Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner 2001
METODA EKSTRAKSI SEDERHANA GUNA MENDAPATKAN KOAGULAN SUSU DARI ABOMASUM RUMINANSIA UNTUK PENGOLAHAN KEJU (The Simple Extraction Method to Get a Milk Coagulant from Ruminant Abomasum for Cheese Processing) ROSWITA SUNARLIM dan TRIYANTINI Balai Penelitian Ternak PO Box 221, Bogor 16002 ABSTRACT Study on the simple extraction method to isolate milk coagulant from the abomasum of several ruminant spesies for the subtitution of commercial rennet used in cheese processing was carried out. Experimental material consisted of cattle, buffalo, sheep and goat’s abomasum from slaughter house and whole milk. Abomasum of cattle, buffalo, sheep and goat were collected from slaughter houses. Extraction was carried out using 17% sodium chloride solution and pH were adjusted to 1.6, 1.75, 2.0, 2.25 and 2.50 with the addition of acetic acid. The mixtures were soaked for 4-8 days. The extract were used in cheese processing. Protein contents, pH, NaCl concentrations, fat and water content were observed from weeks 0 and 12. Organoleptic test for cheese after 12 weeks storage was conducted to observe the flavour, texture, taste and preference. Data were analyzed with factorial design. The result showed that pH of extract solution, soaking periode, species and their interaction were significantly different in milk coagulant activity (P<0.05). The highest activity was found in goat abomasum with pH 2,25 during 8 days. Abomasum resources resulted in significantly difference (P<0.05) in water content, where as pH, protein content, NaCl content and fat content were not significantly different. The result of organoleptic test showed that cheese produced with extract of sheep’s abomasum has a flavour, texture, taste and preference similar to cheese from commercial rennet on 12 weeks storage. Milk coagulant from sheep’s abomasum has a potential to replace commercial rennet.
Key word: Abomasum, milk coagulant, cheese ABSTRAK Telah dikaji cara ekstraksi sederhana untuk mendapatkan koagulan susu dari abomasum beberapa spesies ruminansia dalam upaya substitusi rennet komersial yang sangat diperlukan pada pengolahan keju. Bahan penelitian terdiri dari abomasum sapi, kerbau, domba dan kambing dari rumah potong dan susu sapi yang akan diolah menjadi keju. Ekstraksi abomasum dilakukan dengan menggunakan larutan NaCl 17% yang ditambahkan asam asetat sehingga dicapai pH 1,6; 1,75; 2,00; 2,25 dan 2,50 dengan waktu perendaman 4 sampai 8 hari. Pengamatan dilakukan terhadap aktivitas koagulan ekstrak abomasum yang selanjutnya digunakan dalam pengolahan keju. Pengamatan terhadap keju yang dihasilkan meliputi: pH, kadar protein, kadar NaCl, kadar lemak dan kadar air pada penyimpanan minggu ke 0 dan 12. Uji preferensi keju pada minggu ke 12 meliputi: flavor, tekstur, rasa dan penerimaan. Analisis data menggunakan Rancangan Acak lengkap pola faktorial dengan 2 kali ulangan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pH larutan pengekstrak, waktu perendaman dan spesies ternak berpengaruh nyata terhadap aktivitas koagulan susu (P<0,05), yang tertinggi pada abomasum kambing dengan pH 2,25 pada perendaman 8 hari. Sumber abomasum ruminansia berpengaruh nyata (P<0,05) terhadap kadar air keju yang dihasilkan, sedangkan pH, kadar protein, NaCl dan lemak tidak berbeda. Hasil uji preferensi menunjukkan bahwa keju yang diolah dengan penambahan ekstrak abomasum domba memiliki flavor, tekstur, rasa dan penerimaan sama disukai dengan keju yang diolah dengan rennet komersial pada minggu ke 12. Koagulan susu dari abomasum domba mempunyai prospek cukup baik untuk substitusi rennet komersial dalam pengolahan keju dengan produk keju tidak berbeda dengan rennet komersial.
361
Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner 2001
Kata kunci: Abomasum, koagulan susu, keju PENDAHULUAN Walaupun perekonomian Indonesia mengalami goncangan sebagai akibat situasi politik negara yang tidak stabil, tetapi sistem agribisnis pertanian masih mampu bertahan. Sektor peternakan yang merupakan salah satu komponen dari sektor pertanian tentunya perlu memfokuskan diri pada sistem agribisnis. Untuk menunjang keberhasilan sistem ini perlu dilakukan berbagai terobosan antara lain dengan mengembangkan produk ternak serta hasil olahannya yang mempunyai daya saing tinggi, sesuai dengan selera pasar, mutu dan pasokan terjamin. Adapun komponen-komponen pendukung yang diperlukan adalah: teknologi tepat guna dengan memanfaatkan sumberdaya lokal yang banyak tersedia namun belum diberdayakan secara maksimal. Produksi susu di Indonesia dalam data sebenarnya hampir seimbang dengan produksi daging yaitu susu sebanyak 384.300 ton dan daging sebanyak 322.500 ton pada tahun 1999. Namun sentra produksi susu terkonsentrasi di Pulau Jawa (DITJENNAK. 1999).Susu segar mempunyai daya simpan terbatas, sehingga memerlukan alat transportasi khusus. Konsumen susu di Indonesia cenderung memilih susu olahan untuk dikonsumsi dari pada susu segar dengan alasan mudah disimpan, praktis dan lebih bervariasi dalam hal bentuk, penampilan dan cita rasa. Keadaan ini sangat mendukung pengembangan sistem agribisnis dibidang persusuan. Keju adalah salah satu produk olahan susu yang berbahan baku susu penuh atau susu skim dengan cara menggumpalkan casein menggunakan renet dan asam laktat (PURNOMO dan ADIONO. 1985). Keju banyak dikonsumsi oleh golongan konsumen menengah keatas dengan harga yang relatif mahal, karena proses produksinya memerlukan biaya tinggi. Oleh karena itu, perlu diupayakan solusi yang memungkinkan untuk menekan biaya produksi, dengan melakukan substitusi rennet komersial yang harganya relatif mahal, padahal rennet sangat diperlukan sebagai koagulan susu dalam proses pengolahan keju. Rennet mengandung enzim-enzim yang dapat diperoleh dengan melakukan ekstraksi abomasum ruminansia khususnya yang masih muda (PURNOMO dan ADIONO. 1985; dan WINARNO. 1986). Hasil penelitian NELSON pada tahun 1975 menunjukkan bahwa ekstraksi abomasum sapi muda mengandung 94% rennin dan 6% pepsin, sedangkan pada ternak dewasa adalah 6% rennin dan 94% pepsin (SCOT. 1978). Jumlah pemotongan ternak ruminansia pada tahun 1999 mencapai 5.907.674 ekor, apabila potensi ini dapat dimanfaatkan maka diharapkan dapat menekan biaya produksi pengolahan keju di Indonesia. Namun masih perlu dikaji metoda ekstraksi yang sederhana terhadap abomasum ruminansia (sapi, kerbau, domba, kambing), kemudian dilanjutkan dengan kajian tentang penggunaannya sebagai koagulan susu dalam proses pengolahan keju hingga diperoleh produk yang bermutu baik serta disukai. MATERI DAN METODA Materi penelitian terdiri dari abomasum sapi, kerbau, domba dan kambing dari rumah potong hewan, susu untuk pengolahan keju dan bahan-bahan lain sebagai pendukung. Metode penelitian Kajian tentang ekstrak abomasum
362
Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner 2001
Cara ekstraksi abomasum yaitu: Abomasum sapi, kerbau, domba dan kambing dibuang lemaknya, dicuci bersih, kemudian dikeringkan dan dipotong kecil-kecil. Timbang 45 gram, direndam dalam 1000 ml larutan (NaCl + asam asetat) dengan pH 1,60; 1,75; 2,00; 2,25; dan 2,50. Aktifitas koagulan ekstrak abomasum. Aktifitas diukur pada hari ke 4, 5, 6, 7 dan 8 sebanyak 25 ml susu dipanaskan sampai suhu 40oC, kemudian tambahkan 1 ml ekstrak abomasum. Pengamatan dilakukan terhadap lama waktu yang diperlukan sampai susu mulai menggumpal. Aktifitas koagulan ekstrak abomasum dinyatakan dengan berapa jumlah (ml) susu yang dapat digumpalkan oleh 1 ml ekstrak abomasum pada temperatur 40oC selama 60 menit. Cara perhitungan Waktu penggumpalan 25 ml susu oleh 1 ml ekstrak abomasum pada pH 1,60 dengan waktu perendaman 4 hari adalah 5,25 menit. Aktifitas 1 ml ekstrak abomasum selama 60 menit pada temperatur 40oC adalah: 60 50
x
25 ml
=
285,71 ml
Skema pengolahan keju dapat dilihat pada gambar 1. Susu ↓ Pasteurisasi 65oC-30 menit ↓ Didinginkan 35o-40oC + ↓ Starter + (0,21% as laktat) ↓ + Enzim (jumlah sesuai aktifitasnya) biarkan sampai menggumpal ↓ Disaring ↓ Ditimbang dan dipotong kecil-kecil + ↓ 5% NaCl dan diaduk sampai rata ↓ Dicetak, pres sampai whey tidak menetes ↓ Dibungkus parafin disimpan pada temperatur (10-15oC) selama + 3 bulan Gambar 1. Skema Pengolahan Keju
363
Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner 2001
Kemudian dilakukan analisa terhadap sifat fisik dan kimia keju yang dihasilkan pada minggu ke 0, dan ke 12, meliputi: a. pH keju-diukur menggunakan pH-meter b. Kadar protein keju-dengan metoda Kjeldahl c. Kadar NaCl keju-dengan metoda pengendapan Ag Cl d. Kadar lemak keju-dengan metoda ekstraksi (vangulic butirometer) e. Kadar air keju-dengan metoda penguapan (AOAC. 1980) Analisa data menggunakan Rancangan Acak Lengkap pola faktorial 5x5x4 yaitu faktor A (pH larutan pengekstrak), B (waktu perendaman/hari), C (spesies ruminansia), dengan dua kali ulangan (STEEL dan TORRIE. 1981). Pada minggu ke 12 masa penyimpanan keju dilakukan uji organoleptik dengan metoda uji Perbandingan Skor terhadap flavor, rasa, tekstur dan penerimaan menggunakan 15 orang panelis (LARMOND. 1973). Skala hedonik yang digunakan untuk masing-masing kriteria adalah sebagai berikut: - Flavor: sangat baik, baik, agak baik, biasa, agak tidak baik, tidak baik, sangat tidak baik. - Tekstur: keras, kenyal, agak kenyal, biasa, agak empuk, empuk, lunak. - Penerimaan (kesukaan): sangat suka, suka, agak suka, biasa, agak tidak suka, tidak suka, sangat tidak suka. Hasil penilaian panelis dikonversikan kedalam skala numerik 0-7 kemudian dilakukan analisa sidik ragam, apabila ada perbedaan dilanjutkan dengan Uji Beda Nyata Jujur (STEEL dan TORRIE. 1981). HASIL DAN PEMBAHASAN Aktifitas Koagulasi Ekstrak Abomasum Ada beberapa faktor yang mempengaruhi aktifitas ekstrak abomasum dari spesies ruminansia sebagai koagulan susu yaitu: Pengaruh pH larutan pengekstrak pH larutan pengekstrak berpengaruh nyata (P<0,05) terhadap aktifitas ekstrak abomasum sebagai koagulan susu yang dinyatakan dalam “jumlah susu (ml) yang dapat digumpalkan oleh 1 ml ekstrak abomasum pada temperatur 40oC selama 60 menit. Pada Gambar 2. terlihat bahwa semakin tinggi pH larutan pengekstrak, jumlah susu (ml) yang dapat digumpalkan oleh 1 ml ekstrak abomasum menunjukkan penurunan secara kuadratik. Aktifitas ekstrak abomasum pada pH 1,75 tidak berbeda dengan pH 2 dan pada pH 2 tidak berbeda dengan pH larutan 2,50. Aktifitas tertinggi dicapai pada pH larutan pengekstrak 1,60 yaitu rata-rata 259,58 ml susu yang dapat tergumpal oleh 1 ml ekstrak. Prinsip dasar ekstraksi abomasum adalah pelarutan protein enzim oleh garam NaCl dan perubahan Zimogen menjadi enzim aktif oleh suasana asam. Pepsinogen dirubah menjadi pepsin secara autokatalisa pada pH kurang dari 5. Sementara itu prorennin dirubah menjadi rennin melalui hidrolisa parsial yang mengakibatkan turunnya berat molekul dari 36.000 menjadi 31.000. 364
Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner 2001
Menurut YAMAMOTO (1975), proses pembentukan rennin dipengaruhi oleh pH dan konsentrasi garam larutan pengekstrak. Pada pH larutan pengekstrak sebesar 5, pembentukan rennin terjadi secara autokatalisa. Sementara itu pada pH 2, pembentukan rennin berjalan sangat cepat, namun peran autokatalisa sangat sedikit. 300
250
-
200
-
150
-
100
-
-
Y = 365,55 - 89,79 x 0,038X2
ml susu penggumpal
50 – 01.60
1.75
2.00
2.25
2.50
pH larutan pengekstrak Gambar 2. Hubungan antara pH larutan pengesktrak dan jumlah susu (ml) yang dapat digumpalkan oleh 1 ml ekstrak abomasum pada temperatur 40oC selama 60 menit
Pengaruh waktu perendaman Waktu perendaman abomasum kering untuk ekstraksi berpengaruh nyata (P<0,05) terhadap jumlah susu (ml) yang dapat digumpalkan oleh 1 ml ekstrak abomasum. Pada Gambar 3. dapat dilihat bahwa pengaruh linear waktu perendaman terhdap jumlah susu (ml) yang tergumpal oleh 1 ml ekstrak abomasum yaitu semakin lama waktu perendaman. Semakin meningkat pula jumlah susu (ml) yang dapat digumpalkan oleh 1 ml ekstrak. Waktu perendaman 4, 5 dan 6 hari tidak berpengaruh nyata terhadap jumlah susu (ml) yang tergumpal, sedangkan antara waktu perendaman 6, 7 dan 8 hari juga tidak menunjukkan perbedaan nyata. Aktifitas ekstrak abomasum tertinggi dicapai pada waktu perendaman 7 hari yaitu dapat menggumpalkan 200,69 ml susu. Aktifitas enzim dipengaruhi oleh pH, suhu, bahan pelarut dan konsentrasi elektrolit, konsentrasi substrat serta konsentrasi enzim. Peningkatan pH ekstrak abomasum mengalami peningkatan selama penyimpanan, tetapi tidak berpengaruh nyata pada aktifitas ekstrak, sedangkan meningkatnya konsentrasi enzim akan meningkatkan aktifitas ekstrak abomasum sampai dengan waktu tertentu, kemudian terjadi penurunan. Hal ini menunjukkan bahwa konsentrasi enzim didalam ekstrak sudah maksimal, 365
Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner 2001
sehingga faktor perubahan pH dan faktor lain akan menurunkan aktifitas pengekstrak yang dihasilkan. Perubahan pH yang terjadi pada larutan mengekstrak selama perendaman akan mengakibatkan perubahan muatan pada gugus alkil dan mungkin terjadi pula perubahan muatan pada sisi aktif enzim. 210 200 ml susu susu penggumpal 190 180 Y = 365,55 - 89,79 x 0,038X2
170 160 -
04
5
6
7
8
waktu perendaman (hari) Gambar 3. Hubungan antara waktu perendaman dan jumlah susu (ml) yang dapat digumpalkan oleh 1 ml ekstrak abomasum pada temperatur 40oC selama 60 menit
Pengaruh spesies ruminansia Spesies ruminansia berpengaruh nyata (P<0,05) terhadap jumlah susu (ml) yang dapat digumpalkan oleh 1 ml ekstrak abomasum pada temperatur 40oC selama 60 menit. Aktifitas tertinggi diperoleh pada ekstrak abomasum kambing sebesar 368,53 ml. 400 -
300 -
ml susu penggumpal
200 -
100 -
0 sapi
kerbau
domba
kambing
spesies ruminansia
Gambar 4. Pengaruh spesies ruminansia sebagai sumber abomasum terhadap jumlah susu (ml) yang dapat digumpalkan oleh 1 ml ekstrak abomasum pada temperatur 40oC selama 60 menit
Semua jenis enzim adalah termasuk protein yang terdiri dari bermacam-macam asam amino. Karena hanya sebagian kecil protein yang dapat menganalisa reaksi-reaksi dalam tubuh, maka
366
Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner 2001
berarti bahwa aktifitas enzim berhubungan erat dengan susunan asam animo dalam protein yang ada pada enzim tersebut. Menurut YAMAMOTO (1975), pepsin dari abomasum babi terbentuk oleh rantai tunggal polipeptida dari 321 asam amino dengan berat molekul 33.000 dan terdapat sedikit perbedaan komposisi asam amino yang menyusun pepsin diantara spesies mamalia, sehingga menyebabkan perbedaan aktifitas ekstrak abomasum yang dihasilkan. Pengaruh Interaksi Antar Perlakuan Interaksi antara pH larutan pengekstrak waktu perendaman dan spesies ruminansia mempengaruhi jumlah susu (ml) yang dapat digumpalkan oleh 1 ml ekstrak abomasum pada temperatur 40oC selama 60 menit (Tabel 1). Tabel 1. Pengaruh interaksi antara pH larutan pengekstrak, waktu perendaman abomasum kering dan spesies ruminansia sumber abomasum terhadap jumlah susu (ml) yang dapat digumpalkan oleh 1 ml ekstrak abomasum pada temperatur 40oC selama 60 menit PH
1,60
1,75
2,00
2,25
2,50
Waktu Perendaman (hari) 4 5 6 7 8 4 5 6 7 8 4 5 6 7 8 4 5 6 7 8 4 5 6 7 8
Sapi 282,60 338,41 279,19 279,21 260,00 53,51 53,13 44,06 42,37 33,49 28,74 36,07 40,18 40,02 24,23 16,91 22,91 43,93 34,35 26,57 37,97 51,74 73,44 84,56 76,03
Spesies ruminansia Kerbau Domba 100,46 281,67 129,10 278,58 166,33 277,50 127,78 246,74 119,77 184,28 54,40 243,19 47,35 310,61 37,09 279,31 42,32 248,47 30,31 185,03 43,13 196,87 50,75 204,15 37,76 230,40 49,99 00,68 38,67 151,02 22,40 84,85 31,38 138,40 35,91 189,66 37,75 234,98 33,82 246,57 34,60 155,40 36,03 176,56 42,30 216,01 50,48 228,46 38,86 192,31
Kambing 393,32 39,50 368,39 34159 317,07 360,04 314,76 327,28 381,35 381,35 251,05 348,60 313,08 362,99 346,66 368,39 461,54 507,12 688,31 877,99 185,97 192,11 205,73 289,52 246,31
367
Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner 2001
Aktivitas maksimal ekstrak abomasum beberapa spesies ruminansia cukup bervariasi yaitu: Aktifitas maksimal ekstrak abomasum beberapa spesies ruminansia cukup bervariasi yaitu: Aktifitas maksimal ekstrak abomasum sapi dicapai pada pH 1,60 selama 5 hari, mampu menggumpalkan 338,41 ml susu. Aktifitas ekstrak aboasum kerbau maksimal pada pH 1,60 selama 6 hari, mampu menggumpalkan 166,33 ml susu. Aktifitas ekstrak abomasum domba maksimal pada pH 1,75 selama hari, mampu menggumpalkan sebanyak 310,61 ml susu. Aktifitas ekstrak abomasum kambing maksimal pada pH 2,25 selama 8 hari, mampu menggumpalkan 877,99 ml susu (Tabel 1) YAMAMOTO (1975) menyatakan bahwa aktifitas ekstrak abomasum selain dipengaruhi oleh pH larutan juga konsentrasi garam. Enzim adalah merupakan protein yang aktifitasnya tergantung pada susunan asam amino yang terkandung didalamnya. Aktifitas enzim hasil ekstrak abomasum dipengaruhi oleh pH dan suhu larutan, konsentrasi elektrolit, konsentrasi substrat dan konsentrasi enzim yang ditentukan oleh waktu perendaman.
Penggunaan koagulan ekstrak abomasum beberapa spesies ruminansia dalam pembuatan keju Mutu fisik dan kimiawi keju Mutu fisik dan kimiawi keju yang diamati meliputi: pH, kadar protein, kadar lemak, kadar NaCl dan kadar air sebelum pemeraman (Tabel 2 ). Tabel 2. Rataan sifat fisik dan kimia keju dengan menggunakan ekstrak abomasum beberapa spesies ruminansia dan rennet komersial sebelum pemeraman Sumber koagulan
pH
Protein (%)
Lemak (%)
NaCl (%)
Air (%)
Rennet komersial
5,83a
25,99a
30,50a
4,21a
35,63a
Sapi
6,03a
24,65a
28,00a
3,53a
41,92a
a
a
a
a
37,89a
24,72
30,05
4,29
Kerbau
5,65
Domba
5,58a
24,24a
30,50a
3,85a
37,60a
a
a
a
a
39,11a
kambing
5,98
23,88
28,50
5,03
Keterangan: Angka dengan simbol sama pada lajur yang sama tidak berbeda nyata pada taraf uji 5 persen
Penggunaan ekstrak abomasum sapi, kerbau, domba, kambing dan rennet komersial tidak berpengaruh nyata terhadap sifat fisik dan kimia keju yang dihasilkan sebelum pemeraman. Hal ini disebabkan karena meskipun terdapat perbedaan komposisi asam amino dalam pepsin dari berbagai spesies ruminasia, namun tidak terlalu besar (YAMAMOTO, 1975);oleh karena itu pengaruh terhadap keju yang dihasilkan juga kurang nyata secara statistik. Hasil pengamatan sifat fisik dan kimiawi keju yang sudah diperam selama 12 minggu tercantum pada Tabel 3.
368
Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner 2001
Tabel 3. Rataan sifat fisik dan kimia keju dengan menggunakan ekstrak abomasum beberapa jenis ruminansia dan rennet komersial setelah pemeraman 12 minggu Sumber koagulan
pH
Protein(%)
Lemak(%)
NaCl (%)
Air (%)
Rennet komersial
5,73a
28,21a
28,50a
4,01a
32,06a
Sapi
5,85a
25,19a
26,50a
5,18a
39,80a
a
25,19
a
31,25
a
5,18
a
35,49a
a
32,75
a
3,93
a
35,10a
5,17a
37,86a
Kerbau
5,65
a
Domba
5,70
27,60
kambing
5,83a
26,10a
28,75a
Keterangan: Angka dengan simbol sama pada lajur yang sama tidak berbeda nyata pada taraf uji 5%
Terjadi penurunan kadar air selama pemeraman 12 minggu (Tabel 2 dan 3). Kadar air terendah pada keju yang diolah menggunakan rennet komesial (32,06%) dan tertinggi pada penambahan koagulan ekstrak abomasum sapi (39,80%) dengan perbedaan nyata (P<0,05). Kadar air keju dengan penambahan koagulan dari ekstrak abomasum kerbau tidak berbeda dengan domba, namun berbeda nyata (P<0,05) dengan kambing, sapi dan rennet komersial. Penurunan kadar air keju selama pemeraman diduga karena terjadinya penguapan air. pH dan kadar lemak keju juga mengalami sedikit penurunan meskipun tidak berbeda nyata, diduga karena terjadi hidrolisa lemak menjadi asam butirat, asam kaproat dan asam kaprilat. Kadar protein setelah pemeraman 12 minggu sedikit mengalami peningkatan yang diduga karena terjadinya perubahan komposisi keju, khususnya kadar air. Penerimaan keju secara organoleptik Hasil penilaian secara organoleptik tehadap keju yang diolah menggunakan koagulan dari ekstrak abomasum dan rennet komersial tercantum pada Tabel 4. Tabel 4. Rataan skor oraganoleptik keju susu sapi dengan menggunakan ekstrak abomasum beberapa spesies ruminansia dan rennet komersial pada pemeraman selama 12 minggu Sumber kagulan Rennet
Flavor a
4,37
Rasa 4,60
a
3,27
c
3,30
c
Tekstur
Penerimaan
3,30
bc
4,57a
3,20
bc
3,40bc
a
3,07c
3,60
a
Kerbau
3,50
a
Domba
3,97a
4,47ab
2,97c
4,50a
a
bc
ab
3,77b
Sapi
Kambing
3,80
3,90
4,30 3,73
Keterangan: Angka dengan simbol sama pada lajur yang sama tidak berbeda nyata pada taraf uji 5%
Penggunaan koagulan dari ekstrak abomasum ruminansia tidak berpengaruh nyata terhadap flavor keju yang dihasilkan dibandingkan dengan penambahan rennet komersial (Tabel 4), namun tekstur, rasa dan penerimaan keju setelah pemeraman 12 minggu berbeda nyata. Tekstur yang paling disukai (paling lunak) adalah keju yang diolah dengan menggunaan ekstrak abomasum kerbau, tidak berbeda nyata dengan kambing, namun berbeda nyata dengan domba, sapi dan rennet komersial. Tekstur keju dengan penggunaan ekstrak abomasum kambing tidak berbeda nyata dengan sapi dan rennet komersial, namun berbeda nyata (P<0,05) dengan 369
Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner 2001
ekstrak abomasum domba. Tekstur keju yang diolah dengan penambahan ekstrak abomasum domba tidak berbeda nyata dengan ekstrak abomasum sapi dan rennet komersial. Rasa keju yang diolah dengan menggunakan ekstrak abomasum domba sama disukai seperti rennet komersial, berbeda nyata (P<0,05) dengan rasa keju dengan penggunaan ekstrak abomasum kambing, kerbau dan sapi. Rasa keju yang diolah dengan penambahan ekstrak abomasum kambing tidak berbeda dengan domba. Penerimaan keju yang diolah dengan menggunakan koagulan dari ekstrak abomasum domba tidak berbeda nyata dengan rennet komersial, namun berbeda nyata (P<0,05) dengan kambing, kerbau dan sapi. Penerimaan keju yang diolah dengan koagulan dari ekstrak abomasum kambing tidak berbeda nyata dengan sapi, namun berbeda nyata (P<0,05), dengan abomasum kerbau. Penerimaan keju yang diolah menggunakan ekstrak abomasum sapi tidak berbeda nyata dengan kerbau. Hal ini diduga karena hasil akhir dari keju dinilai dari tekstur, flavor, aroma maupun warna dapat dipengaruhi oleh aktifitas biokimia, mikrobiologi, fisik maupun enzimatik dari koagulan yang digunakan (SCOTT, 1978). Selain hal tersebut, selama proses fermentasi, koagulan, enzim yang ada dalam susu maupun starter, masing-masing berpengaruh terhadap flavor, aroma, tekstur maupun penampilan keju yang dihasilkan. Hasil ini sejalan dengan hasil penelitian DELFORNO dan GRUE (1970) yang dilaporkan oleh SCHWIMMER (1981) yaitu campuran rennin-pepsin yang digunakan sebagai koagulan susu dibandingkan dengan rennin, tidak berpengaruh nyata terhadap proses proteolitik, rendeman, struktur maupun penilaian organoleptik dari keju yang dihasilkan, karena didalam ekstrak abomasum ruminansia dewasa juga mengadung campuran rennin-pepsin. KESIMPULAN Koagulan ekstrak abomasum yang mempunyai aktifitas terbaik adalah abomasum kambing yaitu mampu menggumpalkan susu sebanyak 877,99 ml pada suhu 40oC selama 60 menit. Secara organoleptik keju yang diolah dengan menggunakan koagulan ekstrak abomasum domba mempunyai flavor, tekstur, rasa dan penerimaan yang tidak berbeda dengan rennet komersial. SARAN Ekstrak abomasum domba dapat digunakan sebagai koagulan pengganti rennet komersial karena produk keju yang dihasilkan mempunyai mutu dan penerimaan yang tidak berbeda dengan rennet komersial. Perlu dilakukan penelitian tentang penggunaan koagulan yang merupakan kombinasi dari berbagai ekstrak abomasum ruminansia. DAFTAR PUSTAKA DIREKTORAT JENDERAL PETERNAKAN. 1999. Buku Statistik Peternakan. Pepartemen Pertanian. hal. 113-132. LARMOND, E. 1973. Methods for Sensory Evaluation of Food. Canada Departement of Agriculture. Ottawa. PURNOMO, H. dan ADIONO. 1995. Ilmu Pangan. Terjemahan. Penerbit Universitas Indonesia. Hal. 295-299.
370
Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner 2001
SCHWIMMER, S. 1981. Source Book of Food Enzymology. The AVI Publishing Co., Inc. Wesport-ConnecticutU.S.A. SCOTT, R. 1978. ‘Rennets’ and Cheese. Di dalam Topics in Enzyme and Fermentation Biotechnology. Vol. 3. Edited by: A. Wiseman. John Wiley & Sons. New-York. STELL, R.G.D. and J.H. TORRIE. 1981. Statistics. Mac Graw Hill Book Co., Inc. New York-Toronto-London. WINARNO, F.G. 1986. Enzim Pangan. Penerbit. PT. Gramedia. Jakarta. YAMAMOTO, A. 1975. Proteolitic Enzymes. Di dalam Enzyme in Food Processing. Edited by: R. Gerald. Academic Press. New York-San Francisci-London.
371