JURNAL
KOMUNIKASI DAN IDENTITAS KULTURAL (Studi tentang Dampak Komunikasi terhadap Pembentukan Identitas Kultural pada Pernikahan Berbeda Adat di Surakarta)
Oleh:
MAHARANI KUSUMA DARUWATI D0211058
PROGRAM STUDI ILMU KOMUNIKASI FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN POLITIK UNIVERSITAS SEBELAS MARET SURAKARTA 2016
KOMUNIKASI DAN IDENTITAS KULTURAL (Studi tentang Dampak Komunikasi terhadap Pembentukan Identitas Kultural pada Pernikahan Berbeda Adat di Surakarta)
Maharani Kusuma Daruwati Pawito
Program Studi Ilmu Komunikasi Fakultas Ilmu Sosial dan Politik Universitas Sebelas Maret Surakarta
Abstract Indonesia has lots of cultural diversities that still being kept alive nowadays. Indonesia’s cultural diversities are shown in many traditions that exist in every region in Indonesia. Every region in Indonesia has a cultural heritage that should be preserved by future generations. Ethnic and cultural diversity in Indonesia should make Indonesia richer in culture and customs. One of the cultures and customs can be seen that at the wedding. Mixing the two cultures or traditions through marriage into a new thing that unite Indonesia even more. Differences in culture and language of each customs become one of the factors the difficulty of uniting both cultures through marriage. Differences in customs or traditions of each wedding will bring up the negotiations between both parties to determine the family customs which will be used in different parts of the wedding ceremony. This research was conducted in the city of Surakarta, with a focus on a different pair of indigenous families between traditional Javanese and Minangkabau, Javanese and Aceh, Javanese and Batak, and also Javanese and Bali. This study used a qualitative research methodology. Researchers chose the research subjects in this study is the different wedding customs’ couple in Surakarta and public figure as a resource on different wedding customs in Surakarta. The process of data analysis include data reduction, data presentation, and drawing conclusions as well as verification. The conclusion of this study are: (1) Communications made a couple different customs is the history of the remote communication through intermediaries as well as direct communication with face-to-face consulted. (2) The traditional Javanese wedding procession stand out compared with other cultures because the procession of Javanese culture has a special grip in any sequence of the show. (3) The identity of the Javanese culture is more prominent in different pairs customary marriage because the couple is in the Java environment. Keywords: Intercultural Communication, Marriage Different Indigenous, Cultural Identity 1
2
Pendahuluan Indonesia merupakan negara kepulauan terbesar di dunia. Indonesia terdiri dari berbagai suku bangsa, bahasa, dan agama. Berdasarkan rumpun bangsa (ras), Indonesia terdiri atas bangsa asli pribumi yakni Melayu dan Papua di mana bangsa Melayu yang terbesar jumlahnya dan lebih banyak mendiami Indonesia bagian barat. Indonesia terdiri atas beraneka ragam budaya, bahasa daerah, suku bangsa, agama, dan ras. Masyarakat Indonesia merupakan masyarakat yang majemuk, setiap kelompok suku bangsa di Indonesia memiliki kebudayaan tersendiri yang berbeda satu sama lain. Data hasil Sensus Penduduk 2010 yang mencakup beberapa karakteristik kemajemukan penduduk, antara lain kewarganegaraan, suku bangsa, agama dan bahasa sehari-hari merupakan sumber data strategis untuk kebutuhan perencanaan pembangunan yang bertumpu pada kearifan dan kebijakan lokal.1 Semboyan “Bhineka Tunggal Ika” milik Indonesia yang memiliki arti berbeda-beda tetapi tetap satu jua menandakan bahwa meski memiliki kebudayaan dan suku bangsa yang berbeda masyarakat Indonesia tetap mampu hidup berdampingan secara damai. Masing-masing suku bangsa di Indonesia mempunyai adat-istiadat dan kebudayaan khusus tersendiri yang menjadi identitasnya. Begitu pula dengan upacara adat pernikahan, masing-masing suku bangsa memiliki tradisi upacara pernikahan yang berbeda. Adanya perbedaan tersebut terkadang menjadikan masyarakat Indonesia terkotak-kotakkan sesuai dengan suku dan adat masing masing. Namun, tak jarang juga ditemui adanya peleburan antara dua budaya menjadi satu yang nantinya akan menghasilkan budaya baru. Di Indonesia, tidak banyak adanya pernikahan antar suku yang kemudian akan menimbulkan persatuan dua budaya yang berbeda. Sebagian masyarakat 1
di
Indonesia
mengedepankan
ego
masing-masing
dan
Akhsan Na‟im dan Hendry Syaputra. Kewarganegaraan, Suku Bangsa, Agama, dan Bahasa Sehari-hari Penduduk Indonesia Hasil Sensus Penduduk 2010 (Jakarta: Badan Pusat Statistik, 2010). hlm.1.
3
mengedepankan jiwa persatuan dengan suku masing-masing. Kebanyakan masyarakat Indonesia lebih memilih untuk menikah dengan orang sesuku atau orang yang memiliki kebudayaan dan adat yang sama dengan mereka. Setiap orang tua dari semua suku akan mengajarkan norma-norma budaya yang berlaku dan yang dijaga kuat oleh adat mereka kepada anakanaknya. Anak dididik dengan nilai dan pola pikir sesuai budaya yang dipegang. Setiap adat memiliki nilai tersendiri. Perbedaan inilah yang sering menjadi masalah ketika berelasi di masyarakat. Jika terjadi pernikahan antara pasangan yang berbeda adat, maka kemungkinan munculnya konflik akan lebih besar. Namun, ada pula orang memilih untuk menikah dan menjalin hidup dengan orang yang berbeda adat dan berbeda kebudayaan maupun nilai-nilai luhur yang dimiliki. Berdasarkan buku ensiklopedia suku bangsa di Indonesia dan merujuk pada buku pedoman pengolahan SP2010, jumlah suku bangsa yang ada di Indonesia secara keseluruhan mencapai lebih dari 1.300 suku bangsa. Selain jenisnya yang beragam, jumlah atau ukuran populasi dari setiap jenis suku bangsa juga sangat bervariasi. Suku Jawa yang tersebar hampir di setiap wilayah teritorial Indonesia, populasinya mencapai sebesar 95,2 juta jiwa atau sekitar 40,0 persen dari populasi penduduk Indonesia.2 Populasi masyarakat Jawa yang sangat banyak dan tersebar hampir di seluruh wilayah Indonesia menyebabkan masyarakat Jawa dapat berinteraksi dengan banyak masyarakat lain di luar kelompoknya, tak terkecuali dengan masyarakat-masyarakat dari suku lainnya. Hal tersebut menjadi salah satu faktor yang memungkinkan terjadinya pernikahan campuran antara orang Jawa dengan adat lainnya. Contohnya adalah pernikahan berbeda adat antara adat Jawa dan adat Minang. Pernikahan adat Jawa dan adat Minang jelas berbeda karena dari adat istiadat Jawa dan Minang pun berbeda. Menurut adat, pernikahan luar suku yang dilakukan oleh laki-laki Minang dengan perempuan non Minang dapat 2
Na‟im. Loc.Cit.
4
mengaburkan silsilah garis keturunan si anak kelak di Minangkabau. Secara adat mereka tidak dapat diterima di Minangkabau karena garis keturunan di Minangkabau berasal dari pihak perempuan Minang itu sendiri.3 Sedangkan adat Jawa kental dengan mitos dan kebudayaan nenek moyang. Pernikahan adat Jawa pun tak lepas dari adanya adat-istiadat yang berlaku. Adanya hari baik dan penanggalan khusus untuk menentukan pernikahan. Syarat-syarat yang harus dipenuhi oleh pihak mempelai laki-laki, dan lain sebagainya. Secara adat Jawa, garis keturunan di Jawa berasal dari pihak laki-laki Jawa. Sisitm kekerabatan orang jawa itu berdasarkan prinsip keturunan bilateral.4 Persatuan dua adat yang berbeda itu rawan untuk munculnya konflik. Namun, tidak selamanya yang berbeda itu buruk. Perbedaan adat ini akan menimbulkan adanya komunikasi antarbudaya. Di mana nantinya akan dilihat culture
identity
dari
masing-masing
pihak.
Bagaimana
seseorang
mempertahankan identitas budaya masing-masing. Menurut Liliweri, Identitas budaya merupakan ciri yang ditunjukkan seseorang karena orang itu merupakan anggota dari sebuah kelompok etnik tertentu. Itu meliputi pembelajaran tentang dan penerimaan tradisi, sifat bawaan, bahasa, agama, keturuanan dari suatu kebudayaan. 5 Perbedaan yang seharusnya dapat memperkaya akan kebudayaan di Indonesia tetapi justru malah menimbulkan konflik. Perbedaan budaya serta bahasa pada masing-masing adat menjadi salah satu faktor sulitnya menyatukan kedua adat tersebut melalui jalur penikahan. Perbedaan adat atau tradisi pernikahan masing-masing akan memunculkan adanya negosiasi
3
Wawancara dengan Iesrial, Tokoh Masyarakat Minangkabau (Kediaman Iesrial, Padang Pariaman: Sabtu, 16 Mei 2015). 4 Koentjaraningrat. Manusia dan Kebudayaan di Indonesia. (Jakarta: Djambatan, 1976). hlm.330. 5 Alo Liliweri, Dasar-dasar Komunikasi Antarbudaya, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2007), hlm.87.
5
antara keluarga keduabelah pihak untuk menentukan adat mana yang akan digunakan dalam upacara pernikahan berbeda suku tersebut. Hal ini menarik karena percampuran dua adat melalui pernikahan ini akan memunculkan pola komunikasi tertentu yang tidak biasa karena dilakukan oleh dua kebudayaan atau dua adat yang berbeda. Di mana nantinya akan dilihat culture identity dari masing-masing pihak. Bagaimana seseorang mempertahankan identitas budaya masing-masing.
Rumusan Masalah Peneliti merumuskan masalah penelitian sebagai berikut: Bagaimana dampak
komunikasi terhadap pembentukan identitas kultural
pada pernikahan berbeda adat?
Tujuan Tujuan dalam penelitian ini adalah : Untuk mengetahui dan menjelaskan bagaimana dampak komunikasi terhadap pembentukan identitas kultural pada pernikahan berbeda adat.
Telaah Pustaka 1. Komunikasi Komunikasi adalah salah satu dari kegiatan sehari-hari yang benar-benar terhubung dengan semua kehidupan kemanusiaan, sehingga kadang-kadang kita mengabaikan penyebaran, kepentingan, dan kerumitannya.6 Menurut Gerald R. Miller, komunikasi adalah situasi-situasi tersebut merupakan sebuah sumber yang mengirimkan sebuah pesan kepada penerima dengan tujuan tertentu untuk mempengaruhi perilaku penerima.7 Ada dua jalur utama yang ada dalam komunikasi. Pertama adalah proses yang melihat sebuah komunikasi sebagai transmisi pesan. Melalui jalur ini 6
Stephen W. Littlejohn, dan Keren A. Foss. Teori Komunikasi, Theories of Human Communication. (Jakarta: Salemba Humanika, 2012), hlm. 3. 7 Deddy Mulyana. Ilmu Komunikasi Suatu Pengantar, (Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2010), hlm.68.
6
diterangkan bagaimana pengirim dan penerima mengkonstruksi pesan (encode) dan menerjemahkan pesan (decode), dan tentang bagaimana transmiter menggunakan saluran dan media komunikasi tersebut. Jalur kedua adalah melihat komunikasi sebagai produksi dan pertukaran makna. Hal ini berhubungan dengan cara bagaimana pesan berinteraksi dengan kelompok masyarakat sehingga menghasilkan makna.8 Joseph A. Devito membagi komunikasi menjadi empat kelompok, yaitu komunikasi antarpribadi, komunikasi kelompok kecil, komunikasi publik, dan komunikasi massa.9 Menurut
Lasswell,
komunikasi
merupakan
suatu
proses
yang
menjelaskan siapa? mengatakan apa? dengan saluran apa? kepada siapa? dengan akibat atau hasil apa? (who? says what? in which channel? to whom? with what effect?).10 2. Komunikasi Antarbudaya Komunikasi
antarbudaya
menunjukkan
bagaimana
interaksi
dan
komunikasi dengan seseorang yang berbeda budaya. Komunikasi antarbudaya juga memiliki berbagai pengertian menurut ahli masing-masing. Komunikasi antarbudaya yakni komunikasi antarpribadi yang dilakukan oleh mereka yang berbeda latar belakang kebudayaan. Atau komunikasi antarbudaya dapat diartikan dengan pertukaran pesan-pesan yang disampaikan secara lisan, tertulis, bahkan secara imajiner antara dua orang yang berbeda latar belakang kebudayaan.11 Komunikasi antarbudaya oleh Fred E. Jandt, diartikan sebagai interaksi tatap muka diantara orang-orang yang berbeda budayanya.12 Sependapat dengan hal tersebut, Mowlana mengatakan, komunikasi multikultural sebagai pertukaran informasi antara seseorang dengan orang lain, sebagai yang menyampaikan 8
John Fiske. Cultural and Communication Studies: Sebuah Pengantar Komprehensif, (Yogyakarta: Jalasutra, 2007), hlm.59. 9 Nurudin. Sistem Komunikasi Indonesia, (Jakarta: PT. Raja Grafindo Perkasa, 2004), hlm.28 10 Mulyana. Op.Cit. hlm.69. 11 Alo Liliweri. Dasar-dasar Komunikasi Antarbudaya. (Yogyakarta: Pustaka Pelajar,2007). hlm.9. 12 Purwasito, Op. Cit. hlm.122.
7
pesan dengn disertai berbagai unsur-unsur latar belakang kebudayaan yang berbeda kepada seseorang penerima dari kultur lainnya.13 Komunikasi antarbudaya merupakan cara yang baik untuk memberikan cara pandang antarbudaya yang berbeda sehingga dapat memecahkan terciptanya budaya tunggal. Permasalahn antarbudaya dapat dijembatani dengan membangun
kehidupan
multikultural
yang
sehat,
dilakukan
dengan
meningkatkan toleransi dan apresiasi antarbudaya. Hal itu dapat dimulai dengan memperkenalkan ciri khas kebudayaan tertentu dan pemahaman terhadap pola perilaku masyarakatnya.14 3. Identitas Kultural Identitas merupakan hal yang abstrak, konsep beraneka segi yang berperan penting dalam interaksi komunikasi antarbudaya. Globalisasi, pernikahan antarbudaya, dan pola imigrasi menambah kerumitan identitas budaya dalam abad ini.15 Dalam komunikasi antarbudaya terdapat suatu kajian mengenai identitas budaya. Identitas budaya merupakan ciri yang ditunjukkan seseorang karena orang itu merupakan anggota dari sebuah kelompok etnik tertentu. Itu meliputi pembelajaran tentang dan penerimaan tradisi, sifat bawaan, bahasa, agama, keturuanan dari suatu kebudayaan.16 Pengertian
identitas
pada
tataran
hubungan
antarmanusia
akan
mengantarkan kita untuk memahami sesuatu yang lebih konseptual yakni tentang bagaimana meletakkan seseorang ke dalam tempat orang lain (komunikasi yang empati), atau sekurangkurangnya meletakkan atau membagi (to share) pikiran, perasaan, masalah, rasa simpatik (empati) dan lain-lain dalam sebuah proses komunikasi (antarbudaya).17
13
Purwasito. Op. Cit. hlm.124. Adi Putra, Perilaku Komunikasi Masyarakat Perantauan (Studi Kasus Masyarakat Perantauan Aceh di Surakarta), (Surakarta: Universitas Sebelas Maret, 2013) Tesis Magister Program Studi Ilmu Komunikasi, hlm.20. 15 Larry A. Samovar, Richard E. Porter, dan Edwin R. McDaniel. Komunikasi Lintas Budaya Edisi 7 (Jakarta: Salemba Humanika, 2014). h.182 16 Alo Liliweri. Op. Cit. hlm.87. 17 Alo Liliweri. Loc. Cit. hlm. 84. 14
8
Secara sederhana, identitas budaya adalah rincian karakteristik atau ciriciri sebuah kebudayaan yang dimiliki oleh sekelompok orang yang kita ketahui batas-batasnya tatkala dibandingkan dengan karakteristik atau ciri-ciri kebudayaan orang lain.18 Untuk dapat mengetahui dan menetapkan identitas budaya maka kita tidak hanya sekedar menentukan karakteristik atau ciri fisik seseorang saja, tetapi juga mengkaji identitas kebudayaan sekelompok manusia melalui tatanan berpikir (cara berpikir, orientasi berpikir), perasaan (cara merasa dan orientasi perasaan), dan cara bertindak (motivasi tindakan atau orientasi tindakan).19 Menurut Kenneth Burke, untuk menentukan identitas budaya itu sangat tergantung pada „bahasa‟ (bahasa sebagai unsur budaya nonmaterial), bagaimana representasi bahasa menjelaskan sebuah kenyataan atas semua identitas yang dirinci kemudian dibandingkan (perhatikan pemahaman kita tentang arti identity, identical, dan identify). Menurutnya, penamaan identitas seseorang atas sesuatu itu selalu meliputi konsep penggunaan bahasa, terutama untuk mengerti suatu kata secara denotatif dan konotatif.20
Metodologi Penelitian ini menggunakan metodologi penelitian kualitatif, dengan mengikuti pandangan kalangan fenomenologis hendak mengemukakan gambaran mengenai hubungan komunikasi terhadap pembentukan identitas kultural pada pasangan berbeda adat di Surakarta. Kalangan fenomenologis ini lebih memberi penekanan pada persoalan pengalaman pribadi (personal exxperience), termasuk pengalaman pribadi yang dimiliki seseorang ketika berinteraksi dengan orang lain.21 pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah teknik wawancara mendalam (indepth interview). Wawancara adalah suatu teknik 18
Alo Liliweri. Makna Budaya dalam Komunikasi Antarbudaya. (Yogyakarta: PT. LkiS Pelangi Aksara,2007). hlm.72. 19 Alo Liliweri. Loc. Cit. hlm. 86. 20 Ibid. 21 Pawito. Penelitian Komunikasi Kualitatif. (Yogyakarta: PT. LkiS Pelangi Aksara Yogyakarta, 2007). hlm.23.
9
pengumpulan data di mana peneliti mengajukan pertanyaan tentang ssegala sesuatu kepada responden untuk mendapatkan dan menggali informasi yang dibutuhkan. Analisis data yang digunakan adalah analisis kualitatif yaitu dengan menggunakan model analisis interaktif Miles dan Huberman yang terdiri dari pengumpulan data, reduksi data, penyajian data, dan kesimpulan.22 Triangulasi data digunakan untuk validitas data pada penelitian ini.
Sajian dan Analisis Data 1. Komunikasi yang Terjadi diantara Kedua Belah Pihak Pasangan (Calon) Mempelai Berbeda Adat Menyatukan dua orang dalam ikatan pernikahan tidak cukup hanya menyatukan dua hati saja, karena juga ada keluarga terutama pada pernikahan berbeda suku. Tidak hanya dua hati dan dua keluarga saja yang dipersatukan, tapi juga budaya, iklim tersebut yang juga sudah berbeda, kemudian juga ada kebiasaan-kebiasaan yang berbeda. Selain itu, komunikasi merupakan salah satu faktor penting dalam pernikahan. Komunikasi merupakan aspek yang sangat penting dalam kehidupan manusia. Komunikasi adalah kegiatan manusia seharihari yang berhubungan dengan kehidupan masyarakat atau kehidupan orang lain. Pengambilan keputusan dalam persiapan acara pernikahanpun tak lepas dari adanya komunikasi dari kedua belah pihak keluarga. Seperti pada keluarga berbeda adat berikut ini juga melakukan komunikasi meski dengan cara yang berbeda-beda.
Pada pasangan Minang-Jawa, komunikasi dalam persiapan
pernikah dilakukan saat lamaran dan juga melalui perantara dikarenakan jarak yang jauh antara kedua keluarga. Seperti diterangkan oleh HH (25th, laki-laki, Minang) mengatakan bahwa, “Untuk komunikasi lewat perantara. Untuk keluarga di Jawa perantranya isteri, untuk keluarga di Padang perantaranya saya.”23 Hal tersebut dipertegas oleh keterangan dari pasangan HH, DK (24th, perempuan, Jawa), “Kalau komunikasi antar keluarga ya cuma ketemunya pas lamaran itu 22
HB.Sutopo. Metodologi Penelitian Kualitatif: Dasar Teori dan Terapannya dalam Penelitian. (Surakarta: UNS Press, 2002). hlm.96. 23 Wawancara dengan HH, Pasangan Berbeda Adat Jawa-Minangkabau (Bandara Adi Sucipto Yogyakarta: Sabtu, 2 Mei 2015).
10
sama sebelumnya itu, yang mengkomunikasikan kebanyakan untuk orang tuanya ya sama suami, kalau orang tuaku ya sama aku. Melalui perantara gitu.”24 Adanya perbedaan adat yang merunut pada perbedaan daerah tempat tinggal yang berjarak jauh, maka komunikasi yang dilakukan antara kedua belah pihak keluarga adalah melalui komunikasi jarak jauh melalui perantara seperti yang dilakukan pasangan Minang-Jawa, HH dan DK tadi. Hal tersebut juga terjadi pada pasangan Aceh-Jawa, AP dan RE. Komunikasi merupakan hal yang penting dalam kehidupan manusia termasuk dalam hal pernikahan. Dalam pernikahan perlu adanya komunikasi antara kedua belah pihak baik dari kedua mempelai maupun kedua belah pihak keluarga. Begitu pula dengan pernikahan dari pasangan berbeda adat, mereka juga memerlukan adanya komunikasi antar kedua belah pihak keluarga. Komunikasi tersebut dimaksudkan untuk mengakomodir pendapat kedua belah pihak agar terjalinnya kesepakatan dalam hal yang berhubungan dengan pernikahan seperti persiapan pernikahan, pesta pernikahan, serta prosesi adat yang digunakan dalam pernikahan. Komunikasi tersebut dapat dilakukan secara langsung maupun tidak langsung, pada kasus ini beberapa pasangan melakukan komunikasi secara langsung dengan bertemu tatap muka dan berembug membicarakan mengenai rencana pernikahan antarsuku tersebut, sedangkan beberapa pasangan lain melakukan komunikasi jarak jauh melalui perantara. Masing-masing pasangan berperan penting dalam penyampaian keputusan kepada keluarga masing-masing. Pada pernikahan berbeda adat komunikasi justru sangat diperlukan untuk menyatukan dua adat yang berbeda. Namun pada kenyataannya komunikasi yang terjadi tidak terlalu berdampak terhadap jalannya acara pernikahan. Komunikasi yang dilakukan hanya untuk saling mengabarkan mengenai persiapan pernikahan tidak terlalu berfokus pada prosesi adat yang digunakan pada pernikahan karena masing-masing keluarga saling percaya dan menyarahkan keperluan dan keberlangsungan acara pernikahan pada keluarga penyelenggara.
24
Wawancara dengan DK, Pasangan Berbeda Adat Jawa-Minangkabau (Kediaman DK: Sabtu, 2 Mei 2015).
11
2. Prosesi Adat yang didigunakan dalam Acara Pesta Pernikahan Berbeda Adat Penyatuan dua hati manusia dalam ikatan pernikahan biasanya juga ditandai dengan adanya acara pesta pernikahan atau yang biasa disebut dengan resepsi pernikahan. Dua adat dan dua kebudayaan yang berbeda diikatkan dalam satu janji suci pernikahan. Pada pelaksanaannya maka acara pesta pernikahan dari pasangan berbeda adat ini juga cukup menjadi perhatian, budaya mana yang akan digunakan dan akan ditonjolkan dalam acara pernikahan tersebut. Perbedaan adat dan budaya memungkinkan terjadinya acara pernikahan dengan menggunakan percampuran adat ataupun terlaksananya dua kali acara pernikahan dengan menggunakan adat masing-masing. Adanya berbedaan adat ini juga berpengaruh pada nilai-nilai budaya yang ditonjolkan dalam acara pernikahan. Menurut pasangan berbeda adat, prosesi pernikahan biasanya dilakukan menggunakan budaya atau adat kedua belah pihak dan dilaksanakan dalam dua acara dan waktu yang berbeda. Sehingga masing-masing budaya memiliki penonjolan tersendiri dalam acara pesta pernikahan berbeda adat tersebut. Seperti pada pasangan Jawa dan Minang yang melangsungkan pesta pernikahan dua kali pada bulan yang berbeda yaitu di bulan Maret untuk prosesi adat Jawa dan di bulan Mei untuk prosesi pernikahan adat Minang. Begitu juga dengan pasangan Jawa dan Aceh yang juga melangsungkan dua kali pesta pernikahan yaitu dengan adat Jawa dan adat Aceh. Pasangan Jawa dan Batak pun juga melakukan hal yang sama dengan melakukan dua kali pesta pernikahan dengan adat Jawa yang dilakukan di Jawa dan adat Batak yang dilangsungkan di Jakarta. Serta pada pasangan Jawa dan Bali yang
melangungkan dua kali pesta
pernikahan menggunakan adat Jawa dan adat Bali meski keduanya dilangsungkan di Solo. Kesemuanya
menjalankan
pesta
pernikahan
dengan
adat
Jawa
dikarenakan mereka merupakan perempuan Jawa. Seperti telah dijelaskan sebelumnya bahwa dalam adat Jawa yang menggelar acara pernikahan adalah dari pihak perempuan.
12
Berdasarkan penjelasan di atas dapat dilihat bahwa pada pernikahan berbeda adat, masing-masing suku ingin menampilkan atau menonjolkan identitas budaya masing-masing melalui unsur-unsur budaya dari masing-masing adat yang dimunculkan dalam acara pernikahan. Hal tersebut ditunjukkan melalui prosesi adat dalam pelaksanaan pesta pernikahan. Setiap suku menonjolkan identitas budaya masing-masing dengan menampilkan unsur budaya sesuai dengan adat mereka dengan melakukan pesta pernikahan sesuai adat masing-masing sehingga pesta pernikahan dilaksanakan sebanyak dua kali pada waktu dan tempat yang berbeda serta dengan prosesi adat yang berbeda pula. Semua pasangan yang menjadi responden menjalankan dua kali prosesi pernikahan menggunakan prosesi adat Jawa dan prosesi adat sesuai suku dari pasangan masing-masing. Pasangan Jawa-Aceh melakukan prosesi pernikahan dengan adat Jawa lengkap dan juga melaksanakan prosesi adat Aceh. Pasangan Jawa-Minang juga melakukan prosesi pernikahan adat Jawa dan adat Minang. Begitu pula dengan pasangan Jawa-Batak yang juga melaksanakan prosesi pernikahan adat Jawa dan adat Batak meski tidak secara lengkap. Pasangan Jawa-Bali-pun menyelenggarakan prosesi pernikahan menggunakan adat Jawa dan adat Bali yang keduanya dilaksanakan di Solo namun pada waktu yang berbeda. Setiap pasangan menyelenggarakan prosesi adat pernikahan dengan cara yang berbeda-beda sesuai dengan keputusan yang telah disepakati kedua belah pihak keluarga masing-masing pasangan berbeda adat. Hampir semua pasangan melaksanakan acara pernikahan menggunakan prosesi adat Jawa secara lengkap dan runtut, namun ada pula yang melaksanakannya tidak secara lengkap. 3. Identitas Budaya dalam Pernikahan Berbeda Adat Identitas budaya merupakan ciri yang ditunjukkan seseorang karena orang itu merupakan anggota dari sebuah kelompok etnik tertentu. Itu meliputi
13
pembelajaran tentang dan penerimaan tradisi, sifat bawaan, bahasa, agama, keturuanan dari suatu kebudayaan.25 Dalam pernikahan berbeda adat memunculkan adanya dua adat yang berbeda di mana masing-masing adat membawa identitas budayanya masingmasing. Sehingga setiap adat baik secara langsung maupun tidak langsung akan lebih menonjolkan identitas budaya masing-masing. Pada kasus ini, dalam pernikahan berbeda adat terdapat dua adat yang berbeda yang dipersatukan melalui ikatan pernikahan yang nantinya akan dapat dilihat identitas budaya manakah yang lebih menonjol dalam pernikahan tersebut. Dari empat pasangan berbeda adat yang telah dijadikan narasumber, mereka menuturkan hal yang hampir sama mengenai identitas budaya dalam pernikahan mereka. Hampir semua dari pasangan berbeda adat mengungkapkan bahwa identitas budaya Jawa lebih menonjol dalam pernikahan mereka karena pasangan-pasangan berbeda adat tersebut hidup dan tinggal di lingkungan budaya Jawa yaitu di Kota Surakarta. Identitas budaya juga dinilai dalam penyelenggaraan pesta pernikahan yang menggunakan prosesi adat. Meski semua pasangan melangsungkan dua kali pesta pernikahan dengan dua adat yang berbeda, namun adat Jawa dirasa lebih menonjol dibandingkan dengan adat yang lain karena adat Jawa memiliki runtutan acara dan persiapan yang jauh lebih matang dibandingkan adat yang lain.
Kesimpulan Berdasarkan hasil penelitian yang diperoleh, dapat diambil beberapa poin kesimpulan sebagai berikut: a. Komunikasi merupakan hal yang penting dalam kehidupan manusia, tak terkecuali dalam hal pernikahan. Pengambilan keputusan dalam persiapan acara pernikahan dilakukan melalui komunikasi dari kedua belah pihak keluarga. Komunikasi yang dilakukan setiap pasangan berbeda adat melalui 25
Alo Liliweri. Dasar-dasar Komunikasi Antarbudaya. (Yogyakarta: Pustaka Pelajar,2007). h.87.
14
cara yang berbeda-beda. Beberapa pasangan berbeda adat melakukan komunikasi secara jarak jauh melalui perantara. Kedua calon pengantin melakukan komunikasi satu sama lain dan menjadi perantara dari keluarga masing-masing.
Sedangkan
beberapa
pasangan
lainnya
melakukan
komunikasi secara langsung dengan tatap muka dan berembug bersama dalam menentukan keputusan prosesi pernikahan berbeda adat tersebut. b. Adanya perbedaan adat berpengaruh pada nilai-nilai budaya yang ditonjolkan dalam
acara
pernikahan.
Prosesi
pernikahan
biasanya
dilakukan
menggunakan budaya atau adat kedua belah pihak dan dilaksanakan dalam dua acara dan waktu yang berbeda. Sehingga masing-masing budaya memiliki penonjolan tersendiri dalam acara pesta pernikahan berbeda adat tersebut. Namun, prosesi adat Jawa dirasa lebih menonjol dibandingkan dengan budaya lain karena prosesi budaya Jawa memiliki pakem khusus dalam setiap susunan atau runtutan acaranya. Dan semua pasangan yang menjadi responden menjalankan pesta pernikahan dengan adat Jawa dikarenakan mereka merupakan perempuan Jawa. Dalam budaya Jawa dijelaskan bahwa yang menggelar acara pernikahan adalah dari pihak perempuan. Sehingga prosesi pernikahan budaya Jawa pasti terlaksana sesuai dengan pakem-pakem yang ada. Hal tersebut juga menunjukkan bahwa perempuan Jawa membawa pengaruh yang cukup kuat dalam pernikahan berbeda adat terutama dalam acara pernikahan. c. Identitas budaya Jawa lebih menonjol dalam pernikahan mereka karena pasangan-pasangan berbeda adat tersebut hidup dan tinggal di lingkungan budaya Jawa yaitu di Kota Surakarta. Identitas budaya juga dinilai dalam penyelenggaraan pesta pernikahan yang menggunakan prosesi adat. Meski semua pasangan melangsungkan pesta pernikahan sebanyak dua kali dengan dua adat yang berbeda, namun adat Jawa dirasa lebih menonjol dibandingkan dengan adat yang lain karena adat Jawa memiliki runtutan acara dan persiapan yang jauh lebih matang dibandingkan adat yang lain.
15
Saran Berdasarkan data dan hasil analisis yang didapatkan dari penelitian ini, peneliti mengemukakan beberapa saran. Adapun saran-saran tersebut adalah sebagai berikut: a. Bagi Pelaku Pernikahan Berbeda Adat, sebelum melakukan pernikahan berbeda adat, sebaiknya masing-masing pihak terlebih dahulu melakukan komunikasi dan pendekatan terhadap keluarga masing-masing. Komunikasi dapat dilakukan secara langung ataupun tidak langsung kepada orangtua dan keluarga besar agar terjadi kesepahaman dan adaptasi budaya kedua belah pihak keluarga. Dengan terjalinnya komunikasi yang baik antara pelaku pernikahan berbeda adat dan orangtua serta keluarga besar diharapkan tidak terjadi penolakan terhadap pernikahan berbeda adat tersebut. b. Bagi Orangtua dan Keluarga Besar Pelaku Pernikahan Berbeda Adat, orangtua dan keluarga besar pelaku pernikahan berbeda adat sebaiknya dapat menerima dan mendukung pernikahan tersebut dengan baik. Dengan adanya pernikahan berbeda adat ini justru akan semakin menyatukan satu sama lain dan menunjukkan kebhinekaan masyarakat Indonesia yang meski berbedabeda tetapi dapat saling bertoleransi dan bersatu melalui jalan pernikahan. Diharapkan kedua belah pihak keluarga turut mengambil bagian dalam prosesi pernikahan berbeda adat ini agar dapat saling mengetahui dan memahami budaya masing-masing.
Daftar Pustaka Fiske, John. (2007). Cultural and Communication Studies: Sebuah Pengantar Komprehensif. Yogyakarta: Jalasutra. Koentjaraningrat. (1976). Manusia dan Kebudayaan di Indonesia. Jakarta: Djambatan002E Liliweri, Alo. (2007). Dasar-dasar Komunikasi Antarbudaya. Yogyakarta: Pustaka Pelajar. Liliweri, Alo. (2007). Makna Budaya dalam Komunikasi Antarbudaya. Yogyakarta: PT. LkiS Pelangi Aksara. Littlejohn, Stephen W. dan Keren A. Foss. (2012). Teori Komunikasi, Theories of Human Communication. Jakarta: Salemba Humanika.
16
Mulyana, Deddy. (2010). Ilmu Komunikasi Suatu Pengantar. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya. Na‟im, Akhsan dan Hendy Syaputra. (2010). Kewarganegaraan, Suku Bangsa, Agama, dan Bahasa Sehari-hari Penduduk Indonesia- Hasil Sensus Penduduk 2010.Jakarta: Badan Pusat Statistik. Nurudin. (2004). Sistem Komunikasi Indonesia. Yogyakarta: LkiS. Pawito. (2007). Penelitian Komunikasi Kualitatif. Yogyakarta: PT. LkiS Pelangi Aksara Yogyakarta. Putra, Adi. (2013). Perilaku Komunikasi Masyarakat Perantauan (Studi Kasus Masyarakat Perantauan Aceh di Surakarta). Surakarta: Universitas Sebelas Maret. Tesis Magister Program Studi Ilmu Komunikasi. Samovar, Larry A., dkk. (2014). Komunikasi Lintas Budaya Edisi 7. (Jakarta: Salemba Humanika. Sutopo, H.B. (2002). Metodologi Penelitian Kualitatif: Dasar Teori dan Terapannya dalam Penelitian. Surakarta: UNS Press.