KOHESI LEKSIKAL DALAM PIDATO NICOLAS SARKOZY
WahyuAngkoSaputro (0906560052) Program Studi Prancis, Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya, Universitas Indonesia, Depok, Jawa Barat, Indonesia E-mail:
[email protected]
Abstrak Penelitian ini membahas kohesi leksikal yang terdapat di dalam wacana pidato Nicolas Sarkozy dengan menggunakan teori kohesi Halliday dan Hasan 1976. Sumber data yang digunakan adalah pidato Nicolas Sarkozy yang merupakan jenis wacana ekspresif. Data yang diamati adalah semua unsur-unsur leksikal baik berupa kata, frase, klausa, atau kalimat yang bersifat kohesif. Sasaran penelitian adalah melihat jenis-jenis kohesi leksikal yang muncul dalam pidato tersebut. Hasil penelitian menunjukkan bahwa jenis kohesi leksikal repetisi merupakan jenis yang dominan. Di samping itu penelitian ini menemukan jenis referensi leksikal sebagai salah satu jenis kohesi leksikal.
Abstract The research is exactly discusses on the lexical cohesion of Nicolas Sarkozy’s speech. The research method used is the theory of cohesion by Halliday and Hasan 1976 and the data used in the thesis is Nicolas Sarkozy’s speech wich is which is an expressive text. The data observed focus on all lexical elements such words, phrases, clauses or cohesive words. The aim of this research is going to understand the types of lexical cohesion appeared on the Nicolas Sarkozy’s speech. By analyzing the content of Nicolas Sarkozy’s speech, the result shows that Repetitive Lexical Cohesion become the major type. In addition, this research finds Reference Lexical as one of lexical cohesion type. Keywords: Discourse, Cohesion, Lexical elements
1 Kohesi leksikal..., Wahyu Angko Saputro, FIB UI, 2014
Pendahuluan
dapat dilakukan oleh siapa saja, dan ditujukan
Wacana merupakan satuan terbesar dari bahasa
untuk siapa saja.
yang dapat berbentuk tulisan atau lisan, baik
Salah satunya yang menarik adalah pidato
panjang
memiliki
pertama Nicolas Sarkozy (Presiden Prancis
keterkaitan antara satu unsur dengan unsur
periode 2007-2012) kepada rakyat Prancis. Hal
lainnya (Halliday & Hasan, 1976 : 1). Bentuk
yang menarik dari pidato Nicolas Sarkozy adalah
wacana sangat variatif, tidak terbatas pada jumlah
gayanya yang khas. Seorang pakar semiotik
kata atau kalimat. Untuk menjadi sebuah wacana
politik Prancis, Denis Bertrand 1 , mengatakan
yang utuh, dibutuhkan unsur-unsur pembangun
bahwa Sarkozy memiliki gaya yang khas dalam
wacana, yaitu koherensi dan kohesi. Koherensi
berpidato, yaitu réthorique de la sincérité 2 .
adalah kepaduan gagasan dalam wacana (Zaimar
Menurut Schmitt dan Viala (1982:80), réthorique
dan Harahap, 2009:85). Sebuah teks dikatakan
de la sincérité adalah seni berpidato bergaya
koheren apabila terdapat kaitan dengan unsur luar
wajar, jujur, dan apa adanya. Hal tersebut
bahasa yang diketahui oleh partisipan tuturan
ditunjukkan oleh Sarkozy dengan menggunakan
(Renkema, 2004:49), adanya kontinuitas konsep
kata-kata
dan relasi yang relevan, serta keterkaitan gagasan
pidatonya. Hal tersebutlah yang membedakannya
dalam satu wilayah makna (Zaimar dan Harahap,
dengan tokoh-tokoh politik Prancis lainnya, yang
2009:87).
adalah
menurut Bertrand, kerap menggunakan istilah-
pembentuk
istilah khusus, argumen-argumen yang berat, dan
wacana (2009 :115). Keterpautan tersebut adalah
fakta-fakta yang mungkin tidak bisa dipahami
hubungan keterkaitan antara satu unsur dengan
oleh semua orang.
maupun
pendek,
Sementara
keterpautan
itu
semantis
dan
kohesi
antarunsur
sehari-hari
yang
ringan
dalam
unsur lainnya di dalam wacana. Salah satu bentuk wacana adalah teks pidato.
MetodePenelitian
Pidato merupakan salah satu bentuk komunikasi
Penelitian ini menggunakan metode kualitatif.
yang
pengirim
Creswell (2010) menjelaskan bahwa metode
banyak
kualitatif merupakan metode yang digunakan
penerima (destinataires). Oleh karena itu, pidato
untuk mengeksplorasi dan memahami makna
digolongkan ke
yang
dilakukan
(destinateur)
oleh
kepada
seorang
beberapa
dalam
bentuk
atau
komunikasi
berasal
dari
masalah
yang
proses
sosial
atau
publik (Schmitt dan Viala, 1982:76). Dalam
kemanusiaan,
pelaksanaannya, pidato harus disesuaikan dengan
melibatkan upaya-upaya seperti menganalisis data
situasi dan kondisi penerima (destinataire) agar
mulai dari tema-tema yang khusus ke tema-tema
pesan yang ingin disampaikan dapat diterima dan
umum dan menafsirkan makna data. Metode
dicerna dengan baik oleh penerima (destinataire).
penelitian tersebut diterapkan dalam penelitian ini
penelitiannya
Pidato dapat disampaikan secara oral (spontan) atau écrit (membaca teks yang sudah disiapkan), (Schmitt danViala, 1982:79). Dalam situasi yang formal,
pidato dengan membaca teks lebih
diminati karena lebih tersusun dengan rapi. Pidato
1
Denis Bertrand adalah dosen kesusastraan dan semiotik Prancis di Université Paris 8, dan dosen semiotik di l’École de la comunication de Sciences Po Paris 2 Bagian dari l’art du discoursfrançais
2 Kohesi leksikal..., Wahyu Angko Saputro, FIB UI, 2014
karena saya ingin menggali jenis-jenis kohesi
keterkaitan semantis antar bagian pembentuk
leksikal yang terdapat dalam sumber data.
wacana yang diungkapkan dengan unsur leksikal.
LandasanTeori
Kohesi leksikal dibedakan atas dua kelompok besar, yaitu reiterasi dan kolokasi. Reiterasi
Kohesi Leksikal
adalah pengulangan dua kata yang memiliki
Menurut Halliday dan Hasan (1976: 4), kohesi
acuan
adalah
hubungan
keterkaitan
semantis
antar
unsur
yang
sama,
atau
koreferensial
disebut
memiliki
(coréférence).
Alat
pembentuk wacana. Zaimar dan Harahap (2009 :
kohesinya meliputi; a. Repetisi yaitu pengulangan
116) menambahkan bahwa antarunsur dalam
kata yang sama dengan acuan yang sama di dalam
sebuah wacana bersifat saling mengacu, yaitu
wacana, b. Sinonimi, adalah seperangkat kata
satu unsur mengacu pada unsur yang telah
yang memiliki makna yang sama, dan c.
disebutkan sebelumnya (anaforis), atau yang
Hiponimi, adalah hubungan yang memperlihatkan
disebutkan
pencakupan makna (inklusif) antarunsur leksikal.
sesudahnya
(kataforis).
Dengan
demikian, kohesi menampilkan relasi makna di dalam wacana. Oleh karena itu, kohesi memegang
Selain dengan pengulangan, kohesi leksikal dapat
peranan penting dalam pemahaman pesan dari
ditentukan dengan keserasian antarkata yang
sebuah
disebut
wacana.
Halliday
dan
Hassan
dengan
kolokasi.
Kolokasi
adalah
kohesi terjadi ketika
keserasian atau kecocokan antara sebuah kata
terdapat suatu unsur yang terkait dengan unsur
dengan kata yang menyandinginya (Palmer,
lainnya di dalam wacana yang disebutnya dengan
1976:76).
tie yaitu relasi antara dua unsur (1976:3-4). Ia
menurut Robin (1964:63) adalah kecenderungan
memerikan jenis keterkaitan (tie) atas reference
sebuah kata untuk bergabung dengan kata-kata
(referensi),
ellipsis
tertentu dalam sebuah kalimat. Contoh: Telur
(elipsis), conjunction (konjungsi), dan lexical
busuk, nasi basi, kita tidak menyebut telur basi
cohesion (kohesi leksikal). Jenis keterkaikan
dan nasi busuk. Kolokasi juga memiliki alat
tersebut
kohesi yang meliputi: (a). Antonimi, yaitu
menekankan
bahwa
substitution
dikelompokkan
(substitusi),
menjadi
dua
yaitu
Sementara itu pengertian kolokasi
berdasarkan sifat unsurnya yang gramatikal
hubungan
antara
(kohesi gramatikal) dan yang leksikal (kohesi
bertentangan maknanya dengan leksem lain, (b).
leksikal).
Taksonomi adalah kata-kata yang yang berada dalam seri
sebuah
leksem
yang
yang sama, artinya dalam pokok
Kohesi gramatikal adalah keterkaitan semantis
bahasan yang sama, (c). Meronimi adalah
antarbagian
hubungan antara keseluruhan dengan bagian-
pembentuk
wacana
yang
diungkapkan dengan unsur-unsur gramatikal,
bagian
misal
leksikal
pronomina
dan
konjungsi.
Kohesi
yang
membentuknya,
adalah
(d).
Wilayah
leksem-leksem yang terdapat
gramatikal memiliki beberapa alat kohesi yang
dalam satu wilayah bahasan, (e). Metonimi adalah
meliputi
dan
pengalihan makna yang terjadi karena kontiguitas
konjungsi. Sementara itu, kohesi leksikal adalah
makna baik yang merupakan keterkaitan langsung
referensi,
substitusi,
elipsis,
atau hanya kedekatan makna.
3 Kohesi leksikal..., Wahyu Angko Saputro, FIB UI, 2014
Kohesi dalam Pidato Nicolas Sarkozy
parce que ces valeurs (b) sont le fondement de la dignité de la personne humaine et la
Dalam teori kohesi leksikal yang dijelaskan oleh
condition du progrès social. Pada data di atas,
Halliday dan Hasan (1976) hanya dipaparkan
yang diulang adalah kata valeur di dalam
contoh-contoh kohesi antarleksem saja seperti:
kalimat yang sama. Valeur (b) mengacu pada
John took Mary to the dance ‘John mengajak
valeur (a) dengan ditandai oleh ajektif
Mary berdansa’. John was left all alone‘John
demonstratif ces pada ces valeurs. Hal
ditinggalkan sendiri’; There’s a boy climbing that
tersebut
tree‘ada seorang lelaki memanjat pohon itu’. The
penggunaan ajektif demonstratif, menandakan
lad’s going to fall if he doesn’t take care ‘lelaki
adanya keterkaitan antara satu unsur dengan
itu bisa jatuh jika tidak berhati-hati’ (1976 : 279-
unsur lainnya di dalam wacana.
280). Di dalam penelitian ini, kohesi leksikal tidak
hanya
dilihat
bahwa
setiap
b. Repetisi non identik yaitu pengulangan terjadi
hubungan
pada dua kata yang mengalami perubahan
antarleksem, tetapi juga gabungan leksem yang
kelas kata, tetapi keduanya berasal dari kata
dapat berupa frase, klausa, atau kalimat. Kata
dasar yang sama. Terdapat 4 buah repetisi non
kunci dari kohesi leksikal adalah berkaitan, yaitu
identik, salah satunya yaitu pada kalimat
keterkaitan semantis antarunsur leksikal di dalam
berikut: (22) Exigence de sécurité et de
wacana.
protection parce qu'il n'a jamais été aussi
Data
berdasarkan
menunjukkan
dikumpulkan
berdasarkan
hubungan tersebut.
nécessaire de lutter contre la peur de l'avenir
Untuk membantu dalam proses pengumpulan data, dilakukan penomoran kalimat pada sumber data penelitian. Data yang ditemukan di dalam penelitian
ini
dikelompokkan
berjumlah
59
berdasarkan
buah
jenis
yang
kohesinya
menurut teori kohesi Halliday dan Hasan (1976). Berikut ini adalah penjelasan mengenai analisis data berdasarkan jenisnya:
et contre ce sentiment de vulnérabilité qui découragent l'initiative et la prise de risque. (23) Exigence d'ordre et d'autorité parce nous avons trop cédé au désordre et à la violence, qui sont d'abord préjudiciables aux plus vulnérables et aux plus humbles. Pada kalimat 22 dan 23 di atas vulnérabilité diulang pada kalimat
berikutnya
dengan
vulnérables.
Terjadi perubahan kelas kata yaitu dari
1. Repetisi
nomina
Secara keseluruhan ditemukan 20 data berupa
mengandung kata dasar vulnérable.
repetisi. Data tersebut dikelompokkan menjadi
ke
ajektiva.
Kedua
kata
itu
c. Repetisi tidak utuh adalah pengulangan yang di dalamnya terdapat unsur elipsis, yaitu
tiga jenis repetisi sebagai berikut: a. Repetisi identik yaitu pengulangan kata secara utuh. Di dalam sumber data ditemukan 14 repetisi identik yang berupa pengulangan
adanya bagian yang dihilangkan. Hanya ditemukan 1 data dari jenis repetisi ini: Exigence de résultat parce que les Français
adalah:
en ont assez que dans leur vie quotidienne
Exigence de réhabiliter les valeurs (a) du
rien ne s'améliore jamais, parce que les
travail, de l'effort, du mérite, du respect,
Français en ont assez que leur vie soit
leksem.
Salah
satu
contohnya
toujours plus lourde, toujours plus dure,
4 Kohesi leksikal..., Wahyu Angko Saputro, FIB UI, 2014
parce que les Français en ont assez des
Ditemukan 19 data berupa meronimi dalam
sacrifices qu'on leur impose sans aucun
penelitian ini, salah satu pembahasannya
résultat. Pada kalimat 24 di atas terjadi
adalah sebagai berikut: (10) Je pense à
pengulangan leur vie quotidienne dengan leur
Jacques Chirac, qui pendant douze ans a
vie di klausa berikutnya. Pengulangan frasa
œuvré pour la paix et fait rayonner dans le
tersebut tidak secara penuh, yaitu terdapat
monde les valeurs universelles de la France...
salah
(13) Je pense au peuple français qui a
satu
bagian
yang
dihilangkan
toujours
quotidienne.
su
surmonter
les
épreuves...
Hubungan meronimi terletak pada peuple français pada kalimat (13) sebagai salah satu
2. Sinonimi Di dalam penelitian ini, ditemukan satu (1)
unsur yang membentuk La France pada
buah data
kalimat (10). Keduanya saling berkaitan di
kohesi yang memiliki hubungan
kesamaan
makna
hubungan
sinonimi
(sinonimi). yang
Namun,
terjalin
bukan
antarleksem, melainkan antarklausa. Berikut adalah pembahasannya: (41) Le 6 mai il n'y a eu qu'une seule victoire, celle de la France qui ne veut pas mourir... (43) Eh bien, à cette France qui veut continuer à vivre... Pada kedua klausa yang dicetak tebal dari dua kalimat di atas terlihat ada unsur pertentangan makna antara mourir>
Hubungan
kohesi di atas terjadi antarklausa, yaitu klausa cette France qui veut continuer à vivre mengacu pada klausa celle de la France qui ne veut pas mourir, sehingga untuk melihat kohesinya tidak dapat dipotong berdasarkan leksem saja. Kedua klausa di atas memiliki makna yang identik yaitu celle de la France
dalam konteks tersebut. 4. Hiponimi Terdapat dua (2) data yang hiponimis. Salah satu pembahasannya adalah sebagai berikut: (27) Le
peuple
m' a confié un
mandat, je le remplirai. (28) Je le remplirai scrupuleusement,
avec
la volonté
d'être
digne de la confiance que m'ont manifestée les Français. Data di atas memperlihatkan hubungan hiponimi yaitu Le peuple sebagai acuan merupakan kata generik, dan les Français merupakan kata yang lebih spesifik. Apabila dijabarkan maka les Français : le peuple de la France. Jadi les Français merupakan hiponimi dari le peuple. 5. Antonimi
qui ne veut pas mourir ‘Prancis yang tidak
Dalam penelitian ini ditemukan tiga (3) buah
ingin’ mati identik dengan cette France qui
alat
veut continuer à vivre ‘Prancis yang ingin
Hubungan antonomi tersebut ditandai dengan
tetap hidup’. Makna yang ditimbulkan dari
penggunaan prefiks dé- dan in- yang di dalam
kedua klausa itu sama, bahwa ne veut pas
bahasa Prancis prefiks tersebut menandakan
mourir berarti veut continuer à vivre; ‘tidak
makna negasi. Berikut ini dipaparkan salah
ingin mati’ berarti ‘ingin tetap hidup’.
satu dari data tersebut: Exigence d'ordre et
3. Meronimi
kohesi
leksikal
berupa
antonimi.
d'autorité parce nous avons trop cédé au désordre et à la violence... Kata désordre mengacu pada ordre yang telah diujarkan
5 Kohesi leksikal..., Wahyu Angko Saputro, FIB UI, 2014
sebelumnya. Hubungan antonimi ditandai
frase nominal yang mengacu pada sebuah
dengan penggunaan prefiks dé- pada kata
klausa di dalam kalimat yang telah
désordre yang berasal dari kata dasar ordre.
diujarkan sebelumnya (anaforis), salah
Penggunaan prefiks tersebut menandakan
satu dari analisis datanya adalah sebagai
makna negasi (tidak).
berikut: (5) En ce jour où je prends officiellement
mes
fonctions
de
Président de la République française, je
6. Metonimi Berdasarkan data yang dikumpulkan, terdapat
pense à la France, ce vieux pays qui a
tiga (3) buah hubungan metonimis, salah
traversé tant d'épreuves.... (12) Mais en
satunya adalah sebagai berikut: Le 6 mai il n'y
cet instant si solennel, ma pensée va
a eu qu'un seul vainqueur, le peuple français
d'abord au peuple français... Hubungan
qui ne veut pas renoncer...
Hubungan
kohesi yang terjadi adalah En ce jour où
metonimi yang diperlihatkan dari data tersebut
je prends officiellement mes fonctions de
adalah status mewakili pemiliknya: un seul
Président de la République française
vainqueur (status) mewakili pemiliknya yaitu
yang merupakan klausa, digantikan oleh
le peuple français.
en cet instant si solennel yang berupa frase nominal. Hal tersebut digunakan
7. Referensi Leksikal Di dalam penelitian ini ditemukan data kohesi leksikal yang mengandung konsep yang sama dengan konsep referensi sebagai salah satu alat kohesi gramatikal menurut Halliday dan Hasan (1976). Referensi adalah hubungan pengacuan, bahwa satu unsur mengacu pada unsur lain di dalam wacana agar sebuah informasi
dapat
dipahami
dengan
baik
(Zaimar dan Harahap, 2009:117). Konsep yang ditemukan dalam penelitian ini adalah hubungan pengacuan yang terjadi antarunsur leksikal, bukan antarunsur gramatikal. Oleh karena
itu,
pada
kesempatan
ini
saya
memutuskan untuk menamakan jenis ini sebagai referensi leksikal. Dari
data
yang
dikumpulkan, referensi leksikal dikelompokkan lagi menjadi dua kelompok berdasarkan tataran dari yang diacu (référé) dan yang mengacu (réferant): a.
Frase nominal mengacu ke klausa: Pada bagian ini, referensi leksikal terjadi antara
untuk menghindari pengulangan klausa yang panjang demi efektivitas bahasa.
b. Klausa mengacu ke kalimat: Di dalam sumber data ditemukan 10 data referensi leksikal
yang
terjadi
antara
klausa
subordinat dengan kalimat. Salah satu datanya adalah sebagai berikut: (21) Exigence de changement parce que jamais l'immobilisme n'a été aussi dangereux pour la France que dans ce monde en pleine mutation où chacun s'efforce de changer plus vite que les autres, où tout retard peut être fatal et devient vite irrattrapable. ... (42) Le 6 mai il n'y a eu qu'un seul vainqueur, le peuple français qui ne veut pas renoncer, qui ne veut pas se laisser enfermer dans l'immobilisme et dans le conservatisme... Dari data tersebut, yang dicetak tebal adalah unsur yang mengandung hubungan referensi leksikal. Terjadi pengacuan antara klausa di kalimat nomer 42 yaitu
6 Kohesi leksikal..., Wahyu Angko Saputro, FIB UI, 2014
qui ne veut pas se laisser enfermer dans
paling sering digunakan untuk menjaga keutuhan
l'immobilisme et dans le conservatisme
dan kelanjutan informasi di dalam sebuah wacana
mengacu pada keseluruhan kalimat nomer
adalah repetisi. Penggunaan repetisi menunjukkan
21.
Dalam sumber data penelitian ini
kesederhanaan dalam penulisan wacana, dengan
yaitu pidato Nicolas Sarcozy, kalimat 41
kata lain pengulangan kata, frasa, atau kalimat di
terdiri atas beberapa klausa. Klausa-
dalam wacana sangat memudahkan pengirim
klausa tersebut merupakan rangkuman
dalam
dari pokok pembicaraan pidato Nicolas
menangkap gagasan tanpa menggunakan bahasa
Sarkozy yang dipaparkan mulai dari
yang susah dan sulit dicerna.
kalimat 16 hingga 26. Hal tersebutlah yang menyebabkan jarak antara référant dan référé cukup jauh (dari kalimat 41 ke kalimat 16-26), tetapi hubungan kohesi tetap terlihat dengan jelas dari maknanya.
Kesimpulan
menyampaikan
dan
penerima
dalam
Dominasi alat kohesi leksikal berupa repetisi di dalam wacana pidato Nicolas Sarkozy dapat dikaitkan dengan gaya pidatonya yang khas, yaitu réthorique de la sincérité: gaya berpidato natural, tanpa dibuat-buat, dan menggunakan bahasa yang sederhana yang dapat dimengerti oleh semua lapisan masyarakat. Hal tersebut menunjukkan
Berdasarkan
hasil
analisis
data
pada
bab
bahwa gaya berpidato natural dengan pemilihan
sebelumnya di dalam penelitian ini, dapat diambil
kata yang sederhana, serta pengulangan kata
beberapa kesimpulan mengenai kohesi leksikal
hingga kalimat dapat memudahkan pendengar
yang ditemukan di sepanjang wacana pidato
(masyarakat) dalam menangkap informasi yang
Nicolas Sarkozy. Pertama, kohesi leksikal tidak
ingin disampaikan. Hal tersebut juga didukung
hanya dibatasi pada keterkaitan semantis antara
dengan penggunaan sistem anafora hampir di
satu leksem dengan leksem lainnya, tetapi juga
semua data. Di dalam pidato Nicolas Sarkozy,
dapat terjadi antara leksem dengan gabungan
penggunaan sistem anafora menunjukkan bahwa
leksem, atau gabungan leksem dengan gabungan
informasi
leksem yang berupa frasa, klausa, hingga kalimat.
dipaparkan lebih lanjut pada ujaran berikutnya.
Proporsi data yang ditemukan menunjukkan bahwa repetisi merupakan alat kohesi leksikal yang paling banyak muncul di dalam sumber data, yaitu sebanyak 20 kali. Repetisi tersebut
yang
telah
memahami isi pesan yang ingin disampaikan karena informasinya bersifat berurutan.
Selain itu juga terdapat pengulangan satu frase dan klausa dengan tujuan mengulang informasi yang sama. Setelah dilakukan analisis data yang dari
penelitian
ini
awal,
diujarkan sebelumnya, pendengar lebih mudah
identik (repetisi identik) yaitu sebanyak 14 kali.
repetisi,
di
Dengan merujuk pada informasi yang telah
didominasi oleh pengulangan leksem secara
berupa
diujarkan
dapat
disimpulkan bahwa alat kohesi leksikal yang
7 Kohesi leksikal..., Wahyu Angko Saputro, FIB UI, 2014
DAFTAR PUSTAKA
Bertrand, D. (2012, Mei—Juni). Scène Polotique: discours, images, et récits. Le Français dans le Monde, 46—51. Brown, Gillian., & George Yule. (1983). Discourse Analysis. Cambridge University Press Chaquet, Hélène dan Michel Paillard. (1987). Approche Linguistique des Problèmes de traductions Anglais-Fraçais. Paris: Orhys Creswell, John W. (2010). Research Design: Pendekatan Kualitatif, Kuantitatif, dan Metode Campuran. (Terj. dari Research Design: Qualitative, Quantitative, and Mixed Methods Approaches, Fawaid, Achmad). Yogyakarta: Pustaka Pelajar. De Beaugrande, R., & W. U. Dressler . (1981). .Introduction to text linguistics. London: Longman. Djajasudarma, DR T. Fatimah. (1993). Semantik I: Pengantar ke Arah Ilmu Makna. Bandung: Eresco Halliday, M.A.K., & Ruqaiya Hasan. (1976). Cohesion in English. London: Longman Group. Kentjono, Djoko. (1997). Dasar-dasar Linguistik Umum. Fakultas Sastra Universitas Indonesia Kridalaksana, Harimurti. (1978). Beberapa Masalah Linguistik Indonesia. Jakarta. Kridalaksana, Harimurti. (1993). Kamus Linguistik. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama. Kushartanti., & Untung Yuwono., & Multamia RMT Lauder. (2009). Pesona Bahasa: Langkah Awal Memahami Linguistik. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama. Lakoff, George dan Mark Johnson, 1980. Metaphors We Live. Chicago: Oxford University Press Lyons, John. (1968). Introduction to Theoritical Linguistic. London: Cambridge Unversity Press. Martinet, André. (1987). Ilmu Bahasa: Pengantar (terj.). Jakarta: Kanisius Mortureux, Marie-Françoise. La Lexicologie entre Langue et Discours. Paris: Armanc Colin. Renkema, Jan. (1993). Discourse Studies, An Introductory Text Book. Amsterdam: John Benjamins Publishing Company Rezekiawati, Anita Mirah. (1995). “Referensi dalam Iklan Berbahasa Prancis”. Skripsi, Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia Santoso, Fitri Triasari. (1993). “Keterkaitan Judul Hasil Nominalisasi Dengan Tubuh Teks dalam Wacana Berita Surat Kabar Berbahasa Prancis: Suatu Analisis Kohesi Leksikal”. Skripsi, Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia Schmitt, M. P., & Viala, A. (1982). Savoir-lire. Paris: Didier. Sinaga, Ruth Eveline. (1992). “Jenis Wacana dan Ciri Kebahasaan dalam Sinopsis Film”. Skripsi, Fakultas Sastra Universitas Indonesia. Sufanti, Main., & Sabardila, Atiqa. (2007). Penanda Kohesi Gramatikal dan Leksikal; Kasus pada Iklan Cetak Obat-obatan dan Kosmetik. Kajian Linguistik dan Sastra, 19, 84-91. Tutescu, M. (1979). Précis de Semantique Française. Paris: Librarie C. Klincksieck.
8 Kohesi leksikal..., Wahyu Angko Saputro, FIB UI, 2014
Wardani, Marisa Febriani. (2007). “Kohesi Leksikal dalam Teks Biografis”. Skripsi, Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia. Zaimar, Okke Kusuma S., & Ayu Basoeki Harahap. (2009). Telaah Wacana. Jakarta: The Intercultural Institute.
9 Kohesi leksikal..., Wahyu Angko Saputro, FIB UI, 2014