Limbah (Kopi) Pembawa Berkah
6
Limbah (Kopi) Pembawa Berkah
Hidup ini adalah pilihan. H. Muchlas E. Bastari, SE, Caleg DPRD Provinsi Lampung, Daerah Pemilihan Bandar Lampung dari sebuah partai politik ini telah menentukan pilihan hidupnya. Belum berhasil menjadi anggota legislatif pada Pemilu 2004, tidak membuatnya kecewa. Tidak mau berpangku tangan, ia segera banting stir menjadi pengusaha.
65
06_lampuNg_OKE.indd 65
12/3/08 10:05:09 AM
L
ampung, sebuah provinsi di Indonesia yang merupakan pemekaran dari Provinsi Sumatera Selatan pada 1964 adalah
identik dengan kopi. Siapa yang tidak kenal dengan kopi Lampung. Ya, meskipun Lampung bukan hanya dikenal dari kopinya, daerah ini juga menghasilkan kakao, karet, kelapa sawit, durian, nanas, singkong, tebu, dan lainnya. Bahkan pabrik gula terbesar di Indonesia juga ada di sini. Belum lagi menyinggung tentang tambak udang dan sektor kelautan. Potensi alamnya yang berlimpah dan lokasi yang tidak seberapa jauh dari Jakarta, membuat provinsi ini dapat berkembang mengikuti pasang surut ekonomi Jakarta bahkan ekonomi global. Ketika harga bahan mentah seperti karet, kopi, kakao, kelapa sawit di pasar internasional meningkat, maka para petani komoditas ini pun tersenyum lebar. Sebaliknya, ketika harga-harga komoditas alam itu anjlok, senyum kecut pun terpaksa disunggingkan. Adalah Muchlas E. Bastari, SE (34), seorang pemuda asal Bandar Lampung yang berhasil memanfaatkan potensi alam di daerahnya untuk kemajuan diri, keluarga dan orang-orang di sekitarnya.
Memutuskan Menjadi Pengusaha Sebagai daerah pengekspor biji kopi ke pasar dunia, tidak dipungkiri bahwa banyak eksportir kopi yang tidak lagi sempat atau serius dalam menangani limbah kopi. Limbah kopi sebetulnya masih me ngandung biji kopi meskipun sedikit. Selain itu, dalam limbah juga terdapat kulit buah kopi, debu, dan kotoran lainnya. Itulah sebabnya para eksportir enggan untuk memproses lagi limbah ini. Peluang itu ditangkap oleh Muchlas bersama dengan rekan-rekannya para pengusaha kecil setempat. Menurut dia ada sekitar 25 orang pengusaha yang menggarap limbah kopi ini. Memang menjadi pengusaha limbah kopi tidak terlintas dalam benak dia saat masih menjadi mahasiswa. Sebagai kader salah satu partai politik saat masih mahasiswa, Muchlas sudah terbiasa melakukan penggalangan massa sejak 1992. Lulus dari Universitas Bandar Lampung (UBL) tahun 1997 ia ber koordinasi dengan teman-teman antarkampus sehingga ikut mela-
66
06_lampuNg_OKE.indd 66
12/3/08 10:05:09 AM
Limbah (Kopi) Pembawa Berkah
Muchlas E. Bastari, serius mena ngani pengolahan limbah kopi.
hirkan sebuah partai politik yang terkemuka. Hingga kini ia masih aktif sebagai Ketua Bidang Kesra pada partai tersebut. Selain pengalaman dalam berorganisasi ia juga telah menekuni dunia bisnis sejak dini. Darah bisnis dalam dirinya telah terlatih sejak masih menjadi mahasiswa di Jurusan Akuntansi,
UBL.
Mengambil
buku-buku dari distributor yang berada di daerah Senen, Jakarta Pusat, kemudian ia jual lagi di Bandar Lampung. “Target saya waktu itu, setiap hari harus mendapat keuntungan tiga puluh ribu rupiah,” katanya mengenang. Pada 1998, ia mulai berdagang pakan sapi, tetapi masih sambil an, belum serius. Kendati demikian, pada saat itu penghasilannya dapat mencapai Rp 1,5 juta per bulan. Setelah menikah pada tahun 2000 ia sempat berpikir untuk melakukan usaha yang lain. Namun demikian, tidak pernah terlintas di pikirannya untuk melamar pekerjaan menjadi karyawan. Melihat rekan-rekannya sesama aktivis partai sebagian sudah duduk menjadi anggota dewan pada Pemilu Legislatif 2004, sementara dirinya belum kebagian, maka ia pun mulai merenung. Bagaimana agar dapat sejajar dengan para rekan tersebut? “Saya membantu sudah cukup banyak, sampai uang habis bener. Tapi nggak apa-apa. Secara diam-diam dan sambil mengucapkan bismillah, saya memba ngun usaha limbah kopi,” kenangnya.
67
06_lampuNg_OKE.indd 67
12/3/08 10:05:12 AM
Dengan modal Rp 10 ribu pinjaman dari isterinya, Muchlas membeli bensin untuk berkeliling naik motor mencari peluang. Kebetulan sang isteri bekerja sebagai guru di SMAN 13 Bandar Lampung, sehi ngga ketika ekonomi sang suami sedang dalam kondisi sulit, ia dapat membantu menopang kehidupan keluarga. Sampailah Muchlas di gudang milik seorang eksportir. “Saya mau bantu kamu. Bayarilah kulit kopi ini semampu kamu,” kata eks portir itu. Muchlas membeli kulit kopi Rp 350 per kg dan ternyata begitu keluar dari gudang langsung ditawar orang lain dengan harga Rp 850 per kg. Menurut Muchlas itulah kisah awal bisnisnya di limbah kopi. Padahal saat itu jumlah limbah seluruhnya ada 50 ton. Jadi dari transaksi itu ia mengaku menangguk untung Rp 40 juta rupiah, karena ia bisa menjual dengan harga lebih tinggi dibandingkan de ngan harga di gudang. Dari keuntungan itu Rp 25 juta ia pergunakan untuk membayar utang sehingga tersisa Rp 15 juta. Maklum saja, untuk membeli limbah kopi saat itu, Muchlas sering kali harus meminjam modal dari sahabat-sahabatnya. Dengan sisa uang tersebut ia bertanya kepada isterinya agar diperbolehkan mendaftarkan diri untuk pergi haji. “Ada keinginan yang sangat kuat dari dalam diri saya,” ujar Muchlas. Pada bulan Juni itu mendaftarlah ia ke Bank Syariah Mandiri (BSM) Bandar Lampung untuk pergi haji. Seminggu kemudian, menurut penuturan bapak dua anak ini, ia mendapat untung lagi sebesar Rp 35 juta, dengan kejadian yang hampir mirip dengan cerita pertama. “Saya membeli di gudang yang lain dengan harga seribu, langsung ditawar orang seribu lima ratus per kilogram,” kenangnya. Sebanyak Rp 30 juta uang tersebut digunakan untuk membeli mobil pengangkut limbah kopinya, sedangkan Rp 5 juta dimasukkan lagi ke tabungan haji. Keberhasilan ini membuatnya semakin bersemangat. Diakui olehnya bahwa sang isteri juga sangat rajin berdoa. Setiap kali ia pulang ke rumah, ia melihat isterinya sedang sujud. Setelah tabungan haji cukup dan ia siap berangkat haji pada 2005, ia pun merenung lagi, “Kalau saya meninggal sewaktu pergi
68
06_lampuNg_OKE.indd 68
12/3/08 10:05:13 AM
Limbah (Kopi) Pembawa Berkah
haji, anak dan isteri saya akan tinggal di mana?” Rumah yang di Jalan Teuku Umar adalah warisan dari orangtua. “Nggak mungkin mereka tinggal di sana,” maka berdoalah ia, “Ya Allah, kalau boleh memilih, sebelum berangkat haji, adakanlah rumah.” Ini semua adalah rahasia Allah, katanya. Setelah semalam ia berdoa, besoknya ia mendapat keuntungan lagi sebesar Rp 35 juta. Begitulah rezeki yang datangnya tidak terduga ia peroleh lebih dari tiga kali. Akhirnya terbelilah rumah seharga Rp 55 juta, yang kini ia tempati bersama keluarganya. Tetapi saat itu ia baru mampu membayar Rp 35 juta. Ia pun berdoa lagi agar rumah itu dapat ia lunasi sebelum berangkat haji. Ternyata doanya manjur, dari penjualan limbah kopinya ia kembali mendapat rezeki keuntungan, sehingga bisa menutup kekurangan harga rumah—bahkan rumah ini telah dipugar. Pada tahun 2007, isterinya pun pergi haji sehingga hal itu kemudian membuat H. Muchlas semakin mantap menekuni bisnis limbah kopi. Mulai tahun itu pula ia mengambil pembiayaan usahanya dari Bank Syariah Mandiri (BSM), Bandar Lampung.
Bermitra dengan BSM Perihal perkenalannya dengan BSM, hal itu dimulai saat ia mendaftar untuk naik haji pada tahun 2005. Pada saat itu mulai ada kontak de ngan BSM. “Cobalah setelah pulang haji, nanti main-main ke bank,” kata pemimpin BSM saat itu. Tahun 2007, ia bertemu dengan M.A. Suharto, Kepala Cabang Bank Syariah Mandiri, Kantor Cabang Bandar Lampung, yang baru menggantikan pejabat lama, dalam sebuah acara seminar kewirausahaan yang diselenggarakan oleh partainya. Dari situlah kemudian usahanya mendapat dukungan pembiayaan dari BSM. M.A. Suharto, mengatakan bahwa ada beberapa alasan mengapa pihaknya bersedia menyediakan pembiayaan bagi usaha Muchlas. Pertama, kopi merupakan salah satu komoditas yang menjadi basis perekonomian Lampung. Kedua, usaha Muchlas ini adalah pengolahan semi limbah maka orientasi pasarnya lebih banyak ke dalam negeri, tidak tergantung pasar ekspor. Segmen pasarnya adalah me-
69
06_lampuNg_OKE.indd 69
12/3/08 10:05:13 AM
nengah ke bawah. Ketiga, BSM sendiri berfokus untuk membantu usaha-usaha pengolahan limbah. Keempat, usaha Muchlas dapat memberikan lapangan pekerjaan kepada penduduk sekitar dan memberi kesempatan bermitra bagi pemasok kecil yang lain. Sebaliknya, alasan mencari pembiayaan ke bank, menurut Muchlas, pertama agar dia bersungguh-sungguh dalam berusaha, karena ada tanggung jawab dan amanah. “Kita menggunakan dana orang, pihak ketiga.” Kedua, agar bisnisnya dapat lebih terukur. Dia dapat membeli bahan sesuai dengan kemampuan modal yang ada. Sebelum mendapat pembiayaan dari BSM, sewaktu menawar barang dan disetujui pemilik barang, ia harus segera mencari ”lawan” (calon pembeli). “Kalau lawannya nggak dapat, bagaimana?” paparnya. Saat itu, Muchlas mengakui pencatatan bisnisnya masih manual. Lalu dengan bimbingan pihak bank dibuatlah semacam laporan keuangan. Apa saja asetnya. Nota-nota penjualan maupun pembelian barang pun dikumpulkan. Barulah ia mengajukan pembiayaan ke BSM. Tahap pertama, Februari 2007, ia mendapat modal kerja sebesar Rp 120 juta, dengan jangka waktu pengembalian selama empat tahun. Saat itu harga basis kopi (biji kopi yang diekspor) masih Rp 10 ribu per kilogram. “Dengan modal kerja sebesar itu saya dapat bergerak mencari limbah kopi,” ujar pria yang saat wawancara isterinya te ngah mengandung anak ketiga. Dengan dukungan pembiayaan BSM bisnisnya semakin berkembang. Kemudian karena harga kopi terus melambung tinggi, maka ia pun menambah pembiayaan dari BSM. “Modal Rp 120 juta tidak ada apa-apa-nya,” ujarnya. Ia menambah kredit modal kerja lagi sebesar Rp 150 juta, pada Maret 2008, dengan jangka waktu 3 tahun. “Setengah tahun yang lalu perputaran di antara 25 orang pengusaha limbah itu sekitar Rp 2-3 miliar per bulan. Edan!,” katanya menggambarkan perdagangan kopi yang harganya terus meningkat. “Kadang-kadang, sampai kita nggak bisa beli,” keluhnya. Ketika harga biji kopi Rp 20 ribu per kg, harga limbah juga ikut naik, katanya tanpa bersedia menyebutkan berapa harganya.
70
06_lampuNg_OKE.indd 70
12/3/08 10:05:13 AM
Limbah (Kopi) Pembawa Berkah
Sebelum mendapat pembiayaan dari BSM, kegiatannya adalah membeli limbah lalu menjual lagi, belum sampai melakukan peng olahan sendiri. Saat itu pendapatan bersihnya per bulan baru mencapai Rp 4 juta. Setelah mendapat pembiayaan dari bank, ada modal yang dapat diputar sehingga ia berani melakukan pengolahan. Kini pendapatannya meningkat menjadi Rp 20 juta per bulan, sebelum dipotong angsuran ke bank. Dengan angsuran per bulan Rp 9,47 juta, maka masih ada sisa laba bersih Rp 10 juta. “Sepuluh juta itu harus sudah bebas bank,” ujarnya. Pendapatan sebesar Rp 20 juta per bulan
Muchlas bersama para pekerjanya. Selain diayak secara manual, limbah kopi juga dipisahkan menggunakan mesin. Kedua metode itu dijalankan secara paralel.
ini sudah berlangsung lebih dari setahun. Kalau sampai terjadi penurunan, paling rendah adalah Rp 17 juta. Pada tahap awal mengolah limbah kopi Muchlas menyewa tanah untuk tempat pengolahannya. Kini ia sudah berhasil memiliki tanah sendiri seluas 2 ribu meter persegi yang dipergunakan untuk gudang dan pengolahan. Selain diayak secara manual, limbah kopi juga dipisahkan menggunakan mesin. Kedua metode itu kini dijalankan secara paralel. “Feeling pengusaha biasanya lebih tajam dibandingkan kita,” aku Suharto. Mungkin dengan mengubah pengolahan dari manual ke mesin, berarti ada peluang untuk meningkatkan produksi. Yang jelas (biaya) overhead-nya pasti turun.
71
06_lampuNg_OKE.indd 71
12/3/08 10:05:17 AM
Adapun produk utama dari pengolahan limbah ini adalah kopi grade A. Ini adalah biji kopi yang kandungan kulitnya di bawah lima persen. Kemudian sutton, biji kopi yang mengandung kulit sekitar lima belas sampai dua puluh persen. Baru setelah itu ada pecahanpecahan biji kopi yang disebut menir dan peksel serta kulit kopi. Masing-masing produk olahan dari pemisahan limbah kopi itu dijual pada segmen pasar yang berbeda-beda, terutama ke Jakarta dan sekitarnya. Apabila jumlahnya sedikit maka produk hasil pemi sahan itu dijual Muchlas kepada rekan-rekan bisnisnya setempat, yang akan mengirim barang ke Jakarta. “Misalnya saya hanya mempunyai 4 ton kopi grade A. Padahal kalau mau dibawa ke Jawa harus 16 ton. Punya saya harus digabung dengan yang lain,” katanya. Kopi grade A dan sutton pembelinya ada di Tangerang dan Tambun. Sementara itu kulit kopi (aul-aul) dikirim ke Cikampek, Padalarang, Sumedang, dan Rancaekek. Tentang jumlah karyawan, menurut Muchlas, sekarang ada empat orang karyawan tetap dan 10 orang pekerja harian. Anggota keluarga yang dipekerjakan adalah keponakannya, yang dia posisikan sebagai pengawas. Orang-orang di sekitar lokasi pengolahan limbah dipekerjakan secara harian. Setiap kali ada barang yang harus dikerjakan, mereka akan berkumpul sendiri.
Interaksi Seminggu Sekali Muliawan, Marketing Manager Bank Syariah Mandiri, Kantor Cabang Bandar Lampung mengatakan bahwa BSM berani menambah modal kerja kepada Muchlas karena cicilan pada pembiayaan pertama selalu lancar. Selain itu Suharto juga melihat dari sisi karakter. Sebagai aktivis partai yang dikenal reputasinya, tentu tidak perlu diragukan lagi komitmennya. Menurut Suharto, Muchlas adalah pengusaha yang membangun usahanya dari bawah. “Dia betul-betul merintis usahanya sendiri, bukan warisan. Modal awal dari kantong sendiri. Tetapi sekarang dia sudah bisa mengakumulasi laba dengan investasi ke tanah, membeli mobil, dan lain sebagainya,” kata Suharto.
72
06_lampuNg_OKE.indd 72
12/3/08 10:05:17 AM
Limbah (Kopi) Pembawa Berkah
Keberhasilan dalam membiayai usaha Muchlas ini juga memberi manfaat lain bagi BSM, misalnya dengan berbagai rekomendasi Muchlas kepada rekan-rekan bisnisnya untuk mengambil pembiayaan di BSM. Dari situ BSM dapat masuk pe perusahaan-perusahaan penghasil kopi. “Dia bisa menjadi marketing kita juga,” kata Suharto. ”Dan kalau orangnya baik, biasanya yang direkomendasikan juga baik,” kata Muliawan menimpali. Namun demikian, interaksi dengan nasabah selalu terus dijalin. Jika tidak lewat telepon, maka interaksi dilakukan melalui kunjung an. “Terlepas dari urusan kerja, di lapangan pun kita sering bertemu,” kata Ahmad Muzakkir, Account Officer Bank Syariah Mandiri, Kantor Cabang Bandar Lampung. Sebagai orang yang sama-sama mempunyai hobi main bulutangkis, Ahmad Muzakkir selalu bertemu Muchlas setiap latihan pada Sabtu pagi. “Kalau ada masalah kita ngobrol-ngobrol. Jadi setiap minggu kita ada interaksi,” ujarnya. Sedangkan kunjungan ke tempat usahanya sebulan sekali. Komunikasi dilakukan secara formal maupun informal.
Target: Semi Eksportir Muchlas menyatakan bahwa paling tidak perputaran bisnisnya per bulan adalah sebesar Rp 100 juta, untuk pembelian bahan baku, ongkos bagi karyawan, dan biaya lainnya. Diakuinya bahwa kebutuhan modal kerja bisa membengkak karena pada saat menjual barang, pembeli tidak langsung membayar. Pembayaran bisa menunggu se tengah bulan. Padahal sebelum piutang tertagih sudah ada limbah baru yang harus dibeli. “Karena itu modal harus dobel. Kalau ingin sehat harus punya modal tiga kalinya,” ujarnya. Selain itu, kecepatan mendapatkan limbah baru yang kualitasnya bagus juga akan membantu mendongkrak harga jual produk pengolahan limbah kurang bagus yang dibeli sebelumnya. “Bahan lama dapat dicampur dengan yang baru dan diaduk lagi. Misalnya menir sebanyak 5 ton dengan harga Rp 2 ribu per kg ditahan dahulu, untuk kemudian dicampur dengan barang yang harganya Rp 6 ribu
73
06_lampuNg_OKE.indd 73
12/3/08 10:05:17 AM
sebanyak 10 ton. Dengan cara itu harga jual menir dapat dinaikkan,” katanya. Meskipun harga kopi sedang jatuh, menurut Muchlas sekitar dua puluh lima orang pengusaha limbah kopi termasuk dirinya masih bertahan. Pertama, karena produknya dilempar untuk pasar dalam negeri. Kedua, di antara mereka tidak ada yang gambling, menumpuk barang dagangan. Setiap kali mendapat barang, langsung dilempar ke pasar, kata Muchlas yang termasuk enam besar pengusaha limbah kopi UMKM di Bandar Lampung. Menurut Suharto, peluang pasar kopi dalam negeri sekarang dan di masa datang masih tinggi. Yang sekarang hancur adalah pasar ekspor. “Kecuali kalau eksportir juga menggelontorkan barangnya ke dalam negeri, tapi kan harganya tidak cocok,” kilahnya. Beberapa surat kabar pada awal November 2008 lalu memberitakan ada eksportir yang sedang menghadapi masalah karena turunnya harga kopi. Se-
Rencananya pada tahun 2010, Muchlas akan mengarahkan usahanya ke biji kopi, bukan limbah kopi. Ia ingin segera melunasi utang-utangnya dan mengambil modal kerja Rp 1 miliar untuk menjadi eksportir. Dengan pengalaman yang dimilikinya dan pembinaan oleh BSM, rasanya cita-cita itu bukan sesuatu yang muluk.
panjang eksportir tidak menjual kopinya ke dalam negeri, peluang bagi UMKM tidak ada masalah. Rencananya pada tahun 2010, Muchlas akan mengarahkan usahanya ke biji kopi, bukan limbah kopi lagi. Ia ingin segera melunasi utang-utangnya dan mengambil modal kerja Rp 1 miliar untuk menjadi eksportir. Dengan pengalaman yang dimilikinya dan pembinaan oleh BSM, rasanya cita-cita itu bukan sesuatu yang muluk. Demikianlah kisah sukses Muchlas yang dapat melihat peluang bisnis dari potensi alam di daerahnya. Pada hakikatnya setiap daerah
74
06_lampuNg_OKE.indd 74
12/3/08 10:05:18 AM
Limbah (Kopi) Pembawa Berkah
juga memiliki peluangnya sendiri. Tinggal bagaimana kita dapat memanfaatkan peluang, kemudian mencari pasar dan pembiayaan dari bank. Namun keberhasilan Muchlas sebagai pengusaha limbah kopi juga tidak terlepas dari aktivitasnya dalam berorganisasi, selain pengalaman usaha yang telah ia rintis sejak kuliah. Ditambah lagi dengan sikap tawakal yang ia miliki serta dukungan doa dari sang isteri, lengkaplah keberhasilannya itu. [] eko
75
06_lampuNg_OKE.indd 75
12/3/08 10:05:18 AM