BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1
Kantin Sehat Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, Kantin adalah ruang tempat
menjual makanan dan minuman (di sekolah, di kantor, di asrama, dan sebagainya). Menurut Wikipedia, Kantin (dari bahasa Belanda: Kantine) adalah sebuah ruangan dalam sebuah gedung umum yang dapat digunakan untuk makan, baik makanan yang dibawa sendiri maupun yang dibeli disana. Kantin adalah tempat usaha komersial yang ruang lingkup kegiatannya menyediakan makanan dan minuman untuk umum di tempat usahanya. Kantin merupakan salah satu tempat untuk menjual makanan dan minuman juga sebagai tempat bertemunya masyarakat dalam hal ini siswa-siswi dan para guru (Depkes, RI, 2003). Kantin sekolah dapat dikelompokkan menjadi dua jenis yaitu kantin dengan ruangan tertutup dan kantin dengan ruangan terbuka seperti di koridor atau di halaman sekolah. Meskipun kantin berada di ruang terbuka, namun ruang pengolahan dan tempat penyajian makanan harus dalam keadaan tertutup. Kedua jenis kantin ini harus memiliki sarana dan prasarana sebagai berikut: sumber air bersih, tempat penyimpanan, tempat pengolahan, tempat penyajian dan ruang makan, fasilitas sanitasi, perlengkapan kerja dan tempat pembuangan limbah (Nuraida, L. dkk, 2011). Kantin dengan ruang tertutup harus mempunyai bangunan tetap dengan persyaratan tertentu, sedangkan ruang terbuka (koridor atau halaman) harus mempunyai tempat tertutup untuk persiapan dan pengolahan serta penyajian makanan dan minuman. Persyaratan bangunan untuk kantin dengan ruang tertutup adalah sebagai berikut (Nuraida, L. dkk, 2011): a.
Lantai kedap air, rata, halus tetapi tidak licin, kuat, dibuat miring sehingga mudah dibersihkan.
b.
Dinding kedap air, rata, halus, berwarna terang, tahan lama, tidak mudah mengelupas, dan kuat sehingga mudah dibersihkan.
6 Universitas Sumatera Utara
c.
Langit-langi terbuat dari bahan tahan lama, tidak bocor, tidak berlubanglubang, dan tidak mudah mengelupas serta mudah dibersihkan.
d.
Pintu, jendela dan ventilasi kantin dibuat dari bahan tahan lama, tidak mudah pecah, rata, halus, dapat dibuka tutup dengan baik, dilengkapi dengan kasa yang dapat dilepas sehingga mudah dibersihkan.
e.
Untuk ruang pengolahan dan penyajian serta tempat makan di ruang makan, lubang angin/ventilasi minimal 2 buah dengan luas keseluruhan lubang ventilasi 20% terhadap luas lantai harus tersedia. Kantin dengan ruangan tertutup maupun terbuka harus mempunyai suplai
air bersih yang cukup, baik untuk kebutuhan pengolahan maupun kebutuhan pencucian dan pembersihan. Air dapat diperoleh dari PAM maupun dari sumur. Untuk air yang digunakan memasak dan disimpan dalam ember, jangan kotori air dengan mencelupkan tangan. Gunakan gayung bertangkai panjang untuk mengeluarkan air dari ember/wadah air. Wadah air harus selalu tertutup. Air harus bebas dari mikroba dan bahan kimia yang dapat membahayakan kesehatan seseorang, tidak berwarna dan berbau. Air yang digunakan harus memenuhi syarat kualitas air bersih dan atau air minum. Air yang digunakan untuk memasak atau mencuci bahan pangan memenuhi persyaratan bahan baku air minum (Nuraida, L. dkk, 2011). Ruang pengolahan atau persiapan makanan mempunyai persyaratan yang sama, baik untuk kantin terbuka maupun kantin ruang tertutup. Ruang pengolahan selalu dalam keadaan bersih dan terpisah dari ruang penyajian dan ruang makan. Ruang pengolahan atau persiapan makanan harus tertutup. Terdapat tempat/meja yang permanen dengan permukaan halus, tidak bercelah, dan mudah dibersihkan untuk pengolahan atau penyiapan makanan. Ruang pengolahan tidak berdesakan sehingga karyawan yang sedang bekerja dapat leluasa bergerak. Terdapat lapu penerangan yang cukup terang dan lampu penerangan tidak berada langsung di atas meja pengolahan makanan. Terdapat ventilasi yang cukup agar udara panas dan lembab di dalam ruangan pengolahan dapat dibuang keluar dan diganti dengan udara segar (Nuraida, L. dkk, 2011). 7 Universitas Sumatera Utara
Kantin ruang tertutup maupun kantin ruang terbuka harus mempunyai tempat penyajian makanan seperti etalase atau lemari kaca yang memungkinkan konsumen dapat melihat makanan yang disajikan dengan jelas. Tempat penyajian makanan ini harus selalu tertutup untuk melindungi makanan dari debu, serangga dan binatang lain. Makanan camilan harus mempunyai tempat penyajian yang terpisah dari tempat penyajian makanan sepinggan. Makanan camilan yang dikemas dapat digantung atau ditempatkan dalam wadah yang terlindung dari sinar matahari langsung atau debu. Buah potong harus mempunyai tempat penyajian tersendiri dan dijaga kebersihannya, terhindar dari kontaminasi debu, serta sedapat mungkin dalam keadaan dingin/didinginkan (Nuraida, L. dkk, 2011). Kantin harus menyediakan meja dan kursi dalam jumlah cukup dan nyaman. Meja dan kursi harus selalu dalam keadaan bersih, tidak berdesakan sehingga setiap konsumen dapat leluasa bergerak. Permukaan meja harus mudah dibersihkan. Untuk kantin dalam ruang tertutup, ruang makan harus mempunyai ventilasi yang cukup. Untuk kantin yang menggunakan koridor, taman atau halaman sekolah sebagai tempat makan, tempat tersebut harus selalu dijaga kebersihannya, rindang (tidak terkena matahari langsung jika tidak ada atap), ada pertukaran udara, serta jauh dari tempat penampungan sampah, WC dan pembuangan limbah (minimal jarak 20 m) (Nuraida, L. dkk, 2011). Tempat penyimpanan untuk kantin yang tertutup maupun kantin di ruang terbuka mempunyai persyaratan yang sama. Tempat penyimpanan bahan baku, makanan jadi yang akan disajikan, bahan bukan pangan dan peralatan disipan dalam tempat yang berbeda. Penyimpanan bahan baku dan produk pangan juga harus sesuai dengan suhu penyimpanan yang dianjurkan. Tempat penyimpanan harus terbebas dari bahan pencemar, serangga, tikus, kecoak dan bahan berbahaya lainnya yang tidak boleh disimpan di kantin. Tempat penyimpanan harus mudah dibersihkan (Nuraida, L. dkk, 2011). Kondisi peralatan untuk pengolahan/persiapan makanan di kantin harus mudah dibersihkan, kuat dan tidak mudah berkarat, misalnya peralatan dari bahan tahan karat. Permukaan peralatan yang kontak langsung dengan pangan harus halus, tidak bercelah, tidak mengelupas, dan tidak menyerap air (Nuraida, L. dkk, 2011).
8 Universitas Sumatera Utara
Fasilitas sanitasi kantin mempunyai persyaratan yang sama, baik untuk kantin yang terbuka maupun kantin yang tertutup, yaitu (Nuraida, L. dkk, 2011): a.
Tersedia bak cuci piring dan peralatan dengan air mengalir serta rak piring.
b.
Tersedia wastafel dengan sabun/detergen dan lap bersih atau tissue di tempat makan dan di tempat pengolahan/persiapan makanan.
c.
Tersedia suplai air yang cukup, baik untuk kebutuhan pengolahan maupun untuk kebutuhan pencucian dan pembersihan.
d.
Tersedia alat cuci/pembersih yang terawatt baik seperti sapu lidi, sapu ijuk, selang air, kain lap, sikat pel, dan bahan pembersih seperti sabun/detergen dan bahan sanitasi. Baik kantin terbuka maupun kantin yang tertutup mempunyai persyaratan
pembuangan limbah yang sama antara lain (Nuraida, L. dkk, 2011): a.
Tempat sampah atau limbah padat di kantin harus tersedia dan jumlahnya cukup serta selalu tertutup.
b.
Di dalam maupun di luar kantin harus bebas dari sampah. Jarak kantin dengan tempat penampungan sampah sementara minimal 20 meter.
c.
Ada selokan atau saluran pembuangan air, termasuk air limbah dan berfungsi dengan baik serta mudah dibersihkan bila terjadi penyumbatan.
d.
Terdapat lubang angin yang berfungsi untuk mengalirkan udara segar dan membuang limbah gas hasil pemasakan makanan. Tempat penyimpanan uang di kasir juga harus memnuhi syarat karena
uang merupakan sumber kontaminasi mikroba yang sering tidak disadari. Tempat penyimpanan uang haruus berada jauh dari etalase atau tempat penyajian makanan siap saji. Sebaiknya orang yang menerima pembayaran tidak merangkap sebagai pengolah atau penyaji makanan agar tidak terjadi pemindahan mikroba melalui uang (Nuraida, L. dkk, 2011). 2.2
Pengertian Higiene Sanitasi Dasar
9 Universitas Sumatera Utara
Higiene adalah suatu pencegahan penyakit yang menitikberatkan pada usaha kesehatan perseorangan atau manusia (widyati dan yuliarsih, 2002). Menurut Departemen Kesehatan RI (2003) higiene adalah upaya dengan cara memelihara dan melindungi kebersihan individu subyeknya, sedangkan menurut Azwar (1995), higiene adalah usaha kesehatan masyarakat yang mempelajari pengaruh kondisi lingkungan terhadap manusia, upaya pencegahan timbulnya penyakit karena pengaruh lingkungan tersebut serta membuat kondisi lingkungan sedemikian rupa sehingga terjamin pemeliharaan kesehatan. Sanitasi adalah suatu usaha pencegahan penyakit yang menitikberatkan kegiatan pada usaha kesehatan lingkungan hidup manusia (widyati dan yuliarsih, 2002). Menurut Azwar (1995), sanitasi adalah usaha kesehatan masyarakat yang menitikberatkan pada pengawasan terhadap berbagai faktor lingkungan yang mempengaruhi derajat kesehatan. Sanitasi dasar adalah sanitasi minimum yang diperlukan untuk menyediakan lingkungan sehat yang memenuhi syarat kesehatan yang menitikberatkan
pada
pengawasan
berbagai
faktor
lingkungan
yang
mempengaruhi derajat kesehatan. Upaya sanitasi dasar meliputi penyediaan air bersih, pembuangan kotoran manusia (jamban), pengelolaan sampah (tempat sampah), dan pembuangan air limbah (SPAL) (Azwar, 1995).
2.2.1 Penyediaan Air Bersih Penyediaan air merupakan salah satu kebutuhan utama bagi manusia untuk kalangsungan hidup dan menjadi faktor penentu dalam kesehatan dan kesejahteraan manusia. Sumber daya air dapat dimanfaatkan untuk berbagai keperluan antara lain, untuk kepentingan rumah tangga (domestik), industri, pertanian, perikanan dan saranan lain. Sesuai dengan kebutuhan akan air dan kemajuan teknologi, air permukaan dapat dimanfaatkan lebih luas lagi antara lain untuk sumber baku air minum dan air industri (Sumantri, 2010). Berdasarkan
Peraturan
Menteri
Kesehatan
RI
No.
416/Menkes/Per/IX/1990, yang dimaksud air bersih adalah air bersih yang digunakan untuk keperluan sehari-hari yang kualitasnya memenuhi syarat kesehatan dan dapat diminum apabila telah dimasak. Air bersih merupakan salah
10 Universitas Sumatera Utara
satu kebutuhan manusia untuk memenuhi standar kehidupan manusia secara sehat. Ketersediaan air yang terjangkau dan berkelanjutan menjadi bagian terpenting bagi setiap individu yang tinggal di perkotaan maupun di pedesaan. 2.2.1.1 Syarat Kualitas Air Bersih Pemenuhan kebutuhan akan air bersih haruslah memenuhi syarat kontinuitas, kuantitas dan kualitas (Chandra, 2006) yaitu sebagai berikut: 1.
Syarat Kuantitas Syarat kuantitas adalah jumlah air yang dibutuhkan setiap hari tergantung
kepada aktifitas dan tingkat kebutuhan. Semakin banyak aktifitas yang dilakukan makan kebutuhan air akan semakin besar. 2.
Syarat Kualitas Syarat kualitas meliputi parameter fisik, kima dan mikrobiologis yang
memenuhi syarat kesehatan menurut Peraturan Menteri Kesehatan RI Nomor 416/Menkes/Per/IX/1990 tentang Syarat-syarat dan Pengawasan Kualitas Air (Slamet, 2007). a.
Parameter fisik
Air yang memenuhi persyaratan fisik adalah air yang tidak berbau, jumlah zat padat terlarut (TDS) yang terdiri dari zat organik, garam organik, dan gas terlarut harus rendah, tidak keruh atau jernih, tidak memberi rasa atau tawar, suhu air sebaiknya di bawah suhu udara dan air tidak berwarna. Hal ini untuk menjaga estetis dan mencegah berbagai zat kimia maupun mikroorganisme yang berwarna. b.
Parameter Kimia
Air yang memenuhi persyaratan kimia adalah air yang tidak mengandung zat kimia organik (seperti BOD) dan anorganik (seperti flourida, khlorida, besi, mangan, nitrit, natrium dan sebagainya) yang berlebihan karena dapat membahayakan kesehatan. Selain itu, pH atau derajat keasaman air dalam keadaan netral, tidak asam atau basa, karena jika pH tidak netral dapat melarutkan berbagai elemen kimia yang dilaluinya serta untuk mencegah terjadinya pelarutan logam berat dan korosi jaringan distribusi air. c.
Parameter Radioaktivitas
11 Universitas Sumatera Utara
Sinar alpha, beta, dan gamma memiliki perbedaan dalam kemampuan menembus jaringan tubuh. Kerusakan dapat berupa kematian dan perubahan komposisi genetik. Perubahan genetis dapat menimbulkan berbagai penyakit seperti kanker dan mutasi. Sehingga air yang baik adalah air yang tidak terpapar oleh radioaktivitas. d.
Parameter Mikrobiologis
Parameter mikrobiologis dalam air adalah koliform tinja dan total koliform yaitu sebagai indikator berbagai macam mikroba yang dapat berupa parasit, bakteri pathogen dan virus. Sumber-sumber air di alam pada umumnya mengandung bakteri. Jumlah dan jenis bakteri berbeda sesuai dengan tempat dan kondisi yang mempengaruhinya. Oleh karena itu air yang digunakan untuk keperluan seharihari harus bebas dari bakteri pathogen agar tidak mengganggu kesehatan. 2.2.1.2 Sumber Air Bersih Air yang berada dipermukaan bumi ini dapat berasal dari berbagai sumber. Berdasarkan letak sumbernya, air dapat dibagi menjadi beberapa bagian, yaitu sebagai berikut (Sumantri, 2010): 1) Air Angkasa (Hujan) Air angkasa atau air hujan merupakan sumber air utama di bumi. Air hujan adalah penyubliman awan/uap air menjadi air bumi yang ketika turun dan melalui udara akan melarutkan benda-benda yang terdapat di udara, seperti: Gas (O2, CO2, H2 dan lain-lain), jasad-jasad renik, dan debu. Air hujan cenderung mengalami pencemaran ketika berada diatmosfer. 2) Air Permukaan Air permukaan meliputi badan-badan air semacam sungai, danau telaga, wadu, rawa, air terjun dan sebagian besar berasal dari air hujan yang jatuh ke permukaan bumi. Kemudian air hujan akan mengalami pencemaran baik oleh tanah, sampah maupun lainnya. Dibandingkan dengan yang lainnya, air permukaan adalah air yang paling tercemar akibat kegiatan manusia, fauna, flora dan zat-zat lain. Untuk penggunaan air permukaan sebagai air bersih dalam aktivitas sehari-hari membutuhkan purifikasi bakterial kecuali air terjun karena air tersebut
12 Universitas Sumatera Utara
sebelumnya sudah dibendung oleh alam dan jatuh secara gravitasi sehingga air tidak tercemar. Sedangkan air laut yang mengandung kadar garam yang tinggi jika digunakan untuk air minum, air ini harus menjalani proses ion-exchange. 3) Air Tanah Air tanah berasal dari air hujan yang jatuh ke permukaan bumi yang kemudian mengalami perkolasi atau penyerapan ke dalam tanah dan mengalami proses filtrasi secara alamiah. Dalam perjalanannya ke bawah tanah, air tanah akan menjadi lebih baik dan lebih murni dibandingkan air permukaan. Air tanah dibedakan atas dua macam, air lapisan (layer water) dan air celah (fissure water). Air lapisan adalah air yang terdapat di dalam ruang antara butir-butir tanah. Air celah adalah air yang terdapat di dalam retak retak di dalam tanah. 2.2.1.3 Sarana Penyediaan Air Bersih Sarana penyediaan air bersih adalah bangunan beserta peralatannya yang menghasilkan, menyediakan dan mendistribusikan air tersebut kepada masyarakat. Ada beberapa jenis sarana penyediaan air bersih yang digunakan masyarakat untuk menampung atau untuk mendapatkan air bagi kebutuhan sehari-hari, yaitu sebagai berikut ini (Sanropie, 1984): 1) Sumur Gali (SGL) Sumur gali merupakan sarana penyediaan air bersih yang mudah dijumpai di masyarakat karena merupakan sarana air bersih yang mudah sekali dalam pembuatannya, walaupun demikian sumur gali harus memenuhi syarat-syarat sebagai berikut: a. Jaraknya paling sedikit 10 meter dari sumber pencemaran (TPS, tempat penampugan tinja, tempat tergenangnya air kotoran). b. Dinding sumur sedalam 3 meter dari permukaan tanah harus ditembok atau kedap air. c. Harus ada saluran pembuangan air limbah. d. Lantai harus kedap air dengan radius 1 meter dari dinding sumur.
13 Universitas Sumatera Utara
e. Mempunyai dinding sumur setinggi ±80 cm. f. Tali dan timba tidak boleh terletak dilantai. 2) Penampungan Air Hujan (PAH) Penampungan air hujan adalah sarana penyedian air bersih yang digunakan untuk menampung air hujan sebagai persediaan air bersih dan pengadaan air bersih. 3) Sumur Pompa Sumur pompa adalah sarana penyediaan air bersih yang digunakan untuk menaikkan air dari sumur dengan menggunakan pompa air, baik itu pompa tangan maupun pompa listrik. Ada beberapa jenis sumur pompa, yaitu: a. Sumur pompa tangan dangal (SPTDK) yaitu sumur yang dilengkapi dengan pompa tangan, kedalaman sumur 7 meter. b. Sumur pompa tangan sedang yaitu sumur yang dilengkapi dengan pompa tangan, kedalaman sumur 7-20 meter. c. Sumur pompa tangan dalam yaitu sumur yang dilengkapi dengan pompa dengan kedalaman sumur 20-30 meter. 4) Ledeng atau Perpipaan (PDAM) Ledeng atau perpipaan adalah sarana penyediaan air bersih yang menggunakan jaringan pipa. 2.2.1.4 Pengaruh Air Terhadap Kesehatan Secara khusus, pengaruh air terhadap kesehatan dapat bersifat langsung maupun tidak langsung. Pengaruh tidak langsung adalah pengaruh yang timbul akibat pendayagunaan air yang dapat menurunkan kesejahteraan manusia. Sebagai contoh, pengotoran badan-badan air dengan zat-zat kimia yang dapat menurunkan kadar oksigen terlarut, zat-zat kimia tidak beracun yang sukar diuraikan secara alamiah dan menyebabkan masalah khusus seperti kekeruhan akibat adanya zatzat tersuspensi dan estetika (Slamet, 2002).
14 Universitas Sumatera Utara
Pengaruh langsung terhadap kesehatan tergantung sekali pada kualitas air, karena air dapat menularkan penyakit. Mekanisme penularan penyakit terbagi menjadi empat, yaitu sebagai berikut (Sumantri, 2010): 1) Waterborne mechanism Di dalam mekanisme ini, kuman pathogen dalam air yang dapat menyebabkan penyakit pada manusia ditularkan kepada manusia melalui mulut atau sistem pencernaan. Contoh penyakit yang ditularkan melalui mekanisme ini antara lain kolera, disentri basiler, tifoid, hepatitis viral, dan poliomyelitis. 2) Waterwash mechanism Mekanisme penularan semacam ini berkaitan dengan kebersihan dan perseorangan. Ada tida cara penularan, yaitu: a. Infeksi melalui alat pencernaan, seperti diare pada anak-anak. b. Infeksi melalui kulit dan mata, seperti scabies dan trachoma. c. Penularan melalui binatang pengerat, seperti leptospirosis. 3) Water-based mechanism Penyakit yang ditularkan dengan mekanisme ini memiliki agen penyebab yang menjalani sebagian siklus hidupnya di dalam tubuh vektor atau sebagai intermediate host yang hidup di dalam air. Contohnya schistosomiasis.
4) Water related insect water mechanism Agen penyakit ditularkan melalui gigitan serangga yang berkembang biak di dalam air. Contohnya adalah filariasis, dengue, malaria, dam yellow fever. 2.2.2 Pembuangan Tinja (Jamban) Pembuangan tinja yang merupakan kebutuhan masyarakat yang paling mendesak. Pembuangan tinja yang tidak layak pada tempatnya dapat menimbulkan gangguan kesehatan pada masyarakat, karena tinja dapat
15 Universitas Sumatera Utara
mengandung mikroba pathogen yang dapat menjadi penyebab penyakit bawaan (Widyati dan Yuliarsih, 2002). Air
Mati
Tangan Makanan Minuman Sayur-mayur dsb
Tinja
Penjamu (Host)
Lalat
Tanah
Gambar 1.
Sakit
Skema penyebaran penyakit yang bersumber dari faeces
Dari skema tersebut tampak jelas bahwa peranan tinja dalam penyebaran penyakit sangat besar. Di samping dapat langsung mengkontaminasi makanan, minuman, sayuran, air tanah dan serangga (lalat, kecoak, dan sebagainya) dan bagian tubuh kita dapat terkotaminasi oleh tinja tersebut. Benda-benda yang telah terkontaminasi oleh tinja dari seseorang yang sudah menderita penyakit tertentu ini, sudah tentu merupakan penyebab penyakit bagi orang lain. Beberapa penyakit yang dapat disebarkan oleh tinja manusia antara lain: tipus, disentri, kolera, schistosomiasis dan sebagainya (Notoatmodjo, 2003). 2.2.2.1 Syarat Jamban Sehat Untuk mencegah terjadinya transmisi/pemindahan penyakit, perlu dilakukan isolasi tinja sedini mungkin. Tinja harus dibuang dalam jamban yang sehat. Suatu jamban disebut sehat apabila memenuhi persyaratan-persyaratan sebagai berikut (Sumantri, 2010): 1) Tidak mengotori permukaan tanah dan di sekeliling jamban 2) Tidak mengotori air pemukaan di sekitarnya 3) Tidak mengotori air tanah di sekitarnya
16 Universitas Sumatera Utara
4) Tidak dapat terjangkau dan tidak menjadi tempat perindukan oleh vektor seperti lalat, kecoak dan binatang-binatang lainnya 5) Tidak menimbulkan bau 6) Jamban berjenis leher angsa 7) Mudah dibersihkan dan dipelihara 8) Tersedia air pembersih yang cukup Pengelolaan ekskreta dapat dilakukan pada on-site, off site, atau community on-site. Pada pengelolaan on-site, ekskreta ditampung dan diolah pada jamban yang berada disekitar rumah. Pada pengolahan off-site, ekskreta dialirkan ke tempat pengolahan untuk mengalami pengolahan selanjutnya. Adapun pada community on-site, pengolahan ekskreta dilakukan pada sekelompok komunitas secara kolektif. 2.2.2.2 Jenis-jenis Jamban Menurut Chandra (1986), ada beberapa jenis jamban yang sering dipergunakan oleh masyarakat antara lain: 1.
Jamban cemplung (Pit latrine)
Jamban cemplung sering dijumpai di daerah pedesaan. Jamban ini dibuat dengan membuat lubang di tanah dengan kedalaman 1,5-3 meter saja dan diameter 80-120 cm. Jamban cemplung dapat dibuat dari bambu, dinding bambu dan atap daun kelapa. Jarak dari sumber air minum sekurang-kurangnya 15 meter, agar tidak mengotori air tanah. 2.
Jamban empang (Fishpond latrine)
Jamban ini dibangun di atas empang ikan. Di dalam jamban empang ini terjadi daur ulang (recycling), yakni tinja dapat langsung dimakan oleh ikan. 3.
Jamban pupuk (the compost Privy)
Pada prinsipnya jamban ini seperti jamban cemplung, hanya galiannya lebih dangkal. Sistem jamban pupuk yaitu pada lapisan dasar diberi sampah daundaunan kemudian tinja ditaruh diatasnya. Setelah itu ditutup lagi dengan daundaunan sampah. Demikian selanjutnya sampai penuh.
17 Universitas Sumatera Utara
4.
Jamban leher angsa (Angsa latrine)
Jamban ini berbentuk leher angsa sehingga akan selalu terisi air. Fungsi air ini sebagai sumbat sehingga bau busuk dari kakus tidak tercium. Bila dipakai, tinjanya tertampung sebentar dan bila disiram air, baru masuk ke bagian yang menurun untuk masuk ke tempat penampungannya yaitu septik tank. 5.
Jamban plengsengan (Trech latrine)
Jamban plengsengan adalah tempat pembuangan kotoran dengan tempat jongkok atau slab yang dihubungkan ke lubang penampungan kotoran dengan saluran miring. Model ini baik untuk digunakan di daerah yang permukaan air tanahnya dalam serta berair banyak. Keuntungannya adalah bau dapat berkurang dan tidak dapat dijangkau oleh serangga (Kusnoputranto, 2000). 6.
Jamban cair (Aqua Privy)
Jamban cair mirip dengan jamban gali, namun jamban ini dibuat dari tangki kedap air dan berisi air, terletak langsung di bawah tempat jongkok. Fungsi dari tangki jamban tersebut yaitu menerima, menyimpan dan mencerna kotoran serta melindungi kotoran dari lalat. Tinja masuk ke dalam tangki yang memungkinkan bahan-bahan padat untuk mengendap dalam bentuk lumpur (sludge). Kemudian, proses aerobik akan terjadi di dalam tangki. 7.
Jamban kimia (Chemical closet)
Jamban ini terdiri dari tanki metal yang berisi cairan desinfektan (kaustik soda) yang juga ditambah dengan bahan penghilang bau. Tempat duduk langsung diletakkan diatas tanki. Tidak ada yag boleh dimasukkan ke dalam tanki ini kecuali kertas toilet. Jika air dimasukkan ke dalam jamban, cairan kimia yang ada didalamnya akan mengalami pengenceran sehingga tidak berfungsi sebagaimana mestinya.
2.2.3 Pengelolaan Sampah (Tempat Sampah) Menurut Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 18 tahun 2008 tentang Pengelolaan Sampah, yang dimaksud dengan sampah adalah sisa kegiatan
18 Universitas Sumatera Utara
sehari-hari manusia dan/atau proses alam yang berbentuk padat (Sarudji, 2010). Sedangkan menurut Standar Nasional Indonesia (SNI) Nomor 19-254-2002 yang dimaksud dengan sampah adalah limbah yang bersifat padat dan terdiri dari berbagai bahan organik dan bahan anorganik yang dianggap tidak berguna lagi dan harus dikelola agar tidak membahayakan lingkungan dan melindungi investasi pembangunan. Menurut WHO, sampah adalah sesuatu yang tidak digunakan, tidak dipakai, tidak disenangi, atau sesuatu yang dibuang yang berasal dari kegiatan manusia dan tidak terjadi dengan sendirinya (Chandra, 2006). 2.2.3.1 Sumber Sampah Sampah yang ada dipermukaan bumi ini dapat berasal dari berbagai sumber. Beberapa sumber sampah yaitu sebagai berikut (Notoatmodjo, 2003): 1.
Pemukiman penduduk
Sampah ini terdiri dari bahan-bahan padat sebagai hasil kegiatan rumah tangga yang sudah dipakai dan dibuang, seperti: sisa-sisa makanan baik yang sudah dimasak atau belum, bekas pembungkus baik kertas, plastik, daun dan sebagainya, pakaian-pakaian bekas, bahan-bahan bacaan, perabot rumah tangga, daun-daunan dari kebun atau tanaman.
2.
Tempat-tempat umum
Sampah ini berasal dari tempat-tempat umum, seperti pasar, tempat-tempat hiburan, terminal bus, stasiun kereta api, dan sebagainya. Sampah ini berupa kertas, plastik, botol, daun, dan sebagainya. 3.
Perkantoran
Sampah ini berasal dari perkantoran baik perkantoran pendidikan, perdagangan, departemen, perusahaan. Sampah ini berupa kertas-kertas, plastik, karbon, klip, dan sebagainya. Umumnya sampah ini bersifat kering dan mudah terbakar (rubbish). 4.
Jalan raya
Sampah ini berasal dari pembersihan jalan, yang umumnya terdiri dari kertaskertas, kardus-kardus, debu, pasir, sobekan ban, onderdil-onderdil kendaraan yang jatuh, daun-daunan, plastik, dan sebagainya. 19 Universitas Sumatera Utara
5.
Industri
Sampah ini berasal dari kawasan industri, termasuk sampah yang berasal dari pembangunan industri dan segala sampah yang berasal dari produksi, misalnya: sampah-sampah pengepakanb arang, logam, potongan tekstil, kaleng, dan sebagainya. 6.
Pertanian/Perkebunan
Sampah ini sebagai hasil dari perkebunan atau pertanian, misalnya: Jerami, sisa sayur-mayur, batang padi, batang jagung, ranting kayu yang patah dan sebagainya.
7.
Pertambangan
Sampah ini berasal dari daerah pertambangan dan jenis sampahnya tergantung dari jenis usaha pertambangan itu sendiri. 8.
Peternakan dan perikanan
Sampah yang berasal dari peternakan dan perikanan ini, berupa: sisa-sisa makanan, bakai binatang dan sebagainya. 2.2.3.2 Jenis-jenis Sampah Menurut Gelbert, dkk. (1996) sampah dikelompokkan berdasarkan asalnya, sampah padat dapat digolongkan sebagai: 1.
Sampah Organik, terdiri dari bahan-bahan penyusun tumbuhan dan hewan yang diambil dari alam atau dihasilkan dari kegiatan pertanian, perikanan atau yang lain. Sampah ini dengan mudah diuraikan dalam proses alami.
2.
Sampah Anorganik, terdiri dari bahan atau zat anorganik yang secara keseluruhan tidak dapat diuraikan oleh alam, sedang sebagian lainnya hanya dapat diuraikan dalam waktu yang sangat lama. Sampah padat dapat dibagi menjadi beberapa kategori, yaitu sebagai
berikut (Sumantri, 2010): a.
Berdasarkan zat kimia yang terkandung di dalamnya
20 Universitas Sumatera Utara
1) Sampah Organik adalah sampah yang pada umumnya dapat membusuk, misalnya: sisa makanan, daun-daunan, dan lain-lain. 2) Sampah anorganik adalah sampah yang umumnya tidak dapat membusuk, misalnya: logam/besi, pecahan gelas, plastik, dan sebagainya. b.
Berdasarkan dapat atau tidaknya dibakar 1) Mudah terbakar, misalnya: kertas plastik, daun kering, kayu dan lain-lain. 2) Tidak mudah terbakar, misalnya: kaleng, besi, gelas dan lain-lain.
c.
Berdasaran karakteristik atau ciri sampah 1) Garbage, terdiri atas zat-zat yang mudah membusuk dan dapat terurai kembali dengan cepat. Misalnya, sampah sisa makanan yang berasal dari rumah makan. 2) Rubbish, terbagi menjadi dua, yaitu: a) Rubbish mudah terbakar terdiri atas zat-zat organik, misalnya: Kertas, kayu, karet, daun kering, dan sebagainya. b) Rubbish tidak mudah terbakar terdiri atas zat-zat anorganik, misalnya: kaca, kaleng dan sebagainya. 3) Ashes adalah semua sisa pembakaran dari industri. 4) Street sweeping yaitu sampah yang berasal dari pembersihan jalan, yang terdiri dari campuran bermacam-macam sampah, daun-daun, kertas, plastik, pecahan kaca, besi, debu dan sebagainya. 5) Dead animal yaitu bangkai binatang yang mati akibat kecelakaan atau secara alami. 6) House hold refuse yaitu sampah campuran (contoh: garbage, ashes, rubbish) yang berasal dari perumahan.
21 Universitas Sumatera Utara
7) Abandoned vehicle yaitu sampah yang berasal dari bangkai kendaraan. 8) Demolission Waste atau contructions waste yaitu sampah yang berasal dari hasil sisa-sisa pembangunan, misalnya: potongan-potongan kayu. 9) Sampah industri berasal dari pertanian, perkebunan, dan industri. 10) Santage Solid terdiri atas benda-benda solid atau kasar yang biasanya berupa zat organik, pada pintu masuk pusat pengolahan limbah cair. 11) Sampah khusus atau sampah yang memerlukan penanganan khusus seperti kaleng dan zat radio aktif. Sampah padat yang tidak dikelola sebagaimana mestinya terbukti sering menyebabkan masalah lingkungan dan kesehatan pada manusia, antara lain dari masalah estetik, tersumbatnya saluran air yang dapat menyebabkan banjir, bahaya kebakaran, terjadinya pencemaran lingkungan, hingga meningkatnya penyakit yang ditularkan melalui vektor. Oleh karena itu, upaya pengelolaan sampah sangat penting dilakukan untuk menangani masalah sampah (Sumantri, 2010).
2.2.3.3 Pengelolaan Sampah Ada beberapa tahapan di dalam pengelolaan sampah padat yang baik, diantaranya tahap pengumpulan dan penyimpanan di tempat sumber, tahap pengangkutan dan tahap pemusnahan (Sumantri, 2010). 1.
Tahap pengumpulan dan penyimpanan di tempat sampah Sampah yang ada di lokasi sumber ditempatkan dalam penyimpanan
sementara, dalam hal ini tempat sampah. Sampah basah dan sampah kering sebaiknya dikumpulkan dalam tempat yang terpisah untuk memudahkan pemusnahannya yang dapat dilakukan dengan dua metode, yaitu: 1) Sistem duet: tempat sampah kering dan tempat sampah basah. 2) Sistem trio: Tempat sampah basah, sampah kering, dan tidak mudah terbakar.
22 Universitas Sumatera Utara
Adapun pewadahan sampah yang digunakan harus memenuhi syarat sebagai berikut ini: a.
Konstruksi harus kuat dan tidak mudah bocor.
b.
Terbuat dari bahan yang kedap air
c.
Memiliki tutup dan mudah dibuka tanpa mengotori tangan
d.
Sampah diangkut setiap 24 jam
e.
Ukuran sesuai sehingga mudah diangkut oleh satu orang Dari tempat penyimpanan ini, sampah dikumpulkan kemudian dimasukan
ke dalam dipo (rumah sampah). Dipo ini berbentuk bak besar yang digunakan untuk menampung sampah rumah tangga. 2.
Tahap pengangkutan Untuk mengangkut sampah dari tempat pengumpulan sampah hingga ke
tempat pembuangan akhir, diperlukan beberapa hal yang harus diperhatikan, antara lain sebagai berikut (Widyati dan Yuliarsih, 2002): a.
Kendaraan/truk sampah harus ditutup supaya sampah tidak beterbangan dan mengotori jalan.
b.
Jangan membiarkan sampah terlalu lama pada tempat pengumpulan sampah. Sebaiknya tidak melebihi 3x24 jam sudah harus diangkat.
c.
Pengangkatan sampah sebaiknya dilakukan setiap hari.
d.
Cara pengangkutan mengambil jarak paling dekat ke tempat pembuangan sampah.
3.
Tahap pengolahan Setelah tiba ditempat pembuangan sampah akhir maka sampah-sampah
tersebut dikelola agar tidak menimbulkan pencemaran. Ada beberapa cara pengolahan sampah yang dapat digunakan, antara lain (Sumantri, 2010): a.
Sanitary Landfill
23 Universitas Sumatera Utara
Sanitary landfill adalah sistem pemusnahan sampah yang paling baik. Dalam metode ini, pemusnahan sampah dilakukan dengan cara menimbun sampah dengan tanah yang dilakukan dengan cara selapis. Dengan demikian, sampah tidak berada di ruang terbuka dan tentunya tidak menimbulkan bau atau menjadi sarang binatang pengerat. Sanitary landfill yang baik harus memenuhi persyaratan berikut: a.
Tersedia tempat yang luas
b.
Tersedia tanah untuk menimbun
c.
Tersedia alat-alat besar Lokasi sanitary landfill yang lama dan sudah tidak dipakai lagi dapat
dimanfaatkan sebagai tempat pemukiman, perkantoran, dan sebagainya. b.
Incenaration Incenaration atau insinerasi merupakan suatu metode pemusnahan sampah
dengan cara membakar sampah secara besar-besaran dengan menggunakan fasilitas pabrik. Manfaat sistem ini, antara lain: a.
Volume sampah dapat diperkecil sampai sepertiganya.
b.
Tidak memerlukan ruang yang luas.
c.
Panas yang dihasilkan dapat dipakai sebagai sumber uap.
d.
Pengelolaan dapat dilakukan secara terpusat dengan jadwal jam kerja yang dapat diatur sesuai dengan kebutuhan.
c.
Composting Pemusnahan sampah dengan memanfaatkan proses dekomposisi zat
organik oleh kuman-kuman pembusuk pada kondisi tertentu. Proses ini menghasilkan bahan berupa kompos atau pupuk. Berikut tahap-tahap di dalam pembuatan kompos: 1) Pemisahan benda-benda yang tidak dapat dipakai sebagai pupuk seperti gelas, kaleng, besi, dan sebagainya.
24 Universitas Sumatera Utara
2) Penghancuran sampah menjadi partikel-partikel yang lebih kecil (minimal berukuran 5 cm). 3) Pencampuran sampah dengan memerhatikan kadar karbon dan nitrogen yang paling baik (C:N = 1:30). 4) Penempatan sampah dalam galian tanah yang tidak begitu dalam. Sampah dibiarkan terbuka agar terjadi proses aerobik. 5) Pembolak-balikan sampah 4-5 kali selama 15-21 hari agar pupuk dapat terbentuk dengan baik. Perlu diingat bahwa galian tersebut jangan sampai menjadi tempat bersarangnya hewan pengerat atau serangga. d.
Hog Feeding Penggunaan sampah jenis garbage untuk makanan babi telah lama
dikenal. Pada zaman dahulu, beberapa kota sengaja mengorganisir penggunaan garbage sebagai makanan babi, tetapi pada saat ini jumlahnya tidak banyak lagi. Ditinjau dari segi ekonomi, pemusnahan sampah yang seperti ini tentu saja menguntungkan. Hanya saja jika ditinjau dari segi kesehatan, penggunaan garbage untuk makanan babi memang mendatangkan masalah, terutama jika garbage tersebut tidak direbus terlebih dahulu. e.
Discharge to Sweer Sampah dihaluskan kemudian dimasukkan ke dalam sistem pembuangan
air limbah. Metode ini dapat efektif asalkan sistem pembuangan air limbah memang baik. f.
Dumping Metode ini merupakan cara pembuangan sampah hanya dengan dibuang
atau diletakkan begitu saja di tanah lapangan, jurang, atau tempat sampah. g.
Dumping in Water Metode ini prinsipnya sama dengan dumping hanya saja sampah dibuang
ke dalam air sungai atau laut. Akibatnya, terjadi pencemaran pada air dan pendangkalan yang dapat menimbulkan bahaya banjir.
25 Universitas Sumatera Utara
h.
Individual Incenarator Pembakaran sampah secara perorangan ini biasanya dilakukan oleh
penduduk terutama di daerah pedesaan. i.
Recycling Pengolahan kembali bagian-bagian dari sampah yang masih dapat dipakai
atau daur ulang. Contoh bagian sampah yang dapat didaur ulang antara lain plastik, gelas, kaleng, besi, dan sebagainya. j.
Reduction Metode ini diterapkan dengan menghancurkan sampah (biasanya dari jenis
garbage) sampai bentuk yang lebih kecil, kemudian diolah untuk menghasilkan lemak. k.
Salvaging Pemanfaatan sampah yang dapat dipakai kembali, misalnya kertas bekas.
Bahayanya adalah bahwa metode ini dapat menularkan penyakit. 2.2.3.4 Pengaruh Sampah terhadap Kesehatan Adapun Pengaruh sampah terhadap kesehatan dapat dijelaskan sebagai berikut (Sarudji, 2010): 1. Sampah sebagai sarang vektor dan binatang pengerat Sampah terutama yang mudah membusuk (garbage) merupakan sumber makanan lalat dan tikus. Lalat dan tikus merupakan vektor penyakit yang mempunyai kebiasaan hidup di sekitar kegiatan manusia karena manusia secara tidak sadar telah menyediakan makanan bagi mereka. Kontaminasi oleh lalat atau tikus terhadap makanan disebabkan karena kebiasaan mereka hidup di tempat yang kotor (sampah) dan juga kebiasaan menjamah makanan manusia. 2. Sampah sebagai sumber infeksi Sumber infeksi adalah zat atau bahan dimana hidup agen (penyebab) penyakit sebelum agen penyakit mencapai host yang baru. Seringkali sampah tercampur dengan kotoran manusia atau vomitus dan bahan lain yang berasal dari penderita yang bersifat infeksius. Kontak antara manusia dan sampah dapat langsung maupun melalui vektor penyakit.
26 Universitas Sumatera Utara
3. Sampah sebagai sumber pencemaran Pembuangan sampah yang tidak memenuhi persyaratan kesehatan masyarakat atau lingkungan seperti open dumping akan berpotensi mencemari tanah dan air tanah di dalamnya. Hasil penguraian maupun bahan kimia toksik yang terdapat dalam sampah akan terbawa oleh lindi (leachate) sampai akhirnya mencapai air tanah. 4. Sampah berbahaya Sifat sampah ada yang membahayakan kehidupan dan/atau kesehatan manusia yang dikelompokkan dalam sampah berbahaya (hazardous waste).Ada yang bersifat toksik seperti sampah kimia yang dihasilkan oleh kegiatan industri kimia tertentu, sampah pestisida, dan sampah dari laboratorium kimia. Sampah berbahaya lainnya adalah sampah infeksius, sampah eksplosif, sampah mudah terbakar, dan sampah radioaktif. 5. Sampah mengganggu estetika Sampah, baik bentuk atau wujud maupun baunya sudah menimbulkan kesan tidak estetis. 2.2.4 Pembuangan Air Limbah Air limbah atau air buangan adalah sisa air buang yang berasal dari rumah tangga, industri maupun tempat-tempat umum lainnya dan pada umumnya mengandung bahan-bahan atau zat-zat yang dapat membahayakan bagi kesehatan manusia serta mengganggu lingkungan hidup (Notoatmodjo, 2003). Menurut Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 82 Tahun 2001, air limbah adalah sisa dari suatu usaha atau kegiatan yang berwujud cair. 2.2.4.1 Sumber Air Limbah Air limbah dapat berasal dari rumah tangga (domestic) maupun industri. Air limbah rumah tangga terdiri dari tiga fraksi penting yaitu (Sumantri, 2010): 1) Tinja (Faeces), berpotensi mengandung mikroba. 2) Air seni (Urine), umumnya mengandung nitrogen dan pospor, serta kemungkinan kecil mikroorganisme.
27 Universitas Sumatera Utara
3) Grey water, merupakan air bekas cucian dapur, mesin cuci, dan kamar mandi. Grey water sering juga disebut dengan sullage. Campuran tinja dan air seni disebut ekskreta, sedangkan campuran ekskreta dengan air bilasan toilet disebut dengan black water, mikroba pathogen banyak terdapat pada ekskreta. Ekskreta ini merupakan cara transfor utama bagi penyakit bawaan air. Air limbah industri umumnya terjadi sebagai akibat adanya pemakaian air dalam proses produksi. Zat-zat yang terkandung di dalamnya sangat bervariasi sesuai dengan bahan baku yang dipakai oleh masing-masing industri, antara lain: nitrogen, sulfide, lemak, zat pewarna dan sebagainya. Oleh sebab itu, perlunya pengelolaan air limbah ini agar tidak menimbulkan pencemaran lingkungan. 2.2.4.2 Syarat Sehat SPAL Untuk menghindari terjadinya gangguan tersebut, air limbah perlu dilakukan pengelolaan sebelum dilepas ke lingkungan. Menurut Kepmenkes No. 1098 tahun 2003, saluran pembuangan air limbah (SPAL) yang digunakan harus memenuhi syarat-syarat sebagai berikut: a)
Air limbah mengalir dengan lancar
b) Terdapat grease trap c)
Saluran tertutup dan kedap air
d) Tidak menimbulkan bau yang mengganggu e)
Tidak dapat dihinggapi serangga dan tikus serta tidak menjadi tempat berkembang biaknya vektor seperti lalat.
2.2.4.3 Dampak Pembuangan Air Limbah Air limbah yang tidak dikelola dengan baik dapat menimbulkan dampak buruk bagi makhluk hidup dan lingkungannya. Beberapa dampak buruk tersebut sebagai berikut: 1) Gangguan kesehatan Air limbah dapat mengandung bibit penyakit yang dapat menimbulkan penyakit bawaan (waterborne disease). Selain itu, di dalam air limbah mungkin juga 28 Universitas Sumatera Utara
terdapat zat-zat berbahaya dan beracun yang dapat menimbulkan gangguan kesehatan bagi makhluk hidup yang mengonsumsinya. Air limbah yang tidak dikelola dengan baik juga dapat menjadi sarang vektor penyakit (misalnya, lalat, kecoak, tikus, dan lain-lain). 2) Penurunan kualitas lingkungan Air limbah yang langsung dibuang ke permukaan air dapat mengakibatkan pencemaran permukaan air. Apabila air mengandung bahan organik dibuang langsung ke air permukaan dapat menyebabkan penurunan kadar oksigen terlarut, sehingga akan menyebabkan kehidupan di dalam air terganggu. Adakalanya, air limbah juga akan merembes ke dalam air tanah, sehingga mencemari air tanah dan akan menurunkan kualitasnya.
3) Gangguan terhadap keindahan Air limbah yang mengandung pigmen warna dapat menimbulkan perubahan warna pada badan air penerima. Kadang-kadang air limbah dapat juga mengandung bahan-bahan yang bila terurai menghasilkan gas-gas. Hal ini tidak menimbulkan gangguan terhadap kesehatan, tetapi terjadi gangguan keindahan terhadap badan air penerima. 4) Gangguan terhadap kerusakan benda Air limbah yang mengandung zat-zat yang dapat dikonversikan oleh bakteri anaerob menjadi gas yang agresif seperti H2S. Gas ini mempercepat proses pengkaratan pada benda yang terbuat dari besi. 2.2.4.1 Cara Pembuangan Air Limbah Secara ilmiah, lingkungan mempunyai daya dukung yang cukup besar terhadap gangguan yang timbul karena pencemaran air limbah tersebut. Namun demikian, alam tersebut mempunyai kemampuan yang terbatas dalam daya dukungnya, sehingga air limbah perlu diolah sebelum dibuang. Beberapa cara pembuangan air limbah adalah sebagai berikut (Widyati dan Yuliarsih, 2002): 1) Pengenceran (dilution) Pengenceran adalah cara pembuangan limbah dengan mengencerkan air limbah lebih dulu sebelum dibuang ke badan-badan air. 29 Universitas Sumatera Utara
2) Irigasi luas Cara ini pada umumnya dilakukan di pedesaan atau diluar kota karena memerlukan tanah yang luas. Air limbah dialirkan ke dalam parit-parit terbuka yang digali pada sebidang tanah dan air merembes masuk ke dalam tanah melalui dasar dan dinding parit-parit tersebut. 3) Septic tank Air limbah yang dibuang ke dalam septic tank dapat meminimalkan kejadian penyakit bawaan air. Karena di dalam septic tank ekskreta secara anaerobik menjadi biogas (campuran gas karbon dioksida dan gas metana). 4) Sistem Riol Sistem riol adalah cara pembuangan air limbah yang digunakan di kota-kota besar karena sudah direncanakan sesuai dengan pembuangan kota. Semua buangan dari rumah tangga dan industri dialirkan ke riol. 2.3
Pengetahuan Menurut Notoatmodjo (2003) pengetahuan merupakan hasil tahu dan ini
terjadi setelah orang melakukan pengindraan terhadap suatu objek tertentu. Pengindraan tersebut melalui pancaindra manusia, yakni; indra penglihatan, pendengaran, penciuman, rasa dan raba. Sebagian besar pengetahuan manusia diperoleh melalui mata dan telinga. Pengetahuan atau kognitif merupakan domain yang sangat penting untuk terbentuknya tindakan seseorang. Karena dari pengalaman dan penelitian ternyata terjadi perilaku yang didasari oleh pengetahuan akan langgeng daripada perilaku yang tidak didasari oleh pengetahuan. Pengetahuan yang dicakup di dalam domain kognintif mempunyai 6 tingkatan, yakni (Notoadmodjo, 2003): 1.
Tahu (Know) Tahu diartikan sebagai mengingat suatu materi yang telah dipelajari sebelumnya. Termasuk ke dalam pengetahuan tingkat ini adalah mengingat kembali (recall) terhadap sesuatu yang spesifik dari seluruh bahan yang dipelajari atau rangsangan yang telah diterima. Oleh sebab itu, “tahu” merupakan tingkat pengetahuan yang paling rendah. Kata kerja untuk
30 Universitas Sumatera Utara
mengukur bahwa orang tahu tentang apa yang dipelajari antar lain: menyebutkan, menguraikan, mendefinisikan, menyatakan, dan sebagainya. 2.
Memahami (Comprehension) Memahami diartikan sebagai suatu kemampuan menjelaskan secara benar tentang objek yang diketahui, dan dapat menginterpretasikan materi tersebut secara benar. Orang yang telah paham terhadap objek atau materi harus dapat menjelaskan, menyebutkan contoh, menyimpulkan, meramalkan, dan sebagainya terhadap objek yang dipelajari.
3.
Aplikasi (Application) Aplikasi diartikan sebagai kemampuan untuk menggunakan materi yang telah dipelajari pada situasi atau kondisi riil (sebenarnya).
4.
Analisis (Analysis) Analisis adalah suatu kemampuan untuk menjabarkan materi atau suatu atau suatu objek ke dalam komponen-komponen, tetapi masih dalam suatu struktur organisasi tersebut, dan masih ada kaitannya satu sama lain. Kemampuan analisis ini dapat dilihat dari penggunaan kata kerja: dapat menggambarkan (membuat bagan), membedakan, memisahkan, mengelompokkan, dan sebagainya.
5.
Sintesis (Synthesis) sintesis menunjuk kepada suatu kemampuan untuk meletakkan atau menghubungkan bagian-bagian di dalam suatu bentuk keseluruhan yang baru. Dengan kata lain sintesis ini suatu kemampuan untuk menyusun formulasi baru dari formulasi-formulasi yang ada.
6.
Evaluasi (Evaluation) Evaluasi diartikan dengan kemampuan untuk melakukan justifikasi atau penilaian terhadap suatu materi atau objek. Penilaian berdasarkan suatu kriteria yang ditentukan sendiri atau menggunakan kriteria yang telah ada. Pengukuran pengetahuan dapat dilakukan dengan wawancara atau angket
yang menanyakan tentang isi materi yang ingin diukur dari subjek penelitian atau responden. Kedalaman pengetahuan yang ingin diukur atau diketahui dapat disesuaikan dengan tingkatan-tingkatan tersebut diatas (Notoadmodjo, 2003). 31 Universitas Sumatera Utara
2.4
Sikap Sikap merupakan reaksi atau respon seseorang yang masih tertutup
terhadap suatu stimulus atau objek. Sikap tidak dapat dilihat secara langsung, tetapi hanya dapat ditafsirkan terlebih dahulu dari perilaku yang tertutup (Notoatmodjo, 2003). Menurut Allport yang dikutip oleh Notoatmodjo (2003), sikap mempunyai 3 komponen pokok, yakni: 1.
Kepercayaan (keyakinan), ide dan konsep terhadap suatu objek.
2.
Kehidupan emosional atau evaluasi emosional terhadap suatu objek.
3.
Kecenderungan untuk bertindak (trend to behave). Ketiga komponen ini secara bersama-sama membentuk sikap yang utuh
(total attitude). Dalam penentuan sikap yang utuh ini, pengetahuan, berpikir, keyakinan, dan emosi memegang peranan penting. Sikap terdiri dari berbagai tingkatan, yakni (Notoadmodjo, 2003): 1.
Menerima (Receiving) Menerima diartikan bahwa orang (subjek) mau dan memperhatikan stimulus yang diberikan.
2.
Merespon (Responding) Memberi jawaban apabila ditanya, mengerjakan dan menyelesaikan tugas yang diberikan adalah suatu indikasi dari sikap. Terlepas dari pekerjaan itu benar atau salah berarti orang menerima ide tersebut (merespon).
3.
Menghargai (valuing) Mengajak orang lain untuk mengerjakan atau mendiskkusikan dengan orang lain masalah adalah suatu indikasi sikap tingkat tiga.
4.
Bertanggung jawab (Responsible) Bertanggung jawab atas segala sesuatu yang telah dipilihnya dengan segala resiko merupakan sikap yang paling tinggi. Pengukuran sikap dilakuan dengan secara langsung dan tidak langsung.
Secara langsung dapat ditanyakan bagaimana pendapat atau pernyataan responden terhadap suatu objek (Notoadmodjo, 2003). 32 Universitas Sumatera Utara
Menurut Ahmadi (1999), ada beberapa ciri-ciri sikap, yaitu sebagai berikut: 1.
Sikap seseorang tidak dibawa sejak lahir, tetapi harus dipelajari selama perkembangan hidupnya.
2.
Sikap itu tidak semata berdiri sendiri, melainkan selalu berhubungan dengan objek. Pada umumnya sikap tidak berkenaan dengan satu objek saja tetapi juga dapat berkenaan dengan deretan-deretan objek yang serupa.
3.
Sikap pada umumnya mempunyai segi-segi motivas dan emosi sedangkan kecakapan dan pengetahuan hal ini tidak ada.
2.5
Tindakan Menurut Notoatmodjo (2003), suatu sikap belum otomatis terwujud dalam
suatu tindakan (overt behavior). Untuk terwujudnya sikap menjadi suatu perbuatan nyata diperlukan faktor pendukung atau suatu kondisi yang memungkinkan, antara lain fasilitas. Di samping faktor fasilitas, faktor dukungan (support) dari pihak lain juga diperlukan. Tingkatan Tindakan antara lain sebagai berikut: 1.
Persepsi (Perception) Mengenal dan memilih berbagai objek sehubungan dengan tindakan yang akan diambil merupakan pratek tingkat pertama.
2.
Respon Terpimpin (Guided Respons) Dapat melakukan sesuatu sesuai dengan urutan yang benar sesuai dengan contoh merupakan indikator praktek tingkat dua.
3.
Mekanisme (Mecanism) Apabila seseorang telah dapat melakukan sesuatu dengan benar secara otomatis atau sesuatu itu sudah merupakan kebiasaan maka ia sudah mencapai praktek tingkat tiga.
4.
Adaptasi (Adaptation)
33 Universitas Sumatera Utara
Adaptasi adalah suatu praktek atau tindakan yang sudah berkembang dengan baik. Artinya tindakan itu sudah dimodifikasinya sendiri tanpa mengurangi kebenaran tindakannya tersebut. Pengukuran perilaku dapat dilakukan secara tidak langsung, yakni dengan wawancara terhadap kegiatan-kegiatan yang telah dilakukan beberapa jam, hari, atau bulan yang lalu (recall). Pengukuran juga dapat dilakukan secara langsung, yakni dengan mengobservasi tindakan atau kegiatan responden. 2.6
Lalat Lalat merupakan vektor mekanik yaitu lalat bertindak sebagai alat
pemindah pasif dengan pengertian bahwa mikroorganisme pathogen tidak mengalami perubahan apapun dalam tubuh lalat, tetapi hanya menempel pada tubuh lalat seperti di sayap, di kaki, dibagian tubuh lainnya, muntahan serta faecesnya (Widyati, dan Yuliarsih, 2002). Saat ini terdapat sekitar ±60.000100.000 spesies lalat, tetapi tidak semua spesies perlu diawasi karena beberapa diantaranya tidak berbahaya terhadap kesehatan masyarakat (Santi, 2001). 2.6.1
Klasifikasi Lalat Lalat merupakan salah satu insekta (serangga) termasuk dalam ordo
dipthera
yang
mempunyai
sepasang
sayap
berbentuk
membran.
Lalat
diklasifikasikan sebagai berikut (Santi, 2001): Kingdom: Animalia Phylum: Arthropoda Class: Hexapoda Ordo: Diptera Family: Muscidae, Sarchopagidae, Challiporidae, dll. Genus: Musca, Stomoxys, Phenisia, Sarchopaga, Fannia, dll. Spesies: Musca domestica, Stomoxy calcitrans, Phenesia sp, Sarchopaga sp, Fannia sp,dll Jenis spesies dari tiap-tiap kelas lalat adalah Houseflies (lalat rumah, Musca domestica), Sandflies (lalat pasir, genus Phlebotomus), Tsetse flies (lalat tsetse, genus Glossina), Blackflies (lalat hitam, genus Simulium) (Santi, 2001).
34 Universitas Sumatera Utara
1.
Genus Musca Genus musca adalah spesies yang sering terdapat di sekitar rumah dan di
dalam rumah. Adapun tanda-tanda dari lalat rumah (Musca domestica) yaitu tubuh berwarna coklat dan kehitam-hitaman, pada thorax terdapat 4 garis hitam dan 1 garis hitam medial pada abdomen punggung, vein ke empat dari sayap berbentuk sudut, antena mempunyai 3 segmen, mata terpisah, metamorfosanya sempurna serta tubuh lalat jantan lebih kecil dari tubuh lalat betina. Musca domestica hidup disekitar tempat kediaman manusia di seluruh dunia. Jenis lalat ini yang paling banyak diantara jenis-jenis lalat rumah. Karena fungsinya sebagai vektor transmisi mekanis dari berbagai bibit penyakit disertai jumlahnya yang banyak dan hubungannya yang erat dengan lingkungan hidup manusia, maka jenis lalat Musca domestica ini merupakan jenis lalat yang terpenting ditinjau dari sudut kesehatan manusia. 2.
Sandfly (Lalat Pasir) Lalat pasir ialah vektor penyakit leishmaniasis, demam papataci dan
bartonellosis. Leishmania donovani penyebab Kala azar, L. tropica penyebab oriental sore, dan L. braziliensis penyebab leishmaniasis Amerika, ditularkan oleh Phlebotomus. Demam papataci atau demam phlebotomus, penyakit yang disebabkan oleh virus banyak terdapat di daerah Mediterania dan Asia Selatan, terutama ditularkan oleh P. papatsii, yang menjadi infektif setelah masa perkembangan virus selama 7-10 hari. Bartonellosis juga terdapat di Amerika Selatan bagian Barat Laut sebagai demam akut penyakit Carrion dan sebagai keadaan kronis berupa granulema verrucosa. Basil penyebab adalah Bartonella bacilliformis, ditularkan oleh lalat pasir yang hidup di daerah pegunungan Andes.
35 Universitas Sumatera Utara
3.
Tsetse Flies (Lalat Tsetse) Lalat tsetse adalah vektor penting penyakit trypanosomiasis pada manusia
dan hewan peliharaan. Paling sedikit ada tujuh spesies sebagai vektor infeksi trypanosoma pada hewan peliharaan, spesies Trypanosoma rhodesiense yang menjadi penyebab trypanosomiasis, adalah Glossina morsitans, G. swynnertoni, dan G. Pallidipes. Vektor utama .pada penyakit tidur (Sleeping Sickness) di Gamblia adalah spesies G. palpalis fuscipes dan pada daerah – daerah tertentu adalah spesies G. tachhinoides. 4.
Blackflies (Lalat Hitam) Blackflies adalah vektor penyakit oncheocerciasis Di Afrika adalah spesies
Simulium damnosum dan S. neavei dan di Amerika adalah S. metallicum, S. ochraceum dan S. callidum. Spesies lain mungkin adalah vektor yang tidak penting dan menularkan onchocerciasis pada ternak dan penyakit protozoa pada burung. 5.
Lalat rumah kecil (jenis Fannia) Lalat rumah kecil ini menyerupai lalat rumah biasa, tetapi ukuran mereka
jauh lebih kecil. Mereka membiak di kotoran manusia dan hewan dan juga dibagian-bagian tumbuhan yang membusuk, misalnya di tumpukan rumput yang membusuk. 6.
Lalat kandang yang menggigit (Stomoxys caleitrans) Mereka menyerupai lalat rumah biasa, tetapi meraka mempunyai
kebiasaan untuk menggigit. Tempat pembiakan hanya di tumbuhan-tumbuhan yang membusuk. Siklus hidupnya 21-25 hari. Jenis lalat ini tidak penting untuk transmisi penyakit manusia tetapi mereka bisa memindahkan penyakit-penyakit
36 Universitas Sumatera Utara
pada binatang. Lalat ini berkembang biak di tempat kotoran basah hewan peliharaan, orang utan, unggas atau buah-buahan yang sedang membusuk. Lalat ini lebih menyukai keadaan lebih sejuk dan lebih lembab. Lalat ini menghabiskan waktunya lebih banyak di dalam hunian manusia. Lalat ini tidak pernah melimpah populasinya di daerah tropika. 7.
Bottle flies dan Blow flies Jenis-jenis ini meletakkan telur-telur mereka pada daging. (Dalam
hubungan ini mereka dikatakan mem ”bottle” atau ”blow” daging itu). Jenis-jenis ini mencakupi : a.
Black blowfly (jenis Phormia)
b.
Green dan bonze bottle flies (jenis phaenicia dsb)
c.
Blue bottle flies (jenis Cynomyopsis dan Calliphora) Jenis-jenis lalat ini lebih jarang masuk dalam rumah-rumah dan restoran-
restoran dari pada lalat rumah biasa, karena itu mereka dianggap tidak terlalu penting sebagai vektor penyakit manusia. Mereka biasanya membiak di bahan binatang yang membusuk, tetapi mereka juga bisa bertelur di tumbuhan-tumbuhan segar dan membusuk kalau tidak ada daging binatang. Siklus hidup jenis-jenis lalat ini sangat menyerupai siklus hidup lalat rumah biasa. Mereka juga dapat terbang jauh. Larva dari banyak jenis-jenis lalat ini menyebabkan myasis pada binatang dan manusia. 8.
Lalat daging (Genus Sarcophaga) Jenis-jenis lalat ini termasuk dalam genus Sarcophaga, artinya pemakan
daging. Ukuran mereka besar dan terdapat bintik merah pada ujung badan mereka.
37 Universitas Sumatera Utara
Larva dari banyak jenis-jenis lalat ini hidup dalam daging, tetapi pembiakan bisa juga terjadi dalam kotoran binatang. Beberapa jenis tidak bertelur tetapi mengeluarkan larva. Mereka jarang masuk dalam rumah-rumah dan restoran-restoran dan karena itu mereka tidak penting sebagai vektor mekanis penyakit manusia. Tetapi mereka bisa menyebabkan myiasis pada manusia. Lalat ini berwarna abu-abu tua, berukuran sedang sampai besar, kira-kira 6-14 mm, lalat ini bersifat viviparus dan mengeluarkan larva hidup pada tempat perkembangbiakannya seperti daging, bangkai, kotoran dan sayur-sayuran yang sedang membusuk. Siklus hidup lalat ini berlangsung 2-4 hari, umumnya ditemukan di pasar dan warung terbuka, pada daging, sampah dan kotoran tetapi jarang memasuki rumah (Nurmaini, 2001). 2.6.2
Morfologi Lalat Pada umumnya lalat berukuran kecil, sedang, sampai berukuran besar,
mempunyai sepasang sayap di bagian depan dan sepasang halter sebagai alat keseimbangan di bagian belakang, bermata majemuk dan sepasang antena yang seringkali pendek terdiri atas tiga ruas. Mata lalat jantan lebih besar dan sangat berdekatan satu sama lain sedang yang betina tampak terpisah oleh suatu celah dan berbentuk lebih besar daripada lalat jantan (Santi, 2001). 2.6.3 Siklus Hidup Lalat Dalam kehidupan lalat dikenal ada 4 (empat) tahapan yaitu mulai dari telur, larva, pupa dan dewasa. Lalat berkembang biak dengan bertelur, berwarna putih dengan ukuran lebih kurang 1 mm panjangnya. Setiap kali bertelur akan menghasilkan 120–130 telur dan menetas dalam waktu 8–16 jam. Pada suhu rendah telur ini tidak akan menetas (dibawah 12 –13 º C). Telur yang menetas
38 Universitas Sumatera Utara
akan menjadi larva berwarna putih kekuningan, panjang 12-13 mm. Akhir dari fase larva ini berpindah tempat dari yang banyak makan ke tempat yang dingin guna mengeringkan tubuhnya. Setelah itu berubah menjadi kepompong yang berwarna coklat tua, panjangnya sama dengan larva dan tidak bergerak. Fase ini berlangsung pada musim panas 3-7 hari pada temperatur 30–35 º C. Kemudian akan keluar lalat muda dan sudah dapat terbang antara 450–900 meter. Siklus hidup dari telur hingga menjadi lalat dewasa 6-20 hari. Lalat dewasa panjangnya lebih kurang ¼ inci dan mempunyai 4 garis yang agak gelap hitam dipunggungnya. Beberapa hari kemudian sudah siap untuk berproduksi, pada kondisi normal lalat dewasa betina dapat bertelur sampai 5 (lima) kali. Umur lalat pada umumnya sekitar 2-3 minggu, tetapi pada kondisi yang lebih sejuk biasa sampai 3 (tiga) bulan. Lalat tidak kuat terbang menantang arah angin, tetapi sebaliknya lalat akan terbang jauh mencapai 1 kilometer (Santi, 2001).
2.6.4 Pola Hidup Lalat 2.6.4.1 Kebiasaan Makan Lalat dewasa sangat aktif sepanjang hari terutama pada pagi hingga sore hari. Serangga ini sangat tertarik pada makanan manusia sehari-hari seperti gula, susu, makanan olahan, kotoran manusia dan hewan ,darah serta bangkai binatang Sehubungan dengan bentuk mulutnya, lalat hanya makan dalam bentuk cairan, makanan yang kering dibasahi oleh lidahnya terlebih dahulu baru dihisap air merupakan hal yang penting dalam hidupnya, tanpa air lalat hanya hidup 48 jam saja. Lalat makan paling sedikit 2-3 kali sehari (Santi, 2001).
39 Universitas Sumatera Utara
2.6.4.2 Tempat Perindukan Tempat yang disenangi adalah tempat yang basah seperti sampah basah, kotoran binatang, tumbuh-tumbuhan busuk, kotoran yang menumpuk secara kumulatif (dikandang) (Santi, 2001). a.
Kotoran Hewan Tempat perindukan lalat rumah yang paling utama adalah pada kotoran hewan yang lembab dan masih baru (normalnya lebih kurang satu minggu).
b.
Sampah dan sisa makanan dari hasil olahan Disamping lalat suka hinggap juga berkembang baik pada sampah, sisa makanan, buah-buahan yang ada didalam rumah maupun dipasar.
c.
Kotoran Organik Kotoran organik seperti kotoran hewan, kotoran manusia. Sampah dan makanan ikan adalah merupakan tempat yang cocok untuk berkembang biaknya lalat.
d.
Air Kotor Lalat Rumah berkembang biak pada pemukaan air kotor yang terbuka.
2.6.4.3 Ekologi Lalat Dewasa Dengan memahami ekologi lalat kita dapat menjelaskan peranan lalat sebagai karier penyakit dan dapat pula membantu kita dalam perencanaan pengawasan. Lalat dewasa aktif pada siang hari dan selalu berkelompok. Pada malam hari biasanya istirahat walaupun mereka dapat beradaptasi dengan cahaya lampu yang lebih terang (Santi, 2001). a.
Jarak Terbang
40 Universitas Sumatera Utara
Jarak terbang lalat sangat tergantung pada adanya makanan yang tersedia. Jarak terbang efektif adalah 450-900 meter. Lalat tidak kuat terbang menantang arah angin, tetapi sebaliknya lalat akan terbang mencapai 1 km (Depkes RI, 1992). b.
Lama Hidup Lama kehidupan lalat sangat tergantung pada makanan, air dan temperatur. Pada musim panas berkisar antara 2-4 minggu, sedangkan pada musim dingin bisa mencapai 70 hari.
c.
Tempat peristirahatan Pada Waktu hinggap lalat mengeluarkan ludah dan tinja yang membentuk titik hitam. Tanda-tanda ini merupakan hal yang penting untuk mengenal tempat lalat istirahat. Pada siang hari lalat tidak makan tetapi beristirahat di lantai dinding, langit-langit, rumput-rumput dan tempat yang sejuk. Juga menyukai tempat yang berdekatan dengan makanan dan tempat berbiaknya, serta terlindung dari angin dan matahari yang terik. Didalam rumah, lalat istirahat pada pinggiran tempat makanan, kawat listik dan tidak aktif pada malam hari. Tempat hinggap lalat biasanya pada ketinggian tidak lebih dari 5 (lima) meter (Santi, 2001).
d.
Fluktuasi Jumlah lalat Lalat merupakan serangga yang bersifat fototropik yaitu menyukai cahaya. Pada malam hari tidak aktif, namun dapat aktif dengan adanya sinar buatan. Efek sinar pada lalat tergantung sepenuhnya pada temperatur dan kelembaban jumlah lalat akan meningkat jumlahnya pada temperatur 20 º C – 25 º C dan
41 Universitas Sumatera Utara
akan berkurang jumlahnya pada temperatur < 10 º C atau > 49 º C serta kelembaban yang optimum 90 %. e.
Perilaku dan perkembangbiakan Pada siang hari lalat bergerombol atau berkumpul dan berkembang biak di sekitar sumber makanannya. Penyebaran lalat sangat dipengaruhi oleh cahaya, temperatur, kelembaban. Untuk istirahat lalat memerlukan suhu sekitar 35º- 40ºC, kelembaban 90%. Aktifitas terhenti pada temperatur < 15ºC.
2.6.5
Hubungan Lalat Dengan Kesehatan Peranan lalat dalam kesehatan masyarakat maupun hewan telah banyak
diketahui. Sehubungan dengan perilaku hidupnya yang suka di tempat-tempat yang kotor yaitu tumpukan sampah, makanan, dan pada tinja, dari situlah lalat membawa berbagai mikroorganisme penyebab penyakit. Lalat juga ada yang berperan sebagai vektor mekanik beberapa penyakit (Santi, 2001). Berbagai penyakit yang ditularkan oleh lalat antara lain virus, bakteri, protozoa dan telur cacing yang menempel pada tubuh lalat dan ini tergantung dari spesiesnya. Lalat Musca domestica dapat membawa telur cacing (Oxyrus vermicularis, Tricuris trichiura, Cacing tambang dan Ascaris lumbricoides), protozoa (Entamoeba histolytica, Giardia lamblia, dan Balantidium coli), bakteri usus (Salmonella, Shigella dan Eschericia coli), Virus polio, Treponema pertenue (penyebab frambusia), dan Mycobacterium tuberculosis. Lalat domestica dapat bertindak sebagai vektor penyakit typus, disentri, kolera, dan penyakit kulit. Lalat Fannia dewasa dapat menularkan berbagai jenis penyakit myasis (Gastric, Intestinal, Genitaurinary). Lalat Stomoxys merupakan penyakit surra (disebabkan
42 Universitas Sumatera Utara
oleh Trypanosima evansi), anthraks, tetanus, yellow fever, traumatic miasis dan Enteric
pseudomiasis (walaupun
jarang).
Lalat
hijau
(Paenicia dan
Chrysomya) dapat menularkan penyakit myasis mata, tulang dan organ lain melalui luka. Lalat Sarcophage dapat menularkan penyakit myasis kulit, hidung, sinus, jaringan vagina dan usus (Santi, 2001). 2.6.6
Kepadatan Lalat Cara penilaian baik buruknya suatu lokasi adalah dilihat dari angka
kepadatan lalatnya. Dalam menentukan kepadatan lalat, pengukuran terhadap populasi lalat dewasa lebih tepat dan biasa diandalkan daripada pengukuran populasi larva lalat. Tujuan dari pengukuran angka kepadatan lalat adalah untuk mengetahui tingkat kepadatan lalat, sumber-sumber tempat berkembang biaknya lalat, dan jenis-jenis lalat (Depkes RI, 1992). Lokasi pengukuran kepadatan lalat adalah yang berdekatan dengan kehidupan/ kegiatan manusia karena berhubungan dengan kesehatan manusia, antara lain (Depkes RI, 1992): a.
Pemukiman penduduk
b.
Tempat-tempat umum (pasar, terminal, rumah makan, hotel, dan sebagainya).
c.
Lokasi sekitar Tempat Pembuangan Sementara (TPS) sampah yang berdekatan dengan pemukiman.
d.
Lokasi sekitar Tempat Pembuangan Akhir (TPA) sampah yang berdekatan dengan pemukiman. Untuk mengetahui tingkat kepadatan lalat di suatu wilayah dilakukan
dengan cara mengukur angka kepadatan lalat. Pengukuran populasi lalat hendaknya dapat dilakukan pada:
43 Universitas Sumatera Utara
a.
Setiap kali dilakukan pengendalian lalat (sebelum dan sesudah).
b.
Memonitoring secara berkala, yang dilakukan sedikitnya 3 bulan sekali. Ada beberapa cara yang digunakan untuk mengukur tingkat kepadatan
lalat antara lain: a.
Fly Grill Fly Grill dipakai apabila lalat yang dijumpai pada daerah yang disurvei
secara alamiah tertarik untuk hinggap pada alat tersebut. Jadi pemakaian fly grill ini didasarkan pada sifat lalat yang cenderung hinggap pada tepi-tepi alat tersebut yang bersudut tajam. Fly grill ini dapat dibuat dari bilahan kayu yang lebarnya 2 cm dan tebalnya 1 cm, dengan panjang masing-masing 80 cm sebanyak 16-24 buah. Bilahan-bilahan kayu tersebut hendaknya di cat berwarna putih. Bilahan-bilahan yang telah disiapkan dibentuk berjajar dengan jarak 1-2 cm pada kerangka kayu yang telah disiapkan dan sebaiknya pemasangan bilahan pada kerangkanya mempergunakan kayu sekrup sehingga dapat dibongkar pasang setelah dipakai. Cara pengoperasian fly grill adalah sebagai berikut : 1) Letakkan fly grill di tempat yang akan dihitung kepadatan lalatnya. 2) Dipersiapkan stopwatch untuk menentukan waktu perhitungan selama 30 detik. 3) Dihitung banyaknya lalat yang hinggap selama 30 detik dengan menggunakan counter. Lalat yang terbang dan hinggap lagi dalam waktu 30 detik tetap dihitung. 4) Jumlah lalat yang hinggap dicatat. 5)
Lakukan perhitungan secara berulang sampai 10 kali dengan cara yang sama.
44 Universitas Sumatera Utara
6) Dari lima kali perhitungan yang mendapatkan nilai tertinggi dihitung rata ratanya, maka diperoleh angka kepadatan lalat pada tempat tersebut. Menurut buku petunjuk pemberantasan lalat penghitungan kepadatan lalat menggunakan fly grill sudah mempunyai angka recommendation control yaitu : 0-2: Tidak menjadi masalah (rendah) 3-5: Perlu dilakukan pengamatan terhadap tempat-tempat berkembang biak lalat (tumpukan sampah, kotoran hewan, dan lain-lain) (sedang) 6-20: Populasi padat dan perlu pengamatan lalat dan bila mungkin direncanakan tindakan pengendaliannya (tinggi) >21: Populasi sangat padat dan perlu diadakan pengamanan terhadap tempat berkembangbiaknya lalat dan tindakan pengendalian (sangat tinggi/sangat padat) (Depkes RI, 1995). b.
Scudder grille Scudder grille dapat dipakai untuk mengukur tingkat kepadatan lalat
dengan cara diletakkan diatas umpan, misalnya sampah atau kotoran hewan, lalu dihitung jumlah lalat yang hinggap diatas scudder grille itu dengan menggunakan hand counter (alat penghitung).
c. Sticky trap Pemasangan sticky trap dilakukan untuk menjebak lalat dalam pemantauan populasi dan keberadaan lalat di lapangan. Pemasangan sticky trap dilakukan selama 24 jam. Populasi lalat yang tertangkap pada sticky trap dihitung dengan menggunakan hand counter (alat penghitung). 2.6.7
Pengendalian Kepadatan Lalat
45 Universitas Sumatera Utara
2.6.7.1 Perbaikan Higiene dan sanitasi lingkungan Perbaikan Higiene dan sanitasi lingkungan merupakan langkah awal yang sangat penting dalam usaha menanggulangi berkembangnya populasi lalat baik dalam lingkungan peternakan maupun pemukiman. a.
Sampah basah atau sampah organik harus dimasukkan ke dalam wadah yang tertutup sebelum dibuang ke tempat pembuangan akhir sehingga lalat tidak hingga langsung ke dalam bak sampah (Santi, 2001).
b.
Tinja harus dibuang ke tempat khusus seperti bak yang tertutup rapat seperti jamban yang menggunakan leher angsa dan penampungan septic tank.
c.
Tumbuh-tumbuhan yang telah ditebang hendaknya dikubur agar membusuk atau menjadi pupuk.
d.
Kandang ternak harus dapat dibersihkan, lantai kedap air, dapat disiram setiap hari dan terdapat saluran air limbah yang baik serta kotoran ternak dapat dibersihkan setiap hari (HALKI, 1992).
2.6.7.2 Pengendalian Secara Fisik Metode fisik merupakan metode yang murah, mudah dan aman tetapi kurang efektif apabila digunakan pada tempat dengan kepadatan lalat yang tinggi. Cara ini hanya cocok digunakan pada skala kecil seperti dirumah sakit, kantor, hotel, supermarket dan pertokoan lainnya yang menjual daging, sayuran, atau buah-buahan (Depkes RI, 1992). 1) Fly traps Metode ini terdiri dari dua bagian, yang pertama merupakan kontainer/kaleng tempat umpan (bait) dengan volume 18 liter. Bagian kedua terdiri dari sangkar tempat lalat terperangkap berbentuk kotak dengan ukuran : 30 cm x
46 Universitas Sumatera Utara
30 cm x 45 cm. Dua bagian tersebut disusun dengan sangkar berada diatas, jarak antara dua bagian tersebut diberi sekat berlubang 0,5 cm sebagai jalan masuk lalat ke dalam perangkap. Kontainer/kaleng harus terisi setengah dengan umpan yang akan membusuk di dalam kontainer/kaleng tersebut. Perlu diperhatikan bahwa jangan sampai ada air tergenang dibagian bawah kotainer tersebut. Dekomposisi sampah basah dari dapur seperti sayuran hijau, sereal, dan buah-buahan merupakan umpan yang paling baik. Model ini bisa digunakan selama 7 hari setelah itu umpan dibuang dan diganti. Fly traps dapat menangkap lalat dalam jumlah besar dan cocok untuk penggunaan diluar rumah, diletakkan pada udara terbuka, tempat yang terang dan terhindar dari bayang-bayang pohon (HAKLI, 2009). 2) Sticky tapes Alat ini berupa tali/pita yang dilumuri larutan gula sehingga lalat akan lengket dan terperangkap. Bila tidak tertutup debu alat sticky tapes bisa bertahan selama
beberapa
minggu.
Cara
pemasangannya
adalah
dengan
menggantungkannya dekat atap rumah. Insektisida juga bisa ditambahkan untuk mematikan lalat yang telah menempel pada perangkap tersebut. Insektisida yang biasa dipakai antara lain adalah diazinon, malathion, ronnel, DDVP, dibrom, dan bayer L 13/59 (Santi, 2001). 3) Light trap with electrocutor Prinsip alat ini adalah membunuh lalat dengan listrik. Lalat yang hinggap pada lampu akan kontak dengan electrocuting grid yang membingkai lampu dengan cahaya blue atau ultraviolet. Dalam penggunaannya perlu diujicoba terlebih dahulu karena tidak semua lalat tertarik dengan alat ini. Alat ini
47 Universitas Sumatera Utara
banyak dipakai di dapur rumah sakit, restoran, lokasi penjualan buah supermarket (HAKLI, 2009). 4) Pemasangan kawat/plastik kasa pada pintu dan jendela serta lubang angin/ventilasi 5) Membuat pintu dua lapis, daun pintu pertama kearah luar dan lapisan kedua merup 6) akan pintu kasa yang dapat membuka dan menutup sendiri (Depkes RI, 1992). 2.6.7.3 Pengendalian Secara Kimia Pemberantasan lalat dengan insektisida harus dilakukan hanya untuk periode yang singkat apabila sangat diperlukan karena menjadi resisten yang cepat. Aplikasi yang efektif dari insektisida dapat secara sementara memberantas lalat dengan cepat, yang aman diperlukan pada KLB kolera, disentri atau trachoma. Penggunaan pestisida ini dapat dilakukan melalui cara umpan (baits), penyemprotan dengan efek residu (residual spraying) dan pengasapan (space spaying) (Santi, 2001). 2.6.7.4 Pengendalian Secara Biologi Metode pengendalian biologis adalah metode pengendalian dengan menggunakan makhluk hidup baik berupa predator, parasitoid maupun kompetitor. Misalnya adalah menggunakan pemangsa yang menguntungkan sejenis semut kecil berwana hitam (Phiedoloqelon affinis) untuk mengurangi populasi lalat rumah ditempat –tempat sampah (Filipina) (Santi, 2001). Di Denmark telah ditemukan penemuan baru berupa pemangsa lalat dari lalat itu sendiri. Prinsip yang dipakai adalah jika kepadatan lalat makin tinggi, maka lalat ini dapat menjadi pemangsa bagi lalat lain. Asal pemangsa yang digunakan ini ditemukan di Kenya, termasuk genus Ophyra Aeenses yang dapat
48 Universitas Sumatera Utara
memangsa lalat yang tidak diinginkan. Serangga Kenya ini bertelur di kotoran dan dapat berhenti bereproduksi ketika temperatur dibawah 15 – 17◦ C (Santi, 2001). 2.7
Kerangka Konsep Higiene Sanitasi Dasar: 1. 1. 2. 3. 4.
Penyediaanair airbersih Penyediaan bersih Jamban Pengelolaan sampah SPAL
Memenuhi Syarat
Tidak Memenuhi Syarat
Kepmenkes RI No. 1098//MENKES/SK/VII/2003 Baik
Kantin
Pengetahuan, Sikap dan Tindakan Penjual Terhadap Kepadatan Lalat
Sedang Rendah
Penghitungan lalat dengan fly grill
Tingkat Kepadatan Lalat
BAB III METODE PENELITIAN 3.1
Jenis dan Rancangan Penelitian Penelitian ini merupakan penelitian survei yang bersifat deskriptif untuk
menggambarkan higiene sanitasi dasar serta pengetahuan, sikap dan tindakan
49 Universitas Sumatera Utara