1
LUQMAN MENGINSPIRASI HAKIM M. Luqmanul Hakim Bastary 1
Makhluk ciptaan Allah SWT yang paling sempurna adalah manusia. Karunia yang sangat besar yang diberikan-Nya bagi manusia antara lain adalah rasa, cipta, dan karsa. Ketiganya termasuk unsur jiwa/ akal budi/ immateri yang melekat secara inherent pada manusia atau merupakan sifat khas manusia (khashiyatul insaan). Ketiga sub unsur tersebut (rasa, cipta, dan karsa) haruslah dipergunakan dengan baik, karena predikat kesempurnaan manusia (ahsani taqwimin) sangat ditentukan dengan bagaimana manusia tersebut menggunakan sub-sub unsur tersebut. Untuk mengetahui apakah ketiga sub unsur yang dimaksud (rasa, cipta, dan karsa) bekerja dengan baik pada diri kita. Untuk itu akan diilustrasikan dengan kisah seorang ahli hikmah yang bernama Luqmanul Hakim yang namanya sampai diabadikan di dalam al-Qur’an sebagai nama dari salah satu surat, yaitu Surat ke-31 (Surat Luqman). Dikisahkan bahwa tatkala Luqman bersama anaknya akan membawa hewan peliharaannya, yaitu keledai ke suatu tempat, seperti biasa pada umumnya orang membawa hewan, dengan mengikatkan tali ke leher hewan dan talinya dipegang sambil berjalan bersama. Saat berpapasan dengan pejalan kaki, tiba-tiba pejalan kaki tersebut berucap, “ayah dan anaknya itu” maksudnya Luqman dan anaknya” tidak cerdas, hewan yang sehat lagi gagah, tetapi tidak ditunggangi saja oleh anaknya”. Mendengar ucapan itu, Luqman membenarkannya, lalu muncul keinginan bahwa keledai tersebut akan ditunggangi anaknya. Tak berapa lama anaknya 1
Hakim Tinggi Pada Pengadilan Tinggi Agama Bandung
2
menunggangi keledai tersebut, terdengar pula oleh Luqman ucapan orang yang lewat, “anak yang tidak tahu diri, dia menunggangi keledai sedangkan ayahnya berjalan kaki”. Luqman kembali membenarkan ucapan tersebut dan mengubah posisi dengan turut pula menunggangi keledai bersama anaknya. Ketika Luqman akan menunggangi keledai bersama anaknya, orang-orang yang ada di sekitarnya yang melihat pemandangan yang aneh itu pun tertawa. Merasa telah melakukan keanehan, Luqman lalu memikul keledainya itu dengan mengikat keempat kakinya, namun apa yang terjadi dia pun masih menerima ejekan orang, “mengapa keledai yang sehat dan gagah itu tidak dibawa berjalan bersama saja”. Setelah beberapa kali mendengar ucapan orang yang membuat Luqman salah dalam bertindak, lalu Luqman menyatakan kepada anaknya, “dalam melakukan suatu pekerjaan kita jangan dengan mudah terpengaruh oleh pendapat orang lain tanpa harus dipikirkan terlebih dahulu. Kita harus punya pendirian. Kalau baik menurut kita dan baik pula menurut kelaziman dengan tidak merugikan orang lain, maka lakukanlah”. Akhirnya diputuskanlah oleh Luqman untuk membawa keledainya itu dengan cara sebagaimana yang pertama dilakukannya. Terhadap kisah di atas, mungkin terasa lucu dan jika dirasakan lucu, itulah sub unsur rasa yang bekerja. Rasa merupakan kebutuhan rohani yang ada pada diri manusia yang senantiasa menuntut pemuasan. Tuntutan itulah yang akan mendorong manusia untuk berpikir, karenanya setelah kisah itu dirasakan lucu atau telah adanya fakta yang terindera (al-waqi al-mahsus), maka timbul pertanyaan selanjutnya, apa maksud dari kisah tersebut, di sini manusia dituntut untuk berpikir yang tentunya adalah untuk dijadikan pelajaran bagi orang-orang yang menghendaki kebaikan. Maksud itulah sebagai kerjanya cipta/ akal/ budi/ daya pikir. Jika kita menjadikannya sebagai suatu pelajaran, maka berarti cipta kita masih berfungsi dengan baik, karena cipta atau akal bertujuan untuk ilmu atau kebenaran.
3
Setelah kisah itu kita pikirkan, bahwa maksudnya adalah untuk dijadikan pelajaran atau diambil hikmahnya, maka timbullah keinginan atau kehendak untuk berbuat yang lebih baik. Itulah karsa, karena karsa adalah dorongan manusia untuk berbuat atau tidak berbuat, yang tujuannya adalah untuk kebaikan. Pada tataran praktek, ketiga sub unsur itu (rasa, cipta, dan karsa) sangat relevan dengan tugas Hakim, yaitu mengkonstatir, mengkualifisir, dan mengkonstituir perkara yang diajukan kepadanya. Hakim sebagai penjabat negara yang melakukan kekuasaan kehakiman, baginya wajib untuk menggali, mengikuti, dan memahami nilai-nilai hukum dan rasa keadilan yang hidup dalam masyarakat [Pasal 19 dan Pasal 5 ayat (1) Undang-undang Nomor 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman]. Ketika melakukan konstatir, Hakim harus menyatakan benar telah terjadi peristiwa konkret di mana para pihak harus mampu membuktikan peristiwanya dengan alat bukti. Di sini Hakim menggunakan rasa nya, tidak hanya menyatakan suatu peristiwa telah terbukti, tetapi Hakim juga dapat merasakan siapa yang menzalimi dan siapa yang dizalimi. Setelah itu Hakim akan berpikir bagaimana menemukan hukumnya atau melakukan kualifisir akan peristiwa yang melingkupi peristiwa yang telah terbukti itu. Di sini cipta atau akal yang berperan sehingga dalam tahap ini timbul beberapa aliran penemuan hukum antara lain, legisme, freisrechtslehre, mazhab historis, dan begriffsjurisprudenz. Setelah Hakim melakukan konstatir dan kualifisir atas peristiwa yang terjadi, maka Hakim berkehendak untuk menjatuhkan putusan (melakukan konstituir). Dalam hal ini Hakim sedapat-dapatnya harus secara proporsional mempertimbangkan aspek-aspek sebagai tujuan hukum, yaitu kepastian hukum (rechtssicherkeit) sebagai bentuk pertanggungjawaban secara yuridis, keadilan (gerechtigkeit) sebagai bentuk pertanggungjawaban secara filosofis, dan kemanfaatan (zweckmassigkeit) sebagai bentuk pertanggungjawaban secara sosiologis. Di sinilah berfungsinya karsa atau kemauan.
4
Rasa, cipta, dan karsa atau disebut juga dengan kalbu, jika dipergunakan dengan baik, maka disebut kalbu positif dan akan menghasilkan peradaban (kebaikan), tetapi sebaliknya jika tidak dipergunakan dengan baik, maka disebut dengan kalbu negatif dan akan menghasilkan kebiadaban (kejahatan). Semoga kita selalu dalam petunjuk dan ridha-Nya dalam melaksanakan tugas mulia yang diamanahkan kepada kita dengan menjadikan kalbu kita sebagai kalbu positif.
5
Kepada Yth.
Bandung, 5 Mei 2014
Pemimpin Redaksi Majalah Hukum Varia Peradilan Di Jakarta
Assalamu’alaikum W.W Bersama ini disampaikan artikel berjudul “Luqman Menginspirasi Hakim” untuk dimuat pada Rubrik Perilaku Hakim dan Kepemimpinan pada Varia Peradilan. Demikian dengan dimuatnya artikel tersebut diucapkan terima kasih.
Wassalam ttd M. Luqmanul Hakim Bastary