KONDISI TERUMBU KARANG DI PERAIRAN BANGKA, PROVINSI BANGKA BELITUNG 1
Farid Kamal Muzaki , Fachril Muhajir2, Galdi Ariyanto3, Ratih Rimayanti4 1) Institut Teknologi Sepuluh Nopember, Surabaya; 2) Universitas Hasanuddin, Makassar; 3) Universitas Diponegoro, Semarang; 4) Universitas Indonesia, Jakarta Email:
[email protected];
[email protected]
ABSTRAK Penelitian terhadap kondisi terumbu karang dilakukan di perairan Kabupaten Bangka Barat (pulau Penyusur), Bangka Tengah (pulau Ketawai dan Pasir) dan Bangka Selatan (pulau Kelapan, Seniur, Lepar, Liat, dan Celaka) pada tanggal 29 September sampai 2 Oktober 2010. Tujuan dari penelitian adalah untuk mengetahui kondisi terumbu karang yang meliputi persentase tutupan karang dan bentuk pertumbuhan (lifeform) karang dominan yang terdapat di perairan Bangka. Metode yang digunakan adalah LIT (Line Intercept Transect) sepanjang 10 m dengan 3 kali pengulangan. Persentase tutupan karang yang diperoleh bervariasi antara 40% hingga 76.1%. Hasil dari penelitian menunjukkan bahwa kondisi terumbu karang di perairan Kabupaten Bangka Barat, Bangka Tengah, dan Bangka Selatan memiliki kategori sedang hingga sangat baik. Hampir seluruh bentuk pertumbuhan karang dapat ditemukan di lokasi studi dengan bentuk pertumbuhan yang dominan adalah coral foliose (CF), sub‐massive (CS) dan massive (CM). Kata kunci: Bangka, bentuk pertumbuhan karang, line intercept transect, terumbu karang ABSTRACT A study on condition of coral reef has been conducted at West Bangka Regency (Penyusur island), Central Bangka Regency (Ketawai and Pasir islands) and South Bangka Regency (Kelapan, Seniur , Lepar, Liat, and Celaka islands); in September 29th to October 2nd, 2010. The study aimed to gain information on the percentage of life coral cover in Bangka waters. The observation was by Line Intercept Transect / LIT method with 10 m length of transects and 3 replications on each station. As the results, live coral coverage are ranged from 40% to 76.1%. It can be concluded that the condition of the coral reef could be categorized as “moderate” to “excellent”. Almost all of the lifeform categories could be found in study sites; the dominating lifeform are coral foliose (CF), sub‐massive (CS) and massive (CM). Keywords: Bangka, coral lifeform, coral reef, line intercept transect 1
PENDAHULUAN Terumbu karang merupakan suatu ekosistem yang sangat kompleks dengan keanekaragaman hayati tinggi (Medrizam et al., 2004) dan memiliki banyak fungsi ekologis maupun ekonomis. Fungsi ekologis terumbu karang adalah sebagai bentang alam penahan gelombang bagi kawasan pesisir serta menjadi habitat bagi berbagai macam biota laut. Secara ekonomis, terumbu karang menyediakan barang dan jasa bagi jutaan penduduk lokal di daerah pesisir, termasuk dalam nilai tersebut adalah makanan, pendapatan dari perikanan, nilai ilmu pengetahuan, farmasi, dan pendidikan (Burke et al., 2002). Terumbu karang umumnya terdapat pada area dekat pertemuan antara darat, laut dan atmosfir sehingga sangat rentan terhadap perubahan iklim dan/atau aktivitas manusia (Buddemeier et al., 2004). Nontji (1999) dalam Kunzmann (2002) menyatakan bahwa 85% terumbu karang di Indonesia menerima dampak negatif dari kegiatan manusia dan 70% diantaranya mengalami kerusakan. Demikian juga dengan kondisi terumbu karang di perairan Bangka yang tidak luput dari pengaruh aktifitas manusia. Perubahan sekecil apapun yang terjadi di darat dapat mempengaruhi perairan disekitarnya. Aktifitas penambangan timah baik yang dilakukan di darat maupun di laut telah mengakibatkan kekeruhan. Sedimentasi terlihat baik di dasar perairan dan di kolom air dimana hal tersebut sangat berpengaruh terhadap terumbu karang serta biota lain yang berasosiasi dengannya. Penelitian terumbu karang di Provinsi Bangka Belitung pernah dilakukan pada tahun 2005 di perairan Bangka Tengah dan Bangka Selatan dengan persentasi tutupan karang hidup di pulau Ketawai 59 %, Gosong Asem 13.25 % pada Bangka Tengah, P. Burung 4%, P. Lutung 9 % (LIPI 2004 dalam Siringoringo et al. 2006), P. Salma 84.06%, P. Liat (Pongok) 73.4% dan P. Celaka (Celagen) 45.76% di Bangka Selatan (Siringoringo et al., 2006). Untuk mendapatkan informasi kondisi terumbu karang serta biota indikator lainnya yang dapat digunakan sebagai indikasi kesehatan karang, maka pengamatan karang dan megabentos dilakukan di sekitar perairan Bangka utara, timur dan selatan. Hasil penelitian diharapkan dapat menjadi dasar upaya pengelolaan dan konservasi terumbu karang dimasa mendatang. METODE PENELITIAN Penelitian dilakukan selama empat hari yaitu tanggal 29 September 2010 sampai 2 September 2010. Penelitian dilakukan di perairan Kabupaten Bangka Barat (pulau Penyusur), Bangka Tengah (pulau Ketawai dan Pasir), dan Bangka Selatan (pulau Kelapan, Seniur, Lepar, Liat, dan Celaka); provinsi Kepulauan Bangka Belitung. Lokasi dan koordinat stasiun pengamatan (GPS) selama penelitian disajikan pada Tabel 1 dan gambar 1. Pengambilan data di lapangan dilakukan dengan metode LIT (Line Intercept Transect) (English et al., 1994) sepanjang 10 meter dengan 3 kali replikasi pada setiap stasiun pengamatan (Anonim, 2006). Spesifikasi karang yang dicatat adalah bentuk pertumbuhan karang (lifeform). Semua kategori bentuk pertumbuhan karang dan substrat yang berada tepat di bawah garis transek dicatat dan dihitung panjangnya. 2
Tabel 1. Lokasi Pengamatan Kondisi Terumbu Karang di Perairan Sekitar Pulau Bangka Posisi geografis No. Lokasi Latitude (S) Longitude (E)
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
Timur P. Penyusur Barat P. Penyusur Timur P. Ketawai Utara P. Ketawai Barat P. Pasir Timur P. Kelapan Utara P. Seniur Utara P. Lepar Barat P. Liat (Pongok) Barat P. Celaka (Celagen)
01031’42.30” 01031’40.70” 02016’22.40” 02015’26.40” 02014’53.50” 02051’20.30” 02049’52.40” 02052’49.00” 02053’37.80” 02052’28.70”
105041’26.90” 105041’15.80” 106020’09.10” 106020’03.10” 106022’25.30” 106051’25.30” 106048’82.20” 106049’33.00” 107001’47.00” 107000’35.60”
LOKASI PENGAMATAN KONDISI TERUMBU KARANG PERAIRAN BANGKA BARAT, BANGKA TENGAH DAN BANGKA SELATAN 1. Timur P. Penyusur 6. Timur P. Kelapan 2. Barat P. Penyusur 7. Utara P. Seniur 3. Timur P. Ketawai 8. Utara P. Lepar 4. Utara P. Ketawai 9. Barat P. Liat (Pongok) 5. Barat P. Pasir 10. Barat P. Celaka (Celagen) 0 5 15 35 km N 1 7 2 6 8 4 10 5 3 9 Gambar 1. Lokasi pengamatan terumbu karang di perairan sekitar pulau Bangka (diadaptasi dari www.google‐earth.com) Persentase tutupan untuk masing‐masing kategori lifeform karang dapat dicari dengan persamaan berikut; 3
Persentase tutupan untuk seluruh kategori lifeform karang hidup dapat dicari dengan persamaan berikut; Nilai tutupan karang tersebut selanjutnya dianalisis berdasarkan kategori tutupan karang yang mengacu pada Gomez dan Yap (1988) sebagai berikut: (a) 0.0% – 24.9% : buruk (b) 25% – 49.9% : sedang (c) 50% – 74.9% : baik (d) 75% – 100% : sangat baik (Gomez dan Yap 1988) HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi umum tutupan karang Secara umum, persentase tutupan karang hidup di perairan sekitar pulau Bangka berkisar antara 40% ‐ 76.1%, dimana perairan di timur dan selatan memiliki persentase tutupan karang hidup yang relatif lebih tinggi dibandingkan dengan perairan utara pulau. Nilai persentase tutupan tertinggi diperoleh pada stasiun 4 (utara pulau Ketawai, 76.1%), 9 (barat pulau Liat, 72.97%) dan 6 (timur pulau Kelapan, 70.2%); sedangkan penutupan terendah terdapat di stasiun 1 (timur pulau Penyusur, 40%), 2 (barat pulau Penyusur, 48%) dan 3 (timur pulau Ketawai, 45.07%). Detail persentase tutupan karang di semua lokasi pengamatan disajikan pada Gambar 2. 1: timur P. Penyusur; 2: selatan P. Penyusur; 3: timur P. Ketawai; 4: utara P. Ketawai; 5: barat P. Pasir; 6: timur P. Kelapan; 7: utara P. Seniur; 8: utara P. Lepar; 9: barat P. Liat; 10: barat P. Celaka Gambar 2. Nilai persentase tutupan karang hidup di lokasi penelitian
4
Deskripsi kondisi terumbu karang lokasi penelitian a. Perairan utara Bangka Barat Lokasi 1 dan 2 yang berada disekitar P. Penyusur merupakan perwakilan dari sisi utara perairan Bangka Barat. Terumbu karang pada lokasi tersebut terutama terdapat pada kedalaman antara 3 – 6 meter dengan kemiringan lereng terumbu sekitar 300. Substrat dasar berupa campuran pasir dan lumpur (silt). Persentase tutupan karang hidup tergolong “sedang” (40%). Pada lokasi 1, tipe bentuk pertumbuhan dominan adalah coral submassive (15.3%) dan foliose (10.7%). Untuk kategori non‐coral, persentase tertinggi dimiliki oleh turf algae (31.76%) dan dead coral with algae (16.13%). Profil rata‐rata persentase tutupan tiap kategori lifeform karang di P. Penyusur ditunjukkan oleh Gambar 3. ACB ACD ACT CB CE CF CHE CM CMR CS ACB: Acropora Branching; ACD: Acropora Digitate; ACT: Acropora Tabulate; CB: Coral Branching; CE: Coral Encrusting; CF: Coral Foliose; CHE: Coral Heliopora CM: Coral Massive; CMR: Coral Mushroom; CS: Coral Submassive Gambar 3. Nilai persentase tutupan setiap lifeform karang hidup di pulau Penyusur Bentuk pertumbuhan dominan di lokasi 2 tidak terlalu berbeda dengan lokasi 1. Kategori TA dan DCA masih mendominasi dengan persentase masing‐masing sebesar 26.7% dan 16.03%. tipe karang dominan adalah coral massive (15.13%) dan foliose (11.87%). Rendahnya tutupan karang di lokasi‐lokasi tersebut diduga disebabkan oleh sedimentasi yang ditunjukkan oleh rendahnya nilai visibility (jarak pandang) yang hanya berkisar antara 2 – 3 meter. Pada saat pengamatan, dijumpai banyak karang yang tertutup oleh partikel sedimen halus. Sedimen dan particulate matter yang tersuspensi dalam air laut sangat mungkin disebabkan oleh faktor antropogenik berupa aktivitas kapal isap timah yang banyak beroperasi disekitar Bangka utara. Hal tersebut didukung oleh hasil wawancara dengan nelayan lokal yang menyatakan bahwa kekeruhan perairan lebih disebabkan oleh keberadaan dan aktivitas kapal isap timah. Seperti diketahui, dalam operasinya, kapal isap timah membuang limbah tailing (pencucian pasir timah) secara langsung ke laut tanpa pengolahan terlebih dahulu sehingga berpotensi meningkatkan kekeruhan perairan. 5
b. Perairan timur Bangka Tengah Pengamatan kondisi terumbu karang di pantai timur Bangka Tengah dilakukan di kawasan terumbu pulau Ketawai dan Pasir. Pertumbuhan terumbu karang di P. Ketawai dimulai pada kedalaman antara 3 – 10 meter dengan kemiringan lereng antara 35 – 450. Substrat dasar perairan berupa campuran pasir dan lumpur. Pada sisi timur pulau Ketawai (stasiun 3), tutupan karang hidup sebesar 45.07% (kategori sedang) dengan dominasi bentuk pertumbuhan coral foliose (28.9%) dan coral submassive (8.5%). Pada pengamatan di lokasi 4 (sisi utara P. Ketawai) tutupan karang lebih besar yaitu 76.1% (kategori sangat baik) dengan bentuk pertumbuhan dominan adalah coral foliose dan massive, masing‐masing dengan persentase sebesar 39.9% dan 9.77%. Profil rata‐rata persentase tutupan setiap lifeform karang di pulau Ketawai dan Pasir ditunjukkan pada Gambar 4 berikut. ACB ACD ACT CB CE CF CHE CM CMR CS ACB: Acropora Branching; ACD: Acropora Digitate; ACT: Acropora Tabulate; CB: Coral Branching; CE: Coral Encrusting; CF: Coral Foliose; CHE: Coral Heliopora CM: Coral Massive; CMR: Coral Mushroom; CS: Coral Submassive Gambar 4. Nilai persentase tutupan setiap lifeform karang hidup di pesisir timur Bangka Tengah Perbedaan kondisi karang di kedua stasiun tersebut lebih disebabkan oleh faktor kekeruhan dan sedimentasi, dimana pada stasiun 3 kekeruhan lebih tinggi daripada stasiun 4. Berdasarkan dominansi jenis, karang Echinopora lamellosa, Merulina ampliata dan Pavona decussata merupakan jenis yang umum dijumpai di stasiun 3. Pada stasiun 4, jenis karang dominan adalah M. ampliata, Pachyseris rugosa, Montipora spp dan Lobophyllia spp. Pada stasiun 5 (barat P. Pasir), terumbu karang terdapat pada kedalaman 3 – 7 meter. Persentase tutupan karang hidup sebesar 54.43% sehingga kondisi karang dapat dikatakan baik. Terdapat perbedaan komposisi bentuk pertumbuhan dan jenis karang dibandingkan dengan dua stasiun sebelumnya, dimana pada stasiun 5 bentuk pertumbuhan coral branching sangat mendominasi (40.1%), dengan jenis utama adalah Porites cylindrica. 6
c. Perairan timur Bangka Selatan Pengamatan kondisi terumbu karang di sisi selatan pulau Bangka dilakukan pada 5 stasiun yaitu sisi timur P. Kelapan, utara P. Seniur, utara P. Lepar, barat P. Liat (Pongok) dan barat P. Celaka (Celagen). Paparan terumbu (reef flat) pada kelima lokasi tersebut ditumbuhi oleh berbagai jenis makroalga terutama Sargassum. Gambar 5 menunjukkan profil tutupan tiap lifeform karang di stasiun 6 – 10. Pada stasiun 6 (timur P. Kelapan), persentase tutupan karang hidup sebesar 70.2%, bentuk pertumbuhan dominan adalah coral submassive (31%) dengan jenis utama Galaxea fascicularis, diikuti oleh bentuk pertumbuhan coral foliose (21.47%) dengan jenis karang yang umum adalah Pachyseris spp, Montipora sp dan Merulina sp. Stasiun 7 (utara P. Seniur) memiliki persentase tutupan karang yang lebih rendah, hanya sebesar 53.93%. Bentuk pertumbuhan dominan pada lokasi ini adalah coral massive (20.97%) dan coral massive (19%) dengan jenis yang umum dijumpai adalah Platygyra daedalea, Lobophyllia spp, Diploastrea heliopora dan Pavona spp. Sama halnya di stasiun 7, karang hidup di stasiun 8 (utara P. Lepar) didominasi oleh bentuk pertumbuhan coral massive dan submassive dengan jenis umum antara lain adalah Lobophyllia spp, Favia spp, Favites spp dan Porites spp. Total persentase tutupan karang di lokasi ini sebesar 61.1% sehingga terumbu karang termasuk dalam kategori baik. Terumbu karang di stasiun 9 (barat P. Liat) dan 10 (barat P. Celaka) memiliki persentase tutupan karang hidup yang relatif baik yaitu 72.7% dan 65.17%. Karang di stasiun 9 didominasi oleh Acropora Branching (35.6%) dan coral massive (20.5%). Jenis karang yang umum dijumpai adalah Acropora formosa, Diploastrea heliopora dan Pachyseris spp. Pada stasiun 10, bentuk pertumbuhan didominasi oleh CF (23.3%) dan coral encrusting (21.37%). Jenis karang yang cukup dominan antara lain adalah Diploastrea heliopora, Pachyseris spp, Turbinaria spp, Merulina sp dan Porites lobata. ACB ACD ACT CB CE CF CHE CM CMR CS ACB: Acropora Branching; ACD: Acropora Digitate; ACT: Acropora Tabulate; CB: Coral Branching; CE: Coral Encrusting; CF: Coral Foliose; CHE: Coral Heliopora CM: Coral Massive; CMR: Coral Mushroom; CS: Coral Submassive Gambar 5. Nilai persentase tutupan setiap lifeform karang hidup di pesisir timur Bangka Selatan 7
Berdasarkan hasil penelitian terdahulu di P. Liat (Pongok), terumbu karang di sisi timur pulau memiliki persentase tutupan karang sebesar 73.4% dengan bentuk pertumbuhan utama adalah coral foliose, Acropora branching dan coral branching. Penelitian yang sama di sisi utara P. Celaka (Celagen) menunjukkan bahwa persentase tutupan karang hanya sebesar 45.76% (Siringoringo et al., 2006) atau lebih kecil 19.41% daripada hasil penelitian ini pada terumbu di sisi barat pulau. Secara keseluruhan, bentuk pertumbuhan karang yang sangat umum ditemukan di lokasi penelitian adalah coral foliose, submassive dan massive. Bentuk‐bentuk pertumbuhan tersebut terutama coral foliose merupakan jenis yang umum dijumpai dan mudah beradaptasi pada kondisi perairan yang keruh dan bersedimentasi (Suharsono, 2007). Bentuk karang yang pipih seperti daun dan melebar seperti payung memungkinkan zooxanthellae dapat menyerap maksimal cahaya matahari untuk proses fotosintesis. Bentuknya yang melebar seperti payung juga dapat menyebabkan karang ini lebih mudah berkompetisi dalam mendapatkan cahaya dan makanan jika dibandingkan dengan jenis karang lainnya. Karang‐karang jenis sub massive dan massive juga merupakan jenis karang yang mempunyai adaptasi yang tinggi terhadap kondisi perairan yang agak keruh. Sorokin (1993) menyebutkan bahwa masing‐masing jenis karang mempunyai strategi untuk dapat hidup dalam kondisi fisik lingkungannya yang disebut r‐strategi dan k‐strategi. Pada lokasi penelitian sebagian besar karang yang ditemukan mempunyai bentuk adaptasi k‐strategi, yaitu mempunyai daya kompetisi tinggi dengan harapan hidup yang panjang tetapi kecepatan pertumbuhannya lambat. Kondisi perairan di sebagian besar lokasi penelitian yang relatif keruh, bersedimentasi tinggi dan berarus lemah diduga juga menjadi penyebab rendahnya persentase tutupan karang di beberapa stasiun pengamatan, terutama stasiun 1, 2 dan 3. Partikel sedimen dapat menghambat pertumbuhan karang secara langsung maupun tidak langsung. Secara langsung partikel sedimen dapat menutup mulut polip karang dan organ penangkap mangsanya (Supriharyono, 2000). Secara tidak langsung, partikel sedimen akan mengurangi penetrasi cahaya matahari kedalam perairan dan menurunkan laju pertumbuhan karang (Supriharyono 1986 dalam Supriharyono, 2000). Seperti diketahui, cahaya terutama sangat berpengaruh bagi karang hermatipik (karang pembentuk terumbu), karena karang tipe ini memiliki endosimbion alga zooxanthellae yang memerlukan cahaya matahari untuk melangsungkan proses fotosintesis (Supriharyono, 2000). Tanpa pencahayaan yang cukup, laju rata‐ rata fotosintesis akan menurun, dan akan mengurangi kemampuan karang untuk mensekresikan kalsium karbonat dalam pembentukan terumbu. Karang jenis Acropora spp relatif jarang dijumpai pada penelitian ini, disebabkan karena kondisi perairan yang relatif keruh dan memiliki tingkat sedimentasi yang tinggi. Jenis‐jenis karang batu dari marga Acropora mempunyai polip yang kecil dan sulit untuk membersihkan diri, sehingga untuk membersihkan dirinya dari partikel‐partikel yang melekat, jenis ini membutuhkan arus dan ombak yang cukup kuat (Manuputty, 1990). Koloni karang bercabang yang cukup luas hanya dijumpai di stasiun 9 (barat P. Liat). Hal tersebut mungkin disebabkan karena pada stasiun 9 arus laut cukup kuat sehingga dapat membantu polip karang untuk membersihkan partikel sedimen yang menempel. Hasil pengamatan juga menunjukkan bahwa pada stasiun‐stasiun dengan nilai persentase tutupan karang hidup yang rendah, terutama stasiun 1, 2 dan 3, memiliki persentase tutupan turf algae (TA) yang tinggi (>20%). Keberadaan turf algae dapat menyebabkan terjadinya kompetisi perebutan ruang dan cahaya antara polip karang dengan algae yang dapat menghambat pertumbuhan karang (Connel
8
et al. 2004; Victor 2005), mempengaruhi diversitas karang (Connel et al., 2004) bahkan menyebabkan kematian karang (Jompa dan McCook 2002; Mohammed dan Mohamed 2005). Filamen‐filamen algae yang menutupi polip dapat menyebabkan berkurangnya cahaya yang dapat diterima oleh zooxanthellae (Young dan Avalos, 2006) didalam endoderm polip sehingga mengganggu proses fotosintesis. Zooxanthellae menyuplai sekitar 95% produk fotosintesisnya (berupa asam amino, gula, karbohidrat, dan peptida‐peptida pendek) kepada polip inang yang menggunakan nutrisi tersebut untuk respirasi, pertumbuhan, dan penimbunan CaCO3 (Lesser, 2004). Apabila proses fotosintesis terganggu, maka suplai nutrisi untuk karang akan berkurang sehingga menurunkan kemampuan karang untuk tumbuh dan membentuk deposit CaCO3. KESIMPULAN 1. Berdasarkan hasil pengamatan dapat disimpulkan bahwa secara umum kondisi terumbu karang Kabupaten Bangka Barat bagian utara termasuk kategori sedang dengan rata‐rata persentase sebesar 44%; perairan timur Bangka Tengah termasuk kategori sedang hingga sangat baik (persentase tutupan 45.07% ‐ 76.1%); sedangkan perairan selatan Bangka termasuk kategori baik (persentase tutupan 53.93% ‐ 72.27%). 2. Bentuk pertumbuhan yang cukup dominan di seluruh lokasi pengamatan adalah coral foliose, coral submassive dan coral massive. 3. Perbedaan persentase tutupan karang hidup di lokasi pengamatan kemungkinan disebabkan oleh perbedaan tingkat kekeruhan perairan dan sedimentasi karena perairan utara Bangka Barat memiliki nilai kekeruhan yang lebih tinggi daripada perairan Bangka Tengah bagian timur dan Bangka Selatan. SARAN Pengelolaan terumbu karang di perairan utara Bangka Barat, timur Bangka Tengah, dan Bangka Selatan perlu ditingkatkan secara serius, terutama di perairan utara Bangka Barat. Hal tersebut dilakukan agar ekosistem terumbu karang di perairan tersebut membaik, sehingga dapat memberikan nilai ekonomis kepada masyarakat lokalnya. Penelitian sejenis dapat dilakukan dengan memperbanyak stasiun penelitian agar data yang diperoleh semakin representatif. Selain itu, pengambilan data fisik dan kimia di lokasi penelitian juga dapat membantu untuk mengetahui asosiasi faktor fisik dan kimia terhadap kondisi terumbu karang yang diamati, misalnya sedimentasi, kekeruhan perairan, pH, dan kuat arus. UCAPAN TERIMA KASIH Pelaksanaan penelitian ini tidak lepas dari bantuan berbagai pihak. Oleh karena itu, penulis ingin mengucapkan terima kasih kepada; 1. Pihak Ditjen DIKTI Kementerian Pendidikan Nasional, Jakarta 2. Pihak Pusat Penelitian Oseanografi (P2O) LIPI, Jakarta 9
3. Koordinator PKIM Bach II 2010 Bidang Biologi, Prof. Drs. Pramudji, M.Sc 4. Kapten beserta awak kapal KR. Baruna Jaya VIII 5. Instruktur tim karang, Rikoh M. Siringoringo, ST, M.Si dan asisten instruktur. DAFTAR PUSTAKA Anonim. 2006. Manual Monitoring Kesehatan Karang (Reef Health Monitoring). CRITC – COREMAP – LIPI. Jakarta. Buddemeier, R.W., J.A. Kleypas and R.B. Aronson. 2004. Coral Reefs and Global Climate Change: Potential Contributions of Climate Change to Stresses on Coral Reef Ecosystems. Pew Center on Global Climate Change. Burke, L., E. Selig, and M. Spalding. 2002. Reefs at Risk in Southeast Asia. World Resources Institute. Connell, J.H., T.P. Hughes, C.N. Wallace, J.E. Tanner, K.E. Harms, and A.M. Kerr. 2004. A Long‐Term Study of Competition and Diversity of Corals. Ecological Monographs 72 (4). 179 – 210. English, S., C. Wilkinson and V. Baker (ed.). 1994. Survei Manual for Tropical Marine Research. ASEAN‐Australia Marine Science Project. Australian Institute of Marine Science. Townsville. Jompa, J. and L.J. McCook. 2002. The Effects of Nutrients and Herbivory on Competition Between A Hard Coral (Porites cylindrica) and A Brown Algae (Lobophora variegata). Limnology and Oceanography 47 (2). 527 – 534. Kunzmann, A. 2002. On The Way to Management of West Sumatra’s Coastal Ecosystems. Naga, The ICLARM Quarterly 25 (1). 4 – 10. Lesser, M.P. 2004. Experimental Biology of Coral Reef Ecosystems. Journal of Experimental Marine Biology and Ecology 300. 217 – 252. Manuputty, A.E.W. 1990. Sebaran, Keanekaragaman dan Komposisi Jenis Karang Batu di Perairan Kabil. Dalam: Perairan Pulau Batam, pp. 27‐36. Medrizam, S. Pratiwi, dan Wardiyono. 2004. Wilayah Kritis Keanekaragaman Hayati di Indonesia: Instrumen Penilaian dan Pemindaian Indikatif/Cepat bagi Pengambil Keputusan. Sebuah Studi Kasus Ekosistem Pesisir Laut. Deputi Bidang Sumber Daya Alam dan Lingkungan Hidup, Direktorat Pengendalian Sumber Daya Alam dan Lingkungan Hidup, BAPPENAS. Jakarta. Mohammed, T.A.A.A. and M.A.W. Mohamed. 2005. Some Ecological Factors Affecting Coral Reef Assemblages Off Hurghada, Red Sea, Egypt. Egyptian Journal of Aquatic Research 31 (1). 133 – 152. Siringoringo, R.M., Giyanto, A. Budiyanto dan H. Sugiarto. 2006. Komposisi dan Persentase Tutupan Karang Batu Di Perairan Lepar‐Pongok, Bangka Selatan. Oseanologi dan Limnologi di Indonesia. No. 41: 71 – 84. Sorokin YI. 1993. Coral Reef Ecology. Springer‐Verlag. New York. Suharsono. 2007. Pengelolaan Terumbu Karang di Indonesia: Orasi Pengukuhan Profesor Riset Bidang Ilmu Oseanografi, Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia. Jakarta. 112 hal. Suharsono. 2008. Jenis‐jenis Karang di Indonesia. LIPI Press. Jakarta. Supriharyono. 2000. Pengelolaan Ekosistem Terumbu Karang. Penerbit Djambatan. Jakarta. Victor, S. 2005. Effects of Sedimentation on Palau’s Coral Reefs. International Coral Reef Initiative (ICRI) GM Japan/Palau (1) 2005/11.1/1.
10
Young, L.I.Q. and J.E. Avalos. 2006. Reduction of Zooxanthellae Density, Chlorophyll a Concentration, and Tissue Thickness of The Coral Montastrea faveolata (Scleractinia) When Competing With Mixed Turf Algae. Limnology and Oceanography 51 (2). 1159 – 1166.
11