Kota Blitar : Mewujudkan Harmoni Kota Oleh : Redaksi Butaru Tak lama setelah memasuki Kota Blitar, seketika kita akan merasakan rasa tenang, damai, dan udara segar yang jauh dari polusi – yang biasa kita rasakan pada kota- kota besar Indonesia yang penuh dengan gedung perkantoran, pusat perbelanjaan, pemerintahan, asap kendaraan dan aktivitas industri. Di balik kesunyian dan ketenangannya, Kota Blitar menyimpan sejarah bagi Bangsa Indonesia. Kota kecil di Jawa Timur ini merupakan tempat awal mula perlawanan Bangsa Indonesia terhadap Jepang di bawah kepemimpinan Suprijadi, yang kemudian meluas ke wilayah lainnya. Untuk tetap mengenang sejarah dan jasa pahlawan tersebut, maka Kota Blitar memiliki sebutan sebagai Kota PETA (Pembela Tanah Air) dan lebih dikenal dengan Kota Patria. Di Kota Patria ini jugalah lahir calon pemimpin Indonesia. Pada tanggal 6 Juni 1901 lahirlah seorang putra bangsa yaitu, Ir. Soekarno, Presiden pertama Republik Indonesia. Melalui kepemimpinannya, beliau melepaskan Bangsa Indonesia dari belenggu penjajahan dan mengantarkan Bangsa Indonesia ke pintu gerbang kemerdekaan. Empat puluh tahun kemudian, tepatnya 25 Februari 1942, kembali lahir calon pemimpin negara yaitu Prof.Dr. Boediono, M.Ec yang saat ini menjadi wakil presiden RI. Wakil presiden bukan jabatan kenegaraan pertama yang pernah Budiono raih selama perjalanan hidupnya. Beberapa posisi di dalam kabinet pernah didudukinya, juga prestasinya, membuat banyak orang yang menjulukinya dengan The Man To Get The Job. Kota Patria yang menyimpan banyak sejarah dan melahirkan pemimpin bangsa tentunya tidak hanya sekedar cerita, julukan, atau sejarah yang cukup dikenang saja. Tonggak sejarah tersebut dapat dijadikan sebagai titik awal dan pemicu pembangunan Kota Blitar yang lebih baik dengan pimpinan yang membimbing pembangunan Kota Blitar ke arah pembangunan yang berkelanjutan. Ada berbagai macam pemahaman mengenai pembangunan berkelanjutan. Secara umum pembangunan berkelanjutan merupakan perubahan positif sosial dan ekonomi dengan tidak mengabaikan lingkungan tempat
manusia hidup di dalamnya. Dengan kata lain terjadinya keseimbangan pembangunan dari aspek sosial, ekonomi, dan lingkungan. Pemahaman tersebut senada dengan definisi pembangunan berkelanjutan yang terdapat di dalam UU No.23 Tahun 1997 mTentang Pengelolaan Lingkungan Hidup yang menyatakan bahwa pembangunan berkelanjutan yang berwawasan lingkungan hidup adalah upaya sadar dan terencana dalam proses pembangunan, berbasis lingkungan hidup untuk menjamin mutu hidup generasi masa kini, meningkatkan kesejahteraan masyarakat yang merupakan tolok ukur keberhasilan suatu pembangunan dan generasi masa depan. Saat ini, pembangunan yang berkelanjutan merupakan suatu tuntutan dan perhatian Penataan Ruang seluruh wilayah di Indonesia, mengingat pembangunan akan terus berjalan tetapi ketersediaan ruang semakin terbatas. Pembangunan yang berkelanjutan merupakan salah satu amanat di dalam UU 26 Tahun 2007 Tentang Penataan Ruang, yang menyebutkan “Penyelenggaraan Penataan Ruang bertujuan untuk menujudkan ruang wilayah nasional yang aman, nyaman, produktif, dan berkelanjutan.” Mengingat pentingnya konsep pembangunan berkelanjutan sebagaimana yang telah diamanatkan di dalam UU 26 Tahun 2007 di atas, Pemerintah Kota Blitar telah menjadikan pembangunan berkelanjutan sebagai latar belakang penyusunan RPJM Kota Blitar Tahun 2005-2025. Di dalam RPJM ini disebutkan bahwa pembangunan yang berkelanjutan diawali suatu komitmen dan konsistensi dari berbagai pemangku kepentingan dalam menggunakan dan menjaga keberlanjutan sumber daya alam yang digunakan untuk keberlangsungan hidup saat ini dan untuk generasi yang akan datang. Untuk menjaga keberlangsungan jalannya pembangunan berkelanjutan, maka Pemerintah Kota Blitar menggunakan manajemen pembangunan berkelanjutan yang dijadikan sebagai pegangan untuk pelaksanaannya. Manajemen ini mengedepankan perencanaan cermat yang melihat kebutuhan saat ini dan yang akan datang, dan dilaksanakan secara efektif, efisien, konsisten sebagaimana yang telah ditetapkan, serta dilakukan evaluasi secara berkala dan insidental berdasarkan indikator sasaran dan batas waktu yang telah ditentukan. Pembangunan berkelanjutan telah membawa Blitar menjadi peringkat pertama di dalam Penghargaan Penilaian Kinerja Perangkat Daerah Pekerjaan Umum (PKPD PU) Bidang Penataan Ruang Yang Berkelanjutan pada 2010. Penilaian yang dilakukan oleh para juri ini meliputi aspek sosial, ekonomi, dan lingkungan yang saling terkait erat. Terdapat suatu keunikan di dalam sistem perekonomian Kota Blitar, Pemerintah Kota Blitar menggunakan sistem ekonomi mikro untuk menggerakan perekonomian kota dengan menjadikan masyarakat sebagai pelaku utama perekonomian. Bentuk dukungan pemerintah kota ini antara lain penyediaan lokasi
dan tenda untuk pedagang kaki lima. Selain itu pemerintah kota juga membatasi calon investor yang akan membangun mal, swalayan besar, dan pewara lab, dengan tujuan untuk tetap menghidupkan aktivitas perdagangan masyarakat setempat. Di beberapa wilayah perkotaan, sejak berdirinya hypermart atau sejenisnya, banyak masyarakat lebih memilih untuk berbelanja di hypermart dengan faktor kelengkapan dan kenyamanan. Hal ini mengakibatkan penurunan pendapatan bagi pedagang kaki lima dan para pedagang di pasar tradisional. Kondisi ini merupakan suatu ancaman bagi para pedagang kecil, bahkan dapat mematikan usaha mereka. Limbah Yang Berasal Dari Pabrik Tahu dan Tempe Sistem ekonomi mikro yang dipilih oleh Pemerintah Kota Blitar merupakan pilihan yang tepat bagi masyarakat Kota Blitar. Dengan adanya sistem ini, masyarakat secara tidak langsung dididik pemkot setempat untuk dapat berusaha mandiri. Selain itu, sistem ini juga diyakini dapat menekan jumlah pengangguran kota. Konsep ekonomi mikro yang digunakan di Kota Blitar ini dapat dikatakan unik. Mengapa demikian? Karena tidak semua kota di Indonesia dapat mencontoh dan menggunakan konsep ini, khususnya kota di Indonesia yang identik dengan pusat perbelanjaan dan perdagangan kelas (cenderung) menengah ke atas. Semakin besar pusat dan aktivitas perdagangan di dalam kota tersebut, dapat mencerminkan keberhasilan di sektor perekonomian. Paradigma tersebut tentunya sangat sangat bertolak belakang dengan Kota Blitar. Akan tetapi batasan penetrasi investor hanya berlaku untuk mendirikan hypermart dan pewara laba saja. Kota Blitar juga memerlukan calon investor yang menanamkan modalnya di kota ini dalam rangka meningkatkan dan menjaga kestabilan pertumbuhan ekonomi. Pada tahun 2011 pemerintah kota menargetkan pertumbuhan ekonomi sebesar 10% dengan merencanakan pembangunan pabrik gula. Jika melihat perkembangan PDRB Kota Blitar tahun 2004-2008, sektor perdagangan, hotel dan restoran memberikan paling kontribusi yang besar jika dibandingkan dengan sektor lainnya. Bahkan berdasarkan prediksi di dalam RPJM Kota Blitar Tahun 20052025, disebutkan bahwa sektor perdagangan masih berperan besar di dalam PDRB Kota Blitar. Jika melihat prediksi PDRB Kota Blitar hingga tahun 2025, tergambar bila perekonomian Kota Blitar menunjukan perkembangan yang positif dan tiap tahunnya selalu meningkat. Akan tetapi ada beberapa hal yang harus diwapadai untuk ke depannya yaitu, ancaman perubahan iklim yang merupakan isu global yang hingga saat ini masih.
Tentunya kondisi ini sangat berpengaruh terhadap penyediaan bahan baku industri, terutama kerajinan bubut kayu yang merupakan salah satu produk andalan. Isu global ini mendorong pemerintah kota untuk mengambil langkah antisipatif yang dituangkan di dalam kebijakan dan dilanjutkan dengan program kerja yang juga merupakan bentuk dari pembangunan berkelanjutan dari aspek lingkungan, sebagaimana yang telah dilakukan di lingkup Nasional bahkan Internasional. Program Kampung Iklim, atau yang disingkat dengan Proklim merupakan suatu program yang diluncurkan Kementerian Lingkungan Hidup dalam rangka mengurangi gas emisi nasional sebesar 26% sampai dengan tahun 2020 sebagaimana amanat Presiden SBY dalam pertemuan G-20 pada tahun 2009 di Pittsburgh. Proklim ini melibatkan pertisipasi aktif masyarakat dalam melakukan langkah adaptasi dan mitigasi perubahan iklim secara terintegrasi, yang mempertimbangkan kearifan lokal dan mencakup serangkaian kegiatan perencanaan sosialisasi, fasilitasi, pengawasan, evaluasi, dan penilaian. Sebagaimana yang telah dikatakan di atas, Kota Blitar merupakan kota yang jauh dari pencemaran udara. Akan tetapi untuk pencemaran dan polusi udara akibat dari aktivitas industri rumah tangga tidak dapat dihindari, walaupun masih tergolong kecil. Kelurahan Pakunden yang terletak di Kecamatan Sukorejo, contohnya, memiliki berbagai macam masalah pencemaran lingkungan yang diakibatkan oleh aktivitas industri rumah tangga tahu dan tempe, aktivitas peternakan. Sanitasi yang tidak baik juga menambah pencemaran lingkungan. Dengan dilatarbelakangi permasalahan lingkungan tersebut maka terpilihlah Kelurahan Kapunden menjadi salah satu daerah percontohan untuk proklim untuk tahun 2011 ini. Di dalam rencana kerja proklim ini ada beberapa langkah yang bertujuan mewujudkan Kelurahan Pakunden yang ramah lingkungan. Diawali dengan pembangunan talud untuk perlindungan Mata Air Sumberwayuh dan Sumberjaran, kemudian dilakukan pula pembangunan tempat pengolahan limbah tahu akhir di aliran Sumberwayuh, program bakti sosial pembersihan sungai, sampai dengan penanaman bibit pohon rambutan, bibit suren, dan bibit buah kelengkeng. Untuk memperbaiki sistem sanitasi, masyarakat diberikan bantuan berupa pembagian gerobak di masing-masing RW, tong sampah, pembangunan tempat pengolahan akhir tahu, perlindungan mata air, dan penghijauan kota. Diharapkan kegiatan proklim ini dapat
berjalan optimal, sesuai dengan rencana dan target, sehingga dapat dijadikan sebagai salah satu daerah yang berhasil menanggapi isu perubahan iklim. Selain itu, kegiatan ini dapat dikatakan sebagai wujud pembangunan berkelanjutan Kota Blitar yang tetap memperhatikan keseimbangan lingkungan di dalam kegiatan pembangunan. Dalam rangka mewujudkan Kota Blitar yang berkelanjutan dan berwawasan lingkungan, pemerintah kota memiliki beberapa tantangan dan target yang hendaknya dapat diwujudkan, yaitu peningkatan pelayanan sanitasi, pemantapan sistem lingkungan yang aman, lestari, dengan mewujudkan Ruang Terbuka Hijau (RTH) sebesar 30 persen sesuai dengan amanat UU No 26 Tahun 2007 Tentang Penataan Ruang yang saat ini telah tertuang di dalam Raperda RTRW Kota Blitar. Selain melibatkan masyarakat setempat, tidak menutup kemungkinan pemerintah kota untuk melakukan kerja sama dengan pihak swasta dalam rangka mewujudkan Kota Blitar yang lestar pariwisata. Upaya menjadikan Kota Blitar juga terlihat pada sector Peningggalan bersejarah Bangsa Indonesia di Kota Blitar yang dikelola pemkot bahkan Negara. ini sangat menarik untuk dikunjungi sebagai tempat rekreasi. Tempat bersejarah seperti kawasan situs Kota Blitar, yang meliputi makam, museum, rumah sang Proklamator, Candi Panataran yang telah didaftarkan ke UNESCO pada tahun 1995, merupakan potensi pariwisata yang dapat memberikan kontribusi terhadap PDRB Kota Blitar. Dengan adanya aktivitas pariwisata, maka terbentuklah lapangan usaha yang dapat menyejahterakan masyarakat Kota Blitar. Kondisi ini mendukung kegiatan pemerintah kota dalam rangka menuntasan kemiskinan masyarakat Kota Blitar. Adapun usaha yang dilakukan dalam rangka penuntasan kemiskinan antara lain dengan membentuk Tim Koordinasi Penuntasan Kemiskinan (TKPK), gerakan perang melawan kemiskinan (GPMK), menyediakan lapangan pekerjaan, program anggaran satu milyar untuk kelurahan yang telah dilaksanakan secara bertahap dimulai pada awal tahun 2011. Diharapkan dengan program tersebut mampu menurunkan angka kemiskinan sebesar dua hingga tiga persen. Maka jelas kegiatan pariwisata memberikan dampak yang sangat positif bagi keberlanjutan perekonomian dan sosial di Kota Blitar. Karena pada akhirnya, keberlangsungan sebuah kota dilihat dari kesejahteraan dan kualitas hidup masyarakatnya. (mpb)