Jurnal RAT Vol.3.No.1.Januari 2014
ISSN : 2252-9608
MULTIPLIKASI EMBRIO SOMATIS ANGGREK VANDA DENGAN MENGGUNAKAN BAP (Benzil Amino Purine) DAN TARAF KONSENTRASI GLUKOSA Somatic Embryo Multification of Vanda Orchid Flower with Using of BAP (Benzil Amino Purine) and Glucose Concentration 1
Selvia Sutriana, 2Hasan Basri Jumin, dan 2Maizar
1
Mahasiswa Fakultas Pertanian Universitas Islam Riau 2 Dosen Fakultas Pertanian Universitas Islam Riau Jl. Kaharuddin Nasution 113, Pekanbaru 28284 Riau Telp: 0761-72126 ext. 123, Fax: 0761674681 Email:
[email protected],
[email protected] [Diterima November 2013; Disetujui Januari 2014] ABSTRACT The aim of this research is to get combination of BAP concentration and Glucose that affecting of Vanda orchid explan in tissue culture. This research was conducted at Biotechnology Laboratorium of Agriculture faculty Riau Islamic University. Using Complete Randomized Design factorial consist of two factors and 3 replication. First factor is BAP concentration and second factor is Glucose concentration. The parameters of this research are presentation of living explan, shoot age, presentation of shoot growth, number of shoots, shoot high and biomass. The results show that there is interaction between BAP and glucose concentration toward shoot growth, number of shoots, and shoot high with 10.0 ppm BAP and 25 gr glucose concentration. The BAP concentration effect on shoots age, number of shoots, shoot high and biomass with 10.0 ppm BAP concentration. While glucose concentration effect on presentation of living explan, shoot age, presentation of shoot growth, shoot high with 25 gr concentration of glucose and number of shoots with 50 gr glucose concentration. Keywords : Somatic embryo, Vanda orchid flower, BAP, glucose and growth response
http://rat.uir.ac.id
406
Jurnal RAT Vol.3.No.1.Januari 2014
PENDAHULUAN Anggrek merupakan salah satu tanaman hias yang bernilai estetika tinggi, banyak diminati dan memiliki arti penting dalam perdagangan bunga. Hal ini disebabkan karena bunganya yang indah dengan warna yang sangat menarik, serta anggrek juga dapat dijadikan sebagai tanaman pot maupun tanaman bunga potong atau elemen taman. Salah satu jenis diantaranya adalah anggrek vanda (Gunawan, 2007). Diperkirakan kekayaan variasi warna dan bentuk yang dimiliki anggrek vanda menyebabkan anggrek ini diklasifikasikan menjadi 40 species, sekitar 20 species berada di kepulauan Indonesia yang meyebar di hutan-hutan tropis di Pulau Jawa, Bali, Sumatra, Kalimantan, Maluku dan Papua (Anonim, 2008). Perbanyakan vegetatif dilakukan dengan tujuan mempertahankan keunggulan suatu tanaman. Namun perbanyakan vegetatif kurang dapat memenuhi kebutuhan bibit anggrek dalam jumlah besar dan waktu yang singkat. Untuk melestarikan sifat yang sudah ada, menjaga keseragaman kualitas bunga dan menghasilkan bibit dalam jumlah besar, perkembangan anggrek melalui kultur jaringan cukup memberi harapan (Rahardja, 1988). Berdasarkan Data dari Badan Pusat Statistik, produksi tanaman hias di Indonesia mengalami peningkatan yang cukup signifikan dari tahun 1997 sampai tahun 2008. Pada tahun 1997 produksi anggrek sebesar 6.502.669 tangkai dan pada tahun 2008 meningkat menjadi 15.309.964 tangkai. Sedangkan untuk Provinsi Riau produksi tanaman hias anggrek pada tahun 2008 adalah 80.481 tangkai (Badan Pusat Statistik, 2010). Salah satu alternatif untuk melestarikan keanekaragaman anggrek adalah melakukan perbanyakan melalui kultur jaringan. Dengan kultur jaringan, kita dapat melakukan berbagai hal yang http://rat.uir.ac.id
ISSN : 2252-9608
berkaitan dengan pengembangan anggrek yang tidak dilakukan secara konvensional. Teknik kultur jaringan sebenarnya sangat sederhana yaitu suatu sel atau irisan jaringan tanaman yang disebut eksplan secara aseptik diletakkan dan dipelihara dalam medium padat atau cair yang cocok dalam keadaan steril. Media yang digunakan adalah media dasar MS (Murashige dan Skoog, 1962), telah terbukti cocok digunakan untuk teknik kultur in–vitro pada banyak jenis tanaman termasuk pada tanaman anggrek. Kultur jaringan anggrek menggunakan media yang ditambah dengan arang aktif atau karbon yang dapat menyerap senyawa racun dalam media atau menyerap senyawa inhibitor yang disekresikan oleh plantlet, metabolisme pH media, merangsang pertumbuhan akar dengan mengurangi jumlah cahaya yang masuk dalam media plantlet, mencegah atau mengurangi pembentukan kalus, dan merangsang mofogenesis (Pierik, 1987). Zat pengatur tumbuh dan Glukosa juga tidak kalah pentingnya dalam proses pembuatan media kultur jaringan. ZPT fungsinya lebih ke pertumbuhan tunas, akar dan kalus, sedangkan glukosa sangat penting dan marupakan sumber nutrisi setiap tanaman. Jika media tidak diberi sumber karbohidrat seperti glukosa maka tanaman tidak akan tumbuh. Sitokinin adalah salah satu jenis zat pengatur tumbuh yang berperan dalam memacu pembelahan sel, memacu pembentukan organ, menunda penuaan, meningkatkan aktivitas wadah penampung hara, dan memacu perkembangan kuncup sampai keluar. Salah satu sitokinin yang digunakan dalam penelitian adalah BAP (Benzil Amino Purin). Glukosa juga dibutuhkan dalam kultur jaringan tanaman yang berfungsi sebagai karbohidrat untuk pertumbuhan tanaman selain dari ZPT. Kultur jaringan tanaman yang tidak diberi glukosa akan menyebabkan terhambatnya 407
Jurnal RAT Vol.3.No.1.Januari 2014
pertumbuhan eksplan yang ada didalam botol kultur sehingga hasil yang diperoleh tidak sesuai dengan yang diinginkan atau maksimal atau bahkan eksplan menjadi mati secara berlahan karena kekurangan nutrisi. Tujuan dilakukan penelitian multiplikasi embrio somatis Anggrek vanda, adalah sebagai berikut : untuk mendapatkan interaksi konsentrasi BAP dan konsentrasi Glukosa yang memberikan pengaruh terbaik terhadap multiplikasi embrio somatis anggrek vanda, untuk mendapatkan konsentrasi BAP yang memberikan pengaruh terbaik terhadap multiplikasi embrio somatis anggrek vanda, untuk mendapatkan konsentrasi Glukosa yang memberikan pengaruh terbaik terhadap multiplikasi embrio somatis anggrek vanda. METODE PENELITIAN Penelitian ini di laksanakan di Laboratorium Bioteknologi Tanaman Fakultas Pertanian Universitas Islam Riau Pekanbaru. Waktu Penelitian di laksanakan selama 5 bulan di mulai dari bulan September 2011–Januari 2012. Bahan–bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah eksplan Anggrek vanda yang telah disubkultur berumur 3 bulan, Aquades steril, Alkohol 96%, Media MS, Arang aktif, Vitamin, Agar–agar swallow, BAP, Glukosa, karet gelang, tissue gulung, plastik tahan panas ukuran 1 kg dan label nama. Sedangkan alat–alat yang di gunakan dalam penelitian ini adalah laminar air flow cabinet, autoclave, timbangan analitik, Erlenmeyer, gelas ukur, gelas piala, petridish, pipet, pengaduk, pinset, scalpel, lampu spiritus, hand sprayer, pisau, pH meter, botol kultur, kompor gas, panci berlapis enamel untuk memasak media, tabung reaksi, AC (air conditioner), gunting, rak kultur, kulkas, nampan plastiK, kereta dorong untuk mengangkut media atau botol kultur, alat tulis, perlengkapan pencucian. http://rat.uir.ac.id
ISSN : 2252-9608
Rancangan yang digunakan dalam penelitian ini adalah Rancangan Acak Lengkap (RAL) secara faktorial yang terdiri dari dua faktor. Faktor pertama yaitu faktor B (kosentrasi BAP) ada 4 taraf (B0 : tanpa pemberian BAP, B1 : 0.1 ppm, B2 : 1.0 ppm B3 : 10.0 ppm dan faktor G (taraf konsentrasi Glukosa) ada 4 taraf (G0 : tanpa pemberian Glukosa = 0 ppm, G1 : 25 g = 0.025 ppm, G2 : 50 g= 0.050 ppm, G3 : 75 g= 0.075 ppm). Sehingga terdapat 16 kombinasi perlakuan. Setiap perlakuan terdiri dari 4 botol kultur, sehingga 192 botol kultur secara keseluruhan. Data pengamatan terakhir dianalisa secara statistik dengan menggunakan analisis sidik ragam (ANOVA). Apabila F hitung yang diperoleh lebih besar dari F Tabel, maka dilanjutkan dengan melakukan uji lanjut Beda Nyata Jujur (BNJ) pada taraf 5%. Pelaksanaan Penelitian meliputi: Persiapan bahan tanaman, Persiapan tempat penelitian, Sterilisasi Alat, Pembuatan Media, Pemberian perlakuan, Pemasangan label, Penanaman eksplan, Pemeliharaan. Parameter yang diamati dalam penelitian ini adalah Persentase hidup eksplan, Persentase Tumbuh Tunas, Umur bertunas, Jumlah tunas, Tinggi tunas, Biomassa. HASIL DAN PEMBAHASAN Persentase Hidup Eksplan (%) Berdasarkan hasil analisis sidik ragam dari data hasil pengamatan parameter Persentase Hidup Eksplan, terlihat bahwa secara interaksi pemberian konsentrasi BAP dan Glukosa tidak berpengaruh nyata terhadap persentase hidup eksplan. Pemberian konsentrasi BAP secara tunggal, tidak berpengaruh nyata terhadap persentase hidup eksplan. Sedangkan pemberian konsentrasi Glukosa secara tunggal memberikan pengaruh nyata terhadap persentase hidup eksplan. Untuk lebih jelasnya mengenai hasil pengamatan 408
ISSN : 2252-9608
Jurnal RAT Vol.3.No.1.Januari 2014
persentase hidup eksplan setelah dilakukan uji lanjut BNJ pada taraf 5%, dapat dilihat
pada
Tabel
berikut
ini.
Tabel 1. Rerata Persentase Hidup Eksplan dengan perlakuan konsentrasi BAP dan Konsentrasi Glukosa terhadap pertumbuhan Eksplan Anggrek vanda (%) Konsentrasi Glukosa (ppm) Konsentrasi BAP Rerata G0 (0.00) G1(0.025) G2(0.050) G3(0.075) (ppm) B0 (0.0) B1 (0.1) B2 (1.0) B3 (10.0) Rerata KK = 8.51%
0.00 100.00 0.00 100.00 0.00 91.67 0.00 100.00 0.00 97.92 a BNJ G = 6.93
100.00 91.67 100.00 100.00 97.92 a
100.00 91.67 100.00 100.00 97.92 a
75.00 70.83 72.92 75.00 73.44
Angka-angka pada baris dan kolom yang diikuti oleh huruf kecil yang sama tidak berbeda nyata menurut Uji lanjut BNJ pada taraf 5%.
Pada Tabel 1 terlihat bahwa secara interaksi pemberian konsentrasi BAP dan Glukosa tidak berpengaruh nyata, artinya tidak ada perbedaan pemberian konsentrasi tersebut dan dilihat dari angka terjadinya perbedaan yang signifikan, yaitu : 100%, 91.67% dan 0% atau mati. Persentase hidup eksplan 100% memuaskan karena eksplan anggrek vanda pertumbuhannya bagus dan juga tidak terjadi kontaminasi baik itu jamur atau bakteri. Persentase hidup eksplan 91.67% terjadinya kontaminasi yang disebabkan oleh jamur pada saat tanaman berumur 30 hari dan pada umur 92 hari. Eksplan yang terkontaminasi ada 3 botol yaitu pada perlakuan B1G2b, B1G3b dan B2G1a. sedangkan persentase hidup eksplan yang 0% bukan karena kontaminasi melainkan disebabkan tanpa pemberian glukosa. Padahal 1-31 hari setelah tanam perlakuan B0G0, B1G0, B2G0 dan B3G0 pertumbuhannya cukup bagus dan mulai muncul tunas, tetapi setelah diamati setiap hari perlakuan yang tanpa glukosa ini secara berlahan-lahan pucat, layu dan berubah warna menjadi coklat dan akhirnya mati. Hal ini disebabkan karena Gula atau glukosa pada kultur jaringan merupakan sumber energi yang diperlukan oleh tanaman http://rat.uir.ac.id
sebagai penjaga keseimbangan tekanan osmotik potensial didalam media sedangkan pada perlakuan B0G0, B1G0, B2G0 dan B3G0 tidak diberikan glukosa sehingga menyebabkan kematian. Padahal kalau perlakuan tersebut diganti media yang diberi perlakuan glukosa maka eksplan anggrek vanda tersebut akan tumbuh dan berkembang kembali. Pemberian konsentrasi BAP secara tunggal tidak berpengaruh nyata, tetapi tiap perlakuan hasil yang diperoleh dalam persentase hidup eksplan berbeda nyata, yang paling tinggi dalam persentase hidup eksplan adalah 75% yang terdapat pada perlakuan B0 (tanpa BAP) dan terendah B1 (0.1 ppm) dengan persentase hidup eksplan 70.83%. Dalam perlakuan BAP tidak berpengaruh pada persentase hidup eksplan, artinya tanpa pemberian BAP pun eksplan anggrek vanda masih bisa tumbuh dan berkembang, hal ini dikarenakan hormon endogen yang dihasilkan oleh tanaman itu sendiri dalam mempercepat pertumbuhan dan perkembangan eksplan dan perlakuan BAP yang tinggi tidak mempengaruhi pertumbuhan eksplan, padahal dari penelitian-penelitian sebelumnya untuk 409
ISSN : 2252-9608
Jurnal RAT Vol.3.No.1.Januari 2014
tanaman hias konsentrasi Sitokinin yang paling bagus hasilnya adalah dibawah 1 ppm. Dari penelitian Sutriana (2010) konsentrasi BAP yang paling tinggi hasilnya untuk persentase hidup eksplan Anthurium adalah tanpa pemberian BAP dan 0.1 ppm. Pada Tabel 1 juga dapat dilihat bahwa perlakuan G1 (0.025 ppm), G2 (0.050 ppm), G3 (0.075 ppm) dengan persentase hidup eksplan 97.92% masing-masing tidak berbeda nyata. Selain itu G1, G2, G3 samasama merupakan perlakuan konsentrasi Glukosa yang memberikan hasil terbaik terhadap persentase hidup eksplan. Selanjutnya dapat diketahui juga bahwa ketiga perlakuan ini hanya berbeda sangat nyata dengan perlakuan G0 (tanpa Glukosa) yang pertumbuhannya sangat rendah. Tanaman tanpa glukosa ini hanya bertahan sampai umur 31 hari setelah tanam. Eksplan anggrek vanda menginginkan konsentrasi glukosa 0.025-0.050 ppm, ini dikarenakan glukosa atau gula merupakan sumber energi bagi tanaman didalam kultur jaringan tanaman. Glukosa di atas 0.050 ppm juga menyebabkan pertumbuhan eksplan terganggu apalagi media yang tidak diberi perakuan glukosa sama sekali maka
akan menyebabkan eksplan menjadi pucat, layu dan kemudian mati. Selain dari faktor ZPT yang dibutuhkan, eksplan anggrek vanda juga membutuhkan karbohidrat atau glukosa untuk sunber energinya. Karena pentingnya peran karbohidart untuk pertumbuhan eksplan, maka dalam media ditambahkan glukosa untuk meningkatkan pertumbuhan eksplan (Murashige dalam Widiastoety et al, 1997). Umur Bertunas (Hari) Berdasarkan hasil analisis sidik ragam dari data hasil pengamatan parameter Umur Bertunas, terlihat bahwa secara interaksi pemberian konsentrasi BAP dan Glukosa berpengaruh nyata terhadap umur bertunas. Pemberian konsentrasi BAP secara tunggal, juga berpengaruh nyata terhadap umur bertunas eksplan anggrek vanda. Serta pemberian konsentrasi Glukosa secara tunggal memberikan pengaruh nyata terhadap umur bertunas eksplan anggrek vanda. Untuk lebih jelasnya mengenai hasil pengamatan umur bertunas setelah dilakukan uji lanjut BNJ pada taraf 5%, dapat dilihat pada Tabel berikut ini.
Tabel 2. Rerata Umur Bertunas (hari setelah tanam) Eksplan Anggrek vanda dengan perlakuan konsentrasi BAP dan konsentrasi Glukosa Konsentrasi Glukosa (ppm) Konsentrasi BAP Rerata G0 (0.00) G1(0.025) G2(0.050) G3(0.075) (ppm) B0 B1
(0.0) (0.1)
B2 (1.0) B3 (10.0) Rerata KK = 4.39%
30.67 d 28.33 c
23.33 b 26.33 c
29.50 c 25.83 b 25.83 b 12.67 a 28.58 d 22.04 a BNJ B & G = 1,24
24.50 b 25.00 b
28.67 c 24.83 b
26.79 b 26.12 b
25.33 b 29.00 c 22.67 b 24.67 b 24.37 b 26.79 c BNJ BG = 3,41
27.41 c 21.46 a 25.44
Angka-angka pada baris dan kolom yang diikuti oleh huruf kecil yang sama tidak berbeda nyata menurut Uji lanjut BNJ pada taraf 5%.
Dari Tabel 2 dapat dilihat bahwa hasil tercepat eksplan Anggrek vanda mengeluarkan tunas adalah B3G1 (10.0 ppm http://rat.uir.ac.id
BAP dan 0.025 ppm Glukosa) yaitu 12.67 hari dan perlakuan yang lambat mengeluarkan tunas adalah B0G0 (tanpa 410
Jurnal RAT Vol.3.No.1.Januari 2014
BAP/tanpa Glukosa) 30.67 hari. Hal ini menggambarkan bahwa Eksplan Anggrek vanda untuk bertunas dan pertumbuhannya membutuhkan BAP yang tinggi dan Glukosa yang rendah, sedangkan kalau glukosanya terlalu tinggi maka pertumbuhan tunas eksplan anggreknya terganggu dan menyebabkan eksplannya menjadi kerdil dan tidak mau berkembang karena kelebihan Glukosa yang diberikan. Semakin cepat tunas terbentuk maka akan semakin meningkat pula nutrisi yang diserap oleh eksplan sehingga akan mempercepat pembentukan eksplan membentuk individu baru, karena semua eksplan masih di dalam botol yang merupakan sumber nutrisi adalah yang terdapat pada media agar tersebut. Sehingga nutrisi yang tersedia merupakan faktor utama dalam menunjang perkembangan eksplan untuk membentuk tanaman baru. Menurut Gunawan (1988) berhasilnya pertumbuhan tunas selain ditentukan oleh jenis dan kadar hormon pertumbuhan, juga bergantung pada sumber jaringan serta kadar medium hara. Unsur hara yang diserap tersedia bagi tanaman mendorong aktifitas metabolisme dalam jaringan tanaman tersebut dan menyebabkan sel-sel tanaman membelah. Secara umum, tujuan perbanyakan secara in-vitro adalah regenerasi yang diharapkan menghasilkan planlet. Proses ini diawali dengan terbentuknya tunas yang tumbuh dan berkembang karena pengaruh adanya media dan zat pengatur tumbuh. Secara tunggal, pemberian kosentrasi BAP yang paling cepat bertunas adalah B3 yaitu 21.46 hari diikuti oleh B1 dengan umur bertunas 26.12 hari kemudian B0 dengan umur bertunas 26.79 hari dan paling rendah adalah B2 dengan umur bertunas 27.41 hari. Pemberian BAP (10.0 ppm) yang tinggi tidak menyebabkan terganggunya pertumbuhan tunas melainkan mempercepat pertumbuhan tunas dan tanpa pemberian BAP pertumbuhan tunas juga cepat, http://rat.uir.ac.id
ISSN : 2252-9608
sedangkan pemberian BAP yang sedang menghambat pertumbuhan tunas. Jadi dapat disimpulkan, bahwa tanpa pemberian BAP, pemberian BAP rendah dan pemberian BAP tinggi dapat mempercepat pertumbuhan muncul tunas pada eksplan anggrek vanda. Padahal menurut hasil-hasil penelitian untuk tanaman hias pemberian ZPT yang tinggi atau melebihi 1.0 ppm menyebabkan tanaman terganggu pertumbuhannya. Dari hasil penelitian Fatimah (2008) menunjukkan bahwa eksplan anggrek bulan yang menggunakan media MS, konsentrasi BAP yang bagus dan tepat dalam mempercepat muncul tunas adalah 15 mg/l. Pemberian Glukosa secara tunggal hasil tertinggi umur bertunas G1 yaitu 22.04 hari menginginkan glukosa yang rendah untuk percepatan pertumbuhan tunasnya dan tunas-tunas yang dihasilkan dengan konsentrasi G1 (0.025 ppm) ini sangat bagus dan pertumbuhan tunasnya keatas dan kokoh kalau dilihat dibandingkan dengan G2 (0.050 ppm) 24.37 hari yang sifat pertumbuhan tunasnya menyebar, menggumpal dan terbentuk tunas yang banyak dibanding G1 tetapi tunasnya pendek dan lebih kecil ukurannya dibandingkan G1. Sedangkan G3 (0.075 ppm) 26.79 hari percepatan tumbuh tunasnya terganggu karena glukosa yang diberikan terlalu banyak sehingga tunas-tunas yang dihasilkan runcing dan tampak seperti kerdil karena terhambatnya pertumbuhannya. Tetapi untuk G0 (tanpa glukosa) 28.58 hari hanya muncul tunas sedikit saja seperti jarum dan pertumbuhannya juga sangat lambat. Persentase Tumbuh Tunas (%) Berdasarkan hasil analisis sidik ragam dari data hasil pengamatan parameter Persentase Tumbuh Tunas (%), terlihat bahwa interaksi pemberian konsentrasi BAP dan Glukosa tidak berpengaruh nyata terhadap persentase tumbuh tunas. Pemberian konsentrasi BAP secara tunggal, juga tidak berpengaruh nyata terhadap 411
ISSN : 2252-9608
Jurnal RAT Vol.3.No.1.Januari 2014
persentase tumbuh tunas. Dan pemberian konsentrasi Glukosa secara tunggal memberikan pengaruh nyata terhadap persentase tumbuh tunas. Untuk lebih
jelasnya mengenai hasil pengamatan persentase tumbuh tunas setelah dilakukan uji lanjut BNJ pada taraf 5%, dapat dilihat pada Tabel berikut ini.
Tabel 3. Rerata Persentase Tumbuh Tunas eksplan Anggrek vanda dengan perlakuan konsentrasi BAP dan konsentrasi Glukosa (%) Konsentrasi Glukosa (ppm) Konsentrasi BAP Rerata G0 (0.0) G1(0.025) G2(0.050) G3(0.075) (ppm) B0 (0.0) B1 (0.1) B2 (1.0) B3 (10.0) Rerata KK = 14.91%
50.00 100.00 63.33 76.67 56.67 83.33 63.33 100.00 58.33 b 90.00 a BNJ G = 13.67
100.00 83.33 96.67 100.00 95.00 a
93.33 93.33 83.33 80.00 87.50 a
85.83 79.16 80.00 85.83 82.71
Angka-angka pada baris dan kolom yang diikuti oleh huruf kecil yang sama tidak berbeda nyata menurut Uji lanjut BNJ pada taraf 5%.
Dari Tabel 3 dapat dilihat bahwa secara interaksi persentase tumbuh tunas tidak berpengaruh nyata. Tetapi kalau dilihat dari angka terdapat perbedaan dan angka yang paling tinggi dalam persentase tumbuh tunas adalah B0G1, B0G2, B3G1, B3G2 100%. Dan persentase tunas paling rendah adalah B0G0 yang tanpa pemberian BAP dan Glukosa. Perlakuan B0G1, B0G2, B3G1, B3G2 sangat bagus hasilnya karena konsentrasi BAP yang digunakan adalah 10 ppm dan tanpa pemberian BAP dan Glukosa sangat cocok pada konsentrasi 0.025–0.050 ppm. Pemberian BAP yang tinggi atau tanpa pemberian BAP memberikan hasil terbaik jika diinteraksikan dengan glukosa rendah dan sedang, berarti perlakuan ini membentuk hubungan baik dan saling meningkatkan peranannya. Keadaan ini menyebabkan eksplan memberikan respon lebih baik dari perlakuan interaksi yang lainnya. Pemberian konsentrasi BAP secara tunggal tidak berpengaruh nyata, tetapi dilihat dari angka berbeda nyata. Perlakuan yang paling tinggi persentase hidup eksplannya adalah B0 dan B3 dengan persentase tumbuh tunas 85.83% dan kemudian diikuti oleh B2 dengan persentase http://rat.uir.ac.id
tumbuh tunas 80.00% dan persentase tumbuh tunas terendah adalah B1 79.16%. BAP tergolong kedalam jenis zat pengatur tumbuh sitokinin yang lebih banyak digunakan karena BAP merupakan turunan adenine yang paling aktif dalam proses pembelahan sel dan memacu pertumbuhan tunas. Menurut Wong (1986), pemberian BAP lebih konsisten dari pada kinetin. Pemberian BAP sebesar 10–15 mg/l mampu menekan multiplikasi tunas dan pembentukan akar. Pemberian konsentrasi Glukosa secara tunggal berpengaruh nyata, dalam angka perlakuan yang paling tinggi persentase tumbuh tunasnya adalah G2 (0.050 ppm) dengan persentase tumbuh tunas 95.00% dan diikuti oleh G1 (0.025 ppm) dengan persentase tumbuh tunas 90.00%, kemudian G3 (0.075 ppm) dengan persentase tumbuh tunas 87.50% dan paling rendah adalah G0 (tanpa pemberian glukosa) dengan persentase tumbuh tunas 58.33%. Pemberian glukosa 0.050 ppm mampu meningkatkan persentase tumbuh tunas dengan baik. Ini berarti eksplan anggrek vanda menginginkan media yang karbohidratnya sedang dalam meningkatkan pertumbuhan tunasnya sedangkan glukosa 412
ISSN : 2252-9608
Jurnal RAT Vol.3.No.1.Januari 2014
yang tinggi 0.075 ppm dapat menghambat pertumbuhan tunasnya dan mungkin tidak berkembang pertumbuhan tunasnya karena kelebihan karbohidrat yang diberikan. Tinggi Tunas (cm) Berdasarkan hasil analisis sidik ragam dari data hasil pengamatan parameter Tinggi Tunas, terlihat bahwa interaksi pemberian konsentrasi BAP dan Glukosa berpengaruh
nyata terhadap tinggi tunas. Pemberian konsentrasi BAP secara tunggal, juga berpengaruh nyata terhadap tinggi tunas. Serta pemberian konsentrasi Glukosa secara tunggal memberikan pengaruh nyata terhadap tinggi tunas pada eksplan anggrek vanda. Untuk lebih jelasnya mengenai hasil pengamatan tinggi tunas setelah dilakukan uji lanjut BNJ pada taraf 5%, dapat dilihat pada Tabel berikut ini.
Tabel 4. Rerata Tinggi Tunas (cm) pada Eksplan Anggrek vanda dengan perlakuan konsentrasi BAP dan konsentrasi Glukosa Konsentrasi Glukosa (ppm) Konsentrasi BAP Rerata G0 (0.0) G1(0.025) G2(0.050) G3(0.075) (ppm) B0 B1 B2 B3
(0.0) (0.1) (1.0) (10.0) Rerata KK = 47.36%
0.00 2.50 a 0.00 1.27 b 0.00 0.55 b 0.00 2.97 a 0.00 1.82 a BNJ B&G = 0.38
1.45 b 0.90 b 0.97 b 0.45 b 0.38 b 0.45 b 1.45 b 0.67 b 1.06 b 0.62 c BNJ BG = 1.26
1.21 a 0.67 b 0.32 b 1.27 a 0.87
Angka-angka pada baris dan kolom yang diikuti oleh huruf kecil yang sama tidak berbeda nyata menurut Uji lanjut BNJ pada taraf 5%.
Pada Tabel 4 secara interaksi hasil tinggi tunas paling tinggi dan pertumbuhannya cukup bagus adalah B3G1 dengan tinggi tunas 2.97 dan tinggi tunas paling rendah adalah B0G0, B1G0, B2G0 dan B3G0 yang tidak tumbuh tunasnya sama sekali. Padahal dari mulai dikulturkan sampai umur 31 hari setelah tanam eksplan perlakuan yang tanpa glukosa tumbuh dengan baik tetapi setelah diperhatikan setiap hari eksplan mulai mencoklat, layu dan kemudian mati. Hal ini disebabkan karena eksplan membutuhkan karbohidrat untuk nutrisi dan Menurut Gunawan (1988), berhasilnya pertumbuhan tunas selain ditentukan oleh jenis dan kadar hormon pertumbuhan juga bergantung pada sumber jaringan serta kadar medium hara. Unsur hara yang diserap tersedia bagi tanaman mendorong aktifitas metabolisme dalam jaringan tanaman tersebut dan menyebabkan sel–sel tanaman http://rat.uir.ac.id
akan membelah. Tingginya respon jaringan untuk tumbuh, tergantung pada kemampuan Glukosa dan sitokinin yang ditambahkan kedalam media untuk merubah ZPT endogen dalam sel. Secara tunggal, pemberian konsentrasi BAP berpengaruh nyata. Tinggi tunas paling tinggi dan bagus pertumbuhannya adalah B3 dengan tinggi tunas 1.27, diikuti B0 dengan tinggi tunas 1.21 kemudian B1 dengan tinggi tunas 0.67 dan paling rendah adalah B2 dengan tinggi tunas 0.32. Abidin (1995) mengemukakan bahwa zat pengatur tumbuh merupakan senyawa organik bukan nutrisi yang aktif dalam konsentrasi rendah dapat merangsang, menghambat atau merubah pertumbuhan tanaman secara kualitatif maupun kuantitatif. Zat pengatur tumbuh BAP merupakan zat pengatur tumbuh yang termasuk ke dalam golongan sitokinin dari sekian banyak pengelompokan zat pengatur tumbuh. 413
ISSN : 2252-9608
Jurnal RAT Vol.3.No.1.Januari 2014
Wilkins (1992) mengemukakan bahwa pertumbuhan tunas tanaman terutama tinggi merupakan hasil pendayagunaan fotosintesis yang ada di dalam tanaman, kemudian pada sel terjadi proses metabolisme sehingga sel– sel tanaman terus berkembang dan bertambah ukurannya, kegiatan tersebut dapat aktif dengan adanya pemberian zat pengatur tumbuh pada tanaman. Jadi dengan adanya pemberian BAP erat hubungannya terhadap pertambahan tinggi tunas tanaman, pemberian zat perangsang tumbuh diharapkan akan menambah kadar hormon yang ada pada tanaman sehingga akan mendapat hasil yang lebih baik. Secara tunggal pemberian konsentrasi glukosa berpengaruh nyata. Perlakuan Glukosa yang paling tinggi tunasnya adalah G1 1.82 cm diikuti G2 dengan tinggi tunas 1.06 cm dan G3 dengan tinggi tunas 0.62 sedangkan G0 tidak muncul tunasnya karena kekurangan karbohidrat yaitu glukosa. Tinggi tunas yang glukosa 0.025 ppm pertumbuhan tunasnya cukup bagus karena pertumbuhan tunasnya keatas dan daun-daun eksplan anggreknya tersusun rapi. Kalau tinggi tunas yang glukosanya 0.050 ppm pertumbuhan tunasnya lebih cenderung menyebar kesamping dengan jumlah tunas yang banyak, sedangkan tinggi tunas
perlakuan glukosa 0.075 ppm kurang bagus karena tunas yang muncul kecil dan kerdil, ini disebabkan karena kelebihan glukosa yang diberikan kepada media, pemberian glukosa yang tinggi dalam media kultur dapat menghambat pertumbuhan sel-sel somatik. Hal ini diduga akibat tekanan osmotik yang terlalu tinggi, sehingga menyebabkan kematian sel-sel akibat terjadinya lisis atau pecahnya dinding sel (Gandawidjaya, 1998). Tanpa pemberian glukosa dan glukosa yang terlalu tinggi menyebabkan terhambatnya eksplan anggrek dalam membentuk tunas. Jumlah Tunas (buah) Berdasarkan hasil analisis sidik ragam dari data hasil pengamatan parameter Jumlah tunas (buah), terlihat bahwa interaksi antara pemberian konsentrasi BAP dan Glukosa berpengaruh nyata terhadap jumlah tunas. Pemberian konsentrasi BAP secara tunggal, juga berpengaruh nyata terhadap jumlah tunas. Serta pemberian konsentrasi Glukosa secara tunggal memberikan pengaruh nyata terhadap jumlah tunas pada eksplan anggrek vanda. Untuk lebih jelasnya mengenai hasil pengamatan jumlah tunas setelah dilakukan uji lanjut BNJ pada taraf 5%, dapat dilihat pada Tabel berikut ini.
Tabel 5. Rerata Jumlah Tunas (buah) pada Eksplan Anggrek vanda dengan perlakuan konsentrasi BAP dan konsentrasi Glukosa Konsentrasi Glukosa (ppm) Konsentrasi BAP Rerata G0(0.0) G1(0.025) G2(0.050) G3(0.075) (ppm) B0 (0.0) B1 (0.1) B2 (1.0 ) B3 (10.0) Rerata KK = 13.74%
0.00 4.50 a 0.00 2.73 b 0.00 1.80 b 0.00 5.00 a 0.00 3.51 a BNJ B & G = 0.65
4.00 a 2.87 2.90 b 1.70 3.23 b 2.40 5.20 a 3.20 3.83 a 2.54 BNJ BG = 1.89
b b b b b
2.84 a 1.83 b 1.86 b 3.35 a 2.47
Angka-angka pada baris dan kolom yang diikuti oleh huruf kecil yang sama tidak berbeda nyata menurut Uji lanjut BNJ pada taraf 5%.
Dari Tabel 5 dapat dilihat bahwa paling banyak jumlah tunasnya adalah http://rat.uir.ac.id
perlakuan B3G2 (10.0 ppm BAP dan 0.050 ppm Glukosa) dengan jumlah tunas 5.20 414
Jurnal RAT Vol.3.No.1.Januari 2014
buah dan paling rendah jumlah tunasnya adalah B1G3 (0.1 ppm dan 0.075 ppm) dengan jumlah tunas 1.70 buah. Untuk meningkatkan jumlah tunas perlakuan yang paling cocok adalah B3G2 dengan pemberian BAP yang tinggi dan glukosa yang sedang. Dan jumlah tunas yang dihasilkan pertumbuhannya lebih menyebar kesamping dan sangat banyak sehingga menutupi media yang ada dalam botol kultur. Dalam hasil penelitian Panjaitan, E (2005) mengemukakan bahwa secara interaksi semakin meningkat konsentrasi BAP maka pertambahan jumlah tunas planlet tanaman anggrek akan semakin kecil, sedangkan pemberian NAA yang meningkat maka akan meningkatkan pula jumlah tunas tanaman anggrek. Pernyataan diatas berbeda dengan hasil penelitian anggrek vanda ini, karena hasil yang diperoleh menunjukkan bahwa secara interaksi pemberian BAP yang tinggi dapat meningkatkan jumlah tunas dan pemberian glukosa yang tinggi dapat menyebabkan terhambatnya jumlah tunas anggre vanda. Jadi, dapat disimpulkan bahwa pemberian ZPT Sitokinin yaitu BAP dalam konsentrasi tinggi meningkatkan hasil jumlah tunas karena BAP ini bekerja sendiri dalam pembentukan tunas ini akan mempercepat pertumbuhannya karena tidak ada persaingan dari ZPT lain, sepertin auksin yang menghambat dalam pekerjaanya membentuk jumlah tunas. Pemberian BAP secara tunggal juga memberikan pengaruh nyata. Jumlah tunas yang paling banyak pada perlakuan B3 dengan jumlah tunas 3.35 buah dan diikuti oleh B0 dengan jumlah tunas 2.84 buah kemudian B2 dengan jumlah tunas 1.86 buah
ISSN : 2252-9608
dan terakhir B1 dengan jumlah tunas 1.83 buah. Dari data dapat dilihat bahwa pemberian BAP yang tinggi menghasilkan jumlah tunas yang banyak dan begitu juga eksplan anggrek vanda yang tidak diberi BAP juga menghasilkan jumlah tunas yang banyak tetapi BAP yang konsentrasinya rendah dan sedang mengalami pertumbuhan jumlah tunas sedikit. Berarti eksplan anggrek vanda menginginkan BAP yang tinggi sampai 10 ppm atau tidak diberikan BAP sama sekali dalam memperbanyak jumlah tunasnya. Sedangkan pemberian konsentrasi Glukosa secara tunggal juga memberikan pengaruh, dimana perlakuan yang paling banyak jumlah tunasnya adalah G2 dengan jumlah tunas 3.83 buah dan diikuti oleh G1 dengan jumlah tunas 3.51 buah kemudian G3 dengan jumlah tunas 2.54 buah dan G0 tidak ada jumlah tunasnya. Ini disebabkan karna perlakuan ini tidak diberi glukosa sehingga eksplan tidak tumbuh, padahal diketahui glukosa merupakan sumber karbohidrat untuk pertumbuhan eksplan. Biomassa (gram) Berdasarkan hasil analisis sidik ragam dari data hasil pengamatan parameter Biomassa (gram), terlihat bahwa interaksi antara pemberian konsentrasi BAP dan Glukosa berpengaruh nyata terhadap biomassa. Pemberian konsentrasi BAP secara tunggal, juga berpengaruh nyata terhadap biomassa. Serta pemberian konsentrasi Glukosa secara tunggal memberikan pengaruh nyata terhadap biomassa pada eksplan anggrek vanda. Untuk lebih jelasnya mengenai hasil pengamatan biomassa setelah dilakukan uji lanjut BNJ pada taraf 5%, dapat dilihat pada Tabel berikut ini.
Tabel 6. Rerata Biomassa (gram) pada Eksplan Anggrek vanda dengan perlakuan konsentrasi BAP dan konsentrasi Glukosa Konsentrasi Glukosa (ppm) Konsentrasi BAP Rerata G0(0.0) G1(0.025) G2(0.050) G3(0.075) (ppm) http://rat.uir.ac.id
415
ISSN : 2252-9608
Jurnal RAT Vol.3.No.1.Januari 2014
B0 B1
(0.0) (0.1)
B2 (1.0) B3 (10.0) Rerata KK = 9.73 %
0.00 0.00
1.10 b 0.77 c
0.00 0.87 c 0.00 1.37 a 0.00 1.03 ab BNJ B & G = 0.07
0.93 1.23
c a
0.50 0.53
d d
0.63 b 0.63 b
1.13 b 0.43 1.10 b 0.47 1.10 a 0.48 BNJ BG = 0.19
d d c
0.61 b 0.73 a 0.65
Angka-angka pada baris dan kolom yang diikuti oleh huruf kecil yang sama tidak berbeda nyata menurut Uji lanjut BNJ pada taraf 5%.
Pada Tabel 6 dapat dilihat dan diperhatikan bahwa secara interaksi yang paling tinggi berat biomassanya perlakuan B3G1 (10 ppm BAP dan 0.025 ppm Glukosa) dengan berat biomassa 1.37 gram dan paling rendah berat biomassanya adalah B2G3 (1.0 ppm dan 0.075 ppm) dengan berat biomassa 0.43 gram. Interaksi Pemberian BAP dan Glukosa yang sama-sama tinggi akan menyebabkan penurunan pertumbuhan eksplan anggrek, yang nantinya menurunkan berat basah tanaman, hal ini disebabkan karena konsentrasi yang diberikan sama-sama tinggi sehingga menyebabkan kelebihan hara yang diterima tanaman dan akhirnya pertumbuhan eksplan menjadi lambat. Tetapi interaksi pemberian BAP yang tinggi dan Glukosa rendah atau pemberian BAP rendah atau Glukosa tinggi lebih baik pertumbuhannya karena konsentrasi yang diberikan seimbang dan tidak merusak jaringan tanaman dalam proses pertumbuhannya. Dan Glukosa dapat menggantikan fungsi BAP sampai 10 ppm. Berat biomassa ini tergantung dari tinggi dan jumlah tunas yang dimiliki ekpslan anggrek. Jika tinggi dan jumlah tunas yang dimiliki eksplan anggrek banyak maka berat basah tanaman juga banyak atau meningkat tetapi jikatinggi dan jumlah tunas sedikit maka berat basahnya juga akan sedikit atau menurun. Pemberian BAP secara tunggal berpengaruh nyata. Berat biomassa paling tinggi adalah B3 dengn berat biomassa 0.73 gram, kemudian B0 dan B1 sama berat biomassanya yaitu 0.63 dan biomassa paling http://rat.uir.ac.id
rendah adalah B2 dengan berat biomassa 0.61 gram. Eksplan anggrek ini menginginkan konsentrasi BAP yang tinggi dalam meningkatkan berat basahnya. Karena ZPT yang digunakan dalam penelitian ini hanya satu yaitu golongan sitokinin BAP, maka eksplan anggrek menginginkan konsentrasi yang tinggi dalam meningkatkan pertumbuhannya. Jika ZPT yang digunakan ada 2 maka konsentrasi yang butuhkan rendah atau konsentrasi yang satu rendah dan yang satu tinggi. Pemberian Glukosa secara tunggal juga berpengaruh nyata. Berat biomassa paling tinggi adalah G2 dengan berat biomassa 1.10 gram, kemudian G1 dengan berat biomassa 1.03 gram dan paling rendah G3 dengan berat biomassa 0.48 gram. Sedangkan untuk perlakuan G0 tidak ada berat biomassanya karena eksplan ini mati sebelum waktunya. Hal ini disebabkan Glukosa merupakan komponen yang sangat penting pada media kultur jaringan, tidak hanya berfungsi sebagai pengatur tekanan osmotik tetapi juga merupakan sumber karbohidrat yang efektif (Hu dan Zeng, 1984). Eksplan anggrek menginginkan kosentrasi Glukosa sedang dalam meningkatkan berat basahnya atau konsentrasi yang rendah. Sedangkan konsentrasi glukosa yang tinggi dapat menyebabkan terhambatnya pertumbuhan anggrek dan berakibat pula pada penurunan berat basahnya. 416
Jurnal RAT Vol.3.No.1.Januari 2014
KESIMPULAN Dari hasil penelitian yang telah dilakukan dapat diambil kesimpulan, bahwa : 1. Interaksi BAP dan Glukosa berpengaruh nyata terhadap umur bertunas, tinggi tunas dan biomassa dengan konsentrasi 10.0 ppm BAP dan 0.025 ppm Glukosa sedangkan jumlah tunas dengan konsentrasi 10.0 ppm BAP dan 0.050 ppm Glukosa. 2. Pemberian BAP berpengaruh nyata terhadap umur bertunas, tinggi tunas, jumlah tunas, biomassa dengan konsentrasi 10.0 ppm BAP. 3. Pemberian Glukosa berpengaruh nyata terhadap persentase hidup eksplan, umur bertunas, persentase tumbuh tunas, tinggi tunas, biomassa dengan konsentrasi 0.025 ppm Glukosa dan jumlah tunas dengan konsentrasi 0.050 ppm Glukosa. DAFTAR PUSTAKA Abidin, 1995. Zat Pengatur Tumbuh. Angkasa . Bandung Anonim,2008. Anthurium. www.wikipidia.com. (11 September 2008). Gandawidjaya, D. 1998. Pengaruh sukrosa dan glutamin pada kultur anter Solanum khasianum Clarke. J. Ilmiah Biologi 4 Gunawan. 2007. Budidaya Anggrek. Penebar Swadaya. Jakarta. ________.1988. Teknik Kultur Jaringan Tumbuhan. Laboratorium Kultur Jaringan Tanaman Pusat Antar .
http://rat.uir.ac.id
ISSN : 2252-9608
Universitas Bioteknologi, Institut Pertanian Bogor. Hu, H., and J.Z. Zeng. 1984. Development of new varieties via anther culture In : Handbook of Plant Cell Culture 3 Panjaitan, E. 2005. Respon Pertumbuhan Tanaman Anggrek (Dendrobium sp) Terhadap Pemberian BAP dan NAA secara in-vitro. Jurnal Penelitian Bidang Ilmu Pertanian. Fakultas Pertanian UMI. Medan. Desember 2005. Pierik, R.L.M. 1987. In vitro culture of higher plants. Martinus Nijhoff Publishers, Dordrecht. 344p. Rahardja, P. C. 1988. Kultur Jaringan Teknik Perbanyakan Tanaman Secara Modern. Penebar Swadaya. Jakarta. Sutriana, S. 2010. Kombinasi BAP (Benzil Amino Purin) dan IAA (Indole Acetic Acid) Pada Eksplan Anthurium (Anthurium sp) Dalam Kultur Jaringan. Skripsi Jurusan Budidaya Pertanian. Fakultas Pertanian Universitas Islam Riau. Pekanbaru. Widiastoety, D., S. Kusumo dan Syafni. 1997. Pengaruh Tingkat Ketuaan Air Kelapa dan Jenis Kelapa terhadap Pertumbuhan Plantlet Anggrek Dendrobium. Wong. W. C. 1986. In vitro Propogation Of Banana (Musa spp). Initation, Proliferation and Development Of Shoot- Tip Cultures On Defined Media Martinus Nijh Off Publishers. Netherlands. Zulkarnain. 2009. Kultur Jaringan Tanaman. Bumi Aksara. Jakarta
417