LAPORAN PRAKTIKUM PROYEK SAINS TUMBUHAN (BI22014)
KULTUR JARINGAN TUMBUHAN KRISAN (Chrysanthenum sp.)
Tanggal Praktikum: 17 Februari 2016 Tanggal Pengumpulan: 30 Maret 2016 disusun oleh : Nindia Safa’at 10614040 Kelompok 14 Asisten : Azarine R.G 10612039
PROGRAM STUDI BIOLOGI SEKOLAH ILMU DAN TEKNOLOGI HAYATI INSTITUT TEKNOLOGI BANDUNG BANDUNG 2016
BAB I PENDAHULUAN
1.1
Latar Belakang kultur merupakan memanfaatkan bagian jaringan dari suatu organisme agar jaringan tersebut mampu menjadi organisme yang utuh dan mempunyai sifat yang sama dengan induknya. Kultur jaringan merupakan salah satu cara perbanyakan tanaman secara vegetatif dengan cara mengisolasi bagian tanaman seperti daun, mata tunas, serta menumbuhkan bagian-bagian tersebut dalam media buatan secara aseptik yang kaya nutrisi dan zat pengatur tumbuh dalam wadah tertutup yang tembus cahaya sehingga bagian tanaman dapat memperbanyak diri dan bergenerasi menjadi tanaman lengkap. Tujuan pokok penerapan perbanyakan dengan teknik kultur jaringan adalah produksi tanaman dalam jumlah besar pada waktu singkat, terutama untuk varietasvarietas unggul yang baru dihasilkan. Teknik kultur jaringan dilakukan dengan memanfaatkan prinsip perbanyakan tumbuhan secara vegetatif , teknik kultur jaringan Berbeda dari teknik perbanyakan tumbuhan secara konvensional karena teknik kultur jaringan dilakukan dalam kondisi aseptik di dalam botol kultur dengan medium dan kondisi tertentu, oleh karena itu teknik ini sering kali disebut kultur in vitro, sehinngga semua organisme baru yang berhasil ditumbuhkan dalam media tanam kultur jaringan
akan
memiliki sifat yang sama persis dengan induknya.( Katuuk,1989) Keuntungan dari teknik kultur jaringan adalah Dalam waktu yang sangat singkat dapat menghasikan bibit dengan jumlah yang sangat banyak, tananam akan lebih cepat berproduksi dan kita dapat mengbangbiakannya tanpa perlu menunggu tanaman tersebut dewasa, namun dalam teknik kultur jaringan terdapat beberapa kerugian yakni bagi beberapa orang teknik kultur jaringan mahal dari segi biaya dan sulit untuk dipraktekkan serta harus menyediakan SDM yang handal untuk mempraktekkannya. Di sisi lain, Teknik kultur
jaringan memiliki keuntungan baik untuk tanaman itu sendiri dan juga bagi penamanm nya seperti terjaminnya mutu tanaman yang dikultur, diperolehnya hasil kultur yang sehat dll. .( Katuuk ,1989) Meningkatnya penelitian kultur jaringan dalam dua dekade terakhir ini telah memberikan sumbangan yang begitu besar bagi ahli pertanian, pemuliaan tanaman, botani, biologi molekuler, biokimia, penyakit tanaman, dan sebagainya. Karena teknik kultur jaringan telah mencapai konsekuensi praktis yang demikian jauh di bidang pertanian, pemuliaan tanaman, dan sebagainya maka dapat dipastikan jumlah penelitian dan aplikasi teknik ini akan terus meningkat pada masa masa mendatang.( Katuuk ,1989) Beberapa contoh penggunaan kultur jaringan dalam pertanian adalah sebagai
berikut:
Ketela
pohon
(Manihot
utilisima)
umumnya
dikembangbiakkan dengan menanam sepotong batangnya yang tua (stek) ke dalam tanah. Stek ini diikat menjadi satu dan diangkut dari tempat yang satu ke tempat lain atau dari negara yang satu ke negara lain sehingga menimbulkan masalah karantina karena kuman bibit penyakit mungkin ikut dipindahkan melalui stek ketela pohon. Pusat PertanianTanaman Tropis Internasional (CIAT) dan Institut Pertanian Tropis Internasional (IITA) menangkar varietas ketela pohon yang baru yang memiliki resistansi terhadap penyakit dan hama dan mengembangkan suatu galur bebas penyakit melalui kultur meristem untuk dikirimkan dalam kondisi aseptik ke negara-negara Afrika. CIAT juga telah memiliki plasma nutfah ketela pohon in vitro dengan tambahan 700 kultur meristem dalam bank. Demikian pula tanaman haploid telah dikembangkan dari kepala sari (kultur kepala sari) dan tanaman homozigot telah dihasilkan dalam satu generasi, suatu proses yang dengan metode penangkaran tanaman secara konvensional membutuhkan lima atau enam generasi. .( Katuuk ,1989)
1.2 Tujuan
Praktikum ini bertujuan untuk : 1. Menentukan hasil pertumbuhan kultur jaringan bunga krisan dalam medium MS kontrol 2. Menentukan hasil pertumbuhan kultur jaringan bunga krisan dalam MS dengan perbandingan NAA : BAP = 1:4 3. Menentukan hasil pertumbuhan kultur jaringan bunga krisan dalam MS dengan perbandingan NAA : BAP = 1:1 4. Menentukan hasil pertumbuhan kultur jaringan bunga krisan dalam MS dengan perbandingan NAA: BAP = 4:1 1.3 Hipotesis Hipotesis pada praktikum ini adalah : 1. Pertumbuhan kultur jaringan bunga krisan dalam medium MS kontrol akan terjadi pertumbuhan akar, batang dan daun, namun, apabila selama proses pengkulturan tidak steril akan terjadi kontaminasi. 2. Perbandingan konsentrasi anatara NAA: BAP yang berbeda akan mempengaruhi perumbuhan shoot system dan root system yang akan tumubuh secara optimal.
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1
Klasifikasi dan Deskripsi Tumbuhan Krisan Bunga Krisan memang cukup mudah mulai disilangkan oleh para penangkar dan pemulia tanaman. Adapun pengawinsilangan ini berguna untuk dapat menghasilkan lebih banyak hibrida dan kultivar baru bunga krisan yang lebih indah. Akar bunga krisan adalah akarr serabut. Perakaran ini biasanya dapat tumbuh dan masuk hingga kedalaman 30-40 cm dari permukaan tanah menyebar ke semua arah. Adapun lingkungan tanah yang kurang baik dapat mempengaruhi akar ini jadi mudah rusak. Oleh karena itu, jika Anda berminat untuk membudidayakannya, pastikan pilih media tanam yang benar-benar gembur. Batang tanaman krisan memiliki tekstur lunak, tumbuh tegak, dan berwarna hijaum dengan bentuk membulat dan permukaannya kasar. Batang dari bunga ini juga dapat mengeras atau berkayu dengan warna hijau kecoklatan jika ia dibiarkan tumbuh terus. Ciri khas bunga krisan sebetulnya dapat lihat dari bentuk daunnya. Seperti bisa dilihat pada gambar, daun bunga krisan memiliki bagian tepi yang bergerigi dan bercelah dengan tulang daun menyirip. Daun ini tersusun berselang-seling pada batang dan cabangnya. Ia tumbuh dengan bentuk lonjong, dilengkapi pangkal yang membulat dan ujung yang meruncing. Panjang daunnya ini berkisar antara 7 hingga 13 cm dengan lebar berkisar 3 hingga 6 cm. Bunga krisan akan tumbuh pada ujung batang dan tersusun di tangkai berukuran pendek sampai panjang. Jenis bunga krisan dikategorikan menjadi dua jenis yaitu krisan jenis spray dan krisan jenis standar. Untuk bunga krisan jenis spray biasanya dalam satu tangkai bunga ada 10 sampai 20 kuntum bunga yang ukurannnya kecil, sedangkan bunga Krisan jenis standar dalam satu tangkainya hanya terdapat satu kuntum bunga yang ukurannya besar. Kelopak bunga krisan berbentuk cawan dengan ujung runcing dan memilki garis tengah pada kelopak 3-5
cm.panjang bunganya berkisar 3-8 mm. Buah bunga krisan berbentuk lonjong, ukurannya kecil, dan ditutupi oleh selaput buah. Buahnya jika masih muda berwarna putih dan setelah tua akan berubah menjadi hitam. Buah krisan merupakan hasil penyerbukan dari bunga sehingga di dalamnya akan berisi banyak sekali biji. Adapun bijinya ini berukuran sangat kecil dengan bentuk lonjong. Biji inilah yang biasanya digunakan sebagai bahan tanam dalam budidaya bunga krisan. Klasifikasi bunga krisan adalah sebagai berikut : .( Katuuk ,1989)
2.2
Kingdom
: Plantae
Divisi
: Spermatophyta
Subdivisi
: Angiospermae
Klas
: Dicotiledonae
Ordo
: Asterales
Famili
: Asteraceae
Genus
: Crhysantemum
Spesies
: Crhysantemum morifolium R.
Hormon Tumbuh NAA dan BAP Zat pengatur tumbuh (ZPT) adalah hormon tumbuhan sintetis yang dapat memacu pertumbuhan sel-sel atau jaringan tertentu dari sel-sel kalus yang belum terdiferensiasi (Rahardja, 1995). Zat pengatur tumbuh berperan penting dalam pertumbuhan dan perkembangan kultur. Faktor penting dalam penggunaan ZPT antara lain: jenis, konsentrasi dan urutan penggunaan ZPT serta lama waktu induksi tanaman pada media yang mengandung ZPT (Gunawan, 1995). Menurut (Katuuk, 1989), ada beberapa jenis ZPT yaitu; auksin, giberelin, sitokinin dan adenin, namun yang paling sering digunakan adalah auksin dan sitokinin. Perlakuan konsentrasi zat pengatur tumbuh yang semakin meningkat diperoleh hasil yang lebih baik walaupun belum sampai pada terbentuknya planlet. BAP termasuk golongan hormon sitokinin yang berpengaruh terhadap pembelahan sel, sedangkan NAA termasuk
golongan auksin yang berpengaruh terhadap pemanjangan sel, tetapi pada konsentrasi tinggi bersifat sebaliknya (Gunawan, 1987) NAA memiliki sifat lebih stabil dan mobilitasnya dalam tanaman rendah. Respon auksin berhubungan dengan konsentrasinya. Konsentrasi yang tinggi bersifat menghambat karena adanya persaingan didalam penempatan pada kedudukan sel penerima. Jumlah auksin yang berlebihan akan ikut tergabung dalam sel penerima yang akan bersifat kerja hormon tersebut tidak efektif. penambahan NAA pada media kultur terbukti mampu menginduksi kalus pada tumbuhan Gramineae, Solanaceae dan banyak tumbuhan lainnya. Menurut Gunawan (1995), konsentrasi NAA yang umum digunakan untuk terbentuknya kalus adalah 0,01 – 10 mg/L Sitokinin adalah zat pengatur tumbuh yang sering disebut kinin. Fungsi sitokinin yaitu mengatur pertumbuhan melalui pembelahan sel, membantu mengawasi perkecambahan biji, mengatur transpor auksin dan membantu menunda senescens (penuaan) dengan cara menghalangi penguraian klorofil, protein dan asam inti yang ada dalam daun. Dalam kultur jaringan, sitokinin berfungsi untuk mengatur pertumbuhan serta morfogenesis. Kini dikenal beberapa macam sitokinin sintetis antara lain kinetin, BAP/BA, Zeatin dan Thidiazuron (Katuuk, 1989; Gunawan, 1995). Golongan sitokinin aktif adalah BAP (Benzyl Aminopurine) dan Thidiazuron. Secara umum konsentrasi sitokinin yang digunakan untuk terbentuknya kalus berkisar antara 0,1 – 10 mg/L (Katuuk, 1989). 2.3
Definisi Klutur Jaringan ( Katuuk ,1989) Teknik kultur jaringan tanaman merupakan metoda untuk mengisolasi bagian tanaman seperti protoplas, sel, jaringan atau organ dan menumbuhkannya dalam media buatan aseptik yang mengandung nutrisi dan zat pengatur tumbuh (ZPT). Bagian-bagian tanaman tersebut di dalam media dapat memperbanyak diri dan dapat beregenerasi kembali menjadi tanaman yang lengkap.
.
Tujuan kultur jaringan, yakni :
1. memperoleh bibit tanaman baru yang lebih baik 2. lebih cepat dan lebih banyak dalam waktu dan tidak teelalu lama dengan anakan yang seragam 3. memperbanyak tanaman dengan sifat seperti induknya 4. perbanyakan tanaman dengan teknik ini membuat tanaman bebas dari penyakit karena dilakukan secara aseptik 5. penggunaan metode ini sangat ekonomis dan komersial Kultur jaringan akan lebih besar keberhasilannya bila menggunakan jaringan meristem. Jarigan meristem adalah jaringan muda, yaitu jaringan yang terdiri dari sel-sel yang selalu membelah, dinding tipis, plasma nya penuh dan vakuolanya kecil-kecil. (Gunawan, 1987)
Kebanyakan orang menggunakan jaringan ini untuk tissue culture. Sebab, jaringan meristem keadaannya selalu membelah, sehingga diperkirakan mempunyai zat hormon yang mengatur pembelahan. Teknik kultur jaringan memanfaatkan prinsip perbanyakan tumbuhan secara vegetatif. Teknik kultur jaringan suatu sel atau irisan jaringan tanaman yang sering disebut eksplan secara aseptic( in vitro) diletakkan dan dipelihara dalam medium pada atau cair yang cocok dan dalam keadaan steril. dengan cara demikian sebaian sel pada permukaan irisan tersebut akan mengalami proliferasi dan membentuk kalus. Apabila kalus yang terbentuk dipindahkan kedalam medium diferensiasi yang cocok, maka akan terbentuk tanaman kecil yang lengkap dan disebut planlet. (Gunawan, 1987)
Teknik kultur jaringan akan berhasil dengan baik apabila syaratsyarat yang diperlukan terpenuhi, yakni : (Gunawan, 1987)
1. pemilihan eksplan sebagai dasar untuk pertumbuhan kalus, maka jaringan tersebut sedang aktif pertumbuhanya, diharapkan masih terdapat zat tumbuh yang masih aktif sehingga membantu perkembangan jaringan selanjutnya 2. eksplan yang diambil berasal dari bagian daun, akar, mata tunas, kuncup, ujung batang dan umbi. 3.eksplan yang diambil dari bagian yang masih muda (bila ditusuk pisau akan terasa lunak sekali) Keuntungan yang akan diperoleh bila menggunakan teknik kultur jaringan, adalah : 1. mendapatkan tanaman baru dalam jumlah banyak dalam waktu yang relatif singkat, yang mempunyai sifat fisiologi dan morfologi sama persis dengan induknya. 2. memperoleh tanaman baru yang bersifat unggul 3. jumlah yang dihasilkan banyak, tidak terbatas 4. bibit terhindar dari hama penyakit 5. perbanyakan tumbuhan/kultur jaringan dapat dilakukan secara cepat dan hemat waktu 6. pengadaan bibt tidak tergantung musim 7. bibit dapat diproduksi dalam jumlah banyaj 8. biaya pengangkutan biibt reatif lebih murah dan mudah
2.4
Komposisi Medium Murashige & Skoog
Media Murashige & Skoog (MS) merupakan perbaikan komposisi media Skoog, terutama kebutuhan garam anorganik yang mendukung pertumbuhan optimum pada kultur jaringan tembakau. Media MS mengandung 40 mM N dalam bentuk NO3 dan 29 mM N dalam bentuk NH4+. Kandungan N ini, lima kali lebih tinggi dari N total yang terdapat pada media Miller, 15 kali lebih tinggi dari media tembakau Hildebrant, dan 19 kali lebih tinggi dari media White. Kalium juga ditingkatkan sampai 20 mM, sedangkan P, 1.25 mM. Unsur makro lainnya konsentrasinya dinaikkan sedikit. Pertama kali unsur-unsur makro dalam media MS dibuat untuk kultur kalus tembakau, tetapi komposisi MS ini sudah umum digunakan untuk kultur jaringan jenis tanaman lain, (Habir, 1992)). Media MS paling banyak digunakan untuk berbagai tujuan kultur pada tahun-tahun sesudah penemuan media MS, sehingga dikembangkan media-media lain berdasarkan media MS tersebut, antara lain media Lin & Staba, menggunakan media dengan setengah dari komposisi unsur makro MS, dan memodifikasi : 9 mM ammonium nitrat yang seharusnya 10mM, sedangkan KH2 PO4 yang dikurangi menjadi 0.5 Mm, tidak 0.625 mM. Media MS sebagai media fundamental yang mengandung nutrisi makro anorganik, nutrisi mikro anorganik, nutrisi Fe, vitamin, organik dan zat pengatur pertumbuhan tanaman (phytohormon). Phytohormon yang paling banyak digunakan dalam kultur jaringan tanaman (khususnya media MS),yaitu,(Heyne,1987): 1.Auksin
:NAA,IAAdan2,4D
2.Sitokinin
:BAPdanKinetin
Komposisi nutrisi makro anorganik mempunyai fungsi, khususnya untuk metabolisme
tanaman.
Komposisi
tersebut
mengandung
protein,
karbohidrat, asam nukleat, lipid dan lain-lain. Unsur-unsur nutrisi makro anorganik 1.KNO3 2.NH4NO3
:
3.CaCl2.H2o 4.MgSo4.7H2O 5.KH2PO4 Sedangkan unsur-unsur nutrisi mikro anorganik dalam media MS antara lain: 1.MnSO4.4H2O 2.ZnSO4.4H2O 3.H3BO3 4.Kl Salah satu unsur Fe berasal dari komponen nutrisi mikro anorganik. Unsur Fe dikatagorikan dalam larutan stok C karena nutrisi ini tidak dapat larut dengan unsur lain. Oleh karena itu, Fe harus dipisahkan dari unsur lain. Vitamin yang digunakan dalam media MS hanya thiamine (vitamin B1). Komponen ini diperlukan untuk metabolisme karbohidrat dan biosintesis dari asam amino. Vitamin telah terbukti sebagai komponen yang penting dalam kultur jaringan tanaman. Vitamin lain yaitu seperti vitamin C dan vitamin E hanya digunakan jika diperlukan untuk pertumbuhan eksplan maksimum. Unsur organik dalam media MS seperti sukrosa atau gula lain menambahkan ke dalam media untuk menyediakan CO2. (Gunawan, 1987)
BAB III METODOLOGI 3.1 Alat dan Bahan Alat dan bahan yang diperlukan pada praktikum ini terdapat pada tabel 3.1 Tabel 3.1 Alat dan Bahan
Alat Denmeyer
Bahan Eksplan berupa daun krisan ke 2-5
Gelas piala
dan nodus krisan Medium komposisi murashige dan skoog (1962) yang terdiri dari makro dan mikro elemen suplemen organik, gula, dan agar-agar (tertera
Gelas Ukur
di tabel 1) Medium alternative dengan komponen kimia berupa : ~Pupuk growmore 32-10-10 (5g/L) ~Vitastart B (3ml/L) ~air kelapa (15%)
Botol Ukur
~sukrosa (3%) Agen sterilisasi explan berupa alkohol 70% dan clorox 40%. Sedangkan untuk sterilisasi alat-alat
Batang pengaduk
penanaman digunakan alkohol 96% Alumunium foil digunakan untuk
Pipet Ukur
penutup botol kultur Zat pengatur tumbuh berupa NAA dan BAP dengan perbandingan
Hot plate PH Meter Scalpel + Blade
konsentrasi yang tertera pada tabe. Agar swallow 8g/L
Pinset Cawan Petri Lampu Spirtus Clean Bleach Rak Kultur
3.2 Cara Kerja 3.2.1 Membuat Medium MS Medium ms disiapkan dalam labu erlenmayer sebanyak 1440 ml, ditambahkan 3% gula ke dalam eelenmeyer dan dibagi menjadi 3 medium masing-masing 480 ml. Ditambahkan arutan NAA dan BAP dari larutan stok sesuai dengan konsntrasi yang diperlukan (tabel 2). Ditentukan keasaman larutan 5,6 – 5,8 dengan menambahkan NaOH 1 M atau HCl 1M yang diukur dengan PH meter. Ditambahkan agar swallo 0,8%, lalu didihkan diatas hot plate sambil diaduk, kemudian dituangkan larutannya ke dalam botol kultur kurang lebih 15ml/botol. Kemudian ditutup dengan alumunium foil dan disterilisasi botol-botol tadi dengan autoklaf pada suhu 121ºC tekanan 1,5 kg/cm2 selama 15 menit. 3.2.2 Sterilisasi dan Penanaman Eksplan Daun ke 2 sampai dengan 5 dari krisan dan nodusnya dipetik kemudian dicucui dengan air mengalir selama 20 menit. Direndam dalam larutan fungisida 3g/L selama 10 menit, lalu dicuci dibawah air mengalir. Diletakan di ataw cawan petri (untuk daun dan nodus yang sudah bersih) yang telah dilapisi kertas saring/ tissue. Direndam dalam larutan NaClO 1,7% (40% larutan bayclin)+tween-20 3 tetes di dalam erlen meyer selama 10-20
menit atau sampai pinggiran berwarna putih. Dibilas aquades steril 3 kali ulangan masing-masing 3 menit lalu letakkan di atas cawan petri kemudian dilapisi kertas saring yang telah disterilisasi selama 1 menit. Daun-daun steril dipotong sebesar 1x1 cm dengan skalpel dan pinset steril kemudian ditanam ke botol dengan bagian bawah menghadap ke atas. Dibuang beberapa bagian putih pada nodus, ditanam tegak lurus ( 1 botol 1 nodus) di ruang steril atau clean bench dilengkapi nyala api spirtus. Ditempatkan di rak dengan suhu ruang yang diatur dengan penerangan lap TLD 36 watt terus menerus. Nodus dan daun pun telah dikultur.
BAB IV HASIL PENGAMATAN DAN PEMBAHASAN
4.1 Hasil Pengamatan
4.1.1 Hasil Pengamatan Pertumbuhan Kultur Jaringan Daun Tumbuhan Krisan Komposisi Medium
Minggu Ke-
Foto Kultur
Keterangan
Daun berkembang menjadi kalus NAA = 0,0 mg/L
saat tidak
4
ditambahkan ZPT
BAP = 0,0 mg/L
baik NAA maupun BAP. Gambar 4.1 Kalus Daun (Dokumentasi Kelompok 9, 2016)
Daun berkembang menjadi kalus setelah diberi
NAA = 0,5 mg/L 4
perlakuan dengan
BAP = 2,0 mg/L
menambahkan NAA 0,5 mL dan Gambar 4.2 Kalus Daun (Dokumentasi Kelompok 2, 2016)
BAP 2,0 mL.
Daun berkembang menjadi kalus saat diberi NAA = 2,0 mg/L
perlakuan dengan
4
menambahkan
BAP = 2,0 mg/L
NAA dan BAP dengan volume Gambar 4.3 Kalus Daun (Dokumentasi Kelompok 5,
yang sama.
2016)
NAA = 2,0 mg/L
1
Eksplan baru mulai tumbuh,
BAP = 0,5 mg/L
belum terlihat menjadi pucuk, kalus, atau akar.
Gambar 4.4 Botol 1 Minggu 1 (Dokumentasi Pribadi, 2016)
Gambar 4.5 Botol 3 Minggu 1 (Dokumentasi Pribadi, 2016)
Gambar 4.6 Botol 6 Minggu 1 (Dokumentasi Pribadi, 2016)
Gambar 4.7 Botol 8 Minggu 1 (Dokumentasi Pribadi, 2016)
NAA = 2,0 mg/L
4
Eksplan tampak telah tumbuh
BAP = 0,5 mg/L
menggumpal membentuk kalus, terjadi kontaminasi jamur pada botol 8 saat Gambar 4.8 Botol 1 Minggu 4
pengamatan
(Dokumentasi Pribadi, 2016)
minggu ke 4.
Gambar 4.9 Botol 3 Minggu 4 (Dokumentasi Pribadi, 2016)
Gambar 4.10 Botol 6 Minggu 4 (Dokumentasi Pribadi, 2016)
Gambar 4.11 Botol 8 Minggu 4 (Dokumentasi Pribadi, 2016)
4.1.2 Hasil Pengamatan Pertumbuhan Kultur Jaringan Batang Tumbuhan Krisan Komposisi Medium
Minggu Ke-
Foto Kultur
Keterangan Batang tumbuh menjadi kalus akibat sebagai perlakuan kontrol tanpa
NAA = 0,0 mg/L
penambahan ZPT
4
baik NAA
BAP = 0,0 mg/L
maupun BAP, terlihat Gambar 4.12 Kalus Batang (Dokumentasi Kelompok 9, 2016)
perkembangan daun dari tunas yang telah ada
NAA = 0,5 mg/L
4
Daun berkembang menjadi kalus
BAP = 2,0 mg/L
setelah diberi perlakuan dengan menambahkan NAA 0,5 mL dan BAP 2,0 mL. Gambar 4.13 Kalus Batang (Dokumentasi Kelompok 2,
2016)
Batang tumbuh menjadi kalus NAA = 2,0 mg/L
akibat sebagai
4
perlakuan melalui
BAP = 2,0 mg/L
penambahan ZPT NAA:BAP (1:1) Gambar 4.14 Kalus Batang (Dokumentasi Kelompok 5, 2016)
NAA = 2,0 mg/L
1
Eksplan baru mulai tumbuh,
BAP = 0,5 mg/L
belum terlihat menjadi pucuk, kalus, atau akar. Terjadi kontaminasi bakteri pada botol Gambar 4.15 Botol 2 Minggu 1
4 saat pengamatan
(Dokumentasi Pribadi, 2016)
minggu ke 1.
Gambar 4.16 Botol 4 Minggu 1 (Dokumentasi Pribadi, 2016)
Gambar 4.17 Botol 5 Minggu 1 (Dokumentasi Pribadi, 2016)
Gambar 4.18 Botol 7 Minggu 1 (Dokumentasi Pribadi, 2016)
Gambar 4.19 Botol 2 Minggu 4 (Dokumentasi Pribadi, 2016)
Eksplan tampak telah tumbuh menggumpal membentuk kalus,
NAA = 2,0 mg/L 4
terjadi
BAP = 0,5 mg/L
kontaminasi bakteri pada botol 1 saat pengamatan Gambar 4.20 Botol 5 Minggu 4 (Dokumentasi Pribadi, 2016)
Gambar 4.21 Botol 7 Minggu 4 (Dokumentasi Pribadi, 2016)
minggu ke 1.
4.2 Pembahasan Pertumbuhan kultur jaringan pada tiap minggu dalam masingmasing medium berbeda –beda. Pada minggu ke-1 botol 4 terdapat kontaminasi bakteri sehingga tidak lagi diamati pada minggu-minggu selanjutnya, sedangkan pada botol lainnya kondisinya baik-baik saja. Pada minggu ke-2 tidak terdapat tanaman yang terkena kontaminasi bakteri, mulai terlihat daun, akar dan kalus pada masing-masing botol. Pada minggu ke-3 pertumbuhan dari daun, akar dan kalus semakin bertambah dan terlihat jelas bagian daunnya melebar, bagian akarnya terjadi perbanyakan dan pertumbuhan kalus pun semakin menggulung dan melebar. Pada minggu ke-4 botol ke-8 terkena kontaminasi jamur, namun pada
botol-botol
lainnya
pertumbuhan
daun
semakin
melebar,
pertumbuhan akar semakin banyak, pertumbuhan kalus semakin menggulung dan melebar. Jadi pada saat pengamatan, terjadi 2 kali proses kontaminasi, kontaminasi yang pertama terjadi di minggu ke-1 pada botol 4, kontaminasi yang kedua terjadi di minggu ke-4 pada botol 8. Daun berkembang menjadi kalus setelah diberi perlakuan dengan menambahkan NAA 0,5 mL Daun berkembang menjadi kalus saat diberi perlakuan dengan menambahkan NAA dan BAP dengan volume yang sama.dan BAP 2,0 mL Eksplan baru mulai tumbuh, belum terlihat menjadi pucuk, kalus, atau akar. Eksplan tampak telah tumbuh menggumpal membentuk kalus, terjadi kontaminasi jamur pada botol 8 saat pengamatan minggu ke 4 Batang tumbuh menjadi kalus akibat sebagai perlakuan kontrol tanpa penambahan ZPT baik NAA maupun BAP, terlihat perkembangan daun dari tunas yang telah ada Daun berkembang menjadi kalus setelah diberi perlakuan dengan menambahkan NAA 0,5 mL dan BAP 2,0 mL Batang tumbuh menjadi kalus akibat sebagai perlakuan melalui penambahan ZPT
NAA:BAP (1:1) .Eksplan baru mulai tumbuh, belum terlihat menjadi pucuk, kalus, atau akar. Terjadi kontaminasi bakteri pada botol 4 saat pengamatan minggu ke 1. Eksplan tampak telah tumbuh menggumpal membentuk kalus, terjadi kontaminasi bakteri pada botol 1 saat pengamatan minggu ke 1. Auksin dan sitokinin merupakan jenis hormon yang dapat menyebabkan terjadinya pembengkakan pada jaringan eksplan. Analisis sidik ragam (Lampiran 4) menunjukkan bahwa kombinasi zat pengatur tumbuh Naphtalene Acetic Acid (NAA) dan Benzyl Aminopurine (BAP) berpengaruh tidak nyata terhadap waktu pembengkakan (pembesaran sel) eksplan. Waktu pembengkakan eksplan akar dan batang berbeda dengan eksplan daun. Eksplan dari bagian daun membutuhkan waktu yang lebih lama untuk mengalami pembengkakan se. Pembengkakan yang terjadi pada eksplan merupakan suatu proses pertumbuhan awal dengan penyerapan nutrisi dari media yang selanjutnya disertai dengan tahapan proliferasi (perbanyakan sel). Proses ini diduga sangat erat kaitannya dengan kemampuan sel tumbuhan untuk mempertahankan strukturnya. Dinding sel dan plasmalemmanya sedikit demi sedikit mengembang (mengendur) melalui aktifitas metabolik, yang mengakibatkan air masuk ke dalam sel untuk mengisi celah kosong. Serat-serat selulosa penyusun dinding sel disintesis kembali melalui celah-celah yang terbentuk. Hal ini sesuai dengan pernyataan Salisburry dan Ross (1995) dimana auksin dan sitokinin
merupakan
jenis
hormon
yang
dapat
meningkatkan
pembengkakan dinding sel tumbuhan, kemudian menyebabkan masuknya air dan menimbulkan tekanan (turgor) serta mensintesis kembali seratserat selulosa, sehingga sel yang telah membesar tidak dapat mengecil kembali dan terjadi pertumbuhan. Berdasarkan hasil penelitian, kombinasi auksin dan sitokinin pada beberapa konsentrasi menunjukkan pertumbuhan kalus yang optimal. Hal ini sesuai dengan pernyataan Campbell, et al. (2002) bahwa pemberian
auksin saja tanpa sitokinin dalam kultur jaringan hanya menyebabkan selsel akan membesar tanpa proses pembelahan sel, sehingga tidak memberi pengaruh apapun. Namun, jika auksin dan sitokinin digunakan secara bersamaan, maka sel-sel akan membelah diri secara optimal. Ketika konsentrasi kedua zat pengatur tumbuh itu hampir sama, massa sel akan terus bertambah, namun yang tumbuh adalah kalus yang belum mengalami diferensiasi. Pertumbuhan kalus diawali dari bagian pinggir eksplan dan dilanjutkan pada bagian luka yang bersentuhan langsung dengan media. Kalus yang tumbuh pada tiap perlakuan memiliki tekstur yang hampir sama dengan warna hijau. Menurut Sunarno (1992) disitasi oleh Hardiyanto, et al. (2004) warna hijau pada kalus yang pertama terbentuk disebabkan kalus masih membawa sifat asli eksplan. Untuk keseluruhan proses
pertumbuhannya,
eksplan
dari
bagian
akar
dan
batang
menunjukkan waktu pembengkakan eksplan dan kemunculan kalus yang lebih cepat dibandingkan dengan pertumbuhan eksplan dari bagian daun Menurut Sunarno (1992) disitasi oleh Hardiyanto, et al. (2004) kontaminasi merupakan permasalahan mendasar yang sering terjadi pada kultur in vitro. Pada kondisi media yang mengandung sukrosa dan hara, serta kelembaban dan suhu yang relatif tinggi, memungkinkan mikroorganisme serta spora jamur tumbuh dan berkembang dengan pesat. Mikroorganisme penyebab kontaminasi dapat berupa bakteri, fungi, protozoa, serangga, virus dan lain-lain. Kontaminasi oleh fungi ditandai dengan munculnya benang-benang halus yang berwarna putih, yang merupakan miselium fungi. fungi dapat menginfeksi jaringan secara sistemik sehingga lama kelamaan dapat menyebabkan jaringan eksplan akan mati. Selain itu, kontaminasi oleh bakteri ditandai munculnya bercakbercak berlendir pada media atau eksplan. Bercak tersebut biasanya berwarna putih yang merupakan koloni bakteri. Bakteri lebih sulit untuk dideteksi dibandingkan dengan fungi karena dapat masuk ke dalam ruang antar sel. Kontaminasi pada kultur in vitro dapat berasal dari:
·
Udara
·
Eksplan, baik secara eksternal maupun internal.
·
Organisme kecil yang masuk ke dalam media, seperti semut.
·
Botol kultur serta alat-alat yang kurang steril.
·
Lingkungan kerja dan ruang kultur yang kotor.
·
Kecerobohan dalam bekerja. Sebelum sterilisasi media dilakukan, hal-hal yang harus diperhatikan
adalah proses pembuatan media kultur jaringan. Biasakan membersihkan berbagai sarana dalam kegiatan kultur (pipet, botol-botol kultur, dll) dengan
melakukan
sterilisasi
berulang
atau
dibersihkan
dengan
desinfektan. Saat sterilisasi media, penggunaan autoklaf (cuci autoklaf 1minggu sekali) sebaiknya tetap dijaga kestabilan jarum penunjuk suhu dan tekanan. Usahakan jarum tetap pada posisi 121-126ºC dan 1,5 atm selama 25-30 menit dengan cara mengatur nyala api. Setelah media dikeluarkan dari autoklaf sebaiknya karet pada penutup ditambah lagi, kemudian masukkan botol media ke dalam kantong plastik bening yang sebelumnya disemprot alkohol 70% ( Varesa, W., 2010) Jika sterilisasi media telah berhasil dilakukan, hal lain yang perlu diperhatikan agar kontaminasi jauh dari jangkauan adalah lingkungan kerja dan pelaksanaan/cara kerja saat penanaman. Sterilisasi ruangan dilakukan dengan menyemprotkan alkohol 90% dengan hand-sprayer. Sedangkan sterilisasi lantai dengan menggunakan kain pel yang dibasahi dengan Alhol 96%. ( Varesa, W., 2010) Pengangkutan alat-alat ke dalam ruang penabur sebaiknya menggunakan meja dorong, supaya semua peralatan dapat terbawa ke dalam ruangan sekaligus. Dengan cara demikian daun pintu ruangan tidak terlalu sering dibuka sehingga sterilisasi ruangan tetap terjamin. Saat sebelum pelaksanaan penanaman dan saat pelaksanaan penanaman pun, sterilisasi harus dilakukan. Kotak tanam harus disterilisasikan terlebih dahulu dengan menyemprotkan alkohol 70% ke dalamnya. Semua peralatan yang akan dimasukkan ke dalam kotak tanam, terlebih dahulu
disemprot alkohol 70%. Saat pelaksanaan, sterilisasi dilakukan dengan mengelap permukaan kotak tanam dengan alkohol 70%.( Varesa, W., 2010) Dari sekian banyak penyebab kontaminasi, dari eksplanlah yang paling sulit diatasi karena dalam hal ini metode sterilisasi harus selektif. Walaupun sterilisasi telah dilakukan dengan berbagai cara, namun kadangkadang kontaminasi tetap saja terjadi. Dalam hal ini dikarenakan pada eksplan telah terjadi kontaminasi internal. Cara penanggulangannya dilakukan treatment pada tanaman yang akan dijadikan sebagai sumber eksplan. Treatment-nya adalah dengan mengkarantina tanaman induk dengan disemprot bakterisida, fungisida selama 3 bulan setiap hari dengan konsentrasi 150-200 mg/l. Sebelum dilakukan sterilisasi dalam laminar, eksplan dicuci dengan detergen dan eksplan dibilas dengan air hingga benar-benar bersih (Varesa,W.,2010)
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan Kesimpulan dari tujuan praktikum ini adalah : 1. Hasil pertumbuhan bunga krisan dalam medium di setiap minggu nya terjadi peningkatan pertumbuhan diindikasikan dengan terbentuknya batang, akar dan daun, proses pertumbuhan tersebut berbeda di setiap botolnya, namun terdapat juga 2 botol yang terkena kontaminasi yaitu
botol 4 dan botol 8. 2.. Hasil pertumbuhan kultur bunga krisan dalam MS apabila dengan perbandingan NAA : BAP = 1:4 maka pertumbuhan shoot system akan lebih optimal diindikasikan dengan pertumbuhan batang yang optimal. 3. Hasil pertumbuhan kultur bunga krisan dalam MS apabila dengan perbandingan NAA : BAP = 1:1 maka pertumbuhan shoot system dan root system akan sebanding, diindikasikan dengan pertumbuhan batang dan akar yang optimal. 4. Hasil pertumbuhan kultur bunga krisan dalam MS apabila dengan perbandingan NAA : BAP = 4:1 maka pertumbuhan root system akan lebih optimal diindikasikan dengan pertumbuhan akar yang optimal. 5.2 Saran Pada praktikum selanjutnya, praktikan diharapkan lebih efisien terhadap bahan-bahan yang digunakan untuk praktikum. Praktikan juga diharapkan untuk lebih menjaga kebersihan lab dan membereskan barang barang yang digunakan pada saat praktikum sehingga bisa rapih seperti kondisi semula. Kondisi yang steril dibutuhkan pada saat proses pengkulturan agar tidak terjadi kontaminasi terhadap tanaman yang dikultur pada medium. Pada praktikum selanjut nya, praktikan harus dapat bekerja dengan cepat tanggap di dalam lab dan bersungguh-sungguh dalam melakukan praktikum agar setiap langkah percobaan bisa terselesaikan tepat pada waktu yang telah ditentukan . kerjasama yang kompak dibutuhkan dalam sebuah tim, oleh karena itu alangkah baiknya bila kerjsama dalam suatu kelompok lebih ditingkatkan agar langkah kerja pada praktikum dapat terselesaikan tepat pada waktunya. selain itu pula komunikasi yang baik dibutuhkan antar sesama anggota kelompok, anggota anggota kelompok terhadap asisten dan begitu pun sebaliknya, diharapkan untuk praktikum selanjutnya komunikasi pada saat praktikum lebih ditingkatkan agar ilmu dan arahan yang diberikan oleh asisten dapat
tersampaikan ke setiap angota kelompok, dan mempermudah kerja kelompok itu sendiri.
DAFTAR PUSTAKA Abdullah A.A., 1986. Pembudidayaan Tanaman Obat. Warta Penelitian dan Pengembangan Penelitian. Jakarta. Audus, 1963. Plant Growth Substances. Leonard Hill Book. Ltd. London Barnes J, Anderson LA., Phillipson JD, 2007.Herbal Medicines 3rd Ed. Pharmaceutical Press London. Campbell, N. A., J. B. Reece, dan L.G. Mitchell. 2002. Biologi edisi 5, jilid 2. Terjemahan dari Biologi 5th edition, oleh R. Lestari, E. I. M. Adil, N. Anita, Andri, W.F. Wibowo, W. Manulu. Erlangga. Jakarta.
Danoesastro, H. 1980. Pengantar Tumbuhan Dalam Pertanian. Yayasan Pembinaan Fakultas pertanian UGM. Yogyakarta Der Marderosin A, Beutler JA, (eds.), 2005.The Review of Natural Product, 4th Ed. Fact & Comparison.Misouri Folwer, M.W.,1983. Commercial Aplicationand Economic Aspects of Mass Plant Cell Culture. Mantels. S.H., Smith, H (Eds). Plant Biotechnology. Cambridge University. Gunawan, L.W., 1987. Teknik Kultur Jaringan. Laboratorium Kultur Jaringan Tanaman PAU Bioteknologi IPB. Bogor Habir, D. Sukmadjaja dan I. Mariska., 1992. Aplikasi Kultur Jaeingan Dalam Produksi Bibit Pada Beberapa Industri proseding Forum Karya Ilmiah. Balitangtan. Balitbangtri. Bogor. Hardiyanto, A., Solichatun dan W. Mudyantini. 2004. Pengaruh Variasi Konsentrasi Naftalen Asetat terhadap Pertumbuhan dan Kandungan Flavonoid Kalus Daun Dewa (Gynura procumbens (Lour) Merr.). Biofarmasi. 2 (2): 69 – 74 Hartman dan Kester, 1983.Plant propagation Principle and Practise Prentice. Hall Internasional Inc Engelwoods Clifs New Jersy 253-341 Heyne, K. 1987. Tumbuhan Berguna Indonesia III. Badan Penelitian dan Pengembangan Kehutanan. Departemen Kehutanan RI. Jakarta. Katuuk, J. R. P. 1989. Teknik Kultur Jaringan dalam Mikropropagasi Tanaman. DEPDIKBUD, Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi pengembangan Lembaga Pendidikan Tenaga Kependidikan, Jakarta Komar, dkk, 1987. Hasil Penelitian dan Prospek Penggunaan Rootone-F Pada Beberapa Jenis Tanaman Kehutanan. Bogor. Prawiranata, S.H dan Tjondronegoro, 1981. Dasar-Dasar Fisiologi Tumbuhan Jilid II, Fakultas Pertanian. IPB Bogor. Rahardja, P. C. 1995. Kultur Jaringan Dan Teknik Perbanyakan Tanaman Secara Modern. Cetakan VII. Penebar Swadaya, Jakarta. Rahardjo,P.C., 1988. Kultur Jaringan. Etnik Perbanyakan Tanaman Secara Modern. Penebar Swadaya. Jakarta
Salisbury, F. B. dan C. W. Ross. 1995. Fisiologi Tumbuhan edisi IV Jilid III. Terjemahan dari Plant Physiology, oleh D. R. Lukman dan Sumaryono. Penerbit ITB, Bandung Sunarno, B. 1992. Taman Nasional Gunung Gede Pangrango, Herbarium Bogoriense. Puslitbang Biologi LIPI, Bogor. Tong, T.H. dan Hardjito. 1974. Ikhtisar Tentang Kemajuan di Bidang Stimulasi Produksi. Menara Perkebunan Bogor. Varesa, W., 2010. Induksi kalus Daun Pegagan (Centella asiatica L. Urban.) Pada Medium Murashige dan Skoog (MS) dengan Pemberian Beberapa Konsentrasi 2,4-Diklorofenoksiasetat (2,4D) dan Benzyl Aminopurin (BAP).Skripsi Sarjana Biologi. Jurusan Biologi. Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan. Universitas Andalas. Padang