1
MEDIASI PERBANKAN SEBAGAI ALTERNATIF PENYELESAIAN SENGKETA ANTARA BANK DAN NASABAH SKRIPSI
Diajukan Untuk Melengkapi Tugas-Tugas dan Memenuhi Syarat-Syarat Untuk Mencapai Gelar Sarjana Hukum
OLEH : RICHAD SAHAT SILITONGA NIM. 040200215 DEPARTEMEN HUKUM EKONOMI
FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN 2007
Richad Sahat Silitonga : Mediasi Perbankan Sebagai Alternatif Penyelesaian Sengketa Antara Bank Dan Nasabah, 2007. USU Repository © 2009
2
KATA PENGANTAR
Segala puji dan syukur Penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas segala kemurahan dan kasih-Nya yang diberikan sehingga dapat menyelesaikan penulisan skripsi ini untuk dapat menyelesaikan studi di Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara Medan Penulisan skripsi ini berjudul: “MEDIASI PERBANKAN SEBAGAI ALTERNATIF PENYELESAIAN SENGKETA ANTARA BANK DAN NASABAH”, bertujuan untuk melengkapi dan memenuhi tugas dan syarat untuk meraih gelar Sarjana Hukum di Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara. Penulis telah berusaha semaksimal mungkin dan bekerja keras dalam menyusun skripsi ini. Namun disadari masih banyak kekurangan baik dari isi maupun penulisannya. Melalui kesempatan ini, Penulis ingin menyampaikan terima kasih yang setingi-tingginya kepada semua pihak yang telah membantu dalam penyelesaian skripsi ini, yaitu : 1. Bapak Prof. Dr. Runtung Sitepu, SH, M.Hum, selaku Dekan Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara. 2. Bapak Prof. Dr. Bismar Nasution, SH, MH, selaku Ketua Departemen Hukum Ekonomi di Fakultas Hukum USU. 3. Bapak Prof. Dr. Bismar Nasution, SH, MH, selaku Dosen Pembimbing I yang telah memberikan waktu, bimbingan dan pengarahan dalam penulisan skripsi ini.
Richad Sahat Silitonga : Mediasi Perbankan Sebagai Alternatif Penyelesaian Sengketa Antara Bank Dan Nasabah, 2007. USU Repository © 2009
3
4. Ibu Dr. Sunarmi, SH, M.Hum, selaku Dosen Pembimbing II yang telah memberikan waktu, bimbingan dan pengarahan dalam penulisan skripsi ini. 5. Untuk semua pihak yang telah membantu dalam menyelesaikan skripsi ini. Akhir kata Penulis mengucapkan terima kasih, semoga skripsi ini berguna dan berkenan bagi para pembaca sekalian
Medan, November 2007 Penulis
Richad Sahat Silitonga : Mediasi Perbankan Sebagai Alternatif Penyelesaian Sengketa Antara Bank Dan Nasabah, 2007. USU Repository © 2009
4
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR………………………………………………………….i DAFTAR ISI…………………………………………………………………...iii ABSTRAKSI…………………………………………………………………....v Bab I:
PENDAHULUAN A. Latar Belakang……………………………………………….1 B. Perumusan Masalah…………………………………………..6 C. Tujuan dan Manfaat Penulisan……………………………….6 D. Keaslian Penulisan……………………………………………7 E. Tinjauan Kepustakaan………………………………………..8 F. Metode Penulisan……………………………………………10 G. Sistematika Penulisan………………………………………..10
Bab II:
TINJAUAN UMUM TERHADAP PERBANKAN A. Pengertian dan Dasar Hukum Perbankan……………………12 B. Kelembagaan Perbankan…………………………………….17 C. Kegiatan Usaha Bank………………………………………..22 D. Perlindungan Nasabah Bank…………………………………24
Bab III:
TINJAUAN UMUM PENYELESAIAN SENGKETA ALTERNATIF ANTARA BANK DAN NASABAH A. Arti Penting Penyelesaian Sengketa alternatif………………28 B. Penyelesaian Sengketa Alternatif…………………………...34 C. Penyelesaian Sengketa Alternatif Di Indonesia……………..59
Richad Sahat Silitonga : Mediasi Perbankan Sebagai Alternatif Penyelesaian Sengketa Antara Bank Dan Nasabah, 2007. USU Repository © 2009
5
Bab IV:
MEDIASI PERBANKAN SEBAGAI ALTERNATIF PENYELESAIAN SENGKETA BAGI BANK DAN NASABAH A. Aspek Hukum Mediasi Perbankan………………………….62 B. Persyaratan Pengajuan Penyelesaian Sengketa Antara Bank Dan Nasabah………………………………….71 C. Peranan Bank Indonesia Dan Lembaga Independen Dalam Pelaksanaan Mediasi Perbankan……………………73 D. Penyelenggaraan Mediasi Perbankan Di Indonesia………..78
Bab V:
KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan………………………………………………...85 B. Saran……………………………………………………….87
DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN
Richad Sahat Silitonga : Mediasi Perbankan Sebagai Alternatif Penyelesaian Sengketa Antara Bank Dan Nasabah, 2007. USU Repository © 2009
6
MEDIASI PERBANKAN SEBAGAI ALTERNATIF PENYELESAIAN SENGKETA ANTARA BANK DAN NASABAH *) Prof. Dr. Bismar Nasution, SH, MH **) Dr. Sunarmi, SH, M.Hum ***) Richad Sahat Silitonga ABSTRAKSI Perbankan merupakan pokok dari sistem keuangan yang memegang peranan penting bagi kehidupan perekonomian di Indonesia dalam menggerakkan pembangunan. Dalam menjalankan kegiatan usahanyaperbankan dapat terjadi kesalahan yang mengakibatkan ketidakpuasan nasabah dalam menggunakan produk perbankan. Ketidakpuasan yang berujung pada perselisihan atau sengketa yang terjadi di sektor ini sangat membutuhkan penyelesaian yang cepat, tepat, dan efektif. Penyelesaian sengketa melalui jalur non-litigasi menjadi suatu alternatif yang dapat ditempuh oleh bank dan nasabah. Pemerintah melalui Bank Indonesia mengeluarkan kebijakan PBI Nomor 7/7/PBI/2005 tentang Penyelesaian Pengaduan Nasabah, namun dirasakan kurang memuaskan oleh nasabah. Permasalahan yang diajukan dalam skripsi ini adalah Bagaimana proses terjadinya sengketa antara bank dan nasabah dalam hubungan hukum keduanya menurut sistem hukum perbankan Indonesia, bagaimana bentuk-bentuk alternatif penyelesaian sengketa yang dapat dipergunakan oleh bank dan nasabah dan bagaimana pelaksanaan mediasi perbankan sebagai alternatif penyelesaian sengketa antara bank dan nasabah melalui PBI 8/5/PBI/2006 tentang Mediasi Perbankan. Metode yang dipakai dalam penulisan skripsi ini adalah normatif, dengan pengumpulan data secara studi pustaka (library research) yakni mengumpulkan data dan membaca referensi melalui peraturan, internet, dan sumber-sumber lain yang kemudian diseleksi data-data yang layak untuk mendukung penulisan. Dari penulisan skripsi ini maka dapat disimpulkan bahwa apabila perselisihan atau sengketa yang terjadi antara bank dan nasabah tidak segera diselesaikan, maka akan mempengaruhi tingkat reputasi bank di kemudian hari. Penyelesaian sengketa perbankan melalui lembaga mediasi perbankan memakai pendekatan yang sistematik melalui mediator, penyelesaian yang sederhana, murah, dan cepat, karena mediasi merupakan suatu metode penyelesaian masalah yang tidak untuk memenangkan salah satu pihak yang bersengketa, melainkan mencari solusi yang terbaik agar kedua belah pihak yang bersengketa merasa puas tanpa merasa kalah (win-win solution). Untuk itu perlu diatur payung hukum mediasi perbankan secara tegas, pembentukan lembaga mediasi independen dan sosialiasi mediasi perbankan pada masyarakat. Kata kunci : Mediasi Perbankan, Alternatif Penyelesaian Sengketa, Bank dan Nasabah *) Dosen Pembimbing I **) Dosen Pembimbing II ***) Mahasiswa Fakultas Hukum USU Richad Sahat Silitonga : Mediasi Perbankan Sebagai Alternatif Penyelesaian Sengketa Antara Bank Dan Nasabah, 2007. USU Repository © 2009
7
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Salah satu pilar pembangunan ekonomi Indonesia terletak pada industri perbankan. Di dalam sistem hukum Indonesia, segala bentuk praktek perbankan haruslah berdasar kepada prinsip-prinsip yang terkandung dalam ideologi negara Indonesia yakni Pancasila dan Tujuan Negara Indonesia dalam Undang-Undang Dasar 1945. Pengakuan yuridis formal mengenai eksistensi perbankan dimulai sejak dilahirkannya Undang-Undang Nomor 14 tahun 1967 Tentang Pokok-Pokok Perbankan yang kemudian diganti dengan Undang-Undang Nomor 7 tahun 1992 Tentang Perbankan dan selanjutnya dengan Undang-Undang Nomor 10 tahun 1998 Tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 Tentang Perbankan. Sebagai badan usaha, kehadiran bank di masyarakat memiliki peran yang sangat strategis dalam proses pembangunan nasional. Arti dan peran perbankan terlihat dari pengertian bank itu sendiri yakni badan usaha yang menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan dan menyalurkannya kepada masyarakat dalam bentuk kredit dan atau bentuk-bentuk lainnya dalam rangka meningkatkan taraf hidup rakyat banyak. 1 Lembaga perbankan merupakan inti dari sistem keuangan setiap negara. Bank adalah lembaga keuangan yang menjadi tempat bagi orang perseorangan, badan-badan usaha swasta dan negara. Melalui kegiatan perkreditan dan berbagai jasa lainnya, bank berperan serta dalam mekanisme pembayaran bagi semua
1
Lihat Pasal 1 angka (2) Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 Tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 Tentang Perbankan Richad Sahat Silitonga : Mediasi Perbankan Sebagai Alternatif Penyelesaian Sengketa Antara Bank Dan Nasabah, 2007. USU Repository © 2009
8
sektor perekonomian. 2 Prasarana perbankan Indonesia setelah reformasi mengalami perkembangan yang sangat cepat. Penambahan cabang-cabang bank dan pelayanan bank telah menjangkau sektor pedesaan dan masyarakat didorong untuk membuka rekening sekecil apapun. 3 Dalam rangka menarik minat nasabah untuk menyimpan dana pada bank, beberapa bank mengadakan undian, menawarkan hadiah-hadiah, mempromosikan iklan-iklan yang lihai, menawarkan bunga dan biaya-biaya yang lebih menarik. Kegiatan penghimpunan dana bagi bank pada masyarakat itu meliputi transaksi-transaksi dalam pemberian kredit, pemanfaatan sarana-sarana fasilitas bank seperti penyediaan kartu kredit, ATM, surat-surat berharga dan lain-lain. Dari pemaparan di atas, maka jelaslah bahwa kedudukan bank adalah sebagai lembaga yang berhubungan erat dengan masyarakat dan mempunyai hubungan timbal balik dengan masyarakat itu sendiri sesuai dengan kerangka asas-asas hukum perbankan yakni : 1. Asas Demokrasi Ekonomi. 2. Asas Kepercayaan (Fiduciary Principle). 3. Asas Kerahasiaan (Confidential Principle). 4. Asas Kehati-hatian (Prudential Principle). 4 Dalam interaksi yang demikian intensif antara bank dan nasabah, bank berusaha untuk menarik minat konsumen bank agar memasuki dimensi perjanjian yakni perjanjian simpanan dan perjanjian kredit bank, sehingga terdapat keterikatan antara bank dan nasabahnya yang berujung kepada timbulnya hubungan hukum. Berdasarkan sifat dari subjek hukum itu sendiri sebagai human 2
Hermansyah, Hukum Perbankan Nasional Indonesia, (Jakarta: Kencana, 2005), hal. 7 Radius Prawiro, Pergulatan Indonesia Membangun Ekonomi : Pragmatisme Dalam Aksi, (Jakarta: PT Gramedia, 1998), hal. 346 4 Rachmadi Usman, Aspek-Aspek Hukum Perbankan Indonesia, (Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama, 2001), hal. 14-16 3
Richad Sahat Silitonga : Mediasi Perbankan Sebagai Alternatif Penyelesaian Sengketa Antara Bank Dan Nasabah, 2007. USU Repository © 2009
9
nature yang memiliki kepentingan keperdataan yang berbeda, maka dapat timbul kemungkinan terganggunya siklus harmonisasi kepentingan keperdataannya dalam hubungan perikatan antara bank dan nasabah. Masing-masing pihak ini sama-sama memiliki kepentingan, namun dalam dimensi yang berbeda. Di bidang Perbankan hal ini merupakan awal sebuah sengketa antara bank dan nasabah. Dalam sistem hukum Indonesia, jika ada subjek hukum yang merasa terganggu keperdataannya, maka ia dapat mempertahankan hak-haknya melalui ketentuan perundang-undangan yang berlaku di Indonesia. Dalam ketentuan Pasal 1365 KUH Perdata juga dinyatakan bahwa tiap perbuatan yang melanggar hukum dan membawa kerugian kepada orang lain, mewajibkan orang yang menimbulkan kerugian itu karena kesalahannya untuk mengganti kerugian tersebut. 5 Dalam perspektif Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen, baik perjanjian simpanan maupun perjanjian kredit, kedudukan nasabah bank merupakan konsumen yang harus memperoleh perlindungan hukum. Perlindungan hukum bagi nasabah bank seharusnya sudah dilakukan pada tahap pra-perjanjian sampai dengan pelaksanaan perjanjian. Ketika hubungan hukum antara bank dan nasabah mulai tercipta, maka sejak itu terbuka kemungkinan sengketa antar para pihak. Penyelesaian sengketa tersebut dapat dilakukan melalui proses litigasi dan non-litigasi. Praktek perbankan
selama
ini
dalam
menyelesaikan
sengketa
belum
banyak
mempergunakan proses non- litigasi. Hal ini dapat dilihat dari perjanjianperjanjian yang dibuat antara bank dan nasabah yang tidak mencantumkan klasul seperti arbitrase, mediasi, dan sebagainya seperti yang dikemukakan dalam 5
R. Subekti, R.Tjitrosudibyo, Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, (Jakarta: PT. Pradnya Paramitha, 1982), hal. 311 Richad Sahat Silitonga : Mediasi Perbankan Sebagai Alternatif Penyelesaian Sengketa Antara Bank Dan Nasabah, 2007. USU Repository © 2009
10
Undang-Undang Nomor 30 Tahun 1999 Tentang Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian Sengketa. Penyelesaian sengketa, baik melalui pengadilan atau arbitrase bersifat formal, memaksa, melihat masalah ke belakang dengan memperhatikan ciri pertentangan dan apa yang mendasarkan hak-hak. Dalam hal ini para pihak yang menyelesaikan suatu sengketa harus melalui prosedur pemutusan perkara yang didasarkan pada ketentuan-ketentuan yang ketat dan hak serta kewajiban hukum para pihak. Sebaliknya, penyelesaian sengketa alternatif sifatnya tidak formal, sukarela, melihat ke depan, kooperatif dan berdasar kepentingan.
6
Timbulnya sengketa tersebut terutama disebabkan oleh empat hal yaitu : 7 1. Informasi yang kurang memadai mengenai karakteristik produk atau jasa yang ditawarkan bank. 2. Pemahaman nasabah terhadap aktivitas dan produk atau jasa perbankan yang masih kurang. 3. Ketimpangan hubungan antara nasabah dengan bank, khususnya bagi nasabah peminjam dana. 4. Tidak adanya saluran yang memadai untuk memfasilitasi penyelesaian awal sengketa yang terjadi antara nasabah dengan bank. Dalam upaya mengurangi berbagai keluhan nasabah tersebut, maka Bank Indonesia sebagai Bank Sentral di Indonesia mengeluarkan peraturan yang menjadi dasar hukum bagi nasabah untuk menyatakan ketidakpuasannya dan mengajukan aduan kepada pihak perbankan. Berdasarkan Peraturan Bank 6
Bismar Nasution (1), http://bismarnasty.files.wordpress.com/2007/06/penyelesaiansengketa-alternatif-melalui-mediasi.pdf, hal. 5, diakses pada tanggal 9 September 2007 7 Muliaman D. Hadad, Perlindungan Dan Pemberdayaan Nasabah Bank Dalam Arsitektur Perbankan Indonesia, hal 1-2, http://www.google.com, diakses pada tanggal 10 September 2007 Richad Sahat Silitonga : Mediasi Perbankan Sebagai Alternatif Penyelesaian Sengketa Antara Bank Dan Nasabah, 2007. USU Repository © 2009
11
Indonesia Nomor 7/7/PBI/2005 Tentang Penyelesaian Pengaduan Melalui
kebijakan
ini,
maka
diberi
kesempatan
bagi
Nasabah.
nasabah
untuk
menyampaikan segala ketidakpuasannya terhadap berbagai jenis transaksi perbankan yang dilakukan. Kemudian karena dirasa kurang dapat memuaskan nasabah, Bank Indonesia mengambil inisiatif untuk mengeluarkan Peraturan Bank Indonesia Nomor 8/5/PBI/2006 Tentang Mediasi Perbankan. Mengingat pentingnya permasalahan tersebut, Bank Indonesia telah menetapkan upaya perlindungan nasabah sebagai salah satu pilar dalam Arsitektur Perbankan Indonesia (API) yang diluncurkan oleh Gubernur Bank Indonesia pada tanggal 9 Januari 2004. API sendiri merupakan suatu cetak biru sistem perbankan nasional yang terdiri dari enam pilar untuk mewujudkan visi sistem perbankan yang sehat, kuat, dan efisien dalam rangka membantu mendorong pertumbuhan ekonomi nasional yaitu mencakup: 8 1. Struktur perbankan yang sehat 2. Sistem regulasi yang efektif 3. Sistem supervisi yang independen dan efektif 4. Industri perbankan yang kuat 5. Infrastruktur yang memadai 6. Perlindungan nasabah yang kuat Berdasarkan Pasal 2 Peraturan Bank Indonesia Nomor 8/5/PBI/2006 tersebut, sengketa antara nasabah dengan bank yang disebabkan tidak dipenuhinya tuntutan finansial nasabah oleh bank dalam penyelesaian pengaduan Nasabah dapat diupayakan penyelesaiannya melalui Mediasi perbankan. Selanjutnya dalam 8
Satya Arinanto, Beberapa Catatan Tentang Mediasi Perbankan, Disampaikan pada “Diskusi Terbatas Mengenai Mediasi Perbankan Kerjasama Bank Indonesia dan Universitas Sumatera Utara”, (Medan, tanggal 15 Februari 2007), hal. 1 Richad Sahat Silitonga : Mediasi Perbankan Sebagai Alternatif Penyelesaian Sengketa Antara Bank Dan Nasabah, 2007. USU Repository © 2009
12
Pasal 6 disebutkan Mediasi perbankan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 dilaksanakan untuk setiap Sengketa yang memiliki nilai tuntutan paling banyak Rp500.000.000,00 dan tidak termasuk kerugian immaterial. Pelaksanaan mediasi perbankan untuk sementara dilakukan oleh Bank Indonesia, menunggu pembentukan lembaga mediasi perbankan. Jadi inilah salah satu latar belakang bagi nasabah untuk mempergunakan mediasi perbankan sebagai salah satu alternatif penyelesaian sengketa antara bank dan nasabah.
B. Perumusan Masalah Berdasarkan latar belakang yang telah disebutkan di atas, maka dirumuskan beberapa permasalahan yang penting untuk diajukan, yakni sebagai berikut: 1. Bagaimana proses terjadinya sengketa antara bank dan nasabah dalam hubungan hukum keduanya menurut sistem hukum perbankan Indonesia? 2. Bagaimana bentuk-bentuk alternatif penyelesaian sengketa yang dapat dipergunakan oleh bank dan nasabah ? 3. Bagaimana pelaksanaan mediasi perbankan sebagai alternatif penyelesaian sengketa antara bank dan nasabah melalui PBI 8/5/PBI/2006 tentang Mediasi Perbankan
C. Tujuan dan Manfaat Penulisan 1. Tujuan Penulisan Adapun tujuan penulisan dari skripsi ini adalah agar memenuhi syarat untuk mendapatkan gelar Sarjana Hukum dari Fakultas Hukum Universitas
Richad Sahat Silitonga : Mediasi Perbankan Sebagai Alternatif Penyelesaian Sengketa Antara Bank Dan Nasabah, 2007. USU Repository © 2009
13
Sumatera Utara. Namun berdasarkan permasalahan yang dikemukakan di atas, maka tujuan yang ingin dicapai oleh penulisan ini adalah: 1. Untuk mengetahui proses terjadinya sengketa antara bank dan nasabah dalam hubungan hukum keduanya menurut sistem hukum perbankan Indonesia 2. Untuk mengetahui bentuk-bentuk alternatif penyelesaian sengketa yang dapat dipergunakan oleh bank dan nasabah. 3. Untuk mengetahui pelaksanaan mediasi perbankan sebagai alternatif penyelesaian sengketa antara bank dan nasabah melalui PBI 8/5/PBI/2006 tentang Mediasi Perbankan. 2. Manfaat Penulisan Sedangkan manfaat skripsi ini adalah: a. Secara teoritis, penulisan ini dapat dijadikan sebagai masukan bagi ilmu pengetahuan khususnya mengenai perkembangan hukum perbankan dan alternatif penyelesaian sengketa. b. Secara praktis, memberikan sumbangan pemikiran terhadap praktisi-praktisi hukum mengenai pelaksanaan mediasi perbankan sebagai salah satu alternatif penyelesaian sengketa yang dapat dipergunakan oleh masyarakat dalam mengatasi sengketa antara bank dan nasabah
D. Keaslian Penulisan Bahwa skripsi ini yang membahas tentang Mediasi Perbankan Sebagai Alternatif Penyelesaian Sengketa Antara Bank Dan Nasabah, merupakan hasil karya dan ide sendiri dari Penulis sesuai dengan asas-asas keilmuan yang jujur, rasional, objektif dan terbuka. Semua ini merupakan implikasi etis dari proses
Richad Sahat Silitonga : Mediasi Perbankan Sebagai Alternatif Penyelesaian Sengketa Antara Bank Dan Nasabah, 2007. USU Repository © 2009
14
menemukan kebenaran ilmiah. Skripsi ini belum pernah dibahas oleh pihak manapun dan benar skripsi dibuat sebagaimana seharusnya dan tidak mengambil contoh atau merekayasa dan meniru dari skripsi yang telah ada. Penulisan ini berdasarkan literatur yang berkaitan dengan mediasi perbankan
E. Tinjauan Kepustakaan Berdasarkan Peraturan Bank Indonesia Nomor 8/5/PBI/2006 tentang Mediasi Perbankan, dapat dijelaskan bahwa yang dimaksud dengan mediasi perbankan adalah proses penyelesaian sengketa antara bank dan nasabah, melibatkan mediator yang tidak memihak dalam membantu pelaksanaan mediasi, untuk membantu para pihak yang bersengketa guna mencapai penyelesaian dalam bentuk kesepakatan sukarela terhadap sebagian ataupun seluruh permasalahan yang diajukan oleh nasabah atau perwakilan nasabah kepada penyelenggara mediasi perbankan, setelah melalui proses penyelesaian pengaduan oleh bank sebagaimana diatur dalam Peraturan Bank Indonesia tentang Penyelesaian Pengaduan Nasabah. 9 Mediasi perbankan dilaksanakan untuk setiap sengketa keperdataan yang memiliki nilai tuntutan finansial paling banyak lima ratus juta Rupiah, dan tidak dapat diajukan tuntutan finansial yang diakibatkan oleh kerugian immateriil. Mediasi perbankan dilaksanakan oleh Bank Indonesia, menunggu terbentuknya lembaga mediasi independen. Pengawasan terhadap pelaksanaan mediasi perbankan dilaksanakan oleh Bank Indonesia
9
Lihat Pasal 1 PBI No.8/5/PBI/2006 Tentang Mediasi Perbankan
Richad Sahat Silitonga : Mediasi Perbankan Sebagai Alternatif Penyelesaian Sengketa Antara Bank Dan Nasabah, 2007. USU Repository © 2009
15
Alternatif penyelesaian sengketa adalah suatu bentuk penyelesaian sengketa di luar pengadilan berdasarkan kata sepakat (konsensus) yang dilakukan oleh para pihak yang bersengketa baik tanpa ataupun dengan bantuan pihak ketiga yang netral. 10 Menurut Undang-Undang Nomor 30 Tahun 1999 tentang Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian Sengketa, diuraikan bahwa alternatif penyelesaian sengketa adalah lembaga penyelesaian sengketa atau beda pendapat melalui prosedur yang disepakati para pihak, yakni penyelesaian di luar pengadilan dengan cara konsultasi, negosiasi, mediasi, konsiliasi, atau penilaian ahli. 11 Secara terminologi bank berasal dari bahasa Italia yaitu banca, artinya suatu bangku tempat duduk, karena pada zaman pertengahan, pihak bankir Italia memberikan pinjaman-pinjaman dengan duduk di bangku pada suatu pasar. 12 Berdasarkan Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perbankan, Pasal 1 angka (1) dinyatakan bahwa perbankan adalah segala sesuatu yang menyangkut tentang bank, mencakup kelembagaan, kegiatan usaha, serta cara dan proses dalam melaksanakan kegiatan usahanya. Dan pada Pasal 1 angka (2),bank didefenisikan sebagai badan usaha yang menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan dan menyalurkannya kepada masyarakat dalam bentuk kredit dan atau bentuk-bentuk lainnya dalam rangka meningkatkan taraf hidup rakyat banyak.
10
Runtung Sitepu, Pidato Pengukuhan Guru Besar Tetap Dalam Bidang Ilmu Hukum Adat Pada Fakultas Hukum Dibacakan Di Hadapan Rapat terbuka USU, (Medan: Penerbit USU, 2004), hal. 3 11 Lihat Pasal 1 angka (10) UU Nomor 30 tahun 1999 tentang Arbitrase Dan Alternatif Penyelesaian Sengketa 12 Munir Fuady, Hukum Perbankan Modern Berdasarkan Undang-Undang Tahun 1998, (Bandung: PT Citra Aditya Bakti, 1999), hal. 13 Richad Sahat Silitonga : Mediasi Perbankan Sebagai Alternatif Penyelesaian Sengketa Antara Bank Dan Nasabah, 2007. USU Repository © 2009
16
F. Metode Penulisan Suatu karya tulis ilmiah haruslah disusun berdasarkan data-data yang benar dan bersifat objektif sehingga dapat diuji kebenarannya. Data adalah kumpulan keterangan-keterangan baik lisan maupun tulisan untuk membantu dan menunjang penelitian. Jenis data yang dipergunakan dalam skripsi ini adalah data sekunder, dimana data diperoleh dari daftar kepustakaan yakni yurisprudensi, buku-buku ilmiah, bahan seminar, undang-undang, majalah, internet, dan lain-lain yang ada kaitannya dengan skripsi ini sebagai bahan acuan dalam pembahasan skripsi ini. Untuk itu digunakan metode library research (penelitian pustaka) yaitu dengan mengadakan penelitian terhadap data-data yang diperoleh dari yurisprudensi, buku-buku ilmiah, yang telah disebutkan sebelumnya itu. Setelah itu baru digunakan metode deskriptif analisis, yaitu penggunaan yang diawali dengan pemaparan data sebagaimana adanya yang kemudian dilanjutkan dengan analisa data berdasarkan kerangka acuan yang telah ditetapkan.
G. Sistematika Penulisan Penulisan ini terbagi dalam bab-bab yang tersusun secara sistematis yang dapat diuraikan sebagai berikut : BAB I:
PENDAHULUAN Pada bab ini menggambarkan latar belakang ditulisnya karya ilmiah berupa skripsi ini, permasalahannya, tujuannya, manfaatnya,
Richad Sahat Silitonga : Mediasi Perbankan Sebagai Alternatif Penyelesaian Sengketa Antara Bank Dan Nasabah, 2007. USU Repository © 2009
17
keaslian penulisannya, tinjauan pustaka, metode dan sistematika penulisan BAB II:
TINJAUAN UMUM TERHADAP PERBANKAN Pada bab ini akan diuraikan mengenai pengertian dan dasar hukum perbankan, kelembagaan perbankan, kegiatan usaha bank, dan perlindungan nasabah bank
BAB III:
TINJAUAN UMUM PENYELESAIAN SENGKETA ANTARA BANK DAN NASABAH Pada bab ini akan diuraikan mengenai arti penting penyelesaian sengketa
alternatif,
penyelesaian
sengketa
alternatif,
dan
penyelesaian sengketa alternatif di Indonesia. BAB IV:
MEDIASI
PERBANKAN
PENYELESAIAN
SENGKETA
SEBAGAI ANTARA
ALTERNATIF BANK
DAN
NASABAH Pada bab ini akan diuraikan mengenai aspek hukum mediasi perbankan, persyaratan pengajuan penyelesaian sengketa antara bank dan nasabah, peranan Bank Indonesia dan lembaga independen
dalam
pelaksanaan
mediasi
perbankan,
dan
penyelenggaraan mediasi perbankan di Indonesia. BAB V:
KESIMPULAN DAN SARAN Pada bab terakhir ini merupakan kesimpulan Penulis atas masalah yang diangkat dalam skripsi ini, dan sekaligus memberikan saran terhadap masalah tersebut.
Richad Sahat Silitonga : Mediasi Perbankan Sebagai Alternatif Penyelesaian Sengketa Antara Bank Dan Nasabah, 2007. USU Repository © 2009
18
BAB II TINJAUAN UMUM TERHADAP PERBANKAN
A. Pengertian dan Dasar Hukum Perbankan Pertama sekali perlu diketahui apakah yang dimaksud dengan bank dan hukum perbankan. Pengertian bank menurut Undang-Undang Nomor 10 tahun 1998 Tentang Perbankan, yang dimaksud dengan bank adalah badan usaha yang menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan dan menyalurkannya kepada masyarakat dalam bentuk kredit dan atau bentuk-bentuk lainnya dalam rangka meningkatkan taraf hidup rakyat banyak. Hukum perbankan (banking law) adalah sebagai sekumpulan peraturan hukum yang mengatur kegiatan lembaga keuangan bank yang meliputi segala aspek, dilihat dari segi esensi, dan eksistensinya, serta hubungannya dengan bidang kehidupan lain. 13 Pembangunan di bidang ekonomi sangat banyak dilakukan, namun sering tidak diiringi dengan pembangunan di bidang hukum. Liberalisasi
perdagangan
semakin
mengembangkan
globalisasi
ekonomi.
Implikasi globalisasi ekonomi terhadap hukum suatu negara tidak dapat dihindarkan. Globalisasi ekonomi telah menimbulkan akibat yang besar di bidang hukum suatu negara. Negara yang terlibat terpaksa harus membuat standardisasi hukum dalam kegiatan ekonominya. Maka sudah selayaknya dilakukan pembenahan untuk menghadapi pembangunan ekonomi yakni globalisasi hukum mengikuti globalisasi ekonomi. 14
13
Muhamad Djumhana, Hukum Perbankan Di Indonesia, (Bandung: PT Citra Adityabakti, 1996), hal. 1 14 Kompas Cyber Media, http://bismarnasty.files.wordpress.com/2007/05/tdk-pedulihukum-ekonomi_kompas_2007.pdf, hal. 1, diakses pada tanggal 7 Juni 2007 Richad Sahat Silitonga : Mediasi Perbankan Sebagai Alternatif Penyelesaian Sengketa Antara Bank Dan Nasabah, 2007. USU Repository © 2009
19
Banyaknya bermunculan bank-bank baru, diikuti pula munculnya masalah-masalah baru yaitu Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1967 belum dapat mengikuti perkembangan perekonomian di Indonesia yang berkembang secara nasional maupun internasional. Dipandang perlu untuk mengadakan pembaharuan perangkat hukum yang mengatur tentang perbankan dan akhirnya tanggal 29 Maret 1992, oleh Presiden disahkan menjadi Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 Tentang Perbankan. Sejak saat itu terjadi perubahan yang mendasar dalam hukum perbankan. Sejak diberlakukannya Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 Tentang perbankan, dilakukan perubahan yang merupakan salah satu program pelaksanaan reformasi perbankan, yakni penyempurnaan perangkat hukum di bidang perbankan dan pendirian lembaga dana penyangga simpanan, yang pada gilirannya akan memulihkan kepercayaan masyarakat domestik maupun internasional terhadap sistem perbankan Indonesia. Salah satu tujuan utama kebijakan deregulasi perbankan adalah peningkatan pengerahan dana masyarakat untuk menunjang pembangunan. 15 Perubahan Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 itu tersebut dituangkan di dalam Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 yang disahkan oleh Presiden pada tanggal 10 Nopember 1998. Rachmadi Usman menyatakan secara sederhana hukum perbankan adalah hukum positif yang mengatur segala sesuatu yang menyangkut tentang bank. 16 Dari sejarah pembentukan hukum perbankan hingga saat ini, maka pengertian hukum perbankan merupakan serangkaian ketentuan hukum positif yang mengatur segala
15
Masyhud Ali, Restrukturisasi Perbankan Dan Dunia Usaha, (Jakarta: PT Elex Media Komputindo, 2002), hal. 73 16 Rachmadi Usman, Op.Cit, hal. 2 Richad Sahat Silitonga : Mediasi Perbankan Sebagai Alternatif Penyelesaian Sengketa Antara Bank Dan Nasabah, 2007. USU Repository © 2009
20
sesuatu, yang menyangkut tentang bank, kelembagaan, kegiatan usaha bank, dan proses pelaksanaan kegiatannya. Menurut Rachmadi Usman, unsur-unsur yang terkandung dalam hukum perbankan antara lain: 1. Serangkaian ketentuan hukum positif, dengan dikeluarkannya berbagai Peraturan Perundang-Undangan baik berupa Undang-Undang, Peraturan Pemerintah, Keputusan Presiden, Peraturan Bank Indonesia, Keputusan Direksi dan Surat Edaran Bank Indonesia dan peraturan pelaksanaan lainnya sebagai suatu sistem yang diikat oleh asas hukum tertentu. 2. Hukum positif tersebut bersumberkan ketentuan yang tertulis dan tidak tertulis. Ketentuan yang tertulis adalah ketentuan yang dibentuk badan pembentuk hukum dan perundang-undangan, sedangkan ketentuan yang tidak tertulis adalah ketentuan yang timbul dan terpelihara dalam praktek penyelenggaraan operasional perbankan. 3. Ketentuan hukum perbankan mengatur ketatalaksanaan kelembagaan bank, mencakup perizinan, bentuk hukum, kepengurusan, dan kepemilikan bank. Dimuat pula ketentuan pembinaan dan pengawasan oleh Bank Indonesia 4. Ketentuan hukum perbankan mengatur aspek-aspek kegiatan usahanya. Secara umum fungsi utama bank berdasarkan Pasal 3 Undang-Undang Perbankan Nomor 10 Tahun 1998 adalah sebagai penghimpun dana masyarakat dan disalurkan kembali dalam bentuk kredit.17 Ketentuan ini mencerminkan fungsi bank sebagai perantara pihak-pihak yang kelebihan dana (surplus of funds) dengan pihak yang kekurangan dana (lacks of funds). 18 17 18
Ibid, hal 3 Hermansyah, Op.Cit, hal. 19
Richad Sahat Silitonga : Mediasi Perbankan Sebagai Alternatif Penyelesaian Sengketa Antara Bank Dan Nasabah, 2007. USU Repository © 2009
21
Dari rumusan tersebut akan terungkap bahwa pengaturan di bidang perbankan, akan menyangkut di antaranya : 1. Dasar-dasar perbankan, yaitu menyangkut asas-asas kegiatan perbankan seperti norma efisiensi, keefektifan, kesehatan bank, profesionalisme pelaku perbankan, maksud dan tujuan lembaga perbankan serta hubungan hak dan kewajiban 2. Kedudukan hukum pelaku di bidang perbankan seperti dewan komisaris, direksi, karyawan, pihak yang terafiliasi, dan bentuk kepemilikan bank. 3. Kaidah-kaidah perbankan yang secara khusus memperlihatkan kepentingan umum seperti mencegah persaingan yang tidak wajar, antitrust, perlindungan konsumen, dan lain-lain. 4. Kaidah-kaidah yang menyangkut struktur organisasi, yang mendukung kebijaksanaan ekonomi dan moneter pemerintah, seperti bank sentral. 5. Kaidah-kaidah yang mengarah kepada kehidupan perekonomian yang berupa dasar hukum untuk mewujudkan tujuan yang hendak dicapai melalui penetapan sanksi, insentif, dan sebagainya. 6. Peraturan hukum itu satu sama lain ada hubungannya, tidak berdiri sendiri, terikat dalam satu susunan kesatuan. 19
1. Sumber Hukum Perbankan Sumber hukum perbankan adalah tempat ditemukannya ketentuan hukum dan perundang-undangan yang mengatur mengenai perbankan, ketentuan hukum dan perundang-undangan perbankan yang dimaksud adalah hukum positif, yaitu 19
Hasanuddin Rahman, Aspek Hukum Pemberian Kredit Perbankan Indonesia, Bandung : PT. Citra Aditya Bakti, 1998), hal. 2-3 Richad Sahat Silitonga : Mediasi Perbankan Sebagai Alternatif Penyelesaian Sengketa Antara Bank Dan Nasabah, 2007. USU Repository © 2009
22
ketentuan perbankan yang masih berlaku saat ini. Sumber hukum terdiri dari sumber hukum formil dan materil. Sumber hukum dalam arti materil yakni peristiwa-peristiwa tentang timbulnya hukum yang berlaku atau peraturanperaturan yang dapat mengikat para hakim dan penduduk masyarakat, sedangkan pengertian dari sumber hukum materil dari ilmu pengetahuan hukum secara umum yaitu undang-undang, kebiasaan, yurisprudensi, traktat, doktrin. 20 Ketentuan hukum dan perundang-undangan perbankan yakni sumber hukum formil mulai dari Undang-Undang Dasar 1945 terutama Pasal 33, Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat, terutama tentang GBHN, UndangUndang Pokok Perbankan sampai kepada peraturan pelaksana dari undangundang perbankan tersebut. Selain itu terdapat faktor-faktor lain yang membantu pembentukan hukum perbankan, diantaranya perjanjian-perjanjian yang dibuat antara bank dan nasabah, dan kebiasaan-kebiasaan yang berlaku di dunia perbankan. Sifat hukum perbankan di Indonesia merupakan hukum memaksa, artinya bank dalam menjalankan usahanya harus tunduk dan patuh terhadap rambu-rambu yang telah ditetapkan dalam undang-undang. Jika dilanggar Bank Indonesia berwenang menindak bank yang bersangkutan dan memberikan sanksi administratif sampai kepada pencabutan izin usaha bank. 21 2. Asas-Asas Hukum Perbankan Dalam pelaksanaan kemitraan antara bank dan nasabah untuk terciptanya sistem perbankan yang sehat, maka kegiatan perbankan dilandasi dengan beberapa asas hukum, yaitu: a. Asas demokrasi ekonomi 20
C.S.T Kansil, Pengantar Ilmu Hukum Dan Tata Hukum Indonesia, (Jakarta: Balai Pustaka, 1989), hal. 46 21 Kasmir, Dasar-Dasar Perbankan, (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2002), Hal. 210 Richad Sahat Silitonga : Mediasi Perbankan Sebagai Alternatif Penyelesaian Sengketa Antara Bank Dan Nasabah, 2007. USU Repository © 2009
23
Bahwa perbankan Indonesia dalam melakukan usahanya berasaskan demokrasi ekonomi yang berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945. b. Asas kepercayaan (fiduciary principle) Bahwa bank dalam menjalankan usaha dilandaasi oleh hubungan kepercayaan antara bank dan nasabah c. Asas kerahasiaan Bahwa bank wajib merahasiakan segala sesuatu yang berhubungan dengan keuangan dan lain-lain dari nasabah bank yang menurut kelaziman dunia perbankan wajib dirahasiakan. d. Asas kehati-hatian Bahwa bank dalam menjalankan fungsi dan kegiatan usahanya wajib menerapkan prinsip kehati-hatian dalam rangka melindungi dana masyarakat yang dipercayakan padanya. 22
B. Kelembagaan Perbankan 1. Jenis-Jenis Bank Berdasarkan Undang-Undang Nomor 14 tahun 1967 Tentang PokokPokok Perbankan, membedakan jenis bank berdasarkan fungsinya, yaitu: a. Bank sentral adalah Bank Indonesia sebagaimana dimaksud dalam UndangUndang Dasar 1945.
22
Rachmadi Usman, Op.Cit, hal 14 -19
Richad Sahat Silitonga : Mediasi Perbankan Sebagai Alternatif Penyelesaian Sengketa Antara Bank Dan Nasabah, 2007. USU Repository © 2009
24
b. Bank Umum adalah bank yang dalam pengumpulan dananya terutama menerima simpanan dalam bentuk giro dan deposito dan dalam usahanya terutama memberikan kredit jangka panjang. c. Bank Tabungan adalah bank yang dalam pengumpulan dananya terutama menerima
simpanan
dalam
bentuk
tabungan
dan
dalam
usahanya
membungakan dananya dalam bentuk surat berharga. d. Bank Pembangunan, adalah bank yang dalam pengumpulan dananya, terutama menerima simpanan dalam bentuk deposito dan memberikan kredit jangka menengah dan jangka panjang di bidang pembangunan. e. Bank lainnya yang akan ditetapkan dengan undang-undang menurut kebutuhan dan perkembangan ekonomi. 23 Melalui Undang-Undang Perbankan Nomor 10 Tahun 1998, kelembagaan perbankan ditata dalam struktur yang lebih sederhana, menjadi dua jenis bank, yakni: a. Bank Umum, adalah bank yang melaksanakan kegiatan usaha secara konvensional dan/ atau berdasarkan Prinsip Syariah yang dalam kegiatannya memberikan jasa dalam lalu lintas pembayaran. b. Bank Perkreditan Rakyat, adalah bank yang melaksanakan kegiatan usaha secara konvensional atau berdasarkan Prinsip Syariah yang dalam kegiatannya tidak memberikan jasa dalam lalu lintas pembayaran. 24
23
Rachmadi Usman, Op.Cit, hal 64 Johannes Ibrahim, Bank Sebagai Lembaga Internediasi Dalam Hukum Positif, (Bandung: CV. Utomo, 2004), hal. 28 24
Richad Sahat Silitonga : Mediasi Perbankan Sebagai Alternatif Penyelesaian Sengketa Antara Bank Dan Nasabah, 2007. USU Repository © 2009
25
2. Bentuk Hukum Bank Bentuk hukum suatu bank tergantung kepada jenis bank tersebut, sebagaimana diatur dalam pasal 21 Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998. Bentuk hukum dari bank umum dapat berupa : a. Perseroan Terbatas (PT) b. Koperasi c. Perusahaan Daerah Sedangkan Bank Perkreditan rakyat (BPR) bentuk hukumnya dapat berupa: a. Perusahaan Daerah b. Koperasi c. Perseroan Terbatas d. Bentuk lain yang ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah Dengan demikian tidak diizinkan atau tidak dimungkinkan menjalankan usaha sebagai bank seperti badan usaha perseorangan, firma, atau perusahaan komanditer dan termasuk perusahaan persero.
3. Kepengurusan Bank Kepengurusan pada suatu bank menurut Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 adalah anggota dewan komisaris, dewan direksi sebagai pihak yang terafiliasi dalam bank. Maksud dari pihak yang terafiliasi dalam bank tersebut adalah : a. Anggota dewan komisaris, pengawas, direksi atau kuasanya, pejabat, atau karyawan bank. anggota pengurus, pengawas, pengelola atau kuasanya,
Richad Sahat Silitonga : Mediasi Perbankan Sebagai Alternatif Penyelesaian Sengketa Antara Bank Dan Nasabah, 2007. USU Repository © 2009
26
pejabat atau karyawan bank, khususnya bagi bank yang berbentuk badan hukum koperasi sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku b. Pihak yang memberikan jasanya kepada bank seperti akuntan publik, penilai, konsultan hukum, dan konsultan lainnya. c. Pihak yang menurut penilaian Bank Indonesia turut mempengaruhi pengelolaan bank, seperti pemegang saham dan keluarganya, keluarga komisaris, dan keluarga pengurus lainnya. 25 Sebagai pengurus pada suatu bank maka haruslah memenuhi persyaratan yang telah ditetapkan dan jika terdapat perubahan haruslah dilaporkan kepada Bank Indonesia. Penerapan good coorporate governance dalam kepengurusan bank mutlak diperlukan untuk meningkatkan daya saing bank dan memberikan perlindungan kepada masyarakat/ nasabah, dalam rangka pengelolaan dana publik. 26
4. Sumber-Sumber Dana Bank Sumber-sumber dana bank adalah usaha bank dalam memperoleh dana dalam rangka membiayai kegiatan operasional. Dana untuk membiayai operasi suatu bank dapat diperoleh dari berbagai sumber. Kemampuan bank memperoleh sumber-sumber dana yang diinginkan sangat mempengaruhi kelanjutan usaha bank. Adapun jenis sumber dana bank tersebut yaitu : 1. Dana yang bersumber dari bank itu sendiri
25
Ibid, hal. 29 Indra Surya & Ivan Yustiavandana, Penerapan Good Corporate Governance : Mengesampingkan Hak Istimewa Demi Kelangsungan Usaha, (Jakarta: Kencana, 2006), hal. 116 26
Richad Sahat Silitonga : Mediasi Perbankan Sebagai Alternatif Penyelesaian Sengketa Antara Bank Dan Nasabah, 2007. USU Repository © 2009
27
Merupakan dana yang bersumber dari bank itu sendiri berupa modal. Modal sendiri maksudnya adalah modal setoran dari pemegang sahamnya. Secara garis besar dapat disimpulkan pencarian dana yang berasal dari bank itu sendiri terdiri dari setoran modal dari pemegang saham, cadangan-cadangan bank, dan laba bank yang belum dibagi. 2. Dana yang berasal dari masyarakat luas Secara umum kegiatan penghimpunan dana dari masyarakat dibagi atas simpanan giro (demand deposit), simpanan tabungan (saving deposit), simpanan deposito (time deposit). 3. Dana yang bersumber dari lembaga lainnya. Perolehan dana dari sumber ini antara lain dapat diperoleh dari kredit likuiditas dari Bank Indonesia, pinjaman antar bank, pinjaman dari bankbank luar negeri, surat berharga pasar uang. 27
5. Pembinaan dan Pengawasan Bank Semua langkah kebijakan untuk memperkuat pengaturan dan pengawasan perbankan, baik yang menyangkut lembaga-lembaga yang bertanggung jawab maupun industri perbankan sendiri, disusun dan diterapkan dengan maksud untuk memperkokoh perbankan dalam operasinya menghadapi dinamisme yang semakin tinggi. Karena itu semua upaya dalam pembinaan dan pengawasan dilakukan untuk menumbuhkan kondisi, mendorong dan membantu industri perbankan di
27
Kasmir, Op.Cit, hal 61
Richad Sahat Silitonga : Mediasi Perbankan Sebagai Alternatif Penyelesaian Sengketa Antara Bank Dan Nasabah, 2007. USU Repository © 2009
28
dalam kemampuan untuk mengelola beragam resiko yang melekat dengan sifat dan operasinya. 28 Berdasarkan Pasal 29 Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 dinyatakan bahwa pembinaan dan pengawasan bank dilakukan oleh Bank Indonesia. Bank yang diawasi memiliki kewajiban-kewajiban tertentu, yaitu : a. Memelihara tingkat kesehatan bank sesuai dengan ketentuan kecukupan modal, kualitas aset, kualitas manajemen, likuiditas, rentabilitas, solvabilitas, dan aspek lain yang berhubungan dengan usaha bank. b. Dalam memberikan kredit atau pembiayaan berdasarkan Prinsip Syariah dan melakukan kegiatan usaha lainnya, bank wajib menempuh cara-cara yang tidak merugikan bank dan kepentingan nasabah yang mempercayakan dananya kepada bank. c. Melakukan kegiatan usaha sesuai dengan prinsip kehati-hatian. d. Menyampaikan kepada Bank Indonesia, segala keterangan, dan penjelasan mengenai usahanya menurut tata cara yang ditetapkan oleh Bank Indonesia. e. Menyediakan informasi mengenai kemungkinan timbulnya risiko kerugian sehubungan dengan transaksi nasabah yang dilakukan melalui bank.
C. Kegiatan Usaha Bank Seperti telah dijelaskan sebelumnya bahwa bank sebagai lembaga keuangan, kegiatan bank sehari-hari secara sederhana adalah menghimpun dan menyalurkan dana kepada masyarakat umum. Adapun kegiatan-kegiatan perbankan yang ada di Indonesia saat ini adalah :
28
http://www.kolom.pacific.net.id, diakses pada tanggal 21 Juni 2007
Richad Sahat Silitonga : Mediasi Perbankan Sebagai Alternatif Penyelesaian Sengketa Antara Bank Dan Nasabah, 2007. USU Repository © 2009
29
1. Menghimpun dana (funding), dalam bentuk: a. Simpanan giro b. Simpanan tabungan c. Simpanan deposito 2. Menyalurkan kredit (lending), dalam bentuk a. Kredit investasi b. Kredit modal kerja c. Kredit perdagangan 3. Memberikan jasa-jasa bank lainnya (services) a. Kiriman uang (transfer) b. Kliring (clearing) c. Inkaso (collection) d. Safe deposit box e. Bank card (kartu kredit) f. Bank notes g. Bank garansi h. Bank draft i.
Letter of credit
j.
Cek wisata
k. Menerima setoran air,listrik, telepon l.
Melayani pembayaran-pembayaran
m. Melakukan kegiatan di pasar modal. 29
29
Kasmir, Bank Dan Lembaga Keuangan Lainnya, Edisi Keenam, (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2002), hal. 39-42 Richad Sahat Silitonga : Mediasi Perbankan Sebagai Alternatif Penyelesaian Sengketa Antara Bank Dan Nasabah, 2007. USU Repository © 2009
30
D. Perlindungan Nasabah Bank 1. Hubungan Bank dan Nasabah Menurut para ahli hukum, hubungan antara bank dan nasabah merupakan suatu hubungan yang sangat kompleks. Alan L. Tyree dalam bukunya Banking Law in Australia, mengatakan bahwa hubungan antara bank dan nasabah dapat terlihat dalam beberapa macam segi atau kategori karena tidak mustahil hubungan ini dibakukan dalam satu macam segi saja. 30 Hubungan hukum antara bank dan nasabah dapat dibagi 2 (dua) yakni: a. Hubungan hukum antara bank dan nasabah penyimpan dana Artinya bank menempatkan dirinya sebagai peminjam dana milik masyarakat. Hubungan ini dapat terlihat dari hubungan hukum yang muncul dari produkproduk perbankan seperti deposito, tabungan , giro, dan sebagainya. Bentuk hubungan hukum tertuang dalam peraturan bank yang bersangkutan dan syarat-syarat umum yang harus dipatuhi oleh setiap nasabah penyimpan dana. b. Hubungan hukum antara bank dan nasabah debitur Artinya bank sebagai lembaga penyedia dana bagi para debiturnya. Bentuknya dapat berupa kredit seperti kredit modal kerja, kredit investasi, atau kredit usaha kecil Dari segi hukum ada 2 (dua) bentuk hubungan antara bank dan nasabah yaitu: 1. Hubungan kontraktual Merupakan hubungan yang lazim dan berlaku hampir terhadap semua nasabah, baik nasabah debitur maupun nasabah kreditur dan nasabah deposan. 30
Ronny Sautma Hotma Bako, Hubungan Bank Dan Nasabah Terhadap Produk Tabungan Dan Deposito, Suatu Tinjauan Hukum Terhadap Perlindungan Deposan Di Indonesia Dewasa Ini, (Bandung: PT. Citra Aditya Bakti, 1995), hal. 31 Richad Sahat Silitonga : Mediasi Perbankan Sebagai Alternatif Penyelesaian Sengketa Antara Bank Dan Nasabah, 2007. USU Repository © 2009
31
Hukum kontrak yang menjadi dasar terhadap hubungan bank dan nasabah bersumber dari ketentuan KUH Perdata tentang kontrak (buku III). Menurut Pasal 1338 ayat (1) KUH Perdata, bahwa semua perjanjian yang dibuat secara sah berkekuatan sama dengan undang-undang bagi kedua belah pihak. Kebebasan berkontrak didasarkan kepada asumsi bahwa para pihak dalam kontrak memiliki posisi tawar (bargaining position) yang seimbang. 31 Adapun kontrak antara bank dan nasabah diberlakukan dalam bentuk kontrak standar (kontrak baku), dimana pihak bank seringkali lebih diuntungkan. Ada 3 (tiga) tingkatan dari pemberlakuan hubungan kontraktual kepada hubungan antara bank dan nasabah yaitu: a. Sebagai hubungan debitur (bank) dan kreditur (nasabah) b. Sebagai hubungan kontraktual lainnya yang lebih luas dari hanya sekadar hubungan debitur-kreditur c. Sebagai hubungan implied contract, yaitu hubungan kontrak yang tersirat. 32 2. Hubungan non-kontraktual Hukum di Indonesia tidak dengan tegas mengakui hubungan non-kontraktual, sehingga hubungan-hubungan ini terlaksana jika disebutkan dengan tegas dalam kontrak untuk hal tersebut maupun ada kebiasaan dalam praktek perbankan untuk mengakuinya. Misalnya terhadap nasabah dari bank tersebut wajib diberitahukan oleh bank setiap perubahan policy yang signifikan mempengaruhi jasa bank yang selama ini diberikan oleh bank.
31
Ridwan Khairandy, Iktikad Baik Dalam Kebebasan Berkontrak, Cet. II, (Jakarta: Program Pascasarjana Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2004), hal. 1 32 Munir Fuady, Op.Cit, hal. 103 Richad Sahat Silitonga : Mediasi Perbankan Sebagai Alternatif Penyelesaian Sengketa Antara Bank Dan Nasabah, 2007. USU Repository © 2009
32
2. Perlindungan Nasabah dalam Arsitektur Perbankan Indonesia Jika selama ini Bank Indonesia selalu berpedoman pada UU Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan sebagaimana diubah dengan UU Nomor 10 Tahun 1998 dan UU Nomor 23 Tahun 1999 tentang Bank Indonesia sebagaimana diubah dengan UU Nomor 3 Tahun 2004, maka dengan telah berlaku efektifnya UU Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen sejak tahun 2001 aspek pengaturan perbankan pun harus diperluas dengan aspek perlindungan dan pemberdayaan nasabah sebagai konsumen pengguna jasa bank. Upaya ini kemudian berlanjut dan dituangkan menjadi Pilar ke VI dalam Arsitektur Perbankan Indonesia (API) yang mencakup empat aspek, yaitu mekanisme pengaduan nasabah, pembentukan lembaga mediasi independen, transparansi informasi produk, dan edukasi nasabah. Keempat aspek tersebut dituangkan kedalam empat program API, yaitu: 1. Penyusunan standar mekanisme pengaduan nasabah. 2. Pembentukan lembaga mediasi perbankan independen. 3. Penyusunan standar transparansi informasi produk. 4. Peningkatan edukasi untuk nasabah. Keempat program di atas saling terkait satu sama lain dan secara bersamasama akan dapat meningkatkan perlindungan dan pemberdayaan hak-hak nasabah. Secara ideal, implementasi program-program di atas seharusnya dimulai dengan memberikan edukasi kepada masyarakat mengenai kegiatan usaha dan produkproduk keuangan dan perbankan. Edukasi ini selain untuk memperluas wawasan masyarakat mengenai industri perbankan juga ditujukan untuk mendorong peningkatan taraf hidup masyarakat melalui pengenalan perencanaan keuangan.
Richad Sahat Silitonga : Mediasi Perbankan Sebagai Alternatif Penyelesaian Sengketa Antara Bank Dan Nasabah, 2007. USU Repository © 2009
33
Langkah selanjutnya setelah edukasi adalah dilaksanakannya transparansi mengenai karakteristik produk-produk keuangan dan perbankan. Transparansi ini penting dilakukan agar masyarakat yang berkeinginan untuk menjadi nasabah (calon nasabah) bank mendapatkan informasi yang cukup memadai mengenai manfaat, risiko, dan biaya-biaya yang terkait dengan suatu produk tertentu sehingga keputusan untuk memanfaatkan produk tersebut telah melalui pertimbangan yang matang dan sesuai dengan kebutuhan calon nasabah. Penerbitan PBI Nomor 7/6/PBI/2005 tanggal 20 Januari 2005 tentang Transparansi Informasi Produk Bank dan Penggunaan Data Pribadi Nasabah dan PBI Nomor 7/7/PBI/2005 tanggal 20 Januari 2005 tentang Penyelesaian Pengaduan Nasabah yang menjadi bagian dari Paket Kebijakan Perbankan Januari 2005 dan PBI Nomor 8/5/PBI/2006 tanggal 30 Januari 2006 tentang Mediasi Perbankan sebagai bagian dari Paket Kebijakan Perbankan Januari 2006 merupakan realisasi dari upaya Bank Indonesia untuk menyelaraskan kegiatan usaha perbankan dengan amanat Undang-Undang Perlindungan Konsumen yang mewajibkan adanya kesetaraan hubungan antara pelaku usaha (bank) dengan konsumen (nasabah).
Richad Sahat Silitonga : Mediasi Perbankan Sebagai Alternatif Penyelesaian Sengketa Antara Bank Dan Nasabah, 2007. USU Repository © 2009
34
BAB III TINJAUAN UMUM PENYELESAIAN SENGKETA ANTARA BANK DAN NASABAH
A. Arti Penting Penyelesaian Sengketa Alternatif Perselisihan atau persengketaan merupakan suatu keadaan yang tidak dikehendaki oleh setiap manusia sehat akal dan pikiran. Akan tetapi dalam pergaulan di masyarakat, hidup di tengah orang yang berbeda kepentingan, pasti tidak akan dapat sama sekali tidak berhadapan dengan perselisihan. Perselisihan itu dapat disebabkan oleh hal-hal kecil, misalnya tentang batas tanah dengan tetangga atau perselisihan atas perjanjian yang telah dibuat sebelumnya. Suatu perselisihan itu muncul, antara lain disebabkan karena masing-masing merasa benar, merasa berhak atas apa yang diperselisihkan. 33 Di dalam pergaulan masyarakat, kedamaian adalah merupakan idaman setiap anggota masyarakat. Kedamaian akan terwujud antara lain jika berbagai kepentingan yang berbeda dari masing-masing anggota masyarakat tidak saling bertentangan. Pertentangan kepentingan itulah yang menimbulkan perselisihan/ persengketaan dan
untuk menghindari hal tersebut, dicari jalan untuk
mengadakan tata tertib, yaitu dengan membuat ketentuan atau kaedah hukum, yang harus ditaati oleh setiap anggota masyarakat, agar dapat mempertahankan hidup bermasyarakat. Apabila kaedah hukum itu dilanggar, maka kepada yang bersangkutan akan dikenakan sanksi atau hukuman. Yang dimaksud dengan kepentingan tersebut adalah hak-hak dan kewajiban-kewajiban perdata yang diatur dalam hukum perdata materil. Misalnya terhadap sengketa antara bank dan
33
http://bh4kt1.multiply.com/journal/item/19, diakses pada tanggal 27 Oktober 2007
Richad Sahat Silitonga : Mediasi Perbankan Sebagai Alternatif Penyelesaian Sengketa Antara Bank Dan Nasabah, 2007. USU Repository © 2009
35
nasabah, para pihak yang terikat kepada suatu perjanjian, apabila salah satu pihak tidak menjalankan kewajibannya seperti yang tertuang dalam perjanjian tersebut, maka pihak tersebut dinyatakan telah melanggar hukum perdata materil berupa wanprestasi. Pelaksanaan dari hukum perdata (materil) dapat berlangsung secara diamdiam diantara para pihak yang berinteraksi, tanpa harus melalui instansi resmi. Namun sering terjadi hukum perdata (materil) itu dilanggar, sehingga ada pihak yang dirugikan dan mengakibatkan gangguan keseimbangan kepentingan di dalam masyarakat. Dalam hal ini maka hukum materil perdata yang telah dilanggar itu haruslah dipertahankan dan ditegakkan. Untuk melaksanakan hukum perdata (materil) terutama dalam hal ada pelanggaran atau untuk mempertahankan berlangsungnya hukum perdata (materil) dalam hal ada tuntutan hak diperlukan rangkaian peraturan hukum lain, yaitu yang disebut hukum formil atau hukum acara perdata. Hukum acara perdata merupakan keseluruhan peraturan yang bertujuan melaksanakan dan mempertahankan atau menegakkan hukum perdata materil. 34 Di samping melalui litigasi, juga dikenal alternatif
penyelesaian
sengketa perdata di luar pengadilan yang lazim disebut non-litigasi. Jalur nonlitigasi dimungkinkan selain karena peraturan perundang-undangan, juga karena pada dasarnya dalam cara litigasi, inisiatif berperkara ada pada diri orang yang berperkara (dalam hal ini penggugat). Ada atau tidak adanya suatu perkara, harus diambil oleh seseorang atau beberapa orang yang merasa bahwa haknya dilanggar, yaitu oleh penggugat atau para penggugat. Cara penyelesaian sengketa melalui
34
C.S.T Kansil, Op.Cit, hal. 329
Richad Sahat Silitonga : Mediasi Perbankan Sebagai Alternatif Penyelesaian Sengketa Antara Bank Dan Nasabah, 2007. USU Repository © 2009
36
peradilan mendapat kritik yang cukup tajam, baik dari praktisi maupun teoritisi hukum. Peran dan fungsi peradilan, dianggap mengalami beban yang terlampau padat (overloaded), lamban dan buang waktu (waste of time), biaya mahal (very expensive) dan kurang tanggap (unresponsive) terhadap kepentingan umum atau dianggap terlampau formalistik (formalistic) dan terlampau teknis (technically). 35 Bahwa hubungan hukum antara bank dan nasabah kadangkala memiliki friksi yang dapat menimbulkan sengketa dikemudian hari, maka sengketa tersebut dapat diselesaikan melalui jalur litigasi dan non- litigasi. Setiap masyarakat memiliki berbagai macam cara untuk
memperoleh kesepakatan dalam
menyelesaikan sengketa, perselisihan atau konflik yang sedang dihadapi. Penyelesaian sengketa
dapat saja dilakukan oleh kedua belah pihak secara
kooperatif, dibantu orang lain, atau pihak ketiga yang bersifat netral, dan sebagainya. Persepsi umum yang lahir dan masih berkembang dalam masyarakat adalah masih adanya ketidakpuasan sebagian masyarakat terhadap badan pengadilan. Pengusaha atau para pelaku ekonomi dan bisnis, terlebih masyarakat awam melihat hukum bukan dari produk-produk hukum yang ada atau yang pemerintah keluarkan. Masyarakat umumnya melihat pengadilan sebagai hukum. Begitu pula persepsi terhadap polisi, jaksa, atau pengacara. 36 Dalam krisis ekonomi yang terus berkepanjangan ini, masyarakat (begitupun masyarakat internasional) masih melihat adanya ketidakpastian dalam proses berperkara melalui pengadilan. Masih cukup banyak kasus nyata di mana putusan pengadilan masih belum dapat memberi kepastian, rasa keadilan dan sejenisnya. 35
http://www.uika-bogor.ac.id/jur05.htm, diakses pada tanggal 5 November 2007 Huala adolf, penyelesaian sengketa dl bidang ekonomi dan keuangan, http://www.lfip.org, hal 2, diakses tanggal 12 Agustus 2007 36
Richad Sahat Silitonga : Mediasi Perbankan Sebagai Alternatif Penyelesaian Sengketa Antara Bank Dan Nasabah, 2007. USU Repository © 2009
37
Saat ini penyelesaian sengketa atau konflik telah mulai beralih ke penyelesaian dengan cara non-litigasi yang dikenal dengan penyelesaian sengketa alternatif atau Alternatif Disputes Resolution (ADR). Istilah ADR pertama kalinya lahir di Amerika Serikat seiring dengan pencarian alternatif pada tahun 1976, yaitu ketika Chief Justice Warren Burger mengadakan the Roscoe E. Pound Conference on the Causes of Popular Dissatisfaction with the Administration of Justice di Saint Paul, Minnesota. Para akademisi, para anggota pengadilan, dan para public interest lawyer, secara bersama-sama mencari cara baru dalam menyelesaikan konflik. Pada tahun 1976 itu pula American Bar Association (ABA) mengakui secara resmi ADR dan membentuk satu komisi khusus untuk penyelesaian sengketa (Special Committee on Dispute Resolution). Selanjutnya, fakultas hukum (law school) di Amerika Serikat telah menambahkan secara bertahap ADR di dalam kurikulumnya dan sekarang ini law School tersebut telah memberikan kursus ADR dalam bidang mediasi dan negosiasi. Beberapa kajian hukum diarahkan untuk studi ADR. Perkembangan ADR itu telah terjadi pula dalam graduate dan business schools. 37 Penerapan ADR di Amerika Serikat yang pada umumnya merujuk kepada alternatif-alternatif adjudikasi pengadilan atas konflik, seperti negosiasi, mediasi, arbitrasi, mini-trial dan summary jury trial, dilatarbelakangi oleh faktor-faktor gerakan reformasi pada awal tahun 1970, dimana saat itu banyak pengamat dalam hukum dan masyarakat akademis mulai merasakan keprihatinan serius mengenai pengaruh negatif yang semakin meningkat dari litigasi.
37
Bismar Nasution (2), http://bismarnasty.files.wordpress.com/2007/06/menujupenyelesaian-sengketa-alternatif.pdf, hal. 2, diakses pada tanggal 9 September 2007 Richad Sahat Silitonga : Mediasi Perbankan Sebagai Alternatif Penyelesaian Sengketa Antara Bank Dan Nasabah, 2007. USU Repository © 2009
38
Berdasarkan latar belakang munculnya ADR, baik di Amerika yang didasarkan atas ketidakpuasan (dissatisfaction) masyarakat pada administrasi pengadilan, maupun di negara-negara Asia Timur yang didasarkan pada kultur yang menekankan keharmonisan, seperti kultur Jepang dan Indonesia yang juga mempunyai kultur yang mendukung ADR tersebut. Hal itu telah membuat ADR semakin populer, bahkan berbagai negara telah mengaturnya melalui undangundang. Misalnya, Indonesia mempunyai Undang-Undang Nomor 30 Tahun 1999 tentang Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian Sengketa. Penyelesaian sengketa melalui ADR masih dianggap relatif murah dan cepat, oleh karena itu saat ini penggunaan cara penyelesaian di luar pengadilan lebih disenangi dibandingkan penyelesaian melalui pengadilan. Ada beberapa kebaikan mekanisme ADR bila dibandingkan dengan penyelesaian sengketa melalui lembaga peradilan, yaitu : a. Sifat kesukarelaan dalam proses b. Prosedur yang cepat c. Keputusan non-yudisial d. Kontrol oleh manejer yang paling tahu tentang kebutuhan organisasi e. Prosedur rahasia f. Fleksibilitas yang besar dalam merancang syarat-syarat penyelesaian masalah. g. Hemat waktu dan biaya h. Perlindungan dan pemeliharaan hubungan kerja. i.
Tinggi kemungkinan untuk melaksanakan kesepakatan
Richad Sahat Silitonga : Mediasi Perbankan Sebagai Alternatif Penyelesaian Sengketa Antara Bank Dan Nasabah, 2007. USU Repository © 2009
39
j.
Tingkatan yang lebih tinggi untuk melaksanakan kontrol dan lebih mudah untuk memperkirakan hasil.
k. Kesepakatan-kesepakatan yang lebih baik dari pada sekedar kompromi atau hasil yang diperoleh dari cara penyelesaian kalah atau menang. l.
Keputusan bertahan sepanjang waktu. 38 Faktor-faktor lain yang menjadi alasan perlunya alternatif penyelesaian
sengketa yaitu : 1. Adanya tuntutan dunia bisnis. 2. Adanya berbagai kritik yang dilontarkan kepada lembaga peradilan 3. Peradilan pada umumnya tidak responsif. 4. Keputusan pengadilan tidak menyelesaikan masalah. 5. Adanya kemampuan hakim bersifat generalis. 6. Adanya berbagai ungkapan yang mengurangi citra pengadilan. 7. Pencegahan terjadinya sengketa akan memperkecil sengketa. 39 Perkembangan kegiatan perbankan pada saat ini menunjukkan interaksi yang tinggi setiap hari, sulit dihindari terjadinya sengketa (disputes, difference) di antara para pihak yang terlibat. Setiap sengketa apapun yang terjadi selalu menuntut penyelesaian dan pemecahan. Makin banyak dan luas terjadi sengketa, maka semakin banyak sengketa yang harus diselesaikan. Hal ini dapat diamati di negara Indonesia, setiap tahun ratusan perkara yang menunggak (tidak terselesaikan) oleh Mahkamah Agung, baik perkara perdata maupun perkara pidana, seolah lembaga tinggi tersebut tidak dapat menyelesaikan tugasnya, sehingga diharapkan alternatif penyelesaian sengketa ini akan dapat lebih 38 39
Joni Emirzon, Hukum Bisnis Indonesia, (Jakarta: PT. Prenhalindo, 2002), hal. 495 Ibid, hal.496
Richad Sahat Silitonga : Mediasi Perbankan Sebagai Alternatif Penyelesaian Sengketa Antara Bank Dan Nasabah, 2007. USU Repository © 2009
40
berperan. Sedangkan di negara maju maupun negara industri baru lebih menempatkan ADR sebagai the first resort dan pengadilan sebagai the last resort. Oleh karena itu penyelesaian masalah melalui jalur non-litigasi menjadi amat penting sebab dewasa ini didalam menyelesaikan masalah terutama masalah yang menyangkut kegiatan di bidang perekonomian, jalur litigasi atau peradilan dipandang menjadi solusi terakhir dalam usaha menyelesaikan masalah. Sebab selain masalah di bidang perekonomian yang muncul membutuhkan solusi yang cepat dan tepat, para pihak apabila diselesaikan melalui pengadilan belum tentu benar-benar memahami permasalahan tersebut dengan baik. Apalagi waktu yang diperlukan akan sangat lama dan keputusan yang dihasilkan belum tentu memuaskan. Tidak diketahui berapa lama waktu yang diperlukan untuk menyelesaikan perkara. Kenyataan-kenyataan seperti diatas menjadi suatu alasan yang kuat mengapa Alternative Disputes Resolution (ADR) atau penyelesaian sengketa alternatif menjadi sangat penting dan perlu dikembangkan oleh negaranegara berkembang. 40
B. Penyelesaian Sengketa Alternatif Penyelesaian sengketa alternatif merupakan suatu terobosan baru dalam penyelesaian sengketa yang terjadi ditengah-tengah masyarakat pada saat ini. Penyelesaian sengketa alternatif dapat diberi batasan sebagai sekumpulan prosedur atau mekanisme yang berfungsi memberi alternatif atau pilihan suatu tata cara penyelesaian sengketa melalui bentuk alternatif penyelesaian sengketa atau arbitrase agar memperoleh putusan akhir dan mengikat para pihak. Secara
40
Ibid
Richad Sahat Silitonga : Mediasi Perbankan Sebagai Alternatif Penyelesaian Sengketa Antara Bank Dan Nasabah, 2007. USU Repository © 2009
41
umum, tidak selalu dengan melibatkan intervensi dan bantuan pihak ketiga independen yang diminta membantu memudahkan penyelesaian sengketa tersebut. Alternatif penyelesaian sengketa atau lebih dikenal dengan istilah Alternatif Disputes resolution yang disingkat ADR. Berbagai pengertian pada istilah ini, seperti Altschul mengatakan bahwa ADR adalah A trial of a case before a private tribunal agreed to the parties so as to save legal cost, avoid publicity, and avoid lengthy trial delays. Kemudian Jacqueline M. Nolan-Haley dalam bukunya berjudul Alternative Disputes Resolution In A Nutshell, menjelaskan bahwa ADR is an umbrella term which refers generally to alternatives to court adjudication of disputes such an negotiation, mediation, arbitration, mini trial, and summary jury trial. Berdasarkan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 30 tahun 1999 Tentang Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian Sengketa Pasal 1 angka 10, menyatakan pengertian alternatif penyelesaian sengketa adalah lembaga penyelesaian sengketa atau beda pendapat melalui prosedur yang disepakati para pihak, yakni penyelesaian di luar pengadilan dengan cara konsultasi, negosiasi, mediasi, konsiliasi, atau penilaian ahli. Istilah “alternatif” dalam ADR memang dapat menimbulkan kebingungan, seolah-olah mekanisme ADR pada akhirnya – khususnya dalam sengketa bisnis – akan menggantikan proses litigasi di pengadilan. Dalam kaitan ini perlu dipahami terlebih dahulu bahwa ADR adalah mekanisme penyelesaian sengketa yang berdampingan dengan penyelesaian sengketa melalui pengadilan. 41 Selanjutnya, ADR lazimnya dilakukan di luar yurisdiksi pengadilan. ADR dan penyelesaian sengketa melalui pengadilan dapat berjalan saling berdampingan. Oleh karena itu,
41
http://legalitas.org, diakses pada tanggal 12 September 2007
Richad Sahat Silitonga : Mediasi Perbankan Sebagai Alternatif Penyelesaian Sengketa Antara Bank Dan Nasabah, 2007. USU Repository © 2009
42
para hakim tidak perlu khawatir dengan digunakannya mekanisme ADR, pengadilan menjadi kurang pekerjaannya. Ada beberapa pendapat mengenai ADR atau Alternative Dispute Resolution (ADR). Pertama, ADR adalah mekanisme penyelesaian sengketa di luar pengadilan. Dalam konteks ini, mekanisme penyelesaian sengketa di luar pengadilan dapat berupa penyelesaian sengketa melalui arbitrase, negosiasi, mediasi, konsiliasi, dan lain-lain. Kedua, ADR adalah forum penyelesaian sengketa di luar pengadilan dan arbitrase. Hal ini mengingat penyelesaian sengketa melalui ADR tidak dilakukan oleh pihak ketiga. Sedangkan dalam forum pengadilan atau arbitrase, pihak ketiga (hakim atau arbiter) mempunyai kewenangan untuk memutus sengketa. ADR di sini hanya terbatas pada teknik penyelesaian sengketa yang bersifat kooperatif, seperti halnya negosiasi, mediasi, dan konsiliasi, serta teknik-teknik penyelesaian sengketa kooperatif lainnya. Ketiga, ADR adalah seluruh penyelesaian sengketa yang tidak melalui pengadilan tetapi juga tidak terbatas pada arbitrase, negosiasi, dan sebagainya. Dalam konteks ini, yang dimaksud dengan ADR termasuk juga penyelesaian sengketa yang diatur oleh peraturan perundang-undangan, tetapi berada di luar pengadilan, seperti Badan Penyelesaian Sengketa Pajak (BPSP), Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU), dan sebagainya. 42 Teknik atau prosedur teknis ADR di luar pengadilan yang sudah lazim dilakukan adalah: negosiasi, konsiliasi, mediasi, dan arbitrase. Arbitrase merupakan cara yang paling dikenal dan paling banyak digunakan oleh kalangan bisnis dan hukum.
42
Gunawan Widjaya, Alternatif Penyelesaian Sengketa, Cet.II, (Jakarta: PT Raja grafindo Persada, 2002), hal. 84 Richad Sahat Silitonga : Mediasi Perbankan Sebagai Alternatif Penyelesaian Sengketa Antara Bank Dan Nasabah, 2007. USU Repository © 2009
43
Teknik negosiasi, mediasi, dan konsiliasi tidak dikenal di Indonesia. Namun, secara tidak langsung masyarakat Indonesia telah menerapkan mekanisme ADR, yakni yang disebut musyawarah untuk mufakat. Asas musyawarah untuk mufakat telah lama dikenal dan dipromosikan oleh pemerintah sebagai suatu budaya bangsa Indonesia. Pada saat ini yang paling umum bentuk-bentuk alternatif penyelesaian sengketa yang dilakukan adalah: a. Konsultasi Meskipun konsultasi sebagai alternatif penyelesaian sengketa tersebut dalam Undang Undang Nomor 30 tahun 1999 tentang Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian Sengketa, namun tidak ada satu pasal pun yang menjelaskannya. Dengan mengutip Black’s Law Dictionary, Gunawan Widjaya dan Ahmad Yani menguraikan bahwa pada prinsipnya Konsultasi merupakan tindakan yang bersifat personal antara suatu pihak tertentu, yang disebut dengan “klien” dengan pihak lain yang merupakan “konsultan”, yang memberikan pendapatnya kepada klien tersebut untuk memenuhi keperluan dan kebutuhan kliennya tersebut. Tidak ada suatu rumusan yang mengharuskan klien mengikuti pendapat yang disampaikan konsultan.
Jadi hal ini konsultan hanyalah memberikan pendapat ,
sebagaimana diminta oleh kliennya, yang untuk selanjutnya keputusan mengenai penyelesaian sengketa tersebut akan diambil sendiri oleh para pihak meskipun adakalanya pihak konsultan juga diberikan kesempatan untuk merumuskan bentuk-bentuk penyelesaian sengketa yang dikehendaki oleh para pihak yang bersengketa tersebut.43
43
Ibid, hal. 86
Richad Sahat Silitonga : Mediasi Perbankan Sebagai Alternatif Penyelesaian Sengketa Antara Bank Dan Nasabah, 2007. USU Repository © 2009
44
b. Negosiasi Negosiasi merupakan kosakata yang sudah sering didengar. Negosiasi merupakan proses yang sering masyarakat lakukan dalam hidup dan sering pula tidak sadar tengah melakukan negosiasi. Untuk itu, perlu terlebih dahulu dijelaskan mengenai apa pengertian dari negosiasi berdasarkan kamus hukum dan beberapa pendapat ahli. Pengertian negosiasi menurut ensiklopedi online wikipedia, adalah Negotiation is the process whereby interested parties resolve disputes, agree upon courses of action, bargain for individual or collective advantage, and/or attempt to craft outcomes which serve their mutual interests. It is usually regarded as a form of alternative dispute resolution. 44 Negosiasi menurut kamus hukum Black’s Law dapat dijabarkan A consensual bargaining process in which the parties attempt to reach agreement on a disputed or potentially disputed matter. Negotiation usu. involves complete autonomy for the parties involved, without the intervention of third parties. Menurut Jaqueline M. Nolan-Haley pengertian negosiasi adalah: Negotiation may be generally defined as a consensual bargaining process in which parties attempt to reach agreement on a disputed or potentially disputed matterí. Negosiasi adalah proses bekerja untuk mencapai suatu perjanjian dengan pihak lain, suatu proses interaksi dan komunikasi yang sama dinamis dan 44
http://www.ahmadzakaria.net/blog/negosiasi-suatu-pengantar-teori-praktis/, pada tanggal 6 November 2007
diakses
Richad Sahat Silitonga : Mediasi Perbankan Sebagai Alternatif Penyelesaian Sengketa Antara Bank Dan Nasabah, 2007. USU Repository © 2009
45
variasinya, serta halus dan bernuansa, sebagaimana keadaan atau yang dapat dicapai orang. 45 Berdasarkan pengertian sebelumnya, negosiasi dipahami sebagai sebuah proses dimana para pihak ingin menyelesaikan permasalahan, melakukan suatu persetujuan untuk melakukan suatu perbuatan, melakukan penawaran untuk mendapatkan suatu keuntungan tertentu, dan atau berusaha menyelesaikan permasalahan untuk keuntungan bersama (win-win solution). Negosiasi biasa dikenal sebagai salah satu bentuk alternative dispute resolution. Dengan demikian, secara sederhana disimpulkan negosiasi adalah suatu cara bagi dua atau lebih pihak yang berbeda kepentingan baik itu berupa pendapat, pendirian, maksud, atau tujuan dalam mencari kesepahaman dengan cara mempertemukan penawaran dan permintaan dari masing-masing pihak sehingga tercapai suatu kesepakatan atau kesepahaman kepentingan baik itu berupa pendapat, pendirian, maksud, atau tujuan. Sarana negosiasi dalam alternatif penyelesaian sengketa telah dipandang sebagai sarana yang paling efektif. Lebih dari 80% (delapan puluh persen) sengketa di bidang bisnis tercapai penyelesaiannya melalui cara ini. 46 Alan Fowler menjelaskan negosiasi terdiri dari beberapa elemen yang merupakan prinsip-prinsip umum,yaitu : 1. Negosiasi melibatkan dua pihak atau lebih. 2. Pihak-pihak itu harus membutuhkan keterlibatan satu sama lain dalam mencapai hasil yang diinginkan bersama.
45
46
Gary Goodpaster, Op.Cit, hal. 1 Huala adolf, Op.Cit, hal. 3
Richad Sahat Silitonga : Mediasi Perbankan Sebagai Alternatif Penyelesaian Sengketa Antara Bank Dan Nasabah, 2007. USU Repository © 2009
46
3. Pihak-pihak yang bersangkutan, setidak-tidaknya pada awalnya menganggap negosiasi sebagai cara yang lebih memuaskan untuk menyelesaikan perbedaan dibandingkan metode-metode lain. 4. Masing-masing pihak harus beranggapan bahwa ada kemungkinan untuk membujuk pihak lain untuk memodifikasi posisi. 5. Setiap pihak harus mempunyai harapan akan sebuah hasil akhir yang diterima, dan suatu konsep tentang seperti apakah hasil akhir tersebut. 6. Masing-masing pihak harus mempunyai suatu tingkatan kuasa atas kemampuan pihak lain untuk bertindak. 7. Proses negosiasi itu sendiri pada dasarnya merupakan suatu interaksi diantara orang-orang, terutama antar komunikasi lisan yang langsung, walaupun kadang dengan elemen tertulis yang penting 47 Negosiasi sangat diperlukan karena sifatnya yang begitu erat dengan filosofi kehidupan manusia dimana setiap manusia memiliki sifat dasar untuk mempertahankan kepentingannya. Di sisi lain manusia lain juga memiliki kepentingan yang akan tetap dipertahankan, sehingga, terjadilah benturan kepentingan. Padahal, kedua pihak tersebut memiliki suatu tujuan yang sama, yaitu memenuhi kepentingan dan kebutuhannya. Apabila terjadi benturan kepentingan terhadap suatu hal, maka timbul suatu sengketa. Dalam penyelesaian sengketa dikenal berbagai macam cara, salah satunya negosiasi. Secara umum, tujuan dilakukannya negosiasi adalah mendapatkan atau memenuhi kepentingan yang telah direncanakan sebelumnya dimana hal yang diinginkan tersebut disediakan atau dimiliki oleh orang lain sehingga memerlukan negosiasi untuk
47
Joni Emirzon, Op.Cit, hal. 518
Richad Sahat Silitonga : Mediasi Perbankan Sebagai Alternatif Penyelesaian Sengketa Antara Bank Dan Nasabah, 2007. USU Repository © 2009
47
mendapatkan yang diinginkan. Dalam melakuakan negosiasi, kekuatan tawar menawar, pola tawar menawar, strategi dalam tawar menawar, sangat mempengaruhi jalannya negosiasi. 48 Negosiasi terjadi saat dua atau lebih kelompok bersedia melakukan negosiasi jika para pihak berhitung: 1. Masih mempunyai peluang untuk mendapat lebih banyak manfaat. 2. Jika tidak dilakukan negosiasi akan muncul situasi lebih buruk, semisal konflik terbuka, saling merugi dan sebagainya. 49 Artinya pada saat seseorang/ kelompok setuju membuka diri terhadap negosiasi, maka disadari bahwa para pihak berpikir masih memiliki peluang untuk mendapat lebih banyak manfaat, atau para pihak tengah menghindari kerugian lebih besar. Dengan demikian, sebelum negosiasi para pihak harus dapat memperhitungkan kelompok lain mengejar manfaat apa dan menghindari kerugian apa. Meskipun secara lahiriah manusia telah dibekali dengan kemampuan untuk bernegosiasi, namun untuk dapat bernegosiasi dengan baik, kemampuan dasar tersebut perlu dikembangkan. Adapun, beberapa kemampuan dasar untuk dapat bernegosiasi yang baik adalah sebagai berikut: 1. Kemampuan menentukan serangkaian tujuan, namun tetap fleksibel dengan sebagian diantaranya. Selain harus mampu mempertahankan serangkaian tujuan, dalam negosiasi, seorang negosiator harus mampu bersikap fleksibel dalam membaca keseimbangan atau perubahan posisi tawar yang terjadi selama negosiasi. 48 49
Garry Goodpaster, Op.Cit, hal. 11-21 Permainan Negosiasi, http://www.google.co.id, diakses pada tanggal 20 September
2007 Richad Sahat Silitonga : Mediasi Perbankan Sebagai Alternatif Penyelesaian Sengketa Antara Bank Dan Nasabah, 2007. USU Repository © 2009
48
2. Kemampuan untuk mencari kemungkinan-kemungkinan dari pilihan yang banyak. Dalam hal ini, seorang negosiator harus jeli membaca kemungkinan dan memprediksi konsekuensi yang dapat timbul dari masing-masing pilihan. Sebaiknya seorang negosiator sudah harus mampu memprediksi kemungkinan terbaik dan kemungkinan terburuk yang mungkin timbul. 3. Kemampuan untuk mempersiapkan dengan baik. Tidak ada negosiasi yang baik tanpa persiapan yang baik. Negosiator ulung selalu mempersiapkan segala sesuatu, mulai dari hal besar hingga hal kecil jauh sebelum pelaksanaan negosiasi. Namun, tak jarang, seorang negosiator harus mampu melakukan negosiasi pada saat yang tidak terduga. 4. Kompetensi interaktif, yaitu mampu mendengarkan dan menanyakan pihakpihak lain. Menjawab lebih mudah dari memberikan pertanyaan yang baik, karena setiap jawaban lahir karena ada pertanyaan. Tanpa adanya pertanyaan yang baik, jawaban yang baik tidak dapat diharapkan. 5. Kemampuan menentukan prioritas. Dalam negosiasi, segala hal yang dinegosiasikan adalah penting, hanya saja seorang negosiator harus mampu memberikan
prioritas
kepada
permasalahan
yang
ada,
hingga
tersusun dalam tingkatan prioritas. 50 Dengan memiliki kemampuan dasar tersebut, diharapkan negosiator sudah memiliki dasar pemikiran dan kemampuan untuk bernegosiasi. Selanjutnya, selain kemampuan dasar tersebut, seorang negosiator harus memiliki kemampuan berbicara (retorika) dan kemampuan memimpin
50
Gunawan Widjaya, Op.Cit, hal. 88
Richad Sahat Silitonga : Mediasi Perbankan Sebagai Alternatif Penyelesaian Sengketa Antara Bank Dan Nasabah, 2007. USU Repository © 2009
49
(leadership) serta manajemen yang baik agar mampu menentukan alur negosiasi dan melangsungkan negosiasi hingga tujuan tercapai. Dalam pelaksanaan negosiasi sesungguhnya tidak ada standardisasi proses atau tahapan baku yang menjadi tolak ukur baik tidaknya negosiasi. Tahapantahapan negosiasi dapat berkembang dengan sendirinya tergantung pada permasalahan yang dihadapi. Meskipun demikian, secara umum proses bernegosiasi memiliki pola sama, yaitu sebagai berikut. 1. Persiapan. Pada tahap ini, negosiator mulai mengadakan meeting internal untuk keperluan pengumpulan informasi relevan yang lengkap, pembentukan tim apabila diperlukan. Dalam rangka pembentukan tim, perlu diadakan pembagian peran, peran yang ada biasanya adalah: a. Pemimpin tim negosiator dengan tugas memimpin tim, memilih dan menentukan anggota tim, menentukan kebijakan khusus, dan mengendalikan anggota tim lainnya. b. Anggota kooperatif yang menunjukan simpati kepada pihak lain dan juga bertindak hati-hati agar pihak lain merasa kepentingannya tetap terlindungi. Peran ini seolah-olah mendukung penawaran pihak lain. c. Anggota oposisi yang bertugas untuk membantah argumentasi yang dilakukan pihak lain, anggota ini juga berusaha untuk membuka kelemahan dan merendahkan posisi tawar pihak lain. d. Sweeper yang bertugas sebagai problem solver pemecah kebuntuan dalam negosiasi, dan bertugas menunjukkan inkonsistensi pihak lain. 51
51
Joni Emirzon, Op.Cit, Hal. 519
Richad Sahat Silitonga : Mediasi Perbankan Sebagai Alternatif Penyelesaian Sengketa Antara Bank Dan Nasabah, 2007. USU Repository © 2009
50
2. Proposal. Pada tahap ini, negosiator dapat memilih, apakah langsung melakukan penawaran pertama atau menunggu pihak lain yang mengajukan penawaran. Dalam tahap ini, negosiator sudah harus siap mempelajari kemungkinankemungkinan yang ada. 3. Debat. Tahap ini merupakan tahap terpenting dalam suatu proses negosiasi. Dengan dilakukannya debat, dapat diketahui seberapa jauh kepentingan dapat dipertahankan atau diteruskan dan seberapa jauh kepentingan pihak lain akan diterima. Tahap ini diisi dengan argumentasi dari masing-masing pihak. 4. Tawar-menawar. Setelah diadakan proposal dan debat, negosiator mengadakan tawarmenawar atas kepentingan pihaknya maupun pihak lain. Dalam tahap ini argumentasi sudah tidak terlalu diperlukan, yang diperlukan adalah fakta, data, dan kemampuan untuk mencapai tujuan negosiasi. 5. Penutup. Suatu negosiasi dapat berakhir dengan berbagai kemungkinan. Antara lain, negosiasi berhasil, negosiasi gagal, negosiasi ditunda, negosiasi deadlock, para pihak walk-out, dan lainnya. Apabila negosiasi berhasil, direkomendasikan untuk membuat semacam memorandum of understanding (MoU) untuk keperluan para pihak menekan pihak lainnya untuk menjalankan kesepakatan hasil negosiasi (contract enforcement). 52
52
Ibid, hal. 520
Richad Sahat Silitonga : Mediasi Perbankan Sebagai Alternatif Penyelesaian Sengketa Antara Bank Dan Nasabah, 2007. USU Repository © 2009
51
b. Mediasi atau Pendamaian Mediasi merupakan suatu proses penyelesaian sengketa dimana para pihak yang berselisih memanfaatkan bantuan pihak ketiga yang independen atau bertindak sebagai mediator, akan tetapi tidak diberi wewenang untuk mengambil keputusan yang mengikat. Menggunakan berbagai prosedur, teknik dan ketrampilan membantu para pihak untuk menyelesaikan perselisihan melalui perundingan. Mediator juga merupakan seorang fasilitator yang dalam beberapa bentuk mediasi memberikan evaluasi yang tidak mengikat mengenai nilai perselisihan jika diperlukan, tetapi tidak diberi wewenang membuat keputusan yang mengikat. Pendamaian merupakan istilah yang kadang dipakai secara bergantian dengan mediasi, dan dipakai untuk membedakan salah satu proses (seringkali mediasi) yang melibatkan peran mediator yang aktif, sedangkan pendamaian melibatkan sistem mediasi yang membantu, walaupun di dalam praktek tidak tampak secara nyata perbedaannya. 53 Mediasi, yaitu seperangkat proses yang membantu para pihak yang bersengketa untuk sepakat dengan masalah-masalah tertentu. Gary Goodpaster mengatakan bahwa mediasi merupakan proses negosiasi penyelesaian masalah di mana suatu pihak luar, tidak berpihak, netral tidak bekerja bersama pihak yang bersengketa untuk membantu guna mencapai suatu kesepakatan hasil negosiasi yang memuaskan. Tidak seperti halnya dengan para hakim dan arbiter, mediator mempunyai wewenang untuk memutuskan sengketa antara pihak; malahan para pihak
memberi
kuasa
pada
mediator
untuk
membantu
menyelesaikan
53
H. Priyatna Abdurrasyid, Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian Sengketa Suatu Pengantar, (Jakarta: PT. Fikahati Aneska, 2002), hal. 23 Richad Sahat Silitonga : Mediasi Perbankan Sebagai Alternatif Penyelesaian Sengketa Antara Bank Dan Nasabah, 2007. USU Repository © 2009
52
permasalahan. Dalam tahun-tahun belakangan ini pengadilan, masyarakat dan industri semakin mengarah pada mediasi sebagai suatu metode yang lebih disukai dalam penyelesaian jenis sengketa tertentu. Proses mediasi dipandang sebagai proses yang lebih sederhana dari segi prosedur dan relatif lebih murah. Proses mediasi ini akan memungkinkan pihakpihak untuk menentukan apa yang memuaskan dengan mengarahkan masalahmasalah sempit dalam konflik untuk fokus kepada situasi dan kondisi mendasar yang turut memberikan kontribusi terhadap konflik. Mediator dapat membantu pihak-pihak dalam mengungkapkan agenda tersembunyi dan ungkapan emosional yang tidak terungkap melalui ketentuan pembuktian dan prosedur. Dalam proses mediasi, pihak ketiga yang bersifat netral akan membantu mencapai perjanjian yang adil. Inti aktifitas dalam proses ini adalah pertukaran informasi (bargaining) dan aktifitas ini dapat dilaksanakan dalam berbagai pertemuan bersama, dalam acara-acara pribadi yang dikenal sebagai kaukus atau keduanya. 54 Pada tanggal 11 September 2003 Mahkamah Agung telah mengeluarkan Peraturan Mahkamah Agung (PERMA) Nomor 2 Tahun 2003 yang mengatur tentang mediasi. Ada 2 jenis mediasi, yaitu di luar dan di dalam pengadilan. Mediasi di luar pengadilan di Indonesia terdapat dalam beberapa undang-undang yang sudah dimuat, seperti UU tentang Lingkungan, UU tentang Kehutanan, UU tentang Ketenagakerjaan dan UU tentang Perlindungan Konsumen. Dalam mediasi, kekuasaan tertinggi ada di para pihak masing-masing yang bersengketa. Mediator sebagai pihak ketiga yang dianggap netral hanya membantu atau memfasilitasi jalannya proses mediasi saja. Proses mediasi
54
Bismar Nasution (1), Op.Cit Hal. 4
Richad Sahat Silitonga : Mediasi Perbankan Sebagai Alternatif Penyelesaian Sengketa Antara Bank Dan Nasabah, 2007. USU Repository © 2009
53
menghasilkan suatu kesepakatan antara para pihak. Kesepakatan para pihak ini lebih kuat sifatnya dibandingkan putusan pengadilan, karena merupakan hasil dari kesepakatan para pihak. Artinya kesepakatan itu adalah hasil kompromi atau jalan yang telah dipilih untuk disepakati demi kepentingan-kepentingan para pihak. Sedangkan dalam putusan pengadilan ada pihak lain yang memutuskan, yaitu hakim. Dengan kata lain putusan pengadilan itu bukan hasil kesepakatan para pihak.
55
Apabila melihat pada PERMA, proses mediasi itu bersifat mandatory atau wajib. 56 Mediasi ini sebenarnya dibentuk untuk menindaklanjuti Pasal 130 HIR dan 154 Rbg. Dalam Pasal tersebut dikatakan bahwa, jika para pihak menghadap ke pengadilan dengan perantara keduanya maka hakim mencoba mendamaikan, artinya majelis hakim wajib mencoba mendamaikan para pihak. Jika hakim atau ketua majelis tidak menawarkan perdamaian maka persidangan tersebut batal demi hukum. Salah satu bentuk usaha untuk mendamaikan tersebut adalah melalui proses mediasi. Oleh karena itu dalam PERMA ini mediasi bersifat wajib. Proses mediasi itu pada awalnya sama seperti berperkara di pengadilan, dimana penggugat mendaftarkan perkaranya. Kemudian pada hari pertama sidang hakim mewajibkan para pihak untuk menempuh mediasi. Perma ini juga memberikan beberapa pilihan. Artinya mediator itu tidak harus hakim, tapi juga non-hakim, dan tidak harus di pengadilan, namun dapat juga di luar pengadilan. Yang paling penting hakim dengan sedemikian rupa mencoba mendamaikan melalui mediasi. Alternatifnya, ada para pihak yang tetap tidak mau damai/ mediasi karena ada perasaan negatif dengan institusi pengadilan jika proses 55
MaPPI FHUI, Mediasi Sebagai Alternatif Penyelesaian Sengketa, www.pemantauperad ilan.com, diakses pada tanggal 20 September 2007 56 M. Yahya Harahap, Hukum Acara Perdata, (Jakarta: Sinar Grafika, 2005), Hal. 239 Richad Sahat Silitonga : Mediasi Perbankan Sebagai Alternatif Penyelesaian Sengketa Antara Bank Dan Nasabah, 2007. USU Repository © 2009
54
mediasinya dilaksanakan di dalam pengadilan. Oleh sebab itu para pihak dapat melakukan proses mediasi di luar pengadilan, tetapi terlebih dahulu sudah mendaftar seperti halnya dalam mendaftar perkara biasa. Kemudian hakim membuka sidang dan menawarkan serta mengupayakan perdamaian atau mediasi. Pengupayaan itu dilakukan pada saat sidang yang pertama kali. Hal itu telah diatur dalam hukum acara sendiri. Jadi para pihak harus menempuh proses perdamaian itu. Jika memilih mediator di luar pengadilan waktu paling lama 30 hari, dan jika dalam pengadilan itu sendiri paling lama 22 hari. 57 Sebelum memulai proses persidangan, hakim mengupayakan perdamaian terlebih dahulu, yaitu dengan menawarkan apakah para pihak bersedia untuk menyelesaikan perselisihan melalui mediasi atau tidak. Para pihak diberi jangka waktu satu hari untuk memilih mau melaksanakan proses mediasi dimana. Jika tidak dapat mengambil keputusan akan hal itu maka hakim yang akan memutuskan dimana proses mediasi akan dilaksanakan. Jika proses mediasi dilaksanakan di dalam maka para pihak boleh memilih hakim-hakim yang akan jadi mediatornya. Untuk memulai suatu proses mediasi di pengadilan itu para pihak dalam hal ini penggugat harus mengajukan gugatan, pendaftaran perkara, melalui Ketua Pengadilan Negeri untuk menunjuk majelis hakim dan pada hari yang ditentukan yaitu pada hari pertama sidang majelis hakim harus mengupayakan perdamaian kepada para pihak. Dengan mengupayakan perdamaian itu diarahkan agar para pihak melalui proses mediasi dulu. Dalam PERMA tentang Mediasi ditentukan bahwa majelis hakim yang menangani perkara itu berbeda dengan mediator yang
57
Ibid, hal. 251
Richad Sahat Silitonga : Mediasi Perbankan Sebagai Alternatif Penyelesaian Sengketa Antara Bank Dan Nasabah, 2007. USU Repository © 2009
55
nanti akan mencoba mendamaikan kedua belah pihak. Jadi jika sebelumnya ada kekhawatiran bahwa pandangan terhadap hakim itu naturenya selalu keras , maka dengan adanya PERMA ini pandangan seperti harus diubah, karena hakim itu tidak selalu bersifat memutus. Selain itu mediator yang ada di pengadilan atau yang akan ada di proses mediasi itu sebelumnya telah mendapat pelatihan. Dalam PERMA ini yang menjadi mediator ada 2, yaitu hakim dan non-hakim yang akan melewati pelatihan khusus mediator. Kesepakatan damai yang telah dicapai para pihak harus merupakan acceptable solution. Jadi kesepakatan tersebut merupakan kesepakatan yang diterima oleh kedua belah pihak dan menguntungkan kedua belah pihak. 58 Tidak harus win-win solution, tetapi ada garis yang dapat diambil menjadi kesepakatan. Artinya kedua belah pihak sama-sama menerima keputusan itu, karena kalau misalnya ternyata kedua belah pihak tidak menerima keputusan maka akan berpengaruh kepada implementasi dari kesepakatan itu. Berjalannya proses mediasi tidak terlepas dari peran seorang mediator. Mediator memegang peranan penting dalam menjalankan proses mediasi. Secara umum terdapat 6 (enam) tugas mediator : 1. Menjalin hubungan dengan para pihak yang bersengketa agar tidak menjadi takut untuk mengemukakan pendapat. 2. Memilih strategi untuk membimbing proses mediasi dan mengumpulkan serta menganalisa proses mediasi dan latar belakang sengketa. Hal ini penting untuk dilakukan agar mediator dalam mengarahkan mengetahui jalur penyelesaian sengketa dan selanjutnya menyusun rencana-rencana
58
Ibid, hal. 266
Richad Sahat Silitonga : Mediasi Perbankan Sebagai Alternatif Penyelesaian Sengketa Antara Bank Dan Nasabah, 2007. USU Repository © 2009
56
mediasi serta membangun kepercayaan dan kerjasama. Bentuk mediasi dapat berupa sidang-sidang mediasi. 3. Mampu untuk merumuskan masalah dan menyusun agenda, karena kadang sebenarnya jika dalam persengketaan itu ada kepentingan lain yang dalam teori alternatif dispute resolution (ADR) disebut interest base/ apa yang benar-benar para pihak inginkan. Interest base itu kadang tidak terungkap di luar proses ADR. 4. Mengungkapkan kepentingan tersembunyi/ iktikad tidak baik dari para pihak. 5. Membangkitkan pilihan penyelesaian sengketa, pintar dan jeli dalam memandang suatu masalah. 6. Menganalisa pilihan-pilihan tersebut untuk diberikan kepada para pihak dan akhirnya sampai pada proses tawar-menawar akhir dan tercapai proses penyelesaian secara formal berupa kesepakatan antar para pihak. 59 Mediator harus mampu untuk menggali masalah, termasuk masalah yang tidak terungkap. Tahap ini kurang lebih merupakan tahap pembuktian apabila di sidang pengadilan. Untuk memperoleh data-data yang belum terungkap, maka keahlian dari si mediator sangat diperlukan. Jadi si mediator harus mencoba untuk menggali kepentingan-kepentingan dan mencoba supaya para pihak dapat mengerti dan kemudian menyusun solusinya. Mediator harus berhati-hati dalam mengemukakan atau menggali kepentingan-kepentingan yang ada. Jika ia tidak berhati-hati maka mediator itu akhirnya dapat tidak lagi dinyatakan netral.
59
MaPPI FHUI, Op.Cit
Richad Sahat Silitonga : Mediasi Perbankan Sebagai Alternatif Penyelesaian Sengketa Antara Bank Dan Nasabah, 2007. USU Repository © 2009
57
Setelah pemilihan penunjukan mediator, para pihak wajib menyerahkan fotokopi dokumen yang memuat duduk perkara, fotokopi surat-surat yang diperlukan dan hal-hal lain yang terkait dengan sengketa kepada mediator dan para pihak. Semua hal itu harus diungkapkan dalam proses mediasi untuk memudahkan para pihak. Namun dalam proses mediasi, dimungkinkan pemanggilan saksi ahli atas persetujuan para pihak, untuk memberikan penjelasan dan pertimbangan yang dapat membantu para pihak dalam menyelesaikan sengketanya. Semua biaya jasa ahli itu ditanggung oleh para pihak berdasarkan kesepakatan. Namun apabila proses mediasi tersebut tidak berhasil dan para pihak ternyata melanjutkan perselisihan tersebut ke pengadilan, maka sebaiknya dipakai saksi ahli yang lain, kecuali orang yang ahli di bidang itu hanya sedikit atau hanya satu orang. Saksi ahli itu dipanggil untuk penyelesaian perbedaan sesuai dengan ilmu dan keahliannya. Apa yang saksi ahli ungkapkan pada proses mediasi maupun pengadilan itu sifatnya bukan untuk memihak salah satu pihak melainkan berbicara mengenai fakta sebenarnya. Fungsi mediator disini hanya mengarahkan saja. Perlu tidaknya keterangan saksi ahli tergantung para pihak. 60 Jangka waktu proses mediasi telah ditentukan dalam PERMA. Untuk mediasi di luar pengadilan jangka waktunya 30 hari (Pasal 5 ayat(1) PERMA Nomor 2 Tahun 2003). Sedangkan apabila proses mediasi tersebut berjalan di dalam pengadilan, maka jangka waktu proses mediasi tersebut adalah 22 hari (Pasal 9 ayat(5) PERMA). setelah penunjukan mediator, kemudian dimintakan penetapan oleh hakim. Jika dalam batas waktu yang ditentukan yaitu 22 atau 30 hari itu tidak tercapai kata sepakat mediasi itu wajib dinyatakan gagal oleh
60
M. Yahya Harahap, Op.Cit, hal 264
Richad Sahat Silitonga : Mediasi Perbankan Sebagai Alternatif Penyelesaian Sengketa Antara Bank Dan Nasabah, 2007. USU Repository © 2009
58
mediator dan hal itu harus dilaporkan oleh mediator ke majelis hakimnya untuk melanjutkan pemeriksaan perkara dengan proses biasa. Proses mediasi di luar pengadilan artinya tetap di lingkungan pengadilan, tapi mediatornya bukan berasal dari mediator yang ada dalam daftar mediator yang diajukan pengadilan. Pada dasarnya proses mediasi tertutup untuk umum kecuali untuk kasuskasus publik seperti lingkungan, yang melibatkan banyak pihak. Apabila dalam jangka waktu yang telah ditentukan namun proses mediasi belum berhasil, maka dokumen-dokumen yang dipakai pada saat proses mediasi tidak boleh dipergunakan di persidangan. Larangan tersebut didasari dengan alasan untuk menghindari hal-hal yang tidak diinginkan jika misalnya ada pihak yang beritikad tidak baik. Yang harus dimusnahkan adalah notulen atau catatan mediator. Selain itu pengakuan para pihak yang ada dalam proses mediasi itu juga tidak boleh dibeberkan lagi pada saat sidang. Bahkan mediator atau salah satu pihak yang terlibat dalam proses mediasi juga tidak dapat diminta menjadi saksi dalam persidangan untuk kasus yang sama. 61 Sebagaimana telah diuraikan di atas, maka hasil dari proses mediasi dalah kesepakatan antar para pihak. Kesepakatan tersebut dituangkan dalam suatu akta perdamaian yang bersifat final dan binding serta berkekuatan hukum tetap. Sehingga mekanisme pengawasan pelaksanaan kesepakatan tersebut sama seperti eksekusi putusan biasa yang berkekuatan hukum tetap, yaitu dari pihak pengadilan sendiri.
61
Ibid, hal 269
Richad Sahat Silitonga : Mediasi Perbankan Sebagai Alternatif Penyelesaian Sengketa Antara Bank Dan Nasabah, 2007. USU Repository © 2009
59
c. Konsiliasi Konsiliasi adalah salah satu bentuk cara penyelesaian sengketa. Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, konsiliasi diartikan usaha mempertemukan keinginan pihak-pihak yang bersengketa untuk mencapai persetujuan dan menyelesaikan perselisihan. Konsiliasi menurut Oppenheim adalah proses penyelesaian sengketa dengan menyerahkannya kepada suatu komisi orang-orang yang bertugas untuk menguraikan atau menjelaskan fakta-fakta dan membuat usulan-usulan untuk suatu penyelesaian, namun keputusan tersebut tidak mengikat. Proses yang berkembang di Amerika Serikat, konsiliasi merupakan tahap awal dari proses mediasi, dengan acuan penerapan apabila terhadap seseorang diajukan proses mediasi, dan tuntutan yang diajukan claimant dapat diterimanya dalam kedudukannya sebagai respondent. Dalam tahap demikian telah diperoleh penyelesaian tanpa melanjutkan pembiayaan, karena pihak respondent dengan iktikad baik bersedia menerima apa yang dikemukakan oleh claimant. Cara penyelesaian dengan goodwill yang demikian ini disebut dengan konsiliasi winning over by goodwill. 62 Pada mulanya konsiliasi timbul dalam penyelesaian sengketa internasional diatur dalam perjanjian antara Swedia dan Chili pada tahun 1920, kemudian tahun 1922 konsiliasi dan arbitrase ditetapkan sebagai alternatif menyelesaikan sengketa dalam suatu perjanjian yang dibuat antara Jerman dan Swiss. Tahun 1975 perjanjian antara Prancis dan Swiss mendefenisikan fungsi komisi konsiliasi permanen dalam batasan yang menjadi model, kemudian dalam empat perjanjian
62
Joni Emirzon, Op.Cit, hal 546
Richad Sahat Silitonga : Mediasi Perbankan Sebagai Alternatif Penyelesaian Sengketa Antara Bank Dan Nasabah, 2007. USU Repository © 2009
60
Locarno, Jerman setuju dengan Belgia, Cekoslovakia, dan Polandia yang menyatakan bahwa semua sengketa yang terjadi di negara ini harus tunduk pada penyelesaian konsiliasi kecuali pihak-pihak setuju menyerahkan sengketa itu pada penyelesaian yudisial atau arbitrase. 63 Pada umumnya alasan responden memenuhi tuntutan secara goodwill adalah responden menyadari sejauh mana seriusnya persengketaan, tidak ingin permasalahannya dicampuri oleh pihak ketiga. Praktek di Australia, konsiliasi lebih banyak dikaitkan dengan fungsi badan administrasi atau tata usaha negara yang diatur dan dijamin undang-undang. Dalam upaya menyelesaikan sengketa : 1. Konsiliator tidak mesti mengadakan pertemuan dan pembicaraan dengan kedua belah pihak di suatu tempat. 2. Putusan yang diambilnya dapat dijadikan resolusi yang dapat dipaksakan kepada kedua belah pihak. Konsiliasi tidak saja berkembang dibeberapa negara, secara internasional lembaga ini juga sering dipergunakan para pihak, apabila terjadi sengketa yang bersifat internasional. Dalam penyelesaian sengketa internasional istilah konsiliasi diartikan “suatu upaya untuk menyelesaikan sengketa internasional dalam keadaan apapun dimana suatu komisi yang dibentuk oleh pihak-pihak, baik yang bersifat tetap atau ad hoc untuk menangani suatu sengketa, berada pada suatu pemeriksaan yang tidak memihak atas sengketa tersebut dan berusaha untuk menentukan batas penyelesaian yang dapat diterima oleh para pihak, atau memberi pihak-pihak pandangan untuk menyelesaikannya. 64
63 64
Ibid, hal. 547 Ibid, hal. 547
Richad Sahat Silitonga : Mediasi Perbankan Sebagai Alternatif Penyelesaian Sengketa Antara Bank Dan Nasabah, 2007. USU Repository © 2009
61
d. Arbitrase Menurut Black's Law Dictionary pengertian arbitrase adalah: An arrangement for taking an abiding by the judgement of selected persons in some disputed matter, instead of carrying it to establish tribunals of justice, and is intended to avoid the formalities, the delay, the expense and vexation of ordinary litigation. Menurut Pasal 1 angka 1 Undang Undang Nomor 30 tahun 1999 Arbitrase adalah cara penyelesaian suatu sengketa perdata di luar pengadilan umum yang berdasarkan pada perjanjian arbitrase yang dibuat secara tertulis oleh para pihak yang bersengketa. Pada dasarnya arbitrase dapat berwujud dalam 2 (dua) bentuk, yaitu :
1. Klausula arbitrase yang tercantum dalam suatu perjanjian tertulis yang dibuat para pihak sebelum timbul sengketa (factum de compromitendo) 2. Suatu perjanjian Arbitrase tersendiri yang dibuat para pihak setelah timbul sengketa (Akta Kompromis). Sengketa yang dapat diselesaikan melalui arbitrase hanyalah sengketa di bidang perdagangan dan hak yang menurut hukum dan peraturan perundangundangan dikuasai sepenuhnya oleh pihak yang bersengketa. 65 Dengan demikian arbitrase hanya dapat diterapkan untuk masalah-masalah perdagangan. Adapun kegiatan dalam bidang perdagangan itu antara lain: perniagaan, perbankan, keuangan, penanaman modal, industri dan hak milik intelektual. Sementara itu Pasal 5 ayat (2) Undang-Undang Nomor 30 Tahun 1999 memberikan perumusan negatif bahwa sengketa-sengketa yang dianggap tidak dapat diselesaikan melalui 65
Lihat Pasal 5 Undang-Undang Nomor 30 tahun 1999
Richad Sahat Silitonga : Mediasi Perbankan Sebagai Alternatif Penyelesaian Sengketa Antara Bank Dan Nasabah, 2007. USU Repository © 2009
62
arbitrase adalah sengketa yang menurut peraturan perundang-undangan tidak dapat diadakan perdamaian sebagaimana diatur dalam KUH Perdata Buku III Bab kedelapan belas Pasal 1851 sampai Pasal 1854. Pasal 52 Undang-Undang Nomor 30 tahun 1999 menyatakan bahwa para pihak dalam suatu perjanjian berhak untuk memohon pendapat yang mengikat dari Lembaga Arbitrase atas hubungan hukum tertentu dari suatu perjanjian. Ketentuan ini pada dasarnya merupakan pelaksanaan dari pengertian tentang lembaga arbitrase yang dimuat dalam Pasal 1 angka 8 Undang Undang nomor 30 tahun 1999, lembaga arbitrase adalah badan yang dipilih oleh para pihak yang bersengketa untuk memberikan putusan mengenai sengketa tertentu, lembaga tersebut juga dapat memberikan pendapat yang mengikat mengenai suatu hubungan hukum tertentu dalam hal belum timbul sengketa. Pendapat hukum yang diberikan lembaga arbitrase bersifat mengikat (binding) oleh karena pendapat yang diberikan tersebut akan menjadi bagian yang tidak terpisahkan dari perjanjian pokok. Setiap pendapat yang berlawanan terhadap pendapat hukum yang diberikan tersebut berarti pelanggaran terhadap perjanjian atau wanprestasi (breach of contract). Oleh karena itu tidak dapat dilakukan perlawanan dalam bentuk upaya hukum apapun. 66 Putusan arbitrase bersifat mandiri, final dan mengikat (seperti putusan yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap) sehingga pengadilan tidak diperkenankan memeriksa alasan atau pertimbangan dari putusan arbitrase nasional tersebut. Keberadaan arbitrase sebagai salah satu alternatif penyelesaian sengketa sebenarnya sudah lama dikenal meskipun jarang dipergunakan. Arbitrase
66
http://www.uika-bogor.ac.id/jur0.htm, diakses pada tanggal 12 Oktober 2007
Richad Sahat Silitonga : Mediasi Perbankan Sebagai Alternatif Penyelesaian Sengketa Antara Bank Dan Nasabah, 2007. USU Repository © 2009
63
diperkenalkan di Indonesia bersamaan dengan dipakainya Reglement Op De Rechtsvordering (RV) dan Het Herziene Indonesisch Reglement (HIR) ataupun Rechtsreglement Bitengewesten (RBG), karena semula arbitrase ini diatur dalam Pasal 615 s/d 651 RV. Ketentuan-ketentuan tersebut sekarang ini sudah tidak berlaku lagi dengan diundangkannya Undang Undang Nomor 30 tahun 1999. Dalam Undang Undang nomor 14 tahun 1970 (tentang Pokok Pokok Kekuasaan Kehakiman) keberadaan arbitrase dapat dilihat dalam penjelasan Pasal 3 ayat (1) yang antara lain menyebutkan bahwa penyelesaian perkara di luar pengadilan atas dasar perdamaian atau melalui arbitrase tetap diperbolehkan, akan tetapi putusan arbiter hanya mempunyai kekuatan eksekutorial setelah memperoleh izin atau perintah untuk dieksekusi dari Pengadilan. Arbitrase dapat berupa arbitrase sementara (ad-hoc) maupun arbitrase melalui badan permanen (institusi). Arbitrase ad-hoc dilaksanakan berdasarkan aturan-aturan yang sengaja dibentuk untuk tujuan arbitrase, misalnya UU Nomor 30 Tahun 1999 tentang Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian Sengketa atau UNCITRAL Arbitarion Rules. Pada umumnya arbitrase ad-hoc ditentukan berdasarkan perjanjian yang menyebutkan penunjukan majelis arbitrase serta prosedur pelaksanaan yang disepakati oleh para pihak. Penggunaan arbitrase ad-hoc perlu disebutkan dalam sebuah klausul arbitrase. 67 Arbitrase institusi adalah suatu lembaga permanen yang dikelola oleh berbagai badan arbitrase berdasarkan aturan-aturan yang ditentukan sendiri. Saat ini dikenal berbagai aturan arbitrase yang dikeluarkan oleh badan-badan arbitrase seperti Badan Arbitrase Nasional Indonesia (BANI), atau yang internasional
67
Ibid
Richad Sahat Silitonga : Mediasi Perbankan Sebagai Alternatif Penyelesaian Sengketa Antara Bank Dan Nasabah, 2007. USU Repository © 2009
64
seperti The Rules of Arbitration dari The International Chamber of Commerce (ICC) di Paris, The Arbitration Rules dari The International Centre for Settlement of Investment Disputes (ICSID) di Washington. Badan-badan tersebut mempunyai peraturan dan sistem arbitrase sendiri-sendiri BANI (Badan Arbitrase Nasional Indonesia) memberi standar klausul arbitrase yakni semua sengketa yang timbul dari perjanjian ini, akan diselesaikan dan diputus oleh Badan Arbitrase Nasional Indonesia (BANI) menurut peraturanperaturan prosedur arbitrase BANI, yang keputusannya mengikat kedua belah pihak yang bersengketa,sebagai keputusan dalam tingkat pertama dan terakhir. Standar klausul arbitrase UNCITRAL (United Nation Comission of International Trade Law) adalah setiap sengketa, pertentangan atau tuntutan yang terjadi atau sehubungan dengan perjanjian ini, atau wan prestasi, pengakhiran atau sah tidaknya perjanjian akan diselesaikan melalui arbitrase sesuai dengan aturanaturan UNCITRAL.” 68 Pelaksanaan putusan arbitrase nasional diatur dalam Pasal 59 s/d Pasal 64 Undang-Undang Nomor 30 Tahun 1999. Pada dasarnya para pihak harus melaksanakan putusan secara sukarela. Agar putusan arbitrase dapat dipaksakan pelaksanaanya, putusan tersebut harus diserahkan dan didaftarkan pada kepaniteraan pengadilan negeri, dengan mendaftarkan dan menyerahkan lembar asli atau salinan autentik putusan arbitrase nasional oleh arbiter atau kuasanya ke panitera Pengadilan Negeri, dalam waktu 30 (tiga puluh) hari setelah putusan arbitase diucapkan. Putusan Arbitrase nasional bersifat mandiri, final dan mengikat. 68
Erman Rajagukguk, Arbitrase Dalam Putusan Pengadilan, (Jakarta: Chandra Pratama, , 2000), hal. 4 Richad Sahat Silitonga : Mediasi Perbankan Sebagai Alternatif Penyelesaian Sengketa Antara Bank Dan Nasabah, 2007. USU Repository © 2009
65
Pelaksanaan putusan-putusan arbitrase asing di Indonesia didasarkan pada ketentuan Konvensi Jenewa 1927, dan pemerintah Belanda yang merupakan negara peserta konvensi tersebut menyatakan bahwa Konvensi berlaku juga di wilayah Indonesia. Pada tanggal 10 Juni 1958 di New York ditandatangani UN Convention on the Recognition and Enforcement of Foreign Arbitral Award. Indonesia telah mengaksesi Konvensi New York tersebut dengan Keputusan Presiden Nomor 34 Tahun 1981 pada 5 Agustus 1981 dan didaftar di Sekretaris PBB pada 7 Oktober 1981. Pada 1 Maret 1990 Mahkamah Agung mengeluarkan Peraturan Mahkamah Agung Nomor 1 tahun 1990 tentang Tata Cara Pelaksanaan Putusan arbitrase Asing sehubungan dengan disahkannya Konvensi New York 1958. Dengan adanya PERMA tersebut hambatan bagi pelaksanaan putusan arbitrase asing di Indonesia seharusnya dapat diatasi. Tapi dalam prakteknya kesulitan-kesulitan masih ditemui dalam eksekusi putusan arbitrase asing. 69
C. Penyelesaian Sengketa Alternatif Di Indonesia Pengembangan alternatif penyelesaian sengketa di Indonesia dan Amerika mempunyai latar belakang yang berbeda. Di Indonesia alternatif penyelesaian sengketa
merupakan
bagian
dari tradisi
masyarakat,
oleh
karena
itu
pengembangannya sangat dipengaruhi oleh faktor budaya. 70 Namun faktor ketidakefisienan penyelesaian sengketa melalui pengadilan turut memperkuat komitmen menggunakan ADR. Sedangkan di Amerika mediasi secara sengaja dikembangkan karena pertimbangan efisiensi untuk menghindari penyelesaian
69
http://jurnalhukum.blogspot.com, diakses pada tanggal 7 Oktober 2007 Susanti Adi Nugroho, Mediasi Perbankan, Disampaikan Pada “Diskusi Terbatas Mengenai Mediasi Perbankan, Kerjasama Bank Indonesia dengan Kajian Hukum Bisnis Fakultas Hukum Sriwijaya”, (Palembang, tanggal 12 April 2007), hal. 26 70
Richad Sahat Silitonga : Mediasi Perbankan Sebagai Alternatif Penyelesaian Sengketa Antara Bank Dan Nasabah, 2007. USU Repository © 2009
66
sengketa di pengadilan yang dianggap tidak lagi efisien. Dengan demikian budaya masyarakat Indonesia telah memberikan landasan yang kuat bagi pengembangan ADR di Indonesia. Pemerintah Indonesia dalam pengembangan ADR telah membuat beberapa perundang-undangan sebagai landasan penerapan ADR seperti : 1. Di bidang lingkungan hidup melalui UU Nomor 23 tahun 1997 tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup. 2. Di bidang perburuhan melalui UU Hubungan Industrial 3. Di bidang keperdataan dan bisnis melalui UU Nomor 30 tahun 1999 4. Di bidang hak atas kekayaan intelektual, antara lain melalui: a. UU nomor 14 tahun 2001 tentang Paten b. UU nomor 15 tahun 2001 tentang Merek c. UU nomor tahun 2000 tentang Perlindungan Varietas Tanaman d. UU nomor tahun 2000 tentang Rahasia Dagang e. UU nomor tahun 2000 tentang Desain Industri f. UU nomor tahun 2000 tentang Desain Tata Letak Sirkuit Terpadu g. UU nomor 19 tahun 2002 tentang Hak Cipta h. UU nomor 8 tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen 71 Pada saat ini ada lebih dari 300 lembaga yang bergerak di bidang ADR di Indonesia. Lembaga-lembaga tersebut antara lain BANI, Indonesian Center for Environmental Law (ICEL) di Jakarta, Pusat Pilihan Penyelesaian sengketa (PKPPS) di Universitas Andalas, Yayasan lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) di Jakarta, Pusat Penyelesaian Perselisihan Bisnis Indonesia(P3BI), Indonesian
71
Ibid, hal. 28
Richad Sahat Silitonga : Mediasi Perbankan Sebagai Alternatif Penyelesaian Sengketa Antara Bank Dan Nasabah, 2007. USU Repository © 2009
67
Institute for Conflict Transformation (IICT), Pusat Mediasi Nasional, dan lembaga-lembaga lain yang bukan lembaga khusus mediasi, namun juga menerapkan proses mediasi dalam penyelesaian sengketa seperti LBH Jakarta, Badan Penasihat Pembinaan dan Pelestarian Perkawinan (BP4). Lembaga yang muncul belakangan seperti BAPMI, BASYARNAS (Badan Arbitrase Syariah Nasional) dan di bidang perbankan seperti Lembaga Mediasi Perbankan melalui PBI No.8/5/PBI/2006 tentang Mediasi Perbankan, dalam penyelesaian sengketa antara bank dan nasabah di Indonesia yang saat ini masih dijalankan oleh Bank Indonesia, menunggu terbentuknya Lembaga Mediasi Perbankan
Richad Sahat Silitonga : Mediasi Perbankan Sebagai Alternatif Penyelesaian Sengketa Antara Bank Dan Nasabah, 2007. USU Repository © 2009
68
BAB IV MEDIASI PERBANKAN SEBAGAI ALTERNATIF PENYELESAIAN SENGKETA BAGI BANK DAN NASABAH
A. Aspek Hukum Mediasi Perbankan 1. Pengertian dan Unsur-Unsur Mediasi Perbankan Mediasi perbankan adalah proses penyelesaian sengketa antara bank dan nasabah yang melibatkan mediator untuk membantu para pihak yang bersengketa guna mencapai penyelesaian dalam bentuk kesepakatan sukarela terhadap sebagian ataupun seluruh permasalahan yang disengketakan. (Pasal 1 ayat (5) PBI Mediasi Perbankan) Mediasi Perbankan merupakan upaya lanjutan (phase 2) dari upaya penyelesaian pengaduan nasabah yg tidak dapat diselesaikan secara internal oleh bank (phase 1).72 Fokus mediasi perbankan adalah pada nasabah kecil dengan pertimbangan bahwa nasabah kecil: 1. Tidak mudah mendapatkan akses hukum dan dana untuk menyelesaikan sengketanya dengan bank melalui lembaga arbitrase atau peradilan; dan 2. Merupakan bagian terbesar dari nasabah bank secara keseluruhan Adapun unsur-unsur mediasi perbankan adalah: a. Dalam suatu proses mediasi akan dijumpai adanya dua atau lebih pihak yang bersengketa. Jika dalam suatu proses mediasi hanya dijumpai adanya suatu pihak yang bersengketa, maka hal itu menjadikan tidak terpenuhinya unsur-unsur pihak-pihak 72
Direktorat Investigasi dan Mediasi Perbankan Bank Indonesia, Pelaksanaan Fungsi Mediasi Perbankan, http://www.google.com, diakses pada tanggal 30 Oktober 2007 Richad Sahat Silitonga : Mediasi Perbankan Sebagai Alternatif Penyelesaian Sengketa Antara Bank Dan Nasabah, 2007. USU Repository © 2009
69
yang bersengketa. Pasal 1 ayat (4) Peraturan Bank Indonesia No.8/5/PBI/2006 tanggal 30 Januari 2006 merumuskan: Sengketa adalah permasalahan yang diajukan oleh nasabah atau perwakilan nasabah kepada penyelenggara mediasi perbankan, setelah melalui proses penyelesaian pengaduan oleh bank, sebagaimana diatur dalam PBI tentang Penyelesaian Pengaduan Nasabah (PBI No. 7/7/PBI/2005). Dari perumusan tersebut, ada kesan seolah-olah yang mempunyai sengketa hanyalah nasabah saja, sedangkan bank tidak mempunyai sengketa. 73 Persepsi lain adalah bahwa yang tunduk untuk harus menyelesaikan Sengketa melalui jalur mediasi hanyalah nasabah, sedangkan bank dapat dan bebas menggunakan jalur penyelesaian sengketa lain. Kalaupun bank kemudian mengajukan sengketa tersebut kepada penyelenggara mediasi perbankan, hal itu tidak akan dapat dilayani karena tidak termasuk dalam cakupan sengketa seperti yang dimaksud PBI No. 8/5/PBI/2006. b. Adanya unsur sengketa diantara para pihak. Perumusan sengketa sebagaimana dimaksud Pasal 1 ayat (4) PBI No.8/5/PBI/2006, dapat menimbulkan tafsir yang keliru. Hanya nasabah yang didefinisikan sebagai pihak dalam sengketa. Bank merasa tidak perlu untuk ikut serta sebagai pihak dalam suatu sengketa, sebagai pihak yang mengajukan klaim. Maka itu, jika pihak yang mengajukan permasalahan hanyalah nasabah, dan pihak bank merasa tidak mempunyai sengketa, tidak bersedia menandatangani
73
Felix Oentoeng Soebagjo, Mediasi Sebagai Alternatif Penyelesaian Sengketa Dibidang Perbankan, disampaikan pada “Diskusi Terbatas Pelaksanaan Mediasi Perbankan oleh Bank Indonesia Dan Pembentukan Lembaga Independen Mediasi Perbankan, Kerjasama Magister Hukum Bisnis Dan Kenegaraan, Universitas Gadjah Mada”. (Yogyakarta, tanggal 21 Maret 2007), hal. 2-3 Richad Sahat Silitonga : Mediasi Perbankan Sebagai Alternatif Penyelesaian Sengketa Antara Bank Dan Nasabah, 2007. USU Repository © 2009
70
agreement to mediate, maka tujuan pembentukan lembaga mediasi perbankan akan sangat sulit dicapai. c. Adanya mediator yang membantu mencoba menyelesaikan sengketa. Mediator harus mempunyai kemampuan dan keahlian sehubungan dengan bidang masalah yang disengketakan. Mengenai syarat-syarat pengangkatan Mediator dapat dipergunakan syarat-syarat pengangkatan arbiter sebagaimana termaktub dalam Pasal 12 UU Nomor 30 Tahun 1999 tentang Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian Sengketa. Mediator harus mempunyai kemampuan dan keahlian sehubungan dengan masalah yang disengketakan. Mediator juga tidak boleh mempunyai benturan kepentingan atau hubungan afiliasi dengan pihakpihak dalam sengketa masalah yang disengketakan.
2. Aturan Hukum PBI Mediasi Perbankan Peraturan Bank Indonesia adalah sebuah aturan hukum. Berdasarkan Pasal 7 ayat (1) Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2004, sumber hukum fomal yang berlaku saat ini adalah Undang-Undang Dasar 1945, Undang-Undang/ Peraturan Pemerintah
Pengganti Undang-Undang,
Peraturan
Pemerintah,
Peraturan
Presiden, dan Peraturan Daerah. 74 Sebagaimana diatur dalam Pasal 7 ayat (4) UU Nomor 10 Tahun 2004, bahwa jenis peraturan perundang-undangan selain sebagaimana dimaksud pada ayat (1), diakui keberadaannya dan mempunyai kekuatan hukum mengikat sepanjang diperintahkan oleh peraturan perundangundangan yang lebih tinggi. Kemudian dalam Penjelasan dinyatakan bahwa jenis
74
Febrian, Eksistensi Kelembagaan Mediasi Perbankan Dalam Peraturan Bank Indonesia Terhadap Sistem Aturan Hukum, disampaikan pada “Diskusi Terbatas Mengenai Mediasi Perbankan, Kerjasama Bank Indonesia dengan Kajian Hukum Bisnis Fakultas Hukum Sriwijaya”, (Palembang, tanggal 12 April 2007), hal. 13 Richad Sahat Silitonga : Mediasi Perbankan Sebagai Alternatif Penyelesaian Sengketa Antara Bank Dan Nasabah, 2007. USU Repository © 2009
71
peraturan perundang-undangan tersebut antara lain peraturan yang dikeluarkan oleh MPR dan DPR, DPD, MA, MK, BPK, BI, dan lain-lain. Dalam UU Nomor 7 Tahun 1992, sebagaimana telah diubah UU Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perbankan, tidak terdapat pengaturan secara khusus tentang mediasi perbankan. Namun jika dikaitkan dengan UU Nomor 10 tahun 2004, maka PBI mediasi perbankan dibentuk berdasarkan peraturan perundangundangan yang lebih tinggi. 75Adapun peraturan yang lebih tinggi atau berkaitan dengan mediasi perbankan adalah : 1. Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1992 Nomor 31, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3472) sebagaimana telah diubah dengan UndangUndang Nomor 10 Tahun 1998 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1998 Nomor 182 Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3790); 2. Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen (Lembaran Negara RepublikIndonesia Tahun 1999 Nomor 42 Tambahan LembaranNegara Republik Indonesia Nomor 3821); 3. Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1999 tentang Bank Indonesia (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun1999 Nomor 66, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3843) sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2004 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 7, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4357);
75
Ibid, hal. 14
Richad Sahat Silitonga : Mediasi Perbankan Sebagai Alternatif Penyelesaian Sengketa Antara Bank Dan Nasabah, 2007. USU Repository © 2009
72
4. Undang-Undang Nomor 30 Tahun 1999 tentang Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian Sengketa (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 138, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3872); 5. Peraturan Bank Indonesia Nomor 7/7/PBI/2005 tentang Penyelesaian Pengaduan Nasabah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2005 Nomor 17, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4476). 76
3. Peraturan Bank Indonesia Terkait Mediasi Perbankan. Perlindungan nasabah yang kuat diperlukan untuk pembentukan sebuah sistem perbankan yang mantap, yang pada akhirnya bermuara pada sebuah sistem perbankan yang efisien, kuat, dan mantap guna menciptakan stabilitas sistem keuangan yang mendorong pertumbuhan ekonomi nasional. 77 Bank Indonesia telah menetapkan upaya perlindungan nasabah sebagai salah satu pilar dalam Arsitektur Perbankan Indonesia (API) yang diluncurkan oleh Gubernur Bank Indonesia pada tanggal 9 Januari 2004. API sendiri merupakan suatu cetak biru sistem perbankan nasional yang terdiri dari enam pilar untuk mewujudkan visi sistem perbankan yang sehat, kuat, dan efisien dalam rangka membantu mendorong pertumbuhan ekonomi nasional diantaranya adalah perlindungan nasabah yang kuat. Dalam rangka mewujudkan perlindungan yang kuat, maka Bank Indonesia telah mengeluarkan beberapa peraturan terkait yakni PBI No. 7/6/PBI/2005, PBI No. 7/7/PBI/2005, dan PBI No.8/5/PBI/2006 Penerbitan PBI No. 7/6/PBI/2005 tanggal 20 Januari 2005 tentang “Transparansi Informasi Produk Bank dan Penggunaan Data Pribadi Nasabah” 76 77
Lihat Konsiderans PBI Mediasi Perbankan Satya Arinanto, Op.Cit, hal. 2
Richad Sahat Silitonga : Mediasi Perbankan Sebagai Alternatif Penyelesaian Sengketa Antara Bank Dan Nasabah, 2007. USU Repository © 2009
73
dan PBI No. 7/7/PBI/2005 tanggal 20 Januari 2005 tentang “Penyelesaian Pengaduan Nasabah” yang menjadi bagian dari Paket Kebijakan Perbankan Januari 2005 merupakan titik tolak dikeluarkannya PBI No.8/5/PBI/2006 tanggal 30 Januari 2006 tentang “Mediasi Perbankan” sebagai bagian dari Paket Kebijakan Perbankan Januari 2006, yang merupakan realisasi dari upaya Bank Indonesia untuk menyelaraskan kegiatan usaha perbankan dengan amanat UU Perlindungan Konsumen yang mewajibkan adanya kesetaraan hubungan antara pelaku usaha (bank) dengan konsumen (nasabah). Sebagai bagian dari Paket Kebijakan Perbankan, penerbitan ketiga ketentuan tersebut akan dapat membawa dimensi baru dalam pengaturan perbankan dengan turut diperhatikannya pula kepentingan nasabah secara eksplisit sebagai aspek penting yang turut mempengaruhi perkembangan perbankan. 78 Adapun penjelasan lebih lanjut tentang Peraturan Bank Indonesia yang terkait dengan pembentukan mediasi perbankan sebagai berikut: a. Transparansi Informasi Produk Bank dan Penggunaan Data Pribadi Nasabah. Dalam PBI No. 7/6/PBI/2005 diatur ketentuan yang mewajibkan bank untuk senantiasa memberikan informasi yang cukup kepada nasabah maupun calon nasabah mengenai produk-produk yang ditawarkan bank, baik produk yang diterbitkan oleh bank itu sendiri maupun produk lembaga keuangan lain yang dipasarkan melalui bank. PBI ini mensyaratkan bahwa informasi yang disediakan untuk nasabah haruslah memenuhi kriteria-kriteria yang ditetapkan, antara lain mengungkapkan secara berimbang manfaat, risiko, dan biaya-biaya yang melekat pada suatu produk. Selain itu, dalam PBI diatas diatur pula bahwa penyampaian
78
Muliaman D. Hadad, Op.Cit, hal. 5
Richad Sahat Silitonga : Mediasi Perbankan Sebagai Alternatif Penyelesaian Sengketa Antara Bank Dan Nasabah, 2007. USU Repository © 2009
74
informasi harus dilakukan dengan memenuhi standar tertentu, antara lain harus dapat dibaca secara jelas, tidak menyesatkan, dan mudah dimengerti. Pada bagian lainnya, PBI tersebut juga mengatur mengenai pembatasan penggunaan data pribadi nasabah hanya untuk kepentingan internal bank. Dari perspektif regulator, penerbitan PBI tersebut memiliki dua tujuan, yaitu untuk melindungi dan memberdayakan nasabah serta untuk meningkatkan aspek good governance pada bank. 79 Dari sisi perlindungan dan pemberdayaan nasabah, implementasi efektif dari PBI tersebut akan dapat meningkatkan pemahaman nasabah mengenai suatu produk sehingga nasabah akan memiliki bekal yang cukup untuk memutuskan apakah produk bank yang akan dimanfaatkannya sesuai dengan kebutuhan dan kemampuan keuangannya. Agar informasi yang diterima oleh nasabah tidak simpang siur dan terdapat kejelasan mengenai karakteristik produk bank yang sebenarnya, maka pemberian informasi tersebut diarahkan untuk memenuhi kriteria tertentu dan terstandarisasi. Oleh karena itu, diperlukan pengaturan yang secara spesifik dapat mengarahkan pemberian informasi yang lengkap, akurat, terkini, dan utuh. Selain itu, pembatasan penggunaan data pribadi nasabah akan meningkatkan rasa aman dan nyaman nasabah dalam berhubungan dengan bank karena untuk dapat memberikan data pribadi nasabah kepada pihak lain untuk tujuan komersial bank harus terlebih dahulu meminta ijin kepada nasabah yang bersangkutan (kecuali ditetapkan lain oleh ketentuan perundang-undangan yang berlaku).
79
http://lawyerindonesia.blogspot.com/2007/8/perlindungan-nasabah-dalam-sistem.html, diakses pada tanggal 29 November 2007 Richad Sahat Silitonga : Mediasi Perbankan Sebagai Alternatif Penyelesaian Sengketa Antara Bank Dan Nasabah, 2007. USU Repository © 2009
75
Pada sisi lain, penerapan PBI No. 7/6/PBI/2005 secara konsisten dan efektif juga akan membawa manfaat pada bank berupa peningkatan good governance karena mekanisme dan tata cara penggunaan produk, termasuk hak dan kewajiban nasabah dan bank, wajib diungkapkan secara transparan dalam pemberian informasi produk bank kepada nasabah sehingga secara tidak langsung akan dapat mengurangi penyimpangan-penyimpangan dalam kegiatan operasional bank. Selain itu, pembatasan penggunaan data pribadi nasabah hanya untuk keperluan internal bank juga akan memberikan perlindungan kepada bank dari tuntutan hukum karena hak-hak pribadi nasabah terlindungi dengan baik. b. Penyelesaian Pengaduan Nasabah Pada PBI No. 7/7/PBI/2005 tentang Penyelesaian Pengaduan Nasabah, Bank Indonesia mewajibkan seluruh bank untuk menyelesaikan setiap pengaduan nasabah yang terkait dengan adanya potensi kerugian finansial pada sisi nasabah. Dalam PBI ini diatur mengenai tatacara penerimaan, penanganan, dan juga pemantauan penyelesaian pengaduan. Selain itu, bank diwajibkan pula untuk memberikan laporan triwulanan kepada Bank Indonesia mengenai pelaksanaan penyelesaian pengaduan nasabah tersebut. Pada prinsipnya, PBI diatas mengatur bahwa bank tidak diperkenankan menolak setiap pengaduan yang diajukan secara lisan maupun tertulis. Untuk pengaduan lisan, bank wajib menyelesaikannya dalam waktu 2 hari kerja sedangkan untuk pengaduan tertulis wajib diselesaikan dalam waktu 20 hari kerja dan dapat diperpanjang hingga 20 hari kerja berikutnya apabila terdapat kondisikondisi tertentu.80 80
Lihat Pasal 10 Peraturan Bank Indonesia Nomor. 7/7/PBI/2005 tentang Penyelesaian Pengaduan Nasabah Richad Sahat Silitonga : Mediasi Perbankan Sebagai Alternatif Penyelesaian Sengketa Antara Bank Dan Nasabah, 2007. USU Repository © 2009
76
Untuk
memastikan
bahwa
bank
telah
melaksanakan
ketentuan
penyelesaian pengaduan nasabah, maka setiap triwulan bank diwajibkan menyampaikan laporan kepada Bank Indonesia mengenai kasus-kasus pengaduan yang sedang dan telah diselesaikan oleh bank. Laporan ini nantinya akan disusun sedemikian rupa sehingga akan mudah diketahui produk apa yang paling bermasalah dan jenis permasalahan yang paling sering dikemukakan nasabah. Melalui laporan ini pula Bank Indonesia akan dapat memantau permasalahan yang kemungkinan dapat berkembang menjadi permasalahan yang bersifat sistemik sehingga dapat segera dilakukan langkah-langkah preventif untuk mencegah ekskalasi permasalahan yang dapat mempengaruhi kepercayaan masyarakat pada lembaga perbankan. Penerbitan PBI Penyelesaian Pengaduan Nasabah ini memiliki dua tujuan utama yaitu untuk memelihara dan meningkatkan kepercayaan masyarakat pada lembaga perbankan dan untuk menurunkan publikasi negatif terhadap bank yang dapat mempengaruhi reputasi bank tersebut.81 Penyelesaian pengaduan nasabah oleh bank tidak selalu dapat memuaskan nasabah dan berpotensi menimbulkan sengketa di bidang perbankan antara nasabah dengan bank. Penyelesaian sengketa di bidang perbankan yang berlarutlarut dapat merugikan nasabah dan meningkatkan risiko reputasi bagi bank. penyelesaian sengketa di bidang perbankan antara nasabah dengan bank dapat dilakukan secara sederhana,murah, dan cepat melalui cara mediasi. Hal inilah yang mendasari Bank Indonesia mengeluarkan PBI mediasi perbankan.
81
Lihat Penjelasan Peraturan Bank Indonesia Nomor 7/7/PBI/2005 tentang Penyelesaian Pengaduan Nasabah Richad Sahat Silitonga : Mediasi Perbankan Sebagai Alternatif Penyelesaian Sengketa Antara Bank Dan Nasabah, 2007. USU Repository © 2009
77
B. Persyaratan Pengajuan Penyelesaian Sengketa Antara Bank dan Nasabah Dalam mengajukan penyelesaian sengketa antara bank dan nasabah, diperlukan beberapa persyaratan yakni 1. Syarat subjektif 82 Berkenaan dengan pihak yang mengajukan, yaitu nasabah dan perwakilan nasabah. Nasabah adalah pihak yang menggunakan jasa bank, termasuk pihak yang tidak memiliki rekening namun memanfaatkan jasa bank untuk melakukan transaksi keuangan (walk-in customer). perwakilan nasabah adalah perseorangan, lembaga dan atau badan hukum yang bertindak untuk dan atas nama nasabah dengan berdasarkan surat kuasa khusus dari nasabah. 2. Syarat objektif 83 Berkaitan dengan objek sengketa yaitu tuntutan untuk setiap sengketa yang memiliki nilai tuntutan finansial paling banyak Rp500.000.000,00 (lima ratus juta Rupiah), tanpa tuntutan finansial yang diakibatkan oleh kerugian immateriil. Jumlah maksimum nilai tuntutan finansial sebagaimana dimaksud dapat berupa nilai kumulatif dari kerugian finansial yang telah terjadi pada nasabah, potensi kerugian karena penundaan atau tidak dapat dilaksanakannya transaksi keuangan nasabah dengan pihak lain, dan atau biaya-biaya yang telah dikeluarkan untuk mendapatkan penyelesaian sengketa. 1. Nasabah telah melalui tahapan pengaduan nasabah dan tidak puas akan hasil yang telah dicapai. Sengketa antara nasabah dengan bank yang disebabkan tidak dipenuhinya tuntutan finansial nasabah oleh bank dalam penyelesaian
82 83
Lihat Pasal 1 ayat (2) dan (3) PBI No.8/5/PBI/2006 Lihat Pasal 6 ayat (1) dan (2) PBI No.8/5/PBI/2006)
Richad Sahat Silitonga : Mediasi Perbankan Sebagai Alternatif Penyelesaian Sengketa Antara Bank Dan Nasabah, 2007. USU Repository © 2009
78
pengaduan nasabah, sebagaimana diatur dalam Peraturan Bank Indonesia tentang Penyelesaian Pengaduan Nasabah ( Pasal 2 PBI No.8/5/PBI/2006). 2. Sengketa yang diajukan oleh nasabah tidak sedang dalam proses atau belum pernah diputus oleh lembaga arbitrase atau peradilan, atau belum terdapat kesepakatan yang difasilitasi oleh lembaga mediasi lainnya. 3. Sengketa yang diajukan merupakan sengketa keperdataan. 4. Sengketa yang diajukan belum pernah diproses dalam mediasi perbankan yang difasilitasi oleh Bank Indonesia. 5. Pengajuan penyelesaian sengketa tidak melebihi 60 (enam puluh) hari kerja sejak tanggal surat hasil penyelesaian pengaduan yang disampaikan bank kepada nasabah. 84 6. Pengajuan penyelesaian Sengketa dilakukan secara tertulis dengan format sebagaimana lampiran dalam surat edaran BI No. 8/14/DPNP tentang mediasi perbankan dengan menyertakan dokumen berupa: a. Fotokopi surat hasil penyelesaian pengaduan yang diberikan bank kepada nasabah. b. Fotokopi bukti identitas nasabah yang masih berlaku. c. Surat pernyataan yang ditandatangani diatas meterai yang cukup bahwa sengketa yang diajukan tidak sedang dalam proses atau telah mendapatkan keputusan dari lembaga arbitrase, peradilan, atau lembaga mediasi lainnya dan belum pernah diproses dalam mediasi perbankan yang difasilitasi oleh Bank Indonesia.
84
Susanti Adi Nugroho, Op.Cit, hal. 24
Richad Sahat Silitonga : Mediasi Perbankan Sebagai Alternatif Penyelesaian Sengketa Antara Bank Dan Nasabah, 2007. USU Repository © 2009
79
d. Fotokopi dokumen pendukung yang terkait dengan sengketa yang diajukan. e. Fotokopi surat kuasa khusus tanpa hak substitusi dalam pengajuan penyesaian sengketa diwakilkan/dikuasakan.
C. Peranan Bank Indonesia Dan Lembaga Independen Dalam Pelaksanaan Mediasi Perbankan 1. Peranan Bank Indonesia Dalam Mediasi Perbankan Konteks pengawasan bank melalui mediasi perbankan yang oleh Undang – Undang Bank Indonesia diberikan kewenangan pengawasan bank kepada Bank Indonesia sangat penting untuk diterapkan. Bank Indonesia berdasarkan undangundang tersebut diberikan kewenangan untuk mengawasi bank. Kewenangan tersebut mencakup empat aspek yakni : 1. Power to license 2. Power to regulate 3. Power to control 4. Power to impose sanction Penerapan pengawasan bank tersebut berkaitan dengan kepercayaan masyarakat terhadap bank. Hilangnya kepercayaan masyarakat terhadap suatu bank mempunyai dampak domino yang dapat mempengaruhi kepercayaan terhadap lainnya, sehingga perbankan secara keseluruhan mengalami kesulitan. Oleh karena itu, kebutuhan untuk melaksanakan pembinaan dan pengawasan terhadap perbankan mutlak diperlukan untuk menjaga kepercayaan masyarakat. 85 85
Zulkarnaen Sitompul, Problematika perbankan, Bandung: Book Terrace & library, 2005, hal. 218 Richad Sahat Silitonga : Mediasi Perbankan Sebagai Alternatif Penyelesaian Sengketa Antara Bank Dan Nasabah, 2007. USU Repository © 2009
80
Tujuan pengawasan bank untuk meningkatkan keyakinan masyarakat, bahwa bank dari segi keuangan tergolong sehat, bank dikelola dengan baik dan profesional serta tidak terkandung ancaman terhadap kepentingan masyarakat yang menyimpan dananya di bank. Tekanan dan perhatian diberikan pada aspekaspek dalam individual bank yang diharapkan dapat melindungi pengembalian dana kepada masyarakat. Tujuan umum pengawasan dan pembinaan bank adalah menciptakan sistem perbankan yang sehat, yang memenuhi tiga aspek yakni perbankan yang dapat memelihara kepentingan masyarakat dengan baik dan perbankan yang berkembang secara wajar serta bermanfaat bagi perekonomian nasional. 86 Berkenaan dengan mediasi perbankan, sejalan dengan kewenangan Bank Indonesia dalam power to regulate. Melalui itu memungkinkan otoritas pengawas bank berupa ketentuan dan peraturan sehingga dapat terciptanya suatu sistem perbankan yang sehat, sekaligus dapat memenuhi harapan masyarakat atas kecukupan dan kualitas pelayana jasa perbankan. Adapun peranan Bank Indonesia dalam mediasi perbankan dapat disimpulkan sebagai berikut: 1. Melaksanakan fungsi mediasi perbankan, menunggu terbentuknya Lembaga mediasi perbankan independen. Bank Indonesia hanya melaksanakan kegiatan mediasi perbankan dan tidak membentuk lembaga khusus untuk keperluan tersebut. Meskipun sebagian kalangan meragukan landasan hukum yang dimiliki oleh Bank Indonesia, tetapi secara filosofis yakni untuk melindungi nasabah dapat dipertanggungjawabkan. 87
86
Ibid Bismar Nasution, Aspek Hukum Penyelesaian sengketa antara bank dan nasabah, disampaikan pada “Diskusi Terbatas Mengenai Mediasi Perbankan Kerjasama Bank Indonesia dan Universitas Sumatera Utara”, (Medan, tanggal 15 Februari 2007), hal. 43 87
Richad Sahat Silitonga : Mediasi Perbankan Sebagai Alternatif Penyelesaian Sengketa Antara Bank Dan Nasabah, 2007. USU Repository © 2009
81
2. Melakukan koordinasi dengan lembaga mediasi perbankan independen dalam menjalankan tugas mediasi perbankan 3. Berdasarkan Penjelasan Umum alinea 3 PBI tentang Mediasi Pebankan, Pelaksanaan fungsi mediasi perbankan oleh Bank Indonesia dilakukan dengan mempertemukan nasabah dan bank untuk mengkaji kembali pokok permasalahan yang menjadi sengketa guna mencapai kesepakatan tanpa adanya rekomendasi maupun keputusan dari Bank Indonesia. Dengan demikian fungsi mediasi perbankan yang dilaksanakan Bank Indonesia hanya terbatas pada penyediaan tempat, membantu nasabah dan bank untuk mengemukakan pokok permasalahan yang menjadi sengketa, penyediaan nara sumber, dan mengupayakan tercapainya kesepakatan penyelesaian sengketa antara nasabah dan bank. 88 Sanksi terhadap bank yang melanggar seluruh ketentuan yang termaktub dalam Peraturan Bank Indonesia ini akan dikenakan sanksi administratif sesuai Pasal 52 Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998, berupa teguran tertulis, dan dapat diperhitungkan dalam komponen penilaian tingkat kesehatan bank. 2. Peranan Lembaga Mediasi Perbankan Independen Dalam Mediasi Perbankan. Berdasarkan PBI tentang Mediasi Perbankan Pasal 3 ayat (2), seharusnya Lembaga Mediasi Perbankan sudah terbentuk selambat-lambatnya tanggal 31 Desember 2007, namun pada prakteknya asosiasi perbankan belum siap
88
Febrian, Op.Cit, Hal. 15
Richad Sahat Silitonga : Mediasi Perbankan Sebagai Alternatif Penyelesaian Sengketa Antara Bank Dan Nasabah, 2007. USU Repository © 2009
82
membentuk lembaga ini. Beberapa hal yang terkait dengan peranan lembaga independen ini dapat diuraikan sebagai berikut : a. Independensi Lembaga Mediasi Perbankan adalah lembaga yang didirikan oleh para pendiri yakni asosiasi perbankan, tetapi dalam melaksanakan tugas dan kewajibannya harus tetap independen, tidak tunduk pada kehendak para pendiri dan independen dari interfensi para pendiri. Lembaga Mediasi Perbankan adalah lembaga yang menjalankan peran mediasi untuk sengketa-sengketa tertentu dibidang perbankan, tapi Lembaga Mediasi Perbankan tidak tunduk pada Bank Indonesia, dan bebas dari Interfensi Bank Indonesia. b. Bentuk Kelembagaan Alternatif pertama adalah berbentuk yayasan. Dasar hukumnya adalah Undang-undang Nomor 16 Tahun 2001 tanggal 6 Agustus 2001 tentang Yayasan sebagaimana diubah dengan Undang-undang No. 28 tahun 2004 tangga 6 Oktober 2004. Dipergunakan antara lain pada pendirian Badan Arbitrase Nasional Indonesia (BANI). Alternatif kedua adalah berbentuk perkumpulan berbadan hukum. Dasar hukumnya adalah Ketentuan Tentang Perkumpulan-Perkumpulan Berbadan Hukum (Rechts Persoonlijkheid van Vereenigingen) Keputusan Raja No. 2 tanggal 28 Maret 1870, S.1870 : 64). Dipergunakan antara lain pada pendirian Badan Arbitrase Pasar Modal Indonesia (BAPMI). c. Pendiri Baik bentuk yayasan maupun perkumpulan berbadan hukum hanya dapat didirikan oleh orang perorangan dan atau badan hukum. Asosiasi/ perserikatan
Richad Sahat Silitonga : Mediasi Perbankan Sebagai Alternatif Penyelesaian Sengketa Antara Bank Dan Nasabah, 2007. USU Repository © 2009
83
perdata, himpunan yang bukan badan hukum tidak dapat menjadi pendiri yayasan/ perkumpulan berbadan hukum, namun dapat juga menjadi anggota perkumpulan berbadan hukum. Contoh BAPMI, didirikan atas prakarsa Bapepam, BEJ, BES. KPEI, dan KSEI, serta organisasi/ asosiasi di lingkungan pasar modal. 89 d. Peraturan dan acara mediasi Sebagai suatu lembaga mediasi yang khusus dibidang perbankan, maka Lembaga Mediasi Perbankan perlu menyiapkan antara lain: 1. Peraturan dan acara mediasi tersendiri. 2. Peraturan tentang tata cara penunjukan mediator dan persyaratan untuk dapat ditunjuk sebagai mediator 3. Peraturan tentang Benturan Kepentingan 4. Peraturan tentang biaya Mediasi 5. Peraturan-peraturan khusus untuk mendorong agar para pihak dalam proses mediasi telah melaksanakan apa yang disepakati.
e. Pengawasan Terhadap Lembaga Mediasi Perbankan Sebagai suatu lembaga harus independen, pengawasan terhadap jalannya proses mediasi tidak dilakukan oleh Bank Indonesia, tapi oleh dewan kehormatan yang khusus ditunjuk untuk mengawasai, mengevaluasi dan menetapkan
ada
tidaknya
mediator
yang
bertindak
keliru/
salah,
menyalahgunakan atau melampaui batas kewenangan. 90
89
A. Zen Umar, Mediasi Dalam Sengketa Perbankan Perbandingan Dengan Bidang Pasar Modal, disampaikan pada “Diskusi Terbatas Mengenai Mediasi Perbankan Kerjasama Bank Indonesia dan Universitas Sumatera Utara”, (Medan, tanggal 15 Februari 2007), hal. 8 90 Felix Oentoeng Soebagjo, Op. Cit, hal. 6 Richad Sahat Silitonga : Mediasi Perbankan Sebagai Alternatif Penyelesaian Sengketa Antara Bank Dan Nasabah, 2007. USU Repository © 2009
84
D. Penyelengaraan Mediasi Perbankan Di Indonesia Upaya Bank Indonesia melakukan mediasi antara nasabah dan kalangan perbankan terus digalakkan. Sejak Januari 2006 hingga Juli 2007, jumlah pengaduan dan permohonan penyelesaian sengketa melalui mediasi BI tercatat sebanyak 151 sengketa. Dari jumlah itu, 85 persen dari sengketa tersebut telah selesai ditangani, sedang sisanya masih dalam proses penyelesaian. Berdasarkan laporan bank umum kepada Bank Indonesia, pada triwulan I – 2007, jumlah pengaduan nasabah bank umum tercatat sebanyak 79.322 pengaduan. Dari jumlah itu, 97,56 persen merupakan permasalahan yang terkait dengan produk atau jasa pada sistem pembayaran yang mencakup Anjungan Tunai Mandiri, kartu debit, dan kartu kredit.91 Upaya-upaya
yang
menyeluruh
pada
percepatan
proses
mediasi
perbankan, melalui peningkatan peran dan fungsi compliance dan pengawasan menjadi sangat penting. Mekanisme penyelesaian sengketa antara nasabah dan bank ditempuh melalui 2 (dua) tahap: 1. Bank wajib menyelesaikan terlebih dahulu sengketa dengan nasabahnya sesuai PBI No.7/7/PBI/2005 tentang Penyelesaian Pengaduan Nasabah. 2. Apabila sengketa belum dapat diselesaikan dengan baik, nasabah bank dapat mengajukan permohonan penyelesaian sengketa melalui mediasi yang difasilitasi BI sesuai PBI No.8/5/PBI/2006 tentang Mediasi Perbankan. 1. Proses Acara Mediasi Perbankan. Secara umum pelaksanaan mediasi perbankan adalah sebagai berikut :
91
http://www.jambi-independent.co.id, diakses pada tanggal 12 Oktober 2007
Richad Sahat Silitonga : Mediasi Perbankan Sebagai Alternatif Penyelesaian Sengketa Antara Bank Dan Nasabah, 2007. USU Repository © 2009
85
1. Berdasarkan Pasal 15 PBI Nomor 8/5/PBI/2006, nasabah atau perwakilan nasabah mengajukan permohonan penyelesaian sengketa ditujukan kepada Direktorat Investigasi dan Mediasi Perbankan, Bank Indonesia, Menara Radius Prawiro lantai 19, Jalan M.H. Thamrin Nomor 2, Jakarta 10110, dengan tembusan disampaikan kepada Bank yang bersangkutan. Pelaksana fungsi Mediasi perbankan dapat menolak pengajuan penyelesaian Sengketa yang tidak memenuhi persyaratan. 2. Dalam pelaksanaan proses Mediasi, baik Nasabah maupun Bank dapat memberikan kuasa kepada pihak lain yang bertindak untuk dan atas nama Nasabah atau Bank. 92 Dalam hal ini pihak yang menerima kuasa dapat berupa perseorangan, lembaga, atau badan hukum.Pemberian kuasa harus dilakukan dengan surat kuasa khusus tanpa hak substitusi, bermaterai cukup, dan paling kurang mencantumkan hal-hal sebagai berikut: a. Identitas pihak pemberi kuasa dan penerima kuasa, dengan menyebutkan dasar kewenangannya. b. Pemberian kewenangan kepada penerima kuasa untuk mengikuti proses mediasi sesuai dengan aturan mediasi, termasuk pengambilan keputusan berupa kesepakatan. Pemberian kuasa dapat pula mencakup kewenangan untuk menandatangani dokumen-dokumen yang terkait dengan proses mediasi, antara lain perjanjian mediasi (agreement to mediate) dan akta kesepakatan. 3. Pengajuan penyelesaian sengketa dilakukan paling lama 60 (enam puluh) hari kerja, yang dihitung sejak tanggal surat hasil penyelesaian pengaduan
92
Susanti Adi Nugroho, Op.Cit, hal. 26
Richad Sahat Silitonga : Mediasi Perbankan Sebagai Alternatif Penyelesaian Sengketa Antara Bank Dan Nasabah, 2007. USU Repository © 2009
86
nasabah dari bank sampai dengan tanggal diterimanya pengajuan penyelesaian sengketa oleh pelaksana fungsi mediasi perbankan secara langsung dari Nasabah atau tanggal stempel pos apabila disampaikan melalui pos. Contohnya apabila tanggal surat hasil Penyelesaian Pengaduan Nasabah dari bank kepada nasabah adalah pada tanggal 5 Juni 2006, maka pengajuan penyelesaian sengketa kepada pelaksana fungsi Mediasi perbankan secara langsung dari nasabah atau tanggal stempel pos. 4. Atas dasar pengajuan penyelesaian sengketa oleh nasabah, pelaksana fungsi mediasi perbankan dapat melakukan klarifikasi atau meminta penjelasan kepada nasabah dan bank secara lisan dan atau tertulis. 5. Klarifikasi atau permintaan penjelasan dilakukan dalam rangka meminta informasi
mengenaipermasalahan
yang
diajukan
dan
upaya-upaya
penyelesaian yang telahdilakukan oleh bank. 6. Pelaksana fungsi mediasi perbankan memanggil nasabah dan bank untuk menjelaskan tata cara pelaksanaan mediasi perbankan. Apabila nasabah dan bank
sepakat
menggunakan
mediasi
perbankan
sebagai
alternatif
penyelesaian sengketa, nasabah dan bank wajib menandatangani perjanjian mediasi (agreement to mediate). 7. Perjanjian mediasi sebagaimana dimaksud memuat pernyataan kesepakatan nasabah dan bank untuk menggunakan mediasi sebagai alternatif penyelesaian sengketa dan persetujuan untuk patuh dan tunduk pada aturan mediasi. 8. Pelaksanaan proses mediasi dalam jangka waktu paling lama 30 (tiga puluh) hari kerja yang dihitung sejak nasabah dan bank menandatangani perjanjian
Richad Sahat Silitonga : Mediasi Perbankan Sebagai Alternatif Penyelesaian Sengketa Antara Bank Dan Nasabah, 2007. USU Repository © 2009
87
mediasi (agreement to mediate) sampai dengan penandatanganan akta kesepakatan. 9. Jangka waktu tersebut diatas dapat diperpanjang sampai dengan 30 (tiga puluh) hari kerja berikutnya berdasarkan kesepakatan nasabah dan bank yang dituangkan secara tertulis. 10. Kesepakatan tertulis mengenai perpanjangan waktu pelaksanaan proses mediasi sebagaimana dimaksud diatas, mencantumkan secara jelas alasan dilakukannya perpanjangan waktu, antara lain untuk menghadirkan narasumber tertentu yang memiliki keahlian dan kompetensi sesuai masalah yang disengketakan. Perpanjangan waktu dimaksud dapat dilakukan sepanjang memenuhi persyaratan : a. Para pihak memiliki itikad baik dengan mematuhi aturan mediasi dan perjanjian mediasi. b. Jangka waktu proses mediasi hampir berakhir, namun menurut penilaian mediator masih terdapat prospek untuk tercapai kesepakatan. 11. Kesepakatan yang diperoleh dari proses mediasi dituangkan dalam suatu akta kesepakatan yang bersifat final dan mengikat bagi nasabah dan bank. Yang dimaksud dengan bersifat final adalah sengketa tersebut tidak dapat diajukan untuk dilakukan proses mediasi ulang pada pelaksana fungsi mediasi perbankan. Yang dimaksud dengan mengikat adalah kesepakatan berlaku sebagai undang-undang bagi nasabah dan bank yang harus dilaksanakan dengan itikad baik. 93
93
Lihat, Pasal 2-13 Peraturan Bank Indonesia Nomor 8/5/PBI/2006 Tentang Mediasi
Perbankan Richad Sahat Silitonga : Mediasi Perbankan Sebagai Alternatif Penyelesaian Sengketa Antara Bank Dan Nasabah, 2007. USU Repository © 2009
88
Adapun beberapa kondisi yang terkait dengan berjalannya proses mediasi perbankan adalah : 94 a. Nasabah dan Bank wajib menyampaikan dan mengungkapkan seluruh informasi penting yang terkait dengan pokok sengketa dalam pelaksanaan mediasi. b. Seluruh informasi dari para pihak yang berkaitan dengan proses mediasi merupakan
informasi
yang
bersifat
rahasia
dan
tidak
dapat
disebarluaskan untuk kepentingan pihak lain di luar pihak-pihak yang terlibat dalam proses mediasi, yaitu pihak-pihak selain nasabah, bank, dan mediator. c. Mediator bersikap netral, tidak memihak dan berupaya membantu para pihak untuk menghasilkan kesepakatan. d. Kesepakatan yang dihasilkan dari proses mediasi adalah kesepakatan secara sukarela antara nasabah dengan bank dan bukan merupakan rekomendasi dan atau keputusan mediator. e. Nasabah dan bank tidak dapat meminta pendapat hukum (legal advice) maupun jasa konsultasi hukum (legal counsel) kepada mediator. f. Nasabah dan Bank dengan alasan apapun tidak akan mengajukan tuntutan hukum terhadap mediator, pegawai maupun Bank Indonesia sebagai pelaksana fungsi mediasi perbankan, baik atas kerugian yang akan timbul karena pelaksanaan atau eksekusi akta kesepakatan, maupun oleh sebab-sebab lain yang terkait dengan pelaksanaan mediasi.
94
Lihat Bab III angka 5 Surat Edaran Bank Indonesia No. 8/14/DPNP Tentang Mediasi
Perbankan Richad Sahat Silitonga : Mediasi Perbankan Sebagai Alternatif Penyelesaian Sengketa Antara Bank Dan Nasabah, 2007. USU Repository © 2009
89
g. Nasabah dan bank yang mengikuti proses mediasi berkehendak untuk menyelesaikan sengketa. Dengan demikian, nasabah dan bank bersedia : 1. Melakukan proses mediasi dengan itikad baik 2. Bersikap kooperatif dengan mediator selama proses mediasi berlangsung
2. Publikasi Mediasi Perbankan Demi efektifitas alternatif penyelesaian sengketa antara bank dan nasabah, maka dirasakan perlu untuk melakukan publikasi terhadap pelaksanaan mediasi perbankan, yang antara lain meliputi : 95 1. Bank wajib mempublikasikan adanya sarana alternatif penyelesaian sengketa melalui mediasi perbankan kepada nasabah dengan cara: a. menyediakan informasi dalam bentuk leaflet, booklet, poster dan/atau bentuk publikasi lainnya, termasuk website bank. Leaflet, booklet, dan/atau poster disediakan di setiap kantor bank pada lokasi yang mudah diakses oleh nasabah. b. menyampaikan leaflet yang memuat informasi mengenai Mediasi perbankan kepada nasabah. Penyampaian leaflet tersebut dilakukan bersama-sama dengan pengiriman atau penyampaian surat hasil penyelesaian pengaduan sebagaimana dimaksud pada Peraturan Bank Indonesia nomor 7/7/PBI/2005 tanggal 20 Januari 2005 dan Surat Edaran Bank Indonesia nomor 7/24/DPNP tanggal 18 Juli 2005 tentang Penyelesaian Pengaduan Nasabah.
95
Lihat Bab IV angka 1-3 Surat Edaran Bank Indonesia No. 8/14/DPNP Tentang Mediasi
Perbankan Richad Sahat Silitonga : Mediasi Perbankan Sebagai Alternatif Penyelesaian Sengketa Antara Bank Dan Nasabah, 2007. USU Repository © 2009
90
2. Informasi sebagaimana dimaksud pada angka 1 yang wajib dipublikasikan oleh bank setidak-tidaknya memuat: a. Prosedur yang harus ditempuh nasabah untuk dapat mengajukan penyelesaian sengketa. b. Persyaratan pengajuan penyelesaian Sengketa. c. Batas waktu pengajuan penyelesaian Sengketa. d. Nilai tuntutan finansial maksimal untuk setiap sengketa, yaitu berupa kerugian finansial yang telah terjadi pada nasabah, potensi kerugian karena penundaan atau tidak dapat dilaksanakannya transaksi keuangan nasabah dengan pihak lain, dan atau biaya-biaya yang telah dikeluarkan nasabah untuk menyelesaikan sengketa. e. Cakupan nilai tuntutan finansial tidak termasuk nilai kerugian immateriil. 3. Penyediaan informasi dalam bentuk leaflet, booklet dan atau poster disetiap kantor bank sebagaimana dimaksud dilaksanakan paling lambat tanggal 1 September 2006.
Richad Sahat Silitonga : Mediasi Perbankan Sebagai Alternatif Penyelesaian Sengketa Antara Bank Dan Nasabah, 2007. USU Repository © 2009
91
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan
1. Bank adalah badan usaha yang menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan dan menyalurkannya kepada masyarakat dalam bentuk kredit dan atau bentuk-bentuk lainnya. Hubungan bank dan nasabah diliputi oleh asas kepercayaan asas kerahasiaan, dan asas kehati-hatian.Hubungan hukum tercipta antara bank dan nasabah penyimpan dana, dan nasabah debitur. Hubungan ini dapat terlihat dari hubungan hukum yang muncul dari produkproduk perbankan seperti deposito, tabungan , giro, dan sebagainya. Hubungan hukum keduanya diletakkan ke dalam bentuk kontraktual dan nonkontraktual. Pihak bank dalam menjalankan usahanya menggunakan berbagai promosi yang bertujuan untuk menarik konsumen bank agar memasuki dimensi kontrak sehingga terdapat keterikatan dengan nasabahnya dan menimbulkan suatu hak serta kewajiban para pihak dalam perjanjian. Ketika hubungan hukum antara bank dan nasabah mulai tercipta, maka sejak momentum itu pula terbuka kesempatan konflik hukum antara para pihak. Sengketa yang terus berkelanjutan dapat berpengaruh terhadap tingkat risiko reputasi bank tersebut. Penyelesaian sengketa antara bank dan nasabah harus segera dilaksanakan secara sederhana, cepat dan efisien. 2. Dalam menyelesaikan sengketa antara bank dan nasabah, dapat ditempuh melalui jalur litigasi dan non-litigasi. Peran dan fungsi peradilan, lamban dan buang waktu (waste of time),
biaya mahal (very expensive) dan kurang
Richad Sahat Silitonga : Mediasi Perbankan Sebagai Alternatif Penyelesaian Sengketa Antara Bank Dan Nasabah, 2007. USU Repository © 2009
92
tanggap (unresponsive) terhadap kepentingan umum atau dianggap terlampau formalistik (formalistic) dan terlampau teknis (technically). Bank dan nasabah dapat menggunakan jalur non-litigasi dalam menyelesaikan sengketa karena efektif dan efisien. Alternatif penyelesaian sengketa yang berkembang di Indonesia antara lain melalui negosiasi, konsiliasi, arbitrase, mediasi yang antara lain diatur dalam Undang-Undang nomor 30 tahun 1999 tentang Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian Sengketa. Adapun mengenai mediasi, diatur dalam Pasal 130 HIR dan Pasal 154 RBG, lebih lanjut Mahkamah Agung telah mengeluarkan Perma Nomor 2 tahun 2003 tentang mediasi di pengadilan. Dan untuk sengketa perbankan dapat diselesaikan melalui Lembaga Mediasi Perbankan 3. Mediasi perbankan adalah proses penyelesaian sengketa antara bank dan nasabah yang melibatkan mediator untuk membantu para pihak yang bersengketa guna mencapai penyelesaian dalam bentuk kesepakatan sukarela terhadap sebagian ataupun seluruh permasalahan yang disengketakan. Mediasi Perbankan merupakan upaya lanjutan (phase 2) dari upaya Penyelesaian Pengaduan Nasabah berdasarkan PBI No. 7/7/PBI/2005 yg tidak dapat diselesaikan secara internal oleh bank (phase 1). Mediasi perbankan diatur dalam Peraturan Bank Indonesia Nomor 8/5/PBI/2006 sepanjang tuntutan nilai sengketa paling banyak Rp.500.000.000 (lima ratus juta Rupiah). Mediasi perbankan merupakan aturan khusus mediasi bagi konsumen bank. Prinsip mediasi dalam Undang-Undang Nomor 30 tahun 1999 dapat dipergunakan sebagai suplemen bagi mediasi perbankan, demikian juga prinsip perjanjian dalam KUH Perdata. Penyelesaian sengketa perbankan melalui mediasi
Richad Sahat Silitonga : Mediasi Perbankan Sebagai Alternatif Penyelesaian Sengketa Antara Bank Dan Nasabah, 2007. USU Repository © 2009
93
perbankan sangat menguntungkan bagi nasabah kecil, sebab prosesnya sederhana, biaya murah, dan cepat.
B. Saran 1. Perlunya diatur secara jelas mengenai payung hukum Peraturan Bank Indonesia tentang Mediasi Perbankan agar tidak menimbulkan konflik norma hukum. 2. Perlu segera dibentuk lembaga mediasi perbankan independen oleh asosiasi perbankan karena permasalahan ini sangat mendesak untuk mengurangi beban badan peradilan 3.
Sosialisasi tentang mediasi perbankan yang harus lebih diperluas karena sangat menguntungkan nasabah kecil.
Richad Sahat Silitonga : Mediasi Perbankan Sebagai Alternatif Penyelesaian Sengketa Antara Bank Dan Nasabah, 2007. USU Repository © 2009
94
DAFTAR PUSTAKA I. BUKU Abdurrasyid, H. Priyatna, Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian Sengketa Suatu Pengantar, Jakarta: PT. Fikahati Aneska, 2002 Ali, Masyhud, Restrukturisasi Perbankan Dan Dunia Usaha (Pelosok Gelap Di Balik Krisis Dan Pertikaian Politik), Jakarta: PT Elex Media Komputindo, 2002 Djumhana, Muhamad, Hukum Perbankan Di Indonesia, Bandung: PT. Citra Aditya Bakti, 1996 Emirzon, Joni, Hukum Bisnis Indonesia, Jakarta: PT. Prenhalindo, 2002 Fuady, Munir, Hukum Perbankan Modern Berdasarkan Undang-Undang Tahun 1998, Bandung: PT. Citra Aditya Bakti, 1999 Hermansyah, Hukum Perbankan Nasional Indonesia, Jakarta: Kencana, 2005 Ibrahim, Johannes, Bank Sebagai Lembaga Internediasi Dalam Hukum Positif, Bandung: CV. Utomo, 2004 Kansil, C.S.T, Pengantar Ilmu Hukum Dan Tata Hukum Indonesia, Jakarta: Balai Pustaka, 1989 Kasmir, Bank Dan Lembaga Keuangan Lainnya, Edisi Keenam, Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2002 Kasmir, Dasar-Dasar Perbankan, Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2002 Khairandy, Ridwan, Iktikad Baik Dalam Kebebasan Berkontrak, Cet. II, Jakarta: Program Pascasarjana, Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2004 Prawiro, Radius, Pergulatan Indonesia Membangun Ekonomi : Pragmatisme Dalam Aksi, Jakarta: PT Gramedia, 1998. Rajagukguk, Erman, Arbitrase Dalam Putusan Pengadilan, Jakarta: Chandra Pratama, 2000 Rahman, Hasanuddin, Aspek Hukum Pemberian Kredit Perbankan Indonesia, Bandung: PT. Citra Aditya Bakti, 1998 Sautma Hotma Bako, Ronny, Hubungan Bank Dan Nasabah Terhadap Produk Tabungan Dan Deposito (Suatu Tinjauan Hukum Terhadap
Richad Sahat Silitonga : Mediasi Perbankan Sebagai Alternatif Penyelesaian Sengketa Antara Bank Dan Nasabah, 2007. USU Repository © 2009
95
Perlindungan Deposan Di Indonesia Dewasa Ini), Bandung: PT Citra Aditya Bakti, 1995 Sitompul, Zulkarnaen, Problematika Perbankan, Bandung: Book Terrace & Library, 2005 Tjitrosudibyo R, Subekti, Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, Jakarta: PT. Pradnya Paramitha, 1982 Usman, Rachmadi, Aspek-Aspek Hukum Perbankan Indonesia, Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama, 2001 Widjaya,Gunawan, Alternatif Penyelesaian Sengketa, cetakan kedua, Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2002 Yustiavandana Ivan, Surya Indra, Penerapan Good Corporate Governance : Mengesampingkan Hak Istimewa Demi Kelangsungan Usaha, Jakarta: Kencana, 2006
II. SURAT KABAR/ MAJALAH, MAKALAH SEMINAR Felix Oentoeng Soebagjo, Mediasi Sebagai Alternatif Penyelesaian Sengketa Dibidang Perbankan, disampaikan pada Diskusi Terbatas “Pelaksanaan Mediasi Perbankan oleh Bank Indonesia Dan Pembentukan Lembaga Independen Mediasi Perbankan”. Kerjasama Magister Hukum Bisnis Dan Kenegaraan, Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta, Dan Bank Indonesia. (Yogyakarta, 21 Maret 2007) Susanti Adi Nugroho, Mediasi Perbankan, disampaikan Pada Diskusi Terbatas Mengenai Mediasi Perbankan, Kerjasama Bank Indonesia dengan Kajian Hukum Bisnis Fakultas Hukum Sriwijaya, (Palembang 12 April 2007) Bismar Nasution, Aspek Hukum Penyelesaian sengketa antara bank dan nasabah, disampaikan pada Diskusi Terbatas Mengenai Mediasi Perbankan Kerjasama Bank Indonesia dan Universitas Sumatera Utara, (Medan, 15 Februari 2007) Satya Arinanto, Beberapa Catatan Tentang Mediasi Perbankan, disampaikan pada Diskusi Terbatas Mengenai Mediasi Perbankan Kerjasama Bank Indonesia dan Universitas Sumatera Utara, (Medan, 15 Februari 2007) Runtung Sitepu, Pidato Pengukuhan Guru Besar Tetap Dalam Bidang Ilmu Hukum Adat PadaFakultas Hukum Dibacakan Di Hadapan Rapat terbuka USU, Penerbit USU
Richad Sahat Silitonga : Mediasi Perbankan Sebagai Alternatif Penyelesaian Sengketa Antara Bank Dan Nasabah, 2007. USU Repository © 2009
96
III. PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN Undang-Undang Nomor 7 tahun 1992 Tentang Perbankan Undang-Undang Nomor 10 tahun 1998 Tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 Tentang Perbankan Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1999 tentang Bank Indonesia sebagaimana diubah dengan UU Nomor 3 Tahun 2004 Undang-Undang Nomor 30 Tahun 1999 Tentang Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian Sengketa. Bank Indonesia, Peraturan Bank Indonesia Nomor 7/6/PBI/2005 tentang Transparansi Informasi Produk Bank dan Penggunaan Data Pribadi Nasabah Bank Indonesia, Peraturan Bank Indonesia Nomor 7/7/PBI/2005 tentang Penyelesaian Pengaduan Nasabah Bank Indonesia, Peraturan Bank Indonesia Nomor 8/5/PBI/2006 tentang Mediasi Perbankan Bank Indonesia, Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 7/24/DPNP/2005 tentang Penyelesaian Pengaduan Nasabah Bank Indonesia, Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 8/14/DPNP tentang Mediasi Perbankan IV. INTERNET http://bismarnasty.wordpress.com Muliaman D. Hadad, Perlindungan Dan Pemberdayaan Nasabah Bank Dalam Arsitektur Perbankan Indonesia, http://www.google.com http://www.kolom.pacific.net.id http://www.uika-bogor.ac.id http://www.lfip.org http://legalitas.org http://www.ahmadzakaria.net/blog/negosiasi-suatu-pengantar-teori-praktis.html http://www.pemantauperadilan.com http://jurnalhukum.blogspot.com/ http://www.jambi-independent.co.id http://bh4kt1.multiply.com/journal/item/19 Richad Sahat Silitonga : Mediasi Perbankan Sebagai Alternatif Penyelesaian Sengketa Antara Bank Dan Nasabah, 2007. USU Repository © 2009