ISTORIA Volume VIII Nomor 1 September 2010
KONSEP PEMIKIRAN KI HADJAR DEWANTARA DALAM PENDIDIKAN TAMAN SISWA (Tinjauan Humanis-Religius) Oleh: Dyah Kumalasari 1 Abstrak Tulisan ini bertujuan untuk mengelaborasi pemikiran KH. Dewantara dalam bidang pendidikan. Hal ini penting mengingat beliau merupakan salah satu pahlawan nasional yang mencurahkan perhatiannya dalam pengembangan pendidikan. Beliau juga mendirikan sekolah Tamansiswa dan pernah menjabat sebagai menteri pendidikan nasional. Hasil kajian menunjukkan bahwa pemikiran Ki Hadjar Dewantara tentang pendidikan yang diwujudkan melalui lembaga pendidikan Taman Siswa memberikan harapan baru untuk kemajuan bangsa Indonesia. Taman berarti tempat bermain atau tempat belajar, dan Siswa berarti murid. Sebagai sebuah sekolah yang berbasis budaya lokal masyarakat Jawa, Taman Siswa mampu bertahan di tiga jaman, yaitu jaman kolonial Belanda, kolonial Jepang dan masa kemerdekaan sampai dengan sekarang. Beberapa pemikiran Ki Hadjar dalam Taman Siswa sangat relevan untuk menyikapi perkembangan terkini pendidikan di Indonesia, dan sejalan dengan prinsip pendidikan yang humanis-religius. Kata kunci: KH Dewantoro, pendidikan, Taman Siswa.
Abstract This article was aimed to elaborate the opinion of KH Dewantoro at education system.It was urgent because his role as national hero that focus to develop education.He was erected Taman Siswa, so the former of national education minister. The result of studied shows that opinion KH Dewantoro about education implement by Taman Siswa that provide new expectation for Indonesian progress. Means of Taman is place to play or to study, and means of Siswa is student.As a school in what have alocal cuture basically, especially Java, Taman Siswa could exist in three periods: Dutch-Indies, Japanese occupation, and independence age. Some opinion KH Dewantoro is relevant to against Indonesian development in education, and analogously with the principal of religious-humanistic in education. Keyword: KH Dewantoro, education, Taman Siswa 1Dosen
pada Jurusan Pendidikan Sejarah Fakultas Ilmu Sosial Universitas Negeri Yogyakarta.
47
ISTORIA Volume VIII Nomor 1 September 2010
A. Pendahuluan Pada
keberadaan
jaman kemajuan
teknologi
seorang
pribadi, jauh
lebih penting dan tentu tidak persis
sekarang ini, sebagian besar manusia
sama dengan apa yang menjadi
perilakunya banyak dipengaruhi oleh
miliknya dan apa yang telah
pesatnya perkembangan dan kecang-
dilakukannya. Sebab
gihan teknologi (teknologi informasi).
sekedar pemilik kekayaan dan juga
Banyak
menjalankan suatu
orang
terbuai
dengan
teknologi yang
canggih,
sehingga
manusia tidak fungsi tertentu.
Pendidikan yang humanis menekan-
melupakan aspek-aspek lain dalam
kan pentingnya pelestarian eksistensi
kehidupannya,
manusia,
seperti
pentingnya
dalam
arti
membantu
membangun relasi dengan orang lain,
manusia
lebih manusiawi, lebih
perlunya melakukan aktivitas sosial di
berbudaya,
sebagai
dalam masyarakat, pentingnya meng-
utuh berkembang (menurut Ki Hajar
hargai sesama lebih daripada apa
Dewantara menyangkut
yang berhasil dibuatnya, dan lain-lain.
(kognitif), daya rasa (afektif), dan
Seringkali teknologi manusia
yang dibuat
untuk membantu
manusia
tidak lagi dikuasai oleh manusia tetapi sebaliknya oleh
manusia yang terkuasai
kemajuan teknologi tersebut.
manusia yang daya cipta
daya karsa (konatif)). Singkatnya, “educate the head, the heart, and the hand !” Di tengah-tengah maraknya globalisasi komunikasi
dan
teknologi,
Manusia menjadi tidak lagi bebas
manusia makin bersikap individualis.
menumbuhkembangkan dirinya men-
Mereka “gandrung
jadi manusia seutuhnya dengan segala
dan terpesona dengan penemuan-
aspeknya. Keberadaan manusia pada
penemuan/barang-barang baru dalam
zaman ini seringkali diukur dari “to
bidang iptek yang serba canggih,
have” (apa saja materi yang
sehingga cenderung melupakan kese-
dimilikinya) dan “to do” (apa saja
jahteraan dirinya
yang telah
pribadi manusia dan semakin melupa-
berhasil/tidak
dilakukannya) daripada
berhasil
keberadaan
teknologi”, asyik
sendiri
sebagai
kan aspek sosialitas dirinya. Oleh
pribadi yang bersangkutan (“to be”
karena itu, pendidikan dan pembe-
atau “being”nya). Dalam pendidikan
lajaran
hendaknya
perlu ditanamkan sejak
sehingga
memberi
dini bahwa
diperbaiki keseimbangan 48
ISTORIA Volume VIII Nomor 1 September 2010
pada aspek individualitas ke aspek
tara yang dituangkan dalam sekolah
sosialitas atau kehidupan kebersa-
Taman Siswa, sekolah tidak hanya
maan sebagai masyarakat
mengajar siswa dari sisi kognitif saja
manusia.
Pendidikan dan pembelajaran hen-
tapi juga afektif, dan psikomotorik.
daknya juga dikembalikan
Tanpa mengesampingkan pula aspek
kepada
aspek-aspek kemanusiaan yang perlu
kemanusiaan dari sisi siswa itu
ditumbuhkembangkan
sendiri. Berdasarkan latar belakang
pada
diri
peserta didik. Taman
permasalahan tersebut
Siswa
sebagai
sebuah
mencoba mengkaji kembali
lembaga sekolah yang sejak masa
pemikiran
kolonial bangsa
dalam
Indonesia didirikan
oleh Ki Hadjar Dewantara yaitu
artikel ini
Ki Hadjar
pendidikan
konsep
Dewantara
Taman
Siswa
ditinjau dari sisi humanis religiusnya.
tepatnya pada tanggal 3 Juli 1922 di Yogyakarta. Taman berarti
tempat
bermain atau tempat belajar, dan
B. Sejarah
Didirikannya
Lembaga
Pendidikan Taman Siswa
Siswa berarti murid. Sebagai sebuah
Pada waktu pertama kali di-
sekolah yang berbasis budaya lokal
dirikan pada 3 Juli 1922, sekolah
masyarakat Jawa khususnya, Taman
Taman
Siswa mampu bertahan di tiga jaman,
"National Onderwijs Institut Taman
yaitu jaman kolonial Belanda, kolonial
Siswa”. Sekolah Taman Siswa ini
Jepang dan masa kemerdekaan sam-
sekarang berpusat di balai Ibu
pai dengan sekarang.
Pawiyatan (Majelis Luhur) di Jalan
Selama ini yang terjadi di Indonesia,
seringkali
mengadopsi
model pendidikan dari luar, terutama dari negara-negara yang dinilai telah maju pendidikannya
dan
terkesan
melupakan akar pendidikan
lokal
Siswa
ini
diberi
nama
Taman Siswa, Yogyakarta, dan mempunyai 129 sekolah cabang di berbagai kota di seluruh Indonesia. Latar
belakang
didirikannya
Taman Siswa adalah kondisi Indonesia yang saat itu berada dalam
yang sudah dikembangkan sejak lama
kungkungan kolonialisme
oleh para tokoh pendidikan Indonesia
Pada saat Indonesia berada dalam
sejak masa kolonial. Dilihat dari
penjajahan Belanda, tidak ada hak
konsep pemikiran Ki Hadjar Dewan-
yang
merata
dalam
Belanda.
mengakses 49
ISTORIA Volume VIII Nomor 1 September 2010
pendidikan bagi masyarakat Indo-
itu maka Ki Hadjar Dewantara
nesia secara keseluruhan. Pendidikan
berusaha
hanya diperuntukkan bagi segolongan
membebaskan masyarakat
pribumi
orang saja, terutama bagi golongan
dari
sifatnya
keturunan Belanda sendiri dan bagi
intelektualis tersebut, atau yang oleh
sebagian kecil keturunan
Ki Hadjar disebut dengan istilah
pribumi.
mencari
pendidikan
cara
untuk
yang
Golongan pribumi yang bisa menik-
“examen cultus” dan “diploma jacht”.
mati pendidikan adalah dari ketu-
Sayangnya sistem lama ini justru saat
runan para priyayi saja, karena
ini sedang berkembang kembali di
tingginya memang
biaya
pendidikan
merupakan bagian
dan
negara tercinta ini dengan pem-
dari
berlakuan standar kelulusan melalui
politik pendidikan kolonial Belanda. Pemerintah
kolonial
Belanda
ujian akhir nasional atau UAN. Berdasarkan
kondisi
tersebut,
sengaja membatasi jumlah penduduk
maka Ki Hadjar Dewantara kemudian
pribumi yang mengakses pendidikan,
merumuskan kembali sistem pen-
karena
didikan yang lebih humanis dan bisa
mereka
khawatir
dengan
banyaknya masyarakat pribumi yang
diakses oleh sebagian besar masya-
menempuh pendidikan akan mem-
rakat pribumi. Gagasan tersebut di-
bahayakan posisi mereka di kemudian
wujudkan dalam lembaga pendidikan
hari. Pembatasan
Taman Siswa. Lembaga pendidikan ini
tersebut
melalui
banyak cara, di samping tingginya
bermaksud mengcounter sistem pen-
biaya juga dengan sistem penilaian
didikan kolonial yang bersifat intelek-
dan penghargaan yang intelektualis.
tualis,
Mereka dituntut untuk lulus dari
individualis, dan materialistis,
karena pendidikan
dan pengajaran
sistem ujian yang sangat ketat dengan
sebenarnya harus bersifat meme-
banyak tuntutan, sehingga
lihara tumbuhnya benih-benih kebu-
belajar
tidak untuk perkembangan hidup dan kejiwaannya,
sebaliknya
mereka
dayaan. Menurut Ki
Hadjar Dewantara
belajar untuk mendapat nilai-nilai
sendiri hal ini memang tidak mudah,
yang tinggi dalam “school report”nya
meskipun cita-cita seperti ini
atau untuk mendapat ijasah saja (Ki
sebenarnya sudah ada sejak masa RA.
Hadjar Dewantara, 1964). Oleh sebab
Kartini (1900) dan Dr. Wahidin Sudiro 50
ISTORIA Volume VIII Nomor 1 September 2010
Husodo (1908) sudah pula memba-
untuk
yangkan aliran kultural, namun orga-
budi pekerti (kekuatan batin), pikiran
nisasi
(intelektual), dan jasmani anak-anak.
teknik
pengajaran
pendidikan
tetap
tidak
dan
berubah,
bahkan sampai sekarang.
pendidikan
Dalam artian, supaya kita dapat memajukan
Cita-cita baru yang menginginkan perubahan radikal
memajukan perkembangan
dalam lapangan
dan pengajaran
mulai
yakni
kesempurnaan
hidup,
kehidupan dan penghidupan
anak-anak, selaras dengan alam dan masyarakatnya. Oleh karena itu ada
timbul pada tahun 1920. Cita-cita
beberapa hal yang harus diper-
baru tersebut seolah-olah merupakan
hatikan, seperti:
bangunan kesadaran
kultural dan
kebangkitan politik. Cita-cita kemerdekaan
yang
menjadi
jaminan
1) Segala syarat usaha dan cara pendidikan harus sesuai kodrat keadaannya;
kemerdekaan dan kebebasan kebu-
2) Kodrat keadaan tadi tersimpan
dayaan bangsa menjadi inti sistem
dalam adat istiadat masing-
pendidikan dan pengajaran yang pada tahun 1922 dapat diciptakan dalam Taman Siswa. Sekolah ini mempunyai
masing rakyat yang
menjadi
bangsa-bangsa dengan sifat perikehidupan
sendiri-sendiri,
semangat berdiri sendiri sejak awal
sifat-sifat dari seluruh usaha
berdirinya sebagai sekolah partikelir
untuk mendapat hidup tertib-
(sebutan untuk sekolah swasta pada masa itu) yang tidak mendapat subsidi
dari
Belanda yang
pemerintah
3) Adat-istiadat,
sebagai
upaya
kolonial
tertib-damai itu tidak terlepas
dasar
dari pengaruh “jaman dan alam”,
memasukkan
kebudayaan bangsa,
damai;
berjiwa politik
karena
itu selalu
berubah,
kolonial, dan bersemangat revolu-
bentuk, isi, dan iramanya;
sioner.
4) Untuk mengetahui garis hidup yang tetap dari suatu bangsa
C. Prinsip Pendidikan Ki Hadjar
perlu mengetahui jaman yang
Dewantara Pendidikan dalam Hadjar
Dewantara
telah pandangan Ki berarti
upaya
lalu,
mengetahui
menjelmanya jaman itu ke jaman sekarang, mengetahui
jaman 51
ISTORIA Volume VIII Nomor 1 September 2010
yang berlaku saat ini, untuk
kemuliaan
dapat memahami jaman
seluruh dunia.
yang
akan datang;
segenap
manusia di
Pendidikan budi pekerti
5) Pengaruh baru
harus
terjadi
dari
menggunakan syarat-syarat sesuai
yang
satu
dengan
pergaulan bangsa
roh
kebangsaan,
menuju
dengan yang lain, yang semakin
kearah keluhuran dan kesucian hidup
mudah dan
batin, serta ketertiban dan kedamaian
hubungan
membawa
modern.
pada
Harusnya
hidup lahir, baik syarat-syarat yang
kita berhati-hati agar dapat
sudah ada maupun syarat-syarat baru
memilih mana yang baik untuk
yang bermanfaat untuk maksud dan
menambah kemuliaan hidup da
tujuan kita.
mana yang akan
merugikan,
Ki
Hadjar
juga
dengan selalu mengingat bahwa
pentingnya
semua
dan
kesenian, peradaban dan keagamaan
kemajuan
ilmu
terus
menekankan hidup
dalam
pengetahuan
dan
segala
kita, atau terdapat dalam kitab-kitab
perikehidupan
itu
adalah
ceritera (dongeng-dongeng, mythe,
Tuhan
untuk
legenda, babad, dan lain-lain). Semua
kemurahan segenap seluruh
umat dunia,
hidupnya menurut
manusia
di
meskipun masing-masing
garis sendiri
yang
tetap. Jika kita tidak bisa
tersimpan
dalam kekayaan
batin
bangsa kita. Dengan mengetahui itu langkah kita menuju kearah jaman baru akan berhasil tetap dan kekal.
menolaknya.
Berhubungan dengan hal tersebut,
Pendidikan nasional menurut Hadjar
itu adalah kekayaan nasional yang
adalah pendidikan
Ki
yang
maka perlu anak-anak kita dekatkan hidupnya dengan kehidupan rakyat,
berdasarkan garis hidup bangsanya
agar mereka tidak hanya dapat
(kultur-nasional) dan ditujukan untuk
pengetahuan
keperluan perikehidupan yang dapat
rakyatnya, namun juga dapat meng-
mengangkat derajat negeri dan rak-
alami sendiri dan kemudian tidak
yatnya, sehingga bersamaan kedu-
hidup terpisah dari rakyatnya. Oleh
dukan
karena itu, sebaiknya
diutamakan
cara “pondok-system”
berdasarkan
dan
pantas
dengan bangsa-bangsa
bekerjasama lain untuk
saja tentang
hidup
52
ISTORIA Volume VIII Nomor 1 September 2010
hidup kekeluargaan, untuk
mem-
sudah tidak asing lagi bagi budaya bangsa kita. Sistem pondok ini
(regeringtucht en orde ) kita anggap memperkosa hidup kebatinan sang anak. Yang kita pakai sebagai alat pendidikan yaitu pemeliharaan dengan sebesar perhatian untuk mendapat tumbuhnya hidup anak, lahir dan batin menurut kodratnya
dulunya bernama “asrama” kemudian
sendiri. Itulah yang kita namakan
di jaman Islam berubah menjadi
Among Methode.”
persatukan pengajaran pengetahuan dengan pengajaran budipekerti yang
“pondok pesantren”.
Selanjutnya butir ke 2 ber-bunyi
Pengajaran pengetahuan ada-lah sebagian
dari
pendidikan,
yang
“… pelajaran berarti mendidik anakanak akan menjadi manusia yang
terutama dipergunakan untuk men-
merdeka batinnya, merdeka fikiran-
didik fikiran; ini diperlukan tidak
nya dan merdeka tenaganya.” (Ki
hanya untuk memajukan kecerdasan
Proyo Dwiarso, 2008). Dari kutipan
batin, namun juga untuk melancarkan
tersebut dapat dimaknai bahwa Ki
hidup pada umumnya.
Pendidikan
fikiran ini sebaiknya dibangun se-
Hadjar Dewantara meng-anggap bahwa pendidikan yang ideal bagi
tinggi-tingginya, sedalam-dalamnya
anak
dan selebar-lebarnya, agar anak-anak
membebaskan, tanpa
kelak dapat membangun perike-
adalah
pendidikan
merdeka. Pendidikan
sebaik-baiknya. Di samping itu pen-
dapat dicapai
didikan jasmani juga penting untuk
sistem among.
diri
dan
paksaan, yang
membawa anak agar memiliki jiwa
hidupan lahir dan batin dengan
kesehatan
yang
ideal tersebut
dengan menggunakan
mendapat
keturunan yang kuat. Ki Hadjar Dewantara menetapkan
D. Konsep Pendidikan Taman Siswa Taman
Siswa
adalah
badan
7 asas Taman Siswa pada tahun 1922
perjuangan kebudayaan dan pem-
dengan butir pertama yang berbunyi:
bangunan masyarakat yang meng-
“…Sang anak harus tumbuh menurut kodrat (natuurlijke groei) itulah perlu sekali untuk segala kemajuan (evolutie) dan harus dimerdekakan seluas-luasnya. Pendidikan beralaskan yang
gunakan pendidikan dalam arti luas untuk mencapai cita-citanya. Bagi
paksaan-hukuman-ketertiban
tujuan perjuangan, yaitu mewujudkan
Taman Siswa, pendidikan bukanlah tujuan tetapi media untuk mencapai
53
ISTORIA Volume VIII Nomor 1 September 2010
manusia Indonesia
yang
merdeka
Ciri khas dari pendidikan Taman
lahir dan batinnya. Merdeka lahiriah
Siswa
artinya tidak dijajah secara fisik,
Kodrat
ekonomi, politik, merdeka
dsb; sedangkan
secara
batiniah
adalah
mampu mengendalikan keadaan. tualisme; artinya siapa pun tidak hanya
kecerdasan
Alam
yaitu
(memperhatikan
sunatullah), Kebudayaan (menerapkan teori
Trikon), Kemerdekaan
maing-masing
individu
dan
kelompok), Kebangsaan (berorientasi
mengagungkan
dengan
Pancadarma,
(memperhatikan potensi dan minat
Taman Siswa anti intelekboleh
adalah
mengabaikan
pada
keutuhan
berbagai
bangsa
ragam
suku),
dengan dan
faktor-faktor lainnya. Taman Siswa
Kemanusiaan (menjunjung harkat dan
mengajarkan
martabat setiap orang).
azas
(balancing),
keseimbangan
yaitu
antara
intelektualitas di satu sisi dan
Pendidikan
Taman
Siswa
bertujuan membangun anak didik
personalitas di sisi yang lain.
menjadi manusia yang beriman dan
Maksudnya agar setiap anak didik itu
bertakwa kepada Tuhan Yang Maha
berkembang
Esa, merdeka lahir batin, luhur akal
kecerdasan
dan
kepribadiannya secara seimbang. Konsep
yang dikenal
dalam
pembelajaran di Taman Siswa dikenal
budinya, cerdas dan berketerampilan, serta sehat jasmani dan rohaninya untuk menjadi anggota masyarakat
sebagai Among Methode atau sistem
yang mandiri dan bertanggung jawab
Among.
atas kesejahteraan bangsa, tanah air,
Among
berarti
menjaga,
membina, dan mendidik anak dengan
serta
kasih sayang. Guru atau dosen di
Meskipun dengan susunan kalimat
Taman Siswa disebut pamong yang
yang
bertugas mendidik dan mengajar anak sepanjang waktu. mengharamkan
Sistem
hukuman
among disiplin
dengan paksaan/kekerasan karena itu akan menghilangkan anak.
jiwa
merdeka
manusia berbeda
pada
umumnya.
namun
tujuan
pendidikan Taman Siswa ini sejalan dengan tujuan pendidikan nasional. Jika di Barat ada “Teori Domein” yang diciptakan oleh Benjamin S. Bloom yang terdiri dari kognitif, afektif dan psikomotorik maka di Taman Siswa ada “Konsep
Tringa” 54
ISTORIA Volume VIII Nomor 1 September 2010
yang terdiri dari ngerti (mengetahui),
yang perlu dikembangkan pada anak
ngrasa (memahami)
didik, bukan pada minat dan
dan
nglakoni
(melakukan). Maknanya ialah, tujuan
kemampuan apa yang dimiliki oleh
belajar itu pada dasarnya ialah
pendidik. Apabila minat anak didik
meningkatkan pengetahuan
anak
ternyata akan ke luar “rel” atau
didik tentang apa yang dipelajarinya,
pengembangan potensi anak didik di
mengasah rasa untuk meningkatkan
jalan yang salah maka pendidik
pemahaman
tentang
berhak untuk meluruskannya.
diketahuinya,
serta
apa
yang
meningkatkan
Untuk
mencapai
tujuan
kemampuan untuk melaksanakan apa
pendidikannya, Taman Siswa menye-
yang dipelajarinya.
langgarakan kerja sama yang selaras
Pendidikan Taman Siswa dilaksanakan berdasar Sistem
Among,
antartiga
pusat
lingkungan
pendidikan
keluarga,
yaitu
lingkungan
yaitu suatu sistem pendidikan yang
perguruan, dan lingkungan masya-
berjiwa kekeluargaan dan bersen-
rakat. Pusat pendidikan yang satu
dikan kodrat alam dan kemerdekaan.
dengan yang lain hendaknya saling
Dalam sistem ini setiap pendidik
berkoordinasi dan
harus meluangkan waktu sebanyak 24
kekurangan yang ada.
jam setiap harinya untuk memberikan
sistem pendidikan seperti ini yang
pelayanan
kepada
Penerapan
anak
didik
dinamakan Sistem Trisentra Pendi-
tua
yang
dikan
sebagaimana
orang
memberikan
pelayanan
kepada
anaknya. Sistem
saling mengisi
atau
tersebut
Tripusat
Pendidikan. Konsepsi
Among
Sistem
dasar Taman
Siswa
untuk mencapai cita-citanya adalah
berdasarkan cara berlakunya disebut
Kebu-dayaan, Kebangsaan, Pendi-
Sistem Tutwuri Handayani. Dalam
dikan, Sistem
sistem ini orientasi pendidikan adalah
Sistem Ekonomi Kerakyatan. Intinya
pada anak didik, yang dalam
ialah, bangsa ini tidak boleh
terminologi baru disebut
kehilangan jati diri, menjaga keutuhan
student
Kemasyarakatan, dan
centered. Di dalam sistem ini
dalam
berbangsa,
pelaksanaan pendidikan lebih dida-
pendidikan yang baik untuk mencapai
sarkan pada minat dan potensi apa
kemajuan,
terjadinya
menjalankan
harmonisasi 55
ISTORIA Volume VIII Nomor 1 September 2010
sosial di dalam bermasyarakat, serta menghindari ekonomi
Kebudayaan
terjadinya kesenjangan yang
terlalu
tajam
antarwarga negara.
yang
terdiri
“Konsep dari
konvergensitas, dan Maksudnya,
Siswa
mengembangkan “Konsep Trihayu” yang terdiri dari memayu hayuning sarira, memayu hayuning bangsa, dan
Dalam kebudayaan, Taman Siswa mengembangkan
Taman
Trikon”
kontinuitas, konsentrisitas.
hendaknya
kita
ini
mampu melestarikan budaya
adhi
memayu hayunin bawana. Maksudnya adalah, apa pun yang diperbuat oleh seseorang
itu
hendaknya
bermanfaat bagi
dirinya
bermanfaat bagi
bangsanya
pada umumnya. Kalau
memberikan
seseorang
manca untuk saling
budaya
berkolaborasi.
Meski demikian dalam
kolaborasi
antara budaya kita dengan budaya
sendiri, dan
bermanfaat bagi manusia di dunia
luhung para pendahulu dengan tetap ruang kepada
dapat
hanya
perbuatan
menguntungkan
dirinya saja maka akan terjadi sesuatu yang sangat individualistik. Untuk
menjadi
pemimpin
di
manca tersebut hendaknya meng-
tingkat mana pun kebudayaan Taman
hasilkan budaya baru yang lebih
Siswa mengajarkan “Konsep Trilogi
bermakna.
Kepemimpinan” yang terdiri dari ing
Kebudayaan Taman Siswa mengembangkan
“Konsep
juga
ngarsa sung tuladha, ing madya
Trisakti
mangun karsa, serta tut wuri
Jiwa” yang terdiri dari cipta, rasa, dan
handayani. Maksudnya adalah, ketika
karsa. Adapun maksudnya
berada di depan harus mampu
untuk
adalah,
melaksanakan segala sesuatu
menjadi teladan (contoh baik), ketika
maka harus ada kombinasi yang
berada di tengah-tengah harus
sinergis antara hasil olah pikir, hasil
mampu membangun semangat, serta
olah rasa, serta motivasi yang kuat di
ketika berada di belakang harus
dalam dirinya. Kalau untuk melak-
mampu mendorong orang-orang
sanakan segala sesuatu itu hanya
dan/atau pihak-pihak yang di-
mengandalkan salah satu diantaranya
pimpinnya.
saja maka kemungkinannya
tidak berhasil.
akan
Prinsip dasar yang dikelola dalam
pendidikan
Taman
Siswa
yang 56
ISTORIA Volume VIII Nomor 1 September 2010
menjadi pedoman bagi seorang guru
menjadi lebih manusiawi (“huma-
adalah:
nior”). Jalan yang ditempuh tentu Ing Ngarso Sung Tulodo (di
1)
depan
kita/guru
memberi
contoh kepada murid) 2)
tengah-tengah murid kita/guru prakarsa dan
bekerja sama dengan mereka) Tut Wuri Handayani (dan dari
3)
belakang
kita/guru
bagi murid). menjadi
pendidikan” atau “politisasi pendidikan”. Karena, pendidikan secara murni berupaya membentuk insan akademis
yang
berwawasan
dan
berkepribadian kemanusiaan. Pendidikan Taman Siswa memiliki karakteristik
berbeda dengan
pendidikan secara umum. Jika dilihat
prinsip satu
jalur
kultural. Dalam hal ini seharusnya
memberi
daya -semangat dan dorongan Ketiga
massifikasi
tidak boleh ada model “kapitalisasi
Ing Madya Mangun Karso (di
membangun
menggunakan
ini
digabung
rangkaian/ungkapan
dari konsep pendidikannya, Taman Siswa dapat
dikategorikan sebagai
utuh: Ing Ngarso Sung Tulodo, Ing
pendidikan yang humanis dan cukup
Madya Mangun Karso, Tut Wuri
religius.
Handayani,
humanisasi dalam pendidikan, dilihat
yang sampai sekarang
Sejalan
dengan proses
masih tetap dipakai sebagai panduan
dari ciri khas pendidikan Taman
dan pedoman dalam dunia pendidikan
Siswa yaitu Pancadarma, yang terdiri
di Indonesia.
dari Kodrat Alam (memperhatikan sunatullah), Kebudayaan (menerap-
E. Nilai
Humanis-Religius
dalam
Pendidikan Taman Siswa
kan
teori
Trikon),
Kemerdekaan
(memperhatikan potensi dan minat
Pendidikan adalah media kultural
maing-masing
individu
dan
untuk membentuk “manusia”. Kaitan
kelompok), Kebangsaan (berorientasi
antara
pada
pendidikan
dan
manusia
keutuhan
bangsa
sangat erat sekali, tidak bisa
berbagai
dipisahkan. Pendidikan adalah sebuah
Kemanusiaan (menjunjung harkat dan
proses “humanisasi”, yaitu
martabat setiap
media manusia
dan proses muda
sebagai
pembimbingan
menjadi
dewasa,
ragam
dengan
suku),
dan
orang), pendidikan
Taman Siswa dapat
dikategorikan
sebagai pendidikan yang humanis. 57
ISTORIA Volume VIII Nomor 1 September 2010
Dilihat dari tujuannya, pendidikan Taman Siswa bertujuan membangun anak didik menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, merdeka lahir batin,
Hal lain yang menunjukkan sisi religiusitas dalam Taman Siswa, Ki Hadjar dalam pidato pemberian gelar Doktor Honoris Causa oleh Universitas Gadjah Mada (Ki Hadjar
luhur akal budinya, cerdas dan
Dewantara,
berketerampilan, serta sehat jasmani
bahwa:
dan rohaninya untuk menjadi anggota masyarakat yang mandiri dan bertanggung jawab atas kesejahteraan bangsa, tanah air, serta manusia pada umumnya. Meskipun dengan susunan kalimat yang berbeda namun tujuan pendidikan Taman Siswa ini sejalan dengan tujuan
pendidikan nasional.
Dari
tersebut
tujuan
dapat
1964)
menyatakan
“... Pendidikan tidak bisa dilepas tanpa pendampingan kebudayaan yang terkandung dalam ketuhanan YME. Sebab jika pendidikan diajarkan tanpa pemahaman tentang ketuhanan YME maka intelektualitas manusia akan naik tetapi nafsu juga akan muncul. Sehingga kehidupan nampak maju tetapi semakin jauh dari nilai kemanusiaan. Hal ini terjadi jika manusia melupakan Tuhan.” Artinya,
ketika
manusia
disimpulkan pula bahwa Taman Siswa
melupakan Tuhan,
merupakan lembaga pendidikan yang
melupakan dirinya sehingga
juga mempunyai sisi religiusitas.
juga
mengedepankan
Siswa
dan bersendikan
dominan, maka bencana yang akan muncul.
prinsip
pendidikan yang berjiwa kekeluargaan
yang
dominan adalah nafsu. Jika nafsu
Di samping itu sistem among yang dikembangkan dalam Taman
maka manusia
kodrat
F. Kesimpulan Taman
Siswa
memberikan
alam dan kemerdekaan. Dalam sistem
harapan baru untuk kemajuan bangsa
ini setiap pendidik meluangkan waktu
Indonesia, bukan hanya pada masa
sebanyak 24 jam setiap harinya untuk
awal kemerdekaan, masa kemer-
memberikan pelayanan kepada anak
dekaan, dan masa pasca kemer-
didik sebagaimana orang tua yang
dekaan, tetapi juga ketika bangsa ini
memberikan anaknya.
pelayanan
kepada
mengalami carut marut
pendidikan
pada masa reformasi dan globalisasi. 58
ISTORIA Volume VIII Nomor 1 September 2010
Beberapa pemikiran Ki Hadjar dalam Taman Siswa sangat relevan untuk menyikapi perkembangan terkini pendidikan dengan
di
prinsip
Indonesia, pendidikan
humanis-religius. Sisi humanisme prinsip
pendidikan
terlihat
sejalan yang dari
yang berjiwa
kekeluargaan dan bersendikan kodrat alam dan kekeluargaan. Sedangkan sisi religiusitasnya dilihat dari tujuan pendidikan
Taman
Siswa
yang
bertujuan membangun anak didik menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, merdeka lahir batin, luhur akal budinya, cerdas dan berketerampilan, serta sehat jasmani dan rohaninya untuk menjadi anggota masyarakat yang mandiri dan bertanggung jawab atas kesejahteraan bangsa, tanah air, serta manusia pada umumnya. DAFTAR PUSTAKA Eko Budi Waskito. 1989. Implementasi Konsep Pancadarma sebagai Ciri Khas Pendidikan Tamansiswa. Yogyakarta: UST Fudyartanto. 1987. Tinjauan Filosofis Terhadap Sistem Among dan Penerapannya dalam Pendidikan. Yogyakarta: Majelis Luhur
Persatuan Tamansiswa
Kartini Kartono. 1997. Tinjauan Politik Mengenai Sistem Pendidikan Nasional, Beberapa kritik dan Sugesti. Jakarta: Pradnya Paramitha Ki Hadjar Dewantara. (1964). “Madjelis Luhur Taman Siswa Yogyakarta”. Pidato. KenangKenangan promosi Doktor Honoris Causa di UGM Ki Priyo Dwiarso. (2008). “Sistem Among Mendidik Sikap Merdeka Lahir-Batin”. Kumpulan tulisan bedah buku nasional di Puro Pakualaman Yogyakarta 31 Juni 2008. Ki Supriyoko. (2006). “Taman Siswa dan Konsep-Konsepnya”. Makalah. Disampaikan dalam Seminar Nasional Kontribusi Taman Siswa dan INS Kayutanam Dalam Membangun Karakter Bangsa Masa Lalu, Masa Kini, dan Masa Depan di Depdiknas Jakarta 24 Agustus 2006. Mochtar Buchori. (2007). Taman Siswa dan Pendidikan Kita. Diakses dari http://www.kompas.co.id/kompa scetak/0607/03/opini/2776701.ht m pada tanggal 4 Mei 2010. Paku Alam IX, dkk. (2008). Kebangkitan Pendidikan Nasional, Menggali Butir-butir Pemikiran Pendidikan Ki Hadjar Dewantara untuk Memaknai Kebangkitan Nasional (Kumpulan Tulisan Bedah Buku Nasional). Yogyakarta: Perpustakaan Puro
Pakualaman. 59