Komparasi Metode Hybrid Image Watermarking DWT-SVD dengan RDWT-SVD Untuk Proteksi dan Perlindungan Hak Cipta Pada Citra Digital Munawir Ansari
Yudi Prayudi
Magister Teknik Informatika Universitas Islam Indonesia (UII) Yogyakarta
Magister Teknik Informatika Universitas Islam Indonesia (UII) Yogyakarta
[email protected]
[email protected]
ABSTRAK Teknik watermarking terus berkembang, mulai dari penggunaan teknik watermaking yang berdasarkan pada domain spasial, domain frekuensi sampai dengan penggabungan dari beberapa metode watermarking. Untuk menghasilkan metode atau teknik watermarking yang lebih baik untuk proteksi pada file gambar atau citra digital dilakukan penggabungan atau kombinasi beberapa teknik watermarking yang sudah ada. Teknik ini dikenal dengan istilah hybrid image watermarking. Tujuan dari hybrid image watermarking yaitu supaya bisa menghasilkan teknik watermarking yang memiliki kriteria robust dan imperceptibility yang baik. Dari berbagai kombinasi hybrid image watermarking yang dilakukan dalam bidang watermarking, kecenderungan menggabungkan teknik Discrete Wavelet Transform (DWT) dengan teknik Singular Value Decomposition (SVD) banyak dilakukan karena bisa menghasilkan teknik watermarking yang memiliki kriteria robust dan imperceptibility yang tinggi. Penambahan unsur redudansi pada Discrete Wavelet Transform (RDWT) bisa menghasilkan teknik watermarking yang lebih robust lagi dibandingkan dengan teknik lain, dan hal ini yang ingin dibuktikan pada penelitian ini dengan melakukan komparasi hybrid image watermarking metode teknik DWT-SVD dengan teknik RDWT-SVD. Dari hasil pengujian tingkat imperceptibility dan robustness dari kedua metode, memberikan rekomendasi bahwa teknik RDWT-SVD lebih baik untuk proteksi dan perlindungan hak cipta pada citra digital. Kata Kunci Discrete Cosine Transform (DCT), Discrete Wavelet Transform (DWT), Redundant Discrete Wavelet Transform (RDWT), Singular Value Decomposition (SVD).
1. PENDAHULUAN Teknik atau metode watermarking citra digital selalu dikembangkan dengan tujuan untuk menghasilkan teknik watermarking yang lebih baik yaitu memiliki unsur robustness dan imperceptibility yang tinngi [1]. Robustness merupakan ketahananan watermark dari berbagai serangan dan upaya menghilangkan watermark yang disisipkan pada citra digital. Sedangkan imperceptibility merupakan ketidaktampakan perubahan file gambar atau citra digital yang dijadikan cover image akibat penyisipan watermark yang bisa dilihat atau dirasakan oleh panca indra manusia atau Human Visual System (HVS). Perkembangan teknik digital watermarking [2] dimulai dari penggunaan teknik yang berdasarkan domain spasial seperti penggunaan teknik Least Significant Bit (LSB) yang menghasilkan skema watermarking yang rapuh (fragile) dari berbagai serangan (attack) seperti noise, kompresi,
Remodulation, Filtering, Resample, Calor Reduce, Copy, Wavelet dan Ratation Scala. Kemudian dikembangkan lagi teknik digital watermarking yang berdasarkan pada domain frekuensi seperti Discrete Wavelet Transform (DWT) [3], Discrete Cosine Transform (DCT) [4], [5], Fast Fourier Transform (FFT) [6], Singular Value Decomposition (SVD) [7] dan Fractal Transform [8]. Untuk menghasilkan skema watermarking yang lebih baik khusunya pada citra digital dalam bidang watermarking dilakukan kombinasi teknik atau gabungan dari beberapa teknik watermarking yang sudah ada. Teknik ini dikenal dengan istilah hybrid image watermarking. Tujuan menggabungkan atau mengkombinasikan beberapa teknik watermarking yaitu menghasilkan skema watermarking yang lebih baik dalam hal imperceptibility maupun robustness. Hybrid image watermarking yang pernah dilakukan antara lain menggabungankan teknik Discrete Cosine Transform (DCT) Spread Spectrum [9], teknik hybrid image watermarking Discrete Wavelet Transform (DWT) - Discrete Cosine Transform (DCT) [10], Singular Value Decomposition (SVD) Discrete Wavelet Transform [11], Redundant Discrete Wavelet Transform (RDWT) - Singular Value Decomposition [12] dan Menggabungkan Teknik Discrete Wavelet Transform (DWT) Discrete Wavelet Transform (DWT) - Discrete Wavelet Transform (DWT) [1]. Dari berbagai kombinasi hybrid image watermarking yang dilakukan oleh dalam bidang watermarking saat ini cendrung menggabungkan teknik DWT dengan teknik SVD karena bisa menghasilkan teknik watermarking yang robust dan imperceptibility. Penambahan unsur redudansi pada DWT (RDWT) bisa menghasilkan teknik watermarking yang lebih robust dan imperceptibility, hal ini yang ingin dibuktikan pada penelitian ini dengan melakukan komparasi hybrid image watermarking metode atau teknik DWT-SVD dengan teknik RDWT-SVD. Hasil komparasi ini digunakan untuk menentukan metode atau teknik mana yang lebih baik digunakan untuk proteksi dan perlindungan hak cipta pada citra digital.
2. PEMBAHASAN 2.1 Discrete Wavelet Transform (DWT) Discrete Wavelet Transform (DWT) merupakan transformasi sinyal diskrit menjadi koefisien-koefisien wavelet yang diperoleh dengan cara memfilter sinyal dengan dua filter yang berbeda yaitu filter rendah dan filter tinggi. Discrete Wavelet Transform (DWT) membagi (mendekomposisikan) citra digital memjadi 4 bagian pada frekuensi subband citra tersebut. Komponen subband transformasi wavelet dihasilkan dengan
Jurnal Cybermatika | Vol. 2 No. 2 | Desember 2014 | Artikel 4
23
cara menurunkan level dekomposisi. Discrete Wavelet Transform (DWT) dapat dilakukan dengan cara melewatkan sinyal melalui sebuah Low Pass Filter (LPF) dan melakukan downsampling pada keluaran masing-masing filter [13].
Dekomposisi dari matriks A dengan menggunakan SVD dinyatakan dengan persamaan:
Untuk mendapatkan nilai dekomposisi atau DWT dapat menggunakan persamaan :
SVD merupakan teknik dekomposisi matriks yang paling optimal karena menggunakan energi kuadran terkecil dalam penyisipan sinyal maksimum kedalam beberpa koefisien matriks sehingga memiliki kemampuan untuk beradaptasi dengan variasi statistik lokal dari suatu citra atau gambar [14].
Dari persamaan (2.1) dan (2.2), nilai keluaran hasil dokomposisi bisa didapatkan dengan menggabungkan kedua persamaan tersebut.
2.4 Algoritma Hybrid Image Watermarking 2.4.1 Hybrid Image Watermarking DWT-SVD Untuk algoritma penyisipan watermarking dengan metode atau teknik DWT-SVD seperti Gambar 2.1.
2.2 Redundant Discrete Wavelet Transform (RDWT) Redundant Discrete Wavelet Transform (RDWT) merupakan pergeseran invarian dan redundansi tingkat spasial sinyal sampling dan ukuran masing-masing subband pada RDWT memiliki ukuran yang sama dengan sinyal input sehingga menyebabkan proses ektraksi watermark dari file host menjadi lebih akurat [13]. Perbedaan Discrete Wavelet Transform (RDWT) dengan Redundant Discrete Wavelet Transform (RDWT) yaitu pada proses pongolahan image dengan RDWT menghilangkang operasi down-sampling.
Alpha
Alpha
File Host (I)
Watermark (W)
Watermarked Image (Ew)
File Host (I)
2D-DWT
2D-DWT
2D-DWT
2D-DWT
LL
LL
LL
LL
SVD
SVD
Penyisipan Watermark S_em = I_s + Alpha*W_s
Ekstraksi Watermark S_ew = Ew_s – I_s/Alpha
ISVD
ISVD
2DIDWT
2DIDWT
Watermarked Image
Watermark
Untuk mendapatkan nilai dekomposis dengan RDWT dapat dihitung dengan menggunakan persamaaan:
Dari persamaan (2.4) dan (2.5), didaptkan nilai keluaran RDWT dengan menggabungkan kedua rumus tersebut.
(a)
SVD
SVD
(b)
Gambar 2.1 (a) Algoritma penyisipan dan (b) ekstraksi watermarking dengan teknik DWT-SVD
2.3 Singular Value Decomposition (SVD) Singular Value Decomposition (SVD) memaparkan proses dokomposisi sebuah matriks menjadi tiga buah matriks yang ukurannya sama dengan matriks aslinya, yaitu matriks hanger (U), stretcher (S) dan aligner (V). Pada dasarnya matriks apapun dapat dibagi menjadi ketiga matriks tersebut. Matriks hanger (U) dan aligner (V) merupakan matriks orthogonal yaitu matriks U merupakan matriks orthogonal mxm dan V merupakan matriks orthogonal nxn, maka perkalian dengan kedua matriks tersebut tidak akan mengubah bentuk objek karena kedua matriks itu akan mempertahankan bentuk objek. Sementara itu, matriks stretcher (S) merupakan matriks diagonal mxn yang bernilai riil tak negatif yang disebut dengan nilai-nilai singuler. Perkalian dengan matriks stretcher (S) akan merentangkan suatu objek. Jika suatu kurva dikalikan dengan matriks diagonal (S), maka semua nilai pada kurva sepanjang sumbu x dan y akan terentang. Misal, jika terdapat sebuah kurva berbentuk lingkaran, maka setelah kurva tersebut dikalikan denganmatriks stretcher (S), bentuk kurva akan menjadi elips. Untuk mengembalikan kurva ke bentuk asalnya, dapat dilakukan perkalian dengan matriks yang komponenkomponennya merupakan kebalikan dari matriks stretcher (S).
24
Prosedur penyisipan watermark pada file host dijelaskan sebagai berikut : 1. 2.
3. 4.
5. 6.
7.
8.
Dekomposisi file host menjadi 4 (empat) bagian dengan menggunakan Discrete Wavelet Transform (DWT); Pilih koefisien detail approkmasi (LL1) dan terapkan level 2 DWT sehingga memperoleh 4 (empat) bagian yang berbeda yaitu LL2, HL2, LH2 dan HH2 Pilih koefisien detail approkmasi (LL2) sebagai tempat penyisipan watermark; Terapkan SVD pada detail approkmasi (LL2) dengan rumus : II=UI S IVIT Untuk watermark juga diproses dengan operasi SVD; W= Uw Sw VwT Sisipkan watermark pada file host dengan menggunakan algoritma penyisipan dengan menjumlahkan matriks file host dengan matriks citra watermark yang sudah dikalikan dengan faktor alpha. S_em=I_s + Alpha*Ew_s; Lakukan Inverse SVD pada watermarked image dengan modifikasi nilai singular; I*I=UI S* IVIT Lakukan proses Invers DTW untuk merokonstruksi watermarked image yang berupa fungsi menjadi
Munawir Ansari, Yudi Prayudi
watermarked image yang berupa file gambar atau citra digital. Prosedur ekstraksi watermark dari file host untuk metode DWT-SVD dijelaskan sebagai berikut : 1. 2. 3. 4. 5.
6.
7.
Watermarked image didekomposisikan dengan teknik DWT untuk mendapatkan subband LL; Pilih koefisien detail approkmasi (LL2) Terapkan SVD pada detail approkmasi (LL2) dengan rumus : LL=USVT Untuk file watermark dan file host juga diproses dengan operasi yang sama seperti watermarked image; Ekstraksi watermark pada dari file host dengan metode ekstraksi; S_ew=(Ew_ s - I_s)/Alpha Terapkan Invers SVD dengan modifikasi nilai singular untuk memperoleh koefisien frekuensi rendah dari watermark yang masih berupa fungsi; Dari watermark yang berupa fungsi lakukan proses Invers DTW untuk rekonstruksi citra watermark.
2.4.2 Hybrid Image Watermarking RDWT-SVD Algoritma penyisipan watermarking dengan teknik RDWTSVD adalah sebagai berikut :
7. Lakukan proses Invers RDWT untuk merekonstruksi watermarked image. Prosedur ekstraksi watermark dari file host untuk metode DWT-SVD dijelaskan sebagai berikut : 1. 2. 3.
4.
5.
Watermarked image diproses dengan RDWT untuk mendapatkan subband LL; Pilih koefisien detail approkmasi (LL2) Terapkan SVD pada detail approkmasi (LL2) dengan rumus : I*I=U*I S* IV*IT Untuk citra watermark diproses dengan SVD dengan rumus : W*w = U*w S*w V*wT Ekstraksi watermark pada dari file host dengan algoritma ekstraksi; S_ew=(Ew_ s - I_s)/Alpha
6.
Terapkan Invers SVD dengan modifikasi nilai singular untuk memperoleh koefisien frekuensi rendah dari watermark 7. Lakukan proses Invers RDTW untuk merekonstruksi citra watermark.
2.5 Komparasi Hybrid Image Watermarking DWT-SVD dengan RDWT-SVD dari Segi Imperceptibility Alpha
Alpha
File Host (I)
Watermark (W)
Watermarked Image (Ew)
File Host (I)
2D-RDWT
2D-RDWT
2D-RDWT
2D-RDWT
LL
LL
LL
LL
SVD
SVD
PW S_em = I_s + Alpha*W_s
Ekstraksi Watermark S_ew = Ew_s – I_s/Alpha
ISVD
2DIRDWT
2DIRDWT
Watermarked Image
Untuk mendapatkan nukai MSE (Mean Squared Error) dengan menggunakan persamaan :
Sedangkan untuk Q menggunakan persamaan :
Watermark
(a)
Untuk menghitung nilai PSNR dapat menggunakan persamaan atau rumus berikut :
SVD
SVD
SVD
Pada penelitian ini untuk implementasi kedua metode hybrid image watermarking yang akan dikomparisi menggunakan pemograman matlab dan pengujian dilakukan dengan membangun aplikasi sendiri dengan mengukur parameter PSNR, Q dan Corr.
(b)
Gambar 2.2 (a) Algoritma penyisipan dan (b) ekstraksi watermarking dengan teknik RDWT-SVD Corr dapat dihitung dengan menggunakan persamaan : Prosedur penyisipan watermark pada file host dengan teknik RDWT-SVD dijelaskan sebagai berikut : 1. 2.
Lakukan RDWT pada file host; Pilih koefisien detail approkmasi (LL2) sebagai tempat penyisipan watermark; 3. Terapkan SVD pada detail approkmasi (LL2) pada file host dengan rumus : II=UI S IVIT
Untuk test image atau file host yang digunakan pada penelitian yaitu citra Brodatz, Grass, Gravel, North Island NAS, San Diego, Woodland Hills, House, Elaine, Lenna, motion01, motion02, motion03.
4. Untuk watermark juga diproses dengan operasi SVD W= Uw Sw VwT 5. Sisipkan watermark pada file host dengan algoritma penyisipan dengan menambahkan factor alpha pada watermak S_em=I_s + Alpha*Ew_s 6. Lakukan Inverse SVD pada watermarked image dengan modifikasi nilai singular;
Jurnal Cybermatika | Vol. 2 No. 2 | Desember 2014 | Artikel 4
25
Tabel 2.2 Nilai PNSR, Q dan Corr Teknik RDWT-SVD Karakter istik
Image
Textures
Brodatz (G) Grass (G) Gravel (G) North Island NAS(C) San Diego (C) Woodland Hills (C) House (C) Elaine (G) Lenna (C) motion01 (G) motion02 (G) motion03 (G)
Aerials
Miscella neous Sequenc es
Gambar 2.3 File host yang digunakan pada hybrid image watermarking Sedangkan untuk watermark yang digunakan pada penelitian ini adalah citra Earth From Space untuk citra grayscale dan citra Golden Gate untuk citra color, watermark dabn hasil ekstraksi watermark dapat dilihat pada Gambar 2.4.
Untuk data pada penelitian ini dilakukan pengukur dengan membangun aplikasi menggunakan pemograman matlab, dengan menggunakan alpha yang sama yaitu sebesar 0.01 dan jenis wavelet haar sedangkan watermark yang digunakan adalah Golden Gate untuk citra color dan Earth From Space untuk citra grayscale, didapatkan nilai PSNR, Q dan Corr seperti Tabel 2.1 dan 2.2 Tabel 2.1 Nilai PNSR, Q dan Corr Teknik DWT-SVD Karak Teristik Textures
Aerials
Miscella neous Sequenc es
26
Image Brodatz (G) Grass (G) Gravel (G) North Island NAS(C) San Diego (C) Woodland Hills (C) House (C) Elaine (G) Lenna (C) motion01 (G) motion02 (G) motion03 (G)
Jenis Mono Mono Mono RGB
PSNR 38.2557 34.2923 37.8797 33.0474
DWT-SVD Q 4.9934 4.9740 4.9735 4.9609
Corr 0.9980 0.9829 0.9962 0.9991
RGB RGB Gray Gray RGB Gray Gray Gray
31.0924 30.7213 32.4145 36.8609 30.4378 44.5187 44.4123 44.3704
4.9487 4.9199 4.9403 4.9421 4.8346 4.9815 4.9814 4.9816
0.9972 0.9978 0.9993 0.9971 0.9986 0.9987 0.9986 0.9986
Mono Mono Mono RGB
PSNR 38.2577 34.2949 37.8805 33.0529
RDWT-SVD Q 4.9934 4.9741 4.9735 4.9610
Corr 0.9980 0.9830 0.9963 0.9992
RGB RGB Gray Gray RGB Gray Gray Gray
31.0857 30.7224 32.4207 36.8654 30.4402 44.5237 44.4264 44.3784
4.9488 4.9200 4.9403 4.9420 4.8346 4.9816 4.9815 4.9818
0.9973 0.9979 0.9994 0.9972 0.9986 0.9987 0.9987 0.9988
Untuk melakukan komparasi antara hybrid image watermarking DWT-SVD dengan RDWT-SVD dari segi imperceptibility, nilai PSNR dan Corr dikelompokan berdasarkan karakteristik dan jenis citra inputan atau file host yang digunakan pada proses watermarking. Hasil resume nilai tersebut dapat dilihat pada Tabel 2.3. Tabel 2.3 Nilai PSNR dan Corr Karakteristik Citra Karakteristik Citra Textures Aerials Miscellaneous Sequences
Gambar 2.4 Watermark dan hasil ekstraksi watermark
Jenis
DWT-SVD PSNR Corr 38.2557 0.9980 33.0474 0.9991 36.8609 0.9993 44.5187 0.9987
RDWT-SVD PSNR Corr 38.2577 0.9980 33.0529 0.9992 36.8654 0.9993 44.5237 0.9987
Menurut [15] standar untuk parameter imperceptibility pada watermarking citra digital diupayakan untuk menghasilkan nilai PSNR diatas 35dB, rating kualitas image (Q) minimal 4 (good) dan Corr minimal 0.8 (skala 0-1). Untuk skema hybrid image watermarking dengan metode atau teknik DWT-SVD dan RDWT-SVD sudah memenuhi kriteria diatas. Dari Tabel 2.1 dan 2.2 nilai PSNR (Peak Signal to Noise) untuk teknik hybrid image watermarking DWT-SVD dan RDWT-SVD yaitu sebesar 37.0836 dB (DWT-SVD) dan 37.0877 dB (RDWTSVD). Nilai rata-rata Perceptual Quality Matric (Q) adalah sebesar 4.9518 (DWT-SVD) dan 4.9519 (RDWT-SVD). Sedangkan nilai Corr untuk sebesar 0.9967 (DWT-SVD) dan 0.9969 (RDWT-SVD). Nilai PSNR, Q, Corr teknik hybrid image watermarking RDWT lebih tinggi dibandingkan teknik DWT-SVD hal ini disebabkan karena pada teknik RDWT-SVD adanya proses redudansi yang menghilangkan proses downsampling, sehingga tidak terjadi pergeseran invariant dari subband dan menyebabkan koefisien wavelet tidak berubah akibat dari proses downsampling sehigga menyebabkan tingkat akurasi dalam proses watermarking menjadi lebih baik. Dari data pada Tabel 2.3 nilai PSNR untuk citra karakteristik texture untuk teknik DWT-SVD sebesar 38.2557 dB dan teknik RDWT-SVD 38.2557 dB, terdapat selisih nilai sebesar 0.0002 dB. Untuk citra Aerials nilai PSNR teknik DWT-SVD 33.0474 dB dan RDWT-SVD 33.0529 dB, selisih nilai sebesar 0.0055 dB, citra Miscellaneous teknik DWT-SVD 36.8609 dB dan RDWT-SVD 36.8654, selisih 0.0045 dB, dan citra Squences teknik DWT-SVD 44.5187 dB dan RDWT-SVD 44.5237, selisih 0.0050 dB. Sedangkan nilai corr pada karakteristik texture, Aerials, Miscellaneous dan Squences memiliki nilai yang hampir sama yaitu diatas 0.99, hal ini menandakan bahwa kedua teknik hybrid image watermarking yaitu teknik DWTSVD dan RDWT-SVD memiliki nilai imperceptibility yang tinggi karena sudah diatas nilai standar yaitu untuk PSNR diatas 35dB dan untuk Corr diatas 0.8.
Munawir Ansari, Yudi Prayudi
Tetapi pada hybrid image watermarking dengan teknik RDWTSVD nilai PSNR sedikit lebih baik sebesar 0.0002 dB untuk karakteristik texture, Aerials 0.0055 dB, Miscellaneous 0.0045 dB dan Squences 0.0050 dB. Hal ini menandakan bahwa hybrid image watermarking dengan teknik RDWT-SVD lebih imperceptibility dibandingkan dengan teknik DWT-SVD, Walaupun perbedaannya antara kedua teknik tersebut tidak terlalu jauh. Hybrid image watermarking dengan teknik RDWT-SVD memiliki karakter imperceptibility sangat baik sehingga sangat baik digunakan utuk proteksi dan perlindungan hak cipta pada citra digital yang lebih memperhatikan kualitas secara perseptual. Implemetasi hybrid image watermarking dengan metode atau teknik RDWT-SVD untuk proteksi pada citra digital sangat baik karena karakteristik imperceptibility pada metode RDWTSVD yang cukup tinggi sehingga penyisipan watermark tidak mengganggu atau mengurangi kualitas citra asli. Sehingga nilai perceptual citra asli atau file host tetap tinggi walaupun sudah disisipkan watermark.
2.6 Komparasi Hybrid Image Watermarking DWT-SVD dengan RDWT-SVD dari Segi Robustness Pada penelitian ini menggunakan program automatic attack yaitu checkmark untuk melakukan serangan atau attack terhadap image hasil proses watermarking guna untuk mengetahui tingkat robustness pada teknik hybrid image watermarking dengan teknik DWT-SVD dan RDWT-SVD. Citra digital atau image yang digunakan pada penelitian ini adalah berasal dari file host yang terdiri dari (im1 (Lenna), im2 (Nort Island NAS), im3 (Brodatz), im4 (motion01)) penggunaan image host tersebut mewakili karakter image miscellaneous, aerials, textures dan sequences sedangakan watermarked image (imWM1 (watermarked Lenna), imWM2 (watermarked Nort Island NAS), imWM3 (watermarked Brodatz), imWM4 (watermarked motion01). Selanjutnya diproses dengan menggunakan checkmark untuk menghasilkan attack secara otomatis sehingga menghasilkan attacked image. Nilai corr hasil proses ekstraksi dari attacked image sebagaimana pada Tabel 2.3. Tabel 2.3 Nilai Corr kelompok Attack untuk metode DWTSVD dan RDWT-SVD No Kelompok Attack RDWT-SVD DWT-SVD
RDWT-SVD
1
Remodulation
0.94985
0.94987
2
Filtering
0.96869
0.97282
3
MAP
0.98871
0.98881
4
JPEG
0.98049
0.98052
5 6
ML Resample
0.96404 0.99341
0.96406 0.99342
7
Calor Reduce
0.73540
0.76372
8
Copy
0.02286
0.02311
9
Wavelet
0.98910
0.99330
10
Ratation Scala
0.57856
0.57860
Gambar 2.5 Attacked Image Nilai deteksi terhadap attack untuk teknik hybrid hybrid image watermarking DWT-SVD dan RDWT-SVD menghasilkan nilai yang cukup memuaskan yaitu sebesar 94% untuk kedu metode. Sedangkan nilai rata-rata keberhasilan ekstraksi dari attacked image menghasilkan tingkat keberhasilan 81% untuk teknik DWT-SVD dan 82% untuk teknik RDW-SVD. Kedua metode atau teknik menghasilkan nilai deteksi dan ekstraksi dari attacked image yang lebih tinggi dari metode-metode sebelumnya yang menggunakan aplikasi checkmark untuk menghasilkan attack secara otomatis. Kareakteristik Kedua teknik hybrid image watermarking DWTSVD dan RDWT-SVD cukup robust,tapi pada teknik RDWTSVD tingkat ekstraksi dari attacked image sedikit lebih baik karena menghasilkan nilai sebesar 82% dibandingkan dengan teknik DWT-SVD yang menghasilkan nilai ekstraksi 81%. Metode atau teknik RDWT-SVD lebih robust dibandingkan dengan teknik DWT-SVD. Hal ini disebabkan karena posis watermark pada file host untuk teknik RDWT-SVD tidak mengalami pergerseran posisi sehingga pada saat ekstraksi posisi watermark tetap terjaga. Dengan tidak adanya pergeseran tersebut menjadikan teknik RDWT-SVD lebih robust.
Jurnal Cybermatika | Vol. 2 No. 2 | Desember 2014 | Artikel 4
27
Tabel 2.4 Perbandingan Hasil watermarking dengan berbagai metode No
Metode Watermarking
1 2 3 4 5 6
Wong Cox Xia Kim DWT-SVD RDWT-SVD
Presentase Keberhasilan Ekstraksi 61 % 67 % 67 % 38 % 81 % 82 %
4. REFERENSI
Rata-Rata Deteksi 74 % 90 % 84 % 48 % 94 % 94 %
Dengan karakteristik robust yang cukup tinggi maka hybrid image watermarking RDWT-SVD sangat baik digunakan untuk proteksi pada citra digital. Sehingga lebih tahan terhadap upaya menghilangkan watermark yang merupakan identitas kepemilikan citra yang sah dari citra digital tersebut.
3. KESIMPULAN Dari penelitian komparasi metode hybrid image watermarking DWT-SVD dengan RDWT-SVD untuk proteksi dan perlindungan hak cipta pada citra digital dapat disimpulkan : 1. Pada teknik hybrid image watermarking dengan teknik DWT-SVD dan RDWT-SVD jenis wavelet tidak mempengaruhi kualitas citra hasil proses watermarking; 2. Faktor embeddeb (alpha) sangat mempengaruhi kualitas hybrid image watermarking dengan menggunakan teknik DWT-SVD dan RDWT-SVD. Semakin kecil nilai factor embedded maka akan menghasilkan citra digital dengan tingkat imperceptibility yang tinggi; 3. Karakteristik hybrid image watermarking teknik DWTSVD dan RDWT-SVD memiliki nilai imperceptibility yang tinggi karena sudah diatas nilai standar yaitu untuk PSNR diatas 35 dB dan untuk Corr diatas 0.8. Tetapi pada hybrid image watermarking dengan teknik RDWT-SVD nilai PSNR lebih tinggi dibandingkan teknik DWT-SVD, hal ini menandakan bahwa hybrid image watermarking dengan teknik RDWT-SVD lebih imperceptibility dibandingkan dengan teknik DWT-SVD. Sehingga teknik hybrid image watermarking dengan teknik RDWT-SVD sangat baik digunakan utuk proteksi pada citra digital yang lebih memperhatikan kualitas secara perceptual; 4. Pada metode atau teknik hybrid image watermarking DWTSVD dan RDWT-SVD menghasilkan nilai deteksi dan ekstraksi watermark dari attacked image yang lebih tinggi dari metode-metode sebelumnya yang menggunakan aplikasi checkmark untuk menghasilkan attack. Kareakteristik Kedua teknik hybrid image watermarking DWT-SVD dan RDWT-SVD cukup robust, tetapi pada teknik RDWT-SVD tingkat ekstraksi dari attacked image sedikit lebih baik karena menghasilkan nilai lebih besar dibandingkan dengan teknik DWT-SVD. Metode atau teknik RDWT-SVD lebih robust dibandingkan dengan teknik DWT-SVD. Dengan karakteristik robust yang cukup tinggi maka hybrid image watermarking RDWT-SVD sangat baik digunakan untuk proteksi pada citra digital yang tetap menjaga autentifikasi kempeilikan citra, sehingga lebih tahan terhadap upaya manipulasi dan upaya menghilangkan watermark yang merupakan identitas kepemilikan sah dari citra dari citra digital tersebut.
[1] E. Y. Hidayat and E. D. Udayanti, “Hybrid Watermarking Citra Digital Menggunakan Teknik Dwt-Dct Dan Svd,” Seminar Nasional Teknologi Informasi & Komunikasi Terapan, vol. 1, 2011. [2] Y. Abate, “Digital Image Watermaking with Matlab,” Addis Ababa University, Euthopia, 2005. [3] S. Gupta, “A Robust Algorithm of Digital Image Watermarking Based on Discrete Wavelet Transform,” IJCCT, vol. 1, no. 2, pp. 222–227, 2010. [4] M. Habib, S. Sarhan, and L. Rajab, “A Robust-Fragile Dual Watermarking System in the DCT Domain,” Springer-Verlag Berlin Heidelberg, pp. 548–553, 2005. [5] B. C. Mohan and S. S. Kumar, “Robust Multiple Image Watermarking Scheme using Discrete Cosine Transform with Multiple Descriptions,” International JJournal of Computer Theory and Engineering, vol. 1, pp. 527–532, 2009. [6] P. Kumar Dha and J. Myon Kim, “Digital Watermarking Scheme Based on Fast Fourier Transformation for Audio Copyright Protection,” International Journal of Security and Its Applications, vol. 5, no. Kumar Dha, pp. 34–48, 2011. [7] S. M. R. Haque, “Singular Value Decomposition and Discrete Cosine Transform,” School of Engineering Blekinge Institute of Technology Sweden, Sweden, 2008. [8] I. Raheem and G. Sulong, “Wavelet Fractal Image Watermarking System (WFIWS),” IJCSI International Journal of Computer Science Issues, vol. 10, no. 6, pp. 102–109, 2013. [9] Y. Prayudi, “Metode Watermarking Ganda Sebagai Teknik Pengaman Pada Citra Digital,” Program Studi Teknik Informatika Program Pascasarjana Institut Teknologi Sepuluh November Surabaya, Surabaya Indonesia, 2002. [10] V. . M. Viswanatham, “A Hibrid Digital Watermarking Algorithm for color images based on DWT-DCT,” Anale Serial Informatica VIT University, School of Computing Science and Engineering, vol. 1, no. 1, pp. 27–33, 2012. [11]S. Sirmour and A. Tiwari, “A Hybrid DWT-SVD Based Digital Image Watermarking Algoritthm for Copyright Protection,” International Journal of P2P Network Trends and Technology (IJPTT), vol. 6, pp. 7–10, 2014. [12]S. Padhihary, “Digital Watermarking Based on Redundant Discrete Wavelet and Singular Value Decomposition,” International Journal of Advanced Research in Computer Science and Software Engineering, vol. 3, no. 2, pp. 431–434, 2013. [13]S. Lagzian, M. Soryani, and F. Fathy, “Robust watermarking scheme based on RDWT-SVD : Embedding Data in All subbands,” IEEE, vol. 1, pp. 48–52, 2011. [14]S. M. R. Haque, “Singular Value Decomposition and Discrete Cosine Transform,” School of Engineering Blekinge Institute of Technology Sweden, Sweden, 2008. [15]M. Kutter and F. A. P. Petitcola, “A fair benchmark for image watermarking systems,” Security and Watermarking of Multimedia Contents The International Society for Optical Engineering The Computer Laboratory, University of Cambridge, vol. 3657, pp. 1–14, 1999. Biodata Penulis Munawir Ansari, memperoleh gelar Sarjana Teknik Elektro (ST), Jurusan Teknik Elektro Telekomunikasi Unissula Semarang, lulus tahun 2007. Sedang menempuh pendidikan Magister Teknik Informatikadi Universitas Islam Indonesia.
28
Munawir Ansari, Yudi Prayudi
Saat ini menjadi staf pengajar di SMKN 1 Maluk Kabupaten Sumbawa Barat. Yudi Prayudi, memperoleh gelar S.Si tahun 1993 dari Universitas Gajah Mada (UGM). Kemudian tahun 2001 memperoleh gelar M.Kom dari Institut Teknologi Sepuluh November (ITS). Saat ini sebagai Staf Pengajar Program Studi Teknik Informatika dan Magister Teknik Informatika Universitas Islam Indonesia Yogyakarta.
Jurnal Cybermatika | Vol. 2 No. 2 | Desember 2014 | Artikel 4
29