BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Tandan Kosong Kelapa Sawit
Tandan buah sawit yang diolah pabrik akan menghasilkan minyak sawit, inti sawit, cangkang, serat dan tandan kosong. Dalam proses pengolahan terdapat bahan yang tidak termanfaatkan seperti tandan kosong dan air buangan pabrik. Karena kapasiatas pabrik yang cukup besar yaitu antara 10 – 60 ton TBS/ jam maka bahan buangan tersebut dapat mempengaruhi lingkungan biotik dan abiotik.
Perkembangan areal perkebunan kelapa
sawit
yang
diikuti dengan
pembangunan pabrik yang cukup besar akan mempengaruhi lingkungan sekitar terutama lingkungan instansi penerima limbah. Untuk mengurangi dampak negatif pabrik pengolah kelapa sawit yang mengacu pada undang-undang No.4 Tahun 1982 dan Peraturan Pemerintah, maka
pengendalian limbah pabrik kelapa sawit dapat
dilakukan dengan cara pemanfaatan, pengurangan volume limbah dan pengawasan mutu limbah.
Pembangunan instalasi pengendalian limbah dilakukan bersamaan dengan pembangunan pabrik kelapa sawit dengan sistem yang didasarkan kepada kapasitas dan kualitas limbah yang diinginkan ( Naibaho, P.M, 1998).
2.2. Karakteristik Limbah Pabrik
2.2.1 Limbah Padat
Limbah padat yang dihasilkan oleh pabrik pengolah atau pengolahan kelapa sawit ialah tandan kosong, serat dan tempurung.
Universitas Sumatera Utara
Tabel 1. Rendemen Limbah Padat.
JENIS
PERSENTASE TERHADAP TBS BASAH
KERING
Tandan kosong
21-23
10-12
Serat
8-11
5-8
5
4
Tempurung
HASIL PROSES
Bantingan Screw Press Shell Separator
Limbah padat tandan kosong kadang-kadang mengandung buah tidak lepas diantara celah-celah ulir di bagian dalam. Kejadian ini timbul bila perebusan dan bantingan yang tidak sempurna sehingga kelepasan buah sangat sulit. Hal ini sering terjadi diuap yang tidak mencukupi kebutuhan. Perebusan yang tidak sempurna menghasilkan tandan kosong yang masih mengandung buah hingga 9% .
Serat yang merupakan hasil pemeriksaan fibre cyclone mempunyai kandungan cangkang, minyak dan inti. Kandungan tersebut tergantung pada proses ekstraksi di screw press dan pemisahan pada fibre cyclone. Kualitas asap pembakaran pada dapur ketel uap di pengaruhi oleh komposisi serat tersebut. Ampas serat sekarang ini telah habis terpakai di pabrik sehingga dampak yang mungkin ditimbulkan pada lingkungan ialah polusi udara. Tempurung yang dihasilkan dari kernel plant yaitu shell separator masih mengandung biji bulat dan inti sawit. Bila bahan ini digunakan sebagai bahan bakar pada dapur ketel akan menghasilkan gas-gas yang tidak terbakar sempurna. Hal ini timbul karena udara yang disuplai adalah untuk kebutuhan cangkang, sehingga timbul pembakaran yang tidak sempurna.
Tandan Kosong dan Serat merupakan
Bahan organik dengan komposisi sebagai
berikut :
Universitas Sumatera Utara
Tabel 2. Komposisi Bahan Organik Pada Serat dan Tandan Kosong Kelapa Sawit
KOMPOSISI
SERAT
TANDAN
(%)
KOSONG (%)
Karbohidrat
38.8
34.2
Glucan
21.9
Xylan
KOMPOSISI
SERAT
TANDAN
(%)
KOSONG (%)
Al2 O 7
4.5
1.2
21.3
Fe 2 O 3
3.9
1.8
15.5
11.7
CaO
7.2
3.3
Arabian
1.6
1.2
MgO
3.8
2.9
Galactan
0
0
Na 2 O
0.8
0.8
Mannan
0
0
K2 O
9.0
40.1*
Rhamrian
0
0
TiO 2
0.2
0.1
Nitrogen
0.61
0.66*
P2 O5
2.8
2.5*
Lignin
23.4
15.6
SO 3
2.8
8.0
Ekstraksi Air Panas
10.9
20.0
CO 2
2.2
0.1
Kalor baker kkal/ kg
4586
4888
SiO 2
63.2
34.7
11.2
10.5
Abu (500o C)
5.1
7.9
(bebas air) Ekstraksi
Benzene
(Alkohol) * Unsur makro yang penting (Fauzi,2004)
2.3 Kulit Buah Kakao
Kulit buah kakao merupakan salah satu limbah dari perkebunan kakao. Apabila tidak dimanfaatkan dapat merupakan masalah lingkungan di sekitar perkebunan. Salah satu cara untuk memanfaatkan kulit buah kakao adalah dijadikan kompos yang dapat digunakan sebagai pupuk organik. Pertumbuhan bibit kakao di lapangan sangat ditentukan oleh pertumbuhan tanaman selama di pembibitan. Media tanam merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi pertumbuhan tanaman kakao di pembibitan. Penggunaan media tanam yang banyak mengandung bahan organik sangat menguntungkan bagi pertumbuhan tanaman kakao (Sudirja, R. 2005).
Universitas Sumatera Utara
Media tanam yang biasa digunakan dalam pembibitan kakao adalah berupa campuran antara tanah dan pupuk organik. Teoh dan Ramadasan (1978) mengemukakan bahwa perbandingan campuran tanah dengan pasir atau pupuk organik sangat berbeda, tergantung pada jenis tanahnya. Beberapa penelitian memperlihatkan bahwa terdapat perbedaan perbandingan dan campuran medium tumbuh antara satu tempat dengan tempat yang lain. Di Malaysia banyak perkebunan menerapkan campuran lapisan atas tanah yang cukup berliat dan pasir kasar dengan perbandingan 2 : 1 (Wood, 1989). Soeratno (1980) menganjurkan tanah isian kantung plastik sebaiknya terdiri atas campuran tanah lapisan atas dengan pupuk kandang dengan perbandingan 1 : 1. Zulfan (1988) dan Erwiyono (1990) menganjurkan apabila digunakan tanah lapisan atas jenis podsolik merah kuning untuk medium tumbuh bibit kakao, sebaiknya dicampur dengan pasir dan pupuk kandang dengan perbandingan 2 : 1 : 1, sedangkan Wahyudi (1986) dan Soetanto (1991) menganjurkan perbandingan tanah dan pupuk kandang 2 : 1 untuk tanah lapisan atas. Rekomendasi dari Pusat Penelitian Kopi dan Kakao (1997), yaitu dengan perbandingan komposisi 1 : 1 : 1, (tanah : pasir : bokashi).
Pupuk kandang saat ini adalah salah satu sumber bahan organik untuk pertumbuhan bibit kakao. Penggunaan kompos kulit buah kakao diharapkan sebagai alternatif pengganti pupuk kandang.
2.3.1 Medium Tumbuh
Medium tumbuh merupakan salah satu
faktor yang
mempengaruhi
pertumbuhan bibit kakao. Medium tumbuh mempunyai peranan yang sangat besar dalam memberikan lingkungan tumbuh yang sesuai uuntuk perkecambahan biji, pembentukan akar dan pertumbuhan awal bibit tanaman (Aris Wibawa, 1993).
Menurut Pusat Penelitian Kopi dan Kakao (1997) medium tumbuh untuk pembibitan kakao digunakan campuran tanah lapisan olah, pasir dan pupuk kandang. Balai Penelitian Perkebunan Jember (1988) mengemukakan bahwa medium pembibitan harus berupa tanah yang sifat fisik maupun kimiawinya baik, yaitu subur dan gembur. Untuk tanah yang memiliki sifat kimiawinya baik, yaitu subur dan
Universitas Sumatera Utara
gembur. Untuk tanah yang memiliki sifat fisiknya berat (liat) perlu digemburkan dengan mencampur pasir atau bahan organik (kompos/pupuk kandang) atau keduanya sekaligus. Soedarsono dkk. (1997) mengemukakan bahwa tanaman kakao agar dapat tumbuh dengan baik memerlukan bahan organik 3,5% pada kedalaman 0-15 cm.
2.3 2 Komposi Kulit Buah Kakao
Pupuk organik adalah pupuk yang berasal dari sisa-sisa organisme hidup. Pupuk organik yang sering digunakan adalah pupuk kandang dan kompos. Rachman Sutanto (2002) mengemukakan bahwa secara garis besar keuntungan yang diperoleh dengan memanfaatkan pupuk organik adalah mempengaruhi sifat fisik, kimia dan biologis tanah.
Kompos adalah bahan organik mentah yang telah mengalami proses dekomposisi secara alami. Proses pengomposan memerlukan waktu yang panjang tergantung pada jenis biomassanya. Percepatan waktu pengomposan dapat ditempuh melalui kombinasi pencacahan bahan baku dan pemberian aktivator dekomposisi (Goenadi, 1997).
Salah satu limbah pertanian yang baru sedikit dimanfaatkan adalah limbah dari perkebunan kakao yaitu kulit buah kakao. Opeke (1984) mengemukakan bahwa kulit buah kakao mengandung protein 9,69%, glukosa 1,16%, sukrosa 0,18%, pektin 5,30%, dan Theobromin 0,20% Kompos dapat digunakan sebagai pupuk organik seperti hasil penelitian Sutanto dan Utami (1995) bahwa tanaman kacang tanah yang ditanam di tanah kritis dengan menggunakan beberapa jenis kompos dapat mengasilkan kacang yang lebih baik dibandingkan dengan menggunakan pupuk kimiawi sesuai dengan dosis anjuran. Hermawan, dkk. (1999) mengemukakan bahwa kompos bioaktif tandan kosong kelapa sawit yang telah matang diberikan ke tanaman kelapa sawit dengan cara dibenam dalam parit mampu secara langsung menghemat 50% dosis pupuk konvensional tanpa berpengaruh negatif terhadap produksi. Selain itu dapat mempercepat lama produksi tanaman kelapa sawit dari 30-32 bulan menjadi 22 bulan jika kompos tandan kelapa sawit diaplikasikan ke lubang tanam pada saat penanaman.
Universitas Sumatera Utara
2.4 Kompos 2.4.1 Faktor yang Mempengaruhi Pengomposan
Proses pengomposan dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu imbangan C/N bahan organik, ukuran bahan, kekuatan struktur bahan baku, kelembaban, aerasi, dan jenis mikroorganisme yang terlibat. Proses pengomposan merupakan proses biokimia sehingga
setiap
faktor
yang
mempengaruhi
mikroorganisme
tanah
akan
mempengaruhi laju dekomposisi tersebut. Laju dekomposisi bahan organik (bahan baku kompos) menjadi kompos yang matang tergantung dari beberapa factor sebagai berikut :
Perbandingan C/N
Perbandingan C/N bahan organik ( bahan baku kompos) merupakan faktor terpenting dalam laju pengomposan. Proses pengomposan akan berjalan baik jika imbangan C/N bahan organik yang dikomposkan sekitar 25-35. Imbangan C/N yang terlalu tinggi menyebabkan proses pengomposan berlangsung lambat. Keadaan ini disebabkan mikroorgainisme yang terlibat dalam proses pengomposan kekurangan nitrogen (N). Sementara itu, perbandingan yang terlalu rendah akan menyebabkan kehilangan nitrogen dalam bentuk ammonia yang selanjutnya akan teroksidasi. (Simamora, S., 2006)
2.4.2 Mekanisme Pengomposan
Bahan- bahan organik pada pembuatan kompos mengalami aneka perubahan hayati yang dilakukan oleh mikroorganisme .Perubahan bahan organik penting yang terjadi antara lain : 1. Penguraian hidrat arang, selulosa, hemiselulosa, dan lain-lain menjadi CO 2 dan H 2 O. 2. Penguraian zat lemak dan lilin menjadi CO 2 dan air 3. Penguraian zat putih telur, melalui amida-amida dan asam – asam amino menjadi ammonia, CO 2 dan H 2 O.
Universitas Sumatera Utara
4. Terjadi pengikatan beberapa jenis unsure hara didalam tumbuhan jasad- jasad renik, terutama nitrogen (N), posfor (P) dan kalium (K). Unsur –unsur tersebut akan lepas jika mikroorganisme tersebut mati 5. Pembebasan unsur- unsur hara dari senyawa – senyawa organik menjadi anorganik yang berguna bagi tanaman.
Akibat dari perubahan tersebut ,berat dan volume kompos menjadi sangat berkurang .Sebagian besar senyawa organik akan hilang, menguap ke udara (L. Murbandono Hadisumitro,2002). Ada dua mekanisme pengomposan yaitu secara aerob dan anerob. Secara aerob oksigen dan air dibutuhkan untuk merombak senyawa organic dan mengasimilasi senyawa karbon, nitrogen, posfor, belerang dan unsure lainnya untuk sintesa protoplasma. Proses pengomposan aerob menghasilkan humus, CO 2 , air dan energi. Secara anaerob berjalan tanpa oksigen. Pengomposan anaerob manghasilkan gas metan ( CH 4 ), CO 2 , dan asam organik yang memiliki bobot rendah seperti asam asetat, asam propinoat, asam butirat, asam laktat, dan asam suksinat (Nan Djuarnani dan Kristian ,2005).
2.5 Effective Microorganism (EM 4 ) Effective Microorganism (EM 4 ) merupakan bahan yang mengandung beberapa mikroorganisme yang bermanfaat dalam proses pengomposan. Mikroorganisme yang terdapat dalam EM 4 terdiri dari Lumbricus (bakteri asam laktat) serta sedikit bakteri foto sintetik, Actinomycetes, Streptomyces Sp
dan ragi. Effective Microorganism
(EM 4 ) dapat meningkatkan fermentasi limbah dan sampah organik, meningkatkan ketersediaan unsur hara untuk tanaman, serta menekan aktivitas serangga, hama, dan mikroorganisme patogen. Peranan Effective Microorganism (EM 4 ) dalam pembuatan kompos adalah untuk menghilangkan bau dan mempercepat proses pengolahan limbah. (Djuarnani, N., 2005)
Universitas Sumatera Utara
2.5.1 Pembuatan Starter EM 4 Mikroorganisme didalam larutan EM 4 asli berada dalam ke keadaan tidur (dorman) sehingga perlu dibangunkan (diaktifkan) terlebih dahulu dengan cara memberikan air dan makanan. Caranya sebagai berikut : a. Dicampurkan 1 mL EM 4 dengan 1 L air (1000 mL) dan 1 gram gula (larutan 0,1 % starter EM 4 ). b. Diaduk campuran ini lalu didiamkan selama 2-24 jam untuk memperoleh starter EM 4 . c. Starter EM 4 sudah siap disemprotkan ke bahan organik dengan sprayer. d. Jika tidak segera digunakan disimpan larutan ini di dalam jerigen atau botol plastik yang dapat ditutup rapat (jangan digunakan botol gelas). e. Disimpan di tempat sejuk dan gelap. Dihindarkan dari sinar matahari dan jangan dimasukkan ke dalam kulkas. f. Starter EM 4 ini sebaiknya digunaakan dalam jangka waktu 3 bulan. (Yuwono, D., 2006)
2.6 Nitrogen (N) Nitrogen diserap tanaman dalam bentuk ion nitrat (NO 3 -) dan ion ammonium (NH 4 +). Sebagian besar nitrogen diserap dalam bentuk ion nitrat karena ion tersebut bermuatan negatif sehingga selalu berada di dalam larutan tanah dan mudah terserap oleh akar. Karena selalu berada di dalam larutan tanah, ion nitrat lebih mudah tercuci oleh aliran air. Arah pencucian menuju lapisan di bawah daerah perakaran sehingga tidak dapat dimanfaatkan oleh tanaman. Sebaliknya ion ammonium bermuatan positif sehingga terikat oleh koloid tanah. Ion tersebut dapat dimanfaatkan oleh tanaman setelah melalui proses pertukaran kation.
Nitrogen tidak tersedia dalam bentuk mineral alami seperti unsur hara lainnya. Sumber nitrogen yang terbesar berupa udara yang sampai ketanah melalui air hujan atau udara yang diikat oleh bakteri pengikat nitrogen. Contoh bakteri pengikat nitrogen adalah Rhizobium Sp.
Universitas Sumatera Utara
Nitrogen adalah komponen utama dari berbagai bahan penyusun yang penting di dalam tanaman. Sekitar 40-50% kandungan protoplasma yang merupakan bahan penyusun hidup dari sel tumbuhan terdiri dari senyawa nitrogen. Senyawa nitrogen digunakan oleh tanaman untuk membentuk asam amino yang akan diubah menjadi protein. (Novizan, 2005).
2.6.1 Penentuan Kadar Nitrogen dengan Metode Kjeldahl
Metode Kjeldahl digunakan untuk menentukan jumlah N- organik dan NAmonia bebas. Metoda ini pada umumnya hanya dilaksanakan pada sampel yang diduga mengandung zat organik seperti air buangan industri, air buangan penduduk serta sungai yang tercemar. Zat organik yang mengandung N dirubah menjadi amonia, nitrogen-amonia akan menjadi amonium sulfat setelah pemanasan sampel di dalam larutan asam sulfat . Zat organik tersebut diubah menjadi CO 2 dan H 2 O serta melepaskan ammonia dalam suasana asam kuat terikat menjadi amonium sulfat. Kemudian penambahan basa akan melepaskan NH 4 + sekaligus mengubahnya menjadi NH 4 OH. Seluruh amoniak tersebut dan air dapat di destilasi dari sampel. Disamping amoniak yang berasal dari zat organik tersebut, air buangan juga mengandung amoniak bebas dan amoniak tersebut ikut tersuling bersama NH 3 yang dilepaskan oleh zat organik dan semuanya disebut N- Kjeldhal. Jadi N- Kjeldhal adalah Norganik dan N- amonia bebas. Setelah keluar dari alat pendingin, NH 3 tersebut diserap dengan larutan asam borat H 3 BO 3 . (Alaerts, G. 1984).
Penentuan Nitrogen dengan metode Kjeldhal merupakan hal yang sangat penting pada dasarnya, bahan dioksidasi dengan asam sulfat pekat panas hingga hancur. Tahap ini disebut tahap dekstruksi, dimana nitrogen akan diubah menjadi ion amonium pada tahap berikutnya, larutan ditambah basa kuat sehingga bereaksi basa kemudian didestilasi. Hasil destilasi dicampur dengan H 3 BO 3 baku yang tertentu jumlahnya untuk mengikat NH 4 + tersebut, kemudian destilat di titrasi dengan HCl untuk menentukan kandungan N- Kjeldhal.
Universitas Sumatera Utara
Reaksi-reaksi : a. Protein ( C, N, O, S, P ) + H 2 SO 4
(NH 4 ) 2 SO 4
+ CO 2 +
H 2 O + lain-lain (destruksi) b. (NH 4 ) 2 SO + NaOH NH 3(g)
NH 4 OH + Na 2 SO 4 NH 3(l)
(destilasi)
c. NH 3 + H 3 BO 3(berlebih)
NH 4 H 2 BO 3
d. NH 4 H 2 BO 3 + HCl
NH 4 Cl
(penampungan)
+ H 3 BO 3 (titrasi)
(W. Hardjadi, 1993).
2.7 Posfor (P) Posfor diambil tanaman terutama dalam bentuk anion H 2 PO 4 - daripada dalam bentuk anion HPO 4 2-, sedangkan pada tanah asam berbentuk H 2 PO 4 -. Fosfor dalam tanah terikat oleh bahan organik sehingga tidak tersedia bagi tanaman. Sedangkan dalam bahan anorganik, posfor berasal dari batuan induk dalam bentuk kalsium, besi dan aluminium posfat.
Posfor sangat vital bagi tanaman karena merupakan sumber energi untuk pertumbuhan tanaman. Kekurangan posfor berakibat buruk bagi tanaman karena dapat mempengaruhi proses metabolismenya. Posfor anorganik didalam tanah terdapat dalam dua bentuk, yaitu terikat bersama kalsium (Ca) dan bersama besi atau aluminium. Mineral apatik ( Kalsium posfat) merupakan sumber
posfor alam .
(Ashari, S.1995)
2.8 Kalium (K)
Kalium berperan sebagai pengatur berbagai proses fisiologis tanaman seperti merawat kondisi air di dalam sel dan jaringan, mengatur turgor atau tegangan sel, membuka dan menutup stomata, serta mengatur akumulasi dan translokasi karbohidrat yang terbentuk.
Universitas Sumatera Utara
Defisiensi unsur Kalium menyebabkan tanaman menjadi kerdil, internoda antar ruas memendek, ujung dan tepi daun menjadi hitam serta produksi buah menjadi menurun yang diiukuti dengan penurunan kualitas. (Sutiyoso, Y. 2003).
Persediaan kalium di dalam tanah dapat berkurang karena 3 hal yaitu pengambilan kalium oleh tanaman, pencucian kalium oleh air dan erosi tanah. Biasanya tanaman menyerap kalium lebih banyak daripada unsur hara lain, kecuali nitrogen. (Novizan, 2005)
2.9 Spektrofotometer Serapan Atom( SSA )
Di dalam suatu nyala, atom yang terbanyak lebih berada dalam keadaan elektronik dasar daripada dalam keadaan tereksitasi. Jumlah atom yang tereksitasi berkisar secara eksponensial dengan suhu sedangkan dengan demikian banyak atom yang tereksitasi. Atom-atom gas terionisasikan dan benturan ion-ion berenergi dengan permukaan katoda mengusir atom-atom logam yang telah tereksitasikan. Hal ini mengakibatkan terjadinya spektrum garis logam yang menampakkan diri sebagai suatu bara di dalam ruangan pada katoda cekung. Suatu garis yang cocok di dalam spektrum emisi dari sumbernya dipilih untuk dianalisa. Garis ini yang disebut garis resonansi, menunjukkan suatu perpindahan dari suatu keadaan bereksitasi suatu atom ke keadaan dasar dan dengan demikian menunjukkan frekuensi yang tepat bagi absorbsi oleh atom-atom di dalam nyala yang ada pada keadaan dasar.
2.9.1 Instrumentasi Spektrofotometer Serapan Atom :
A
B
C
D
E
F
Gambar 2.7 Sistematis ringkas dari alat SSA
Universitas Sumatera Utara
A. Lampu katoda berongga Lampu katoda berongga merupakan sumber sinar yang memancarkan spektrum dari unsur logam yang akan dianalisa (setiap logam yang memiliki lampu khusus untuk logam tersebut).
B. Chopper Mengatur sinar yang dipancarkan.
C. Tungku Tempat pembakaran (untuk memecahkan larutan sampel pada tetesan halus dan meleburkannya ke dalam nyala untuk diatomkan).
D. Monokromator Mendispersi sinar yang ditransmisikan oleh atom.
E. Detektor Mengukur sinar yang ditransmisikan dan memberikan signal sebagai respon terhadap sinar yang diterima.
F. Rekorder Untuk membaca nilai absorbansi.(Khopkar, S.M. 2002)
2.9.2 Keuntungan Spektrofotometer Serapan Atom :
1. Karena absorpsi bergantung pada populasi keadaan dasar, maka kepekaan mungkin lebih tinggi khususnya untuk unsur-unsur yang sukar dieksitasikan (misalnya seng yang dapat ditentukan kurang dari 0,5 ppm, sedang batas terendah pada emisi mungkin sama dengan 500 ppm). 2. Populasi keadaan dasar jauh kurang peka terhadap suhu nyala daripada populasi yang tereksitasi. 3. Interferensi dari garis-garis spektrum dari unsur-unsur lain dan emisi latar belakang nyala dapat diperkecil.(Day, R.A, 1994)
Universitas Sumatera Utara
2.9.3 Gangguan-gangguan pada Spektrofotometer Serapan Atom : Yang dimaksud dengan gangguan-gangguan (interferensi) pada SSA adalah peristiwa-peristiwa yang menyebabkan pembacaan absorbansi unsur yang dianalisis menjadi lebih kecil atau lebih besar dari nilai yang sebenarnya. Gangguan-gangguan yang dapat terjadi dalam SSA adalah sebagai berikut:
1. Gangguan yang berasal dari matriks sampel yang mana dapat mempengaruhi banyaknya sampel yang mencapai nyala. Sifat-sifat tertentu sampel dapat mengganggu analisis yakni terhadap laju aliran bahan bakar/gas pengoksidasi. Sifat-sifat tersebut adalah : viskositas, tegangan permukaan, berat jenis dan tekanan uap.
Gangguan yang
lain adalah pengendapan unsur yang dianalisis sehingga
jumlah atom yang mencapai nyala menjadi lebih sedikit dari konsentrasi yang seharusnya yang terdapat dalam sampel.
2. Gangguan kimia yang dapat mempengaruhi jumlah / banyaknya atom yang terjadi di dalam nyala. Terbentuknya atom - atom netral yang masih dalam keadaan dasar di dalam nyala sering terganggu oleh dua peristiwa kimia yaitu: (a) disosiasi senyawa-senyawa yang tidak sempurna
yang terjadi
jika terbentuk senyawa-senyawa yang sukar
diuraikan di dalam nyala api; (b) ionisasi atom-atom di dalam nyala yang terjadi jika suhu yang digunakan untuk atomisasi terlalu tinggi.
3. Gangguan oleh absorbansi yang disebabkan bukan oleh absorbansi atom yang dianalisis yaitu absorbansi oleh molekul-molekul yang tidak terdisosiasi di dalam nyala.
4. Gangguan oleh penyerapan non-atomik. Gangguan ini terjadi karena terjadinya penyerapan cahaya dari sumber sinar yang bukan berasal dari atom-atom yang akan dianalisis, juga disebabkan adanya penyerapan cahaya oleh partikel-partikel padat yang berada di dalam nyala. (Gandjar,G.I. 2007).
Universitas Sumatera Utara
2.10
Penentuan Kadar C- Organik dengan Metode Walkley dan Black
Material orgaik tanah merupakan sisa tumbuhan, hewan dan organisme tanah, baik yang telah maupun yang sedang mengalami dekomposisi. Material organik tanah yang tidak terdekomposisi menjadi humus yang yang berwarna coklat sampai hitam dan bersifat koloidal. Pengukuran kandungan bahan organik tanah berdasarkan jumlah organik yang mudah teroksidasi akan mereduksi Cr 2 O 7 2- yang diberikan secara berlebihan. Reaksi ini terjadi karena adanya energi yang dihasilkan oleh reaksi H 2 SO 4 pekat dan K2 Cr 2 O 7 . Keadaan ini menyebabkan Cr5+ direduksi oleh C- organik menjadi warna hijau dari Cr3+. (Nurdin, M.Suin, 2002).
Teknik penetapan C-organik yang paling standar adalah oksidasi bahan organik oleh dikromat yang mana metode ini lebih sering disebut metode Walkley dan Black. Dalam prosedurnya kalium dikromat dan asam sulfat pekat ditambahkan ke dalam bahan organik, dimana larutan tersebut harus didinginkan terlebih dahulu sebelum ditambahkan dengan air. Penambahan asam posfat ke dalam larutan tersebut berguna untuk mengurangi gangguan dari Fe3+ yang mungkin sering terjadi. Persamaan reaksinya adalah sebagai berikut : 2 Cr 2 O 7 2-
+ 3 C + 16 H+
4 Cr3+ + 3 CO 2 + 8 H 2 O
Prosedur dari Walkley dan Black ini sangat luas digunakan karena sederhana, cepat dan tidak memerlukan peralatan yang mahal, akan tetapi prosedur ini hasil oksidasi tidak dapat mencapai hasil yang optimal, yang mana prosedur tersebut hanya mampu mengoksidasi bahan organik antara 60 % - 75 %. (Zimmerman, 1997).
Universitas Sumatera Utara