MENCINTAI SEJARAH DAN BUDAYA SOLO MASA LALU UNTUK SOLO MASA DEPAN Karya ilmiah ini ditulis dan diajukan untuk mengikuti perlombaan karya ilmiah mata pelajaran Sejarah tingkat SMA oleh Yayasan WWI.
Oleh : PRARASTO MIFTAHURRISQI
15 / 315854 / XI BAHASA 2
PEMERINTAH KOTA SURAKARTA DINAS PENDIDIKAN PEMUDA DAN OLAHARAGA SMA NEGERI 6 SURAKARTA Februari 2013 HALAMAN PENGESAHAN Karya ilmiah ini ditulis dan diajukan untuk mengikuti perlombaan karya ilmiah mata pelajaran Sejarah tingkat SMA oleh Yayasan WWI. Pada Hari
: Jum’at Pahing Tanggal
: 31 Mei 2013
Pembimbing 1 (
Pembimbing 2 )
(
Suwarni, S.Pd
)
Indratmoko Pribadi, S.Pd
NIP: 19700831 200701 2 012
NIP: 19661024 200501 1 003
Wali Kelas XI Bahasa 2
Kepala SMA Negeri 6 Surakarta
( Agus Setiyono, S.Pd
)
(
) Dra. Harminigsih, M.Pd
NIP: 19650811 199512 1 002
NIP: 19671208 199412 2 003
ABSTRAK
Prarasto Miftahurrisqi. 315854. MENCINTAI SEJARAH DAN BUDAYA SOLO MASA LALU UNTUK SOLO MASA DEPAN. Karya Ilmiah Remaja. Surakarta: Kelas XI Jurusan Program Bahasa. Sekolah Menengah Atas Negeri 6 Surakarta, Februari 2013. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui berbagai sejarah yang ada di Kota Surakarta seperti menjelaskan mengenai gambaran secara deskriptif tentang Pasar Gedhe Hardjonegoro dari masa awal hingga masa sekarang, menanggapi keadaan jenis beberapa bangunan kuno di Kota Surakarta dan sekitarnya, menjelaskan bagian - bagian yang termasuk dalam bagian Topomini Kota Surakarta, menjelaskan siapa saja pejuang kemerdekaan yang telah berjasa dalam perjuangannya demi kemerdekaan Indonesia di Kota Surakarta, menjelaskan sosok KH. Samanhoedi, menjelaskan perkembangan Stasiun Jebres mulai dari masa lalu hingga masa sekarang, menjelaskan keadaan bangunan kuno DHC ’45 di Kota Surakarta, menanggapi bangunan apa saja yang termasuk dalam bangunan kuno di sekitar tempat tinggal penulis, menjelaskan apa saja yang menjadi benda & bangunan budaya di Kota Surakarta, menanggapi bangunan kuno yang bukan bangunan hunian di Kota Surakarta & masih banyak tentang Kota Surakarta lainnya. Metode penelitian ini adalah menggunakan berbagai metode dalam karya ilmiah oleh penulis seperti Observasi, Penulis melakukan observasi dengan pengamatan dan pemotretan pada objek objek yang menjadi penelitian dalam membuat suatu metodologi penelitian ini, Wawancara, Penulis melakukan sedikit wawancara dengan berbagai warga atau orang orang yang berkaitan hubungannya dengan objek yang akan diteiliti demi akuratnya informasi, TI (Teknologi Informasi) Penulis dalam melakukan penelitian ini juga memanfaatkan teknologi guna untuk menunjang keberadaan informasi setiap objek penelitian sehingga bisa menambah wawasan dalam membuat laporan penelitian ini seperti Browsing di Internet. Hasil penelitian ini adalah menunujukan bahwa Kota Surakarta mempunyai banyak nilai nilai potensi sejarah dan budaya yang bisa untuk diangkat ke publik dan diperkenalkan secara luas melalui bangunan bangunan kuno, tempat bersejarah dan tentunya tempat tempat yang belum pernah dikunjungi sebelumnya. Hal ini dapat dibuktikan dengan adanya berbagi bangunan seperti Keraton Surakarta Hadiningrat, Museum KH. Samanhoedi, dan masih banyak yang ada dalam karya ilmiah ini yang bertemakan mencintai Solo masa lalu untuk Solo masa depan.
MOTTO
Subhanallah (Maha Suci Allah) Sesungguhnya sesudah kesulitan akan datang kemudahan. Maka kerjakanlah urusanmu dengan sungguh sungguh dan hanya kepada Allah kami berharap. (QS. Al Insyiroh 6 – 8) Janganlah kamu mengecilkan dari kebaikan walaupun dengan hanya melemparkan senyuman pada saudaramu / kerabatmu. (HR. Muslim) Kita bangsa besar, kita bukan bangsa tempe. Kita tidak akan mengemis, kita tidak akan minta-minta apalagi jika bantuan-bantuan itu diembel-embeli dengan syarat ini syarat itu ! Lebih baik makan gaplek tetapi merdeka, dari pada makan bestik tetapi budak. (Bung Karno, Presiden pertama RI)
PERSEMBAHAN
1. Yayasan WWI selaku penyelenggara perlombaan 2. Ibu Dra. Harminingsih, S.Pd selaku Kepala SMA N 6 Surakarta 3. Ibu Suwarni, S.Pd selaku Pembimbing 1 4. Bapak Indratmoko, S.Pd selaku Pembimbing 2 5. Bapak Agus Setiyono, S.Pd selaku Wali Kelas XI Bahasa 2 6. Orang Tua beserta Keluarga (Bp. Danang Endarto dan Ibu Arofah Ery Nurmaya) 7. Kawan kawan Kelas XI Bahasa 2 tahun ajaran 2012 / 2013. 8. Masyarakat Kota Solo.
KATA PENGANTAR Puji syukur penyusun panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa yang telah melimpahkan rahmat serta hidayah-Nya kepada kita semua sehingga laporan ini dapat diselesaikan walaupun masih dalam bentuk yang sebaik mungkin. Selama proses penyusunan laporan ini, penyusun sekiranya menemui banyak hambatan maupun kesulitan dalam penysunan laporan ini dikarenakan terbatasnya pemahaman dan pengetahuan penysun. Namun berkat usaha yang keras dan bantuan dari berbagai pihak, masalah hambatan dan kesulitan itu pun dapat terselesaikan. Maka dari itulah penyusun mengucapkan terima kasih kepada: 1
Yayasan WWI selaku penyelenggara perlombaan
2
Ibu Dra. Harminingsih, S.Pd selaku Kepala SMA N 6 Surakarta
3
Ibu Suwarni, S.Pd selaku Pembimbing 1
4
Bapak Indratmoko, S.Pd selaku Pembimbing 2
5
Bapak Agus Setiyono, S.Pd selaku Wali Kelas XI Bahasa 2
6
Orang Tua beserta Keluarga (Bp. Danang Endarto dan Ibu Arofah Ery Nurmaya)
7
Kawan kawan Kelas XI Bahasa 2 tahun ajaran 2012 / 2013.
8
Masyarakat Kota Solo
Penulis menyadari bahwa dalam menyusun laporan ini sangatlah jauh dari sempurna, baik dalam penyajiannya, penyusunannya maupun dalam hal lain. Oleh karena itu, penyusun mengharapkan kritik dan saran dari para pembaca yang bersifat membangun untuk kesempurnaan hasil laporan ini. Semoga laporan ini dapat bermanfaat bagi penyusun khususnya dan bagi para pembaca pada umumnya.
Surakarta,
Mei 2013 Prarasto Miftahurrisqi Penulis
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL .......................................................................................................... 01 PENGESAHAN ................................................................................................................... 02 ABSTRAK ........................................................................................................................... 03 MOTTO & PERSEMBAHAN ......................................................................................... 04 KATA PENGANTAR ......................................................................................................... 05 DAFTAR ISI ....................................................................................................................... 06 BAB 1 PENDAHULUAN ................................................................................................... 08 BAB 2 LANDASAN TEORI ............................................................................................. 10 BAB 3 KAJIAN PENELTIAN ......................................................................................... 24 BAB 4 PEMBAHASAN PROGRAM 1 Sekilas Kehidupan Kota Solo TUGAS 1 : Pasar Gedhe Hardjonegoro................................................................ 26
TUGAS 2 : Tanggapan Terhadap Bangunan Bangunan Kuno Di Kota Solo .. 27 TUGAS 3 : Deskripsi Topomini Kota Solo .......................................................... 30 TUGAS 4 : Tabel Pahlawan Kemerdekaan Asal Kota Solo .............................. 32 PROGRAM 2 Kota Solo & Kampung Batik Laweyan TUGAS 5 : Riwayat KH. Samanhoedi ................................................................ 35 TUGAS 6 : Deskripsi Stasiun Jebres ................................................................. 38 TUGAS 7 : Napak Tilas Bangunan Kuno DHC ’45 Surakarta ....................... 39 TUGAS 8 : Tabel Bangunan Kuno Jenis Rumah Hunian ................................ 41
PROGRAM 3 Bangunan Keraton Sebagai Situs Budaya TUGAS 9 : Informasi Mengenai Budaya & Bangunan Istana Keraton ............ 42 TUGAS 10 : Tabel Bangunan Kuno Di Kota Surakarta ................................... 56 PROGRAM KHUSUS Tentang Kota Solo KOTA SOLO 1 : Dalam Mata Sejarah & Perjuangan ...................................... 57 KOTA SOLO 2 :Dalam Bingkai Wisata & Kuliner ........................................... 68
KOTA SOLO 3 : Dalam Potret Budaya & Adat ............................................... 104 BAB 5 PENUTUP ............................................................................................................ 121 DAFTAR PUSTAKA ....................................................................................................... 122 LAMPIRAN ...................................................................................................................... 123 RIWAYAT PENULIS ...................................................................................................... 140
BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kota Solo merupakan salah satu bagian di antara kota kota bersejarah yang ada di Indonesia, dimana terdapat berbagai macam peninggalan peninggalan sejarah oleh para pendahulu masyarakat Kota Solo ini. Salah satu peninggalan sejarah yang ada di Kota Solo hingga saat ini mungkin masih bisa ditemui walaupun keadaannya telah berubah seiring dengan perkembangan zaman yaitu bangunan bangunan kuno dan bangunan budaya. Bangunan bangunan kuno yang masih tetap ada dan terdapat di Kota Solo meliputi benteng benteng peninggalan penjajahan di era pemerintahan kolonial Belanda dan masjid masjid kuno yang didirikan semenjak masuknya ajaran ajaran agama Islam di Kota Solo oleh para penyebar ajaran ajaran Islam seperti para ulama dan para pedagang muslim. Sedangkan untuk yang bangunan bangunan budaya meliputi keraton kerajaan Kota Solo seperti Mangkunegaran dan Kasunanan Surakarta. Maka dari itu, dalam karya laporan ini, penyusun akan membahas tentang perjalanan sejarah bangunan bangunan kuno dan budaya yang ada di masa lalu untuk bisa dipelajari di masa sekarang tepatnya di Kota Solo. B. Rumusan Masalah 1) Bagaimana gambaran dan penjelasan secara deskriptif terhadap Pasar Gedhe Hardjonegoro dari masa awal hingga masa sekarang? 2) Bagaimana tanggapan terhadap beberapa jenis bangunan kuno di Kota Solo dan sekitarnya? 3) Apa saja yang menjadi bagian Topomini Kota Surakarta? 4) Siapa sajakah Pejuang Kemerdekaan yang telah berjasa dalam Perjuangannya di Kota Surakarta? 5) Siapakah KH. Samanhoedi itu? 6) Bagaimana perkembangan Stasiun Jebres dari masa lalu & masa sekarang? 7) Bagaimana keadaan bangunan kuno DHC ’45 di Kota Surakarta?
8) Bangunan apa saja yang bersejarah di sekitar tempat tinggal penulis? 9) Apa saja benda dan bangunan budaya yang ada di Keraton Surakarta? 10) Bagaimana tanggapan tentang bangunan kuno yang bukan bangunan hunian di Kota Surakarta?
C. Tujuan Masalah. 1) Menjelaskan mengenai gambaran secara deskriptif tentang Pasar Gedhe Hardjonegoro dari masa awal hingga masa sekarang. 2) Menanggapi keadaan jenis beberapa bangunan kuno di Kota Surakarta dan sekitarnya. 3) Menjelaskan bagian - bagian yang termasuk dalam bagian Topomini Kota Surakarta. 4) Menjelaskan siapa saja pejuang kemerdekaan yang telah berjasa dalam perjuangannya demi kemerdekaan Indonesia di Kota Surakarta. 5) Menjelaskan sosok KH. Samanhoedi. 6) Menjelaskan perkembangan Stasiun Jebres mulai dari masa lalu hingga masa sekarang. 7) Menjelaskan keadaan bangunan kuno DHC ’45 di Kota Surakarta. 8) Menanggapi bangunan apa saja yang termasuk dalam bangunan kuno di sekitar tempat tinggal penulis. 9) Menjelaskan apa saja yang menjadi benda & bangunan budaya di Kota Surakarta. 10) Menanggapi bangunan kuno yang bukan bangunan hunian di Kota Surakarta.
D. Manfaat Penelitian 1. Bagi Pemerintah Kota Surakarta
Mengetahui sumber sumber sejarah yang ada di Kota Surakarta melalui bangunan bangunan kuno pada masa lalu.
Mengetahui jalannya sejarah yang telah terukir dalam catatan catatan sejarah perjuangan Indonesia yang telah menjadi saksi bisu di Kota Surakarta.
Menjadikan setiap bangunan bangunan kuno sebagai salah satu benda cagar budaya yang harus dilindungi dan dilestarikan.
2. Bagi Masyarakat Umum
Mengetahui sumber sejarah di Kota Surakarta melalui peninggalan peninggalan sejarah seperti bangunan kuno, riwayat perjuangan pejuang Kota Surakarta dan benda cagar budaya.
Menjadikan sumber referensi untuk bisa mendalami sejarah Kota Surakarta.
3. Bagi Sekolah a. Menjadikan penelitian ini untuk bahan pembelajaran siswa di Sekolah. b. Membuat penelitian ini sebagai acuan dalam membuat suatu kerangka penilaian mata pelajaran Sejarah. c. Mengetahui secara jelas dan pasti akan sejarah Kota Surakarta melalui bangunan bangunan kuno dan lain sebagainya yang terkait dengan isi penelitian ini sesuai dengan kurikulum. 4. Bagi Pelajar a. Menjadi media pembelajaran mata pelajaran Sejarah yang efektif. b. Menjadi bahan pembelajaran mata pelajaran Sejarah yang edukatif, menarik dan berkarakter.
BAB 2 KAJIAN PUSTAKA
1. Kajian Sejarah a. Metode Kajian Sejarah Ahli-ahli sejarah terkemuka yang membantu mengembangkan metode kajian sejarah antara lain: Leopold von Ranke, Lewis Bernstein Namier, Geoffrey Rudolf Elton, G. M. Trevelyan, dan A. J. P. Taylor. Pada tahun 1960an, para ahli sejarah mulai meninggalkan narasi sejarah yang bersifat epik nasionalistik, dan memilih menggunakan narasi kronologis yang lebih realistik.
Foto : ATAS (Dari Kiri ke Kanan)Leopold von Ranke, Lewis Bernstein Namier, Geoffrey Rudolf Elton BAWAH (Dari Kiri ke Kanan) G. M. Trevelyan, dan A. J. P. Taylor
Ahli sejarah dari Perancis memperkenalkan metode sejarah kuantitatif. Metode ini menggunakan sejumlah besar data dan informasi untuk menelusuri kehidupan orang-orang dalam sejarah. Ahli sejarah dari Amerika, terutama mereka yang terilhami zaman gerakan hak asasi dan sipil, berusaha untuk lebih mengikutsertakan kelompok-kelompok etnis, suku, ras, serta kelompok sosial dan ekonomi dalam kajian sejarahnya.
Foto : In Defense of History karya Richard J. Evans. Dalam beberapa tahun kebelakangan ini, ilmuwan posmodernisme dengan keras mempertanyakan keabsahan dan perlu tidaknya dilakukan kajian sejarah. Menurut mereka, sejarah semata-mata hanyalah interpretasi pribadi dan subjektif atas sumber-sumber sejarah yang ada. Dalam bukunya yang berjudul In Defense of History (terj: Pembelaan akan
Sejarah), Richard J. Evans, seorang profesor bidang sejarah modern dari Universitas Cambridge di Inggris, membela pentingnya pengkajian sejarah untuk masyarakat.
b. Wawasan Seputar Sejarah Kata sejarah secara harafiah berasal dari kata Arab ( ةرجش: šajaratun) yang artinya pohon. Dalam bahasa Arab sendiri, sejarah disebut tarikh ()خيرات. Adapun kata tarikh dalam bahasa Indonesia artinya kurang lebih adalah waktu atau penanggalan. Kata Sejarah lebih dekat pada bahasa Yunani yaitu historia yang berarti ilmu atau orang pandai. Kemudian dalam bahasa Inggris menjadi history, yang berarti masa lalu manusia. Kata lain yang mendekati acuan tersebut adalah Geschichte yang berarti sudah terjadi. Dalam istilah bahasa-bahasa Eropa, asal-muasal istilah sejarah yang dipakai dalam literatur bahasa Indonesia itu terdapat beberapa variasi, meskipun begitu, banyak yang mengakui bahwa istilah sejarah berasal-muasal,dalam bahasa Yunani historia. Dalam bahasa Inggris dikenal dengan history, bahasa Prancis historie, bahasa Italia storia, bahasa Jerman geschichte, yang berarti yang terjadi, dan bahasa Belanda dikenal gescheiedenis. Menilik pada makna secara kebahasaan dari berbagai bahasa di atas dapat ditegaskan bahwa pengertian sejarah menyangkut dengan waktu dan peristiwa. Oleh karena itu masalah waktu penting dalam memahami satu peristiwa, maka para sejarawan cenderung mengatasi masalah ini dengan membuat periodisasi. c. Pengertian Sejarah menurut para ahli
Foto : Pengantar Ilmu Sejarah karya Mohammad Ali
Pengertian Sejarah Menurut Mohammad Ali dalam bukunya "Pengantar Ilmu Sejarah" menyatakan sejarah, yaitu: 1. Jumlah perubahan-perubahan, kejadian atau peristiwa dalam kenyataan di sekitar kita. 2. Cerita tentang perubahan-perubahan, kejadian atau peristiwa dalam kenyataan di sekitar kita. 3. Ilmu yang bertugas menyelidiki perubahan-perubahan kejadian dan peristiwa dalam kenyataan di sekita kita.
Foto : Buku What is History karya Edward Hallet Carr Pengertian Sejarah Menurut E.H. Carr dalam buku teksnya "What is History", Sejarah adalah dialog yang tak pernah selesai antara masa sekarang dan lampau, suatu proses interaksi yang berkesinambungan antara sejarawan dan fakta-fakta yang dimilikinya. Pengertian Sejarah dalam KBBI (Kamus Besar Bahasa Indonesia): 1. asal-usul (keturunan) silsilah 2. kejadian dan peristiwa yang benar-benar terjadi pada masa lampau; riwayat; tambo: cerita 3. pengetahuan atau uraian tentang peristiwa dan kejadian yang benar-benar terjadi di masa lampau
2. Kajian Budaya
A. Pengertian Kebudayaan Kata kebudayaan berasal dari kata budh dalam bahasa Sansekerta yang berarti akal, kemudian menjadi kata budhi (tunggal) atau budhaya (majemuk), sehingga kebudayaan diartikan sebagai hasil pemikiran atau akal manusia. Ada pendapat yang mengatakan bahwa kebudayaan berasal dari kata budi dan daya. Budi adalah akal yang merupakan unsure rohani dalam kebudayaan, sedangkan daya berarti perbuatan atau ikhtiar sebagai unsure jasmani sehingga kebudayaan diartikan sebagai hasil dari akal dan ikhtiar manusia. Kebudayaan=cultuur (bahasa belanda)=culture (bahasa inggris)=tsaqafah (bahasa arab), berasal dari perkataan latin : “colere” yang artinya mengolah, mengerjakan, menyuburkan dan mengembangkan, terutama mengolah tanah atau bertani. Dari segi arti ini berkembanglah arti culture sebagai “segala daya dan aktivitas manusia untuk mengolah dan mengubah alam”. Dalam disiplin ilmu antropologi budaya, kebudayaan dan budaya itu diartikan sama (Koentjaraningrat, 1980:195). Namun dalam IBD dibedakan antara budaya dan kebudayaan, karena IBD berbicara tentang dunia idea tau nilai, bukan hasil fisiknya. Secara sederhana pengertian kebudayaan dan budaya dalam IBD mengacu pada pengertian sebagai berikut : 1.
Kebudayaan dalam arti luas, adalah keseluruhan sistem gagasan, tindakan dan hasil
karya manusia dalam rangka kehidupan masyarakat yang dijadikan milik diri manusia dengan belajar. 2.
Kebudayaan dalam arti sempit dapat disebut dengan istilah budaya atau sering disebut
kultur yang mengandung pengertian keseluruhan sistem gagasan dan tindakan. Kebudayaan ataupun yang disebut peradaban, mengandung pengertian luas, meliputi pemahaman perasaan suatu bangsa yang kompleks, meliputi pengetahuan, kepercayaan, seni, moral, hokum, adat-istiadat (kebiasaan), dan pembawaan lainnya yang diperoleh dari anggota masyarakat (Taylor, 1897:19). Kebudayaan terdiri atas berbagai pola, bertingkah laku mantap, pikiran, perasaan dan reaksi yang diperoleh dan terutama diturunkan oleh symbol-simbol yang menyusun pencapaiannya secara tersendiri dari kelompok-kelompok manusia, termasuk di dalamnya perwujudan benda-benda materi, pusat esensi kebudayaan terdiri atas tradisi cita-cita atau paham, dan terutama keterikatan terhadap nilai-nilai. Ketentuan-ketentuan ahli kebudayaan itu sudah bersifat universal, dapat diterima oleh pendapat umum meskipun dalam praktek, arti kebudayaan menurut pendapat umum ialah suatu yang berharga atau baik (Bakker, 1984:21).
1. Ki Hajar Dewantara
Kebudayaan menurut Ki Hajar Dewantara berarti buah budi manusia adalah hasil perjuangan manusia terhadap dua pengaruh kuat, yakni alam dan zaman (kodrat dan masyarakat) yang merupakan bukti kejayaan hidup manusia untuk mengatasi berbagai rintangan dan kesukaran di dalam hidup dan penghidupannya guna mencapai keselamatan dan kebahagiaan yang pada lahirnya bersifat tertib dan damai. 2.
Koentjaraningrat
Mengatakan bahwa kebudayaan berarti keseluruhan gagasan dan karya manusia yang harus dibiasakannya dengan belajar serta keseluruhan dari hasil budi pekertinya. 3.
A.L. Kroeber dan C.Kluckhohn (1952:34)
Dalam bukunyan Culture, a critical review of concepts and definitions mengatakan bahwa kebudayaan adalah manifestasi atau penjelmaan kerja jiwa manusia dalam arti seluas-luasnya. 4.
Malinowski Malinowski menyebutkan bahwa kebudayaan pada prinsipnya berdasarkan atas
berbagai system kebutuhan manusia. Tiap tingkat kebutuhan itu menghadirkan corak budaya yang khas. Misalnya, guna memenuhi kebutuhan manusia akan keselamatannya maka timbul kebudayaan yang berupa perlindungan, yakni seperangkat budaya dalam bentuk tertentu, seperti lembaga kemasyarakatan. 5.
E.B Taylor (1873:30)
Dalam bukunya Primitive Culture kebudayaan adalah suatu satu kesatuan atau jalinan kompleks, yang meliputi pengetahuan, kepercayaan, kesenian, susila, hokum, adat-istiadat dan kesanggupan-kesanggupan lain yang diperoleh seseorang sebagai anggota masyarakat. Dapat ditarik kesimpulan bahwa kebudayaan adalah hasil buah budi manusia untuk mencapai kesempurnaan hidup. Hasil buah budi (budaya) manusia itu dapat kita bagi menjadi 2 macam: 1.
Kebudayaan material (lahir), yaitu kebudayaan yang berwujud kebendaan, misalnya :
rumah, gedung, alat-alat senjata, mesin-mesin, pakaian dan sebagainya. 2.
Kebudayaan immaterial (spiritual=batin), yaitu : kebudayaan, adat istiadat, bahasa, ilmu
pengetahuan dan sebagainya. B.
Unsur Kebudayaan Unsur kebudayaan dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia berarti bagian suatu
kebudayaan yang dapat digunakan sebagai satuan analisis tertentu. Dengan adanya unsur tersebut, kebudayaan disini lebih mengandung makna totalitas daripada sekedar penjumlahan unsur-unsur yang terdapat di dalamnya. Menurut Kluckhohn ada tujuh unsure dalam kebudayaan universal, yaitu system religi dan upacara keagamaan, system organisasi
kemasyarakatan, system pengetahuan, system mata pencaharian hidup, system tekhnologi dan peralatan, bahasa, serta kesenian. Untuk lebih jelas, masing-masing diberi uraian sebagai berikut. 1.
Sistem religi dan upacara keagamaan, merupakan produk manusia sebagai homo
religious. Manusia yang memiliki kecerdasan pikiran dan perasaan luhur, tanggap bahwa di atas
kekuatan
dirinya
terdapat
kekuatan
lain
yang
Mahabesar
yang
dapat
“menghitam-putihkan” kehidupannya. Foto : Ragam Kegiatan Keagamaan Masyarakat Indonesia.
F Oleh karena itu, manusia takut sehingga menyembah-Nya dan lahirlah kepercayaan yang sekarang menjadi agama. Untuk membujuk kekuatan besar tersebut agar mau menuruti kamauan manusia, dilakukan usaha yang diwujudkan dalam system religi dan upacara keagamaan. 2.
Sistem organisasi kemasyarakatan, merupakan produk dari manusia sebagai homo
socius. Manusia sadar bahwa tubuhnya lemah. Namun, dengan akalnya manusia membentuk kekuatan dengan cara menyusun organisasi kemasyarakatan yang merupakan tempat bekerja sama untuk mencapai tujuan bersama, yaitu meningkatkan kesejahteraan hidupnya. Foto : Jajaran pemerintahan yang mengatur kehidupann masyarakat agar hidup sejahtera.
3.
Sistem pengetahuan, merupakan produk dari manusia sebagai homo sapiens.
Pengetahuan dapat diperoleh dari pemikiran sendiri, disamping itu dapat juga dari pemikiran orang lain. Kemampuan manusia untuk mengingat apa yang telah diketahui, kemudian menyampaikannya kepada orang lain melalui bahasa menyebabkan pengetahuan ini menyebar luas. Foto : Kegiatan Belajar Mengajar Pelajar Indonesia.
4.
Sistem mata pencaharian hidup, yang merupakan produk dari manusia sebagai homo
economicus menjadikan tingkat kehidupan manusia secara umum terus meningkat. Foto: Mata Pencaharian Masyarakat Indonesia yang umumnya berdagang sebagai penghasilan hidup.
5.
Sistem teknologi dan peralatan, merupakan produksi dari manusia sebagai homo
faber. Bersumber dari pemikirannya yang cerdas serta dibantu dengan tangannya yang dapat memegang sesuatu dengan erat, manusia dapat menciptakan sekaligus mempergunakan suatu alat. Dengan alat-alat ciptaannya itu, manusia dapat lebih mampu mencukupi kebutuhannya daripada binatang. Foto : Teknologi untuk kebutuhan dan keinginan setiap manusia.
6.
Bahasa, merupakan produk dari manusia sebagai homo longuens. Bahasa manusia
pada mulanya diwujudkan dalam bentuk tanda (kode), yang kemudian disempurnakan dalam bentuk bahasa lisan, dan akhirnya menjadi bahasa tulisan. Foto : Konferensi Bahasa yang dilakukan untuk melestarikan perkembangan bahasa agar tidak punah.
7.
Kesenian, merupakan hasil dari manusia sebagai homo esteticus. Setelah manusia
dapat mencukupi kebutuhan fisiknya maka manusia perlu dan selalu mencari pemuas untuk memenuhi kebutuhan psikisnya. Foto : Tarian dan Karawitan Jawa yang Adiluhung.
Perlu dimengerti bahwa unsur-unsur kebudayaan yang membentuk struktur kebudayaan itu tidak berdiri lepas dengan lainnya. Kebudayaan bukan hanya sekedar merupakan jumlah dari unsur-unsurnya saja, melainkan merupakan keseluruhan dari unsur-unsur tersebut yang saling berkaitan erat (integrasi), yang membentuk kesatuan yang harmonis. Masing-masing unsur saling mempengaruhi secara timbale-balik. Apabila terjadi perubahan pada salah satu unsur, maka akan menimbulkan perubahan pada unsur yang lain pula. C.
Wujud Kebudayaan Selain unsur kebudayaan, masalah lain yang juga penting dalam kebudayaan adalah
wujudnya. Pendapat umum mengatakan ada dua wujud kebudayaan. Pertama, kebudayaan bendaniah (material) yang memiliki cirri dapat dilihat, diraba, dan dirasa. Sehingga lebih konkret atau mudah dipahami. Kedua, kebudayaan rohaniah (spiritual) yang memiliki ciri dapat dirasa saja. Oleh karena itu, kebudayaan rohaniah bersifat lebih abstrak dan lebih sulit dipahami. Koentjaraningrat dalam karyanya kebudayaan. Mentaliter, dan pembangunan menyebutkan bahwa paling sedikit ada tiga wujud kebudayaan, yaitu :
1.
Sebagai suatu kompeks dari ide-ide, gagasan, nilai-nilai, norma-norma, peraturan, dan
sebagainya. 2.
Sebagai suatu kompleks aktivitas kelakuan berpola dari manusia dalam masyarakat.
3.
Sebagai benda-benda hasil karya manusia. (koentjaraningrat, 1974:15). Wujud pertama adalah wujud ideal kebudayaan. Sifatnya abstrak, tak dapat diraba dan
difoto. Letaknya dalam alam pikiran manusia. Ide-ide dan gagasan manusia ini banyak yang hidup dalam masyarakat dan member jiwa kepada masyarakat. Gagasan-gagasan itu tidak terlepas satu sama lain melainkan saling berkaitan menjadi suatu system, disebut system budaya atau culture system, yang dalam bahasa Indonesia disebut adat istiadat. Wujud kedua adalah yang disebut system social, yaitu mengenai tindakan berpola manusia itu sendiri. Sistem social ini bersifat konkrit sehingga bias diobservasi, difoto dan didokumentir. Wujud ketiga adalah yang disebut kebudayaan fisik, yaitu seluruh hasil fisik karya manusia dalam masyarakat. Sifatnya sangat konkrit berupa benda-benda yang bias diraba, difoto dan dilihat. Ketiga wujud kebudayaan tersebut di atas dalam kehidupan masyarakat tidak terpisah satu dengan yang lainnya. Kebudayaan sebagai karya manusia memiliki system nilai. Menurut C.Kluckhohn (1961:38) dalam karyanya Variations in Value Orientation, system nilai budaya dalam semua kebudayaan yang ada di dunia sebenarnya berkisar pada lima masalah pokok dalam kehidupan manusia, yaitu : 1.
Hakikat dari hidup manusia (manusia dan hidup, disingkat MH)
2.
Hakikat dari karya manusia (manusia dan karya, disingkat MK)
3.
Hakikat kedudukan manusia dalam ruang waktu (manusia dan waktu, disingkat MW)
4.
Hakikat hubungan manusia dengan sesamanya (manusia dan manusia, disingkat MM).
BAB 3 KAJIAN PENELITIAN
a) Lokasi Penelitian
Pasar Gedhe Hardjonegoro (Jl. Urip Sumohardjo, Solo, Surakarta, Jawa Tengah)
Benteng Vastenburg (Jl. Mayor Sumarno, Beteng, Solo, Surakarta, Jawa Tengah)
Kampung Batik Laweyan Solo (Daerah Kampung Batik Laweyan Solo, Surakarta, Jawa Tengah)
Museum KH. Samanhoedi (Daerah Kampung Batik Laweyan Solo, Surakarta, Jawa Tengah)
Stasiun Jebres Surakarta (Jl. Ledoksari No. 1, Purwadiningratan, Jebres, Solo, Surakarta, Jawa Tengah)
Kantor DHC’45 Surakarta (Jl. Mayor Sunaryo No. 4, Solo, Surakarta, Jawa Tengah)
Komplek perumahan kuno Laweyan (Daerah Laweyan, Solo, Surakarta, Jawa Tengah)
b) Waktu Penelitian
Jum’at, 8 Februari 2013 di Pasar Gedhe Hardjoegoro Solo
Sabtu, 9 Februari 2013 di Benteng Vastenburg, Kampung Batik Laweyan Solo dan Museum KH. Samanhoedi di daerah Laweyan Solo.
Minggu, 10 Februari 2013 di Stasiun Jebres, Kantor DHC’45 dan Komplek perumahan kuno Laweyan Solo.
Rabu - Kamis 22 - 23 Mei 2013 mengunjungi berbagai tempat kuliner dan obyek wisata di Kota Solo. (ada di Program Khusus)
Jum’at, 24Februari 2013 di tempat kuliner khas Kota Solo (Gudeg Ceker, & Nasi Liwet)
c) Metode Penelitian
Observasi Penulis melakukan observasi dengan pengamatan dan pemotretan pada objek objek yang menjadi penelitian dalam membuat suatu metodologi penelitian ini.
Wawancara Penulis melakukan sedikit wawancara dengan berbagai warga atau orang orang yang berkaitan hubungannya dengan objek yang akan diteiliti demi akuratnya informasi.
TI (Teknologi Informasi) Penulis dalam melakukan penelitian ini juga memanfaatkan teknologi guna untuk menunjang keberadaan informasi setiap objek penelitian sehingga bisa menambah wawasan dalam membuat laporan penelitian ini seperti Browsing di Internet.
d) Alat Penelitian
1 Kamera Digital
1 PC Laptop
1 Buku Catatan + 2 Pulpen
Wi Fi Internet Access
1 Printer
1 Handphone Camera
10 Lembar kertas HVS
1 Buku Panduan Modul Pembelajaran Sejarah & Budaya dari Yayasan Warna Warni Indonesia cetakan 2010, “MENCINTAI SOLO MASA LALU untuk SOLO MASA DEPAN”.
1 Card Reader
1 Flash Disk
1 Kendaraan Motor
e) Pembimbing Penelitian
Bp. Indratmoko Pribadi, S.Pd
Ibu Suwarni, S.Pd
f) Latar Belakang Penelitian
Penulis menyadari bahwa mencintai sejarah dan budaya sendiri sangatlah begitu penting dan tentunya kita harus terus menjaga warisan para pendahulu kita terdahulu untuk kemudian dilestarikan dan dirawat hingga masa yang akan mendatang.
Pada jaman sekarang ini banyak sekali generasi muda yang mulai luntur akan kecintaan terhadap budaya bangsa sendiri apalagi menyukai sejarah bangsa sendiri. Maka dari itu, penulis membuat suatu pembuktian melalui penelitian ini untuk kemudian bisa dimanfaatkan dalam mempelajari sejarah dan budaya bangsa Indonesia sendiri agar tidak punah.
BAB 4 PEMBAHASAN PROGRAM 1 SEKILAS KEHIDUPAN KOTA SOLO TUGAS 1 DESKRIPSI PASAR GEDHE HARDJONEGORO
Pasar Gedhe Hardjonegoro atau secara umum biasa disebut namanya saja Pasar Gedhe ini, merupakan sentral dari seluruh pasar yang ada di Kota Solo. Pasar Gedhe ini pada awalnya dibangun dan direnovasi kembali yang sebelumnya hanya pasar pribumi Jawa sekitar jaman kepemimpinan Paku Buwono yang ke-10 (Abad ke 18). Pasar Gedhe yang ada di Kota Solo memiliki suatu bangunan bersejarah yang menjadi salah satu ciri khas budaya Kota Solo yaitu adanya tugu jam yang terpusat di tengah jalan persimpangan pasar. Sejak jaman kepemimpinan Paku Buwono, Pasar Gedhe telah menjalankan roda perekonomian pribumi, walaupun pada kenyataannya daerah di sekitar pasar ini dekat dengan kawasan pecinan. Kawasan Pecinan sendiri merupakan kawasan tempat tinggal atau perkampungan bagi orang
orang yang berdarah Tionghoa. Dalam menjalankan perekonomian terutama perdagangan di Pasar Gedhe, tentu saja pribumi Jawa senantiasa menjalin kerja sama dengan kaum Tionghoa yang sebagian besar menguasai perekonomian swasta pada waktu itu yang masih dalam penjajahan monopoli dagang pemerintahan kolonial Belanda. Selain itu juga, dari dulu deretan deretan toko perdagangan atau ruko penjualan di Pasar Gedhe hampir sebagian besar berada dalam penguasaan kaum Tionghoa, meskipun pribumi Jawa sendiri yang waktu itu sangat miskin hanya bisa menjual dagangannya secara nomaden atau yang dimaksud di sini adalah tidak mempunyai tempat untuk berjualan secara menetap. Pasar Gedhe telah banyak mengalami banyak perubahan perubahan dalam aspek bangunan maupun lingkungan sekitarnya seiring dengan perkembangan zaman. Tentu saja, Pasar Gedhe yang ada di zaman sekarang ini, telah menjadi salah satu benda cagar budaya di Kota Solo yang harus dijaga dan dirawat agar generasi selanjutnya bisa mengambil pelajaran sejarah yang dikandungannya untuk tetap dipertahankan dan dilestarikan sehingga tidak akan pernah punah atau hilang seiring perkembangan zaman manusia yang terus maju dan berkembang. TUGAS 2 TANGGAPAN TERHADAP BANGUNAN BANGUNAN KUNO DI KOTA SOLO A.
TANGGAPAN TERHADAP BANGUNAN KUNO
1. Penyusun makalah
menanggapi tentang kasus sebuah perusahaan perumahan
membangun perumahan dengan arsitektur gaya Eropa secara menyeluruh ini. Penyusun berpendapat bahwa kasus tersebut, sepertinya kurang begitu menghargai budaya asli dari bangsa sendiri. Dikarenakan hal tersebut sama saja kita seperti hidup kembali di jaman pemerintahan kolonial Belanda yang sebagian orang orang Belanda tinggal dengan rumah yang berasitektur Eropa karena bangsa Indonesia sendiri telah mengalamai trauma dijajah terhadap segala sesuatu hal yang bernuansa asing. Sehingga
penyusun
menghimbau,
sebaiknya
perusahaan
perumahan
yang
bersangkutan dalam membangun perumahan yang bernuansa Eropa tadi, diganti dengan nuansa yang sesuai Daerah sekitar, tempat membangun perumahan tersebut. Hal ini bisa dilakukan agar mampu memperkokoh atau memperkuat persatuan dan
kesatuan bangsa lewat pembanguan perumahan yang bernuansa khas Indonesia itu tadi. 2. Penyusun makalah menanggapi tentang kasus sebuah rumah bernilai sejarah dan budaya, namun dibongkar menjadi bangunan sama sekali. Penyusun berpendapat bahwa kasus tersebut, pihak yang bersangkutan dalam pembangunan tersebut sama sekali tidak mengerti arti dari bangunan yang memiliki sejarah dan budaya. Setiap bangunan yang memiliki nilai sejarah ataupun budaya, sudah terbukti jelas untuk bisa menjadi Bangunan Cagar Budaya (BCB) yang harus dirawat, dijaga dan dilestarikan. Sehingga penyusun menghimbau, sebaiknya bagi siapa pun dalam membongkar atau membangun kembali bangunan yang baru dari bangunan yang memiliki nilai sejarah dan budaya atau BCB, haruslah meninjau ulang kembali atau melakukan perijinan terkait pembangunan tersebut terhadap pemerintahan setempat yang bertanggung jawab mengawasi kawasan BCB tersebut dan jika diperbolehkan, maka hal itu harus diumumkan dan dipaparkan di mata masyarakat umum supaya nanti masyarakat tidak bingung atau apatis dalam mengambil sikap maupun pendapat terhadap kebijakan pemerintah tersebut. 3. Penyusun makalah menanggapi tentang kasus sebuah rumah kuno coret coret dan menjadi markas tuna wisma. Penyusun berpendapat bahwa kasus tersebut, bukti bahwa tidak adanya wujud kepedulian dari pemerintahan yang seharusnya bertanggung jawab atas bangunan kuno tersebut yang memiliki sejarah dan masyarakat sekitarnya. Bangunan kuno tersebut mungkin sudah sejak dahulu, memang terbengkalai atau mungkin bisa juga sikap apatis dan perubahan dalam kehidupan masyarakat sekitar yang terus mengalami perkembangan seiring majunya zaman. Sehingga penyusun menghimbau, sebaiknya pemerintahan memberikankan suatu renovasi baru bagi bangunan kuno yang telah rusak atau ternodai dan membuat peraturan peraturan yang baru tentang perawatan bangunan kuno sebagai salah satu wujud dari kepedulian pemerintah sendiri terhadap bangunan yang memiliki nilai sejarah dan bagi masyarkat seharusnya menjaga, merawat dan melestarikan bangunan kuno tersebut agar nilai sejarah yang terkandung di dalamnya tidak musnah atau hilang dari pembelajaran sejarah di kehidupan masyarakat. B.
DOKUMENTASI BANGUNAN KUNO
Benteng Vastenburg adalah salah satu benteng peninggalan pemerintahan kolonial Belanda di abad 18 – abad 19 lamanya di Kota Solo. Mulanya benteng ini digunakan untuk semacam benteng pertahanan dari serangan luar ataupun para pemberontak dari pribumi dan sebagai pusat administrasi pemerintahan kolonial Belanda. Benteng ini mulai beralih fungsinya, semenjak penjajahan Jepang yang masuk ke Indonesia sekitar tahun 1942. Benteng ini digunakan oleh pihak penjajah Jepang sebagai tempat untuk militer dan gudang senjata serta tempat penyiksaan yang kejam untuk para pribumi yang tak mau tunduk atau memberontak. Setelah Indonesia merdeka hingga saat ini kondisi bangunan tersebut terbengkalai bahkan sangat begitu tidak terawatnya bangunan nampak bagaikan bangunan tua.
Foto : Vastenburg Kota Solo pada jaman sekarang. Mungkin sekarang ini kondisinya sangat memperihatinkan, dikarenakan bangunan ini adalah salah satu bangunan cagar budaya yang memiliki nilai sejarah yang panjang dan untuk itu seharusnya ada perhatian khusus dari pemerintah Kota Solo untuk merevitalisasi bangunan tersebut menjadi bangunan yang bisa diambil pelajaran sejarah oleh masyarakat melalui wisata sejarah atau refrensi sejarah.
TUGAS 3 DESKRIPSI TOPOMINI KOTA SOLO
1. Kota Solo secara psikologis terbelah menjadi 2 wilayah yaitu Kawedanan Distrik Kota Surakarta yang terdiri atas onder 4 kecamatan yaitu Jebres, Pasar Kliwon, Serengan dan Laweyan & Kawedanan Distrik Kota Mangkunegaran yang hanya terdiri atas onder kecamatan Banjarsari. 2. Pembagian wilayah di Kota Solo berdasarkan identifikasi atau ciri cirinya antara lain: a. Identifikasi Wilayah Kasunanan
Daerah kekuasannya masih bernuansa tradisional Jawa atau Kejawen.
Bangunan bangunan kekuasaan lebih banyak yang bercorak Jawa.
Toponimi kawasan Kasunanan menggunakan nama nama orang penting dan terkenal.
Banyak bangunan bangunan kuno yang masih tetap berdiri di sekitar kawasan wilayah Kasunanan.
Tata letak wilayah Kasunanan terpusat pada keraton sebagai pusat kekuasaan.
b. Identifikasi Wilayah Mankunegaran
Daerah kekuasannya bernuansa Eropa/Belanda atau Plandan.
Bangunan bangunan kekuasaan lebih banyak berasitektur Eropa.
Toponimi kawasan Mangkunegaran menggunakan nama nama jabatan penting atau pangkat militer yang tinggi.
Tata ruang dan tata letak permukiman di kawasan Mangkunegaran lebih bercorak kota Eropa dan lebih banyak disesuaikan bagi kepentingan militer.
Adanya taman di setiap sudut permukiman yang berdekatan dengan pos keamanan Keraton Mangkunegaran dan kantor kelurahan.
3. Nama nama daerah yang sudah tidak ada lagi di daerah Kota Solo yaitu antara lain
Krapyak
Lojiwarung
Ngadisuryan
Pesanggarahan
4. PERBEDAAN WILAYAH SELATAN REL KERETA API DENGAN UTARA KERETA API Pertama, Keadaan wilayah selatan rel kereta api dengan wilayah utara kereta api adalah ada tidaknya suatu tempat yang dijadikan sebagai pusat kegiatan dari masyarakat. Wilayah Selatan memiliki pusat pusat perbelanjaan dan pasar seperti Pasar Kabangan, Lumbung Batik Laweyan dan lain lainnya serta banyaknya akses layanan masyarakat seperti Kantor Pos Kota Solo misalnya. Sedangkan Wilayah Utara kurang memiliki tempat tempat yang dijadikan untuk kegiatan masyarakat walaupun ada namun tidak selengkap maupun sebesar yang ada di Wilayah Selatan seperti Pasar Nusukan misalnya sebagai pusat belanja di wilayah Utara ini. Kedua, adanya lahan yang dijadikan untuk taman maupun untuk tempat ladang bagi masyarakat. Wilayah Selatan kurang memiliki lahan untuk taman dikarenakan lahan tersebut telah terkuras habis untuk lahan industrial seperti pabrik pabrik batik di Laweyan dan banyaknya bangunan bangunan berdiri di atas lahan yang sekiranya masih bisa untuk dijadikan taman penghijauan. Untuk Wilayah Utara, masih banyak lahan lahan hijau yang bisa digunakan untuk taman seperti Taman Balekambang dan
belum begitu banyaknya
bangunan bangunan yang bediri di atas lahan hijau. Ketiga, adanya bangunan bangunan yang memiliki corak atau arsitektur tertentu. Wilayah Selatan masih memiliki bangunan bangunan kuno peninggalan masa lalu yang rata rata berasitektur asing seperti bangunan kuno arsitektur Eropa di sekitar perumahan yang berada di dekat Taman Banjarsari. Wilayah Utara masih tetap mempertahankan bangunan kuno dengan arsitektur tradisional seperti bangunan kuno Rumah rumah kuno milik para saudagar batik di sekitar daerah Laweyan di Kota Solo.
TUGAS 4 TABEL PAHLAWAN KEMERDEKAAN ASAL KOTA SOLO
NO
01
02
NAMA PEJUANG
Dr. Moewardi
R. Maladi
BIDANG PERJUANGAN
Kedokteran
Olahraga & Musik
03
Soepomo
Politik
04
Dr. Soeharso
Kedokteran
RIWAYAT SINGKAT PERJUANGAN Di Solo, Dr.Moewardi mendirikan sekolah kedokteran dan membentuk gerakan rakyat untuk melawan aksi-aksi PKI (1947). Pada peristiwa Madiun (1948) dia adalah salah satu tokoh yang dikabarkan hilang dan didiuga dibunuh oleh pemberontak selain Gubernur Soeryo. Pada masa awal kemerdekaan Indonesia, Maladi terlibat langsung dalam Perang Kemerdekaan Indonesia dengan memimpin Tentara Pelajar dalam pertempuran melawan Tentara Belanda yang kemudian dikenal sebagai Serangan Umum Empat Hari di Solo.Pasca pengakuan kedaulatan Indonesia, R Maladi aktif di dunia musik dan olahraga. Di dunia olaharga, R Maladi adalah mantan presiden PSSI periode 1950-1959. Bahkan Maladi juga pernah menjadi penjaga gawang PSSI. Di dunia musik, Maladi juga merupakan seorang pencipta lagu keroncong yang handal, lagunya yang sangat dikenal adalah lagu keroncong Di Bawah Sinar Bulan Purnama, Nyiur Hijau Soepomo adalah salah satu anggota penting dari BPUPKI tahun 1945 yang menciptakan pemikiran pemikiran penting rumusan rumusan negara dalam usaha mencapai Indonesia merdeka bersama tokoh penting lainnya (Ir. Soekarno & Moh Yamin). 1939 – Asisten di RSUP Surabaya 1939 – Dokter di Sambas, Kalimantan Barat 1942 – Dokter di RS Jebres, Kota Surakarta 1948 – Mendirikan bengkel pembuatan kaki dan tangan tiruan
05
Slamet Riyadi
Militer
(prostesis) di RS Umum Surakarta 1951 – Mendirikan Rehabilitasi Centrum Penderita Cacat Tubuh di Surakarta 1953 – Mendirikan Rumah Sakit Ortopedi dan Yayasan Pemeliharaan Anak-anak Cacat di Surakarta (YPAC)
Karier &Jabatan
Kegiatan
Waktu
Siswa MULO Afd.B
Pertahanan Bumi Putra
1940
Sekolah Tinggi Pelayaran
Rekrutmen 1943 Pemuda oleh tentara Jepang
Navigator kapal Pemberontakan 1945 kayu kapal milik Jepang Dan.Yon.Res.I, Perang di Solo 1945 Divisi I melawan Jepang & Belanda Dan.Yon.Res.I, Penumpasan 1948 Divisi I pemberontakan PKI Madiun Dan.Wehrkreise Perang 1949 I Kemerdekaan II & Serangan Umum Solo Wakil Pemerintah RI
Penyerahan Kota Solo
29/12/1949
Komando Yon.352
Mendukung 1949 Div.Siliwangi menumpas APRA di Jabar.
Wakil.Panglima Penumpasan 1950 TT VII. Pemberontakan di Makasar &RMS Ambon Wakil.Panglima Gugur di 4/11/1950 TT VII. gerbang benteng Victoria, Ambon Brigadir Jendral Kenaikan Anumerta pangkat atas
1950
jasa almarhum
06
07
Radjiman Wedyodiningrat
Paku Buwono VI
Politik
Militer
Pada sidang BPUPKI pada 29 Mei 1945, ia mengajukan pertanyaan “apa dasar negara Indonesia jika kelak merdeka?” Pertanyaan ini dijawab oleh Bung Karno dengan Pancasila. Jawaban dan uraian Bung Karno tentang Pancasila sebagai dasar negara Indonesia ini kemudian ditulis oleh Radjiman selaku ketua BPUPKI dalam sebuah pengantar penerbitan buku Pancasila yang pertama tahun 1948 di Desa Dirgo, Kecamatan Widodaren, Kabupaten Ngawi. Terbongkarnya dokumen yang berada di Desa Dirgo, Kecamatan Widodaren, Kabupaten Ngawi ini menjadi temuan baru dalam sejarah Indonesia yang memaparkan kembali fakta bahwa Soekarno adalah Bapak Bangsa pencetus Pancasila. Pakubuwana VI adalah pendukung perjuangan Pangeran Diponegoro, yang memberontak terhadap Kesultanan Yogyakarta dan pemerintah Hindia Belandasejak tahun 1825. Namun, sebagai seorang raja yang terikat perjanjian dengan Belanda, Pakubuwana VI berusaha menutupi persekutuannya itu. Penulis naskah-naskah babad waktu itu sering menutupi pertemuan rahasia Pakubuwana VI dengan Pangeran Diponegoro menggunakan bahasa simbolis. Misalnya, Pakubuwana VI dikisahkan pergi bertapa ke Gunung Merbabu atau bertapa di Hutan Krendawahana. Padahal sebenarnya, ia pergi menemuiPangeran Diponegoro secara diam-diam. Pangeran Diponegoro juga pernah menyusup ke dalam keraton Surakarta untuk berunding dengan Pakubuwana VI seputar sikap Mangkunegaran dan Madura. Ketika Belanda tiba, mereka pura-pura bertikai dan saling menyerang. Konon, kereta Pangeran Diponegoro tertinggal dan segera ditanam di dalam keraton oleh Pakubuwana VI.
PROGRAM 2 KOTA SOLO DAN KAMPUNG BATIK LAWEYAN TUGAS 5 RIWAYAT KH. SAMANHOEDI
Tahun 1900, perdagangan di Indonesia dimonopoli oleh para pedagang Cina karena banyak mendapatkan bantuan dari pemerintah kolonial Belanda. Sebaliknya, pedagang pribumi banyak mendapat tekanan. Karena ketidakadilan itu, pedagang Indonesia tidak dapat mengembangkan usahanya. Perlakuan yang tidak adil dan cenderung merendahkan kaum
pribumi itu membuat seorang pedagang batik, KH Samanhudi tergerak untuk membela kaumnya, para pedagang batik pribumi. Samanhudi yang juga dikenal dengan nama Wiryowikoro dan atau Sudarno Nadi dilahirkan di Solo pada tahun 1868. Terbatasnya kesempatan untuk sekolah membuatnya hanya sempat mengenyam pendidikan di Sekolah Dasar, itu pun tidak tamat. Sesudah itu ia memutuskan untuk belajar agama di Surabaya sambil berdagang batik. Usahanya dalam memperjuangkan nasib pedagang pribumi dilakukannya dengan menyusun kekuatan di bidang perdagangan dan agama. Ia merasa bahwa pedagang batik pribumi perlu memiliki organisasi tersendiri untuk membela kepentingan mereka. Maka pada tahun 1911, ia mendirikan Sarekat Dagang Islam (SDI) di Solo. Adapun alasan mendasar yang melatarbelakangi pendirian organisasi tersebut, yakni pertama, persaingan yang meningkat dalam bidang perdagangan batik terutama dari orang-orang Cina yang memiliki sifat superior terhadap orang pribumi. Kedua, adanya tekanan yang datang dari kaum bangsawan. Keberadaan SDI mendapat sambutan hangat dari masyarakat. Terbukti dengan menjamurnya cabang-cabang SDI dalam waktu yang terbilang singkat di luar kota Solo. Kenyataan tersebut membuat pemerintah Belanda khawatir. Atas dorongan beberapa penurus dan anggota, SDI pun berubah menjadi sebuah partai politik yang ditandai dengan perubahan nama dari SDI menjadi SI (Sarekat Islam) pada tanggal 10 September 1912. Anggota SI setiap tahun bertambah terus. Menjelang kongres pertamanya pada tanggal 25-26 Januari 1913 di Surabaya, anggota SI sekitar 80.000 orang. Lalu meningkat menjadi 360.000 orang, tiga tahun kemudian. Pada tahun 1918, jumlah anggotanya semakin bertambah lagi menjadi 450.000 orang. Sementara itu, penyusunan anggaran dasar (AD), mencari pimpinan, dan mengatur hubungan antara organisasi pusat dan daerah diselesaikan pada periode tahun 1916-1921. Tujuan organisasi SI sendiri dirumuskan sebagai berikut: "Akan berikhtiar, supaya anggota-anggotanya satu sama lain bergaul seperti saudara, dan supaya timbullah kerukunan dan tolong menolong satu sama lain antara sekalian kaum muslimin, dan lagi dengan segala daya upaya yang halal dan tidak menyalahi wet-wet (undang-undang, hukum-pen) negeri (Surakarta) dan wet-wet Gouvernement, …berikhtiar mengangkat derajat, agar menimbulkan kemakmuran, kesejahteraan dan kebesaran negeri".
Melihat perkembangan partai SI yang pesat ke daerah-daerah di Jawa dan setelah kegiatan-kegiatan para anggotanya di Solo meningkat tanpa dapat diawasi oleh penguasa kolonial, Residen Surakarta membekukan SI. Pembekuan itu menimbulkan berbagai kerusuhan dan pergolakan rakyat. Untuk mengatasi hal tersebut, pemerintah Belanda akhirnya mencabutnya pada tanggal 26 Agustus 1912 dengan beberapa catatan bahwa wilayah organisasi SI hanya terbatas di Surakarta. Samanhudi menyadari bahwa untuk membenahi organisasi dan menghadapi pemerintah kolonial Belanda diperlukan seorang pemimpin yang handal. Haji Oemar Said Cokroaminoto yang bergabung dengan SI pada Mei 1912 kemudian ditugaskan untuk menyusun
anggaran
dasar.
Tanpa
menghiraukan
persyaratan
Residen
Surakarta,
Cokroaminoto pun kemudian menyusun Anggaran Dasar baru untuk SI di seluruh Indonesia sekaligus meminta pengakuan pemerintah untuk menghindari "pengawasan preventif dan represif secara administratif". Dalam pertemuan SI di Yogyakarta pada tanggal 18 Februari 1914 diputuskan untuk membentuk pengurus pusat yang terdiri dari Haji Samanhudi sebagai Ketua Kehormatan, Cokroaminoto sebagai ketua, dan Gunawan sebagai Wakil Ketua. Pengurus Central (Pusat-pen) Sarekat Islam itu diakui pemerintah Belanda pada tanggal 18 Maret 1916. Pilihannya tak salah, SI pun semakin mengalami kemajuan pesat dan menjadi partai massa di bawah kepemimpinan Haji Oemar Said Cokroaminoto. SI tidak hanya memperjuangkan kepentingan dagang saja, tetapi juga politik bangsanya. Berhubung kesehatannya mulai terganggu, maka terhitung sejak tahun 1920, Haji Samanhudi tidak aktif lagi dalam kepengurusan partai. Usaha dagang batiknya pun mengalami kemerosotan. Namun, hal tersebut tak dapat memadamkan kepeduliannya terhadap pergerakan nasional. Sesudah kemerdekaan berhasil direngkuh republik ini, ia kembali melibatkan diri dalam misi mempertahankan kedaulatan negara. Ia mendirikan Barisan Pemberontakan Indonesia Cabang Solo dan Gerakan Persatuan Pancasila untuk membela RI yang sedang menghadapi ancaman serangan Belanda. Ketika terjadi Agresi Militer II yang dilancarkan Belanda, ia membentuk laskar Gerakan Kesatuan Alap-alap yang bertugas menyediakan perlengkapan, khususnya bahan makanan untuk para prajurit yang tengah berjuang. KH Samanhudi tutup usia pada tanggal 28 Desember 1956 di Klaten dan dikebumikan di Desa Banaran, Kecamatan Grogol, Kabupaten Sukohardjo, Jawa Tengah.Ia adalah seorang
perintis dan pemimpin yang baik. Organisasi yang dirintisnya memberikan sumbangan yang besar bagi perjuangan bangsa Indonesia. Satu hal yang menarik dalam diri tokoh SI ini adalah ketika dia memilih Cokroaminoto sebagai penggantinya memimpin SI. Ia bersikap rendah hati dengan mengakui bahwa organisasi yang dibentuknya memerlukan orang yang lebih terpelajar. Dan pilihannya memang tepat. Kebesaran seorang pemimpin memang dapat dilihat dari caranya mempersiapkan pengganti yang meneruskan cita-cita dan perjuangannya. Atas jasa-jasanya pada negara, KH Samanhudi dianugerahi gelar Pahlawan Kemerdekaan berdasarkan SK Presiden Republik Indonesia No. 590 Tahun 1961, tanggal 9 November 1961.
TUGAS 6 DESKRIPSI STASIUN JEBRES
Stasiun Solo Jebres atau Stasiun Solojebres (SK) merupakan stasiun kereta api yang terletak di Jl. Ledoksari No. 1, Purwadiningratan, Jebres, Surakarta. Stasiun yang terletak pada ketinggian +97 m dpl ini berada di bawah manajemen PT Kereta Api Daerah Operasi 6 Yogyakarta. Stasiun Solo Jebres terletak ke arah timur dari Jl. Urip Sumoharjo. Di dekat stasiun ini terdapat sebuah terminal peti kemas yang kini tak lagi aktif. Stasiun Solo Jebres terletak di daerah kekuasaan Kasunanan Surakarta. Didirikan pada tahun 1884 oleh Staatsspoorwegen, Stasiun Solo Jebres dahulu adalah stasiun besar untuk Staatsspoorwegen. Stasiun yang merupakan peninggalan dari zaman pemerintahan kolonial Belanda ini, sekarang sudah mengalami banyak perubahan atau renovasi dan revitalisasi oleh pemerintahan Kota Solo. Di setiap sudut bangunan stasiun telah mengalami semacam pembaharuan seperti warna bangunan yang klasik tempo dulu, pernak pernik bangunan yang
bercorakkan Eropa (Pintu Gerbang, Jendela, Kursi, Lambang – lambang, dll) dan adanya semacam tugu dari Stasiun Jebres sendiri yang baru. Penulis berpendapat bahwa perubahan kondisi banguan yang terjadi di Stasiun Jebres sangat setuju sekali. Dikarenakan hal tersebut, mampu menjadi daya tarik tersendiri di dalam sejarah Kota Solo agar nantinya bisa menjadi pembelajaran budaya di Kota Bengawan ini. TUGAS 7 NAPAK TILAS BANGUNAN KUNO DHC’45 SURAKARTA
DHC ’45 SURAKARTA atau kepanjangan dari Dewan Harian Cabang angakatan 1945 di Kota Surakarta ini adalah salah satu perkumpulan yang dibentuk secara resmi dan diakui oleh pemerintahan dari para veteran perang kemerdekaan Indonesia untuk menghimpun semua para pensiunan perang atau veteran perang yang ada dan tinggal di
wilayah Surakarta. Bangunan yang digunakan sebagai lokasi atau basecamp para anggota DHC ‘ 45 ini tepatnya adalah bekas bangunan panti asuhan peninggalan zaman pemerintahan kolonial Belanda yang diperkirakan dibangun sekitar abad ke 19 sampai sekarang (+150 tahun). Seiring dengan perkembangan zaman, Bangunan DHC’45 telah mengalami banyak perubahan perubahan maupun renovasi. Kondisi bangunan pada saat ini masih dibilang terawat karena bangunan tadi dijaga dan dimanfaatkan nilai sejarahnya oleh DHC’45 sendiri untuk tetap melestarikannya agar tidak berubah. Tingkat perubahan pada setiap bangunan dipastikan mengalami perubahan seiring perkembangan zaman seperti bangunan bangunan kuno milik Belanda sudah tidak ada lagi, warna cat bangunan pun berubah disesuaikan dengan zaman sekarang dan tentunya ada tambahan beberapa ruang ruang di dalam bangunan kuno yang bernilai sejarah tersebut. Sekarang bangunan tersebut diperuntukan untuk warisan sejarah perjuangan yang ada di Kota Solo. Penyusun laporan menanggapi nasib dari bangunan kuno DHC’45, bahwa sebenarnya dalam menjaga kelestarian sejarah sebaiknya kita tetap mempertahankan, menjaga dan memanfaatkannya dengan sebaik baik mungkin seperti bangunan kuno panti asuhan milik Belanda digunakan sebagai kantor DHC’ 45 sendiri. Ingat! setiap bangsa yang besar adalah tidak akan pernah lupa sejarah bangsanya sendiri.
TUGAS 8 TABEL BANGUNAN KUNO JENIS RUMAH HUNIAN
N O
NAMA BANGUNA N
LOKASI BANGUNA N
KONDISI BANGUNA N
PENGARU H ASING
01
Rumah Kuno
Banaran, Laweyan, Surakarta
Terawat
Eropa
02
Laweyan IT Center
Laweyan, Surakarta
Terawat
Islam
03
CASA
Pajang, Surakarta
Terawat
Eropa
04
Rumah Kuno
Kauman, Surakarta
Terawat
Campuran (Jawa &Eropa)
TANGGAPA N Bangunan masih bisa dihuni & terawat secara baik serta mengalami renovasi yang bagus pada setiap bangunan. Nuansa khas Islam masih terasa di setiap bangunan yang ada corak kaligrafi arab. Bangunan berkhas Eropa pada setiap arsitekturny a yang masih baik dan telah terrenovasi ulang Bangunan ini memiliki corak bangunan tradisional namun berarsitektu r asing maka menjadi campuran (Jawa – Eropa)
05
Rumah Kuno
Laweyan, Surakarta
Tidak Terawat
Eropa
Bangunan ini sudah tidak berpenghuni lagi sehingga nampak tak diurus.
PROGRAM 3 BANGUNAN KERATON SEBAGAI SITUS BUDAYA TUGAS 9 INFORMASI LENGKAP MENGENAI BENDA BUDAYA DAN BANGUNAN ISTANA KERATON A.
TEMPAT & BANGUNAN ISTANA a. Alun-alun Lor Alun-alun Lor atau Alun-alun Utara ibarat halaman depan yang terletak tepat di depan
istana Kasunanan Surakarta Hadiningrat. Di sekeliling garis pinggir Alun-alun Lor, ditanami pohon beringin. Begitu pula dengan bagian tengah tanah lapang di mana di situ juga terdapat dua pohon beringin. Bedanya, dua pohon beringin yang berada di tengah diberi pagar pelindung sehingga disebut dengan nama Waringin Sengkeran (beringin yang dikurung), sedangkan beringin yang ditanam di tepi Alun-alun Lor tidak diberi pagar. Di kompleks Alun-alun Lor terdapat sebuah tempat bernama Gladhag yang dahulu dipergunakan sebagai tempat untuk mengikat binatang buruan yang baru saja ditangkap dari hutan. Selain itu, Alun-alun Lor juga menjadi tempat diselenggarakannya upacara-upacara kerajaan yang melibatkan rakyat dan menjadi tempat bertemunya Raja dengan rakyat. Orang yang ingin bertemu Raja untuk mengadukan suatu permasalahan atau meminta permohonan, biasanya akan menunggu di Alun-alun Lor yang berlokasi tepat di depan kompleks istana. Alun-alun Lor juga menjadi tempat dilangsungkannya bermacam-macam keramaian, tempat latihan perang, tempat untuk perlombaan (misalnya olahraga), dan lain sebagainya. Dahulu, pada setiap hari Sabtu, Alun-alun Lor digunakan sebagai medan latihan perang oleh para prajurit berkuda dengan bersenjatakan tombak. Latihan ini diiringi dengan bunyi-bunyian gamelan yang disebut Gamelan Setu karena diadakan setiap hari Sabtu. Alun-alun Lor juga digunakan untuk arena rampongan, yakni latihan kemahiran mempergunakan tombak dengan melawan harimau. Di samping itu, kawasan Alun-alun Lor juga menjadi tempat untuk eksekusi hukuman mati bagi orang yang dinyatakan bersalah di pengadilan. Setelah hukuman mati dilaksanakan, tubuh orang tersebut diletakkan di sebelah utara Waringin Sengkeran agar semua rakyat dapat melihat dan tidak meniru kesalahan yang telah diperbuat si terhukum itu.
Di kawasan Alun-alun Lor Keraton Kasunanan Surakarta Hadiningrat terdapat beberapa bangunan yang memiliki ciri khas dan fungsinya masing-masing, antara lain:
Di sebelah barat, utara, dan timur Alun-alun Lor terdapat beberapa bangunan yang disebut Pakapalan, dari kata kapal yang berarti kuda. Jadi, Pakapalan digunakan sebagai tempat untuk menambatkan kuda-kuda para abdi dalem dari berbagai daerah yang akan menghadap Raja pada hari-hari besar.
Di sebelah tenggara Alun-alun Lor berdiri Bangsal Patalon yang berfungsi sebagai tempat di mana Gamelan Setu dibunyikan untuk mengiringi latihan keprajuritan yang dilangsungkan pada setiap hari Sabtu.
Di tengah Alun-alun Lor, seperti yang sudah disinggung sebelumnya, terdapat dua pohon beringin yang dikurung di dalam pagar atau Waringin Sengkeran. Beringin yang terletak di sebelah barat bernama Dewandaru yang berarti keluhuran, sedangkan beringin di sebelah timur bernama Jayandaru yang berarti kemenangan. Kedua pohon beringin ini dibawa dari Alun-alun Kraton Kartasura yang menjadi pusat pemerintahan Kerajaan Mataram Islam sebelum dipindahkan ke Surakarta. Di sekitar Waringin Sengkeran inilah yang menjadi tempat laku pepe (berjemur) untuk orang yang tidak puas terhadap pemerintahan. Laku pepe dilakukan dengan duduk di bawah pohon Waringin Sengkeran dengan memakai pakaian serba putih dan memohon kemurahan hati Raja agar berkenan menemuinya.
Di sebelah barat Alun-alun Lor berdiri Masjid Agung Surakarta yang digunakan sebagai pusat pengajaran agama Islam dan menjadi tempat dilangsungkannya berbagai acara keagamaan oleh Kasunanan Surakarta Hadiningrat. Selain itu, dulu, di sebelah barat Alun-alun Lor, juga di sebelah timur, terdapat bangunan Bangsal Paretan sebagai tempat menyimpan kereta kebesaran (kereta kencana) untuk Raja dan para pangeran pada saat digelarnya upacara-upacara kebesaran.
Di sebelah selatan Alun-alun Lor dahulu ada 3 (tiga) pucuk meriam yang diletakkan berjajar dari arah barat ke timur. Ketiga meriam itu masing-masing bernama Kyai Pancawara, Kyai Swuhbrasta, dan Kyai Sagarawana. Namun sekarang, ketiga meriam tersebut sudah dipindahkan ke sebelah timur Sasana Sumewa. Ketiga meriam itu bukan digunakan sebagai senjata perang, melainkan sebagai tanda kerajaan di mana meriam-meriam itu dibunyikan ketika terjadi peristiwa penting, misalnya kedatangan tamu agung, kelahiran putra-putri Raja dari permaisuri, dan ketika
diadakan ritual Pisowanan Agung. Di sebelah selatan Alun-alun Lor juga ditanam sepasang pohon beringin yang masing-masing diberi nama Waringin Gung (beringin yang tinggi besar) dan Waringin Binatur (beringin yang hina/rendah).
Di sebelah Utara Alun-alun Lor berdiri sepasang pohon beringin yang diberi nama Jenggot (laki-laki) dan Wok (perempuan). Di area ini berdiri juga tugu peringatan yang didirikan dalam rangka memperingati 200 tahun berdirinya Keraton Kasunanan Surakarta Hadiningrat
Di sebelah barat daya dan timur laut Alun-alun Lor terdapat pintu gerbang yang disebut Slompretan dan Batangan. Kedua pintu gerbang ini hanya dibuka pada hari Rabu Pahing, Suro Je, 1870 atau pada tanggal 8 Maret 1939 dalam penanggalan Masehi. b. Sasana Sumewa Sasana Sumewa merupakan bangsal besar yang berada di tepi jalan sebelah selatan
Alun-alun Lor dan menjadi bangunan utama terdepan dalam rangkaian bangunan keraton. Bangsal ini dahulu digunakan sebagai tempat menghadap untuk para punggawa (pejabat menengah ke atas) dalam upacara resmi kerajaan. Selain itu, bangsal besar yang menghadap ke arah utara ini digunakan sebagai ruang tunggu bagi tamu yang hendak menghadap Raja. Fungsi tersebut sesuai dengan makna isitlah Sasana Sumewa berarti tempat menghadap, terdiri dari kata sasana yang berarti tempat dan sumewa yang berarti menghadap atau sowan. Sasana Sumewa mulai dibangun pada tahun Jawa 1843 atau tahun 1913 Masehi dan selesai pada tahun Jawa 1844. Awalnya, lantai Sasana Sumewa masih berupa tanah dan pasir sedangkan atapnya dari bambu. Oleh karena itu, tempat ini disebut juga dengan nama tratag, selain dikenal pula dengan sebutan pagelaran, yang berarti “tempat membentangkan kehendak Raja tentang berbagai hal di kerajaan”. Di kompleks ini terdapat sejumlah meriam, di antaranya adalah meriam yang diberi nama Kyai Pancawura atau Kyai Sapu Jagad, keduanya dibuat pada masa pemerintahan Sultan Agung (1613-1645). Di tengah-tengah Sasana Sumewa, terdapat sebuah bangsal kecil yang bernama Bangsal Pangrawit, bangsal berarti tempat, sedangkan pangrawit memiliki makna merawat atau memperindah. Bangsal peninggalan dari Kartasura ini digunakan sebagai tempat duduk atau berdiri Raja untuk menyampaikan pesan atau perintah kepada para bawahannya atau ketika pelantikan pejabat. Di sebelah kanan Sasana Sumewa terdapat Bangsal Pacekotan yang digunakan sebagai tempat menghadap orang yang akan menerima anugerah dari Raja.
Setiap harinya, Bangsal Pacekotan dijadikan sebagai tempat istirahat bagi abdi dalem yang bertugas menjaga keamanan istana bagian depan. Sedangkan di sebelah kiri Sasana Sumewa terdapat Bangsal Pacikeran yang merupakan tempat bagi orang yang akan dijatuhi hukuman oleh pengadilan. c. Siti Hinggil Lor Siti berarti tanah atau tempat, sedangkan hinggil berarti tinggi. Siti Hinggil Lor merupakan kompleks bangunan yang didirikan di atas sebidang tanah yang lebih tinggi dari daerah di sekitarnya. Siti Hinggil Lor berlokasi di sebelah selatan Sasana Sumewa dan dilengkapi dengan pagar batu serta pintu yang berterali besi. Kompleks Siti Hinggil Lor memiliki dua pintu gerbang, yaitu pintu gerbang di sebelah utara yang disebut dengan Kori Wijil, dan pintu gerbang di sebelah selatan yang bernama KoriRenteng. Di depan Kori Wijil, tepatnya di tangga Siti Hinggil Lor sebelah utara, terdapat batu yang dulu digunakan sebagai tempat pemenggalan kepala orang-orang dinyatakan bersalah dan dijatuhi hukuman mati. Batu ini dikenal dengan nama Selo Pamecat. Di kompleks ini juga terdapat 8 (delapan) pucuk meriam yang ditempatkan berjajar dari barat ke timur. Masing-masing meriam itu bernama: Kyai Brising, Kyai Bagus, Kyai Nakula, Kyai Kumbarawa, Kyai Kumbarawi, Kyai Sadewa, Kyai Alus, dan Kyai Kadhalbutung atau MahesaKumali atau Pamecut. Bangunan utama di yang ada di kompleks Siti Hinggil Lor adalah Sasana Sewayana. Tempat ini digunakan oleh para pembesar kerajaan ketika menghadiri upacara kerajaan. Selain itu, terdapat Bangsal Manguntur Tangkil dan Bangsal Witono. Di tengah-tengah Bangsal Witono yang menjadi tempat disemayamkannya pusaka kebesaran istana selama berlangsungnya upacara kerajaan, terdapat bangunan kecil yang disebut dengan Krobongan Bale Manguneng, yakni tempat persemayaman pusaka istana bernama Kangjeng Nyai Setomi. Pusaka ini berupa sebuah meriam yang konon dirampas oleh tentara Mataram dari Belanda saat menyerbu ke Batavia. Keberadaan meriam Kangjeng Nyai Setomi dipercaya dapat memberikan keselamatan dan mampun menggerakkan jiwa dalam suasana kegembiraan serta kemeriahan namun tanpa meninggalkan kesopanan dan tata krama. Sedangkan di Bangsal Manguntur Tangkil terdapat tempat duduk Raja yang digunakan pada hari Grebeg Mulud tanggal 12 Rabiul Awal, Grebeg Puasa pada tanggal 1 Syawal, dan Grebeg Besar setiap tanggal 10 Besar. Secara harfiah, Bangsal Manguntur Tangkil berarti “bangsal di Siti Hinggil yang mulia”. Selain itu, di Sasana Sewayana juga terdapat tempat
duduk untuk para putra sentana dan abdi dalem yang berpangkat tinggi. Mereka duduk di bangsal
itu
ketika
dilangsungkannya
upacara
Grebeg.
Sedangkan
di
sisi
luar
(timur-selatan-barat) kompleks Siti Hinggil Lor merupakan jalan yang disebut dengan nama Supit Urang dan boleh dilalui oleh masyarakat umum.Adapun beberapa bangsal lainnya yang ada di tepi sebelah timur (dari selatan) kompleks Siti Hinggil Lor antara lain:
Bangsal Angun-angun, biasanya digunakan sebagai tempat pacaosanAbdi Dalem Sarageni Kiwa-tengen.
Bangsal Gandhek Tengen, sebagai tempat yang digunakan ketika membunyikan gamelan Kodhok Ngorek. Sedangkan pada hari-hari biasa, tempat ini digunakan untuk pacaosanAbdi Dalem Gandhek Tengen.
Bale Bang, bangunan yang difungsikan sebagai tempat untuk menyimpan perangkat gamelan Kodhok Ngorek.
Gandhek Kiwa, yakni tempat untuk menyiapkan pesta yang diselenggarakan istana. Sedangkan pada hari-hari biasa, tempat ini digunakan untuk pacaosan Abdi Dalem Gandhek Kiwa.
Bangsal Mertalulut, terletak di sebelah timur tangga Siti Hinggil Lor, dahulu menjadi tempat Abdi Dalem Mertalulut, punggawa keraton yang bertugas membawa hadiah kepada mereka yang berjasa. Sekarang, bangsal ini ditempati oleh Abdi Dalem Meriam Kyai Pancawara.
Bangsal Singanegara, terletak di sebelah barat tangga Siti Hinggil Lor, dahulu menjadi tempat Abdi Dalem Singanegara yang bertugas melaksanakan keputusan pengadilan. Sekarang, tempat ini digunakan untuk menyimpan meriam Kyai Segarawana. d. Kemandhungan Lor Setelah Siti Hinggil Lor, bagian Keraton Kasunanan Surakarta Hadiningrat yang
selanjutnya adalah Kemandhungan Lor (Kemandhungan Utara). Sebelum masuk ke Kemandhungan Lor terlebih dahulu harus melewati pintu gerbang yang disebut Kori Brajanala atau Kori Gapit. Di bagian luar pintu gerbang, terdapat dua bangsal untuk Abdi Dalem Brajanala Kiwa dan Abdi Dalem Brajanala Tengen sebagai penjaga luar gerbang. Sedangkan di bagian dalam pintu terdapat pula dua bangsal untuk Abdi Dalem Wisamarta Kiwa dan Abdi Dalem Wisamarta Tengen selaku penjaga dalam gerbang. Kori Brajanala merupakan jalan masuk utama dari arah utara ke dalam halaman Kemandhungan Lor
sekaligus menjadi gerbang Cepuri. Cepuri adalah istilah untuk menyebut kompleks utama di dalam istana yang dikelililingi oleh dinding pelindung yang disebut Baluwarti. Dinding Baluwarti juga menjadi penghubung antara jalan Supit Urang denganhalaman dalam istana. Gerbang cepuri yang didirikan pada masa pemerintahan Sri Susuhunan Pakubuwono III ini dibangun dengan corak Semar Tinandu. Di sisi kanan dan kiri (barat dan timur) gerbang, terdapat Bangsal Wisomarto yang dijadikan sebagai pos jaga para pengawal istana. Di sebelah timur gerbang ini terdapat menara lonceng. Kemandhungan Lor merupakan lapisan pertama dari rangkaian kompleks di bagian dalam istana Kasunanan Surakarta Hadiningrat atau yang sering disebut sebagai Daerah Dalem Baluwarti Karaton Surakarta. Seperti yang telah disinggung sebelumnya, dinding Baluwarti merupakan dinding yang membentengi istana utama, terbuat dari batu yang kuat dan tinggi, dengan tebal 2 meter. Baluwarti pernah mengalami kerusakan dan dibangun kembali dengan bahan batu bata biasa yang bertahan sampai sekarang. Selain Kori Brajanala di sebelah utara, pada dinding Baluwarti masih terdapat tiga pintu gerbang lainnya. Di sebelah selatan, terdapat pintu gerbang bernama Kori Brajanala Kidul yang dilengkapi dengan bangsal untuk Abdi Dalem Nyutra dan Abdi Dalem Mangunudara. Sedangkan untuk pintu gerbang di sebelah timur dan barat masing-masing diberi nama Kori Batulan Wetan dan Kori Batulan Kulon. Di tengah-tengah kompleks Kemandhungan Lor tidak terdapat bangunan yang berdiri, hanya terhampar halaman kosong. Bangunan yang tampak di kompleks ini hanyalah di bagian tepi halaman. Dari halaman ini, terlihat sebuah menara megah yang dikenal dengan nama Panggung Sangga Buwana yang berada di kompleks berikutnya, yakni di Sri Manganti. e. Sri Manganti Sri Manganti merupakan lapisan dalam keraton setelah Kemandhungan Lor. Oleh karena itu, jika memasuki kompleks ini dari arah utara harus melalui sebuah pintu gerbang yang disebut dengan nama Kori Kemandhungan. Di sisi kanan dan kiri pintu gerbang yang bernuansa warna biru dan putih ini terdapat dua arca dan cermin besar di mana di atas cermin tersebut dihiasi dengan senjata dan bendera dengan lambang Kasunanan Surakarta Hadiningrat. Kompleks Sri Manganti merupakan tempat yang disediakan sebagai ruang tunggu bagi para tamu yang akan menghadap Raja. Kompleks ini didirikan pada tahun Jawa 1718 atau tahun 1742 dalam penanggalan Masehi. Di beranda luar kompleks Sri Manganti,
terdapat pos penjagaan yang ditempati oleh Abdi Dalem Keparak. Sedangkan di bagian dalam terdapat tempat pacaosanNyai Regol. Di halaman bagian dalam kompleks Sri Manganti berdiri dua bangunan utama yaitu Bangsal Smarakatha yang terletak di sebelah barat dan Bangsal Marcukundha yang berada di sebelah timur (dibangun pada tanggal 4 April 1814). Dahulu, Bangsal Smarakatha digunakan sebagai ruang untuk menghadap bagi para pegawai menengah ke atas (dengan pangkat Bupati Lebet ke atas). Tempat ini juga menjadi tempat penerimaan kenaikan pangkat para pejabat senior. Namun kini, Bangsal Smarakatha difungsikan sebagai tempat latihan menari dan mendalang. Sedangkan Bangsal Marcukundha pada zamannya adalah tempat untuk menghadap bagi para opsir prajurit, tempat penerimaan kenaikan pangkat pegawai dan pejabat yang lebih rendah levelnya, serta tempat untuk menjatuhkan vonis hukuman bagi kerabat raja yang dinyatakan bersalah. Kini, Bangsal Smarakatha difungsikan sebagai tempat penyimpanan Krobongan Madirenggo yang biasanya digunakan ketiika upacara sunat/khitan para putra Susuhunan. Di dalam kompleks Sri Manganti, tepatnya di sebelah sisi barat daya Bangsal Marcukundha, terdapat sebuah menara dengan bentuk segi delapan yang disebut dengan Panggung Sangga Buwana yang artinya “panggung penyangga bumi”. Menara yang cukup tinggi ini sebenarnya berada di dua tempat sekaligus, yaitu di halaman Sri Manganti dandihalaman Kedhaton. f. Kedhaton Kedhaton merupakan wilayah inti dari Keraton Kasunanan Surakarta Hadiningrat. Dari arah utara, pintu masuk ke kompleks ini dinamakan Kori Sri Manganti, nama yang sesuai dengan wilayah kompleks sebelumnya, yakni Sri Manganti. Pintu gerbang yang didirikan pada masa pemerintahan Sri Susuhunan Pakubuwono IV, tepatnya pada tahun 1792 M, ini disebut juga dengan nama Kori Ageng. Secara filosofis, Kori Sri Manganti memiliki keterikatan dengan Pangung Sangga Buwana. Pintu gerbang yang dibangun dengan gaya Semar Tinandu ini menjadi tempat untuk menunggu tamu-tamu resmi kerajaan. Di bagian kanan dan kiri pintu gerbang Kori Sri Manganti, ditempatkan sepasang cermin, sedangkan di bagian atasnya terdapat ragam hias khas Keraton Kasunanan Surakarta Hadiningrat. Halaman kompleks Kedhaton dialasi dengan pasir hitam yang didatangkan khusus dari Pantai Selatan (Samudera Hindia) dan ditanami dengan berbagai macam pohon yang kini mulai langka, salah satunya adalah Sawo Kecik (Manilkara Kauki) sebanyak 76 batang. Suasana di halaman Kedathon semakin semarak dengan adanya patung-patung bergaya Eropa.
Di kompleks Kedhaton berdiri sejumlah bangunan utama, antara lain Sasana Sewaka, nDalem Ageng Prabasuyasa, Sasana Handrawina, dan Panggung SanggaBuwana. Bangunan Sasana Sewaka sebenarnya merupakan peninggalan pendapa dari Keraton Kartasura. Tempat ini pernah mengalami kebakaran pada tahun 1985. Di Sasana Sewaka inilah Susuhunan duduk bertahta ketika diadakan upacara-upacara kebesaran kerajaan seperti Grebeg dan peringatan hari lahir Raja. Di sebelah barat Sasana Sewaka, terdapat Sasana Parasdya dan di baratnya lagi berdiri nDalem Ageng Prabasuyasa. Tempat ini merupakan bangunan inti dan terpenting dari seluruh rangkaian kompleks Keraton Kasunanan Surakarta Hadiningrat. Di tempat inilah disemayamkan pusaka-pusaka dan juga tahta raja sebagai simbol kerajaan. Di nDalem Ageng Prabasuyasa ini pula, seorang raja bersumpah pada saat mulai bertahta sebelum dilakukan upacara penobatan. Selanjutnya adalah Sasana Handrawina yang digunakan sebagai tempat perjamuan makan resmi kerajaan. Kini, Sasana Handrawina sering dimanfaatkan untuk tempat seminar maupun gala dinner ketika menjamu tamu-tamu dari luar negeri yang datang ke Surakarta. Bangunan utama lainnya yang ada di kompleks Kedathon adalah Panggung Sangga Buwana. Dulu, fungsi menara ini adalah sebagai tempat Raja melakukan meditasi sekaligus untuk mengawasi benteng Belanda yang berada tidak jauh dari keraton. Menara setinggi 35 meter dengan garis tengah 6 meter ini memiliki 5 lantai dan biasanya juga digunakan untuk melihat posisi bulan guna menentukan awal bulan. Di puncak teratas terdapat simbol yang menunjukkan tahun dibangunnya menara tertua di Surakarta ini. Bunyi sengkalan simbolisasi itu adalah Naga Muluk Tinitihan Janma yang berarti tahun Jawa 1709 atau tahun 1782 dalam kalender Masehi (Naga=8, Muluk=0, Tinitihan=7, Janma=1). Panggung Sangga Buwana pernah terbakar pada 19 November 1954 sehingga kemudian direnovasi dan selesai pada tanggal 15 Mei 1978. Terakhir, di sebelah barat kompleks Kedhaton, merupakan tempat tertutup bagi masyarakat umum dan terlarang untuk dipublikasikan sehingga tidak banyak yang mengetahui apa saja sebenarnya yang ada di dalamnya. Kawasan tersebut terlarang karena merupakan tempat tinggal resmi raja dan keluarga kerajaan yang masih digunakan hingga sekarang. g. Kemagangan Bagian belakang Kedhaton yang merupakan wilayah inti istana adalah kompleks yang disebut sebagai Kemagangan atau Magangan. Seperti namanya, kompleks Kemagangan pada zaman dahulu digunakan sebagai tempat penerimaan, berlatih, ujian, dan apel kesetiaan para
calon abdi dalem yang nantinya magang di istana sebelum diterima sebagai abdi dalem tetap. Di tempat ini terdapat sebuah pendapa yang berada di tengah-tengah halaman. Pendapa ini dulu digunakan sebagai tempat latihan para calon abdi dalem. Di sekeliling halaman ini berdiri sejumlah bangunan yang digunakan sebagai tempat penyimpanan atribut atau perlengkapan prajurit, seperti keris, pedang, bedil, pistol, dan pakaian seragam prajurit yang dikenakan pada hari-hari besar keraton. Di tengah-tengah kompleks Kemagangan juga tersedia tempat untuk menyimpan meriam yang dibunyikan pada hari-hari besar tertentu. Di sebelah selatan bangunan penyimpanan meriam itu terdapat pelataran di mana di kiri dan kanannya berdiri gedung perkantoran prajurit, dan sejumlah bangunan lainnya. Selain itu, di tengah-tengah pendapa Kemagangan terdapat bangsal yang digunakan untuk pisowanan abdi dalem perempuan atau keputren. Kini, kompleks Kemangangan terkadang juga digunakan sebagai tempat penyelenggaraan acara-acara budaya, semisal talkshow atau diskusi budaya. h. Kemandhungan Kidul Setelah keluar dari areal Kemagangan melalui pintu gerbang Kori Gadungmlathi yang juga dikenal dengan nama Saleko atau Sembagi, kompleks yang berikutnya adalah pelataran Kemandhungan Kidul (Kemandhungan Selatan). Kata Gadungmlathi bermakna simbolis yang melambangkan relasi antara keraton dengan ratu penguasa Laut Selatan (Nyai Roro Kidul). Sedangkan istilah Saleko memiliki makna “persatuan dengan Sang Hyang Tunggal (Tuhan Yang Maha Esa)”, dan kata sembagi berarti “bersatunya semua warna menjadi warna putih”. Di selatan Kori Gadungmlathi, ada pintu gerbang Kori Kemandhungan Kidul yang merupakan pintu masuk (pintu belakang) istana dari arah selatan. Pintu gerbang ini dihiasi dengan perangkat dekoratif yang sarat makna, salah satunya adalah rangkaian melati yang bermakna kesucian. Di sekitar pintu gerbang ini akan dijumpai lagi pelataran yang bersifat lebih terbuka untuk umum. Selain itu, kompleks ini juga menjadi tempat yang digunakan pada saat upacara pemakaman raja maupun permaisuri. Setelah melewati pintu gerbang KoriKemandhungan Kidul, berikutnya akan dijumpai pintu gerbang Kori Brajanala kidul. Di sebelah kiri dan kanan Kori Brajanala Kidul terdapat Bangsal Nyutra dan Bangsal Mangundara. Berikutnya terdapat jalan Supit Urang Wetan dan Supit UrangKulon yang menjadi penghubung antara kompleks Kemandhungan Kidul dengan Siti Hinggil Kidul. i. Siti Hinggil Kidul
Akses untuk menuju ke Siti Hinggil Kidul (Siti Hinggil Selatan) dapat dilakukan melalui pintu gerbang Kori Brajanala Kidul. Kawasan Siti Hinggil Kidul adalah kompleks bangunan pendapa terbuka yang dikelilingi oleh barisan pagar besi pendek. Bangunan ini didirikan pada tahun Jawa 1721. Dahulu, terdapat empat meriam di area ini di mana dua di antaranya kemudian dikelola oleh pemerintah Republik Indonesia dan disimpan di Akademi Militer Nasional (AMN) Magelang, Jawa Tengah. Berbeda dengan kompleks Siti Hinggil Lor yang terkesan megah, Siti Hinggil Kidul dan sejumlah bangunan lain yang berada di sebelah selatan istana berwujud lebih sederhana dan dibuat dari material yang lebih sederhana pula. Perbedaan ini bukannya tanpa alasan, namun justru memuat filosofi Jawa yakni Donya Sungsang Walik. Dengan kata lain, bangunan-bangunan di sebelah utara istana yang megah melambangkan nafsu dan keinginan duniawi yang ada di dalam diri manusia, sementara kesederhanaan yang terlihat pada bangunan-bangunan di bagian selatan istana melambangkan perjalanan religi, yakni bersatunya manusia dengan Tuhan sehingga harus meninggalkan benda-benda dan keinginan duniawi. Artinya, dalam tahap spiritual ini, manusia harus fokus dan hanya berorientasi kepada Tuhan, Sang Hyang Tunggal. j. Alun-alun Kidul Alun-alun Kidul (Alun-alun Selatan) yang terletak di sebelah selatan Siti Hinggil Kidul dapat diibaratkan sebagai halaman belakang istana. Kawasan yang berupa tanah lapang ini bersifat lebih pribadi dibandingkan Alun-alun Lor. Pada zaman dahulu, Alun-alun Kidul digunakan sebagai sarana hiburan bagi keluarga istana dan untuk latihan keprajuritan. Sama seperti di Alun-alun Lor, Alun-alun Kidul juga memiliki sepasang pohon beringin kembar di bagian tengahnya. Sepasang pohon beringin tersebut dilindungi oleh dinding dan oleh karena itu, maka kedua pohon beringin itu disebut dengan nama Waringin Kurung Sakembaran. Alun-Alun Kidul dikelilingi oleh tembok benteng yang tinggi dan di sekitarnya terdapat beberapa rumah bangsawan kerajaan. Selain itu, di Alun-alun Kidul juga dapat ditemui sekumpulan orang yang sedang mencari nafkah, misalnya dengan berjualan, di area tersebut. Benteng yang mengelilingi Alun-alun Kidul mempunyai pintu gerbang di tengah-tengah ujung selatan yang diberi nama Gapura Gading. Pada era pemerintahan Sri Susuhunan Pakubuwono X, tepatnya pada tahun 1932, ditambahkan pintu gerbang di sebelah selatan Gapura Gading, dengan bentuk mengikuti bentuk gerbang masuk Alun-alun Kidul dari arah barat dan timur. Gapura terakhir yang ditambahkan oleh Sri Susuhunan Pakubuwono X inilah yang justru dikenal masyarakat sebagai Gapura Gading. Ketiga
gerbang di Alun-alun Kidul ini dikenal dengan sebutan Tri Gapurendro. Di sebelah barat Alun-alun Kidul terdapat kandang gajah milik keraton. Raja memelihara hewan-hewan liar seperti gajah sebagai lambang kebesaran. Di kompleks ini juga terdapat sebuah bangunan kecil yang digunakan untuk memelihara hewan pusaka keraton lainnya, yakni kebo bule (kerbau albino) yang diberi nama Kyai Slamet.
B.
SEJARAH BENDA PUSAKA BUDAYA
Foto : Keris Pusaka yang digunakan oleh para raja raja di Keraton Surakarta Hadiningrat pada jaman dahulu. Pandangan di luar keraton mendefinisikan “pusaka” sebagai senjata yang bersifat sakral. Sedangkan dalam konteks Kasunanan Surakarta Hadiningrat, istilah “pusaka” dimaknai sebagai benda-benda peninggalan dari leluhur keraton yang diwariskan secara turun-temurun kepada dari Raja sebelumnya ke Raja yang selanjutnya. Jadi, yang disebut “pusaka” bukan hanya berupa senjata saja, melainkan benda-benda lain yang memiliki arti tersendiri bagi keraton. Namun, dalam konteks ini, akan sedikit dibahas tentang senjata pusaka yang dipunyai Kasunanan Surakarta Hadiningrat. Kasunanan Surakarta Hadiningrat mempunyai berbagai jenis senjata pusaka yang hingga kini masih dirawat dengan baik. Beberapa jenis senjata pusaka yang ada di Kasunanan
Surakarta Hadiningrat antara lain keris, tombak, pedang, trisula, gada besi, meriam, dan sebagainya. Senjata-senjata pusaka keraton tersebut diyakini menyimpan makna magis sehingga memiliki kekuatan yang berpengaruh atau prabawa dan dianggap sebagai benda-benda sakral yang harus dihormati. Keyakinan tersebut bisa dimengerti karena pada umumnya, senjata pusaka yang sekarang tersimpan di Kasunanan Surakarta Hadiningrat merupakan benda-benda warisan dari kerajaan-kerajaan Jawa terdahulu, mulai dari Kerajaan Majapahit, kemudian Kesultanan Demak, Kesultanan Pajang, Kesultanan Mataram Islam, Kasunanan Kartasura Hadiningrat, hingga sampai ke zaman Kasunanan Surakarta Hadiningrat. Senjata-senjata pusaka di Kasunanan Surakarta Hadiningrat sangat dihormati dan diberi nama dengan sebutan Kyai dan Nyai, Pada saat-saat tertentu, diadakan ritual untuk merawat senjata-senjata pusaka tersebut, misalnya dengan diberi sesaji, kemenyan, bunga, serta mantra-mantra tertentu. Keluarga besar istana beserta segenap rakyat memang sangat menghormati keberadaan senjata-senjata pusaka warisan leluhur itu. Penghormatan tersebut diungkapkan dalam baris-baris tembang Dhandhanggula yang mengandung makna tersirat bagi segenap warga keraton untuk menghormati benda-benda pusaka Karaton. Adapun tembang yang dimaksud adalah berbunyi sebagai berikut: Dhandhanggula Ugemana pepelinge Gusti, yen budaya iku ora beda, lan pusaka kedhatone. Manawa dipun rengkuh, dipunpepundhi hambarkahi, lamun siniya-siya tuwuh haladipun. Marma pra setyeng budaya, pepetrinen uwohing pangolahing budi, hing salami-laminya. (Ingatlah peringatan Tuhan, budaya itu tidaklah berbeda, termasuk pusaka yang dimiliki oleh keraton.Apabila diakui dan dihormati, maka akan memberi berkah. Namun, apabila disia-siakan, akan muncul pengaruh buruknya. Oleh karena itu, wahai para pecinta budaya, jagalah hasil pengolahan budi, untuk selama-lamanya). Satu di antara sekian banyak jenis senjata pusaka yang dimiliki oleh Kasunanan Surakarta Hadiningrat adalah keris. Konon, bahan yang digunakan untuk membuat beberapa keris pusaka di Kasunanan Surakarta Hadiningrat adalah dari meteor yang jatuh pada tahun 1801 di sekitar daerah Prambanan pada masa pemerintahan Sri Susuhunan Pakubuwono IV. Sisa meteor yang digunakan sebagai bahan pembuat keris tersebut masih tersimpan di Kasunanan Surakarta Hadiningrat dan diberi nama Kanjeng Kyai Pamor. Beberapa keris milik Kasunanan Surakarta Hadiningrat ada juga yang disimpan di Museum Radya Pustaka Solo.
Salah satu keris pusaka yang menjadi koleksi Kasunanan Surakarta Hadiningrat adalah keris yang diberi nama Kanjeng Kyai Pakumpulan, dibuat pada masa pemerintahan Sri Susuhunan Pakubuwono VI. Dikisahkna, asal mula nama keris ini berawal ketika Sri Susuhunan Pakubuwono VI memerintahkan untuk membuat sebuah keris pusaka yang bahannya dikumpulkan dari paku-paku bekas bangunan masjid yang sedang direnovasi. Paku-paku yang telah dikumpulkan itu kemudian dilebur dan menjadi bahan utama untuk membuat keris atas perintha Sri Susuhunan Pakubuwono VI. Hingga akhirnya terciptalah sebuah keris pusaka yang bernama Kanjeng Kyai Pakumpulan itu, di mana nama “Pakumpulan” diambil dari proses pembuatan keris tersebut yang dibuat dari hasil pengumpulan paku-paku bekas renovasi masjid itu. Konon, keris pusaka Kanjeng Kyai Pakumpulan sangat ampuh karena dibuat dari bahan-bahan yang diambil dari tempat suci (masjid). Selain itu, ada sepasang keris pusaka di Kasunanan Surakarta Hadiningrat yang dianggap sangat sakral, yakni keris Kyai Nagasasra dan keris Kyai Sabuk Inten. Kedua keris ini diyakini berasal dari zaman Kerajaan Majapahit dan menjadi simbol kekuasaan raja-raja Majapahit yang diperkirakan dibuat pada abad ke-13 M. Kyai Nagasasra dan Kyai Sabuk Inten harus selalu berpasangan karena menjadi perlambang bersatunya kawula (rakyat) dengan gusti (raja). Bahkan, pasangan keris pusaka ini seringkali dipercaya sebagai simbol bersatunya manusia dengan Tuhan (Manunggaling Kawula Gusti). Pembuat keris Kyai Nagasasra adalah Mpu Supa Madrangki. Dinamakan Kyai Nagasasra karena di badan keris pusaka ini tergurat gambar seekor ular naga berwarna emas yang mempunyai banyak sisik. Keris Kyai Nagasasra ini berwarna putih kekuningan dan memiliki luk sebanyak 13 yang menjadi perlambang kebangunan jiwa dan keselarasan. Sedangkan keris Kyai Sabuk Inten dibuat oleh Mpu Domas. Disebut dengan nama Sabuk Inten karena pada bagian bawah keris terdapat selapis garis pamor berwarna putih intan. Keris yang memiliki warna kebiru-biruan ini dibuat dengan luk sebanyak 11 yang menjadi simbolisasi perasaan kasih sayang. Sejarah keberadaan pasangan keris Kyai Nagasasra dan Kyai Sabuk Inten hingga sampai ke Kasunanan Surakarta Hadiningrat bermula dari masa keruntuhan Kerajaan Majapahit. Setelah Kerajaan Majapahit bubar karena perang saudara dan mulai berkembangnya ajaran Islam di Jawa, keris Kyai Nagasasra dan Kyai Sabuk Inten dibawa ke istana Kesultanan Demak, kerajaan penerus Majapahit sekaligus kerajaan Islam pertama di Jawa, oleh Raden
Patah. Kemudian, ketika Kesultanan Demak runtuh, kedua keris tersebut dibawa oleh Jaka Tingkir yang kemudian menjadi penguasa Kesultanan Pajang. Demikian seterusnya, keris Kyai Nagasasra dan Kyai Sabuk Inten diwariskan secara turun-temurun seiring dengan usai dan munculnya kerajaan-kerajaan Dinasti Mataram hingga berdirinya Kasunanan Surakarta Hadiningrat sebagai salah satu kerajaan keturunan Mataram yang terakhir. Menurut buku Ensiklopedi Keris karya Bambang Harsrinuksmo, keris Kyai Nagasasra dan Kyai Sabuk Inten disimpan di keraton Kasunanan Surakarta Hadiningrat, dan dibuatkan warangkaNagasasra Sabuk Inten. (sarung) baru yang terbuat dari kayu cendana wangi. Keris Kyai Nagasasra dan Kyai Sabuk Inten semakin populer ketika SH Mintardja meluncurkan roman silatnya yang berjudul Selain keris, Kasunanan Surakarta Hadiningrat juga mempunyai koleksi senjata pusaka berupa beberapa pucuk meriam. Salah satunya adalah meriam yang diberi nama Kanjeng Nyai Setomi. Meriam peninggalan Kesultanan Mataram Islam ini disucikan (ritual jasaman pusaka) pada waktu-waktu tertentu, misalnya untuk menyambut Maulud Nabi Muhammad yang puncak perayaannya ditandai dengan prosesi Garebeg Maulud di halaman Masjid Agung Surakarta. Kasunanan Surakarta Hadiningrat masih memiliki sejumlah meriam lainnya yang ditempatkan di Sitihinggil, antara lain meriam Kanjeng Kyai Poncoworo yang dibuat pada tahun 1645 M, Kanjeng Kyai Santri yang dibuat pada tahun 1650 M, Kanjeng Kyai Brinsing yang berasal Siam (Thailand), juga tiga pucuk meriam peninggalan Mataram bernama Kanjeng Kyai Kumborowo, Kanjeng Kyai Kumborawi, dan Kanjeng Kyai Kadalbuntung. Ada pula meriam yang berpasangan seperti sepasang meriam bernama Kanjeng Kyai Bagus dan Kanjeng Kyai Alus serta Kanjeng Kyai Nakulo dan Kanjeng Kyai Sadewo yang merupakan pemberian VOC, juga Kanjeng Kyai Syuhbrasto dan Kanjeng Kyai Segorowono yang melambangkan kesedihan Sri Susuhunan Pakubuwono VII karena kehilangan kekuasaan atas laut dan hutan. Sebenarnya masih banyak koleksi senjata pusaka yang dipunyai oleh Kasunanan Surakarta Hadiningrat, termasuk pedang, tombak, trisula (tombak bermata tiga), gada besi, perisai (tameng), dan lain sebagainya. Masing-masing dari senjata pusaka itu memiliki muatan historis dan nuansa magis yang sangat dipercaya dalam tradisi masyarakat Jawa, khususnya bagi keluarga istana dan masyarakat Kasunanan Surakarta Hadiningrat. Benda-benda pusaka itu diperlakukan dengan sangat baik dan pada waktu-waktu tertentu
diadakan upacara untuk menghormati benda-benda pusaka tersebut, seperi upacara jamasan pusaka (penyucian senjata pusaka), upacara kirab pusaka, dan lain sebagainya.
NO
01
02
03
04
05
NAMA BANGUNAN
Masjid Al Wustho Mangkunegaran
Bank Indonesia Surakarta
Stasiun Solo Balapan Surakarta
Gereja St. Antonius Surakarta
Benteng Vastenburg
LOKASI BANGUNAN
Mangkunegara n
Gladak
Banjarsari
Pusat Kota Surakarta
Pusat Kota Surakarta
KONDISI BANGUNAN
Terawat
Terawat
Terawat
Terawat
Tidak Terawat
PENGARUH ASING
TANGGAPAN
Campuran (Jawa – Arab)
Bangunan mesjid kuno ini tetap kokoh berdiri dan terawat karena seringnya bangunan ini digunakan kegiatan ibadah masyarakat yang muslim sekitarnya.
Eropa
Bangunan ini sangat begitu murni arsitektur asing dari Eropa seluruhnya dan sangat begitu dijaga dan dilestarikan oleh pemerintah Kota Solo.
Campuran (Jawa dan Eropa)
Bangunan ini sudah mengalami renovasi seiring dengan perkembangan zaman dan sangat begitu terawat yang membuat stasiun ini menjadi bangunan yang bersejarah.
Eropa
Bangunan ini sama dengan bangunan bangunan kuno yang murni berasitektur asing dari Eropa dan tetap kokoh berdiri
Eropa
Bangunan ini menjadi tidak terawat dikarenakan kurangnya perhatian pemerintahan terhadap bangunan kuno peninggalan pemerintahan kolonial Belanda ini.
TUGAS 10 TABEL BANGUNAN KUNO
PROGRAM KHUSUS TENTANG KOTA SOLO KOTA SOLO 1 DALAM MATA SEJARAH & PERJUANGAN SEJARAH BERDIRINYA KOTA SALA Siapapun mengetahui bahwa hidup dalam penjajahan itu selain terhina, tidak memiliki kebebasan juga sengsara. Kiranya demikianlah yang dialami oleh Raja Keraton Kasunanan di Kartasura, Sri Susuhunan Paku Buwana II. Sang Raja tidak memiliki kebebasan sama sekali. Sampai-sampai untuk memilih calon putra mahkota raja harus terlebih dahulu meminta persetujuan dari pemerintah penjajah, VOC Belanda. Pemerintah Belanda dan VOC Belanda dengan politik ‘pecah belah’ terhadap Karaton Mataram itu berhasil menguasai seluruh kekuasaan raja jajahannya.
Foto : Raja Keraton Kasunanan di Kartasura, Sri Susuhunan Paku Buwana II.
Sementara intrik perebutan kekuasaan kerajaan melanda Karaton Kasunanan di Kartasura, yang dilakukan dari dalam keluarga keraton keturunan Mataram, telah menimbulkan kemelut berkepanjangan dan bermusuhan. Di sisi lain pelarian orang-orang orang-orang Cina yang tertindas oleh kompeni VOC Belanda di Jakarta, mereka melarikan diri ke Jawa Tengah. Kemarahan orang-orang Cina tertindas itu ditumpahkannya dalam bentuk pemberontakan orang-orang Cina yang dipimpin oleh Sunan Kuning alias Mas Garendi di tahun 1742 itu juga memperoleh dukungan dari Pangeran Sambernyawa alias Raden Mas Said yang memanfaatkan momentum itu. Raden Mas Said sangat marah dan kecewa terhadap kebijaksanaan Karaton Kartasura yang memangkas daerah Sukowati yang dulu diberikan oleh Karaton Kartasura kepada Ayahandanya.
Foto : Nama RM. Said yang telah menjadi nama salah satu jalan di Kota Solo sebagai penghormatan kepada beliau atas jasanya menentang & berani melawan kolonialisme Belanda yang telah memecah belah kerajaannya. Serangan gencar prajurit pemberontakan Cina berhasil menjebol benteng pertahanan Keraton Kartasura dengan menimbulkan banyak korban jiwa. Menghadapi ancaman itu Paku Buwana II memerintahkan kerabat keraton dan para abdi dalem untuk segera mengungsi ke ke wilayah jawa Timur bagian barat daya, yaitu pacitan hingga ke Ponorogo. Sementara itu
prajurit pemberontakan Cina menghancurkan keraton Kartasura dan menjarah kekayaan karaton yang tertinggal. Pemimpin Prajurit Kompeni VOC Belanda, Mayor Baron Van Hohendorff segera minta bantuan minta bantuan prajurit Kompeni Belanda di Surabaya. Sementara itu adipati Bagus Suroto dari kadipaten Ponorogo yang merasa benci terhadap pemberontakan orang-orang Cina terhadap Keraton Kartasura, lalu menyediakan prajuritnya untuk segera menumpas prajurit pemberontak orang-orang Cina itu. Peperangan menumpas pemberontakan orang-orang Cina pimpinan Mas Garendi atau Sunan Kuning berlangsung dengan seru. Akhirnya pemberontakan orang-orang Cina berhasil ditumpas. Setelah tertumpasnya pemberontakan orang-orang Cina maka Pangeran Sambernyawa alis Raden Said berjuang sendiri melawan Kompeni Belanda dan Karaton Kartasura. Ketika kerabat Keraton Kartasura kembali ke keratonnya, keraton sudah hancur. Maka Sri Susuhunan Paku Buwana II memerintahkan para abdi dalemnya untuk membangun karaton yang baru. Untuk itu Paku Buwana II mengutus petinggi keraton yang terdiri dari Tumenggung Tirtowiguna, Pangeran Wijil, Tumenggug Honggowongsono dan abdi dalem lainnya untuk mencari tempat baru untuk lokasi pembangunan Keraton Kasunanan itu. Mereka memanjatkan doa kepada ALLAH SWT untuk memohon petunjukNya. Rombongan utusan keraton disertai oleh seekor gajah putih berjalan ke timur. Suatu kali mereka mencium bau wangi di tanah Kadipolo. DesaTalang Wangi itu sebenarnya cocok untuk lokasi pembangunan baru, tetapi tanahnya banyak bukitnya. Lalu rombongan menuju kearah timur lagi. Mereka menyebrabgi sungan Begawan Sala. Mereka tiba di Sonosewu. Tanahnya datar dan dapat menggunakan sungan Begawan Sala sebagai lau lintas. Namun secara spiritual Desa Sonosewu banyak dihuni setan prayangan sehingga tidak baik untuk keraton baru. Rombongan menuju arah barat, tiba-tiba gajah putih milik keraton berhanti istirahat di dekat daerah berawa. Para petinggi dan abdi dalem keraton kembali memanjatkan doa kepada Allah. Dikeheningan malam mereka mendengar ‘suara tanpa rupa’: “Hai...Engkau yang sedang bertirakat. Kalau Engkau menginginkan sebuah tempat untuk ibukota kerajaan, pergilah ke Desa Sala. Sebab itu dikehendaki Allah dan nantinya akan menjadi kota yang besar dan makmur,........”
Tumenggung Tirtowiguna dan Pangeran Wijil kemudian menemui Kepala desa Dusun, bernama Kyai Sala. Saat pertemuan itu Kyai Sala bercerita , kalau ia mimpi ada utusan keraton yang mencari tempat untuk membangun keraton. Ia juga menerima wisik bahwa dusun itu baik, untuk tempat pembangunan keraton. Herannya kok ada persamaan mimpi, maka Tumenggung Tirtowiguna dan Pangeran Wijil segera melaporkan penemua desa Sala untuk lokasi pembangunan Keraton pindahan dari Kartasura, dan sang raja menyetujuinya.
Foto : Bekas bangunan kuno Keraton Kartosuro yang telah menjadi gundukan tanah di sekitar daerah Kota Solo. Sri susuhunan Paku Buwana II merasa sudah cocok apabila desa Sala yang penuh dengan rawa itu untuk ibukota keraton maka disuruhnya para bupati pesisir agar menimbuni rawa itu dengan tanaman lumbu, dengan maksud untuk menyumbat sumber air besar yang terus mengalir. Kepala dusun Kyai Sala menyampaikan usul agar dapat menyumbat sumber air besar didaerah rawa, dengan gong sekar delima. Ketika sang raja dilapori tentang wisik gaib dari Kyai Sala yang bunyinya “untuk menghentikan mengalirnya sumber air, engkau
harus menutupnya dengan gong merah delima dan kepala penari serta daum lumbu. Maka oleh Sri Sunan diartikan bahwa gong itu suara paling seru dalam karawitan, maknanya adalah Kyai Sala sikepala dusun yang menghendaki sadangkan kepala penari terkait dengan wayang atau ringgit (bahasa jawa) yang berarti uang. Jelaslah sudah bahwa Kyai Sala menghendaki uang atas tanah halk miliknya, yang akan digunakan untuk karaton. Maka Sri Sunan Paku Buwana II memberinya uang sebanyak 10.000 gulden Belanda (1744) untuk tanah milik Kyai Sala yang akan digunakan untuk mendirikan bangunan karaton baru itu.
Foto : Salah satu peninggalan bekas bangunan kuno Keraton Kartosuro abad ke 18.
Foto : Keraton Kartosuro yang telah berdiri sejak tahun 1680 – 1742 yang telah hancur, kini telah menjadi salah satu benda cagar budaya. Pindahnya Karaton Kasunanan warisan Mataram dari Kartasura ke desa Sala itu merupakan bedol keraton secara total atau menyeluruh, Perpindahan itu dilaksanakan dalam suasana sedih karena keraton Kartasura dirusak oleh pemerintah Cina. Untuk pindahnya karaton itu terlebih dahulu para abdi dalem karaton kasunanan harus membabat hutan belukar , menimbuni rawa digedung lumbu dengan tanah galian dari Tanah Wangi di Kadipolo. Lubang tanah bekas galian itu membentik danau kecil yang setelah ratusan tahun dijadikan Balai Kambang Sriwedari. Seluruh bangunan inti karaton kasunanan kartasura diboyong pindah untuk didirikan kembali di desa Sala.Pada waktu itu pagar kompleks karaton dibuat dari bambu, secara bertahap bagian-bagian karaton lainnya seperti Masjid Agung di alun-alun utara pun dibangun oleh generasi Pemerintahan Paku Buwono selanjutnnya, karena keberadaan bangunan tersebut sangat erat kaitannya dengan kehidupan Karaton Surakarta. MASA REVOLUSI PERJUANGAN (SERANGAN 4 HARI KOTA SALA 1949)
Foto : Evakuasi Para Pasukan Tentara Kerajaan Belanda yg ada di Poerwosariweg Solo tahun 1949 (Jl. Slamet Riyadi). Para pejuang kemerdekaan Kota Solo dengan keberanian luar biasa, dapat mengakhiri kekuasaan Pemerintah Militer Jepang yang keji dan kejam tak berperikemanusiaan terhadap rakyat dan pejuang Indonesia, meskipun persenjataan sangat terbatas dan sederhana. Puncaknya dengan penaklukan terhadap pasukan militer Jepang di timuran ( sekarang Hotel Cakra di jl. Birg Jend Slamet Riyadi ). Hal tersebut karena keterpaduan perjuangan antara Tentara Nasional Indonesia, Tentara Pelajar, bersama rakyat. Bukan hanya perjuangan bersenjata, tetapi diperlukan perjuangan diplomasi seperti dilakukan oleh tokoh pejuang Soemodiningrat yang kebetulan salah satu bangsawan dari Keraton Kasunanan Surakarta. Ketika menaklukan Pimpinan Militer Jepang Watanabe dalam perundingan di Balai Kota Sala. Namun setelah terusirnya kekuasaan Pemerintah Fasis Jepang dari bumi Republik Indonesia ternyata pasukan Belanda datang dengan menunggangi Sekutu / PBB ke Indonesia. Belanda berusaha untuk mencengkeramkan kembali kekuasaannya di bumi nusantara, dan
para pejuang kemerdekaan Indonesia melakukan perlawanan bersenjata dengan penuh keberanian untuk mengusir Tentara dan Pemerintahan Penjajahan Belanda. Ketika Pasukan Belanda menyerbu Ibukota Republik Indonesia yang dipindahkan sementara di Yogyakarta pada tanggal, 19 Desember 1948, kemudian pasukan Belanda pun menyerbu kota Sala dua hari kemudian. Maka rakyat bersama Angkatan Bersenjata Republik Indonesia melakukan perlawanan bersenjata untuk mengusir kekuasaan penjajah Belanda. Dalam kemelut perang kemerdekaan untuk menghindari pasukan militer Belanda menguasai tempat-tempat penting,maka para pejuang kemerdekaan Indonesia melakukan politik bumi hangus termasuk gedung balai kota Sala yang merupakan pusat pemerintahan juga dibakar. Sementara itu rakyat dan para pejuang kemerdekaan republik Indonesia di kota Sala mengungsi keluar kota, perjuangan itu dilakukan dengan begerilya. Ada peristiwa penting yang patut dicatat ialah saat terhadap pasukan militer jepang yang bertahan disebelah barat gedung koperasi Batari ( oktober 1945 ). Saat itu gugur pejuang Indonesia yang bernama afirin yang ditembak oleh serdadu Jepang yang sedang terkepung. Jenazah Arifin dalam peti yang diselimuti kain merah putih, lebih dulu diusung ramai-ramai di keraton Surkarta. Dalam hal ini Karaton menyediakan kereta berkuda untuk mengangkut jenazah Arifin ke pemakaman di Sekar Pace ( makam pahlawan kusuma bakti ) – Jurug. Atas perintah panglima Jendral Sudirman maka komandan brigade V divisi II Letkol Slamet Riyadi mengkonsolidasi dengan membentuk komando pertahanan atau Wehrekreise wilayah Solo, lalu dibentuk komando pertempuran Panembahan Senapati yang meliputi daerah karisidenan Sala, Semarang Selatan dan Pacitan. Untuk daerah Solo diberi nama Wehrekreise Arjuna dipimpin oleh Ahmadi, yang terdiri dari lima rayon masing-masing dipimpin oleh Kapten Suhendra, Lettu Sumarto, Kapten Prakoso,( pernah menjadi rektor UNS ) Kapten Abdul Latief, yang ilegal dipimpin oleh Lettu Hartono dengan melakukan gerilya terhadap Belanda. Di bidang pemerintahan sipil juga dibentuk pemerintahan kota solo yang wali kotannya RM. Suharyo Suryopranoto, hasil persetujuan Room Royen direalisasikan dalam Pemerintahan Penghentian Tembak Menembak oleh Presiden Soekarno tanggal ,3 Agustus 1949, dan ditindak lanjuti oleh Jendral Sudirman dan komando dibawahnya. Sebelum serangan umum Solo ada beberapa peristiwa yang mendukung keberhasilan pejuang dalam pertempuran ini, antara lain:
Serangan di Jembatan Cluringan, mendapatkan 1 Bren dan 2 LE.Tentara Belanda yang selamat dalam peristiwa tersebut akhirnya mengalami gangguan jiwa. Sedang barang-barang pribadi milik serdadu Belanda yang tewas dikembalikan pihak TP Brigade XVII kepada komandan Belanda setelah gencatan senjata.
Pembelotan satu kompi TBS ( Teritoriale Batalyon Surakarta) bentukan Belanda dengan membawa 8 Bren, 30 Sten dan 80 senapan.
Foto : Bung Karno yang telah memerintahkan pemeberintahan penembakan senjata oleh Tentara Rakyat pada 3 Agustus 1949 dalam upaya menjaga kekondusifan daerah Kota Solo.
Foto : Penandatangan perjanjian gencatan senjata antara Letkol. Slamet Riyadi dari Indonesia dengan Pihak Belanda pada awal tahun 1949 di Kota Solo. Namun, perjanjian itu gagal karena Belanda ingkar janji.
Foto : Letnan Jenderal Van Vreeden, peletus serangan ke Markas Gatot Subroto pada tanggal 3 Agustus 1949
Foto : Kolonel Gatot Subroto dalam masa perjuangan revolusi di Kota Solo tahun 1949. Selain dua peristiwa di atas pada tanggal 3 Agustus 1949, letnan jenderal Van Vreeden diam-diam memerintahkan penyerangan ke markas Kolonel Gatot Subroto sekaligus menghancurkan pemancar RRI di Desa Balong, Kecamatan Jenawi padahal rencana gencatan senjata sudah diumumkan demi memperkuat posisi tawar pihak militer.[2] Meski tidak sesuai target karena markas Kolonel Gatot Subroto dan pemancar RRI sudah pindah ke tempat lain, hal ini mempertebal keyakinan para pejuang bahwa Belanda masih berniat melakukan pelanggaran gencatan senjata kembali.
Foto : AHJ. Lovink, Wakil Tinggi Mahkota Kerajaan Belanda di Indonesia pada tahun 1949 yang mengeluarkan pendapat tentang sikap Belanda dalam berperang. Serta Wakil Tinggi Mahkota Belanda di Indonesia AHJ. Lovink ( 11 Agustus 1949 ) dari pengalaman sejarah membuktikan pemerintah Belanda sering ingkar janji, tipu muslihat sehingga para pejuang selalu waspada serta melakukan perluasan daerah kekuasaan di Solo dengan melakukan serangan 4 hari, pada tanggal. 7 – 10 agustus 1949 pada saatitu Belanda bermarkas di Benteng, mendapat bantuan dari batalyon Yogyakarta untuk menyerbu ke Solo, dan memaksa agar Slamet Riyadi menyerah. Dalam pertempuran ini Belanda mengerahkan pesawat tempur dengan menyerang pasar nongko, kampung petangpuluhan, srambatan, pasar kembang yang dianggap kantong pejuang.
Foto : Jajaran Perwira Tinggi Tentara Rakyat Indonesia tahun 1949 di Kota Solo. 150 serdadu Belanda tewas tertembak, sebuah tank milik Belanda berhasil direbut di kampung Purwo Diningratan. Setelah kewalahan menghadapi pejuang, Belanda menyetujui Gencatan Senjata, tanggal 11 Agustu 1949 pukul 00.00. walaupun gencatan senjata ditanda tangani serdadu Belanda ( KNIL ) malah membabi buta menumpahkan kemarahannya dengan menembaki penduduk sipil di Pasar Kembang dengan menewaskan 23 orang, dimana 13 onggota PMI Surakarta dibantai di markas PMI Padmo Negaran Gading serta 9 orang sipil juga tertembak, sedangkan Belanda sebanyak 7 orang serdadunya juga tewas.
Foto : Muso, pemimpin pemberontakan PKI pada September 1948 yang menyebar di Kota Solo & dapat ditumpas oleh Pemerintahan Bung Karno kala itu. Selagi perjuangan Indonesia lagi memuncak, September 1948 Partai Komunis ( PKI ) di bawah Muso cs dari Madiun melakukan pemberontakan di dalam, namun pemerintah Indonesia pada waktu itu berhasil menumpasnya dengan korban Kolonel Sutarto yang tertembak di sebuah gang Kampung Timuran, pada saat itu kota Solo sedang menyelenggarakan PON I bulan September 1948 yang dibuka oleh presiden Soekarno di stadion Sriwedari. Untuk memperingati pejuang kemerdekaan 4 hari di kota Solo, telah dibangun monumen berupa tugu dihalaman Makorem 74 / Wirastratama Surakarta dan monumen perjuangan 45 di Banjasari. Wong Solo berhutang budi pada pejuang-pejuang tersebut
PROGRAM KHUSUS KOTA SOLO 2 BINGKAI WISATA & KULINER 1.
WISATA KOTA SOLO MUSEUM BATIK KUNO DANAR HADI
Foto : House of Danar Hadi, merupakan salah satu Museum Batik terlengkap di Kota Solo. Museum Batik Terlengkap di Dunia Batik sudah menjadi bagian dari budaya Indonesia sejak ratusan tahun yang lalu. Teknik pewarnaan kain ini menggunakan lilin batik (malam) untuk mencegah masuknya
warna di bagian-bagian tertentu. Pada tanggal 2 Oktober 2009, UNESCO menetapkan batik Indonesia sebagai salah satu Warisan Kebudayaan Dunia. Didorong oleh kecintaannya terhadap batik, Haji Santosa Doellah yang juga pemilik usaha Batik Danarhadi ini mengumpulkan batik dari seluruh penjuru negeri. Hingga kini koleksinya sudah mencapai lebih dari sepuluh ribu lembar kain batik kuno, 600 di antaranya dipamerkan di Museum Batik Danarhadi.
Foto : Koleksi Batik Museum Batik Danar Hadi
Foto : Tak sekedar koleksi Batik saja, di Museum ini juga terdapat berbagai barang barang antik kuno lainnya yang berhubungan dengan Batik tersebut. Dari Batik Kraton, Batik Belanda, hingga Batik Tiga Negeri Seorang pemandu menyapa dengan ramah dan kemudian mendampingi Penulis menjelajah museum. Ruang galeri pertama berisi koleksi Batik Belanda yang sebagian besar berbentuk sarung dengan dominasi motif bunga, dedaunan, hewan terutama burung dan kupu-kupu. Batik Belanda umumnya tampil dengan warna-warna cerah seperti merah, hijau, oranye, dan merah jambu. Di dinding terpajang foto-foto orang Belanda yang sedang mengenakan kain batik. Ruang galeri kedua dipenuhi dengan koleksi Batik Kraton, baik Kraton Surakarta, Mangkunegaran, Yogyakarta, maupun Pakualaman. Motif batik dari keempat kraton ini hampir sama, hanya modifikasi motif dan cara pemakaiannya saja yang berbeda. Ada pula koleksi yang disebut dengan Batik Tiga Negeri. Batik yang menggunakan tiga warna yaitu merah, biru, dan coklat ini ternyata dibuat di tiga tempat yang berbeda. Pemberian warna merah dikerjakan di Lasem, warna biru di Pekalongan, sementara warna coklat di Solo. Karena itulah jenis batik ini dinamakan Batik Tiga Negeri.
Koleksi lain yang bisa dinikmati adalah Batik China, Batik Jawa Hokokai (batik yang terpengaruh oleh kebudayaan Jepang), Batik Pesisir (Kudus, Lasem, Pekalongan), Batik Sumatra, Batik Saudagaran, Batik Petani, Batik Kontemporer, dan berbagai jenis batik lainnya. Salah satu yang menarik perhatian adalah Batik Cirebon. Selain pengaruh China, jenis batik ini memiliki motif-motif sayap yang menunjukkan pengaruh budaya Hindu dari Kerajaan Mataram Kuno. Yang tidak boleh dilewatkan adalah koleksi spesial museum ini. Ada beberapa koleksi batik kuno dengan motif unik yang terinspirasi oleh cerita rakyat ataupun cerita legenda. Salah satunya adalah motif Snow White. Batik ini dibuat dengan motif berupa gambar-gambar yang bertutur tentang cerita Snow White. Cerita dimulai ketika ibu tiri Snow White diberitahu oleh cermin ajaib bahwa Snow White adalah wanita tercantik di negeri mereka. Ini membuat sang ibu tiri marah dan membuangnya ke dalam hutan. Gambar-gambar terus berlanjut menceritakan kehidupan Snow White di dalam hutan bersama tujuh kurcaci, makan apel beracun, sampai dengan pertemuannya dengan pangeran yang membangunkannya dari tidur panjang. Batik Snow White yang termasuk dalam jenis Batik Belanda ini didesain oleh wanita Indo-Belanda pada pertengahan abad ke 19. Meskipun demikian, pengerjaannya tetaplah dikerjakan oleh orang-orang Indonesia. Selain itu masih ada beberapa batik dengan motif yang bercerita tentang Hans and Gretel, Little Red Riding Hood, dan bahkan cerita Perang Diponegoro. One Stop Batik Shopping Pemandu kemudian membawa Penulis ke bagian belakang museum. Suasana kontras langsung terasa. Keanggunan ruang pameran berganti dengan suasana pabrik yang dinamis. Di ruang besar tanpa sekat itu ratusan orang sibuk mengerjakan proses pembuatan batik dari awal sampai akhir. Bila ingin mempelajari teknik pembuatan ini lebih dalam lagi, museum juga menawarkan paket workshop pembuatan batik tulis satu warna selama 5 hari.
Foto : Salah satu sudut ruangan di dalam Museum Batik Danar Hadi.
Foto : Ruangan di dalam Museum yang penuh dengan barang barang antik selain kain Batik. Puas menikmati koleksi batik-batik antik dan menyaksikan proses pembuatan batik yang rumit, mata kemudian dimanjakan oleh koleksi batik cantik dalam berbagai produk. Kemeja resmi, gaun-gaun cantik, hingga sarung bantal dan aneka produk lainnya bisa dibeli disini. Museum Batik Danarhadi dengan konsep One Stop Batik Shopping ini benar-benar menjadi surga wisata bagi para pecinta batik, baik lokal maupun internasional. RINCIAN Jadwal Buka Senin - Minggu pk 09.00 - 16.30 WIB Harga Tiket Pengunjung domestik: Rp. 25.000
Pengunjung mancanegara: Rp. 25.000 Pelajar: Rp. 15.000 KRATON SURAKARTA HADININGRAT
Foto : Keadaan Keraton Surakarta Hadiningrat masa kini. Istana Jawa Kuno dengan Sentuhan Eropa Kraton Surakarta Hadiningrat atau yang kemudian lebih dikenal sebagai Kraton Kasunanan Surakarta telah berdiri sejak ratusan tahun lalu. Kraton ini adalah “penerus” dari Kerajaan Mataram Islam. Setelah berganti-ganti pusat pemerintahan mulai dari Kotagede, Pleret hingga Kartasura, pemberontakan kuning oleh etnis Tionghoa memaksa Mataram untuk memindahkan Kratonnya ke Desa Sala. Konflik internal dan campur tangan Belanda kemudian memaksa kerajaan ini pecah menjadi Kasunanan Surakarta dan Kasultanan Yogyakarta pada tahun 1755 melalui perjanjian Giyanti.
Foto : Salah satu Kereta Kuda Keraton Surakarta Hadiningrat pada abad ke 18.
Foto : Saalah satu sudut ruangan di dalam Keraton Surakarta Hadiningrat yang bernama Handrawina, tempat berkumpulnya keluarga keraton. Perjalanan diawali dari gerbang Kraton paling utara yaitu gapura Gladag. Gapura ini dijaga oleh dua arca Dwarapala bersenjata gada. Menyusuri ruas jalan yang teduh dengan pohon beringin tua di kanan kirinya, Penulis sampai di Alun-Alun Utara. Layaknya gaya khas sebuah tata kota tua, Kraton Kasunanan Surakarta terletak dalam satu kompleks dengan Alun-Alun dan Masjid Agung. Sebuah pendapa terbuka besar berdiri megah tepat di seberang alun-alun, sementara bangunan utama kraton berada di belakangnya. Di dalam bangunan utama ini terdapat sebuah museum yang dulunya merupakan kompleks perkantoran pada jaman Paku Buwono X. Bangunan ini terbagi atas 9 ruang pameran yang berisi aneka macam benda dan pusaka peninggalan Kraton, hingga diorama kesenian rakyat dan upacara pengantin kerajaan lengkap dengan berbagai macam peralatannya. Sebuah lorong sempit menghubungkan museum dengan kompleks utama kraton. Untuk menghormati adat istiadatnya, kita tidak diperbolehkan mengenakan celana pendek, sandal, kaca mata hitam, dan baju tanpa lengan. Sandal juga dilepas dan kita harus berjalan tanpa alas kaki di atas pasir pelataran yang konon diambil dari Pantai Selatan. Pohon Sawo Kecik yang menaungi pelataran membuat udara senantiasa sejuk. Secara jarwa dhosok, nama pohon itu dimaknai sebagai lambang yang artinya sarwo becik atau serba baik. Yang menarik adalah patung-patung Eropa yang menghiasi istana sehingga menghasilkan kombinasi apik arsitektur Jawa Kuno dengan sentuhan Eropa. Patung-patung ini merupakan hadiah dari Belanda yang dulu memang memiliki hubungan sangat dekat dengan Kasunanan Surakarta. Sebuah menara tinggi di sebelah selatan pelataran bernama Panggung Songgobuwono menjadi ciri khas kraton ini.
Foto : Para abdi dalem yang selalu hidup bersama keluarga keraotn di dalam Keraton Surakarta Hadiningrat. Belum puas menjelajahi bangunan kraton, Penulis meminta seorang tukang becak untuk mengantar mengelilingi seluruh kompleks kraton. Duduk santai di dalam becak menyusuri jalan-jalan di dalam kraton menjadi pengalaman tersendiri. Sampai di Alun-Alun Selatan, terlihat dua gerbong kereta tua terparkir disana, yaitu Kereta Pesiar Raja dan Kereta Jenazah. Namun gerbong-gerbong ini sudah tidak lagi berfungsi karena rel-relnya sudah banyak yang berubah menjadi pemukiman penduduk. Di sisi alun-alun yang lain, sekawanan kerbau putih yang terkenal dengan sebutan kebo bule Kyai Slamet terlihat asyik merumput. Kerbau-kerbau ini dianggap keramat oleh masyarakat Solo dan selalu diarak pada kirab sekatenan ataupun kirab malam 1 Sura. RINCIAN
Jadwal Buka Senin - Kamis pk 09.00 - 14.00 WIB Sabtu - Minggu pk 09.00 - 13.00 WIB Harga Tiket Bangsal Pagelaran: Rp 2.500 Museum: Rp 8.000 Ijin kamera/video: Rp 3.500 PASAR KLEWER
Foto : Kondisi Pasar Klewer di Kota Solo pada masa kini.
Pasar Batik Nan Legendaris
Foto : Pasar Klewer yang sudah ada sejak jaman Keraton Surakarta Hadiningrat masih bertahta.
Foto : Keadaan di dalam Pasar Klewer masa kini. Menurut cerita, jaman penjajahan dulu Pasar Klewer berfungsi sebagai tempat pemberhentian kereta. Masyarakat pun memanfaatkannya sebagai tempat untuk menjual berbagai macam produk kepada para penumpang hingga akhirnya terkenal dengan nama Pasar Slompretan. Kata slompretan berasal dari slompret (terompet) karena suara kereta yang akan berangkat mirip dengan suara terompet ditiup. Pasar Slompretan ini juga dijejali dengan pedagang kecil yang menjual tekstil khususnya batik. Para pedagang ini menjajakan batiknya dengan cara dipanggul di pundak, sehingga batiknya terlihat berkleweran atau berjuntaian. Seiring dengan perjalanannya, pasar ini kemudian lebih terkenal dengan nama Pasar Klewer. Pada tahun 1970an, pasar ini dibangun menjadi sebuah bangunan permanen berlantai dua yang cukup luas. Pembeli juga akan lebih leluasa berbelanja karena pasar dengan lebih dari dua ribu unit kios ini memiliki tangga-tangga yang cukup luas sehingga tidak ada kesan berdesak-desakan.
Foto : Pasar Klewer, Pasar jual beli Batik di Kota Solo. Pusat Grosir Batik dan Tekstil Murah Menyusuri lorong-lorong yang cukup lebar dari satu blok ke blok yang lainnya, beragam jenis pakaian berbahan batik seolah memanggil pengunjung untuk membelinya. Mulai dari jenis kebaya, kain, baju resmi, hingga kaos batik, daster, blouse cantik dan pakaian anak-anak. Tak hanya batik Solo, pasar ini juga memiliki koleksi batik Banyumas, Pekalongan, Madura, Yogyakarta, dan lain-lain. Anda dapat dengan mudah menemukan batik cap seharga belasan ribu maupun batik tulis kualitas terbaik dengan harga lebih murah dari pada butik-butik terkenal. Kemahiran menawar akan sangat membantu mendapatkan harga terbaik. Tak hanya dijual eceran, kebanyakan kios juga melayani pembelian grosir dengan harga yang jauh lebih murah. Naik ke lantai dua, Anda akan menemukan aneka jenis tekstil, seperti seragam sekolah, kaos, jaket, dasi, kain bahan katun hingga sutra. Uniknya, di pasar ini juga terdapat
beberapa orang penjahit yang siap menyulap kain yang baru saja Anda beli menjadi jenis pakaian yang Anda inginkan dalam waktu kurang dari satu hari. Lelah berbelanja mengelilingi pasar tekstil ini, Anda bisa berjalan ke depan ataupun samping pasar. Berbagai warung makanan siap menjadi tempat melepas lelah sekaligus mencicipi aneka makanan khas Solo. Nasi pecel, nasi liwet, tengkleng, timlo, es dawet, es gempol dan berbagai jenis makanan dan minuman lainnya siap menjadi penawar dahaga Anda.
Foto : Batik Batik yang dijual di Pasar Klewer terbilang murah dan harga bisa ditawar langsung. Tips merawat batik Untuk menjaga dan merawat batik Anda agar tetap cantik, ada beberapa tips yang layak dicoba.
Hindari mencuci batik menggunakan mesin cuci dan deterjen. Cucilah dengan tangan menggunakan shampo yang telah dilarutkan dalam air atau sabun mandi.
Jemur di tempat yang teduh tanpa diperas terlebih dahulu. Hindari menjemur di bawah sinar matahari langsung dan biarkan kering secara alami.
Lapisi batik dengan kain lainnya jika hendak disetrika. Hindarkan terkena panas langsung dari setrikaan.
Hindari menyemprotkan pewangi pakaian, pelembut pakaian ataupun parfum langsung ke batik. RINCIAN Jadwal Buka Senin - Minggu pk 09.00 - 16.30 WIB PASAR TRIWINDU
Foto : Pasar Triwindu atau sekarang yang disebut Pasar Windujenar Berburu Harta Karun di Surga Barang Antik
Sebagai salah satu pusat kebudayaan Jawa, Solo memiliki banyak harta karun berupa barang-barang pusaka dan antik. Pasar Triwindu (sekarang bernama Pasar Windujenar) adalah salah satu pasar barang antik yang populer di Pulau Jawa. Persis di depan pintu masuk pasar, Anda akan disambut oleh patung laki-laki dan perempuan Jawa sedang duduk bersila di atas panggung batu. Menyusuri lorong-lorong pasar dengan barang-barang antik yang bertaburan di kanan kirinya, akan membuat kita merasa berada di surga barang antik. Aneka koleksi kain batik, uang dan koin kuno, cap batik, gramofon tua dari Eropa, wayang-wayang yang terlukis di papan kayu tua, sepeda dari tahun 1930an, hingga berbagai benda yang diklaim sebagai fosil makhluk purba dari Sangiran bisa ditemukan disini. Tidak ketinggalan pula lukisan-lukisan tua, lampu minyak, patung-patung Budha, hingga setrika arang. Tidak hanya itu saja, pasar ini juga akan memberikan kepuasan tersendiri bagi para kolektor dan penggila otomotif karena bisa mendapatkan onderdil langka yang sudah tidak diproduksi lagi.
Foto : Bagi para kolektor barang barang antik & kuno bisa langsung datang saja ke Pasar Triwindu di Kota Solo ini yang menjual ribuan baang antik & kuno.
Foto : Barang barang antik yang dijual di Pasar Triwindu. Tidak semua barang yang dijual di Pasar Triwindu merupakan barang yang benar-benar antik. Sebuah barang yang diklaim penjualnya berusia ratusan tahun mungkin saja baru dibuat beberapa minggu lalu. Namun jika beruntung, Anda bisa mendapatkan pusaka yang dulunya adalah milik kraton. Berbagai spekulasi berkembang mengenai keberadaan benda-benda milik kraton di pasar ini. Namun pihak kraton mengatakan bahwa benda-benda itu kemungkinan adalah benda yang dihadiahkan pada abdi dalem dan kemudian dijual, atau didapatkan oleh orang yang membeli dari kerabat kraton. Berbelanja di Pasar Triwindu sungguh membutuhkah ketelitian dan keahlian tawar-menawar, jadi jangan ragu untuk menawar setengah harga.
Foto : Para pembeli bisa menukar barang antiknya dengan pemilik barang antik yang berjualan di Pasar Triwindu ini secara bebas dan sah. Sampai sekarang, Pasar Windujenar masih melayani sistem barter. Anda bisa menukar koleksi dengan barang antik yang lain, tentu saja dengan negosiasi dan kesepakatan tentang nilai barang yang ingin dibarter. Jika Anda wisatawan yang ingin membeli oleh-oleh, ataupun sekedar ingin menikmati suasana kota Solo yang sesungguhnya, Pasar Windujenar layak menjadi pilihan.
RINCIAN Jadwal Buka Senin - Minggu pk 09.00 - 16.00 WIB
BENGAWAN SOLO
Foto : Sungai Bengawan Solo yang menjadi insipirasi (Alhm) Gesang sebagai Maestro Keroncong Indonesia untuk memnbuat lagu keroncong berjudul “Bengawan Solo”. Menyusuri Sungai Terpanjang di Pulau Jawa
Foto : Kondisi aliran Sungai Bengawan Solo masa kini Petualangan Penulis dimulai saat sang mentari masih tertidur nyenyak di balik cakrawala. Sambil menunggu perahu yang akan mengantar, kami duduk di pinggir sungai menyaksikan aktivitas warga yang mulai menggeliat. Jalur penyeberangan perahu Kampung Sewu-Bekonang tempat kami akan memulai petualangan ini mulai ramai. Sebuah perahu kayu berukuran cukup besar mondar-mandir mengantarkan para pedagang yang akan pergi ke pasar, ataupun warga yang hendak menyeberang ke kampung tetangga. Sebuah perahu kayu kecil merapat pelan. Waduh, ternyata perahu inilah yang akan mengantar kami menyusuri sungai yang terbentuk sekitar empat juta tahun lalu ini. Sedikit saja gerakan akan membuat perahu bergoyang. Namun setelah beberapa dayungan, perasaan mulai rileks. Dayungan kayuh yang seirama membawa perahu menyibak air sungai dan meluncur pelan mengikuti arus yang tenang. Temaram langit fajar mulai menjadi terang. Beberapa ratus meter pertama, sungai ramai dengan warga dan berbagai aktivitas pagi mereka. Keramahan khas penduduk desa sangat terasa. Beberapa orang penduduk menyirami tanaman di pinggiran sungai yang disulap menjadi ladang, menggembala kambing atau bebek, atau sekedar berkumpul di atas tanggul sambil berbincang dan bersenda gurau. Sesekali perahu nelayan yang sedang mencari ikan melintas. Dulu Bengawan Solo pernah tersohor sebagai surga ikan air tawar. Bahkan ada sekitar 30 jenis ikan yang tinggal dan berkembang
biak di sungai ini. Namun sayang, kini hanya beberapa jenis saja yang masih bertahan, diantaranya ikan jambal, gabus dan ikan putihan. KAMPOENG BATIK LAWEYAN
Foto : Kampung Batik Laweyan Kota Solo
Menyusuri Kampoeng Batik nan Eksotik Laweyan, sebuah kampung tua yang memiliki sejarah lebih panjang daripada Surakarta sendiri. Sudah ada sejak jaman Kerajaan Pajang pada abad XIV, Laweyan dulu adalah pusat perdagangan pakaian. Namanya berasal dari kata "lawe", berarti benang dari kapas yang dipintal. Seorang sesepuh desa bernama Kyai Ageng Henis adalah orang yang bisa dibilang paling berjasa bagi kemajuan daerah ini. Beliau tidak hanya mengajarkan ilmu agama, namun juga mengajarkan ilmu dan seni membatik pada masyarakat sekitar. Seni batik ini terus berkembang pesat hingga sekarang.
Foto : Jalan Kampung Batik Laweyan Kota Solo. Memasuki kampung Laweyan, hampir seluruh rumah penduduk yang umumnya berukuran besar dan megah merangkap fungsi sebagai showroom batik. Mulai dari batik seharga puluhan ribu hingga jutaan rupiah bisa dibeli disini. Beberapa tempat bahkan menawarkan kesempatan untuk melihat langsung proses pembuatannya. Bagi yang ingin belajar membatik, jangan khawatir karena ada paket kursus singkat yang juga tersedia. Masuk semakin dalam, tembok-tembok tua dan tinggi berdiri kokoh mengapit gang sempit. Dibaliknya berdiri istana para saudagar batik tempo dulu. Pada masa kejayaannya beberapa ratus tahun yang lalu para saudagar batik ini memang kaya raya, bahkan melebihi kekayaan para bangsawan kraton. Dengan kekayaannya itu, mereka berlomba-lomba membangun istananya masing-masing. Sebagian besar usaha para saudagar ini masih diteruskan oleh generasi berikutnya hingga sekarang. Memasuki showroom batik mereka, kita akan mendapatkan bonus tersendiri. Berbelanja batik sambil menikmati istana megah dengan arsitektur Jawa Kuno yang indah dalam pengaruh gaya Eropa, China dan Islam.
Foto : Suasana perkampungan di Kampung Batik Laweyan Kota Solo. Tak hanya itu, Laweyan juga kaya akan situs sejarah. Penulis sempat mengunjungi masjid tertua di Solo yang dibangun hampir 5 abad yang lalu, serta Museum Samanhudi, salah satu tokoh pergerakan nasional. Masih terus berbenah, Kampoeng Batik Laweyan dengan bermacam pesona wisata yang ditawarkan layak menjadi salah satu tujuan wisata Anda di Solo. Menyusuri kampung tua nan eksotik sambil memanjakan diri dengan aneka koleksi batik cantik akan menjadi pengalaman wisata yang tidak terlupakan. 2.
KULINER KOTA SOLO GUDEG CEKER MARGOYUDAN
Berburu Kelezatan Kuliner Sebelum Fajar Menyingsing Wisata kuliner Solo memang tidak ada matinya. Jam tangan menunjukkan pukul 02.00 dini hari ketika Penulis berburu lezatnya gudeg ceker yang terkenal itu. 10 menit perjalanan terasa sepi, hanya sesekali kami berpapasan dengan kendaraan lain. Namun begitu memasuki Jalan Monginsidi, deretan mobil dengan plat nomor dari luar kota dan puluhan
sepeda motor telah terparkir rapi di pinggir jalan. Seketika suasana berubah total, dinginnya malam telah tergantikan dengan hangatnya suasana warung Gudeg Ceker Margoyudan. Dari luar terlihat kerumunan orang mengantri mengitari seorang wanita tua yang sibuk meracik porsi demi porsi gudeg cekernya. Sebagian pengunjung memilih menikmati gudeg ceker mereka di bangku-bangku di dalam warung, dan sebagian anak-anak muda memilih duduk lesehan beralaskan tikar agar lebih leluasa bercengkrama dengan temannya.
Foto : Gudeg Ceker Bu Kasno Margoyudan Solo yang setiap harinya buka mulai pukul 2 dini hari.
Foto : Bu Kasno selaku penjual Gudeg Ceker melayani berbagai pesanan pelanggannya. Beberapa saat menunggu akhirnya sepiring nasi gudeg dengan sambel kerecek dan empat cakar ayam sudah di tangan. Ya, cakar ayam yang sering dianggap sebelah mata itu berhasil disulap menjadi makanan yang luar biasa nikmat. Gudegnya terasa gurih dan asin, berbeda dengan kebanyakan gudeg yang cenderung manis. Sementara cakar ayamnya, yang lebih populer dengan sebutan ceker, terasa lembut dan empuk. Dimasak dalam kuah santan dalam waktu yang lama, kulit dan tulang mudanya akan langsung terlepas hanya dengan sekali gigitan. Porsinya tidak terlalu besar, pas untuk sarapan kepagian.
Foto : Gudeg Ceker Bu Kasno Margoyudan Solo Walaupun tidak mengandung daging, ceker merupakan bagian dari tubuh ayam yang paling gurih. Kulit, tulang, otot, dan kolagen yang terkandung di dalamnya membuat ceker terasa gurih dan kenyal. Ceker juga kaya akan Omega 3 dan Omega 6. Dalam setiap 100 gramnya, terdapat 187 mg Omega 3 dan 2,571 Omega 6. Kedua zat ini merupakan golongan asam lemak tak jenuh ganda yang bisa membantu pertumbuhan otak dan relaksasi pembuluh darah.
Foto : Suasana di Gudeg Ceker Margoyudan Bu Kasno yang selalu ramai pelanggan. Jadi, beranikah menerima tantangan melawan kantuk dan hawa dingin demi sepiring gudeg ceker legendaris yang buka pada jam 01.30 pagi ini? Bergegaslah karena setelah jam 4 pagi gudeg ceker yang lezat ini dipastikan sudah habis. RINCIAN Jadwal Buka Senin - Minggu pk 01.30 - 04.00 WIB
Tengkleng Pasar Klewer Bawah Gapura Pasar Klewer. Mungkin sebagian orang belum mengenal tengkleng. Sejenis gulai kambing, hanya saja tidak menggunakan santan dan daging, melainkan tulang dengan sedikit daging yang menempel. Tengkleng biasanya berisi tulang iga, tulang kaki, jeroan, otak, telinga, pipi, mata, dan lidah.
Salah satu tempat yang menjual tengkleng lezat adalah Tengkleng Bu Edi yang berlokasi di Pasar Klewer. Bumbunya pas, dengan aroma kambing yang menggugah. Penyajiannya juga cukup unik karena tengkleng hanya dipincuk menggunakan daun pisang.
Foto : Suasana Tengkleng Bu Edy Pasar Klewer yang penuh pelanggan di siang hari.
Foto : Tengkleng Bu Edy Pasar Klewer yang nikmat dengan kuah bumbu rempah pedasnya. Tengkleng Pasar Klewer Bu Edi buka setiap hari mulai pukul 13.00 WIB. Biasanya tengkleng ini sudah habis dalam waktu satu jam, jadi jika ingin mencicipi, Anda harus datang lebih awal. Harga satu porsi tengkleng mulai dari Rp15.000,-.
Serabi Notosuman
Foto : Serabi Notosuman, Produsen Serabi terbaik di Kota Solo.
Jl. Mohammad Yamin no 28. Kalau sudah ke Solo dan tidak mencicipi serabi, artinya Anda belum sepenuhnya ke Solo. Rekomendasinya adalah Serabi Notosuman yang sudah ada sejak 1923. Menu paten Serabi Notosuman ini dibuat oleh perintisnya Hoo Gek Hok.
Foto : Proses pembuatan Serabi Notosuman Kota Solo.
Foto : Serabi Notosuman, Serabi Khas Kota Bengawan / Kota Solo.
Serabi Solo dihidangkan tanpa menggunakan kuah manis. Pilihan rasa yang disajikan hanya dua. Rasa polos dan topping cokelat. Sayang, serabi ini tidak dapat dijadikan oleh-oleh karena hanya tahan 24 jam. Warung serabi ini buka dari jam 05.00 hingga 19.00 WIB.
Timlo Solo Timlo Sastro Balong Kalau Jogjakarta memiliki kuliner andalan gudeg, Surabaya memiliki lontong balap, Kudus dengan sotonya, Solo juga pastinya punya Timlo Solo. Salah satu timlo yang cukup terkenal adalah Timlo Sastro yang tidak boleh terlewatkan jika sedang berburu kuliner di kota ini. Sudah terkenal sejak tahun 1952-an, Timlo Sastro yang juga dikenal dengan nama Timlo Sastro Balong ini berlokasi di salah satu sudut Pasar Gedhe Kota Solo (pasar gede timur 1-2). Meskipun begitu, RM Timlo Sastro ini penuh sesak oleh para pembeli yang datang. Meski merupakan sebuah rumah makan, tapi tempatnya sangat sederhana dan terlihat lebih sempit dengan banyaknya pembeli. Di luar memang hanya hujan rintik, tapi di dalam rumah makan ini terasa begitu panas, pada hal tempatnya semi terbuka. Saat pertama Saya masuk, hanya terlihat tempat yang penuh sesak, wajah para pegawai serta pemiliknya yang kelihatan sangat capek dan kelelahan. Bila ada satu tempat yang kosong, kurang dari satu menit tempat tersebut sudah terisi oleh pembeli lain. Bisa dibilang, siapa cepat dia yang dapat.
Foto : Suasana di Kedai Timlo Sastro Solo.
Foto : Pelayanan di Timlo Sastro Solo Setelah ada kesempatan, barulah kami memesan nasi timlo sastro komplit. Meskipun sangat ramai, tapi untuk masalah penyajiannya cukup cepat. Seporsi timlo sastro komplit ini hanya terdiri dari potongan hati ampela, telur pindang dan sosis solo dengan kuah yang bening. Berbeda dengan sosis pada umumnya yang bentuknya bulat dan panjang, sosis solo lebih mirip dengan telur dadar. Sedangkan untuk rasanya sendiri gurih dan segar, rasanya lebih nikmat bila ditambah dengan sambal kecap yang sudah tersedia di atas meja.
Foto : Timlo Sastro, Timlo Khas Kota Budaya / Kota Solo. Di tengah-tengah penuh dan sesaknya suasana di dalam RM Timlo Sastra, kita akan dihibur dengan live music keroncong dan campur sari. Kalau saja kita memfokuskan sedikit perhatian pada musik tersebut sambil menikmati kelezatan timlo sastro, maka segala keriuhan di tempat itu tidak akan terasa. Warung ini hanya menyediakan menu timlo, tapi penyajiannya cukup bervariasi. Ada telur rempelo ati, sosis rempelo ati, telur sosis, rempelo ati kuah, sosis kuah, telur kuah dan nasi timlo. Sedangkan untuk harganya juga bervariasi sesuai dengan isian, mulai dari 6ribu sampai 14ribuan. Kalau untuk timlo komplitnya sendiri dibandrol
dengan harga 14ribu rupiah belum termasuk nasi putih 3ribu. Biasanya warung ini sudah buka sejak jam setengah 7 pagi sampai jam setengah 4 pagi setiap hari. RINCIAN
Menu Andalan: Timlo Komplit (Rp. 14.000)
Jam Buka: 06.30 - 15.30
Alamat Lokasi: Jl. Pasar Gede Timur 1-2, Pasar Gede, Solo Telp. 0271-654820
Bakso Alex
Foto : Warung Bakso Alex yang selalu ramai pelanggan setianya.
Foto : Pelayanan Warung Bakso Alex
Bakso merupakan salah satu makanan yang paling umum dan paling mudah untuk ditemukan, mulai dari pedagang keliling, emperan hingga yang berbentuk rumah makan. Jika kebetulan sedang berada di kota Solo (Surakarta), ada baiknya untuk mencicipi Bakso Alex yang berada di jalan Gajah Mada. Akses menuju Bakso Alex cukup mudah, dari Novotel Hotel ke kiri sampai bertemu dengan lampu merah, tempatnya berada di sebelah kanan jalan, sehingga kalau ingin menyebrang sebaiknya lebih berhati-hati. Pada awalnya usaha ini dirintis sekitar tahun 1992 olah Bpk H.A. Saiman dengan menempati sebuah lapak di depan ILI Optical. Namun setelah beberapa tahun kemudian, Pak H.A. Saiman yang lebih akrab disapa Pak Alex pindah ke Jl. Gajah Mada No. 62 hingga sekarang. Tempatnya lebih besar dan lebih luas jika dibandingkan yang sebelumnya. Hingga sekarang ini, Bakso Alex sudah memiliki beberapa cabang lainnya, ada yang di Jl. Yosodipuro dan juga di daerah Cemani, Solo. Dibutuhkan sekitar 50 kg daging untuk dapat memenuhi permintaan bakso semua warungnya.
Foto : Bakso Alex, Bakso Khas Kota Berseri / Kota Solo Tidak jauh berbeda dengan bakso pada umumnya, Bakso Alex yang terkenal dengan bakso uratnya juga menyediakan bakso halus. Untuk dapat menikmati keduanya, kita bisa memesan bakso komplit yang terdiri dari bakso urat, bakso halus, mie, soun, pangsit goreng, irisan seledri dan taburan bawang merah goreng. Meskipun isiannya sama seperti bakso pada umumnya, tentu saja soal rasa yang membedakannya. Kuahnya bening dan rasa kaldunya cukup kuat, baksonya cukup lembut dengan daging giling yang cukup banyak di dalamnya, sehingga daging baksonya yang dominan. Sedangkan untuk masalah harga, semangkuk bakso dibandrol dengan harga 8.500 rupiah. Karena dukungan tempat, rasa dan harganya yang terjangkau, tak heran kalau Bakso Alex selalu ramai pengunjung. Dengan dibantu ±30 karyawannya, Ibu Hj. Sri Suwanti atau yang lebih akrab disapa Bu Alex mulai melayani para pengunjungnya setiap hari mulai dari jam 8 pagi sampai jam 8 malam. Jika kita ingin memesan bakso ini untuk keperluan acara pesta atau acara-acara lainnya, mereka juga akan dengan senang hati melayaninya. RINCIAN
Menu Andalan: Bakso (Rp. 8.500)
Jam Buka: 08.00 - 20.00
Alamat Lokasi: Jl. Gajah Mada No. 62, Solo Telp. 0812.2988.575
Warung Selat Mbak Lies
Foto : Warung Selat Mbak Lies Solo
Selat Solo, jika mendengar kata tersebut kemana arah fikiran Anda tertuju? Apakah Anda akan membayangkan Selat Sunda, Selat Lombok, Selat Madura dan selat-selat lainnya yang ada di Indonesia?. Kalau benar itu jawabannya, Anda sungguh salah dan Anda harus pergi ke Solo untuk mendatangi Warung Mbak Lies. Lokasinya ada di Serengan Gg. II/ 42 Solo, untuk akses menuju lokasinya cukup mudah, dari perempatan Serengan menuju ke arah selatan. Setelah bertemu dengan gang 2 kemudian masuk gang tersebut, jalan sebelum masuk gang sudah ada papan petunjuknya. Dari ujung gang tersebut, warungnya sudah terlihat cukup jelas. Bisa juga diakses melalui gang dari sebelah timur, setelah melewati Jalan Bima.
Dari jalan utama terlihat sepi-sepi saja, tapi setelah masuk ke dalam gang, ternyata mobil berplat nomor luar kota sudah tertata rapi di area parkir. Warung Selat Mbak Lies ini memiliki design interior yang sangat menarik, menyolok dan terlihat penuh, mungkin lebih mirip dengan sebuah tempat oleh-oleh. Berbagai pernak-pernik ala Eropa bertebaran menghiasi seluruh ruangan, piring-piring keramik menghiasi dinding bagian depan. Siang itu, Warung Selat Mbak Lies cukup ramai pengunjung, para karyawannya yang mengenakan seragam warna hijau-orange terlihat sangat sibuk. Saya pun berusaha untuk bisa bertemu dengan Mbak Lies secara langsung, tapi karena terlalu sibuk dengan ramainya para pengunjung yang ingin menikmati makan ditempat dan juga untuk dibawa pulang, sehingga Saya tidak bisa bertemu secara langsung. Tapi Saya sempat berbincang sebentar dengan salah satu karyawannya, ternyata Selat Solo Mbak Lies ini sudah berdiri sejak tahun 1987-an. Sedangkan pernak-pernik ala Eropa yang menghiasi ruangannya, sebagian besar merupakan barang-barang koleksi Mbak Lies.
Foto : Selat Solo Mbak Lies, Selat Segar Khas Kota Batik / Kota Solo Dari nama warungnya saja sudah terlihat jelas bahwa selat solo merupakan salah satu menu andalan Warung Mbak Lies. Ada dua jenis selat yang ada di warung ini, selat solo atau
yang sering disebut selat bestik dan selat galantine. Sedangkan untuk selat galantine dibagi lagi menjadi 2 macam, ada selat galantin kuah saos dan selat galantine kuah segar. Setelah menunggu beberapa saat, selat galantine pesanan kami pun sampai di atas meja. Selat galantine kuah saosnya terdiri dari sayuran, ada buncis, wortel, kentang, telur, rolade daging, kacang polong dan kuahnya berwarna orange agak kemerahan. Sedikit saus mustard dan juga irisan bawang merah mentah yang melengkapinya. Sedangkan untuk yang kuah segar, ada kentang, wortel, telur pindang, rolade daging dan keripik kentang dengan kuah bening agak kecokelatan. Dan tak lupa, ditambah dengan mustard dan irisan bawang merah mentah. Untuk menikmatinya, kita harus mengaduk semuanya hingga tercampur, sehingga kita dapat merasakan perpaduan antara manis, asam dan juga gurihnya. Selain menyediakan menu selat, Warung Selat Mbak Lies ini juga menyediakan timlo, gado-gado, acar tahu, stup macaroni dan sop sosis. Warung ini biasanya mulai melayani para pengunjungnya mulai dari jam 9 pagi sampai jam 5 sore. RINCIAN
Menu Andalan: Aneka Selat (Rp. 9.500 – Rp. 29.000)
Jam Buka: 09.00 - 17.00
Alamat Lokasi: Serengan Gg II/ 42, Solo Telp. 0271-653332
Soto Triwindu
Foto : Soto Triwindu Hj. Yoso Sumarto Solo
Selain terkenal dengan batiknya, kuliner Solo juga tak boleh terlewatkan. Seperti Soto Triwindu, salah satu warung yang menyediakan soto sapi yang cukup digemari, apalagi bagi mereka yang hobi kuliner nyoto (makan soto). Tak hanya warga Solo, para pelanggannya juga berasal dari luar kota. Sebuah warung yang berada di Pasar Barang Antik Triwindu, Solo, atau lebih tepatnya di Jl. Teuku Umar, Keprabon (Banjarsari, Solo).
Foto : Soto Hj. Yoso Sumarto, Soto Khas Kota Keraton / Kota Solo. Tak jauh berbeda dengan warung soto pada umumnya, warung ini tampak sederhana dengan interiornya yang berbahan kayu. Biasanya warung ini mulai melayani para pelanggannya sekitar jam 8 pagi sampai jam 3 sore setiap hari, namun tak jarang sebelum jam 2 juga sudah tutup. Tak jauh berbeda dengan tempatnya yang sederhana, soto yang disajikan disini juga sederhana tapi untuk rasa tidak sesederhana tampilannya. Seporsi soto terdiri dari daging sapi dan taoge yang disiram dengan kuah yang cukup bening. Dan untuk nasinya sudah dicampur dalam sebuah mangkuk cukup mungil dengan taburan seledri dan bawang goreng. Akan lebih nikmat lagi kalau ditambahkan perasan jeruk nipis, sambal dan sedikit kecap manis sebelum disantap. Sebagai lauk pelengkapnya, ada lentho, sate telur puyuh dan beberapa macam
gorengan yang sudah tersedia di meja. Untuk minuman yang tersedia, tak jauh berbeda dengan minuman ala warung makan pada umumnya. RINCIAN
Menu Andalan: Soto Sapi
Jam Buka: 08.00 - 15.00
Alamat Lokasi: Jl. Teuku Umar, Keprabon (Banjarsari, Solo)
Gule Goreng dan Sate Buntel Pak Samin
Foto : Warung Sate Kambing Pak Samin Solo Hampir di setiap kota memiliki makanan khas berupa sate dan gule kambing, tapi tidak ada salahnya untuk mencoba sate dan gule kambing yang sudah punya nama di kota yang terkenal dengan Stasiun Solo Balapannya ini. Terkenal dengan nama Gule dan Sate buntel Pak Samin, namun di kedai pak Samin ini gulenya berbeda dengan gule-gule yang biasa dijual di tempat lain. Di sini gule setelah dimasak dagingnya digoreng lagi hingga renyah. Orang mengenalnya dengan “Gulgor” alias gule goreng. Pilihan dagingnya ada beberapa macam, mulai dari babat, paru, usus dan daging kambing dengan cara digoreng. Selain gulgor,disini
tersedia juga sate buntel yang perlu untuk dicoba. Sate ini terbuat dari cincangan daging kambing yang diolah seperti sate lilit, kemudian dibungkus dengan kulit perut kambing. Sate buntel dibakar dengan menggunakan arang setelah dibalur kecap manis. Sebelum disajikan disiram kecap manis lagi bersama irisan kol, tomat dan bawang merah mentah. Sedangkan untuk gule gorengnya disajikan terpisah dengan kuah gulenya. Menu lain yang tersedia,ada sate kambing, tongseng, nasi goreng kambing dan garang masak.
Foto : Sate Buntel & Gule Goreng Pak Samin yang khas dengan cita rasa bumbu rempah rempah. Harga masakan yang dipatok oleh Pak Samin masih terjangkau di kantong, secara masakan yang disajikan disini cukup membuat perut menjadi kenyang dan buncit,. Kedai ini bisa kita temukan di jalan Pasar Pon Solo, sebelah bioskop lama atau perempatan Pasar Pon. Biasanya kedai ini melayani pembeli setiap harinya mulai jam 7 pagi sampai jam setengah 3 sore. RINCIAN
Menu Andalan: Sate Buntel & Gule Goreng ( Rp. 9.000 – Rp. 17.000 )
Jam Buka: 07.00 – 14.30
Alamat Lokasi: Jl. Pasar Pon, Solo (sebelah bioskop lama) Telp. 0271-639747
NASI LIWET SOLO Sebagai salah satu makanan khas Solo, nasi liwet memang tak sulit dijumpai di kota tersebut. Mulai dari mbok-mbok keliling sampai yang mangkal di ujung gang. Ini dia penjual nasi liwet yang top di Solo. Dianggap masakan paling khas di Solo. Nasi liwet dimasak dengan santan dan bumbu tanpa proses pengukusan di dandang, sehingga hasilnya adalah nasi putih yang lebih lembek dan harum. Disajikan dalam pincuk (piring dari daun pisang), dengan lauk gulai labu siam, telur rebus atau telur dadar, suwiran ayam opor, dan potongan ati-ampela ayam, ditumpangi kepala santan atau santan kental yang disebut areh. Berbagai lauk tambahannya seperti tempe atau tahu bacem, kerupuk kulit, dan ayam goreng dapat diminta sesuai selera. Pendamping wajib adalah rambak atau krupuk kulit. Kebanyakan disajikan secara lesehan, sambil dihibur oleh para pengamen yang menambah kenikmatan pengalaman makan malam khas Solo.
Foto : Nasi Liwet Bu Wongso Lemu Keprabon Kulon Solo
Foto : Nasi Liwet Bu Wongso Lemu, Nasi Liwet Khas Kota Revolusi / Kota Solo. Bu Wongso Lemu > (Bu Cipto Sukani) Jl. Keprabon, 18.00–24.00: Di sepanjang jalan ini ada tiga penjaja nasi liwet lainnya. Rasanya tidak beda jauh. Ini langganan saya.
Foto : Nasi Liwet Yu Sani Solo Baru
Foto : Nasi Liwet Yu Sani yang menggugah selera makanan khas Jawa. Yu Sani > Jl. Raya Solo Baru, 0817 441618, 18.00-24.00: Makin banyak penggemarnya.
PROGRAM KHUSUS KOTA SOLO 3 DALAM POTRET BUDAYA DAN ADAT
Budaya
Foto : Taman Sriwedari Kota Solo
Foto : Wayang Orang yang ditampilkan di Gedung Wayang Orang, Taman Sriwedari Solo
Foto : Suasana layar panggung Wayang Orang Sriwedari Solo
Foto : Suasana di balik layar panggung para pemain Wayang Orang Sriwedari Solo Surakarta dikenal sebagai salah satu inti kebudayaan Jawa karena secara tradisional merupakan salah satu pusat politik dan pengembangan tradisi Jawa. Kemakmuran wilayah ini sejak abad ke-19 mendorong berkembangnya berbagai literatur berbahasa Jawa, tarian, seni boga, busana, arsitektur, dan bermacam-macam ekspresi budaya lainnya. Orang mengetahui adanya "persaingan" kultural antara Surakarta dan Yogyakarta, sehingga melahirkan apa yang dikenal sebagai "gaya Surakarta" dan "gaya Yogyakarta" di bidang busana, gerak tarian, seni tatah kulit (wayang), pengolahan batik, gamelan, dan sebagainya.
Bahasa
Foto : Papan nama jalan di Kota Solo yang ditulis menggunakan aksara Jawa.
Foto : Bp. Ir. Joko Widodo (Jokowi) sebagai pembangkit penggunaan Basa Jawa di semua aspek kehidupan di Kota Solo seperti salah satunya adalah setiap nama nama jalan. Bahasa yang digunakan di Surakarta adalah bahasa Jawa Surakarta dialek Mataraman (Jawa Tengahan) dengan varian Surakarta. Dialek Mataraman/Jawa Tengahan juga dituturkan di daerah Yogyakarta, Magelang timur, Semarang, Pati, Madiun, hingga sebagian besar Kediri. Meskipun demikian, varian lokal Surakarta ini dikenal sebagai "varian halus" karena penggunaan kata-kata krama yang meluas dalam percakapan sehari-hari, lebih luas daripada yang digunakan di tempat lain. Bahasa Jawa varian Surakarta digunakan sebagai standar bahasa Jawa nasional (dan internasional, seperti di Suriname). Beberapa kata juga mengalami spesifikasi, seperti pengucapan kata "inggih" ("ya" bentuk krama) yang penuh (/iŋgɪh/), berbeda dari beberapa varian lain yang melafalkannya "injih" (/iŋdʒɪh/), seperti di Yogyakarta
dan Magelang. Dalam banyak hal, varian Surakarta lebih mendekati varian Madiun-Kediri, daripada varian wilayah Jawa Tengahan lainnya.[rujukan?] Walaupun dalam kesehariannya masyarakat Solo menggunakan bahasa nasional bahasa Indonesia, namun sejak kepemimpinan wali kota Joko Widodo maka bahasa Jawa mulai digalakkan kembali penggunaannya di tempat-tempat umum, termasuk pada plang nama-nama jalan dan nama-nama instansi pemerintahan dan bisnis swasta.
Foto : (Dari kiri ke kanan) Prof. Dr. Hoesein Djajadiningrat, Prof. Dr. Poerbatjaraka, dan Ki Hajar Dewantara. Beliau beliau inilah yang menegaskan kembali penggunaan Bahasa Indonesia melalui Kongres Bahasa Indonesia 1 di Kota Solo tahun 1938. Solo juga berperan dalam pembentukan bahasa Indonesia sebagai bahasa nasional Indonesia. Pada tahun 1938, dalam rangka memperingati sepuluh tahun Sumpah Pemuda, diselenggarakan Kongres Bahasa Indonesia I di Solo, Jawa Tengah. Kongres ini dihadiri oleh bahasawan dan budayawan terkemuka pada saat itu, seperti Prof. Dr. Hoesein Djajadiningrat, Prof. Dr. Poerbatjaraka, dan Ki Hajar Dewantara. Dalam kongres tersebut dihasilkan beberapa keputusan yang sangat besar artinya bagi pertumbuhan dan perkembangan bahasa Indonesia. Keputusan tersebut, antara lain:
mengganti Ejaan van Ophuysen,
mendirikan Institut Bahasa Indonesia, dan
menjadikan bahasa Indonesia sebagai bahasa pengantar dalam Badan Perwakilan.
Pernikahan Adat
Foto : Pengantin Adat Jawa yang sudah menjadi tradisi dalam pernikahan di Jawa bagi Orang Jawa khususnya. Pernikahan adat Surakarta juga memiliki ciri-ciri yang khusus, mulai dari lamaran, persiapan pernikahan, hingga upacara siraman dan midodaren. Upacara perkawinan adat pengantin Jawa sebenarnya bersumber dari tradisi keraton. Bersamaan dengan itu lahir pula seni tata rias pengantin dan model busana pengantin yang aneka ragam. Seiring perkembangan zaman, adat istiadat perkawinan tersebut, lambat laun bergerak keluar tembok keraton. Sekalipun sudah dianggap milik masyarakat, tapi masih
banyak calon pengantin yang ragu-ragu memakai busana pengantin basahan (bahu terbuka) yang konon hanya diperkenankan bagi mereka yang berkerabat dengan keraton. Pada dasarnya banyak persamaan yang menyangkut upacara perkawinan maupun tata rias serta busana kebesaran yang dipakai keraton Yogyakarta, Surakarta dan mengkunegara. Perbedaan yang ada bisa dikatakan merupakan identitas masing-masing yang menonjolkan ciri khusus, dan itu justru memperkaya khasanah budaya bangsa kita. Bertolak dari kenyataan tersebut, sudah sering diselenggarakan sarahsehan yang berkenan dengan adat istiadat perkawinan oleh kerabat keraton, agar masyarakat merasa mantap mendandani calon pengantin dengan gaya keraton, sekaligus agar tidak terjadi kekeliruan dalam penerapannya. Serah-Serahan
Foto : Paningset sebagai barang pengikat mempelai putri dari mempelai putra berupa barang barang barang kesukaan atau sebagai mahar dalam adat pengantin Jawa. Setelah dicapai kata sepakat oleh kedua belah pihak orang tua tentang perjodohan putra-putrinya, maka dilakukanlah 'serah-serahan' atau disebut juga 'pasoj tukon'. Dalam kesempatan ini pihak keluarga calon mempelai putra menyerahkan barang-barang tertntu kepada calon mempelai putri sebagai 'peningset', artinya tanda pengikat. Umumnya berupa
pakaian lengkap, sejumlah uang, dan adakalanya disertai cincin emas buat keperluan 'tukar cincin'. Pingitan Saat-saat menjelang perkawinan, bagi calon mempelai putri dilakukan 'pingitan' atau 'sengkeran' selama lima hari, yang ada pada perkembangan selanjutnya hanya cukup tiga hari saja. Selama itu calon mempelai putri dilarang keluar rumah dan tidak boleh bertemu dengan calon mempelai putra. Seluruh tubuh pengantin putri dilulur dengan ramu-ramuan, dan dianjurkan pula berpuasa. Tujuannya agar pada saat jadi pengantin nanti, mempelai putri tampil cantik sehingga membuat pangling orang yang menyaksikannya.
Foto : Calon mempelai putri sebelum melaksanakan pernikahan harus melakukan pingitan yang selama itu tidak boleh keluar rumah dan harus berias diri untuk calon suami. Pasang Bleketepe/ Tarup Upacara pasang 'tarup' diawalkan dengan pemasangan 'bleketepe' (anyaman daun kelapa) yang dilakukan oleh orangtua calon mempelai putri, yang ditandai pula dengan pengadaan
sesajen. Tarup adalah bangunan darurat yang dipakai selama upacara
berlangsung. Pemasangannya memiliki persyaratan khusus yang mengandung makna religius, agar rangkaian upacara berlangsung dengan selamat tanpa adanya hambatan. Hiasan tarup,
terdiri dari daun-daunan dan buah-buahan yang disebut 'tetuwuhan' yang memiliki nilai-nilai simbolik. Siraman Makna upacara ini, secara simbolis merupakan persiapan dan pembersihan diri lahir batin kedua calon mempelai yang dilakukan dirumah masing-masing. Juga merupakan media permohonan doa restu dari para pinisepuh. Peralatan yang dibutuhkan, kembang setaman, gayung, air yang diambil dari 7 sumur, kendi dan bokor. Orangtua calon mempelai putri mengambil air dari 7 sumur, lalu dituangkan ke wadah kembang setaman. Orangtua calon mempelai putri mengambil air 7 gayung untuk diserahkan kepada panitia yang akan mengantarnya ke kediaman calon mempelai putra. Upacara ini dimulai dengan sungkeman kepada orangtua calon pengantin serta para pini sepuh. Siraman dilakukan pertama kali oleh orangtua calon pengantin, dilanjutkan oleh para pinih sepuh, dan terakhir oleh ibu calon mempelai mempelai putri, menggunakan kendi yang kenudian dipecahkan ke lantai sembari mengucapkan, "Saiki wis pecah pamore" ("Sekarang sudah pecah pamornya").
Foto : Bahan bahan dan alat alat untuk proses Siraman bagi mempelai pengantin.
Foto : Baik mempelai putri maupun putra harus disiram dengan air khsusus terlebih dahulu sebelum pernikahan guna mendapatkan restu dari orang tua. Paes/ Ngerik Setelah siraman, dilakukan upacara ini, yakni sebagai lambang upaya memperindah diri secara lahir dan batin. 'Paes' (Rias)nya baru pada tahap 'ngalub-alubi' (pendahuluan), untuk memudahkan paes selengkapnya pada saat akan dilaksanakan temu. Ini dilakukan dikamar calon mempelai putri, ditunggui oleh para ibu pini sepuh. Sembari menyaksikan paes, para ibu memberikan restu serta memanjatkan do'a agar dalam upacara pernikahan nanti berjalan lancar dan khidmat. Dan semoga kedua mempelai nanti saat berkeluarga dan menjalani kehidupan dapat rukun 'mimi lan mintuno', dilimpahi keturunan dan rezeki. Dodol Dawet Prosesi ini melambangkan agar dalam upacara pernikahan yang akan dilangsungkan, diknjungi para tamu yang melimpah bagai cendol dawet yang laris terjual. dalam upacara ini, ibu calon mempelai putri bertindak sebagai penjual dawet, didampingi dan dipayungi oleh bapak calon mempelai putri, sambil mengucapkan : "Laris...laris". 'Jual dawet' ini dilakukan
dihalaman rumah. Keluarga. kerabat adalah pembeli dengan pembayaran 'kreweng' (pecahan genteng) Selanjutnya adalah 'potong tumpeng' dan 'dulangan'. Maknanya, 'ndulang' (menyuapi) untuk yang terakhir kali bagi putri yang akan menikah. Dianjurkan dengan melepas 'ayam dara' diperempatan jalan oleh petugas, serta mengikat 'ayam lancur' dikaki kursi mempelai putri. Ini diartikan sebagai simbol melepas sang putri yang akan mengarungi bahtera perkawinan. Upacara berikutnya, 'menanam rikmo' mempelai putri dihalaman depan dan 'pasang tuwuhan' (daun-daunan dan buah-buahan tertentu). Maknanya adalah 'mendem sesuker', agar kedua mempelai dijatuhkan dari kendala yang menghadang dan dapat meraih kebahagiaan. Midodareni
Foto : Sebelum pernikahan dilaksanakan, diadakan pertemuan antara orang tua calon memepelai putra maupun putri dan para sesepuh guna melangsungkan pernikahan dengan baik. Ini adalah malam terakhir bagi kedua calon mempelai sebagai bujang dan dara sebelum melangsungkan pernikahan ke esokan harinya. Ada dua tahap upacara di kediaman calon mempelai putri. Tahap pertama, upacara 'nyantrik', untuk meyakinkan bahwa calon mempelai putra akan hadir pada upacara pernikahan yang waktunya sudah ditetapkan.
Kedatangan calon mempelai putra diantar oleh wakil orangtua, para sepuh, keluarga serta kerabat untuk menghadap calon mertua. Tahap kedua, memastikan bahwa keluarga calon mempelai putri sudah siap melaksanakan prosesi pernikahan dan upacara 'panggih' pada esok harinya. Pada malam tersebut, calon mempelai putri sudah dirias sebagaimana layaknya. Setelah menerima doa restu dari para hadirin, calon mempelai putri diantar kembali masuk ke dalam kamar pengantin, beristirahat buat persiapan upacara esok hari. Sementara para pni sepuh, keluarga dan kerabat bisa melakukan 'lek-lekan' atau 'tuguran', dimaksudkan untuk mendapat rahmat Tuhan agar seluruh rangkaian upacara berjalan lancar dan selamat. Pernikahan
Foto : Sesuai dengan ajaran agama masing masing mempelai pengantin, bisa dilakukan sesuai dengan ajarannya masing masing seperti misalnya pemeluk Islam (Kiri) & pemeluk Nasrani (Kanan). Pernikahan, merupakan upacara puncak yang dilakukan menurut keyakinan agama si calon mempelai. Bagi pemeluk Islam, pernikahan bisa dilangsungkan di masjid atau di kediaman calon mempelai putri. Bagi pemeluk Kristen dan Katolik, pernikahan bisa
dilangsungkan di gereja.Ketika pernikahan berlangsung, mempelai putra tidak diperkenankan memakai keris. Setelah upacara pernikahan selesai, barulah dilangsungkan upacara adat, yakni upacara 'panggih' atau 'temu'. Panggih (Temu) Sudah menjadi tradisi, prosesi ini berurutan secara tetap, tapi dimungkinkan hanya dengan penambahan variasi sesuai kekhasan daerah di Jawa Tengah. Diawali dengan kedatangan rombongan mempelai putra yang membawa 'sanggan', berisi 'gedang ayu suruh ayu', melambangkan keinginan untuk selamat atau 'sedya rahayu'. sanggan tersebut diserahkan kepada ibu mertua sebagai penebus.
Foto : Seserahan sangan gedang ayu suruh dalam pernikahan adat Jawa yang melambangkan keselamatan bagi calon pengantin.
Upacara dilanjutkan dengan penukaran 'kembang mayang'. Konon, segala peristiwa yang menyangkut suatu formalitas peresmian ditengah masyarakat, perlu kesaksian. Fungsi kembang mayang, konon sebagai saksi dan sebagai penjaga serta penangkal (tolak bala). Setelah berlangsungnya upacara, kembang mayang tersebut ditaruh di perempatan jalan, yang bermakna bahwa setiap orang yang melewati jalan itu, menjadi tahu bahwa di daerah itu baru saja berlangsung upacara perkawinan. 'Panggih' atau 'temu' adalah dipertemukannya mempelai putri dan mempelai putra, yang berlangsung sebagai berikut : Balangan gantal/ Sirih Mempelai putri dan mempelai putra dibimbing menuju 'titik panggih'. Pada jarak lebih kurang lima langkah, masing-masing mempelai saling melontarkan sirih atau gantal yang telah disiapkan.Arah lemparan mempelai putra diarahkan ke dada mempelai putri, sedangkan mempelai putri mengarahkannya ke paha mempelai putra. Ini sebagai lambang cinta kasih suami terhadap istrinya, dan si istri pun menunjukan baktinya kepada sang suami. Wijik
Foto : Ritual Wijik dalam pernikahan adat Jawa sebagai lambang bagi Calon mempelai putri yang kelak menjadi istri yang berbakti bagi calon mempelai putra. Mempelai putra menginjak telur ayam hingga pecah. Lalu mempelai putri membasuh kaki mempelai putra dengan air kembang setaman, yang kemudian dikeringkan dengan handuk. Prosesi ini malambangkan kesetiaan istri kepada suami. Yakni, istri selalu berbakti dengan sengan hati dan bisa memaafkan segala hal yang kurang baik yang dilakukan suami. Setelah wijik dilanjutkan dengan 'pageran', maknanya agar suami bisa betah di rumah. Lalu diteruskan dengan sembah sungkem mempelai putri kepada mempelai putra.
Pupuk
Ibu mempelai putri mengusap ubun-ubun mempelai putra sebanyak tiga kali dengan air kembang setaman. Ini sebagai lambang penerimaan secara ikhlas terhadap menantunya sebagai suami dari putrinya. Sinduran/ Binayang
Foto : Proses Sinduran antara mempelai putra maupun putri diantarkan oleh seorang sesepuh ke tempat duduk di Pelaminan. Prosesi ini menyampirkan kain sindur yang berwarna merah ke pundak kedua mempelai (memperlai putra di sebelah kanan) oleh bapak dan ibu mempelai putri. Saat berjalan perlaham-lahan menuju pelaminan dengan iringan gending, Paling depan di awali bapak mempelai putri mengiringi dari belakang dengan memegangi kedua ujung sindur. Prosesi ini menggambarkan betapa kedua mempelai telah diterima keluarga besar secara utuh, penuh kasih sayang tanpa ada perbedaan anatara anak kandung dan menantu.
Bobot Timbang
Foto: Proses bobot timbang. Kedua mempelai duduk dipangkuan bapak mempelai putri. Mempelai putri berada dipaha sebelah kiri, mempelai putra dipaha sebelah kanan. Upacara ini disertai dialog antara ibu dan bapak mempelai putri. "Abot endi bapakne?" ("Berat yang mana, Pak) kata sang ibu. "Podo, podo abote," ("Sama beratnya") sahut sang bapak. Makna dari upacara ini adalah kasih sayang orangtua terhadap anak dan menantu sama besar dan beratnya. Guno Koyo - Kacar-kucur Pemberian 'guno koyo' atau 'kacar-kucur' ini melambangkan pemberian nafkah yang pertama kali dari suami kepada istri. Yakni berupa : kacang tolo merah, keledai hitam, beras putih, beras kuning dan kembang telon ditaruh didalam 'klasa bongko' oleh mempelai putra yang dituangkan ke pangkuan mempelai putri. Di pangkuan mempelai putri sudah disiapkan
serbet atau sapu tangan yang besar. Lalu guno koyo dan kacar-kucur dibungkus oleh mempelai putri dan disimpan.
Tarian Tiga orang penari sedang menari di Pura Mangkunegaran Solo memiliki beberapa tarian daerah seperti Bedhaya (Ketawang, Dorodasih, Sukoharjo, dll.) dan Srimpi (Gandakusuma dan Sangupati). Tarian ini masih dilestarikan di lingkungan Keraton Solo. Tarian seperti Bedhaya Ketawang secara resmi hanya ditarikan sekali dalam setahun untuk menghormati Sri Susuhunan Pakoe Boewono sebagai pemimpin Kota Surakarta.
Foto : Tarian Srimpi Sangupati Keraton Surakarta Hadiningrat.
Foto : Tarian Bedhaya Ketawang sebagai tarian penghormatan terhadap Sri Susuhunan Pakoe Boewono sebagai pemimpin Keraton Surakarta Hadiningrat.
Batik Batik adalah kain dengan corak atau motif tertentu yang dihasilkan dari bahan malam khusus (wax) yang dituliskan atau di cap pada kain tersebut, meskipun kini sudah banyak kain batik yang dibuat dengan proses cetak. Solo memiliki banyak corak batik khas, seperti Sidomukti dan Sidoluruh.[55] Beberapa usaha batik terkenal adalah Batik Keris, Batik Danarhadi, dan Batik Semar. Sementara untuk kalangan menengah dapat mengunjungi pusat perdagangan batik di kota ini berada di Pasar Klewer, Pusat Grosir Solo (PGS), Beteng Trade Center (BTC), atau Ria Batik. Selain itu di kecamatan Laweyan juga terdapat Kampung batik Laweyan, yaitu kawasan sentra industri batik yang sudah ada sejak zaman kerajaan Pajang tahun 1546. Kampung batik lainnya yang terkenal untuk para turis adalah Kampung Batik Kauman. Produk-produk batik Kampung Kauman dibuat menggunakan bahan sutra alam dan sutra tenun, katun jenis premisima dan prima, rayon. Keunikan yang ditawarkan kepada para wisatawan adalah kemudahan transaksi sambil melihat-lihat rumah produksi tempat berlangsungnya kegiatan membatik. Artinya, pengunjung memiliki kesempatan luas untuk
mengetahui secara langsung proses pembuatan batik bahkan untuk mencoba sendiri mempraktekkan kegiatan membatik. Batik Solo memiliki ciri pengolahan yang khas: warna kecoklatan (sogan) yang mengisi ruang bebas warna, berbeda dari gaya Yogya yang ruang bebas warnanya lebih cerah. Pemilihan warna cenderung gelap, mengikuti kecenderungan batik pedalaman. Jenis bahan batik bermacam-macam, mulai dari sutra hingga katun, dan cara pengerjaannya pun beraneka macam, mulai dari batik tulis hingga batik cap.
Foto : Nyamping Batik Sidoluhur
Foto : Nyamping Batik Truntum
Foto: Nyamping Batik Sidomukti
Foto : Nyamping Batik Wahyu Tumurun
Foto : Nyamping Batik Udan Riris
Foto : Nyamping Batik Semen Romo
Foto: Nyamping Batik Parang Kusumo BAB 5 PENUTUP a. Kesimpulan Dari pembahasan yang telah diulaskan dapat disimpulkan bahwa bangunan kuno pada zaman sekarang masih dapat dilihat dan kita jumpai di sekitar wilayah Kota Solo. Tetapi juga ada sebagian bangunan kuno yang mengalami renovasi maupun revitalisasi dan ada yang tidak terawat sama sekali.Setiap bangunan kuno memiliki nilai sejarah dan nilai budaya yang sangat begitu tinggi, Maka dari itu kita sebagai generasi muda harus melestarikan dan ikut
serta dalam merawat setiap bangunan bangunan tersebut agar tidak punah atau hilang dan bisa untuk diwariskan kepada generasi selanjutnya. b. Saran Kita sebagai generasi penerus bangsa haruslah memiliki sikap membudayakan dan merawat bangunan bangunan kuno yang memmiliki nilai sejarah maupun nilai budaya yang tinggi. Mungkin dengan adanya bangunan bangunan tersebut kita akan lebih mengetahui kilasan pelajaran sejarah yang dapat diambil pada masa lalu. Dengan demikian, marilah kita menjaga, merawat dan melestarikan setiap bangunan bangunan kuno yang memliki nilai sejarah dan nilai budaya yang ada di Kota Solo.
DAFTAR PUSTAKA
1. Harwanto dan Rachmat Bahari, Mencintai Solo Masa Lalu Untuk Solo Masa Depan,Yayasan Warna Warni Indonesia, 2010. 2. http://exalute.wordpress.com/2009/03/29/bangunan-bangunan-kuno-Solo/html 3. http://www.stasiun-jebres-indonesia.com.html 4. www.goodreads.com/book/show/2549396.Pasar_Gede.
5. http://info-biografi.blogspot.com/2010/02/KH-Samanhudi.html 6. http://www.warisan-dan-pengaruh-budaya-imperal-belanda.com.html 7. http://www.info-sejarah-banguan-kuno-indonesia.blogspot.com.html 8. http://www.portal-budaya-keraton-surakarta-jawa-tengah.co.id.html 9. http://hadi-historyeducation.blogspot.com/2010/11/perkembangan-sejarah-indonesia.h tml 10. http://www.para-pahlawan-kota-Solo.blogspot.com.html 11. http://www.Chic-Id.com.html 12. http://www.karatonsurakarta.blogspot.com 13. http://www.wisatakuliner.com 14. http://www.abuhuwaidah.wordpress.com 15. http://www.CintaSolo.com 16. http://germanhistorydocs.ghi-dc.org/images/3344-Leopold%20von%20Ranke%20@ %20530.jpg 17. http://introduccionalahistoriajvg.files.wordpress.com/2013/04/hd_11147495_01.jpg 18. Dokumnetasi Pribadi.
LAMPIRAN TUGAS 1 PASAR GEDHE (DARI MASA KE MASA)
TAHUN 1930-AN
TAHUN 1960-AN
TAHUN 1990-AN
SEKARANG (TAHUN 2013)
TUGAS 2 PERUMAHAN KUNO DAN BANGUNAN KUNO
KAWASAN PERUMAHAN KUNO BERASITEKTUR BELANDA
BANGUNAN KUNO YANG MENJADI BANGUNAN BARU SAMA SEKALI
RUMAH KUNO YANG BIASA DIJADIKAN TEMPAT BAGI TUNA WISMA
BANGUNAN KUNO BERUPA BENTENG YANG BERNAMA BENTENG VASTENBURG
TUGAS 4 PARA PAHLAWAN KEMERDEKAAN ASAL KOTA SOLO
PAKU BUWONO VI
SOEPOMO
RADJIMAN W.
Dr. SOEHARSO
R. MALADI
SLAMET RIYADI
Dr. MUWARDI
TUGAS 5 NAPAK TILAS PERJUANGAN KH. SAMANHUDI
FOTO ASLI KH. SAMANHUDI
FOTO TERAKHIR KH. SAMANHUDI TAHUN 1950-AN
TUGU PERESMIAN MUSEUM HAJI SAMANHUDI OLEH YAYASAN WARNA WARNI INDONESIA (2008)
FOTO DI DALAM MUSEUM HAJI SAMANHUDI
SUASANA DI DALAM MUSEUM HAJI SAMANHUDI
MUSEUM HAJI SAMNHUDI YANG BERLOKASI DI DAERAH LAWEYAN KOTA SOLO
TUGAS 6 NAPAK TILAS STASIUN JEBRES
ARSITEKTUR BANGUNAN STASIUN JBRES YANG MERUPAKAN CORAK DARI EROPA
FOTO STASIUN JEBRES TAHUN 1900-AN
FOTO STASIUN JEBRES TAHUN 1930-AN
FOTO STASIUN JEBRES AWAL TAHUN 2000
FOTO STASIUN JEBRES SEBELUM DI RENOVASI TAHUN 2011
FOTO STASIUN JEBRES YANG TELAH SELESAI DI RENOVASI SAAT DIRESMIKAN OLEH WALIKOTA SOLO, FX HADI RUDYATMO TAHUN 2012
FOTO STASIUN JEBRES PADA SAAT INI TAHUN 2013
TUGAS 7 NAPAK TILAS BANGUNAN KUNO DHC’45 SURAKARTA
BANGUNAN KUNO DHC’45 SURAKARTA YANG DAHULUNYA ADALAH PANTI ASUHAN TAHUN 1900.
KONDISI BANGUNAN KUNO DHC’45 SURAKARTA TAHUN 2013.
BANGUNAN KUNO DHC’45 SURAKARTA YANG NAMPAK MASIH TERAWAT.
KONDISI SEBAGIAN BANGUNAN KUNO DARI DHC’45 SURAKARTA YANG TELAH RAPUH DAN AMBRUK.
TUGAS 8 BANGUNAN KUNO BERUPA PERUMAHAN
BANGUNAN KUNO BERCORAK EROPA YANG TERAWAT
BANGUNAN KUNO BERCORAK CAMPURAN (EROPA – JAWA) NAMPAK TERAWAT
BANGUNAN KUNPO BERCORAK EROPA YANG NAMPAK KURANG TERAWAT
TUGAS 10 BANGUNAN KUNO YANG MEMILIKI KARAKTERISTIK KHUSUS
BANGUNAN KUNO BERBENTUK MASJID PENINGGALAN PARA ULAMA KOTA SOLO DI MANGKUNEGARAN
BANGUNAN KUNO BERBENTUK GEREJA AKIBAT DARI PENYEBARAN AJARAN AGAMA NASRANI DARI KAUM PENJAJAH DI KOTA SOLO
BANGUNAN KUNO BERBENTUK STASIUN YANG HINGGA SAAT INI MASIH TERAWAT DAN DIJADIKAN SEBAGAI STASIUN PUSAT KOTA SOLO
BANGUNAN KUNO BERBENTUK BANK YANG PADA AWALNYA SEBAGAI KANTOR PUSAT PEMERINTAHAN BELANDA DAN KINI MENJADI PUSAT BANK INDONESIA DI KOTA SOLO.
Riwayat Penulis Prarasto Miftahurrisqi, asli putra Solo ini sedang menempuh pendidikannya di SMA N 6 Surakarta. Putra sulung dari 2 bersaudara dari pasangan Bp. Danang Endarto. S.T, M.Sc dan Ibu Arofah Ery Nurmaya ini tengah menimba ilmu di Kelas XI Program Bahasa Semester Genap tahun ini. Kecintaan penulis yang lahir pada 26 November 1995 ini dalam memperdalam mata pelajaran terutama Sejarah sangat diapresiasi melalui karya tulisan ini sehingga tak heran jika ada yang bisa menjunjung tinggi suatu sejarah apalagi itu sejarah bangsa dan negara kita. Maka oleh sebab itu, penulis berharap perlunya pelestarian terhadap nilai nilai sejarah dan juga budaya bangsa kita agar tidak punah oleh derasnya arus jaman serta penulis pun tak lupa akan nilai nilai sejarah dengan mengutip kata kata tentang sejarah, “JASMERAH!” (Jangan Sekali sekali Meninggalkan Sejarah!)
Bung Karno, Proklamator & Presiden Pertama Republik Indonesia -