LAJU PERTUMBUHAN DAN SINTASAN KARANG JENIS Montipora sp. HASIL TRANSPLANTASI DI GUGUSAN PULAU KARYA, KABUPATEN ADMINISTRASI KEPULAUAN SERIBU
ADITYA BRAMANDITO
SKRIPSI
DEPARTEMEN ILMU DAN TEKNOLOGI KELAUTAN FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2011
RINGKASAN ADITYA BRAMANDITO. Laju Pertumbuhan dan Sintasan Karang Jenis Montipora sp. Hasil Transplantasi di Gugusan Pulau Karya, Kabupaten Administrasi Kepulauan Seribu. Dibimbing oleh NEVIATY P. ZAMANI dan BEGINER SUBHAN Beberapa tahun terakhir ini terumbu karang menjadi bahan kajian yang sedang hangat dibahas oleh para peneliti dan pemerhati lingkungan berkaitan dengan adanya peningkatan suhu permukaan bumi. Ancaman terhadap terumbu karang tidak hanya berasal dari faktor alam saja, faktor antropogenik dan pemanfaatan terumbu karang yang berlebihan juga memiliki pengaruh yang cukup besar terhadap keberlangsungan hidup terumbu karang. Berdasarkan informasi di atas, berbagai teknik transplantasi terumbu karang dikembangkan untuk memulihkan dan melestarikan kondisi terumbu karang. Salah satu teknik transplantasi tersebut adalah dengan mentransplantasikan fragmen karang pada modul beton seperti yang dilakukan pada penelitian kali ini. Tujuan penelitian ini untuk mengkaji laju pertumbuhan dan sintasan karang keras jenis Montipora sp. yang ditransplantasikan di sekitar perairan Pulau Karya, Kabupaten Administrasi Kepulauan Seribu. Penelitian ini dilaksanakan pada pada bulan April 2009 sampai dengan bulan September 2009, di gugusan Pulau Karya. Data yang dianalisa meliputi data kondisi perairan di Pulau Karya, panjang dan tinggi fragmen karang setiap bulannya dan sintasan fragmen karang. Pengamatan data pertumbuhan terumbu karang dilakukan secara insitu, sedangkan data kualitas perairan dilakukan di Laboratorium Produktivitas Lingkungan Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan Institut Pertanian Bogor. Kondisi perairan di Pulau Karya memiliki salinitas, nitrat dan fosfat yang berada dibawah kisaran aman baku mutu air laut yang dikeluarkan oleh Kementrian Lingkungan Hidup (KLH). Persentase sintasan yang berhasil dicapai pada kegiatan transplantasi kali ini sebesar 62%. Pertumbuhan tinggi rata-rata fragmen karang yang teramati pada akhir pengamatan sebesar 8,50 (±1,16) cm dari tinggi rata-rata awal sebesar 6,68 cm dan untuk pertumbuhan panjang ratarata fragmen karang sebesar 7,15 (±1,38) cm dari panjang rata-rata awal 6,08 cm. Rata-rata laju pertumbuhan panjang setiap bulannya mencapai 0,18 cm/bulan dan rata-rata laju pertumbuhan tinggi sebesar 0,30 cm/bulan. Kesimpulan dari penelitian ini adalah kondisi perairan di Pulau Karya pada bulan April 2009 – September 2009 tidak cocok atau kurang mendukung bagi karang Montipora sp. tumbuh secara optimal dilihat dari sintasan yang terus menurun setiap bulannya. Tingginya sedimentasi mengakibatkan fragmen karang cenderung mengalami pertumbuhan tinggi bila dibandingkan dengan pertumbuhan lebar fragmen. Parameter perairan lainnya yang diduga menghambat laju pertumbuhan adalah salinitas. Laju pertumbuhan yang dicapai fragmen karang di Pulau Karya lebih lambat apabila dibandingkan dengan laju pertumbuhan fragmen karang dengan jenis yang sama di Pulau Kelapa.
iii
LAJU PERTUMBUHAN DAN SINTASAN KARANG JENIS Montipora sp. HASIL TRANSPLANTASI DI GUGUSAN PULAU KARYA, KABUPATEN ADMINISTRASI KEPULAUAN SERIBU
ADITYA BRAMANDITO
SKRIPSI sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Perikanan pada Departemen Ilmu dan Teknologi Kelautan
DEPARTEMEN ILMU DAN TEKNOLOGI KELAUTAN FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2011
v
PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER INFORMASI
Dengan ini saya menyatakan bahwa Skripsi yang berjudul :
LAJU PERTUMBUHAN DAN SINTASAN KARANG JENIS Montipora sp. HASIL TRANSPLANTASI DI GUGUSAN PULAU KARYA, KABUPATEN ADMINISTRASI KEPULAUAN SERIBU. adalah benar merupakan hasil karya sendiri dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun. Semua sumber data dan informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam daftar pustaka dibagian akhir skripsi ini.
Bogor, Agustus 2011
ADITYA BRAMANDITO C54051056
ii
© Hak cipta milik IPB, tahun 2011 Hak cipta dilindungi undang-undang 1. Dilarang mengutip sebagian atau seluruhnya karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumber a) Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik atau tinjauan suatu masalah. b) Pengutipan tidak merugikan kepentingan yang wajar IPB. 2. Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruhnya karya tulis dalam bentuk apapun tanpa izin IPB
iv
SKRIPSI
Judul Skripsi
: LAJU PERTUMBUHAN DAN SINTASAN KARANG JENIS Montipora sp. HASIL TRANSPLANTASI DI GUGUSAN PULAU KARYA, KABUPATEN ADMINISTRASI KEPULAUAN SERIBU.
Nama Mahasiswa NRP Program Studi
: Aditya Bramandito : C54051056 : Ilmu dan Teknologi Kelautan
Menyetujui,
Pembimbing Utama
Pembimbing Anggota
Dr. Ir. Neviaty P. Zamani, M. Sc NIP. 196410141 198803 2 001
Beginer Subhan, S. Pi, M. Si NIP. 19800118 200501 1 003
Mengetahui,
Ketua Departemen Ilmu dan Teknologi Kelautan
Prof. Dr. Ir. Setyo Budi Susilo, M. Sc. NIP. 19580909 198303 1 003
Tanggal lulus : 22 Juli 2011
vi
KATA PENGANTAR
Segala puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT, atas rahmat-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi dengan judul Laju Pertumbuhan dan Sintasan Karang Jenis Montipora sp. Hasil Transplantasi di Gugusan Pulau Karya, Kabupaten Administrasi Kepulauan Seribu. Penulisan skripsi ini merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar sarjana di Departemen Ilmu dan Teknologi Kelautan Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan Institut Pertanian Bogor. Penulisan skripsi ini tidak akan terselesaikan tanpa bantuan, dukungan dan doa dari berbagai pihak. Ucapan terima kasih dengan tulus penulis sampaikan terutama kepada : 1. Keluarga tercinta ayah, ibu dan kakak atas dukungan, doa materi serta kasih sayang. 2. Ibu Dr. Ir. Neviaty P. Zamani, M. Sc. dan bapak Beginer Subhan, S. Pi, M. Si. selaku dosen pembimbing yang telah memberikan pengetahuan, arahan serta bimbingan selama penyusunan skripsi ini. 3. Ibu Mukjizat Kawaroe selaku dosen penguji yang memberikan masukan dan arahan demi kesempurnaan skripsi 4. Bapak Dr. Ir. Henry M. Manik, MT. selaku komisi pendidikan yang memberikan masukan dan arahan demi kesempurnaan skripsi. 5. Lembaga Pusat Kajian Sumberdaya Pesisir dan Lautan (PKSPL) yang telah memberikan izin penggunaan data.
vii
6. Rekan-rekan tim survey PKSPL (Adil M. Firdaus, Agus Setiawan Wibowo, Priasmoro K. Yudasakti, Sudono Iswara, Fadhilah Rahmawati, Tia Sulistiani Utami). 7. Rekan-rekan di Laboratorium Hidrobiologi Laut (Dondy Arafat, Iqbal Suhaemi Gultom, M. Lukmanul Hakim, Nur Ari Bayu Utama, Asyari Adi Saputra, Fina Mariany, Fadhilah Rahmawati, Femi Zumaritha). 8. Warga Ilmu dan Teknologi Kelautan (ITK) khususnya angkatan 42 atas semangat dan dorongannya dalam penyusunan skripsi. 9. Semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu persatu, yang telah membantu dan memberikan bimbingan dalam pengolahan data dan penyusunan skripsi. Penulis senantiasa mengharapkan kritik dan saran yang membangun untuk kemajuan penulis. Semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi yang memerlukan, khususnya mahasiswa Ilmu dan Teknologi Kelautan Institut Pertanian Bogor. Bogor, Agustus 2011
Aditya Bramandito
viii
DAFTAR ISI
Halaman DAFTAR TABEL .................................................................................... ix DAFTAR GAMBAR ................................................................................ x DAFTAR LAMPIRAN ............................................................................. xi 1. PENDAHULUAN ............................................................................... 1 1.1 Latar Belakang .............................................................................. 1 1.2 Tujuan Penelitian ........................................................................... 3 2. TINJAUAN PUSTAKA ..................................................................... 2.1 Kondisi Umum Perairan ................................................................ 2.2. Morfologi Hewan Karang .............................................................. 2.3. Reproduksi Terumbu Karang ......................................................... 2.4. Faktor-Faktor Pembatas ................................................................. 2.5. Transplantasi Karang .....................................................................
4 4 4 6 7 11
3. BAHAN DAN METODE ................................................................... 3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian ......................................................... 3.2 Alat dan Bahan .............................................................................. 3.3 Metode Penelitian .......................................................................... 3.3.1. Fragmen karang keras .......................................................... 3.3.2. Konstruksi modul ................................................................. 3.3.3. Pengukuran fisika dan kimia perairan .................................. 3.3.4. Pengukuran pertumbuhan karang ......................................... 3.4 Analisis Data ................................................................................. 3.4.1 Pertumbuhan karang keras .................................................. 3.4.2 Sintasan karang keras ..........................................................
14 14 16 18 18 19 22 23 23 23 25
4. PEMBAHASAN .................................................................................. 4.1 Parameter Fisika dan Kimia ........................................................... 4.2 Persentase Sintasan Fragmen Karang ............................................ 4.3 Tingkat Pencapaian Pertumbuhan Fragmen Karang ...................... 4.4 Laju Pertumbuhan Fragmen Karang ..............................................
26 26 28 30 33
5. KESIMPULAN DAN SARAN ........................................................... 35 5.1 Simpulan ........................................................................................ 35 5.2 Saran............................................................................................... 36 DAFTAR PUSTAKA ............................................................................... 37 LAMPIRAN ............................................................................................... 40
viii
DAFTAR TABEL
Halaman 1. Baku Mutu Air Laut ................................................................................ 10 2. Penelitian Transplantasi 10 Tahun Terakhir di Indonesia ...................... 11 3. Alat dan Bahan ........................................................................................ 16 4. Parameter Perairan dan Alat yang Digunakan ........................................ 17 5. Hasil Pengukuran Parameter Fisika dan Kimia ...................................... 26
ix
DAFTAR GAMBAR
Halaman 1. Karang Jenis Montipora sp. di Alam ...................................................... 6 2. Siklus Reproduksi Seksual Karang ........................................................ 7 3. Peta Lokasi Penelitian ............................................................................ 15 4. Fragmen Karang yang Ditransplantasi ................................................... 18 5. Contoh Modul Transplantasi ................................................................... 20 6. Penempelan Fragmen Karang Pada Modul ............................................. 20 7. Alur Kegiatan Pengamatan ..................................................................... 21 8. Metode Pengukuran Fragmen Karang .................................................... 23 9. Persentase Sintasan Fragmen Karang ..................................................... 29 10. Tingkat Pencapaian Pertumbuhan ......................................................... 31 11. Laju Pertumbuhan Fragmen Karang ..................................................... 33
x
DAFTAR LAMPIRAN
Halaman 1. Data Mentah Pertumbuhan Panjang Fragmen Karang ............................ 41 2. Data Mentah Pertumbuhan Tinggi Fragmen Karang .............................. 42 3. Data Kualitas Air di Pulau Karya............................................................ 43 4. Tahap Persiapan Modul Sampai Dengan Pengukuran ............................ 44 5. Alat dan Bahan ........................................................................................ 45
xi
1. PENDAHULUAN 1.1.
Latar Belakang Terumbu karang di dasar perairan pantai tropis merupakan salah satu
ekositem yang dapat kita jumpai selain ekosistem lainnya seperti ekosistem lamun. Selain keindahannya, terumbu karang dimanfaatkan oleh beragam organisme sebagai tempat hidup diantaranya: ikan, echinodermata, moluska, krustase, makroalga dan sponge. Beberapa jenis organisme seperti moluska dan krustase memanfaatkan terumbu karang sebagai tempat berlindung dan sebagian lainnya seperti ikan dan echinodermata memanfaatkan terumbu karang sebagai tempat mencari makan. Terumbu karang juga dapat berfungsi untuk menahan gelombang sehingga abrasi daerah pantai dapat berkurang (Cessar, 2000). Definisi terumbu karang itu sendiri adalah sekelompok hewan dari ordo scelartina yang bersimbiosis dengan zooxanthellae dimana simbiosis dari kedua organisme tersebut akan menghasilkan kapur (CaCO3) (Supriharyono, 2007). Walaupun karang yang bersimbiosis dengan zooxanthellae mampu menghasilkan terumbu yang keras, akan tetapi hewan karang tersebut memiliki batas faktor fisik yang relatif sempit. Faktor fisik tersebut antara lain suhu, cahaya, salinitas dan sedimentasi (West dan Salm, 2003). Beberapa tahun terakhir ini terumbu karang menjadi bahan kajian yang sedang hangat dibahas oleh para peneliti dan pemerhati lingkungan berkaitan dengan adanya isu penurunan luasan terumbu karang akibat peningkatan suhu permukaan bumi. Terumbu karang merupakan salah satu ekosistem yang secara langsung terkena dampak meningkatnya suhu permukaan bumi (West dan Salm, 2003; Grimsditch dan Salm, 2005). Tekanan terhadap terumbu karang seperti
1
2
meningkatnya suhu perairan, predasi, badai (faktor alami) yang ditambah dengan tekanan yang berasal dari aktivitas manusia (faktor antropogenik), tumpahan minyak dan pemanfaatan sumber daya ekosistem terumbu karang secara berlebihan, merupakan ancaman yang cukup serius terhadap keberlangsungan ekosistem terumbu karang (Brown dan Suharsono, 1990; Clark dan Edward, 1995; Rinkevich, 1995; Conell et al., 1997). Estradivari et al. (2007) menyatakan bahwa persentase penutupan terumbu karang di Kepulauan Seribu cukup berfluktuatif dari 33,1% pada tahun 2003 meningkat menjadi 34,2% pada tahun 2005 dan pada tahun 2007 menurun menjadi 31,7%. Berbagai upaya telah dilakukan untuk merehabilitasi ekosistem dan fungsi ekologi terumbu karang di suatu perairan. Upaya tersebut diantaranya adalah metode biorock yang menggunakan prinsip elektrolisis (Hilbertz, 1992), metode transplantasi fragmen karang yang menggunakan berbagai media (modul yg dapat dirakit, semen, patahan karang) (Okubo et al., 2005; Forsman et al., 2006) sampai dengan metode atraktor larva karang yang terbuat dari material sintetik (Morse dan Morse in Jaap, 1999). Metode-metode tersebut memiliki kelemahan dan keunggulan yang berbeda-beda dan saling melengkapi. Keunggulan metode transplantasi dengan menggunakan media semen yaitu mampu merehabilitasi area dengan cakupan yang cukup luas di bandingkan dengan metode lainnya (Edwards, 1998). Metode transplantasi menggunakan media semen juga dapat menggantikan patahan karang yang cenderung labil menjadi tempat yang kokoh sebagai tempat larva karang menempel (Jaap, 1999). Penelitian ini menggunakan metode transplantasi penempelan fragmen karang pada media semen yang diletakkan di wilayah perairan Pulau Karya.
3
Letak Pulau Karya yang berada di antara gosong karang dan pulau diasumsikan sebagai tempat yang cocok untuk kegiatan transplantasi terumbu karang. Connel et al. (1997) menyatakan koloni terumbu karang yang ditransplantasikan di tempat terlindungi memiliki tingkat kematian yang lebih rendah dibandingkan di tempat terbuka. Data Kabupaten Administrasi Kepulauan Seribu pada tahun 2005 menunjukan bahwa jumlah penduduk yang berprofesi sebagai nelayan sebanyak 1545 jiwa di Pulau Panggang, 957 jiwa di Pulau Pramuka dan di Pulau Karya hanya merupakan tempat singgah. Berdasarkan informasi diatas, diharapkan kondisi perairan di Pulau Karya masih berada dalam kondisi yang optimal bagi terumbu karang untuk tumbuh dan berkembang. Fragmen karang yang digunakan dalam penelitian ini adalah karang keras dengan jenis Montipora sp. Karang jenis Montipora sp. dipilih karena spesies tersebut lebih dominan dibandingkan dengan karang jenis lainnya yang tumbuh disekitar lokasi transplantasi. Pada pengamatan berkala yang dilakukan oleh Estradivari et al. (2007), menyatakan bahwa marga Montipora dapat ditemukan hampir diseluruh wilayah Kepulauan Seribu dan memiliki kelimpahan tertinggi dari 61 marga lainnya yang ditemukan.
1.2. Tujuan Tujuan penelitian ini untuk mengkaji laju pertumbuhan dan sintasan hasil transplantasi yang menggunakan fragmen karang keras jenis Montipora sp. di sekitar perairan Pulau Karya, Kabupaten Administrasi Kepulauan Seribu.
2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1.
Kondisi Umum Perairan Pulau Karya terletak pada posisi geografis 106º36’19,7” BT dan garis
lintang 05º44’04,9” LS (Suyarso, 1995). Estradivari et al. (2007) menyebutkan bahwa kisaran suhu di Kepulauan Seribu berada pada nilai 25-31ºC dengan ratarata 28,9ºC. Kisaran nilai salinitas berkisar pada nilai 28-34 PSU dengan rata-rata 30,9 PSU. Kecepatan arus berkisar antara 0,02 - 1,4 m/s, dengan rata-rata sebesar 0,2 m/s. Kualitas air tersebut diamati pada tiga waktu yang berbeda, yaitu di tahun 2003-2004 (13-17 Desember 2003 dan 12-16 Januari 2004), 2005 (5-12 September 2005), 2007 (9-13 Juli 2007).
2.2.
Morfologi Hewan Karang Hewan karang (Anthozoa) merupakan penyusun utama dari terumbu
karang karena kemampuannya menghasilkan endapan kalsium karbonat (CaCO3) yang merupakan hasil samping dari proses fotosintesis zooxanthella yang berada pada lapisan endodermis. Hasil endapan tersebut akan membangun ‘bangunan’ yang khas tergantung dari jenis hewan karang yang menjadi inang. Tidak semua anggota kelas Anthozoa mampu menghasilkan endapan terumbu dan hanya ordo scleractinia saja yang mampu membentuk terumbu (Suharsono, 2008). Veron (1986) mendefinisikan terumbu karang sebagai sekumpulan individu karang atau yang dikenal dengan polip karang. Ukuran polip karang bervariasi di setiap jenis terumbu karang, mulai dengan diameter 1-3 mm sampai dengan diameter 25 cm misalnya fungia (Suharsono, 2008). Antara satu polip karang dengan polip karang lainnya saling terhubung melalui jaringan yang
4
5
disebut dengan Coenosarc. Jaringan tersebut berfungsi untuk membagi setiap nutrien yang diperoleh polip karang. Jaringan Coenosarc itu sendiri terletak di atas material kapur atau disebut dengan Coenosteum. Rangka kapur dari setiap jenis karang keras memiliki karakteristik yang berbeda-beda, sehingga karakteristik tersebut dapat dijadikan salah satu metode identifikasi karang keras. Suharsono (2008) mengklasifikasikan hewan karang atau yang biasa disebut karang skleraktinia (scleractinia coral) sebagai berikut : Filum : Cnidaria Kelas : Anthozoa Sub-kelas : Zoantharia (Hexacorallia) Ordo :Scleractinia Famili : Acroporidae Genus : Montipora Suharsono (2008) menyatakan famili Acroporidae terbagi menjadi beberapa genus, yaitu : Acropora, Montipora, Anacropora dan Astreopora. Terdapat perbedaaan karakteristik rangka kapur dari keempat genus tersebut. Karakteristik rangka kapur genus Montipora antara lain ukuran koralit yang relatif kecil, pada umumnya tentakel keluar pada malam hari. Karakteristik lainnya yaitu tidak memiliki columella (struktur pusat mulut) dan septa umumnya memiliki dua lingkaran dengan bagian ujung (gigi) muncul keluar sehingga apabila disentuh maka akan terasa tajam. Sebagian besar Montipora memiliki coenosteum yang lebar. Genus Montipora dengan bentuk penumbuhan berupa lembaran seringkali ditemukan mendominasi suatu perairan dangkal karena bentuk koloni yang berupa lembaran sehingga intensitas cahaya yang
6
diperolehnya lebih besar (Suharsono, 2008). Gambaran bentuk pertumbuhan karang Montipora sp. di alam, disajikan pada Gambar 1.
sumber foto : Beginer Subhan Gambar 1. Karang jenis Montipora sp. di alam
2.3.
Reproduksi Terumbu Karang Hewan karang memiliki kemampuan bereproduksi dengan dua cara yaitu
secara seksual dan aseksual. Reproduksi aseksual didefinisikan sebagai pembentukan tunas baru yang akan menjadi individu baru dan tetap melekat pada induk, dan pembentukan tersebut merupakan mekanisme untuk penambahan ukuran koloni bukan pembentukan koloni baru (Nybakken, 1992). Jika polip baru tetap melekat pada induk disebut dengan penumbuhan koloni, namun apabila polip baru tersebut lepas dari koloni induk maka disebut dengan reproduksi aseksual.
7
Reproduksi seksual secara umum terbagi menjadi menjadi sejumlah tahapan yaitu pelepasan sel telur dan sperma ke kolom air (a) dan selanjutnya terjadi fertilisasi di kolom perairan (b). Sel telur yang berhasil dibuahi akan tumbuh menjadi zigot dan berkembang menjadi larva planula yang mengikuti pergerakan air. Apabila planula tersebut menemukan dasar perairan yang sesuai maka planula tersebut akan menempel di dasar perairan (c) dan tumbuh menjadi polip (d). Setelah tumbuh menjadi polip individu tersebut akan mengalami proses kalsifikasi dan membentuk koloni karang (e) (Gambar 2).
Gambar 2. Siklus reproduksi seksual karang (Veron,1986).
2.4.
Faktor-faktor Pembatas Faktor-faktor pembatas merupakan faktor lingkungan yang dapat
mempengaruhi laju pertumbuhan suatu organism. Rachmawati (2001) menyatakan bahwa terdapat parameter utama yang berpengaruh terhadap keberadaan terumbu karang, yaitu suhu, salinitas, cahaya matahari, dan nutrien. Adapun faktor-faktor lain yang mempengaruhi pertumbuhan terumbu karang yaitu sedimentasi, sirkulasi arus dan kedalaman perairan (Dahuri, 2003).
8
Menurut Wells (1995) in Supriharyono (2007) suhu yang baik untuk pertumbuhan karang adalah berkisar antara 25-29 oC. Kisaran suhu aman untuk terumbu karang menurut keputusan mentri negara lingkungan hidup (KepMenLH) no. 51 tahun 2004, memiliki kisaran 28-30 oC. Meskipun hewan karang memiliki kemampuan toleransi yang rendah terhadap perubahan suhu, akan tetapi hewan karang di setiap daerah memiliki kisaran tertentu yang berbeda-beda (West dan Salm, 2003). Kemampuan karang dalam menolelir perubahan suhu yang relatif sempit (stenotermal) mengakibatkan sebagian besar jenis terumbu karang banyak di temukan di wilayah beriklim tropis Karang hermatipik tidak dapat bertahan pada salinitas yang menyimpang dari salinitas air laut normal 32-35 PSU (Supriharyono, 2007). Nilai salinitas dapat menurun hingga 20 PSU ataupun dapat naik melebihi 50 PSU secara temporal (Rachmawati, 2001). Rendahnya kemampuan terumbu karang dalam mentolerir perubahan kadar salinitas menyebabkan jarang sekali terumbu karang ditemukan di sekitar muara sungai yang besar. Arus memiliki peran yang cukup penting bagi kelangsungan pertumbuhan terumbu karang. Pergerakan massa air dari satu wilayah menuju wilayah lain akan membantu terumbu karang dalam memperoleh asupan oksigen baru serta membersihkan partikel-partikel yang mengendap dan menimbun polip karang. Selain itu arus juga membantu dalam menyebarkan nutrien dan larva dari satu daerah menuju daerah yang lainnya. Oleh karena itu, sirkulasi arus sangat berperan penting dalam proses transfer energi (Dahuri, 2003). Mengingat terumbu karang merupakan simbiosis antara hewan karang dengan zooxanthellae yang memerlukan cahaya matahari untuk melakukan
9
fotosintesis, maka intensitas cahaya matahari menjadi salah satu faktor penting bagi pertumbuhan terumbu karang. Laju fotosintesis akan berkurang apabila intensitas cahaya matahari tidak optimal dan bersamaan dengan itu, kemampuan karang untuk membentuk terumbu (CaCO3) akan berkurang pula (Dahuri, 2003). Cahaya memiliki korelasi penting dengan kedalaman, karena seberapa kedalaman yang memungkinkan untuk pertumbuhan karang, tergantung dari seberapa jauh cahaya matahari mampu menembus kolom air (Rachmawati, 2001). Selain intensitas cahaya matahari, partikel sedimen yang berada di kolom perairan juga dapat menyebabkan pertumbuhan terumbu karang terhambat. Polip yang telah tertutupi oleh sedimen akan berusaha memindahkan partikel tersebut dengan cara mengeluarkan lendir atau yang disebut dengan mucus. Tingkat sedimentasi yang tinggi akan mengakibatkan pertumbuhan karang menjadi terhambat dan hewan karang (polip) akan bekerja keras untuk membersihkan partikel yang menutupi tubuhnya (Supriharyono, 2007). Kandungan nitrogen anorganik di perairan memiliki bentuk berupa nitrit (NO2), nitrat (NO3), amonia (NH3) dan amonium (NH4). Keempat bentuk nitrogen tersebut termasuk dalam ion yang berjumlah sedikit di perairan (minor ion) (Effendi, 2003). Kandungan nitrat yang berlebihan di suatu perairan diduga akan mempengaruhi reproduksi karang (Koop et al., 2001). Kandungan nitrat di suatu perairan dikatakan tinggi apabila melebihi nilai 0,008 mg/l. Nilai aman tersebut ditetapkan berdasarkan Kepmen-LH/no.51/2004 untuk biota air laut. Secara keseluruhan, standar baku mutu air laut yang mencakup parameter fisika dan kimia disajikan pada Tabel 1.
10
Tabel 1. Baku mutu air laut untuk biota laut (Kepmen-LH/no.51/2004) Parameter a. Fisika Kecerahan Kekeruhan Suhu b. Kimia Salinitas Amoniak total (NH3-N) Fosfat (PO4-P) Nitrat (NO3-N)
Satuan
Baku Mutu
m NTU O C
5-10% <5 28-30
PSU mg/l mg/l mg/l
33-34 <0,3 <0,015 <0,008
Amonia (NH3) merupakan salah satu bentuk nitrogen anorganik lainnya selain nitrat dan fosfat. Amonia yang berada di perairan berasal dari proses pemecahan nitrogen anorganik oleh mikroba dan jamur. Sumber amonia lainnya berasal dari hasil ekskresi zooplankton dan ikan. Amonia akan bersifat racun apabila tidak terionisasi dan tingkat racun tersebut akan meningkat seiring dengan penurunan kadar oksigen terlarut, pH dan suhu (Effendie, 2003). Bentuk nitrogen lainnya yang diamati pada penelitian ini adalah fosfor. Fosfor merupakan unsur yang esensial bagi tumbuhan tingkat tinggi dan alga, sehingga unsur ini menjadi salah satu faktor pembatas bagi tumbuhan dan alga. Ortofosfat yang merupakan produk ionisasi dari asam ortofosfat adalah bentuk fosfor yang paling sederhana di perairan (Byod in Effendie, 2003). Koop (2001) menyatakan bahwa penambahan kadar nutrien (nitrat dan fosfat) mengakibatkan meningkatnya sintasan karang. Dalam bukunya Effendie (2003) menyatakan keberadaan fosfor yang berlebihan disertai dengan keberadaan nitrogen akan memacu tumbuhnya alga sehingga terbentuk lapisan yang dapat mengurangi penetrasi cahaya matahari.
11
2.5.
Penelitian Transplantasi Karang di Indonesia Berbagai penelitian mengenai transplantasi telah banyak dilakukan oleh
instansi pemerintah yang bergerak di bidang kelautan, lembaga-lembaga nonprofit serta mahasiswa dari berbagai perguruan tinggi di Indonesia. Beberapa penelitian mengenai transplantasi yang dilakukan oleh mahasiswa FPIK-IPB dalam kurun waktu 10 tahun terakhir disajikan dalam Tabel 2.
Table 2. Penelitian transplantasi di Indonesia kurun waktu 10 tahun terakhir Lokasi
Selatan Pulau Pari (Aziz, 2001)
Selatan Pulau Pari (Subhan, 2002)
Laju Pertumbuhan (mm/bulan) T = 2,5 L = 2,5 T = 2,8 L = 4,7
Kelangsungan
Trachypillia geoffroyi Wellsophyllia radiata
T=6 L=9 T=7 L = 12
33,33
Euphyllia sp
T = 1,4
Nama Spesies
Lama Penelitian
Acropora intermedia Millepora tenela
2003)
66,67 100
Pengamatan
rasio pertumbuhan lebar dan
6 bulan
L = 2,7 P = 2,8 Cynarina lacrymalis
Hydnopora rigida
77,78
22,22
laju pertumbuhan dan tingkat kelangsungan hidup
T = 2,2
L=1 P = 1,1 T = 18,27 L = 23,14 T = 18,26
Montipora spumosa Montipora porites Pavona cactus
L = 2,2 P = 1,1
tinggi koloni karang
66,67
T = 0,3
6 bulan
Plerogyra sinuosa
Pulau Pari (Prawidya ,
Hidup (%)
5 bulan
33,33 88,89
100
L = 26,53 T = 22,96 L = 26,99 T = 35,89 L = 48,00
Laju pertumbuhan dan tingkat
77,78
kelangsungan hidup
100
Keterangan : P = panjang fragmen, T = tinggi fragmen, L = lebar fragmen
12
(lanjutan) Table 2. penelitian transplantasi di Indonesia kurun waktu 10 tahun terakhir
Lokasi
Nama Spesies
Perairan
Acropora
Tabolong, Kupang
valensiennesi Acropora
(Kaleka, 2004)
brueggenanni Acropora formosa Acropora spp.
Pulau Pari Kelapa (Iswara, 2009) Perairan Pulau Kelapa (Yudasakti, 2009) Perairan Pulau Karya (Wibowo, 2009)
Hydnopora rigida Pocillopora verrucosa Montipora sp. Porites sp.
Lama Penelitian
2 bulan
Laju
Kelangsungan
Pertumbuhan (mm/bulan)
Hidup (%)
P=7
100 laju pertumbuhan
P = 6,25 P = 6,7
6 bulan*
6 bulan*
Stylopora sp. Stylophora pistillata
P = 19 T = 14 P = 17 T = 11 P = 14 T = 10 P = 12,93 T = 7,25 P = 8,69 T = 8,23 P = 13,26 T = 9,64 P = 61,6 T = 23,81
100 100 78.44 74.19 61.11 53.33 76.12 63.41 100
4 bulan Pocillopora verrucosa
Pengamatan
P = 61,6 T = 23,81
90
dan tingkat kelangsungan hidup laju pertumbuhan dan tingkat kelangsungan hidup laju pertumbuhan dan tingkat kelangsungan hidup laju pertumbuhan dan tingkat kelangsungan hidup
Keterangan : P = panjang fragmen, T = tinggi fragmen, L = lebar fragmen * = pengamatan setiap 2 bulan
Fitriani (2007) menyatakan bahwa selain untuk rehabilitasi, transplantasi karang juga bertujuan untuk memenuhi kebutuhan pasar akan karang hias. Beberapa manfaat dari transplantasi karang itu sendiri menurut Soedharma dan Arafat (2007) adalah: 1. Mempercepat regenerasi terumbu karang yang telah rusak. 2. Rehabilitasi lahan-lahan kosong atau yang rusak.
13
3. Menciptakan komunitas baru dengan memasukkan spesies baru kedalam ekosistem terumbu karang di daerah tertentu. 4. Konservasi plasma nutfah, disebut juga konservasi dari sumber keanekaragaman hayati. 5. Menambah karang dewasa ke dalam populasi sehingga produksi larva di ekosistem karang yang rusak tersebut dapat ditingkatkan.
3. BAHAN DAN METODE 3.1.
Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan di gugusan perairan Pulau Karya, Kelurahan Pulau
Panggang, Kecamatan Pulau Seribu Utara, Kabupaten Administrasi Kepulauan Seribu, DKI Jakarta. Secara geografis stasiun penelitian terletak pada 106o36’19,7” BT dan 05o44’04,9” LS (Gambar 3) dengan posisi kedalaman modul transplantasi terletak pada kedalaman 3-5 meter. Kondisi umum Pulau Karya berupa lahan tidur yang kurang dimanfaatkan, akan tetapi beberapa masyarakat Pulau Panggang memanfaatkan lahan tersebut sebagai lapangan sepak bola. Pulau Karya memiliki lima bangunan yang difungsikan sebagai pos penjagaan oleh POLRI (Polisi Republik Indonesia) dan dua bangunan difungsikan sebagai ruang penahanan. Sebelah selatan Pulau Karya terdapat TPU (Tempat Pemakaman Umum). Penelitian dilakukan selama 6 bulan (April 2009 - September 2010). Secara garis besar penelitian ini dibagi menjadi dua tahapan. Tahap pertama yaitu tahap persiapan meliputi kegiatan persiapan modul transplan, penempatan modul transplan, penyediaan fragmen karang sampai dengan kegiatan penanaman fragmen karang. Tahap kedua merupakan tahap pengamatan data pertumbuhan fragmen karang yang telah ditanam pada tahap satu di gugusan perairan Pulau Karya. Data pertumbuhan yang diamati meliputi ukuran dimensi panjang dan tinggi fragmen karang serta pengambilan data parameter lingkungan.
14
Gambar 3. Peta lokasi penelitian
15
16 3.2.
Alat dan Bahan Penelitian Alat dan bahan yang digunakan dalam proses penempatan, pengamatan
dan pengambilan data pertumbuhan karang disajikan pada Tabel 3. Peralatan satu set SCUBA digunakan untuk alat bantu pernapasan pada saat mengukur dimensi karang. Kaliper dan penggaris yang digunakan terbuat dari bahan plastik untuk mencegah terjadinya proses korosi. Setelah mengukur dimensi karang, data tersebut dicatat dalam kertas jenis newtop. Kamera yang digunakan adalah kamera digital Canon A640 dengan kemampuan merekam objek 10 Megapixel dan diberi wadah tambahan agar mampu merekam dalam air.
Tabel 3. Alat dan bahan yang digunakan dalam proses pengambilan data pertumbuhan karang No.
Alat
1
Peralatan selam SCUBA
2
Penggaris / Kaliper
3
Kamera bawah air
4 5
Kertas newtop dan sabak Pensil
6
Modul transplantasi
7
Tali
Keterangan Satu set lengkap dengan merk Mares Berbahan plastik dengan ketelitian 0.001 cm Canon A6450 (10 megapixel) + wadah tambahan kedap air Kertas tahan air sebanyak 10 lembar Berbahan kayu dengan jenis 2B Berdimensi 60 cm x 40 cm x 35 cm dan terbuat dari campuran semen dan batu Berbahan nylon yang telah dipotongpotong menjadi 30 cm
Bahan
1 2
Semen Resin, katalis, pewarna dan talk
Bahan pembuat modul Bahan pembuat nomor modul
Data parameter lingkungan dibagi menjadi dua yaitu parameter fisika dan parameter kimia. Data parameter fisika perairan di ukur secara insitu kecuali data sedimentasi yang dilakukan di Laboratorium Produktivitas Lingkungan (Prolink)
17 Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan Institut Pertanian Bogor (FPIK-IPB). Parameter suhu diukur menggunakan termometer air raksa dengan cara mencelupkan alat ke dasar perairan dan dicatat dalam kertas newtop. Parameter salinitas perairan diukur dengan menggunakan refraktometer. Sampel air yang diuji diambil dari dasar perairan dengan menggunakan botol plastik kemudian diukur salinitasnya di atas permukaan air. Parameter fisika lain yang diamati adalah kecepatan dan arah arus. Kecepatan arus diukur dengan menggunakan floating droudge yang di beri pemberat agat melayang di kolom perairan. Arus yang bergerak akan membawa floating droudge yang telah diikat dengan tali kemudian diukur berapa waktu yang dibutuhkan untuk membentangkan tali sepanjang 10 m. Floating droudge yang telah terbawa arus dibidik dengan menggunakan kompas untuk mengukur arah arus. Parameter yang diamati selama penelitian disajikan pada Tabel 4.
Tabel 4. Parameter lingkungan perairan yang diukur dan alat yang digunakan Parameter
Satuan
Alat yang digunakan
Fisika 1. Suhu 2. Salinitas 3. Kecepatan arus 4. Arah arus 5. Sedimentasi Kimia 1. Nitrat (NO3-N) 2. Amonia (NH3-N) 3. Ortofosfat (PO4-P)
O
C PSU m/s ⁰
Termometer air raksa Hand refraktometer Floating droudge dan stopwatch Kompas bidik Sediment trap, kertas saring dan mg/cm2/hari vacuum pump mg/l
Spektrofotometri
mg/l mg/l
Spektrofotometri Spektrofotometri
Data parameter kimia di ukur menggunakan alat spektrofotometri yang
dilakukan di laboratorium Prolink FPIK-IPB. Sampel air yang diukur diambil
18 dari tiga titik lokasi yang berbeda. Pembedaaan lokasi dari ketiga titik tersebut dimaksudkan agar parameter kimia di seluruh lokasi transplantasi dapat diamati. Sampel air yang sudah diambil kemudian dibawa ke laboratorium yang kemudian diukur kandungan nitrat, amonia dan ortofosfatnya. Cara yang serupa juga dilakukan pada saat mengukur tingkat sedimentasi di lokasi transplantasi. Sediment trap yang telah diletakan di awal penelitian kemudian diangkat dan dipindahkan ke wadah plastik yang kemudian di ukur partikel sedimen yang terperangkap pada alat tersebut. 3.3
Metode Penelitian
3.3.1. Fragmen karang keras Penempelan fragmen karang di setiap modul menggunakan bahan semen sebagai media perekat. Fragmen karang diharapkan menempel kuat pada substrat dan modul transplantasi dan tidak mudah lepas akibat hempasan gelombang, arus, maupun predator. Penempelan setiap fragmen karang diberi jarak ± 15 cm agar tidak terjadi kompetisi ruang dari setiap fragmen karang. Contoh fragmen karang yang telah menempel pada modul disajikan pada Gambar 4. Pemilihan spesies yang ditransplantasikan dilakukan berdasarkan kelimpahannya yang cukup luas di sekitar lokasi penelitian sehingga fragmen karang dapat lebih mudah beradaptasi dengan lingkungan dan mengurangi tingkat kematian fragmen karang. Adapun spesies yang ditransplantasikan pada daerah tersebut terdiri dari 9 genus, salah satunya adalah karang jenis Montipora sp. yang digunakan sebagai biota penelitian.
19
sumber foto : beginer subhan Gambar 4. Fragmen karang yang ditransplantasikan
3.3.2. Konstruksi modul Proses pembuatan modul transplantasi dilakukan pada bulan Februari selama satu minggu. Modul transplantasi yang terbuat dari campuran semen, pasir, batu kerikil dan diberi rangka besi agar konstruksi kuat, kemudian dicetak dengan menggunakan cetakan yang terbuat dari tripleks dengan dimensi panjang 60 cm, lebar 40 cm, dan tinggi 35 cm. Konstruksi modul yang telah diletakan di bawah air disajikan pada Gambar 5. Modul transplantasi dibentuk menyerupai meja dengan tujuan untuk menyediakan tempat perlindungan bagi ikan maupun biota lain yang hidup di sekitar lokasi transplantasi. Manfaat lain dari modul transplantasi bagi biota adalah permukaan modul yang dibuat kasar. Permukaan modul yang kasar tersebut diduga akan memudahkan bagi planula karang untuk menempel sehingga kegiatan transplantasi ini diharapkan dapat memberikan manfaat lain bagi ekosistem di perairan Pulau Karya.
20
60 cm 40 cm
35 cm
sumber foto : beginer subhan Gambar 5. Contoh modul transplantasi di Pulau Karya
Modul transplantasi yang telah selesai kemudian dijemur selama 2-3 hari agar kering seutuhnya dan dapat digunakan sebagai substrat hidup karang. Setiap modul transplantasi memiliki 6 lubang sebagai tempat peletakkan fragmen karang yang ditransplantasikan. Lubang-lubang tersebut kemudian di isi dengan fragmen karang dan direkatkan menggunakan semen. Pada Gambar 6 disajikan salah satu modul yang telah siap untuk diamati.
sumber foto : beginer subhan Gambar 6. Penempelan fragmen karang pada modul transplantasi
21 Penurunan modul transplantasi dari kapal ke dalam air dilakukan dengan menjatuhkan modul transplantasi ke dalam perairan dengan hati-hati, kemudian penempatan modul transplantasi di dalam air dan pengaturan posisi modul transplantasi dilakukan dengan bantuan beberapa pelampung agar modul tranplantasi dapat diangkat dan diatur posisinya di dalam air. Setelah modul transplantasi diatur dengan memberi jarak ± 1 meter antar modul, dilakukan proses penomoran modul transplantasi dengan menggunakan nomor yang terbuat dari resin yang telah diberi pewarna kuning. Pengaturan posisi dan penomoran modul transplantasi dilakukan agar proses pengamatan dan pengambilan data pertumbuhan karang mudah dilakukan. Secara keseluruhan, alur kegiatan penelitian transplantasi yang dilakukan di Pulau Karya disajikan pada Gambar 7.
Tahap Persiapan
Persiapan Bahan modul Pembuatan Modul Penyediaan Fragmen Penanaman Fragmen
Aklimatisasi berhasil Tahap Pengamatan Pengamatan Laju Pertumbuhan Gambar 7. Alur kegiatan pengamatan
tidak
22 3.3.3. Pengukuran parameter fisika dan kimia perairan Parameter fisika dan kimia perairan yang diukur antara lain suhu, salinitas, kecerahan, kekeruhan, kecepatan arus, kedalaman, nutrien, dan laju sedimentasi. Pengukuran parameter suhu perairan, arah dan kecepatan arus dilakukan secara langsung (in situ). Pengukuran parameter suhu dengan cara mencelupkan termometer air raksa pada kedalaman penempatan modul transplantasi. Kecepatan arus diukur dengan menggunakan floating droudge dan stop wacth dan diamati arah pergerakan floating droudge dengan menggunakan kompas bidik. Pengukuran parameter secara tidak langsung (ex situ) dilakukan di Laboratorium Prolink Departemen Manajemen Sumberdaya Perairan, Institut Pertanian Bogor untuk mengamati parameter salinitas, laju sedimentasi dan kandungan nutrien (amonia, ortofosfat, nitrat). Pengambilan contoh air dilakukan dengan menggunakan botol contoh pada kedalaman 3-4 meter yang kemudian disimpan di dalam cool box yang diberi es untuk mengawetkan contoh air. Pengukuran salinitas dilakukan dengan menggunakan hand refraktometer kemudian nutrien (amonia. ortofosfat, nitrat) diukur melalui proses spektrofotometri. Pengukuran laju sedimentasi dilakukan dengan menyaring partikel-pertikel tersuspensi yang terdapat di dalam sedimen trap dengan menggunakan kertas saring dan dibantu dengan menggunakan vacuum pump, kemudian di oven pada 105 oC untuk mendapatkan berat kering partikel tersuspensi yang terdapat di dalam alat perangkap sedimen.
23 3.3.4. Pengukuran Pertumbuhan Karang Dimensi pertumbuhan karang yang diukur adalah pertambahan panjang (panjang yang terpanjang ) dan tinggi karang (tinggi yang tertinggi). Pengukuran parameter pertumbuhan dilakukan setiap satu kali tiap bulan di lokasi penelitian. Pengukuran pertambahan panjang dan lebar contoh dilakukan dengan menggunakan penggaris atau jangka sorong. Proses pengukuran dimensi karang dilakukan secara langsung di dalam air dengan menggunakan alat bantu selam SCUBA lengkap. Ilustrasi pengukuran dimensi tinggi dan panjang fragmen karang disajikan pada Gambar 8.
tinggi
panjang
sumber foto : beginer subhan Gambar 8. Metode pengukuran fragmen karang
3.4.
Analisis Data
3.4.1. Pertumbuhan karang keras Analisis data pertumbuhan panjang dan lebar karang dihitung dengan menggunakan jangka sorong kemudian data tersebut diolah dengan menggunakan
24 perangkat lunak microsoft excel 2007. Pencapaian pertumbuhan karang yang di transplantasikan dari data hasil pengukuran diperoleh dengan menggunakan rumus :
𝛽 = 𝐿𝑡 − 𝐿0
Keterangan : β
= pertambahan panjang / tinggi fragmen karang yang ditransplantasikan
Lt
= panjang / tinggi rata-rata fragmen karang setelah bulan ke-t
Lo
= panjang / tinggi rata-rata fragmen karang pada bulan ke-0
Laju pertumbuhan karang yang ditransplantasikan dihitung dengan menggunakan rumus sebagai berikut :
𝐿𝑖+1 − 𝐿𝑖 𝛼= 𝑡𝑖+1 − 𝑡𝑖 Keterangan :
α
= Laju pertumbuhan panjang atau lebar fragmen karang transplantasi
Li+1 = Panjang atau tinggi fragmen pada waktu ke-i+1 Li
= Panjang atau tinggi fragmen pada waktu ke-i
t i+1 = Waktu ke -i +1 t
= Waktu ke-i
25 3.4.2. Sintasan karang keras Tingkat keberhasilan transplantasi karang ditentukan oleh tingkat kelangsungan hidup karang tersebut di alam. Menurut Harriot dan Fisk (1998) in Pratama (2005) menyatakan bahwa transplantasi karang dinyatakan sukses apabila tingkat kelangsungan hidup antara 50-100%, dimana karang ditransplantasikan pada habitat yang sama atau serupa dengan habitat awalnya. Tingkat kelangsungan hidup karang yang ditransplantasikan pada habitat yang bebeda akan dipengaruhi oleh kemampuan karang tersebut untuk beradaptasi pada lingkungannya yang baru. Tingkat kelangsungan hidup karang dapat diketahui dengan membandingkan antara jumlah karang yang hidup pada akhir penelitian (Nt) dibandingkan dengan jumlah karang yang ditransplantasikan (No). Analisis data pertumbuhan dan tingkat kelangsungan hidup dilakukan dengan menggunakan software microsoft excel 2007. Rumus yang digunakan untuk menghitung tingkat kelangsungan hidup adalah sebagai berikut :
𝑁𝑡 𝑆= 𝑥 100 % 𝑁0 Keterangan :
S
= Sintasan
Nt
= Jumlah individu akhir
No
= Jumlah individu awal
4. HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1.
Parameter Fisika dan Kimia Kondisi perairan di pulau Karya untuk beberapa parameter berada pada
kisaran yang tidak aman sesuai dengan baku mutu air laut yang dikeluarkan oleh Kementrian Lingkungan Hidup (KLH) (Tabel 5). Parameter yang berada di atas kisaran aman adalah parameter salinitas, nitrat dan fosfat.
Tabel 5. Hasil pengukuran parameter fisika-kimia perairan Bulan April
Mei
Juni
Juli
Aug
Sept
Baku Mutu
PSU
32
31
31
30
30
32
33-34
⁰C
28,5
28,7
29
29,5
29
28,7
28-30
NTU
0,82
1,32
0,82
0,8
1,5
1,7
<5
m/s
0,03
0,09
0,11
0,25
0,07
0,08
-
Arah Arus
⁰
121,7
126
126
127
100
114
-
Kecerahan
%
100
100
100
100
100
100
Nitrat
mg/l
0,0320
0,0130
0,073
0,0010
0,0089
0,005
Orthophosphat
mg/l
0,013
0,018
0,03
0,008
0,0273
0,011
Ammonia
mg/l
0,199
0,12
0,088
0,104
0,0300
0,046
>5 <0,00 8 <0,01 5 <0,3
mg/cm2/hari
1,375
1,895
2,155
2,309
5,714
5,823
-
Parameter Salinitas Suhu Kekeruhan Kecepatan Arus
Nutrien
Sedimentasi
Satuan
* Baku mutu merujuk pada Keputusan Menteri Lingkungan Hidup tentang baku mutu kualitas air untuk biota No. 179 tahun 2004.
Salinitas yang diamati berada pada kisaran 30-32 PSU. Kisaran nilai salinitas tersebut masih berada di bawah kisaran aman baku mutu air laut. Rachmawati (2001) menyatakan bahwa beberapa faktor yang menyebabkan kadar salinitas menurun yaitu pasokan air tawar, badai dan hujan. Supriharyono (2007) menyatakan karang hermatipik tidak dapat bertahan pada salinitas yang 26
27
menyimpang dari salinitas air laut normal 32-35 PSU. Kisaran nilai salinitas yang didapat menunjukan bahwa salinitas di perairan pulau Karya tidak mendukung untuk terumbu karang tumbuh secara optimal. Selain salinitas, faktor pembatas pertumbuhan karang adalah suhu. Perubahan suhu secara mendadak sekitar 4-6oC di bawah atau diatas ambang batas dapat mengurangi pertumbuhan karang, bahkan dapat mematikannya (Supriharyono 2007). Kisaran nilai suhu yang diamati di Pulau Karya berada pada kisaran nilai 28-29 ⁰C dan kisaran nilai tersebut termasuk kedalam kisaran aman baku mutu (28-30 ⁰C). Kisaran nilai suhu yang teramati di Pulau Karya merupakan kisaran nilai yang dapat mendukung pertumbuhan karang. Pernyataan tersebut didukung oleh pernyataan Wells in Supriharyono (2007), suhu yang baik untuk pertumbuhan karang adalah berkisar antara 25-29 oC. Nilai pengamatan intensitas cahaya matahari menunjukan pada kedalaman tiga meter memiliki intensitas cahaya matahari 100% dan nilai baku mutu (>5 m) menunjukan nilai minimal kedalaman yang ditembus oleh cahaya matahari. Keadaan tersebut menunjukan bahwa pada lokasi transplantasi memiliki intensitas cahaya matahari yang cukup bagi terumbu karang tumbuh secara optimal. Peningkatan masukan nutrient yang ditambah dengan punumpukan sedimen diduga memiliki efek yang serius terhadap terumbu karang (Cortes dan Risk 1992 in Koop et al., 2001). Kandungan nitrat di perairan Pulau Karya dari enam bulan pengamatan, hanya pada bulan Juli dan September kandungan nutrien berada di bawah nilai aman (tabel 5). Kisaran nilai nutrien yang berada di atas nilai aman juga teramati pada unsur fosfat. Pada bulan Mei, Juni dan Agustus kandungan fosfat di perairan pulau Karya berada di atas nilai 0,008 mg/l.
28
Berbeda dengan kedua unsur diatas, kandungan unsur amonia di perairan Pulau Karya selama enam bulan memiliki kisaran aman yaitu berada di bawah nilai 0,3 mg/l. Kandungan nutrien dilihat dari unsur nitrat, fosfat dan amonia yang terkandung di perairan Pulau Karya, dapat dikatakan bahwa perairan Pulau Karya memiliki kandungan nutrien yang tidak mendukung pertumbuhan terumbu karang. Koop et al. (2001) menyatakan tingginya tingkat nutrien memberikan efek yang besar pada tingkat organisme (meningkatnya mortalitas, mengurangi tingkat reproduksi karang) akan tetapi tidak menyebabkan ekosistem karang berubah dan didominasi oleh makroalaga.
4.2.
Sintasan Fragmen Karang Jenis Montipora sp. Setelah enam bulan penanaman, 18 fragmen dari 29 fragmen yang ditanam
pada April 2009 dapat tumbuh dan berkembang dengan baik. Pada akhir penelitian persentase sintasan yang tercatat sebesar 62%. Pada penelitian yang dilakukan oleh yudasakti (2009) dengan jenis karang yang sama, persentase sintasan pada akhir penelitian yang didapat sebesar 53,33%. Prawidya (2003) melakukan penelitian transplantasi menggunakan karang jenis Montipora spumosa dan Montipora porites di Pulau Pari. Setelah lima bulan penanaman, persentase sintasan yang diperoleh sebesar 88,89% untuk karang jenis Montipora spumosa dan 100% untuk karang jenis Montipora porites. Penurunan sintasan setiap bulannya disebabkan oleh beberapa faktor, yaitu kondisi perairan di lokasi transplantasi, teknik pengikatan fragmen pada modul dan sifat fisiologis yang dimiliki oleh karang itu sendiri.
29
120 100%
100%
Sintasan (%)
100
97%
90%
86%
80 62% 60 40 20 0 April (n=29)
Mei (n=29)
Juni (n=28)
Juli (n=26)
Agust (n=25)
Sept (n=18)
Perubahan waktu
Gambar 9. Persentase sintasan fragmen karang jenis Montipora sp.
Bulan April dan Mei 2009 jumlah fragmen karang tidak mengalami pengurangan atau persentase sintasan tidak mengalami penurunan. Persentase sintasan karang tercatat mulai mengalami penurunan pada bulan Juni 2009 (Gambar 9). Pada bulan Juni sampai dengan bulan Agustus, penurunan persentase sintasan terus terjadi. Rata-rata penurunan persentase sintasan setiap bulannya sebesar 5,36%. Penurunan persentase sintasan yang signifikan terjadi pada bulan September. Jumlah fragmen yang hilang sebanyak 7 fragmen atau berkurang 24% dari persentase sintasan pada bulan Agustus. Secara keseluruhan persentase sintasan memiliki pola yang cenderung menurun dan diduga akan terus menurun setelah bulan September 2009. Faktor utama penyebab penurunan persentase sintasan terumbu karang adalah lepasnya fragmen karang dari meja transplantasi karena tidak ditemukan fragmen karang yang mengalami kematian akibat alga ataupun penyakit. Clarek
30
dan Edwads (1995) dalam jurnalnya menyatakan bahwa salah satu faktor yang mempengaruhi tingkat kematian adalah pengikatan fragmen transplan. Tingkat kematian yang disebabkan oleh lepasnya fragmen karang dapat mencapai 25% setelah tiga bulan penanaman, dan akan terus berkurang sampai dengan 5% setelah fragmen karang melekat pada modul transplantasi. Kendala yang sama dijumpai pada penelitian yang dilakukan oleh Prawidya (1999) yang dilakukan di Pulau Pari. Persentase sintasan transplantasi Prawidya mengalami penurunan sebesar 22,22% atau dengan kata lain persentase sintasan yang tercatat pada akhir penelitian sebesar 77,78%. Jaap (1999) juga menyatakan pentingnya pengikatan fragmen karang terikat secara kokoh dan kuat untuk mencegah fragmen karang terlepas dari modulnya.
4.3.
Tingkat Pencapaian Pertumbuhan Karang Jenis Montipora sp. Pertumbuhan didefinisikan oleh Syahrir (2003) sebagai proses
pertambahan ukuran baik panjang, lebar, tinggi ataupun volume karang yang dapat mencirikan sifat hidup dari suatu individu. Secara umum pertumbuhan karang jenis Montipora sp. yang ditransplantasikan di Pulau Karya terus mengalami peningkatan yang tidak terlalu signifikan. Pada akhir penelitian, tinggi karang yang tercatat sebesar 8,5 cm dan panjang karang sebesar 7,15 cm.
Pertumbuhan (cm)
31 10,00 9,00 8,00 7,00 6,00 5,00 4,00 3,00 2,00 1,00 0,00
7,62
7,96
8,08
8,08
6,68
6,08
7,02
7,10
7,13
7,13
8,50
7,15 Panjang Tinggi
April (n=29)
Mei (n=29)
Juni (n=28)
Juli (n=26)
Agust (n=25)
Sept (n=18)
Perubahan waktu
Gambar 10. Tingkat pencapaian pertumbuhan fragmen karang jenis Montipora sp.
Bulan April merupakan data awal pertumbuhan mutlak karang jenis Montipora sp. (t0). Dimensi rata-rata panjang dan tinggi karang tercatat pertama kali secara berturut-turut sebesar 6,08 (±1,45) cm dan 6,68 (±1,35) cm. Pada bulan Mei dimensi panjang dan tinggi karang bertambah menjadi 7,02 (±1,49) cm dan 7,62 (±1,47) cm. Selama enam bulan tingkat pertumbuhan mutlak panjang dan tinggi karang jenis Montipora sp. sebesar 7,15 (±1,38) cm dan 8,50 (±1,16) cm. Setelah enam bulan penanaman fragmen karang mengalami pertambahan tinggi lebih besar bila dibandingkan dengan pertumbuhan panjang. Berdasarkan Gambar 10 dapat dikatakan bahwa pertumbuhan karang jenis Montipora sp. cenderung mengalami pertambahan tinggi. Pola pertumbuhan yang cenderung meninggi tersebut diduga merupakan pola adaptasi terhadap tingkat sedimentasi untuk mencegah polip karang tertutupi partikel sedimen. Penelitian yang dilakukan oleh Phillip dan Fabricius (2002) menunjukan bahwa karang yang
32
terkena sedimentasi dengan kadar 2,5 g h cm-2 dalam jangka waktu lebih dari 24 jam akan menyebabkan penurunan jumlah zooxanthelae bahkan dapat menyebabkan bleaching pada karang. Pola pertumbuhan karang yang cenderung meninggi dapat juga disebabkan sifat terumbu karang yang fototaksis. Dengan tingkat sedimentasi yang cukup tinggi akan mengakibatkan cahaya matahari yang masuk kedalam perairan akan semakin berkurang sehingga fragmen karang tersebut akan mencari sumber cahaya berasal. Penelitian yang dilakukan oleh Weinberg (1996) in Supriharyono (2007) dengan satu perlakuan yaitu karang diberikan asupan sinar matahari yang cukup dengan kadar nutrient yang rendah dan karang lainnya yang diberikan perlakuan asupan nutrient yang cukup dengan kadar sinar matahari yang rendah menunjukan hasil karang yang memiliki asupan sinar matahari lebih banyak akan mengalami tingkat pertumbuhan yang lebih cepat. Pola pertumbuhan fragmen karang yang terjadi berbeda dengan pola pertumbuhan pada fragmen karang yang ditransplantasikan di Pulau Kelapa. Yudasakti (2009) dengan penelitian transplantasi terumbu karang dengan jenis fragmen karang yang sama mengalami pola pertumbuhan yang cenderung memanjang. Rata-rata panjang dan tinggi awal fragmen yang digunakan adalah 80,84 mm dan 80,36 mm. Setelah enam bulan penanaman tinggi rata-rata fragmen karang bertambah 23,81 mm sedangkan panjang rata-rata fragmen karang bertambah 61,66 mm. Hal ini membuktikan bahwa pola pertumbuhan terumbu karang tidak akan sama disetiap lokasi. Peryataan tersebut sesuai dengan yang dinyatakan Clarck dan Edward (1995), kondisi lingkungan akan mempengaruhi laju pertumbuhan dan bentuk pertumbuhan.
33
4.4.
Laju Pertumbuhan Karang Jenis Montipora sp. Berdasarkan data hasil transplantasi karang setelah enam bulan
penanaman, laju pertumbuhan terumbu karang yang ditransplantasikan di perairan Pulau Karya memiliki pola yang berfluktuatif (Gambar 11).
1,20 Laju pertumbuhan (cm/bln)
0,94 1,00 0,80 0,42
0,60
Panjang 0,35
0,40
Tinggi 0,11
0,20
0,00
0,00 0,08
0,02
0,00 April
Mei
Juni
0,04
Juli
Agust
sept
Perubahan waktu
Gambar 11. Laju pertumbuhan fragmen karang jenis Montipora sp.
Laju pertumbuhan tertinggi terjadi pada bulan April-Mei yaitu 0,94 cm/bulan untuk dimensi tinggi dan panjang. Laju pertumbuhan mengalami penurunan dibandingkan dengan bulan sebelumnya menjadi sebesar 0,35 cm/bulan untuk dimensi tinggi sedangkan untuk dimensi panjang laju pertumbuhannya sebesar 0,08 cm/bulan. Pada bulan Juni-Juli laju pertumbuhan menjadi sebesar 0,11 cm/bulan untuk dimensi tinggi dan 0,04 cm/bulan untuk dimensi panjang. Laju pertumbuhan fragmen karang mencapai titik terendahnya pada bulan Juli-Agustus.
34
Pada bulan Juli-Agustus dimensi tinggi dan panjang fragmen karang tidak mengalami pertambahan dibandingkan bulan Juni-Juli. Menurut Coles dan Jokiel (1996) in Supriharyono (2007), perubahan suhu yang mendadak dengan kisaran 46 °C selain dapat menghentikan pertumbuhan karang juga dapat mengurangi pertumbuhan karang. Pada bulan Agustus-September pertumbuhan karang kembali mengalami peningkatan pada dimensi tinggi sebesar 0,42 cm/bulan dan pada dimensi panjang 0,02 cm/bulan. Secara keseluruhan rata-rata laju pertumbuhan fragmen karang di Pulau Karya sebesar 0,18 cm/bulan untuk panjang fragmen dan 0,30 cm/bulan untuk laju pertumbuhan tinggi fragmen. Yudasakti (2009) dalam skripsinya menyatakan laju pertumbuhan Montipora sp. di Pulau Kelapa sebesar 1,29 cm/2 bulan untuk panjang fragmen dan 0,7 cm/2 bulan untuk laju pertumbuhan tinggi fragmen. Secara kualitatif pertumbuhan fragmen karang jenis montipora sp. yang ditransplantasikan di Pulau Karya memiliki laju pertumbuhan yang lebih lambat bila dibandingkan dengan laju pertumbuhan fragmen karang montipora sp. yang ditransplantasikan di Pulau Kelapa. Penelitian lain mengenai transplantasi yang menggunakan fragmen karang jenis Montipora sp. di Pulau Pari dilakukan oleh Syahrir (2003). Dalam skripsinya Syahrir menyatakan laju pertumbuhan panjang yang didapatkan sebesar 0,48 cm/bulan. Pertumbuhan laju panjang tersebut memiliki kecepatan yang relatif lebih cepat bila dibandingkan dengan laju pertumbuhan fragmen karang di Pulau Karya ataupun Pulau Kelapa.
5. KESIMPULAN DAN SARAN
5.1.
Kesimpulan Kondisi perairan Pulau Karya berdasarkan Kepmen LH no. 179 tahun
2004 memiliki beberapa parameter yang tidak termasuk kedalam kondisi perairan yang cocok untuk karang tumbuh. Parameter tersebut adalah parameter salinitas dan nutrien (nitrat dan fosfat). Parameter salinitas selama enam bulan berada di bawah kisaran aman, sedangkan untuk parameter nitrat berada pada kisaran aman pada Bulan Juli dan September. Kondisi yang tidak jauh berbeda ditunjukan pada parameter fosfat yang berada pada kisaran aman di Bulan April, Juli dan September. Secara keseluruhan persentase sintasan penelitian ini mengalami penurunan setiap bulannya. Tingkat persentase sintasan pada akhir penelitian ini apabila dibandingkan dengan penelitian transplantasi di Pulau Kelapa memiliki tingkat persentase yang lebih besar. Akan tetapi, persentase sintasan di Pulau Karya lebih kecil bila dibandingkan dengan hasil yang didapatkan pada transplantasi Pulau Pari. Pola pertumbuhan yang terbentuk pada penelitian ini yaitu pola pertumbuhan ke arah tinggi. Pola pertumbuhan yang dimiliki oleh fragmen karang ini berbeda dengan pola pertumbuhan yang dimiliki oleh fragmen karang dengan jenis yang sama dilokasi yang berbeda (Pulau Kelapa dan Pulau Pari). Hasil pengamatan laju pertumbuhan terumbu karang di Pulau Karya apabila dibandingkan secara kualitatif dengan laju pertumbuhan Montipora sp. yang ditransplantasikan di Pulau Kelapa dan Pulau Pari cenderung lebih lambat.
35
36
Secara keseluruhan transplantasi yang dilakukan di Pulau Karya yang menggunakan fragmen karang jenis Montipora sp. kurang berhasil atau dapat dikatakan kondisi perairan di Pulau Karya kurang cocok untuk mendukung kegiatan transplantasi karang jenis Montipora sp.
5.2
Saran 1. Pengambilan data pertumbuhan fragmen karang memiliki jangka waktu yang lebih lama agar dapat terlihat pengaruh musim terhadap pertumbuhan karang. 2. Perlu diadakan penelitian lanjutan guna membuktikan dugaan penurunan sintasan setelah enam bulan penanaman. 3. Penambahan frekuensi pengamatan kondisi perairan setiap bulannya agar data yang disajikan dapat lebih menggambarkan pengaruh luar terhadap pertumbuhan karang.
DAFTAR PUSTAKA
Brown, B.E. and S. Suharsono. 1990. Damage and recovery of coral reefs affected by El Nino related seawater warming in the Thousand Islands, Indonesia. Coral Reefs 8 : 163–170. Cesar, H. 2000. Coral reefs: Their Function, Threats and Economic Value. Dalam: Wilkinson, C. (ed.) 2000. Collected Essays on the Economics of Coral Reefs. CORDIO, Departement for Biology and Environmental Sciences, Kalmar University, Kalmar, Sweden. hal : 145-157. Clark, S. and A. J. Edwards. 1995. Coral transplantation as an aid to reef rehabilitation: evaluation of a case study in the Maldive Islands. Coral Reefs 14 : 201–213. Connell, J. H., T. P. Hughes and C. C. Wallace. 1997. A 30-year study of coral abundance, recruitment, and disturbance at several scales in space and time. Ecological Monographs vol. 67 : 461-488. Dahuri, R. 2003. Keanekaragaman Hayati Laut Aset Pembangunan Berkelanjutan Indonesia. Gramedia Pustaka Utama. Jakarta. Edwards, A. J. and S. Clark. 1998. Coral Transplantation: A Useful Management Tool or Misguided Meddling?. Marine Pollution Buletin vol. 37 : 474-487. Effendi, H. 2003. Telaah kualitas air bagi pengelolaan sumberdaya dan lingkungan perairan. Kanisius. Yogyakarta. Estradivari, M. Syahrir, S. Nugroho, Y. Safran dan T. Silvianita. 2007. Terumbu Karang Jakarta : pengamatan jangka panjang terumbu karang kepulauan seribu (2004-2005). Yayasan Terumbu Karang Indonesia (TERANGI). Jakarta. Fitriani, D. 2007. Metode Transplantasi Karang Dengan Teknik Fragmentasi Sebagai Salah Satu Upaya Pengelolaan Terumbu Karang. [Tesis]. Program Pasca Sarjana Fakultas Perikanan Universitas Sriwijaya. Palembang. Grimsditch, G. D. and R. V. Salm. 2005. Coral Resilience and Resistance to Bleaching. A Global Marine Programme Working Paper, IUCN, Switzerland. Hilbertz, W.H. 1992. Solar Generated Building Material From Seawater as a Sink for Carbon. Ambio 21 : 126-129.
37
38
Iswara, S. 2010. Analisis Laju Pertumbuhan dan Kelangsungan Hidup Karang Acropora spp., Hdnopora rigida dan Pocillopora verrucosa yang Ditransplantasikan di Pulau Kelapa, Kepulauan Seribu. [skripsi]. Fakultas Perikanan Institut Pertanian Bogor. Bogor. Jaap, W.C. 1999. Coral Reef Restoration. Ecological Engineering 15 (2) : 345364. Koop, K., D. Booth, A. Broadbents, J. Brodie, D. Bucher, D. Capone, J. Coll, W. Dennison, M. Erdmann, P. Harrison, O. Hoegh-Guldberg, P. Hutchings, G. B. Jones, A. W. D. Larkum, J. O’neil, A. Steven, E. Tentori, S. Ward, J. Williamson and D. Yellowlees. 2001. ENCORE : the Effects of Nutrient Enrichment on Coral Reef. Synthesis of Results and Conclusions. Marine Pollution Buletin. Vol.42 (2) : 91-120. Menteri Negara Lingkungan Hidup [MENKLH]. 2008. Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup No. 51 Tahun 2004 Tentang Baku Mutu Air Laut. Jakarta. Nybakken J.W. 1992. Biologi Laut : Suatu Pendekatan Ekologis. Terjemahan. Gramedia Pustaka Tama. Jakarta. Okubo, N., H. Taniguchi and M. Omori. 2009. Sexual Reproduction in Transplanted Coral Fragments of Acropora nasuta. Zoological Studies 48 (4) : 442-447. Okubo, N., H. Taniguchi and T. Motokawa. 2005. Successful methods for transplanting fragments of Acropora formosa and Acropora hyacinthus. Coral Reefs 24 : 333-342. Phillip, E. and K. Fabricius. 2002. Photophysiological stress in scleractinian corals in response to short-term sedimentation. Experimental Marine Biology and Ecology. 287 : 57-78. Pratama, J. 2005. Tingkat Kelangsungan Hidup Dan Laju Pertumbuhan Karang Pocillopora, Seriatopora, dan Heliopora Dalam Transplantasi Karang Di Pulau Pari, Kepulauan Seribu. [Skripsi]. Fakultas Perikanan Institut Pertanian Bogor. Bogor. Prawidya, R. 2003. Tingkat Kelangsungan Hidup, Laju Pertumbuhan, dan Rasio Pertumbuhan Beberapa Jenis Karang Batu (Stony Coral) Yang Ditransplantasikan di Perairan Pulau Pari, Kepulauan Seribu. [Skripsi]. Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan Institut Pertanian Bogor. Bogor.
39
Rachmawati, R. 2001. Terumbu Buatan (Artificial Reef). Pusat Riset Teknologi Kelautan Badan Riset Kelautan dan Perikanan. Departemen Kelautan dan Perikanan Republik Indonesia. Jakarta. Richmond, R.H. 2001. Reproduction and Recruitment in Corals: Critical Links in the Persistence of Reefs. in: Birkeland, C. (ed.) 2001. Life and Death of Coral Reefs. Chapman & Hall, New York. hal : 175-197. Rinkevich, B. 1995. Restoration strategies for coral reefs damaged by recreational activities: the use of sexual and asexual recruits. Restoration Ecology 3 : 241–251. Sadarun. 1999. Transplantasi Karang Batu di Kepulauan Seribu Teluk Jakarta. [Tesis]. Program Pasca Sarjana Fakultas Perikanan Institut Pertanian Bogor. Bogor. Soedharma, D. dan D. Arafat. 2007. Perkembangan Transplantasi Karang di Indonesia. D. Soedharma, D. Arafat (Ed). Prosiding Seminar Transplantasi Karang. Bogor, 8 September 2005. Pusat Penelitian Lingkungan Hidup Lembaga Penelitian dan Pengabdian Masyarakat Institut Pertanian Bogor. Bogor. Suharsono. 2008. Jenis-jenis Karang Indonesia. LIPI Press, anggota Ikapi. Jakarta. Supriharyono. 2007. Pengelolaan Djambatan. Jakarta.
Ekositem
Terumbu
Karang.
Penerbit
Syahrir, M. 2003. Studi pertumbuhan dan kelangsungan hidup karang scleractinia, coenothecalia, dan stolononifera yang ditransplantasikan di perairan pulau Pari, kepulauan seribu. [skripsi]. Fakultas Perikanan Institut Pertanian Bogor. Bogor. Veron. J.E.N. 1986. Coral of Australia and The Indopasific. Angus & Robertos. Australia. West, J. M. and R. V. Salm. 2003. Resistance And Resilience to Coral Bleaching: Implications for Coral Reef Conservation and Management. Conservation Biology (17) : 956-967. Yudasakti, P. K. 2010. Tingkat Keberhasilan dan Laju Pertumbuhan Transplantasi Karang Montipora sp., Porites sp. dan Stylophora sp. di Perairan Pulau Kelapa Kepulauan Seribu. [skripsi]. Fakultas Perikanan Institut Pertanian Bogor. Bogor.
41 Lampiran 1. Data mentah pertumbuhan panjang fragmen karang jenis Montipora sp. Modul
12
13
14
15
18
23
26
31
34
35
Fragmen
Genus
1 Montipora 3 Montipora 5 Montipora 1 Montipora 3 Montipora 5 Montipora 1 Montipora 3 Montipora 5 Montipora 1 Montipora 3 Montipora 5 Montipora 1 Montipora 3 Montipora 5 Montipora 1 Montipora 3 Montipora 5 Montipora 1 Montipora 3 Montipora 5 Montipora 1 Montipora 3 Montipora 5 Montipora 1 Montipora 3 Montipora 5 Montipora 1 Montipora 5 Montipora Jumlah Spesies
26-Apr 7.8 6.9 5.88 8.5 7.1 5.8 4.98 7.39 6.03 7.29 7.84 4.4 6.6 6.6 5.3 8.4 5.9 5.9 2.7 5.1 4.4 6.4 5.2 5.7 5.3 7.5 2.9 7.2 5.3 29
18-May 6.6 7.1 6.3 7.4 7.4 9.7 5.4 8.5 6.2 7.6 8.2 7.9 7.9 4.8 6.4 8.9 5.8 6.2 11.2 6 4.8 6.7 5.4 5.3 6.2 7.8 8 8.1 5.7 29
PANJANG 20-Jun 24-Jul 7.1 7.6 7.1 7.1 6.4 6.8 7.9 7.9 8.2 8.3 9.7 9.7 5.7 5.7 9.3 9.5 6.4 6.4 7.7 7.8 8.5 8.6 6.5 6.5 8 5.2 5.5 7.9 9.1 9.1 5.2 5.5 5.4 5.8 6.1 6.1 4.8 4.8 7.9 7.8 5.4 5.4 5.7 6 6.2 6.3 8.4 8.8 8.2 8.6 8.9 6.1 6.4 28 26
12-Aug 7.6 7.1 6.8 7.9 8.3 9.7 5.7 9.5 6.4 7.8 8.6 6.5 5.5 9.1 5.5 5.8 6.1 4.8 7.8 5.4 6 6.3 8.8 8.9 6.4 25
9-Sep 6.8 8.2 8.8 6.5 8 8.6 9.2 5.7 5.7 6.2 4.8 7.9 5.7 6.1 6.5 8.5 9.1 6.4 18
42 Lampiran 2. Data mentah pertumbuhan tinggi fragmen karang jenis Montipora sp. Modul
12
13
14
15
18
23
26
31
34
35
Fragmen
Genus
1 Montipora 3 Montipora 5 Montipora 1 Montipora 3 Montipora 5 Montipora 1 Montipora 3 Montipora 5 Montipora 1 Montipora 3 Montipora 5 Montipora 1 Montipora 3 Montipora 5 Montipora 1 Montipora 3 Montipora 5 Montipora 1 Montipora 3 Montipora 5 Montipora 1 Montipora 3 Montipora 5 Montipora 1 Montipora 3 Montipora 5 Montipora 1 Montipora 5 Montipora Jumlah Spesies
26-Apr 8.5 6 8.03 7.2 7.2 7.9 3 6.9 5.3 6.3 7.1 9.35 7.4 5.6 8.5 5.2 5.4 6.4 7.6 5.8 4.9 7.1 5.9 5.5 6.7 7.9 5.7 7.6 7.6 29
18-May 10.5 8 8.5 9.1 7.4 5.2 5.8 7.9 7.1 8.3 8.6 9.9 8.6 7.7 10.6 8.7 6.3 7.1 5.4 6.4 5.5 7.9 7.9 7.3 7 7.9 4.8 7.9 7.6 29
TINGGI 20-Jun 24-Jul 11.3 8.9 7.8 8.3 9 9.2 9.4 9.4 7.1 6.7 5.4 5.4 6.4 6.5 7.4 7.8 7.2 7.5 8.6 8.3 8.9 9.2 11 10.2 10.3 7.7 8 8.2 8.9 9.2 6.9 7 7 7 7.7 8.1 6.3 6.3 8.2 8.6 7.8 8.2 7.3 7.3 7.3 7.1 10.6 8.8 5 8.1 8 8.8 8.3 28 26
12-Aug 8.9 8.3 9.2 9.4 6.7 5.4 6.5 7.8 7.5 8.3 9.2 10.2 8 9.2 7 7 8.1 6.3 8.6 8.2 7.3 7.3 10.6 8.1 8.8 25
9-Sep 9.9 10.3 7.4 7.5 8.6 9.8 9.3 7.4 7.3 8.4 6.4 8.8 8.9 7.4 7.3 9.9 9.3 9.1 18
43 Lampiran 3. Data kondisi perairan di Pulau Karya Bulan Pengamatan Parameter
Satuan
April
Mei
1
2
3
Rataan
1
2
3
Rataan
Salinitas
‰
32
32
32
32
31
31
31
31
Suhu
⁰C
28
29
28,5
28,5
28
29
29
28,7
Kekeruhan
NTU
1,05
0,8
0,6
0,82
1,15
1,3
1,5
1,32
Kecepatan Arus
m/s
0,0357
0,0408
0,0263
0,0343
0,0909
0,0869
0,0853
0,0877
Arah Arus
⁰
122
123
120
121,7
126
126
126
126
Kecerahan
%
100
100
100
100
100
100
100
100
Nitrat
mg/l
0,0356
0,0208
0,0383
0,032
0,013
0,010
0,015
0,013
Ortofosfat
mg/l
0,011
0,015
0,011
0,012
0,015
0,027
0,013
0,019
Ammonia
mg/l
0,201
0,170
0,227
0,199
0,099
0,146
0,115
0,120
mg/cm2/hari
1.7891
1.1569
1.1787
1.3749
1.8950
1.6430
2.1470
1.8950
Sedimentasi
Lampiran 3. Data kondisi perairan di Pulau Karya (lanjutan) Bulan Pengamatan Parameter
Salinitas Suhu
Satuan
‰
Juni
Juli
1
2
3
31
31
31
Rataan
Agustus
September
1
2
3
Rataan
1
1
31
30
30
30
30
30
32
⁰C
29
29
29
29
29,5
29,5
29,5
29,5
29
28,7
Kekeruhan
NTU
0,75
0,85
0,85
0,82
0,75
0,85
-
0,8
1.5
1,7
Kecepatan Arus
m/s
0,1250
0,0909
0,1080
0,1080
0,2500
0,2500
0,2500
0,2500
0.07
0,08
Arah Arus
⁰
126
126
126
126
127
127
127
127
100
114
Kecerahan
%
100
100
100
100
100
100
100
100
100
100
Nitrat
mg/l
0,102
0,061
0,057
0,073
0,001
0,001
0,001
0,001
0.0089
0,005
Ortofosfat
mg/l
0,027
0,033
0,029
0,030
0,006
0,010
-
0,008
0.0273
0,011
Ammonia
mg/l
0,136
0,066
0,059
0,087
0,028
0,181
-
0,104
0.0300
0,046
2.3087
5.7137
5.8232
Sedimentasi
mg/cm2/hari
2.1150
2.1150
2.3087
44 Lampiran 4. Tahap persiapan modul sampai dengan tahap pengukuran
Pembuatan cetakan modul
Penjemuran modul
Pengangkutan modul
Pemasangan dan penomoran
Penyusunan modul transplantasi
Penurunan modul
Modul yang siap untuk diamati
Pengukuran panjang dan tinggi karang
45 Lampiran 5. Alat dan bahan yang digunakan pada pengamatan
46
DAFTAR RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan di Tangerang, provinsi Banten pada tanggal 22 April 1987 dari pasangan bapak Eko Wahyuono Widodo dan ibu Pudji Susanti. Penulis merupakan anak kedua dari dua bersaudara. Pada tahun 2005 penulis menyelesaikan pendidikan Sekolah Menengah Atas (SMA) di Sekolah Menengah Atas Negeri (SMAN) 1 Serpong. Pada tahun yang sama penulis diterima di Institut Pertanian Bogor (IPB) melalui jalur Seleksi Penerimaan Mahasiswa Baru (SPMB). Setelah satu tahun melewati Tingkat Persiapan Bersama (TPB) akhirnya penulis diterima di Departemen Ilmu dan Teknologi Kelautan. Selama menempuh pendidikan sarjana di IPB penulis aktif di Himpunan Mahasiswa Ilmu dan Teknologi Kelautan (HIMITEKA-IPB) 2007-2009 sebagai anggota difisi Hubungan Luar dan Komunikasi (Hublukom). Selama kegiatan perkuliahan, penulis pernah menjadi asisten praktikum pada mata kuliah Selam Ilmiah pada tahun 2008-2011 dan mata kuliah Ekologi Laut Tropis pada tahun 2009. Penulis menyelesaikan skripsi dengan judul ” Laju Pertumbuhan dan Sintasan Karang Jenis Montipora sp. Hasil Transplantasi di Gugusan Pulau Karya” sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ilmu Kelautan pada Departemen Ilmu dan Teknologi Kelautan.