebuah unit komputer dihadapannya dan akan berperan sebagai salah satu pihak yang terlibat langsung dalam penanggulangannya.
4
BAB II TUJUAN DAN MANFAAT PENELITIAN 2.1 Tujuan Khusus Penelitian Penelitian ini memiliki beberapa tujuan, antara lain: 1. mengembangkan serta mengevaluasi teknologi dan engineering hardware-software yang bisa dipergunakan untuk mengatasi kecelakaan kapal dan dampak yang diakibatkannya (marine hazard)
2. melakukan evaluasi terhadap risk management system yang meliputi sistem prosedur penanganan marine hazard maupun pihakpihak yang berkepentingan didalamnya (human resources).
3. mencari metode alternative yang optimum untuk melatih pihakpihak yang terlibat dalam penanganan marine hazard termasuk didalamnya
masyarakat
umum
dan
dimaksudkan
untuk
mendapatkan pengetahuan serta ketrampilan dan pengalaman dalam penanganannya.
2.2 Pentingya Atau Keutamaan Penelitian Kecelakaan kapal tidak hanya berakibat fatal pada kapal, muatan dan awak kapal saja. Pada beberapa kondisi, hal ini juga memberi akibat langsung pada lingkungan, baik laut maupun pesisir, serta juga mempengaruhi kinerja industri pantai dan pesisir. Begitu pula halnya dengan kerugian yang diakibatkan oleh kecelakaan kapal tidak hanya mencakup kerugian nominal akibat tidak mampu beroperasinya kapal dan hilangnya nilai muatan yang di angkut, namun lebih jauh dari itu, kerugian
akan
meliputi
biaya
penanggulangan
pencemaran,
kompensasi terhadap industri perairan laut dan pesisir yang terganggu, serta
kerugian
akibat
hilangnya
kesempatan
berusaha
akibat
5
pencemaran yang diakibatkannya. Hal ini dibuktikan oleh kecelakaan yang menimpa kapal tanker MV NAHKODKA di laut Jepang pada Januari 1997 [5]serta kapal tanker MV PRESTIGE di perairan barat laut Spanyol pada November 2002[6].
Dari dua kasus diatas, ada 4 masalah umum yang dihadapi dan harus dipecahkan, yakni: 1. Penemuan dan pengaplikasian teknologi dan hardware untuk penyelamatan dan pengumpulan tumpahan bahan bakar serta polutan lainnya. 2. Kompensasi terhadap kerusakan lingkungan 3. Pembenahan
dan
penerapan
peraturan
internasional
terhadap kapal-kapal substandard dan Port State Control 4. Standar prosedur penanggulangan dan pelokalisiran wilayah yang terkena dampak
Poin (1) dan (2) diatas dapat digolongkan sebagai upaya untuk memaksimalkan
langkah
korektif
yang
dapat
dilakukan
pasca
kecelakaan. Tanpa mengesampingkan peran kedua poin tersebut, pada penelitian ini titik berat akan diberikan terhadap 2 poin terakhir, yang
merupakan
upaya
preventif
terhadap
meningkatnya
kecenderungan kecelakaan kapal serta upaya pro-aktif dalam menyiapkan
langkah
penanggulagan
optimal
jika
seandainya
kecelakaan kapal yang berakibat fatal terhadap lingkungan terjadi.
Berkaitan dengan poin (3) hingga saat ini International Maritime Organization (IMO) [7] telah menghasilkan beberapa konvensi yang bertujuan untuk menjamin keselamatan pengoperasian kapal dan pencegahan polusi seperti MARPOL, SOLAS, ISM CODE dan lainnya. Namun pada pelaksanaannya masih banyak sekali terdapat bias yang
6
utamanya disebabkan karena ketidaksiapan dari beberapa negara anggota yang telah menandatangani konvensi tersebut dengan alasan keterbatasan biaya dan sumber daya manusia [4]. Hal ini diperparah lagi dengan kecenderungan perusahan pemilik kapal untuk
membeli
kapal-kapal
bekas,
dan
kemudian
melakukan
modofikasi secukupnya hanya untuk memenuhi peraturan internasional modern, dan terkadang mereka memperlakukan kapal bekas tersebut seperti layaknya kapal baru. Hal ini tentunya akan sangat berpengaruh terhadap kelayakan kapal untuk beroperasi.
Selanjutnya, berkaitan dengan poin (4), hingga saat ini Indonesia belum memiliki standar prosedur penanggulangan dan pelokalisiran wilayah yang terkena dampak akibat kecelakaan kapal. Jika pun ada, prosedur tersebut sangat parsial dan hanya mengatur prosedur penanggulangan
masing-masing
pihak
saja.
Hal
ini
mungkin
disebabkan karena ketidakjelasan langkah antisipatif yang harus diambil, serta ketidaktahuan pihak terkait yang mesti dilibatkan dalam penanggulangannya. Sebagai salah satu antisipasi dari kondisi ini, maka
pemahaman
terhadap
perlunya
menjamin
keselamatan
pengoperasian kapal dan pencegahan polusi hendaknya ditunjang dengan usaha-usaha memberikan pengalaman terlibat langsung dalam upaya penanggulangan kecelakaan kapal kepada semua pihak yang berkaitan dan terkena dampak langsung. Hal ini bisa dilakukan dengan menyiapkan sebuah perangkat simulasi komputer dimana
didalamnya
dimungkinkan
membuat
skenario
kejadian
kecelakaan kapal dan semua pihak yang terlibat dalam simulasi tersebut diberikan akses ke server melalui sebuah unit komputer dihadapannya dan akan berperan sebagai salah satu pihak yang terlibat langsung dalam penanggulangannya. Simulasi komputer ini dibuat
sedemikian
rupa
sehingga
semua
pihak
yang
terlibat
7
memahami benar tugasnya serta mudah menjalankan tugasnya dengan bantuan komputer. Dengan fasilitas internet, simulasi dengan skala internasional (kecelakaan kapal asing dan kapal indonesia diperankan oleh masing-masing pihak di negara yang berlainan) bisa dilakukan sehingga pengalaman menghadapi permasalahan hukum laut internasional yang berkaitan dengan kecelakaan kapal ini bisa didapatkan.
Program
simulasi
komputer
ini
serta
pelaksanaan
simulasinya akan menjadi program utama dalam penelitian ini.
Dari pelaksanaan penelitian ini diharapkan mampu: 1. memberikan pengetahuan dan pemahaman yang komprehensif terhadap upaya optimal dalam penanggulangan kecelakaan kapal maupun marine hazard lainnya untuk pihak-pihak yang terkait dalam penanggulangannya maupun untuk masyarakat pada umumnya. 2. Menekan terhadap
biaya
pelatihan
penanganan
secara
marine
langsung
hazard
(simulasi
melalui
phisik)
pemanfaatan
software simulasi. Melalui simulasi ini juga dimungkinkan melibatkan lebih banyak pihak yang berkaitan langung atau tidak langsung terhadap penanganan marine hazard.
Dari produk yang dihasilkan dari penelitian ini diharapkan mampu: 1. memberikan fasilitas alternatif bagi berbagai pihak (pengelola pelabuhan, SAR, Angkatan Laut RI, Pemerintah Daerah, dan lainnya) berupa software marine hazard simulation yang bisa dimanfaatkan untuk melatih kesiapan penanganan kecelakaan kapal dan marine hazard di wilayahnya masing-masing.
8