MUTU FISIK SEDIAAN LIPSTIK PEWARNA ALAMI EKSTRAK KULIT BUAH NAGA MERAH (Hylocereus costaricensis)
KARYA TULIS ILMIAH
OLEH NURDIANA KHAMARDI PUTRI NIM 12.029
AKADEMI ANALIS FARMASI DAN MAKANAN PUTRA INDONESIA MALANG JULI 2015
MUTU FISIK SEDIAAN LIPSTIK PEWARNA ALAMI EKSTRAK KULIT BUAH NAGA MERAH (Hylocereus costaricensis)
KARYA TULIS ILMIAH
Diajukan kepada Akademi Analis Farmasi dan Makanan Putra Indonesia Malang untuk memenuhi salah satu persyaratan dalam menyelesaikan program D-3 bidang Analis Farmasi dan Makanan
OLEH NURDIANA KHAMARDI PUTRI NIM 12.029
AKADEMI ANALIS FARMASI DAN MAKANAN PUTRA INDONESIA MALANG JULI 2015
Karya Tulis Ilmiah Oleh NURDIANA KHAMARDI PUTRI Telah dipertahankan di depan Dewan Penguji Pada tanggal tiga puluh satu bulan Juli tahun dua ribu lima belas
Dewan Penguji
Dra. Wigang Solandjari
Penguji I
Fandi Satria, S.Farm, Apt
Penguji II
Tri Danang, S.Farm, Apt
Penguji III
Mengetahui, Pembantu Direktur Bidang Akademik Akademi Analis Farmasi dan Makanan
Mengesahkan, Direktur Akademi Analis Farmasi dan Makanan
Ambar Fidyasari, S.TP., MP
Dra. Wigang Solandjari
PERNYATAAN ORIGINALITAS KARYA TULIS ILMIAH (KTI)
Saya yang bertanda tangan dibawah ini Nama
: Nurdiana Khamardi Putri
NIM
: 12.029
Judul
: Mutu Fisik Sediaan Lipstik Pewarna Alami Ekstrak Kulit Buah Naga Merah (Hylocereus costaricensis)
Menyatakan dengan sebenar benarnya bahwa sepanjang pengetahuan saya, di dalam naskah Karya Tulis Ilmiah ini tidak terdapat karya ilmiah yang pernah diajukan oleh orang lain untuk memperoleh gelar akademik di suatu perguruan tinggi dan tidak terdapat karya atau pendapat yang pernah ditulis atau diterbitkan oleh orang lain, kecuali yang secara tertulis dikutip dalam naskah ini dan disebutkan dalam sumber kutipan dan daftar pustaka. Apabila ternyata didalam naskah Karya Tulis Ilmiah ini dibuktikan terdapat unsur unsur PLAGIASI saya bersedia KTI ini digugurkan dan gelar AKADEMIK yang telah saya peroleh (AM.d) dibatalkan serta diproses sesuai peraturan perundang undangan yang berlaku. (UU No. 20 Tahun 2003, Pasal 25 ayat 2 dan Pasal 70)
Malang, 28 Agustus 2015
Nurdiana Khamardi Putri
HALAMAN PERSEMBAHAN
“Jangan menyerah atas impianmu, impian memberimu tujuan hidup. Ingatlah, sukses bukan kunci kebahagiaan, kebahagiaanlah kunci sukses. Semangat !”
Karya Tulis Ilmiah ini Kupersembahkan untuk Ibunda tercinta terima kasih atas limpahan doa dan kasih sayang yang tak ternilai selama ini. (Alm) Ayahanda tersayang yang semasa hidupnya selalu memberikan dukungan serta motivasi yang tak terhingga dan memberikan rasa rindu yang mendalam. Serta Adik-adikku terkasih yang memberikan suasana selalu ceria. To my best friend’s Nomi, Mey, Etsa terima kasih atas bantuan, dukungan, hiburan, nasihat dan semangat yang kalian berikan selama ini. My friend’s PKL Tawangmangu gel. 1 Anyak, Mbak Neni, Mak Pet, Kak Pungkas, Faiq, Pia, Mey, Jasa, Enda, Roby, & Aslam, terima kasih walaupun hanya sebulan PKL telah memberikan suasana yang lebih berwarna. All of member’s AKAFARMA 2012 teman senasib dan seperjuangan selama 3 tahun dari ospek hingga wisuda, terima kasih atas canda tawa semasa di bangku kuliah. Untuk dosen pembimbingku Bu Wigang, terima kasih atas bimbingannya yang selalu sabar dalam setiap revisianku.
“Dengan adanya perpisahan maka akan ada kenangan yang tersimpan saat kita bersama dulu”
ABSTRAK
Putri, Nurdiana Khamardi. 2015. Mutu Fisik Sediaan Lipstik Pewarna Alami Ekstrak Kulit Buah Naga Merah (Hylocereus costaricensis). Karya Tulis Ilmiah. Akademi Analis Farmasi dan Makanan Putra Indonesia Malang. Pembimbing: Dra. Wigang Solandjari. Kata Kunci
: ekstrak kulit buah naga merah, lipstik, mutu fisik.
Kulit buah naga merah yang seringkali hanya dianggap sebagai sampah mengandung zat warna alami antosianin cukup tinggi yang dapat digunakan sebagai antioksidan. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui mutu fisik sediaan lipstik dengan pewarna alami ekstrak kulit buah naga merah (Hylocereus costaricensis). Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Farmasetika, Farmakognosi dan Mikrobiologi Akademi Analis Farmasi dan Makanan Putra Indonesia Malang. Penelitian ini menggunakan 3 macam formulasi yaitu formula 1 dengan konsentrasi esktrak 25 %, formula 2 dengan konsentrasi ekstrak 30 %, dan formula 3 dengan konsentrasi ekstrak 35%. Hasil penelitian menunjukkan bahwa dari hasil uji organoleptis, homogenitas, daya sebar, dan kadar air telah memenuhi standar mutu fisik lipstik, sedangkan pada uji daya lekat formula 1 dan 2 tidak melekat lebih dari 60 detik, dan formula 1,2 dan 3 memiliki nilai pH yang tidak sesuai dengan standar sediaan lipstik. Kesimpulan dari penelitian ini sediaan lipstik dengan pewarna ekstrak kulit buah naga merah memiliki mutu fisik yang kurang baik.
i
KATA PENGANTAR Puji syukur ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa yang telah melimpahkan rahmat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan Karya Tulis Ilmiah yang berjudul “Mutu Fisik Sediaan Lipstik Pewarna Alami Ekstrak Kulit Buah Naga Merah (Hylocereus costaricensis)” ini tepat pada waktunya. Tujuan penulisan karya tulis ilmiah ini sebagai persyaratan untuk menyelesaikan program D-3 di Akademi Analis Farmasi dan Makanan Putra Indonesia Malang. Sehubungan
dengan
terselesaikannya
karya
tulis
ilmiah
ini,
saya
mengucapkan terima kasih kepada pihak-pihak sebagai berikut. 1. Ibu Dra. Wigang Solandjari selaku Direktur Akademi Analis Farmasi dan Makanan Putra Indonesia Malang. 2. Ibu Dra. Wigang Solandjari selaku dosen pembimbing. 3. Bapak Fandi Satria, S.Farm., Apt selaku dosen penguji II. 4. Bapak Tri Danang, S.Farm., Apt selaku dosen penguji III. 5. Bapak dan Ibu Dosen Akademi Analis Farmasi dan Makanan Putra Indonesia Malang beserta staf. 6. Kedua orang tua tercinta yang telah memberikan dorongan secara spiritual materil serta restunya dalam menuntut ilmu. 7. Rekan-rekan mahasiswa dan semua pihak yang langsung maupun tidak langsung yang telah memberikan bimbingan, bantuan, serta arahan kepada penulis. Penulis menyadari bahwa Karya Tulis Ilmiah ini masih mempunyai beberapa kekurangan. Oleh karena itu, saran-saran akan sangat diharapkan. Semoga Karya Tulis Ilmiah ini bermanfaat. Malang, Juli 2015
Penulis
ii
DAFTAR ISI
ABSTRAK ............................................................................................................. i KATA PENGANTAR ........................................................................................... ii DAFTAR ISI .......................................................................................................... iii DAFTAR TABEL .................................................................................................. v DAFTAR GAMBAR ............................................................................................. vi DAFTAR LAMPIRAN .......................................................................................... vii BAB I PENDAHULUAN ..................................................................................... 1 1.1 Latar Belakang ................................................................................................. 1 1.2 Rumusan Masalah ............................................................................................ 4 1.3 Tujuan Penelitian ............................................................................................. 4 1.4 Manfaat Penelitian ........................................................................................... 4 1.5 Asumsi Penelitian ............................................................................................. 5 1.6 Ruang Lingkup dan Keterbatasan Penelitian ................................................... 5 1.7 Definisi Istilah .................................................................................................. 6 BAB II TINJAUAN PUSTAKA .......................................................................... 7 2.1 Tinjauan Tentang Tanaman Buah Naga ........................................................... 7 2.2 Tinjauan Tentang Ekstraksi .............................................................................. 18 2.3 Tinjauan Tentang Kosmetik ............................................................................. 20 2.4 Tinjauan Tentang Pewarna Bibir (Lipstik) ...................................................... 21 2.5 Uji Mutu Fisik Sediaan Lipstik ........................................................................ 29 2.6 Kerangka Konsep .............................................................................................. 32
iii
BAB III METODE PENELITIAN ..................................................................... 35 3.1 Rancangan Penelitian ....................................................................................... 35 3.2 Populasi dan Sampel ........................................................................................ 36 3.3 Lokasi dan Waktu Penelitian ........................................................................... 36 3.4 Definisi Operasional Variabel .......................................................................... 36 3.5 Instrumen Penelitian ......................................................................................... 38 3.6 Pengumpulan Data ........................................................................................... 38 3.7 Analisa Data ..................................................................................................... 43 BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN .................................... 44 4.1 Hasil Determinasi Buah Naga Merah .............................................................. 44 4.2 Hasil Ekstraksi Kulit Buah Naga Merah .......................................................... 44 4.3 Hasil Uji Mutu Fisik Sediaan Lipstik ............................................................... 46 BAB V PENUTUP ................................................................................................ 53 5.1 Kesimpulan ...................................................................................................... 53 5.2 Saran ................................................................................................................. 53 DAFTAR RUJUKAN ............................................................................................ 54 LAMPIRAN-LAMPIRAN ..................................................................................... 56
iv
DAFTAR TABEL
Tabel 2.1 Kandungan Nutrisi Buah Naga .............................................................. 13 Tabel 3.1 Definisi Operasional Variabel ................................................................ 37 Tabel 3.2 Formulasi Sediaan Lipstik ..................................................................... 40 Tabel 4.1 Hasil Uji Warna Ekstrak Kulit Buah Naga ............................................ 45 Tabel 4.2 Hasil Pengamatan Nilai Rf Uji KLT Ekstrak Kulit Buah Naga ............ 45 Tabel 4.3 Hasil Pengamatan Uji Organoleptis ....................................................... 47 Tabel 4.4 Hasil Pengamatan Uji Homogenitas ...................................................... 48 Tabel 4.5 Hasil Pengamatan Uji Daya Sebar .......................................................... 49 Tabel 4.6 Hasil Pengamatan Uji Daya Lekat ......................................................... 50 Tabel 4.7 Hasil Pengamatan Uji pH ....................................................................... 50 Tabel 4.8 Hasil Pengamatan Uji Kadar Air ............................................................ 51
v
DAFTAR GAMBAR
Gambar 2.1 Buah Naga Merah ............................................................................... 8 Gambar 2.2 Akar Buah Naga ................................................................................. 9 Gambar 2.3 Batang Buah Naga .............................................................................. 10 Gambar 2.4 Bunga Buah Naga ............................................................................... 11 Gambar 2.5 Buah dan Biji Buah Naga ................................................................... 12 Gambar 2.6 Struktur Kimia Flavonoid ................................................................... 13 Gambar 2.7 Struktur Kimia Antosianin ................................................................. 14 Gambar 2.8 Skema Kerangka Konsep ................................................................... 32
vi
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1. Penimbangan Formulasi Sediaan Lipstik .......................................... 56 Lampiran 2. Surat Determinasi Buah Naga Merah ................................................ 57 Lampiran 3. Proses Ekstraksi Kulit Buah Naga Merah ......................................... 58 Lampiran 4. Uji Warna dan Uji KLT ..................................................................... 59 Lampiran 5. Uji Mutu Fisik Sediaan Lipstik ......................................................... 60 Lampiran 6. Perhitungan Bahan untuk Pembuatan Sediaan Lipstik ...................... 61 Lampiran 7. Perhitungan Kadar Air ....................................................................... 63
vii
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Produk kecantikan atau lebih dikenal dengan produk kosmetik merupakan suatu produk yang sangat digemari oleh kalangan wanita, karena ingin terlihat menarik dan indah jika dipandang oleh orang lain. Penampilan adalah hal yang dianggap penting dilakukan bagi setiap wanita, maka dari itu berkembanglah beraneka ragam produk kecantikan atau kosmetik yang dibutuhkan agar penampilan seorang wanita terlihat sempurna, salah satunya yaitu lipstik. Lipstik merupakan salah satu produk kosmetik yang banyak digunakan oleh para wanita. Lipstik atau pewarna bibir adalah produk kosmetik yang digunakan untuk mewarnai bibir dengan sentuhan artistik sehingga dapat meningkatkan estetika dalam tata rias wajah, tetapi tidak boleh menyebabkan iritasi pada bibir (Wasitaatmadja, 1997). Lipstik digunakan untuk melembabkan bibir, karena bibir merupakan kulit yang paling sensitif terhadap cuaca panas dan dingin, sehingga bibir mudah kering dan pecah-pecah. Warna pada lipstik dapat bermacam-macam di antaranya yaitu merah, merah jingga, merah muda, biru, ungu, dan sebagainya. Pewarna pada lipstik dibuat dari bahan sintetis kimia yang di izinkan oleh Menkes. Penggunaan pewarna sintetis pada lipstik dapat digantikan dengan pewarna alami yang tidak memberikan efek merugikan bagi kesehatan.
1
2
Zat warna alami menurut asalnya berasal dari hasil ekstrak tanaman atau hewan (Winarti dkk, 2008). Penggunaan pewarna alami tidak memberikan efek merugikan bagi kesehatan sehingga dapat dijadikan sebagai pewarna pada lipstik yang baik dan aman. Pewarna alami yang dapat dijadikan sebagai alternatif pewarna makanan misalnya kunyit untuk warna kuning dan daun suji untuk warna hijau. Pigmen lain yang dapat digunakan sebagai pewarna alami dari ekstrak buah-buahan adalah antosianin dari kulit buah naga merah. Buah naga merupakan buah pendatang yang banyak digemari oleh masyarakat karena memiliki khasiat dan manfaat serta nilai gizi cukup tinggi. Bagian dari buah naga 30-35% merupakan kulit buah (Handayani & Rahmawati, 2012). Dipilihnya kulit buah naga merah dalam penelitian ini karena kulit buah naga merah mengandung zat warna alami antosianin cukup tinggi dan seringkali hanya dibuang sebagai sampah, sehingga dapat dimanfaatkan kembali untuk diambil pigmen antosianinnya. Selain itu, ekstrak kulit buah naga merah dibuat dalam bentuk sediaan lipstik untuk bisa bertahan lebih lama, karena ekstrak kulit buah naga merah jika dibiarkan begitu saja, mikroorganisme akan cepat tumbuh dan dapat menimbulkan kerusakan, sehingga perlu dikemas dalam bentuk sediaan. Antosianin pada kulit buah naga merah tidak hanya dapat dijadikan sebagai pewarna alami saja, akan tetapi antosianin kulit buah naga merah memiliki manfaat sebagai antioksidan pada lipstik. Antosianin memiliki efek sebagai antioksidan yang baik karena menurut sebuah penelitian di Universitas Michigan Amerika menunjukkan bahwa antosianin dapat menghancurkan radikal bebas (Winarno, 1997 dalam Hidayah, 2013). Antioksidan dalam antosianin berfungsi untuk mencegah
3
terjadinya oksidasi dari beberapa bahan pada penyimpanan yang lama (Sinurat, 2013). Antosianin merupakan senyawa flavonoid yang dapat melindungi sel dari sinar ultraviolet. Antosianin adalah kelompok pigmen yang berwarna merah sampai biru yang tersebar dalam tanaman (Handayani & Rahmawati, 2012). Antosianin adalah zat warna yang berperan memberikan warna merah berpotensi menjadi pewarna alami untuk pangan ataupun untuk kosmetik, dan dapat dijadikan sebagai pewarna lipstik pengganti pewarna sintetis yang lebih aman bagi kesehatan. Untuk mendapatkan antosianin dari kulit buah naga merah, maka perlu dilakukan proses ekstraksi. Proses ekstraksi antosianin dalam kulit buah naga merah dengan metode maserasi menggunakan pelarut aquades dan asam sitrat. Antosianin adalah pigmen yang sifatnya polar dan akan larut dengan baik dalam pelarut-pelarut polar. Antosianin mempunyai struktur dengan cincin aromatik yang berisi substituen komponen polar dan residu glikosil sehingga menghasilkan molekul polar (Wahyuningsih, 2013). Keadaannya yang polar, antosianin lebih mudah larut dalam polar dibanding dalam pelarut non polar. Sedangkan kondisi asam akan meyebabkan semakin banyaknya pigmen antosianin yang terekstrak (Simanjuntak, Sinaga, & Fatimah, 2014). Berdasarkan uraian di atas, maka dilakukan penelitian tentang penggunaan pewarna alami dari kulit buah naga merah (Hylocereus costaricensis) dalam sediaan lipstik sebagai pengganti pewarna sintetis, serta dilanjutkan dengan uji mutu fisik pada sediaan lipstik.
4
1.2 Rumusan Masalah Adapun rumusan masalah dalam penelitian ini adalah sebagai berikut : Bagaimanakah mutu fisik sediaan lipstik dengan pewarna ekstrak kulit buah naga merah (Hylocereus costaricensis) ?
1.3 Tujuan Penelitian Adapun tujuan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut : Mengetahui mutu fisik sediaan lipstik dengan pewarna ekstrak kulit buah naga merah (Hylocereus costaricensis).
1.4 Manfaat Penelitian Manfaat dari penelitian ini adalah sebagai berikut : 1.4.1 Bagi peneliti 1. Menambah ilmu pengetahuan tentang manfaat tanaman buah naga merah. 2. Mendapatkan wawasan lebih banyak dan mendapatkan pengalaman belajar dalam melakukan penelitian. 1.4.2 Bagi Institusi Menambah kajian tentang pemanfaatan kulit buah naga merah sebagai sediaan lipstik dan dapat memberikan inspirasi serta sebagai referensi untuk penelitian selanjutnya sehingga dapat menghasilkan produk yang lebih berkualitas.
5
1.4.3 Bagi masyarakat Memberikan informasi kepada masyarakat tentang daya guna dari kulit buah naga merah (Hylocereus costaricensis) sebagai pewarna alami yang aman digunakan.
1.5 Asumsi Penelitian Asumsi dalam penelitian ini adalah sebagai berikut : 1. Kulit buah naga merah (Hylocereus costaricensis) mengandung pigmen antosianin yang dapat digunakan sebagai pewarna alami. 2. Metode ekstraksi maserasi dengan pelarut perbandingan pelarut aquades dan asam sitrat dapat digunakan untuk mengekstraksi antosianin dari kulit buah naga merah (Hylocereus costaricensis).
1.6 Ruang Lingkup dan Keterbatasan Penelitian 1.6.1 Ruang lingkup dari penelitian ini meliputi: Persiapan dan determinasi tanaman, ekstraksi kulit buah naga merah, antosianin dalam kulit buah naga merah (Hylocareus costaricensis) sebagai pewarna alami lipstik, formulasi dan pembuatan lipstik, dan pengujian mutu fisik sediaan lipstik. 1.6.2 Keterbatasan masalah dalam penelitian ini yaitu : Ekstrak antosianin tidak diuji secara kuantitatif karena tidak memperhatikan banyaknya antosianin yang digunakan pada sediaan lipstik.
6
1.7 Definisi Istilah 1. Lipstik adalah sediaan kosmetik yang digunakan untuk mewarnai bibir dengan sentuhan artistik sehingga dapat meningkatkan estetika dalam tata rias wajah. 2. Kulit buah naga adalah limbah hasil pertanian yang mengandung zat warna alami antosianin cukup tinggi. 3. Ekstrak adalah sediaan kental yang diperoleh dengan mengekstraksi senyawa aktif dari tanaman atau bagian tanaman, simplisia nabati atau simplisia hewani dengan menggunakan pelarut yang sesuai. 4. Antosianin adalah kelompok pigmen yang berwarna merah sampai biru yang tersebar dalam tanaman. 5. Mutu fisik adalah standart yang digunakan untuk melihat baik tidaknya sediaan dari segi fisika yang berhubungan dengan pemakaian serta penyimpanan.
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Tinjauan Tentang Tanaman Buah Naga 2.1.1 Klasifikasi Buah Naga Buah naga, termasuk jenis super red, merupakan kelompok tanaman kaktus atau family cactaceae (subfamily Hylocereanae). Buah ini termasuk genus Hylocereus yang terdiri dari beberapa spesies, di antarnya adalah buah naga yang biasa dibudidayakan dan bernilai komersial tinggi. Secara lengkap, klasifikasi buah naga disajikan sebagai berikut: Divisi
: Spermatophyta (tumbuhan berbiji)
Subdivisi
: Angiospermae (berbiji tertutup)
Kelas
: Dicotyledonae (berkeping dua)
Ordo
: Cactales
Family
: Cactaceae
Subfamily
: Hylocerenae
Genus
: Hylocereus
Spesies
: Hylocereus costaricencis (Hardjadinata, 2010).
7
8
2.1.2 Morfologi Tanaman Buah Naga Tanaman buah naga termasuk tanaman tidak lengkap karena tidak memiliki daun. Untuk beradaptasi dengan lingkungan gurun, tanaman buah naga memiliki duri di sepanjang batang dan cabangnya guna mengurangi penguapan. Tanaman buah naga merupakan tanaman memanjat dan bersifat epifit. Di habitat aslinya, tanaman ini memanjat tanaman lain untuk tumbuh. Meskipun akarnya yang di dalam tanah dicabut, tanaman buah naga masih bisa bertahan hidup karena terdapat akar yang tumbuh di batang. Akar aerial (akar udara) tersebut mampu menyerap cadangan makanan dari udara (Hardjadinata, 2010). Untuk mengenal lebih jauh mengenai sosok tanaman ini, berikut diulas morfologinya yang terdiri dari akar, batang dan cabang, bunga, buah, serta biji.
Gambar 2.1 Buah Naga Merah
1. Akar Perakaran buah naga besifat epifit, yaitu merambat dan menempel pada batang lain. Perakaran tanaman buah naga sangat tahan dengan kekeringan dan tidak tahan genangan yang cukup lama. Kalaupun tanaman ini dicabut dari tanah, ia masih
9
hidup sebagai tanaman epifit karena menyerap air dan mineral melalui akar udara yang ada pada batangnya. Perakaran tanaman buah naga tidak terlalu panjang dan terbentuk akar cabang. Dari akar cabang tumbuh akar rambut yang sangat kecil, lembut, dan banyak.
Gambar 2.2 Akar Buah Naga
2. Batang dan cabang Batang tanaman buah naga mengandung air dalam bentuk lendir dan berlapiskan lilin bila sudah dewasa. Warnanya hijau kebiru-biruan atau ungu. Batang tersebut berukuran panjang dan bentuknya siku atau segitiga. Dengan bentuknya tersebut maka tanaman ini dikatakan aneh sehingga tidak jarang dijadikan tanaman hias. Dari batang ini tumbuh banyak cabang yang bentuk dan warnanya sama dengan batang. Batang dan cabang ini juga berfungsi sebagai daun dalam proses asimilasi. Itulah sebabnya batang dan cabangnya berwarna hijau. Batang dan cabang mengandung cambium yang berfungsi untuk pertumbuhan tanaman.
10
Dari batang dan cabang tumbuh duri-duri yang keras, tetapi sangat pendek sehingga tidak mencolok. Biasanya jumlah duri di setiap titik tumbuh pada batang sekitar 4-5 buah. Letak duri terebut pada tepi siku-siku batang maupun cabang. oleh karena sangat pendek maka tanaman ini dianggap sebagai kaktus tidak berduri.
Gambar 2.3 Batang Buah Naga
3. Bunga Kuncup bunga yang sudah berukuran panjang sekitar 30 cm akan mulai mekar pada sore hari. Ini terjadi karena pada siang hari kuncup bunga dirangsang untuk mekar oleh sinar matahari dan perubahan suhu yang agak tajam antara siang dan malam hari. Mekarnya bunga dimulai dari mahkota bunga bagian luar yang berwarna krem, yaitu sekitar pukul 09.00 dan disusul dengan mekarnya mahkota bunga bagian dalam. Warna mahkota bunga bagian dalam putih dan bersih. Setelah mekar, bunganya berbentuk corong yang di dalamya tampak sejumlah benang sari berwarna kuning. Bunga ini mekar penuh pada sekitar tengah malam. Itulah sebabnya tanaman ini dijuluki sebagai night blooming cereus. Pada saat mulai mekar penuh, bunganya
11
menyebarkan bau yang harum sehingga mengundang kelelawar untuk hinggap dan menyerbukkan bunganya.
Gambar 2.4 Bunga Buah Naga
4. Buah Buah berbentuk bulat panjang serta berdaging warna merah dan sangat tebal. Letak buah pada umumnya mendekati ujung cabang atau batang. Pada cabang atau batang dapat tumbuh buah lebih dari satu, terkadang bersamaan atau berhimpitan. Bentuk buah bulat lonjong. Ketebalan kulit buah 2-3 cm. permukaan kulit buah terdapat jumbai atau jambul berukuran 1-2 cm. 5. Biji Biji berbentuk bulat berukuran kecil dengan warna hitam. Kulit biji sangat tipis, tetapi sangat keras. Biji ini dapat digunakan untuk pebanyakan tanaman secara generatif. Biji merupakan organ perkembangbiakan, tetapi jarang digunakan. Umumnya biji hanya digunakan di kalangan peneliti dalam upaya mencari varietas baru karena
12
dibutuhkan waktu relatif lama untuk mendapat tanaman berproduksi. Setiap buah terdapat 1.200-2.300 biji (Kristanto, 2008).
Gambar 2.5 Buah dan Biji Buah Naga
Jenis buah naga yang telah dibudidayakan yaitu buah naga berdaging putih (Hylocereus undatus), buah naga berdaging merah (H. costaricensis), dan buah naga berkulit kuning dengan daging putih (Selenicereus megalanthus). 2.1.3 Khasiat Tanaman Buah Naga Buah naga memiliki khasiat untuk kesehatan manusia, di antaranya ialah sebagai penyeimbang kadar gula darah, pencegah kanker usus, pelindung kesehatan mulut, serta pengurang kolesterol, pencegah pendarahan, dan obat keluhan keputihan. Adanya khasiat-khasiat tersebut disebabkan oleh kandungan nutrisi dalam buahnya yang sangat mendukung kesehatan tubuh manusia (Kristanto, 2008). Manfaat buah naga sebagai antikanker dan antioksidan, menyembuhkan rematik dan asam urat, menyeimbangkan kadar gula darah, mengontrol kadar kolesterol darah, meningkatkan kesehatan mata, dan melancarkan pencernaan dan mencegah konstipasi (Wirakusumah, 2007).
13
2.1.4 Kandungan Buah Naga 2.1.4.1 Kandungan Zat Gizi dan Fitonutrien 1. Provitamin A (karotenoid), vitamin C, dan vitamin E. 2. Mineral besi, kalsium, fosfor, dan potasium/kalium (Wirakusumah, 2007). 2.1.4.2 Kandungan Nutrisi Buah Naga Tabel 2.1 Kandungan Nutrisi Buah Naga
Nutrisi Kadar gula Air Karbohidrat Asam Protein Kalsium Fosfor Magnesium Vitamin C (Kristanto, 2008)
Kandungan 13-18 briks 90,20% 11,5 g 0,139 g 0,53 g 134,5 mg 8,7 mg 60,4 mg 9,4 mg
2.1.4.3 Kandungan Kulit Buah Naga Kulit buah naga merah mengandung senyawa aktif diantaranya alkaloid, terpenoid, flavonoid, tiamin, niasin, piridoksin, kobalamin, fenolik, karoten, dan fitoalbumin (Fajriani, 2013). 2.1.4.3.1 Flavonoid Flavonoid adalah senyawa yang terdiri dari C6 – C3 – C6
Gambar 2.6 Struktur Kimia Flavonoid
Flavonoid umumnya terdapat pada tumbuhan sebagai glikosida. Gugusan gula bersenyawa pada satu atau lebih grup hidroksil fenolik. Gugus hidroksil selalu
14
terdapat pada karbon no.5 dan no.7 cincin A. Pada cincin B gugusan hidroksil atau alkoksil terdapat pada karbon no.3 dan no.4. Flavonoid terdapat pada seluruh bagian tanaman, termasuk pada buah, tepung sari, dan akar. Kegunaan flavonoid bagi tumbuhan yaitu untuk menarik serangga, yang membantu proses penyerbukan dan untuk menarik perhatian binatang yang membantu penyebaran biji. Sedangkan kegunaan flavonoid bagi manusia yakni dosis kecil, flavon bekerja sebagai pada jantung, hesperidin mempengaruhi pembuluh darah kapiler dan flavon terhidroksilasi bekerja sebagai diuretik dan sebagai antioksidan pada lemak (Sirait, 2007). 1. Antosianin
Gambar 2.7 Struktur Kimia Antosianin
Tak terhitung banyaknya warna biru, lembayung, violet dan semua warna yang mendekati warna merah yang terdapat pada sel getah bunga, buah, dan batang tanaman yang berasal dari pigmen antosianin dalam keadaan terlarut. Pigmen yang terbebas dari gula disebut antosianidin. Struktur umum dari antosianidin adalah ion flavilium (2-fenil-benzopirilum) (Sirait, 2007). Antosianin adalah pigmen daun bunga merah sampai biru yang biasa (meskipun apigenin kuning), banyaknya sampai 30% bobot kering dalam beberapa
15
bunga. Antosianin terdapat juga dalam bagian lain tumbuhan tinggi dan diseluruh dunia tumbuhan selain fungus. Tidak seperti golongan flavonoid yang lain, tampaknya antosianin selalu terdapat sebagai glikosida kecuali sesepora aglikon antosianin. Hidrolisis dapat terjadi selama autolisis jaringan tumbuhan atau pada saat isolasi pigmen, sehingga antosianidin ditemukan sebagai senyawa jadian. Pada pH yang lebih rendah dari 2 antosianidin berada sebagai kation (ion flavium); tetapi pada pH sel vakuola yang sedikit asam, bentuk kuinonoid lain dapat terjadi juga. Salah satu dari kemungkinan reaksi yang terjadi pada pH lebih tinggi ditunjukkan dibawah; tetapi tergantung pada pola hidrolisis, banyak kemungkinan lain dapat terjadi (Robinson, 1995). 2. Sifat kimia dan fisika antosianin Sifat fisika dan kimia dari antosianin dilihat dari kelarutan antosianin dalam pelarut polar seperti metanol, aseton, atau kloroform, terlebih sering dengan air dan diasamkan dengan asam klorida, asam sitrat atau asam format. Antosianin stabil pada pH 3,5 dan suhu 50oC, mempunyai berat molekul 207,08 g/mol dan rumus molekul C15H11O. 3. Fungsi antosianin Antosianin memiliki banyak fungsi, yang paling utama fungsi dari antosianin adalah sebagai pemberi warna pada tumbuhan dan paling banyak tersebar luas dalam tumbuhan (Harborner, 1987 dalam Aini, 2013). Sedangkan fungsi lain dari antosianin yaitu sebagai antioksidan alami yang dapat mencegah penyakit kanker, jantung, tekanan darah tinggi, katarak, dan bahkan dapat menghaluskan kulit. (Anitasari, 2012 dalam Aini, 2013).
16
Antosianin diyakini mempunyai efek antioksidan yang sangat baik. Sebuah penelitian yang dilakukan di Universitas Michigan Amerika menunjukkan bahwa antosianin dapat menghancurkan radikal bebas, lebih efektif daripada vitamin E yang selama ini telah dikenal sebagai antioksidan kuat (Winarno,1997 dalam Hidayah, 2013). Penelitian lain di Amerika Serikat membuktikan bahwa antosianin merupakan antioksidan paling kuat diantara kelas flavonoid lainnya. Kandungan antosianin diyakini dapat menghambat berbagai radikal bebas seperti radikal superoksida dan hydrogen peroksida. Antosianin dan berbagai bentuk turunannya dapat menghambat berbagai reaksi oksidasi dengan berbagai mekanisme (Hidayah, 2013). 4. Antioksidan Antioksidan merupakan senyawa pemberi elektron atau reduktan. Antioksidan mampu mengaktivasi reaksi oksidasi dengan cara mencegah terbentuknya radikal bebas. Antioksidan juga merupakan senyawa yang dapat menghambat reaksi oksidasi, dengan mengikat radikal bebas dan molekul yang sangat reaktif sehingga dapat menghambat kerusakan sel (Sari, 2013). 5. Radikal bebas Radikal bebas adalah molekul oksigen yang dalam interaksinya dengan molekul lain kehilangan sebuah elektron di lingkaran terluar orbitnya, sehingga jumlah elektronnya ganjil. Karena jumlah elektronnya ganjil, molekul ini tidak stabil dan selalu berusaha mencari pasangan elektron baru, dengan cara mengambil elektron molekul lain yang berdekatan. Sifat keberadaan radikal bebas memang singkat, sebab
17
dengan singkat pula radikal bebas akan berhasil mendapatkan elektron penggenapnya (Kumalaningsih, 2006 dalam Sari, 2013). 6. Pelarut yang digunakan untuk ekstraksi antosianin Pelarut yang sering digunakan untuk mengekstrak antosianin adalah alkohol, aseton, atau dengan air yang dikombinasikan dengan asam seperti asam klorida, asam asetat, dan asam sitrat. Antosianin lebih stabil dalam larutan asam dibanding larutan alkali (Wahyuningsih, 2013). 7. Uji kualititif antosianin Pengujian antosianin secara kualitatif dapat dilakukan dengan menggunakan beberapa metode berikut ini, antara lain: a. Uji warna Dilakukan dengan cara ekstrak dari tumbuhan yang ada ditambahkan HCl 2M dipanaskan pada suhu 100 ˚C selama 5 menit. Hasil positif bila timbul warna merah. Kemudian ditambahkan NaOH 2M tetes demi tetes sambil diamati perubahan warna yang terjadi. Hasil positif bila timbul warna hijau biru yang memudar berlahan-lahan (Harborne, 1987 dalam Aini, 2013). b. Uji Kromatografi Lapis Tipis (KLT) Antosianin dapat diidentifikasi dengan menggunakan KLT yang dapat berupa aluminium oksida, kalsium hidroksida, magnesium fosfat, poliamida, sephadex, selulosa, silika gel, dan campuran dua bahan di atas atau lebih.
18
Pada pengujian KLT ini, menggunakan fase gerak yang berbeda, yaitu HCl 1% dan BAA (butanol:asam asetat:air) dengan perbandingan 4:1:5 dan dihitung nilai Rf. Nilai Rf antosianin dalam fase gerak HCl 1% dan dalam fase gerak BAA adalah adalah rendah sampai pertengahan yaitu 0,10 – 0,40 (Harborne, 1987 dalam Aini, 2013). c. Identifikasi antosianin dengan cara pengamatan λ maksimal dan pola spectrum Identifikasi ini dilakukan dengan cara menggunakan KLT preparative, yaitu ekstrak tumbuhan yang telah didapat diletakkan atau ditotolkan dalam fase diam silika gel GF254, dengan menggunakan fase gerak BAA (4:1:5). Setelah itu bercak yang terbentuk dari KLT preparatif dikerok, kemudian dilarutkan dengan metanol HCl 1% dan diamati spektrumnya pada panjang gelombang maksimal pada rentang 505nm–535nm (Harborne, 1987 dalam Aini, 2013).
2.2 Tinjauan Tentang Ekstraksi Ekstraksi adalah kegiatan penarikan kandungan kimia yang dapat larut sehingga terpisah dari bahan yang tidak dapat larut dengan menggunakan pelarut tertentu (Depkes RI, 2000). Proses ekstraksi akan menghasilkan ekstrak, merupakan sediaan kental yang diperoleh dengan mengekstraksi senyawa aktif dari simplisia menggunakan pelarut yang sesuai, kemudian semua atau hampir semua pelarut diuapkan.
19
2.2.1 Maserasi Maserasi merupakan cara penyarian yang sederhana. Maserasi dilakukan dengan cara merendam serbuk simplisia dalam cairan penyari. Cairan penyari akan menembus dinding sel dan masuk ke dalam rongga sel yang mengandung zat aktif, zat aktif akan larut karena adanya perbedaan konsentrasi antara larutan zat aktif di dalam sel dengan yang di luar sel, maka larutan yang terpekat didesak ke luar. Peristiwa tersebut berulang sehingga terjadi keseimbangan konsentrasi antara larutan diluar sel dan di dalam sel (Depkes RI, 1986). Maserasi digunakan untuk penyarian simplisia yang mengandung zat aktif yang mudah larut dalam cairan penyari, tidak mengandung zat yang mudah mengembang dalam cairan penyari, tidak mengandung benzoin, stirak dan lain-lain. Cairan penyari yang digunakan dapat berupa air, etanol, air etanol atau pelarut lain. Bila cairan penyari digunakan air maka untuk mencegah timbulnya kapang, dapat ditambahkan bahan pengawet, yang diberikan pada awal penyarian (Depkes RI, 1986). Keuntungan cara penyarian dengan maserasi adalah cara pengerjaan dan peralatan yang digunakan sederhana dan mudah diusahakan. Kerugian cara maserasi adalah pengerjaannya lama dan penyaringannya kurang sempurna. Maserasi pada umumnya dilakukan dengan cara: 10 bagian simpisia dengan derajat halus yang cocok dimasukkan ke dalam bejana,kemudian dituangi dengan 75 bagian cairan penyari, ditutup dan dibiarkan selama lima hari sari diserkai, ampas diperas. Ampas ditambah cairan penyari secukupnya diaduk dan diserkai, sehingga diperoleh seluruh
20
sari sebanyak 100 bagian. Bejana ditutup, dibiarkan ditempat sejuk, terlindung dari cahaya, selama dua hari. Kemudian endapan dipisahkan (Depkes RI, 1986). Pada penyarian dengan cara maserasi, perlu dilakukan pengadukan. Pengadukan diperlukan untuk meratakan konsentrasi larutan diluar butir serbuk simplisia, sehingga dengan pengadukan tersebut tetap terjaga adanya derajat perbedaan konsentrasi yang sekecil-kecilnya antara larutan didalam sel dengan larutan diluar sel. Hasil penyarian dengan cara maserasi perlu dibiarkan selama waktu tertentu. Waktu tersebut diperlukan untuk mengendapkan zat-zat yang tidak diperlukan tetapi ikut terlarut dalam cairan penyari seperti malam dan lain-lain.
2.3 Tinjauan Tentang Kosmetik 2.3.1 Pengertian Kosmetik Menurut Peraturan Menteri Kesehatan RI No. 445/MenKes/Pemenkes/1998 kosmetik adalah sediaan atau paduan bahan yang siap untuk digunakan pada bagian luar badan (epidermis, rambut, kuku, bibir, dan organ kelamin bagian luar), gigi, dan rongga mulut untuk membersihkan, menambah daya tarik, mengubah penampakan, melindungi supaya tetap dalam keadaan baik, memperbaiki bau badan tetapi tidak dimaksudkan untuk mengobati
atau menyembuhkan suatu penyakit (Tranggono,
2007). Menurut Peraturan Menteri Kesehatan RI No. 220/MenKes/Per/X/76 kosmetik adalah dituangkan,
bahan atau campuran bahan untuk digosokkan, dilekatkan,
dipercikkan, atau
disemprotkan
pada,
dimasukkan
ke
dalam,
dipergunakan pada bahan atau bagian badan manusia dengan maksud untuk
21
membersihkan, memelihara, menambah daya tarik atau mengubah rupa, dan tidak termasuk golongan obat (Wasitaatmadja, 1997).
2.4 Tinjauan Tentang Pewarna Bibir (Lipstik) 2.4.1 Pengertian Pewarna Bibir (Lipstik) Lipstik adalah make-up bibir yang anatomis dan fisiologisnya agak berbeda dari kulit bagian badan lainnya. Misalnya, stratum corneum-nya sangat tipis dan dermisnya tidak mengandung kelenjar keringat maupun kelenjar minyak, sehingga bibir mudah kering dan pecah-pecah terutama jika dalam udara yang dingin dan kering. Hanya air liur yang merupakan pembasah alami untuk bibir (Tranggono, 2007). Menurut Depkes RI pewarna bibir adalah sediaan kosmetik yang digunakan untuk mewarnai bibir dengan sentuhan artistik sehingga dapat meningkatkan estetika dalam tata rias wajah. Sediaan pewarna bibir terdapat dalam berbagai bentuk, seperti cairan, krayon, dan krim. Pewarna bibir hakekat fungsinya adalah untuk memberikan warna bibir menjadi merah, semerah delima merekah, yang dianggap akan memberikan ekspresi wajah sehat dan nan menarik. Tetapi kenyataan kemudian warna lampion dengan corak warna sangat tua mulai digemari orang, sehingga corak warna cat bibir bervariasi mulai dari warna kemudaan hingga warna sangat tua dengan corak warna dari merah jambu, merah jingga, hingga merah biru, bahkan ungu. Lipstik adalah pewarna bibir yang dikemas dalam bentuk batang padat (roll up) yang dibentuk dari minyak, lilin dan lemak (Wasitaatmadja, 1997).
22
2.4.2 Macam-Macam Pewarna Bibir Ada beberapa macam kosmetika rias bibir, yaitu : 1. Lipstik dan lip crayon 2. Krim bibir (lip cream) dan pengkilap bibir (lip gloss) 3. Penggaris bibir (lip liner) dan lip sealers (Wasitaatmadja, 1997). 2.4.3 Persyaratan untuk Pewarna Bibir Persyaratan untuk lipstik yang dituntut oleh masyarakat, antara lain : 1. Melapisi bibir secara mencukupi. 2. Dapat bertahan di bibir selama mungkin. 3. Cukup melekat pada bibir, tetapi tidak sampai lengket. 4. Tidak megiritasi atau menimbulkan alergi pada bibir. 5. Melembabkan bibir dan tidak mengeringkannya. 6. Memberikan warna yang merata pada bibir. 7. Penampilannya harus menarik, baik warna maupun bentuknya. 8. Tidak meneteskannya minyak, permukaannya mulus, tidak bopeng atau berbintikbintik, atau memperlihatkan hal-hal lain yang tidak menarik (Tranggono, 2007). 2.4.4 Komposisi Pewarna Bibir Bahan-bahan utama dalam lipstik adalah : 1. Lilin Misalnya : carnauba wax, paraffin waxes, ozokerite, beeswax, candelila wax, spermaceti, ceresine. Semuanya berperan pada kekerasan lipstik.
23
2. Minyak Fase minyak dalam lipstik dipilih terutama berdasar kemampuannya melarutkan zat-zat warna eosin. Misalnya : minyak castor, tetrahydrofurfuryl alcohol, fatty acid alkylolamides, dihydric alcohol beserta monoethers dan monofatty acid esternya, isopropyl myristate, isoropil palmitate, butyl stearate, paraffin oil. 3. Lemak Misalnya : krim kakao, minyak tumbuhan yang sudah dihidrogenasi (misalnya Hydrogenated castor oil), cetyl alcohol, oleyl alcohol, lanolin. 4. Acetoglycerides Direkomendasikan untuk memperbaiki sifat thixotropik batang lipstik batang lipstik sehingga meskipun temperatur berfluktuasi, kepadatan lipstik konstan. 5. Zat-zat pewarna (coloring agents) Zat pewarna yang dipakai secara universal di dalam lipstik adalah zat warna eosin yang memenuhi dua persyaratan sebagai zat warna untuk lipstik, yaitu kelekatan pada kulit dan kelarutannya dalam minyak. Pelarut terbaik untuk eosin adalah castor oil. Tetapi furfuryl alcohol beserta ester-esternya, terutama stearat dan ricinoleat, memiliki daya melarutkan eosin yang lebih besar. Fatty acid alkylolamides, jika dipakai sebagai pelarut eosin, akan memberikan warna yang sangat intensif pada bibir. 6. Surfaktan Surfaktan kadang-kadang ditambahkan dalam pembuatan lipstik untuk memudahkan pembasahan dan dispersi partikel-partikel pigmen warna yang padat.
24
7. Antioksidan Kegunaan antioksidan adalah mencegah terjadinya oksidasi dari beberapa bahan pada penyimpanan yang lama. Contoh antioksidan adalah butyl hidroksi anisol, butil hidroksi toluen, propil gallat (Sinurat, 2013). 8. Bahan pengawet Penggunaan pengawet dalam kosmetik adalah untuk mencegah dan melindungi sediaan kosmetik dari mikroorganisme yang dapat menyebabkan timbulnya bau yang tidak sedap, perubahan warna, perubahan viskositas, penurunan daya kerja bahan aktif, dan gangguan kesehatan. Contoh pengawet adalah metil paraben (nipagin), propel paraben (nipasol), dan propil hidroksi benzoat (Tranggono dan Latifah, 2007). 9. Bahan pewangi Bahan pewangi (fragrance) atau lebih tepat bahan pemberi rasa segar (flavoring), harus menutupi bau dan rasa kurang sedap dari lemak-lemak dalam lipstik dan menggantinya dengan bau dan rasa yang menyenangkan (Tranggono, 2007).
25
2.4.5 Formula Baku Pewarna Bibir Formula baku pewarna bibir yaitu : Cera alba
38,0
Lanolin
8,0
Vaselin alba
34,0
Setil alkohol
6,0
Oleum ricini
8,0
Carnauba wax
5,0
Pewarna
secukupnya
Parfum
secukupnya
Pengawet
secukupnya
(Young, 1974 dalam Sinurat, 2013). 2.4.6 Karakteristik Bahan 1. Oleum ricini Oleum ricini (minyak jarak) adalah minyak lemak yang diperoleh dari biji Ricinus communis L. Pemeriannya berupa cairan kental, transparan, kuning pucat atau hampir tidak berwarna, bau lemah, bebas dari bau bau asing dan tengik, rasa khas. Kelarutannya yaitu larut dalam etanol, dapat bercampur dengan etanol mutlak, dengan asam asetat glasial, dengan kloroform dan dengan eter (Depkes RI,1995). Titik leleh oleum ricini yaitu -12oC sedangkan titik didihnya yaitu 313oC. Oleum ricini digunakan untuk melarutkan atau mendispersikan zat warna dalam kosmetik, produk makanan, dan formulasi farmasi (Sinurat, 2013). Selain itu oleum ricini sebagai emolin yaitu untuk mengurangi kekeringan.
26
2. Setil alkohol Pemeriannya yaitu berupa serpihan putih licin, granul, atau kubus, putih, bau khas lemah, dan rasa lemah. Kelarutannya yaitu tidak larut dalam air, larut dalam etanol dan dalam eter, kelarutannya bertambah dengan naiknya suhu (Depkes RI, 1995). Setil alkohol digunakan dalam formula lipstik karena punya sifat emolien yang baik dan memiliki suhu lebur antara 45°C hingga 52°C. Setil alkohol digunakan untuk menambah efek thixotropic (Sinurat, 2013). 3. Cera alba Cera alba (malam putih) adalah hasil pemurnian dan pengentalan malam kuning yang diperoleh dari sarang lebah madu Apis mellifera L. Pemeriannya berupa padatan putih kekuningan, sedikit tembus cahaya dalam keadaan lapisan tipis, bau khas lemah dan bebas bau tengik. Kelarutannya tidak larut dalam air, agak sukar larut dalam etanol dingin. Etanol mendidih melarutkan asam serotat dan bagian dari mirisin, yang merupakan kandungan malam putih. Larut sempurna dalam kloroform, dalam eter, dalam minyak lemak dan minyak atsiri. Sebagian larut dalam benzene dingin dan dalam karbon disulfida dingin. Suhu leburnya yaitu antara 62oC dan 65oC (Depkes RI,1995). Kegunaan cera alba untuk mengatur titik lebur sediaan (Sinurat, 2013) dan berperan pada kekerasan lipstik. 4. Lanolin Lanolin adalah zat serupa lemak yang dimurnikan, diperoleh dari bulu domba Ovis aries L. yang dibersihkan dan dihilangkan warna dan baunya. Pemeriannya yaitu
27
massa seperti lemak, lengket, warna kuning, bau khas. Kelarutannya yaitu tidak larut dalam air, dapat bercampur dengan air lebih kurang dua kali beratnya, agak sukar larut dalam etanol dingin, lebih larut dalam etanol panas, mudah larut dalam eter, dan dalam kloroform. Suhu leburnya yaitu antara 38oC dan 44oC (Depkes RI,1995). Penggunaan lanolin dalam sediaan lipstik adalah untuk membantu meratakan warna (Sinurat, 2013) dan sebagai pengikat fase lilin dan minyak. 5. Vaselin alba Vaselin alba adalah campuran yang dimurnikan dari hidrokarbon setengah padat, diperoleh dari minyak bumi yang dihilangkan warnanya. Pemeriannya berupa putih atau kekuningan pucat, massa berminyak transparan dalam lapisan tipis setelah didinginkan. Kelarutannya yaitu tidak larut dalam air, sukar larut dalam etanol mutlak dingin, mudah larut dalam benzene, karbon disulfida, kloroform, larut dalam heksana dan minyak lemak. Suhu leburnya antara 38◦C-56◦C (Depkes RI,1995). Vaselin digunakan untuk menambah kilauan pada lipstik (Sinurat, 2013). 6. Carnauba wax Carnauba wax diperoleh dari daun Copernicia cerifera. Carnauba wax merupakan salah satu lilin alami yang sangat keras karena memiliki suhu lebur yang tinggi yaitu 80-86°C. Biasa digunakan untuk meningkatkan suhu lebur dan kekerasan lipstik (Sinurat, 2013).
28
7. Propilen glikol Pemeriannya berupa cairan kental, jernih, tidak berwarna, rasa khas, praktis tidak berbau, menyerap air pada udara lembab. Kelarutannya yaitu dapat bercampur dengan air, aseton, dan kloroform, larut dalam eter dan beberapa minyak esensial, tetapi tidak bercampur dengan minyak lemak (Depkes RI,1995). Titik leleh propilen glikol yaitu -59oC. Propilen gilkol digunakan dalam kosmetika sebagai pelarut dalam jumlah 5-15% dan propilen glikol berfungsi sebagai humektan (Sinurat, 2013). 8. Oleum rosae Minyak mawar adalah minyak atsiri yang diperoleh dengan penyulingan uap bunga segar Rosa gallica L., Rosa damascene Miller, Rosa alba L., dan varietas Rosa lainnya. Pemeriannya yaitu berupa cairan tidak berwarna atau kuning, bau menyerupai bunga mawar, rasa khas, pada suhu 25 ◦C kental dan jika didinginkan perlahan-lahan berubah menjadi masa hablur bening yang jika dipanaskan mudah melebur. Kelarutannya yaitu larut dalam kloroform (Depkes RI, 1979). 9. Nipagin Pemeriannya yaitu hablur kecil, tidak berwarna atau serbuk hablur, putih, tidak berbau atau berbau khas lemah, mempunyai sedikit rasa terbakar. Kelarutannya yaitu sukar larut dalam air, dalam benzena dan dalam karbon tetraklorida, mudah larut dalam etanol dan eter. Suhu leburnya yaitu antara 125 oC dan 128oC (Depkes RI,1995). Nipagin digunakaan sebagai pengawet dalam sediaan topical dalam jumlah 0,02-0,3% (Sinurat, 2013).
29
10. Nipasol Pemeriannya yaitu serbuk putih, atau hablur kecil, tidak berwarna. Kelarutan sangat sukar larut dalam air, mudah larut dalam etanol, dan dalam eter, sukar larut dalam air mendidih. Suhu lebur antara 95oC dan 98oC. Kegunaan sebagai pengawet (Depkes RI, 1995).
2.5 Uji Mutu Fisik Sediaan Lipstik Uji mutu fisik adalah penilaian terhadap kondisi sediaan lipstik meliputi uji organoleptis, homogenitas, daya sebar, daya lekat, uji pH, dan kadar air. 1. Uji organoleptis Uji organoleptis pada sediaan lipstik, merupakan penilaian warna, bentuk, bau, tekstur, dan daya oles yang diamati secara visual (Farima, 2009). 2. Uji homogenitas Uji homogenitas dimaksudkan untuk mengetahui keseragaman partikel yang dapat tercampur secara merata dari sediaan lipstik. Sediaan harus menunjukkan susunan yang homogen dan tidak terlihat adanya butir-butir kasar dan partikel asing (Depkes RI, 1979). 3. Uji Daya Sebar Uji daya sebar dilakukan dengan cara ditimbang 500 mg lipstik dan diletakkan di tengah kaca bulat, sebelumnya ditimbang dahulu kaca yang lain dan diletakkan kaca tersebut di atas lipstik dan dibiarkan selama 1 menit. Kemudian diukur berapa diameter lipstik yang menyebar dengan mengambil panjang rata-rata
30
diameter dari beberapa sisi. Kemudian ditambahkan 500 mg beban tambahan dan didiamkan selama 1 menit. Dicatat diameter lipstik yang menyebar dan diteruskan dengan menambah tiap kali beban tambahan 500 mg dicatat diameter lipstik yang menyebar selama 1 menit, luas penyebaran dihitung dengan rumus : L = π.r2 (Aini, 2013). 4. Uji Daya Lekat Uji daya lekat dilakukan dengan cara meletakkan lipstik di atas objek gelas yang telah ditentukan luasnya. Diletakkan objek gelas lain di atas lipstik tersebut. Kemudian ditekan dengan beban 1 kg selama 5 menit. Objek gelas dipasang pada alat tes dengan ketinggian 50 cm dari permukaan tanah dan dilepaskan beban seberat 80 gram. Dicatat waktu yang diperlukan hingga objek gelas tersebut lepas. Waktu yang diperlukan hingga objek gelas terlepas tidak kurang dari 60 detik (Aini, 2013). 5. Uji pH Uji ini dimaksudkan untuk mengetahui pH dari sediaan lipstik yang dibuat. pH sediaan lipstik tersebut harus sesuai dengan pH fisiologis kulit normal, yaitu antara 4,5 – 7,0 (Wasitaatmadja, 1997). Pengukuran pH sediaan lipstik dapat dilakukan dengan menggunakan pH universal (Farima, 2009). 6. Uji Kadar Air Kadar air merupakan salah satu karakteristik yang penting dalam sediaan kosmetik,
seperti
lipstik
karena
air
dapat
mempengaruhi
pertumbuahan
mikroorganisme dan tekstur dari sediaan lipstik. Kadar air yang tinggi menyebabkan
31
mudahnya bakteri, kapang, dan khamir untuk berkembang biak, sehingga akan terjadi perubahan pada suatu sediaan (Aini, 2013). Penentuan kadar air dapat dilakukan dengan menggunakan metode oven. Sampel sebanyak 2 gram ditimbang dan dimasukkan ke dalam cawan yang telah diketahui beratnya, kemudian dikeringkan dalam oven pada suhu 105ºC selama empat jam. Setelah itu didinginkan dalam desikator dan ditimbang. Kemudian dipanaskan lagi dalam oven selama 30 menit, didinginkan dalam desikator dan ditimbang. Perlakuan ini diulangi sampai tercapai berat konstan. Kadar air diperoleh dengan menggunakan perhitungan sebagai berikut : Kadar Air (%) =
W1−W2 W1−W0
x 100%
Keterangan: W0
: Bobot cawan porselin
W1
: Bobot cawan dan sediaan sebelum dioven
W2
: Bobot cawan dan sediaan setelah dioven (Aini, 2013).
32
2.6 Kerangka Konsep
Lipstik
Pewarna sintetis
Pewarna alami
Kulit buah naga merah
Maserasi
Antosianin
Rancangan formulasi Pembuatan lipstik
Uji mutu fisik
Organoleptis, homogenitas, daya sebar, daya lekat, uji pH, dan kadar air
Gambar 2.7 Skema Kerangka Konsep
33
2.6.1 Kerangka Teori Kosmetik merupakan suatu produk yang sangat digemari oleh kalangan wanita salah satunya adalah lipstik. Kosmetik dibutuhkan agar penampilan seorang wanita terlihat sempurna dan dapat menambah rasa percaya diri. Bahan kosmetik lipstik yang beredar dipasaran biasanya menggunakan pewarna sintetis. Penggunaan pewarna sintetis dapat digantikan dengan pewarna alami yang lebih aman. Salah satu tanaman yang dapat dimanfaatkan sebagai pewarna alami adalah kulit buah naga merah. Kulit buah naga mengandung zat warna alami antosianin yang cukup tinggi. Antosianin merupakan senyawa flavonoid yang banyak dijumpai pada tanaman terutama tanaman yang memiliki warna menarik. Selain itu, antosianin kulit buah naga merah memiliki manfaat sebagai antioksidan pada lipstik yang dapat menghancurkan radikal bebas. Antioksidan dalam antosianin berfungsi untuk mencegah terjadinya oksidasi dari beberapa bahan pada penyimpanan yang lama. Kulit buah naga super merah yang dirajang halus diekstraksi menggunakan metode maserasi dengan menggunakan campuran pelarut aquades dan asam sitrat dengan perbandingan 9 : 1. Metode maserasi dipilih karena senyawa antosianin tidak stabil pada pemanasan. Sehingga dengan metode maserasi diharapkan tidak merusak senyawa antosianin. Ekstrak yang didapat kemudian di pekatkan menggunakan waterbath. Tahapan selanjutnya adalah pembuatan sediaan lipstik. Pada penelitian ini menggunakan 3 formulasi lipstik dengan penambahan konsentrasi ekstrak kulit
34
buah naga merah yang berbeda yaitu sebesar 25% (formula 1), 30% (formula 2), dan 35% (formula 3) dari formulasi sediaan yang dibuat. Setelah sediaan lipstik dibuat, maka dilanjutkan dengan pengujian mutu fisik sediaan meliputi pengamatan uji organoleptis, homogenitas, daya sebar, daya lekat, uji pH, dan kadar air.
BAB III METODE PENELITIAN
3.1 Rancangan Penelitian Penelitian ini merupakan penelitian jenis eksperimen karena penelitian ini melakukan kegiatan yang dibuat dan diatur oleh peneliti, dengan tujuan untuk mengetahui apakah formulasi lipstik yang dibuat menghasilkan mutu fisik yang baik. Adapun tahap pelaksanaannya meliputi tahap persiapan, tahap pelaksanaan dan tahap akhir. Tahap persiapan meliputi mempersiapkan alat dan bahan yang dibutuhkan dalam pembuatan sediaan lipstik yaitu persiapan kulit buah naga merah, persiapan pelarut aquades dan asam sitrat (9:1) untuk maserasi, dan penentuan formulasi lipstik. Tahap pelaksanaan yaitu tahap untuk memulai proses penelitian. Pertama dengan mengekstrak kulit buah naga merah, setelah memperoleh ekstrak proses pembuatan sediaan lipstik dengan konsentrasi ekstrak kulit buah naga merah 25 %, 30%, dan 35%. Lipstik dengan pewarna ekstrak kulit buah naga merah yang telah jadi kemudian diuji mutu fisik menggunakan pengamatan organoleptis, homogenitas, daya sebar, daya lekat, uji pH, dan kadar air. Tahap akhir penelitian ini adalah pengolahan data hasil uji mutu fisik dari lipstik kulit buah naga merah sehingga dapat ditarik kesimpulan formulasi sediaan lipstik manakah yang terbaik dan telah memenuhi syarat uji mutu fisik atau belum.
35
36
3.2 Populasi dan Sampel Populasi dalam penelitian ini adalah sediaan lipstik dengan pewarna ekstrak kulit buah naga. Sedangkan sampel dalam penelitian ini adalah bagian dari lipstik dengan pewarna ekstrak kulit buah naga merah.
3.3 Lokasi dan Waktu Penelitian Proses ekstraksi kulit buah naga merah dengan metode maserasi serta pengujian ekstrak secara kualitatif dilakukan di Laboratorium Farmakognosi Akademi Analis Farmasi dan Makanan Putra Indonesia Malang. Sedangkan untuk pembuatan sediaan lipstik dilakukan di Laboratorium Farmasetika Akademi Farmasi Putra Indonesia Malang. Pengujian mutu fisik sediaan lipstik dilakukan di Laboratorium Mikrobiologi Akademi Analis Farmasi dan Makanan Putra Indonesia Malang. Waktu penelitian ini dilaksanakan dari proses penyusunan proposal yaitu bulan Oktober 2014 sampai dengan Januari 2015. Penelitian utama dilakukan pada bulan Februari 2015 sampai terselesaikannya Karya Tulis Ilmiah ini.
3.4 Defsinisi Operasional Variabel Variabel bebas dalam penelitian ini adalah ekstrak kulit buah naga merah. Sedangkan variabel terikatnya yaitu mutu fisik sediaan lipstik dengan pewarna ekstrak kulit buah naga merah.
37
Tabel 3.1 Definisi Operasional Variabel Variabel
Sub variabel Organoleptis
Homogenitas
Daya sebar Mutu fisik Daya lekat
pH
Kadar air
Definisi Operasional Alat Ukur Pengamatan fisik Visual terhadap bentuk, warna, dan bau Suatu uji yang dilakukan Objek glass untuk melihat tercampurnya komponen dalam sediaan lipstik Menunjukkan kecepatan penyebaran lipstik pada kulit bibir Menunjukkan tingkat kekuatan lipstik untuk dapat menempel pada kulit bibir Pemeriksaan angka pH yang dihasilkan dalam sediaan lipstik aman tidaknya digunakan pada kulit Menunjukkan banyak sedikitnya kandungan air pada lipstik
Visual
Hasil ukur Sediaan lipstik berbentuk padat, berwarna merah, dan bau tidak tengik Menunjukkan susunan yang homogen dengan tidak terlihat adanya butir-butir kasar jika di oles pada kaca yang transparan Diameter penyebaran sediaan lipstik < 5 cm
Objek glass
Waktu untuk uji daya lekat > 60s
Kertas indikator pH
pH disesuaikan dengan rentang fisiologis kulit normal yaitu antara 4,5-7,0
Timbangan analitik
Kadar air < 25%
38
3.5 Instrumen Penelitian 3.5.1 Alat Alat yang digunakan dalam penelitian ini meliputi gelas ukur, botol coklat, corong gelas, cawan penguap, waterbath, timbangan analitik, kaca arloji, objek glass, pH universal, jangka sorong, plat KLT, chamber, pipa kapiler. 3.5.2 Bahan Bahan yang digunakan dalam penelitian ini meliputi kulit buah naga merah, aquades, asam sitrat, cera alba, carnauba wax, lanolin anhidrat, vaselin alba, setil alkohol, oleum ricini, oleum rosae, propilen glikol, nipagin, nipasol.
3.6 Pengumpulan Data 3.6.1 Determinasi Sampel Determinasi kulit buah naga dilakukan di Materia Medica Batu. 3.6.2 Persiapan Sampel Kulit Buah Naga Merah Segar Kulit buah naga yang telah dikumpulkan, dibersihkan dari pengotor lain, dicuci sampai bersih, kemudian ditiriskan. Dikeringkan dengan cara diangin-anginkan tanpa terkena langsung sinar matahari. 3.6.3 Proses Ekstraksi Kulit Buah Naga Merah Kulit buah naga merah yang telah disortasi dirajang kecil-kecil di rendam dengan perbandingan pelarut aquades dan asam sitrat (9:1). Dimaserasi selama 24 jam didalam botol coklat yang ditutup rapat dan terlindung dari cahaya matahari, dengan sesekali diaduk. Hasil maserasi yang diperoleh disaring menggunakan corong buchner. Filtrat yang dihasilkan diuapkan menggunakan waterbath dengan suhu 50oC.
39
3.6.4 Uji Kualitatif Antosianin 3.6.4.1 Uji Warna 1. Diambil ekstrak kulit buah naga sebanyak 2 mL dan dimasukkan dalam tabung reaksi 2. Ditambahkan dengan HCl 2M sebanyak 1 mL 3. Kemudian dipanaskan pada suhu 100oC selama 5 menit 4. Amati hasilnya, hasil positif jika timbul warna merah 5. Kemudian ditambahkan NaOH 2M tetes demi tetes 6. Amati hasilnya, hasil positif bila timbul warna hijau kebiruan yang memudar 3.6.4.2 Uji Kromatografi Lapis Tipis 1. Disiapkan dua chamber, lalu masing-masing chamber masukkan eluen HCl 1% dan BAA (butanol : asam asetat : air) (4:1:5) 2. Ditotolkan ekstrak kulit buah naga sebanyak 3 totolan pada masing-masing plat KLT 3. Dimasukkan masing-masing plat KLT pada chamber yang berisi eluen 4. Amati nilai Rf-nya 5. Nilai Rf antosianin dalam fase gerak HCl 1% dan BAA adalah rendah sampai pertengahan yaitu (0,10 – 0,40) 3.6.5 Formula Baku Lipstik Cera alba 38,0 Lanolin 8,0 Vaselin alba 34,0 Setil alkohol 6,0 Oleum ricini 8,0 Carnauba wax 5,0 Pewarna secukupnya Parfum secukupnya Pengawet secukupnya (Young, 1974 dalam Sinurat, 2013).
40 Tabel 3.2 Formulasi Sediaan Lipstik
Bahan
Formula I (%) 25
Ekstrak kulit buah naga merah Oleum ricini 8 Setil alkohol 6 Cera alba 24,90 Lanolin anhidrat 5,24 Vaselin alba 22,28 Carnauba wax 3,28 Oleum rosae 0,1 Propilen glikol 5 Nipagin 0,1 Nipasol 0,1 Berat sediaan lipstik setiap formula 10 gram
Formula II (%) 30
Formula III (%) 35
8 6 22,67 4,77 20,28 2,98 0,1 5 0,1 0,1
8 6 20,44 4,3 18,28 2,68 0,1 5 0,1 0,1
3.6.6 Proses Pembuatan Lipstik Proses pembuatan lipstik adalah sebagai berikut : 1. Menyiapkan alat dan bahan yang diperlukan. 2. Ditimbang semua bahan. 3. Nipagin dan nipasol dilarutkan dalam propilen glikol ad larut. 4. Masukkan ekstrak kental kulit buah naga merah dalam campuran nipagin, nipasol dan propilen glikol. 5. Masukkan oleum ricini ke dalam campuran pewarna, nipagin, dan propilen glikol, kemudian diaduk hingga homogen (campuran A). 6. Cera alba, carnauba wax, lanolin, vaselin, dan setil alkohol dimasukkan ke dalam cawan penguap kemudian dileburkan (campuran B), kemudian ditambahkan oleum rosae sambil diaduk hingga homogen. 7. Campuran A dan campuran B dicampurkan perlahan-lahan di dalam cawan penguap sambil dipanaskan.
41
8. Kemudian sediaan yang masih cair dimasukkan ke dalam wadah dan dibiarkan memadat pada suhu kamar. 3.6.7 Evaluasi Mutu Fisik Sediaan Lipstik 1. Uji organoleptis Sediaan lipstik dengan ekstrak kulit buah naga dari tiap formula yang dibuat diamati organoleptis dengan cara mengamati warna, bentuk, bau, dan tekstur yang diamati secara visual (Farima, 2009). 2. Uji homogenitas Sediaan lipstik dengan ekstrak kulit buah naga dari tiap formula yang dibuat diamati homegenitasnya dengan cara mengoleskan sejumlah tertentu sediaan pada kaca transparan. Pengujian ini dilakukan sebanyak tiga kali untuk masing-masing formulasi, yaitu diuji pada bagian atas, tengah dan bawah. Sediaan harus menunjukkan susunan yang homogen dan tidak terlihat adanya butir-butir kasar (Depkes RI, 1979). 3.
Uji daya sebar Pengujian dilakukan dengan cara menimbang 500 mg lipstik dan diletakkan di
tengah kaca arloji, sebelumnya ditimbang dahulu kaca yang lain dan diletakkan kaca tersebut di atas lipstik dan dibiarkan selama 1 menit. Kemudian diukur berapa diameter lipstik yang menyebar dengan mengambil panjang rata-rata diameter dari beberapa sisi. Kemudian ditambahkan 500 mg beban tambahan dan didiamkan selama 1 menit. Dicatat diameter lipstik yang menyebar dan diteruskan dengan menambah tiap kali beban tambahan 500 mg dicatat diameter lipstik yang menyebar selama 1 menit (Aini, 2013).
42
4.
Uji daya lekat Pengujian dilakukan dengan cara meletakkan lipstik di atas objek gelas.
Diletakkan objek gelas lain di atas lipstik tersebut. Kemudian ditekan dengan beban 1 kg selama 5 menit. Objek gelas dipasang pada alat tes dengan ketinggian 50 cm dari permukaan tanah dan dilepaskan beban seberat 80 gram. Dicatat waktu (s) yang diperlukan hingga objek gelas terlepas (Aini, 2013). 5.
Uji pH Pengujian dilakukan dengan cara meleburkan lipstik dalam cawan penguap diatas
penangas air sambil diaduk-aduk, dibiarkan hingga tidak terlalu panas, kemudian diukur pH menggunakan kertas pH universal (Farima, 2009). 6. Uji kadar air Pengujian kadar air dilakukan dengan menggunakan metode gravimetri. Sampel sebanyak 2 gram ditimbang dan dimasukkan ke dalam cawan porselen yang telah diketahui beratnya, kemudian dikeringkan dalam oven pada suhu 105ºC selama empat jam. Setelah itu didinginkan dalam desikator dan ditimbang. Kemudian dipanaskan lagi dalam oven selama 30 menit, didinginkan dalam desikator dan ditimbang. Perlakuan ini diulangi sampai tercapai berat konstan (Aini, 2013). Kadar air diperoleh dengan menggunakan perhitungan sebagai berikut:
Kadar Air (%) =
𝑤1−𝑤2 𝑤1−𝑤0
x 100%
Keterangan: W0
: Bobot cawan porselen
W1
: Bobot cawan dan sediaan sebelum dioven
W2
: Bobot cawan dan sediaan setelah dioven
43
3.7 Analisa Data Analisa data dalam penelitian ini yaitu data yang diperoleh selama melakukan penelitian dikelompokkan berdasarkan variabel yang diteliti yaitu uji mutu fisik berupa pengamatan organoleptis, homogenitas, daya sebar, daya lekat, uji pH, dan kadar air. Analisa data uji mutu fisik dilakukan oleh peneliti sendiri yaitu dengan cara hasil uji mutu fisik yang telah diperoleh dibandingkan dengan standar yang ada.
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
4.1 Hasil Determinasi Buah Naga Determinasi buah naga merah dilakukan di Materia Medica Batu: Kingdom
: Plantae (Tumbuhan)
Subkingdom
: Tracheobionta (Tumbuhan berpembuluh)
Super divisi
: Spermatophyta (Menghasilkan biji)
Divisi
: Magniopliophyta (Tumbuhan berbunga)
Kelas
: Magnoliopsida (Berkeping dua/dikotil)
Sub kelas
: Hamamelidae
Ordo
: Caryophyllales
Family
: Cactaceae (Suku kaktus-kaktusan)
Genus
: Hylocereus
Spesies
: Hylocereus costaricensis
Hasil determinasi buah naga merah dilihat pada lampiran 2. Tujuan melakukan determinasi tanaman yaitu untuk membuktikan bahwa tanaman yang digunakan dalam penelitian ini benar berasal dari spesies Hylocereus costaricensis.
4.2 Hasil Ekstraksi Kulit Buah Naga Merah Hasil ektraksi dari kulit buah naga merah 700 gram dengan pelarut air dan asam sitrat diperoleh ekstrak kental bewarna merah kecoklatan, berbau asam, dan berasa asam 44
45
sebanyak 95 gram, sehingga didapatkan rendemen sebanyak 13,57%. Pelarut yang digunakan adalah aquades dan asam sitrat karena antosianin bersifat polar, maka menggunakan pelarut aquades yang bersifat polar juga, sedangkan menggunakan pelarut yang bersifat asam karena untuk menarik pigmen antosianin agar lebih banyak terekstrak, selain itu antosianin pada ekstrak kulit buah naga merah lebih stabil pada pH rendah (asam). Sehingga pH pada ekstrak kulit buah naga merah juga bersifat asam yaitu sebesar 2. Untuk mengidentifikasi adanya antosianin dalam ektrak kulit buah naga merah maka diperlukan adanya pengujian kualitatif. Uji kualitatif yang dilakukan meliputi uji warna dan uji antosianin menggunakan KLT. 4.2.1 Hasil Uji Kualitatif Antosianin Ekstrak Kulit Buah Naga Merah Tabel 4.1 Hasil Uji Warna Ekstrak Kulit Buah Naga Merah
Sampel
Ekstrak kulit buah naga merah
Penambahan HCl dengan pemanasan 100oC Warna merah
Penambahan NaOH
Keterangan
Warna hijau kekuningan memudar
Positif mengandung antosianin
Tabel 4.2 Hasil Pengamatan Nilai Rf Uji KLT Ekstrak Kulit Buah Naga Merah
No.
Fase gerak
1. 2.
BAA HCl 1%
Nilai Rf antosianin ekstrak 0,16 0,15
Nilai Rf antosianin pustaka 0,10 – 0,40 0,10 – 0,40
Keterangan Positif Positif
Berdasarkan hasil pengamatan uji warna dan KLT pada tabel 4.1 dan 4.2 maka dapat dikatakan bahwa ekstrak kulit buah naga merah pada uji warna, ekstrak yang ditambahkan HCl dan melalui proses pemanasan dengan suhu 100˚C menghasilkan warna merah, karena antosianin akan berwarna merah pada pH asam. Kemudian
46
ditambahkan dengan NaOH terjadi reaksi yang menghasilkan warna merah memudar menjadi warna hijau kekuningan, karena antosianin akan berwarna hijau pada pH basa. Hal ini menunjukkan bahwa ekstrak kulit buah naga merah positif mengandung antosianin. Sedangkan pada uji menggunakan KLT ekstrak yang di eluasi dengan fase gerak HCl 1% memiliki nilai Rf 0,15, dan ekstrak yang di eluasi dengan fase gerak BAA memiliki nilai Rf 0,16. Antosianin pada fase gerak HCl% dan pada fase gerak BAA memiliki nilai Rf 0,1 – 0,4 (Harborne, 1987 dalam Aini, 2013). Hal ini menunjukkan bahwa ekstrak kulit buah naga mengandung antosianin.
4.3 Hasil Uji Mutu Fisik Sediaan Lipstik Hasil pengamatan terhadap mutu fisik sediaan lipstik ekstrak kulit buah naga merah meliputi organoleptis, homogenitas, daya sebar, daya lekat, pH, dan kadar air sebagai berikut :
47
4.3.1 Hasil Uji Organoleptis Formulasi
Replikasi 1
F1 2 3 1 F2 2 3 1 F3 2 3
Tabel 4.3 Hasil Pengamatan Uji Organoleptis Warna Bentuk Bau Kuning Semi padat Bau khas kecoklatan oleum rosae Kuning Semi padat Bau khas kecoklatan oleum rosae Kuning Semi padat Bau khas kecoklatan oleum rosae Coklat muda Semi padat Bau khas oleum rosae Coklat muda Semi padat Bau khas oleum rosae Coklat muda Semi padat Bau khas oleum rosae Coklat tua Semi padat Bau khas oleum rosae Coklat tua Semi padat Bau khas oleum rosae Coklat tua Semi padat Bau khas oleum rosae
Tekstur Lembut Lembut Lembut Lembut Lembut Lembut Sangat lembut Sangat lembut Sangat lembut
Keterangan: F1 = formula sediaan dengan konsentrasi ekstrak kulit buah naga merah 25% F2 = formula sediaan dengan konsentrasi ekstrak kulit buah naga merah 30% F3 = formula sediaan dengan konsentrasi ekstrak kulit buah naga merah 35%
Berdasarkan pada tabel 4.3 diatas, diperoleh hasil uji organoleptis yaitu pada formula 1 memiliki warna kuning kecokalatan berbentuk semi padat dengan tekstur lembut dan memiliki bau khas oleum rosae. Formula 2 berwarna coklat muda berbentuk semi padat dengan teksur lembut dan memiliki bau khas oleum rosae. Sedangkan formula 3 berwarna coklat tua berbentuk semi padat dengan tekstur sangat lembut dan memiliki bau khas oleum rosae. Pada uji organoleptis ini dapat diketahui bahwa dengan penambahan ekstrak kulit buah naga merah dapat mempengaruhi perbedaan warna dan tekstur pada sediaan.
48
Hal ini dikarenakan semakin banyak ekstrak yang ditambahkan maka semakin berkurang basis pada lipstik sehingga warna yang dihasilkan menjadi lebih pekat dan tekstur sediaan menjadi sangat lembut. Ekstrak kulit buah naga merah memiliki warna merah kecoklatan, akan tetapi warna sediaan lipstik berubah menjadi warna coklat, hal ini disebabkan oleh faktor suhu atau pemanasan. Adanya pemanasan karena untuk melarutkan basis lipstik sehingga dapat mencampurnya dengan ekstrak kulit buah naga merah. Akan tetapi adanya proses pemanasan akan menimbulkan efek pemucatan warna antosianin (Handayani, 2012) karena adanya kenaikan temperatur akan meningkatkan kecepatan degradasi dari antosianin dan menyebabkan intensitas warna antosianin menurun sehingga warna yang semula berwarna merah menjadi coklat, terutama jika terdapat oksigen (Hayati dkk, 2012). 4.3.2 Hasil Uji Homogenitas Tabel 4.4 Hasil Pengamatan Uji Homogenitas
Formulasi F1
F2
F3
Replikasi 1 2 3 1 2 3 1 2 3
Pengamatan Tidak ada butiran kasar Tidak ada butiran kasar Tidak ada butiran kasar Tidak ada butiran kasar Tidak ada butiran kasar Tidak ada butiran kasar Tidak ada butiran kasar Tidak ada butiran kasar Tidak ada butiran kasar
Keterangan Homogen Homogen Homogen Homogen Homogen Homogen Homogen Homogen Homogen
Uji homogenitas berdasarkan tabel 4.4 menunjukkan bahwa formula 1, formula 2, dan formula 3 memiliki susunan yang homogen. Hal ini ditandai dengan tidak adanya
49
parikel-partikel asing dan butiran kasar dalam sediaan, sehingga pada uji homogenitas sediaan lipstik dapat dikatakan memenuhi syarat uji mutu fisik. 4.3.3 Hasil Uji Daya Sebar Tabel 4.5 Hasil Pengamatan Uji Daya Sebar
Formulasi Replikasi
F1
F2
F3
1 2 3 1 2 3 1 2 3
Diameter (cm) 2,43 2,29 2,39 2,65 2,3 2,59 2,9 2,95 2,8
Rata-rata (cm) 2,37
2,51
2,88
Uji daya sebar berdasarkan tabel 4.5 formula 3 memiliki daya sebar dengan diameter yang paling tinggi yaitu 2,88 cm, sedangkan formula 1 dan 2 memiliki daya sebar dengan diameter 2,37 cm dan 2,51 cm. Hal ini menunjukkan bahwa daya sebar ketiga formula memenuhi syarat uji lipstik. Uji daya sebar dilakukan untuk melihat kemampuan penyebaran sediaan lipstik ketika dioleskan pada kulit bibir. Pada formula 1 memiliki daya sebar yang lebih kecil dibandingkan dengan formula 2 dan 3 karena ekstrak yang ditambahkan lebih sedikit sedangkan basis lipstik lebih banyak sehingga sediaan memiliki tekstur yang lebih keras, semakin keras sediaan lipstik menyebabkan sediaan sukar untuk menyebar.
50
4.3.4 Hasil Uji Daya Lekat Tabel 4.6 Hasil Pengamatan Uji Daya Lekat
Formulasi
Replikasi 1 2 3 1 2 3 1 2 3
F1
F2
F3
Waktu (detik) 17.41 19.60 21.60 26.37 19.04 22.06 71.24 58.19 60.32
Rata-rata (detik)
Keterangan Tidak memenuhi syarat Tidak memenuhi syarat Memenuhi syarat
19,54
22,49
63,25
Uji daya lekat berdasarkan tabel 4.6 formula 1 dan 2 tidak memenuhi syarat, sedangkan pada formula 3 memenuhi syarat uji daya lekat lipstik karena memiliki waktu lebih dari 60 detik yaitu 63,23 detik. Daya lekat formula 3 lebih lama dibandingkan dengan formula 1 dan 2 karena formula 3 memiliki kandungan ekstrak yang lebih banyak, sehingga sediaan memiliki tesktur yang lembut dan mempengaruhi daya lekat semakin lama. Semakin keras tekstur sediaan lipstik akan menyebabkan penurunan daya lekat, sedangkan semakin lembut tekstur sediaan lipstik maka semakin lama daya lekat yang dihasilkan. 4.3.5 Hasil Uji pH Tabel 4.7 Hasil Pengamatan Uji pH
Formulasi Replikasi 1 F1 2 3 1 F2 2 3 1 F3 2 3
pH 4 5 4 4 4 4 4 4 3
Rata-rata 4,3
4
3,6
51
Berdasarkan tabel 4.7 diperoleh hasil nilai pH formula 1 yaitu 4,5 , pH formula 2 yaitu 4 sedangkan untuk formula 3 yaitu 3,6. pH sediaan formula 3 lebih asam dibandingkan dengan formula 1 dan 2 karena konsentrasi ekstrak kulit buah naga merah yang ditambahkan lebih banyak. Ekstrak kulit buah naga merah memiliki pH asam yaitu 2 karena pelarut yang digunakan adalah air dan asam sitrat yang memiliki pH asam, sehingga penambahan konsentrasi ekstrak kulit buah naga merah pada sediaan lipstik mempengaruhi pH sediaan menjadi asam. Jika sediaan lipstik memiliki nilai pH yang tidak memasuki rentang pH fisiologis kulit dioleskan ke kulit dapat menyebabkan iritasi (Indah Sari, 2013). Hal ini menunjukkan bahwa pH sediaan lipstik tidak sesuai dengan rentang pH fisiologis kulit yaitu 4,5 – 7,0. 4.3.6 Hasil Uji Kadar Air Tabel 4.8 Hasil Pengamatan Uji Kadar Air
Formulasi Replikasi
F1
F2
F3
1 2 3 1 2 3 1 2 3
W0 (g)
W1 (g)
W2 (g)
Kadar (%)
21,8542 22,0629 21,5432 32,7398 30,8134 31,7491 29,5574 30,7988 29,8746
23,8921 24,0774 23,5901 34,7689 32,9061 33,7814 31,5789 32,8502 31,8986
23,7637 23,9702 23,4563 34,6046 32,7396 33,6612 31,3848 32,6994 31,6743
6,29 5,32 6,54 8,09 10,27 8,87 9,61 7,35 11,08
Ratarata (%) 6,05
9,08
9,34
Hasil dari pengujian kadar air diperoleh formula 1 sebanyak 6,05%, formula 2 sebanyak 9,08%, dan formula 3 sebanyak 9,34%. Hal ini menunjukkan bahwa sediaan lipstik dengan ekstrak kulit buah naga merah memenuhi syarat uji. Kadar air formula 2 dan formula 3 lebih banyak dibandingkan formula 1 karena ekstrak yang ditambahkan
52
juga lebih banyak pada formula 2 dan 3, sehingga semakin banyak penambahan ekstrak kental kulit buah naga merah dapat mempengaruhi kadar air pada lipstik. Hal ini dikarenakan ekstrak masih mengandung air. Kadar air pada sediaan lipstik dapat bermanfaat yaitu memperbaiki tekstur dan daya oles, akan tetapi jika kadar airnya terlalu tinggi mempengaruhi tekstur menjadi lembek dan mikroorganisme dapat tumbuh.
BAB V PENUTUP
5.1 Kesimpulan Berdasarkan hasil penelitian uji mutu fisik sediaan lipstik dengan pewarna alami ekstrak kulit buah naga merah maka dapat disimpulkan bahwa dari hasil uji organoleptis, homogenitas, uji daya sebar dan kadar air telah memenuhi standar mutu fisik lipstik. Sedangkan pada uji daya lekat formula 1 dan 2 tidak melekat lebih dari 60 detik, dan formula 1,2 dan 3 memiliki nilai pH yang tidak sesuai dengan standar sediaan lipstik.
5.2 Saran Berdasarkan hasil penelitian di atas, maka disarankan untuk peneliti selanjutnya meninjau kembali tentang : 1. Penggunaan standar antosianin pada identifikasi antosianin dengan metode KLT. 2. Kestabilan antosianin perlu diperhatikan agar memperoleh warna yang sesuai dengan keinginan untuk meningkatkan mutu sediaan lipstik. 3. Penambahan buffer pada formulasi lipstik untuk menjaga kestabilan pH agar sesuai dengan pH kulit normal. 4. Pengujian stabilitas fisik sediaan lipstik untuk melihat kestabilan sediaan selama masa penyimpanan suhu kamar.
53
DAFTAR RUJUKAN
Aini, Sofia N. 2013. Mutu Fisik dan Volunter Formulasi Sediaan Lipstick dengan Pewarna Alami dari Ekstrak Antosianin Bunga Pukul Empat (Mirabilisjalapa L.). Karya Tulis Ilmiah tidak diterbitkan. Malang : Akademi Farmasi Putra Indonesia Malang. Departemen Kesehatan Republik Indonesia. 1986. Sediaan Galenik. Jakarta: Departemen Kesehatan. Departemen Kesehatan Republik Indonesia. 2000. Parameter Standart Umum Ekstrak Tumbuhan Obat. Jakarta: Departemen Kesehatan. Departemen Kesehatan RI. 1979. Farmakope Indonesia Edisi III. Jakarta: Departemen Kesehatan RI. Departemen Kesehatan RI. 1995. Farmakope Indonesia Edisi IV. Jakarta: Departemen Kesehatan RI. Depkes RI. 2012. Peraturan Menteri Kesehatan RI No. 033 Tahun 2012 Tentang Bahan Tambahan Pangan. Jakarta. Fajriani, Qory Hajrul. 2013. Penentuan Aktivitas Antioksidan Kulit Buah Naga Super Merah (Hylocereus costraricensis) dan Produk Olahannya Berupa Permen Jelly. Skripsi. Bandung : Universitas Pendidikan Indonesia. Farima, Devi. 2009. Karakteristik Ekstraksi Simplisia Tumbuhan Bunga Mawar (Rosa hybrida) serta Formulasinya dalam Sediaan Pewarna Bibir. Skripsi. Medan : Universitas Sumatera Utara. Handayani, Prima A. dan Asri Rahmawati. 2012. Pemanfaatan Kulit Buah Naga (Dragon Fruit) Sebagai Pewarna Alami Makanan Pengganti Pewarna Sintetis. Jurnal Bahan Alam Terbarukan Vol. 1 No. 2. Hardjadinata, Sinatra. 2010. Budidaya Buah Naga Super Red Secara Organik. Bogor: Penebar Swadaya. Hayati, E.K., dkk. 2012. Konsentrasi Total Senyawa Antosianin Ekstrak Kelopak Bunga Rosella (Hibiscus sabdariffa L.) : Pengaruh Temperatur dan pH. Jurnal Kimia, 6 (2), 138-147 Hidayah, Tri. 2013. Uji Stabilitas Pigmen dan Antioksidan Hasil Ekstrak Zat Warna Alami dari Kulit Buah Naga (Hylocereus undatus). Skripsi. Semarang : Universitas Negeri Semarang.
54
55
Indah Sari, Suci. 2013. Mutu Fisik dan Penerimaan Volunter Terhadap Lotion Ekstrak Kulit Buah Naga Daging Merah (Hylocereus costaricensis). Karya Tulis Ilmiah tidak diterbitkan. Malang : Akademi Farmasi Putra Indonesia Malang. Kristanto, Daniel. 2008. Buah Naga Pembudidayaan di Pot dan di Kebun. Depok: Penebar Swadaya. Mamoto, Lidya V. dan Fatimawali G.C. 2013. Analisis Rhodamin B pada Lipstik yang Beredar di Pasar Kota Manado. Jurnal Ilmiah Farmasi – UNSRAT Vol. 2 No. 02. Risnawati, Nazliniwaty, & Purba, D. 2012. Formulasi Lipstik Menggunakan Ekstrak Biji Coklat (Theobroma Cacao L .) Sebagai Pewarna. Journal Of Pharmaceutics And Pharmacology, 1(1), 78–86. Robinson, Trevor. 1995. Kandungan Organik Tumbuhan Tinggi. Bandung: Penerbit ITB. Sari, Suci I. 2013. Mutu Fisik dan Penerimaan Volunter Terhadap Lotion Ekstrak Kulit Buah Naga Daging Merah (Hylocereus Costaricensis). Karya Tulis Ilmiah tidak diterbitkan. Malang : Akademi Farmasi Putra Indonesia Malang. Simanjuntak, L., Sinaga, C., & Fatimah. (2014). Ekstraksi Pigmen Antosianin dari Kulit Buah Naga Merah ( Hylocereus costaricensis ). Jurnal Teknik Kimia USU, 3(2), 25–29. Sinurat, Novalina. 2013. Penggunaan Ekstrak Buah Barberry (Berberis Nepalensis (Dc.) Spreng.) sebagai Pewarna dalam Sediaan Lipstik. Skripsi. Medan : Universitas Sumatera Utara. Sirait, Midian. 2007. Penuntun Fitokimia dalam Farmasi. Bandung: Penerbit ITB. Tranggono, Retno Iswari dan Fatma Latifah. 2007. Buku Pegangan Ilmu Pengetahuan Kosmetik. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Umum. Wahyuningsih. 2013. Pembuatan dan Uji Stabilitas Warna Sediaan Larutan Pewarna Rambut Alami Ekstrak Kulit Buah Naga Super Red (Hylocereus Costaricensis). Karya Tulis Ilmiah tidak diterbitkan. Malang : Akademi Farmasi Putra Indonesia Malang. Wasitaatmadja, Sjarif M. 1997. Penuntun Ilmu Kosmetik Medik. Jakarta: Penerbit Universitas Indonesia. Winarti, S., Sarofa, U., & Anggrahini, D. (2008). Ekstraksi dan Stabilitas Warna Ubi Jalar Ungu (Ipomoea batatas L .) Sebagai Pewarna Alami. Jurnal Teknik Kimia, 3(1), 207–214. Wirakusumah, Emma S. 2007. 202 Jus Buah & Sayuran untuk Menjaga Kesehatan & Kebugaran Anda. Jakarta: Penebar Swadaya.
56
Lampiran 1. Penimbangan Formulasi Sediaan Lipstik
Bahan Ekstrak kulit buah naga merah Oleum ricini Setil alkohol Cera alba Lanolin anhidrat Vaselin alba Carnauba wax Oleum rosae Propilen glikol Nipagin Nipasol
Formula I (g) 2,5
Formula II (g) 3
Formula III (g) 3,5
0,8 0,6 2,49 0,524 2,228 0,328 0,01 0,5 0,01 0,01
0,8 0,6 2,267 0,477 2,028 0,298 0,01 0,5 0,01 0,01
0,8 0,6 2,044 0,43 1,828 0,268 0,01 0,5 0,01 0,01
57
Lampiran 2. Surat Determinasi Buah Naga Merah di Materia Medica
58
Lampiran 3. Proses Ekstraksi Kulit Buah Naga Merah
Proses perajangan kulit buah naga merah
Proses ekstraksi dengan metode maserasi
Proses penyaringan ekstrak
Proses pengentalan ekstrak dengan waterbath
Ekstrak kental kulit buah naga merah
59
Lampiran 4. Uji Warna dan Uji KLT Uji Warna
Hasil uji warna dengan penambahan HCl Hasil uji warna dengan penambahan NaOH dengan pemanasan 100oC Uji KLT Nilai Rf
Rf A =
Rf B =
Rf =
Nilai Rf
1,5 = 0,17 8,6 1,3 8,6
Rf A =
Rf B =
= 0,15
0,17+ 0,15 2
Rf =
B
Hasil uji KLT dengan eluen BAA
8,2
= 0,15
1,3 8,25
= 0,16
0,15+ 0,16 2
= 0,15
= 0,16 A
1,2
A
B
Hasil uji KLT dengan eluen HCl 1%
60
Lampiran 5. Uji Mutu Fisik Sediaan Lipstik
F1
F2
F3
Hasil uji homogenitas
Hasil uji daya sebar
Hasil uji pH
61
Lampiran 6. Perhitungan Bahan untuk Pembuatan Sediaan Lipstik
Formula 1 Oleum ricini = Setil alkohol = Cera alba
=
Lanolin
=
Vaselin alba
=
Carnauba wax = Oleum rosae = Propilen glikol= Nipagin
=
Nipasol
=
8
100 6
100
x 10 gram = 0,8 gram x 10 gram = 0,6 gram
24,9
x 10 gram = 2,49 gram
100 5,24
x 10 gram = 0,524 gram
100
22,28
100 3,28
x 10 gram = 0,328 gram
100 0,1
100 5
100 0,1
100 0,1
100
x 10 gram = 2,228 gram
x 10 gram = 0,01 gram x 10 gram = 0,5 gram x 10 gram = 0,01 gram x 10 gram = 0,01 gram
Formula 2 Oleum ricini = Setil alkohol = Cera alba
=
Lanolin
=
Vaselin alba
=
8
100 6
100
x 10 gram = 0,8 gram x 10 gram = 0,6 gram
22,67
100 4,77
100
x 10 gram = 0,477 gram
20,28
100
x 10 gram = 2,267 gram
x 10 gram = 2,028 gram
62
Carnauba wax = Oleum rosae = Propilen glikol= Nipagin
=
Nipasol
=
2,98
x 10 gram = 0,298 gram
100 0,1
100 5
100 0,1
100 0,1
100
x 10 gram = 0,01 gram x 10 gram = 0,5 gram x 10 gram = 0,01 gram x 10 gram = 0,01 gram
Formula 3 Oleum ricini = Setil alkohol = Cera alba
=
Lanolin
=
Vaselin alba
=
Carnauba wax = Oleum rosae = Propilen glikol= Nipagin
=
Nipasol
=
8
100 6
100
x 10 gram = 0,8 gram x 10 gram = 0,6 gram
20,44
100 4,3
100
x 10 gram = 0,43 gram
18,28
100 2,68
100 0,1
100 5
100 0,1
100 0,1
100
x 10 gram = 2,044 gram
x 10 gram = 1,828 gram
x 10 gram = 0,268 gram x 10 gram = 0,01 gram x 10 gram = 0,5 gram x 10 gram = 0,01 gram x 10 gram = 0,01 gram
63
Lampiran 7. Perhitungan Kadar Air
Kadar Air (%) =
𝑤1−𝑤2 𝑤1−𝑤0
x 100%
Formula 1 Replika 1
=
23,8921−23,7637 x 100% = 6,29% 23,8921−21,8542
Replika 2
=
24,0774−23,9702 x 100% = 5,32% 24,0774−22,0629
Replika 3
=
23,5901−23,4563 23,5901−21,5432
x 100% = 6,54%
Formula 2 Replika 1
=
Replika 2
=
Replika 3
=
34,7689−34,6046 x 100% = 8,09% 34,7689−32,7398 32,9061−32,7396 32,9061−30,8134
x 100% = 10,27%
33,7814−33,6612 x 100% = 8,87% 33,7814−31,7491
Formula 3 Replika 1
=
Replika 2
=
Replika 3
=
31,5789−31,3848 31,5789−29,5574 32,8502−32,6994 32,8502−30,7988
x 100% = 9,61% x 100% = 7,35%
31,8986−31,6743 x 100% = 11,08% 31,8986−29,8746