VOL. VI - NO. 3. DESEMBER 2011 - JANUARI 2012
SELINTAS DAFTAR ISI
33 | SELINTAS Pengadilan Negeri Balikpapan
• http://www.mahkamahagung.go.id
Budayakan 3S Terletak di Jalan DI Panjaitan No. 27 Banjarmasin, Pengadilan Negeri Banjarmasin merupakan peradilan umum sebagai anak satuan kerja dari Pengadilan Tinggi Kalimantan Selatan di bawah Mahkamah Agung Republik Indonesia.
15 | LAPORAN UTAMA
Mengupayakan Kesejahteraan Hakim
S
ejak awal berdiri, Komisi Yudisial terus mengusung tema pentingnya kesejahteraan hakim di seluruh Indonesia. Upaya menegakkan kehormatan, keluhuran martabat, serta perilaku hakim berkaitan dengan tingkat kesejahteraan hakim. Gaji bukan satu-satunya unsur kesejahteraan. Reformasi birokrasi di Mahkamah Agung bisa menjadi pintu masuk.
03 | AKTUAL
50 | INTERNASIONAL
Ragam kegiatan internal maupun eksternal Komisi Yudisial. Sosialisasi, seminar, audiensi dan lain-lain.
Myanmar Mendirikan Komisi Hak Asasi Manusia Pengadilan Italia Vonis 110 Anggota Mafia
26 | SUDUT HUKUM Sebuah Catatan Tentang Hakim Prof. Dr. B. Arief Sidharta
52 | DOTKOM
•
BULETIN KOMISI YUDISIAL/ W. EKA PUTRA
41 | KATA YUSTISIA
MKH di Penghujung Tahun Akhir tahun 2011 harus dilalui dengan pahit bagi tiga orang hakim pengadilan tingkat pertama. Mereka terpaksa duduk di kursi terlapor sidang Majelis Kehormatan Hakim (MKH), yang digelar di Mahkamah Agung, November lalu.
Menengok Situs PTUN Palembang
35 | LAPORAN KHUSUS Mendambakan Sosok Hakim Progresif
44 | GALERI Media Kawal Reformasi Peradilan
47 | KOMPARASI Laporan Internasional Tentang Komisi Yudisial
54 | RESENSI Teladan dari Notoprajan
57 | KESEHATAN Faringitis
58 | RELUNG Orang buta dan pelita
• BULETIN KOMISI YUDISIAL/ ADNAN
56 | KONSULTASI HUKUM Peradilan Anak
EDISI DESEMBER 2011 - JANUARI 2012 VOL. VI - NO. 3
1
SEKAPUR SIRIH Assalamualaikum. wr.wb
Pembina Ketua Komisi Yudisial Eman Suparman Penanggung Jawab Sekjen Komisi Yudisial Muzayyin Mahbub Pemimpin Redaksi Kepala PDLI Patmoko Wakil Pemimpin Redaksi Kabid Layanan Informasi Suwantoro Redaktur Pelaksana Dinal Fedrian Dewan Redaksi Adi Sukandar Adnan Faisal Panji A.J Day Afifi Arif Budiman Arnis Duwita dr. Diah Purwadi Muhammad Ilham Nur Agus Susanto Prasita Sri Djuwati Sekretaris Redaksi Romlah Pelupessy Festy Rahma Hidayati Penasehat Redaksi Hermansyah Andi Djalal Latief Duke Arie Widagdo Desain Grafis dan Layout Widya Eka Putra & Ahmad Wahyudi
D
alam waktu tidak lama lagi tahun 2011 akan kita tinggalkan. Perjalanan waktu begitu cepat, sampai-sampai rasanya begitu singkat kita menjalani aktivitas di tahun 2011 ini. Namun demikian, bagi kalangan hakim terutama tingkat pertama dan banding, berakhirnya tahun 2011 tidak melulu membawa kabar gembira. Hal ini karena tunjangan remunerasi yang mereka peroleh belum juga mencapai 100% seperti institusi lainnya yang sudah mendapatkan tunjangan remunerasi. Sejak 2006 hingga saat ini para hakim hanya menerima tunjangan remunerasi sebesar 70%. Belum lagi, para hakim apalagi di daerah juga kurang mendapat implikasi serius dari status mereka, yang sudah ditegaskan sebagai pejabat negara, melalui perubahan undang-undang kekuasaan kehakiman tahun 2009. Merasa peduli tentang kesejahteraan para “wakil Tuhan” maka di edisi tutup tahun ini mengangkat tema utama soal kesejahteraan hakim. Berbanding lurus dengan isu kesejahteraan, isu kapasitas hakim juga menarik untuk disimak. Karena selain harus meningkatkan kesejahteraan hakim, Komisi Yudisial sesuai amanat UU KY baru, UU No 18 Tahun 2011, juga dibebani kewajiban meningkatkan kapasitas hakim. Oleh sebab itu laporan khusus kali ini akan mengulas hasil penelitian putusan hakim yang dilakukan KY tahun 2011. Putusan hakim merupakan mahkota hakim. Putusan hakim juga dapat menggambarkan kapasitas hakim tersebut. Maka redaksi menganggap isu ini layak ditampilkan. Masih banyak kisah-kisah menarik lainnya yang dapat dibaca pada edisi akhir tahun ini. Akhir kata redaksi mengucapkan Selamat Natal dan Tahun Baru 2012. Semoga tahun yang akan datang membawa kebaikan dan kesuksesan bagi bangsa, negara, dan seluruh warga negara Indonesia. Dan, semoga kondisi dunia peradilan kita di tahun depan terus membaik demi kegemilangan Indonesia. Selamat Membaca
Redaksi
Alamat Redaksi Komisi Yudisial Jl. Kramat Raya No. 57 Jakarta Pusat PO.BOX 2685 Telp: (021) 390 6215 Fax: (021) 390 6215 e-mail: buletin@komisiyudisial. go.id website: www.komisiyudisial. go.id
2
EDISI DESEMBER 2011 - JANUARI 2012 VOL. VI - NO. 3
AKTUAL
KY Kembali Gelar Seleksi Calon Hakim Agung
Tes Tertulis Seleksi CHA periode I tahun 2011
K
etua Bidang Rekruitmen Hakim Dr. Taufiqurrohman Syahuri, S.H., M.H., mengatakan bahwa Mahkamah Agung telah secara resmi mengirimkan surat kepada Komisi Yudisial pada tanggal 10 Nopember 2011, hal permintaan pengisian jabatan hakim agung. “Dalam surat tersebut Mahkamah Agung menyatakan hanya mengusulkan penggantian Hakim Agung yang akan pensiun pada Semester Pertama Tahun 2012 sebanyak lima orang,” kata Taufiqurrohman dalam jumpa pers tentang seleksi CHA di ruang Konferensi pers, lantai 1 gedung Komisi Yudisial, (29/11).
Dosen Universitas Sahid Jakarta itu menambahkan sesuai dengan ketentuan Undang-Undang Komisi Yudisial dalam jangka waktu paling lama 15 hari kerja sejak menerima pemberitahuan mengenai lowongan hakim agung, Komisi Yudisial mengumumkan pendaftaran penerimaan calon hakim agung. Oleh sebab itu Komisi Yudisial mengumumkan pendaftaran Seleksi Calon Hakim Agung dibuka mulai tanggal 1 Desember sampai dengan 21 Desember 2011. Seiring dengan berlakunya Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2011 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2004 tentang Komisi Yudisial, Taufiq yang didampingi oleh
• BULETIN KOMISI YUDISIAL/ NURA
Komisi Yudisial resmi membuka kembali pendaftaran seleksi calon hakim agung (SCHA) mulai 1 Desember 2011.
Juru Bicara KY Asep Rahmat Fajar juga menyatakan ada perubahan dalam proses seleksi, yaitu Komisi Yudisial tidak lagi mewajibkan calon hakim agung menyusun karya ilmiah di rumah. Adapun seleksi yang dilakukan terhadap peserta seleksi tahun 2011 terdiri dari seleksi persyaratan administrasi, seleksi kualitas (pemecahan kasus hukum dan pembuatan karya tulis di tempat) dan kepribadian (self and profile assesment), seleksi integritas, rekam jejak, dan pemeriksaan kesehatan, pembekalan pemahaman kode etik, hukum acara, dan filsafat dan teori hukum. “Proses seleksi terakhir yaitu wawancara terbuka,” kata Taufiq. (Agus) EDISI DESEMBER 2011 - JANUARI 2012 VOL. VI - NO. 3
3
AKTUAL
• BULETIN KOMISI YUDISIAL/ ADNAN
KY dan MA Sepakat Bentuk LO
Selain itu kedua lembaga sepakat untuk menjalin kerjasama lebih jauh. Sebab, keduanya memiliki tujuan yang sama yakni menciptakan peradilan yang bersih, independen dan berwibawa. “Perlu adanya suatu rumusan, bagaimana kita membuat suatu pengertian agar dapat kita laksanakan secara bersama, sehingga dapat diterima secara universal agar dapat dilaksanakan secara bersama,” Ketua KY dan Ketua MA sepakat membentuk tim penghubung tambah Harifin. omisiYudisial (KY) dan Mahkamah Sementara itu, Agung (MA) sepakat membentuk Ketua KY Prof. Eman sangat apresiatif pejabat penghubung dua terhadap langkah dan pandangan lembaga untuk menjembatani berbagai Ketua MA tersebut. KY juga sangat kepentingan kedua lembaga. menilai penting pertemuan tersebut dan Kesepakatan membentuk liaison sepakat lebih mencari persamaan dari officer (LO) atau pejabat penghubung kedua lembaga. Sinergi ini diharapkan tersebut berlangsung dalam pertemuan akan memudahkan tugas KY dan tugas di ruang Kusumah Atmaja Gedung MA MA berkenaan dengan rekrutmen (8/12). Pertemuan ini dihadiri oleh Ketua hakim, pengawasan hakim dan juga MA dan jajaran hakim agung serta pejabat peningkatan kapasitas hakim. “Kami eselon satu dan eselon dua, sementara pada dasarnya sepaham, tidak ada perwakilan KY nampak hadir Ketua KY sama sekali perbedaan dengan MA, Prof. Dr. H. Eman Suparman, S.H., beserta karena tujuan dari KY sendiripun yaitu Anggota KY yang lain bersama Sekretaris terwujudnya fungsi dan kewenangan Jenderal KY Muzayyin Mahbub dan Juru badan kekuasaan kehakiman, yang Bicara KY Asep Rahmat Fajar. bersih, merdeka dan bertanggung Ketua MA Dr. Harifin A. Tumpa, S.H., jawab untuk menegakkan hukum dan M.H., sangat optimis dengan upaya keadilan,” ujar Prof. Eman. kerjasama antara KY dengan MA meski Poin pembicaraan dalam pertemuan pemberitaan dari media memberitakan tersebut adalah rencana perumusan ketidakharmonisan. Pertemuan ini perlu sistem pendidikan hakim, perumusan diselenggarakan untuk membahas hukum acara tentang pelaksanaan kode dinamika yang terjadi antara hubungan etik hakim, dan juga perihal data base kedua lembaga negara tersebut. “Kita hakim. Poin tersebut yang nantinya harus memiliki visi yang sama, yaitu akan menjadi tugas dari team LO untuk terciptanya lembaga peradilan yang merumuskannya. Adapun komposisi independen, yang bebas dari pengaruh personil dari team LO ini dipilih oleh siapapun, bebas dari segala intervensi,” masing-masing lembaga. (Adnan) ujar Harifin.
K
4
EDISI DESEMBER 2011 - JANUARI 2012 VOL. VI - NO. 3
KY - MA Samakan Persepsi Soal Data Peradilan
K
omisi Yudisial (KY) dan Mahkamah Agung (MA) membangun kesepahaman dan kesamaan persepsi terkait permintaan data kepada Badan Peradilan dan/atau Hakim. Permohonan data tersebut sesuai dengan Pasal 22 UU Nomor 18 Tahun 2011 tentang Komisi Yudisial guna mendukung pelaksanaan pengawasan hakim. Penyamaan persepsi tersebut melalui focus group discussion (FGD) bersama KY dan MA yang menghadirkan beberapa nara sumber antara lain hakim agung Prof. Dr. Abdul Gani Abdullah, S.H, H. Yulius, S.H., M.H., Suwardi, S.H, dan H. Sunarto, S.H., M.H., dan mantan hakim agung, Prof. Dr. Mohamad Laica Marzuki, S.H. Sementara nara sumber dari KY ialah Anggota KY H. Abbas Said, S.H., M.H. Abbas Said mengatakan KY dan MA mencari cara bersinergi dalam melaksanakan tugas menjaga perilaku hakim. Lahirnya Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2011 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2004 tentang Komisi Yudisial mendorong persamaan pemahaman. “Kita samakan persepsi kita, Insya Allah apa yang dihajatkan MA dalam menciptakan pengadilan yang jujur dan bersih akan terkabul,” kata Abbas dalam FGD yang bertempat di Bandar Lampung. Sementara itu Abdul Gani mengatakan mekanisme permohonan permintaan data, yang sebaiknya di dalamnya ada unsur legal standing dan harus jelas mengenai format permintaan datanya. “Mengenai formatnya perlu diketahui oleh Mahkamah Agung. Sebaiknya perlu ada SK bersama mengenai formatnya,” tambah Abdul Gani. (Andry)
Ketua KY Berikan Arahan Kepada Ratusan Calon Hakim
• BULETIN KOMISI YUDISIAL/ DINAL
Sekitar 200 calon hakim (Cakim) yang merupakan peserta Pendidikan dan Pelatihan II Calon Hakim Terpadu Angkatan VI Lingkungan Peradilan Umum, Peradilan Agama, dan Peradilan Tata Usaha Negara berkunjung ke KY, akhir November lalu. Kunjungan para cakim ini dipimpin oleh Kepala Pusdiklat Teknis Peradilan Mahkamah Agung, IG Agung Sumanatha, S.H., M.H.
Sekitar 200 calon hakim mengunjungi Komisi Yudisial
D
alam kesempatan itu para cakim yang sebagian besar masih muda usia ini diterima langsung oleh Ketua KY Prof. Dr. H. Eman Suparman, S.H., M.H didampingi oleh Anggota KY/Ketua Bidang Hubungan Antar Lembaga Dr. Ibrahim, S.H. ,M.H., LL.M. Ketua KY merasa berbahagia bisa langsung berdialog dengan para cakim. Dalam kesempatan itu ia memberikan nasehatnya dan berpesan bahwa para cakim sebaiknya menjalankan dengan sungguh-sungguh 10 prinsip kode etik dan pedoman perilaku hakim dalam kehidupan sehari-hari.
“Calon hakim yang sekarang merupakan pemegang kunci ke depan untuk membuat peradilan menjadi bersih, berwibawa, dan berkeadilan. Kalau sekarang masyarakat kurang percaya kepada pengadilan, maka kalian lah yang harus memperbaiki citra, wibawa, dan nama baik pengadilan,” pinta Ketua KY. Ketua KY juga mengingatkan bahwa godaan dalam setiap jabatan pasti ada, terlebih jabatan hakim. Mengingat begitu pentingnya posisi hakim dalam kehidupan, karena bisa memindahkan status kepemilikan maupun menghilangkan nyawa
seseorang lewat putusannya, Ketua KY menekankan agar para calon hakim ini tidak mudah tergoda keindahan duniawi. “Godaan bagi hakim cukup besar, maka harus zuhud atau tidak memikirkan dunia semata-mata, yakinlah bahwa rezeki itu sudah ada bagiannya masing-masing. Jadi tidak usah dicari-cari apalagi dengan cara-cara yang melanggar etika, moral, dan hukum,” tegasnya. Menambahkan pesan-pesan Ketua KY, Ibrahim mengatakan bahwa para cakim jangan cepat berpuas diri terhadap kemampuan dan pengetahuan yang dimilikinya. Ia menegaskan bahwa mahkota hakim terletak pada putusannya. Dan, dalam putusan tersebut terkandung teori-teori hukum dan penerapannya terhadap fakta-fakta hukum yang terjadi di persidangan. “Dengan perkembangan teori hukum dan juga bentuk-bentuk kejahatan yang sangat pesat, upaya peningkatan kapasitas merupakan keniscayaan. Oleh sebab itu Anda harus berpacu dengan perkembangan ilmu itu. Anda tidak boleh berpuas diri bahwa suduh cukup ilmu yang Anda miliki,” pesan Ibrahim. (Dinal) EDISI DESEMBER 2011 - JANUARI 2012 VOL. VI - NO. 3
5
AKTUAL
Enam Hakim Agung Resmi Dilantik
• Doc.Mahkamah Agung
E
nam hakim agung baru resmi dilantik oleh Ketua Mahkamah Agung, Harifin A Tumpa, Rabu (9/11) di ruang Kusumah Atmadja gedung Mahkamah Agung. Para hakim agung ini dilantik berdasarkan Keputusan Presiden RI Nomor 58/P/ Tahun 2011. Mereka yang dilantik yaitu Suhadi, S.H., M.H, Dr. Drs. H. Dudu Duswara Machmudin, S.H., M.Hum, Dr. Nurul Elmiyah, S.H., M.H, Dr. H. Andi Samsan Nganro, S.H., M.H, Dr. H.M Hary Djatmiko, S.H., M.S, dan Prof. Dr. Topane Gayus Penandatanganan berita acara pelantikan para hakim agung baru 2011 Lumbuun, S.H., M.H. Dalam sumpah jabatannya, para hakim Dasar Negara Republik Indonesia Tahun agung ini berjanji akan memenuhi 1945, serta berbakti pada nusa dan kewajiban sebagai hakim dengan bangsa. sebaik-baiknya dan seadil-adilnya, Jumlah hakim agung saat ini memegang teguh Undang-Undang menjadi 54 orang. Diharapkan dengan
bertambahnya jumlah hakim agung akan mampu mempercepat proses penyelesaian perkara di Mahkamah Agung. (Adnan)
Putusan Hakim Harus Menyelesaikan Perkara
P
utusan yang dibacakan oleh hakim di persidangan idealnya mampu menyelesaikan suatu perkara dan/atau sengketa. Putusan hakim merupakan suatu pernyataan hakim, sebagai pejabat negara yang diberi wewenang untuk itu, diucapkan di persidangan dan bertujuan untuk mengakhiri atau menyelesaikan suatu perkara atau sengketa antara para pihak. Hal penting ini dikatakan oleh Dirjen Badan Peradilan Umum, Mahkamah
6
EDISI DESEMBER 2011 - JANUARI 2012 VOL. VI - NO. 3
Agung, Dr. H. Cicut Sutiarso, dalam Lokakarya Peningkatan Kapasitas Hakim di Bali, akhir Oktober lalu. M engingat peran putusan hakim yang begitu penting maka seharusnya putusan itu dapat dipertanggungjawabkan kepada Tuhan dan negara. “Hakim adalah profesi terhormat. Ia adalah pemeriksa, pengadil dan pemutus sehingga harus menjaga independensi, imparsialitas, kompetensi, dan integritas,“ tambah Anggota Komisi Yudisial Dr. Suparman Marzuki, S.H.,M.Si
pada kesempatan yang sama. Ahli hukum lain Prof. Dr. B. Arief Sidharta, S.H., mengatakan hal yang senada. Menurutnya, tugas hakim adalah menyelesaikan sengketa yang ada dalam masyarakat dimana ia harus mengerti dan menerapkan perundang-undangan. “Ketika hakim menyimpang maka harus bisa menjelaskan alasan mengapa dia menyimpang. Sehingga apabila argumennya bisa diterima maka penyimpangannya dapat diterima,” terang Arief. (Andry)
Komisi Yudisial Berharap Kampus Revitalisasi Pendidikan Hukum
P
• BULETIN KOMISI YUDISIAL/ LUQMAN
erguruan tinggi pendidikan hukum yang kritis, progresif dan visioner. seharusnya menjadi Dengan demikian akan agen perubahan dalam dinamika sosial dan lahir hakim yang tidak penegakan hukum. sekedar sebagai corong Ketua Bidang Rekrutmen undang-undang (legalistik Hakim Komisi Yudisial Dr. formal) tetapi hakim Taufiqurrohman Syahuri, yang mampu menerobos kebuntuan dan menemukan S.H., M.H., mengatakan perguruan tinggi seharusnya hukum untuk menegakkan berkontribusi melahirkan keadilan substantif di negeri ini. sarjana pengawal hukum “Hakim itu bukan seper ti hakim. “Mereka Anggota KY Dr. Taufiqurrohman Syahuri, S.H.,M.H menjadi narasumber hanya menegakkan hukum, akan menjadi bayi-bayi dalam diskusi publik yang diselenggarakan HMI Komisariat FH UII hakim yang sehat dan kuat tetapi juga menegakkan Universitas Islam Indonesia (FH-UII), di artinya memiliki mental keadilan. Dengan demikian yang kuat, diiming-imingi uang tidak ruang audio visual Fakultas Hukum UII keberadaan kekuasaan kehakiman bergeming, berkelakuan baik dan Yogyakarta, Sabtu (26/11). adalah kekuasaan yang merdeka Guna mewujudkan hal tersebut, dalam rangka menegakkan hukum memiliki integritas yang baik pula,” kata Taufiq dalam acara diskusi publik yang kata Taufiq, Komisi Yudisial mengajak dan keadilan,” papar dosen Universitas diadakan oleh Himpunan Mahasiswa kampus untuk melakukan revitalisasi Sahid Jakarta tersebut. (Luqman) Islam (HMI) Komisariat Fakultas Hukum peran strategisnya melalui re-orientasi
KY Berharap Hakim Malu Membuat Kesalahan paradigma ya n g p ro gre s i f, dengan spektrum pengawasannya meliputi cara pandang hakim dalam menegakkan aturan. Dalam kesempatan itu, Ketua KY juga menyinggung secara khusus tentang tugas KY Prof. Dr. H. Eman Suparman, S.H.,M.H menjadi narasumber seleksi calon hakim Ketua seminar nasional di FH Universitas Mataram agung oleh KY. Ketua KY menyatakan, dalam tugas ini KY tidak hanya menggunakan tetapi juga pengalaman calon serta indikator moralitas dan kecerdasan paradigma hukumnya. (Fajar) EDISI DESEMBER 2011 - JANUARI 2012 VOL. VI - NO. 3
• BULETIN KOMISI YUDISIAL/ FAJAR
P
engawasan terhadap kewenangan hak im yang dilakukan KY adalah dalam rangka membatasi kekuasaannya agar tidak bertindak sewenang-wenang. Salah satu cara melakukan pengawasan hakim adalah dengan menunjukkan keteladanan dan menekankan pada rasa malu untuk membuat kesalahan. Ketua KY Prof. Dr. H. Eman Suparman, S.H., M.H mengatakan hal tersebut dalam seminar nasional dengan tema “Mewujudkan Peradilan Indonesia yang Bermanfaat, Bersih dan Ideal” yang diselenggarakan oleh Himpunan Komunitas Peradilan Semu Indonesia di Fakultas Hukum Universitas Mataram, (29/10). Selain hal di atas, Prof. Eman menambahkan bahwa dalam melakukan pengawasan hakim menggunakan
7
• BULETIN KOMISI YUDISIAL/ ANDRY
AKTUAL
Para hakim nampak serius mendengarkan pemaparan narasumber pada acara Lokakarya Peningkatan Kapasitas Hakim di Bali.
“Dibutuhkan” Hakim Progesif
P
a k a r h u k u m U n i ve r s i t a s Diponegoro Prof. Dr. Paulus Hadi Suprapto, S.H., M.H mengatakan, berbicara secara konseptual substansi hukum progresif, mau tidak mau harus belajar dan nyantrik pada penggagasnya, Satjipto Rahardjo, yang oleh editorial Kompas dinilai sebagai sosok yang sepanjang hayatnya konsisten
dalam menghadirkan hukum yang memerdekakan dan manusiawi. “Ia perlu diapresiasi setinggi-tingginya,” ujar Prof. Paulus tatkala hadir sebagai pembicara Lokakarya Hakim di Bali, akhir Oktober lalu. Gagasan hukum progresif muncul oleh rasa gerah Satjipto Rahardjo melihat
kehidupan hukum negeri ini yang dilihatnya semakin jauh dari kondisi ideal negara hukum. ”Padahal konsep negara hukum justru yang menjadi komitmen para founding fathers negara ini,“ terang Paulus. Pada kesempatan yang sama, pakar hukum pidana Prof. Dr. Andi Hamzah, S.H mengatakan bahwa banyak hal yang dahulu tabu berdasarkan asas-asas hukum pidana sekarang justru diperkenalkan di negara-negara modern. Namun hal tersebut belum sepenuhnya dapat diterima di Indonesia. “Ada pihak di Indonesia ingin menutup diri dari perkembangan internasional itu, dengan alasan tidak pada tempatnya meniru perkembangan hukum pidana di negara maju. Indonesia adalah negara berdaulat yang berdasarkan Pancasila yang harus lain dari negara-negara maju. Anehnya, cara berpakaian, berkomunikasi, berkonsumsi, berproduksi, berpolitik, berkreasi justru meniru negara maju,” kata Andi.(Andry)
Ikatan Advokat Indonesia Kunjungi KY
I
katan Advokat Indonesia (IKADIN) belum lama ini mengunjungi KY dan diterima oleh Ketua KY Prof. Dr. H. Eman Suparman, S.H., M.H., didampingi Anggota KY/Ketua Bidang Pencegahan dan Pelayanan Masyarakat H. Abbas Said, S.H., M.H, Anggota KY/ Ketua Bidang SDM, Penelitian dan Pengembangan Dr. Jaja Ahmad Jayus, S.H. M.Hum, dan Juru Bicara KY Asep Rahmat Fajar, S.H. Kunjungan tersebut dipimpin oleh ketua IKADIN Todung Mulya Lubis. Dalam kesempatan itu Todung menyampaikan keprihatinannya terhadap kesemrawutan di dunia 8
EDISI DESEMBER 2011 - JANUARI 2012 VOL. VI - NO. 3
advokat belakangan ini. “Perlunya undang-undang advokat diperbaharui agar dapat terjadi penyatuan antar satu dan lainnya organisasi advokat,” kata dia. Todung menambahkan bahwa ada cita-cita untuk menyatukan semua organisasi advokat. Namun fakta berbicara lain karena organisasi advokat tidak bisa bersatu karena berbagai hal. Oleh sebab itu, semua pihak perlu menghormati perbedaaan pandangan dan sikap. Pernyataan Todung tidak lain terkait dengan keberatan IKADIN tentang pembatalan terhadap pasal 28 UU
Advokat di Mahkamah Konstitusi (MK). Menurutnya, “Wadah Tunggal” yang disebutkan di sana itu bertentangan dengan prinsip-prinsip hak asasi kebebasan. Menanggapi hal tersebut Prof. Eman, mengatakan bahwa advokat adalah mitra KY. “Pada dasarnya KY ini menggandeng advokat adalah langkah yang strategis, bilamana kita sedang dalam penyeleksian hakim agung, yang paling mengetahui informasi hakim tersebut biasanya adalah para advokat. “Kita biasanya meminta pendapat advokat mengenai hakim tersebut saat di persidangan,” ujar dia. (Adnan)
• BULETIN KOMISI YUDISIAL/ W. EKA PUTRA
Diskusi Kode Etik dan Pedoman Perilaku Hakim di Jayapura
Komisi Yudisial sebagai Solusi Kegelisahan Masyarakat
K
eberadaan Komisi Yudisial (KY) diharapkan mampu mewujudk an harapan masyarakat untuk mewujudkan peradilan bersih. Wakil Ketua Komisi Yudisial Imam Anshori Shaleh S.H., M.Hum., mengatakan lahirnya KY pada saat itu diharapkan sebagai solusi kegelisahan masyarakat atas penegakkan hukum dan keadilan.“KY juga bertujuan untuk memperbaiki sistem peradilan di Indonsia serta mendukung terwujudnya kekuasaan kehakiman yang mandiri untuk menegakkan hukum dan keadilan,” kata Imam dihadapan 60 hakim se-papua pada diskusi kode etik dan pedoman perilaku hakim yang diadakan Komisi Yudisial, di Pengadilan Tinggi Jayapura (25/11).
Wajar saja apabila pembentukan KY ada semenjak 1968 yaitu saat MA mengusulkan pembentukan Majelis Pertimbangan Penelitian Hakim (MPPH). Majelis ini berfungsi untuk memberikan saran dan pertimbangan atas pengangkatan, promosi, mutasi dan penjatuhan sanksi bagi hakim. Adapun wewenang KY menurut pasal 24B UUD Negara Republik I ndonesia Tahun 1945 yaitu mengusulkan pengangkatan hakim agung serta menjaga dan menegakkan kehormatan, keluhuran martabat serta perilaku hakim. Dalam hal menjaga kehormatan, keluhuran martabat serta perilaku hakim tadi, KY dan MA telah mengeluarkan Surat Keputusan Bersama Ketua Mahkamah Agung dan
Ketua Komisi Yudisial Nomor: 047/KMA/ SKB/IV/2009-Nomor: 02/SKB/P.KY/ IV/2009 tentang Kode Etik dan Pedoman Perilaku Hakim. Sebagai amanat UUD Negara Republik Indonesia Tahun 1945 tersebut dibentuklah Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2004 tentang KY. Dan, dalam perkembangannya undang-undang tersebut direvisi menjadi Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2011. Dengan adanya revisi ini kewenangan KY lebih diperkuat dalam hal melakukan langkah preventif atau menjaga kehormatan, keluhuran martabat, serta perilaku hakim. “Dalam UU No. 18 tahun 2011 ini, dalam hal menjaga, KY bertugas untuk meningkatkan kapasitas dan profesionalitas hakim, memberikan pembekalan kode etik dan pedoman perilaku hakim, serta mengusulkan peningkatan kesejahteraan hakim,” tambah Imam.(W. Eka Putra)
EDISI DESEMBER 2011 - JANUARI 2012 VOL. VI - NO. 3
9
AKTUAL
Pesantren Bisa Tingkatkan Kapasitas Hakim
• BULETIN KOMISI YUDISIAL/ DINAL
P
ondok Pesantren mempunyai peran yang cukup penting untuk meningkatkan kapasitas hakim. Sadar akan arti penting pesantren ini, KY menganggap pesantren merupakan salah satu pihak yang cukup strategis untuk diajak bersinergi. Salah satu bentuk konkret sinergi tersebut yaitu dengan melibatkan pesantren ketika diadakan kegiatan peningkatan kapasitas hakim oleh KY. “Kapasitas seorang hakim tidak melulu soal pengetahuannya, tetapi juga diukur dari aspek integritas dan akhlaknya. Oleh sebab itu pesantren mempunyai peranan besar menjaga integritas dan akhlak hakim karena di pesantren diajarkan tentang kebenaran yang sesungguhnya,” Anggota KY/Ketua Bidang Hubungan Antar Lembaga Dr. Ibrahim, S.H., M.H., LL.M, mengatakan hal itu di hadapan para santri Pondok Pesantren Hidayatullah, Balikpapan, akhir November lalu. Menurut Ibrahim, kerjasama yang dapat dijalin dengan pondok pesantren tentunya dalam semangat yang positif dan dilandasi dengan nilai ketakwaan. Selain menjelaskan arti penting kerjasama KY dan pesantren, dalam kuliah umumnya di pondok
Anggota KY Dr. Ibrahim, S.H.,M.H.,LL.M berbicara soal peningkatan kapasitas hakim di Pondok Pesantren Hidayatullah, Balikpapan, Kalimantan Timur
pesantren Hidayatullah ini, Ibrahim juga menjelaskan kewenangan dan tugas yang dimiliki KY, yaitu melakukan seleksi calon hakim agung dan hakim ad hoc di Mahkamah Agung serta menjaga dan menegakkan kehormatan, keluhuran martabat serta perilaku hakim. Menanggapi penjelasan Ibrahim, Ketua Yayasan Hidayatullah KH. Drs. Zainuddin Musaddad, M.A, menyatakan dukungan positifnya terhadap KY. Menurutnya, KY mempunyai tugas yang mulia. Oleh sebab itu ia berharap KY bisa lebih berani, lebih cerdas, dan tetap
berpegangan kepada dasar tauhid yang kuat dalam pelaksanaan kewenangan dan tugasnya. Selain itu, Zainuddin juga mengemukakan pendapat soal pentingnya mengukur integritas hakim, dalam proses seleksi hakim, dari faktor keluarganya. “Seleksi hakim tidak bisa hanya terpaku kepada hakimnya, kepada pengetahuannya. Dalam sudut pandang Islam orang yang bisa jadi pemimpin itu identik dengan kesalehan istrinya, hal ini tidak bisa dipisahkan,” tegas Zainuddin. (Dinal)
KY Optimalkan Dukungan Masyakarat
K
omisi Yudisial membutuhkan dukungan dari masyarakat tanpa kecuali. Dukungan itu menjadi pemicu agar KY semakin optimal dalam menjalankan tugasnya. Dalam hal ini kewenangan KY yang baru antara lain dapat mengangkat penghubung di daerah untuk menunjang kerja KY, sebenarnya itu
10
EDISI DESEMBER 2011 - JANUARI 2012 VOL. VI - NO. 3
sudah dilakukan KY yaitu dibentuknya jejaring KY yang bekerja tanpa pamrih. Demikian dikatakan Ketua KY Prof. Dr. H. Eman Suparman, S.H., M.H., tatkala menjadi pembicara dalam Kursus Hak Asasi Manusia untuk Pengacara ke-XV yang diselenggarakan oleh Lembaga Studi dan Advokasi Masyarakat (Elsam) di Bogor, awal Oktober lalu. Dalam kesempatan itu Ketua KY mengusung
tema “Tantangan Peradilan dalam Penegakan Hukum dan HAM” sebagai materi pemaparannya. Pada masa mendatang KY bersama MA baru menggodok konsep adanya pendidikan lanjutan khusus hakim. “Dengan cara seperti ini maka KY bisa mendeteksi yang melakukan kecurangan dalam merekrut hakim,” terang Prof. Eman. (Baihaki)
KY Ajak Mahasiswa Awasi Peradilan
Foto bersama Ketua KY dengan para mahasiswa Universitas Ichsan, Gorontalo
Kunjungan rombongan mahasiswa Fisip Universitas Ichsan Gorontalo ini dipimpin oleh Dr. Dharnawati, Pembantu Rektor II. Tujuan kunjungan ke KY ini merupakan bagian dari pengembangan
• BULETIN KOMISI YUDISIAL/ LUQMAN
K
etua KY Prof. Dr. H. Eman Suparman, S.H., M.H. mengajak kepada para mahasiswa untuk berperan aktif membantu mengawasi peradilan. “Jika mengetahui adanya indikasi peradilan sesat jangan ragu untuk melaporkan kepada KY tentu saja disertai bukti pendukung yang kuat,”ujar Prof. Eman saat menerima kunjungan mahasiswa Fisip Universitas Ichsan Gorontalo, Senin (31/10), di auditorium KY. Dalam kesempatan itu Prof. Eman juga mengatakan bahwa KY merupakan salah satu dari delapan lembaga negara yang ada di Indonesia yang keberadaannya merupakan buah dari amandemen UUD 1945. Ia menjelaskan, KY merupakan lembaga yang memiliki kewenangan untuk melakukan seleksi calon hakim agung serta kewenangan lain untuk menjaga dan menegakkan kehormatan, keluhuran martabat serta perilaku hakim.
kemampuan para mahasiswa. Hal lainnya, kunjungan ini bertujuan memberikan sosialisasi kepada intelektual muda di daerah tentang eksistensi KY. (Dinal-Lukman)
Mahasiswa Bisa Pantau Peradilan
S
ebagai komponen penting dalam kehidupan berbangsa dan bernegara, mahasiswa memiliki tanggung jawab moral mengontrol pembangunan negara dan masyarakat pada tiap sendi kehidupan, termasuk kekuasaan kehakiman. Hal itu ditegaskan Anggota KY/Ketua Bidang Hubungan Antar Lembaga dalam kuliah umum di Fakultas Hukum Universitas Mulawarman, Samarinda, akhir November lalu. Mengutip pendapat As Arifin, dalam kolom opini mahasiswa “ Tugas Keintelektualan Mahasiwa” di harian Republika tanggal 8 September 2011, Ibrahim mengatakan bahwa tanpa melupakan tugas belajar, memahami keilmuannya secara hakiki sehingga menjadi ahli dalam bidangnya, mahasiswa juga harus belajar untuk
memahami tanggung jawab sosial yang melekat dengan dirinya. Mahasiswa harus melihat kondisi bangsanya, memotret realitas masyarakatnya, dan harus memiliki keberanian untuk turut campur mengontrol kehidupan bangsa. Dalam konteks kek uasaan kehakiman, tambah Ibrahim, peranan mahasiswa seperti disebutkan di atas dapat dijalankan dengan memantau perilaku hakim baik di dalam maupun di luar persidangan. “Namun pemantauan ini harus fair, jangan mencari-cari kesalahan. Tidak semuanya hakim itu salah, hakim yang baik juga masih banyak,” tegas Ibrahim. Kepada para mahasiswa dalam kuliah umum ini, Ibrahim mengatakan bahwa profesi hakim merupakan profesi
yang terhormat. Salah satu alasannya, tidak ada yang disebut sebagai “yang mulia” dalam sebuah jabatan profesi di dunia ini kecuali hakim. Kemuliaan hakim itu terletak pada putusan dan perilakunya. Untuk menjaga kemuliaan hakim terutama dari segi perilakunya maka dibentuklah KY. “Oleh sebab itu agar KY dapat berfungsi efektif menjaga perilaku hakim, maka dibutuhkan kerjasama salah satunya dengan perguruan tinggi termasuk di dalamnya mahasiswa,” tutur Ibrahim. Dalam kesempatan yang baik itu, Ibrahim juga tidak menyia-nyiakan peluang untuk mensosialisasikan UU No. 18 Tahun 2011 tentang Perubahan Atas UU No. 22 Tahun 2004 tentang Komisi Yudisial. (Dinal) EDISI DESEMBER 2011 - JANUARI 2012 VOL. VI - NO. 3
11
AKTUAL
• BULETIN KOMISI YUDISIAL/ ADNAN
• BULETIN KOMISI YUDISIAL/ ADNAN
Forum Bakohumas Bertekad Wujudkan Keadilan
Kepala Bidang Layanan Informasi Suwantoro, S.E.,M.M
Tukar menukar cenderamata antara Komisi Yudisial dengan Bakohumas
eberadaan Forum Badan Koordinasi Humas (Bakohumas) Pemerintah sangat penting untuk mendukung keterwujudan keadilan sebagaimana visi dan misi Komisi Yudisial (KY). Kepala Bidang Layanan Informasi KY Suwantoro, S.E., M.M., mengatakan bahwa Forum Bakohumas salah satu forum yang penting dalam rangka mendukung harapan masyarakat atas terwujudnya keadilan dalam proses hukum. “Amanat Komisi Yudisial dalam konstitusi perlu diketahui oleh semua elemen termasuk Forum Bakohumas,” kata Suwantoro dalam sambutannya mewakili panitia dalam kegiatan Forum Bakohumas yang diselenggarakan KY, (28/11). Meski termaktub dalam konstitusi namun keberadaan KY belum banyak diketahui oleh berbagai pihak, termasuk pemerintah. “Mengingat pentingnya
agenda tersebut kami melalui kepanitiaan Bakohumas Pusat telah mengundang 160 Angggota Bakohumas yang tersabar di berbagai kementerian, dan lembaga negara agar dapat mengetahui Komisi Yudisial dengan mendalam,” terang Suwantoro. Selain hal itu, KY saat ini memiliki Undang-Undang baru yaitu UU Nomor 18 tahun 2011 sebagai pengganti UU Nomor 22 Tahun 2004 tentang KY. Keberadan UU baru ini perlu
12
EDISI DESEMBER 2011 - JANUARI 2012 VOL. VI - NO. 3
Sesi seminar Forum Bakohumas Komisi Yudisial
• BULETIN KOMISI YUDISIAL/ ADNAN
K
disebarluaskan kepada pemangku kepentingan terutama pemerintah melalui forum Bakohumas. “Adapun tujuan kegiatan ini adalah memperkuat eksistensi Komisi Yudisial dalam forum Bakohumas, sebagai sosialisasi keberadaan KY kepada peserta Bakohumas, menanamkan pemahaman tentang pentingnya peradilan bersih dan menjalin silaturahmi dengan peserta Bakohumas yang lain,” papar Suwantoro.(Nura)
• BULETIN KOMISI YUDISIAL/ ADNAN
P
erpustakaan KY turut serta dalam UI Book Festival 2011 selama tiga hari, mulai tanggal 20-22 Oktober 2011 di selasar Perpustakaan Universitas Indonesia. Perpustakaan KY juga memberikan pengenalan kelembagaan sampai dengan penjelasan mengenai tata cara pengaduan di KY. Keberadaan Perpustakaan KY tersebut merupakan bagian partisipasi aktif dalam rangka menyebarluaskan kewenangan dan tugas KY mengenai hasil revisi UU KY, dan tata cara pengaduan masyarakat mengenai pelanggaran kode etik dan pedoman perilaku hakim kepada pengunjung UI Book Festival 2011, khususnya mahasiswa UI. Dengan banyaknya pengunjung di stand Perpustakaan KY, memberi dampak positif berupa semakin pentingnya kewenangan dan tugas KY dalam masyarakat luas, sehingga memudahkan bagi mereka untuk menyampaikan laporan pengaduan dalam hal adanya
Antusiasme para pengunjung di stand perpustakaan KY dalam ajang UI Book Festival 2011.
Perpustakaan KY di UI Book Festival 2011 dugaan pelanggaran kode etik dan pedoman perilaku hakim. Dalam gelar open house di stand Perpustakaan KY, KY mengharapkan peran aktif para akademisi dan anggota
masyarakat yang mengunjungi stand itu untuk dapat mengawasi jalannya proses peradilan sehingga terhindarkan dari praktik-praktik mafia peradilan. (Fajar)
Partisipasi KY dalam Legal Expo 2011 manusia selalu ikut berjalan seiring sesuai dengan kemajuan dan kebutuhan masyarakat. “Kebutuhan akan perlindungan hukum dari waktu yang lalu pasti berbeda dengan waktu sekarang dan yang akan datang,” katanya. Partisipasi KY dalam kegiatan ini adalah dengan membuka stand sebagai sarana publikasi tentang KY. Mengingat para pengunjung ingin mengetahui kewenangan KY, kepada para pengunjung stand KY diberikan bahan-bahan sosialisasi tentang tugas dan wewenang KY sesuai dengan UU KY yang baru direvisi yaitu UU No. 18 Tahun 2011. (Dinal-Lukman) • BULETIN KOMISI YUDISIAL/ ADNAN
K
omisi Yu d i s i a l berpartisipasi aktif dalam Legal Expo yang diadakan Kementerian Hukum dan HAM pada tanggal 26-27 Oktober 2011, mengingat ajang seperti ini sangat strategis sebagai sarana sosialisasi bagi KY. Legal Expo tahun ini dengan tema “Sinergi Pembangunan Hukum Untuk Mewujudkan Para staf KY yang bertugas menjaga stand di Legal Expo 2011. Keadilan Restoratif ”, diikuti lembaga-lembaga negara lainnya asasi manusia, membangun kesadaran seperti DPR, MK, MA, KPK dan unit kerja dan budaya hukum masyarakat dan Kementerian Hukum dan HAM. meningkatkan akses masyarakat Legal Expo yang dibuka oleh Menteri terhadap keadilan hukum dan hak asasi Hukum dan HAM Dr. Amir Syamsuddin, manusia. S.H., M.H. bertujuan untuk meningkatkan Amir menambahkan, pembangunan jaringan kerjasama antar institusi hukum dan hak asasi manusia terus terjadi pelaku pembangunan hukum dan hak dari waktu ke waktu. Hukum dan hak asasi
EDISI DESEMBER 2011 - JANUARI 2012 VOL. VI - NO. 3
13
AKTUAL
14
berkumpul sa
at makan mal
am
ISI YUDISIAL/ W . EKA PUTRA
• BULETIN KOM
EDISI DESEMBER 2011 - JANUARI 2012 VOL. VI - NO. 3
Salah satu ga mes yang dim ainkan dalam building acara ca
• BULETIN KOM
. EKA PUTRA ISI YUDISIAL/ W
• BULETIN KOM
M
erajut kebersamaan dalam suasana santai dan gembira. Ini merupakan inti tujuan pelaksanaan kegiatan capacity building Komisi Yudisial (KY). Bertempat di Citarik, Sukabumi, selama tiga hari di awal Desember, para pimpinan, pejabat struktural, dan pegawai KY berbaur melepaskan segala identitas jabatan atau status yang melekat di kantor. Beragam aktivitas seperti games, berkumpul di pinggir api unggun, berjalan menyusuri lereng gunung, hingga arung jeram dilakoni oleh hampir semua awak KY. Menurut Sekretaris Jenderal KY, Drs. Muzayyin Mahbub, M.Si, pelaksanaan acara ini bertujuan guna memupuk keakraban di antara sesama SDM KY. “Mungkin di kantor waktu kita sedikit untuk berinteraksi secara dalam, di sinilah kita punya banyak waktu untuk berinteraksi lebih dalam,” ujarnya. Wakil Ketua KY, H. Imam Anshori Saleh, S.H.,M.Hum dan dua Anggota KY Dr. Taufiqurrohman Syahuri, S.H.,M.H dan Dr. Ibrahim, S.H.,M.H.,LL.M, menyampaikan apresiasi positifnya atas kegiatan ini. Perwakilan pegawai KY, Elza Faiz dan Abdul Mukti juga menyambut positif kegiatan ini. “Kalau bisa diadakan tiap tahun, “ungkap keduanya. Dalam kegiatan ini juga dilaksanakan pelepasan secara simbolis dua pegawai KY, Djumono dan Bambang Sukirno, yang telah memasuki masa purna bakti. (Dinal)
li KY duduk Para tenaga ah
di salah satu tung pancoran Aksi meniru pa eh Staf KY dimainkan ol
ISI YUDISIAL/ W . EKA PUTRA
Foto bersama tanda pelepasan dua PNS KY (jaket dikancing) yang memasuki masa purnabakti saat acara capacity building
• BULETIN KOM
• BULETIN KOMISI YUDISIAL/ W. EKA PUTRA
. EKA PUTRA ISI YUDISIAL/ W
Capacity Building Komisi Yudisial
Foto bersama
sebelum arung
jeram
pacity
games yang
LAPORAN UTAMA
Mensejahterakan Wakil Tuhan Muhammad Yasin, Dinal Fedrian
Sejak awal berdiri, Komisi Yudisial terus mengusung tema pentingnya kesejahteraan hakim di seluruh Indonesia. Upaya menegakkan kehormatan, keluhuran martabat, serta perilaku hakim berkaitan dengan tingkat kesejahteraan hakim. Gaji bukan satu-satunya unsur kesejahteraan. Reformasi birokrasi di Mahkamah Agung bisa menjadi pintu masuk.
K
einginan luhur itu yang sudah diusung bertahun-tahun akhirnya mendapat tempat pijakan. Komisi Yudisial bukan hanya sekadar bertugas memantau dan mengawasi hakim, atau menindaklanjuti laporan masyarakat, jika perlu hingga ke Majelis Kehormatan Hakim, dan melakukan langkah hukum terhadap orang atau kelompok yang merendahkan kehormatan dan keluhuran martabat
hakim. Dalam rangka menjalankan wewenang menjaga dan menegakkan kehormatan, keluhuran martabat, serta perilaku hakim itu, Komisi Yudisial diberi wewenang mengupayakan peningkatan kapasitas dan kesejahteraan hakim. Pasal 20 ayat (2) Undang-Undang No. 18 Tahun 2011 menyebutkan secara jelas tugas tersebut. “Selain tugas sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Komisi Yudisial mempunyai tugas
mengupayakan peningkatan kapasitas dan kesejahteraan hakim”. Tugas ini tak dikenal dalam Undang-Undang Komisi Yudisial terdahulu, yakni Undang-Undang No. 22 Tahun 2004. “Langkah pertama dalam peningkatan kesejahteraan adalah menegaskan ulang bahwa hakim itu pejabat negara, bukan pegawai negeri sipil biasa. Karena itu, hak-haknya sebagai pejabat negara perl dipenuhi,” kata Dr. Jaja Ahmad EDISI DESEMBER 2011 - JANUARI 2012 VOL. VI - NO. 3
15
LAPORAN UTAMA DPR melakukan kunjungan kerja ke daerah. Hakim adalah pejabat negara, tetapi dalam praktik tak diperlakukan layaknya pejabat negara. Anggota DPR juga melihat kondisi para hakim di daerah yang masih memprihatinkan. “Apalagi kalau kita melihat hakim-hakim yang bertugas di daerah kepulauan,” ujar politisi PKS itu. Kesejahteraan hakim biasanya berkaitan dengan sistem penggajian, pengangkatan, masa kerja,
integritas dan kualitas hakim akan mengarah pada upaya perbaikan sistem yang menyeluruh. Mulai dari rekrutmen hakim, pembinaan karir, pemberian gaji dan fasilitas yang sesuai, sampai dengan melakukan pengawasan dan penegakan disiplin bagi hakim yang melakukan penyimpangan. Tidak mengherankan ketika Pemerintah mengucurkan tunjangan khusus atau remunerasi kepada para hakim pada tahun 2008, Mahkamah Agung menindaklanjutinya
pengembangan k arir, jaminan kesehatan, rumah dinas dan kendaraan dinas, jaminan pensiun dan jaminan keamanan. Upaya memperbaiki tingkat kesejahteraan hakim yang akan dilakukan Komisi Yudisial perlu diselaraskan dengan langkah-langkah reformasi yang sedang dan akan dilakukan Mahkamah Agung. Bagi Mahkamah Agung, upaya perbaikan
langsung dengan ketentuan penegakan disiplin kerja. Bahkan aturan itu terus diperbaiki sebagai bagian dari evaluasi penegakan disiplin dalam rangka penerimaan remunerasi (SK Ketua MA No. 069/KMA/SK/V/2009). Payung hukum upaya peningkatan kesejahteraan hakim tidak datang begitu saja. Butuh perjuangan meyakinkan pembentuk Undang-Undang tentang
• BULETIN KOMISI YUDISIAL/ DINAL
Jayus, SH. M.Hum, Anggota KY yang jadi Ketua Bidang Sumber Daya Manusia, Penelitian, dan Pengembangan. Tugas Komisi Yudisial tersebut beririsan dengan jaminan kesejahteraan dan keamanan hakim yang diatur dalam Undng-Undang No. 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman. Pasal 48 dan 49 Undang-Undang ini mengatakan negara memberikan jaminan keamanan dan kesejahteraan hakim dalam menjalankan tugas dan tanggung
Kompleks Kehakiman di Jakarta
jawab penyelenggaraan kekuasaan kehakiman. Sementara bagi hakim ad hoc diberikan tunjangan khusus sesuai peraturan perundang-undangan yang berlaku. DPR dan Komisi Yudisial sering menerima dan mendengar keluhan langsung dari sejumlah hakim. Anggota Komisi III DPR M. Nasir Jamil mengatakan curhat para hakim disampaikan manakala 16
EDISI DESEMBER 2011 - JANUARI 2012 VOL. VI - NO. 3
pentingnya masalah ini diatur. Pada tahun-tahun awal berdiri Komisi Yudisial sudah menggagas dan mendorong pemerintah untuk memperhatikan kesejahteraan hakim. Pada tahun 2007 silam misalnya sejumlah pihak juga mendesak agar Komisi Yudisial membuat pertimbangan tentang kesejahteraan hakim yang layak. Komisi Yudisial juga tak tinggal diam. Dalam pertemuan dengan Presiden Susil Bambang Yudhoyono, 11 Juni 2007,
mengatur gaji hakim di peradilan umum, peradilan tata usaha negara, dan peradilan agama. Dalam sejarah peradilan Indonesia, masalah kesejahteraan pernah tercatat sebagai dasar sejumlah hakim melakukan demonstrasi atau protes. Pada dekade 1950-an, terjadi pemogokan hakim sebagai bentuk protes atas skala gaji mereka yang dinilai rendah dibanding pejabat negara lain, dalam kasus ini dengan penuntut umum. Sejak saat itu
Apartemen pejabat tinggi negara sebagai kediaman dinas hakim agung di Jakarta. Hakim di daerah masih terbatas mendapatkan kediaman dinas.
Komisi Yudisial mengusulkan kenaikan anggaran bagi kalangan hakim. Komisi Yudisial menganggap peningkatan kesejahteraan merupakan bagian dari pencegahan. Kesejahteraan hakim berpengaruh pada peluang terjadinya mafia peradilan. Saat itu, Komisi Yudisial mengusulkan kenaikan gaji hakim dengan memperbarui Peraturan Pemerintah No. 10 Tahun 2007 yang
upaya memperjuangkan kesejahteraan hakim terus muncul, terutama datang dari organisasi kalangan hakim dan pemerintah. Melemahnya tuntutan dan perhatian terhadap kesejahteraan hakim pada dekade 1980-an dan 1990-an dipandang sebagai pangkal merebaknya korupsi di lingkungan peradilan. Sebastian Pompe, dalam disertasinya yang terkenal, The Indonesia Supreme
Court, a Study of Institutional Collapse (2005:50) menggambarkan kondisi itu. Ia menulis: “Later, particularly after the deceptions of the 1970s, the judiciary began to lose both its idealism and understanding of what was at issue here. With the emergence of a new generation of judges, the salary issue increasingly became a self-serving item on the judicial wish list. By the 1980s and 1990s, the low salaries ended up as a miserable justification for judicial corruption, which by then had become pervasive”. Tuntutan terhadap kesejahteraan hakim juga muncul pada era reformasi ketika hakim sudah mendapatkan remunerasi. Puncak gunung es dari tuntutan itu adalah rencana aksi hakim Indonesia menggugat Presiden dan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR). Pada April 2011 lalu, rencana aksi para hakim itu digagas menggunakan media sosial facebook. Dipelopori Andi Nurvita, seorang hakim muda di Yogyakarta, group facebook “Rencana Peserta Aksi Hakim Indonesia Menggugat Presiden dan DPR RI” mendapat dukungan dari ratusan anggota. Kelompok media sosial ini mengajak para hakim untuk menggelar aksi demonstrasi untuk memperjuangkan kesejahteraan mereka. Aksi tak lazim itu berbuntut panjang. Andi Nurvita dimintai keterangan oleh bagian pengawasan Mahkamah Agung. M. Hatta Ali, Ketua Muda MA Bidang Pengawasan, saat itu mengatakan perbuatan Andi tidak etis. “Apalagi dia hakim,” ujarnya kepada wartawan. Andi Nurvita bukan satu-satunya hakim yang diperiksa. Teguh, hakim PTUN di Semarang, juga pernah diperika karena mengajukan judicial review Undang-Undang Mahkamah Agung terkait independensi anggaran. Kasus-kasus ini merupakan puncak gunung es upaya memperjuangkan kesejahteraan hakim dari kalangan internal. EDISI DESEMBER 2011 - JANUARI 2012 VOL. VI - NO. 3
17
LAPORAN UTAMA
Kompleksitas tugas Tuntutan para hakim seperti yang bergema lewat facebook sebenarnya bermuara pada semakin kompleksnya tugas-tugas dan kewajiban yang harus diemban hakim. Pertama, jenis perkara yang harus ditangani semakin rumit dan pelik. Semakin banyak spesifikasi jenis perkara dalam sepuluh tahun terakhir, seperti pidana pencucian uang, terorisme, sengketa informasi, perdagangan orang, kekerasan dalam rumah tangga, dan tindak pidana korupsi. Para hakim perlu mempelajari hal-hal baru tersebut bukan saja melalui buku-buku referensi tetapi juga pendidikan lanjutan sesuai kebutuhan. Statistik laporan Mahkamah Agung Tahun 2010 menunjukkan mayoritas pegawai di lingkungan MA dan badan peradilan di bawahnya masih berpendidikan strata 1. Oleh karena itu kebutuhan untuk mengembangkan diri melalui jalur pendidikan masih sangat penting, bukan saja bagi hakim tetapi juga pegawai lain. Kedua, perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi informasi ikut mendorong tuntutanterhadap kinerja hakim. Kini, hakim dituntut untuk bisa menyediakan putusan dalam waktu singkat. Pada saat membacakan putusan, ia sudah harus menyiapkan softcopy putusan. Sehingga hakim perlu dibekali komputer atau laptop. Kebutuhan hakim terhadap informasi juga semakin besar. Jangan sampai hakim tidak mengikuti perkembangan, terutama perkembangan peraturan perundang-undangan yang demikian cepat. DPR dan Pemerintah menargetkan menyelesaik an 70 R ancangan Undang-Undang setiap tahun. Belum termasuk Peraturan Pemerintah dan peraturan teknis lain yang perlu diketahui oleh hakim. Ketiga, wilayah Indonesia yang terdiri dari banyak pulau menyebabkan 18
EDISI DESEMBER 2011 - JANUARI 2012 VOL. VI - NO. 3
Tabel Tingkat Pendidikan Pegawai MA dan Empat Lingkungan Peradilan di Bawahnya Tahun 2010 Pendidikan
Mahkamah Agung
Pengadilan Banding
Pengadilan Tkt Pertama
Jumlah
S3
20
18
11
49
S2
243
625
1.305
2.173
S1
765
3.320
15.830
19.915
D3
41
333
1.025
1.399
SMU
530
1.652
10.025
12.207
SMP
28
16
117
161
SD
48
4
32
84
Sumber: Laporan Tahunan MA 2010. masalah kesejahteraan yang dihadapi hakim tak sama. Hakim-hakim yang bertugas di daerah terpencil, apalagi di pulau yang jauh, bukan hanya menghadapi masalah biaya transportasi yang mahal, tetapi juga perlindungan terhadap rasa aman. Keempat, hakim tak hanya memikirkan dirinya sendiri. Sebagai kepala keluarga, hakim juga memiliki tanggung jawab terhadap anggota keluarganya. M esk ipun per lu mengetahui masalah keuangan anggota kelurga, Kode Etik dan Pedoman Perilaku Hakim (SKB MA dan KY Tahun 2009) tegas melarang hakim untuk ‘menggunakan wibawa jabatan sebagai hakim untuk mengejar kepentingan pribadi, anggota keluarga, atau siapapun juga dalam hubungan finansial. Kasus hakim M. Asnun menjadi contoh konkrit betapa masalah anggota keluarga dapat mempengaruhi independensi seorang hakim. Pada intinya, dalam menjalankan tugas, seorang hakim menghadapi tekanan-tekanan psikologis, finansial,
dan sosial. Di tengah tekanan itu, hakim harus tetap bisa menunjukkan independensi. Jika tidak, kebutuhan yang semakin kompleks bisa mendorong hakim terjerumus ke dalam pelanggaran hukum. Aloysius Wisnubroto, termasuk akademisi yang percaya ada korelasi antara kesejahteraan dengan potensi pelanggaran hukum itu. Dalam bukunya ‘Hakim dan Peradilan di Indonesia dalam Beberapa Aspek Kajian (1997:40), Wisnubroto mengatakan ketimpangan yang tajam antara kedudukan dan tanggung jawab hakim dengan penghasilan berpotensi mengakibatkan melemahnya konduite hakim terhadap tugas. Hal itu bisa dilihat dari tiga indikasi. Pertama, menurunnya kesungguhan hakim dalam menyelesaikan perkara. Kedua, tidak adanya inisiatif hakim untuk mengembangkan keahlian dan pengetahuan hukumnya, apalagi untuk mengembangkan hukum dan peradilan. Ketiga, lemahnya daya untuk menolak pengaruh campur tangan kekuasaan atau pengaruh-pengaruh lain terhadap putusan hakim.
Gaji dan Tunjangan Penjelasan pasal 48 Undang-Undang Kekuasaan Kehakiman mengatakan jaminan kesejahteraan meliputi gaji pokok, tunjangan, biaya dinas, dan pensiun, serta hak-hak lainnya yang diatur dalam perundang-undangan. Tanpa mengabaikan unsur lain, yang dianggap paling mendasar dari jaminan kesejahteraan adalah gaji dan tunjangan. Tahun pertama Komisi Yudisial resmi menjalankan tugas, gaji hakim di lingkungan peradilan umum, PTUN, dan peradilan agama yang berlaku merujuk pada Peraturan Pemerintah No. 70 Tahun 2005. Berdasarkan regulasi ini gaji terendah hakim (golongan III/a) adalah Rp1.682.500, dan gaji tertinggi (IV/e) sebesar Rp4.114.000. Ini adalah perubahan ketiga gaji hakim yang dibuat pemerintah sejak masa Presiden Abdurrahman Wahid tahun 2000. Tidak sampai dua tahun kemudian, gaji hakim kembali mengalami kenaikan. Berdasarkan Peraturan Pemerintah No. 10 Tahun 2007, gaji pokok tertinggi hak im mencapai Rp4.525.400. Setahun kemudian, gaji pokok hakim kembali mengalami kenaikan untuk semua golongan dan ruang. Praktis, sepanjang tahun 2000 sampai tahun 2008, Pemerintah lima kali menaikkan atau menyesuaikan gaji pokok hakim. Berdasarkan kebijakan baru ini, gaji pokok terendah hakim (golongan III/1 dengan masa kerja 0 tahun) adalah Rp1.976.600. Sedangkan gaji tertinggi (golongan IV/e) mencapai Rp4.978.000. Selain gaji pokok tersebut, sejak 2008 silam, hakim-hakim dan pegawai negeri di lingkungan Mahkamah Agung dan peradilan di bawahnya berhak mendapatkan tunjangan khusus. Dibanding Kejaksaan dan Kepolisian, Mahkamah Agung lebih dahulu mendapatkan tunjangan khusus, atau yang lazim disebut remunerasi.
Tunjangan Khusus Kinerja Hakim Berdasarkan Peraturan Presiden No. 19 Tahun 2008 No.
Tunjangan (Rp)
Jabatan
1.
Ketua MA
31.100.000,-
2.
Wakil Ketua MA
25.800.000,-
3.
Ketua Muda MA
24.200.000,-
4.
Hakim Agung
22.800.000,-
5.
Ketua Pengadilan Tinggi, PT TUN, PTA, PT Militer, Ketua PT Militer Utama
13.000.000,-
6.
Ketua PN Kelas I A, Ketua PA Kelas I A, Ketua PTUN, Ketua Pengadilan Militer Tipe A
7.400.000,-
7.
Ketua PN Kelas IB, Ketua PA Kelas IB, dan Ketua Pengadilan Militer Tipe B
6.200.000,-
8.
Ketua PN Kelas II, Ketua PA Kelas II
5.100.000,-
9.
Wakil KPT, Wakil KPTA, Wakil Ketua PT TUN, Wakil Ketua Pengadilan Militer Utama, Wakil Ketua PT Militer
11.500.000,-
10.
Wakil Ketua PN Kelas I A, Wakil Ketua PA Kelas I A, Wakil Ketua PTUN, Wakil Ketua Pengadilan Militer Tipe A
6.600.000,-
11.
WKPN Kelas IB, WKPA Kelas I B, Waka Pengadilan Militer Tipe B
5.800.000,-
12.
WKPN Kelas II, WKPA Kelas II
4.800.000,-
13.
Hakim Tinggi untuk semua pengadilan
10.200.000,-
14.
Hakim PN Kelas I A, PA Kelas I A, PTUN, Pengadilan Militer Tipe A
5.400.000,-
15.
Hakim PN Kelas I B, PA Kelas I B, Pengadilan Militer Kelas IB
4.500.000,-
16.
Hakim PN dan PA Kelas II
4.200.000,-
Pemberian remunerasi berkaitan dengan reformasi birokrasi yang dijalankan Mahkamah Agung beserta badan peradilan di bawahnya. Hakim-hakim ad hoc yang bertugas juga berhak mendapatkan tunjangan
jabatan dan hak-hak lainnya berupa fasilitas transportasi dan akomodasi. Hakim ad hoc hubungan industrial yang bertugas di pengadilan negeri mendapatkan tunjangan jabatan sebesar Rp3.750.000, sedangkan EDISI DESEMBER 2011 - JANUARI 2012 VOL. VI - NO. 3
19
LAPORAN UTAMA yang bertugas di Mahkamah Agung mendapatkan tunjangan jabatan sebesar Rp7.500.000,-. Besaran fasilitas transportasi dan akomodasi disesuaikan dengan apa yang diperoleh pegawai negeri sipil golongan IV. Namun, Anggota Komisi Yudisial, Suparman Marzuki, mengingatkan kesejahteraan hakim bukan semata-mata diukur dari hal-hal yang fisik seperti kendaraan atau rumah tinggal. Kesejahteraan batin hakim saat menjalankan tugas juga menjadi kewajiban negara memenuhinya. Berdasarkan pantauan langsung Komisi Yudisial ke banyak pengadilan di daerah, banyak ruang sidang dan ruang kerja hakim yang tidak memadai. Adanya parameter yang jelas untuk promosi seorang hakim juga bisa dipandang sebagai bagian dari kesejahteraan. “Hakim membutuhkan ukuran mutasi dan promosi yang jelas,” kata Suparman.
Jaminan Keamanan dan Kesehatan Anda masih ingat kasus pembunuhan Achmad Taufik, hakim Pengadilan Agama Sidoarjo, tahun 2005 silam? Taufik dibunuh di ruang sidang usai memimpin kasus perceraian. Pelakunya adalah salah satu pihak yang berperkara. Pembunuhan hakim Taufik adalah wujud nyata ancaman terhadap hakim ketika menjalankan tugas dan kewajibannya sehari-hari. Komisi Yudisial mencatat banyak sekali terjadi ancaman, cemoohan, dan teriakan yang ditujuk an kepada hak im saat memimpin persidangan. Tidak jarang hakim dikejar-kejar salah satu pihak yang tidak puas atas putusan hakim. Bagaimanapun, 20
EDISI DESEMBER 2011 - JANUARI 2012 VOL. VI - NO. 3
Polisi berjaga-jaga di Pengadilan Negeri Temanggung setelah terjadi kerusuhan beberapa waktu lalu.
hakim adalah pejabat negara yang harus mendapat perlindungan oleh negara berupa jaminan keamanan saat mereka menghadiri dan memimpin persidangan.
Salah satu kondisi yang paling rentan bagi hakim adalah saat mengadili perkara pemberantasan tindak pidana terorisme. Negara wajib memberikan perlindungan kepada hakim –juga
• BULETIN KOMISI YUDISIAL/NURA
polisi dan jaksa—yang menangani perkara terorisme dari ancaman yang membahayakan diri, jiwa, dan hartanya, baik sebelum, selama maupun sesudah proses pemeriksaan perkara.
Menurut Peraturan Pemerintah No. 24 Tahun 2003, bentuk perlindungan tersebut meliputi (i) perlindungan atas keamanan pribadi dari ancaman fisik dan mental; (ii) kerahasiaan
identitas saksi; dan (iii) pemberian keterangan pada saat pemeriksaan di sidang pengadilan tanpa bertatap muka dengan tersangka. Jika hakim meminta perlindungan kepada polisi, maka perlindungan tersebut tidak dikenakan biaya. Sama halnya dengan jaminan kesehatan. Peraturan Presiden No. 88 Tahun 2010 telah merinci bagaimana jaminan pemeliharaan kesehataan yang diberikan kepada para hakim agung. Disebutkan bahwa pelayanan kesehatan yang diberikan dengan fasilitas yang paling tinggi selama menjalankan tugasnya. Dengan kata lain, para hakim agung diberikan layanan kesehatan paripurna melalui mekanisme asuransi kesehatan. Apapun wujud kesejahteraan tersebut, Mahkamah Agung dan Komisi Yudisial perlu duduk bersama untuk menentukan langkah-langkah ke depan. Dalam menjalankan tugas barunya, Komisi Yudisial perlu mempertimbangkan assessment kebutuhan dan kemampuan --khususnya anggaran – Mahkamah Agung. Berkaitan dengan itu, Nasir Djamil mengusulkan agar Komisi Yudisial membuat ukuran kelayakan gaji dan unsur-unsur kesejahteraan lainnya. Usulan Komisi Yudisial bisa disampaikan ke Komisi III DPR, untuk kemudian dibahas bersama Bappenas, Kementerian Keuangan, Mahkamah Agung, dan pemangku kepentingan lainnya. Menurut anggota Komisi III DPR itu, percuma terus bicara tentang pengawasan dan sanksi, jika melupakan hal yang esensial yakni kesejahteraan hakim. “Meskipun gaji besar tak menjadi jaminan nihil penyimpangan, setidaknya ada perhatian kepada hakim sebagai pejabat negara,”ujar Nasir Djamil. EDISI DESEMBER 2011 - JANUARI 2012 VOL. VI - NO. 3
21
LAPORAN UTAMA
Hakim Sejahtera Tenang Bekerja Bagaimana IKAHI memandang masalah tentang kesejahteraan hakim? uara IKAHI pada waktu menyelenggarakan munas ataupun rakernas, IKAHI daerah mempertanyakan masalah gaji atau kesejahteraan terhadap para hakim. Sebab sejak tahun 2006 hingga menjelang tahun 2012 ini tunjangan remunerasi masih mendapatkan 70%. Dari MA sudah mengusulkan beberapa kali tetapi sampai sekarang belum turun untuk mencukupkan 100 %. Bagaimanapun kesejahteraan ini penting. Terutama bagi para hakim yang bertugas di kota-kota besar di mana tentu
S
22
EDISI DESEMBER 2011 - JANUARI 2012 VOL. VI - NO. 3
membutuhkan transportasi yang lebih mahal dan biaya pendidikan yang lebih tinggi. Permasalahan-permasalahan ini yang kita harapkan supaya hakim itu bisa tenang bekerja dengan dicukupkan kesejahteraannya. Apakah kesejahteraan hakim dapat berpengaruh menurunkan potensi-potensi penyimpangan kode etik dan pedoman perilaku hakim? Namanya manusia tentunya tidak otomatis. Pasti ada juga yang memang dari sananya katakanlah memang karakternya yang kurang baik,pasti peningkatan kesejahteraan tidak punya pengaruh. Tetapi saya meyakini
• BULETIN KOMISI YUDISIAL/ DINAL
Dr. H.M. Hatta Ali, S.H.,M.H Ketua Umum IKAHI Periode 2010 – 2013
99 % dengan adanya gaji hakim yang memadai tentu mengurangi niatnya untuk melakukan penyimpanganpenyimpangan. Sebab dari segi ekonomi mereka sudah cukup. Tetapi kalau desakan ekonomi belum memadai, bisa menciptakan ruang-ruang yang dapat dipengaruhi oleh berbagai faktor terutama faktor finansial. Apa saja yang dilakukan IKAHI untuk memperjuangkan kesejahteraan hakim ini? Mahkamah Agung termasuk IKAHI di dalamnya itu sudah sangat berupaya untuk dapat meningkatkan kesejahteraan hakim. Yang terdekat
program IKAHI adalah bagaimana mencukupkan tunjangan remunerasi dari 70 % menjadi 100%. Ini sudah disampaikan kepada pimpinan MA. Dan, pimpinan juga sudah menyampaikan lobi-lobi ke atas agar pemegang keuangan dari instansi pemerintah bisa memahami. K e a t a s i n i m a k s u d ny a pemerintah? Iya ke eksekutif maksudnya sebagai pemegang keuangan. Ke DPR? Kalau DPR kan sudah setuju remunerasi 100 %. Yang belum ini adalah faktor keuangan dari pemerintah. Pemerintah masih bilang kalau keuangan negara belum memungkinkan. Jadi sudah bertemu Menteri Keuangan? Kami sudah menyampaikan melalui Men PAN, tentu juga dari segi kementerian keuangan. Dan ini juga merupakan perjuangan dari organisasi IKAHI. Apa saja unsur-unsur kesejahteraan hakim selain gaji yang perlu mendapat perhatian? Tentunya masalah sarana, prasarana yaitu fasilitas. Rumah dinas agar dapat tersedia dimanapun hakim itu bertugas. Kemudian, sarana transportasi, kesehatan, termasuk di dalamnya pengamanan. Sebab hakim di dalam bertugas kan penuh dengan resiko juga. Apak ah jumlah gaji dan remunerasi yang diterima hakim sekarang sudah cukup? Yang jelas sekarang sudah ketinggalan. Karena bagi para PNS katanya sudah empat sampai lima kali terjadi kenaikan gaji. Mungkin istilahnya penyesuaian. Sedangkan tunjangan
remunerasi hakim dari tahun 2006 masih 70%. Kalau dulu pertama kali diberikan remunerasi walaupun cuma 70% terasa dampaknya. Tetapi sekarang kurang karena terjadi inflasi. Tetapi apakah dirasakan perbaikan setelah ada remunerasi? Tentu ada perbaikan sedikit dari segi kesejahteraan. Tetapi kalau dipikir, belum sepenuhnya memadai. Institusi lain yang sama-sama mendapatkan remunerasi dengan hakim sudah mendapatkannya 100 % sedangkan hakim sampai sekarang masih 70 %. Bagaimana pandangan Anda tentang kesejahteraan hakim di daerah-daerah terpencil? Seharusnya memang mendapatkan perhatian, terutama di daerah-daerah yang biaya kehidupan di daerah itu sangat tinggi. Karena biaya hidup di daerah-daerah di Indonesia ini kan tidak sama. Misalnya di daerah Irian, Maluku, biaya hidup lebih tinggi daripada di Jawa. Kemudian kalau mereka mau pulang ke kampung halamannya, cuti misalnya, ongkos pesawatnya mungkin membuat ludes gajinya. Bahkan saya dengar ada yang mengambil kredit untuk mendapatkan biaya pulang kampung. Kalau bisa setiap hakim itu punya hak cuti diberikan sekaligus dengan transportnya seperti di bank. Pegawai bank kalau ambil cuti dikasih uang cuti sekaligus transport ke mana dia cuti. Kalau hakim bertugas di Papua kemudian ia akan pulang kampung ke Aceh, misalnya, berapa banyak biaya yang dikeluarkan. Dan, saya pernah merasakan waktu saya tugas di Sabang, enam tahun saya tidak pernah pulang ke Makassar, karena biaya terlalu tinggi. UU KY yang baru menyebutkan b a hwa KY d i b e r i k a n t u g a s meningkatkan kapasitas dan kesejahteraan hakim. Apa wujud
kerjasama MA dan KY dalam hal ini? Tentunya MA dan KY harus punya persepsi yang sama, sebab ini merupakan tugas KY dan juga tugas MA. Kalau kami dari IKAHI ya bagaimana kita sama-sama memperjuangkan untuk mencapai kesejahteraan hakim yang memadai, bukan berlebihan tetapi memadai. Cukup untuk hidup dengan tenang. Bagaimana Anda melihat perbandingan gaji dan tunjangan hakim sebagai pejabat negara dengan pejabat negara lain? Walaupun hakim dinyatakan sebagai pejabat negara, tetapi para hakim yang non hakim agung (hakim tingkat pertama dan tingkat banding) sampai sekarang penggajiannya itu bukan sebagai pejabat negara. Oleh karena itu bagi IKAHI ada dua opsi. Pertama, kalau memang hakim digolongkan sebagai pejabat negara supaya mendapatkan penghasilan sebagai pejabat negara. Kedua, kalau hakim digolongkan bukan sebagai pejabat negara, supaya tunjangan remunerasinya dicukupkan 100 %. Bahkan kalau perlu ditingkatkan. Kalau ditingkatkan seperti apa maunya? Maunya tentu mendapatkan gaji yang betul-batul memadai sehingga hakim itu tidak perlu memikirkan lagi biaya sekolah anaknya, kemudian bisa melanjutkan kuliahnya, sehingga dia bisa konsentrasi penuh, dia bisa beli buku yang menunjang pekerjaannya sehari-hari. Sehingga dia bisa dengan tenang bekerja dan tidak memikirkan hal-hal yang sifatnya negatif. Apabila kesejahteraan hakim sudah dipenuhi tetapi ada hakim yang masih nakal, sebaiknya langsung diberhentikan saja. Karena betapa perhatian diberikan kesejahteraan yang memadai tetapi masih nakal, ya sudah mereka yang cari masalah. (Dinal) EDISI DESEMBER 2011 - JANUARI 2012 VOL. VI - NO. 3
23
LAPORAN UTAMA
Dr. Suparman Marzuki, S.H.,M.Si Anggota KY/Ketua Bidang Pengawasan Hakim dan Investigasi
Negara Wajib Mensejahterakan Hakim UU No 18 Tahun 2011 menugaskan KY untuk meningkatkan kapasitas dan kesejahteraan hakim. Apakah ini tugas baru bagi KY? ecara normatif konstitusional baru dalam UU No 18 tahun 2011. Tetapi substansinya KY sudah lakukan, meskipun langk ah-langk ah advok asi KY selama ini belum maksimal. Dengan dimasukkannya secara limitatif dalam UU No 18 Tahun 2011 maka menjadi kewajiban legal formal KY untuk memperjuangkannya. L angk ah apa yang ak an dilakukan KY untuk meningkatkan kesejahteraan hakim? Kesejahteraan itu bermakna banyak. Tidak boleh semata-mata ditafsirkan harfiah, hanya kita bayangkan kesejahteraan itu soal gaji yang tinggi dan tunjangan-tunjangannya. Kesejahteraan itu juga meliputi kesejahteraan batin. Kesejahteraan batin ini menyangkut hak-hak warga negara seorang hakim dalam tugas-tugas mereka. Oleh karena itu sistem mutasi dan promosi yang selama ini dilakukan oleh MA patut dilihat kembali. Orang kalau merasa mempunyai kapasitas dan layak dipromosikan pada jabatan tertentu dan tidak dipromosikan, itu mengganggu. Kalau mutasi dan promosi tidak juga mempertimbangkan keluarganya juga mengganggu. Selain itu ada juga yang saya sebut kesejahteraan simbolik. Seseorang sebagai pejabat negara berhak juga mendapatkan kenyamanan secara simbolik. Hakim di dalam UU disebut sebagai pejabat
24
EDISI DESEMBER 2011 - JANUARI 2012 VOL. VI - NO. 3
• BULETIN KOMISI YUDISIAL/ DINAL
S
negara, maka status sebagai pejabat negara itu harus diwujudkan dengan seluruh konsekuensi-konsekuensi yang mengikutinya. Artinya wilayah perjuangan untuk mewujudkan ini ada di mana-mana. Ada yang menjadi kewajiban MA, ada yang menjadi kewajiban pemerintah, ada yang menjadi kewajiban DPR, dan ada yang menjadi kewajiban KY. KY dalam konteks ini adalah lembaga yang memperjuangkannya pada level ini. Kemudian apak ah aksi KY direspon atau tidak, tergantung dari kekuasaan-kekuasaan lain. Pemerintah tentu berkaitan dengan kesejahteraankesejahteraan konkret yaitu gaji. Ini berkaitan dengan keuangan negara. Yang berkaitan dengan regulasi ini tentu DPR dan pemerintah. Yang berkaitan
dengan mutasi, promosi, ini tentu kewenangan MA. Langah-langkah semua institusi ini akan menentukan apakah ketentuan undang-undang yang mewajibkan KY mendorong peningkatan kesejahteraan itu berhasil atau tidak. Langkah konkret KY untuk mendesak ini seperti apa? Kita memang belum membicarakannya secara detil. Tetapi terbayang oleh saya secara pribadi maupun sebagai anggota KY, kita mesti mengeluarkan langkah-langkah advokasi. Langkah pertama menegaskan dulu bahwa status hakim adalah pejabat negara. Sebenarnya kalau direalisasikan bahwa status hakim adalah pejabat negara dengan segala konsekuensinya, maka 80% isu soal kesejahteraan ini selesai. Tinggal 20 % adalah menyangkut mutasi-promosi yang objektif. Langkah KY tentu menyampaikan kepada pemerintah sebagai sektor kekuasaan negara yang mempunyai kompetensi mengenai finansial, DPR yang mempunyai kompetensi pada regulasi dan kontrol pada eksekutif. Seberapa penting Anda melihat masalah kesejahteraan bagi hakim? Penting sekali. Kesejahteraan itu prinsip universal. Semua hakim di dunia selain mendapatkan posisi terhormat, ditempatkan sebagai profesi mulia oleh masyarakat dimanapun di dunia ini. Karena itu negara yang pertama-tama harus meletakkan ini dulu. Komitmen dan realisasi dari komitmen negara untuk kesejahteraan hakim ini mesti dilakukan. Sebagai gambaran gaji hakim kita lebih rendah dari negara Sudan. Padahal Sudan kondisi negaranya tidak lebih baik dari kita. Rata-rata gaji hakim kita yang sudah bertugas 20 tahun itu kan Rp 7,5 juta. Gaji hakim baru yang saya tau Rp 3,5 juta. Menurut saya tidak layak.
Untuk masalah perlindungan keamanan bagi hakim sendiri bagaimana menurut Anda? Betul, karena wilayah tugas hakim adalah wilayah yang sensivitasnya tinggi menyangkut hak-hak bahkan nasib orang. Karena itu kalau hakim betul-betul diakui sebagai pejabat negara maka proteksinya akan maksimal. Dia mesti diasuransikan juga. Keamanan fisik hakim juga harus dijaga, ini menjadi tanggung jawab polisi. KY juga ikut bertanggung jawab untuk ikut menyuarakan aspek perlindungan hakim. Ini bagian yang kurang mendapat perhatian kita selama ini. Bagaimana cara memperhatikan kesejahteraan untuk hakim-hakim di daerah terpencil? Kalau kita bicara hakim, standarnya harus nasional. Kalau kita bicara kesejahteraan tidak boleh diskriminatif. Untuk di daerah tentu ada kebijakan tersendiri. Tetapi standar nasionalnya harus ada, kalaupun ada perkecualian itu dikaji dahulu karena masalah di tiap daerah berbeda. (Dinal)
M Syaiful Aris Direktur LBH Surabaya
Hakim sudah cukup sejahtera Apakah ada korelasi langsung antara kesejahteraan dengan munculnya mafia peradilan? Mafia peradilan lebih cenderung disebabkan faktor adanya kesempatan dan niat. Sehingga faktor kesejahteraan hanya salah satu faktor yang saja, sehingga meningkatkan kesejahteraan tidak berarti dapat mengurangi adanya mafia peradilan.
• http://www. koransuroboyo.com
Apakah peningkatan kesejahteraan berkorelasi menekan penyimpangan kode etik dan pedoman perilaku hakim? Tidak ada kaitannya peningkatan kesejahteraan dengan dia melakukan korupsi penyalahgunaan kewenangan. Negara wajib hukumnya mensejahterakan hakim. Karena dimanapun di dunia ini ada saja hakim yang melakukan penyimpangan itu. Kalau penyimpangan itu bisa saja terjadi karena proses rekruitmen, proses pembinaan, dan kondisi objektif yang tidak terpenuhi, dan banyak aspek terkait lainnya. Karena itu saya tidak setuju dengan gagasan sebagian orang yang menghukum hakim bermasalah dengan pencabutan remunerasi, dan gajinya tidak dinaikkan. Saya pikir itu ide yang tidak bertanggung jawab.
Bagaimana Anda melihat tingkat kesejahteraan hakim selama ini? ingkat kesejahteraan hakim di banding penegak hukum dan pegawai negeri yang lain sudah cukup memadai dan mereka juga sudah mendapat remunerasi dan tunjangan dari pemerintah sehingga kesejahteraan hakim pada umumnya sudah di atas rata-rata.
T
Apakah sekarang sudah memadai dan layak? Pendapatan hakim kalau untuk memenuhi kebutuhan hidup secara wajar sudah mencukupi dan layak. Mereka juga mendapat berbagai tunjangan dan renumerasi. Apa saja unsur kesejahteraan hakim yang perlu mendapat perhatian KY? Terutama untuk hakim-hakim ad hock dan hakim yang bertugas di daerah terpencil
Kesulitan apa saja yang muncul dalam upaya meningkatkan kesejahteraan hakim? Peningkatan kesejahteraan tentu terkait dengan masalah keterbatasan kondisi uang negara.Sehingga meningkatkan alokasi anggaran untuk peningkatan kesejahteraan hakim dapat mengurangi alokasi anggaran untuk kepentingan yang lain. Bagaimana dengan kesejahteraan hakim-hakim kita di daerah? Kesejahteraan hakim di daerah tempat tinggal saya secara umum sama dengan hakim di didaerah lainnya. Bagaimana Anda melihat munculnya rencana aksi hakim melaksanakan demo yang menuntut kesejahteraan? Menurut saya menyampaikan aspirasi adalah termasuk hak setiap orang sehingga hakim boleh saja melakukan aksi menuntut kesejahteraan, tetapi mereka juga harus mempertanggungjawabkan tuntutan mereka dengan kerja yang lebih nyata untuk masyarakat. Hal tersebut di buktikan dengan membuat keputusan-keputusan yang dapat memenuhi rasa keadilan masyarakat dan sesuai dengan hukum yang hidup dalam masyarakat. (Dinal) EDISI DESEMBER 2011 - JANUARI 2012 VOL. VI - NO. 3
25
SUDUT HUKUM
Sebuah Catatan Tentang Hakim Prof. Dr. B. Arief Sidharta, S.H Pakar Hukum
“Ubi societas ibi ius”. Demikian bunyi sebuah adagium atau ungkapan hukum yang sangat dikenal oleh semua mahasiswa hukum, yang secara harfiah berarti “di mana ada masyarakat di situ ada hukum”
M
aksudnya adalah bahwa dalam setiap masyarakat, betapa pun sederhananya, selalu ada dan berlaku berbagai perangkat kaidah berperilaku yang mempedomani perilaku para warga masyarakat dan para pejabat masyarakat terkait yang bertujuan untuk mewujudkan ketertiban berkeadilan di dalam masyarakat. Ketertiban yang berkeadilan ini mutlak diperlukan bagi tiap orang untuk dapat menjalani kehidupan masing-masing secara wajar dan bermartabat manusiawi. Pada dasarnya kaidah-kaidah yang disebut kaidah hukum itu menetapkan atau bermuatan tuntutan atau keharusan untuk berperilaku dengan cara tertentu dalam situasi kemasyarakatan tertentu. Kepatuhan terhadap kaidah-kaidah hukum itu tidak sepenuhnya diserahkan pada kemauan bebas dari para warga dan pejabat masyarakat secara perorangan, melainkan dapat dipaksakan dan ditegakkan secara terorganisasi oleh 26
EDISI DESEMBER 2011 - JANUARI 2012 VOL. VI - NO. 3
pejabat-pejabat masyarakat yang diberi kewenangan khusus untuk itu, yang pelaksanaannya harus dijalankan sesuai dengan prosedur yang ditetapkan untuk pelaksanaan dan penegakan kaidah-kaidah hukum. Sebagian dari kaidah-kaidah hukum itu dirumuskan dalam bentuk aturan-aturan hukum tertulis yang dibentuk oleh badan atau pejabat yang memiliki kewenangan untuk itu melalui prosedur untuk pembentukan kaidah hukum, yang keseluruhannya disebut perundang-undangan. Sebagian lagi berbentuk kaidah-kaidah hukum tidak tertulis berupa perulangan perilaku yang sama setiap kali terjadi situasi kemasyarakatan yang sama, yang kepatuhan terhadapnya oleh masyarakat dirasakan sebagai tuntutan keadilan. Kaidah-kaidah demikian itu disebut hukum kebiasaan atau hukum adat. Isi atau substansi dari kaidah-kaidah hukum itu dipengaruhi oleh berinteraksinya berbagai faktor kemasyarakatan seperti ekonomi, politik,
sosial, ideologi, keyakinan keagamaan, pandangan hidup, yang keseluruhannya disebut kebudayaan (kultur) yang hidup dalam masyarakat. Dalam kenyataan kehidupan sehari-hari, selalu saja ada orang yang melakukan perbuatan yang tidak sesuai atau yang bertentangan dengan kaidah hukum yang berlaku. Perbuatan yang bertentangan dengan kaidah hukum itu dapat menimbulkan konflik atau sengketa, karena perbuatan itu dapat menimbulkan kerugian kepada orang lain. Jika konflik tersebut tidak memperoleh penyelesaian dengan baik yang dapat diterima oleh semua pihak terkait, maka pada akhirnya dapat menimbulkan kekacauan, karena tanpa penyelesaian yang baik orang dapat terdorong untuk main hakim sendiri, dan dengan itu merugikan masyarakat sebagai keseluruhan. Penyelesaian itu akan baik dan dapat diterima oleh semua pihak, jika dilakukan secara imparsial (tidak memihak), obyektif dan adil. Yang dimaksud dengan imparsialitas
• BULETIN KOMISI YUDISIAL/ ADNAN
Ketua KY berfoto bersama para calon hakim di kantor KY
adalah bahwa keputusan diambil tidak berdasarkan perasaan menyukai (simpati) kepada salah satu pihak dan bebas dari prasangka kepada pihak manapun, melainkan semata-mata berdasarkan fakta-fakta dan patokan yang berlaku umum. Untuk dapat memberikan penyelesaian dengan baik itu, maka di dalam masyarakat yang terorganisasi secara politik dan disebut negara dibentuk lembaga yang khusus ditugasi untuk itu yang disebut pengadilan. Pejabat pengadilan yang ditugasi untuk menjalankan tugas-tugas pengadilan, yakni memberikan pernyelesaian terhadap konflik, disebut hakim. Dalam suatu negara hukum, hakim itu adalah pejabat negara yang tugas utamanya adalah memberikan penyelesaian definitif terhadap konflik atau sengketa antar-warga masyarakat atau antara warga masyarakat dan pemerintah yang dihadapkan kepadanya secara imparsial, obyektif, adil dan manusiawi. Agar proses penyelesaian konflik itu dapat dilakukan secara imparsial, maka dalam menjalankan tugasnya hakim harus memiliki kebebasan dari campur tangan siapapun, termasuk
dari pemerintah, yang disebut kebebasan kekuasaan kehakiman, dan ia tidak boleh memiliki hubungan tertentu dengan para pihak yang dapat menimbulkan konflik kepentingan (conflict of interest), misalnya hubungan darah atau hubungan kekeluargaan yang dekat. Selain itu, untuk menjaga imparsialitasnya (ketidakberpihakannya), hakim harus bersifat pasif dalam arti bahwa ia harus menunggu sampai suatu sengketa dihadapkan kepadanya untuk memperoleh penyelesaian, dan tidak boleh mengambil prakarsa sendiri untuk menyelesaikan suatu sengketa. Sebab, jika hakim bertindak aktif untuk atas prakarsa sendiri menetapkan bahwa suatu peristiwa atau suatu keadaan atau suatu hal adalah sebuah sengketa yang harus diselesaikannya, maka ia akan sudah berprasangka dan proses penyelesaiannya akan bias karena akan dipengaruhi oleh prasangkanya itu, dan putusannya akan menjadi tidak imparsial, tidak obyektif dan tidak adil lagi. Itu sebabnya, dalam bahasa hukum Belanda, hakim itu disebut magistratur duduk (zittende magistratuur). Sedangkan jaksa disebut m a g i s t r a t u r b e r d i r i ( staande
magistratuur), karena ia harus aktif mencari “perkara”, artinya menemukan kejahatan atau pelanggaran hukum, dan menuntutnya ke pengadilan (menghadapkan kasus tersebut kepada hakim), demi penegakan hukum. Agar putusannya obyektif, maka putusan yang diambilnya untuk memberikan penyelesaian atas sengketa yang dihadapkan kepadanya harus selalu berdasarkan fakta-fakta yang terbukti dalam pemeriksaan di persidangan pengadilan, dan berdasark an patok an-patok an obyektif yang berlaku umum, yakni kaidah hukum positif yang berlaku sebagaimana yang dirumuskan dalam perundang-undangan yang ruang lingkup penerapannya mencakup fakta-fakta tersebut tadi dengan secara eksplisit menyebutkan ketentuan perundang-undangan yang dijadikan dasar bagi putusannya. Di Indonesia, hal ini ditegaskan dalam Pasal 25 ayat 1 Undang-undang No. 4 Tahun 2004 tentang Kekuasaan Kehakiman, yang menetapkan: “Segala putusan Pengadilan selain harus memuat alasan-alasan dan dasar-dasar putusan tersebut, memuat pula pasal tertentu dari peraturan yang bersangkutan atau sumber hukum tak tertulis yang dijadikan dasar untuk mengadili.” Fakta-fakta dan aturan hukum positif yang dijadikan dasar untuk putusannya harus dikemukakan secara eksplisit dalam pertimbangan-pertimbangan dari putusan tersebut. Dalam bahasa hukum, pertimbangan yang memuat alasan-alasan faktual dan dasar hukum dari putusan itu disebut motivering. Agar proses penyelesaian sengketa lewat peradilan dapat berlangsung secara imparsial dan obyektif, maka proses tersebut harus dilakukan melalui prosedur yang dapat menjamin imparsialitas dan obyektivitas dan dibakuk an dalam seperangk at kaidah-kaidah hukum yang disebut EDISI DESEMBER 2011 - JANUARI 2012 VOL. VI - NO. 3
27
SUDUT HUKUM Hukum Acara atau Hukum Prosedural. Dalam sebuah negara hukum, perangkat kaidah-kaidah hukum acara itu dirumuskan secara tertulis dalam perundang-undangan yang harus diterapkan secara ketat. Penyimpangan terhadap aturan prosedural ini pada dasarnya harus dipandang sebagai kolusi yang melawan hukum. Karena itu, jika terjadi suatu keadaan yang memaksa harus dilakukan penyimpangan, demi terwujudnya keadilan misalnya, maka penyimpangan ini harus dapat diper tanggung-jawabkan yang diungkapkan secara eksplisit dalam pertimbangan (motivering) dari putusan hakim terkait, sehingga dari berbagai segi penyimpangan tersebut secara rasional dapat diterima dan dibenarkan. Karena itu, agar seseorang dapat menjadi hakim yang baik, sehingga mampu membuat pengadilan sungguh-sungguh menjadi benteng keadilan yang terakhir, maka, selain menguasai sistem hukum yang berlaku, ia juga harus takwa kepada Tuhan Yang Maha Esa serta memiliki kecerdasan, kebijakan, akhlak yang tinggi, kedewasaan, kematangan jiwa, sopan dan sabar. Sikap etis tadi harus tercermin dalam perilaku sehari-hari yang bebas dari cela.
Hanya dengan bersikap etis demikian saja, para hakim akan mampu memelihara martabat dan kewibawaan lembaga pengadilan. Karena itu juga, seyogianya pengangkatan hakim harus mensyaratkan pengalaman sekurang-kurangnya lima tahun sebagai pengemban profesi hukum (advokat, konsultan hukum, anggota Lembaga Bantuan Hukum, in house lawyer), dan selama mengemban profesi hukum itu memperlihatkan sikap etis yang disebutkan tadi sebagaimana tercantum dalam surat rekomendasi yang diterbitkan oleh asosiasi profesi yang ke dalamnya ia menjadi anggotanya. Upaya menyempurnakan persyaratan pengangkatan hakim ini sangat penting bagi upaya menegakkan supremasi hukum, di samping tentu saja upaya untuk terus menerus menyempurnakan sistem hukum positifnya. Dalam mengemban tugasnya, ada baiknya para hakim selalu mengingat apa yang dikatakan oleh Francis Bacon bahwa: “Para hakim seyogianya lebih terpelajar (berkecendekiawanan) daripada sekedar pandai bersilat lidah. Lebih bermartabat daripada sekadar bersikap wajar, dan lebih menghayati masalah yang dihadapinya daripada sekadar berkeyakinan. Di atas segalanya itu, mereka wajib memiliki integritas dan
bermartabat. ‘Terkutuklah (demikian bunyi hukum) orang yang memindahkan tonggak petunjuk batas lahan.’ Seorang pemindah batu petunjuk batas lahan biasa harus dipersalahkan. Namun seorang hakim yang tidak adil itulah yang merupakan tokoh paling besar pemindah tonggak pembatas (sempadan) ketika ia secara salah menetapkan batas‑batas wilayah dari lahan dan milik. Sebuah keputusan hukum yang salah lebih merugikan ketimbang sejumlah contoh perilaku yang salah. Contoh‑contoh yang salah hanya mencemari aliran air, tetapi keputusan hukum yang salah mencemari mata‑airnya. Demikian dikatakan Salomo, ‘Orang benar yang dikalahkan dalam suatu perkara menyerupai sebuah pancuran yang keruh atau sumber air yang tercemar.’ ... tak ada siksaan yang lebih buruk ketimbang siksaan oleh hukum.” Seyogianya juga selalu diingat apa yang dikatakan oleh Henry Sidgwick bahwa “dalam menentukan kelas suatu bangsa dalam peradaban politik, tidak ada batu uji yang lebih menentukan ketimbang derajat yang di dalamnya keadilan, sebagaimana dirumuskan oleh hukum, secara aktual direalisasikan dalam peradilannya, baik di antara para warga masyarakat satu dengan yang lainnya, maupun antara warganegara dan pemerintahnya.”
Redaksi Buletin Komisi Yudisial Mengucapkan
“Selamat Natal 2011 & Tahun Baru 2012” 28
EDISI DESEMBER 2011 - JANUARI 2012 VOL. VI - NO. 3
Prof. Dr. H. Achmad Sodiki, S.H Wakil Ketua Mahkamah Konstitusi
Demi Negara KY dan MA Harus Sinergis • http://www.mahkamahkonstitusi.go.id
Dinal Fedrian
Berbicara soal hubungan antara Mahkamah Agung (MA) dengan Komisi Yudisial (KY) banyak sekali komentar maupun kiasan yang bermunculan. Ada sebagian pihak menggambarkan hubungan kedua lembaga ini seperti serial kartun terkenal Tom & Jerry yang kadang-kadang bersahabat, kadang-kadang pula berselisih. EDISI DESEMBER 2011 - JANUARI 2012 VOL. VI - NO. 3
29
LEBIH DEKAT
30
EDISI DESEMBER 2011 - JANUARI 2012 VOL. VI - NO. 3
• http://www.mahkamahkonstitusi.go.id
I
dentik dengan kiasan itu, Prof. Dr. H. Achmad Sodiki, S.H mempunyai ungk apan sendiri perihal hubungan MA dan KY. “Hubungan MA - KY seperti penganten baru yang harus menserasikan. Kadang-kadang dalam proses itu ada yang ngambek sampai tidak mau menyapa,” ujar hakim konstitusi ini ketika menjadi salah satu narasumber di acara Workshop Media Massa yang diselenggarakan oleh KY, awal November lalu. Dengan kondisi yang terjadi menurut pengamatannya itu, ia pun mengingatkan bahwa kondisi “penganten baru” ini jangan terus menerus dibiarkan. KY dan MA sudah seharusnya masuk ke masa “penganten bahagia”. Alasannya, kepentingan negara yang harus dijalankan kedua belah pihak lebih penting daripada sekedar memper tahankan ego masing-masing lembaga. “Saya harap ini sementara karena ini kepentingan negara”, sehingga menjadi kewajiban aktual maupun moral dari masing-masing pihak untuk menyelesaikannya. Justru eksistensi dan relasi itu akan terpatri dilihat dari kemampuan masing-masing lembaga dalam menyelesaikan masalah pesannya. Prof. Dr. H. Achmad Sodiki, S.H, merupakan Guru Besar dalam bidang Ilmu Hukum Fakultas Hukum Universitas Brawijaya Malang dengan bidang keahlian Hukum Agraria, Filsafat Hukum, Teori Hukum. Bidang ilmu yang diasuhnya di kampus Unibraw adalah hukum agraria, sejarah perkembangan hak milik, politik agraria dan filsafat hukum. Sebagaimana dikutip dari situs resmi Mahkamah Konstitusi (MK), menjadi hakim konstitusi sebenarnya hal yang tidak pernah ada dalam benak seorang Achmad Sodiki. Oleh sebab itu menjadi hakim konstitusi seperti mimpi baginya. Bagi pria kelahiran Blitar, 11 November
Achmad Sodiki saat menjadi Ketua Majelis Hakim di Mahkamah Konstitusi
1944 ini menjadi Guru Besar Hukum di Universitas Brawijaya sebenarnya sudah merupakan prestasi yang berharga buat kehidupannya. “Cita-cita saya sudah pol!” demikian ucapnya di situs Mahkamah Konstitusi. Ternyata garis tangan menentukan lain, apa yang dianggapnya sudah “pol” itu rupanya masih belum apa-apa. Menjadi hakim konstitusi malahan melebihi cita-cita besar kehidupannya. Ia merasa bersyukur atas pencapaiannya saat ini, karena ia percaya menjadi hakim konstitusi adalah amanat yang diberikan oleh Allah SWT. Sebagai seorang hakim konstitusi, salah satu syarat yang harus dimiliki adalah berjiwa negarawan. Pesan yang disampaikannya di awal tulisan agar KY-MA menjaga hubungan harmonis demi kepentingan negara, sepertinya layak dikatakan sebagai cerminan sifat negarawan seorang Achmad Sodiki. Nama Achmad Sodiki sebagai hakim konstitusi memang tidak setenar Ketua MK Moh Mahfud MD maupun hakim konstitusi lainnya semisal Akil Mochtar ataupun Hamdan Zoelva. Maklum saja, ia cukup jarang berkomentar sehingga namanya pun tidak banyak tampil di media massa. Sekilas, sosok
Achmad Sodiki memang terlihat kalem, pembawaannya tenang, dan kata-kata yang dilontarkannya cukup bermakna. Mantan Ketua Program Studi Magíster Hukum FH Universitas Brawijaya 1997 ini juga diakui sebagai seseorang yang simpatik.
Menjaga Kehormatan Hakim Beralih fokus ke profesi hakim, mantan Anggota Komisi Konstitusi ini mengatakan hakim harus menjaga kewibawaannya. Ia berpendapat hakim sangat rawan godaan yang salah satu sumbernya justru dari budaya yang ada di tengah-tengah masyarakat. “Dalam budaya kita kalau menang di pengadilan seorang petani biasanya bawakan mangga atau pisang. Oleh hakim, yang begitu itu harus ditolak,” tegasnya. Kondisi ideal yang ada dalam pikirannya itu, disadari sendiri olehnya memang sudah berubah. Menurut pendapatnya situasi saat ini seringkali menempatkan jabatan bukan sebagai sebuah kehormatan tetapi sebagai komoditas. Sehingga jabatan dianggap sebagai sesuatu yang bisa diperdagangkan, sesuatu yang bisa
menentukan di sana,”tambahnya. Sementara tindakan preventif di hulu dilakukan dengan membudayakan kesadaran ke masing-masing individu hakim bahwa dirinya harus mampu menempatkan diri sesuai batas-batas. Selain itu perlu dibuat semacam dogma bahwa hakim harus hidup dalam budaya yang mengacu pada hukum dan keadilan sesuai dengan martabat dan keluhuran hakim itu sendiri. Lain lagi pendapatnya mengenai upaya menjaga kehormatan hakim melalui tindakan represif, semisal pengawasan dan penindak an, khususnya yang dilakukan oleh KY. Menurutnya, timbulnya permasalahan tentang pengawasan hakim oleh KY adalah multi dimensi. Sebab pertama, muncul resistensi terkait pengawasan hakim oleh KY dikarenakan selama puluhan tahun lembaga peradilan tidak pernah diawasi oleh lembaga lain seperti KY. Kedua, posisi pihak yang diawasi, dalam hal ini hakim, tidak nyaman untuk
diawasi. “Selalu lah, siapa saja yang diawasi merasa tidak nyaman, itu lumrah di mana-mana. Saya juga mengerti bagaimana perasaan Mahkamah Agung. Dia merasa sebetulnya sudah maksimal dalam bekerja, bahwa ada satu-dua yang kemudian begitu, itu biasanya disebut oknum jadi tidak mewakili mahkamah itu sendiri,” ungkapnya. Ketiga, mempersoalkan sesuatu yang merupakan obyek pengawasan sering bukan semata-mata menyangkut masalah kredibilitas, hakekat, maupun martabat seseorang tetapi juga dapat merembet pada masalah solidaritas korps. Keempat, batas-batas obyek pengawasan merupakan wilayah abu-abu, yang tanpa memasuki wilayah tersebut tujuan pengawasan tidak bisa dicapai secara maksimal. Begitulah pemikiran-pemikiran Prof. Dr. Achmad Sodik i, S.H. Kepentingan pemikirannya hanya untuk terciptanya kondisi yang terbaik di bidang penegakan hukum khususnya menyangkut profesi hakim.
• BULETIN KOMISI YUDISIAL/ DINAL
dijual. Di sinilah terjadi perang antara moralitas dan materialisme. “Saya kira itu yang dalam perspektif marx disebut dengan legal fetisism, mendambakan hukum tetapi hukum itu sendiri juga bisa dijual,” katanya. Berkaca pada kondisi tersebut muncul pemikirannya agar upaya KY dan MA untuk menjaga kehormatan, keluhuran martabat serta perilaku hakim tidak melulu bersifat represif, tetapi lebih baiknya didominasi tindakan preventif dari hilir sampai hulu. Tindakan preventif di hilir dimulai dengan proses rekrutmen yang ketat dan bersih. Bukan sekedar tes menjadi hakim, ujarnya, tetapi sedapat mungkin juga melihat track record dari yang bersangkutan yaitu perilakunya selama sebelum menjadi hakim. Ia kemudian mencontohkan mengenai rekrutmen hakim di Jerman yang dilakukan oleh hakim MA Jerman, persatuan advokat, dan guru besar fakultas hukum secara terbuka. “Peranan media juga sangat
Achmad Sodiki menjadi salah satu narasumber dalam acara Workshop Media tentang revisi UU KY yang diselenggarakan oleh KY
EDISI DESEMBER 2011 - JANUARI 2012 VOL. VI - NO. 3
31
LEBIH DEKAT
Masuk Fakultas Hukum, Tak Punya Bayangan Sama Sekali
L
ulus SMA, Sodiki mendapat kesempatan kuliah di Malang. Kakeknya menganjurkan Sodiki masuk fakultas hukum, meski sejujurnya ia mengatakan tidak punya bayangan sama sekali mengenai dunia hukum. “Wis pokoknya sekolah saja,” ujarnya. Singkat cerita, ia pun mulai kuliah di Universitas Brawijaya, Malang. Bersama lima orang temannya, ia mengontrak sebuah rumah. “Kata kakek, kamu nggak boleh senang-senang di sana,” kenang Sodiki. Setiap bulan ia pulang
membawa bekal beras dari neneknya di kampung. Dari pengalaman itulah Sodiki mengerti bahwa kakek dan neneknya sedang mengajari agar ia tetap jujur, sungguh-sungguh dan tidak cepat ingin nikmat dengan segala sesuatu. Ia harus tahu bahwa sukses seseorang itu harus dimulai dari yang sulit. Di rumah kontrakan itu Sodiki tinggal bersama mahasiswa dari tiga organisasi yang berbeda, yaitu Himpunan Mahasiswa Islam (HMI), Gerak an Mahasiswa Nasionalis
Nama
Prof. Dr. H. Achmad Sodiki, S.H
Tempat Tanggal Lahir
Blitar, 11 November 1944
Riwayat Pekerjaan
Pembantu Dekan I FH Universitas Brawijaya, 1979 s.d. 1983 Ketua Program Studi Magíster Hukum FH Universitas Brawijaya 1997 Guru Besar Hukum Unversitas Brawijaya, 2000 Rektor Universitas Islam Malang, 1998 s.d. 2002, 2002 s.d. 2006 Anggota Komisi Konstitusi, 2004 Dosen/Promotor Disertasi Doktor pada Universitas Brawijaya (Malang), Universitas Airlangga (Surabaya), Universitas Diponegoro (Semarang), Universitas Udayana (Bali), Universitas Mataram (Lombok) Anggota Dewan Penyantun Sekolah Tinggi Pertanahan Nasional Jogyakarta Ketua Badan Kerjasama Pusat Kajian Agraria (2008)
Sumber: www.mahkamahkonstitusi.go.id 32
EDISI DESEMBER 2011 - JANUARI 2012 VOL. VI - NO. 3
Indonesia (GMNI), dan Central Gerakan Mahasiswa Indonesia (CGMI). Namun, Sodiki tidak mempersoalkan perbedaan organisasi tersebut, meski ia merupakan anggota HMI. Pada prinsipnya, tiga organisasi itu bersaing secara sehat. Di masa kuliah pula, ia dan teman-temannya sempat mengalami situasi politik yang panas akibat pergolakan PKI (1966-1967). Bahkan ia juga ikut demonstrasi, karena saat itu mahasiswa ‘bergandengan tangan’ dengan ABRI. Selain itu, ada cerita lain terkait dengan kondisi politik saat itu. Ia pernah membebaskan temannya, anggota GMNI dari penjara. “Waktu itu kan sedang keras-kerasnya militer,” tuturnya. Temannya yang suka kelepasan bicara itu ditangkap ketika sedang kuliah kerja nyata (KKN) dan dijebloskan ke tahanan POM di Blitar, lalu dipindahkan ke Madiun. Ironisnya, temannya itu tak pernah diadili, hingga membuat dirinya prihatin. Alhasil Sodiki pun mengirim surat ke PO Box 999. Kotak pengaduan itu disediakan oleh Panglima Komando Operasi Pemulihan Keamanan dan Ketertiban (Pangkopkamtib), Laksamana Sudomo. Dalam suratnya, Sodiki meminta kejelasan status hukum temannya. “Saya meminta agar segera diproses dan ditentukan hukumannya,” katanya. Tak lama setelah ia mengirim surat, akhirnya temannya keluar dari tahanan. (Sumber: www.mahkamahkonstitusi. go.id)
• BULETIN KOMISI YUDISIAL/ W. EKA PUTRA
SELINTAS
Pengadilan Negeri Banjarmasin
Budayakan 3S W. Eka Putra
Ramah dan bersahabat, begitulah kesan yang kami dapat saat menginjakkan kaki pertama kali memasuki gerbang Pengadilan Negeri (PN) Kelas I A Banjarmasin. “Ya begitulah PN Banjarmasin ini menyambut dan menyapa setiap tamu atau pengunjung yang datang,” demikian ungkap Ketua PN Banjarmasin saat reporter buletin Komisi Yudisial (KY) menanyakan hal ini kepadanya.
Gedung PN Banjarmasin nampak sedang direnovasi
T
Sekilas PN Banjarmasin erletak di Jalan DI Panjaitan No. 27 Banjarmasin, Pengadilan Negeri Banjarmasin merupakan peradilan umum sebagai anak satuan kerja dari Pengadilan Tinggi Banjarmasin di bawah Mahkamah Agung Republik Indonesia, mempunyai tugas pokok dan fungsi yang sama yaitu sebagai pelaksana kekuasaan kehakiman yang merdeka untuk menyelanggarakan peradilan guna menegakkan hukum dan keadilan. Pengadilan Negeri bertugas dan berwenang menerima, memeriksa, memutus dan menyelesaikan perkara yang masuk di tingkat pertama. Saat kami memasuki gerbang, PN Banjarmasin tampak sedang berbenah diri. Semua bagian dari gedung utama ini mengalami berbagai renovasi. EDISI DESEMBER 2011 - JANUARI 2012 VOL. VI - NO. 3
33
SELINTAS
Budaya 3 S Ada satu hal yang membuat kami merasa adanya keakraban dan keramahan begitu memasuki komplek PN Banjarmasin ini yaitu adanya budaya 3 S yang terdiri dari senyum, sapa dan salam. Kesan itu kami dapat
34
EDISI DESEMBER 2011 - JANUARI 2012 VOL. VI - NO. 3
diterapkan oleh PN Banjarmasin saat dirinya ditunjuk menjadi KPN pertama kalinya di PN ini dan disarankan selalu diterapakan walau nantinya dia sudah tidak menjadi KPN Banjarmasin lagi.
Sarana dan Prasarana • BULETIN KOMISI YUDISIAL/ W. EKA PUTRA
Hal ini dilakukan sebagai bagian dari penyerapan anggaran DIPA 2011 yang telah dikucurkan oleh Mahkamah Agung kepada PN ini dalam melaksanakan standar prototype untuk menyeragamkan bagian depan gedung PN. Dengan luas tanah yang hanya seluas 2.586 m2 dan luas bangunan 1.500 m2, sebenarnya PN Banjarmasin kurang memenuhi persyaratan yang disarankan oleh MA sebagai pengadilan kelas I A. namun hal ini tidak menjadi halangan bagi PN ini untuk tidak dapat bekerja secara maksimal dan menjadi bagian dari tempat mencari keadilan. Sebagai pengadilan kelas I A, PN Banjarmasin merupakan tempat mencari keadilan bagi masyarakat dengan luas wilayah hukum yang mencakup seluruh kota Banjarmasin. Jumlah perkara yang masuk pada tahun 2010 adalah 1411 perkara pidana dan 155 perkara perdata. Sedangkan pada tahun 2011 sampai dengan bulan Oktober adalah 1024 perkara pidana dan 97 perkara perdata. Adapun jumlah perkara pidana yang paling banyak masuk di PN ini adalah narkotika dan pencurian. Selain itu PN banjarmasin juga membawahi Pengadilan Tipikor dan Pengadilan Hubungan Industrial (PHI) untuk wilayah Kalimantan Selatan. Tercatat jumlah perkara Tipikor yang masuk pada tahun 2011 ini berjumlah 23 perkara. Sedangkan jumlah hakim yang terdapat di PN Banjarmasin adalah 21 orang yang terdiri dari hakim karir berjumlah 15 orang, hakim ad hoc Tipikor berjumlah 4 orang serta hakim ad hoc PHI berjumlah 3 orang.
KPN Banjaramasin H. Yahya Syam, S.H., M.H.
saat memasuki pintu gerbang PN Banjarmasin. Menurut salah seorang staf PN yang kami tanyakan, budaya 3 S ini diterapkan oleh seluruh pegawai yang berada di lingkungan PN Banjarmasin, baik itu dari bawahan ke atasan maupun dari atasan ke bawahan. Bahkan kepada setiap pengunjung pengadilan, segenap pegawai diharuskan untuk selalu melakukan budaya 3 S tersebut. Kenapa hal ini diterapkan di PN ini? Ketika reporter buletin Komisi Yudisial menanyakan ini kepada H. Yahya Syam, S.H. M.H. selaku Ketua Pengadilan Negeri Banjarmasin, beliau mengatakan bahwa budaya ini adalah untuk menjalin kekeluargaan diantara semua pegawai yang ada dilingkungan PN Banjarmasin. selain itu budaya 3 S ini juga untuk menghormati dan memberikan rasa nyaman kepada setiap pengunjung PN. Kepada setiap pengunjung PN yang datang, pegawai yang bertemu langsung dengan pengunjung tersebut dianjurkan untuk memberi senyuman, memberi salam dan menyapa apa keperluan yang hendak dituju oleh pengunjung tersebut. Jadi setiap pengunjung yang datang jangan sampai bingung hendak bertanya kepada siapa atau mendapat kesan yang tidak enak apabila memerlukan pertolongan. Menurut KPN, hal ini
Adapun sarana yang dimiliki oleh PN Banjarmasin adalah internet yang dapat diakses masyarakat dan juga peralatan komputer. Prasarana yang dimiliki antara lain ruang sidang yang berjumlah empat ruangan yang terdiri dari tiga ruangan sidang biasa dan satu ruang sidang utama. Ruang sidang utama selain berfungsi sebagai ruang sidang juga berfungsi sebagai ruang untuk pertemuan. Menurut Yahya, minimal sebulan sekali diadakan pertemuan seluruh pegawai di ruang sidang utama untuk menjalin keakraban dan juga mengetahui masalah-masalah yang dihadapi, untuk kemudian dicari solusi bagaimana mengatasinya. Perpustakaan juga terdapat di PN Banjarmasin ini dan buku-buku yang tersedia juga banyak. Selain itu juga terdapat ruang arsip, ruang tahanan yang terpisah antara laki-laki dan perempuan dan juga ruang tahanan anak. Sewaktu kami melihat-lihat ruangan yang terdapat di PN Banjarmasin ini memang terjadi kesemrawutan. Hal itu disebabkan adanya renovasi gedung yang tengah di lakukan. “Datanglah kesini pada tahun 2012, Insya Allah PN ini terlihat lebih rapih, nyaman serta lebih hijau,” kata Yahya. Yahya memang berencana membuat PN Banjarmasin lebih hijau dengan menempatkan banyak tanaman. Hal itu akan membuat pegawai khususnya dan pengunjung pada umumnya merasa lebih nyaman dan sejuk. “Saya akan membuat PN Banjarmasin lebih hijau dari sebelumnya,” ungkap Yahya diakhir wawancaranya dengan reporter buletin KY.
LAPORAN KHUSUS
Mendambakan Sosok Hakim Progresif M. Purwadi
• http://www.mahkamahagung.go.id
• BULETIN KOMISI YUDISIAL/ ARIF BUDIMAN
Laporan Penelitian Putusan Pengadilan Tinggi tahun 2011, yang kemudian disusun menjadi sebuah buku penelitian berjudul “Penerapan dan Penemuan Hukum dalam Putusan Hakim” berbeda dengan periode penelitian tahun 2008-2010, dimana lebih fokus pada putusan hakim pengadilan tingkat pertama.
Suasana pelantikan Hakim Agung
EDISI DESEMBER 2011 - JANUARI 2012 VOL. VI - NO. 3
35
LAPORAN KHUSUS
36
EDISI DESEMBER 2011 - JANUARI 2012 VOL. VI - NO. 3
disebarluaskan ke berbagai pemangku kepentingan. Komisi Yudisial menyadari bahwa posisi hakim demikian sentral dan merupakan ujung tombak peradilan, serta satu komponen terpenting dalam proses pembaharuan hukum. Lantas apakah hakim dalam menjalankan profesinya tetap dapat mempertahankan integritas moralnya dari berbagai macam pengaruh kekuasaan? Atau apakah hakim akan tetap konsisten dengan kebebasan profesinya dan fungsi yudisialnya dalam mewujudkan keadilan?
“HAKIM” diartikan “Hubungi Aku jika Ingin Menang”, harus pula dilihat sebagai bentuk kekecewaan sekaligus kepedulian terhadap eksistensi officium nobile yang satu ini. Rasa skeptis masyarakat yang meluas mengenai mutu keadilan yang dihasilkan putusan-putusan pengadilan merupakan akumulasi akhir. Keadilan menjadi harga mahal dan mereka yang ingin membelinya hanyalah mereka yang mampu menyediakan uang banyak. Sehingga, pihak-pihak yang memiliki kemampuan finansial lebih
• BULETIN KOMISI YUDISIAL/ JAYA
P
enelitian tahun 2011 ini mengambil objek analisis berupa putusan-putusan pengadilan tinggi yang mencoba mengungkap mengenai praktik hakim dalam menerapkan dan menemukan hukum melalui putusan yang dibuatnya, ditengah pergulatan antara mengedepankan kepastian hukum, keadilan, dan kemanfaatan. Apalagi hakim sebagai penegak hukum dan keadilan dituntut menggali, mengikuti dan memahami nilai-nilai hukum yang hidup dalam masyarakat. Artinya, untuk melaksanakan peran tersebut, hakim harus terjun ke tengah-tengah masyarakat untuk mengenal, merasakan, dan mampu menyelami perasaan hukum dan rasa keadilan yang hidup dalam masyarakat. Hasil penelitian yang diterbitkan langsung oleh Komisi Yudisial ini diharapkan mendorong lahirnya hakim yang berintegritas, berkualitas dan profesional, serta terwujudnya peradilan yang bersih dan berwibawa. Hal ini juga tidak terlepas dari keingainan KY untuk lebih mendekatkan hasil penelitian ini dengan kebutuhan KY dalam mendata hakim-hakim yang potensial untuk dijaring dalam pencalonan hakim agung. KY berharap melalui penelitian putusan-putusan hakim pengadilan tinggi ini, hasilnya dapat membantu melengkapi informasi tentang figur-figur pilihan guna mengisi kursi hakim agung dimasa mendatang. Untuk keperluan itu, maka pemilihan putusan justru berangkat dari nama-nama hakim tinggi tersebut, yang kemudian dicari putusan-putusan mereka untuk dianalisis oleh para dosen peneliti dijejaring perguruan tinggi hukum dan lembaga swadaya masyarakat yang relevan. Hasil analisis ini kemudian di kompilasi dan dipaparkan kembali oleh tim analisis di tingkat pusat dan selanjutnya di publikasikan dan
Cover buku hasil penelitian putusan hakim oleh KY tahun 2011
Beberapa hasil penelitian dan beberapa jejak pendapat media memberikan persepsi yang kurang menyenangkan terhadap profesi hakim. Dikatakan bahwa, rata-rata hakim Indonesia memiliki perilaku korup dan suka memproyekkan perkara. Secara umum hakim-hakim indonesia tidak berlaku adil dalam memutus perkara. Hakim-hakim tidak bebas dari kolusi. Terlepas benar tidaknya persepsi ini, kebanyakan responden bahkan menyatakan bahwa hakim seringkali tidak bebas dari kepentingan pribadi atau golongan dan kelompok. Sindiran dengan membuat singkatan kata
akan mendominasi praktek hukum, yang artinya mereka mendapatkan pelayanan keadilan lebih baik. Sehingga, oknum aparat hukum pun akan lebih condong melindungi kepentingan atau kedudukan golongan tertentu. Saat ini, kepercayaan masyarakat terhadap pengadilan secara khusus hakimnya makin menurun. Apapun yang dilakukan pengadilan dalam memperjuangkan keadilan bagi pihak-pihak, tetap sulit menyakinkan pihak-pihak yang berselisih dan juga masyarakat. Meskipun, kepentingan mereka sudah diperjuangkan dengan jujur dan penuh respek.
• BULETIN KOMISI YUDISIAL/ W. EKA PUTRA
Dengan tidak menampik kenyataan bahwa masih cukup banyak hakim-hakim yang tetap berdedikasi tinggi pada profesinya. Akan tetapi, sinyalemen bernada miring akan tetap berdengung di masyarakat jika pengadilan, khususnya para hakimnya tidak cepat berbenah dan memperbaiki kualitas putusanya. Komisi Yudisial adalah lembaga negara yang didesain secara khusus dan berkewajiban secara konstitusional untuk mengatasi kecenderungan yang merugikan martabat dan kehormatan hakim tersebut. Penelitian terhadap putusan-putusan hakim adalah salah satu program tetap KY yang sangat penting untuk melangkapi data atau informasi terkait dengan kinerja hakim. Putusan adalah wujud paling konkret dari kinerja profesionalisme hakim. Hal ini makin relevan jika dikaitkan dengan kebutuhan KY dalam menyerap data atau informasi sebanyak mungkin dalam penyeleksian hakim-hakim karier untuk dicalonkan menjadi hakim agung. Menurut catatan dan asumsi KY, terdapat 30 pengadilan tinggi yang memiliki hakim-hakim yang berpotensi untuk dijadikan calon hakim agung dalam beberapa waktu mendatang. Dari 30 pengadilan tinggi, terdapat 73 orang hakim yang berpotensi maju dalam perebutan kursi hakim agung. Hakim-hakim yang dapat dicalonkan adalah mereka yang sudah bertugas sebagai hakim berturut-turut selama tiga tahun terakhir, dengan batasan usia yang masih memungkinkan, yakni belum mendekati pensiun. Sementara, jumlah seluruh putusan hakim pengadilan tinggi yang menjadi objek penelitian ini berjumlah 151 putusan, mencakup putusan perkara pidana sebanyak 85 dan putusan perkara perdata sebanyak 66. Analisis kuantitatif dari penelitian ini memperlihatkan bahwa dari 85 putusan pidana terdapat kecenderungan bahwa 49,41% menguatkan putusan
Bedah buku penerapan dan penemuan hukum dalam putusan hakim di Universitas Muhamadiyah Malang
pengadilan negeri. Sementara 16,47% menolak putusan pengadilan negeri dan 34,12% memperbaiki putusan. Di sisi lain dalam putusan perkara perdata, sebanyak 51,51% menguatkan putusan pengadilan negeri, 31,81% menolak. Khusus dalam kasus perdata ini, dasar gugatan yang dilakukan oleh para pihak mencakup wanprestasi sebesar 21,21%, perbuatan melawan hukum 68,18%, dan lain-lain sebesar 10,60%. Untuk mengukur apakah putusan hakim pengadilan tinggi yang menguatkan putusan pengadilan negeri bisa diartikan baik atau sebaliknya sangatlah sulit. Dalam hal ini putusan PT menguatkan, dalam beberapa kasus dijumpai tidak ada pertimbangan hukumnya bahkan terkesan copy paste saja. Begitu sulit untuk mengatakan kualitas baik atau tidaknya putusan hakim PT ketika putusanya menolak atau memperbaiki putusan pengadilan negeri. Pertimbangan hukum merupakan salah satu indikator yang sangat penting dan sangat tergantung pada muatan yang digunakan. Putusan hakim dari aspek hukum acara pidana yang mendasarkan pada lima parameter menunjukan bahwa 47,76% putusan hakim telah memenuhi prosedur formal KUHAP. Dari prosentase
tersebut 13,64% telah sesuai dengan pasal197 jo pasal 199 KUHAP, dukungan alat bukti 14,82%. Penyimpangan KUHAP sebesar 40,71%, item penyimpangan yang terbesar adalah perbedaan hari/ tanggal putusan sebesar 15,53%, penilaian alat bukti 8,94%. Jika dibandingkan dengan putusan hakim dari aspek hukum acara perdata ada perbedaan yang tidak begitu besar. Penyimpangan hukum secara perdata hanya 35,61%, sedangkan pemenuhan hukum acara perdata sebesar 43,18%. Dari aspek penggunaan hukum pidana material seperti dasar hukum pertimbangan hakim, penggunaan yurisprudensi, doktrin hukum, penggunaan sumber hukum lain serta uraian faktor memberatkan atau meringankan hanya 23,53%. Sementara, penerapan hukum pidana materialnya bisa dikatakan berkualitas dibandingkan dengan hasil prosentase yang sebaliknya yaitu 61,68%. Kondisi ini tidak jauh beda dengan aspek penerapan hukum perdata material yaitu sebesar 26,26% putusan hakim yang telah menerapkan hukum perdata material yang lebih berkualitas, 44,95% kurang berkualitas. Memperhatikan pada data tersebut, mencerminkan bahwa hakim kurang berani memberikan putusan-putusan EDISI DESEMBER 2011 - JANUARI 2012 VOL. VI - NO. 3
37
dengan menggunakan pertimbanganpertimbangan hukum diluar cara berfikir yang tradisional atau terkesan hanya menekankan pada argumentasi yang formalistik. Bahkan bisa dikatakan hakim hanya menjatuhkan putusan yang aman saja bagi karier mereka. Pemahaman dan sikap para hakim terhadap doktrin hukum standar dan yurisprudensi perlu dipertanyakan karena tidak menjadikanya referensi dalam pembuatan keputusan atas kasus-kasus yang dihadapinya baik perkara pidana maupun perdata. Sementara, dalam hal profesionalisme hakim dalam putusan perkara pidana sebesar 35,29% hakim terlihat profesional, 48,82%, kurang profesional, dan 14,71% tidak memberikan pernyataan. Sedangkan dalam putusan perdata sebesar 53,79% putusan bersifat profesional, 34,09% kurang profesional, dan 12,12% tidak memberikan pernyataan. Profesionalisme hakim menjadi indikator penting yang diamanatkan oleh butir 10 dari kode etik dan pedoman prilaku hakim. Hakim dapat dikatakan profesional jika dia sudah benar menerapkan hukum acara, hukum material, penalaran hukum, dan penjatuhan sanksi. Selain itu hakim dianggap profesional jika dia memperhatikan jangka waktu persidangan yang tidak berlarut-larut. Ketua Bidang Sumber Daya Manusia (SDM), Penelitian dan Pengembangan Komisi Yudisial, Dr. Jaja Ahmad Jayus, SH., M.Hum mengatakan, peran hakim sebagai komponen utama lembaga peradilan harus menjadi kontributor dalam proses pelayanan publik dalam penegakan hukum, keadilan, dan kebenaran. Semakin berkualitas putusan yang dihasilkan, maka peran lembaga yudikatif ini akan semakin dirasakan kontribusi dan manfaatnya bagi masyarakat, bangsa dan negara. “Peran hakim 38
EDISI DESEMBER 2011 - JANUARI 2012 VOL. VI - NO. 3
• BULETIN KOMISI YUDISIAL/ W. EKA PUTRA
LAPORAN KHUSUS
Suasana sidang disuatu Pengadilan Agama
tidak lagi hanya sekedar menerapkan hukum atau terompet undang-undang, tapi juga dituntut mampu melakukan penemuan hukum sesuai tuntutan dan perkembangan masyarakat dalam mengadili dan memutus suatu perkara,” ujar Jaja. Persoalan perlindungan hukum di Indonesia masih sering mengalami problematika. Padahal, persoalan perlindungan hukum ini harus dimaknakan hukum yang seharusnya selaras dengan kenyataannya. Hal ini juga bisa diperbandingkan dengan hasil penelitian Komisi Yudisial bersama elemen jejaring perguruan tinggi terhadap putusan hakim pada 2009-2011. Dalam penelitian itu telah menemukan lima pelanggaran yang dilakukan oleh hakim terhadap hukum acara. Pertama, masih ditemukannya sejumlah terdakwa yang tidak didampingi oleh penasehat hukum. Padahal jika dilihat dari ancaman hukumannya, keberadaan penasehat hukum ini diprasyaratkan dalam KUHAP. Kedua, lanjutnya, ditemukan indikasi putusan-putusan yang tidak proporsional dalam memuat pertimbangan para pihak. Ketiga, masih ditemukan kurangnya elaborasi hakim terhadap keterangan saksi kunci yang dapat mengungkap
fakta hukum yang mencerminkan kebenaran material. Keempat, masih ada putusan pengadilan tinggi terlihat ada ketidakjelasan sikapnya terhadap pelanggaran prosedural menurut KUHAP yang sebenarnya diancam dengan hukuman pembatalan. Kelima, masih ditemukan pembacaan putusan dengan musyawarah hakim pada tanggal yang sama. “Sekalipun ini bukan pelanggaran hukum acara, namun kesan ketergesaan tidak bisa dihindari,” kata Jaja. Sedangkan berdasarkan aspek ketepatan dalam pemaknaan hukum material, katanya, masih mengandalkan hukum tertulis berupa undang-undang. Menurutnya, ada kesan hakim tidak cukup berani memperkaya pemaknaan UU itu dengan menggunakan sumber hukum lain di luar ketentuan UU yang diajukan oleh jaksa dalam surat dakwaan maupun tuntutannya. Untuk aspek penalaran hukum, lanjut Jaja, masih ditemukan ketidakruntutan antara premis-premis yang dibangun dan konklusinya. Dari aspek tujuan filosofi penjatuhan sanksi, filosofi penghukuman yang bersifat penjeraan kerap dipandang lebih dibanding filosofi pembinaan. “Dalam aspek profesional hakim, penelitian ini juga menemukan catatan kelemahan hakim dalam putusan
• BULETIN KOMISI YUDISIAL/ ADNAN
LAPORAN KHUSUS
Laporan mahasiswa pemantau peradilan tentang perilaku hakim ke KY
pidana dibanding putusan perdata,” jelasnya. Dari hasil penelitian itulah, akan menunujukkan kualitas dari seorang hakim yang membuat putusan sehingga apabila putusan yang dilakukan bagus maka seorang hakim tersebut bisa dicalonkan sebagai hakim agung. Harapan lain dari penelitian ini, para hakim akan lebih profesional saat menjatuhkan putusan. Ada beberapa contoh yang ada di daerah-daerah yaitu terkait kapasitas hakim. Misalnya di kepulauan Riau, diperoleh hasil penelitian yang mana ternyata perlu untuk dilakukan pendalaman terkait pengetahuan hakim tentang hukum. Secara umum, hakim tinggi dalam hal prosedur formal sudah memenuhi syarat. Namun, ada beberapa catatan dimana, hakim lebih menerapkan kepada aturan-aturan hukum yang berlaku. Akibatnya, dalam membuat putusan, undang-undang menjadi acuan dan pedoman utama para hakim tanpa diikuti dengan yang lain seperti yurisprudensi dan doktrin. “Sehingga dalam hal ini UU adalah yang utama. Hakim sudah menjunjung tinggi profesinya melalui putusan yang adil,” jelas Jaja. Dekan Fakultah Hukum dari Universitas Muhamadiyah Malang (UMM)
Sidik Sunaryo, S.H.,M.Si menjelaskan, dalam penelitiannya secara akademis, tidak menemukan satu hakimpun yang memutus perkara menggunakan yurisprudensi atau doktrin. Sehingga dalam kasus tindak pidana korupsi, jika dakwaan primer sudah terbukti maka dakwaan subsider tidak perlu dibuktikan. Banyak kasus yang muncul ketika dilihat dari perspektif akademik, misalnya persoalan kehormatan dan profesi hakim. Hakim, lanjut dia, harus bijak dalam bertindak disamping putusanya secara profesional. Sayangnya, selama penelitian banyak ditemukan putusan hakim yang tidak profesional, dimana putusan yang ada tidak runtut dan tidak sistematis. Sidik juga berharap, keadilan harus menjadi prioritas utama hakim dalam memutus, tentunya juga harus dilandasi kebenaran dan profesionalisme. Profesionalisme hakim menjadi indikator penting yang diamanatkan dalam kode etik dan pedoman perilaku hakim. “Hakim wajib menghindari terjadinya kekeliruan dalam membuat keputusan, atau mengabaikan fakta yang dapat menjerat terdakwa atau pihak-pihak atau dengan sengaja membuat pertimbangan yang menguntungkan terdakwa atau para pihak dalam mengadili satu perkara
yang ditanganinya,” jelasnya. Harapan lainnya, lanjut dia, keadilan tidak hanya dimonopoli pengadilan saja, tapi juga dalam proses hukum sebelumnya, seperti dalam proses penyidikan di kepolisian dan penyusunan dakwaan di kejaksaan. “Adil tidak nya itu tidak hanya di lakukan di pengadilan saja namun di kantor polisi dan kejaksaan. keadilan harus ada dan harus masuk ke semua unsur kehidupan,” harap dia. Sementara, Praktisi Hukum Maqdir Ismail lebih menyoroti soal argumen atau alasan lain hakim agung yang justru lebih banyak sepakat dengan Pengadilan Tinggi. Bahkan dalam prakteknya, 90 % tidak memiliki argumen lain selain mengikuti pertimbangan pengadilan tingkat kedua tersebut. “Putusan MA hampir juga penolakan terhadap kasasi, hal ini apakah KY sudah melakukan penelitian,” tanya Maqdir. Misalnya, hakim dalam perkara pidana yang melibatkan Miranda di pengadilan Amerika Serikat, kesalahan kecil yang dilakukan polisi yaitu tidak memberikan kesempatan untuk melakukan pembelaan, maka hal itu bisa merubah sebuah aturan yang ada di negara tersebut. Maqdir juga mencontohkan kasus lain, yakni tentang Rasis yang ditunjukan oleh petugas kepada tersangka. Kejadian ini bisa merubah aturan-aturan yang ada. “Jadi dari kasus yang ada, bisa kita ambil pelajaran bahwa kasus kecil yang tidak begitu kita perhatikan kadang bisa memberikan kontribusi untuk melakukan perubahan terhadap aturan yang sebelumnya,” jelasnya. Jika di Indonesia sendiri terkait kasus Antasari Azhar benar-benar terjadi, dimana Antasari dilucuti dengan melepas sepatu, melepas celana, dan ikat pinggang, padahal saat itu statusnya masih sebagai pejabat negara. Kendatipun itu benar dan diungkapkan di dalam persidangan maka tidak akan ditanggapi oleh majelis hakim. EDISI DESEMBER 2011 - JANUARI 2012 VOL. VI - NO. 3
39
LAPORAN KHUSUS Penyertaan dalam kajian hukum pidana dampaknya akan sangat besar. Kasus Antasari terbukti bahwa turut melakukan tapi pada saat yang sama menganjurkan juga. Padahal kegiatan fisik tidak pernah dilakukan, tapi kenapa pemerikasaan fisik yang harus diilucuti itu dilakukan. “Menurut saya tidak bisa mencerna pikiran hakim tersebut,” katanya. Hakim agung Syamsul Maarif berpandangan, untuk membangun citra lembaga peradilan yang bersih dan putusan yang berkualitas, hakim agung harus berani membuat putusan yang sesuai dengan rasa keadilan meski hal itu tidak diatur dalam undang-undang. ”Hakim di pengadilan negeri atau pengadilan tinggi boleh saja membuat putusan hanya berdasarkan pada pertimbangan hukum. Namun, di tingk at Mahk amah Agung, pertimbangan rasa keadilan masyarakat harus lebih diutamakan,” katanya beberapa waktu lalu. Syamsul melihat, saat ini sering muncul jurang antara rasa keadilan masyarakat dan hukum. Ini antara lain terjadi karena peraturan hukum merupakan produk politik sehingga sering bias. Jurang itu beberapa kali membawa hakim harus berhadapan dengan masyarakat, saat memutus suatu perkara. ”Kemandirian hakim menghadapi ujian. Ada kemungkinan, seorang terdakwa mungkin harus dibebaskan karena secara hukum tidak ada cukup bukti yang menunjukkan kesalahannya. Namun, jika putusan itu diambil, hakim dapat dituding macam-macam oleh masyarakat,” ujar Syamsul. Selain memutuskan lebih berdasarkan rasa keadilan, lanjut Syamsul, MA juga harus berani memberikan sanksi terberat kepada aparat hukum yang melakukan pelanggaran. Para hakim yang 40
EDISI DESEMBER 2011 - JANUARI 2012 VOL. VI - NO. 3
mendapat sanksi juga perlu diumumkan ke masyarakat. Pakar Hukum dari Universitas Andalas , Padang, Saldi Isra juga berharap agar hakim lebih tegas dan profesional dalam menjatuhkan putusan. Dengan begitu, masyarakat akan lebih bisa menerima putusan tersebut. ”Jika dapat dibuktikan lewat sejumlah putusan, hal positif seperti disampaikan Syamsul dapat menghapus berbagai kekhawatiran dan citra buruk masyarakat selama ini terhadap hakim,” tutur Saldi.Untuk meningkatkan kembali citra hakim di mata masyarakat, lembaga peradilan diharapkan bisa lebih meningkatkan integritas, kemampuan, dan profesionalisme hakim dalam memutus perkara. “Harus ada perbaikan secara menyeluruh agar kedepan putusan hakim lebih baik dan diterima masyarakat,” terangnya. Sementara itu, pembaca independen penelitian ini, Widodo Dwi Putro, berpandangan dari hasil penelitian Komisi Yudisial yang melibatkan 19 perguruan tinggi dapat dikatakan, ada kesenjangan yang cukup dalam antara kerangka pemikiran dan hasil penelitian. Dalam kerangka teoritis misalnya, memandang hakim bukan hanya birokrat hukum semata, namun juga manusia yang dipengaruhi lingkungan terdekatnya, pendidikan, usia, latar belakang sosial, agama, pengalaman, dan sebagainya. Namun, hasil penelitian ini gagal menampakan kepekaan hakim dalam putusannya. Padahal, kepekaan hakim adalah “conscience of the court”. Kepekaan hakim tidak berarti mengurangi independensi hakim, karena bagaimanapun hakim adalah juga manusia. Menurut dia, salah satu kelebihan penelitian ini adalah mampu mengkuantifikasi data dibanding banyak penelitian hukum yang miskin perhatiannya pada kuantifikasi data.
Riset ini juga dinilai sangat menarik ketika menganalisis profesionalisme hakim. Hal yang dianggap tidak profesional dalam riset ini dipersepsikan beragam, seper ti hak im tidak proporsional dalam membuat pertimbangan. Selain itu, putusan terlalu ringkas sehingga tidak cukup informatif, selain hakim tidak cukup memiliki wawasan dalam mengadili kasus terkait. Ketidakprofesionalan lainnya, hakim tidak memberikan alasan saat menjatuhkan lamanya suatu pemidanaan, disamping putusan tidak tepat saat menyatakan amar putusan sebagai menguatkan atau mengubah, atau tidak mempertimbangkan HAM. Sayangnya, usulan dalam penelitian tersebut tidak menjelaskan lebih rinci, apakah putusan yang dianggap tidak profesional itu lebih pada persoalan keterampilan atau etik. Selain persoalan-persoalan diatas, Widodo juga berpandangan bahwa penelitian ini kelihatanya dipaksakan “memotong kompas” meneliti putusan hakim pengadilan tinggi guna melengkapi basis data hakim yang berpotensi menjadi calon-calon hakim agung dari jalur karier. Resiko meneliti pada tingkat kedua “lapisan stratofer” yang merisaukan adalah, putusan hakim pengadilan tinggi ternyata lebih banyak menyalin pertimbangan putusan pengadilan negeri atau kerap terlalu minim dalam membuat pertimbangan. Menyalin pertimbangan putusan dibawahnya adalah suatu cara bagi hakim untuk bertindak pragmatis seraya diam-diam mengakui bahwa dia mengalami kesulitan untuk memberikan argumentasi. “Padahal memasuki penafsiran hukum sama dengan memasuki dunia hukum yang didalamnya syarat dengan tebaran pemikiran beserta aliran-aliran hukumnya,” kata Widodo.
• BULETIN KOMISI YUDISIAL/ ADNAN
KATA YUSTISIA
Sidang Majelis Kehormatan Hakim (MKH)
MKH di Penghujung Tahun Dinal Fedrian
Akhir tahun 2011 harus dilalui dengan pahit bagi tiga orang hakim pengadilan tingkat pertama, Dainuri, SHI, Dwi Djanuanto, S.H.,M.H, dan Jonlar Purba, S.H.,M.H. Mereka terpaksa duduk di kursi terlapor sidang Majelis Kehormatan Hakim (MKH), yang digelar di Mahkamah Agung, November lalu.
S
ecara bergantian ketiganya harus menghadapi empat o ra n g A n g g o t a K o m i s i Yudisial dan tiga orang
Hakim Agung sebagai unsur Majelis Kehormatan Hakim. Dainuri dan Jonlar Purba diajukan ke MKH berdasarkan rekomendasi dari Badan Pengawasan
Mahkamah Agung (Bawas MA). Sementara Dwi Djanuwanto masuk ke MKH berdasarkan rekomendasi Komisi Yudisial. MKH sendiri merupakan forum pembelaan diri bagi hakim, yang direkomendasikan mendapat sanksi berat, semisal pemberhentian, karena melanggar kode etik dan pedoman perilaku hakim. Dainuri mendapat kesempatan pertama duduk di kursi terlapor. Duduk perkaranya, ia dilaporkan melakukan perbuatan asusila. Karena duduk perkaranya ini, sidang MKH untuknya digelar secara tertutup. Seusai sidang digelar keputusan kemudian dibacakan. Dalam petikan putusannya, Ketua dan para Anggota MKH untuk kasus ini menyatakan Dainuri terbukti melanggar kode etik dan pedoman perilaku hakim. Sehingga, ia dijatuhi hukuman pemberhentian dengan hormat. EDISI DESEMBER 2011 - JANUARI 2012 VOL. VI - NO. 3
41
KATA YUSTISIA Untuk tuduhan permintaan tiket, terdapat bukti-bukti berupa keterangan saksi-saksi, fotokopi beberapa tiket pesawat atas nama Dwi, dan beberapa kuitansi pembelian/penerimaan tiket yang ditandatangani olehnya. Untuk tuduhan pengiriman SMS tidak senonoh, didapatkan bukti ia mengirim SMS kepada Richard Riwoe berupa ajakan melihat tari telanjang dan minta disediakan wanita penghibur. Tuduhan terakhir, ia disebutkan sering menunda sidang dengan
• BULETIN KOMISI YUDISIAL/ ADNAN
Selesai dengan Dainuri, majelis kemudian menghadapi Dwi Djanuanto sebagai terlapor. Dwi awalnya dilaporkan ke Komisi Yudisial oleh Petrus Bala Pattoyana, S.H.,M.H dan Muniar Sitanggang, S.H.,M.H, selaku kuasa hukum Ir. Mochamad Ali Arifin, M.Si. Mochamad Ali Arifin merupakan terdakwa korupsi pengadaan Jalan Bopong Lemobama di Kupang, Nusa Tenggara Timur. Perkara ini ditangani Dwi sewaktu dia bertugas di Pengadilan Negeri Kupang.
Sidang Majelis Kehormatan Hakim (MKH)
Dalam laporannya, Petrus dan Muniar menganggap Dwi telah melanggar kode etik dan pedoman perilaku hakim berupa melakukan perbuatan tercela. Atas laporan ini Keputusan Sidang Pleno Komisi Yudisial merekomendasikan Dwi diberikan sanksi pemberhentian. Dalam putusan majelis disebutkan, perbuatan tercela yang dilakukan Dwi yaitu meminta tiket kepada keluarga/ pengacara Terdakwa, mengirimkan SMS yang isinya tidak senonoh, dan sering menunda sidang. 42
EDISI DESEMBER 2011 - JANUARI 2012 VOL. VI - NO. 3
terdakwa Mochamad Ali Arifin karena sering pulang ke Yogyakarta. “Sidang yang seharusnya digelar pukul 9 pagi, sering baru digelar pukul 13.00 atau 14.00 waktu setempat karena menunggu Hakim Terlapor datang dari Yogyakarta. Selain itu, hari persidangan juga tidak tetap dan penetapannya dilakukan semaunya oleh Hakim Terlapor,” demikian disebutkan dalam Putusan Nomor 3/MKH/XI/2011. Dalam sidang MKH itu Dwi mengajukan pembelaan diri yang disampaikannya sendiri. “Dengan ini
saya menolak jelas atas hasil berita acara yang dilakukan oleh KY, walaupun sampai saat ini saya tidak diberikan berita acaranya. Jadi tidak tahu saya yang salah itu apa yang benar itu yang mana,” ujarnya. Dalam pembelaannya terungkap bahwa Bawas MA juga memeriksa dirinya. Pada tanggal 6 Juli 2011 ia diperiksa Hakim Tinggi Pengawas Mahkamah Agung di kantor Pengadilan Negeri Yogyakarta. Pembelaan lainnya, Dwi merasa yakin bahwa laporan terhadapnya karena ia mengajukan dissenting opinion (DO), yang intinya sebagai ketua majelis menghukum dan menyatakan saudara Mochamad Ali Arifin terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana korupsi. Sementara, dua anggota majelis hakim lainnya membebaskan Arifin. “Saya meyakini, saya diperiksa karena melakukan DO tersebut. Tapi kalau saya tidak menghukum terdakwa pasti saya tidak dilaporkan oleh penasehat hukum terdakwa. Asumsi saya terdakwa sudah sangat ketakutan karena saat ini proses hukumnya dalam kasasi yang belum di putus oleh MA,” tambah Dwi. Usai mendengarkan pembelaan Dwi, Majelis kemudian bermusyawarah. Komposisi majelis dalam kasus ini terdiri dari empat orang anggota KY yaitu H. Abbas Said, S.H., M.H (Ketua Majelis), H. Imam Anshari Saleh, S.H., M.Hum, Dr. Suparman Marzuki, S.H., M.Si, dan Dr.
• BULETIN KOMISI YUDISIAL/ ADNAN
Taufiqurrohman Syahuri S.H., M.H. Tiga lainnya merupakan hakim agung yaitu Dr. H.Imam Soebechi, S.H., M.H, Drs. H. Hamdan, S.H., M.H, dan Prof. Dr.Surya Jaya, S.H., M.Hum. Hasilnya, majelis menilai pembelaan diri yang dilakukan Dwi bukanlah suatu hal baru. Majelis menganggap hasil pemeriksaan terhadap bukti-bukti, saksi-saksi, pelapor, dan terlapor lebih kuat mengindikasikan pelanggaran terlapor. Tambahan pertimbangan lain, ia sudah pernah dijatuhi sanksi oleh MA berupa pemindahan ke PN Kupang. Disebutkan pula ia telah berulang-ulang melakukan pelanggaran kode etik dan pedoman perilaku hakim. Majelis akhirnya memutuskan menolak pembelaan diri D wi, menyatakan ia telah melakukan perbuatan tercela dan melanggar kode etik dan pedoman perilaku hakim. Sampai pada klimaksnya, majelis menjatuhkan hukuman disiplin berupa pemberhentian tidak dengan hormat dari jabatan hakim kepada dirinya. Sidang terakhir dilakukan untuk Jonlar Purba. Ia menjadi terlapor karena dituduh bertemu terdakwa, menerima pemberian berupa uang sejumlah Rp 125.000.000, membantu membuatkan pleidoi, duplik, memori banding maupun kasasi bagi para terdakwa, dan menjanjikan membebaskan para terdakwa dari dakwaan. Pelapornya adalah Pendeta Esmond Walilo yang mendapatkan kuasa dari Mulyadi Bantang, Yusuf Saleng, H. Anzar Dudu, Nico Walela, dan Ahmad Madong. Mereka berlima merupakan terdakwa perkara illegal logging yang ditangani oleh Jonlar sebagai hakim ketua majelis di PN Wamena. Terhadap tuduhan-tuduhan ini tentu Jonlar membela diri. Ia menyangkal bertemu dengan terdakwa Ahmad Madong di sebuah restoran. Ia juga menyangkal menerima pemberian uang.
Hakim Agung baru Prof. Dr. T. Gayus Lumbuun, S.H.,M.H nampak menyaksikan sidang MKH
Ketika di PN Wamena ia menyatakan belum bisa mengoperasikan komputer, oleh sebab itu ia juga menyangkal membantu membuatkan pleidoi, duplik, memori banding dan memori k asasi dengan tulisan tangan. Bantahan lainnya, tidak benar bahwa ia menjanjikan akan membebaskan para terdakwa. Hal ini terbukti dengan dijatuhkannya putusan secara bulat oleh majelis hakim yang menangani perkara illegal logging para terdakwa itu. Bagian terakhir ia mengakui bahwa dirinya pernah mendapat telepon dari Mulyadi Bantang. Peristiwa ini terjadi ketika Jonlar bertugas sebagai Ketua PN Serui. Isi telepon berupa kabar dari Mulyadi bahwa proses kasasi perkaranya ditolak MA. Atas berita tersebut Jonlar menyarankan Mulyadi melakukan upaya hukum PK bila tidak puas terhadap putusan kasasi. Usai mendengarkan keterangan terlapor, majelis kehormatan hakim kasus ini yang diketuai oleh hakim agung Dr. H. Imam Soebechi, S.H., M.H melakukan musyawarah. Hasil musyawarah kemudian melahirkan pertimbangan majelis. Menurut majelis tuduhan terlapor bertemu terdakwa
maupun tuduhan lainnya tidak mempunyai bukti kuat. Satu hal yang dipertimbangkan serius oleh majelis adalah hubungan telepon antara Jonlar dengan Mulyadi Bantang. Meskipun proses komunikasi itu berlangsung jauh setelah perkara Mulyadi diputus oleh Jonlar, tetapi substansinya merupakan perkara yang pernah ditangani terlapor. “Hal ini menimbulkan persangkaan kuat bahwa selama proses perkara di PN Wamena terjadi komunikasi secara peribadi antara Mulyadi Bantang dengan Hakim Terlapor,” ujar Imam Soebechi. Poin penting di atas akhirnya membuat majelis memutuskan Jonlar telah melanggar kode etik dan pedoman perilaku hakim. Namun, sanksi yang diberikan untuk Jonlar tergolong ringan. Ia dijatuhi hukuman berupa teguran tertulis dan dikurangi tunjangan kinerjanya sebesar 75 % selama tiga bulan. Majelis berpendapat Jonlar selama ini cukup berat menjalani penugasan dalam kariernya. Selain itu ia juga belum pernah dijatuhi hukuman disiplin. Faktor-faktor inilah yang meringankan hukuman bagi Jonlar. EDISI DESEMBER 2011 - JANUARI 2012 VOL. VI - NO. 3
43
GALERI
Media Kawal Reformasi Peradilan Festy Rahma Hidayati
Selain menyebarkan informasi, media massa dipandang memiliki peran yang strategis dalam mempengaruhi masyarakat. Kekuatan media massa ini melahirkan “Kekuatan Keempat” (The Fourth Estate) setelah lembaga eksekutif, legislatif, dan yudikatif. Apakah dengan kekuatan ini media massa dapat berperan aktif pula dalam mewujudkan peradilan bersih?
Agus Sudibyo Agus Sudibyo membuka diskusi bertema “Media Massa dan Komitmen Mewujudkan Reformasi Peradilan”
44
EDISI DESEMBER 2011 - JANUARI 2012 VOL. VI - NO. 3
dengan mengajukan pertanyaan provokatif. “Etiskah seorang pejabat yang belum terbukti melakukan korupsi, telah disebut-sebut namanya dalam pemberitaan tentang korupsi, suap, mafia hukum tanpa adanya klarifikasi yang memadai ? Adilkah seseorang yang belum tentu bersalah, harus menghadapi opini yang negatif tentang dirinya --terlibat korupsi, menyalahgunakan jabatan, menerima suap-- akibat pemberitaan media yang tidak berimbang dan cenderung menghakimi?” Tak mudah memang menjawab pertanyaan tersebut mengingat realitas di lapangan berbicara demikian. Ketua Komisi Pengaduan Masyarakat dan Penegakan Etika Dewan Pers ini mengungkapkan bahwa media massa seringkali mengesampingkan verifikasi dan uji informasi dalam praktek jurnalisme. Padahal pertanyaan tersebut layak diajukan untuk memenuhi prinsip
• BULETIN KOMISI YUDISIAL/ DINAL
K
etika reformasi didengungkan, media massa –setelah sekian lama dibungkam—mulai memainkan perannya lebih signifikan. Pintu informasi untuk diakses masyarakat semakin terbuka lebar. Media massa tidak hanya lagi menjadi “corong”, tetapi eksistensinya dibutuhkan untuk memainkan fungsi kontrol sosial. Dalam workshop media tentang Penguatan Kewenangan Komisi Yudisial Dalam Perubahan UU KY yang digelar Komisi Yudisial di Bandung (11/11), media massa dapat ikut berperan dalam mengawal reformasi peradilan sehingga menciptakan peradilan yang bersih. Hadir sebagai pembicara dalam workshop tersebut, yaitu Ketua Bidang Pengawasan Hakim dan Investigasi Dr. Suparman Marzuki, S.H., M.Si, Wakil Ketua Komisi III DPR RI M. Nasir Djamil, dan Anggota Dewan Pers Agus Sudibyo.
Agus Sudibyo
keberimbangan, keakurasian, dan kehati-hatian. “G u n a m e n a r i k p e r h a t i a n publik, media sering mengabaikan asas praduga-tak-bersalah dalam memberitakan pejabat-pejabat yang belum tentu korupsi, menerima suap
M. Nasir Djamil M. Nasir Djamil dalam makalah berjudul “Relevansi Perubahan UU KY Terhadap Reformasi Peradilan” lebih banyak menyoroti UU Komisi Yudisial (KY) baru, yaitu UU No 18 Tahun 2011 tentang Perubahan Atas UU No 22 Tahun 2004 tentang Komisi Yudisial. Perubahan UU ini diharapkan dapat memberi penguatan terhadap kewenangan KY sehingga mampu memberikan signifikansi dalam reformasi peradilan di Indonesia. Lebih lanjut Nasir menjelaskan bahwa KY sebagai “anak kandung reformasi” merupakan bagian yang integral dalam konteks penegakan
1945. “Aneh apabila KY sebagai lembaga konstitusional hanya memiliki kewenangan mengusulkan pengangkatan hakim agung yang biasa dimiliki oleh kepanitiaan biasa, karenanya dibutuhkan penguatan kewenangan,” tegasnya. Selain itu, kondisi penegakan hukum di Indonesia yang masih diliputi berbagai permasalahan seperti mafia hukum dan peradilan yang masih merajalela membutuhkan eksistensi KY sebagai pengawas eksternal dalam rangka menjaga dan menegakkan kehormatan, keluhuran martabat, serta perilaku hakim. “KY diposisikan sebagai pengawas
• BULETIN KOMISI YUDISIAL/ DINAL
atau menyalahgunakan jabatan. Mereka begitu bersemangat menampilkan berita-berita tentang korupsi, mafia peradilan, penyuapan dan lain-lain sehingga menafikan hak setiap orang untuk mendapatkan pemberitaan yang fair dan berimbang,” ungkap Alumnus Magister Filsafat STF Driyarkara Jakarta. Penerima Press Freedom Award 2007 dari AJI Indonesia ini mengatakan dalam jurnalisme prinsip tindakan yang benar itu termaktub dalam Kode Etik Jurnalistik yang menyatakan: pemberitaan media harus bertolak dari keharusan verifikasi, konfirmasi, uji informasi, kehati-hatian dan penghargaan terhadap kepentingan pribadi. “Prinsip-prinsip ini semakin lazim diabaikan,” tegas pria yang aktif menulis di beberapa surat kabar ini. Namun Agus menggarisbawahi, pengabaian ini sering berlandaskan pada alasan yang sangat rasional. Dalam berita tentang korupsi misalnya, jika media harus menunggu hasil verifikasi, bisa jadi seorang koruptor keburu kabur keluar negeri atau keburu main mata dengan penegak hukum. Jika tidak diberitakan secara besar-besaran, bisa jadi sebuah skandal korupsi akan dibiarkan begitu saja oleh penegak hukum, dipetieskan atau diselesaikan dengan cara manipulatif. “Pendek kata, pers Indonesia berusaha memper k uat upaya pemberantasan korupsi dan penegakan hukum dengan menerapkan pendekatan etika pers yang mementingkan tujuan dan dampak pemberitaan, dengan menomorduakan kebenaran proses”. Pada titik inilah Kode Etik Jurnalistik secara universal merumuskan etika yang bersifat deontologis atau etika kewajiban. Kebenaran jurnalistik tak lain adalah kebenaran verifikasi. “Tanpa verifikasi, berita akan merosot menjadi sekedar informasi sepihak, gosip, rumor,” tutupnya.
M. Nasir Djamil
akuntabiltas, integritas moral dan etika, transparansi, pengawasan, profesionalisme, dan impartialitas, sehingga bisa merupakan bagian yang utuh pula dalam semangat mereformasi peradilan. Alasan mendasar mengapa UU KY direvisi, mantan wartawan ini menjelaskan bahwa KY merupakan l e m b a g a k o n s t i t u s i o n a l ya n g langsung disebutkan dalam UUD
yang mempunyai gigi yang harus tajam dalam melakukan reformasi peradilan sehingga aspek akuntabilitas, integritas, transparansi, dari kemandirian hakim maupun pengadilan dapat terwujud,” ujar pria asal Aceh ini. Beberapa poin yang menjelaskan penguatan KY antara lain : KY dapat mengangkat penghubung di daerah sesuai dengan kebutuhan; mengambil langkah hukum dan/atau EDISI DESEMBER 2011 - JANUARI 2012 VOL. VI - NO. 3
45
GALERI
• BULETIN KOMISI YUDISIAL/ADNAN
penegakan hukum merupakan sinyal mendesaknya dilakukan reformasi peradilan,” tegasnya. Lebih lanjut, dosen Universitas Islam Indonesia (UII) ini mengakui bahwa peran media massa menjadi arus utama pembentukan opini tentang perkembangan peradilan di Indonesia. Media massa dapat memainkan perannya dalam kontrol sosial terhadap kekuasaan negara atau pemerintah, mendukung proses transisi demokrasi, serta melakukan opisisi dalam memainkan peran politik.
langkah lain terhadap perseorangan, kelompok orang atau badan hukum yang merendahkan kehormatan dan keluhuran martabat hakim; KY dalam melakukan pemantauan dan pengawasan terhadap perilaku hakim dapat meminta bantuan kepada aparat penegak hukum untuk melakukan penyadapan dan merekam pembicaraan dalam hal adanya dugaan pelanggaran Kode Etik dan/atau Pedoman Perilaku Hakim; dan lain-lain. Penguatan kewenangan tersebut dalam rangka mendorong reformasi peradilan untuk mewujudkan peradilan yang bersih. Sehingga media massa sebagai mitra KY memainkan peran strategis dan signifikan dengan membantu mensosialisasikan kewenangan baru tersebut.
Suparman Marzuki Ketua Bidang Pengawasan Hakim dan Investigasi Dr. Suparman Marzuki, S.H., M.Si. dalam makalahnya berjudul “Peran Media dalam Reformasi Peradilan” menguatkan pernyataan M. Nasir Djamil bila media massa mengambil peran penting dalam reformasi peradilan. Media berperan penting menyebarkan 46
EDISI DESEMBER 2011 - JANUARI 2012 VOL. VI - NO. 3
• BULETIN KOMISI YUDISIAL/ADNAN
Workshop media tentang reformasi peradilan yang diadakan KY
Wartawan sedang melaksanakan tugas peliputan
informasi, meningkatkan kesadaran dan pengetahuan, dan mengungkapkan keluhan-keluhan masyarakat, baik melalui fungsinya sebagai penyalur informasi maupun melalui kemampuannya untuk mengangkat permasalahan dan peristiwa secara objektif, andal dan akurat. Pemberitaan soal penegakan hukum di Indonesia yang seringkali dianggap “seksi” oleh media massa lebih banyak mengangkat soal lemahnya penegakkan hukum oleh polisi, jaksa, dan hakim dalam kasus-kasus korupsi. “Pemberitaan yang gencar atas pelbagai kasus dan kelemahan institusi
Siginifikansi peran media dalam reformasi peradilan ini sekaligus menjadi kekuatan bagi KY. Media menjadi kekuatan utama bagi KY untuk mentransmisikan gagasan-gagasan dan tindakan-tindakan konkrit, serta meningkatkan kesadaran dan pengetahuan masyarakat tentang KY. “Oleh karena itu, kerjasama KY dan media harus dibenahi agar l e b i h m a m p u m e n g a d vo k a s i , mensosialisasikan, dan menyadarkan semua pihak akan keharusan menjaga dan menegakkan martabat dan kompetensi pengadilan,” tutup mantan Direktur PUSHAM-UII.
KOMPARASI
Laporan Internasional Tentang Komisi Yudisial Muhamad Ilham
K
omisi Yudisial (KY) mungkin baru dikenal secara jelas di Indonesia pasca reformasi melalui amandemen UUD 1945 pada tahun 2001, sekalipun embrio terhadap pembentukannya sudah dimulai pada rencana pembentukan Majelis Pertimbangan dan Penelitian Hakim (MPPH) di masa orde baru. Berbeda halnya pada dunia internasional, dimana keberadaan KY telah ada sejak lama bahkan terus berkembang hingga saat ini. Dimulai pada tahun 1800 di Perancis melalui lembaga yang melakukan support terhadap fungsi-fungsi peradilan, dan akhirnya menyebar pada seluruh Eropa Barat, Amerika Latin, hingga Asia. Bahkan hingga saat ini bisa dikatakan bahwa keberadaan lembaga seperti Komisi Yudisial bukan lagi merupakan kebutuhan yang hanya ada sewaktu-waktu (Ad
hoc), namun sudah merupakan praktek ketatanegaraan yang berkembang pada lebih dari 120 negara. Bukti terhadap klaim tersebut dapat diketahui jika mencermati perkembangan lembaga KY pada tataran internasional. Setidaknya ada 2 (dua) laporan internasional yang memfokuskan objek studi mereka terhadap perkembangan lembaga Komisi Yudisial, yaitu IFES dan Chicago University. Pada April 2004 sebuah Working Group yang disponsori oleh dana bantuan Amerika Serikat – (IFES), melakukan penelitian terhadap trend dan model Komisi Yudisial yang berkembang di kawasan Eropa Barat dan Amerika Latin dengan judul “Global Best Practices:JUDICIAL COUNCILS Lessons Learned from Europe and Latin America”. Penelitian yang dikomandoi oleh Violaine Autheman dan Sandra Elena dilakukan
terhadap 35 negara pada dua regional tadi, sementara stressing yang dilakukan pada penelitian mereka lebih bertujuan untuk memetakan trend-model serta pembelajaran yang dapat diambil dari praktek lembaga KY yang berkembang di dunia internasional. Penelitian kedua berjudul“GUARDING THE GUARDIANS:JUDICIAL COUNCILS AND JUDICIAL INDEPENDENCE” dilakukan oleh Chicago University pada November 2008, oleh dua akademisi mereka yang bernama Nuno Garoupa dan Tom Ginsburg. Penelitian yang lebih ditujukan untuk memotret perkembangan dan bukti empirik terhadap praktek lembaga seperti KY ini mengambil sampel pada 121 negara di sepuluh kawasan seperti: Sub Sahara Afrika, Asia Selatan, Asia Timur, Asia Tenggara, Oceania, Timur Tengah/ Afrika Utara, Amerika Latin, Carribian, Eropa Timur, dan Eropa Barat
Tabel Perbandingan Aspek Penelitian Tentang Komisi Yudisial
Aspek
IFES
Chicago University
Tahun Report
April 2004
November 2008
Stressing masing-masing penelitian
Tren dan Model Lembaga KY secara Umum
Perkembangan lembaga KY di dunia Internasional
Jumlah Negara
35 Negara
121 Negara
Cakupan Regional
Eropa Barat dan Amerika Latin
Sub Sahara Afrika Asia Selatan Asia Timur Asia Tenggara Oceania
Aspek Analisis
Trend dan model KY secara Internasional dan Regional Pendirian dan komposisi keanggotaan KY Tugas dan tanggung jawab KY di beberapa negara Peran Civil Society bersama KY
Masalah Independensi Vs Akuntabilitas KY dan independensi peradilan Pengakuan KY di dalam Konstitusi Signifikansi keanggotaan hakim pada lembaga KY
Amerika Latin Carribian Eropa timur Eropa Barat Timur Tengah/Afrika Utara
EDISI DESEMBER 2011 - JANUARI 2012 VOL. VI - NO. 3
47
KOMPARASI
Perkembangan di antara Dua Riset Independensi Vs Akuntabilitas Peradilan Persoalan untuk menyeimbangkan antara independensi dan akuntabilitas memang selalu muncul ketika bicara soal kekuasaan seorang hakim dan institusinya (peradilan), tidak terkecuali pada dualaporan di atas, baik IFES dan Chicago University mengawali studi mereka mengenai diskursus mengenai hal ini, pada permulaan laporan IFES mengatakan: “In order to build an independent and accountable judiciary, many countries have chosen to create new institutions, such as judicial council. While Judicial Councils can play an important role in strengthening judicial independence and in creating accountability mechanisms for the judiciary...”
“Independence is needed to provide the benefits of judicial decision making; once given independence, judges are useful for resolving a wider range of more important disputes; but as more and more tasks are given to the judiciary, there is pressure for greater accountability because the judiciary takes over more functions from democratic processes.” Dan dari kedua laporan tersebut dapat diambil persamaan dimana kedua-duanya tetap memposisikan Komisi Yudisial sebagai instrumen utama untuk menyeimbangkan antara independensi dan akuntabilitas pada kekuasaan kehakiman (Judiciary).
48
EDISI DESEMBER 2011 - JANUARI 2012 VOL. VI - NO. 3
• http://www en.docsity.com
Sementara Chicago University menegaskan kembali dengan laporan mereka, yakni:
Chicago University
Hubungan Komposisi Keanggotaan dan Signifikansi Peran Pada permulaannya, laporan yang dirilis oleh IFES hanya mengungkapkan bahwa menjadi penting bagi lembaga seperti KY untuk memiliki anggota yang berasal dari Judicial Members (hakim atau mantan hakim) di dalam komposisi keanggotaannya, hal ini ditujukan untuk mengurangi intervensi eksekutif maupun legislatif di dalam tubuh lembaga KY selain juga karena tugas-tugas yang berhubungan dengan dunia peradilan, “One of the main reasons for creating Judicial Councils has often been related
to the need to insulate the judiciary – and especially the appointment process – from external political pressure. In order to achieve this objective, there is a general consensus that judges should represent in Council’s membership.” Pentingnya keanggotaan baik hakim maupun mantan hakim tersebut juga bervariasi baik dari hakim tingkat bawah maupun hakim tinggi. Sementara dalam hasil laporannya, Chicago University justru memaparkan adanya hubungan antara komposisi keanggotaan KY dengan peran yang dijalankannya.
Tabel Perbandingan Tugas dan Fungsi Komisi Yudisial di Beberapa Negara
TUGAS & FUNGSI NEGARA
Seleksi & Pengangkatan Hakim
Mutasi & Promosi Hakim
Kewenangan Disiplin
Evaluasi Kinerja
Pelatihan & Pendidikan Hakim
Pengelolaan Anggaran peradilan
Pengelolaan Manajemen & Administrasi peradilan
Pengolahan Data & Informasi Publik
Rekomendasi kebijakan peradilan
Bolivia Peru Denmark France Italy Netherlands Sweden
Dikatakan bahwa KY dengan komposisi keanggotaan dengan mayoritas hakim atau mantan hakim memiliki fungsi dan peran yang lebih luas atau bisa dikatakan lebih signifikan ketimbang KY dengan komposisi anggota yang mayoritas berasal dari non-judicial members. Besar – kecilnya peran tersebut juga bervariasi diantara apakah komposisi judicial members berasal dari hakim tingkat atas atau dari hakim tingkat bawah Model-Fungsi dan Tanggung Jawab Komisi Yudisial Seperti yang seringkali dipaparkan bahwa IFES di dalam laporannya cenderung mengadopsi penelitian yang dilakukan Dr. Wim Voermans pada tahun 1999 dalam membagi model KY menjadi dua bagian besar, yakni: Model Eropa Utara dan Model Eropa Selatan, Eropa Utara lebih berfungsi sebagai buffer antara eksekutif dan peradilan sementara Eropa Selatan cenderung pada supervisory heavy (fungsi pengawasan). Perkembangan yang berbeda terjadi pada tahun 2008 melalui penelitian Chicago University yang mengelompokkan model KY berdasarkan fungsi dan kewenangan menjadi tiga model utama, yaitu:
1. Housekeeping functions (managing budget, material resources, operations); 2. Appointment of judges; 3. Performance evaluation (promotion, discipline, removal and retention of judges, and judicial salaries). Dan secara garis besar terdapat sembilan klasifikasi tugas dan fungsi yang dimiliki berbagai negara, seperti yang digambarkan pada tabel di samping. Eksistensi Komisi Yudisial Diakuinya keberadaan Komisi Yudisial di tingkat dunia setidaknya diindikasikan oleh dua hal, yakni diakuinya lembaga tersebut dalam konstitusi negara dan terbentuknya asosiasi lembaga serupa pada tingkat regional maupun internasional. Di dalam laporan hasil penelitiannya, IFES menegaskan bahwa pembentukan KY yang melalui instrumen Konstitusi negara memberikan dampak yang lebih signifikan terhadap eksistensi dan keberadaan KY di sebuah negara. Berdasarkan preseden yang berlaku pada Amerika Latin dan Eropa Barat khususnya pada negara-negara seperti Perancis, Italia, dan Peru, KY dengan bentukan di Konstitusi memiliki kedudukan yang
sulit untuk diganggu gugat. Hal ini juga dibuktikan oleh Chicago University, melalui data empirik yang mereka peroleh dari Illinois University dibuktikan bahwa dari 121negara yang memiki KY pada sistem ketatanegaraannya, maka 93 diantaranya disebutkan di dalam Konstitusinya, sementara hanya 28 negara dimana KY dibentuk melalui instrumen lain di luar Konstitusi. Chicago University juga menegaskan bahwa saat ini telah terbentuk semacam asosiasi bagi lembaga seperti Komisi Yudisial pada beberapa kawasan, seperti misalnya di Amerika Serikat. KY pada masing-masing negara di AS memiliki semacam asosiasi institusi KY pada tingkat federal yang secara rutin melakukan pertemuan dan menciptakan forum di antara mereka sendiri dalam rangka bertukar informasi serta ilmu terkait peradilan. Di Amerika Serikat pertemuan tahunan asosiasi ini dinamakan The Association of Judicial Disciplinary Council Annual Meeting and Conference , salah satu kota tempat penyelenggaraannya ialah Washington D.C. Di lain tempat, praktek serupa juga terdapat di Eropa barat melalui Consultative Council of European Judges (CCJE).
EDISI DESEMBER 2011 - JANUARI 2012 VOL. VI - NO. 3
49
INTERNASIONAL
Myanmar Mendirikan Komisi Hak Asasi Manusia
http://www.en.wikipedia.org
Prasita
Bendera Myanmar
P
emerintahan sipil Myanmar di bawah kepemimpinan Presiden Thein Sein akhirnya berhasil mendirikan Komisi Hak Asasi Manusia. Lembaga yang bertujuan melindungi dan menjaga hak-hak dasar warga negara Myanmar ini beranggotakan 15 orang pensiunan pegawai pemerintahan, diplomat dan akademisi. Sementara itu, belum ada kejelasan dari pemerintah Myanmar mengenai lingkup kerja dan kewenangan Komisi ini. Berdirinya institusi perlindungan HAM di Myanmar tak lepas dari kunjungan yang dilakukan oleh utusan HAM PBB untuk Myanmar, Tomas Ojea Quintana, pada bulan Agustus lalu. Dalam kunjungannya tersebut, Quintana diperkenankan untuk menemui tahanan di penjara Insein. Penjara ini merupakan penjara yang terkenal kejam dalam memperlakukan tahanannya. Salah satu pesan yang disampaikan Quintana
50
EDISI DESEMBER 2011 - JANUARI 2012 VOL. VI - NO. 3
kepada pemerintah Myanmar adalah agar pemerintah segera mendirikan komisi yang melindungi hak asasi masyarakatnya. Karena itu, setelah pendirian Komisi tersebut, Quintana merespon dengan positif seraya menghimbau agar nantinya institusi tersebut benar-benar menjadi institusi yang independen.Sebelumnya di Negara ini pernah berdiri lembaga serupa, namun lembaga tersebut tidak menjalankan fungsinya dengan baik. Saat ini, Sidang Majelis Umum PBB sedang membahas usulan untuk melakukan penyelidikan terhadap pelanggaran HAM yang pernah dilakukan pemerintah Myanmar terhadap warga negaranya. Myanmar sendiri dikucilkan dalam pergaulan internasional karena tekanan politik yang dilakukan pemerintah militer sebelumnya terhadap aktivis pro demokrasi dan tindakan berlebihan terhadap para pemberontak di wilayah perbatasan. Karena tindakan
tersebut, Amerika Serikat pernah memberlakukan embargo ekonomi terhadap Myanmar. Karena itulah Presiden Thein Sein yang mulai menjabat pada bulan Maret lalu menghadapi banyak pekerjaan yang harus diselesaikan. Pemerintahan sipil ini berusaha keras untuk memperbaiki citra Myanmar di mata dunia internasional. Sejak menjabat, Presiden Thein Sein menghimbau agar aktivis politik yang mengasingkan diri karena beroposisi dengan pemerintah militer untuk kembali ke Myanmar. Tokoh pro demokrasi yang pernah meraih nobel perdamaian, Aung San Suu Kyi, yang sempat menjadi tahanan rumah, diundang ke Naypyidaw untuk bertemu dengan Presiden Thein Sein.
Penjara Insein Penjara Insein terletak di dekat kota Yangoon, bekas ibukota Negara Myanmar. Penjara ini digunakan oleh pemerintah militer untuk menahan orang-orang yang menentang pemerintah. Aung San Suu Kyi pernah ditahan di penjara ini pada tahun 2003, 2007 dan 2009. Selain itu, terdapat pula Sithu Zeya, salah seorang jurnalis muda Myanmar yang ditangkap karena telah memotret serangan yang dilakukan pemerintah militer terhadap penduduk sipil. Ia ditangkap pada bulan April 2010 dan dihukum 8 tahun penjara. Penjara Insein di mata para aktivis HAM terkenal dengan perlakuan yang kurang manusiawi terhadap para tahanannya. Tomas Ojea Quintana merupakan orang asing pertama yang diperkenankan oleh pemerintah Myanmar untuk mengunjungi penjara ini.
P
Pengadilan Italia Vonis 110 Anggota Mafia Prasita yang terkait dengan sindikat kejahatan. Masing-masing dari mereka dihukum 16 dan 14 tahun penjara. Sementara itu Pasquale Zappia, yang memimpin operasi kelompok ‘Ndrangheta’ di wilayah Milan, harus dilarikan ke rumah sakit saat diberikan vonis 12 tahun penjara oleh hakim. Kelompok ‘Ndrangheta’ ini memiliki basis operasi di sebelah selatan Italia, tepatnya di wilayah Calabria. Namun dalam praktek kejahatannya,‘Ndrangheta’
terkenal ketika terjadi pembantaian Duisburg di Jerman. Pada saat itu enam mafia tewas di tangan penembak yang berasal dari Italia setelah terjadi perselisihan antar klan mafia. Kekuatan ‘Ndrangheta’ dalam beberapa tahun terakhir meningkat pesat dan dinilai lebih berbahaya dibanding kelompok Cosa Nostra yang berbasis di Sisilia. Polisi telah melakukan operasi jangka panjang dan terbesar dalam beberapa dekade terakhir ini untuk
telah menyebarkan pengaruh di bidang keuangan dan dunia fashion di kota Milan. Kelompok mafia yang tertangkap tersebut merupakan salah satu bagian dari klan-klan mafia yang ada di kota Milan. Kelompok-kelompok mafia ini memiliki sumber daya keuangan yang cukup besar yang diperoleh dari aktivitas kejahatan seperti perdagangan narkotik, pemerasan dan pencucian uang. Meskipun kelompok ‘Ndrangheta’ tidak seterkenal kelompok mafia lain, namun kelompok ini memiliki kekuatan dalam mengendalikan perdagangan obat-obatan terlarang dari Amerika Selatan ke Eropa. ‘Ndrangheta’ menjadi
mengejar anggota mafia ‘Ndrangheta’. Seperti yang dikutip dari dailymail.co.uk, dalam proses investigasi, polisi tidak semata-mata menggunakan data yang diperoleh dari informan. Sebagai gantinya, polisi mengandalkan lebih dari satu juta penyadapan telepon yang dilakukan dalam dua tahun terkhir. Dari penyadapan tersebut, pengadilan dapat mendengar hingga 25.000 jam percakapan telepon yang dilakukan anggota mafia. Untuk operasi ini, polisi menanam alat penyadap di mobil, rumah, restoran hingga di tempat laundry yang biasa digunakan oleh para anggota mafia itu.
• http://rimanews.com
• http://www.mediaindonesia.com
e r te n g a h a n N ove m b e r 2011 pengadilan kota Milan, Italia Utara menjatuhkan vonis kepada 110 anggota kelompok mafia ‘Ndrangheta’ yang kerap beroperasi di wilayah Calabria. Sidang yang diselenggarakan pada Sabtu (19/11/2011) tersebut sempat diwarnai kericuhan ketika hakim membacakan putusannya. Hakim tersebut dicemooh dan diejek oleh para terdakwa karena telah memberi hukuman dengan total lebih dari 1000 tahun penjara untuk mereka. Pengadilan atas kasus ini melibatkan pengamanan ekstra, terutama pada saat pembacaan putusan, mengingat sebelumnya pernah terdapat kasus di mana hakim yang terkenal sebagai anti
Penangkapan mafia Ndrangheta di Italia
mafia, Paolo Borsellino dan Giovanni Falcone, dibunuh oleh anggota mafia. Pengacara yang mewakili mafia diberi perlindungan ekstra setelah sebelumnya dicemooh dan diancam oleh anggota mafia. Para terdakwa dituduh mencakup segala hal terkait dengan kejahatan perkumpulan mafia. Dalam putusan hakim, para terdakwa mendapat vonis antara 2 hingga 16 tahun penjara. Sementara sembilan orang terdakwa dibebaskan oleh hakim. Menurut AFP, hukuman paling berat ditujukan kepada Alessandro Manno dan Cosimo Barranca. Mereka adalah pemimpin dua keluarga mafia
EDISI DESEMBER 2011 - JANUARI 2012 VOL. VI - NO. 3
51
DOTKOM
Menengok Situs PTUN Palembang Adnan
Menurut National Legal Reform Program (NLRP) dalam buku berjudul “Sebuah Penilaian Atas Website Pengadilan Tahun 2010” situs Pengadilan Tata Usaha Negara Palembang mendapatkan nilai tertinggi ditinjau dari kelengkapan fitur yang dimiliki dan kemuktakhiran informasi.
U
ntuk lebih jelasnya kita bisa buka alamat situs di http:// www.ptun.palembang. go.id. Dari mulai profil lembaga, personil, kepaniteraan, kesekretariatan sampai pada Redaksi pengelola situs terpampang disini. Untuk memulai sesuatu yang baik, dalam konteks keterbukaan informasi melalui situs lembaga mungkin cukup sulit. Apalagi keterbukaan informasi mengenai anggaran. Maka patut diacungi jempol bila keterbukaan informasi soal anggaran telah dimulai dan dapat terus dijalankan dengan konsistensi yang tinggi. Pada situs PTUN Palembang kita dapat melihat arus keuangan yang terpampang jelas. Coba kita lihat pada fitur Transparansi. Disana ada 4 tab isian, seperti laporan keuangan perkara yang lengkap disajikan per bulannya mulai tahun 2009 sampai tahun 2011, laporan realisasi DIPA, laporan PNPB dan terakhir biaya panjar perkara yang semuanya diperbaharui secara lengkap per bulan.
52
EDISI DESEMBER 2011 - JANUARI 2012 VOL. VI - NO. 3
Selain sisi anggaran, pada situs PTUN Palembang juga terpampang info perkara dengan isian yang terus diperbaharui. Di fitur ini akan terlihat perkara yang sedang dalam proses banding, kasasi dan peninjauan kembali. Bila dijelajahi, di fitur info perkara akan terlihat juga tampilan data-data perkara masuk, perkara putus, perkara yang dicabut dan statistik perkara. Selain itu yang tidak kalah penting adalah jadwal agenda persidangan yang disajikan secara rolling text sehingga memudahkan para pengunjung situs dalam memantau perkara yang disidangkan, khususnya bagi mereka yang sedang berperkara di pengadilan ini. Sekedar catatan kecil mengenai statistik perkara
ini, sebaiknya juga menambahkan informasi perkara-perkara apa saja yang disidangkan untuk menambah khazanah pengetahuan seputar dunia peradilan bagi pengunjung situs. Selain fitur-fitur informasi di atas, situn PTUN Palembang juga menampilkan fitur lain seperti Arsip yang berisikan arsip berita, artikel, e-dokumen dan aplikasi. Selain berisi informasi yang sifatnya teks, situs PTUN Palembang berusaha menarik pengunjung situsnya dengan menampilkan galeri foto. Galeri foto berisikan kegiatan-kegiatan seputar pengadilan ini. Mulai kegiatan pelantikan wakil ketua pengadilan, upacara bendera, acara pisah sambut, sampai dengan kegiatan olah raga futsal. Namun sayang foto-foto yang dimuat hanya ditulisi judul saja, tidak
menambahkan caption seperti tulisan pengantar singkat dalam momen kejadian yang berisikan waktu dan tanggal diambilnya momen tersebut. Dibawah fitur galeri foto dapat kita temukan fitur buku tamu. Disini kita bisa melihat feed back pengunjung situs pengadilan, dalam bentuk komentar-komentar. Hal unik yang dapat ditemui di situs PTUN Palembang ini adalah dimuatnya fitur Galeri Wisata. Rasanya tidak lazim dalam suatu situs pengadilan terpampang objek-objek wisata. Mungkin tujuannya adalah terbangun sinergi yang positif antara pihak pengadilan dan pemerintah daerah dalam membangun kotanya. Patut pula diapresiasi di situs PTUN Palembang adalah keberadaan fitur Pilihan Bahasa. Bila melihat kolom sebelah kiri situs disana terpampang
tiga pilihan bahasa selain bahasa Indonesia yaitu bahasa Arab, Inggris dan Rusia. Hal ini merupakan nilai plus dari situs PTUN Palembang karena keberadaan suatu situs ini tidak hanya diperuntukkan bagi masyarakat Indonesia saja tapi juga masyarakat dunia, yang tak menutup kemungkinan ingin melihat kinerja pengadilan ini. Bila kita pilih salah satu dari ketiga gambar bendera tersebut secara serta merta bahasa yang kita inginkan berubah. Hal unik terakhir adalah fitur yang letaknya di bagian paling bawah situs, yaitu fitur Catatan dan Kutipan. Fitur ini mengajarkan kepada para pengunjung situs untuk berbuat kebajikan. Saat tulisan ini dibuat yang terpampang di sana adalah catatan Hadist Riwayat At-Tirmizi dan Abu Dzar yang mengatakan “Senyum kalian bagi saudaranya adalah sedekah, beramar ma’ruf dan nahi mungkar yang kalian lakukan untuk saudaranya adalah sedekah, dan kalian menunjukan jalan bagi seseorang yang tersesat adalah sedekah.” Tidak kalah bagusnya, di fitur ini juga memuat kutipan kata-kata dari Schopenhauer yang bertuliskan “Kebanyakan dari kita tidak mensyukuri apa yang sudah kita miliki, tetapi kita selalu menyesali apa yang belum kita capai.” Dedikasi terhadap lembaga/ organisasi serta kedisiplinan yang tinggi adalah kunci utama dalam menggerakan situs yang baik. Semakin lengkap dan jelas informasi yang disajikan, maka semakin baik penilaian dari suatu situs pengadilan.
Sumber : Situs Pengadilan Tata Usaha Negara Palembang “ http://w w w.ptun. palembang.go.id” NLRP “Sebuah Penilaian Atas Website Pengadilan Tahun 2010”. EDISI DESEMBER 2011 - JANUARI 2012 VOL. VI - NO. 3
53
RESENSI
Penyuara Nurani Keadilan
Teladan dari Notoprajan Afifi
Judul Buku : Busyro Muqoddas; Penyuara Nurani Keadilan Penulis : Elza Faiz & Nur Agus Susanto Jumlah Halaman : xxii + 312 Penerbi : Erlangga
Pidato kebudayaan Busyro Muqoddas di Dewan Kesenian Jakarta yang mengemukakan gaya hidup pejabat negara dan anggota legislatif yang kerap pragmatis dan hedonis menuai berbagai tanggapan pro dan kontra.
A
da tanggapan yang disampaik an terkesan menanggapi balik tanpa mengerti muatan moral dari ucapan Busyro tersebut.=. Pernyataan anti hedonis dan anti korupsi menjadi contoh gaya Busyro dalam menyampaikan pernyataan yang mengandung muatan moral. Bungkus pernyataan yang kadang disampaikan dengan sindiran secara halus tanpa menghilangkan subtansi.
54
EDISI DESEMBER 2011 - JANUARI 2012 VOL. VI - NO. 3
Busyro Muqoddas memang bukan orang baru dalam dunia hukum di Indonesia. Kelugasannya dalam membuat pernyataan kocok ulang hakim agung saat menjadi ketua Komisi Yudisial telah memberikan gambaran watak Busyro yang sebenarnya. Hal itu yang menjadi bagian kecil dari mozaik kehidupan Busyro Muqoddas yang dibukukan dengan judul “Busyro Muqoddas: Penyuara Nurani Keadilan”. Buku ini mencoba
merangkum karakter-karakter teladan dalam diri Busyro dalam fase-fase kehidupan yang ditulis secara linear. Karakter yang dimiliki Busyro memang tidak bisa dilepaskan dari pengalaman hidup dan lingkungan keluarga dalam hidupnya. Kesederhanaan dosen Fakultas Hukum UII itu dimulai dengan lingkungan keluarganya yang penuh kesederhanaan saat tinggal di kampung Notoprajan Yogyakarta. Keluarga
EDISI DESEMBER 2011 - JANUARI 2012 VOL. VI - NO. 3
• BULETIN KOMISI YUDISIAL/ADNAN
Ustadz Muqoddas (Ayah Busyro) jauh dengan pemerintah orde baru yang k ampung Notoprajan tersebut dari kemewahan yang bekerja sebagai represif dan militeristik pada saat membuktikan bahwa karakter moral pengajar Pendidikan Guru Agama dan itu. Dari pengalamannya menangani kesederhanaan dan keberanian akan Sekolah Mu’alimin dengan tanggung perkara-perkara sensitif tersebut, suara kebenaran tidak dapat dibentuk jawab untuk mendidik lima anak Busyro mengaku mendapatkan secara instan sebagai citra, tetapi laki-laki dan dua perempuan. intimidasi aparat militer dan intelijen. dibangun dari proses hidup dan Diungkapkan oleh Busyro bahwa Hal tersebut merupakan proses ujian-ujian dari luar diri. harta benda yang paling berharga baginya yang tidak bisa didapatkan Lingkungan keluarga Busyro adalah radio dan dua sepeda onthel, di bangku kuliah. Pembelajaran yang kental akan nilai-nilai dakwah bahkan televisi saja tidak punya. tersebut membawa hikmah berupa Muhammadiyah telah memberikan Kesederhanaan dari sang ayah terasahnya mental berani Busyro dalam fondasi diri dari agar karakter diri tidak dan lingkungan keluarga itu yang menyampaikan kebenaran. Keberanian mudah terhempas dengan rayuan menginspirasi keseharian Busyro dalam mengutarakan kebenaran korupsi dan godaan fasilitas negara dan karakter kepemimpinannya saat tersebut disampaikannya dengan halus yang memanjakan pejabat. Melalui memimpin Komisi Yudisial. sesuai dengan kultur Jawa yang ada cerita hidup Busyro Muqoddas, buku Saat menjadi ketua Komisi Yudisial dalam diri Busyro. ini mengajarkan akan nilai-nilai dasar yang berstatus pejabat tinggi negara, Karakter kesederhanaan dan kepemimpinan yang mutlak dimiliki pria kelahiran 17 Juli 1952 ini menolak keberanian dalam menyuarakan oleh seorang pemimpin bahwa untuk menggunakan mobil dinas kebenaran yang menjadi watak khas pemimpin harus membawa jiwa-jiwa ‘Crown Royal Saloon’ dan pergi ke mana Busyro merupakan bagian dari muatan profetik (kenabian) dalam membawa saja tanpa kawalan polisi. Pernyataan moral yang disampaikan dalam buku kemanfaatan pada umat manusia. perilaku hedon yang dilakukan pejabat biografi Busyro Muqoddas. Memang benar apa yang menjadi dan anggota DPR yang disampaikan Buku tersebut tidak hanya ungkapan favorit Busyro kalau Busyro adalah dari hasil pengamatan menuliskan perjalanan hidup tokoh sebaik-baiknya manusia adalah yang sehari-hari mengingat Busyro dalam utama dalam buku, tetapi juga bermanfaat bagi orang lain. Setidaknya, kesehariannya juga bergaul dengan membawa pesan moral berharga tiga tahun lagi sebagai Pimpinan KPK pejabat dan anggota DPR. tentang karakter seseorang yang dapat membawa manfaat pada agenda Karakter keberanian Busyro dibangun melalui perjalanan hidup. pembumihangusan korupsi di bumi sangat terasa saat memimpin Komisi Kisah hidup anak bangsa kelahiran Indonesia. Yudisial untuk menjalankan proses reformasi peradilan terbentuk dari pengalaman menjadi advokat selama 26 tahun. Ramuan antara keteguhan, keberanian, dan idealisme didapatkannya saat menjadi pembela k o r b a n Pe n e m b a k a n Misterius (Petrus), perkara Komando Jihad, perkara Mozes Gatotkaca, dan Kuningisasi. Perkara yang pernah ditangani Busyro tersebut bukanlah perkara yang sederhana. Mengingat beberapa perkara tersebut baik Penyerahan secara simbolis buku Biografi M Busyro Muqoddas kepada para tokoh langsung maupun tidak saat peluncuran buku tersebut di auditorium KY langsung bersentuhan
55
KONSULTASI HUKUM
A
Pertanyaan: nak saya duduk di SMA Kelas II dan terlibat dalam kasus pidana. Menurut penjelasan yang saya terima dari Pihak Penyidik kasusnya adalah tawuran antar geng, dimana ada korban yang luka-luka dan masih dirawat di rumah sakit. Anak saya telah ditahan oleh Penyidik dan perkaranya sudah diberkaskan dan diteruskan ke Kejaksaan, dan akan segera disidangkan. Pertanyaannya apa yang saya dapat perbuat untuk dapat menolong anak saya, karena anak saya tersebut hanya ikut-ikutan karena setia kawan. Harap saya dijelaskan tentang proses hukum terhadap anak saya padahal anak saya tersebut masih sekolah.
Jawaban : Yang perlu diketahui pertama adalah apakah anak Ibu sudah berusia 18 tahun dan sudah pernah kawin atau belum. Kalau sudah berusia 18 tahun ke atas maka proses pemeriksaan dari sejak penyidikan sampai ke persidangan akan berlaku sepenuhnya menurut ketentuan KUHAP. Namun apabila anak Ibu belum berusia 18 tahun dan belum kawin maka proses penanganan perkara sangat berbeda. Ketentuan yang mengatur tentang anak yang terlibat melakukan tindak pidana adalah Undang-Undang No.3 Tahun 1997 Tentang Pengadilan Anak. Pengadilan Anak adalah pengadilan khusus di lingkup peradilan umum. Anak Ibu sejak proses awal di Polisi kemudian di Kejaksaan dan Pengadilan ditangani sesuai ketentuan 56
EDISI DESEMBER 2011 - JANUARI 2012 VOL. VI - NO. 3
undang-undang tersebut. Karena tujuan undang-undang tersebut ialah memberi pembinaan dan perlindungan dalam rangka, menjamin pertumbuhan dan perkembangan fisik, mental dan sosial secara utuh, serasi, selaras dan seimbang bagi anak. Polisi yang menyidik adalah polisi yang diangkat secara khusus oleh Kapolri demikian pula Jaksa Penuntut Umum-nya oleh Jaksa Agung dan hakim oleh Ketua Mahkamah Agung, yang wajib memeriksa anak dalam suasana kekeluargaan dan untuk itu wajib meminta kerja sama dengan pertimbangan dari Pe m b i m b i n g K e m a s ya ra k at a n yaitu petugas pemasyarakatan dari Balai Pemasyarakatan atau dari ahli pendidikan, ahli kesehatan jiwa, ahli agama atau petugas kemasyarakatan lainnya. Karena penanganan anak Ibu sudah sampai pada tahap persidangan maka untuk mempersingkat penjelasan dapat diberi jawaban sebagai berikut: Sebagai orang tua maka Ibu/Bapak wajib hadir dalam sidang anak Ibu, didampingi Penasihat Hukum dan pembimbing kemasyarakatan. Peran pembimbing kemasyarakatan ini pentingkarena petugas inilah yang telah lebih dahulu meneliti keadaan anak Ibu dan keluarga Ibu yang kesimpulannya akan disampaikan kepada hakim sebelum persidangan dibuka untuk umum. Hakim yang menyidangkan perkara tersebut adalah hakim tunggal, baik di pengadilan negeri, pengadilan tinggi, maupun kasasi di Mahkamah Agung, dan sidang tertutup untuk umum. Namun
• DOK. BULETIN KOMISI YUDISIAL
Peradilan Anak
A.J. Day Tenaga Ahli Komisi Yudisial ketika diucapkan putusan, sidang harus terbuka untuk umum. Ibu sebagai orang tua wajib terus hadir dalam persidangan mendampingi anak Ibu dan akan diberi kesempatan untuk mengemukakan segala hal-ihwal yang dapat bermanfaat bagi anak Ibu. Hal lain yang perlu diperjelas ialah bahwa apabila anak Ibu karena satu dan lain sebab baru diajukan ke persidangan sesudah melewati usia 18 tahun, anak Ibu tetap harus disidangkan oleh pengadilan anak. Hakim hanya boleh menahan anak Ibu selama 15 hari, sedangkan Penuntut Umum hanya 10 hari. Bagi hakim dan Jaksa penuntut Umum ada dua pilihan sanksi yang dapat diterapkan buat anak Ibu bila terbukti bersalah di persidangan. Pertama pidana berupa penjara, kurungan, denda atau pengawasan sebesar setengah dari hukuman penjara orang dewasa. Kedua ,tindakan berupa pengembalian kepada orang tua, menyerahkan kepada negara yaitu Lapas Anak dan menjadi Anak Negara untuk pendidikan, pembinaan dan latihan kerja, atau mengalihkan kepada Kementerian Sosial atau organisasi sosial kemasyarakatan yang bergerak dibidang pendidikan, pembinaan dan latihan kerja. Demikian penjelasan singkat ini, semoga bermanfaat untuk Ibu.
KESEHATAN
• DOK. BULETIN YUDISIAL
FARINGITIS
dr. Diah Farida
Pertanyaan:
S
aya sekarang batuk, tenggorokan sakit kalau menelan. Kenapa ya dok saya sering sekali sakit tenggorokan. Kadang-kadang badan sampai meriang, sakit kepala, dan terpaksa izin tidak masuk kerja. Apak ah ada pencegahannya supaya tidak sering sakit tenggorokan? Mohon sarannya. Terimakasih. Alif 26 tahun
seperti tenggorokan gatal dan rasa kering. Tapi terkadang juga mengalami eksaserbasi akut dengan gejala mirip radang akut. Radang tenggorokan menahun ini disebabkan oleh zat-zat iritan seperti alergi, merokok dan polusi udara juga oleh makanan yang digoreng. Bila Pak Alif hampir setiap bulan menderita faringitis maka radang tenggorokan Bapak termasuk kronis dan kadang mengalami kekambuhan menjadi eksaserbasi akut. Sebaiknya Bapak menghindari faktor penyebab faringitis kronis seperti yang tersebut diatas. Pada saat pemeriksaan, dokter akan menemukan peradangan pada daerah selaput lendir faring dengan tanda berupa kemerahan, bengkak, dan bercak-bercak berwarna keputihan. Pada kasus yang berat bisa ditemukan nanah atau eksudat, serta ditemukan pembesaran kelenjar saat pemeriksaan kelenjar limfe di leher dan belakang telinga. Gambar faringitis akut: tampak tenggorokan merah meradang.
Jawab: Sebelumnya saya doakan semoga Pak Alif segera sembuh dari radang tenggorokannya. Penyakit ini sering berjangkit di daerah tropis seperti negara kita . Disebut faringitis karena menginfeksi faring (tenggorokan), sebagian besar disebabkan oleh infeksi virus (80%), selebihnya oleh bakteri dan iritan. Virus dan bakteri bisa menimbulkan faringitis akut, dengan gejala yang tiba-tiba dan berat seperti demam tinggi dan nyeri ketika menelan. Sedangkan faringitis kronis hilang timbul sepanjang tahun dengan gejala yang lebih ringan
Gambar faringitis: tampak tenggorokan dengan selaput putih tanda infeksi bakteri streptokokkus dengan komplikasi amandel
Pengobatan faringitis sebenarnya mudah dengan tingkat kesembuhan yang tinggi, bahkan sebagian besar faringitis bisa sembuh sendiri dalam beberapa hari karena 80% penyakit ini disebabkan oleh virus yang akan dilawan oleh kekebalan tubuh kita. Dokter akan memberikan obat symptomatis untuk mengurangi gejala penyakit seperti nyeri telan dengan analgesic dan demam dengan antipiretik, antara lain Paracetamol atau Ibuprofen. Jadi tidak semua radang tenggorokan perlu antibiotik, bahkan 80% tidak perlu antibiotika. Sebagian kecil faringitis disebabkan oleh bakteri, pada pemeriksaan tenggorokan terlihat peradangan dan terdapat bercak-bercak putih, bisa juga disertai pernanahan. Sebaiknya dilakukan pemeriksaan hapusan tenggorokan untuk mengetahui penyebabnya bakteri atau bukan dan jenis bakterinya pula, umumnya oleh streptococcus grup A. Bila faringitis disebabkan oleh bakteri, baru diperlukan antibiotika yang adekuat untuk membunuh bakteri tersebut. Yang harus kita perhatikan adalah pemakaian antibiotik yang benar, dosis dan lamanya harus sesuai anjuran dokter, agar bakteri benar-benar mati dan tidak resisten. Perlu diperhatikan, jangan meminum antibiotik sendiri tanpa memeriksakan diri ke dokter terlebih dahulu karena berbahaya. EDISI DESEMBER 2011 - JANUARI 2012 VOL. VI - NO. 3
57
RELUNG
P
ada suatu malam, seorang buta berpamitan pulang dari rumah sahabatnya. Sang sahabat membekalinya dengan sebuah lentera pelita. Orang buta itu terbahak berkata: “Buat apa saya bawa pelita? Kan sama saja buat saya! Saya bisa pulang kok.” Dengan lembut sahabatnya menjawab, “Ini agar orang lain bisa melihat kamu, biar mereka tidak menabrakmu.” Akhirnya orang buta itu setuju untuk membawa pelita tersebut. Tak berapa lama, dalam perjalanan, seorang pejalan menabrak si buta. Dalam kagetnya, ia mengomel, “Hei, kamu kan punya mata! Beri jalan buat orang buta dong!”Tanpa berbalas sapa, mereka pun saling berlalu. Lebih lanjut, seorang pejalan lainnya menabrak si buta. Kali ini si buta bertambah marah, “Apa kamu buta?Tidak bisa lihat ya? Aku bawa pelita ini supaya kamu bisa lihat!” Pejalan itu menukas, “Kamu yang buta! Apa kamu tidak lihat, pelitamu sudah padam!” Si buta tertegun.... Menyadari situasi itu, penabraknya meminta maaf, “Oh, maaf, sayalah yang ‘buta’, saya tidak melihat bahwa Anda adalah orang buta.” Si buta tersipu menjawab, “Tidak apa-apa, maafkan saya juga atas kata-kata kasar saya.” Dengan tulus, si penabrak membantu menyalakan kembali pelita yang dibawa si buta. Mereka pun melanjutkan perjalanan masing-masing. Dalam perjalanan selanjutnya, ada lagi pejalan yang menabrak orang buta kita. Kali ini, si buta lebih berhati-hati, dia bertanya dengan santun, “Maaf, apakah pelita saya padam?” Penabraknya menjawab, “Lho, saya justru mau menanyakan hal yang sama.” Senyap sejenak... secara berbarengan mereka bertanya, “Apakah Anda orang buta?” Secara serempak pun mereka menjawab, “Iya...,” sembari meledak dalam tawa. Mereka pun berupaya saling membantu menemukan kembali pelita mereka yang berjatuhan sehabis bertabrakan. Pada waktu itu juga, seseorang lewat. Dalam keremangan malam, nyaris saja ia menubruk 58
EDISI DESEMBER 2011 - JANUARI 2012 VOL. VI - NO. 3
Orang buta dan pelita kedua orang yang sedang mencari-cari pelita tersebut. Ia pun berlalu, tanpa mengetahui bahwa mereka adalah orang buta.Timbul pikiran dalam benak orang ini, “Rasanya saya perlu membawa pelita juga, jadi saya bisa melihat jalan dengan lebih baik, orang lain juga bisa ikut melihat jalan mereka.” Pelita melambangkan terang kebijaksanaan. Membawa pelita berarti menjalankan kebijaksanaan dalam hidup. Pelita, sama halnya dengan kebijaksanaan, melindungi kita dan pihak lain dari berbagai aral rintangan (tabrakan!) .
Si buta pertama mewakili mereka yang terselubungi kegelapan batin, keangkuhan, kebebalan, ego, dan kemarahan. Selalu menunjuk ke arah orang lain, tidak sadar bahwa lebih banyak jarinya yang menunjuk ke arah dirinya sendiri. Dalam perjalanan “pulang”, ia belajar menjadi bijak melalui peristiwa demi peristiwa yang dialaminya. Ia
menjadi lebih rendah hati karena menyadari kebutaannya dan dengan adanya belas kasih dari pihak lain. Ia juga belajar menjadi pemaaf. Penabrak pertama mewakili orang-orang pada umumnya, yang kurang kesadaran, yang kurang peduli. Kadang, mereka memilih untuk “membuta” walaupun mereka bisa melihat. Penabrak kedua mewakili mereka yang seolah bertentangan dengan kita, yang sebetulnya menunjukkan kekeliruan kita, sengaja atau tidak sengaja. Mereka bisa menjadi guru-guru terbaik kita.Tak seorang pun yang mau jadi buta, sudah selayaknya kita saling memaklumi dan saling membantu.
kita.
Orang buta kedua mewakili mereka yang sama-sama gelap batin dengan kita. Betapa sulitnya menyalakan pelita kalau kita bahkan tidak bisa melihat pelitanya. Orang buta sulit menuntun orang buta lainnya. Itulah pentingnya untuk terus belajar agar kita menjadi makin melek, semakin bijaksana. Orang terakhir yang lewat mewakili mereka yang cukup sadar akan pentingnya memiliki pelita kebijaksanaan. Sudahkah kita sulut pelita dalam diri kita masing-masing? Jika sudah, apakah nyalanya masih terang, atau bahkan nyaris padam? JADILAH PELITA, bagi diri kita sendiri dan sekitar
Sebuah pepatah berusia 25 abad mengatakan: Sejuta pelita dapat dinyalakan dari sebuah pelita, dan nyala pelita pertama tidak akan meredup. Pelita kebijaksanaan pun, tak kan pernah habis terbagi. (Dari berbagai sumber)