KONTEKSTUALISASI AMAR MA’RUF NAHI MUNKAR Oleh Dr. Muhbib Abdul Wahab, MA. Dosen Pascasarjana FITK UIN Syarif Hidayatullah dan UMJ Prolog Semua Nabi dan Rasul mengemban misi suci, yaitu dakwah dengan amar ma’ruf nahyi munkar, karena kemunkaran, kesesatan, kedzaliman, dan kemaksiatan itu selalu terjadi pada masyarakat manapun dan kapanpun. Para Rasul itu diutus untuk merubah dan memperbaiki masyarakat yang menyimpang dari ajaran Allah Swt menuju masyarakat yang bertauhid, beriman kepada Allah Swt, berilmu, dan beramal shalih. Setelah Rasulullah Saw tiada, apakah tugas mulia amar ma‟ruf dan nahi munkar itu berakhir? Jika harus dilanjutkan oleh umatnya, bagaimana kontekstualisasi amar ma‟ru nahi munkar dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara: apakah amar ma'ruf dan nahi munkar harus dibarengi tindak kekerasan? Selanjutnya, apa implikasinya jika amar ma'ruf nahi munkar tidak berjalan dalam kehidupan masyarakat? Bagaimana etika beramar ma'ruf nahi munkar? Amar Ma’ruf Nahi Munkar Amar berasal dari bahasa Arab (al-amr) berarti perintah, memerintahkan, atau menyuruh. Sedangkan ma'ruf (ma‟ruf) artinya yang dikenal, diketahui dan diakui baik, oleh akal sehat, masyarakat, dan atau syariat. Redaksi yang sebenarnya adalah al-amru bi al-ma’ruf. Ma'ruf itu mengandung makna kebaikan yang sudah dikenal dan diakui oleh „uruf (kebiasaan) yang berlaku di masyarakat, misalnya: mencium tangan orang tua setelah bersalaman, menyingkirkan duri di jalan, menolong dan memberi makan orang miskin, gotong royong dalam rangka kebersihan kampung, dan sebagainya. Ma’ruf merupakan antonim (lawan kata) munkar (ditolak, dibenci, dan diingkari oleh akal sehat, masyarakat, dan syariat), seperti: aksi begal, judi, membuang sampah sembarangan, illegal loging, korupsi, dan sebagainya. Ma’ruf merupakan kebaikan yang bersifat lokal, dan berbeda dengan al-khair, yang mengandung arti kebaikan atau kebajikan yang bersifat universal, berlaku umum di seluruh penjuru dunia, seperti: berbakti kepada orang tua, membantu sesama, mengentaskan kemiskinan, menghapuskan buta aksara, memberikan pendidikan yang baik bagi umat manusia, membudayakan hidup sehat, menolong korban bencana alam, dan sebagainya. Sedangkan nahi munkar (an-Nahyu ‘an al-munkar) melarang, mencegah sesuatu yang ditolak, dibenci, dinilai tidak baik oleh akal sehat, masyarakat, dan syariat, seperti: mencuri, merampok, membegal, korupsi, membuang sampah sembarang, 1
merokok di area publik atau di tempat ber-AC, meminum minuman keras, berjudi, dan sebagainya. Melarang atau mencegah kemunkaran berarti menjauhkan diri sendiri dan orang lain dari perbuatan yang tidak patut dikerjakan karena memang dibenci, ditolak, dan tidak diakui baik oleh akal sehat, masyarakat, dan syariat. Biasanya nahi munkar itu lebih “berat dan sulit” daripada amar ma‟ruf, karena pihak yang dicegah boleh jadi “melawan” atau tidak suka sehingga berpotensi menimbulkan ketegangan atau konflik. Tidak jarang, nahi munkar mengakibatkan adanya korban dari salah satu atau kedua belah pihak. Dasar Hukum AMNM Beramar ma‟ruf dan bernahi munkar merupakan ajaran Islam yang sangat mulia, karena bertujuan untuk merubah kondisi manusia atau masyarakat menjadi lebih baik. Dasar hukum Amar Ma‟ruf Nahi Munkar (AMNM) adalah firman Allah sebagai berikut.
ِ ك ُى ُم الْ ُم ْفلِ ُحو َن ْ َولْتَ ُكن ِّمْن ُك ْم أ َُّمةٌ يَ ْدعُو َن إِ ََل َ ِاْلَِْْي َويَأْ ُم ُرو َن بِالْ َم ْع ُروف َويـَْنـ َه ْو َن َع ِن الْ ُمْن َك ِر َوأ ُْولَـئ
)407 :(آل عمران
Artinya: “Dan hendaklah ada di antara kamu segolongan umat yang menyeru kepada kebajikan, menyuruh kepada yang ma'ruf dan mencegah dari yang munkar; merekalah orang-orang yang beruntung.” (QS. Ali Imran: 104). Ayat tersebut memerintahkan kita untuk menyeru/mengajak kepada kebaikan (alkhair), memerintahkan yang ma'ruf, dan mencegah kemungkaran. Berdasarkan ayat inilah muncul istilah Dakwah Amar ma'ruf Nahi Munkar. Dakwah AMNM dalam arti luas tidak terbatas pada dakwah bi al-lisan (ceramah, pidato, taushiyah, orasi, dan penyampaian mauizhah hasanah, nasehat yang baik), melainkan juga dapat berupa pengembangan lembaga dan sistem pendidikan, pengembangan dan pemberdayaan ekonomi umat, penguatan sistem dan penegakan hukum yang adil, dan sebagainya. Oleh karena itu, dakwah amar ma‟ruf nahi munkar dapat dilaksanakan oleh sekelompok orang dalam umat. Menurut para ulama, hukum melakukan AMNM itu fardhu kifāyah (kewajiban kolektif). Selain itu, ada pula yang berpendapat bahwa amar ma'ruf nahi munkar itu wajib ‘ain (kewajiban individual) bagi setiap Muslim, minimal mengajak diri sendiri dan keluarganya ke jalan yang benar dan baik, sesuai dengan firman Allah sebagai berikut:
2
ِ ِ ودها النَّاس وال ِ َّ ظ ِش َدا ٌد ََل ٌ ْح َج َارةُ َعلَْي َها َم ََلئِ َكةٌ ِغ ََل َ ُ ُس ُك ْم َوأ َْهلي ُك ْم نَ ًارا َوق َ ين َ ُ َ يَاأَيُّ َها الذ َ آمنُوا قُوا أَن ُف )6 :صو َن اللَّهَ َما أ ََم َرُه ْم َويَ ْف َعلُو َن َما يُ ْؤَم ُرو َن (التحريم ُ يَ ْع Artinya: Hai orang-orang beriman, jagalah dirimu dan keluargamu dari siksa api neraka yang bahan bakarnya adalah manusia dan batu, di atasnya terdapat malaikat yang sangat keras dan tegas yang tidak pernah melanggar perintah Allah, dan selalu melaksanakan yang diperintahkan (kepada mereka). (QS. At-Tahrim: 6)
Spirit dan Etos AMNM Dakwah AMNM merupakan tugas kolektif umat Muhammad SAW. Menurut alQur‟an, dakwah ini merupakan amalan terbaik di mata Allah Swt.
ِ ومن أَحسن قَـوالً ِِّّمَّن دعا إِ ََل اللَّ ِو وع ِمل ص ِ ِِ ني َ َاِلاً َوق ََ َ ال إِن َِِّن م َن الْ ُم ْسلم َ َ ََ ْ ُ َ ْ ْ ََ Artinya: “Siapakah yang lebih baik perkataannya daripada orang yang menyeru kepada Allah, mengerjakan amal yang saleh, dan berkata: "Sesungguhnya aku termasuk orang-orang yang menyerah diri?" (QS al-Fushshilat: 33) Menurut Abdullah bin Abdul Aziz al-Aidan, kalimat istifham (pertanyaan) dalam ayat ini mengandung arti nafy (peniadaan, negasi). Artinya, tidak ada satu pun yang lebih baik ucapan dan perbuatannya di sisi Allah swt selain orang yang berdakwah di jalan-Nya. Mengemban misi dakwah AMNM merupakan etos dakwah dan karakter umat terbaik. Artinya, melalui spirit AMNM, umat Islam harus terus melakukan perubahan ke arah yang lebih baik, lebih berprestasi, lebih sukses, lebih bahagia, sejahtera, lebih adil, dan lebih berkah. Hal ini sesuai dengan firman Allah berikut:
ِ َّاس تَأْمرو َن بِالْمعر ِ ْ ُك ْنتم َخي ر أ َُّم ٍة أُ ْخ ِرج ُ ُ وف َوتَ ْن َه ْو َن َع ِن ال ُْم ْن َك ِر َوتُ ْؤِمنُو َن بِاللَّ ِه َولَ ْو آ ََم َن أ َْه َ ُْ َ ُ ُ ِ ت للن َْ ُْ ِ اب لَ َكا َن َخي را لَهم ِم ْن هم الْم ْؤِمنُو َن وأَ ْكثَرهم الْ َف ِ ال ِ َْكت )111 :اس ُقو َن (آل عمران ُ ُ ُ ْ ُ ًْ ُ ُُ َ Spirit AMNM adalah spirit perubahan, spirit perbaikan, dan spirit peningkatan kualitas hidup. Karena dalam masyarakat dipastikan ada kemunkaran atau kemaksiatan. Amar ma'ruf nahi munkar merupakan jalan kenabian, karena semua Nabi dan Rasul Allah itu selalu berjuang di jalan Allah melalui amar ma'ruf nahi munkar. Sedemikian pentingnya nilai atau ajaran AMNM, sehingga aliran Mu‟tazilah (aliran teologi rasional dalam Islam) menjadikan AMNM ini menjadi salah satu pilar 3
utama ajaran teologi mereka, selain tauhid, al-manzilah baina al-manzilatain (suatu posisi di akhirat di antara dua posisi: surga dan neraka), al-’adalah (keadilan) dan alwa’du wa al-wa’id (jinji/surga dan ancaman/neraka). Melakukan AMNM bukan hanya kewajiban agama, melainkan merupakan kebutuhan umat, karena di dalam kehidupan masyarakat pasti ada “kemunkaran” atau penyakit sosial yang perlu dirubah menjadi kema'rufan, kebaikan. Tentu saja sebagai Muslim kita tidak merasa nyaman jika membiarkan terjadikan kemunkaran, karena akan berakibat pada kerusakan dan kebobrokan sistem sosial. Karena itu, Nabi Saw bersabda:
ٍ عن أَيب س ِ َ َدري رضي اهلل عنو ق (من َرأى ِمن ُكم ُ َول اهللِ صلى اهلل عليو وسلم ي َ عت ِر ُس ِّ ُعيد اْل ُ ََس:ال َ :قول َْ َ ِ ِِ ِِ ِ ِ ََضعف اإلمي ] (رواه568[)ان َ طع فَبِ َقلبِو َو َذل ُ َْ ك أ ْ َ فَِإ ْن ََلْ يَست،طع فَبِل َسانو ْ َ فَِإ ْن ََلْ يَست،ُمن َكَراً فَليُـغَيِّـ ْرهُ بِيَده )مسلم Artinya: “Siapa yang melihat kemunkaran, maka hendaklah ia merubah dengan tangannya. Jika tidak mampu dengan tangannya, maka rubahlah dengan lisannya. Dan jika tidak mampu dengan lisannya, rubahlah dengan sikap hatinya (antipati terhadap kemungkaran itu). Sikap terakhir ini merupakan iman yang paling lemah.” (HR. Muslim) Hadits ini menjelaskan tiga strategi atau cara beramar ma'ruf nahi munkar, yaitu dengan tangan atau kekuasaan, kewenangan, dan posisi sosial yang kita miliki, lalu lisan (pendapat, opini, nasehat, dan sebagainya), dan dengan sikap hati (anti terhadap perbuatan munkar). Cara terakhir dinilai sebagai manifestasi dari iman yang paling lemah. Bencana yang paling berbahaya mengancam kehidupan masyarakat muslim adalah bencana kemungkaran, sebab jika kemaksiatan telah merajalela, maka rusaklah integritas dan moralitas masyarakat. Tidak ada bencana yang lebih hebat dalam merusak tatanan kehidupan muslim melebihi kemungkaran, karena kemungkaran merupakan tanda hilangnya rasa malu, merosotnya harga diri dan harkat martabat masyarakat. Kriteria Ma’ruf dan Munkar Menurut buya Hamka, kata ma’ruf itu semakna dengan urf (ada istiadat), artinya: yang dikenal atau yang dimengerti dan dapat dipahami serta diterima oleh masyarakat, bahkan dipuji. Indikator dari ma‟ruf adalah patut dan layak menurut logika masyarakat secara umum, sekaligus sudah menjadi kebiasaan baik yang dilakukan secara turun-temurun.
4
Sebaliknya, kata munkar itu mengandung arti yang dibenci, yang tidak disenangi, yang ditolak masyarakat karena tidak patut atau tidak pantas dilakukan. Oleh karena itu, kriteria ma'ruf dan munkar, yang baik dan yang buruk, itu ditentukan oleh pendapat umum (common sense) atau pendapat masyarakat. Selanjutnya, Hamka menjelaskan dalam tafsirnya bahwa dakwah amar ma'ruf nahi munkar itu, antara lain, dengan membentuk pendapat umum tentang sesuatu yang baik atau yang buruk. Kriteria AMNM juga dapat dikaitkan dengan tujuan pembumian syariat Islam, yaitu: (1) menjaga agama (hifdz al-din), (2) menjaga akal (hifdz al-‘aql), (3) menjaga keturunan atau kehormatan (hifdz al-nasl atau al-‘irdh), (4) menjaga jiwa (hifdz alnafs), dan (5) menjaga harta benda (properti) (hifdz al-mal). Dakwah AMNM idealnya juga harus berorientasi kepada terjaminnya eksistensi agama; agama tidak dikebiri dan dijadikan semata-mata alat legitimasi. AMNM harus dapat mewujudkan pendidikan akal rasional, bukan pembiaran kebodohan di tengah masyarakat. Dalam aktualisasinya, dakwah AMNM dapat diwujudkan melalui: 1. Dakwah bi al-lisan (pertama kepada istri, keluarga dan sahabat, teman dekat) 2. Dakwah bi al-kitabah (mengirim surat ajakan bertauhid atau berislam kepada para pemimpin, raja dan kepala pemerintahan di sekitar Jazirah Arabia) 3. Dakwah bi al-hal (Mempraktikkan ajaran Islam dan memberikan keteladanan yang baik bagi semua orang). Dakwah AMNM juga dapat dilakukan dengan hikmah (wisdom), mauizhah hasanah (nasihat yang baik, pendidikan dan pengajaran, komunikasi persuasi) dan ahsan mujadalah (debat terbaik, adu argumentasi yang paling meyakinkan).
ِ ِ ِ ْ اِلِكْم ِة والْمو ِعظَِة ِ ِ َ ِّْادعُ إِ ََل سبِ ِيل رب ض َّل َ ََّح َس ُن إِ َّن َرب َ ك ُى َو أ َْعلَ ُم ِبَ ْن ْ اِلَ َسنَة َو َجاد ْْلُ ْم بِالَِِّت ى َي أ َْ َ َ ْ ك ب َ َ ِ ِ ِِ ِ )458 :ين (النحل َ َع ْن َسبيلو َوُى َو أ َْعلَ ُم بالْ ُم ْهتَد Serulah/ajaklah ke jalan Tuhanmu dengan penuh hikmah, nasehat yang baik, dan debatlah mereka dengan cara yang terbaik. Sesungguhnya Tuhanmu Maha Mengatahui orang yang sesat dari jalan-Nya. Dia juga Maha Mengetahuai orangorang yang mendapat petunjuk. (QS. An-Nahl/16: 125) Kontekstualisasi Dakwah AMNM Perintah untuk melakukan AMNM sebagaimana tercantum dalam ayat 104 surat Ali Imran tersebut telah menginspirasi lahirnya organisasi sosial keagamaan Muhammadiyah. Pendirinya, KH. Ahmad Dahlan, memahami bahwa tugas dakwah 5
AMNM itu tidak akan berhasil jika dilakukan secara individu-individu, melainkan harus diwujudkan melalui gerakan yang terorganisir dengan baik. Menurut M. Dawam Rahardjo, menegakkan kebajikan dan melaksanakan AMNM itu adalah esensi tugas negara. Artinya, negara –sebut: pemerintah– berkewajiban melakukan program-program yang dapat mewujudkan keamanan, kesejahteraan, kemakmuran, dan keadilan bagi semua. Pemerintah wajib memberantas korupsi, pembegalan, perjudian, perampokan, terorisme, tindak kekerasan, dan sebagainya agar terwujud kedamaian dan kemasalahatan bersama. AMNM dapat dikontekstualisasikan dalam bentuk pengembangan model pendidikan holistik, pendidikan nilai, pendidikan akhlak, dan pendidikan lainnya yang berorientasi kepada pencerdasan dan pencerahan anak bangsa. Nahi munkar dapat dikontekstualisasikan dalam bentuk kontrol sosial, koreksi terhadap kebijakan pemerintah yang keliru, dan evaluasi kinerja pemerintah yang tidak berpihak kepada kemaslahatan umat. Etika Dakwah AMNM Dalam melaksanakan dakwah AMNM, kita harus selalu mengindahkan etika sebagai berikut, agar tujuan dan nilai dakwah kita tidak “rusak” oleh perbuatan kita sendiri. Etika dimaksud adalah sebagai berikut. 1. Mendidik, bukan menghardik 2. Merangkul, bukan memukul 3. Menasehati, bukan menggurui. 4. Membuat mulia, bukan menghina. 5. Mengapresiasi dan mempersuasi, bukan melukai dan menyakitkan hati. 6. Memberi teladan, bukan melawan kebenaran 7. Memberdayakan, bukan memperdayakan 8. Menghormati keragaman, bukan memaksakan tindakan 9. Memudahkan, bukan menyulitkan 10. Menggembirakan, bukan menyedihkan 11. Mengedepankan ketaatan, bukan kemaksiatan. Nabi Muhammad Saw sukses berdakwah AMNM bukan karena kekayaan, kekuatan dan kekuasaan politik yang dimilikinya, melainkan karena keluhuran dan kemuliaan akhlak dan keteladannya yang luar biasa melampaui budi pukerti manusia manapun di dunia ini. Epilog Amar ma'ruf nahi munkar merupakan ajaran Islam yang sangat penting dan mendasar bagi setiap Muslim. Sebab dengan mengamalkan ajaran ini, Islam sebagai rahmatan lil ‘alamin dapat membumi dalam kehidupan sehari-hari. AMNM 6
merupakan kewajiban kolektif, karena keburukan, kemunkaran, dan kemaksiatan yang terjadi di dalam masyarakat tidak berdiri sendiri. Oleh karena itu, pencegahan kemunkaran dan penyeruan berbuat kebaikan merupakan tanggung jawab bersama, dilakukan secara kolektif, terorganisasi secara baik, dan lebih-lebih dilakukan oleh negara, karena negara mempunyai kekuasaan dan kekuatan yang besar. AMNM juga bisa dilakukan oleh setiap muslim sesuai dengan kompetensi dan posisi masing-masing. Pemimpinan ber-AMNM dengan kebijakan dan keadilannya, hakim dengan putasannya yang objektif dan adil, guru dan dosen dengan ilmunya, dokter ber-AMNM dengan pengobatan dan penyehatan masyarakat, penguasaha/orang kaya dengan kedermawannya, dan orang miskin dengan dukungan moril dan doanya. Wallahu’alam bish as-shawab! *Artikel ini pernah dimuat dalam Majalah Tabligh, edisi Juni 2015
7