LAPORAN HASIL KAJIAN PENGEMBANGAN BAHAN KONSERVASI MORTAR TRADISIONAL (HYDRAULIC MORTAR)
Oleh: Arif Gunawan Nahar Cahyandaru, S.Si Rony Muhammad, S.T
BALAI KONSERVASI PENINGGALAN BOROBUDUR 2010 i
LEMBAR PENGESAHAN
JUDUL KAJIAN: PENGEMBANGAN BAHAN KONSERVASI MORTAR TRADISIONAL (HYDRAULIC MORTAR)
Ketua: Arif Gunawan Anggota: Nahar Cahyandaru, S.Si Rony Muhammad, S.T
Borobudur, 30 Desember 2010 Mengetahui
Ketua Tim
Kepala Seksi Pelayanan Teknis
Iskandar M. Siregar, S.Si
Arif Gunawan
NIP. 19691118 199903 1 001
NIP. 19780311 200003 1 002
Menyetujui Kepala Balai Konservasi Peninggalan Borobudur
Drs. Marsis Sutopo, M.Si NIP. 19591119 199103 1 001 ii
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur kami panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa, karena berkat Rahmat-Nya, laporan kajian Pengembangan Bahan Konservasi Mortar Tradisional (Hydraulic Mortar) dapat disusun. Kami mengucapkan terimakasih yang sebesar-besarnya kepada semua pihak yang telah membantu penyusunan laporan ini. Kami menyadari laporan kajian ini masih banyak kekeliruan dan kekurangan baik dari segi penyajian materi maupun penampilan, sehingga kami mengharapkan kritikan dan saran serta masukan-masukan yang bersifat membangun. Laporan kajian ini diharapkan dapat menambah wawasan serta khasanah pengetahuan, khususnya dalam hal konservasi bangunan cagar budaya yang terbuat dari material batu.
iii
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL ………………………………………................……………………..
i
LEMBAR PENGESAHAN ..........................................................................................
ii
KATA PENGANTAR …………………………………….............………………………..
iii
DAFTAR ISI ……………………………….....................…………………………………
iv
DAFTAR GAMBAR ……………………………………..………………………………….
v
DAFTAR TABEL .......................................................................................................
vi
ABSTRAK
vii
I.
..............................................................................................................
PENDAHULUAN A. Dasar
………………………..............…………………………………
1
……………...............…….................…………………………………
1
B. Latar Belakang
II.
…………….........................…………………………………
1
C. Maksud dan Tujuan ……………….......…………………………….........……
3
TINJAUAN PUSTAKA ……………….......…………………………..............…….
4
A. Mortar
4
…………………………...........................................................……..
B. Mortar Candi Borobudur
.......................................................……………..
6
III. METODOLOGI PENELITIAN ………………….................………………………..
9
A. Bahan
…………………………...........................................................……..
9
........................................................................................……………..
9
C. Cara Kerja Penelitian ..................................................................................
9
B. Alat
IV. DATA DAN PEMBAHASAN
………………….................………………………..
13
A. Data Penelitian …………………..........................................................……..
13
B. Pembahasan ............................................................................……………..
27
KESIMPULAN DAN SARAN ………………….................………………………..
28
A. Kesimpulan
………………….............................................................……..
28
B. Saran ........................................................................................……………..
28
DAFTAR PUSTAKA .................................................................................................
29
V.
LAMPIRAN
iv
DAFTAR GAMBAR
Gambar 1. Pengujian kapilarisasi mortar tradisional ...................................................... 14 Gambar 2. Grafik berat mortar dalam pengujian kapilaritas ........................................... 16 Gambar 3. Kapilarisasi pada sampel mortar tradisional ................................................. 16 Gambar 4. Pengukuran dengan ion meter ..................................................................... 17 Gambar 5. Grafik derajat keasaman mortar tradisional .................................................. 18 Gambar 6. Uji penuaan di lapangan terbuka .................................................................. 21 Gambar 7. Pengujian kuat tekan pada salah satu mortar epoksi ................................... 24 Gambar 8. Penimbangan sampel pada uji kapilaritas .................................................... 24
v
DAFTAR TABEL
Tabel 1.
Komposisi mortar selasar .............................................................................
7
Tabel 2.
Komposisi mortar teras ................................................................................
7
Tabel 3.
Data analisisi binder selasar dan rata-ratanya ..............................................
7
Tabel 4.
Data analisis binder teras dan rata-ratanya ..................................................
8
Tabel 5.
Perbandingan campuran mortar tradisional .................................................. 10
Tabel 6.
Perbandingan campuran mortar epoksi ........................................................ 11
Tabel 7.
Data analisis fisik mortar tradisional ............................................................. 13
Tabel 8.
Data pengujian kapilaritas mortar tradisional ................................................ 15
Tabel 9.
Data pengukuran derajat keasaman............................................................. 17
Tabel 10. Pengukuran konduktifitas pada mortar tradisional ........................................ 18 Tabel 11. Pengukuran TDS (total dissolved solids) pada mortar tradisional ................. 19 Tabel 12. Pengukuran Kadar NaCl pada mortar tradisional ......................................... 20 Tabel 13. Hasil analisis fisik mortar epoksi (SIKA) ....................................................... 22 Tabel 14. Hasil analisis fisik mortar epoksi (Euroland) ................................................. 22 Tabel 15. Hasil analisis fisik mortar epoksi (araldit tar)................................................. 23 Tabel 16. Hasil analisis fisik mortar epoksi (EPIS) ....................................................... 23 Tabel 17. Data pengujian kapilaritas mortar epoksi (SIKA) .......................................... 25 Tabel 18. Data pengujian kapilaritas mortar epoksi (eurolan)....................................... 25 Tabel 19. Data pengujian kapilaritas mortar epoksi (EPIS) .......................................... 26 Tabel 20. Data pengujian kapilaritas mortar epoksi (araldit tar) .................................... 26
vi
ABSTRAK KAJIAN PENGEMBANGAN BAHAN KONSERVASI MORTAR TRADISIONAL (HYDRAULIC MORTAR)
Oleh: Arif Gunawan Nahar Cahyandaru, S.Si Rony Muhammad, S.T
Latar belakang ; penggunaan bahan mortar untuk menutup nat antar batu-batu candi pada pemugaran I. Tujuan Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui daya tahan dan dampak mortar tradisional terhadap batu. Selain itu juga untuk mengetahui komposisi mortar epoksi modifikasi yang paling sesuai dengan sifat alami batu dan sifat-sifat fisik serta ketahanannya. Metode ; Membuat beberapa mortar tradisional dan mortar berbahan epoksi resin yang dimodifikasi dengan beberapa variasi campuran. Masing-masing mortar diuji secara fisik untuk mengetahui kekuatan dan ketahannya. Hasil ; Semua sampel mortar tradisional mempunyai karakteristik dan sifat fisik yang hampir sama baik dalam kekerasan, porositas, kekuatan dan daya tahan terhadap perubahan cuaca. Untuk mortar epoksi yang paling baik adalah mortar epoksi dengan bahan sikadur. Mortar dengan bahan sikadur mempunyai nilai porositas dan koefisien kapilaritas lebih besar bila dibandingkan dengan mortar epoksi lainnya Kesimpulan ; Mortar tradisional maupun mortar epoksi mempunyai daya tahan yang baik terhadap perubahan cuaca, namun untuk kekuatannya mortar epoksi lebih kuat bila dibandingkan dengan mortar tradisional. Untuk aplikasi pada bangunan cagar budaya perlu dilakukan kajian lebih lanjut khususnya mortar epoksi karena belum diketahui dampak jangka panjang yang ditimbulkan terhadap batu.
vii
I. PENDAHULUAN
A. Dasar 1.
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 5 Tahun 1992 tentang Benda Cagar Budaya.
2.
Peraturan Pemerintah Republik
Indonesia Nomor 10 Tahun 1993 tentang
Pelaksanaan Undang-undang R.I No.5 Tahun 1992 tentang Benda Cagar Budaya. 3.
Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 42 Tahun 2002 tentang Pedoman Pelaksanaan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara.
4.
Peraturan Menteri Kebudayaan dan Pariwisata No. PM.40/OT.001/MKP-2006 Tanggal 7 September 2006 tentang Organisasi dan Tata Kerja Balai Konservasi Peninggalan Borobudur.
5.
DIPA Balai Konservasi
Peninggalan Borobudur
tahun 2010 No. 0027/040-
04.2/XIII/2010 tanggal 31 Desember 2009. 6.
Surat
Keputusan
Kepala
Balai
Konservasi
Peninggalan
Borobudur
No.
HK.501/0304/UPT/1.III/2010 tanggal 1 Maret 2009 tentang Tim Pengangkatan Tim Kajian Metode Konservasi Relief Candi Borobudur dan Tim Kajian Pengembangan Bahan Konservasi Mortar Tradisional (Hydraulic Mortar). B. Latar Belakang Candi Borobudur sejak dibangun kira-kira abad VIII – IX Masehi telah mengalami dua kali pemugaran. Pemugaran pertama dilakukan oleh Theodore Van Erp dalam tahun 1907 – 1911. Pemugaran pertama oleh Van Erp ini difokuskan pada stupa teras pada tingkat Arupadhatu. Pada tingkat dibawahnya hanya bagian-bagian tertentu yang dipugar atau menata dinding-dinding lorong. Dinding lorong dipugar tanpa melakukan pembongkaran sehingga tetap terjadi kemiringan. Lantai lorong diratakan tanpa membongkar dan memberi perkuatan, yaitu hanya dengan cara menguruk dan memasang batu lantai dengan tatanan batu yang nat-natnya ditutup dengan mortar. Tujuan penutupan dengan mortar adalah untuk meminimalkan penetrasi air ke dalam struktur bangunan yang dapat menyebabkan tanah dasar candi tidak stabil. Pemugaran pertama tersebut secara
1 Laporan Kajian Pengembangan Bahan Konservasi Mortar Tradisional
umum dapat mengembalikan kemegahan candi Borobudur, namun hanya bersifat sementara karena kemiringan dinding-dinding lorong semakin membahayakan. Pemugaran tahap ke- II dilakukan oleh pemerintah Indonesia dan UNESCO pada tahun 1973 1983. Sehingga pemugaran van Erp tersebut kurang lebih berusia 62 tahun. Permasalahan stabilitas struktural nampak telah terselesaikan pada pemugaran II, namun terjadinya pelapukan masih belum sepenuhnya teratasi. Pelapukan dalam bentuk endapan garam masih terus terjadi dan membutuhkan perhatian serius. Penanganan
endapan
garam
membutuhkan
pemahaman
yang
mendalam
dan
komprehensip mengenai proses terjadinya dan faktor-faktor yang turut mempengaruhi. Berbagai kegiatan analisis dan monitoring diperlukan untuk mendapatkan gambaran secara menyeluruh, salah satunya adalah keberadaan mortar pemugaran I. Rekomendasirekomendasi dari Expert Mission UNESCO yang telah melakukan penelitian di Borobudur (2006 dan 2007 oleh Mr. Costantino Meucci) juga menyatakan perlunya terlebih dahulu mengungkap gejala pembentukan garam dan faktor-faktornya secara komprehensip. Setelah semuanya dapat dipahami barulah disusun program-program lebih lanjut untuk penanganannya. Salah satu faktor yang diduga turut berperan dalam terjadinya endapan garam tersebut adalah mortar yang diaplikasikan pada pemugaran I. Mortar pemugaran I tersebut saat ini masih ada pada selasar dan teras-teras stupa yang memang tidak dibongkar pada pemugaran II. Sedangkan mortar yang ada pada daerah Rupadhatu sudah dihilangkan pada pemugaran II. Pada kajian terdahulu telah dilakukan untuk mengungkap secara lebih mendalam mengenai data dan fakta tentang mortar yang digunakan pada pemugaran tahap pertama sesuai dengan rekomendasi dari Mr. Meuci. Dari kajian terdahulu juga telah didapatkan perkiraan komposisi mortar pemugaran pertama. Selain mortar tradisional, juga diteliti mortar berbahan dasar epoksi resin yang dimodifikasi. Mortar epoksi telah digunakan secara luas pada pemugaran dan konservasi benda cagar budaya khususnya bangunan yang terbuat dari batu. Penggunaan mortar epoksi antara lain untuk penutupan/injeksi retakan, kamuflase, dan penutupan nat antar batu. Mortar epoksi cukup efektif sebagai bahan konservasi dan pemugaran. Namun dalam perkembangan jangka panjang, terlihat adanya dampak negatif yaitu terjadinya akumulasi pelapukan pada bagian yang diaplikasi mortar epoksi. Penggaraman dan pelapukan material terjadi di sekitar mortar. Hal tersebut terjadi karena sifat mortar epoksi
2 Laporan Kajian Pengembangan Bahan Konservasi Mortar Tradisional
yang kedap air dan hampir non permeabel, sehingga air tidak dapat mengalir dalam poripori batu. Aliran air dalam pori akan terhenti pada lapisan mortar epoksi sehingga mengakibatkan pelapukan. Penggunaan epoksi ini kemudian menjadi perhatian para ahli. Prof. Meuci dalam laporannya juga mengemukakan masalah ini. UNESCO dalam keputusan State of Conservation Borobudur tahun 2007 dan 2009 juga mempermasalahkan hal ini dan meminta Borobudur untuk membatasi penggunaan epoksi resin dan melanjutkan penelitian untuk mencari bahan subtitusinya. Pada kajian ini akan dilakukan percobaan untuk memodifikasi mortar epoksi agar memiliki sifat porositas serupa dengan material batu. Modifikasi dilakukan dengan cara mencampur serbuk batu dengan epoksi resin yang telah diemulsikan dengan air. Keberadaan air dalam campuran akan menyebabkan terbentuknya pori dalam mortar, karena air akan menguap selama proses pengeringan epoksi. Percobaan ini didasarkan pada informasi dari Prof. Matsui (Tsukuba University, Jepang) yang telah berhasil mengembangkan bahan yang sama untuk membuat mortar epoksi batu pasiran (sandstone)
C. Maksud dan Tujuan Kajian Maksud dari pelaksanaan kajian ini adalah untuk mencari komposisi bahan mortar yang paling sesuai baik mortar tradisional maupun mortar epoksi modifikasi. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui daya tahan dan dampak mortar tradisional terhadap batu. Selain itu juga untuk mengetahui komposisi mortar epoksi modifikasi yang paling sesuai dengan sifat alami batu dan sifat-sifat fisik serta ketahanannya.
3 Laporan Kajian Pengembangan Bahan Konservasi Mortar Tradisional
II. TINJAUAN PUSTAKA
A. Mortar Mortar adalah bahan yang merupakan hasil dari campuran antara agregat (seperti butir pasir), bahan pengikat/ binder (seperti kapur, semen dan lainnya) dan air. Sifat dan karekteristik dari mortar sangat tergantung pada jenis bahan pengikatnya. Seiring perkembangan waktu, bahan pengikat terus dikembangkan sampai selanjutnya berkembang pesat bahan semen buatan sebagai binder. Mortar merupakan bahan komposit yang telah digunakan sejak ratusan tahun yang lalu sebagai salah satu komponen penunjang dalam bangunan. Mortar merupakan bahan komposit yang dibuat dari satu atau lebih bahan pengikat, satu atau lebih jenis bahan agregat, air dan bahan tambahan, dan diklasifikasikan menurut tipe dari bahan pengikat (Candeias, et.el, 2004). Bahan-bahan pengikat yang digunakan terus-menerus mengalami perkembangan. Pembuatan mortar didasarkan pada teknologi penggunaan kapur sejak jaman Romawi, hingga pada akhirnya kini digantikan dengan bahan pengikat Portland cement (PC). Klasifikasi mortar berdasarkan fungsi dalam aplikasinya secara teknis (Palomo, 2006) : a. Mortar sebagai Plester b. Mortar sebagai tampilan depan -
Paviment/ lantai
-
Tembok
-
Elemen arsitektural lainnya
c. Mortar sebagai dekorasi -
Pelapis
-
Relief
d. Mortar bangunan -
Bedding/ perekat
-
Pointing
-
Sealing
-
Repair
4 Laporan Kajian Pengembangan Bahan Konservasi Mortar Tradisional
Klasifikasi yang kedua berdasarkan fungsi dari bahan pengikat alaminya
(Palomo,
2006) : a. Mortar yang berbahan dasar kapur Binder yang digunakan pada mortar jenis ini adalah kalsium hidroksida Ca(OH)2 yang akan menghasilkan kalsium karbonat CaCO3 jika terkarbonasi (senyawa ini yang bertanggung jawab pada proses pengerasan material). Secara umum, kapur bangunan didefinisikan sebagai kalsium oksida dan kalsium hidroksida, magnesium oksida dan magnesium hidroksida, silica, alumina, dan besi oksida. Sifat-sifat utama mortar kapur antara lain; mempunyai kekuatan mekanis yang rendah, mudah diaplikasikan, elstisitas rendah (mudah terdeformasi), permeabilitas air yang tinggi, dan tidak tahan perubahan suhu. Sifat penting lainnya adalah tidak menghasilkan garam terlarut, sehingga terhindar dari disolusi kristalisasi garam yang dapat menyebabkan eflorescene/ penggaraman. b. Mortar yang berbahan dasar kapur dan bahan pozzolanic Bahan pozzolanic adalah bahan alam yang diindustrialisasi sebagai bahan dasar bangunan. Komponen utama pozzolanic adalah kombinasi silica dan siliko-aluminium yang bila bercampur dengan kapur dapat menghasilkan produk yang keras. Reaksi dapat terjadi pada temperature biasa dan menghasilkan kalsium silikat hidrat yang mempunyai kekuatan yang cukup sebagai bahan bangunan. c. Mortar yang berbahan dasar kapur dan semen portland Bahan pengikat semen portland merupakan bahan artifisial yang diserbuk dengan sangat halus dan dapat mengalami pengerasan setelah ditambah air. Bahan baku utama pada pembuatan semen portland terdiri dari mineral oksida kapur, silika, alumina, dan besi. Komponen-komponen tersebut berinteraksi satu sama lain dalam tanur (kiln) menghasilkan konstituen utama pembentuk semen. Konstituen tersebut adalah trikalsium silikat (C3S), dikalsium silikat (C2S), trikalsium aluminat (C3A), dan tetrakalsium
aluminoferit
(C4AF).
Interaksi
konstituen
tersebut
dengan
air
menghasilkan produk hidrasi yang berkontribusi pada pengerasan semen. Semen portland umumnya ditambah dengan sedikit gypsum untuk memberikan perkerasan awal pada saat digunakan, karena perkerasan semen sendiri membutuhkan waktu tersendiri.
5 Laporan Kajian Pengembangan Bahan Konservasi Mortar Tradisional
d. Mortar yang berbahan dasar lainnya Bahan dasar lainnya yang sering digunakan antara lain gipsum, tanah liat, dan bahan pengikat organik. Bahan gipsum mempunyai kekerasan yang kurang dan tidak sesuai untuk bangunan di tempat terbuka yang berinteraksi dengan air. Bahan tanah liat juga kurang keras dan tidak cocok dengan perubahan kelembaban, karena mengalami kembang susut. Bahan pengikat organik berbagai macam jenisnya, mulai bahan organik tradisional hingga bahan organik modern seperti polymer. e. Mortar yang berbahan dasar lebih dari satu bahan pengikat Mortar dengan bahan pengikat lebih dari satu saat ini lebih banyak digunakan. Bahan bangunan yang digunakan sehari-hari saat ini pada dasarnya juga merupakan mortar dengan bahan dasar lebih dari satu. Kombinasi yang paling umum adalah penggunaan kapur dan semen. Beton modern juga merupakan kombinasi, karena menggunakan pengikat semen sebagai bahan utama dan ditambah dengan bahan pemercepat perkerasan dalam bentuk polymer organik. B. Mortar Candi Borobudur Mortar yang ada di candi Borobudur merupakan mortar yang dibuat pada saat pemugaran pertama oleh van Erp. Mortar tersebut digunakan untuk menutup nat pada lantai. Tujuan penggunaan mortar selain untuk menutup lubang nat yang lebar juga untuk menekan jumlah air yang masuk ke dalam sela-sela batuan. Keberadaan mortar di bangunan candi Borobudur dapat ditemukan pada bagian selasar dan plateau serta teras stupa. Seiring perkembangan waktu, terindikasi bahwa pemakaian semen yang dilakukan oleh van Erp tersebut menimbulkan pengaruh terhadap borobudur sendiri. Laporan kegiatan Proyek Pemugaran Borobudur mengungkapkan bahwa semen van Erp menimbulkan endapan (efflorecenses) pada permukaan dinding. Hasil analisis menunjukkan bahwa endapan tersebut merupakan endapan jenis karbonat dan silikat. Efflorescenses merupakan kristal garam yeng terbentuk pada permukaan material porous dimana terdapat reaksi penguapan disana, karena air terserap sercara meluas atau kecepatan angin lebih rendah. Dalam kasus ini kristal-kristal garam yang terbentuk sebagian besar keluar melalui pori-pori dan pengaruh-pengaruh yang mengganggu adalah kecil (Toracca, 1982). Dari kajian yang telah dilakukan oleh Cahyandaru (2008) menyebutkan bahwa komposisi mortar pemugaran pertama tersusun atas campuran agregat, pasir kasar, pasir halus dan
6 Laporan Kajian Pengembangan Bahan Konservasi Mortar Tradisional
binder. Komposisi mortar di bagian selasar berbeda dengan mortar pada teras candi Borobudur. Mortar pada bagian selasar mengandung lebih banyak agregar karena celah nat antar batu lebih lebar. Disebutkan pula bahwa komposisi binder antara teras dan selasar relatif sama. Kandungan utama dari binder tersebut terdiri dari silika, karbonat, kalsium dan aluminium. Tabel 1. Komposisi mortar selasar Lokasi No
Bahan penyusun
1 Agregat >5mesh 2 15-10 mesh 3 Pasir Halus 45-15 mesh 4 Binder <45 mesh (sumber: Cahyandaru; 2008)
Selasar Timur 45,56 37,99 4,73 11,72
Selasar Selatan 20,61 29,51 13,76 36,12
Selasar Barat 54,39 33,59 3,17 8,84
Selasar Utara 10,41 43,45 15,37 30,77
Ratarata 32,74 36,14 9,26 21,86
Teras Selatan 5,27 53,99 13,53 27,21
Lokasi Teras Barat 17,15 63,00 8,35 11,50
Teras Utara 11,82 51,42 10,40 26,36
Ratarata 8,56 57,20 11,48 22,76
Tabel 2. Komposisi mortar teras No
Bahan penyusun
1 Agregat >5mesh 2 15-10 mesh 3 Pasir Halus 45-15 mesh 4 Binder <45 mesh (sumber: Cahyandaru; 2008)
Teras Timur 0 60,40 13,64 25,97
Tabel 3. Data Analisis Binder Selasar dan Rata-ratanya No
Parameter yang dianalisis
Selasar Timur 1 Silika (SiO2) 24,44 2 Karbonat (CO3) 14,75 3 Kalsium (Ca) 15,74 4 Magnesium (Mg) 1,66 5 Aluminium (Al) 8,07 6 Lead (Pb) 0,0044 7 Besi (Fe) 5,86 8 Klorida (Cl) 0,13 9 Sulfat (SO4) 11,07 (sumber: Cahyandaru; 2008)
Selasar Selatan 31,03 15,52 18,91 1,57 8,07 0,0034 4,86 0,056 6,82
Kode sampel Selasar Barat 28,44 19,99 19,26 1,56 5,65 0,0042 4,07 0,12 6,15
Selasar Utara 18,05 14,73 13,10 1,84 9,81 0,0062 8,20 0,091 6,22
Rata-rata 25,49 16,25 16,75 1,66 7,90 0,0046 5,75 0,10 7,57
7 Laporan Kajian Pengembangan Bahan Konservasi Mortar Tradisional
Tabel 4. Data Analisis Binder Teras dan Rata-ratanya No
Parameter yang dianalisis
Teras Timur 1 Silika (SiO2) 25,05 2 Karbonat (CO3) 12,91 3 Kalsium (Ca) 18,31 4 Magnesium (Mg) 1,92 5 Aluminium (Al) 8,91 6 Lead (Pb) 0,0020 7 Besi (Fe) 6,53 8 Klorida (Cl) 0,067 9 Sulfat (SO4) 7,84 (sumber: Cahyandaru; 2008)
Teras Selatan 21,22 13,31 9,68 1,85 9,72 0,0037 6,83 0,10 7,68
Kode sampel Teras Barat 14,56 17,15 9,36 1,71 8,85 0,0055 4,59 0,53 9,68
Teras Utara 17,35 11,48 9,35 1,49 8,07 0,0042 7,04 0,091 10,75
Rata-rata 19,55 13,71 11,67 1,74 8,89 0,0038 6,25 0,20 8,99
8 Laporan Kajian Pengembangan Bahan Konservasi Mortar Tradisional
III. METODOLOGI PENELITIAN
A. Bahan Bahan yang digunakan pada penelitian ini adalah : -
Kapur
-
Batu apung
-
Batu
-
Epoksi resin
-
Semen
-
Bahan-bahan kimia untuk analisis
-
Bahan penunjang lainnya
B. Alat Peralatan yang dipergunakan adalah sebagai berikut: -
Peralatan sampling
-
Alat-alat laboratorium untuk analisis kimia
-
Alat-alat laboratorium untuk uji fisika dan petrografi
-
Alat tulis dan gambar
-
Dan alat-alat lain yang relevan
C. Cara Kerja Penelitian 1.
Pengembangan mortar tradisional a. Pembuatan mortar Membuat beberapa macam komposisi mortar tradisional yang terdiri dari pasir, kapur, bubuk batu apung, bubuk bata atau semen
9 Laporan Kajian Pengembangan Bahan Konservasi Mortar Tradisional
Tabel 5. Perbandingan campuran mortar tradisional No
Kapur
Agregat
Pasir
Bata
Batu Apung
1
1
2
1
1
-
2
1
-
2
1
-
3
2
-
2
1
-
4
1
-
2
-
1
5
1
2
1
0,5
0,5
6
1
-
2
0,5
0,5
7
1
2
1
0,5
0,5
8
1
-
2
0,5
0,5
9
1
10
1
11
1
2 2
Zeolit
Semen
1
1
1
0,5
2
1
0,5
b. Pengujian daya tahan mortar Masing-masing mortar diletakkan di atas lempengan batu kemudian dilakukan uji penuaan terhadap masing-masing mortar. Uji penuaan dilakukan dengan minimal 10 siklus. Setiap siklus terdiri dari beberapa perlakuan yaitu perendaman di dalam air selama 24 jam, kemudian pemanasan di dalam oven dengan suhu 40oC selama 24 jam, dan diletakkan di lapangan terbuka selama 24 jam. Setiap perlakuan masing-masing sampel mortar diamati perubahan-perubahan yang terjadi. Pengujian ini juga dimaksudkan untuk menguji daya rekat mortar terhadap batu. c. Pengujian kekuatan mortar Masing-masing mortar dicetak ke dalam cetakan. Kemudian ditunggu hingga kering. Setelah kering masing-masing mortar diuji kekerasan dan kekuatannya. Untuk pengujian kuat tekan menggunakan tension press. d. Pengujian kapilarisasi Mortar dicetak ke dalam cetakan kemudian dikeringkan. Mortar diletakkan di atas sampel uji yang mempunyai kapilarisasi tinggi yang telah dialasi oleh kertas saring. Diamati kapilarisasinya.
10 Laporan Kajian Pengembangan Bahan Konservasi Mortar Tradisional
2.
Pengembangan mortar epoksi modifikasi a. Pembuatan mortar epoksi Mortar yang dibuat dengan campuran epoksi resin seringkali porositas dan permeabilitasnya sangat rendah bahkan bahkan hampir tidak ada. Untuk membuat agar mortar epoksi mempunyai porositas diperlukan sedikit modifikasi dalam membuatnya. Tehnik yang digunakan adalah mencampur air di dalam epoksi resin. Pencampuran harus dilakukan dalam alat pengaduk dengan kecepatan tinggi sehingga terjadi emulsi antara air dan epoksi resin. Tabel 6. Perbandingan campuran mortar epoksi No 1
Epoksi resin + Air Epoksi 60 % Air 40 %
Perbandingan Campuran Emulsi epoksi resin + air : bubuk batu 1:3 1 : 3,5 1: 4
2
Epoksi 55 % Air 45 %
1:3 1 : 3,5 1: 4
3
Epoksi 50 % Air 50 %
1:3 1 : 3,5 1: 4
b. Pengujian daya tahan mortar Masing-masing mortar diletakkan di atas lempengan batu kemudian dilakukan uji penuaan terhadap masing-masing mortar. Uji penuaan dilakukan dengan minimal 10 siklus. Setiap siklus terdiri dari beberapa perlakuan yaitu perendaman di dalam air selama 24 jam, kemudian pemanasan di dalam oven dengan suhu 40oC selama 24 jam, dan diletakkan di lapangan terbuka selama 24 jam. Setiap perlakuan masing-masing sampel mortar diamati perubahan perubahan yang terjadi. Pengujian ini juga dimaksudkan untuk menguji daya rekat mortar terhadap batu.
11 Laporan Kajian Pengembangan Bahan Konservasi Mortar Tradisional
c. Pengujian kekuatan mortar Masing-masing mortar dicetak ke dalam cetakan. Kemudian ditunggu hingga kering. Setelah kering masing-masing mortar diuji kekerasan dan kekuatannya. Untuk pengujian kuat tekan menggunakan tension press. d. Pengujian kapilarisasi Mortar dicetak ke dalam cetakan kemudian dikeringkan. Mortar diletakkan di atas sampel uji yang mempunyai kapilarisasi tinggi yang telah dialasi oleh kertas saring. Diamati kapilarisasinya.
12 Laporan Kajian Pengembangan Bahan Konservasi Mortar Tradisional
IV. DATA DAN PEMBAHASAN
A. Data Penelitian 1. Mortar tradisional a. Analisis fisik Parameter dalam analisis fisik meliputi kekerasan berat jenis, porositas, kadar air jenuh dan kuat tekan. Hasil analisis fisik sampel mortar tradisional menunjukkan bahwa semua mortar tradisional mempunyai karakteristik sifat yang hampir sama. Tabel 7. Data analisis fisik mortar tradisional. Kekerasan
Berat jenis
Porositas
(skala mohs)
(g/cm3)
(%)
1
±2
1,6
2
±2
3
Kadar air jenuh (%)
Kuat tekan kg/cm2
33,7
20,9
-
1,6
34,2
21,1
-
±2
1,6
37,2
23,0
-
4
±2
1,5
36,0
23,8
-
5
±2
1,6
33,7
20,9
-
6
±2
1,5
36,8
24,5
-
7
±2
1,7
32,9
19,4
-
8
±2
1,6
36,6
22,8
-
9
±2
1,6
38,3
24,0
-
10
±2
1,7
33,2
19,4
-
11
±2
1,6
36,2
22,1
-
Mortar
13 Laporan Kajian Pengembangan Bahan Konservasi Mortar Tradisional
Dari hasil analisis fisik terlihat bahwa kekerasan mortar hampir sama yaitu sekitar 2 skala mohs. Porositas mortar antara 33,2 % s.d 38,3 %. Dalam pengujian kuat tekan semua mortar tradisional tidak mendapatkan hasil. Kekuatan mortar sangat rendah sehingga tidak dapat terbaca oleh alat UTM maupun tension press. b. Pengujian kapilarisasi Untuk mengetahui daya serap mortar terhadap air dilakukan pengujian kapilarisasi dengan metode menempatkan cetakan mortar tradisional yang telah dikeringkan di atas bahan penguji kapilarisasi. Bahan penguji yang dipakai adalah bahan yang mudah menyerap dan menghantarkan cairan. Dalam pengujian ini dipakai bata yang telah dijenuhkan dan ditaruh di dalam wadah berisi air kemudian diberi lapisan kertas saring pada permukaan atasnya. Sebelum sampel ditaruh di atas bahan penguji sampel ditimbang berat keringnya terlebih dahulu. Setelah t menit sampel ditimbang kembali, ulangi penimbangan sampai beberapa kali kemudian hitung koefisien kapilarisasinya. Kapilarisasi dihitung dengan persamaan C=
100P S√t
C
:
koefisien kapilarisasi
P
:
perbedaan berat dalam waktu penyerapan t menit (gram)
S
:
luas permukaan sampel (cm2)
t
:
waktu
Gambar 1. Pengujian kapilarisasi mortar tradisional
14 Laporan Kajian Pengembangan Bahan Konservasi Mortar Tradisional
Tabel 8. Data pengujian kapilarisasi mortar tradisional Mortar
Berat
Luas
awal
Penampang 2
gr
cm
1
64,8
1,5625
2
65,7
3
Berat mortar setelah menit ke-
Koefisien kapilarisasi
5
2
60
120
180
240
300
360
gr/cm .s1/2
67,7 71,3
72,9
73
73,1
73,1
73,1
73,1
6,56
1,5625
68,2 71,5
74,2
74,4 74,5
74,5
74,5
74,5
6,47
64,2
1,5625
65,6 68,4
72
74,8 75,7
75,8
75,8
75,8
6,46
4
64,9
1,5625
66,5 68,9
71,6
73,5 74,1
74,2
74,3
74,3
5,60
5
67,1
1,5625
69,3 71,7
74,2
75,1 75,4
75,4
75,5
75,5
5,73
6
65
1,5625
69,9 73,3
73,6
73,7 73,8
73,8
73,9
73,9
8,07
7
68,8
1,5625
77,6
77,7
77,7 77,8
77,8
77,8
77,8
8,41
8
66
1,5625
73,5 75,3
75,4
75,4 75,4
75,4
75,4
75,4
9,78
9
64,5
1,5625
70,4 74,5
74,5
74,5 74,5
74,5
74,5
74,5
9,46
10
71
1,5625
73,6 76,1
79,1
80,3 80,4
80,4
80,5
80,5
6,55
11
69,4
1,5625
72,7 75,3
78,8
80,3 80,4
80,4
80,4
80,4
7,75
74
30
Dari data pengujian kapilarisasi di atas terlihat bahwa kapilarisasi terbesar adalah sampel mortar no 8 dengan komposisi 1 kapur: 2 pasir : 0,5 bata : 0,5 zeolit yaitu 9,78 g/cm2.s1/2. Sedangkan terendah adalah mortar no 4 dengan komposisi 1 kapur : 2 pasir : 1 batu apung yaitu 5,6 g/cm2.s1/2.
15 Laporan Kajian Pengembangan Bahan Konservasi Mortar Tradisional
Gambar 2. Grafik berat mortar dalam pengujian kapilarisasi
Gambar 3. Kapilarisasi pada sampel mortar tradisional
c. Pengukuran air rendaman mortar tradisional Pengukuran air rendaman mortar bertujuan untuk mengetahui perubahan pH, nilai konduktifitas, total padatan yang terlarut dan kadar NaCl yang terlarut dari dalam sampel mortar tradisional. Alat yang dipakai adalah ion meter. Metode yang digunakan adalah merendam sampel mortar dengan aquades.
16 Laporan Kajian Pengembangan Bahan Konservasi Mortar Tradisional
Gambar 4. Pengukuran dengan ion meter
Tabel 9. Data pengukuran pH mortar tradisional Minggu ke-
Mortar 1
2
3
4
5
6
7
8
1
7,07
7,41
7,55
7,53
7,52
7,48
7,4
7,3
2
8,58
8,6
8,72
8,51
8,36
8,24
8,12
8,01
3
10,01
9,9
9,7
9,5
8,91
8,9
8,8
8,6
4
9,63
9,31
9,17
9,3
8,99
8,9
8,83
8,71
5
9,46
9,2
8,92
8,88
8,78
8,7
8,61
8,4
6
9,81
9,44
9,24
9,1
8,88
8,8
8,8
8,61
7
8,67
8,5
8,44
8,4
8,35
8,22
8,14
8,1
8
9,07
8,9
8,75
8,6
8,55
8,5
8,42
8,3
9
8,5
8,4
8,31
8,3
8,22
8,19
8,13
8,1
10
9,48
9,2
9,06
8,99
8,81
8,7
8,63
8,5
11
9,75
9,4
9,21
9,05
8,95
8,8
8,76
8,7
17 Laporan Kajian Pengembangan Bahan Konservasi Mortar Tradisional
Gambar 5. Grafik derajat keasaman mortar tradisional Mortar dengan komposisi 2 kapur : 2 pasir : 1 bata mempunyai pH 10,01. Nilai tersebut paling tinggi diantara mortar lainnya. Sementara mortar dengan komposisi 1 kapur : 2 agregat : 1 pasir : 1 bata mempunyai pH paling rendah diantara mortar yang lain yaitu 7,07. Keasamam mortar umumnya mengalami penurunan setelah beberapa minggu. Tabel 10. Pengukuran konduktifitas pada mortar tradisional Minggu ke-
Mortar 1
2
3
1
110,8 117,4
125,2
2
93,35
94,8
3
101,5 105,5
4
5
Ket 6
7
8
153,2
165,2
172,5
µs
91,25
96,45 98,95 104,56
112,7
120
µs
110,4
117,2 125,8
137,3
148,5
160
µs
131,35 142,6
4
142
158
174,4
190,1 209,4
221
237,4
252
µs
5
77,56
82
87,05
94,8 100,5
108,7
115,3
123
µs
6
86,96
90,7
95,68
105 117,1
121,8
139,1
148,8
µs
7
88,47
92,8
97,86
105,6 112,3
126,2
133,7
148,2
µs
18 Laporan Kajian Pengembangan Bahan Konservasi Mortar Tradisional
8
76,13
81,9
86,53
89 94,65
99,8
106,3
111,6
µs
9
98,68 108,6
116
123,1 136,3
143,7
154,9
168,2
µs
10
108,4
116
122,2
125,1 128,8
137,2
145,2
150,7
µs
11
126,2 135,5
147,7
156 162,1
169
177,8
185,7
µs
Dari hasil pengukuran konduktifitar terlihat bahwa nilai konduktifitas mortar tradisional seluruhnya cenderung mengalami kenaikan. Kenaikan terbesar terjadi pada mortar no 4 (1 kapur, 2 pasir, 1 batu apung) yaitu 77,46 %. Sedangkan kenaikan terendah terjadi pada mortar no 2 (1 kapur, 2 pasir, 1 bata) sebesar 28,55%.
Tabel 11. Pengukuran TDS (total dissolved solids) pada mortar tradisional Minggu ke-
Mortar
Ket
1
2
3
4
5
6
7
8
1
813,1
866,2
924,4
972,8
1058
1170
1225
1337
ppm
2
685,8
690
676
721,5
733
787
835,4
889
ppm
3
759
790
817,5
873
930,9
982
1102
1203
ppm
4
1043
1101
1294
1420
1552
1611
1761
1805
ppm
5
578,2
605
645,1
699,1
745
811
855,1
905
ppm
6
647,8
684
709,2
823,6
867,9
947,1
1031
1221
ppm
7
652,8
694,2
725,4
771,8
833,2
901,7
991,2
1105
ppm
8
564,8
602
641,7
673,2
701,5
745,1
787,4
820
ppm
9
732,8
792
860,1
985,4
1010
1098
1148
1200
ppm
10
814,9
862
905,7
931,1
956
986,7
1078
1107
ppm
11
937,3
984,5
1094
1101
1201
1290
1318
1411
ppm
19 Laporan Kajian Pengembangan Bahan Konservasi Mortar Tradisional
Jumlah total padatan terlarut juga menunjukkan kenaikan. Sampai dengan siklus ke-8 mortar no 8 (1 kapur, 2 pasir, 0,5 bata, 0,5 zeolit) mengalami kenaikan jumlah padatan yang larut terbesar yaitu 88,48 %. Sementara mortar no 2 (1 kapur, 2 pasir, 1 bata) mengalami kenaikan jumlah padatan terendah sebesar 29,63 % Tabel 12. Pengukuran Kadar NaCl pada mortar tradisional Minggu ke-
Mortar 3
4
1
2
1
103,8
110,1
116,6 122,5
131,2 139,8 150,2
162,3
ppm
2
89,61
87,8
88,58 91,2
94,81 99,91 106,3
114,7
ppm
3
97,43
100,56 104,2 110,7
116,8 125,9 136,2
148,1
ppm
4
129,25 140
158,2 171
188,1 199,5 212,6
227
ppm
5
78,95
82,2
85,22 91,7
96,2
120
ppm
6
85,08
89
92,28 101,71
109,8 117,2 128,1
138,01
ppm
7
86,02
89
94
106
110,1 123,6
132,4
ppm
8
76,61
80,2
84,82 87,7
91,4
95
100,9
106
ppm
9
93,49
100,7
108,9 116,2
125,8 132
141,4
156
ppm
10
104
109
114
116,8
119,7 126
133,4
140
ppm
11
117,5
122,7
135,4 141,3
147,5 145
161
167,4
ppm
100,3
5
Ket 6
102
7
108,3
8
Kadar garam NaCl yang terlarut sampai siklus ke-8 cenderung mengalami kenaikan. Sampai dengan siklus ke-8 Kelarutan terbesar terjadi pada mortar no 4 (1 kapur, 2 pasir, 1 batu apung) sebesar 75,63 % sedangkan kelarutan terendah terjadi pada mortar no 2 (1 kapur, 2 pasir, 1 bata) yaitu 28 %
20 Laporan Kajian Pengembangan Bahan Konservasi Mortar Tradisional
d.
Ageing test Ageing test atau uji penuaan dilakukan untuk mengetahui daya tahan mortar terhadap perubahan cuaca. Bahan mortar ditempelkan di atas lempengan batu dan dibiarkan sampai kering. Kemudian diberi beberapa perlakukan yaitu ditaruh di dalam oven selama 24 jam, kemudian di taruh di lapangan terbuka selama 24 jam dan direndam di dalam air selama 24 jam. Perlakukan dilakukan berulang-ulang sampai 10 siklus. Selama perlakuan dilakukan pengamatan terhadap perubahan perubahan yang terjadi. Hasil sementara pengamatan selama 10 siklus menunjukkan tidak ada perubahan dan kerusakan. Mortar masih menempel dengan bagus pada permukaan batu
Gambar 6. Uji penuaan di lapangan terbuka
2. Mortar epoksi a.
Analisis fisik Parameter dalam analisis fisik meliputi kekerasan, berat jenis, porositas, kadar air jenuh dan kuat tekan. Pengukuran kekerasan menggunakan skala mohs.
21 Laporan Kajian Pengembangan Bahan Konservasi Mortar Tradisional
Tabel 13. Hasil analisis fisik mortar epoksi (SIKA) Mortar 40 %
45 %
50 %
Kekerasan
Berat jenis
Porositas
Kadar air jenuh
Kuat tekan
(Skala mohs)
(g/cm3)
(%)
(%)
(kg/cm2)
1:3
±3
1,7
33,0
19,2
153,06
1: 3,5
±3
1,8
33,2
18,8
204,08
1:4
±3
1,7
36,8
21,9
142,86
1:3
±3
1,7
32,5
18,6
102,04
1: 3,5
±3
1,8
33,3
19,0
132,65
1:4
±3
1,7
35,6
21,0
122,45
1:3
±3
1,7
33,3
19,3
122,45
1: 3,5
±3
1,7
35,3
20,8
132,65
1:4
±3
1,7
36,8
21,2
122,45
Porositas
Kadar air jenuh
Kuat tekan
Tabel 14. Hasil analisis fisik mortar epoksi (Euroland) Mortar 40 %
45 %
50 %
Kekerasan
Berat jenis 3
(Skala mohs)
(g/cm )
(%)
(%)
(kg/cm2)
1:3
±4
1,8
13,3
7,4
510,20
1: 3,5
±4
1,8
15,5
8,5
326,53
1:4
±4
1,8
16,5
9,3
306,12
1:3
±4
1,8
12,1
6,6
448,98
1: 3,5
±4
1,8
20,6
11,7
265,31
1:4
±4
1,8
17,8
9,7
316,33
1:3
±4
1,8
13,6
7,5
387,76
1: 3,5
±4
1,7
25,2
14,8
224,49
1:4
±4
1,8
23,0
13,1
204,08
22 Laporan Kajian Pengembangan Bahan Konservasi Mortar Tradisional
Tabel 15. Hasil analisis fisik mortar epoksi (araldit tar) Mortar 40 %
45 %
50 %
Kekerasan
Berat jenis
Porositas
Kadar air jenuh
Kuat tekan
(Skala mohs)
(g/cm3)
(%)
(%)
(kg/cm2)
1:3
±3
1,8
20,6
11,4
306,12
1: 3,5
±3
1,8
21,3
12,0
408,16
1:4
±3
1,7
23,8
14,3
326,53
1:3
±3
1,9
14,9
7,9
372,45
1: 3,5
±3
1,7
25,4
14,6
336,73
1:4
±3
1,7
25,2
15,2
346,94
1:3
±3
1,8
17,7
9,6
387,76
1: 3,5
±3
1,7
26,5
15,6
408,16
1:4
±3
1,7
28,1
16,5
336,73
Tabel 16. Hasil analisis fisik mortar epoksi (EPIS) Kekerasan
Berat jenis
Porositas
Kadar air jenuh
Kuat tekan
(Skala mohs)
(g/cm3)
(%)
(%)
(kg/cm2)
1:3
±4
1,7
12,3
7,2
142,86
1: 3,5
±4
1,8
4,1
2,3
153,06
1:4
±4
1,8
7,7
4,3
102,04
1:3
±4
1,8
3,9
2,2
204,08
1: 3,5
±4
1,8
11,8
6,6
153,06
1:4
±4
1,7
7,7
4,4
112,24
1:3
±4
1,8
4,9
2,6
173,47
1: 3,5
±4
1,8
6,8
3,7
91,84
1:4
±4
1,8
12,0
6,6
61,22
Mortar 40 %
45 %
50 %
23 Laporan Kajian Pengembangan Bahan Konservasi Mortar Tradisional
Mortar epoksi dari bahan SIKADUR dan Araldit Tar mempunyai kekerasan rata-rata 3 skala mohs. Untuk mortar dari bahan EPIS dan Eurolad mempunyai kekerasan sekitar 4 skala mohs. Pada pengujian kuat tekan mortar epoksi dari euroland dengan komposisi 40% 1:3 mempunyai kuat tekan paling besar yaitu 510,20 kg/cm2. Kuat tekan terendah adalah mortar epoksi dari araldit tar 50% 1:4 yaitu 61,22 kg/cm2.
Gambar 7. Pengujian kuat tekan pada salah satu mortar epoksi Mortar epoksi dengan campuran SIKA menghasilkan porositas yang paling besar bila dibandingkan dengan mortar epoksi lainnya. Sementara mortar epoksi EPIS terlihat mempunyai porositas yang lebih kecil. b.
Pengujian kapilarisasi
Gambar 8. Penimbangan sampel pada uji kapilarisasi
24 Laporan Kajian Pengembangan Bahan Konservasi Mortar Tradisional
Tabel 17. Data pengujian kapilarisasi mortar epoksi (SIKA) Berat
Luas
awal
Penampang
gr
cm2
1:3
72
1 : 3,5
Mortar
40%
45%
50%
Berat mortar setelah menit ke-
Koefisien kapilarisasi
5
60
240
300
1,5625
72,3 74,5 76,8 78,5 80,3
82
82,5 82,7
4,38
75,7
1,5625
76,1 78,2 80,7 82,5
84
85,5 86,4 86,8
4,50
1:4
70,6
1,5625
72,9 75,7 76,9
79
80,3 81,2 81,8
6,10
1:3
72,5
1,5625
74,8
79,4 80,6 81,6 82,8 83,5 83,8
6,44
1 : 3,5
73,7
1,5625
76,6 78,9 80,6 82,5 83,9 84,9 85,2 85,4
6,92
1:4
70,4
1,5625
70,8 72,6 75,6 77,3 78,7 80,1 80,9 81,3
4,45
1:3
72,4
1,5625
1 : 3,5
70,8
1,5625
70,9 72,4 75,3
1:4
72,5
1,5625
78
76,4
79
120
78
82,4 83,7 83,9
360
gr/cm2.s1/2
180
73
30
84
84
5,81
83
83,2
4,59
73,4 75,8 77,7 79,4 81,4 83,9 85,2 85,6
5,30
78
80,9 82,5
Tabel 18. Data pengujian kapilarisasi mortar epoksi (eurolan) Berat
Luas
awal
Penampang
gr
cm2
1:3
73,4
1,5625
73,5 73,9 74,3 74,8 75,2 75,7 76,1 76,4
1,01
1 : 3,5
76,1
1,5625
76,7 77,4 78,3 79,7 80,7
2,39
1:4
75,4
1,5625
75,6 75,9 76,5 77,3
78,9 79,4 79,8
1,42
1:3
79,9
1,5625
80,1 80,3 80,5 81,1 81,9 82,6 82,9 82,9
1,04
1 : 3,5
73,4
1,5625
74,2 74,7 75,5
3,01
1:4
78,0
1,5625
78,7 79,4 80,3 82,1 83,7 83,9 83,9 83,9
2,79
1:3
73,1
1,5625
73,3 73,4 73,5 73,8 74,4 74,8
0,70
1 : 3,5
69,1
1,5625
69,8 70,2 70,7 72,1 73,9 75,5 75,9 75,9
2,60
1:4
77,0
1,5625
78,5 79,3 80,2 83,5 85,1 85,2 85,3 85,3
4,28
Mortar
40%
45%
50%
Berat mortar setelah menit ke-
Koefisien kapilarisasi
5
30
60
120
78
180
78
79,7
240
81
80
300
81
80
75
360
81
80
75
gr/cm2.s1/2
25 Laporan Kajian Pengembangan Bahan Konservasi Mortar Tradisional
Tabel 19. Data pengujian kapilarisasi mortar epoksi (EPIS) Berat
Luas
awal
Penampang
gr
cm2
1:3
69,6
1,5625
1 : 3,5
73,0
1:4
Mortar
Berat mortar setelah menit ke-
Koefisien kapilarisasi
120
180
240
69,6 69,7
69,8
69,8
70
70,2 70,4 70,4
0,23
1,5625
72,9
73
73,1
73,1 73,1 73,1 73,1 73,1
0,002
75,0
1,5625
75
75,1
75,1
75,1 75,2 75,2 75,2 75,2
0,09
1:3
73,0
1,5625
72,9
73
73,1
73,1 73,1 73,1 73,1 73,1
0,002
1 : 3,5
74,0
1,5625
74
74,2
74,4
74,4 74,6 74,7 74,9 74,9
0,32
1:4
75,0
1,5625
75
75,1
75,3
75,3 75,3 75,4 75,4 75,5
0,19
1:3
75,5
1,5625
75,5 75,6
75,6
75,7 75,7 75,8 75,8 75,8
0,12
1 : 3,5
75,6
1,5625
75,6 75,7
75,7
75,7 75,8 75,9 75,9 75,9
0,11
1:4
77,2
1,5625
77,2 78,2
78,4
78,8 79,1 79,4 79,6 79,6
1,07
45%
50%
30
300
360
gr/cm2.s1/2
60
40%
5
Tabel 20. Data pengujian kapilarisasi mortar epoksi (araldit tar) Berat
Luas
awal
Penampang
gr
cm2
1:3
74,5
1,5625
78,2 79,2
80,6
80,6 80,8 80,9 80,9 80,9
5,63
1 : 3,5
74,4
1,5625
78,5 79,6
80
80,3 80,5 80,5 80,5 80,5
5,75
1:4
71,5
1,5625
73,8 74,6
75,8
76,7 76,9 76,9
4,11
1:3
76,8
1,5625
77,3 77,7
78,1
78,9 79,9 80,6 80,8 80,8
1,72
1 : 3,5
71,1
1,5625
75,8
78
78,4
78,4 78,5 78,5 78,5 78,5
7,04
1:4
68,6
1,5625
72
72,9
74,2
74,4 74,6 74,6 74,6 74,6
5,22
1:3
73,9
1,5625
75,9 76,5
77,4
78,7
79
79
79
79
3,65
1 : 3,5
68,6
1,5625
73,9 76,6
76,9
76,9
77
77
77
77
8,01
1:4
72,6
1,5625
77,1 78,4
79,7
79,8
80
80
80
80
6,70
Mortar
40%
45%
50%
Berat mortar setelah menit ke-
Koefisien kapilarisasi
5
30
60
120
180
240
300
77
360
gr/cm2.s1/2
77
Dari data di atas terlihat bahwa bahan mortar epoksi EPIS mempunyai kapilarisasi paling rendah.
26 Laporan Kajian Pengembangan Bahan Konservasi Mortar Tradisional
B. Pembahasan a. Mortar tradisional Dari hasil analisis fisik yang dilakukan terlihat bahwa semua sampel mortar mempunyai sifat dan karakteristik yang hampir mirip. Hal tersebut terlihat pada kekerasan mortar tradisional semuanya mempunyai kekerasan sekitar 2 skala mohs. Berat jenis mortar tradisional antara 1,5 gr/cm3 sampai dengan 1,7 gr/cm3. Porositas sampel mortar juga menunjukkan hasil yang hampir sama yaitu yang terendah adalah 33,2 % sedangkan porositas tertinggi adalah 38,3 %. Pada pengujian kuat tekan semua sampel tidak dapat terbaca oleh alat penguji, karena peralatan yang dipakai dalam pengujian kuat tekan skala maupun range bebannya terlalu tinggi bila dibandingkan dengan kekuatan pada sampel plester tradisional. Pengukuran rendaman sampel mortar dengan alat ion meter rata-rata juga menunjukkan hasil yang hampir sama. Pada pengukuran konduktifitas, pengukuran padatan terlarut dan pengukuran kadar NaCl menunjukkan adanya kenaikan pada hasil pengukuran. Hal tersebut dikarenakan adanya pelepasan garam-garam maupun ion-ion dari sampel mortar tradisional. Metode perendaman sampel perlu disempurnakan sehingga dapat mengetahui pelepasan ion-ion selama perendaman. Hal ini disebabkan karena air perendaman tidak diganti sehingga ion terlarut tercampur dengan ion yang terlepas. Jika air perendaman diganti maka ion yang terlepas setelah jangka waktu tertentu dapat dianalisis. Dari hasil pengujian ageing test atau uji penuaan yang dulakukan menunjukkan bahwa sampel mortar tradisional mempunyai ketahanan terhadap perubahan cuaca yang baik. Sampai dengan siklus ke 10 sampel mortar tradisional tidak mengalami kerusakan. Perubahan yang terjadi selama uji penuaan adalah perubahan warna pada sampel mortar tradisional menjadi lebih pucat dari warna awalnya. Perubahan warna tersebut terjadi kemungkinan karena adanya pengaruh dari sinar matahari pada saat dilakukan uji penuaan di lapangan terbuka.
27 Laporan Kajian Pengembangan Bahan Konservasi Mortar Tradisional
b. Mortar epoksi Hasil pengujian fisik maupun kapilarisasi mempunyai sifat dan karakteristik yang berbeda antara masing-masing sampel mortar epoksi resin. Untuk kekerasan sampel mortar epoksi SIKA dan epoksi araldit tar adalah 3 skala mohs. Sedangkan sampel mortar eoksi eurolan dan EPIS mempunyai kekerasan sekitar 4 skala mohs. Sampel mortar epoksi EPIS rata-rata mempunyai nilai porositas lebih kecil bila dibandingkan dengan sampel mortar epoksi yang lain. Kecilnya nilai porositas berdampak pada pengujian kapilarisasi. Dalam pengujian kapilarisasi sampel mortar epoksi EPIS menunjukkan hasil nilai koefisien kapilarisasi lebih kecil daripada sampel mortar epoksi lainnya. Sebaliknya sampel mortar epoksi SIKA dalam pengujian porositas rata-rata mempunyai nilai porositas yang lebih besar bila dibandingkan dengan sampel mortar epoksi lainnya, rata-rata nilai koefisien kapilarisasinya menunjukkan hasil lebih besar bila dibandingkan dengan sampel mortar epoksi lainnya. Kekuatan mortar epoksi lebih baik bila dibandingkan dengan mortar tradisional. Hasil kuat tekan terbesar adalah mortar epoksi dari euroland dengan komposisi 40% 1:3 mempunyai kuat tekan paling besar yaitu 510,20 kg/cm2. Kendala yang dihadapi dalam pembuatan mortar epoksi adalah saat pembuatan emulsi antara air dengan epoksi resinnya. Selain itu pencampuran antara emulsi dengan bubukan batu harus benar-benar homogen untuk menghasilkan kualitas sampel yang seragam.
28 Laporan Kajian Pengembangan Bahan Konservasi Mortar Tradisional
V. KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan Berdasarkan data dan pembahasan di atas maka dapat diambil kesimpulan sebagai berikut: a. Mortar tradisional dengan campuran kapur lebih banyak mempunyai pH yang lebih tinggi dibandingkan dengan mortar lain. b. Mortar tradisional mempunyai nilai porositas dan kapilarisasi lebih besar bila dibandingkan dengan mortar berbahan epoksi resin. c. Mortar epoksi mempunyai kekuatan yang lebih baik dibandingkan dengan mortar tradisional. d. Dari hasil uji penuaan baik mortar tradisional maupun mortar epoksi mempunyai ketahanan yang baik terhadap perubahan cuaca e. Mortar berbahan epoksi resin mempunyai keunggulan berwarna gelap menyerupai batu dibanding mortar tradisional yang berwarna terang, tetapi mortar epoksi mempunyai kelemahan lebih sulit dalam hal pembuatan adonan mortarnya. f.
Untuk mortar berbahan epoksi yang menunjukkan hasil paling baik adalah dengan menggunakan bahan SIKADUR. Nilai porositas dan kapilarisasi dari campuran bahan ini lebih baik bila dibandingkan dengan bahan epoksi resin lainnya.
B. Saran Hal-hal yang perlu disarankan untuk pengembangan lebih lanjut adalah: a. Dalam pembuatan mortar berbahan epoksi resin perlu ketelitian dan kecermatan dalam pembuatan emulsi dan pencampuran emulsi dengan bubuk batu untuk menghasikan mortar epoksi yang homogen b. Perlu kajian lebih lanjut untuk mengaplikasikan bahan mortar pada bangunan cagar budaya khususnya mortar epoksi karena belum diketahui secara pasti dampak jangka panjangnya. c. Perlu kajian lebih lanjut dengan mengumpulkan metode analisis ion yang terlepas dengan cara penggantian air perendaman.
29 Laporan Kajian Pengembangan Bahan Konservasi Mortar Tradisional
DAFTAR PUSTAKA
Cahyandaru. N, (2008), Analiais Mortar Pemugaran I dan Kajian Kemungkinan Dampaknya Terhadap Kelestarian Candi Borobudur, Balai Konservasi Peninggalan Borobudur, Magelang Candeias. A.E, Nogueira. P, Mirao. J, Silva. A.S, Viega. R, Casal M.G, Ribeiro. I, Seruya. A.I, (2004), Characterization of Ancient Mortars: Present Methodology and Future Prospective, Workshop on Chemistry in the Conservation of Cultural Heritage, Chairmen of the European Research Councils, Portugal Hyvert. G, (1972), The Conservation of the Borobudur Temple (Indonesia), UNESCO, Paris Meucci. C, (2007), UNESCO Expert Mission Recommendation 2007, Presentasi Diskusi di Balai Konservasi Peninggalan Borobudur Palomo. A, Blanco-Varela. M.T, Martinez-Ramirez. S, Puertas F, Fortes. C, (2006), Historic Mortars: Characterization and Durability, New Tendencies for Research, Eduardo Torroja Institute (CSIC), Madrid Torraca. G, (1982), Porous Building Material – Materials Science for Architectural Conservation, ICCROM, Rome
30 Laporan Kajian Pengembangan Bahan Konservasi Mortar Tradisional
DATA PENGUJIAN AGEING TEST SAMPEL MORTAR TRADISIONAL
Siklus sampel O 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 Keterangan: 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 (-) (*)
: : : : : : : : : : : : :
1 R -
L -
O -
2 R -
L -* -* -* -* -* -* -* -* -* -* -*
O -* -* -* -* -* -* -* -* -* -* -*
3 R -* -* -* -* -* -* -* -* -* -* -*
L -* -* -* -* -* -* -* -* -* -* -*
O -* -* -* -* -* -* -* -* -* -* -*
4 R -* -* -* -* -* -* -* -* -* -* -*
1 kapur: 2 agregat: 1 pasir: 1 bata 1 kapur: 2 pasir : 1 bata 2 kapur: 2 pasir : 1 bata 1 kapur: 2 pasir : 1 batu apung 1 kapur: 2 agregat : 1 pasir: 0,5 bata: 0,5 batu apung 1 kapur: 2 pasir: 0,5 bata, 0,5 batu apung 1 kapur : 2 agregat: 1 pasir: 0,5 bata: 0,5 zeolit 1 kapur: 2 pasir: 0,5 bata: 0,5 zeolit 1 kapur: 2 pasir: 1 zeolit 1 pasir: 2 agregat: 1 pasir: 1 bata: 0,5 semen 1 kapur: 2 pasir: 1 bata: 0,5 semen tidak terjadi perubahan fisik terjadi perubahan warna
L -* -* -* -* -* -* -* -* -* -* -*
O -* -* -* -* -* -* -* -* -* -* -*
5 R -* -* -* -* -* -* -* -* -* -* -*
L -* -* -* -* -* -* -* -* -* -* -*
O -* -* -* -* -* -* -* -* -* -* -*
6 R -* -* -* -* -* -* -* -* -* -* -*
L -* -* -* -* -* -* -* -* -* -* -*
O R L
O -* -* -* -* -* -* -* -* -* -* -*
: : :
7 R -* -* -* -* -* -* -* -* -* -* -*
L -* -* -* -* -* -* -* -* -* -* -*
Oven Rendam Lapangan
O -* -* -* -* -* -* -* -* -* -* -*
8 R -* -* -* -* -* -* -* -* -* -* -*
L -* -* -* -* -* -* -* -* -* -* -*
O -* -* -* -* -* -* -* -* -* -* -*
9 R -* -* -* -* -* -* -* -* -* -* -*
L -* -* -* -* -* -* -* -* -* -* -*
O -* -* -* -* -* -* -* -* -* -* -*
10 R -* -* -* -* -* -* -* -* -* -* -*
L -* -* -* -* -* -* -* -* -* -* -*
DATA PENGUJIAN AGEING TEST SAMPEL MORTAR EPOKSI (SIKADUR)
Siklus sampel O 40%(1:3) 40%(1:3,5) 40%(1:4) 45%(1:3) 45%(1:3,5) 45%(1:4) 50%(1:3) 50%(1:3,5) 50%(1:4) -
1 R -
L -
O -
2 R -
Keterangan: O R L
: : :
Oven Rendam Lapangan
(-) (+)
: :
tidak terjadi perubahan fisik terjadi perubahan fisik
L -
O -
3 R -
L -
O -
4 R -
L -
O -
5 R -
L -
O -
6 R -
L -
O -
7 R -
L -
O -
8 R -
L -
O -
9 R -
L -
O -
10 R -
L -
DATA PENGUJIAN AGEING TEST SAMPEL MORTAR EPOKSI (EUROLAN)
Siklus sampel O 40%(1:3) 40%(1:3,5) 40%(1:4) 45%(1:3) 45%(1:3,5) 45%(1:4) 50%(1:3) 50%(1:3,5) 50%(1:4) -
1 R -
L -
O -
2 R -
Keterangan: O R L
: : :
Oven Rendam Lapangan
(-) (+)
: :
tidak terjadi perubahan fisik terjadi perubahan fisik
L -
O -
3 R -
L -
O -
4 R -
L -
O -
5 R -
L -
O -
6 R -
L -
O -
7 R -
L -
O -
8 R -
L -
O -
9 R -
L -
O -
10 R -
L -
DATA PENGUJIAN AGEING TEST SAMPEL MORTAR EPOKSI (ARALDIT TAR)
Siklus sampel O 40%(1:3) 40%(1:3,5) 40%(1:4) 45%(1:3) 45%(1:3,5) 45%(1:4) 50%(1:3) 50%(1:3,5) 50%(1:4) -
1 R -
L -
O -
2 R -
Keterangan: O R L
: : :
Oven Rendam Lapangan
(-) (+)
: :
tidak terjadi perubahan fisik terjadi perubahan fisik
L -
O -
3 R -
L -
O -
4 R -
L -
O -
5 R -
L -
O -
6 R -
L -
O -
7 R -
L -
O -
8 R -
L -
O -
9 R -
L -
O -
10 R -
L -
DATA PENGUJIAN AGEING TEST SAMPEL MORTAR EPOKSI (EPIS)
Siklus sampel O 40%(1:3) 40%(1:3,5) 40%(1:4) 45%(1:3) 45%(1:3,5) 45%(1:4) 50%(1:3) 50%(1:3,5) 50%(1:4) -
1 R -
L -
O -
2 R -
Keterangan: O R L
: : :
Oven Rendam Lapangan
(-) (+)
: :
tidak terjadi perubahan fisik terjadi perubahan fisik
L -
O -
3 R -
L -
O -
4 R -
L -
O -
5 R -
L -
O -
6 R -
L -
O -
7 R -
L -
O -
8 R -
L -
O -
9 R -
L -
O -
10 R -
L -