KUALITAS HIDUP PENDERITA KUSTA BERBASIS TEORI HEALTH BELIEF MODELS (HBM) Quality of Life of Leprosy Patients Based on Health Belief Models (HBM) Theory Nur Maziyya, Nursalam, Herdina Mariyanti Fakultas Keperawatan Universitas Airlangga Mulyorejo, Surabaya, Kampus C UNAIR Surabaya Email:
[email protected] ABSTRAK Pendahuluan. Kusta merupakan penyakit infeksi kronik yang berdampak pada kualitas hidup penderita. Saat ini belum ada penelitian spesifik yang menganalisis faktor yang berhubungan dengan kualitas hidup penderita kusta berbasis teori Health Belief Models (HBM). Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis faktor-faktor yang berhubungan dengan kualitas hidup penderita kusta berbasis teori Health Belief Model (HBM) di Puskesmas wilayah Surabaya Utara. Metode. Penelitian ini menggunakan desain deskriptif analitik korelasional dengan pendekatan cross-sectional. Sampel yang digunakan yakni 30 penderita kusta di Puskesmas wilayah Surabaya Utara. Variabel dependen adalah kualitas hidup penderita kusta dan variabel independen berupa persepsi individu berdasar teori HBM. Instrumen untuk pengumpulan data kualitas hidup menggunakan WHOQoL BREF dan instrumen untuk pengumpulan data persepsi individu menggunakan kuesioner yang dijabarkan dari teori HBM. Data dianalisis menggunakan Uji Regresi Logistik (p ≤ 0,05). Hasil. Penderita Kusta di Puskesmas wilayah Surabaya Utara 83,3% memiliki kualitas hidup baik. Ada hubungan antara kualitas hidup dengan persepsi kerentanan (p = 0,013) dan persepsi keseriusan (p = 0,004). Tidak ditemukan hubungan antara kualitas hidup dengan persepsi manfaat (p = 0,638) dan persepsi hambatan (p = 0,334). Persepsi individu kerentanan dan keseriusan dapat menjadi faktor yang mempengaruhi kualitas hidup penderita kusta. Diskusi. Perlu dilakukan penelitian terkait kualitas hidup penderita kusta berbasis teori HBM dengan kuesioner yang telah diuji validitas ulang guna mengetahui faktor-faktor yang berhubungan dengan kualitas hidup penderita kusta. Kata kunci: Kusta, kualitas hidup, Health Belief Model, persepsi individu ABSTRACT Introduction. Leprosy was a chronic infectious disease that affects the quality of life of patients. There was no specific research that analyzed factors related to quality of life of people with leprosy based on Health Belief Models theory (HBM). This study aimed to analyze factors that related to quality of life of people with leprosy based on Health Belief Model theory (HBM) in Public Health Center in North Surabaya. Method. This study used descriptive analytic correlational with cross-sectional approach. Sample were 30 patients with leprosy at public health center in North Surabaya. The independent variabels were individual perceived depend on HBM theory and dependent variabel was Quality of Life of Leprosy patients. The instrument for collecting Quality of life using WHOQOL BREF and for collecting individual perception using a questionnaire derived from HBM theory. Data were analyzed used statistical Logistic Regression test (p ≤ 0.05). Result. People with leprosy in public health care in region of North Surabaya 83.3% had good quality of life. There was correlation between quality of life with perceived susceptibility (p = 0.013) and perceived of seriousness (p = 0.004). There was no correlation that found between quality of life with perceived benefit (p = 0.638) and perceived barriers (p = 0.334). Perceived susceptibility and perceived seriousness could be factors that affect quality of life of people with leprosy. Discussion. It needs to do a research about quality of life of patients with leprosy based on HBM theory using questionnaire that has been tested for validation to determine factors that affect quality of life of patient with leprosy. Keywords: Leprosy, quality of life, Health Belief Model, individual perceptions
WH, Sihombing B 2012) Kondisi tersebut berpengaruh terhadap kualitas hidup, sosial, ekonomi dan psikologi dari penderita kusta di mana penderita kusta akan mengalami stigma dan diskriminasi, tidak diikutsertakan penuh dalam partisipasi sosial, akses ke pelayanan kesehatan dan sosial dibatasi, kesempatan untuk pendidikan rendah, kesempatan untuk menjadi produktif dan bekerja secara
PENDAHULUAN K u s t a a d a l a h i n fe k s i k r o n i s granulamatosa yang disebabkan oleh Mycobacterium leprae terutama menyerang kulit dan saraf perifer (Rodrigues LC 1974) (Rodrigues & Lockwood 2011; Bhat & Prakash 2012). Dampak dari kusta utamanya adalah adanya kerusakan dan kecacatan pada tangan dan kaki (Moschioni C 2010; Van Brakel 96
Kualitas Hidup Penderita Kusta (Nur Maziyya, dkk.) kualitas hidup pada penderita kusta masih ditemukan. Peneliti melakukan wawancara pada 3 penderita kusta di Puskesmas wilayah Surabaya Utara, ditemukan adanya penurunan kualitas hidup yang belum diketahui secara pasti penyebabnya. Penurunan kualitas hidup khususnya ditemukan pada kesehatan fisik dan psikologis di mana penderita mengalami gangguan tidur, adanya rasa sakit dan ketidaknyamanan, serta takut dikucilkan dari lingkungan. Penderita kusta pada umumnya akan mengalami kerusakan saraf perifer progresif yang menyebabkan kerusakan penglihatan, keterbatasan aktivitas fisik, dikucilkan dari lingkungan sosial dan penurunan kulitas hidup (Rodrigues LC 1974; Van Veen NH; Nicholas PG; Smith WC & Richardus JH 2008). Penelitian tentang kualitas hidup penderita kusta yang dilakukan oleh Manker, J. M., Sumedha, J. M., Deepa, V. H. & Mhatre (2011) menunjukkan bahwa skor kualitas hidup penderita kusta lebih rendah dibandingkan kualitas hidup bukan penderita kusta. Faktorfaktor yang mempengaruhi kualitas hidup penderita kusta antara lain jenis kusta yang diderita (An 2009) derajat kecacatan akibat kusta, distres psikologis dan keterbatasan aktivitas akibat komplikasi kusta (Santos 2015) kondisi tempat tinggal dan adanya isolasi dari lingkungan serta adanya stigma yang dialami oleh penderita (Rahayunuingsih 2012). Teori Healh Belief Models (HBM) mengemukakan bahwa keyakinan pribadi atau persepsi tentang penyakit seorang invidu akan mempengaruhi perilaku kesehatannya. Keyakinan pribadi atau persepsi tentang penyakit tersebut terdiri dari persepsi kerentanan, persepsi keseriusan, persepsi manfaat dan persepsi hambatan yang kesemuanya dapat dipengaruhi oleh faktor pemodifikasi berupa umur, jenis kelamin, tingkat pendidikan dan juga penghasilan. Keempat persepsi tersebut dimungkinkan dapat menjadi faktor yang mempengaruhi kualitas hidup penderita kusta. Edukasi tentang k ualitas hidup dianggap penting karena kualitas hidup merupakan persepsi individu tentang posisinya dalam kehidupan, budaya, sistem nilai yang
mandiri rendah serta pembatasan dalam hak kependudukan dan politik (Tsutsumi A, Izutsu T 2007; Van Brakel WH, Sihombing B 2012). Health Belief Model (HBM) adalah suatu teori berdasar konsep asli bahwa perilaku kesehatan ditentukan oleh keyakinan pribadi atau persepsi tentang penyakit dan strategi yang tersedia untuk mengurangi terjadinya penyakit. Keyakinan pribadi dan persepsi tentang penyakit dalam teori tersebut dimungkinkan juga dapat menjadi faktor yang mempengaruhi kualitas hidup yang dirasakan oleh penderita kusta. Di Indonesia, peneliti belum menemukan penelitian tentang faktor yang berhubungan dengan kualitas hidup penderita kusta berbasis teori Health Belief Models (HBM). World Healht Organization (WHO) menyatakan bahwa prevalensi penyakit kusta di dunia pada akhir tahun 2013 tercatat 180.618 kasus, sedangkan kasus baru tercatat sejumlah 215.656 kasus. Indonesia berada di urutan ke-8 negara endemik penyakit kusta di dunia setelah India. Penemuan kasus baru mengindikasikan adanya penyebaran yang berkelanjutan dari infeksi penyakit kusta (WHO 2015). Menurut Pusat Data dan Informasi Kementerian Kesehatan RI (Pusdatin), profil kesehatan di Indonesia prevalensi kusta berkisar antara 0,79 hingga 0,96 per 10.000 penduduk dengan penemuan kasus baru sebesar 6,79 per 100.000 penduduk (16.856 jiwa) pada tahun 2013 (Kemenkes 2007). Jawa Timur merupakan provinsi di Indonesia dengan beban kusta paling tinggi yakni ditemukannya kasus baru sebanyak 4.132 jiwa (10,80% per 100.000 penduduk) pada tahun 2013. Jumlah tersebut meningkat dari tahun sebelumnya yakni pada tahun 2012 kasus baru yang ditemukan berjumlah 3.576 jiwa (9,41% per 100.000 penduduk) (Kemenkes 2007). Kesehatan Kota Surabaya, prevalensi tertinggi kasus Kusta berada di wilayah Surabaya Utara dengan jumlah kasus pada tahun 2015 sebanyak 39 kasus yang tersebar di 10 Puskesmas dan sekarang sedang aktif menerima Multi Drug Therapy (MDT). Jumlah tersebut turun dari tahun sebelumnya yakni lebih dari 45 kasus. Meskipun jumlah kasus menurun, namun masalah terkait 97
Jurnal INJEC Vol. 1 No. 1 Juni 2016: 96–102 Surabaya Utara. Penelitian ini merupakan penelitian non-eksper imen, sehingga memper timbangkan k r iter ia populasi homogenitas untuk mengendalikan variabel. Dari studi pendahuluan yang telah dilakukan, populasi dalam penelitian ini berjumlah 39 responden. Besar sampel penelitian adalah semua responden yang memenuhi kriteria inklusi dan eksklusi yakni sebanyak 30 responden. Variabel independen pada penelitian ini adalah persepsi individu menurut teori Health Belief Models (HBM) yakni persepsi kerentanan, persepsi keseriusan, persepsi manfaat dan persepsi hambatan dengan variabel dependen kualitas hidup pada penderita kusta. Pengumpulan data kualitas hidup menggunakan kuesioner WHOQoLBREF sedangkan data persepsi individu menggunakan kuesioner pengembangan dari teori HBM. Hasil dianalisis menggunakan uji Regresi Logistik dengan nilai signifikansi p≤0,05.
erat hubungannya dengan tujuan hidup, harapan dan standar hidup mereka (WHO 1997) serta mencakup aspek yang kompleks dalam kehidupan yakni masalah kesehatan fisik, status psikologik, tingkat kebebasan, hubungan sosial dan lingkungan di mana mereka tinggal. Upaya yang dapat dilakukan untuk mengatasi adanya perubahan kualitas hidup diantaranya yakni dengan mencegah atau mengurangi faktor-faktor penyebabnya seperti menghilangkan stigma yang ada pada masyarakat, memberikan kesempatan yang sama pada penderita kusta untuk bersosialisasi dengan lingkungan, mencegah terjadinya komplikasi akibat kusta serta memaksimalkan peran promotif, preventif dan rehabilitatif perawat dalam mencegah penularan dan terjadinya kecacatan akibat kusta. METODE Desain penelitian yang digunakan adalah deskriptif analitik korelasional dengan pendekatan cross-sectional. Teknik sampling yang digunakan adalah purposive sampling dengan kriteria inklusi penderita kusta yang berusia lebih dari sama dengan 18 tahun dengan tipe kusta Multibasilar (MB). Penelitian ini dilaksanakan pada Januari 2016 yang bertempat di 10 Puskesmas wilayah
HASIL Tabel 1 menunjukkan bahwa kualitas hidup penderita kusta paling baik pada domain hubungan sosial dengan distribusi responden sebanyak 25 orang (83,3%), sedangkan domain
Tabel 1. Kualitas Hidup Penderita Kusta di Puskesmas Wilayah Surabaya Utara No 1 2 3 4
Domain Kesehatan fisik Psikologis Hubungan sosial Lingkungan Total
Baik f 21 24 25 24 25
Kurang % 70,0 80,0 83,3 80,0 83,3
F 9 6 5 6 5
% 30,0 20,0 83,3 80,0 16,7
Total f 30 30 30 30 30
% 100 100 100 100 100
Tabel 2. Hubungan Persepsi Individu dengan Kulitas Hidup Penderita Kusta di Puskesmas Surabaya Utara No 1 2 3 4
Kualitas Hidup Penderita Kusta Persepsi Kerentanan Persepsi Keseriusan Persepsi Manfaat Persepsi Hambatan
Regresi Koefisien Regresi (B) 0,928 1,233 -0382 -1,564
98
Sig. (p) 0,013 0,004 0,638 0,334
Keterangan Signifikan Signifikan Tidak signifikan Tidak signifikan
Kualitas Hidup Penderita Kusta (Nur Maziyya, dkk.) dengan teori Health Belief Model (HBM) oleh Rosenstock (1974) di mana seharusnya kualitas hidup penderita kusta rendah apabila persepsi kerentanan yang dirasakan rendah, namun pada penelitian ditemukan bahwa kualitas hidup penderita kusta baik pada kondisi persepsi kerentanan yang dirasakan rendah. Rendahnya persepsi kerentanan yang dirasakan penderita kusta tidak tepat karena pada dasarnya kusta merupakan penyakit yang dapat menular dengan kontak yang lama. Orang yang sangat beresiko tertular kusta adalah keluarga yang tinggal serumah dengan penderita. Kurang tepatnya persepsi kerentanan yang dirasakan penderita, menurut Rosenstock (1974) dapat dipengaruhi oleh faktor-faktor pemodifikasi yang salah satunya yakni faktor pemodifikasi demografi yang terdiri dari jenis kelamin, umur, pendidikan dan pendapatan. Hasil penelitian tersebut tidak sesuai dengan teori Health Belief Models (HBM) karena hasil uji statistik tidak ditemukan ada hubungan antara faktor pemodifikasi demografi dengan persepsi individu. Coe (2012) menyatakan bahwa tidak ada hubungan signifikan antara faktor demografi dengan persepsi individu dalam penerimaan vaksin H1N1. Hasil penelitian yang dilakukan Coe sejalan dengan hasil penelitian ini dimana tidak ditemukan adanya hubungan signifikan antara faktor pemodifikasi demografi dengan persepsi individu. Persepsi individu yang dirasakan penderita kusta tidak hanya dipengaruhi oleh faktor pemodifikasi demografi, ketersediaan informasi yang cukup juga diperlukan untuk menambah pengetahuan penderita agar penderita dapat lebih tepat dalam mempersepsikan kondisi kesehatannya.
terbawah yakni kesehatan fisik dengan distribusi responden sebanyak 21 orang (70%). Mayoritas penderita kusta menunjukkan kualitas hidup yang baik yakni sebanyak 25 orang (83,3%). Tabel 2 menunjukkan bahwa persepsi individu yang memiliki hubungan signifikan dengan kualitas hidup penderita kusta yakni persepsi kerentanan dan persepsi keseriusan. Persepsi kerentanan memiliki hubungan dengan skor p = 0,013 (p-value ≤ 0,05) dengan koefisien regresi sebesar 0,928, sedangkan persepsi keseriusan memiliki hubungan dengan skor p = 0,004 dan koefisien regresi sebesar 1,233. PEMBAHASAN Hubungan Persepsi Individu: Persepsi Kerentanan dengan Kualitas Hidup Penderita Kusta Hasil penelitian yang telah dilakukan, ditemukan bahwa terdapat hubungan antara persepsi kerentanan dengan kualitas hidup penderita kusta di Puskesmas wilayah Surabaya Utara. Kualitas hidup penderita kusta berada pada kondisi baik dengan persepsi kerentanan penyakit kusta yang dirasakan penderita rendah. Persepsi kerentanan yang dirasakan penderita kusta di Puskesmas Surabaya Utara rendah karena penderita merasa bahwa lingkungan mereka aman dan tidak berada dalam kondisi yang dapat menyebabkan mereka sakit. Rosenstock (1974) menyatakan dalam teori Health Belief Model (HBM) bahwa persepsi kerentanan merupakan perasaan individu di mana mereka beresiko terhadap suatu kondisi sehingga merasa terancam. Individu akan berperilaku untuk mencari pengobatan apabila ia merasa rentan terhadap suatu masalah. Hal tersebut berlaku juga bagi penderita kusta di mana penderita yang merasa rentan akan mencari pengobatan untuk mencegah memburuknya kondisi kesehatannya, sehingga apabila kondisi kesehatannya dapat dipertahankan maka kualitas hidup yang dimiliki penderita kusta akan baik. Hasil penelitian tersebut tidak sesuai
Hubungan Persepsi Individu: Persepsi Keseriusan dengan Kualitas Hidup Penderita Kusta Persepsi keseriusan memiliki hubungan bermakna dengan kualitas hidup penderita kusta di Puskesmas wilayah Surabaya Utara, di mana penderita dengan persepsi keseriusan tinggi memiliki kualitas hidup yang baik.
99
Jurnal INJEC Vol. 1 No. 1 Juni 2016: 96–102 pada keempat domain kualitas hidup tidak ada yang mencakup persepsi manfaat. Menurut Rosenstock (1974), persepsi manfaat lebih berkaitan dengan tindakan apa yang akan dilakukan untuk mengurangi atau mencegah ancaman yang dirasakan. Persepsi manfaat yang dirasakan penderita kusta tidak secara langsung berpengaruh terhadap kualitas hidup, akan tetapi persepsi manfaat lebih berpengaruh terhadap tindakan yang akan dilakukan oleh penderita semisal tindakan kepatuhan berobat.
Rosenstock (1974) dalam Health Belief Models (HBM) menyatakan bahwa persepsi keseriusan dapat dilihat dari derajat keparahan maupun dampak yang ditimbulkan dari suatu penyakit. Dampak tersebut dapat dilihat dari segi fisik berupa ketidaknyamanan, kecacatan bahkan kematian maupun emosinal yang mencakup dampak sosial lingkungan, pekerjaan dan teman sebaya. Rosenstock (1974) menyatakan bahwa seseorang akan mencari pengobatan atau mencegah penyakit apabila ia merasa bahwa penyakitnya tersebut parah. Penderita kusta yang memiliki persepsi keseriusan positif, maka akan berusaha mencari pengobatan guna mencegah terjadinya kecacatan dan kematian, karena kecacatan merupakan salah satu faktor yang dapat mempengaruhi kualitas hidup penderita kusta. Santos (2015) menyatakan bahwa keterbatasan aktivitas fisik memiliki hubungan dengan kualitas hidup penderita kusta khususnya dalam domain kesehatan fisik dan lingkungan. Hasil penelitian didapatkan bahwa kualitas hidup penderita kusta berada dalam kondisi baik khususnya pada domain hubungan sosial. Hal ini terjadi karena sebagian besar penderita kusta merahasiakan kondisi kesehatannya dari teman sebaya dan lingkungan sekitar, sehingga pada domain hubungan sosial, penderita kusta memiliki nilai yang tinggi.
Hubungan Persepsi Individu: Persepsi Hambatan dengan Kualitas Hidup Penderita Kusta Berdasar hasil penelitian, ditemukan bahwa tidak terdapat hubungan antara persepsi hambatan dengan kualitas hidup penderita kusta. Mayoritas penderita kusta memiliki kualitas hidup yang baik dengan persepsi hambatan positif. Rosenstock (1974) menyatakan bahwa persepsi hambatan merupakan suatu kemauan yang berkaitan erat dengan biaya, risiko cidera, kesulitan dan waktu yang digunakan. Persepsi ini tidak berhubungan langsung dengan faktor yang mempengaruhi kualitas hidup, namun merupakan faktor penting yang mempengaruhi keinginan seseorang untuk mengambil suatu tindakan. Dari tindakan yang diambil inilah kemudian dapat dihubungkan dengan kualitas hidup. Pada penderita kusta, tindakan pemeriksaan dan pengobatan secara rutin sangat diperlukan untuk mencegah kecacatan, sedangkan kecacatan merupakan faktor yang mempengaruhi kualitas hidup penderita kusta. Tingkat kecacatan mempengaruhi kualitas hidup penderita kusta. Secara keseluruhan, hasil penelitian ini menemukan bahwa kualitas hidup penderita kusta di Puskesmas wilayah Surabaya Utara dalam kategori baik (83,3%). Hasil penelitian berbeda dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Rahayunuingsih (2012) di mana pada penelitian tersebut ditemukan sebagian besar penderita kusta memiliki kualitas hidup kurang di Puskesmas Kedaung Wetan kota Tangerang.
Hubungan Persepsi Individu: Persepsi Manfaat dengan Kualitas Hidup Penderita Kusta Berdasar hasil penelitian, didapatkan bahwa tidak ada hubungan signifikan antara persepsi manfaat dengan kualitas hidup penderita kusta. Penderita kusta dengan persepsi manfaat positif dan negatif samasama memiliki kualitas hidup yang baik. Rosenstock (1974) dalam teori Heath Belief Model (HBM) menyatakan bahwa persepsi manfaat merupakan perasaan di mana individu akan mendapat keuntungan dari tindakan yang diambil untuk mencegah ancaman. Persepsi manfaat tidak berhubungan dengan kualitas hidup penderita kusta karena
100
Kualitas Hidup Penderita Kusta (Nur Maziyya, dkk.) Van Brakel WH, Sihombing B, D.H., 2012. ’Disability in people affected by leprosy: the role of impairment, activity, social participation, stigma and discrimination. Global Health Action, 5. Coe, A.P., 2012. ’The Use of The Health Belief Model to Assess Predictors of Intent to Receive the Novel (2009) H1N1 Influenza Vaccine. Innovations in pharmacy, 3(2). Kemen kes, 2007. Pedoman Nasional Pengendalian Penyakit Kusta. Jakarta: Direktorat Jenderal Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. Manker, J. M., Sumedha, J. M., Deepa, V. H. & Mhatre, K.R., 2011. ’A Comparative Study of Quality of Life, Knowledge, Attitude and Belief About Leprosy Disease Among Leprosy Patients and Community Members in Shantivan Leprosy Rehabilitation Centre, Nere, Maharashtra, India. Journal of Global Infectious Diseases, 3(4). Moschioni C, de F.A.C., 2010. Risk factors for physical disability at diagnosis of 19,283 new cases of leprosy. Revista da Sociedade Brasileira de Medicina Tropical, 43, pp. 19–22. Rahayunuingsih, 2012. Analisis Kualitas Hidup Penderita Kusta di Puskesmas Kedaung Wetan Kota Tangerang. Universitas Indonesia. Rodrigues LC, L.D., 1974. Historical orgins of the Health Belief Model. In M. Becker. “The Health Belief Model and Personal Health Behavior,” New Jarsey: Charles B. Slack, INC. Rosenstock, I.., 1974. Historical orgins of the Health Belief Model. In M. Becker. In “The Health Belief Model and Personal Health Behavior.” New Jarsey: Charles B. Slack, INC. Santos, S. V, 2015. Functional Activity Limitation and Quality of Life of Leprosy Cases in an Endemic Area in Northeastern Brazil, PLOS Neglected Tropical Diseases.
SIMPULAN Penderita Kusta di Puskesmas wilayah Surabaya Utara 83,3% memiliki kualitas hidup baik. Persepsi individu kerentanan dan keseriusan dapat menjadi faktor yang mempengaruhi kualitas hidup penderita kusta. SARAN Hasil penelitian ini dapat meningkatkan informasi dan kajian perawat komunitas, sehingga dapat membantu perawat dalam merencanakan intervensi yang tepat untuk mempertahankan dan mencegah penurunan kualitas hidup pada penderita kusta. Puskesmas disarankan untuk memberikan edukasi dan melakukan survei kontak pada keluarga penderita sebagai upaya preventif penularan kusta serta memberikan penyuluhan/pendidikan kesehatan tentang kusta dan kualitas hidup penderita kusta guna meningkatkan pengetahuan tentang faktorfaktor yang mempengaruhi kualitas hidup dan pentingnya mempertahankan kualitas hidup bagi penderita dan keluarga. Hasil penelitian ini dapat meningkatkan pengetahuan penderita kusta tentang faktorfaktor yang mempengaruhi kualitas hidup penderita, sehingga penderita disarankan untuk mencari informasi mengenai faktorfaktor yang berhubungan dengan kualitas hidup penderita kusta melalui puskesmas tempat penelitian. Perlu dilakukan penelitian terkait kualitas hidup penderita kusta berbasis teori HBM dengan kuesioner yang telah diuji validitas ulang, serta penelitian terkait faktor yang berhubungan dengan kualitas hidup penderita kusta berbasis teori lain guna mengetahui faktor-faktor yang berhubungan dengan kualitas hidup penderita kusta KEPUSTAKAAN An, 2009. Quality of Life in Patient with Lepromatous Leprosy in China. Journal compilation Eeuropean Academy of Dermatology and Venereology.
101
Jurnal INJEC Vol. 1 No. 1 Juni 2016: 96–102 Tsutsumi A, Izutsu T, K., 2007. ’The quality of life, mental health and perceived stigma of leprosy patients in Bangladesh. Social Science and Medicine, 64, pp. 2443– 2453. Van Veen NH; Nicholas PG; Smith WC & Richardus JH, 2008. Corticosteroids for treating nerve damage in Leprosy.
A Cochrane review. Lepr Rev, 79, pp. 361–371. WHO, 2015. Leprosy’. Fact sheet Leprosy. Available at: http://www.who.int/ med iacent re/fact sheet s/fs101/en / [Accessed October 25, 2015]. WHO, 1997. WHOQOL Measuring Quality of Life. Issue Quality of Life, p. 3.
102