LKTM BIDANG PENDIDIKAN PROGRAM MAHASISWA PEDULI PENDIDIKAN: SOLUSI ALTERNATIF MINIMNYA KUANTITAS DAN KUALITAS TENAGA PENDIDIK DI SEKOLAH DASAR TERTINGGAL Ditulis Dalam Rangka Mengikuti Lomba Karya Tulis Mahasiswa Bidang Pendidikan
OLEH: RAHADI MANUMAYANGSA
070417318
DARUNDIYO PANDUPITOYO
070417391
FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK UNIVERSITAS AIRLANGGA SURABAYA 2007
BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Masalah Pendidikan menjadi sebuah kebutuhan primer yang wajib dipenuhi oleh masing-masing individu pada era globalisasi ini. Kebanyakan manusia modern percaya bahwa institusi pendidikan merupakan sarana terpenting dalam proses pengembangan diri agar siap menghadapi kompetisi yang semakin ketat. Ironisnya, kebutuhan pendidikan tidak disertai dengan pemenuhan jumlah tenaga pendidik1. Pendidikan menjadi sesuatu yang mahal dan eksklusif akibat dari ketidakseimbangan rasio jumlah tenaga pendidik dibanding jumlah peserta didik. Keadaan ini semakin diperparah dengan minimnya kualitas tenaga pendidik di Indonesia yang masih sangat jauh dari memadai. Salah satu faktor penyebab minimnya kualitas dan kuantitas itu sendiri adalah kurangnya apresiasi terhadap tenaga pendidik oleh pemerintah maupun masyarakat dalam berbagai segi. Pemerintah belum mengoptimalkan bantuan pendidikan dari keseluruhan APBN yang seharusnya dialokasikan sebanyak 20%, hanya tercapai sebesar 11,8 persen dari anggaran terdahulu sebanyak 9,8 persen dari APBN 2007 (www.beritajakarta.com). Akar masalah lainnya adalah kebutuhan tenaga pendidik di setiap Kabupaten atau Kota rata-rata 1000 orang per tahun, namun pemerintah pusat hanya bisa menyalurkan sekitar 300 tenaga pendidik saja (Gustiana, 2004). Kurangnya perhatian pemerintah pada dunia pendidikan berujung pada minimnya penghargaan yang diterima oleh tenaga pendidik di 1
Dengan jumlah penduduk lebih dari 200 juta jiwa dan jumlah tenaga kerja sekitar 144 juta orang.
1
Indoesia. Hal inilah yang memunculkan persepsi bahwa tenaga pendidik tidak bisa menjadi jaminan pada masa depan. Maka dari itu, sebagian besar dari tenaga pendidik di Indonesia semakin jauh tertinggal dan tidak memiliki daya saing yang tinggi. Selama ini program bantuan selalu diberikan dalam bentuk subsidi maupun pembebasan biaya SPP. Pernahkah kita memikirkan cara untuk meningkatkan kualitas maupun kuantitas dari tenaga pendidik itu sendiri? Oleh karena itu, kami menawarkan sebuah strategi dimana mahasiswa fresh graduate dengan kriteria tertentu mendapat kesempatan untuk dialokasikan dan dijadikan tenaga pendidik di sekolah dasar-sekolah dasar tertinggal dalam rangka memberikan wacana baru demi perkembangan pendidikan anak selama dua tahun ajaran, karena salah satu indikator sekolah dasar tertinggal menurut Diknas adalah kurangnya rasio jumlah tenaga pendidik dibanding jumlah murid yaitu 1:40 (BAPPEKO: 135). Strategi ini diberi nama Program Mahasiswa Peduli Pendidikan (PMPP). Mahasiswa sebagai Output dari pendidikan perguruan tinggi sebaiknya memberikan kontribusi positif pada masyarakat luas. Fungsi agent of change dalam diri mahasiwa diharap mampu melakukan tindakan nyata memajukan masyarakat sebagai bentuk tanggung jawab sosial bersama. Salah satu bidang yang hampir tidak pernah diprioritaskan dalam rangka memajukan masyarakat adalah bidang pendidikan, padahal bidang pendidikan merupakan salah satu prasyarat untuk membangun sumber daya manusia yang kompeten. Strategi ini dapat memudahkan pemerintah dalam mengatasi masalah pendidikan dan
2
meningkatkan kompetensi sumber daya manusia Indonesia untuk bersaing dalam kancah global. Program ini bertujuan mengatasi kekurangan tenaga pengajar yang berkualitas terutama di sekolah dasar-sekolah dasar tertinggal, sebagai implementasi dari konsep corporate social responsibility dari institusi perguruan tinggi yang diharap mampu memberikan sumbangsih nyata pada masyarakat dalam rangka meningkatkan mutu dan kualitas pendidikan Indonesia.
I.2. Perumusan Masalah Berdasarkan penjabaran kami di atas, maka rumusan masalah yang muncul adalah: 1. Bagaimana sistematika kerja Program Mahasiswa Peduli Pendidikan (PMPP) dalam mengatasi minimnya kuantitas dan kualitas tenaga pendidik di Sekolah dasar Tertinggal? 2. Bagaimana
keefektivitasan
kinerja
Program
Mahasiswa
Peduli
Pendidikan (PMPP) dalam mengatasi minimnya kuantitas dan kualitas tenaga pendidik di Sekolah dasar Tertingga.?
I.3. Tujuan Penulisan 1. Menjabarkan sistematika kerja Program Mahasiswa Peduli Pendidikan (PMPP) dalam mengatasi minimnnya kuantitas dan kualitas tenaga pengajar di Sekolah dasar Tertinggal.
3
2. Menjelaskan sejauh mana keefektivitasan kinerja Program Mahasiswa Peduli Pendidikan (PMPP) dalam mengatasi minimnya kuantitas dan kualitas tenaga pendidik di Sekolah dasar Tertinggal. I.4. Manfaat Penulisan I.4.1. Manfaat Akademis Tulisan ini dibentuk sebagai kritikan terhadap permasalahan institusi pendidikan di Indonesia yang semakin eksklusif dalam proses transformasi ilmu.
I.4.2. Manfaat Praktis Tulisan ini kami harapkan dapat memberikan terobosan baru bagi pemberdayaan mahasiswa yang berpotensial sekaligus memberikan peluang sebagai tenaga pendidik yang profesional.
I.4.3. Manfaat Kontributif Tulisan ini diharapkan mampu mendorong pemerintah dan masyarakat untuk mengabdikan diri sebagai bentuk tanggung jawab sosial dalam meningkatkan pendidikan di Indonesia.
4
BAB II TELAAH PUSTAKA II.1
Pembatasan Konsep II.1.1. Pengertian Tenaga Pendidik di Indonesia Menurut Tilaar (1999:9), pendidikan dapat dipahami sebagai suatu proses interaksi antara pendidik dan peserta didik dalam suatu masyarakat dan bersifat transformatif. Tenaga pendidik atau bisa disebut dengan guru adalah profesi yang pada mulanya dianggap oleh masyarakat Indonesia sebagai pekerjaan yang mulia dan luhur (Supriadi, 1999). Tenaga Pendidikan memiliki strata tersendiri dan dihormati dalam masyarakat karena profesinya yang berkaitan dengan proses mendidik manusia menjadi lebih baik. Menurut Pullias dan Young dalam Hadiyanto (2004:2), terdapat 22 peran guru dalam masyarakat diantaranya sebagai pembimbing, modernis, perantara antar generasi, model, peneliti, pencipta dan empunya kekuasaan dalam ilmu pengatahuan.
II.1.2. Indikator Sekolah dasar Tertinggal Menurut keterangan Diknas, indikator yang digunakan untuk mendefinisikan sekolah dasar tertinggal adalah: (1) Sulit dijangkau oleh transportasi umum; (2) jumlah penduduk usia sekolah 7-12 tahun sedikit dan terpencar; (3) guru kurang dari rasio rombongan belajar 1:6; (4) sarana dan prasarana kurang memenuhi syarat. Standar ideal mengenai rasio tenaga didik dengan peserta didik menurut Diknas 1:40 untuk jenjang
5
Sekolah dasar. Maka, kami membatasi secara khusus, bahwa kategori untuk sekolah dasar tertinggal memiliki angka rasio di bawah 1:40, dimana satu guru bertanggung jawab atas 40 orang. Kekurangan tenaga pengajar ini bermula pada awal tahun 1970-an, pemerintah Orde baru dengan booming minyak maupun soft loan dari pinjaman asing, bertekad memberikan kesempatan seluas-luasnya kepada seluruh anak bangsa untuk mendapatkan kesempatan belajar, dengan menggulirkan Intruksi Presidan No. 10/1971. Melalui Inpres tersebut, pemerintah membangun puluhan ribu gedung SEKOLAH DASAR, yang dikenal dengan Proyek Sekolah dasar tertinggal. Dengan hadirnya puluhan ribu SEKOLAH DASAR itu, anakanak menjadi begitu mudah untuk sekolah. UNESCO2 pun memberikan anugerah AVICENA kepada pemerintah Rl atas suksesnya gerakan ini. Sayang, setelah digulirkannya proyek sekolah dasar tertinggal yang revolusioner tersebut hanya berumur jagung dan tidak diimbangi dengan program-program maintenance yang memadai. Akibatnya, jumlah tenaga pendidik yang berkualitas tidak sebanding dengan jumlah sekolah yang menjamur pada saat itu. Hal ini disebabkan karena pembangunan sekolah dasar tersebut tidak melibatkan partisipasi masyarakat sama sekali. Maka, tidak heran bahwa ribuan sekolah dasar kondisinya terbengkalai karena tidak ada semacam tanggung
2
Organisasi di bawah PBB yang menangani masalah pendidikan dan anak-anak.
6
jawab sosial bagi masyarakat untuk ikut berpartisipasi meningkatkan kualitas pendidikan Sekolah dasar tertinggal.
II.2.
Kerangka Pemikiran II.2.1. Konsep Corporate Social Responsibility (CSR) Konsep ini menekankan pada kontribusi sebuah instansi atau perusahaan
pada
masyarakat
sekitarnya
yang
bertujuan
untuk
meningkatkan kualitas hidup masyarakat, yaitu melalui pendidikan. Adapun konsep ini mampu menjawab kebutuhan masyarakat akan tenaga pendidik yang berkualitas. Perguruan Tinggi selama ini banyak melahirkan angkatan kerja yang produktif, tetapi dalam jenjang sekolah dasar malah mengalami krisis tenaga pendidik. Perlunya sebuah kesadarandari institusi pendidikan lainnya untuk saling menyokong satu sama lain. Mahasiswa sebagai generasi muda memiliki discretionary responsibility untuk meningkatkan taraf hidup masyarakat. Pendekatan multi stakeholder dapat menjadi jawaban untuk menyelesaikan banyak persoalan di banyak Sekolah dasar tertinggal, dibandingkan hanya menggantungkan diri pada bantuan pemerintah belaka. Suatu institusi pendidikan juga dalam membangun citra yang baik di mata publik. Maka konsep ini kami gunakan untuk mengangkat citra pendidikan yang terpuruk. Selain itu, tanggung jawab tidak hanya dilimpahkan sepenuhnya kepada pemerintah tetapi juga menjadi tanggung
7
jawab bersaman dengan masyarakat untuk menjaga kualitas pendidikan di Indonesia.
Bagan 2.1 Alur Pemikiran Masalah
Kemunduran Pendidikan
Surplus Mahasiswa
Fakt. Eksternal :
Image buruk pendidikan kurangnya minat
Fakt. Internal :
Banyaknya potongan gaji Gaji kecil
Kekurangan Lapangan Kerja
Kekurangan Tenaga Pengajar
8
BAB III METODE PENULISAN
III.1. Pemilihan Masalah Jenis penulisan ini lebih berdasar pada studi pustaka dan didukung oleh data primer. Kami memilih dari masalah minimnya tenaga pendidik dari segi kualitas maupun kuantitas di sekolah-sekolah Indonesia khususnya sekolah dasarsekolah dasar tertinggal. Masalah ini kami anggap serius karena bila minimnya ketersediaan tenaga pendidik dalam segi kuantitas maupun kualitas maka secara global akan mengakibatkan kemunduran pendidikan bagi negara kita, sumber daya manusia Indonesia akan semakin rendah kualitas pendidikannya dari generasi ke generasi.
III.2. Pengumpulan Data Data yang dipakai untuk membuat penulisan ini diperoleh dari hasil telaah pustaka baik melalui buku-buku, artikel koran ataupun web site yang berhubungan dengan masalah yang ada dalam penulisan ini. Kami juga mencari beberapa data melalui interview dengan pejabat Diknas Kabupaten Tuban.
III.3. Pengolahan Data Data yang didapat langsung diolah dengan menggunakan pendekatanpendekatan yang sesuai dengan permasalahan. Kami tidak hanya terpaku pada pendekatan-pendekatan yang ada dalam disiplin ilmu yang kami pelajari saat ini
9
yaitu antropologi dan ilmu politik, namun disini kami mencoba menggabungkan berbagai pendekatan yang sekiranya cocok dan paling realistis untuk diaplikasikan dalam mencari solusi permasalahan.
Bagan 3.1 Metode Pengumpulan dan Pengolahan Data
Web-site Buku
Dikumpulkan
Filtrasi data
Artikel koran
Data-data primer: Data yang valid
Wawancara Observasi
Diolah & dianalisis
III.4. Teknik Analisa Data Kami menggunakan teknik analisis sintesis dalam menganalisa data-data serta permasalahan yang ada dalam tulisan ini. Analisis sintesis yang ideal dengan mengembangkan pertanyaan terus menerus lalu menyempitkan fokus, tentunya kami menyesuaikannya dengan tema dan topik penulisan ini. Berikut adalah bagan dari analisis sintesis dari permasalahan dalam penulisan ini
10
Bagan 3.2 Analisis Sintesis Permasalahan dalam Penulisan Bidang pendidikan Kualitas dan kuantitas tenaga pendidik Kurangnya kualitas dan kuantitas tenaga pendidik Khususnya di sekolah dasar tertinggal Bagaimana cara mengatasinya Bagaimana melibatkan elemen-elemen diluar pemerintah Melibatkan lingkungan. Institusi Pendidikan Tinggi, Khususnya mahasiswa pandai PMPP
III.5. Rekomendasi Kami mencoba untuk membuat suatu strategi yang menawarkan solusi alternatif bagi pemerintah untuk mengatasi kekurangan tenaga pendidik di Indonesia dari segi kualitas maupun kuantitas. Berdasar temuan data dalam penulisan karya ilmiah ini, akan dianalisis lebih lanjut dalam rangka menghasilkan suatu strategi yang solutif bagi permasalahan yang dihadapi bangsa di bidang pendidikan.
11
Kami mengharapkan pemaparan strategi ini nantinya akan memberi kesimpulan yang berisi gambaran jelas tentang solusi krisis tenaga pendidik sekolah dasar tertinggal, tentunya strategi ini sudah mengalami proses pematangan, serta layak untuk direkomendasikan sebagai program kerja Pemerintah Daerah di seluruh Indonesia.
12
BAB IV PROGRAM MAHASISWA PEDULI PENDIDIKAN
IV.1. Krisis Tenaga Pendidik dalam Pendidikan Nasional (Case Study) Dari penelitian tercatat bahwa perkembangan pendidikan dasar negeri di kota Surabaya mengalami penurunan dibandingkan tahun 1999 mengalami penurunan dari 607 sekolah pada tahun ajaran 2001/2002 menurun menjadi sekitar 594 sekolah. Apalagi, jika dibandingkan dengan swasta perbandingan jumlah tenaga pendidik dengan anak didik terpaut sangat jauh, kasus ini biasa disebut dengan “krisis guru”. Hal ini menunjukkan kurangnya tenaga pendidik yang masih jauh dari memadai dari segi kuantitas maupun kualitas.. Kabupaten Lampung Barat saat ini kekurangan guru sekolah dasar 124 orang. Kecamatan Bahuga Kabupaten Way Kanan kekurangan guru sekolah dasar 79 orang, Kecamatan Buay Bahuga Kebupaten Way Kanan kekurangan guru sekolah dasar 122 orang, dan Kecamatan Bumi Agung Kabupaten Way Kanan kekurangan guru sekolah dasar 228 orang (www.sekolah-online.net). Kabupaten Ciamis tercatat masih kekurangan guru sekolah dasar mencapai 1.831 orang (www.pikiranrakyat.com). Tangerang mengalami kekurangan guru sekolah dasar lebih dari 5.266 orang (www.suarapembaruan.com). Propinsi Jawa Barat pada tahun 2005, masih kekurangan guru 81.000 orang di antaranya 48.000 guru sekolah dasar (www.pikiranrakyat.com). Rasio standar jumlah tenaga pendidik dan peserta didik di sekolah dasar menurut Diknas adalah 1:40, jadi berdasarkan standar tersebut, kami melihat
13
rasio jumlah tenaga pendidik dan peserta didik sekolah dasar Kota Surabaya masih banyak di bawah standar yang ditetapkan, seperti yang tergambar dalam diagram 4.1 tentang perbandingan tenaga didik dengan peserta didik pada sekolah dasar negeri di Surabaya pada tahun 1997/1998-2000/2001 di bawah ini.
Diagram 4.1. Perbandingan Tenaga Didik dengan Peserta Didik pada sekolah dasar negeri di Surabaya pada tahun 1997/1998-2000/2001 180000 160000
140000 120000 100000
80000 60000 40000
20000 0
Tenaga Didik
1997/1 1998/1 1999/2 2000/2 2001/2 998 999 000 001 002 5600
6129
6124
6306
6328
Sumber: Dinas Pendidikan Kota Surabaya 162370156872 149663 149087154639 Peserta Didik
Sumber: Dinas Pendidikan Kota Surabaya (Suyanto, 2004)
Belum lagi masalah kelayakan mengajar guru untuk tingkat sekolah dasar saja masih sangat jauh dari harapan. Berdasarkan data Balitbang tahun 2000, dari 1.054.859 jumlah tenaga pendidik si Indonesia saja hampir sekitar 608.032 tidak
14
memiliki ijazah Diploma Dua (D II) dari PGSD (Pendidikan Guru Sekolah Dasar) atau lebih tinggi menurut standar kelayakan pada saat itu. Apalagi, dengan standar pendidikan nasional, menurut PP No.19 tahun 2005 pasal 29 ayat 2a, memiliki kualifikasi pendidikan minimum Diploma Empat (D4) atau Sarjana (S1). Kekurangan tenaga pendidik di tingkat Sekolah dasar mengalami kejadian yang paling ekstrim dibandingkan jenjang pendidikan lainnya. Oleh karena itu, perlu sebuah insiatif dan tindakan nyata untuk memenuhi kebutuhan akan tenaga pendidik. Namun, bagaimana menyiapkan tenaga pendidik yang siap kerja dan sekaligus memenuhi kualifikasi tinggi dalam jangka waktu yang dekat? Padahal, di satu sisi, angkatan kerja usia produktif sangatlah tinggi. Tidak lain, hal ini lebih disebabkan oleh buruknya citra pendidikan.
IV.2. Buruknya Citra Pendidikan Namun, menurut Mastuhu (2004:46), dewasa ini kualitas maupun kuantitas guru kurang memadai serta dirasakan adanya kekurangan dalam keragaman dan kompetensi ilmu mengajar. Salah satu faktor kurang memadainya kuantitas maupun kualitas tenaga pengajar di Indonesia adalah rendahnya apresiasi terhadap tenaga pengajar itu sendiri. Apresiasi terhadap tenaga pengajar di Indonesia masih cukup memprihatinkan bila ditilik dari indikator tingkat gaji dan tingkat kesejahteraan mereka. Gaji yang diberikan pemerintah masih amatlah kecil untuk ukuran seorang tenaga pengajar yang setiap tahunnya menghasilkan tenaga-tenaga yang terdidik.
15
Gaji kecil para tenaga pengajar tersebut masih ditambah lagi dengan pemotongan-pemotongan yang berasal dari kebijakan internal sekolah ataupun pemerintah. Contoh kasus di Magelang, gaji seorang guru honorair hanya sebesar Rp. 15.000,- sampai Rp. 50.000,- saja. Sebuah komparasi yang menggelitik, saat kami membaca perbandingan antara gaji tenaga pengajar di Indonesia masih lebih sedikit dibanding dengan gaji seorang tukang parkir di Brunai Darussalam, atau gaji seorang guru pemula di Malaysia sekitar Rp.6.000.000,- yang jauh dari gaji utama seorang profesor senior di Indonesia (Hadiyanto, 2004). Bagan 4.2. Lingkaran Setan Akibat Pendapatan Tenaga Pendidik Rendah Terhadap Kemampuan Profesionalisme Tenaga Pendidik
Pendapatan rendah
Kemampuan profesi rendah
Minat berkembang
Investasi Profesi Rendah Sumber: Hadiyanto (2004:17)
16
Tabungan rendah
Tenaga pengajar di Amerika Serikat betul-betul mendapatkan apresiasi yang cukup tinggi dari pemerintah dan masyarakat. Apresiasi tersebut sangatlah berkait dengan penghargaan finansial (intensif). Jadi, tidak terlalu mengherankan bila bidang pekerjaan sebagai tenaga pengajar menjadi pilihan pertama bagi warga Amerika Serikat, seperti yang terlihat dari hasil survei disana dalam Sahertian (1994), menunjukkan bahwa pekerjaan guru menduduki peringkat pertama dalam pemilihan bidang pekerjaan (31.3%), disusul oleh bidang pekerjaan perawat (27,1%), pegawai pemerintah (19,1%), pedagang (12,8%) dan ahli hukum (9,7%). Fenomena yang dialami oleh masyarakat Amerika tersebut sangatlah bertolak belakang dengan apa yang dialami oleh negara Indonesia. Pekerjaan tenaga pengajar hanyalah menjadi pilihan terakhir atau bahkan pilihan cadangan bila pilihan terakhirpun tidak dapat diraih. Menurut Sutjipto (Hadiyanto, 2004:2) Profesi guru sekarang tidak lagi menjadi pilihan favorit bagi generasi muda Indonesia dan universitas-universitas yang membuka jurusan keguruan tidak pernah diminati oleh putra-putri terbaik bangsa (Republika, 2 Mei 1994). Buruknya keadaan pendidikan nasional seolah tidak akan pernah keluar dari vicious circle atau lingkaran setan (lihat bagan 4.2) karena tidak adanya concern untuk mengangkat citra pendidikan. Di satu sisi, kebutuhan akan pendidikan semakin tinggi tetapi tidak adanya kesadaran dari masyarakat itu sendiri. Selama ini, masyarakat selama ini bersikap acuh tak acuh dan melupakan bahwa peningkatan kualitas pendidikan merupakan bagian dari tanggung jawab mereka.
17
IV.3. Pentingnya Peran Pemerintah dan Masyarakat dalam Pemajuan Pendidikan Fakta-fakta diatas menjadikan jumlah tenaga pendidik kita kalah dibanding dengan jumlah anak didik. Kasus-kasus tersebut akan sangat menyolok pada sekolah-sekolah inpres atau sekolah-sekolah tertinggal lainnya. Kurangnya tenaga pengajar disebabkan karena kesadaran masyarakat akan pentingnya pendidikan mulai tinggi namun tidak diimbangi dengan jumlah tenaga pengajar yang siap diterjunkan ke lapangan. Masalah tersebut semakin pelik dengan kurangnya pemahaman guru-guru yang sudah bekerja terhadap bidang yang diajarkan kepada murid-muridnya. Melihat situasi tersebut, kita harus bergerak menciptakan sebuah strategi baru untuk menyiasati kurangnya tenaga pengajar dalam hal kualitas ataupun kuantitas sekaligus meningkatkan kualitas pendidikan murid-murid di Indonesia. Peningkatan jumlah tenaga pengajar yang berkualitas harus menjadi prioritas utama pemerintah dan masyarakat, dalam hal ini kita harus “jemput bola” bukan hanya menunggu jumlah pelamar guru per tahunnya. Pemerintah sudah melakukan langkah tepat dalam penerapan sistem otonomi sekolah yang memberi keleluasaan masing-masing sekolah untuk membuat program kebijakan internal yang berkaitan dengan perkembangan murid-muridnya, namun di satu sisi pemerintah tidak “lepas tangan” untuk mengontrol sistem ini, karena campur tangan pemerintah masih sangat diperlukan terutama dalam menetapkan standarisasi pendidikan.
18
Kita harus mulai berpikir bahwa tugas me-manage pendidikan bukan semata kewajiban pemerintah saja, namun kewajiban kita bersama sebagai sebuah sistem sosial yang saling bertautan satu sama lain. Pemerintah dan masyarakat merupakan key element dalam rangka meningkatkan kualitas pendidikan. Hal ini bersesuaian dengan Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional yang menjelaskan bahwa masyarakat merupakan mitra pemerintah dalam menyelenggarakan pendidikan dan memiliki kesempatan seluas-luasnya untuk berperan serta dalam menyelenggarakan atau mengelola unit pendidikan, dengan tetap pada ciri identitasnya. Peran inilah yang menjadikan kami yakin bahwa perubahan menuju ke arah kemajuan di bidang pendidikan bisa diawali dengan kerjasama yang baik antara masyarakat dan pemerintah.
IV.4. PMPP Sebagai Solusi Alternatif Krisis Tenaga Pendidik Program Mahasiswa Peduli Pendidikan menekankan pada fungsi eksistensi dari sebuah institusi perguruan tinggi pada masyarakat dan pemerintahan, karena masyarakat dan pemerintah sendiri merupakan pelanggan dari institusi pendidikan (Trembezy,2007). Konsep masyarakat sebagai pelanggan tercetus saat kita semua sadar bahwa pendidikan menjadi institusi yang sangat berarti untuk masa depan dan masyarakat luas selalu berharap lebih pada institusiinstitusi pendidikan tempat putra-putri mereka menuntut ilmu. Konsep pemerintah sebagai pelanggan tercetus saat kita mengetahui fakta bahwa penduduk Indonesia yang buta aksara atau kurang bermutu dalam hal
19
pendidikan. Sehingga pemerintah berharap besar pada institusi pendidikan untuk mengatasi permasalahan-permasalahan tersebut. Program Mahasiswa Peduli Pendidikan mencoba untuk mendongkrak fungsi potensial yang selama belum banyak digali semisal fungsi sharing knowledge dengan menyebarkan ilmu pengetahuan seluas mungkin dengan wacana-wacana baru yang kemungkinan belum pernah diterapkan.
IV.5. Kerangka Dasar PMPP (Program Mahasiswa Peduli Pendidikan) Indikator perekrutan: 1) Mahasiswa fresh graduate dengan IPK min.3,25 dan telah menempuh min.6 semester 2) Berumur 20-24 tahun (usia produktif) 3) Memiliki komitmen dan dedikasi tinggi dalam memajukan pendidikan di Indonesia 4) Bersedia ditempatkan dimana saja, minimal 2 tahun ajaran.
Kompensasi Program (Opsi) -
Beasiswa penuh menuju jenjang pendidikan yang lebih tinggi (S2) pada institusi yang bersangkutan
-
Memperoleh rekomendasi untuk bekerja di instansi pemerintahan dengan status pegawai negeri sipil.
20
Prosedur Perekrutan -
Mahasiswa yang lolos kriteria diberikan surat pemberitahuan bahwa mahasiswa yang bersangkutan ditawarkan program PMPP.
-
Mahasiswa yang bersedia mengikuti program tersebut disosialisasi mengenai program PMPP.
-
Mahasiswa memperoleh uji kelayakan dan kesetaraan berdasarkan syarat UU Standar Pendidikan Nasional No.1 tahun 2005, pasal 2 ayat 4.
Pembagian wilayah kerja: -
Pendistribusian tenaga pendidik ditangani oleh Diknas masing-masing Kabupaten tujuan melalui bagian sub dinas ketenagaan dan berkoordinasi dengan sub dinas SD/MI.
-
Permasalahan pendistribusian secara teknis dikonsultasikan kepada diknas kabupaten/kotamadya setempat masing-masing.
Teknik Pengajaran: -
Mahasiswa yang ditugaskan mengajarkan disiplin ilmu yang dipelajari selama kuliah
-
Pembagian porsi mengajar diserahkan sepenuhnya pada kebijakan masing-masing sekolah tujuan.
-
Mahasiswa Program PMPP yang memberikan tugas perbantuan memperoleh status sebagai guru honorair.
21
IV.6
Teknis Pelaksanaan Program Mahasiswa Peduli Pendidikan (PMPP) Institusi pendidikan bekerjasama dengan Diknas mempersiapkan tenaga-
tenaga pendidik dari kalangan mahasiswa untuk diperbantukan di sekolah dasar inpres daerah tertinggal di kabupaten / kota asal mahasiswa tersebut sengan status guru honorair (lihat Bagan 4.3). Mahasiswa yang telah menempuh yang baru lulus (fresh graduate) dan mempunyai IPK minimal 3,25 mempunyai kesempatan untuk direkrut oleh institusi pendidikan tempat dia menempuh jenjang S1 bekerjasama dengan Pemerintah (Diknas) untuk mengikuti PMPP. Pemerintah dalam hal ini diwakili oleh Diknas bekerjasama dengan Institusi Perguruan tinggi untuk menetapkan standarisasi, materi ujian, jadwal ujian dan proses seleksi lanjut. Setelah memperoleh beberapa nama, maka diadakanlah ujian kelayakan secara bertahap meliputi tes-tes kemampuan dasar (berkaitan dengan ilmu yang dipelajari) dan tes teknik mengajar. Mahasiswa fresh graduate yang terpilih akan kangsung diterjunkan ke sekolah dasar tertinggal yang ada di Kabupaten atau kota asal mahasiswa tersebut. Mahasiswa mengajar mata pelajaran sesuai dengan bidang yang dipelajarinya di perguruan tinggi atau masih berhubungan. Hal tersebut ditekankan untuk mengatasi problem minimnya kualitas tenaga pendidik sekolah dasar, karena asumsi dasar kami mahasiswa telah menempuh minimal empat tahun mendalami suatu bidang ilmu pengetahuan dengan kualitas akademis cukup memuaskan, memiliki pemahaman yang mendalam tentang ilmu pengetahuan yang dipelajarinya. Pemahaman tersebut diharapkan mampu ditularkan kepada peserta
22
didik sekolah dasar agar tidak timbul kesalahan dalam memahami bidang mata pelajaran. Setelah tes dilaksanakan, maka mahasiswa yang lulus diserahkan kepada Diknas masing-masing Kabupaten / Kota asal mahasiswa masing-masing dan didistribusikan ke daerah-daerah yang kekurangan tenaga pengajar di tingkat sekolah dasar. Mahasiswa Pemilihan Diknas sebagai instansi pendistribusi karena selama ini tugas pendistribusian tenaga pengajar ditangani oleh Diknas di daerah masing-masing dan akan lebih mudah karena Diknas mengetahui dengan tepat peta pendidikan di daerah, khususnya kekurangan tenaga pengajar. Mahasiswa mengajar selama 2 tahun ajaran sekolah dasar dengan status guru honorair. Kompensasi yang diterima oleh para mahasiswa tersebut adalah gaji setingkat guru honorair selama proses pelaksanaan dan menjadi pegawai negeri
sipil
tanpa
test
di
departemen-departemen
Pemerintah
setelah
menyelesaikan tugas tenaga pendidik di daerah masing-masing, mahasiswa boleh memilih bebas departemen yang diinginkan. Kompensasi lain yang bisa ditawarkan adalah beasiswa penuh S2 dari instansi pendidikan masing-masing mahasiswa. Kompenasasi tersebut ikut membantu pemerintah mencari bibit-bibit unggul yang akan berkecimpung di pemerintahan tanpa harus menyeleksi banyak orang. Asumsi kami adalah Mahasiswa peserta Program Mahasiswa Peduli Pendidikan adalah mahasiswa terpilih dengan standar akademis cukup memuaskan dan memiliki kemampuan yang sudah terbukti di lapangan selama dua tahun ajaran akan membantu pemerintah dalam penerapan-penerapan
23
kebijakan bagi masyarakat karena telah mengetahui realitas sosial budaya masyarakat pada lapisan terbawah sekalipun. Kompensasi pemberian beasiswa S2 dari masing-masing institusi pendidikan asal mahasiswa bersangkutan juga berdasar atas pertimbangan bahwa mahasiswa tersebut mampu memberikan kontribusi pada civitas academica di perguruan tinggi asalnya dan masyarakat luas. Kontribusi tersebut dapat berupa penelitian, jurnal dan kaya tulis-karya tulis ilmiah hasil dari penugasan lapangan Program Mahasiswa Peduli Pendidikan.
IV.7
Sasaran PMPP Program mahasiswa peduli pendidikan mencoba menawarkan solusi bagi
permasalahan pendidikan yang berkaitan dengan kekurangan tenaga pendidik di sekolah dasar-sekolah dasar tertinggal. Sasaran sekolah dasar tertinggal bukannya tanpa perhitungan atau pertimbangan yang jelas, peletakan sasaran program ini pada sekolah dasar juga didasarkan pada pertimbangan bahwa sekolah dasar (elementary school) adalah institusi pendidikan awal pembentukan karakter kesiswaan, penanaman konsep ilmu pengetahuan dan gerbang pembukaan cakrawala baru memahami dunia, namun murid-murid sekolah dasar tertinggal mempunyai banyak halangan untuk mencapai ketiga prinsip tadi. Masalahmasalah tersebut semisal keterbatasan fasilitas pendukung, keterbatasan jumlah tenaga pendidik dsb. Menurut pengamatan kami, program pembangunan pendidikan sekolah tertinggal
hanya
terkonsentrasi
pada
24
pembangunan
fisik
saja,
tanpa
memperhatikan serius pembangunan sumber daya manusia, khususnya tenaga pendidik dari perspektif kualitas maupun kuantitas. Jumlah tenaga pendidik di sekolah dasar memang cukup memprihatinkan, tercatat jadi rasio jumlah guru dan murid seklah dasar dalam satu kelas tidaklah memenuhi standart belajar mengajar Indonesia menurut Diknas yaitu 1:40 atau satu guru bertanggung jawab pada 40 murid (BAPPEKO:135). Masalah tesebut diperparah dengan banyaknya tenaga pendidik sekolah sekolah dasar yang mengajar multidisiplin ilmu seperti data yang kami dapatkan dari Diknas Kabupaten Tuban bahwa di sekolah dasar daerah tertiggal seorang tenaga pendidik mengajar rata-rata sembilan mata pelajaran sekaligus. Pada daerah-daerah tertentu yang mengalami kekurangan tenaga pendidik, seorang guru “dipaksa” untuk mengajar beberapa mata pelajaran yang tidak ia kuasai. Kasus seperti yang kami sebutkan tadi memungkinkan pemahaman mata pelajaran oleh murid tidaklah maksimal bahkan cenderung salah. Program mahasiswa peduli pendidikan mencoba mengatasi masalah tersebut dengan mencari tenaga-tenaga pendidik yang berasal dari lingkungan kampus dengan prestasi akademis membanggakan dan siap diperbantukan ke sekolah dasar tertinggal yang mengalami kekurangan guru sekolah dasar di Kabupaten / Kota asal mahasiswa selama periode dua tahun ajaran dengan status guru honorair dan kompensasi yang telah tercantum di bab III. Asumsi dasar kami adalah mahasiswa yang berprestasi dan menekuni bidang tertentu yang dibutuhkan sekolah dasar semisal ilmu sejarah, dapat memberikan pengetahuan yang tepat serta dapat menyumbangkan wacana-wacana
25
baru dalam proses belajar mengajar. Sasaran program ini sejatinya bisa fleksibel bergantung kebutuhan setiap semua pendidikan, namun skala prioritas terbesar kami tempatkan pada sekolah dasar tertinggal karena nampaknya murid-murid disana membutuhkan sentuhan intelektual untuk mengontruksi sistem kognisi mereka. Apabila mereka diberikan pemahaman yang keliru ataupun wacana yang kuno dapat dipastikan tidak akan ada progresifitas dalam perkembangan pendidikan dasar, namun apabila mereka diberikan pemahaman yang tepat dan mendalam mengenai ilmu pengetahuan, maka kami yakin mereka tidak akan jauh tertinggal dengan murid-murid sekolah dasar yang memiliki fasilitas lengkap sekalipun.
IV.2 Tujuan PMPP Program mahasiswa peduli pendidikan (PMPP) secara garis besar bertujuan untuk: 1. Mengurai benang kusut permasalahan kekurangan tenaga pendidik, khususnya pada sekolah dasar tertinggal. Kekurangan yang dimaksud adalah kekurangan dari segi kualitas maupun kuantitas. Selain menambah kuantitas tenaga pendidik di daerah tertinggal, program ini juga memberikan tenaga pendidik yang terseleksi secara akademis dan memiliki tigkat penguasaan materi ajar yang dinilai tinggi. 2. Memberi wacana baru bagi kegiatan belajar mengajar sekolah dasar. Tidaklah dipungkiri bahwa sistem belajar mengajar di negara kita, khususnya sekolah dasar masih bersifat guru aktif siswa pasif. Datangnya
26
mahasiswa dalam rangka mendidik, tentunya membawa metode-metode mengajar terbaru yang dinilai lebih memotivasi siswa untuk maju. 3. Dengan memberikan rekomendasi sebagai pegawai negeri sipil di instansi pemerintahan bagi peserta program mahasiswa peduli pendidikan, maka program ini juga ikut membantu pemerintah dalam memilih bibit-bibit unggul yang akan berkecimpung membantu tugas pemerintah daerah atau pusat. 4. Program ini ikut membantu penerapan konsep CSR (Corporate Social Responsibility) dari institusi perguruan tinggi. Dalam era otonomi daerah seperti sekarang ini, institusi pendidikan juga diharapkan mampu memberi sumbangan positif bagi masyarakat atau akan dicap sebagai instansi atau institusi gagal. 5. Memberikan mahasiswa kesempatan untuk mengembangkan potensi yang ada pada dirinya dan membuka kesadaran bagi yang lain untuk tidak hanya sekedar bebicara, berteriak atau berwacana saja, namum melihat fakta yang ada di lapangan dan bertindak. 6. Mengurangi image bahwa banyak mahasiswa yang menjadi produk gagal dan tidak mempunyai nilai guna bagi lingkungan sekitarnya. 7. Membuka pintu penghalang (barrier) diantara mahasiswa dan masyarakat. Mahasiswa terkadang digolongkan sebagai golongan eksklusif oleh masyarakat-masyarakat awam karena ilmu yang dimilikinya dipandang “lebih” dari mereka. Barrier ini akan hilang apabila terjadi komunikasi yang lebih intens dan erat antara mahasiswa dan masyarakat. Program
27
mahasiswa peduli pendidikan jawaban untuk permasalahan ini, karena peserta dari program ini akan diterjunkan ke lapangan selama dua tahun ajaran dan langsung atau tidak langsung mereka akan menyelami budaya dan berinteraksi dengan masyarakat setempat. Tujuan-tujuan tersebut diatas hendaknya mampu memberi kontribusi positif bagi perkembangan pendidikan di Indonesia. Kita sudah selayaknya memberikan perhatian dengan porsi yang lebih besar pada bidang pendidikan, karena begaimanapun juga pendidikan bukan lagi milik golongan tertentu, pendidikan adalah hak milik semua orang seperti yang terjamin dalam pasal 27 ayat 2 UUD 1945 yang berbunyi tiap-tiap warga negara berhak atas pekerjaan dan penghidupan yang layak bagi kemanusiaan. Pemerintah diharapkan tidak hanya berwacana saja dalam pasal ini, karena pendidikan sudah menjadi salah satu modal utama dalam mengarungi hidup. Namun, pemerintah akan mengalami kesulitan bila harus menjadi satu-satunya pemain dalam masalah ini, pendidikan bukan hal yang mudah untuk dibangun bila melihat keadaan Indonesia sekarang ini. Mutlak diperlukan simbiosis mutualisme antar elemen-elemen bangsa ini seperti masyarakat, pemerintah ataupun swasta agar pendidikan di negara ini semakin maju dan dapat menjadi modal utama yang bisa diandalkan oleh penggunanya.
28
Bagan 4.3 Alur Teknik Pelaksanaan PMPP (Program Mahasiswa Peduli Pendidikan)
Institusi
Pemerintah
Pendidikan
(Diknas)
Tenaga Pendidik yang Berkualitas
PMPP
SD tertinggal SD tertinggal SD tertinggal
29
SD tertinggal
BAB V SIMPULAN DAN SARAN
V.1
Simpulan Program mahasiswa peduli pendidikan (PMPP) mencoba menyumbangkan
solusi alternatif permasalahan bidang pendidikan yaitu kekurangan tenaga pendidik khususnya di sekolah dasar-sekolah dasar tertinggal dari segi kualitas maupun kuantitas. Program ini mampu secara efektif mengalokasikan angkatan kerja yang memiliki standar kualifikasi tinggi untuk diperbantukan menjadi tenaga pendidik di sekolah dasar tertinggal. Mahasiswa yang bersangkutan ditempatkan di kabupaten atau kota asal mahasiswa sebagai bentuk kerja sama sosial antara pemerintah dan masyarakat (Corporate Social Responsibility). Apalagi, program ini memberikan kompensasi yang menarik yaitu rekomendasi menjadi pegawai negeri sipil di instansi pemerintahan atau beasiswa melanjutkan ke strata dua (S2) di institusi asal mahasiswa. Sasaran program mahasiswa peduli pendidikan ini sebenarnya bisa fleksibel bergantung pada kebutuhan daerah masing-masing, namun kami meletakkan prioritas kami pada sekolah dasar tertinggal karena kami nilai sekolah dasar tertinggal banyak mengalami masalah kekurangan tenaga pendidik, sehingga terkadang satu tenaga pendidik harus mengajar multi disiplin ilmu yang bukan spesifikasinya. Akibatnya, banyak pemahaman siswa yang kurang tepat dan mendalam terhadap mata pelajaran. Bila masalah ini terus dibiarkan, maka
30
semakin mencetak generasi muda kita menjadi generasi yang disorientasi ilmu pengetahuan.
V.2
Saran Pemerintah hendaknya memperhatikan program ini sebagai salah satu
solusi altenatif kekurangan tenaga pendidik dari segi kualitas maupun kuantitas, karena program ini memang didesain untuk membantu kinerja pemerintah dalam memajukan bidang pendidikan di Indonesia. Penerapan di daerah hendaknya didahului dengan koordinasi yang teratur antara pemerintah dalam hal ini diwakili oleh Diknas masing-masing Kabupaten atau Kota terkait, elemen pemerintahan desa terkait dan elemen masyarakat setempat agar terjadi simbiosis mutualisme yang menjadi pendukung utama kelancaran pelaksanaan program ini di lapangan dan terciptanya lingkungan pendidikan yang kondusif di daerah sasaran.
31