KONTRAK PERKULIAHAN Mata Kuliah/SKS Pengajar
: Kewirausahaan/3 : Maman Fathurochman
DESKRIPSI MATA KULIAH Sudah bukan rahasia umum bahwa Usaha Kecil dan Menengah (UKM) atau disebut juga Usaha Mikro, Kecil dan Mengengah (UMKM), sangat besar memberikan kontribusi bagi perekonomian Indonesia. Kelompok yang semuanya merupakan para entrepreneur ini bahkan mampu bertahan pada saat kondisi bangsa mengalami krisis beberapa tahun yang lalu. Data BPS menunjukkan bahwa sampai akhir 2006 sebanyak 48,258 juta atau sekitar 99,99% unit usaha yang ada di Indonesia tergolong dalam kelompok UMKM. Kelompok usaha ini mampu menyerap tenaga kerja lebih kurang 87% dari para pekerja, sedangkan sumbangan terhadap PDB mencapai 54%. Namun demikian kondisi yang dihadapi bangsa Indonesia saat ini sangat rumit, karena jumlah pengangguran di Indonesia relatif cukup besar yaitu 40 juta orang dari 135 juta angkatan kerja atau 30% penduduk Indonesia masih dalam status pengangguran. Ironisnya pengangguran yang berasal dari lulusan pendidikan tinggi mencapai 1,777 juta dimana 673 ribu diantaranya merupakan penganggur terbuka, yaitu sarjana yang lulus tetapi belum bekerja dan sedang aktif mencari pekerjaan. Kondisi di atas, menjadi tantangan bagi para sarjana pada saat ini, ditengah-tengah terbatasnya lapangan kerja dan kesulitan mencari pekerjaan, terdapat peluang yang sangat besar untuk mengembangkan usaha, baik usaha kecil, menengah maupun besar untuk menciptakan lapangan kerja baik bagi dirinya sendiri, bagi orang lain yang memperoleh pekerjaan, maupun bagi bangsa dan negara sebagai salah satu sumber pertumbuhan ekonomi. Ditambah lagi, menjadi wirausaha tidak hanya sekedar dapat memulai dan mendirikan suatu usaha begitu saja, melainkan dituntut mampu mengarahkan usahanya pada keadaan yang terus menguntungkan dan memperoleh keunggulan bersaing yang berkelanjutan atau terus menerus dibandingkan pesaing-pesaingnya. Maka diperlukan suatu sikap yang mampu menghadapi setiap kemungkinan yang terjadi dalam menjalankan suatu usaha dengan berpegang pada keyakinan dan kemampuan individu yang handal. Jadi wirausaha membutuhkan kemauan dan tujuan yang jelas apa yang ingin dicapai dan bagaimana cara mencapainya. Pertanyaan yang muncul, adalah kemudian apakah semua wirausaha yang dimaksud dapat dilahirkan melalui program pendidikan formal yang ada? Kalau jawabannya ya, berarti merupakan keberhasilan dunia bagi pendidikan kita, tetapi kalau sebaliknya, berarti akan menjadi masalah besar yang harus dihadapi oleh berbagai lembaga pendidikan untuk mengkaji ulang dan membuat program yang mendorong terciptanya wirausaha-wirausaha muda. Untuk itulah, mata kuliah kewirausahaan ini diajarkan pada mahasiswa Universitas Mercu Buana sebagai Mata Kuliah Ciri Universitas dan diharapkan sekaligus mampu meningkatkan image UMB di tengah masyarakat. Berbagai materi yang diberikan pada mata kuliah kewirausahaan ini meliputi: konsepsi dasar kewirausahaan, persiapan pribadi pengusaha muda, menerapkan sikap mental bisnis orang Cina, motivasi menjadi wirausaha sukses, kreativitas dan inovasi dalam
1
berwirausaha, identifikasi peluang dan memilih jenis usaha, perencanaan dan operasionalisasi usaha, mengelola keuangan usaha, merancang strategi pemasaran, serta kewirausahaan dan lingkungan. Mata kuliah ini dilengkapi dengan berbagai kisah orang sukses dalam menjalankan usaha, kiat-kiat, keterampilan-keterampian dan kemampuan-kemampuan dasar dalam penerapan, kajian kasus dan latihan-latihan yang dipandu oleh dosen.
MANFAAT MATA KULIAH Kewirausahaan adalah mata kuliah yang membahas tentang pengetahuan-pengetahuan mendasar mengenai bagaimana seseorang dapat menciptakan sebuah usaha yang dihadapkan dengan resiko dan ketidakpastian dalam memperoleh keuntungan dan mengembangkan bisnis dengan cara mengidentifikasi kesempatan dan memanfaatkan sumber daya yang diperlukan. Dengan demikian mata kuliah ini dirancang untuk meningkatkan pengetahuan, keterampilan, sikap dan pola pikir mahasiswa tentang kesiapannya untuk menjadi wirausaha sebagai salah satu alternatif pilihan hidupnya apabila telah lulus menjadi sarjana, atau bahkan justru dapat menjadi pendorong bagi mereka untuk melakukan aktivitas wirausaha saat ini sewaktu masuh kuliah di usianya yang relatif muda. Sehingga akhirnya mereka menyadari bahwa bangsa ini memerlukan banyak entrepreneur muda yang kreatif, inovatif dan memiliki semangat yang tinggi untuk membangun bangsa dan menciptakan sumber pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan.
TUJUAN INSTRUKSIONAL Tujuan akhir setelah mengikuti mata kuliah ini adalah mahasiswa mampu: 1. Menjelaskan semakin dibutuhkannya wirausahawan baru dan memahami keterkaitannya dengan pembangunan ekonomi bangsa. 2. Menjelaskan pengertian mendasar entrepreneurship atau kewirausahaan, keuntungan, karakteristik dan ciri-ciri wirausaha. 3. Memahami pentingnya kerja keras dan mampu menjawab pertanyaan apakah mulai berminat menjadi wirausaha? 4. Menjelaskan persiapan pribadi menjadi pengusaha muda. 5. Mengetahui dan mampu mengidentifikasi sikap mental bisnis orang China. 6. Mengidentifikasi dan menjelaskan motivasi berprestasi dan hubungannya dengan kesuksesan serta proyeksi diri untuk masa depan. 7. Menjelaskan dan memahami berbagai mitos dan perubahan pola pikir yang diperlukan untuk membangun wirausaha 8. Menjelaskan pentingnya kreativitas dan inovasi dalam berwirausaha. 9. Mengidentifikasi dan menjelaskan peluang usaha yang tepat, cara memulai bisnis dan memilih badan hukum serta jenis usaha. 10. Menjelaskan kaidah perencanaan usaha dan pengelolaan operasionalisasi usaha. 11. Menjelaskan pentingnya pengelolaan keuangan usaha. 12. Menjelaskan dan mampu menyusun rencana pemasaran usaha. 13. Menjelaskan hubungan kewirausahaan dengan lingkungan global, kewirausahaan dengan perekonomian negara, serta kewirausahaan dengan etika dan tanggung jawab sosial. 14. Mampu menjelaskan dan memahami nilai-nilai strategis setiap kisah sukses wirausaha yang dibahas. 15. Mampu menggagas ide usaha dan menuangkannya kedalam bentuk proposal bisnis serta menjelaskan kepada orang lain.
2
PELAKSANAAN PERKULIAHAN Khusus untuk Program Kelas Karyawan yang mengikuti elearning, pertemuan akan diatur sesuai jadwal yang diberikan oleh pengelola yang terbagi menjadi dua bentuk perkuliahan yaitu Tatap Muka sebanyak 5 kali dan Online melalui internet sebanyak 9 kali pertemuan, serta ditambah 1 kali Ujian Tengah Semester dan 1 kali Ujian Akhir Semester. Mata kuliah ini menuntut partisipasi akif mahasiswa dalam kelas dalam mengupas setiap topik yang didiskusikan. Mahasiswa dituntut untuk secara mandiri mempersiapkan topik bahasan dengan baik, dengan membaca materi perkuliahan maupun bahan bacaan lain yang berkaitan dengan topik yang dibahas. Aktifitas-aktifitas yang tersedia adalah: •
Forum: Sebuah forum diskusi secara online dapat diciptakan dalam membahas suatu materi pembelajaran. Antara pengajar dan peserta pembelajaran dapat membahas topik-topik belajar dalam suatu forum diskusi.
•
Kuis: Dengan fasilitas ini memungkinkan untuk dilakukan ujian ataupun test secara online.
•
Chat: Fasilitas ini digunakan untuk melakukan proses chatting (percakapan online). Antara pengajar dan peserta pembelajaran dapat melakukan dialog teks secara online.
•
Tugas: Dilakukan secara off-line dengan membuat rangkuman dari setiap materi yang diajarkan, aktifitas kelas pada perkuliahan tatap muka, pembuatan makalah dan aktivitas lain yang ditentukan oleh dosen.
TUGAS Tugas dalam perkuliahan ini dibagi dalam 2 bagian yaitu: 1. Tugas rutin. Tugas ini diberikan pada setiap pertemuan yaitu tugas merangkum dan tugas mengisi kuisioner pada akhir setiap bab. Dosen harus memperhatikan tugas ini yang merupakan salah satu komponen penilaian. 2. Tugas rencana dan proposal bisnis. Tugas ini meminta mahasiswa untuk membuat laporan sebuah rencana bisnis yang berisi ide/gagasan awal berbisnis, bentuk dan jenis bisnis yang dipilih, alasan mengembangkan bisnis, dan penyusunan proposal bisnis yang berisi halaman judul, ringkasan, informasi umum perusahaan, analisis SWOT perusahaan, analisis aspek pemasaran, rencana pemasaran, penelitian dan pengembangan, aspek produksi dan operasi, aspek manajemen, aspek resiko usaha, aspek finansial, rencana pengembangan investasi, aspek lainnya yang dianggap perlu dan relevan, referensi dan lampiran. Penyusunan proposal bisnis tersebut dapat disesuaikan dengan keperluan dan kepentingannya yang dapat dimodifikasi dengan terlebih dahulu meminta saran dari dosen pengampu. Tugas ini merupakan pengembangan dari beberapa kajian kasus yang sudah dibahas di masa perkuliahan. Ketentuan laporan ini adalah: (a) rencana bisnis maksimal 2 halaman, (b) proposal bisnis disesuaikan kebutuhan, dan (c) penulisan menggunakan kertas A4, spasi 1 dengan huruf arial 11, margin 4-3-3-3. Tugas ini diberikan pada pertemuan ke-9 dan dikumpulkan pada pertemuan ke-13 untuk dibahas dan dipresentasikan pada pertemuan ke-14.
3
KRITERIA PENILAIAN Penilaian dalam perkuliahan ini akan dilakukan seobyektif mungkin sesuai dengan upaya mahasiswa dalam pencapaian kemampuan. Sistem Penilaian dengan syarat absensi kehadiran minimal 65% dari total perkuliahan 14 kali pertemuan baik tatap muka maupun on-line, dengan komposisi penilaian: Ujian Tengah Semester 20%, Ujian Akhir Semester 20%, Quis & Forum 30%, Tugas 20%, dan kehadiran 10%. Kriteria penilaian atau huruf mutu (A, B+, B, C+, C, D dan E) serta skalanya akan dilakukan mengacu pada ketentuan Sistem Evaluasi Keberhasilan Studi Mahasiswa Universitas Mercu Buana (lihat buku Panduan Akademik).
LITERATUR WAJIB Kewirausahaan, Membangun Usaha Sukses Sejak Usia Muda, Suharyadi, Arissetyanto Nugroho, Purwanto S.K., Maman Fathurochman, Salemba Empat, 2007.
JADWAL PERKULIAHAN NO 1
2
3
4 5 6 7 8 9
10
11
12
13 14 15 16
TOPIK + KEGIATAN 1. Perkenalan, diskusi dan kesepakatan tentang kontrak perkuliahan 2. Ruang lingkup mata kuliah Kewirausahaan 1. Bab Konsepsi Dasar Kewirausahaan 2. Diskusi tentang materi kuliah dan kajian kasus: sukses bisnis sejak kuliah 1. Bab Persiapan Pribadi Pengusaha Muda 2. Diskusi tentang materi kuliah dan kajian kasus: Rahmat Shah (pemburu dan petualang belantara) 1. Bab Menerapkan Sikap Mental Bisnis Orang China 2. Diskusi tentang materi kuliah dan kajian kasus: Kisah William Soerjadjaja Pendiri ASTRA, Ketulusan Taipan Panutan 1. Bab Motivasi menjadi Wirausaha Sukses 2. Diskusi tentang materi kuliah dan lembar kerja: Proyeksi Diri 1. Bab Kreativitas dan Inovasi dalam Berwirausaha 2. Diskusi tentang materi kuliah dan kajian kasus: Keberhasilan Inovasi Kacang Garuda Diskusi dan Pemutaran Video Ujian Tengah Semester 1. Bab Identifikasi Peluang dan Jenis Usaha 2. Diskusi tentang materi kuliah dan lembar kerja: Menemukan Peluang dan Memilih Jenis Usaha 1. Bab Perencanaan dan Operasionalisasi Usaha 2. Diskusi tentang materi kuliah dan kertas kerja: Penentuan Tujuan 1. Bab Mengelola Keuangan Usaha 2. Diskusi tentang materi kuliah dan Membuat Analisis Keuangan Usaha 1. Bab Merancang Strategi Pemasaran 2. Diskusi tentang materi kuliah dan kajian kasus: Strategi Pemasaran (berebut menjadi nomor 1) 1. Bab Kewirausahaan dan Lingkungan 2. Diskusi tentang materi kuliah dan kajian kasus: Sosok Surya Paloh Penyusunan Proposal Usaha Diskusi, Kuis dan lain-lain Ujian Akhir Semester
KETERANGAN Tatap Muka
Online
Online
Tatap Muka
Online
Online Tatap Muka
Online
Online
Tatap Muka
Online
Online Online Tatap Muka
4
PELAYANAN Jika Anda mengalami kesulitan dalam penggunaan E-learning, anda dapat mendowload petunjuk penggunaan e-learning di halaman utama Website e-learning ini atau anda dapat menghubungi kami dipesawat 5840816 ext.3700, 3737,3777 Senin-Jumat jam 08.30-15.00 Wib.
PENGENALAN DAN RUANG LINGKUP MATA KULIAH
Mengapa Kewirausahaan Harus Dipelajari? Perkembangan bisnis saat ini yang tidak mudah kita tebak, apakah dapat terus berjalan atau mengalami stagnasi bahkan sampai penutupan usaha, menjadikan dunia bisnis menjadi sangat dinamis. Keadaan tersebut menjadikan banyak pebisnis melakukan pemikiran ulang dalam menjalankan usahanya, karena itu diperlukan sebuah kematangan konsep dan teori serta pengalaman dalam memutuskannya. Wirausaha dituntut mampu mengarahkan usahanya pada keadaan yang terus menguntungkan dan memperoleh keunggulan bersaing yang berkelanjutan (sustainable competitive advantage) dibandingkan pesaing-pesaingnya. Jangan sekali-kali memulai bisnis dengan coba-coba, tanpa memiliki arah dan tujuan serta visi yang jelas, akibatnya akan sangat merugikan bila terjadi sedikit saja kesalahan. Maka diperlukan suatu sikap yang mampu menghadapi setiap kemungkinan yang terjadi dalam menjalankan suatu usaha dengan berpegang pada keyakinan dan kemampuan individu yang handal. Keadaan seperti yang digambarkan diatas menunjukkan bahwa semakin pentingnya semua lembaga pendidikan ataupun universitas untuk menghasilkan lulusan yang cepat beradaptasi dan dapat menghadapi berbagai kemungkinan yang terjadi dalam menjalankan usaha, baik ia sebagai pemilik ataupun sebagai pengelola bahkan sebagai karyawan sekalipun. Lembaga pendidikan pada semua tingkatan harus mampu memberikan stimulus dan pembelajan bagi peserta didiknya tentang kemampuan kewirausahaan. Sehingga para lulusan tersebut, dapat dipersiapkan menjadi pengusaha-pengusaha muda yang terlatih dengan sejumlah keahlian pada bidangnya masing-masing, ataupun jika mereka hanya sebagai penyelia atau karyawan biasa saja, tetap harus memiliki jiwa entrepreneurship yang disebut intrapreneurship sehingga mendukung terhadap setiap aktivitas perusahaan yang dijalankan. Dengan demikian pembelajaran kewirausahaan menjadi penting untuk dipelajari pada semua lembaga pendidikan. Namun, barangkali tidak mudah membuat peserta didik menyadari bahwa selama proses pendidikan kewirausahaan yang dijalaninya tidak selalu menjadikan mereka pengusaha atau pebisnis yang sukses. Paling tidak mereka akan sadar bahwa banyak faktor yang menjadikan seseorang sukses dalam menjalankan usahanya, sehingga mereka tetap belajar dari setiap apa yang mereka lakukan, baik yang berhasil maupun kegagalan
5
yang dialaminya. Selain itu, menyadarkan pada peserta didik bahwa keputusan untuk menjadi seorang karyawan atau pegawai di sebuah perusahaan bukan lagi menjadi pilihan utama dan satu-satunya. Apalagi peran orang tua yang menganggap ‘aman’ bila anaknya bekerja di sebuah perusahaan besar dan akan mendapatkan karir atau jabatan tinggi dan gaji yang besar. Sekali lagi, bahwa semua pendapat itu harus kita perbaiki, terlebih pada saat sekarang dimana banyak sekali perusahaan-perusahaan yang melakukan pemutusan hubungan kerja, sehingga meningkatan angka persaingan seseorang dalam mencari atau memperoleh pekerjaan.
Kewirausahaan sebagai Disiplin Ilmu Wirausaha atau disebut juga usahawan adalah orang yang melakukan kegiatan mengorganisir, mengatur dan mengasumsikan berbagai resiko bisnis. Pada perkembangan saat ini berbagai definisi dan penggunaan kata kewirausahaan semakin diperluas dengan mengkaitkan pada masalah mengembangkan usaha dan menangkap peluang. Dengan demikian Wirausaha adalah katalisator yang agresif untuk perubahan dalam dunia bisnis. Wirausaha
adalah
seorang
pemikir
yang
mandiri,
berani,
dan
berbeda
dalam
lingkungannya. Istilah tersebut pertama kali diperkenalkan oleh Richard Cantillon (1755), dan makin populer setelah digunakan oleh pakar ekonomi J.B. Say (1803) untuk menggambarkan para pengusaha yang mampu memindahkan sumberdaya-sumberdaya ekonomis dari tingkat produktivitas yang rendah ke tingkat yang lebih tinggi dan menghasilkan lebih banyak lagi. Banyak literatur yang dihasilkan dari berbagai penelitian tentang wirausaha yang berusaha mengungkapkan persamaan dan perbedaan tentang karakteristik-karakteristik dari wirausaha. Karakteristik utamanya yaitu sifat untuk memulai, kemampuan untuk memperkuat sumber daya, keahlian dan keterampilan dalam manajemen, keinginan untuk otonomi, dan keberanian mengambil resiko. Karakteristik lainnya yaitu keagresifan, daya saing, perilaku yang berorientasi pada tujuan, keyakinan, perilaku untuk mendapatkan peluang, tindakan-tindakan berbasis pada kenyataan, kemampuan belajar dari kesalahan, dan kemampuan mengelola hubungan antar manusia. Meskipun belum ada satupun definisi wirausaha dan tidak seorang pun dapat mewakili definisi tersebut, namun sampai saat ini para peneliti dan sarjana terus menerus melakukan riset untuk mendekatkannya pada satu hasil yang sama dan berusaha memfokuskan penelitiannya pada pokok materi tentang kewirausahaan. Pada gambaran ini menunjukkan bahwa kewirausahaan adalah sebagai satu bidang studi atau disiplin ilmu yang dapat dipelajari. Dalam banyak penelitan, kewirausahaan terkait pula tentang masalah
6
penciptaan (creation). Oleh karena itu, ruang lingkup penelitian dari kewirausahaan dapat melibatkan tentang: o
Penciptaan spekulasi dan organisasi baru,
o
Penciptaan kombinasi baru dari barang dan jasa, metoda-metoda produksi, pasar, dan rantai-rantai penyediaan,
o
Pengenalan dan penangkapan peluang yang ada dan yang baru, serta
o
Proses-proses teori, perilaku-perilaku dan cara kerja untuk memanfaatkan peluang yang ada dan peluang yang baru. Seiring dengan perubahan paradigma yang mengarah pada globalisasi yang
menuntut adanya keunggulan bersaing, maka kewirausahaan pun diarahkan pada konteks tersebut yang merupakan hasil dari proses pembelajaran yang terus-menerus. Pendidikan kewirausahaan, menurut Soeharto Prawirokusumo (1997) yang dikutif oleh Suryana dalam buku “Kewirausahaan” adalah sebagai disiplin ilmu tersendiri yang independen, dikarenakan: o
Kewirausahaan berisi bidang pengetahuan yang utuh dan nyata, yaitu terdapat teori, konsep, dan metode ilmiah yang lengkap.
o
Kewirausahaan memiliki dua konsep, yaitu posisi permulaan dan perkembangan usaha, yang jelas tidak masuk dalam kerangka pendidikan manajemen umum yang memisahkan antara manajemen dan kepemilikan usaha.
o
Kewirausahaan merupakan disiplin ilmu yang memiliki objek tersendiri, yaitu kemampuan menciptakan sesuatu yang baru dan berbeda.
o
Kewirausahaan merupakan alat untuk menciptakan pemerataan usaha dan pendapatan, atau kesejahteraan rakyat yang adil dan makmur. Seperti halnya ilmu manajemen dan ilmu-ilmu yang lainnya, kewirausahaan telah
melewati kurun waktu perkembangan yang cukup panjang. Diawali ketika teori ekonomi memasuki masa neoklasik, dimana peran wirausaha sebagai sumber daya yang tidak mendapatkan perhatian khusus, karena dianggap sebagai faktor produksi yang tergolong tetap (fixed factor) yang sama dengan faktor produksi lainnya. Sehingga peranannya saat itu sangat pasif dan tentu saja tidak memberikan tempat bagi wirausaha untuk berperan banyak. Namun pada perjalanan berikutnya, seiring dengan perkembangan ilmu pengetahuan, sosial, ekonomi, politik, budaya, dan teknologi telah menciptakan perubahan pada status sosial, perilaku, gaya hidup, kebutuhan dan keinginan, sehingga memunculkan inspirasi baru dalam melakukan sebuah bisnis. Hal tersebut menjadi peluang yang dapat dimanfaatkan, sehingga mendorong wirausaha memiliki semangat kewirausahaan. Mengenali pentingnya evolusi kewirausahaan menuju abad ke 21, Donal F. Kuratko dan Richard M. Modgetts (2004) dalam bukunya “Entrepreneurship: Theory, Process, and Practise”, mengembangkan satu definisi yang terintegrasi bahwa: “Kewirausahaan adalah
7
suatu proses yang dinamis yang meliputi visi, perubahan, dan penciptaan. Itu semua memerlukan satu kekuatan energi dan semangat ke arah penciptaan dan implementasi gagasan-gagasan yang baru serta solusi-solusi kreatif. Keberanian untuk mengambil resiko terhadap waktu, kekayaan atau karier, diperlukan satu tim yang efektif dan keterampilan yang kreatif dalam membangun suatu perencanaan bisnis kompleks dengan sebuah visi untuk mengenali berbagai peluang, melihat ancaman, pertentangan dan ketidakpastian.
POTRET SME & ENTREPRENEURSHIP DI INDONESIA Ditulis pada Mei 23, 2008 oleh Ahmad Kurnia “… Saat ini jumlah penganggur sudah mencapai 45,2 juta. Dari jumlah tersebut, sekitar 2.650.000 orang penganggur terdidik lulusan perguruan tinggi. … “ www.mailarchive.com/ msg00090.html “… Dari jumlah penganggur terbuka, 65,71% boleh dikatakan penganggur terdidik yang berpendidikan … www.jurnalindonesia.com/Current/04TinjauKhusus1.htm “Data Sakernas empat tahun terakhir (BPS 1997-2000) menunjukkan bahwa jumlah penganggur lulusan setiap jenjang pendidikan meningkat dari 4 juta orang pada tahun 1997 menjadi 6 juta pada tahun 2000. Jumlah penganggur lulusan sekolah menengah terus meningkat dari 2,1 juta orang pada tahun 1997 menjadi 2,5 juta orang pada tahun 2000. Peningkatan jumlah penganggur ini juga terjadi pada perguruan tinggi, tidak kurang dari 250 ribu penganggur lulusan sarjana setiap tahunnya, 120 ribu lulusan Diploma III, dan 60 ribu lulusan diploma I dan II.” www.pdk.go.id/serba_serbi/Renstra/bab-II.htm Ah,saya telah menakut-nakuti Anda dengan angka-angka diatas ? Tidak, tidak, bukan begitu maksud saya. Saya hanya ingin Anda melihat fakta. Begitulah wajah dunia pendidikan kita. Setiap tahun hanya menghasilkan para penganggur terdidik ? Saya hanya ingin Anda duduk sesaat dan merenung kemudian memikirkan “Masa depan seperti apa yang Anda inginkan ?” Apakah setelah lulus Anda menggadaikan ijasah Anda kemana-mana dan menjadi orang gajian serta menetap disana selamanya hingga datang masa pensiun ? Kemudian mengeluh terus sepanjang hidup Anda karena apa yang Anda bawa pulang untuk istri dan anak Anda tidak pernah mencukupi kebutuhan hidup Anda, bahkan yang paling dasar sekalipun. Ataukah Anda segera bangkit meninggalkan gelar Anda dan mengikuti orang-orang yang telah sukses “tanpa gelar”. Membangun mimpi dan dunia masa depan Anda dimana Anda ingin berada ? Membangun usaha Anda sendiri,
8
merintis, menumbuhkan, membesarkan dan mewariskannya kepada anak cucu Anda. Ya semua itu tergantung Anda ! ….Saat ini jumlah UKM di Indonesia mencapai 99,99 persen dari dari total tenaga kerja produktif, serta memberi kontribusi terhadap GDP sebesar 59 %.” www.sme center.com/ccom/news/news-01-250700-01.htm ……..dari total tenaga kerja produktif, serta memberi kontribusi terhadap GDP sebesar 59,36 persen. UKM Indonesia dinilai juga memberikan kontribusi yang besar….. www.kompas.com/business/news/0007/25/24.htm Ya lihatlah ! Bagaimana pengusaha kecil, penjual nasi padang, pedagang baso dipinggir jalan, pedagang kaki lima, pengusaha tempe, penjual ayam potongan mereka nyata-nyata memberikan sesuatu yang berarti bagi negeri ini. Dipuncak krisis pada 1998 – 2000, kontributor SME terhadap Produk Domestic Bruto (PDB) mencapai 60 % lebih. Data dikementrian Koperasi dan UKM menyebut konntribusi SME terhadap PDB pada 2003 masih dikisaran 56,44% dan diprediksi akan naik pada 2004 menjadi 57,11%. Sementara itu kontribusinya terhadap nilai eksporpun diperkirakan naik dari 21 % menjadi 25%. Dengan kata lain, SME masih diandalkan sebagai motor penggerak perekonomian. Sayangnya harapan ini tampaknya bertolak belakang dengan perhatian pemerintah. Pasalnya dari tahun ke tahun anggaran belanja pemerintah yang dialokasikan ke sektor SME hanya 6 – 7 % - selebihnya justru mengerojok ke perusahaan-perusahaan besar. Padahal raksasa-raksasa bisnis, para konglomerat banyak yang melarikan uang rakyat kekantong mereka bahkan sebagian dilarikan keluar negeri. … Kematian Hendra kian menyulitkan upaya pemerintah mengusut Rp 2,6 triliun kerugian negara akibat penyalahgunaan BLBI tersebut … www.polarhome.com/pipermail/nusantara/2003-February/000834.html … investigasi BPK menunjukkan bahwa potensi kerugian negara mencapai Rp 138 triliun akibat dana BLBI … www.geocities.com/faaktor/News-Doc/20000828-Rbs.html
9
dan selama periode 1996-1997 pelarian modal telah diperkirakan US$ 80 miliar devisa telah dilarikan ke luar negeri www.geocities.com/ypenebar/globalization/Swasono-Sritua.html Jumlah utang swasta Indonesia per September tahun 2000 tercatat 68,2 miliar dollar AS. www.kompas.com/kompas-cetak/0308/06/finansial/474903.htm UKM Pada Masa Krisis - Akhir 1997 Sampai Saat Ini Krisis yang terjadi di Indonesia sejak tengah tahun 1997 sampai saat ini belum menunjukkan tanda-tanda akan berakhir. Krisis ini juga telah mengakibatkan posisi pelaku sektor ekonomi berubah. Usaha besar satu persatu pailit karena bahan baku impor yang meningkat secara drastis, biaya cicilan utang meningkat sebagai akibat dari nilai tukar rupiah terhadap dolar yang menurun dan berfluktuasi. Sektor perbankan juga ikut terpuruk memperparah sektor industri dari sisi permodalan. Banyak perusahaan yang tidak mampu lagi meneruskan usaha karena tingkat bunga yang tinggi. Berbeda dengan UKM yang sebagian tetap bertahan, bahkan cenderung bertambah. Data terakhir dari Menteri Negara Koperasi dan Pengusaha Kecil dan Menengah (Menekop & PKM) menunjukkan bahwa pada tahun 2000, ada sekitar 38,99 juta Usaha Kecil dengan rata-rata penjualan pertahun kurang dari Rp.1 Miliar, atau sekitar 99,85 % dari jumlah perusahaan di Indonesia. Pada tahun yang sama, ada 55.061 perusahaan dari katagori Usaha Menengah, dengan rata-rata penghasilan per tahun lebih dari Rp.1 Miliar tetapi kurang dari Rp.50 Miliar, atau sekitar 0,14 % dari jumlah unit usaha. Pertambahan penduduk yang besar setiap tahun menjadi permasalah tersendiri bagi penyediaan lapangan pekerjaan. Usaha besar tidak sanggup menyerap semua pencari pekerjaan. Ketidaksanggupan usaha besar dalam menciptakan kesempatan kerja yang besar disebabkan karena memang pada umumnya kelompok usaha tersebut relatif padat modal, sedangkan UKM realtif padat karya. Disamping itu Usaha Besar umumnya membutuhkan pekerja dengan pendidikan formal yang tinggi dan pengalaman kerja yang cukup, sedangkan UKM sebagian pekerjanya berpendidikan rendah. Data dari Menegkop & UKM menunjukkan bahwa pada tahun 2000, lebih dari 66 juta orang bekerja di Usaha Kecil, atau sekitar 99,44 % dari jumlah kesempatan kerja di Indonesia. Sedangkan dalam bentuk kontribusi terhadap PDB, UKM menyumbang 40 % tahun 2000 dibandingkan 38 % tahun 1997.
10
Dipuncak krisis pada 1998 – 2000, kontributor SME terhadap Produk Domestic Bruto (PDB) mencapai 60 % lebih. Data dikementrian Koperasi dan UKM menyebut konntribusi SME terhdap PDB pada 2003 masih di kisaran 56,44% dan diprediksi akan naik pada 2004 menjadi 57,11%. Sementara itu konntribusinya terhadap nilai eksporpun diperkirakan naik dari 21 % menjadi 25%. Dengan kata lain, SME masih diandalkan sebagai motor penggerak perekonomian. Sayangnya harapan ini tampaknya bertolak belakang dengan perhatian pemerintah. Pasalnya dari tahun ke tahun anggaran belanja pemerintah yang dialokasikan ke sektor SME hanya 6 – 7 % - selebihnya justru mengerojok ke perusahaan-perusahaan besar. Padahal raksasa-raksasa bisnis, para konnglomerat banyak yang melarikan uang rakyat kekantong mereka bahkan sebagian dilarikan keluar negeri. Peluang Ada di Mana-mana Ketika krisis menimpa Asia ditahun 1997, kebanyakan orang memperkirakan kawasan tersebut akan runtuh. Apa yang telah terjadi terhadap ekonomi dengan pertumbuhan tercepat didunia yang tiba-tiba saja menjadi tempat yang paling menggerikan bagi investasi. Banyak komentar langsung menyalahkan krisis tersebut. Para ekonom menyalahkan kebijakan ekonomi. Analis keuangan dan perbankan menuding kelemahan sistem keuangan dan banyak lagi analis lainnya yang berkomentar. Huruf cina untuk Krisis (lihat dibawah) dibaca wei-ji, dan memiliki dua arti “bahaya - danger” dan “peluang – opportunity.” Puncak krisis yang menimpa Indonesia menyebabkan kepanikan dan kerusuhan dimanamana. Harga-harga naik selangit, dollar menggila, penjarahan dimana-mana, kelangkaan pangan, rush besar-besaran terhadap perbankan. Dan situasi tersebut berjalan cukup lama. Tetapi, tidak! Ternyata masih ada seberkas sinar harapan di antara puing-puing kehancuran. Beberapa pengusaha kecil tampak masih tegar. Bahkan beberapa di antaranya justru mendapat berkah karena adanya krisis moneter, yang menjungkirkan nilai rupiah sampai babak belur di dasar jurang. Mereka ini kebanyakan merupakan pengusaha kecil yang menjalankan usahanya secara konvensional, penuh kehati-hatian, disiplin, tidak mengobral utang atau menjebol bank, sehingga krisis moneter tidak menyebabkan mereka hancur seketika. Mereka masih bisa bertahan, sehingga walaupun tidak bebas dan tekanan, mereka masih mempunyai kesempatan untuk melakukan penyesuaian dan perbaikan-perbaikan seperlunya. Mereka juga tidak bergantung pada bahan baku impor. Dengan begitu, mereka tidak akan terlalu kena dampak melambungnya biaya produksi.
11
Rezeki sebagian dari mereka malah bertambah, karena bisnisnya berorientasi ekspor. Dengan “dukungan” krisis moneter, harga produk mereka menjadi sangat bersaing, dan pembayaran yang diterima dalam bentuk dolar menyebabkan keuntungan menjadi berlipat ganda. Pertanyaan terakhir adalah: “Apa kesimpulannya? Bagaimana menentukan tindakan selanjutnya dalam suasana knisis ini?” Dengan kenyataan-kenyataan seperti yang diutarakan di atas, tidak ada kesimpulan yang lebih tepat bahwa menjadi pengusaha kecil yang baik merupakan jawaban yang paling “pas” untuk mengatasi krisis. Lebih-lebih jika bidang usahanya berorientasi ekspor dengan bahan baku lokal, maka itu akan menjadi solusi ideal agar bangsa Indonesia dapat menjadi bangsa yang kuat secara ekonomis, tidak rapuh dalam menghadapi gejolak moneter. Tentunya jika didukung oleh sistem kebijakan serta pembinaan yang sungguh-sungguh dan pemerintah. Pemerintah yang notabene bersih dari unsur-unsur KKN. Berikut ini penulis sampaikan sebuah kutipan tentang salah satu contoh keberhasilan pengusaha kecil Indonesia dalam menghadapi badai krisis moneter. Selama krisis moneter Asia, ditemukan bahwa Taiwan khususnya tidak terkena. Alasannya : ekonominya ditopang oleh sejumlah besar usaha kecil dan menengah serta pabrik di pedesaan. Hal yang sama juga terjadi di AS. Jumlah pekerjaan yang diciptakan oleh perusaahaan kecil dan menengah jauh melebihi yang diciptakan oleh perusahaan dalam Fortune 500. Yang disebut “model jepang” di mana ekonomi Negara tergantung hanya pada beberapa perusahaan besar (keiretsu) terbukti kurang bertahan. Negara yang mengikuti model ini seperti Korea (chaebol), Indonesia, Thailand, Malaysia, dan Singapura semuannya terpukul sangat keras selama krisis. Dalam istilah orang awam, sangat berisiko menaruh semua telur dalam satu keranjang. Dalam waktu yang berubah, orang harus menaruh telurnya di lebih dari satu keranjang – untuk menyebarkan risikonya. Itulah prinsip yang digunakan oleh kebanyakan perusahaan asuransi. Bila kita amati, selama badai besar, banyak pohon raksasa tercabut dari akarnya dan tumbang atau rusak. Akan tetapi, rumput kecil hanya membungkuk terkena angin. Sekarang ada kecenderungan di antara perusahaan besar untuk memecahkan diri menjadi organisasi yang terdiri dari banyak organisasi kecil tersendiri. Bagi entrepreneur situasi macam apapun selalu terdapat peluang. Penderitaan disatu pihak kadang kala justru menjadi peluang bagi pihak lain. Masih ingat ketika terjadi perkosaan
12
terhadap etnis cina ? Pada saat itu mendadak banyak orang menjual celana “anti perkosaan.” Para spekulan dollar untung besar. Bahkan ada sebagian pengusaha perikanan di daerah berdoa agar krisis jangan pernah berlalu karena menangguk untung besar karena pembelinya sebagian besar pihak luar negeri. Sekarang saya ingin mengajak Anda untuk melihat kebelakang sejarah kultural bangsa kita dalam dunia entrepreneur. Budaya Jawa dan Penjajahan Pada zaman pra-kolonial, struktur kerajaan yang ada terbagi menjadi dua, agraris, seperti Kerajaan Mataram; dan kedua, bersifat maritim, yang diwakili Kesultanan Aceh. Struktur semacam ini menampakkan bahwa jalur perdagangan antara kerajaan agraris dan maritim berjalan dengan lancar, di mana kerajaan agraris bertindak sebagai pemasok barang kebutuhan pokok. seperti beras yang tidak dihasilkan oleh kerajaan maritim, sementara kerajaan maritim berorientasi pada ekspor-impor rempah-rempah. Adapun perdagangan yang ramai ini bukan berarti tingkat kemakmuran rakyat kerajaan itu tinggi. Penelitian beberapa sejarawan membuktikan bahwa. tingkat hidup petani Jawa saat itu bersifat subsistem. Lalu siapa yang diuntungkan dengan kesibukan perdagangan - yang notabene menghasilkan keuntungan uang tunai ? Menurut Onghokham, golongan pedagang zaman itu berasal dari kalangan aristokrat, rajalah yang memegang monopoli perdagangan. Dalam konteks kebudayaan Jawa-agraris yang kratonsentris, hal ini tidaklah mengherankan, sebab raja bukan saja menjadi pemegang monopoli dagang, tapi juga sebagai pemilik tanah. Dengan sendirinya, kondisi ini menyebabkan tidak menimbulkan mobilitas modal dan kepercayaan dagang. Karena sewaktu-waktu, raja dapat mengambil tanah garapan seseorang (asalkan berada dalam lingkungan kerajaannya). Selain itu, perlu dicatat bahwa agaknya kebiasaan dagang pun bukan murni budaya Jawa. Perdagangan adalah kompetisi yang tidak sesuai dengan konteks budaya Jawa, karena “menyalahi”nilai kerukunan - patut dicatat bahwa nilai kerukunan bukan diartikan sebagai tidak adanya beda pendapat, tapi menurut mereka, beda pendapat lebih baik disimpan dan tidak dikemukakan. Ini untuk menjaga ketenteraman, biarpun di dalam hatinya ada perbedaan pendapat. Perdagangan lebih merupakan hasil interaksi raja-raja dengan pendatang. Jadi jelas bahwa lingkungan sosial budaya nusantara pada masa pra-kolonial tidak mendukung kemunculan inovator, suatu kelas baru dalam masyarakat; yakni kelas menengah yang berdana kuat - untuk membantu penyediaan kredit - yang bukan berasal
13
dari kalangan elite politik. Dalam periode berikutnya, kerajaan-kerajaan ini mulai berkenalan dengan orang-orang Eropa. Portugis yang datang dengan motif penyebaran agama Katolik disertai dengan keinginan merusak jalur perdagangan Islam yang telah terbentuk di Asia hanya bertahan beberapa puluh tahun di nusantara yang kemudian mundur ke Timor sampai 1976. Meskipun demikian, pedudukan Malaka oleh Portugis membawa dampak besar bagi perdagangan. Praktek monopoli yang diberlakukannya mengakibatkan kemunduran perdagangan internasional. Monopoli ini dilakukan untuk menutup tingginya risiko yang harus ditanggung pihak Portugis. Setelah Portugis dipaksa mundur ke Timor, datanglah Belanda. Tidak berbeda dengan Portugis, Belanda juga menerapkan sistem monopoli. Dengan demikian, perdagangan nusantara menjadi bersifat internal dan stimulasi dan perdagangan internasional tidak lagi dinikmati. Ini merupakan pukulan bagi perekonomian nusantara, khususnya raja-raja Jawa. Namun satu hal perlu dicatat bahwa praktek monopoli Belanda maupun Portugis sebelumnya secara tidak langsung ‘direstui’ elite politik. Bagi Belanda, Indonesia tidak lebih dan sekedar penghasil bahan mentah. Arief Budiman mengatakan bahwa kapitalisme Belanda bukan seperti Inggris yang berorientasi pada industri, sebaliknya Belanda bersifat merkantilis. Yang diinginkan Belanda adalah komoditi primer dan negara jajahannya untuk kemudian diperdagangkan di pasar dunia. Dari segi sosial, di sini terlihat hilangnya fungsi yang dijalankan Syahbandar dan pedagang yang dulu sangat berperan dalam perdagangan internasional. Kedudukan pedagang perantara ini diberikan pada golongan Timur Asing. Ini terjadi setelah tahun 1799 ketika VOC bangkrut dan semua hutang serta kekayaannya diambil alih oleh pemerintah Belanda. Sementara VOC hanya bertindak sebagai vassal, maka pemerintah Hindia Belanda mengubah struktur masyarakat Indonesia menjadi tiga yakni golongan atas yang ditempati pemerintah kolonial, golongan menengah diberikan kepada kelornpok Timur Asing, sedang golongan bawah diduduki penduduk pribumi. Kebijakan diskriminatif ini sengaja dilakukan untuk mencegah munculnya kelas menengah murni yang tidak berasal dari elite politik. Dengan alasan menghindari nepotisme dan favoritisrne, Belanda lalu melarang elite politik untuk ikut dalam kegiatan dagang. Dengan demikian, elite tidak pernah memiliki kekuatan ekonomi dari politik secara bersamaan. Belanda kuatir mereka akan hadir sebagai ‘borgouise’ yang mendorong perubahan baik politik maupun ekonorni Indonesia. Ketakutan Belanda pada borgouise class di Hindia Belanda terlihat juga pada peristiwa pembunuhan serta pembatasan lingkungan orang-orang Cina baik di Batavia maupun di tempat lain - orang Cina harus mempunyai pas jalan untuk pergi ke tempat yang
14
bukan pecinan. Kondisi yang diciptakan Belanda ini untuk mematikan berdirinya suatu kelas menengah yang kuat. Keadaan ini semakin memperburuk situasi yang dapat memunculkan entrepreneur. Setelah selama kurang lebih dua abad rnenjalankan praktek monopoli, akhirnya pemerintah Belanda membuka Indonesia untuk berbagai pengaruh perdagangan internasional. Hal ini bersamaan dengan pertumbuhan industri di Belanda. Namun sedikit sekali - bahkan tidak ada - pengaruh perdagangan ini dirasakan oleh rakyat nusantara. Kenyataannya orientasi kebijakan membuka Hindia Belanda pada PMA hanya demi kepentingan industri Belanda sendiri. Hindia Belanda hanya dijadikan sebagai produsen bahan mentah sekaligus pasaran hasil industri Belanda - yang kualitasnya kurang baik dibandingkan hasil industri Inggris ataupun Jerman. Ketika depresi melanda seluruh dunia, kondisi perekonomian Hindia Belanda bertambah buruk terutama karena Belanda mengenakan tarif untuk membendung politik dumping Jepang dan penggunaan gold standard monetary system yang sudah dilepas Inggris maupun Amerika Serikat. Dengan depresi ini, jatuhnya harga komoditi primer bertambah buruk karena apresiasi mata uang Belanda. Usaha Menumbuhkan Entrepreneur Pribumi Dari sejarah di atas tampak bahwa di samping faktor budaya Jawa-agraris yang sangat besar pengaruhnya hingga kini, pemerintahan kolonial juga menyebabkan iklim usaha di Indonesia tidak mampu menghadirkan kelas menengah yang terpisah dari elite politik dan secara finansial mampu menopang eksistensi entrepreneur dalam perekonomian Indonesia. Walaupun demikian, kenyataan itu tidak boleh dijadikan alat justifikasi rendahnya tingkat pertumbuhan ekonomi kita. Setelah 59 tahun merdeka, rasanya tidak adil kalau kita tetap menyalahkan Belanda. Setelah tahun 1950, mulailah rencana pembangunan Indonesia dicanangkan, sekaligus kebijakan-kebijakan politik yang diperlukan untuk mendukung rencana tersebut. Dari sisi sosial, sebenarnya struktur masyarakat Indonesia tidak berubah. Pergantian peran orang-orang pribumi yang mengggantikan orang Belanda menduduki golongan atas, sementara sektor ekonomi tetap dikuasai golongan Cina. Waktu itu, kebutuhan dana yang besar seakan menyadarkan elite politik kita bahwa mereka memang terlalu mendominasi birokrasi tanpa kekuatan ekonomi. Pengusaha pribumi yang kuat sulit ditemukan. Karena itu, disusunlah kebijakan yang bertujuan membangun kelas pengusaha pribumi yang lebih dikenal sebagai Program Benteng.
15
Program ini merupakan bagian integral Rencana Urgensi Perekonomian 1950-1957 untuk mendorong kelas pedagang pribumi agar mampu bersaing dengan importir asing. Pemerintah memberikan lisensi impor hanya kepada pengusaha pribumi selain membatasi impor barang tertentu. Dengan lisensi impor ini, pengusaha pribumi dapat mengimpor barang dengan kurs resmi, sehingga dengan selisih kurs dipasar gelap saat itu, pengusaha pribumi bisa memperoleh profit yang besar. Dalam pelaksanaannya terlihat bahwa orang pribumi yang menerima perlakuan istimewa ternyata bukan berasal dan kalangan yang memiliki potensi kewiraswastawan melainkan dari mereka yang mempunyai hubungan dengan elite poitik. Lebih parah lagi, mereka tidak mendirikan perusahaan impor yang sesungguhnya, melainkan membeli lisensi impor dan menjualnya kepada orang-orang Cina yang memiiki sumber dana dan jaringan bisnis yang intensif. Kolaborasi ini yang disebut perusahaan-perusahan Ali Baba, dengan Ali (pengusaha pribumi) bertugas memperoleh lisensi sedangkan Baba (Cina) menyediakan modal dan keahlian usahanya. Walaupun demikian, Program Benteng tidak gagal sama sekali. sebab beberapa pengusaha pnibumi yang masih tetap kuat hingga kini merupakan hasil dan program tersebut seperti Soedarpo Sastrosatomo dan Hasjim Ning. Secara konseptual sebenarnya program Benteng ini tidak berbeda dengan apa yang dilakukan pemerintah kolonial Belanda. Perlakuan istimewa yang diberikan pada golongan Cina oleh pemerintah kolonial Belanda (dengan memberikan kedudukan pedagang perantara) dimaksudkan untuk mencegah munculnya kelas burjuasi pribumi dan mencegah persaingan antara perusahaan-perusahaan Belanda sendiri. Dengan sendirinya, program Benteng tidak akan berhasil membangun basis yang kuat bagi munculnya kelas pengusaha pribumi yang tangguh. Pada saat program ini diluncurkan, sebenarnya beberapa kalangan sudah tidak menyetujuinya. Antara lain, Mr. Sjafruddin Prawinanegara yang waktu itu menjabat Gubernur Bank Indonesia. Sjafruddin Prawiranegana menilai bahwa kebijakan diskriminatif terhadap modal asing dan modal nonpribumi tidak relevan mengingat pada saat itu, kondisi yang dihadapi adalah kelangkaan modal domestik. Bila saat itu Indonesia kelebihan modal, pengusiran modal asing dan memandulkan modal nonpribumi memang masuk akal. Analisis Sjafruddin berakhir pada kesimpulan bahwa kebijakan pembinaan diskriminatif pengusaha nasional hanya akan menghasilkan pengusaha yang tidak mandiri di samping menyebabkan korupsi di kalangan birokrasi. Bersamaan
dengan
periode
berkembangnya
ide
nasionalisme
ekonomi,
pemerintahan Soekarno kemudian menasionalisasi perusahaan-perusahaan asing sebagai bagian dari kampanye pembebasan Irian Barat pada tahun 1957. Dari sinilah, pihak militer memperoleh basis ekonomi yang kuat dan periode pertentangan militer dengan partai politik, akhirnya diselesaikan Soekarno melalui Dekrit 5 Juli 1959, dimulai. Hal ini dapat
16
dikatakan sebagai kemenangan militer atas partai-partai politik ( kecuali PKI yang justru makin kuat ). Setelah Orde Baru berkuasa, ada kecenderungan munculnya kesadaran elite politik untuk tidak terjebak pada pengambilan kebijakan yang bersifat diskriminatif. Meskipun demikian, aliansi militer dan kelompok burjuasi menjadi semakin kuat (basis ekonomi diperoleh militer melalui nasionalisasi). Hal ini terlihat dengan munculnya pengusahapengusaha yang umumnya mempunyai hubungan dekat dengan jenderal-jenderal dan tidak hanya berasal dari golongan pribumi tapi banyak yang berasal dari golongan Cina. Apa kiranya yang perlu dilakukan untuk mendorong kemunculan tokoh entrepreneur Indonesia untuk merangsang pertumbuhan ekonomi kita? Belajar dari pengalaman, kebijakan bersifat diskriminatif terutama dengan memisahkan asing-nonpribumi dan modal pribumi tidak akan berhasil. Kesalahan para pengambil keputusan program Benteng masih bisa dimaklumi karena pada awal kemerdekaan, ide-ide “Indonesianisasi” masih merajalela tetapi sekarang prioritas utama kita adalah pertumbuhan ekonomi yang semakin adil. Tampaknya keterbukaan semua pihak yang berkepentingan dengan pengambilan keputusan politik dan ekonomi sudah tak dapat ditawar-tawar lagi. Keterbukaan terhadap modal asing terutama perlu mengingat bahwa selama ini, pengusaha Indonesia terutama golongan Cina sangat bergantung pada modal luar negeri. Logika yang disampaikan Mr. Sjafruddin Prawiranegara masih sangat relevan. Kondisi kelangkaan modal domestik mestinya tidak diselesaikan dengan mengusir modal asing dan nonpribumi. Sebagai analog dari masalah ini, kita bisa melihat pada sejarah bangkitnya kapitalisme di Eropa. Dalam abad 16-17, para pengusaha Yahudi seperti golongan Cina di Indonesia yang minoritas mendominasi perekonomian Eropa. Bangkitnya kapitalisme secara dinamis di belahan Utara Eropa terutama dikaitkan dengan penerimaan kaum borjuasi nasional terhadap pengintegrasian modal Yahudi menjadi bagian dari modal nasional. Sementara di Eropa Selatan (Spanyol dan Portugis) yang mendiskriminasi bisnis Yahudi menunjukkan kondisi perekonomian yang lebih terbelakang. Keterbukaan yang lebih penting menyangkut proses tender proyek-proyek yang berlangsung. Sampai sekarang, proses seperti ini masih berjalan secara gelap dalam arti tender tertutup untuk pihak-pihak tertentu. Selain itu, pemerintah sudah seharusnya memperhatikan lebih baik aspek human investment kita. Sampai sekarang, penyediaan tenaga ahli masih sangat kurang yang menyebabkan kondisi keterbelakangan teknologi maupun pengetahuan manajemen pengusaha Indonesia. Dalam kondisi ini, pengambilan inisiatif oleh pemerintah dalam perekonomian dipandang sangat perlu untuk mendorong iklim usaha yang lebih baik sekaligus semakin memeratakan distribusi pendapatan yang
17
timpang selama bertahun-tahun. Perlu dicatat bahwa selama ini, efisiensi perusahaanperusahaan pemerintah masih belum terbenahi juga. Lemahnya aparatur negara menyebabkan banyaknya masalah korupsi, penyalahgunaan wewenang dan rendahnya efisiensi perekonomian.
“Berani”, Modal Awal Entrepreneur Kami yakin, kalau entrepreneur berani memiliki visi, maka akan lebih dapat menciptakan kekuatan positif di dalam pikirannya. Sehingga nantinya akan lebih mampu meningkatkan kemampuan kerja dan kualitas hidup kita. Karena ini saya sangat yakin dengan ungkapan berikut ini: “Hati-hatilah dengan angan-anganmu, karena angananganmu itu akan menjadi kenyataan” Presiden RI pertama, Ir. Soekamo, pernah bilang, “Gantungkan cita-citamu setinggi langit.” Visi itu memang bisa mensugesti orang. Dan, semua langkah kita akan kita arahkan kesana. Apalagi entrepreneur ini biasanya seorang pemimpi. Maka mimpi tentang perusahaan, mimpi tentang masa depan, tentu akan dapat mempengaruhi para pengikut yang dipimpinnya. Anda “juru penerang”, mengusir gelapnya pikiran orang lain yang Anda pimpin. Ini prinsip kepemimpinan. Wirausahawan yang memiliki visi, adalah penerangan bagi para bawahannya, anggota “tim sukses”nya dalam bisnis. Wirausahawan dengan visi besar, merangsang terbangunnya atmosfir bisnis penuh kreativitas dan inovasi. Bahkan orang meyakini, jiwa wirausahawan itu, dekat sekali dengan dunia pengkhayal.
Apa susahnya, berkhayal? Berkhayal adalah aktivitas yang “murah”.
Bagaimaan tidak, karena berkhayal tidak memerlukan fasilitas khusus, apalagi ongkos. Sekarang juga, Anda pun bisa berkhayal. Tentu saja, khayalan seorang wirausahawan, bukan sembarang berkhayal. Bahkan, di zaman susah, dengan tumpukan persoalan hidup yang harus dipikul, bisa membuat orang pun tidak berani berhkayal. Anda akan tercenung, kalau kami katakan, “Berkhayal pun, perlu keberanian!” Mengapa? Khayalan yang memicu keberhasilan, atau minimal, keberanian berbuat dan berkreativitas, dihambat pandangan lama yang cuku berurat-akar dalam benak kita, bahwa orang sukses harus ditopang pendidikan dan gelar formal. Sebetulnya, keyakinan ini bisa dipatahkan dengan mudah. Misalnya, hadirkan saja, beberapa nama orang sukses yang lulus SMA pun, tidak. Sejumlah wirausahawan, memulai dari khayalan. Dan ia mulai kembangkan khayalannya, dari nol sampai akhirnya terwujud. Bill Gates mengimpikan, personal computer akan tersedia di rumah setiap orang. Untuk merealisasikan mimpinya, ia drop out dari studinya, memilih menekuni Microsoft-nya. Ia berhasil. Kini, ia salah satu orang terkaya dunia.
18
Michael Dell, punya impian menakjubkan: mengalahkan perusahaan komputer raksasa IBM. Ia juga berhasil menjadi orang pertama yang memasarkan komputer pribadi dengan strategi direct marketing. Usahanya yang dirintis tahun 1984 berhasil, penjualan Dell Computer laris manis. Bahkan Dell dalam usia 34 tahun berhasil menjadi salah satu orang terkaya di Amerika Serikat. Contoh lainnya, Jeff Bezos. Mimpinya, menjadi pengusaha sukses di dunia ecommerce, perdagangan melalui intemet. Meski baru tahun 1995, yaitu di saat usianya 30 tahun, ia nyemplung ke dunia maya, mendirikan Amazon. com. Situs itu melejit menjadi situs paling banyak dikunjungi orang, untuk mendapatkan informasi atau membeli bukubuku bermutu dari seluruh dunia. Mimpinya terwujud. Ia pun tercatat sebagai miliarder di negeri Paman Sam itu. Berani Mencoba Andai kita berani mencoba, dan kita lebih tekun dan ulet, maka pasti kegagalan tak pernah ada
Bisnis modern akan berhenti berputar kalau sikap berani mencoba itu lenyap. Memang, banyak orang yang gagal dalam usahanya, putus asa tanpa, tak berani mencoba lagi. Ini bukan bukan saja merugikan aspek materi atau finansial saja, tapi juga aspek psikologis. karena itu, sekalipun krisis, tetaplah menjadi
entrepreneur dengan semangat
kewirausahaan tinggi. Sesungguhnya tidak ada yang gagal dalam berbisnis, yang ada hanya karena ia berhenti mencoba, berhenti berusaha. Berani mencoba, lebih tekun dan ulet, kegagalan takkan pernah ada. Beranilah mencoba. Sebab, tidak satu pun di dunia ini, termasuk di dalam dunia entrepreneur yang dapat menggantikan keberanian mencoba dengan bakat bisnis. Sebagus apa pun bakat seseorang, tidak akan sukses tanpa mulai mencoba. Bagaimana dengan kejeniusan seseorang? Juga tidak. Kejeniusan terpendam, sama saja dengan omong-kosong. Pendidikan terbaik? Juga bukan jaminan. Dunia ini sudah penuh dengan pengangguran berijazah sarjana. Dan ternyata, sekali lagi, keberanian mencoba dan mencoba itulah penentu kesuksesan bisnis kita.
Berani Merantau
Keberanian merantau, membangun percaya diri dan kemandirian
Ingat tragedi Sampit? Semua bersedih, karena sebagian pengusaha sukses etnis Madura, ikut hengkang dari Sampit, Kalimantan Tengah. Kami bukan menyoal tragedinya,
19
tetapi dari aspek kewirausahaan. Madura dan Kalimantan, jelas bukan seperti antar rumah di sebuah kampung. Ini dua pulau yang berbeda dan berjauhan. Tapi, berapa banyak orang Madura yang masih kelahiran Madura, lalu merantau ke Sampit. Banyak, bahkan banyak sekali dan kemudian anak-turunnya lahir di Kalimantan. Sebagian dari mereka, sukses, meskipun awalnya dari nol. Kami hanya mau mengatakan, mereka “dari bukan apa-apa”, merantau, lalu sukses. Etnis lainnya yang fenomenal, orang Jawa asal Tegal. Ibukota saja, mereka taklukkan. Kalau mau menghitung jumlah warung “beridentitas daerah” paling banyak yang mana, jawabannya: Warung Tegal. Di sektor makanan rakyat, ada penjaja bakso keliling. Banyak di antara mereka, mengusung identitas daerah. Seperti bakso Malang , bakmi Wonogori, Pecel Lamongan, atau rumah makan Padang. Yang lebih fenomenal, dan ini juga lebih global, perantau Cina pun yang sukses di negeri yang mereka datangi. Bukankah Anda yang sering bepergian lintas daerah, pernah mendengar, transmigran petani Jawa atau bali, banyak yang sukses sebagai transmigran di Sumatera, atau Sulawesi? Sukses dalam usaha, juga disokong sebuah keberanian: merantau. Merantau, punya makna sosial tersendiri. Ia berarti “jauh dari keluarga” yang memicu terbangunnya jiwa kemandirian. Tak bergantung pada keluarga, berarti mulai melangkah menjadi dewasa. Di rantau, apalagi di lingkungan yang tak tahu siapa kita sebelumnya, Anda bisa menjadi pribadi yang baru. Kebaruan ini, sarat tantangan. Merantau, menyadarkan kita apa kelebihan dan kekurangan kita karena kita dihadapkan pada kenyataan-kenyataan baru. Merantau, membuat seseorang relatif tangguh, karena diterjunkan dalam situasi serba baru. Perantau, umumnya segan minta tolong. Di situlah, kemauan menjadi lebih termotivasi. Perantau, rata-rata enggan berutang budi. Justru, karena ia orang baru, seorang perantau cenderung menanam jasa untuk banyak orang. “Investasi sosial” ini, pada saatnya berbuah kebaikan. Siapa sangka, banyak orang yang menyukai kepribadian kita, bernagsur-angsur, menjadi pendukung setia langkah kita menganyam kesuksesan. Jadi? Cobalah merantau, temukan jatidiri Anda yang tangguh, kreatif, dan cerdik menangkap peluang
Berani Gagal
Hanya orang yaug berani gagal total, akan meraih keberhasilan total.
PERNYATAAN John. F. Kennedy ini ada benarnya. salah satu dari kami, membuktikannya. Gagal total, itu karier bisnis , Purdi E.Chandra dalam bukunya “Menjadi
20
Entrepreneur Sukses” bertutur : “Akhir 1981, merasa tak puas dengan pola kuliah yang membosankan saya meninggalkan kampus. Saat itu saya pikir, gagal meraih gelar sarjana, tapi bukan berarti gagal mengejar cita-citanya. Tahun 1982, saya kemudian mulai merintis bisnis bimbingan tes Primagama, yang belakangan berubah menjadi Lembaga Bimbingan Belajar Primagama. Bisnis tersebut saya jalankan dengan jatuh bangun. Pada awalnya, sepi peminat, cuma dua orang! Saat ini, wow, peminatnya membludak, sampai-sampai Primagama membuka cabang di ratusan kota, dan menjadi lembaga bimbingan belajar terbesar di Indonesia”. Dalam kehidupan sosial, memang kegagalan itu adalah sebuah kata yang tidak begitu enak untuk didengar. Kegagalan bukan sesuatu yang disukai, dan suatu kejadian yang setiap orang tidak menginginkannya. Kita tidak bisa memungkiri diri kita, yang nyatanyata masih lebih suka melihat orang yang sukses daripada melihat orang yang gagal, bahkan tidak menyukai orang yang gagal. Maka, bila Anda seorang entrepreneur yang menemui kegagalan dalam usaha, jangan harap orang akan memuji Anda; orang di sekitar anda maupun relasi Anda akan memahami mengapa Anda gagal; Anda tidak disalahkan; semua sahabat masih tetap berada di sekeliling Anda; Anda akan mendapat dukungan moral dari teman yang lain; Ada orang yang akan meminjami uang sebagai bantuan sementara; Apalagi ini: bank akan memberikan pinjaman selanjutnya! No way! Mengapa gambaran seorang entrepreneur yang gagal, kami gambarkan begitu buruknya? Itulah masyarakat kita. Kita cenderung memuji yang sukses dan menang, dan mudah menghujat yang kalah dan gagal. Sebaiknya, setiap kita mulai mengubah budaya itu, beri kesempatan kedua bagi setiap orang. Menurut pengalaman kami, apabila orang gagal, tidak ada gunanya murung dan memikirkan kegagalannya. Tetapi perlu mencari penyebabnya. Kegagalan seharusnya membuat enerpreneur sejati tertantang untuk menemukan kekuatan-kekuatan baru agar bisa meraih kesuksesan kembali. Tentu, kasus kegagalan dalam bisnis maupun dunia kerja, saat krisis ekonomi kian, memang banyak. Ribuan orang terkena Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) dan kehilangan mata pencahariannya. Sungguh ironis, seperti halnya kita, suka atau tidak suka, setiap manusia pasti akan mengalami berbagai masalah, bahkan mungkin penderitaan. Seorang entrepreneur, harus berani menghadapi kegagalan, dan memetik hikmahnya. Mungkin saja kegagalan itu datang untuk memuliakan hati kita, membersihkan pikiran kita dari keangkuhan dan kepicikan, memperluas wawasan kita, serta untuk lebih mendekatkan diri kita kepada Tuhan. Untuk mengajarkan kita menjadi gagah tatkala lengah. Menjadi berani ketika kita takut. ltu sebabnya, kita bisa sepakat pada pendapat Richard Gere, aktor terkemuka Hollywood,”Kegagalan itu penting bagi karier siapapun.”
21
Mengapa? Banyak orang membuat kesalahan yang sama, dengan menganggap kegagalan sebagai musuh kesuksesan. Sebaliknya. kita seharusnya menganggap kegagalan itu dapat mendatangkan hasil. Ingat, kita harus yakin akan menemukan kesuksesan di penghujung kegagalan. tapi mengapa seseorang gagal dalam bisnis. Ada beberapa sebab umum. Pertama, kita ini sering menilai kemampuan diri kita terlalu rendah. Kedua, setiap bertindak, kita sering terpengaruh oleh mitos yang muncul di masyarakat sekitar kita. Ketiga, biasanya kita terlalu “melankolis” dan suka memvonis diri terlebih dahulu, bahwa kita ini dilahirkan dengan nasib buruk. Keempat, kita cenderung masih memiliki sikap, tidak mau tahu dari mana kita harus memulai kembali suatu usaha. Dengan mengetahui sebab kegagalan itu, tentunya akan membuat kita yakin untuk bisa mengatasinya. Buat kita mengalami sembilan dari sepuluh hal yang kita lakukan menemui kegagalan, maka sebaiknya kita bekerja sepuluh kali lebih giat. Dengan memiliki sikap dan pemikiran semacam itu, maka akan tetap menjadikan kita sebagai sosok entrepreneur yang selalu optimis akan masa depan. Maka, sebaiknya janganlah kita suka mengukur seorang entrepreneur dengan menghitung berapa kali dia jatuh. Tapi ukurlah, berapa kali ia bangkit kembali.
Berani Sukses
Seberapa besar rezeki yang kita inginkan, itu sama dengan seberapa besar kita berani mengambil risiko
SUKSES adalah proses. Ia dicapai dengan pengorbanan. Salah satunya, tidak cengeng dengan kegagalan. Sukses, pikirkanlah sebagai keseharian Anda. Keyakinan bisa sukses, selalu dibangun setiap saat. Karena itulah, jangan biarkan Anda kehilangan motivasi untuk sukses, dan terus membangun keyakinan itu dalam sanubari. Buanglah semua alasan, Anda gagal karena kelemahan dari diri Anda. Kurang cerdas, kurang fit, sudah terlalu tua, dan segudang “rasa kurang”, bukanlah alasan Anda gagal. Sukses memerlukan keberanian tanpa henti, mempelajari kemunduran bisnis. Hadapkan setiap problem dengan perjalanan sukses wirausahawan lain yang serupa usahanya dengan Anda. Bahkan, Anda simak mereka yang gagal, dan temukan jawabannya mengapa dia gagal. Kesiapan pribadi seorang wirausahawan menghadapi perubahan, juga dipermantap. Jangan mudah dikejutkan perubahan. Pelajarilah kesuksesan orang lain, himpun semua “sebab-sebab sukses” itu, temukan kelebihan-kelebihan itu, dan mulai mencoba menyusun apa kelebihan Anda, apa kebaruan yang bisa ditelurkan dari proses membandingkan dengan usaha orang lain.
22
Seorang wirausahawan, adalah yang selalu “melek” dan “buka telinga” terhadap setiap peluang. Sukses wirausahawan, bukan sekadar “rezeki dari langit”, tapi juga kejelian membaca/menangkap peluang. Dan ini memerlukan stamina usaha yang tinggi. Jangan ketakutan lebih dulu, seakan-akan wirausahawan itu orang yang tidak pernah beristirahat. Tidak! Secara fisik, istirahat perlu, tapi sebagai wirausahawan, pikiran “tetap jalan” dalam arti, keseharian kita dibiasakan terus memikirkan, kebaikan-kebaikan apa yang bisa dibangun berdasarkan peluang yang kita hadapi setiap saat. Tidak ada orang yang bisa mendapatkan kenikmatan dari hidup yang terus merangkak-rangkak, kehidupan yang setengah-setengah. Sukses berarti hanya hal yang mengagumkan dan positif. Sukses berarti kesejahteraan pribadi: rumah bagus, keamanan di bidang keuangan dan kesempatan maju yang maksimal, serta berguna bagi masyarakat. Sukses juga berarti memperoleh kehormatan, kepemimpinan, dan disegani. Dengan demikian sukses berarti self respect, merasa terhormat, terus-menerus merasa bahagia, dan merasakan kepuasan dari kehidupannya. Itu artinya, kita berhasil berbuat lebih banyak hal yang bermanfaat. Dengan kata lain, sukses berarti menang. Namun sayangnya, diera globalisasi seperti sekarang ini, tidak semua entrepreneur berani menyebutkan, bahwa dirinya telah mencapai kesuksesan. Menurut kami, sebagai wirausahawan, jangan segan Anda nyatakan: hari ini saya sukses. Dengan begitu, rasa percaya diri itu pun terbangun. Kepercayaan diri yang besar itu, membangkitkan semangat untuk meraih kesuksesan. Dan kesuksesan itu, juga berarti perlu dibagi kepada sesama pebisnis. Betapapun sibuknya wirausahawan yang sukses, dalam dirinya ada jiwa sosial saat diminta membantu wirausahawan lain yang belum sesukses dirinya. Yakinlah, dalam
jiwa seorang wirausahawan sukses, ada keyakinan:
Allah itu kekuatanNya besar yang mendorong umatnya, termasuk para wirausahawan, untuk tidak egois. Karena pribadi yang senang melihat orang lain “gagal melulu”, sejatinya sedang menanti gelombang kegagalan menerpanya. Jadi, beranilah berpikir sukses! Berani Berbeda Munculkanlah keberanian berpetualang di zaman baru, kendati untuk itu kita siap membayar harga orang yang menertawakan, mengejek, dan mengkritik kita.
Mengapa orang menertawakan kita? Atau lebih enteng dari itu, mengapa orang meremehkan kita? Karena kita berbeda. Tapi, apa salahnya jika kita berbeda? Kenyataaannya, menjadi berbeda sudah terjadi sejak kita lahir. Setiap individu di dunia ini berbeda. Tak ada seorangpun yang 100 % sama dengan lainnya. Sidik jari kita cukup membuktikan fakta ini – tak ada dua sidik jari yang sama di dunia. Setiap orang dari kita berbeda – UNIK. Dan keunikan kita memisahkan kita satu dengan lainnya.
23
Bila kita benar-benar ingin berhasil dalam hidup ini, munculkanlah bakat ini dari dalam diri, biarkan ia bersinar begitu terang. Orisinalitas
gagasan, di mana Anda
menampakkan “sesuatu yang baru dan terang”, akan membuat keberbedaan itu, memberi nilai lebih bagi pribadi Anda. Lebih baik kita berani berbeda. Dan, perbedaan kita dari yang lain, adalah wujud ketekunan kita menjadi LEBIH BAIK. Seorang diri, menjadi lebih baik, di antara banyak orang yang berpikiran nyaris sama tentang suatu hal, lalu keberbedaan Anda, diterima banyak orang dan diterima dunia. Luar biasa, bukan.Mari, gunakan energi Anda menghasilkan perbedaan yang bertenaga. Perbedaan yang bernilai.
“Pengusaha swasta memainkan peran lebih besar dalam ekonomi dunia. Pengusaha kecil telah merampas multi miliaran dolar dari bisnis besar.”
Daftar Pustaka 1. Suharyadi, Arissetyanto Nugroho, Purwanto S.K., Maman Faturohman, 2007. Kewirausahaan, Membangun Usaha Sukses Sejak Usia Muda, Salemba Empat. 2. Calvin R. J. 2002. Entrepreneurial Management. McGraw-Hill. New York. 3. Cooper A.C., S. A. Alvarez, A. A. Carera. 2006. Entrepreneurial Strategies: New Technologies in Emerging Markets. Blackwell Publising. Australia. 4. Dollinger M. J., 2003. Entrepreneurship Strategies and Resources. Printice Hall. Ney Jersey. 5. Hitt M. A., R. D. Ireland. 2002. Strategic Entrepreneurship; Creating a New Mindset. Blackwell Publishing. United Kingdom. 6. Hendrowinoto N., dkk. 2005. H. Probosutedjo Merindukan Kesejahteraan Rakyat Jelata. Mercu Buana University Press. Jakarta. 7. Longenecker, J. G., C. W. Moore., J.W. Petty. Kewirausahaan Manajemen Bisnis Kecil. Salemba Empat. Jakarta, 8. Lupiyoadi, R. 2004. Entrepreneurship: From Mindset to Strategy. Lembaga Penerbit Fakultas Ekonomi, Universitas Indonesia. Jakarta. 9. Kao J. J. 1989. Entrepreneurship, Creativity and Organization. School. Printice-Hall. New Jersey.
Harvard business
10. Seng, W. A. 2006. Rahasia Bisnis Orang Cina. Hikmah. Jakarta. 11. Suharno B., 2006. Langkah jitu memulai Bisnis dari Nol. Penebar Swadaya. Jakarta.
24
12. Kuratko D. F. and R. M. Hodgetts. 2004. Entrepreneurship, Theory, Process, Practice. Thomson. Australia. 13. Lambing P., and C. R. Kuehl. Entrepreneurship. 2000. Prentice-Hall Inc. New Jersey. 14. Zimmerer, W. T. dan N. M. Scarborough. 1998. Manajemen Bisnis Kecil. PT. Indeks. Jakarta.
Pengantar Kewirausahaan dan
15. Riyanti B. P. D. 2003. Kewirausahaan Dari Sudut Pandang Psikologi Kepribadian. Grasindo. Jakarta. 16. Widyatmoko A., 2006. 100 Peluang Usaha. Agromedia Pustaka. Tangerang. 17. Zubir Z. 2005. Studi Kelayakan Usaha. Lembaga Penerbit Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia, Jakarta. 18. Zimmerer, W. T. Dan N. M. Scarborough. 2005. Pengantar Kewirausahaan dan Manajemen Binsnis Kecil. Ed. Keempat. PT. Indeks. Jakarta. 19. Suryana, 2006. Kewirausahaan Pedoman Praktis: Kiat dan Proses Menuju Sukses, Ed. 3. Salemba Empat. Jakarta. 20. Kasmir. 2006. Kewirausahaan. PT. RajaGrafindo Persada. Jakarta 21. Alma, B. 2005. Kewirausahaan. Alfabeta. Bandung
25