KONTEKS SITUASIONAL YANG MEMUNGKINKAN TERJADINYA PEMBUNUHAN BERANTAI OLEH BAEKUNI ALIAS BABEH Elizar Ayu Putri dan Adrianus E. Meliala Program Studi Kriminologi Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik
[email protected]
ABSTRAK
Penelitian ini membahas aspek (dimensi) tempat dan waktu yang memungkinkan Baekuni alias Babeh melakukan pembunuhan berantai terhadap sepuluh dari empat belas anak jalanan berusia delapan sampai dengan dua belas tahun pada periode 1993-2010. Penelitian ini adalah penelitian kualitatif dengan teknik pengumpulan data berupa wawancara tidak terstruktur dengan Baekuni alias Babeh, observasi ke crime location yang tersebar di wilayah Jabodetabek, dan studi literatur. Temuan-temuan yang diperoleh dari hasil penelitian adalah bahwa Baekuni alias Babeh melakukan tahapan pembunuhannya di beberapa tempat berbeda, yakni victim encounter site, point of first encounter, murder site, body dump site, dan vehicle drop site. Kesimpulannya, pembunuhan berantai oleh Baekuni alias Babeh tidak terdistribusi secara acak dalam ruang dan waktu melainkan terpola dengan jelas pada ruang dan waktu tertentu. Kata Kunci: Aspek spasial; Aspek temporal; Crime pattern theory; Konteks situasional; Rational choice theory ABSTRACT
This study discusses aspects (dimensions) of place and time that allows Baekuni aka Babeh committed serial murder against ten of fourteen street children aged eight to twelve years in the period of 1993-2010. This study is a qualitative research with data collection in the form of unstructured interviews with Baekuni aka Babeh, observation to Jabodetabek area, as well as literature studies. The finding obtained from the research is that Baekuni aka Babeh had committed murder in several stages on several different places, which are victim encounter site, the point of first encounter, murder site, body dump site, and vehicle drop site. In conclusion, the serial murder committed by Baekuni aka Babeh is not randomly distributed in space and time but such pattern relating space and time can be observed. Keyword: Crime pattern theory; Rational choice theory; Situational context; Spatial aspect; Temporal aspect
Konteks situasional..., Elizar Ayu Putri, FISIP, 2014
PENDAHULUAN Pembunuhan berantai merupakan salah satu bentuk pembunuhan yang menjadi perhatian masyarakat. Pembunuhan berantai merupakan tindak kejahatan pembunuhan berencana yang menyebabkan kematian bagi tiga atau lebih orang korban yang dipilih secara spesifik (memiliki kesamaan ciri), dilakukan di tiga atau lebih lokasi bebeda dalam kejadian berbeda, dan terdapat periode cooling-off atau jeda waktu, baik dalam kurun waktu hari, minggu, maupun bulan antar pembunuhan. Di Indonesia, terdapat beberapa kasus pembunuhan yang dapat dikategorikan sebagai pembunuhan berantai. Kasus pembunuhan pertama pada rentang waktu dua puluh tahun terakhir adalah kasus pembunuhan berantai yang dilakukan oleh Ny. Astini pada tahun 1992 sampai dengan 1996 terhadap Ny. Rahayu, Ny. Sri Astutik, dan Ny. Pudjiastuti. Kemudian pada tahun 1997, pembunuhan berantai kembali terjadi di Medan. Pembunuhan berantai ini dilakukan oleh Ahmad Suraji atau dikenal sebagai Dukun AS terhadap 42 orang perempuan pada kurun waktu 1986-1997. Memasuki tahun 2000-an, terjadi tiga pembunuhan berantai lainnya antara tahun 2001 sampai dengan tahun 2008. Pada tahun 2001, Rio Alex Bulo (Alias Rio Martil) membunuh korban terakhirnya, Jeje Suraji (39). Sejak tahun 1997, Rio telah membunuh sedikitnya empat orang pemilik atau pengelola rental mobil (Kompas.com. 2008). Pada tahun 2004, Iptu Gribaldi Handayani ditangkap karena terlibat dalam sebelas kasus pembunuhan di Jambi dan Riau selama enam tahun terakhir ia bertugas di Kepolisian Jambi, termasuk salah satunya pembunuhan terhadap istrinya, Nurmata Lili (indosiar.com). Kemudian pada tahun 2009, Very Idham Henyansyah alias Ryan Jombang terbukti membantai 11 korbannya, salah satunya bernama Heri Santoso. Pada tahun 2010, pembunuhan berantai kembali menjadi sorotan publik setelah adanya pemberitaan mengenai penangkapan Baekuni alias Babeh di kediamannya di Jalan Haji Dalim, Pulogadung, pada tanggal 9 Januari 2010 karena diduga telah melakukan pembunuhan terhadap Korban #14. Korban #14 bukanlah satu-satunya korban Baekuni alias Babeh. Berdasarkan pada disertasi berjudul Studi Kejahatan Mutilasi di Jakarta oleh M. Fadil Imran (2014), total korban pembunuhan oleh Baekuni alias Babeh adalah empat belas orang, terjadi pada kurun waktu tujuh belas tahun, dimulai dengan pembunuhan pertama dari tahun 1993 sampai dengan tahun 2010.
Konteks situasional..., Elizar Ayu Putri, FISIP, 2014
Baekuni menjerat korbannya dengan tali hingga mati lemas. Tindakan itu dilakukan karena anak-anak tersebut menolak disodomi. Setelah korban meninggal dunia, Baekuni melakukan sodomi terhadap korbannya setelah korbannya meninggal dunia. Jasad korban kemudian dimutilasi dan dimasukkan ke dalam kardus bekas air minum dalam kemasan sebelum akhirnya dibuang ke beberapa tempat di Jakarta, Jawa Barat, dan Jawa Tengah (kompas.com). Karena tindakannya tersebut, akhirnya pada hari Rabu tanggal 6 Oktober 2010, Pengadilan Negeri Jakarta Timur menjatuhi vonis pidana penjara seumur hidup pada Baekuni alias Babeh karena melanggar KUHP pasal 340 tentang pembunuhan berencana (Kompas. 2010). Pada 13 Desember 2010, vonis ini diperberat menjadi hukuman mati oleh Pengadilan Tinggi Jakarta dalam perkara nomor PT 386/Pid/2010/PT. DKI. Atas vonis sesuai tuntutan JPU ini, Babe mengajukan kasasi. Pada tanggal 21 April 2013 Mahkamah Agung (MA) menguatkan vonis mati terhadap Baekuni alias Babeh (Elsam. 2013). Kini Baekuni alias Babeh menjalani masa pidananya di Lembaga Pemasyarakatan Kelas I Cipinang. Jika melihat dari salah satu aspek seriusitas kejahatan yang dikemukakan oleh Hagan (dalam Lanier dan Henry. 2004: 28-29), yakni dari dampak yang ditimbulkan seperti kematian 14 orang korban yang masih masuk pada kategori usia anak dan pidana yang dijatuhkan pada pelaku, maka pembunuhan berantai yang dilakukan oleh Baekuni alias Babeh merupakan tindak kejahatan yang sangat serius. Oleh karenanya perlu diteliti. Kemudian permasalahan yang muncul adalah konteks situasional seperti apa yang pada akhirnya membawa pelaku pembunuhan berantai dan korban-korbannya dalam peristiwa pembunuhan berantai dimana salah satu diantaranya sampai pada keputusan membunuh yang lainnya. Konteks situasional ini seringkali diabaikan dalam studi pembunuhan berantai sebagai unit analisisnya. Padahal suatu kejadian pembunuhan secara terbaik harus dipahami secara holistik sebagai gabungan antara pelaku, korban dan konteks situasionalnya (Miethe dan Regoeczi. 2004: 34). Menurut Miethe dan McCorkle (1998: 29-39), konteks situasional meliputi berbagai aspek, seperti 1) motivasi melakukan kejahatan; 2) hubungan pelaku dan korban; 3) dinamika situasional (aspek spasial dan temporal penggunaan senjata, pola keterlibatan pihak lain serta penggunaan alkohol dan narkoba); dan 4) strategi pemilihan target. Di antara keempat aspek konteks situasional tersebut, tempat dan waktu merupakan aspek (dimensi) yang selalu ada dalam pembunuhan berantai. Lokasi tertentu dapat menjadi lokasi terjadinya peristiwa pembunuhan
Konteks situasional..., Elizar Ayu Putri, FISIP, 2014
berantai pada periode waktu tertentu. Sehingga pola spasial dan temporal menjadi faktor penting untuk dipertimbangkan (Brookman. 2005: 116). Mengacu pada pandangan-pandangan tersebut di atas, peneliti tertarik untuk melakukan penelitian pada kasus pembunuhan berantai yang dilakukan oleh Baekuni alias Babeh, khususnya terkait konteks situasional. Tidak semua aspek konteks situasional pembunuhan berantai dibahas dalam penelitian ini. Peneliti hanya difokuskan pada aspek (dimensi) tempat dan waktu yang memungkinkan terjadinya pembunuhan berantai.
TINJAUAN TEORITIS Menurut Choi dan Lee (2014: 117), serial murder atau pembunuhan berantai adalah tindakan mengambil tiga atau lebih nyawa dalam kejadian terpisah, biasanya dalam periode waktu yang lama.
Pembunuhan berantai mengadopsi siklus berulang dan terdapat periode
cooling off antara pembunuhan satu dengan lainnya. Pembunuhan direncanakan (premeditated) dan tipe korban secara spesifik dipilih. Pembunuh berantai tidak memiliki hubungan dengan korban mereka dan mereka jarang melakukan bunuh diri. Dalam penelitian ini yang dimaksud dengan pembunuhan berantai adalah tindak kejahatan pembunuhan yang menyebabkan kematian bagi tiga atau lebih korban dengan tipe tertentu, terjadi di tiga atau lebih lokasi terpisah dalam tiga atau lebih dalam kejadian berbeda dengan cooling off period antar kejadian pembunuhan. Mengacu pada crime event perspective, yang dikemukakan oleh Meier, Sacco, dan Kennedy (2001). Kejahatan, termasuk pembunuhan berantai, terjadi karena adanya pertemuan antara pelaku dan korban dalam konteks situasional. Konteks situasional meliputi berbagai aspek. Menurut Miethe dan McCorkle (1998: 29-39), konteks situasional meliputi: 1) motivasi melakukan kejahatan; 2) hubungan pelaku dan korban; 3) dinamika situasional (aspek spasial dan temporal penggunaan senjata, pola keterlibatan pihak lain serta penggunaan alkohol dan narkoba); dan 4) strategi pemilihan target. Di antara keempat aspek konteks situasional tersebut, tempat dan waktu merupakan aspek (dimensi) yang selalu ada dalam pembunuhan berantai. Lokasi tertentu dapat menjadi lokasi terjadinya peristiwa pembunuhan berantai pada periode waktu tertentu. Sehingga pola spasial dan temporal menjadi faktor penting untuk dipertimbangkan (Brookman. 2005: 116). Berdasarkan pada perspektif tersebut, peneliti hanya
Konteks situasional..., Elizar Ayu Putri, FISIP, 2014
melihat aspek dimensi tempat dan waktu sebagai konteks situasional dalam pembunuhan berantai oleh Baekuni alias Babeh. Kajian mengenai tempat dan waktu sebagai konteks situasional dalam kejahatan ditemukan dalam environmental criminology. Terdapat dua teori dalam environmental criminology yang digunakan dalam memahami dimensi tempat dan waktu dalam pembunuhan berantai¸ yakni rational choice theory dan crime pattern theory. Rational choice theory yang dikemukakan oleh Cornish dan Clarke (2014) digunakan untuk memahami alasan mengapa pelaku pembunuhan berantai memilih lokasi dan waktu tertentu untuk melakukan kejahatannya. Teori ini didasarkan pada prinsip bahwa seseorang akan membuat pilihan rasional berdasarkan pada sejauhmana ia berekspektasi bahwa pilihan yang mereka buat dapat meningkatkan keuntungan dan meminimalisir kerugian. Dengan didasarkan pada prinsip tersebut, peneliti memiliki asumsi dasar bahwa meski pelaku pembunuhan berantai memiliki motif kejahatan yang tidak rasional, terdapat komponen rasional yang muncul. Rasionalitas tersebut terlihat pada bagaimana pelaku memilih dan menentukan kapan dan dimana ia akan melakukan kejahatan sehingga ia dapat memuaskan keinginannya dan memberikan resiko terendah. Teori kedua yang digunakan adalah crime pattern theory yang dikembangkan oleh Brantingham dan Brantingham. Dalam teori tersebut, Brantingham dan Brantingham (1984: 344) mengemukakan bahwa pergerakan pelaku kejahatan dalam ruang tidak terjadi secara acak, melainkan terdapat pola yang jelas. Teori ini kemudian digunakan sebagai pengetahuan bahwa pembunuhan berantai yang dilakukan oleh Baekuni alias Babeh, sebagaimana halnya kejahatan pada umumnya, terpola tempat dan waktu dengan karakteristik tertentu. Pada umumnya kedua teori ini digunakan pada kasus-kasus kejahatan yang terjadi di satu lokasi kejadian saja. Sementara itu, beberapa kasus kejahatan, salah satunya pembunuhan berantai, dapat melibatkan beberapa lokasi dalam peristiwa tunggal (Rossmo. 1995: 155; Canter dan Godwin. 2001: 24). Bagi pelaku pembunuhan berantai, setiap lokasi memiliki makna geografis, dalam hal ini lokasi tertentu digunakan oleh pelaku dalam melakukan tahapan tertentu dalam pembunuhan berantai. Adapun lokasi pembunuhan berantai dalam penelitian ini menggunakan klasifikasi lokasi pembunuhan berantai yang digunakan oleh Rossmo terkait dengan makna geografisnya bagi pelaku, yakni:
Konteks situasional..., Elizar Ayu Putri, FISIP, 2014
a. Victim encounter location, didefinisikan sebagai tempat bertemunya pembunuh berantai dengan korban potensial untuk pertama kali. b. Points of initial attack, didefinisikan sebagai tempat dimana pembunuh berantai melakukan pendekatan terhadap korban aktual yang sesuai dengan crime template pelaku untuk kemudian dibunuh atau dibahwa ke tempat pembunuhan. c. Murder sites, didefinisikan sebagai tempat dimana pelaku melakukan pembunuhan terhadap korbannya. d. Body dump site, didefinisikan sebagai tempat dimana jasad korban ditemukan. e. Vehicle drop site, didefinisikan sebagai tempat dimana pembunuh berantai meninggalkan atau memarkir saat melakukan transportasi terhadap jasad korban. Jika pelaku menggunakan kendaraan umum, maka vehicle drop site juga dapat didefinisikan sebagai tempat dimana pembunuh berantai turun dari kendaraan umum tersebut.
METODE PENELITIAN Dalam penelitian ini, peneliti menggunakan studi kasus, karena studi kasus dapat memberikan data deskriptif yang kaya mengenai subjek, sehingga dapat dianalisis dalam kerangka teori. Menurut Douthat (2005: 166) metodologi studi kasus mengikuti desain penelitian kualitatif. Narasumber utama dalam penelitian ini adalah Baekuni alias Babeh, narapidana kasus pembunuhan berantai yang berada di Lembaga Pemasyarakatan Kelas I Cipinang. Dasar pemilihan Baekuni alias Babeh sebagai narasumber utama adalah: 1) Pembunuhan yang dilakukan oleh Baekuni alias Babeh masuk pada kategori pembunuhan berantai, yakni melibatkan lebih dari tiga orang korban dalam kejadian berbeda dan tempat yang berbeda. 2) Baekuni alias Babeh membunuh 14 (empat belas) korban yang masih berada pada kategori usia anak. 3) Baekuni alias Babeh merupakan narapidana kasus pembunuhan berantai yang belum dieksekusi sampai saat ini, sehingga masih memungkinkan bagi peneliti untuk mencari
Konteks situasional..., Elizar Ayu Putri, FISIP, 2014
informasi terkait peristiwa pembunuhan dan lokasi-lokasi kejahatan yang digunakan dalam pembunuhan berantai oleh Baekuni alias Babeh. Selain Baekuni alias Babeh sebagai narasumber utama, peneliti juga mewawancarai beberapa narasumber lainnya yang dibedakan menjadi dua, yaitu narasumber yang tinggal di sekitar kontrakan Baekuni alias Babeh dan narasumber yang secara kebetulan ditemui peneliti saat melakukan cross-check tempat kejadian perkara kasus Baekuni alias Babeh. Data yang diperoleh dari narasumber yang tinggal di sekitar kontrakan Baekuni alias Babeh adalah mengenai kehidupan dan perilaku keseharian Baekuni, terutama tentang kedekatan dan kebaikan Baekuni atau Babeh dengan anak-anak jalanan dan anak-anak sekitar tempat kontrakannya. Sedangkan para narasumber yang kebetulan ditemui peneliti saat melakukan cross-check tempat kejadian perkara kasus Baekuni alias Babeh diwawancarai karena mereka mengetahui dan melihat kejadian ditemukannya jasad koban di TKP yang merupakan tempat tinggal atau tempat kerja mereka. Peneliti melakukan penelitian sebanyak lima kali di 2 (dua) lokasi, yaitu: pertama, di Lembaga Pemasyarakatan Klas I Cipinang, Jakarta untuk mewawancarai narasumber utama pelaku pembunuhan berantai yaitu Baekuni alias Babeh. Kedua, 20 (dua puluh) lokasi yang menjadi Victim Encounter Site, Points of Initial Attack, Murder Site, Vehicle Drop Site, dan Body Dump Site. Waktu penelitian lapangan dilaksanakan pada bulan September sampai dengan awal Desember 2014. Setelah data terkumpul, peneliti segera melakukan pemeriksaan ulang mengenai kelengkapan dan kedalaman data hasil wawancara. Setelah diyakini lengkap dan mendalam, data tersebut kemudian diolah secara manual dan dibuat dalam bentuk matriks guna mempermudah proses analisis.
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN Pembunuhan berantai didefinisikan sebagai tindak kejahatan pembunuhan yang menyebabkan kematian bagi tiga atau lebih korban dengan tipe tertentu, terjadi di tiga atau lebih lokasi terpisah dalam tiga atau lebih dalam kejadian berbeda dengan cooling off period atau jeda waktu antar kejadian pembunuhan. Pembunuhan yang dilakukan oleh Baekuni alias Babeh pada
Konteks situasional..., Elizar Ayu Putri, FISIP, 2014
rentang waktu 17 tahun, yakni dari tahun 1993 sampai dengan tahun 2010, memiliki ciri-ciri yang sesuai dengan ciri pembunuhan berantai, sebagaimana yang terlihat dalam tabel 1 di bawah ini. Tabel 1 Perbandingan Pembunuhan Berantai dengan Pembunuhan oleh Baekuni alias Babeh No 1 2
Ciri Pembunuhan Berantai Korban berjumlah 3 (tiga) orang atau lebih Pelaku mengincar tipe korban tertentu
3
Dilakukan di tiga lokasi atau lebih pada kejadian yang berbeda
4
Terdapat periode jeda (cooling off) dalam kurun waktu tertentu
Ciri Pembunuhan oleh Baekuni alias Babeh Korban pembunuhan oleh Baekuni berjumlah 14 (empat belas) orang. Baekuni memilih anak-anak jalanan dengan ciri fisik dan status sosioekonomi tertentu sebagai korbannya Pembunuhan oleh Baekuni terjadi di 20 (dua puluh) lokasi berbeda. Dalam satu kasus, paling sedikit melibatkan dua crime location Terdapat jeda waktu yang cukup panjang antar korbannya, paling lama berjarak 6 (enam) tahun dan paling cepat berjarak 2 (dua) bulan.
Sumber: Olahan data primer dan sekunder
Berdasarkan pada tabel di atas terlihat bahwa terdapat kesesuaian-kesesuaian antara karakteristik pembunuhan berantai dengan karakteristik peristiwa pembunuhan oleh Baekuni alias Babeh, maka pembunuhan yang dilakukan oleh Baekuni dapat dikategorikan sebagai pembunuhan berantai. Dalam penelitian ini, ditemukan bahwa pembunuhan berantai oleh Baekuni alias Babeh tidak terjadi di satu lokasi kejahatan (single crime location) melainkan terjadi beberapa lokasi kejahatan (crime location) dan waktu berbeda dengan karakteristik yang berbeda-beda. Pertemuan antara Baekuni dengan kesepuluh terjadi di ruang publik yang berada di luar ruangan (outdoor), yakni terminal, jalan, dan tempat bisnis. Mengacu pada temuan data, lokasilokasi dengan karakteristik tersebut merupakan lokasi-lokasi yang menjadi tempat Baekuni biasa bekerja sebagai pedagang asongan. Lokasi-lokasi yang menjadi victim encounter location
Konteks situasional..., Elizar Ayu Putri, FISIP, 2014
merupakan tempat para korban bekerja. Kesepuluh korban pembunuhan Baekuni kesehariannya berprofesi sebagai pengamen dan bekerja di sekitar tempat Baekuni melakukan aktivitas rutinnya sebagai pedagang asongan. Terkait aspek temporal pada victim encounter location, pertemuan antara Baekuni dan kesepuluh korbannya di semua victim encounter location terjadi pada saat Baekuni sedang berdagang asongan, yakni antara pukul enam pagi sampai dengan dua belas siang, antara pukul satu siang sampai dengan empat sore, dan antara pukul lima sore sampai dengan sembilan malam. Setelah pertemuan awal tersebut, Baekuni kemudian melakukan pendekatan terhadap kesepuluh korbannya. Pendekatan terhadap korban, menurut Witte (2000: 79. Lihat juga Rossmo. 1995: 417), dapat dilakukan dengan dengan tiga cara, yakni deception (tipuan), surprise attack (serangan kejutan), dan blitz attack (penggunaan kekerasan fisik secara langsung dan tiba-tiba). Dikaitkan dengan temuan data, Baekuni alias Babeh pada umumnya mendekati kesepuluh korbannya dengan menggunakan deception (tipuan). Pendekatan yang dilakukan oleh Baekuni alias Babeh terhadap kesepuluh korbannya terjadi tempat dan waktu dengan karakteristik tertentu. Pada umumnya, keseluruhan tempat yang dipilih untuk melakukan pendekatan terhadap korban adalah ruang publik yang berada di luar ruangan (outdoor), yakni halte, terminal, jalan, dan tempat bisnis (warung, mall). Di tempat seperti ini, Baekuni tidak memiliki kesulitan dalam melakukan pendekatan terhadap korban karena korban dan pelaku sama-sama bekerja di tempat dan waktu yang sama, sehingga kemungkinan pertemuan keduanya relatif tinggi (sering). Sedangkan waktu yang dipilih pada umumnya adalah waktu dimana korban dan pelaku sedang bekerja, yakni antara pukul tiga sore dan pukul lima sore. Hasil penelitian menunjukkan bahwa Baekuni alias Baekuni melakukan pembunuhan dengan dua pola berbeda, yakni: a. Pertama Pola pertama terlihat pada empat kasus pertama dalam rangkaian pembunuhan berantai oleh Baekuni alias Babeh, yakni pembunuhan terhadap Korban #1 (1993), Korban #2 (1994), Korban #3 (1994), dan Korban #4 (1995). Pada empat kasus pembunuhan ini, Baekuni memilih melakukan pembunuhan di area pemakaman dan area kosong yang merupakan ruang publik dan di luar ruangan, yakni areal pemakaman dan lahan kosong. Pembunuhan dilakukan pada malam hari, berkisar pada pukul enam sore sampai dengan setengah sepuluh malam
Konteks situasional..., Elizar Ayu Putri, FISIP, 2014
b. Kedua Pola kedua terlihat pada enam kasus terakhir dalam rangkaian pembunuhan berantai oleh Baekuni alias Babeh, yakni pembunuhan terhadap Korban #9 (2005), Korban #10 (2007), Korban #11 (2007), Korban #12 (2008), Korban #13 (2008), dan Korban #14 (2009). Keenam pembunuhan ini dilakukan oleh Baekuni di dalam ruang privat Baekuni, yakni kamar rumah kontrakannya yang terletak di Gang Sesama RT 06/02, Jalan Haji Dalim, Kel. Pulogadung, Jakarta Timur. Para korban dibunuh antara pukul empat sore sampai dengan pukul setengah sembilan malam.
Terkait dengan lokasi pembuangan jasad korban, data penelitian ini (lihat Tabel 12) memperlihatkan bahwa pola pembuangan jasad korban yang dilakukan oleh Baekuni alias Babeh dapat dibedakan menjadi dua, yakni: a. Murder/Body Dump Site Pola pertama terlihat pada empat kasus pertama dalam rangkaian pembunuhan berantai oleh Baekuni alias Babeh, yakni pembunuhan terhadap Korban #1 (1993), Korban #2 (1994), Korban #3 (1994), dan Korban #4 (1995). Pada empat kasus pembunuhan ini, Baekuni memilih membuang korbannya di tempat yang sama dengan tempat dimana melakukan pembunuhan (murder site). yakni di area pemakaman dan area kosong yang merupakan ruang publik dan di luar ruangan, yakni areal pemakaman dan lahan kosong pada malam hari, berkisar pada pukul delapan malam sampai dengan pukul sepuluh malam. b. Body Dump Site Pola kedua terlihat pada enam kasus terakhir dalam rangkaian pembunuhan berantai oleh Baekuni alias Babeh, yakni pembunuhan terhadap Korban #9 (2005), Korban #10 (2007), Korban #11 (2007), Korban #12 (2008), Korban #13 (2010), dan Korban #14 (2010). Pada enam kasus pembunuhan tersebut, Baekuni memilih untuk membuang jasad korbannya di tempat yang berbeda dengan tempat melakukan pembunuhan. Keenam korban di buang di tempat terbuka dan berada pada ruang publik, yakni di terminal, halte, tempat sampah, dan jembatan. Para korban dibuang antara pukul tiga pagi sampai dengan pukul empat pagi.
Konteks situasional..., Elizar Ayu Putri, FISIP, 2014
Kedua pola tersebut memperlihatkan bahwa Baekuni memiliki kecenderungan untuk menjauhkan jasad korbannya dari rumahnya. Dalam kasus pembunuhan pada umumnya, termasuk pembunuhan berantai oleh Baekuni, jasad korban memiliki implikasi terhadap pembuktian. Jasad korban merupakan bukti yang paling kuat sehingga terdapat tendensi bagi Baekuni untuk membuang jasad jauh dari rumahnya untuk menghindari kecurigaan dan penangkapan terhadapnya. Terdapat situasi tertentu dimana pembunuh berantai memutuskan untuk memindahkan jasad korban dari lokasi pembunuhan ke tempat lain dengan menggunakan kendaraan (angkutan umum atau angkutan kota). Dalam konteks pembunuhan terhadap Korban #11, Korban #12, dan Korban #14, Baekuni berniat untuk memindahkan ketiganya dari lokasi pembunuhan di rumahnya ke tempat yang sangat jauh jika ditempuh dengan berjalan kaki, membutuhkan tenaga besar karena jasad korban harus dipanggul, dan menghabiskan banyak waktu. Dengan ketiga pertimbangan tersebut, maka Baekuni harus memindahkan jasad korban ke lokasi-lokasi tersebut dengan menggunakan kendaraan. Pada kasus pembunuhan berantai oleh Baekuni alias Babeh, Baekuni tidak langsung membuang jasad korbannya di tempat ia turun dari kendaraan. Terdapat jarak, meskipun tidak jauh, antara body dump site dengan titik vehicle drop site. Hal ini dilakukan oleh Baekuni untuk menghindari kecurigaan dari orang-orang yang mungkin akan melihat saat ia membuang jasad korban. Jika dilihat dari aspek temporalnya, pada ketiga kasus di atas, Baekuni memilih untuk naik dan turun dari kendaraan antara pukul tiga pagi sampai dengan pukul empat pagi, tidak jauh berbeda dengan waktu pembuangan jasad korban. Pada jam-jam tersebut, menurut para informan di lapangan, tempat-tempat dimana Baekuni turun merupakan tempat yang masih sepi karena belum banyak aktivitas di sekitar daerah tersebut.
KESIMPULAN Berdasarkan pada penelitian yang dilakukan, peneliti menyimpulkan bahwa terdapat pola konteks situasional, dalam hal ini dimensi tempat dan waktu, yang memungkinkan Baekuni alias Babeh adalah sebagai berikut: a. Victim encounter locations: Lokasi dan waktu yang memungkinkan terjadinya pertemuan antara keduanya adalah lokasi dimana tempat aktivitas Baekuni dan para korbannya pada
Konteks situasional..., Elizar Ayu Putri, FISIP, 2014
waktu yang sama. Aktivitas rutin Baekuni dan para korban, yakni bekerja sebagai pedagang asongan di tempat-tempat yang merupakan ruang publik di luar ruangan, seperti jalanan, dilakukan pada siang hari, memungkinkan keduanya untuk bertemu. b. Points of first attack: Karena memilih korban spesifik, lokasi dan waktu yang memungkinkan Baekuni alias Babeh untuk melakukan pendekatan terhadap para korbannya adalah lokasi dan waktu diketahui oleh Baekuni alias Babeh sebagai lokasi dan waktu dimana para korban melakukan aktivitas rutinnya. Pada lokasi yang merupakan ruang publik di luar ruangan, seperti jalanan, dilakukan pada sore hari, kemungkinan pertemuan keduanya relatif tinggi (sering), sehingga Baekuni tidak memiliki kesulitan dalam melakukan pendekatan terhadap korban. c. Murder site: Lokasi dan waktu yang memungkinkan Baekuni alias Babeh untuk melakukan pembunuhan terhadap para korbannya adalah lokasi yang dianggap oleh Baekuni sebagai zona ‘aman’, yakni lokasi yang mudah diakses (yakni pemakaman, lahan kosong dan rumah) dan lokasi yang pada waktu tertentu Baekuni alias Babeh mengetahui bahwa tidak ada orang lain yang dapat menjadi social deterrent of crime yang dapat mencegah terjadinya pembunuhan. Ruang publik di luar ruangan pada waktu malam hari dan ruang privat di dalam ruangan pada petang hingga malam hari memungkinkan Baekuni untuk melakukan pembunuhan terhadap korbannya. d. Body dump site: Lokasi dan waktu yang memungkinkan Baekuni alias Babeh untuk membuang jasad korbannya adalah lokasi-lokasi yang terletak jauh dari rumahnya dan lokasi-lokasi yang pada waktu tertentu sudah tidak lagi dikunjungi atau dilewati oleh orang lain. Ruang publik di luar ruangan pada waktu malam hari dan dini hari memungkinkan Baekuni untuk membuang jasad korban. e. Vehicle drop site: Lokasi dan waktu yang memungkinkan Baekuni alias Babeh untuk turun di vehicle drop site adalah lokasi yang tidak terletak jauh dari lokasi pembuangan jasad korban dan tempat yang pada waktu tertentu masih sepi karena belum banyak aktivitas di sekitar daerah tersebut.
Konteks situasional..., Elizar Ayu Putri, FISIP, 2014
SARAN Peneliti menyadari bahwa masih banyak keterbatasan dalam penelitian ini, terutama pada bagian analisis data. Banyak hal pada temuan data yang masih dapat dianalisis lebih jauh, akan tetapi peneliti hanya melakukan deskripsi pola tempat dan waktu dalam peristiwa pembunuhan berantai oleh Baekuni alias Babeh. Dengan demikian, diperlukan adanya penelitian berikutnya untuk melakukan pendalaman dan analisis lebih jauh lagi sehingga dapat menjawab konteks situasional, khususnya pada dimensi tempat dan waktu. Peneliti mengharapkan penelitian ini dapat digunakan oleh pihak-pihak yang bertugas melakukan investigasi dalam mengungkap kasus pembunuhan berantai di masa yang akan datang. Salah satunya adalah pihak kepolisian. Pembunuhan berantai oleh Baekuni alias Babeh, sebagaimana halnya pembunuhan berantai pada umumnya, kebanyakan merupakan pembunuhan yang dilakukan terhadap orang asing (stranger to stranger murder) dan seringkali tanpa adanya saksi. Sehingga pihak kepolisian dihadapkan dengan jumlah tersangka yang sangat besar. Oleh karenanya peneliti menyarankan agar pihak kepolisian mengembangkan geographic profiling dengan menggunakan informasi-informasi geografis yang diperoleh dari tempat dalam peristiwa pembunuhan yang diketahui, seperti tempat pembuangan jasad korban atau tempat terakhir korban terlihat, untuk memperkirakan kemungkinan tempat tinggal pelaku, sehingga pihak kepolisian dapat memperkecil jumlah tersangka.
DAFTAR REFERENSI Brookman, Fiona. 2005. Understanding Homicide. London: Sage Publications Choi, Kwan dan Lee, Ju-Lak. 2014. Serial Murder: An Exploration and Evaluation of Theories and Perspectives dalam American International Journal of Contemporary Research Vol. 4 No. 3; March 2014. Center for Promoting Ideas Clarke, Ronald V. dan Cornish, Derek B. (ed). 2014. The Reasoning Criminal: Rational Choice Perspectives on Offending. New Jersey: Transaction Publishers
Konteks situasional..., Elizar Ayu Putri, FISIP, 2014
Douglas, John E. et al. 2006. Cargan, Leonard. 2007. Doing Social Research. Plymouth: Rowman & Littlefield Publisher, Inc. Douthat, Jeffrey Scott. 2005. Generalized Revenge: A Psychological Construct for Understanding Behaviors of Organized Male Serial Murderers. Cincinnati: Union Institute & University. Elsam.
2013.
Hukuman
Mati_Baekuni
alias
Babeh.
http://www.dokumentasi.elsam.or.id/reports/view/361 Imran, Mohammad Fadil. 2014. Studi Kejahatan Mutilasi di Jakarta (Perspektif Pilihan Rasional dari Lima Pelaku). Depok: FISIP UI Kompas.
2010.
Babeh
Diganjar
Penjara
Seumur
Hidup.
http://megapolitan.kompas.com/read/2010/10/06/13273987/Babeh.Diganjar.Penjara.Seumu r.Hidup Mazerolle, Lorraine dan Wortley, Richard. 2008. Environmental Criminology and Crime Analysis. Kota?: Willan Publishing McCorkle, Richard C. dan Miethe, Terance D. 1998. Crime Profiles: The Anatomy of Dangerous Persons, Places, and Situations. Los Angeles: Roxbury Publishing Company Meier, Robert F, Kennedy, Leslie W, dan Sacco, Vincent F (ed). 2001. The Process and Structure of Crime: Criminal Events and Crime Analysis. New Brunswick: Transaction Publishers Rossmo, D. Kim. 1987. Geographic Profiling: Target Patterns of Serial Murderers. Simon Fraser University -----------------------. 2001. Geographic Profiling. Florida: CRC Press Witte, Gretchen Elizabeth. 2000. Serial Homicide. Dexel University
Konteks situasional..., Elizar Ayu Putri, FISIP, 2014