MENINGKATKAN PRODUKTIVITAS LINE PRODUKSI HVV 48 DENGAN MENURUNKAN DOWNTIME MESIN CAPSEAL DI PT. HEINZ ABC INDONESIA AHMAD MUHAJIR_1401165033 PT. HEINZ ABC INDONESIA JL. Daan Mogot Km. 12, Cengkareng – Jakarta 11710 Tel: (62 21) 5438 9999 Fax: (62 21) 5439 3095
[email protected] /
[email protected]
PEMBIMBING: AHMAD JUANG PRATAMA, ST., MSc ABSTRAK Penelitian ini bertujuan untuk memberikan solusi serta tindakan perbaikan terhadap masalah yang terjadi pada mesin capseal tersebut, sehingga dapat meningkatkan performa mesin capseal dan line produksi HVV 48 di PT Heinz ABC Indonesia. Metode penelitian yang digunakan dalam melakukan analisis dan proses perbaikan terhadap masalah pada mesin capseal adalah dengan menggunakan pendekatan metode fishbone diagram dan PDCA (Plan, Do, Check, Action). Analisis awal dilakukan dengan melihat data OEE (overall equipment effectiveness) line produksi HVV 48, data downtime line produksi HVV 48 serta data downtime mesin capseal yang bertujuan untuk mengetahui faktor - faktor penyebab terjadinya downtime pada mesin capseal. Hasil yang dicapai setelah melakukan perbaikan terhadap faktor-faktor penyebab terjadinya downtime pada mesin capseal adalah hasil yang sesuai diharapkan, yaitu menurunnya nilai rata-rata downtime mesin capseal yang sebelumnya 15 menit/shift menjadi 8 menit/shift, serta untuk setiap bulannya nilai downtime mesin capseal mencapai target (7 menit/shift) yang ditentukan, hal ini juga berdampak terhadap produktivitas (nilai OEE) line produksi HVV 48 yang meningkat dan mencapai target
nilai OEE (70.00%) yang telah ditentukan. Simpulan dari penelitian yang dilakukan adalah memetakan faktor-faktor penyebab utama downtime pada mesin capseal dan memetakan solusi-solusi terkait faktor-faktor penyebab utama tersebut, kemudian melakukan perbaikan terhadap faktor-faktor utama tersebut berdasarkan hasil dari pemetaan solusi yang telah di diskusikan. Perbaikan yang dilakukan, memberikan hasil yang diharapkan, yaitu menurunnya downtime mesin capseal dan meningkatnya produktivitas line produksi HVV 48.(AM) Kata kunci: Produktivitas, Line Produksi HVV 48, Downtime, Mesin Capseal, PDCA, Fishbone Diagram ABSTRACT This study aimed to provide a solution to the problem and corrective actions that occurred on the cap seal machine, so it can improve the performance of the machine and production line HVV cap seal 48 PT Heinz ABC Indonesia . The method used in the analysis and process improvement to the problem on the machine cap seal approach was using a fishbone diagram method and PDCA (Plan, Do, Check, Action) . Preliminary analysis was supported by OEE
(overall equipment effectiveness) HVV 48 production line data, production line downtime as well as HVV 48 cap seal machine downtime data which aimed to determine the factors that cause downtime on the machine cap seal. The results obtained after performing repairs on the occurrence of downtime caused factors on the machine were as expected, the decrease in the average value of the previous machine downtime cap seal 15 minutes / shift to 8 minutes / shift, as well as for each month the value of machine downtime cap seal reached the target (7 min / shift ) as determined, it also impact on productivity ( OEE value ) HVV 48 production line increases and reaches a target value of OEE ( 70.00 % ) have been determined. The conclusions of the research conducted is mapping the major factors and the solutions related factors as the main cause, then making improvements to these major factors based on the results of mapping solutions that have been discussed. The repairmen were giving the expected results, as machine downtime decreasing and productivity cap seal HVV production line 48 increasing. (AM ) Keywords: Productivity, HVV 48 Line Production, Downtime, Capseal Machine, PDCA, Fishbone Diagram
Pendahuluan Di PT. Heinz ABC Indonesia terdapat beberapa line produksi yang digunakan untuk menjalankan proses produksi, salah satunya adalah line produksi HVV 48 yang terdiri dari beberapa mesin produksi. Pada line produksi HVV 48 tersebut merupakan line untuk memproduksi beberapa jenis produk, salah satu produk yang dihasilkan salah satunya adalah kecap dalam kemasan botol yang berbahan plastik. Pada line produksi HVV 48 di setiap mesin produksi dapat menghasilkan produk yang sesuai dengan yang diharapkan, sehingga proses produksi berjalan dengan lancar di setiap mesin produksinya dan tidak ada keterlambatan ataupun hambatan yang mengakibatkan tingkat produktivitas dari masing-masing mesin produksi berkurang dan proses produksi berjalan tidak sesuai dengan yang diharapkan. Hal tersebut sesuai yang disampaikan oleh M. Radyanto R. dalam kutipannya yang di ambil menurut Roger
Schroeder, bahwa produktivitas adalah hubungan antara input dan output dalam sebuah sistem produksi. (M. Riza Radyanto, 2003 : 14) Sejak 7 bulan terakhir di tahun 2012 (Juli 2012 – Januari 2013) OEE (Overall Equipment Effectiveness) line HVV 48 hanya mencapai 65,81% dari target KPI 70% yang sudah ditentukan oleh perusahaan. Kontribusi terbesar dipengaruhi oleh downtime yang terjadi pada mesin capseal, hal tersebut mengakibatkan permintaan produksi tidak terpenuhi setiap harinya dan kualitas dari produk yang dihasilkan oleh mesin capseal tidak sesuai dengan standar yang diharapkan oleh perusahaan. Jika dilihat dari data downtime dari masing-masing mesin produksi yang ada pada line produksi HVV 48, mesin capseal memiliki prosentase nilai downtime tertinggi dibandingkan dengan mesinmesin produksi lain yang ada pada line produksi HVV 48. Oleh karena itu untuk menjaga produktivitas dari line produksi HVV 48 dalam memproduksi produk yang dihasilkan, perlu dilakukan perbaikan terhadap fakto-faktor penyebab utama masalah yang terjadi pada mesin capseal tersebut. menurut Wireman (2004 : 10), OEE (overall equipment effectiveness) merupakan ukuran menyeluruh yang mengidentisifikasikan tingkat produktivitas mesin/peralatan dan kinerjanya secara teori. Dalam menyelesaikan masalah yang terjadi pada mesin capseal, ada beberapa langkah yang dilakukan dalam melakukan analisis dan merencanakan suatu perbaikan terhadap masalah yang terjadi yaitu dengan menggunakan pendekatan metode PDCA. Menurut M. N. Nasution U (2005 : 32) bahwa siklus PDCA digunakan untuk memperbaiki kinerja produk, proses atau pun suatu sistem produksi di masa yang akan datang.
Metodologi Penelitian Penelitian skripsi ini, menggunakan deskriptif karena mengungkap keadaan sebagaimana adanya. Penelitian deskriptif adalah suatu bentuk penelitian yang bertujuan mendeskripsikan atau menggambarkan fenomena – fenomena yang ada (Sukmadinata, 2008). Metode deskriptif berusaha untuk mendeskripsikan dan menginterpretasi data yang ada, mengenai kondisi dan hubungan yang ada, proses yang sedang berlangsung akibat efek yang tengah terjadi atau kecenderungan yang telah berkembang. Tujuan dari penelitian deskriptif membuat deskripsi, gambaran secara sistematis, faktual dan akurat mengenai fakta – fakta serta hubungan antara fenomena yang diteliti. Ciri – ciri dari metode deskriptif Sukmadinata (2008), adalah sebagai berikut:
1. Memusatkan diri pada pemecahan masalah – masalah yang ada pada saat sekarang, pada masalah – masalahyang aktual. 2. Data yang dikumpulkan mula – mula disusun, dijelaskan dan kemudian dianalisis. Dalam penelitian ini, diagram alir (flowchart) pendekatan penelitian secara umum dapat dilihat pada Gambar 3.1 dibawah ini.
a. Melakukan identifikasi masalah yang terjadi pada mesin capseal dan memetakan faktor-faktor penyebab masalah tersebut, serta melakukan analisis terhadap data-data terkait pada masalah tersebut dan melakukan improvement. b. Menentukan latar belakang masalah atas masalah pada mesin capseal dan pentingnya dilakukan penelitian dari masalah tersebut, dengan mengumpulkan data–data mengenai fakta yang menjadi dasar atas masalah tersebut dan hasil yang akan dicapai atas penelitian tersebut. c. Melakukan perumusan masalah yang akan mendukung metode pengumpulan data, pemilihan metode analisis, serta penarikan kesimpulan dan memeberikan saran. 2. Melakukan studi pustaka terhadap berbagai referensi dengan langkah sebagai berikut: a. Melakukan studi literatur untuk mendukung proses pengumpulan data serta metode pemecahan masalah berdasarkan pemetaan terhadap faktor-faktor penyebab masalah tersebut. b. Mencari sumber referensi yang berkaitan dengan penelitian yang dilakukan tentang sistem produksi, agar hasil penelitian lebih akurat, baik dan benar.
Gambar 3.1. Diagram Alir Penelitian Langkah – langkah yang akan digunakan untuk mengumpulkan data yang menunjang penelitian ini adalah sebagai berikut: 1. Pengklasifikasian data adalah mengklasifikasikan data. Pengklasifikasian data ini dilakukan dengan tujuan memudahkan dalam pengolahan data nantinya. Seperti yang telah dipaparkan pada bab sebelumnya, variabel bebas yang digunakan untuk penelitian ini adalah data OEE line produksi HVV 48 dan kondisi mesin capseal. Sedangkan untuk variabel terikat yang digunakan adalah berupa data downtime mesin capseal dan downtime line produksi HVV 48. Adapun langkah – langkahnya adalah sebagai berikut:
3. Metode pengumpulan data, langkah – langkahnya adalah sebagai berikut: a. Mengumpulkan data yang akan digunakan dari lapangan yang akan diolah, dengan menggunakan metode sebagai berikut: Observasi lapangan, pengamatan dilakukan secara langsung pada area kerja Production Department dan mengamati masalah – masalah yang terjadi pada sistem produksi. Data yang diperoleh merupakan jenis data kuantitatif, karena data diperoleh dari serangkaian pengukuran serta dapat ditunjukkan dengan angka – angka. Wawancara, proses tanya jawab antara analis dengan para narasumber yang telah menguasai bidang pekerjaannya, baik kepada Production Department Head maupun Staff, Department Engineering Head
dan Department Maintenance Head maupun Staff, serta pihak lain yang terkait. Data yang diperoleh merupakan jenis data kualitatif, karena data yang diperoleh tidak dapat dinyatakan dalam bentuk angka – angka, melainkan hanya bersifat informasi yang didasarkan pada pendekatan teoritis serta penelitian yang logis. Studi Literatur, data yang diambil oleh analis merupakan data yang ada (riil), sumber data yang terbaru, karya tulis, maupun data penunjang lainnya. Pengumpulan data dengan cara menyalin data ataupun dokumentasi yang ada dilapangan untuk menjamin keakuratan data yang dikumpulkan. 4. Identifikasi lokasi penelitian yaitu mengidentifikasi lokasi penelitian tersebut berdasarkan data – data yang telah didapatkan. 5. Melakukan pengolahan data dengan menggunakan pendekatan metode PDCA. 6. Melakukan analisis data, dengan urutan sebagai berikut: a. Mempersiapkan penelitian dengan melakukan pengujian terhadap datadata yang telah dikumpulkan, dengan urutan sebagai berikut: Memilih metode yang optimal Mengumpulkan data – data terkait Melakukan record data Melakukan analisis trend data Membandingkan hasil analisis sebelum perbaikan dan sesudah perbaikan b. Menganalisis seluruh data apakah saling berkaitan. c. Melakukan pembahasan terhadap masalah yang terjadi dan analisis yang telah dilakukan. 7. Setelah dilakukan analisis data, maka akan diketahui penyebab utama dari masalah yang terjadi pada mesin / peralatan produksi tersebut (mesin capseal), serta apakah masalah tersebut memberikan pengaruh yang signifikan atau tidak terhadap produktivitas dari mesin / peralatan produksi tersebut.
Dengan demikian, maka dapat ditarik kesimpulan dari penelitian ini tentang pengaruh dari masalah yang terjadi pada mesin / peralatan produksi (mesin capseal) terhadap produktivitas. Kemudian langkah selanjutnya yang harus dilakukan adalah melakukan rencana perbaikan terhadap penyebab masalah yang terjadi. Kemudian melakukan analisis lanjutan dengan membandingkan data sebelum dilakukan perbaikan dengan data setelah dilakukan perbaikan terhadap mesin / peralatan produksi tersebut (mesin capseal). 8. Setelah mengetahui hasil dari perbaikan yang telah dilakukan, maka langkah yang dilakukan selanjutnya adalah melaporkan seluruh hasil analisis dan memberikan kesimpulan serta saran yang bertujuan sebagai bahan referensi untuk perusahaan terkait masalah yang terjadi.
HASIL DAN PEMBAHASAN 1.
Fishbone Akibat)
Diagram
(Diagram
Sebab
Diagram sebab akibat memperlihatkan hubungan antara permasalahan yang dihadapi dengan kemungkinan penyebabnya serta faktor – faktor yang mempengaruhinya. Adapun faktor – faktor yang mempengaruhi dan menjadi penyebab kerusakan mesin produksi dan juga produk hasil prduksi secara umum dapat digolongkan sebagai berikut; 1. Man (manusia) Para pekerja yang melakukan pekerjaanyang terlibat dalam proses produksi. 2. Material (bahan baku) Segala sesuatu yang dipergunakan oleh perusahaan sebagai komponen produk yang akan di produksi tersebut, terdiri dari bahan baku utama dan bahan baku pembantu. 3.
Machine (mesin) Mesin – mesin dan berbagai peralatan yang digunakan dalam proses produksi.
4.
Methode (metode) Instruksi kerja atau perintah kerja yang harus diikuti dalam proses produksi.
5.
Environtment (lingkungan)
Keadaan sekitar perusahaan yang secara langsung atau tidak langsung mempengaruhi perusahaan secara umum dan mempengaruhi proses produksi secara khusus. Adapun penggunaan diagram sebab akibat untuk menelusuri faktor – faktor penyebab terjadinya downtime mesin capseal yang tinggi adalah sebagai berikut: Tabel 4.1 di atas, menjelaskan mengenai proses pemetaan terhadap faktor – faktor penyebab downtime mesin capseal dan rencana perbaikan (improvement) yang akan dilakukan berdasarkan hasil pemetaan terhadap faktor – faktor penyebab downtime mesin capseal sesuai dengan hasil dari fishbone diagram pada sub bab sebelumnya.
2.2 Melakukan Perbaikan (Improvement) Gambar 4.1. Fishbone Diagram (Diagram Sebab Akibat) Gambar 4.1 di atas, menjelaskan mengenai diagram sebab akibat dari masalah downtime mesin capseal. Dari data tersebut dapat dilihat bahwa terdapat 4 faktor penyebab downtime pada mesin capseal, 4 faktor penyebab tersebut diberi tanda pada kotak berwarna merah. Dari gambaran diagram sebab akibat ini, analis dan pihak terkait akan melakukan pemetaan terhadap 4 faktor tersebut dan juga solusi yang akan diberikan (pembahasan pada sub bab selanjutnya).
2.
Tahapan Proses PDCA
Pada sub bab ini, menjelaskan mengenai tahap – tahap proses PDCA yang dilakukan analis dan pihak terkait. Tahap – tahap yang dimaksud adalah sebagai berikut:
Pada tahapan ini, analis dan pihak terkait melakukan proses perbaikan (improvement) terhadap faktor – faktor penyebab downtime mesin capseal yang telah dipetakan dan dibahas pada sub bab sebelumnya. Proses perbaikan (improvement) ini, berpatokan pada hasil pemetaan yang dilakukan tersebut. Berikut merupakan proses perbaikan (improvement) yang dilakukan. 1.
Modifikasi kepala mandrill Pada proses ini, analis dan pihak terkait melakukan trial and error dengan merubah spesifikasi ukuran diameter kepala mandrill dengan beberapa ukuran diameter. Berikut merupakan data hasil trial and error yang telah dilakukan. Tabel 4.2. Data Hasil Trial And Error Modifikasi Kepala Mandrill
2.1 Perencanaan Perbaikan (Improvement) Pada tahapan ini, analis dan pihak terkait melakukan pemetaan terhadap faktor – faktor penyebab downtime mesin capseal berdasarkan hasil dari diagram sebab akibat yang telah dijelaskan pada sub bab sebelumnya. Pemetaan terhadap faktor – faktor penyebab downtime mesin capseal yang dimaksud adalah sebagai berikut.
Tabel 4.1. Generate Solution
Tabel 4.2 di atas, menjelaskan mengenai hasil trial and error dari modifikasi diameter kepala mandrill yang telah dilakukan. Dari data tersebut, dapat dilihat bahwa trial and error modifikasi kepala mandrill dilakukan untuk beberapa ukuran diameter kepala mandrill, dengan melihat hasil tersebut, dapat disimpulkan bahwa ukuran diameter yang sesuai
adalah diameter 29 mm (baris berwarna kuning). Berikut akan dijelaskan mengenai gambaran modifikasi diameter kepala mandrill sebelum dan sesudah dilakukan modifikasi, serta ukuran dari diameter produk yang belum ter-capseal.
penggantian dengan yang baru dapat bertahan selama 3 minggu atau 4 minggu. Setelah melhat hasil tersebut, analis dan pihak terkait membuat checklist penggantian karet pulldown (dapat dilihat pada lampiran). 3.
Pembuatan form checklist monitoring penggantian bearing mandrill Pada proses berikut ini, analis dan pihak terkait melakukan monitoring untuk penggantian bearing mandrill pada mesin capseal. Berikut merupakan data monitoring yang telah dilakukan. Tabel 4.4. Data Monitoring Penggantian Bearing Mandrill Gambar 4.2. Modifikasi Diameter Kepala Mandrill dan Produk Belum Ter-capseal Gambar 4.2 di atas, menjelaskan mengenai ukuran kepala mandrill sbelum dan sesudah dilakukan modifikasi, serta ukuran diameter dari produk yang belum ter-capseal. 2.
Pembuatan form checklist penggantian pulldown Pada proses ini, analis dan pihak terkait melakukan trial and error terhadap penggantian karet pulldown yang bertujuan untuk mengetahui berapa lama ketahanan karet pulldown setelah dilakukan penggantian karet pulldown yang baru. Berikut merupakan data trial and error yang telah dilakukan. Tabel 4.3. Data Hasil Trial And Error lifetime Pulldown
Tabel 4.3 di atas, menjelaskan mengenai data hasil trial and error penggantian karet pulldown. Dari data tersebut, dapat dilihat bahwa ketahanan dari karet pulldown setelah dilakukan
Tabel 4.4 pada halaman sebelumnya, menjelaskan mengenai monitoring yang dilakukan analis dan pihak terkait terhadap penggantian bearing mandrill mesin capseal. Dari data tersebut dapat diketahui bahwa ketahanan bearing mandrill setelah dilakukan penggantian dengan yang baru adalah 2 bulan, setelah mengetahui hal tersebut analis dan pihak terkait melakukan penjadwalan (schedule) penggantian bearing mandrill mesin capseal per-2 bulan (terlampir pada lampiran). 4.
Pembuatan standardisasi ukuran capseal Pada proses berikut ini, analis dan pihak terkait melakukan complain ke supplier terkait ukuran capseal yang sempit dan tidak sesuai dengan standard. Komplain yang dilakukan dengan memberikan surat tertulis kepada supplier (dapat dilihat pada lampiran). Berikut merupakan perbandingan ukuran capseal yang standard dengan ukuran capseal yang tidak standard, hal tersebut merupakan hasil diskusi yang telah dilakukan oleh analis dan pihak terkait.
Gambar 4.3. Perbandingan Ukuran Capseal Standard dan Tidak Standard
Tabel 4.5. Data Standardisasi Ukuran Capseal
Gambar 4.3 di atas, menjelaskan mengenai perbandingan ukuran capseal yang standard dengan ukuran capseal yang tidak standard. Sedangkan pada Tabel 4.5 di atas, menjelaskan mengenai standardisasi ukuran capseal yang sudah dipetakan oleh analis dan pihak terkait berdasarkan hasil diskusi yang telah dilakukan. 2.3
Pengecekan (Improvement)
Hasil
Perbaikan
Pada langkah ini, analis dan pihak terkait melakukan pengecekan terhadap data – data terkait sebelum perbaikan (improvement) dan sesudah perbaikan (improvement) dilakukan. Hal tersebut dilakukan untuk mengetahui apakah perbaikan (improvement) yang telah dilakukan sesuai dengan yang diharapkan oleh perusahaan. Berikut akan dijelaskan mengenai perbandingan data-data yang dimaksud.
Gambar 4.4. Data Downtime Line Produksi HVV 48 Sebelum dan Sesudah Perbaikan Gambar 4.4 di atas, menjelaskan mengenai data downtime pada line produksi HVV 48 sebelum dan sesudah perbaikan. Dari data
tersebut, dapat dilihat bahwa nilai downtime mesin capseal sebelum perbaikan (improvement) berada pada posisi pertama yaitu dengan nilai 15 menit/shift dan setelah dilakukan perbaikan (improvement), nilai downtime mesin capseal berada pada posisi kedua dengan nilai 8 menit/shift. Setelah melakukan pengecekan terhadap data downtime line produksi HVV 48 sebelum dan sesudah perbaikan (improvement), analis dan pihak terkait melakukan pengecekan terhadap data downtime mesin capseal sebelum dan sesudah perbaikan (improvement) dilakukan. Berikut merupakan data yang dimaksud.
Gambar 4.5. Data Downtime Mesin Capseal Sebelum dan Sesudah Perbaikan Gambar 4.5 pada halaman sebelumnya, menjelaskan mengenai data downtime mesin capseal sebelum dan sesudah perbaikan (improvement). Dari data tersebut, dapat di lihat bahwa nilai downtime mesin capseal sebelum perbaikan (improvement), pada masa perbaikan (improvement) dan setelah perbaikan (improvement). Nilai downtime setelah dilakukan perbaikan (improvement) cenderung mengalami penurunan, meskipun penurunan nilai downtime mesin capseal yang berada di bawah target (7 menit/shift) hanya terjadi pada bulan April 2013 yaitu dengan nilai 5 menit/shift. Selanjutnya yang akan dilakukan oleh analis dan pihak terkait setelah melakukan pengecekan terhadap data downtime mesin capseal sebelum dan sesudah perbaikan (improvement) adalah melakukan pengecekan terhadap nilai OEE line produksi HVV 48 sebelum dan sesudah perbaikan (improvement). Berikut merupakan data hasil analisis yang dimaksud.
penurunan di setiap bulannya untuk periode bulan Maret 2013 – Juni 2013, untuk jumlahnya secara berturut-turut yaitu 39 pcs/shift, 45 pcs/shift, 52 pcs/shift dan 57 pcs/shift. 2.4
Gambar 4.6. Nilai OEE Line Produksi HVV 48 Sebelum dan Sesudah Perbaikan Gambar 4.6 di atas, menjelaskan tentang nilai OEE line produksi HVV 48 sebelum dan sesudah perbaikan. Dari data tersebut, dapat di lihat bahwa nilai OEE line produksi HVV 48 sebelum perbaikan (improvement), pada masa perbaikan (improvement) dan setelah dilakukan perbaikan (improvement). Jika di lihat, nilai OEE line produksi HVV 48 setelah dilakukan perbaikan (improvement) mengalami kenaikan, untuk setiap bulannya untuk periode bulan Maret 2013 – Juni 2013 berada di atas nilai target OEE line produksi HVV 48 yang sudah ditentukan yaitu sebesar 70.00%. Setelah melakukan pengecekan terhadap OEE line produksi HVV 48 dan mengetahui hasil dari perbaikan yang dilakukan (improvement) terhadap nilai OEE line produksi 48, analis dan pihak terkait melakukan analisis terhadap reject capseal by product PET. Pengecekan ini dilakukan untuk mengetahui jumlah reject capseal by product PET apakah sudah sesuai dengan yang diharapkan. Berikut merupakan hasil pengecekan data reject capseal by product PET yang dimaksud.
Gambar 4.7. Reject Capseal By Product PET Sebelum dan Sesudah Perbaikan Gambar 4.7 pada halaman sebelumnya, menjelaskan mengenai data reject capseal by product PET. Dari data tersebut, dapat di lihat untuk jumlah reject capseal by product PET sebelum perbaikan (improvement), jumlah reject capseal by product PET pada masa perbaikan (improvement) dan jumlah reject capseal by product setelah dilakukan perbaikan (improvement). Jika dilihat dari jumlah rata-rata, untuk jumlah reject capseal by product setelah dilakukan perbaikan (improvement), mengalami
Penyesuaian Terhadap Perbaikan (Improvement)
Hasil
Pada tahapan ini, analis memberikan saran untuk melakukan proses penyesuaian atau pengontrolan dan pembuatan standardisasi terhadap perbaikan (improvement) yang telah dilakukan, yaitu dengan membuat rencana proses pengontrolan untuk setiap bulannya untuk memastikan performa mesin capseal sesuai dengan target yang ditentukan. Berikut merupakan langkah-langkah yang dilakukan analis dan pihak terkait dalam tahapan ini. 1.
Process Control Plan Pada langkah ini, analis dan pihak terkait melakukan rencana untuk proses pengontrolan terhadap perbaikan (improvement) yang telah dilakukan untuk setiap bulannya. Hal ini dilakukan dengan maksud untuk memastikan performa mesin capseal apakah sudah sesuai dengan target yang ditentukan. Berikut merupakan form pengontrolan yang akan dilakukan. Tabel 4.6. Process Control Plan
Tabel 4.6 pada halaman sebelumnya, menjelaskan mengenai prosedur dari rencana penyesuaian / pengontrolan terhadap mesin capseal setelah dilakukan perbaikan (improvement). Data tersebut menjelaskan tentang parameter data yang akan diambil, cara mengumpulkan data, lama waktu untuk pengambilan datanya dan untuk PIC dari masing-masing parameter data yang akan diambil. 2.
Response Plan Langkah ini merupakan suatu response dari rencana pengontrolan terhadap perbaikan (improvement) yang sudah ditentukan. Hal tersebut dilakukan untuk melakukan pengukuran lebih lanjut untuk data-data terkait setelah dilakukannya perbaikan (improvement).
Berikut merupakan form response plan yang telah dilakukan. Tabel 4.7. Response Plan
quality (CTQ) mesin capseal ini dengan maksud dan tujuan, agar karyawan (operator) terkait dapat mengetahui perbedaan kriteria produk yang standard dan kriteria produk yang tidak standard, penentuan kriteriakriteria tersebut sesuai dengan hasil dari diskusi. Untuk lebih jelasnya, mengenai gambaran dari SOP critical to quality mesin capseal yang dimaksud dapat dilihat pada lampiran. 6.
Pada Tabel 4.7 di atas, menjelaskan mengenai response plan yang akan dilakukan. Form tersebut juga menjelaskan tentang datadata yang akan diukur, tindakan yang akan dilakukan untuk mengukur data-data tersebut, waktu pengerjaan dan PIC yang bertanggung jawab terhadap rencana tersebut. Data-data yang akan diukur adalah data-data setelah dilakukan perbaikan (improvement). 3.
Pembuatan Poka Yoke (Standard Settingan Capseal (segel)) Pada langkah ini, analis dan pihak terkait membuat poka yoke standard settingan capseal (segel). Poka yoke tersebut di buat sebagai standard untuk menyetting capseal (segel), standard settingan ini di buat sesuai dengan hasil perbaikan (improvement) yang telah dilakukan. Pembuatan poka yoke ini bertujuan agar proses produksi pada capseal (segel) berjalan sesuai dengan yang diharapkan, serta output produksi sesuai dengan yang diinginkan oleh customer. Untuk lebih jelasnya, mengenai gambaran dari poka yoke standard settingan capseal (segel) yang dimaksud dapat dilihat pada lampiran. 4.
Pembuatan SOP One Point Lesson Mesin Capseal Pada langkah ini, analis dan pihak terkait membuat SOP (standard peration prosedure) one point lesson untuk standard penyettingan mesin capseal. Pada one point lesson ini terdapat standard untuk pemasangan shrink label pada mesin capseal, standard pengaturan ketinggian meja aplikator mesin capseal dan standard pengaturan temperature pada heater tunel dan leister. Untuk lebih jelasnya, mengenai gambaran dari SOP one point lesson penyettingan mesin capseal yang dimaksud dapat dilihat pada lampiran. 5.
Pembuatan SOP Critical To Quality (CTQ) Mesin Capseal Analis dan pihak terkait membuat SOP (standard operation procedure) critical to
Pembuatan Form Checklist Start Up / Shutdown Mesin Capseal
Pembuatan form checklist start up / shutdown mesin capseal dilakukan oleh analis dan pihak terkait, yang bertujuan sebagai salah satu langkah pengontrolan dan pengecekan visual pada alat dan mesin capseal pada saat start up atau pun shutdown. Form ini dijadikan sebagai standard untuk proses yang dimaksud, serta form ini berisikan point-point pengecekan yang sudah ditentukan dan sesuai dengan hasil diskusi yang telah dilakukan. Untuk lebih jelasnya, mengenai gambaran dari form checklist start up / shutdown mesin capseal yang dimaksud dapat dilihat pada lampiran. Simpulan dan Saran 1.
Simpulan
Kesimpulan yang dapat ditarik dari hasil penelitian yang telah analis lakukan adalah mengenai beberapa hal yang dapat dijadikan sebagai referensi untuk PT. Heinz ABC Indonesia, yaitu sebagai berikut: 1. Dari hasil analisis terhadap downtime pada mesin capseal dengan menggunakan fishbone diagram, analis dan pihak terkait memetakan 4 root cause yang di yakini dapat mengurangi downtime pada mesin capseal dan memberikan output yang diinginkan customer. Dan ke empat root cause tersebut adalah: a. Diameter mandrill kurang lebar. b. Bearing mandrill aus. c. Pulldown aus. d. Capseal sempit / tipis. 2. Setelah memetakan 4 root cause yang di yakini dapat mengurangi downtime mesin capseal dan dapat memberikan output yang diinginkan customer, analis dan pihak terkait memetakan generate solutions terhadap 4 root cause tersebut. Setelah memetakan generate solutions, yang merupakan solusi yang dilakukan untuk memperbaiki 4 root cause yang
dimaksud. Perbaikan yang dilakukan dari masing-masing root cause tersebut yang berdasarkan dari hasil generate solutions adalah sebagai berikut: a. Diameter mandrill kurang lebar, perbaikan yang dilakukan adalah “modifikasi kepala mandrill”. b. Bearing mandrill aus, perbaikan yang dilakukan adalah “pembuatan form checklist monitoring penggantian bearing mandrill”. c. Pulldown aus, perbaikan yang dilakukan adalah “pembuatan form checklist penggantian pulldown”. d. Capseal sempit / tipis, perbaikan yang dilakukan adalah “pembuatan standarisasi ukuran capseal”. 3.
Perbaikan (improvement) yang dilakukan terhadap 4 root cause tersebut, dapat menurunkan niali rata-rata downtime pada mesin capseal yang semula 15 menit/shift menjadi 8 menit/shift, serta nilai downtime mesin capseal untuk setiap bulannya mencapai target (7 menit/shift) yang sudah ditentukan dan nilai OEE pada line produksi HVV 48 mencapai target (70.00%) yang sudah ditentukan. Hal tersebut membuat produktivitas line produksi HVV 48 meningkat dan kondisi ini sesuai dengan yang diharapkan dari penelitian ini.
Saran 1. Proses perbaikan (improvement) terhadap faktor-faktor penyebab downtime pada mesin capseal yang telah dilakukan, sebaiknya tetap diaplikasikan dan di monitoring. Hal tersebut bertujuan agar downtime pada mesin capseal tetap bertahan sesuai dengan target (7 menit/shift) yang sudah ditentukan dan produktivitas pada line produksi HVV 48 tetap meningkat. 2. Pelaksanaan proses produksi pada mesin capseal harus sesuai SOP (Standard Operation Prosedure) yang telah dibuat sesuai dengan hasil perbaikan yang dilakukan. 3. Faktor-faktor penyebab downtime pada mesin capseal menjadi perhatian yang
khusus bagi seluruh karyawan, sehingga proses produksi berjalan sesuai dengan yang diharapkan oleh perusahaan.
Referensi Nasution, M. N. (2005) Manajemen Mutu Terpadu. Bogor : Ghalia Indonesia. Schroeder, RogerG. (2007). Manajemen Operasi. (Jilid 2-Edisi ). Jakarta : Erlangga. Moubray, J. (1992). Reability Centered Maintenance 2. (2nd Edition). New York : Industrial Press Inc. Panneerselvam, R. (2005). Production and Operation Management. (2nd Edition). New Delhi : Prentice-Hall of India. Stephens, M. P. (2004). Productivity and reability-based maintenance management. New Jersey : Pearson Education Inc. Wati, C. L. (2009). Usulan Perbaikan Efektivitas Mesin Dengan Menggunakan Metode Overall Equipment Efectiveness Sebagai Dasar Penerapan Total Productive Maintenance Di PT. WIKA. Skripsi tidak diterbitkan. Medan : Program Diploma IV Fakultas Teknik, Universitas Sumatara Utara. Wireman, T. (2004). Total Productive Maintenance. (2nd Edition). New York : Industrial Press Inc. Radyanto, R. Mirsa. (2005) “HPB Consulting Report for Appareal Industry. Jakarta: Management Consultant.
Riwayat Penulis Ahmad Muhajir lahir di kota Jakarta pada 12 Maret 1988. Penulis telah menamatkan pendidikan Strata 1 (S1) di Universitas Bina Nusantara dalam bidang Teknik Industri pada Tahun 2014. Saat ini bekerja sebagai “Assistant Researcher” di PT. Binaman Utama (PPM Manajemen).