Marina Chimica Acta, April 2002, hal 3-6 Jurusan Kimia FMIPA, Universitas Hasanuddin
Vol. 3 No.1 ISSN 1411-2132
EKSPLORASI MIKROBA ASIDOFILIK PENGHASIL ENZIM PENDEGRADASI KITIN Hasnah Natsir Laboratorium Biokimia Jurusan Kimia Fak. MIPA Univ. Hasanuddin Makassar Telp. (0411) 586498 ABSTRACT An investigation of acidophillic microorganism, producing enzym that can cause chitin degradation, has been carried out. Microbial exploration from soil and water samples, found in several regions in West Java, was carried out by spreading out samples in the acidic medium contained 1 % of colloidal chitin and samples were incubated at various temperature. From isolation result, there were 36 isolates that have chitinase activity. The isolates were purified and 3 isolates were pure which can grow at pH of 4 – 5 for 4 days with the chitonolitic indeks of 1.6, 1.5 and 1.4 for samples from K-2, K-22 and K-24, respectively. The three potential isolates were identified and it was found that the three isolates had characteristic of gram positive with a form of bacillus, had spores as well as anerobic and motillity properties. The activities of the three isolates were then investigated. Results showed that the optimum pH and temperature for the isolates were 5.0 and 37 0C. Key words: microorganism, acidophilic, chitinase
dapat tumbuh pada pH dibawah 5,0 (Frobisher, 1962). Mikroba asidofilik penghasil enzim pendegradasi kitin yang tahan asam tersebut dapat menghidrolisis kitin, baik dalam produksinya sebagai oligomer maupun sebagai kitosan. Aplikasi enzim kitinase dan produk kitin deastilase sangat luas dalam bidang industri. Kitinase banyak bermanfaat dalam penelitian terapan yang mempelajari tentang karakterisasi molekuler, khususnya bidang pertanian gen kitinase digunakan sebagai agen biokontrol pada jamur dan serangga patogen tanaman. Sedangkan kitosan dalam bidang bioteknologi dapat digunakan sebagai media untuk pemisahan protein dan imobilisasi enzim (Knorr, 1984). Kitosan juga banyak bermanfaat dalam bidang kesehatan, pertanian, pangan, lingkungan dan industri kosmetik (Bough, 1975 dan Tsigos, et al., 2000). Mengingat manfaat kitinase dan aplikasi kitosan yang begitu luas, maka diperlukan usah-usaha eksplorasi mikroba asidofilik yang diharapkan memproduksi enzim pendegradasi kitin yang tahan asam.
PENDAHULUAN Dewasa ini perkembangan bioteknologi sudah demikian pesatnya dan menunjukkan hasil-hasil yang cukup menarik perhatian dunia, dimana salah satu produk bioteknologi yang menjadi primadona sekarang ini adalah molekul enzim. Melihat begitu pentingnya peranan enzim maka para ilmuan berusaha mencari mikroba penghasil enzim yang tahan terhadap lingkungan ekstrim seperti termofil, asidofil, alkalofil, metalotoleran dan sebagainya (Suhartono, 1989). Namun dalam penelitian ini dilakukan eksplorasi mikroba asidofil penghasil enzim kitinase. Kitin adalah polimer linier dari residu N-asetil Dglukosamin yang terikat -1,4 glikosida. Senyawa ini merupakan polimer berlimpah kedua di alam setelah selulosa, karena kitin penyusun kerangka luar serangga, moluska, dan crustaceae, serta juga merupakan komponen utama dinding sel septum dan cendawan (Cabib, 1987 ; Gooday, 1983). Produksi kitin diperkirakan 1011 metrik ton pertahun dan sejumlah itu pula kitin didegradasi. Degradasi kitin terutama dilakukan oleh mikroba termasuk dari berbagai spesies bakteri, dimana kitin berperan sebagai sumber karbon dan nitrogennya (Gooday, 1990) Proses degradasi kitin merupakan suatu proses reaksi enzimatik yang berlangsung dalam dua jalur. Jalur pertama melibatkan enzim kitinase yang menghidrolisis kitin secara acak pada ikatan 1,4- glikosida. menjadi oligosakarida hingga disakarida (Cabib, 1987). Kemudian pada jalur lain melibatkan enzim kitin deasetilase yang dapat mengkonversi kitin menjadi kitosan (Tokuyasu,et al., 1996). Salah satu faktor yang menunjang pertumbuhan dan metabolisme mikroba adalah pH yang sesuai, dimana masing-masing mikroba mempunyai pH optimum yang berbeda. Mikroba asidofilik merupakan mikroba yang
BAHAN DAN METODE Isolasi dan Identifikasi mikroba : Sampel diambil dari beberapa daerah di Jawa Barat seperti Kawah Kamojang, Papandayan, Tangkuban Perahu dan Pasar Ikan Jakarta dikulturkan dalam medium luria brouth (LB) dan luria agar (LA) pada kondisi asam. Selanjutnya diinkubasi pada suhu 37oC, 55oC, 60oC, dan 70oC, 200 rpm selama enam hari. Hasil yang positif yaitu ditandai dengan terbentuknya zona bening disekitar koloni mikroba, kemudian digores kuadran pada medium LA hingga diperoleh koloni tunggal. Koloni yang membentuk
3
Hasnah Natsir
Mar. Chim. Acta
Pengujian Kitin Deasetilase (Tokuyasu, et al., 1996) 160 l campuran reaksi (0,15 % glikol kitin + buffernya pada pH tertentu), kemudian ditambahkan 40 l larutan enzim. Vortex dan diinkubasi selama 20 menit pada shaker suhu 37 oC dan 55 oC, selanjutnya ditambahkan 200 l asam asetat 33 % sebagai tanda akhir reaksi. Sekitar 0,4 ml larutan di atas + 0,4 ml sodium nitrit + 0,4 ml asam asetat 33%, vortex dan dibiarkan 10 menit. Kemudian ditambahkan 0,4 ml amonium sulfomat 12,5 %, 2,0 ml HCl 0,5 % dan 200 l larutan indole 1 % dalam alkohol. Selanjutnya larutan tersebut dipanaskan selama 5 menit dalam waterbath, dan diukur absorbansinya pada panjang gelombang 492 nm. Satu unit aktivitas enzim didefinisikan sebagai jumlah enzim yang memproduksi 1 mol glukosamine per menit.
zona bening tercepat dan terluas dipilih dan disimpan dalam larutan Cryobuffer atau gliserol. Setelah diperoleh mikroba murni penghasil kitinase atau kitin deasetilase, maka mikroba tersebut diidentifikasi dengan menggunakan metode Bergey\s Manual, untuk mengetahui bentuk dan jenis mikroba tersebut. Penyiapan inokulum dan produksi enzim : Medim cair ber-pH 5,0 sebanyak 10 ml dengan komposisi ; 0,7 % (NH4)2SO4 ; 0,1 % K2HPO4 ; 0,1 % NaCl ; 0,1 MgSO4 7H20 ; 0,05 % yeast ekstrak dan 0,5 % koloidal kitin diinokulasikan mikroba murni dalam keadaan streril, kemudian diinkubasi pada shaker l70 rpm suhu 37 oC selama 16 sampai 20 jam. Selanjutnya inokulum tersebut dimasukkan ke dalam 90 ml medium produksi yang komposisi mediumnya sama dengan medium inokulum. Setiap dua belas jam dilakukan sampling untuk pengukuran OD pada panjang gelombang 376 nm, dan pengukuran aktivitas enzim pendegradasi kitin.
HASIL DAN PEMBAHASAN Mikroba asidofilik penghasil enzim pendegradasi kitin diisolasi, diidentifikasi dan dikoleksi dari beberapa lokasi dengan tujuan mencari mikroba asidofilik yang dapat menghasilkan enzim penghidrolisis kitin. Sebagaimana kita ketahui bahwa pada pada daerah kawah dan gunung banyak mengandung sulfur yang menyebabkan pH lingkungan tersebut bersifat asam. Sedangkan pengambilan sampel dari pasar ikan berdasar pada kenyataan bahwa di pasar ikan terdapat limbah hasil laut seperti udang, kepiting dan kerang-kerangan yang telah tertimbun lama di dalam tanah sehingga diharapkan banyak mengandung mikroba penghasil kitinase atau kitin deasetilase. Dari hasil isolasi tersebut diperoleh 36 isolat mikroba, yaitu 32 isolat berasal dari Kamojang dan 4 isolat berasal dari Pasar Ikan seperti terlihat pada Tabel 1.
Pengukuran Aktivitas Kitinase (Ueda dan Arai, 1992) Campuran reaksi yang mengandung 1,0 ml koloidal kitin 0,3 % dan 2,0 ml buffer Melvaine dengan pH tertentu dan 1,0 ml larutan enzim, lalu divortex dan diinkubasi selama satu jam pada shaker l70 rpm, 37 oC. Sisa kitin dalam campuran reaksi diukur turbiditasnya pada panjang gelombang 660 nm. Satu unit aktivitas diukur sebagai sejumlah enzim yang menyebabkan penurunan absorbansi reaksi sebesar 0,001 pada 660 nm tiap menit.
Tabel 1. Hasil Isolasi sampel dari Kamojang, Papandayan, Tangkuban Perahu, dan Pasar Ikan
No. 1 2 3 4
Sampel Kamojang Papandayan Tangkuban Perahu Pasar Ikan
Kol. 7391 1090 2324
pH 5,0 Kit. 32 4
Kol. 7055 325 292 1031
pH 4,0 Kit. -
Kol. 1083 212 103 183
pH 3,0 Kit. -
Kol. 99 -
pH 2,0 Kit. -
Keterangan : Kol. = Jumlah koloni yang didapatkan dari hasil penyebaran sampel Kit. = Jumlah isolat yang mempunyai aktivitas kitinolitik Hasil yang terlihat pada tabel 1 disebar pada medium asam dengan suhu yang sesuai asal sampel tersebut. Kamojang, Papandayan, dan Tangkuban Perahu disebar pada suhu 37 oC sampai 70 oC sedang sampel Pasar Ikan hanya disebar pada suhu 37 oC. Sampel Papandayan tidak disebar pada pH 5,0 karena pH tempat asalnya yang rendah yaitu sekitar pH 2,0 – 4,0.
Dari setiap lokasi didapatkan isolat penghasil enzim kitinase, kemudian dihitung persen kitinolitiknya yaitu perbandingan jumlah isolat yang mempunyai aktivitas kitinolitik dengan jumlah seluruh isolat yang didapatkan pada lokasi tersebut seperti terlihat pada Tabel 2.
4
Vol.3 No.1
Eksplorasi Mikroba Asidofilik …
Tabel 2. Persentasi kitinolitik tiap lokasi didapatkannya isolat yang mempunyai aktivitas kitinolitik
No. Lokasi Sampel JIK 1 Kamojang 1 (K-1) 4 2 Kamojang 22 (K-22) 15 3 Kamojang 24 (K-24) 13 4 Pasar Ikan 13 (PI -13) 1 5 Pasar Ikan 18 (PI -13) 1 6 Pasar Ikan 19 (PI -13) 1 7 Pasar Ikan 20 (PI -13) 1 Keterangan : JIS = Jumlah seluruh isolat JIK = Jumlah isolat yang mempunyai aktivitas kitinolitik
JS 154 143 162 89 36 192 116
Kitinolitik (%) 2,60 10,49 8,02 1,12 2,77 0,52 0,86
Berdasarkan hasil pengukuran aktivitas enzim pendegradasi kitin dan kurva pertumbuhan dari ketiga isolat murni diperoleh hasil seperti terlihat pada Gambar 2 yaitu aktivitas kitinase isolat K-22 (0,76 U/ml) pada hari keempat terlihat lebih unggul dibanding dengan isolat K-2 dan K-24 yang memiliki aktivitas kitinase 0,51 U/ml dan 0,55 U/ml enzim yang tercapai pada hari kelima.
1.8 1.6 1.4 1.2 1 0.8 0.6 0.4 0.2 0
0.8 0.7 0.6 0.5 0.4 0.3 0.2
Aktivitas (U/ml)
Pertumbuhan (OD)
Isolat-isolat yang mempunyai aktivitas kitinolitik ini kemudian diukur indeks kitinolitiknya, dimana indeks kitinolitik merupakan pengukuran secara semi kuantitatif. Pengukuran secara kuantitatif dilakukan dengan melakukan pengujian aktivitas enzim pada pH dan suhu tertentu dengan menggunakan metode reduksi kitin dan kitin deasetilase. Pengujian ketahanan terhadap asam dilakukan dengan menurunkan pH media secara bertahap yang dimulai dari pH 5,0 hingga 2,0 (5,0 ; 4,5 ; 4,0 ; 3,5 ; 3,0 ; 2,5 ; 2,0) Pada pH 5,0 dan pH 4,5 semua isolat dapat tumbuh dan pada pH 4,0 dan pH 3,5 hanya enam isolat yang dapat tumbuh dan menghasilkan halo, sedangkan pada pH 3,0 - 2,0 tidak ada mikroba yang dapat tumbuh. Kecepatan pertumbuhan isolat dan kemampuan isolat tersebut membentuk halo yang bervariasi disebabkan oleh adanya perbedaan jenis dan sifat-sifat dari isolat. Berikut ini adalah hasil pengukuran indeks kitinolitik tiga isolat murni dari Kamojang pada pH 5,0 dengan suhu 37o C yaitu isolat K-2, K-22, dan K-24 dengan indeks kitinolitik masing-masing 1,6 ; 1,5 dan 1,4.yang terlihat pada Gambar 1. Sedangkan sampel dari Pasar Ikan Jakarta tidak ditemukan adanya isolat murni tetapi masih dapat tumbuh pada pH 4,0 sampai pH 5,0 dan menunjukkan aktivitas kitinolitiknya.
0.1 0 0
1
2
3
4
5
6
Waktu inkubasi (hari) OD K-22
Isolat K-2
Isolat K-22
Isolat K-24
Gambar 2. Pertumbuhan dan aktivitas enzim isolat K-2, K-22, dan K-24
Bagi mikroba asidofilik, lingkungan atau medium dengan pH netral akan membuat mikroba tersebut tidak dapat tumbuh . Faktor utama yang mempengaruhi ketahanan mikroba terhadap lingkungan asam adalah membran plasma. Jika pH meningkat mencapai netral atau lebih, plasma membran mikroba asidofilik akan larut dan selnya lisis. Jadi kestabilan membrannya sangat ditentukan oleh konsentrasi ion hirdogen yang tinggi dalam mediumnya (Brock dan Madigan, 1991). Berdasarkan hasil identifikasi mikroba, didapatkan hasil bahwa mikroba tersebut mempunyai ciriciri antara lain gram positif, berbentuk batang , berspora, bersifat motil dan aerob. Jadi mikroba ini diduga masuk golongan Bacillus, karena memiliki ciri yang mirip dengan Bacillus.
Gambar 1. Uji kitinolitik isolat K-2, K-22 dan K-24
5
Hasnah Natsir
Mar. Chim. Acta
tersebut diduga termasuk golongan Bacillus, karena memiliki ciri-rici yang mirip dengan bakteri Bacillus sp. dan hasil pengukuran aktivitas enzimnya mencapai kondisi optimum pada pH 5,0 dan suhu 37 o C.
KESIMPULAN Dari hasil penelitian ini diperoleh tiga isolat yang dapat tumbuh pada pH 4,0 – 5,0 dan cukup potensial yaitu K– 2 ; K–22 ; dan K– 24. Ketiga isolat tersebut telah diidentifikasi dan diperoleh hasil bahwa ketiga isolat
DAFTAR PUSTAKA Bough, W.A., 1975. Coagulation with Chitosan an Aid to Recovery of by Product Egg Breaking Wastes. Poultry Sci. J. 54 : 1904 – 1911 Brock, T.D., dan Madigan, M.T., 1991. Biology of Microorganism. Sixth Edition. Prentice Hall International Inc, Englewoos Cliffs, New Jersey. Cabib, E., 1987. The Synthesis and Degradation of Chitin. In: Meister, A., (Ed.) Advances in Enzymology. Vol: 59. John Wiley and Sons. New York. Pp 59 – 101. Frobisher, M.Sc.D., 1962. Fundaments of Microbiology. Seventh edition. W.B. Sounders Company, Philadelphia, London. Gooday, G.W., 1983. The Microbial Synthesis of Sellulose, Chitin and Chitosan. Prog. Indust. Microbiol. 18: 85 – 127. Gooday, G.W., 1990. The Ecology of Chitin Degradation. In: KC. Marshall (Ed): Advances and Biotechnology. Vol. 34 : 715 – 719. Knorr, D., 1984. Use of Chitinous Polymers in Food. Food Tech. J. 38 : 84 - 95 Suhartono, M.T., 1989. Enzim dan Bioteknologi. Depdikbud, Dikti, PAU Bioteknologi - IPB. Bogor. Tokuyasu, K., Ohnishi-Kameyama, M., Hayashi, K., 1996. Purification and Characterization of Extracellular Chitin Deacetylase from Colletotrichum lindemuthianum. Biosci. Biotech. Biochem. Vol. 60 (10): 1598 - 1603. Tsigos, I., A. Martinou, D. Kafetzopoulus, and V. Bouriotis, 2000. Biotechnology. Tibtech., 18: 305-312.
Chitin Deacetylases.
New, Versatile Tools in
Ueda, M., dan Arai M., 1992. Purification and Some Properties of Chitinases from Aeromonas sp. No. 10S-24. Biosci. Biotech. Biochem. Vol. 56 (2): 460 – 464.
6