LOCAL WISDOM DALAM TEMBANG MACAPAT MADURA Oleh: Moh. Hafid Effendy (Dosen Tetap Sekolah Tinggi Agama Islam Negeri Pamekasan)
[email protected]
Abstrak: Artikel ini merupakan hasil kajian tentang analisis Tembang Macapat Madura dalam pendekatan tradisional yang notabene merupakan karya para sastrawan Madura yang komplek akan nilai – nilai yang berkembang di masyarakat, salah satunnya nilai local wisdom (kearifan lokal) Madura. Melalui tembang macapat tersebut para sesepuh Madura memberikan pendidikan moral dengan cara menyiratkan nilai – nilai yang arif dan adiluhur dalam syair – syair teks tembang macapat untuk mencetak generasi yang bermoral dan berakhlak mulia. Hasil analisis menunjukkan adanya nilai-nilai local wisdom pada beberapa kategori, diantaranya (1) Komunikasi dalam keluarga yang hasilnya menunjukkan bahwa terdapat pesan moral tentang pentingnya berpikir dahulu sebelum bertindak supaya tidak berakibat fatal pada dirinya. Selain itu juga mengandung makna nasehat tentang perilaku seseorang yang menyalahgunakan akalnya untuk melakukan hal yang tidak baik, terdapat pula pesan moral untuk tidak membicarakan keburukan orang lain yang belum tentu akan kebenaran beritanya. Di sisi lain dalam (2) Komunikasi antar Masyarakat yang hasilnya menunjukkan bahwa terdapat tiga bhângsalan yang intinya berisikan menjaga lisan agar tidak membahayakan dirinya sendiri, terdapat tiga bhângsalan yang intinya menerangkan tentang pentingnya menebar kebaikan di muka bumi, dan terdapat kearifan lokal yang berisikan pesan moral supaya selalu berprilaku jujur.
Kata kunci: Lokal Wisdom, Tembang Macapat Madura
A. Pendahuluan
juga
dikenal
sebagai
pulau
yang
Secara geografis, pulau Madura
multietnik, karena pulau ini juga tidak
terletak pada 7° LS dan antara 112° dan
hanya dihuni oleh orang Madura saja.1
114°
BT.
dalam
Faruk
Ada suku lain di luar suku Madura yang
Madura
terbagi
secara turun-temurun tinggal di Madura,
menjadi empat kabupaten yang berada
yaitu orang Jawa, Cina, Arab dan lain-
di bawah administrasi Provinsi Jawa
lain. Struktur masyarakat dari populasi
menjelaskan
Wiyata pulau
Timur. Masing-masing dari kabupaten tersebut yaitu, Sumenep, Pamekasan, Sampang dan Bangkalan. Pulau Madura
1
Umar Faruk. Makna Filosofis Dalam Kumpulan Syair Lagu-lagu Madura. (Pamekasan: Universitas Madura, 2010), hlm 1.
LOCAL WISDOM DALAM TEMBANG MACAPAT MADURA Moh. Hafid Effendy
penduduk pulau ini mayoritas adalah
sebagainya), (4) Teka – teki (serbagai
penutur asli bahasa Madura, yaitu orang
bentuk tanya jawab pada umumnya
Madura
untuk mengasah pikiran), (5) Cerita
dan
bahasa
komunikasi
Rakyat (mite, legenda, sage).3
merekapun Berbahasa Madura. Di sisi lain, masyarakat Madura
Penganalisisan
pada umumnya hingga saat masih
Tembang
Macapat
mempertahankan
tradisi
bukanlah
yang
Folklor
Sebelum
Penulis
yang
Tembang
warisan
adat
leluhur
merupakan salah
serta
mereka. satu
tradisi
terhadap ini
teks
sebenarnya
pertama
kalinya.
menganalisis
Macapat
ini,
sudah
teks ada
masih melekat kuat dalam lingkungan
penelitian serupa yang dilakukan oleh
masyarakat Madura. Ong dalam Ratna
Peneliti
mengatakan bahwa Folklor merupakan
dilakukan
kelisanan itu sendiri sebagai orality yang
dengan judul “Nilai – nilai Religius dalam
dipertentangkan dengan keberaksaraan
Antologi
2
lain.
Penelitian
oleh
tersebut
saudara
Tembang
Syaifuddin
Macapat
Madura
(literacy) . Selain itu, Brunvand dalam
karya Oemar Sastrodiwirjo”. Hasil dari
Ratna membedakan Folklor menjadi tiga
penelitian tersebut disajikan sebagai
macam, yaitu: (1). Folklor Lisan (verbal
berikut: (1) Dalam Tembang Sènom dan
folklore), (2) Folklor Setengah Lisan
Mèjhil
(partly verbal folklore), (3) Folklor bukan
terdapat dua nilai religious yaitu: Tauhed
Lisan (nonverbal folklore).
Uluhiyah dan Tauhed Asma’ Wassifat.
Folklor
lisan,
Tembang Sènom adalah anjuran kepada
sedangkan Folklor setengah lisan dan
semua masyarakat untuk menjaga dan
Folklor non lisan termasuk tradisi lisan.
menjunjung
Masyarakat Madura pada umumnya
bersaudara,
lebih mengenal folklor lisan yang turun –
berkeluarga jangan sampai mengikuti
temurun tetap dilestarikan dari generasi
hawa
kegerasi. Ratna menyebutkan bahwa
terhadap kebatilan yang akhirnya terjadi
Folklor lisan terdiri dari: (1) Ungkapan
pertengkaran, maka akan sebab itu akan
Tradisional
(pepatah,
menimbulkan
semboyan),
(2)
dengan
untuk
hal
Sastrodiwirjo
(2) Nilai Religius yang terdapat dalam
(nyanyian
dalam
Oemar
ini
disamakan
Lisan
karya
sastra
peribahasa,
Nyanyian menidurkan
yang
hidup
dalam
khususnya
dalam
selalu
perasaan
mengajak
sakit
hati
Rakyat
kepada kedua orang tua masing –
anak
masing. (3) Nilai Religius yang terdapat dalam
Rakyat
peringatan
julukan,
dan
nafsu
seperti Nina Bobo, Bibi Anu), (3) Bahasa (dialek,
kerukunan
sindiran,
bahasa rahasia, bahasa remaja, dan
Tembang kepada
Mèjhil kita
agar
adalah tidak
sombong terhadap masyarakat sekitar walaupun memiliki pengetahuan yang
2
Ratna, Nyoman Kutha. Antropologi Sastra: Peranan Unsur-unsur Kebudayaan dalam Proses Kreatif. (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2011) hlm 102.
luas sebab sifat sombong hanyalah milik Allah Swt. Tembang Mèjhil yang kedua 3
Ibid. hlm 103.
OKARA, Vol. 1, Tahun X, Mei 2015 56
LOCAL WISDOM DALAM TEMBANG MACAPAT MADURA Moh. Hafid Effendy
terkandung
nilai
religius
mengingatkan
yaitu
jangan
melupakan
dan
membakar dupa akan mendapatkan
sampai
harumnya
dupa),
meninggalkan
mendekati
atau
maksudnya, berkumpul
bila
dengan
kewajiban. (4) Nilai Tauhed Rububiyah
orang baik, maka akan memperoleh pula
dalam Tembang Mèjhil dan Sènom tidak
kebaikan.5
ada4.
Kearifan Masyarakat Madura juga bersifat
terbuka
dalam
kesusastraan dilingkungan
hal
budaya
yang
dan
berkembang
masyarakatnya
Lokal
yang
banyak
terdapat pada adegium ungkapan sastra tersebut
cenderung
mengarah
pada
pembinaan budi pekerti yang adiluhur.
dengan
Hal itu bertujuan untuk membangun diri
catatan tidak bertentangan dengan nilai -
menjadi pribadi yang yang berguna bagi
nilai kearifan lokal yang berlaku di
bangsa, negara dan agamanya. Salah
lingkungan masyarakat Madura. Mereka
satu sarana yang digunakan sesepuh
akan terus
Madura
mempertahankan warisan
untuk
mengajarkan
leluhur Madura dan mewariskannya dari
nilai-nilai
generasi ke generasi, karena kerifan
menyuratkan dan menyiratkannya dalam
lokal
lingkungan
syair-syair
sejatinya
Tembhâng
yang
berlaku
masyarakat
di
Madura
merupakan jati diri dari orang Madura. Sulaiman
mengatakan
kearifan
tentang
lokal,
tembhâng
tradisional
Macapat Jawa
mereka macapat.
adalah
yang
puisi
mempunyai
bahwa
aturan dalam hal jumlah baris dalam
kearifan lokal adalah suatu istilah yang
setiap bait, jumlah suku kata dalam
dimiliki oleh kelompok masyarakat dan
setiap baris, serta bunyi sajak akhir
tidak dimiliki diluar kelompok tersebut.
dalam setiap baris tembhâng macapat
Kearifan
lokal
memang berasal dari tanah Jawa, tetapi
istiadat,
institusi,
dapat
berupa
kata-kata
adat bijak,
leluhur
Madura
pepatah (parèbhâsan dan saloka). Salah
mengadaptasikan
satu contoh kearifan lokal dalam bentuk
karakter
Parèbhâsan (pribahasa): Song - osong
menjadikannya
lombhung
budaya
(mengangkat
lumbung
bersama - sama) yang memiliki makna bahwa
melakukan
secara
suatu
Bentuk
polong
bi‘ rèng
lo-mèlo
ro‘omma
yaitu
ngobbhâr
dhupa,
:
sesuai
Madura yang
dengan kemudian
sebagai
Madura
dan
khasanah mengandung
pesan moral yang mulia dan tinggi.
pekerjaan
bergotong-royong.
Salokanya
mengadopsi
dhupa (berkumpul dengan orang yang
B. Pengertian dan Wilayah local Wisdom (Kearifan Lokal) Kearifan
lokal
merupakan
nilai
terkait secara spesifik dengan budaya tertentu, dan mencerminkan cara hidup
4
Syafiuddin. Nilai – Nilai Religius dalam Antologi Tembang Macapat Madura Karya Oemar Sastrodiwirjo. (Pamekasan: Universitas Madura, 2011) hlm 75.
5
A. Sulaiman Sadik. Jatidiri, Budaya Lokal dan Kearifan Lokal Madura. (Surabaya: Karunia,2013), hlm 104.
OKARA, Vol. 1, Tahun X, Mei 2015 57
LOCAL WISDOM DALAM TEMBANG MACAPAT MADURA Moh. Hafid Effendy
masyarakat
tertentu.
Kearifan
lokal
Gagasan
ini
bertujuan
disebut juga warna lokal (local color),
membangun
mengacu kepada sesuatu yang asli atau
pentingnya kearifan lokal sebagai alat
khas dari suatu masyarakat, sesuatu
yang efektif untuk mengurangi risiko
yang masih bersifat indigeneous, asli,
terjadinya
local genious, belum terpengaruh oleh
kebudayaan
budaya dari tempat lain, atau dari
kearifan lokal oleh budaya lain yang
negara lain. Oleh karena itu, dalam
lebih adidaya. Kita bangsa Indonesia
penggunaannya, istilah kearifan lokal
tentunya tidak ingin mengalami “rasa
acapkali
dengan
kehilangan” seperti yang dirasakan oleh
sesuatu yang bersifat lebih luas atau
Sitanggang, ketika budaya milik kita
universal, yaitu kebudayaan dunia yang
yang berharga terlupakan, atau, lebih
mondial.
jelek lagi, diaku oleh negara lain. Karena
dipertentangkan
Dalam bidang sastra,
kesadaran
untuk
atrisi
terhadap
(pengeroposan)
akibat
tergencetnya
kearifan
itu, dengan meningkatkan pemahaman
lokal atau warna lokal mengacu pada
terhadap kearifan lokal dan contoh-
karya
contoh
sastra
daerah,
baik
yang
pemanfaatannya,
penulis
berbentuk prosa atau pun puisi, yang di
berharap dapat memberikan wawasan
dalamnya terkandung unsur tokoh dan
bagi
watak,
kebijakan
dialek,
kebiasaan-kebiasaan,
para
praktisi untuk
dan
pengambil
mempertimbangkan
deskripsi keadaan dan keindahan alam,
khazanah berharga masyarakat Madura
pakaian,
kepercayaan
sebagai sumber daya yang berharga
setempat yang terkait dengan daerah
dalam pembangunan manusia Indonesia
tertentu (Local color or regional literature
yang berbudi luhur dan bermartabat
is fiction and poetry that focuses on the
pada umumnya, dan masyarakat budaya
characters,
Madura pada khususnya.
adat-istiadat,
dialect,
customs,
topography, and other features particular to a specific región).
Oleh karena itu,
Di
sisi
mengatakan
lain,
bahwa
Sulaiman
kearifan
lokal
penyebarluasan praktik-praktik kearifan
merupakan suatu istilah yang dimiliki
lokal tertentu seringkali menjadi sebuah
oleh kelompok masyarakat dan tidak
tantangan, sebab prinsip-prinsip kearifan
dimiliki di luar kelompok tersebut7. Di
lokal yang berlaku untuk suatu daerah
samping itu, Ratna juga mengatakan
tidak serta-merta dapat diterapkan untuk
tentang kearifan lokal sebagai warisan
daerah lain. Dengan demikian, warna
budaya perlu dipelihara dan dilestarikan
lokal Madura akan mengandung kearifan
karena
selain
sistem
norma dalam
lokal khas Madura yang bisa saja tidak bersesuaian dengan kearifan lokal dari 6
daerah lain . 6
A,Syukur Ghazali. dipresentasikan pada acara
Makalah ―Sosialisasi
Kurikulum, Silabus, dan Buku Pendamping Pembelajaran Muatan Lokal Bahasa Daerah 2015 (di SLB Negeri Pembina Malang) hlm 2. 7 A. Sulaimain, Sadik. Selintas tentang Bahasa dan Sastra Madura. (Pamekasan: Bina Pustaka Jaya, 2013) hlm 104.
OKARA, Vol. 1, Tahun X, Mei 2015 58
LOCAL WISDOM DALAM TEMBANG MACAPAT MADURA Moh. Hafid Effendy
kebudayaan
lokal,
pengetahuan tradisional,
juga
lokal, yaitu
terkandung pengetahuan
berbagai
menyebutkan bahwa fungsi kearifan lokal, yaitu :
konsep
1. Kearifan
bahkan teori yang sudah digunakan oleh
pengikat
berbagai
nenek moyang dalam rangka menopang
kebudayaan
yang
keberlangsungan kehidupan. Kearifan
sehingga disadari keberadaannya.
lokal juga banyak dijumpai di dalam
lokal
2. Kearifan
merupakan
lokal
semen bentuk
sudah
berfungsi
ada untuk
ungkapan karya sastra. Menggunakan
mengantisipasi, menyaring, bahkan
karya
mentrasformasikan berbagai bentuk
sastra
sebagai
medianya,
bertujuan untuk pembinaan budi pekerti
pengaruh
agar menjadi pribadi yang tangkas,
sesuai dengan cirri - ciri masyarakat
berbudi luhur, serta taat menjalankan
lokal.
akidah agamanya yang diharapkan bisa
3. Kearifan
menjadi
pibadi
yang
tangguh
yang
budaya
lokal
luar
sehingga
dengan
demikian
berfungsi
untuk
memberikan
berguna bagi bangsa dan negaranya.
sumbangan
terhadap
kebudayaan
Keberadaan kearifan lokal tidak dapat
yang
berkembang jika tidak adanya peran serta
budaya
lokal
yang
lebih
luas,
baik
maupun internasional.
kemudian
Sulaiman menyebutkan bahwa
budaya lokal tersebut di setiap daerah
Kearifan
dijadikan sebagai muatan lokal yag
dikategorikan
diajarkan dalam berbagai bentuk sub
yaitu:
pokok pelajaran, seperti seni tari, seni
1. Komunikasi dengan Tuhan
musik, seni suara, serta bahasa dan 8
sastra daerah .
nasional
9
Lokal
Madura
dalam
lima
dapat
kelompok,
Karakteristik Etnis Madura salah satunya adalah Islam yang sejak dini
Keberadaan
lokal
oleh orang tua pada masyarakat Madura
daerah
untuk mengenal Pencitanya. Seorang
merupakan pembeda yang sangat jelas
ibu ketika akan menidurkan anaknya
antara komponen budaya yang satu
biasanya selalu bersenandung “Abhântal
dengan yang lain. Kearifan lokal sebagai
sahadhât, asapo‘ iman apajung Allah
komponen
asandhing Nabbhi (berbantal syahadat,
sebagai
ciri
kearifan
khas
lokal
suatu
menjadi
jati
diri
sekaligus sebagai penegas yang dapat
berselimut
mengakomodasi
bersanding Nabi)‖. Makna senandung
pengaruh
luar
dan
mengendalikan
yang
berusaha
merongrong kebudayaan lokal.
Ratna
tersebut
iman demikian
berpayung mantap
Allah terserap
sehingga ketika si anak mulai bisa berucap dengan lancar ia akan selalu membaca
8
Ratna, Nyoman Kutha. Antropologi Sastra: Peranan Unsur-unsur Kebudayaan dalam Proses Kreatif. (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2011) hlm 92.
dua
kalimat
Syahadat
sebelum ia merebahkan kepalanya ke Bantal. 9
Ibid. hlm 104.
OKARA, Vol. 1, Tahun X, Mei 2015 59
LOCAL WISDOM DALAM TEMBANG MACAPAT MADURA Moh. Hafid Effendy
Orang
Madura
ketika
akan
pesantren sebagai wadah
pendidikan
melakukan sesuatu hal yang dipandang
Islam bagi para santrè (santri) yang
berat ia akan menghentakkan kakinya
menimba ilmu di lingkungan pesantren.
ke
Serendah – rendahnya Ulama dalam
tanah
(agherjhâ
bhumè)
dan
pandangannya tertuju ke atas sebagai
masyarakat
tanda ia berdoa kepada Allah. Selain itu,
Langghârân yang tersebar di setiap
dalam dunia pesantren para alim ulama
kampung yang mengajar ngaji (ngjhi) di
juga
Si‘ir
menyusun
bernafaskan
ajaran
(syair) Islam
yang
Madura
adalah
Kèyaè
Surau (langghâr) milik mereka.
sebagai
Kedudukan
seorang
Umaro
sarana dakwah kepada para santri dan
(Raja atau pemimpin) juga tidak kalah
masyarakat sekitar dalam lingkungan
penting dalam rangka menjalankan alur
masyarakat Madura.
pemerintahan
2. Komunikasi antar Manusia
Madura
dalam
seperti
masyarakat
struktur
aparatur
Manusia selain makhluk individu
pemerintahan di lingkungan pedesaan
juga sebagai makhluk sosial yang dalam
yang terdiri dari Kalèbun (lurah), Carèk
implementasinya antara yang satu dan
(seketaris desa), Apèl (kepala dusun),
yang lainnya harus saling menghormati
RT dan RW . Mereka menjalankan
dan
tugasnya sesuai dengan fungsi jabatan
saling
menghargai.
Lingkungan
masyarakat
Madura
sangat
yang
diembannya
agar
tercipta
menghormati seseorang seperti kepada
lingkungan masyarakat yang kerta tor
kedua orang tua, orang yang lebih tua,
ghemma (adil dan makmur) .
orang
kaya
juga
dihormati
sebab
Sesepuh Madura mengajarkan
diharapkan dapat membantu si miskin,
sikap
demikian juga yang harus dihormati
dimaksudkan agar kita tidak semaunya
adalah
seperti
sendiri dan tidak memaksakan kehendak
halnya ulama dan umaro. Pepatah
terutama kepada mereka yang lebih
Madura menyatakan “Bhuppa‘, Bhâbhu‘,
muda.
Ghuru bân Rato (Bapak, Ibu, Guru, dan
dengan orang lain dengan cara yang
Raja)‖ sebagai penegas pola hubungan
santun, bijaksana dan cerdas. Leluhur
antara manusia yang satu dengan yang
Madura
lainnya dalam lingkungan masyarakat
baburughân beccè’ (petuah yang baik) “
Madura. Kedudukan seoarang Ulama
Mon bâ‘na andi‘settong pangaterro, jhâ‘
sebagai Ghuru (guru) dalam masyarakat
sampè‘ su – kasusu pèkkèr paalos,
Madura mempunyai peranan penting
sopajâ
dalam hal pendidikan dan syiar agama
ngènnèng ka ca‘ – oca‘an ajhâlâ sottra
agar
(ajhâlâ
orang
yang
generasi
berilmu
Madura
selalu
saling
menghargai
Selesaikan
menyatakan
tekka sottra
sè
segala
yang
sesuatu
dalam
èkahajhât
termasuk
sebuah
ma‘lè
parèbhâsan
meningkatkan iman dan takwa kepada
yang maksudnya jika melakukan suatu
Allah SWT. Seorang Ulama (Kèyaè)
pekerjaan
juga tidak akan terlepas dengan dunia
ajhina abâ‘ (jagalah harga dirimu) serta
janganlah
OKARA, Vol. 1, Tahun X, Mei 2015 60
kesusu),
Jâgâ
LOCAL WISDOM DALAM TEMBANG MACAPAT MADURA Moh. Hafid Effendy
Lakona
lakonè,
kennengngè
malar mandhâr papacangan ana‘
kennenganna
(kerjakanlah
Uci‘
tugasmu,
sareng
ana‘
dudukilah tempatmu). Saloka di atas
kaparèngana
sangatlah
yang
omor, kantos kalampan sadhâjâ
Madura
hajhât taḍâ‘â cobhâ tor alangan,
arif
diamanahkan
dan
bijaksana
oleh
leluhur
rahmad
Adè bherkat
kepada generasi penerusnya.
paponapa ḍâri papacangan è arè
3. Komunikasi dalam Keluarga
samangkèn kantos kalampan ḍâ‘
Komunikasi keluarga
dalam
mutlak
sebuah
diperlukan
kakabinan neng bingkèng arè,
agar
dhâddhiyâ
jhudhu
sè
rokon,
hubungan antar anggotanya harmonis
atong rampa‘ naong bâringèn
serta
keluarga
korong kantosa atongket roman,
mempunyai peran dan tanggung jawab
samporna dhunnya akhèrat……11
besar
langgeng. dalam
Kepala
rangka
membina
dan
“Harapan kepada semuanya sama –
mengayomi anggota keluarganya. Para
sama
sesepuh Madura selalu mengingatkan
kepada yang Agung yang mencipta jagat
agar dalam lingkungan sebuah keluarga
semoga
jangan sekali – kali: 1. Ajhuwâl Abâ‘
dengan ananda Adè mendapat rahmad
(menjual
serta
diri),
2.
Araobhi
Cemmer
(perilaku yang mempermakukan nama 10
keluarga).
saling
mendoakan
pertunangan berkah
terlaksana
memohon
ananda
umurnya,
semua
hajat
Uci
hingga
tiada
aral
melintang, mulai pertunangan hari ini
Orang
tua
juga
mempunyai
hingga sampai pada pernikahan di
harapan agar putra – putrinya seperti:
kemudian hari, menjadi jodoh yang
Buwâ Anaghân : Anak tertua di masa
rukun
tuanya diharapkan bisa memberi teladan
sempurna dunia akhirat”.
bahagia
hingga
tua
renta,
kepada adik – adiknya. Mandhâr Bâdâ‘â
Orang luar Madura kebanyakan
Paè‘ Dârâna : Semoga beruntung di
beranggapan bahwa orang Madura itu
kemudian hari.
buruk baik ucapan maupun tingkah
4. Komunikasi dalam Masyarakat
lakunya. Pesan para leluhur Madura
Sulaiman
mengatakan
bahwa
agar orang Madura tidak seburuk yang
kearifan lokal yang terdapat dalam
diberitakan
lingkungan masyarakat Madura salah
sebaiknya (1) Tè – ngatè mon acaca
satunya yaitu pada ucapan dan doa
sabâb mon copa la ghâgghâr ka tana
seperti yang terdapat dalam kutipan
kennèng jhilât polè (berhati – hatilah
sambutan
dalam berbicara, sebab jika ludah sudah
pada
acara
Papacangan
(pertunangan) sebagai berikut:
oleh
orang
luar,
maka
jatuh ke tanah tidak bisa dijilat lagi), (2)
―………Pangarep ḍâ‘ sadhâjâna
Ajjhâ‘ sampè‘ lècèghân mata‘ èkoca‘
paḍâ‘â salèng pojhi, nyo‘ona ḍâ‘
colo‘ bâlejjhâ
(jangan sampai suka
sè Aghung sè Amorbhâ jhâghât 10
A. Sulaiman Sadik. hlm 103.
11
Ibid. hlm. 106
OKARA, Vol. 1, Tahun X, Mei 2015 61
LOCAL WISDOM DALAM TEMBANG MACAPAT MADURA Moh. Hafid Effendy
berbohong agar tidak disebut pedagang
Kearifan
Lokal
Madura
yang
bakulan).
berupa pesan – pesan mulia dari leluhur
5. Komunikasi dengan Alam
yang oleh masyarakat Madura selalu
Masyarakat Madura khususnya
digunakan untuk mencari penyelesaian
di luar perkotaan, hampir semua yang
dalam permasalahan baik perorangan
terlihat di alam sekitar oleh leluhur
maupun
Madura dijadikan sebagai perumpamaan
umum. Harapan utama dari penulisan ini
untuk
supaya bisa dipahami oleh generasi
membentuk
masyarakatnya.
karakter
kemudian
secara
Bulan,
Angin,
Guntur,
dalam kehidupan sehari – hari sekaligus
termasuk air bah atau banjir semuanya
sebagai upaya untuk melestarikan nilai –
diapresiasi dan dikaji kemudian hasilnya
nilai luhur budaya bangsa.
Gunung,
Madura
masyarakat
Matahari,
Bintang,
muda
dalam
diamalkan
dijadikan petunjuk sebagai isyarat alam terhadap kehidupan manusia. 1. Arèna
para‘
C. Warna Lokal
competta
(matahari
Sastrawan Madura
hampir tenggelam). Parèbhâsan di
Keagungan
atas maksudnya yaitu perumpamaan
kerajaan
usia seseorang yang sudah sangat
penjajahan
tua,
lamanya.
atau
kekuasaan
bisa
juga
yang
pemegang
sudah
hampir
berakhir.
di
dan
Madura yang
kejayaan
sirna
dilibas
berjalan
berabad
Kekuasaan
sekarang
berpindah ke pemimpin formal, informal, pemerintahan desa, dan para kiai. Para
2. Ngakan asella arè (makan selang hari). Parèbhâsan di atas digunakan untuk
dan Kearifan Lokal
menyebut
orang
kiai sangat besar pengaruhnya terhadap masyarakat bawah. 13
yang
kehipannya sangat sengsara.
Kiai
sangat
mempengaruhi
keputusan yang bersifat sosial, misalnya
3. Akantha bulân kasèyangan (seperti
mendamaikan
keluarga
yang
carok,
bulan kesiangan) , Parèbhâsan ini
memberi nama bayi yang baru lahir,
merupakan
kulit
atau meminta Kiai untuk memberikan
seorang wanita yang kuning langsat.
doa selamat pada acara pernikahan
4. Mara bintang
perumpamaan
bintang kejora)
perumpamaan
portèka
(seperti
Parèbhâsan
atau
permulaan
tanam.
Bahkan,
ini
keputusan politik pun diwarnai oleh oleh
mata perempuan
sikap tersebut. Terbukti pada Pemilu
yang bening menyenangkan yang
tahun
diibaratkan dengan bintang kejora.
suara. Ini menunjukkan bahwa agama
5. Madhu Angèn (bertengkar dengan angin) Parèbhâsan ini maksudnya
Islam
1971, bagi
pokeddhân,
NU orang
memperoleh Madura
pilihan
67% adalah
hidup-mati,
yaitu masalah pertengkaran yang disebabkan oleh hal – hal kecil.12 12
Ibid. hlm 107.
13
Kuntowijoyo. Perubahan Sosial dalam masyarakat Agraris Madura 1850—1940. (Jogjakarta: Mata Bangsa, 2002), hlm 26.
OKARA, Vol. 1, Tahun X, Mei 2015 62
LOCAL WISDOM DALAM TEMBANG MACAPAT MADURA Moh. Hafid Effendy
meskipun tidak dapat disangkal bahwa
folklor lisan yang turun – temurun tetap
banyak pula di antara penganut Islam di
dilestarikan
Madura
Ratna menyebutkan bahwa Folklor lisan
masih
Kenyataan
berbau
ini
tentu
sinkretisme.
akan
memberi
dari
generasi
kegerasi.
terdiri atas: (1) Ungkapan Tradisional
warna lokal dan sekaligus menjadi nilai
(pepatah, peribahasa, semboyan),
kearifan yang tercermin di dalam karya
Nyanyian
tulis, khususnya cerita rakyat Madura,
menidurkan anak seperti Nina Bobo, Bibi
seperti ditemui dalam “Angling Darma
Anu), (3) Bahasa Rakyat
Ambya
julukan,
Madhura”
dalam
paparan
berikut.
Rakyat
sindiran,
untuk (dialek,
bahasa
rahasia,
bahasa remaja, dan sebagainya), (4) Teka – teki
D. Kajian Folklor umumnya
Madura
hingga
mempertahankan
pada
saat
adat
leluhur
merupakan salah
(serbagai bentuk tanya
jawab pada umumnya untuk mengasah
Masyarakat
warisan
(nyanyian
(2)
masih
serta
(5)
Cerita
Rakyat
(mite,
15
legenda, sage) .
tradisi
mereka. satu
pikiran),
Folklor
tradisi
yang
E.
Kajian
Tembang
Macapat
(Tembhâng Macapat)
masih melekat kuat dalam lingkungan
Sesepuh Madura menyampaikan
masyarakat Madura. Ong dalam Ratna
tentang
mengatakan bahwa Folklor merupakan
biasanya
kelisanan itu sendiri sebagai orality yang
Tembang Macapat. Tembang Macapat
dipertentangkan dengan keberaksaraan
adalah
(literacy). Di sisi lain, Brunvand dalam
mempunyai aturan dalam hal jumlah
Ratna membedakan Folklor menjadi tiga
baris dalam setiap bait, jumlah suku kata
macam, yaitu: (1). Folklor lisan (verbal
dalam setiap baris, serta bunyi sajak
folklore), (2) Folklor Setengah Lisan
akhir dalam setiap baris. Dradjid dalam
(partly verbal folklore), (3) Folklor bukan
Syafiuddin
14
lisan (nonverbal folklore). Folklor
menggunakan puisi
tradisional
juga
Lokal
kesenian Jawa
menyatakan
yang
bahwa
Tembang termasuk sastra otonom, yaitu karya sastra yang tidak mengacu pada
lisan,
karya sastra lain. Ia sebagai sastra lokal
sedangkan folklor setengah lisan dan
yang lokalisasinya yaitu Sunda, Jawa,
folklor nonlisan termasuk tradisi lisan.
Madura, Bali dan Lombok. Sumber
Masyarakat Madura pada umumnya
aslinya adalah sastra Jawa kuno dengan
lebih mengenal.
menggunakan Bahasa Kawi.
dengan
dalam
Kearifan
ini
disamakan
lisan
nilai-nilai
sastra
hal
16
Namun,
meskipun Tembang Macapat berasal 15
14
Ratna, Nyoman Kutha. Antropologi Sastra: Peranan Unsur-unsur Kebudayaan dalam Proses Kreatif. (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2011) hlm 103.
Ibid. hlm 104. Syafiuddin. Nilai – Nilai Religius dalam Antologi Tembang Macapat Madura Karya Oemar Sastrodiwirjo. (Pamekasan: Universitas Madura, 2011) hlm 20. 16
OKARA, Vol. 1, Tahun X, Mei 2015 63
LOCAL WISDOM DALAM TEMBANG MACAPAT MADURA Moh. Hafid Effendy
dari
tanah
Jawa,
mengadopsi
dan
Madura
Bhâbhâjâna
menjadikannya
andhiyâghin
leluhur
tadâ‘
kennèng
Dhumèn klèro terghâ‘na19
sebagai khasanah budaya Madura yang mengandung pesan moral yang mulia dan tinggi. 17
Pada Tembang Artatè di atas terdapat tiga bhângsalan yaitu Brâkay
F. Jenis – jenis Tembang (Tembhâng) Sastrodiwirjo
(2008:4)
ghâlâk ghun mowara (bhâjâ atau buaya) yang
muatan
maksud
ungkapannya
Tembang
yaitu bhâbhâjâ (bahaya), Rajhut jhuko‘
dikategorikan dalam tiga jenis, yaitu : (1)
ghun ètasè‘ (jhâlâ atau jala) yang
Tembhâng kènè’ (Tembhâng Macapat)
muatan maksud ungkapannya yaitu jhilâ
yang terdiri dari sembilan jenis, yaitu
(lidah), dan Ghulâ annyong ghâmpang
Artatè, Dhurma, Kasmaran, Kènantè
paghuli (tangghuli atau gula aren cair)
(Salangèt),
yang
menyatakan
bahwa
Maskumambang,
Mèjhil,
memiliki
maksud
dalam
(2)
ungkapannya yaitu li – bâli (di ulang).
Tembhâng Tengnga’an yang bejumlah
Kearifan lokal yang berupa bhângsalan
lima jenis, yaitu Bhâlabâk, Ghâmbhu,
dalam
Jurudemong,
menyiratkan
Pangkor,
Pucung,
dan
Sènom.
Maghâttro,
dan
Wirangrong. (3)Tembhâng Rajâ hanya 18
satu, yaitu Giriso.
Tembang
sangat
Artatè
nasehat
berbahaya
di
atas
bahwa
akan
jika
kita
tidak
mengontrol prilaku serta ucapan kita karena jhilâ (lidah) biasanya kalau salah
G.
Local
Wisdom
Tembang
dalam
Macapat
Teks
Kategori
Komunikasi di Lingkungan Keluarga
berbicara
maka
akan
mabhâbhâjâ
(membahayakan) karena ucapan adalah cerminan dari perilaku seseorang. Bighi sabu sè abârna konèng
Aḍu ana‘ maju bi‘ kènga‘è
Kabeccè‘an tamenna bi‘ bânnya‘
Ḍhâḍhâbuna orèng towa-towa
Rato raprap è lèmollè
Rajhut jhuko‘ ghun ètasè‘
Bhumè rè legghâ kathok
Jhilâ rè lemmes ongghu
Talè lè‘èr beddâl sè sarè
Ghulâ
Jân ta‘ molong asèlla
annyong
ghâmpang
paghuli
Jhâ‘ ghâbây pakèbu
Li-bâli ta‘ katara
Rèng laèn sènga‘ ollèya
Mèla jâgâ ongghu
Panjhâ‘ tana ghun dâpa‘ tanang
Brâkay ghâlâk ghun mowara
bâddhâi Tampa‘a pahalana
17
Ibid.hlm 25. Oemar. Sastrodiwirjo. Tembhȃng Macapat Madhurȃ. (Surabaya: Karunia, 2008), hlm 4. 18
19
Oemar. Sastrodiwirjo. Tembhȃng Macapat Madhurȃ. (Surabaya: Karunia, 2008), hlm 24-25.
OKARA, Vol. 1, Tahun X, Mei 2015 64
LOCAL WISDOM DALAM TEMBANG MACAPAT MADURA Moh. Hafid Effendy
Tembang
Artatè
2
ini
Dâ‘ bhâdhân mastè ngrèpotè
juga
Rèpot tako‘ katemmona20
terdapat tiga bhângsalan yang memiliki kandungan nilai yang arif di dalamnya. Ketiga bhângsalan tersebut yaitu Bighi
Tembang Maskumambang 2 ini
sabu sè abârna konèng (keccè’ atau
berisi tentang nasehat yang luhur agar
kecik) yang kandungan nilainya yaitu
selalu menepati janji dan tidak lècèk
Kabeccè‘an (kebaiakan), Rato raprap è
(ingkar) terhadap janji yang telah kita
lèmollè
ucapkan.
(ghemmè)
yang
maksud
Orang
yang
tidak
jujur
kandungan nilainya yaitu bhumè (bumi),
khususnya pada orang lain maka tidak
Talè lè‘èr beddâl sè sarè (kalong atau
akan pernah dipercaya lagi oleh orang
kalung)
lain karena sudah berbohong pada
yang
maksud
kandungan
nilainya yaitu molong (memetik). Maksud
orang lain.
dari ketiga bhângsalan di atas yaitu selama di bumi (bhumè) selalu berbuat
H.
Local
Wisdom
dalam
kebajikan (Kabeccè‘an) agar nantinya
Tembang
dapat memetik (molong) hasil yang baik
Komunikasi antar Masyarakat
Macapat
Teks
Kategori
dalam hidup. Aḍu ana‘ kènga‘è ongghu atè
Kerras lamon ta‘ akerrès rogi
Jhujhur rèya moljâ
ongghu
Ḍâ‘ bhâdhân ta‘ amberrâ‘i
Tanto nemmo palang
La-mala ḍhâmmang kèbâna
Ngaddhu bângal ta‘ papèkkèr Paḍâna
terdapat
kearifan
lokal
ta‘ngèbâ
21
Tembang Maskumambang 1 di atas
aperrang
ghâghâman.
yang
berisikan pesan moral supaya selalu
Tembang
Pucung
di
atas
berprilaku jujur pada diri sendiri dan
terdapat ungkapan Kerras lamon ta‘
orang lain karena kejujuran itu sangat
akerrès termasuk jenis saloka yang
mulia baik bagi sesama maupun di
mengandung
mata Tuhan. Perilaku jujur juga akan
melakukan
membuat orang dipercaya oleh orang
yang
lain. Sebaliknya apabila seseorang itu
sebelum bertindak sehingga berakibat
lècèk
fatal
(ingkar)
maka
akan
sulit
pesan
bahwa
pekerjaan
atau
dipikir
terlebih
tidak pada
dirinya.
setiap tindakan dahulu
Ungkapan
ini
dipercaya oleh orang lain meskipun
mengandung pesan kepada sesama
hanya sekali ingkar pada orang lain
yang sangat mendalam khususnya bagi
seperti pada tembang berikut ini :
generasi
Madura
supaya
sebelum
bertindak hendaknya selalu berhati – Tabhâligghâ rèng sè tao ghâbây lècèk Najjân sakalèyan
20
Ibid. hlm 41 Muakmam. Lalongèt bȃn Kèyasan.(Pamekasan, 2005). hlm 11. 21
OKARA, Vol. 1, Tahun X, Mei 2015 65
Oca‘
LOCAL WISDOM DALAM TEMBANG MACAPAT MADURA Moh. Hafid Effendy
hati supaya tidak menanggung malu dan
Tembang Dhurma di atas di larik pertama terdapat ungkapan Gherjhȃ
menyesal akhirnya.
bhumè. Ungkapan di atas maksudnya Segghut kalè manossa nemmo
yaitu menganjurkan kepada generasi
pakèbu
muda
Akkal angghuy sala
sesuatu hal yang dipandang berat ia
Nojjhu ḍâ‘ jhâlân sè ta‘ beccè‘
akan menghentakkan kakinya ke tanah
Nobuwâghi sossa karèkongan
(agherjhâ bhumè) dan pandangannya
22
rajâ
agar ketika
akan melakukan
tertuju ke atas sebagai tanda ia berdoa memohon pertolongan hanya kepada
Tembang Pucung 2 ini berisikan
Allah agar sesuatu yang di pandang
tentang nasihat atau anjuran kepada
berat tersebut diberikan kekuatan dan
sesama
kemudahan dalam menjalankannya.
manusia
menyalahgunakan
agar
tidak
akalnya
untuk
melakukan hal yang tidak baik seperti
Nakso rèya kalamon terros è
nèpo orèng (menipu orang), merres
lombhâr
kancana (memeras teman) dan lain
Nakso akembhâr seḍḍhi
sebagainya
Dhing lantor tantona
sehingga
melakukan
perbuatan
dikemudian
hari
kesusahan
dan
orang
yang
seperti
akan
itu
merasakan
mendapat
masalah
besar akibat dari perbuatannya tersebut. Lalakon jhubâ‘ pernah
Ta‘ èsak kadhaddhiyanna Sanajjân ètangkowaghi Ḍâ‘ rèng sè sala Iyâ teptep ta‘ beccè‘24
(perbuatan jelek) yang
dilakukan
seseorang
akan
Tembang Dhurma 2 ini berisikan
kembali pada dirinya sendiri, maka dari
nasehat
itu leluhur Madura selalu meningatkan
pentingnya
pada
amarah)
kita
kabhâghusân
agar
selalu
(melakukan
alako
kebaikan)
sesuai syari’at agama.
sesama
ajâgâ dan
tidak
nakso
tentang (menjaga
mengumbarnya
karena nakso (amarah) itu èbhârât apoy (ibarat api) yang siap menghanguskan siapapun.
Gherjhâ bhumè
kepada
gheppa‘ bhâu
ngabbher nabâng
Menjaga
dan
mengontrol
amarah itu sangat penting agar terhindar dari mala petaka. Kehancuran dan
Nabâng noro‘ di-budi
kebinasaanlah yang akan diperoleh jika
Can tayu abbherrâ‘i
kita hanya mengumbar dan memelihara
Ampon ta‘ patè ghâncang
amarah. Sabbhâr (sabar) adalah jalan
Rèpot bi‘ sè ghindhung pottrè So Dâsamoka
23
Capo‘ pas perrang polè 23 22
Ibid. hlm 45.
Oemar. Sastrodiwirjo. Tembhȃng Macapat Madhurȃ. (Surabaya: Karunia, 2008), hlm 36. 24 Buletin Pakem Maddhu.hlm 44
OKARA, Vol. 1, Tahun X, Mei 2015 66
LOCAL WISDOM DALAM TEMBANG MACAPAT MADURA Moh. Hafid Effendy
terbaik
agar
kita
selamat
dari
6. Tembhâng Mèjhil 2
kebinasaan yang diakibatkan oleh nakso
Bhungkèl è pon perrèng duri
(amarah).
èngghi Sèngghâ‘âna ongghu jhâ‘
Poma-poma
sampè‘
Ghâbhus pancèng ngambâng
kloppaèn
ghun è aèng
Monyèna pètotor
Otang rassa yâ rassa orèng
Rèng
satrèya
tor
aghung
Ghâbây bhirâng orèng Iyâ majâr malo25
nyamaèn Tao tata jhâtmèkana bhuddhi Olat pancet manès
Tembang
Èdimma‘a engghun
Mèjhil
2
ini
di
dalamnya terdapat dua bhângsalan yaitu Bhungkèl è pon perrèng duri (tongghâ‘
Tembang Mèjhil di atas pada ghâtra
(baris)
parèbhâsan
ke
empat
ungkapannya
nyèngghâ
(menghindar) dan yang kedua yaitu
satu
Ghâbhus pancèng ngambâng ghun è
ungkapan yang memuat nilai kearifan
aèng (antang) yang kandungan muatan
lokal yang mempunyai maksud untuk
maksudnya
mengingatkan
tentang
Maksud dari dua bhângsalan ini yaitu
tatacara bersikap seseorang yang baik
mengisaratkan pesan kepada sesama
sesuai dengan adab dan sopan santun
agar selalu menghindari nyèngghâ‘âna
seseorang
dalam
otang rassa ka orèng laèn (menghindari
keluarga Madura. Orang Madura sangat
berhutang perasaan kepada orang lain)
ajâgâ tèngka (menjaga perilaku) agar
terutama rassa malo (rasa malu) karena
tidak menanggung malu di depan orang
leluhur
lain.
bhângo‘ potè tolang katèmbhâng potè
merupakan
yaitu
muatan
maksud dari
tata
jhȃtmèka
(peribahasa)
terdapat
atau tonggak) yang
salah
seseoang
ketika
Menanggung
bertamu
malu
merupakan
yaitu
Madura (lebih
otang
menyatakan
suatu hal yang menjatuhkan harga diri.
mata
baik
Leluhur Madura menegaskan bahwa
menanggung malu)
mati
(hutang).
bahwa daripada
bhângo‘ potè tolang katèmbhâng potè mata
(lebih
baik
menanggung
malu),
mati agar
daripada tidak
Cengkèr kolè‘na sè konèng Sèyang malem sandhing dhâ‘âr
menanggung malu maka leluhur Madura
Kembhâng
selalu menganjurkan untuk menjaga
sarè
adab
Bârâ‘ tèmor rè-sarèyan
dan
sopan
bermasyarakat.
santun
dalam
nyamplong
nyama
Pèssè nèngngep pa‘-empa‘ Dhâdhâ‘ârân kaom ongghu 25
Ibid, hlm 38.
OKARA, Vol. 1, Tahun X, Mei 2015 67
LOCAL WISDOM DALAM TEMBANG MACAPAT MADURA Moh. Hafid Effendy
Katello manto pottrana26
ketiga bhângsalan tersebut masing – masing memiliki muatan makna. Ketiga
Cengkèr kolè‘na sè konèng dan
bhângsalan tersebut yaitu Spedâ rodâ
Kembhâng
tello‘
nyamplong
nyama
sarè merupakan
jenis
(bèca‘
atau
kandungan
maksudnya
(cerewet),
Bengkona
becak)
yang
yaitu
kecca‘
èbin
pèyara
bhângsalan.
(kandhâng atau kandang) yang muatan
Bhângsalan merupakan ungkapan yang
maksudnya yaitu kasandhângan (yang
sangat
terkena), Macem kaca kenning pelkot
puitis
pengandaian
yang serta
mengandung
imaji
homonimi
(mika) yang muatan maksudnya yaitu
sebagai muatan maksud ungkapannya.
jhâtmèka.
Maksud
Cengkèr
bhângsalan tersebut yaitu apabila ada
kolè‘na sè konèng (mangghâr atau
teman, tetangga, atau saudara kita yang
bunga
tertimpa musibah atau kurang beruntung
dari
bhângsalan
kelapa)
muatan
maksud
Maksud
ketiga
ungkapanya dhâ‘âr (makan) sedangkan
sebaiknya
Kembhâng nyamplong (sarè atau sari)
kasandhângan
yang
jhâtmèka (jangan banyak bicara atau
muatan
maksud
ungkapannya
ajjhâ‘
dari
kecca‘
amè‘
parjhughâna
kodhu
yaitu sarè (cari). Maksud dari kedua
cerewet
bhângsalan
sebaiknya harus sadar diri).
yang
terdapat
dalam
takutnya
juga
terkena,
tembang di atas berisikan pesan yang arif dan bijaksana yaitu selalu berusaha
è tengnga tasè‘ naghârâ
nyarè (mencari) rezeki yang halal agar
Lamon dhika along-polong so
bisa menghidupi dan memberi ḍhâ‘âr
orèng
(makan) keluarga.
Kalambhi bhuru èsèkot Acaca jhâ‘ ngalanyar
Èlèng – èlèng orèng odi‘
Bâto kènè‘ èpèkkèra lebbi ghâllu
Spedâ rodâ tello‘ ca‘na
Orèng ngolngol aroko‘an
Ajjhâ‘ kecca‘ ajjhâ‘ panyalè
Mata‘ nyakè‘è ate27
Bengkona èbin pèyara Mè‘ tako‘ kasandhângan
Pada
Tembang
tiga
Pangor
Macem kaca kenning pelkot
terdapat
bhângsalan
Parjhughâna kodhu jhâtmèka
bermuatan kearifan lokal yaitu
ini yang Bâto
kènè‘ (bâlikèr atau kerikil) yang muatan Tembang
Kasmaran
2
ini
terdapat tiga bhângsalan yang dari
maksud
ungkapannya
yaitu
pèkkèr
(fikir), Kalambhi bhuru èsèkot (kalambhi anyar atau baju baru) yang muatan
26
Kutwa, Fath dkk. Buletin Pakem Maddhu Edisi Mei 2012. (Surabaya: Karunia, 2012), hlm 11.
27
Sadik, A. Sulaiman. 2013. Selintas Tentang Bahasa dan Sastra Madura. Pamekasan: Bina Pustaka Jaya.
OKARA, Vol. 1, Tahun X, Mei 2015 68
LOCAL WISDOM DALAM TEMBANG MACAPAT MADURA Moh. Hafid Effendy
maksud ungkapannya yaitu ngalanyar,
Bhingong ta‘ nemmo bât-bâdhân
serta Orèng ngolngol aroko‘an (kaè atau
Aghutghut coma kadhibi‘ 29
mbah)
yang
muatan
maksud
ungkapannya yaitu atè (hati). Maksud
Ghâttra
(baris)
pertama
dan
dari ketiga bhângsalan yang tersirat
kedua pada Tembang Kènantè di atas
dalam ungkapan di atas mengisaratkan
yang
kepada sesama untuk berfikir terlebih
ghârudhus
dahulu sebelum berbicara supaya tidak
merupakan isi dari saloka yang berbunyi
ngalanyar
’’Kerras lamon ta‘ akerrès‘‘. Ungkapan
(ngelantur)
agar
tidak
menyakiti hati orang lain.
berbunyi
“Orèng
Sabellunna
lako ta‘
dhus-
èpèkkèr‖
dalam bentuk saloka di atas merupakan nasehat yang ditujukan bagi orang -
Mon bâdâ oca‘ maḍâpa‘a
orang
Arasan kajhubâ‘ânna orèng
bertindak sehingga terjadi suatu hal
Jhâ‘ dhuli parcajâ ongghu
kurang menguntungkan bagi dirinya.
Amè‘ ghânèko mosona
Leluhur Madura mengingatkan bahwa
Empon tanto sè cator calè èpon
agar generasi Madura selalu menjaga
Ghendhâng è tabbhu salajâ
tingkah laku serta lisan supaya tidak
Tadâ‘ sè alabânaghi
28
yang
tidak
berpikir
sebelum
menimbulkan malapetaka bagi dirinya.
Tembhâng Pangkor 2 ini terdapat
Jhânjhi rèya ma‘na sangghup
satu parèbhâsan yaitu Ghenḍhâng è
Dhinèng sangghup ella mastè
tabbhu salajâ yang memiliki makna
Èlakonè labân teppa‘
sesuatu yang dibicarakan oleh orang
Mon enjâ‘ anyama lècèk
lain tanpa ada yang membelanya. Pada
Lècèk jhânjhi maso‘ dhusa
zaman sekarang perbuatan seperti ini
Dhusa wâjib katako‘è
dinamakan
gosip
dibicarakan
oleh
yang orang
biasanya yang
tidak
Pada Tembang Kènantè 2 ini
senang akan perbuatan dan tingkah laku
menyuratkan
seseorang
cara
pentingnya mentaati janji kepada orang
apapun mereka yang tidak senang itu
lain. Apabila seseorang itu tidak bisa
akan menjelek – jelekkan orang yang
memegang dan melaksanakan janjinya
tidak
maka orang itu disebut orèng lècèk
sehingga
senanginya
dengan
sampai
wibawanya.
jatuh
nasehat
tentang
(orang ingkar) dan perbuatan lècèk (ingkar itu) termasuk perbuatan dhusa
Orèng lako ḍhus-ghâruḍhus
(dosa). Selain berdosa, orang yang
Sabellunna ta‘ èpèkkèr
sering ingkar (lècèk) tidak akan pernah
Mata‘ nemmo ḍi-buḍina
dipercaya lagi oleh orang lain walaupun
Sè ècandhâk lopot kabbhi
orang tersebut berkata jujur.
28
Pakem Maddhu. hlm 17.
29
A. Sulaiman Sadik. hlm 31
OKARA, Vol. 1, Tahun X, Mei 2015 69
LOCAL WISDOM DALAM TEMBANG MACAPAT MADURA Moh. Hafid Effendy
Èkapetteng ḍâ‘ ka iman ka dhâddhinna30
Mon orèng terro bârâsâ Jhâuwâna kèt-panyakèt Ta‘ mlarat dhinèng saraddhâ
Tembang Sènom 2 ini terdapat
Sè parlo jâgâ ghumatè
dua
Sèttong kodhu kènga‘è
kandungan
Yâ arèya coma ‗‘colo‘‘‘
bhângsalan tersebut yaitu
Bhârâng apa lebbhuwâ
ghun sokona ajâm (tajhi atau taji) yang
Artèna bânnya‘ rajhekkè
maksudnya
Sè
kakana
tètènana
klabân
jhâtna
bhângsalan nilai
yang
memiliki
didalamnya.
yaitu
Dua
Laddhing
jhânjhi
(janji),
Ghâmparan dâri kolè‘ (papan) yang maksudnya yaitu sompa atau sasompan (sumpah). Maksud dari dua bhângsalan
Ghâttra (baris) pertama sampai
di atas yaitu apabila seseorang berjanji
baris keenam pada Tembang Sènom di
atau bersumpah kepada orang lain
atas
harus ditaati supaya tidak dikatakan
mengandung pesan moral bagi
sesama agar tidak sembarangan dalam
sebagai orèng lècèkan.
memakan sesuatu hal yang belum diketahui asal - muasalnya. Mengontrol
I. Penutup
lisan dan perbuatan merupakan suatu
Dari
paparan
analisis
kajian
kewajiban agar terhindar dari segala
tentang nilai local wisdom dalam teks
kemungkinan
tembang
terburuk
yang
macapat
Madura
dapat
diakibatkan oleh barang yang kita
disimpulkan bahwa beberapa kategori
makan. Meskipun kita banyak rezeki,
yang muncul diantaranya (1) Komunikasi
tetapi harus tetap hati – hati dan
dalam
berusaha mendapatkannya dari jalan
hasilnya menunjukkan bahwa terdapat
yang halal agar hidup kita berkah dunia
pesan moral tentang pentingnya berpikir
dan akhirat.
dahulu sebelum bertindak supaya tidak
lingkungan
keluarga
yang
berakibat fatal pada dirinya. Selain itu Pra kanca kulâ sadhâjâ
juga
mengandung
Dhâbek bi‘ ongghu kènga‘è
tentang
Laddhing ghun sokona ajâm
menyalahgunakan
Jhin – jhanjhin jhâ‘
melakukan hal yang tidak baik, terdapat
ènthèngaghin
pula
Ghâmparan ḍâri kolè‘
membicarakan keburukan orang lain
Bi‘ sompa pan paḍâ saos
yang
Ḍhâbuna bângatowa
beritanya.
Ghângan ghâtel ghâghâng padi
Komunikasi
perilaku
pesan
makna seseorang
yang
akalnya
untuk
moral
belum
tentu
Di
sisi
antar
nasehat
untuk
akan lain
tidak
kebenaran dalam
Masyarakat
(2) yang
hasilnya menunjukkan bahwa terdapat 30
Sastrodiwirjo. hlm 21.
OKARA, Vol. 1, Tahun X, Mei 2015 70
LOCAL WISDOM DALAM TEMBANG MACAPAT MADURA Moh. Hafid Effendy
tiga bhângsalan yang intinya berisikan menjaga
lisan
supaya
tidak
membahayakan dirinya sendiri, terdapat tiga
bhângsalan
menerangkan
yang
tentang
Daftar Rujukan Basar,
Chairil, dkk. Ensiklopedi Pamekasan. Yogyakarta: Pemerintah Kabupaten, 2011. Pamekasan bekerja sama dengan Fakultas Ilmu Budaya Universitas Gadjah Mada.
Fath,
Kutwa, dkk. Buletin Pakem Maddhu Edisi Mei 2012. Surabaya: Karunia. 2012.
intinya pentingnya
menebar kebaikan di muka bumi, dan terdapat kearifan lokal yang berisikan pesan moral supaya selalu berperilaku jujur dalam kehidupan.
Faruk, Umar. Makna Filosofis dalam Kumpulan Syair Lagu-lagu Madura. Pamekasan: Universitas Madura. 2010. Ghazali, A Syukur. Makalah dipresentasikan pada Acara ―Sosialisasi Kurikulum, Silabus, dan Buku Pendamping Pembelajaran Muatan Lokal Bahasa Daerah 2015 (di SLB Negeri Pembina Malang). http://dgi-indonesia.com/wp content/uploads/2009/02/mengga likeari anlokalnusantara1.pdf Jurnaltuddopuli.wordpres.com/20 09/05 Kuntowijoyo. Perubahan Sosial dalam Masyarakat Agraris Madura 1850—1940. Jogjakarta: Mata Bangsa. 2002. Mahayana, Maman S. Pengarang Tidak Mati: Peranan dan Kiprah Pengarang Indonesia. Bandung: Nuansa. 2012. Muakmam. Lalongèt bȃn Oca‘ Kèyasan. Tanpa Penerbit. 2005. Notoasmoro, RP. Abd. Syukur. Konkonan. Sumenep: CV. Mutiara Elsi. 1992. Ratna,
Nyoman Kutha. Antropologi Sastra: Peranan Unsur-unsur Kebudayaan dalam Proses
OKARA, Vol. 1, Tahun X, Mei 2015 71
LOCAL WISDOM DALAM TEMBANG MACAPAT MADURA Moh. Hafid Effendy
Kreatif. Yogyakarta: Pelajar.2011.
Pustaka
Sofyan, Akhmad. Pedoman Umum Ejaan Bahasa Madura Yang Disempurnakan. Sidoarjo: Balai Bahasa Jawa Timur. 2012. Sadik, A. Sulaiman. Selintas Tentang Bahasa dan Sastra Madura. Pamekasan: Bina Pustaka Jaya. 2013. ____________. Jatidiri, Budaya Lokal dan Kearifan Lokal Madura. Surabaya: Karunia.2013. Sastrodiwirjo, Oemar. Tembhȃng Macapat Madhurȃ. Surabaya: Karunia. 2008. Syafiuddin. Nilai-nilai Religius dalam Antologi Tembang Macapat Madura Karya Oemar Sastrodiwirjo. Pamekasan: Universitas Madura. 2011. Tim Pakem Maddhu. Kamus Bahasa Madura: Madura-Indonesia. Surabaya: Karunia.2011.
OKARA, Vol. 1, Tahun X, Mei 2015 72