Jurnalllmu Hukum REFLEKSI HUKUM Edisi April2008
PENELITIAN HUKUM : TOLAK TARIK ANTARA POSITIVISME HUKUM DAN EMPIRISME HUKUM
. .
Yakub Ad1 Knsanto
. Abstact
Legal science growth in Indonesia very influenced by two legal thought that is legal positivism and legal empirism. Starting from different law paradigm [among/between} both yielding approach difference in doing study about law. Legal positivism to see that law represents a set method or norm arranging human life coming or source from state. While legal empirism will see to work in society, that is law getting meaningfully from society or [all] law actor. [Both/ second] legal thought cannot be united, but only can synergized to enrich the legal science in Indonesia. So that its development non to [is} to negating each other but strengthen the existence in studying law. And this article mean in its importance [is} last and as a means of to reflect to the usage of research method [in] FH UKSW Keyword: Positivisme Hukum, Empirisme Hukum, Metode Penelitian Hukum Normatif, Metode Penelitian Sosiologi Hukum
Prawacana
Tulisan ini
penulis adalah stafpengajar Fakultas Hukum UKSW Penulis tidak begitu yakin dengan penggunaan istilah 'aliran'yang cenderung bemuansa ideologis. Pada literatur hukum sering menggunakan istilah mashab yang mempunyai arti yang hampir sama.
66
Jurnalllmu Hukum REFLEKSI HUKUM Edisi April 2008
Sisi positif dari 'perang' aliran tersebut adalah pertama, kontekstualisasi 1su-isu hukum yang menjad1 obyek penelitian hukum. Kontekstualisas1 tersebut mengarahkan isu-isu hukum berkesesuaian dengan pendekatan penelitian hukum yang digunakan. Kedua, implikasi dari kontekstualisasi adalah lahimya eksplorasi otonom dari peneliti untuk menentukan pendekatan penelitian hukum yang sesuai dengan bidang ketertarikan. Eksplorasi otonom akan memperkaya khasanah perspektif hukum yang tidak tunggal dan bersifat monopolitis. Ketiga, pemerkayaan khasanah akhimya memampukan FH UKSW untuk melakukan perenungan atas petjalanan keilmuan (hukum) dengan kemungkinan membentuk 'sesuatu yang berbeda & genuine' dalam pengembangan disiplin ilmu hukum. Keberbedaan dan ke-genuine-nan tersebut termanifestasi dalam pengajuan usulan altematif solusi atas keterpurukan hukum di Indonesia. Harapannya FH UKSW menjadi part of solution bukan sebaliknya, as a part of problem dalam menghasilkan para pengemban hukum.
Keterpurukan hukum dimaksud tidak hanya sekedar kadar keilmuan tetapi juga karakter lulusan FH UKSW yang mampu 'menggarami' dan "menerangi' dunia hukum dengan keberbedaan dan ke-genuine-an. Sinyalemen rendahnya kualitas penelitian hukum, khususnya kemampuan menuimgkan ide hukum ke dalam bentuk tulisan hukum (baca: skripsi) yang memenuhi standar metode penelitian hukum sering dilontarkan oleh para pakar hukum di FH UKSW harus menjadi 'warning' untuk melakukan rekonstruksi atas paradigma hukum. Paradigma hukum dipengaruhi oleh aliran hukum yang diyakini oleh masing-masing individu dalam melihat hukum sebagai kajian keilmuan. Tidak ada yang salah dengan keyakinan tersebut, karena terkadang keengganan mahasiswa sebagai peserta didik sekaligus calon pengemban hukum untuk berkonsentrasi dalam mempelajari metode penelitian hukum menjadi kendala tersendiri. Yang dibutuhkan mahasiswa adalah support untuk melakukan latihan penelitian hukum sedini mungkin dengan membebaskan diri memilih berbagai pendekatan yang dimungkin dalam penelitian hukum. Dan tulisan ini tidak bertendensi untuk melakukan pemihakan tetapi mencoba menegaskan kembali (reaffirm) keberlanjutan wacana 'perang' aliran tersebut. Wacana 'perang' akan menghasilkan kompetisi keilmuan yang akan mendorong progresifitas ilmiah dalam bidang hukum. Wacana 'perang' bukan dalam rangka sating membinasakan, melainkan sating memperkaya khasanah kajian hukum yang menempatkan hukum sebagai sinergi aktual antara kaidah yang terdiri atas norma-norma dan fakta yang berelasi dengan multi aspek kehidupan manusia.
67
Jurnalllmu Hukum REFLEKSI HUKUM Edisi April2008
PENELITIAN HUKUM : TOLAK TARIK ANTARA POSITIVISME HUKUM DAN EMPIRISME HUKUM
. .
Yakub Ad1 Knsanto
. Abstact
Legal science growth in Indonesia very influenced by two legal thought that is legal positivism and legal empirism. Starting from different law paradigm [among/between} both yielding approach difference in doing study about law. Legal positivism to see that law represents a set method or norm arranging human life coming or source from state. While legal empirism will see to work in society, that is law getting meaningfully from society or [all] law actor. [Both/ second] legal thought cannot be united, but only can synergized to enrich the legal science in Indonesia. So that its development non to [is} to negating each other but strengthen the existence in studying law. And this article mean in its importance [is} last and as a means of to reflect to the usage of research method [in] FH UKSW Keyword: Positivisme Hukum, Empirisme Hukum, Metode Penelitian Hukum Normatif, Metode Penelitian Sosiologi Hukum
Prawacana
Tulisan ini
penulis adalah stafpengajar Fakultas Hukum UKSW Penulis tidak begitu yakin dengan penggunaan istilah 'aliran'yang cenderung bemuansa ideologis. Pada literatur hukum sering menggunakan istilah mashab yang mempunyai arti yang hampir sama.
66
Jurnalllmu Hukum REFLEKSI HUKUM Edisi April 2008
Sisi positif dari 'perang' aliran tersebut adalah pertama, kontekstualisasi 1su-isu hukum yang menjad1 obyek penelitian hukum. Kontekstualisas1 tersebut mengarahkan isu-isu hukum berkesesuaian dengan pendekatan penelitian hukum yang digunakan. Kedua, implikasi dari kontekstualisasi adalah lahimya eksplorasi otonom dari peneliti untuk menentukan pendekatan penelitian hukum yang sesuai dengan bidang ketertarikan. Eksplorasi otonom akan memperkaya khasanah perspektif hukum yang tidak tunggal dan bersifat monopolitis. Ketiga, pemerkayaan khasanah akhimya memampukan FH UKSW untuk melakukan perenungan atas petjalanan keilmuan (hukum) dengan kemungkinan membentuk 'sesuatu yang berbeda & genuine' dalam pengembangan disiplin ilmu hukum. Keberbedaan dan ke-genuine-nan tersebut termanifestasi dalam pengajuan usulan altematif solusi atas keterpurukan hukum di Indonesia. Harapannya FH UKSW menjadi part of solution bukan sebaliknya, as a part of problem dalam menghasilkan para pengemban hukum.
Keterpurukan hukum dimaksud tidak hanya sekedar kadar keilmuan tetapi juga karakter lulusan FH UKSW yang mampu 'menggarami' dan "menerangi' dunia hukum dengan keberbedaan dan ke-genuine-an. Sinyalemen rendahnya kualitas penelitian hukum, khususnya kemampuan menuimgkan ide hukum ke dalam bentuk tulisan hukum (baca: skripsi) yang memenuhi standar metode penelitian hukum sering dilontarkan oleh para pakar hukum di FH UKSW harus menjadi 'warning' untuk melakukan rekonstruksi atas paradigma hukum. Paradigma hukum dipengaruhi oleh aliran hukum yang diyakini oleh masing-masing individu dalam melihat hukum sebagai kajian keilmuan. Tidak ada yang salah dengan keyakinan tersebut, karena terkadang keengganan mahasiswa sebagai peserta didik sekaligus calon pengemban hukum untuk berkonsentrasi dalam mempelajari metode penelitian hukum menjadi kendala tersendiri. Yang dibutuhkan mahasiswa adalah support untuk melakukan latihan penelitian hukum sedini mungkin dengan membebaskan diri memilih berbagai pendekatan yang dimungkin dalam penelitian hukum. Dan tulisan ini tidak bertendensi untuk melakukan pemihakan tetapi mencoba menegaskan kembali (reaffirm) keberlanjutan wacana 'perang' aliran tersebut. Wacana 'perang' akan menghasilkan kompetisi keilmuan yang akan mendorong progresifitas ilmiah dalam bidang hukum. Wacana 'perang' bukan dalam rangka sating membinasakan, melainkan sating memperkaya khasanah kajian hukum yang menempatkan hukum sebagai sinergi aktual antara kaidah yang terdiri atas norma-norma dan fakta yang berelasi dengan multi aspek kehidupan manusia.
67
Jumalllmu Hukum REFLEKSI HUKUM Edisi April 2008
Substansi tulisan menjadi langkah awal pengembaraan di helantan1 ekosistem intelektual yang menjadi bagian dari upaya peningkatan personal capacity building. Titik tolak upaya peningkatan tersebut adalah minimnya pengetahuan dalam metode penelitian hukum yang sering 'bersliweran' pengaruh antara positivisme hukum dan empirisme hukum. Bagi FH UKSW tulisan ini dapat berguna untuk pemuktahiran 'amunisi' dalam wacana 'perang' aliran yang perlu didorong guna menghasilkan aliran yang bercorak 'UKSW'. AI iran yang bercorak 'UKSW' bukan untuk meniadakan aliran yang sudah ada, melainkan melengkapi wacana aliran dalam pengembangan ilmu hukum.
I
'Vs' digunakan hanya untuk menggambarkan pertentangan diantara keduanya, dimana empirisme hukum merupakan kritik terhadap positivisme hukum dan sebagai keberlanjutan perkembangan ilmu hukum (jurisprudence). Pada tataran praktis pertentangan keduanya masih dihegemoni oleh positivisme hukum yang terjadi berkaitan dengan perkembangan sejarah ilmu hukum di Indonesia. Istilah hegemoni disini mengacu pada pengertian Gramsci yaitu konsensus sebuah mata rantai kemenangan yang didapat melalui mekanisme konsensus ketimbang melalui peuindasan terhadap kelas sosial lain. 2 Dalam pemahaman hegemoni yang demikian, hegemoni positivisme hukum menjadi konsekuensi logis dari perjalanan sejarah pendidikan hukum di Indonesia yang disepakati dalam melakukan kajian hukunt Indonesia. Hegemoni positivisme hukum lahir karena ada konformitas dari tingkah laku yang mempunyai kesadaran dan persetujuan tertentu dalam masyarakat. 3
Nezar Patria & Andi Arief, Antonio Gramsci: Negara & Hegemoni, Pustaka Pelajar, Yogyakarta, 2003, hal. 120. 3 Ibid. 126.
68
nlPh
Positivisme hukum berakar pada filsafat positivisme. Setelah terlebih dahulu diturunkan kedalam ilmu sosial, filsafat positivisme kemudian dikembangkan dalam ilmu hukum yang menghasilkan aliran berpikir yang bemama positivisme hukum (legal positivism). 5 Identifikasi atas pengaruh filsafat positivisme pada positivisme hukum adalah pertama, positivisme hukum mengatakan bahwa di dalam dunia hukum juga berlangsung hubungan sebab akibat. Hukuman yang diberikan kepada seseorang adalah sebuah akibat dari adanya peraturan perundangundangan6 atau dalam hukum pidana dikenal asas nulla poena sine praevina lege.
Positivisme Hukum Vs Empirisme Hukum
2
yang menghasilkan rf:?ehtsamhtenaren SehaQaimAn::l dikf'ml!bk;.n' Soetandyo Wigjosoebroto, Di sekolah tinggi ini matakuliah-matakuliah diberikan dengan tujuan utama agar para mahasiswa menguasai sejumlah kaidah hukum -- utamanya yang tertuang sebagai hukum perundang-undangan -- yang harus dipahami menurut tradisi reine Rechtslehre Kelsenian, yang memodelkan hukum sebagai suatu sistem normatif yang tertutup, yang dalam penggunaannya harus dipandang tak ada hubungannya yang logis dengan kenyataan-kenyataan empirik yang dialami orang di lapangan. Nyata bahwa program pendidikan hukum pada masa itu, di Rechtshogeschool itu, amat menonjolkan pula kemahiran berlogika deduksi sebagai satu-satunya cara berpikir yuridis.4
Dan tulisan ini menjadi langkah kecil yang masih tertatih-tatih dalam sumbangsihnya menemukan dan/atau menggali aliran hukum yang bercorak 'UKSW'. Namun paling tidak, paparan dalam tulisan ini dapat menambah 'kericuhan' wacana 'perang' aliran di FH UKSW sehingga menambah 'instrumen' dalam membentuk sebuah orkestra disiplin hukum khas FH UKSW. Yang juga dapat dipahami dari tulisan ini adalah sebagai bentuk ketidaktahuan penulis atas kedua aliran tersebut dan berkeinginan menambah wawasan atau cakrawala pengetahuan yang terlebih dahulu dimiliki oleh para pendekar hukum di Indonesia.
Perkembangan positivisme hukum terjadi secara silmultan dengan kehadiran institusi formal berupa sekolah tinggi hukum (rechtsogeschool)
Jumalllmu Hukum REFLEKSI HUKUM Edisi Apri/2008
Kedua, dalam positivisme hukum juga meyakini bahwa hanya sesuatu yang 'ada' yang bisa dikategorikan sebagai hukum. Aturan (rule) yang tidak ada bukanlah hukum melainkan moral. 7 Hukum dianggap ada hanya apabila dituliskan (written law), dan hukum yang tidak dituliskan bukanlah hukum (unnamed law). Sehingga dalam positivisme hukum mengedepankan pendapat bahwa hukum diidentikkan semata-mata dengan undang-undang (legisme). 8
4
. !
I !
I
6
7
8
Soetandyo Wigjosoebroto, Perkembangan Hukum Nasional Dan Pendidikan Hukum di Indonesia Pada Era Pascakolonial, tanpa tahun, www.huma_,or.ig Ricardo Simarmata, Positivisme Hukum Tidak Jauh-Jauh dari Kita, Forum Keadilan No. 41, 12 Februari 2006, hal.46-47. Ibid. ibid. ibid.
69
Jumalllmu Hukum REFLEKSI HUKUM Edisi April 2008
Substansi tulisan menjadi langkah awal pengembaraan di helantan1 ekosistem intelektual yang menjadi bagian dari upaya peningkatan personal capacity building. Titik tolak upaya peningkatan tersebut adalah minimnya pengetahuan dalam metode penelitian hukum yang sering 'bersliweran' pengaruh antara positivisme hukum dan empirisme hukum. Bagi FH UKSW tulisan ini dapat berguna untuk pemuktahiran 'amunisi' dalam wacana 'perang' aliran yang perlu didorong guna menghasilkan aliran yang bercorak 'UKSW'. AI iran yang bercorak 'UKSW' bukan untuk meniadakan aliran yang sudah ada, melainkan melengkapi wacana aliran dalam pengembangan ilmu hukum.
I
'Vs' digunakan hanya untuk menggambarkan pertentangan diantara keduanya, dimana empirisme hukum merupakan kritik terhadap positivisme hukum dan sebagai keberlanjutan perkembangan ilmu hukum (jurisprudence). Pada tataran praktis pertentangan keduanya masih dihegemoni oleh positivisme hukum yang terjadi berkaitan dengan perkembangan sejarah ilmu hukum di Indonesia. Istilah hegemoni disini mengacu pada pengertian Gramsci yaitu konsensus sebuah mata rantai kemenangan yang didapat melalui mekanisme konsensus ketimbang melalui peuindasan terhadap kelas sosial lain. 2 Dalam pemahaman hegemoni yang demikian, hegemoni positivisme hukum menjadi konsekuensi logis dari perjalanan sejarah pendidikan hukum di Indonesia yang disepakati dalam melakukan kajian hukunt Indonesia. Hegemoni positivisme hukum lahir karena ada konformitas dari tingkah laku yang mempunyai kesadaran dan persetujuan tertentu dalam masyarakat. 3
Nezar Patria & Andi Arief, Antonio Gramsci: Negara & Hegemoni, Pustaka Pelajar, Yogyakarta, 2003, hal. 120. 3 Ibid. 126.
68
nlPh
Positivisme hukum berakar pada filsafat positivisme. Setelah terlebih dahulu diturunkan kedalam ilmu sosial, filsafat positivisme kemudian dikembangkan dalam ilmu hukum yang menghasilkan aliran berpikir yang bemama positivisme hukum (legal positivism). 5 Identifikasi atas pengaruh filsafat positivisme pada positivisme hukum adalah pertama, positivisme hukum mengatakan bahwa di dalam dunia hukum juga berlangsung hubungan sebab akibat. Hukuman yang diberikan kepada seseorang adalah sebuah akibat dari adanya peraturan perundangundangan6 atau dalam hukum pidana dikenal asas nulla poena sine praevina lege.
Positivisme Hukum Vs Empirisme Hukum
2
yang menghasilkan rf:?ehtsamhtenaren SehaQaimAn::l dikf'ml!bk;.n' Soetandyo Wigjosoebroto, Di sekolah tinggi ini matakuliah-matakuliah diberikan dengan tujuan utama agar para mahasiswa menguasai sejumlah kaidah hukum -- utamanya yang tertuang sebagai hukum perundang-undangan -- yang harus dipahami menurut tradisi reine Rechtslehre Kelsenian, yang memodelkan hukum sebagai suatu sistem normatif yang tertutup, yang dalam penggunaannya harus dipandang tak ada hubungannya yang logis dengan kenyataan-kenyataan empirik yang dialami orang di lapangan. Nyata bahwa program pendidikan hukum pada masa itu, di Rechtshogeschool itu, amat menonjolkan pula kemahiran berlogika deduksi sebagai satu-satunya cara berpikir yuridis.4
Dan tulisan ini menjadi langkah kecil yang masih tertatih-tatih dalam sumbangsihnya menemukan dan/atau menggali aliran hukum yang bercorak 'UKSW'. Namun paling tidak, paparan dalam tulisan ini dapat menambah 'kericuhan' wacana 'perang' aliran di FH UKSW sehingga menambah 'instrumen' dalam membentuk sebuah orkestra disiplin hukum khas FH UKSW. Yang juga dapat dipahami dari tulisan ini adalah sebagai bentuk ketidaktahuan penulis atas kedua aliran tersebut dan berkeinginan menambah wawasan atau cakrawala pengetahuan yang terlebih dahulu dimiliki oleh para pendekar hukum di Indonesia.
Perkembangan positivisme hukum terjadi secara silmultan dengan kehadiran institusi formal berupa sekolah tinggi hukum (rechtsogeschool)
Jumalllmu Hukum REFLEKSI HUKUM Edisi Apri/2008
Kedua, dalam positivisme hukum juga meyakini bahwa hanya sesuatu yang 'ada' yang bisa dikategorikan sebagai hukum. Aturan (rule) yang tidak ada bukanlah hukum melainkan moral. 7 Hukum dianggap ada hanya apabila dituliskan (written law), dan hukum yang tidak dituliskan bukanlah hukum (unnamed law). Sehingga dalam positivisme hukum mengedepankan pendapat bahwa hukum diidentikkan semata-mata dengan undang-undang (legisme). 8
4
. !
I !
I
6
7
8
Soetandyo Wigjosoebroto, Perkembangan Hukum Nasional Dan Pendidikan Hukum di Indonesia Pada Era Pascakolonial, tanpa tahun, www.huma_,or.ig Ricardo Simarmata, Positivisme Hukum Tidak Jauh-Jauh dari Kita, Forum Keadilan No. 41, 12 Februari 2006, hal.46-47. Ibid. ibid. ibid.
69
Juma/ 1/mu Hukum REFLEKSI HUKUM Edisi April 2008
Juma/ 1/mu Hukum REFLEKSI HUKUM Edisi April 2008
clt'rH:r~n
John Austin (I 790-1859) sebagai tokoh positivisme memberikan definisi tentang hukum yaitu tiap-tiap undang-undang positif yang ditentukan secara langsung atau tidak langsung oleh seorang pribadi atau sekelompok orang yang berwibawa bagi seorang atau anggota-anggota suatu masyarakat politik yang berdaulat, dimana yang membentuk hukum adalah yang tertinggi. 10 Yang merupakan hukum apabila dibuat oleh penguasa (baca: negara) dan disusun oleh manusia secara individu untuk melaksanakan hak-hak yang diberikan kepadanya. 11 Hukum yang demikian disebut dengan hukum positif.
Para tcoritisi nent.!anut aliran positivisme hukum tercitrflkan
mengemukakan em-em dari ahran yang diikutinya sebagai berikut:'i H.L.A Hart
Austin
Tata hukum suatu negara berlaku bukan karena mempunyai dasar dalam kehidupan sosial, maupun dalam jiwa bangsa, dan juga bukan berdasarkan hukum alam,namun karena mendapat bentuk positifnya dari suatu instansi yang berwenang;
a.
a.
Hukum harus dipandang sematamata dalam bentuk formalnya, dengan demikian harus dipisahkan dengan bentuk materialnya;
b.
lsu hukum atau materi hukum diakui ada, tetapi bukan menjadi bahan ilmu hukum, karena hal terse but dapat merusak kebenfu.an ilmiah ilmu hukum
C.
Lili Rasjidi IB.Wyasa
a.
b.
C.
&
Hukum hanyalah perintah penguasa;
Analisa tentang konsepsi-konsepsi hukum dibedakan dari penyelidikan sejarah dan sosiologi;
b.
Satu-satunya sumber hukum adalah kekuasaan yang tertinggi pada suatu negara. Dengan demikian, hukum adalah perintah dari kekuatan politik di suatu negara yang memegang kekuasaan tertinggi (kedaulatan) di suatu negara; Hukum merupakan sistem logika yang bersifat tetap dan tertutup (closed
logical system). Oleh karena itu, sebagai objek kajian, maka hukum harus dilepas dari unsur
Sistem hukum haruslah sistem yang logis, tetap dan bersifat tertutup yang diperoleh atas dasar logika, tanpa mempertimbangkan aspek sosial, politik,moral, rnaupun etik.
C.
Hukum haruslah memenuhi unsur perintah, sanksi, kewajiban dan kedaulatan. Tidak terpenuhinya keempat unsur tersebut, berarti hal tersebut bukanlah hukum, tetapi moral positif.
Dari berbagai pendapat diatas maka dapat dinyatakan bahwa hukum adalah undang-undang yang menjadi wujud pelaksanaan kekuasaan negara. Hukum yang dipahami demikian mengesampingkan proses pergumulan terbentuknya hukum dan potensi altematif penerapan hukum pada aras faktual. Hukum terbentuk secara 'taken for granted' atau serta merta dan keberlakuannya didasarkan atas daya paksa (coercive) negara. Dengan demikian hukum menjadi bentuk otoritarian negara dalam melakukan pengelolaan kekuasaannya, karena diluar hukum bukan merupakan hukum. Positivisme hukum dapat mendorong negara menjadi otoriter, karena 'produksi' hukum dikuasai secara tunggal oleh negara termasuk didalamnya penafsiran terhadap isi hukum demi kepentingan negara. Seperti teijadi dalam setiap konflik hukum antara negara dg masyarakat (warga negara), monopoli penafsiran hukum secara monopolistis dikuasai oleh negara. Dan altematif penafsiran di luar negara terhadap hukum menjadi tabu dan subversif. Dengan dalih menduduki tanah negara tanpa izin atau hak, satuan polisi pamong praja membongkar paksa bangunan yang telah pululan tahun ditempati. Pembokaran tersebut dilakukan sekalipun pemilik bangunan tersebut tergolong taat membayar pajak bumi dan bangunan (PBB), memiliki nomor pokok wajib pajak (NPWP), membayar tagihan listrik dan air atau bahkan memiliki kartu tanda penduduk (KTP). 12 Pengaruh positivisme hukum menjadi 'tameng' negara untuk melakukan monopoli penafsiran atas teks peraturan perundang-undangan. Pemahaman (atas) hukum yang dilakukan oleh aliran positivisme hukum melahirkan 'koreksi' sebagai bentuk upaya untuk melihat hukum dari
10 11 9
Firman Muntaqo, Meretas Jalan bagi Pernbangunan Tipe Hukum ProgresifMelalui Pemahaman terhadap Peranan Mazhab Hukum Positivis dan Nonpositivis dalam Kehidupan Berhukum di Indonesia, da1am I. Gede A.B, dkk. (ed.), Membedah Hukum Progresif, Penerbit Buku Kompas, Jakarta, 2007, hal. 162-163.
70
12
Theo Huibers, Filsafat Hukum, Penerbit Kanisius, 1995, hal. 42. Darji Darmodihrujo dan Sidharta, Pokok-Pokok Filsafat Hukum, PT. Gramedia Pustaka Utama, Jakarta, 2006, hal. 114; Lili Rasjidi, Dasar-Dasar Filsafat Huk:um, PT. Citra Aditya Bakti, 1990, hal. 41. Rikardo Simarmata, Positisme Hukum Tidak Jauh-Jauh dari Kita, Forum Keadilan No. 41, 12 Februari 2006. 71
Juma/ 1/mu Hukum REFLEKSI HUKUM Edisi April 2008
Juma/ 1/mu Hukum REFLEKSI HUKUM Edisi April 2008
clt'rH:r~n
John Austin (I 790-1859) sebagai tokoh positivisme memberikan definisi tentang hukum yaitu tiap-tiap undang-undang positif yang ditentukan secara langsung atau tidak langsung oleh seorang pribadi atau sekelompok orang yang berwibawa bagi seorang atau anggota-anggota suatu masyarakat politik yang berdaulat, dimana yang membentuk hukum adalah yang tertinggi. 10 Yang merupakan hukum apabila dibuat oleh penguasa (baca: negara) dan disusun oleh manusia secara individu untuk melaksanakan hak-hak yang diberikan kepadanya. 11 Hukum yang demikian disebut dengan hukum positif.
Para tcoritisi nent.!anut aliran positivisme hukum tercitrflkan
mengemukakan em-em dari ahran yang diikutinya sebagai berikut:'i H.L.A Hart
Austin
Tata hukum suatu negara berlaku bukan karena mempunyai dasar dalam kehidupan sosial, maupun dalam jiwa bangsa, dan juga bukan berdasarkan hukum alam,namun karena mendapat bentuk positifnya dari suatu instansi yang berwenang;
a.
a.
Hukum harus dipandang sematamata dalam bentuk formalnya, dengan demikian harus dipisahkan dengan bentuk materialnya;
b.
lsu hukum atau materi hukum diakui ada, tetapi bukan menjadi bahan ilmu hukum, karena hal terse but dapat merusak kebenfu.an ilmiah ilmu hukum
C.
Lili Rasjidi IB.Wyasa
a.
b.
C.
&
Hukum hanyalah perintah penguasa;
Analisa tentang konsepsi-konsepsi hukum dibedakan dari penyelidikan sejarah dan sosiologi;
b.
Satu-satunya sumber hukum adalah kekuasaan yang tertinggi pada suatu negara. Dengan demikian, hukum adalah perintah dari kekuatan politik di suatu negara yang memegang kekuasaan tertinggi (kedaulatan) di suatu negara; Hukum merupakan sistem logika yang bersifat tetap dan tertutup (closed
logical system). Oleh karena itu, sebagai objek kajian, maka hukum harus dilepas dari unsur
Sistem hukum haruslah sistem yang logis, tetap dan bersifat tertutup yang diperoleh atas dasar logika, tanpa mempertimbangkan aspek sosial, politik,moral, rnaupun etik.
C.
Hukum haruslah memenuhi unsur perintah, sanksi, kewajiban dan kedaulatan. Tidak terpenuhinya keempat unsur tersebut, berarti hal tersebut bukanlah hukum, tetapi moral positif.
Dari berbagai pendapat diatas maka dapat dinyatakan bahwa hukum adalah undang-undang yang menjadi wujud pelaksanaan kekuasaan negara. Hukum yang dipahami demikian mengesampingkan proses pergumulan terbentuknya hukum dan potensi altematif penerapan hukum pada aras faktual. Hukum terbentuk secara 'taken for granted' atau serta merta dan keberlakuannya didasarkan atas daya paksa (coercive) negara. Dengan demikian hukum menjadi bentuk otoritarian negara dalam melakukan pengelolaan kekuasaannya, karena diluar hukum bukan merupakan hukum. Positivisme hukum dapat mendorong negara menjadi otoriter, karena 'produksi' hukum dikuasai secara tunggal oleh negara termasuk didalamnya penafsiran terhadap isi hukum demi kepentingan negara. Seperti teijadi dalam setiap konflik hukum antara negara dg masyarakat (warga negara), monopoli penafsiran hukum secara monopolistis dikuasai oleh negara. Dan altematif penafsiran di luar negara terhadap hukum menjadi tabu dan subversif. Dengan dalih menduduki tanah negara tanpa izin atau hak, satuan polisi pamong praja membongkar paksa bangunan yang telah pululan tahun ditempati. Pembokaran tersebut dilakukan sekalipun pemilik bangunan tersebut tergolong taat membayar pajak bumi dan bangunan (PBB), memiliki nomor pokok wajib pajak (NPWP), membayar tagihan listrik dan air atau bahkan memiliki kartu tanda penduduk (KTP). 12 Pengaruh positivisme hukum menjadi 'tameng' negara untuk melakukan monopoli penafsiran atas teks peraturan perundang-undangan. Pemahaman (atas) hukum yang dilakukan oleh aliran positivisme hukum melahirkan 'koreksi' sebagai bentuk upaya untuk melihat hukum dari
10 11 9
Firman Muntaqo, Meretas Jalan bagi Pernbangunan Tipe Hukum ProgresifMelalui Pemahaman terhadap Peranan Mazhab Hukum Positivis dan Nonpositivis dalam Kehidupan Berhukum di Indonesia, da1am I. Gede A.B, dkk. (ed.), Membedah Hukum Progresif, Penerbit Buku Kompas, Jakarta, 2007, hal. 162-163.
70
12
Theo Huibers, Filsafat Hukum, Penerbit Kanisius, 1995, hal. 42. Darji Darmodihrujo dan Sidharta, Pokok-Pokok Filsafat Hukum, PT. Gramedia Pustaka Utama, Jakarta, 2006, hal. 114; Lili Rasjidi, Dasar-Dasar Filsafat Huk:um, PT. Citra Aditya Bakti, 1990, hal. 41. Rikardo Simarmata, Positisme Hukum Tidak Jauh-Jauh dari Kita, Forum Keadilan No. 41, 12 Februari 2006. 71
Juma/1/mu Hukum REFLEKSI HUKUM Edisi Apri/2008
'optik' yang berbeda selain dari aspek normatif 13 Koreksi terhadap positivisme hukum dilakukan dengan menggunakan pendekatan yang melihat fakta empiris tentang hukum di masyarakat (empirisme hukum). Masyarakat sebagai 'wahana pertumbuhan' dan 'wahana penerapan' hukum menjadi obyek kajian yang menempatkan hukum tidak berdiri sendiri terpisah dari pengaruh aspek non-hukum. Hukum yang terdiri dari norma-norma yang hams ada (das sol/en) dilihat dalam perkembangannya di masyarakat.
I
Juma/1/mu Hukum REFLEKS/ HUKUM Edisi Apri/2008
George \Vhitecross member1kan perbedaan antara sosiologi hukum dan socio'togical jurisprudence sebagai berikut~L:: Pound's sociological jurisprudence, should be distinguished from what is now called the sociology of law. The natural confusion caused by the similarityof these terms is an added reason for prefering the name, functional school, as the best description of the work ofPound. Sociology of Law is defined in many ways. but its main difference from functional jurisprudence is that it attempts to create a science of social life as a whole and to cover a great part of general sociology and political science. The emphasis of the study is on society and law as a mere manisfestation, whereas Pound rather concetrate on law consider society in relation to it.
Aliran yang melihat hukum dalam masyarakat meliputi sosiologi hukum dan sociological jurisprudence. Perbedaan diantara keduanya ditunjukkan pada tabel dibawah ini: Sosiologi Hukum
Sociological Jurisprudence
a.
Merupakan cabang sosiologi yang mempelajari hukum sebagai gejala sosial; 14
a.
Mempelajari pengaruh masyarakat kepada hukum dan sejauh mana gejala-gejala yang ada dalam masyarakat dapat 16 mempengaruhi hukum;
b.
b.
13
Merupakan mazhab dari filsafat hukum yang mempelajari pengaruh timbal balik antara hukum dan masyarakat dan sebaliknya; 15
Berangkat dari ilmu hukum yang mengarahkan refleksinya terhadap masalah-masalah praktis dari ketertiban hukum dengan melakukan penelitian yang bertolak dari lapangan ilmu hukum; 17
C. Pendekatannya dari masyarakat kehukum 18
C. Pendekatannya dari hukum ke masyarakat; 19
d.
d.
Berusaha menciptakan ilmu mengenai suatu ilmu mengenai kehidupan sosial sebagai suatu keseluruhan dan pembahasannya meliputi bagian terbesar dari 20 sosiolof dan ilmu politik;
Hukum yang baik haruslah hukum yang sesuai dengan hukum yang hidup di masyarakat. Dan melakukan pemisahan tegas antara hukum positif (positive law) dan hukum yang hidup (the living lawt
Johnny Ibrahim, Teori & Metodologi Penelitian Hukum Normatif, Bayumedia Publishing, Malang, 2006, hal. 39. 14 Lili Rasjidi, op.cit. hal. 47; Darji Darmodiharjo & Shidarta, op.cit. hal. 127. 15 Lili Rasjidi, loc.cit; Johnny Ibrahim, op.cit. hal. 40. 16 Lili Rasjidi, Ibid. 17 Johnny Ibrahim, loc.cit. hal. 40. 18 Lili Rasjidi, op.cit. hal. 47; Darji Darmodihaljo & Shidarta, op.cit. hal. 127. 19 Lili Rasjidi, loc.cit. hal. 48. 20 ibid 21 Darji Darmodiharjo & Shidarta, loc.cit. hal. 128.
Sosiologi hukum rnenjadi bagian dari studi sosiologi dan ilmu politik. Karena bertolak dari paradigma ilrnu sosiologi sebagai empiris yang membedakan antara fakta dan norma rnaka gejala hukurn hams rnumi empiris yaitu fakta sosial. Atas hal tersebut, Satjipto Raharjo berpendapat, "sebagai ilrnu empiris, sosiologi hukurn mengamati bagairnana hukum dengan sekalian karakteristiknya diterapkan dan digunakan dalam dan dipakai oleh masyarakat. Pada saat hukum dijalankan (dalam rnasyarakat) terjadilah interaksi antara hukurn dan perilaku rnasyarakat yang menggunakannya. Masyarakatpun rnemberikan rnakna-makna sendiri terhadap hukum. Pemaknaan rnasyarakat atau pernaknaan sosial terhadap hukurn rnernperoleh perhatian tersendiri dalarn sosiologi hukum. 23 Zaenuddin Ali rnengernukakan karakteristik kajian sosiologi hukum adalah fenornena hukurn di dalam masyarakat dalam rnewujudkan: (i) 24 deskripsi, (ii) penjelasan; (iii) pengungkapan; dan (iv) prediksi. Elaborasi dari karakteristik tersebut antara lain; 1. , sosiologi hukum berusaha untuk rnemberikan deskripsi terhadap praktek-praktek hukum, 2. sosiologi hukum bertujuan untuk menjelaskan: rnengapa suatu praktik hukurn di dalam kehidupan sosial masyarakat tetjadi, sebabsebabnya, faktor-faktor apa yang berpengaruh, latar belakangnya, 22
Johnny Ibrahim, loc.cit. hal. 40. Saijipto Raharjo, Sosiologi Hukum - Perkembangan, Metode dan Pilihan Masalah, Universitas Muhammadiah Surakarta,2002, hal. I 09. 24 Zainuddin Ali, Sosiologi Hukum, Sinar Grafika, Jakarta, 2007, hal. 8.
23
73
Juma/1/mu Hukum REFLEKSI HUKUM Edisi Apri/2008
'optik' yang berbeda selain dari aspek normatif 13 Koreksi terhadap positivisme hukum dilakukan dengan menggunakan pendekatan yang melihat fakta empiris tentang hukum di masyarakat (empirisme hukum). Masyarakat sebagai 'wahana pertumbuhan' dan 'wahana penerapan' hukum menjadi obyek kajian yang menempatkan hukum tidak berdiri sendiri terpisah dari pengaruh aspek non-hukum. Hukum yang terdiri dari norma-norma yang hams ada (das sol/en) dilihat dalam perkembangannya di masyarakat.
I
Juma/1/mu Hukum REFLEKS/ HUKUM Edisi Apri/2008
George \Vhitecross member1kan perbedaan antara sosiologi hukum dan socio'togical jurisprudence sebagai berikut~L:: Pound's sociological jurisprudence, should be distinguished from what is now called the sociology of law. The natural confusion caused by the similarityof these terms is an added reason for prefering the name, functional school, as the best description of the work ofPound. Sociology of Law is defined in many ways. but its main difference from functional jurisprudence is that it attempts to create a science of social life as a whole and to cover a great part of general sociology and political science. The emphasis of the study is on society and law as a mere manisfestation, whereas Pound rather concetrate on law consider society in relation to it.
Aliran yang melihat hukum dalam masyarakat meliputi sosiologi hukum dan sociological jurisprudence. Perbedaan diantara keduanya ditunjukkan pada tabel dibawah ini: Sosiologi Hukum
Sociological Jurisprudence
a.
Merupakan cabang sosiologi yang mempelajari hukum sebagai gejala sosial; 14
a.
Mempelajari pengaruh masyarakat kepada hukum dan sejauh mana gejala-gejala yang ada dalam masyarakat dapat 16 mempengaruhi hukum;
b.
b.
13
Merupakan mazhab dari filsafat hukum yang mempelajari pengaruh timbal balik antara hukum dan masyarakat dan sebaliknya; 15
Berangkat dari ilmu hukum yang mengarahkan refleksinya terhadap masalah-masalah praktis dari ketertiban hukum dengan melakukan penelitian yang bertolak dari lapangan ilmu hukum; 17
C. Pendekatannya dari masyarakat kehukum 18
C. Pendekatannya dari hukum ke masyarakat; 19
d.
d.
Berusaha menciptakan ilmu mengenai suatu ilmu mengenai kehidupan sosial sebagai suatu keseluruhan dan pembahasannya meliputi bagian terbesar dari 20 sosiolof dan ilmu politik;
Hukum yang baik haruslah hukum yang sesuai dengan hukum yang hidup di masyarakat. Dan melakukan pemisahan tegas antara hukum positif (positive law) dan hukum yang hidup (the living lawt
Johnny Ibrahim, Teori & Metodologi Penelitian Hukum Normatif, Bayumedia Publishing, Malang, 2006, hal. 39. 14 Lili Rasjidi, op.cit. hal. 47; Darji Darmodiharjo & Shidarta, op.cit. hal. 127. 15 Lili Rasjidi, loc.cit; Johnny Ibrahim, op.cit. hal. 40. 16 Lili Rasjidi, Ibid. 17 Johnny Ibrahim, loc.cit. hal. 40. 18 Lili Rasjidi, op.cit. hal. 47; Darji Darmodihaljo & Shidarta, op.cit. hal. 127. 19 Lili Rasjidi, loc.cit. hal. 48. 20 ibid 21 Darji Darmodiharjo & Shidarta, loc.cit. hal. 128.
Sosiologi hukum rnenjadi bagian dari studi sosiologi dan ilmu politik. Karena bertolak dari paradigma ilrnu sosiologi sebagai empiris yang membedakan antara fakta dan norma rnaka gejala hukurn hams rnumi empiris yaitu fakta sosial. Atas hal tersebut, Satjipto Raharjo berpendapat, "sebagai ilrnu empiris, sosiologi hukurn mengamati bagairnana hukum dengan sekalian karakteristiknya diterapkan dan digunakan dalam dan dipakai oleh masyarakat. Pada saat hukum dijalankan (dalam rnasyarakat) terjadilah interaksi antara hukurn dan perilaku rnasyarakat yang menggunakannya. Masyarakatpun rnemberikan rnakna-makna sendiri terhadap hukum. Pemaknaan rnasyarakat atau pernaknaan sosial terhadap hukurn rnernperoleh perhatian tersendiri dalarn sosiologi hukum. 23 Zaenuddin Ali rnengernukakan karakteristik kajian sosiologi hukum adalah fenornena hukurn di dalam masyarakat dalam rnewujudkan: (i) 24 deskripsi, (ii) penjelasan; (iii) pengungkapan; dan (iv) prediksi. Elaborasi dari karakteristik tersebut antara lain; 1. , sosiologi hukum berusaha untuk rnemberikan deskripsi terhadap praktek-praktek hukum, 2. sosiologi hukum bertujuan untuk menjelaskan: rnengapa suatu praktik hukurn di dalam kehidupan sosial masyarakat tetjadi, sebabsebabnya, faktor-faktor apa yang berpengaruh, latar belakangnya, 22
Johnny Ibrahim, loc.cit. hal. 40. Saijipto Raharjo, Sosiologi Hukum - Perkembangan, Metode dan Pilihan Masalah, Universitas Muhammadiah Surakarta,2002, hal. I 09. 24 Zainuddin Ali, Sosiologi Hukum, Sinar Grafika, Jakarta, 2007, hal. 8.
23
73
Jumalllmu Hukum REFLEKSI HUKUM Edisi April 2008
Jumalllmu Hukum REFLEKSI HUKUM Edisi April 2008
3. sosiologi hukum senantiasa menguji kesahihan empiris dari suatu peraturan atau pemyataan hukum, sehmgga mampu mempredikst suatu hukum yang sesuai dan/atau tidak sesuai dengan masyarakat tertentu, 4. sosiologi hukum tidak melakukan penilaian terhadap hukum. Tingkah laku yang menaati hukum sama-sarna merupakan objek pengamatan yang setaraf. Perhatian yang utama hanyalah memberikan penjelasan terhadap objek yang dipelajari. Berbeda dengan positivisme hukum, sosiologi hukum tidak melihat hukum itu sebagai peraturan-peraturan, sebagai prosedur, sebagai lembaga-lembaga hukum, melainkan sebagai pola hubungan antar man usia di dalam masyarakat. 25 Bidang kajian sosiologi hukum adalah memberikan penjelasan menfenai seluk-beluk kedudukan dan beketjanya hukum dalam masyarakat. 2 Hukum bagi sosiologi hukum dipandang sebagai kenyataan yang terdapat dalam masyarakat sama seperti lembaga ekonomi, politik atau militer. 27 Dalam hal mengkaji beketjanya hukum maka masalah efektifitas peraturan hukum (hukum positif dalam pemahaman positivisme hukum) atau apa saja yang berlaku sebagai hukum bagi pihak-pihak yang bersangkutan merupakan salah satu pokok telah hukum secara sosiologis. 28 Sosiologi hukum harus dibedakan dengan sociological jurisprudence seperti sudah dikemukakan diatas bahwa titik tolak diantara keduanya berbeda, yaitu (i) sosiolgi hukum dalam penyelidikannya bermula dari masyarakat pada hukum sedangkan (ii) sociological jurisprudence bertolak dari hukum ke rnasyarakat. 29 Sociological jurisprudence mernandang pentingnya hukum yang hidup dalam masyarakat (the living law) yang menjadi hasil dari olah akal dan pengalaman. 30 Hanya hukum yang sanggup menghadapi ujian akan dapat hidup terus. Yang menjadi unsur-unsur kekal dalam hukum hanyalah pemyataan-pemyataan akal yang berdiri diatas pengalaman dan diuji oleh pengalaman. Pe:ogalaman dikembangkan oleh akal dan akal diuji oleh pet\galarnan. Tidak ada sesuatu yang dapat bertahan sendiri dalam sistem hukum. Hukum adalah pengalaman yang diatur dan dikembangkan oleh akal, yang diumumkan dengan wibawa oleh badan-badan yang 2
~ Satjipto Raharjo, Pemanfaatan Ilmu-Ilmu Sosial bagi Pengembangan Ilmu Hukum, Alumni, Bandung, 1977, hal.91. 16 Ibid. hal.92. 27 Ibid. hal.93. 18 ibid. hal. 100. 19 Lili Rasjidi, op.cit, hal. 19. 30 Ibid. hal. 48. 74
membuat undang-undang atau mensahkan undang-undang dalam masyarakat yang berorganisasi politik dan dibantu oleh kekuasaan masyarakat. 31 Pengujian terhadap hukum oleh akal dan pengalaman menempatkan hukum berada tidak berada pada ruang kosong yang steril. Melainkan hukum menjalani dinamikanya sesuai dengan penemuan-penemuan progresif oleh akal dan pengalaman. Hukum yang sekarang ada meniscayakan mengalami perubahan sebagai konsekuensi penggunaan akal dan pengalaman. Perubahan yang dimaksud baik perubahan yang meniadakan hukum maupun memodifikasi hukum yang disesuaikan dengan penemuan progresif. Hukum yang tiada mengalami siklus pergantian karena sudah tidak compatible dengan keadaan masyarakat. UU Pemerintah Daerah merupakan salah satu bentuk hukum yang tiada karena tidak sesuai dengan dinamika sosial-politik masyarakat. Semangat sentralisme tidak sejalan (uncompatible) dengan tuntutan masyarakat untuk melakukan desentralisasi sebagai bentuk pelaksanaan otonomi daerah. Sehingga diundangkannya UU No.22/l999 yang menjadi perubahan radikal sekaligus meniadakan undang-undang sebelumnya. Namun dalam jangka waktu 5 (lima) tahun, tuntutan untuk melakukan modifikasi atau perubahan sebagai sarana perbaikan UU No, 22/1999 mengakibatkan lahimya UU No. 32/2004. Sociological jurisprudence tetap mengakomodasi lembaga formal yaitu institusi negara sebagai lembaga yang mempunyai legitimasi untuk menghasilkan undang-undang (danlatau hukum). Tetapi penerapan dan pengembangannya diserahkan pada masyarakat untuk memberikan pemaknaan atas substansi hukum. Pemaknaan atas hukum akan berkonsekuensi pada varian interpretasi dan penegakan hukumnya. Berbagai varian interpretasi dan penegakan hukum melahirkan dinamika hukum sesuai dengan kehendak hukum rnasyarakat. Pada titik ini, peran penting dari lembaga formal adalah memberikan penafsiran formal dalam upaya memberikan kepastian hukum. Judicial review atau constitusional review menjadi langkah untuk 'membangun pagar' interpretasi atas hukum. Uji materiil undang-undang terhadap Undang-Undang Dasar menjadi wahana olah akal dalam melakukan penemuan hukum untuk melihat kesesuaian konsep hukum dalam undang-undang dengan Undang-Undang Dasar. Olah akal menjadi sarana pembentukan hukum apabila pengajuan uji materiil atas undangundang terhadap Undang-Undang Dasar diterima oleh Mahkamah Konstitusi. Pembentukan hukum yang dikeluarkan oleh Mahkamah
31
Ibid.
75
Jumalllmu Hukum REFLEKSI HUKUM Edisi April 2008
Jumalllmu Hukum REFLEKSI HUKUM Edisi April 2008
3. sosiologi hukum senantiasa menguji kesahihan empiris dari suatu peraturan atau pemyataan hukum, sehmgga mampu mempredikst suatu hukum yang sesuai dan/atau tidak sesuai dengan masyarakat tertentu, 4. sosiologi hukum tidak melakukan penilaian terhadap hukum. Tingkah laku yang menaati hukum sama-sarna merupakan objek pengamatan yang setaraf. Perhatian yang utama hanyalah memberikan penjelasan terhadap objek yang dipelajari. Berbeda dengan positivisme hukum, sosiologi hukum tidak melihat hukum itu sebagai peraturan-peraturan, sebagai prosedur, sebagai lembaga-lembaga hukum, melainkan sebagai pola hubungan antar man usia di dalam masyarakat. 25 Bidang kajian sosiologi hukum adalah memberikan penjelasan menfenai seluk-beluk kedudukan dan beketjanya hukum dalam masyarakat. 2 Hukum bagi sosiologi hukum dipandang sebagai kenyataan yang terdapat dalam masyarakat sama seperti lembaga ekonomi, politik atau militer. 27 Dalam hal mengkaji beketjanya hukum maka masalah efektifitas peraturan hukum (hukum positif dalam pemahaman positivisme hukum) atau apa saja yang berlaku sebagai hukum bagi pihak-pihak yang bersangkutan merupakan salah satu pokok telah hukum secara sosiologis. 28 Sosiologi hukum harus dibedakan dengan sociological jurisprudence seperti sudah dikemukakan diatas bahwa titik tolak diantara keduanya berbeda, yaitu (i) sosiolgi hukum dalam penyelidikannya bermula dari masyarakat pada hukum sedangkan (ii) sociological jurisprudence bertolak dari hukum ke rnasyarakat. 29 Sociological jurisprudence mernandang pentingnya hukum yang hidup dalam masyarakat (the living law) yang menjadi hasil dari olah akal dan pengalaman. 30 Hanya hukum yang sanggup menghadapi ujian akan dapat hidup terus. Yang menjadi unsur-unsur kekal dalam hukum hanyalah pemyataan-pemyataan akal yang berdiri diatas pengalaman dan diuji oleh pengalaman. Pe:ogalaman dikembangkan oleh akal dan akal diuji oleh pet\galarnan. Tidak ada sesuatu yang dapat bertahan sendiri dalam sistem hukum. Hukum adalah pengalaman yang diatur dan dikembangkan oleh akal, yang diumumkan dengan wibawa oleh badan-badan yang 2
~ Satjipto Raharjo, Pemanfaatan Ilmu-Ilmu Sosial bagi Pengembangan Ilmu Hukum, Alumni, Bandung, 1977, hal.91. 16 Ibid. hal.92. 27 Ibid. hal.93. 18 ibid. hal. 100. 19 Lili Rasjidi, op.cit, hal. 19. 30 Ibid. hal. 48. 74
membuat undang-undang atau mensahkan undang-undang dalam masyarakat yang berorganisasi politik dan dibantu oleh kekuasaan masyarakat. 31 Pengujian terhadap hukum oleh akal dan pengalaman menempatkan hukum berada tidak berada pada ruang kosong yang steril. Melainkan hukum menjalani dinamikanya sesuai dengan penemuan-penemuan progresif oleh akal dan pengalaman. Hukum yang sekarang ada meniscayakan mengalami perubahan sebagai konsekuensi penggunaan akal dan pengalaman. Perubahan yang dimaksud baik perubahan yang meniadakan hukum maupun memodifikasi hukum yang disesuaikan dengan penemuan progresif. Hukum yang tiada mengalami siklus pergantian karena sudah tidak compatible dengan keadaan masyarakat. UU Pemerintah Daerah merupakan salah satu bentuk hukum yang tiada karena tidak sesuai dengan dinamika sosial-politik masyarakat. Semangat sentralisme tidak sejalan (uncompatible) dengan tuntutan masyarakat untuk melakukan desentralisasi sebagai bentuk pelaksanaan otonomi daerah. Sehingga diundangkannya UU No.22/l999 yang menjadi perubahan radikal sekaligus meniadakan undang-undang sebelumnya. Namun dalam jangka waktu 5 (lima) tahun, tuntutan untuk melakukan modifikasi atau perubahan sebagai sarana perbaikan UU No, 22/1999 mengakibatkan lahimya UU No. 32/2004. Sociological jurisprudence tetap mengakomodasi lembaga formal yaitu institusi negara sebagai lembaga yang mempunyai legitimasi untuk menghasilkan undang-undang (danlatau hukum). Tetapi penerapan dan pengembangannya diserahkan pada masyarakat untuk memberikan pemaknaan atas substansi hukum. Pemaknaan atas hukum akan berkonsekuensi pada varian interpretasi dan penegakan hukumnya. Berbagai varian interpretasi dan penegakan hukum melahirkan dinamika hukum sesuai dengan kehendak hukum rnasyarakat. Pada titik ini, peran penting dari lembaga formal adalah memberikan penafsiran formal dalam upaya memberikan kepastian hukum. Judicial review atau constitusional review menjadi langkah untuk 'membangun pagar' interpretasi atas hukum. Uji materiil undang-undang terhadap Undang-Undang Dasar menjadi wahana olah akal dalam melakukan penemuan hukum untuk melihat kesesuaian konsep hukum dalam undang-undang dengan Undang-Undang Dasar. Olah akal menjadi sarana pembentukan hukum apabila pengajuan uji materiil atas undangundang terhadap Undang-Undang Dasar diterima oleh Mahkamah Konstitusi. Pembentukan hukum yang dikeluarkan oleh Mahkamah
31
Ibid.
75
Jumall/mu Hukum REFLEKSI HUKUM Edisi April 2008
Konstitusi mempunyai legalitas yang sama dengan (produk) undangundang yang dikeluarkan oleh DPR. 32
l
Uji materiil di Mahkamah Konstitusi sebenamya menjadi sarana pengujian olah akal dan pengalaman yang terjadi di sidang-sidang atau rapat-rapat lembaga legislatif. Dimana dalam sidang atau rapat tersebut sebelum dituangkannya konsep-konsep politik atas suatu isu atau masalah ke dalam bahasa hukum terjadi pergumulan politik untuk melakukan agregasi kepentingan. Rumusan bahasa hukum menjadi bentuk pertarungan akal dan pengalaman di antara anggota legislatif.
Jumalllmu Hukum REFLEKSI HUKUM Edisi April 2008
dalam kehidupan keseharian. Seperti diungkapkan oleh Kwantjik Saleh dalam melihat konsep perbuatan melawan hukum yang terdapat KUHP, apa yang tercantum dalam KUHP pasti tidak dapat mengikuti perkembangan jaman. Selalu timbul berbagai perbuatan yang tidak disebut KUHP sebagai tindak pidana, tapi masyarakat merasakan sebagai suatu perbuatan yang merugikan masyarakat dan melawan hukum. 35 Masyarakat mempunyai pemaknaan sendiri atas suatu perbuatan yang dipandang sebagai perbuatan melawan hukum. Untuk itu dibutuhkan positivasi atas pemaknaan hukum oleh masyarakat, dimana langkah tersebut menempatkan hukum (baca: peraturan perundang-undangan) selalu tertinggal dengan dinamika masyarakat. Sebagai ilmu praktis, hukum mempunyai peran untuk melakukan penyelesaian pada masalahmasalah aktual dan · penyelesaiannya tidak dapat didasarkan pada pembacaan terhadap teks hukum (hukum tertulis) semata. Pembacaan teks hukum harus dikembalikan pada dinamika masyarakat yaitu cita hukum dan pemaknaan hukum oleh masyarakat. Menerapkan hukum itu jangan disamakan dengan mengeja pasal-pasal dalam undang-undang, harus ada aspek empati dan sebagainya. 36
Hakim dalam pandangan sosiological jurisprudence juga merupakan lembaga formal yang berkuasa untuk membentuk hukum. Bahkan menurut Firman Muntaqo konsep law-nya Roscoe Pond dalam "law as a tool of social engineering" bukan dalam pengertian undang-undang atau aturan yang dibuat oleh eksekutif. Tetapi yang dimaksud dengan law adalah hukum yang dibuat oleh hakim atau putusan hakim (judge made law). 33 Dengan demikian, maka menggunakan hukum sebagai sarana rekayasa sosial dengan mengeluarkan berbagai peraturan perundang-undangan tanpa dasar berpijak pada nilai-nilai yang dapat disarikan atau diambil dari berbagai keputusan hakim yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap dan bemilai sebagai jurisprudensi (law as judge made law) yang merupakan wahana yang menampung perkembangan nilai-nilai yang ada di masyarakat merupakan tindakan yang sembrono dan tak dapat dipertanggungjawabkan. 34
Olah akal dan pengalaman menjadi penting dengan mengedepankan pendekatan pasca-displiner. Pendekatan pasca-indispliner memungkinkan pengkaji hukum mengikuti ide dan keterkaitannya kemanapun ide itu mengalir. Kajian yang pasca-indisplisiner mensyaratkan mengikuti pertalian-pertalian yang menjelaskan fenomena-fenomena dan juga kasus:-kasus kongkret di laparangan. 37 Hukum yang tidak berada di ruang kosong harus didekati dengan melibatkan multi aspek. Hukum dan ruang sosial terjalin inter-relasi yang saling mempenfiaruhi, dalam hal demikian hukum adalah fakta maupun kaidah sekaligus.
Dalam konteks Indonesia, mungkinkah kita mengandalkan pembentukan hukum pada hakim yang berada pada lingkungan peradilan yang korup (judicial corruption)? Apabila hakim Mahkamah Agung telah disinyalir dapat melakukan 'jual beli' perkara, bagaimanakah watak hakim-hakim yang berada di aras bawah Mahkamah Agung? Pertanyaan tersebut menjadi sanl bagian dari pekerjaan rumah yang harus segera ditangani untuk membentuk suatu kewibawaan hukum. Satu bagian yang lain adalah melengkapi pandangan positivis para hakim dengan pendekatan yang lebih kontekstual dengan dinamika masyarakat.
Hukum memiliki sifat normatif yang bertujuan mempengaruhi perilaku manusia, sekaligus dapat dikonstasi dan dipaparkan sebagai data faktual. Pengertian 35
Pendekatan yang kontekstual diharapkan dapat menjembatani antara teks tertulis dari hukum positif dengan cita hukum yang tinggal di benak masyarakat dan pemaknaan hukum dari masyarakat yang di gulo wenthah
36
37
32 33 34
76
PasaI 57 UU No. 24 Tahun 2003 tentang Mahkamah Konstitusi • Fmnan Muntaqo, op.cit. hal. 166. Ibid. hal. 167.
38
I
Indriyanto Seno Adji, Analisis Pergeseran Terbatas Fungsi Ajaaran Perbuatan ' Melawan Hukum Materiil dalam Tindak Pidana Korupsi (Studi Kasus Terhadap Penerapan & Perkembangan Yurisprudensi Tindak Pidana Korupsi di Indonesia, Pro Justitia Tahun XVII Nomor I Januari 1999, hal. 11. Satiipto Raharjo, Hukum Harus Membaskan diri dari Mengeja Pasal-Pasal, Forum Keadilan No. 48, 2 April2006, hal. 47. Rival Akhmad, Merayakan Pen(displin)an Ilmu Hukum,Forum Keadilan No.49, 9 April 2006, hal. 46-47. Suparto Wijoyo, Hukum Dalam Perspektif System Approach (Sebuah Lensa Optikal Memahami Hukum Sebagai Suatu Sistem), Pro Justitia Tahun XVI Nomor 2 Aprill998, hal.l7-27. 77
Jumall/mu Hukum REFLEKSI HUKUM Edisi April 2008
Konstitusi mempunyai legalitas yang sama dengan (produk) undangundang yang dikeluarkan oleh DPR. 32
l
Uji materiil di Mahkamah Konstitusi sebenamya menjadi sarana pengujian olah akal dan pengalaman yang terjadi di sidang-sidang atau rapat-rapat lembaga legislatif. Dimana dalam sidang atau rapat tersebut sebelum dituangkannya konsep-konsep politik atas suatu isu atau masalah ke dalam bahasa hukum terjadi pergumulan politik untuk melakukan agregasi kepentingan. Rumusan bahasa hukum menjadi bentuk pertarungan akal dan pengalaman di antara anggota legislatif.
Jumalllmu Hukum REFLEKSI HUKUM Edisi April 2008
dalam kehidupan keseharian. Seperti diungkapkan oleh Kwantjik Saleh dalam melihat konsep perbuatan melawan hukum yang terdapat KUHP, apa yang tercantum dalam KUHP pasti tidak dapat mengikuti perkembangan jaman. Selalu timbul berbagai perbuatan yang tidak disebut KUHP sebagai tindak pidana, tapi masyarakat merasakan sebagai suatu perbuatan yang merugikan masyarakat dan melawan hukum. 35 Masyarakat mempunyai pemaknaan sendiri atas suatu perbuatan yang dipandang sebagai perbuatan melawan hukum. Untuk itu dibutuhkan positivasi atas pemaknaan hukum oleh masyarakat, dimana langkah tersebut menempatkan hukum (baca: peraturan perundang-undangan) selalu tertinggal dengan dinamika masyarakat. Sebagai ilmu praktis, hukum mempunyai peran untuk melakukan penyelesaian pada masalahmasalah aktual dan · penyelesaiannya tidak dapat didasarkan pada pembacaan terhadap teks hukum (hukum tertulis) semata. Pembacaan teks hukum harus dikembalikan pada dinamika masyarakat yaitu cita hukum dan pemaknaan hukum oleh masyarakat. Menerapkan hukum itu jangan disamakan dengan mengeja pasal-pasal dalam undang-undang, harus ada aspek empati dan sebagainya. 36
Hakim dalam pandangan sosiological jurisprudence juga merupakan lembaga formal yang berkuasa untuk membentuk hukum. Bahkan menurut Firman Muntaqo konsep law-nya Roscoe Pond dalam "law as a tool of social engineering" bukan dalam pengertian undang-undang atau aturan yang dibuat oleh eksekutif. Tetapi yang dimaksud dengan law adalah hukum yang dibuat oleh hakim atau putusan hakim (judge made law). 33 Dengan demikian, maka menggunakan hukum sebagai sarana rekayasa sosial dengan mengeluarkan berbagai peraturan perundang-undangan tanpa dasar berpijak pada nilai-nilai yang dapat disarikan atau diambil dari berbagai keputusan hakim yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap dan bemilai sebagai jurisprudensi (law as judge made law) yang merupakan wahana yang menampung perkembangan nilai-nilai yang ada di masyarakat merupakan tindakan yang sembrono dan tak dapat dipertanggungjawabkan. 34
Olah akal dan pengalaman menjadi penting dengan mengedepankan pendekatan pasca-displiner. Pendekatan pasca-indispliner memungkinkan pengkaji hukum mengikuti ide dan keterkaitannya kemanapun ide itu mengalir. Kajian yang pasca-indisplisiner mensyaratkan mengikuti pertalian-pertalian yang menjelaskan fenomena-fenomena dan juga kasus:-kasus kongkret di laparangan. 37 Hukum yang tidak berada di ruang kosong harus didekati dengan melibatkan multi aspek. Hukum dan ruang sosial terjalin inter-relasi yang saling mempenfiaruhi, dalam hal demikian hukum adalah fakta maupun kaidah sekaligus.
Dalam konteks Indonesia, mungkinkah kita mengandalkan pembentukan hukum pada hakim yang berada pada lingkungan peradilan yang korup (judicial corruption)? Apabila hakim Mahkamah Agung telah disinyalir dapat melakukan 'jual beli' perkara, bagaimanakah watak hakim-hakim yang berada di aras bawah Mahkamah Agung? Pertanyaan tersebut menjadi sanl bagian dari pekerjaan rumah yang harus segera ditangani untuk membentuk suatu kewibawaan hukum. Satu bagian yang lain adalah melengkapi pandangan positivis para hakim dengan pendekatan yang lebih kontekstual dengan dinamika masyarakat.
Hukum memiliki sifat normatif yang bertujuan mempengaruhi perilaku manusia, sekaligus dapat dikonstasi dan dipaparkan sebagai data faktual. Pengertian 35
Pendekatan yang kontekstual diharapkan dapat menjembatani antara teks tertulis dari hukum positif dengan cita hukum yang tinggal di benak masyarakat dan pemaknaan hukum dari masyarakat yang di gulo wenthah
36
37
32 33 34
76
PasaI 57 UU No. 24 Tahun 2003 tentang Mahkamah Konstitusi • Fmnan Muntaqo, op.cit. hal. 166. Ibid. hal. 167.
38
I
Indriyanto Seno Adji, Analisis Pergeseran Terbatas Fungsi Ajaaran Perbuatan ' Melawan Hukum Materiil dalam Tindak Pidana Korupsi (Studi Kasus Terhadap Penerapan & Perkembangan Yurisprudensi Tindak Pidana Korupsi di Indonesia, Pro Justitia Tahun XVII Nomor I Januari 1999, hal. 11. Satiipto Raharjo, Hukum Harus Membaskan diri dari Mengeja Pasal-Pasal, Forum Keadilan No. 48, 2 April2006, hal. 47. Rival Akhmad, Merayakan Pen(displin)an Ilmu Hukum,Forum Keadilan No.49, 9 April 2006, hal. 46-47. Suparto Wijoyo, Hukum Dalam Perspektif System Approach (Sebuah Lensa Optikal Memahami Hukum Sebagai Suatu Sistem), Pro Justitia Tahun XVI Nomor 2 Aprill998, hal.l7-27. 77
Jumall/mu Hukum REFLEKSI HUKUM Edisi April 2008
Jumalllmu Hukum REFLEKSI HUKUM Edisi April 2008
commentaries which explain or analyses these rules. 41 Definisi yang dikemukakan oleh Morris L.Cohen nampaknya mampu 'merangkul' dikotomi aliran hukum baik positivisme hukum dan empirisme hukum. Frasa 'the rules which are enforced by the states' menjadi pemaknaan hukum yang dipengaruhi pemikiran positivisme hukum. Sedangkan frasa 'commentaries which explain or analyses these rules' ini merepresentasi pemikiran empirisme hukum yaitu komentar yang menjelaskan atau menganalisis hukum berdasarkan bekeijanya hukum (baca: peraturan perundang-undangan) di masyarakat.
hukum demikian akan menjadikan hukum sifat dialektis antara fakta dan kaidah, bentuk dan 1s1. Pengkajian hukum menjadi tidak akan berhenti pada antinomi sepihak: bentuk-isi, kaidah-fakta, melainkan berusaha untuk memikirkannya dalam suatu hubungan yang sistemik. 39 Hubungan yang sistemik inilah hukum memperoleh arti yang sebenarnya ketika inter-relasi mendialektiskan hukum baik mewujud dalam pelemahan maupun penguatan hukum. Hukum bukan sekedar perangkat kaidah abstrak-normatif melainkan terdapat keterkaitan dengan latar belakang masyarakat.
Hutchinson membedakan penelitian hukum menjadi 4 (empat) tipe, yaitu; 42
Metode Penelitian Hokum: Antara Pendekatan Normatif & Sosiologis
Doctrinal research: research which provides a systematic exposition of the rules governing a particular legal category, analyses the relationship between rules, explain areas of difficulty and, perhaps, predicts future development.
Dikotomi aliran hukum menghasilkan perbedaan dalam melakukan pendekatan atas hukum sebagai obyek kajian. Hukum sebagai obyek kajian keilmuan meniscayakan ditempuhnya metode atau prosedur atas hukum. Untuk itu kaidah-kaidah keilmuan dalam melakukan kajian (baca: penelitian hukum) berguna untuk menjaga wibawa hukum sebagai sebuah displin ilmu. Bambang Sunggono dengan mengutip pendapatnya Soeijono Soekanto mendefinisikan penelitian hukum adalah;
Reform-Oriented Research: research which intensively evaluates the relationship the adequancy of existing rules and which recommends changes to any rules found wanting.
suatu kegiatan ilmiah yang didasarkan pada metode, sistematika, dan pemikiran tertentu, yang bertujuan untuk mempelajari satu atau beberapa gejala hukum tertentu dengan jalan menganalisisnya, kecuali itu, maka juga diadakan pemeriksaan yang mendalam terhadap fakta hukum tersebut untuk kemudian mengusahakan suatu pemecahan atas permasalahan-permasalahan yang timbul di dalam gejala bersangkutan. 40
Theoretical Research: research which foster a more complete understanding of the conceptual bases of legal principles and combined efffects of a range of rules and procedures that touch on a particular area ofactivity. Fundamental Research: research designed to secure a deeper understanding of law as a social phenomenon, including research on the historical, philosophical, linguistic, economic, social or political implication.
Definisi penelitian hukum yang demikian masih terpengaruh dengan paradigma hukum dari aliran positivisme hukum. Penelitian hukum ditujukan untuk mengusahakan pemecahan atau solusi permasalahanpermasalahap hukum menempatkan hukum sebagai ilmu praktis. Padahal mengacu pa'da karakteristik sosiologi hukum yang hanya memberikan deskripsi atas praktek hukum di masyarakat tanpa melakukan penilaian hukum.
Wacana 'perang' aliran hukum berimbas pada dikotomi atau keterpisahan metode dalam melakukan kajian hukum atau penelitian hukum. Dari klasifikasi penelitian hukum Hutchinson dimaksudkan untuk penggunaan oleh para lawyer dalam memenuhi kebutuhan praktis yaitu permasalahan hukum yang sedang dihadapi di depan pengadilan. Di Indonesia, muncul karakteristik penelitian hukum dalam mengkaji 43 hukum sebagai obyek yaitu metode penelitian normatif dan sosiologis. Soetandyo Wignjosoebroto membagi penelitian hukum menjadi dua yaitu
Morris L.Cohen sebagaimana dikutip oleh Peter Mahmud Marzuki mendefinisikan penelitian hukum atau legal research is the process of finding the law that governs activities in human societies. It involves locating both the rules which are enforced by the states and 39 40
78
Ibid. Bambang Sunggono, Metode Penelitian Hukum, PT RajaGrafindo Persada, Jakarta, 1997, hal. 39.
41
42
I
43
Peter Mahmud Marzuki, Penelitian Hukum, Prenada Media,Jakarta, 2005, hal. 29. Peter Mahmud Marjuki, op.cit. Hal. 32. Ibid. Hal. 42. 79
Jumall/mu Hukum REFLEKSI HUKUM Edisi April 2008
Jumalllmu Hukum REFLEKSI HUKUM Edisi April 2008
commentaries which explain or analyses these rules. 41 Definisi yang dikemukakan oleh Morris L.Cohen nampaknya mampu 'merangkul' dikotomi aliran hukum baik positivisme hukum dan empirisme hukum. Frasa 'the rules which are enforced by the states' menjadi pemaknaan hukum yang dipengaruhi pemikiran positivisme hukum. Sedangkan frasa 'commentaries which explain or analyses these rules' ini merepresentasi pemikiran empirisme hukum yaitu komentar yang menjelaskan atau menganalisis hukum berdasarkan bekeijanya hukum (baca: peraturan perundang-undangan) di masyarakat.
hukum demikian akan menjadikan hukum sifat dialektis antara fakta dan kaidah, bentuk dan 1s1. Pengkajian hukum menjadi tidak akan berhenti pada antinomi sepihak: bentuk-isi, kaidah-fakta, melainkan berusaha untuk memikirkannya dalam suatu hubungan yang sistemik. 39 Hubungan yang sistemik inilah hukum memperoleh arti yang sebenarnya ketika inter-relasi mendialektiskan hukum baik mewujud dalam pelemahan maupun penguatan hukum. Hukum bukan sekedar perangkat kaidah abstrak-normatif melainkan terdapat keterkaitan dengan latar belakang masyarakat.
Hutchinson membedakan penelitian hukum menjadi 4 (empat) tipe, yaitu; 42
Metode Penelitian Hokum: Antara Pendekatan Normatif & Sosiologis
Doctrinal research: research which provides a systematic exposition of the rules governing a particular legal category, analyses the relationship between rules, explain areas of difficulty and, perhaps, predicts future development.
Dikotomi aliran hukum menghasilkan perbedaan dalam melakukan pendekatan atas hukum sebagai obyek kajian. Hukum sebagai obyek kajian keilmuan meniscayakan ditempuhnya metode atau prosedur atas hukum. Untuk itu kaidah-kaidah keilmuan dalam melakukan kajian (baca: penelitian hukum) berguna untuk menjaga wibawa hukum sebagai sebuah displin ilmu. Bambang Sunggono dengan mengutip pendapatnya Soeijono Soekanto mendefinisikan penelitian hukum adalah;
Reform-Oriented Research: research which intensively evaluates the relationship the adequancy of existing rules and which recommends changes to any rules found wanting.
suatu kegiatan ilmiah yang didasarkan pada metode, sistematika, dan pemikiran tertentu, yang bertujuan untuk mempelajari satu atau beberapa gejala hukum tertentu dengan jalan menganalisisnya, kecuali itu, maka juga diadakan pemeriksaan yang mendalam terhadap fakta hukum tersebut untuk kemudian mengusahakan suatu pemecahan atas permasalahan-permasalahan yang timbul di dalam gejala bersangkutan. 40
Theoretical Research: research which foster a more complete understanding of the conceptual bases of legal principles and combined efffects of a range of rules and procedures that touch on a particular area ofactivity. Fundamental Research: research designed to secure a deeper understanding of law as a social phenomenon, including research on the historical, philosophical, linguistic, economic, social or political implication.
Definisi penelitian hukum yang demikian masih terpengaruh dengan paradigma hukum dari aliran positivisme hukum. Penelitian hukum ditujukan untuk mengusahakan pemecahan atau solusi permasalahanpermasalahap hukum menempatkan hukum sebagai ilmu praktis. Padahal mengacu pa'da karakteristik sosiologi hukum yang hanya memberikan deskripsi atas praktek hukum di masyarakat tanpa melakukan penilaian hukum.
Wacana 'perang' aliran hukum berimbas pada dikotomi atau keterpisahan metode dalam melakukan kajian hukum atau penelitian hukum. Dari klasifikasi penelitian hukum Hutchinson dimaksudkan untuk penggunaan oleh para lawyer dalam memenuhi kebutuhan praktis yaitu permasalahan hukum yang sedang dihadapi di depan pengadilan. Di Indonesia, muncul karakteristik penelitian hukum dalam mengkaji 43 hukum sebagai obyek yaitu metode penelitian normatif dan sosiologis. Soetandyo Wignjosoebroto membagi penelitian hukum menjadi dua yaitu
Morris L.Cohen sebagaimana dikutip oleh Peter Mahmud Marzuki mendefinisikan penelitian hukum atau legal research is the process of finding the law that governs activities in human societies. It involves locating both the rules which are enforced by the states and 39 40
78
Ibid. Bambang Sunggono, Metode Penelitian Hukum, PT RajaGrafindo Persada, Jakarta, 1997, hal. 39.
41
42
I
43
Peter Mahmud Marzuki, Penelitian Hukum, Prenada Media,Jakarta, 2005, hal. 29. Peter Mahmud Marjuki, op.cit. Hal. 32. Ibid. Hal. 42. 79
Jumalllmu Hukum REFLEKSI HUKUM Edisi April 2008
penelitian doktrinal dan non doktrinal. 44 Pertama, penelitian dokrinal terdiri dari (i) penelitian yang berusaha inventarisasi hukum positif; penelitian yang berupa usaha penemuan asas-asas dasar falsafah (dogma atau doktrin) hukum positif; (iii) penelitian yang berupa usaha penemuan hukum in concreto yang layak diterapkan untuk menyelesaikan suatu perkara hukum tertentu. Kedua, penelitian non doktrinal, yaitu penelitian berupa studi-studi empiris untuk menemukan teori-teori mengenai proses terjadinya dan mengenai proses bekerjanya hukum di dalam masyarakat. Soetandyo mengklasifikasikan penelitian non doktrinal sebagai socio legal research.
l
Dengan pendekatan yuridis-empiris diarahkan untuk mempelajarJ fenomena sosial dalam masyarakat yang tampak aspek hukumnya. Sosiologi hukum dan ilmu empiris lainnya akan menempatkan kembali konstruksi hukum yang abstrak ke dalam struktur sosial yang ada sehingga menjadi lembaga yang utuh dan realistis. 50.. Pemyat~ Zaenuddin Ali senada dengan yang dikemukakan oleh SatJipto RahaiJo bahwa, ............ suatu karakteristik penting dari pendekatan sosiologi hukum terhadap obyeknya. Ia (sosiologi hukum, penulis) tidak berhenti pada dan menerima rumusan (formal) Undang-Undang melainkan memperhatikan faktor manusia secara lebih penuh. Memperhatikan manusianya berarti melihat apa yang dilakukannya dan dengan demikian sosiologi hukum pada akhim?'a memperhatikan variabel perlaku (behaviour), yattu perilaku hakim, jaksa, advokat, dan lain-lain pihak pengadilan. Barangkali hal ini merupakan salah satu karakteristik yang mendasar yang memberi cap kepada metode sosiologi hukum.
(i) the study of the actual social effects of legal institution and legal doctrines; (ii) the sociological study conection with the legal study in preparation for legislation; (iii) the study of them means of making legal rules effective; (iv) a means toward the end last considered is legal history: that is study not merely if how doctrines have evolve and developed considered solely as jural materials, but of what social effects the doctrine of the the law have produced in the past and how they have produced them; (v) another point is the importance of reasonable and just solution of individual causes: (vi) toward which the foregping point are but some of the means is to make effort more effective in achieving the purposes oflaw. 47
45
46 47
80
Ibid. Hal. 43. Penyebutan 'Indonesia' untuk menunjukkan bahwa dikotomi penelitian hukum hanya mungkin terjadi di Indonesia. Karena menurut Peter Mahmud Marzuki bahwa dikotomi penelitian hukum, normatif dan sosiologis merupakan penyesatan karena tidak mempunyai dasar berpijak. Bahkan beliau menyatakan bahwa yang membuat dikotomi semacam itu tidak paham akan ilmu hukum (Peter Mahmud Marjuki, loc.cit. hal, 33) Ibid. Ibid. Saljipto Raharjo, op.cit, hal. 82-83.
Pandangan bahwa mempelajari hukum dengan melihatnya secara normatif atau dogmatis tidak akan mampu memenuhi kuahfikas1 pendidikan keilmuan merupakan pandangan yang mengi~ginkan hukum dijadikan disiplin ilmu yang empiris. Dengan menguttp pendapatnya Sunatjati Hartono, Johnny Ibrahim mengemukakan bahwa,48 para satjana hukum memendam rasa khawatir, jika suatu penelitian hukum tidak menggunakan model peneliti~ sosial, maka basil penelitian mereka kurang obyekttf karena tidak diukur secara kuantitatif dan empiris.
Mengikuti model pengklasifikasian Hutchinson maka penelitian yang bersifat sosio-legal termasuk dalam penelitian tipe fundamental 45 research. Peter Mahmud Marzuki lebih jauh berpendapat bahwa apabila dilihat dari segi keilmuan hukum yang bersifat preskriptif, fundamental research berada di luar penelitian hukum karena objek kajiannya adalah masalah hukum sebagai gejala sosial dan bukan hukum sebagai norma 46 sosial. Dengan demikian dimungkinkan penelitian hukum yang melihat hukum sebagai gejala sosial, yaitu hukum dalam kenyataan di dalam kehidupan sosial kemasyarakatan. Penelitian hukum yang demikian menjadi fokus dari sosiological jurisprudence, yaitu;
44
Jumalllmu Hukum REFLEKSI HUKUM Edisi Apri/2008
Selain metode penelitian sosiologis yang menekankan pada (bekerj~ra) hukum dalam realitas sosial atau masyarakat, terdapat metode penebttan normatif. Penelitian hukum normatif yang dipahami hanya sebagai penelitian terhadap tek~ hukum semata atau hanya mela~an kajianlanalisis atas buny1 peraturan perundang-undangan. 51 Penehtlan yang demikian berarti melakukan p.ered~~ian atas pe~eliti~n .hukum normatif yang merupakan perbuatan ttdak btjaksana dan ttdak tlmtah dan mencerminkan kedangkalan pengetahuan hukum. 52
I
I
48
I
51
49
50
52
Johnny Ibrahim, op.cit. hal. 61. Zaenuddin Ali, op.cit. hal. 13. Ibid. hal. 14. Johnny Ibrahim, op.cit., hal. 24. Ibid.
81
Jumalllmu Hukum REFLEKSI HUKUM Edisi April 2008
penelitian doktrinal dan non doktrinal. 44 Pertama, penelitian dokrinal terdiri dari (i) penelitian yang berusaha inventarisasi hukum positif; penelitian yang berupa usaha penemuan asas-asas dasar falsafah (dogma atau doktrin) hukum positif; (iii) penelitian yang berupa usaha penemuan hukum in concreto yang layak diterapkan untuk menyelesaikan suatu perkara hukum tertentu. Kedua, penelitian non doktrinal, yaitu penelitian berupa studi-studi empiris untuk menemukan teori-teori mengenai proses terjadinya dan mengenai proses bekerjanya hukum di dalam masyarakat. Soetandyo mengklasifikasikan penelitian non doktrinal sebagai socio legal research.
l
Dengan pendekatan yuridis-empiris diarahkan untuk mempelajarJ fenomena sosial dalam masyarakat yang tampak aspek hukumnya. Sosiologi hukum dan ilmu empiris lainnya akan menempatkan kembali konstruksi hukum yang abstrak ke dalam struktur sosial yang ada sehingga menjadi lembaga yang utuh dan realistis. 50.. Pemyat~ Zaenuddin Ali senada dengan yang dikemukakan oleh SatJipto RahaiJo bahwa, ............ suatu karakteristik penting dari pendekatan sosiologi hukum terhadap obyeknya. Ia (sosiologi hukum, penulis) tidak berhenti pada dan menerima rumusan (formal) Undang-Undang melainkan memperhatikan faktor manusia secara lebih penuh. Memperhatikan manusianya berarti melihat apa yang dilakukannya dan dengan demikian sosiologi hukum pada akhim?'a memperhatikan variabel perlaku (behaviour), yattu perilaku hakim, jaksa, advokat, dan lain-lain pihak pengadilan. Barangkali hal ini merupakan salah satu karakteristik yang mendasar yang memberi cap kepada metode sosiologi hukum.
(i) the study of the actual social effects of legal institution and legal doctrines; (ii) the sociological study conection with the legal study in preparation for legislation; (iii) the study of them means of making legal rules effective; (iv) a means toward the end last considered is legal history: that is study not merely if how doctrines have evolve and developed considered solely as jural materials, but of what social effects the doctrine of the the law have produced in the past and how they have produced them; (v) another point is the importance of reasonable and just solution of individual causes: (vi) toward which the foregping point are but some of the means is to make effort more effective in achieving the purposes oflaw. 47
45
46 47
80
Ibid. Hal. 43. Penyebutan 'Indonesia' untuk menunjukkan bahwa dikotomi penelitian hukum hanya mungkin terjadi di Indonesia. Karena menurut Peter Mahmud Marzuki bahwa dikotomi penelitian hukum, normatif dan sosiologis merupakan penyesatan karena tidak mempunyai dasar berpijak. Bahkan beliau menyatakan bahwa yang membuat dikotomi semacam itu tidak paham akan ilmu hukum (Peter Mahmud Marjuki, loc.cit. hal, 33) Ibid. Ibid. Saljipto Raharjo, op.cit, hal. 82-83.
Pandangan bahwa mempelajari hukum dengan melihatnya secara normatif atau dogmatis tidak akan mampu memenuhi kuahfikas1 pendidikan keilmuan merupakan pandangan yang mengi~ginkan hukum dijadikan disiplin ilmu yang empiris. Dengan menguttp pendapatnya Sunatjati Hartono, Johnny Ibrahim mengemukakan bahwa,48 para satjana hukum memendam rasa khawatir, jika suatu penelitian hukum tidak menggunakan model peneliti~ sosial, maka basil penelitian mereka kurang obyekttf karena tidak diukur secara kuantitatif dan empiris.
Mengikuti model pengklasifikasian Hutchinson maka penelitian yang bersifat sosio-legal termasuk dalam penelitian tipe fundamental 45 research. Peter Mahmud Marzuki lebih jauh berpendapat bahwa apabila dilihat dari segi keilmuan hukum yang bersifat preskriptif, fundamental research berada di luar penelitian hukum karena objek kajiannya adalah masalah hukum sebagai gejala sosial dan bukan hukum sebagai norma 46 sosial. Dengan demikian dimungkinkan penelitian hukum yang melihat hukum sebagai gejala sosial, yaitu hukum dalam kenyataan di dalam kehidupan sosial kemasyarakatan. Penelitian hukum yang demikian menjadi fokus dari sosiological jurisprudence, yaitu;
44
Jumalllmu Hukum REFLEKSI HUKUM Edisi Apri/2008
Selain metode penelitian sosiologis yang menekankan pada (bekerj~ra) hukum dalam realitas sosial atau masyarakat, terdapat metode penebttan normatif. Penelitian hukum normatif yang dipahami hanya sebagai penelitian terhadap tek~ hukum semata atau hanya mela~an kajianlanalisis atas buny1 peraturan perundang-undangan. 51 Penehtlan yang demikian berarti melakukan p.ered~~ian atas pe~eliti~n .hukum normatif yang merupakan perbuatan ttdak btjaksana dan ttdak tlmtah dan mencerminkan kedangkalan pengetahuan hukum. 52
I
I
48
I
51
49
50
52
Johnny Ibrahim, op.cit. hal. 61. Zaenuddin Ali, op.cit. hal. 13. Ibid. hal. 14. Johnny Ibrahim, op.cit., hal. 24. Ibid.
81
Jurnal 1/mu Hukum REFLEKSI HUKUM Edisi April 2008
Jurnal 1/mu Hukum REFLEKSI HUKUM Edisi April 2008
Penelitian hukum nommtif bertolak dari pemahaman terhadap ilmu hukum sebagat 1lmu tentang katdah (norma): · llmu tentang katdah bersifat preskriptif dan terapan yang selalu berkaitan dengan apa yang seyogyanya atau apa yang seharusnya seperi tujuan hukum, nilai-nilai keadilan, validitas aturan hukum, konsep-konsep hukum dan normanorma hukum. 54 Metode penelitian hukum normatif adalah suatu prosedur ilmiah untuk menemukan kebenaran berdasarkan logika keilmuan hukum dari sisi normatifnya. 55 Logika keilmuan yang ajeg dalam penelitian hukum nommtif dibangun berdasarkan disiplin ilmiah dan cara-cara kerja ilmu hukum normatif yaitu ilmu hukum yang obyeknya hukum itu sendiri. 56 Terdapat berbagai pendekatan penelitian hukum normatif sebagai mana dikemukakan oleh Johnny Ibrahim 57 dan Peter Marzuki 58 , yaitu antara la\n: Johnny Ibrahim Pendekatan perundang-undangan (statute approach) Pendekatan konsep (conceptual approach) Pendekatan analitis (analitycal approach) Pendekatan perbandingan (comparative approach) Pendekatan historis (historical approach) Pendekatan filsafat (philosophical approach) Pendekatan kasus (case aeproach)
Peter Marzuki Pendekatan undang-undang (statute approach) Pendekatan kasus (case approach) Pendekatan historis (historical approach) Pendekatan komparatif (comparative approach) Pendekatan konseptual (conceptual approach)
Peter Marzuki tidak memasukkan pendekatan filsafat dan pendekatan analitis sebagai pendekatan penelitian hukum normatif. Dari kedua ahli tersebut terdapat 'kesamaan' pemikiran dalam penelitian hukum normatif yaitu bahwa tidak dikenal istilah hipotesis, variabel bebas atau variabel terikat, data, sampel atau anal isis kualitatif maupun kuantitatif. 59 Dimana beberapa isjilah tersebut sering ditemukan pada metode penelitian sosiologi hukum. Bahkan Johnny Ibrahim menambahkan,
53
54 55 56
'
7
58
59
R2
Johnny Ibrahim, loc.cit. hal. 50. Peter Marzuki, op.cit. hal.22 & 26. Johnny Ibrahim, op.cit. hal. 57. Ibid. Ibid. hal. 299-322. Peter Marzuki, op.cit. hal. 94-139 Ibid. hal. 89; Johny Ibrahim, op.cit. hal. 270-271.
1
Dalam penelitian normatif (pure legal). istilah-istilah sepeni sumber data, tehmk pengumpulan data, anahst~ data, serta perumusan masalah dalam kalimat tanya seperti bagaimana atau seberapa efekt(f, dan seberapa jauh adalah ex post sehingga istilah-istilah tersebut bermakna empms. Penerapannya dalam suatu penelitian memerlukan alat-alat ukur dan harus melewati tahap pengujian-pengujian yang biasa digunakan dalam format penelitian ilmu sosial. Dalam format penelitian normatif, istilah-istilah yang bersifat empms tersebut harus 60 dihindari oleh peneliti. Bertolak dari pendapat diatas pertanyaan yang dapat dikemukakan berkaitan dengan (metode) penelitian hukum di FH UKSW adalah mengapa istilah-istilah tersebut masih digunakan dalam penulisan hukum (baca: skripsi) di FH UKSW? Argumentasi yang dapat dikemukakan adalah bahwa terminologi data atau tehnik pengumpulan data menjadi ciri atau karakteristik (metode) penelitian sosiologis, dan hal tersebut sah apabila diterapkan secara konsisten untuk mengetahui bekerjanya hukum dalam masyarakat. Pertanyaan selanjutnya adalah bagaimana apabila istilah tersebut (data dan tehnik pengumpulan data) digunakan dalam metode penelitian hukum normatif? Apakah penggunaan tersebut merupakan bentuk inkonsistensi dalam penerapan metode penelitian ataukah merupakan 'karakteristik' dari metode penelitian hukum yang sedang dikembangkan oleh FH UKSW?
Konsisten dalam Inkonsistensi Metode Penelitian Hokum di FH UKSW (Studi Atas Proposal Penelitian Mahasiswa FH UKSW) Belajar hukum di Perguruan Tinggi yang didominasi oleh wacana 'perang' aliran akan mengalami titik kulminasi pada saat mahasiswa melakukan penyelesaian tugas akhir (skripsi). Dan kecenderungan penulisan penyelesaian tugas akhir dipengaruhi oleh wacana 'perang' aliran telah menimbulkan sesat pikir dalam melakukan pilihan metode penelitian hukum. Sesat pikir tersebut termanifestasi dalam pencampuradukkan antara berpikir positivis dan empiris. Metode penelitian hukum yang digunakan oleh mahasiswa cenderung menjadi 'sinkretisme' aliran positivis dan empiris. Artinya dalam metode penelitian hukum masih ditemukan menggabungkan dua aliran dalam satu penelitian. Meskipun bukan suatu kesalahan absolut apabila, dalam penulisan tugas akhir tersebut konsisten terhadap sinkretisme aliran dalam melakukan 60
Ibid. 83
Jurnal 1/mu Hukum REFLEKSI HUKUM Edisi April 2008
Jurnal 1/mu Hukum REFLEKSI HUKUM Edisi April 2008
Penelitian hukum nommtif bertolak dari pemahaman terhadap ilmu hukum sebagat 1lmu tentang katdah (norma): · llmu tentang katdah bersifat preskriptif dan terapan yang selalu berkaitan dengan apa yang seyogyanya atau apa yang seharusnya seperi tujuan hukum, nilai-nilai keadilan, validitas aturan hukum, konsep-konsep hukum dan normanorma hukum. 54 Metode penelitian hukum normatif adalah suatu prosedur ilmiah untuk menemukan kebenaran berdasarkan logika keilmuan hukum dari sisi normatifnya. 55 Logika keilmuan yang ajeg dalam penelitian hukum nommtif dibangun berdasarkan disiplin ilmiah dan cara-cara kerja ilmu hukum normatif yaitu ilmu hukum yang obyeknya hukum itu sendiri. 56 Terdapat berbagai pendekatan penelitian hukum normatif sebagai mana dikemukakan oleh Johnny Ibrahim 57 dan Peter Marzuki 58 , yaitu antara la\n: Johnny Ibrahim Pendekatan perundang-undangan (statute approach) Pendekatan konsep (conceptual approach) Pendekatan analitis (analitycal approach) Pendekatan perbandingan (comparative approach) Pendekatan historis (historical approach) Pendekatan filsafat (philosophical approach) Pendekatan kasus (case aeproach)
Peter Marzuki Pendekatan undang-undang (statute approach) Pendekatan kasus (case approach) Pendekatan historis (historical approach) Pendekatan komparatif (comparative approach) Pendekatan konseptual (conceptual approach)
Peter Marzuki tidak memasukkan pendekatan filsafat dan pendekatan analitis sebagai pendekatan penelitian hukum normatif. Dari kedua ahli tersebut terdapat 'kesamaan' pemikiran dalam penelitian hukum normatif yaitu bahwa tidak dikenal istilah hipotesis, variabel bebas atau variabel terikat, data, sampel atau anal isis kualitatif maupun kuantitatif. 59 Dimana beberapa isjilah tersebut sering ditemukan pada metode penelitian sosiologi hukum. Bahkan Johnny Ibrahim menambahkan,
53
54 55 56
'
7
58
59
R2
Johnny Ibrahim, loc.cit. hal. 50. Peter Marzuki, op.cit. hal.22 & 26. Johnny Ibrahim, op.cit. hal. 57. Ibid. Ibid. hal. 299-322. Peter Marzuki, op.cit. hal. 94-139 Ibid. hal. 89; Johny Ibrahim, op.cit. hal. 270-271.
1
Dalam penelitian normatif (pure legal). istilah-istilah sepeni sumber data, tehmk pengumpulan data, anahst~ data, serta perumusan masalah dalam kalimat tanya seperti bagaimana atau seberapa efekt(f, dan seberapa jauh adalah ex post sehingga istilah-istilah tersebut bermakna empms. Penerapannya dalam suatu penelitian memerlukan alat-alat ukur dan harus melewati tahap pengujian-pengujian yang biasa digunakan dalam format penelitian ilmu sosial. Dalam format penelitian normatif, istilah-istilah yang bersifat empms tersebut harus 60 dihindari oleh peneliti. Bertolak dari pendapat diatas pertanyaan yang dapat dikemukakan berkaitan dengan (metode) penelitian hukum di FH UKSW adalah mengapa istilah-istilah tersebut masih digunakan dalam penulisan hukum (baca: skripsi) di FH UKSW? Argumentasi yang dapat dikemukakan adalah bahwa terminologi data atau tehnik pengumpulan data menjadi ciri atau karakteristik (metode) penelitian sosiologis, dan hal tersebut sah apabila diterapkan secara konsisten untuk mengetahui bekerjanya hukum dalam masyarakat. Pertanyaan selanjutnya adalah bagaimana apabila istilah tersebut (data dan tehnik pengumpulan data) digunakan dalam metode penelitian hukum normatif? Apakah penggunaan tersebut merupakan bentuk inkonsistensi dalam penerapan metode penelitian ataukah merupakan 'karakteristik' dari metode penelitian hukum yang sedang dikembangkan oleh FH UKSW?
Konsisten dalam Inkonsistensi Metode Penelitian Hokum di FH UKSW (Studi Atas Proposal Penelitian Mahasiswa FH UKSW) Belajar hukum di Perguruan Tinggi yang didominasi oleh wacana 'perang' aliran akan mengalami titik kulminasi pada saat mahasiswa melakukan penyelesaian tugas akhir (skripsi). Dan kecenderungan penulisan penyelesaian tugas akhir dipengaruhi oleh wacana 'perang' aliran telah menimbulkan sesat pikir dalam melakukan pilihan metode penelitian hukum. Sesat pikir tersebut termanifestasi dalam pencampuradukkan antara berpikir positivis dan empiris. Metode penelitian hukum yang digunakan oleh mahasiswa cenderung menjadi 'sinkretisme' aliran positivis dan empiris. Artinya dalam metode penelitian hukum masih ditemukan menggabungkan dua aliran dalam satu penelitian. Meskipun bukan suatu kesalahan absolut apabila, dalam penulisan tugas akhir tersebut konsisten terhadap sinkretisme aliran dalam melakukan 60
Ibid. 83
Jurna/1/mu Hukum REFLEKSI HUKUM Edisi April 2008
Juma/1/mu Hukum REFLEKS/ HUKUM Edisi April 2008
kajian hukum yang sedang diteliti. Karena anti-konsistensi 1m membutuhkan pengetahuan yang mumpuni untuk mengelaborasi kedua aliran tersebut dalam satu penelitian hukum. Dan bagi para pengikut masing-masing aliran dapat menganggap metode penelitian hukum yang digunakan mahasiswa sebagai sesuatu yang ridiculous, karena pertama, ada beberapa terminologi yang tidak dikenal dalam salah satu aliran tetapi digunakan oleh aliran yang lain. Kedua, bahwa dari kedua aliran tersebut memiliki standpoint yang berbeda dalam melihat hukum sebagai objek kajian. Berkaitan dengan difference standpoint maka sinkretisme menjadi sesuatu yang tidak masuk akal (unreasonable) untuk dilakukan dalam satu penelitian dan hanya akan melahirkan absurditas penelitian hukum. Paparan kemudian dari tulisan ini hendak menunjukkan adanya sinkretisme metode penelitian hukum yang terjadi di FH UKSW, khususnya dalam penulisan proposal penelitian (lihat Iampi ran). Upaya untuk menunjukkan sinkretisme metode penelitian hukum ini bertujuan agar lahir konsistensi ketika menggunakan salah satu aliran hukum. Konsistensi ini menjadi bentuk komitmen untuk mengembangkan pemikiran-pemikiran hukum yang bertolak dari masing-masing aliran hukum tanpa itikad untuk melakukan penghakiman terhadap 'kebenaran' atau keilmiahan dari setiap aliran hukum. Karena seperti dikemukakan diatas bahwa hukum adalah fakta sosial dan kaidah atau norma sekaligus. Sehingga upaya pembenaran terhadap masing-masing standpoint akan menghilangkan salah satu sisi penting dari hukum dan pada saat itu hukum akan kehilangan jati dirinya.
rlikrnal d:m hanv:l rlikenal dalam nenelitian vang: bercorak sosiologis.
63
Dalam penelitia~ normatif digunakan istilah bahan hukum yang terdiri 64 dari bahan hukum primer dan sekunder, selain bahan-bahan non hukum. Agar konsistensi dalam (metode) penelitian hukum terjadi maka (i) apabila metode yang digunakan adalah yuridis-sosiologis dapat menggunakan istilah data dan (ii) peneliti (baca: mahasiswa) mencantumkan sumber acuan- bahan pustaka- yang digunakan dalam menggunakan istilah tersebut. Yang terakhir berguna untuk mengetahui sumber acuan yang digunakan ditengah beragamnya sumber acuan tentang metode penelitian hukum yang mungkin membingungkan para mahasiswa. Ketiga, inkonsistensi dalam menentukan pilihan antara metode dan jenis penelitian menghasilkan kerancuan dalam menempatkan unit-unit amatan dan analisis. Terminologi unit amatan dan unit analisis mungkin khas (metode) penelitian hukum di FH UKSW. Namun berkaitan dengan inkonsistensi pilihan sering kali mahasiswa mengalami kesalahan dalam meletakkan 'obyek' unit amatan dan analisis. Misalnya metode penelitian hukumnya normatif tetapi unit analisisnya bukan peraturan perundangundangan melainkan lembaga pemerintahan. Padahal unit amatan dan analisis dapat menjadi 'batasan' dalam melakukan kajian hukum terhadap suatu masalah atau isu hukum tertentu.
Pertama, secara bersamaan digunakan metode penelitian hukum dan jenis penelitian yang berbeda aliran. Misalnya metode penelitian hukumnya menggunakan yuridis-normatif, tetapi jenis penelitiannya adalah deskriptif atau eksploratif. Bahwa hukum yang dikaji berdasarkan pendekatan normatif melihat hukum sebagai norma atau ilmu yang menelaah hukum sebagai kaidah atau sistem-sistem kaidah, dogmatik hukum atav sistematik hukum. 61 Konsekuensi metode pendekatan yang demikian idalah (i) yang menjadi obyek adalah hukum yang terutama terdiri atas kumpulan peraturan-peraturan hukum yang tampaknya bercampur aduk merupakan chaos: tidak terbilang banyaknya peraturan peraturan perundang-undangan yang dikeluarkan setiap tahun. (ii) Hukum dipandang dalam perspektifintemal (dari dalam). 62 Kedua, dalam hal bahan-bahan hukum yang digunakan dalam sub judul "pengumpulan data" menghasilkan kerancuan dalam penggunaan metode penelitian hukum. Istilah "data" dalam metode penelitian normatif tidak 61 62
84
Johnny Ibrahim, op.cit. hal. 57. Ibid. hal. 58.
63 64
Peter Marzuki, op.cit. hal.36; Johnny Ibrahim, op.cit. hal, 268. Peter Marzuki, op.cit. hal. 141 & 163. Bahan hukum primer merupakan bahan hukum yang bersifat otoritatif yang terdiri dari peraturan perundang-undangan, catatan-catatan resmi atau risalah dalam pembuatan peraturan perundang-undangan, dan putusan-putusan hakim. Sedangkan bahan hukum sekunder adalah se11_1ua publikasi ten tang hukum yang bukan merupakan dokumen-dokumen resm1.
Jurna/1/mu Hukum REFLEKSI HUKUM Edisi April 2008
Juma/1/mu Hukum REFLEKS/ HUKUM Edisi April 2008
kajian hukum yang sedang diteliti. Karena anti-konsistensi 1m membutuhkan pengetahuan yang mumpuni untuk mengelaborasi kedua aliran tersebut dalam satu penelitian hukum. Dan bagi para pengikut masing-masing aliran dapat menganggap metode penelitian hukum yang digunakan mahasiswa sebagai sesuatu yang ridiculous, karena pertama, ada beberapa terminologi yang tidak dikenal dalam salah satu aliran tetapi digunakan oleh aliran yang lain. Kedua, bahwa dari kedua aliran tersebut memiliki standpoint yang berbeda dalam melihat hukum sebagai objek kajian. Berkaitan dengan difference standpoint maka sinkretisme menjadi sesuatu yang tidak masuk akal (unreasonable) untuk dilakukan dalam satu penelitian dan hanya akan melahirkan absurditas penelitian hukum. Paparan kemudian dari tulisan ini hendak menunjukkan adanya sinkretisme metode penelitian hukum yang terjadi di FH UKSW, khususnya dalam penulisan proposal penelitian (lihat Iampi ran). Upaya untuk menunjukkan sinkretisme metode penelitian hukum ini bertujuan agar lahir konsistensi ketika menggunakan salah satu aliran hukum. Konsistensi ini menjadi bentuk komitmen untuk mengembangkan pemikiran-pemikiran hukum yang bertolak dari masing-masing aliran hukum tanpa itikad untuk melakukan penghakiman terhadap 'kebenaran' atau keilmiahan dari setiap aliran hukum. Karena seperti dikemukakan diatas bahwa hukum adalah fakta sosial dan kaidah atau norma sekaligus. Sehingga upaya pembenaran terhadap masing-masing standpoint akan menghilangkan salah satu sisi penting dari hukum dan pada saat itu hukum akan kehilangan jati dirinya.
rlikrnal d:m hanv:l rlikenal dalam nenelitian vang: bercorak sosiologis.
63
Dalam penelitia~ normatif digunakan istilah bahan hukum yang terdiri 64 dari bahan hukum primer dan sekunder, selain bahan-bahan non hukum. Agar konsistensi dalam (metode) penelitian hukum terjadi maka (i) apabila metode yang digunakan adalah yuridis-sosiologis dapat menggunakan istilah data dan (ii) peneliti (baca: mahasiswa) mencantumkan sumber acuan- bahan pustaka- yang digunakan dalam menggunakan istilah tersebut. Yang terakhir berguna untuk mengetahui sumber acuan yang digunakan ditengah beragamnya sumber acuan tentang metode penelitian hukum yang mungkin membingungkan para mahasiswa. Ketiga, inkonsistensi dalam menentukan pilihan antara metode dan jenis penelitian menghasilkan kerancuan dalam menempatkan unit-unit amatan dan analisis. Terminologi unit amatan dan unit analisis mungkin khas (metode) penelitian hukum di FH UKSW. Namun berkaitan dengan inkonsistensi pilihan sering kali mahasiswa mengalami kesalahan dalam meletakkan 'obyek' unit amatan dan analisis. Misalnya metode penelitian hukumnya normatif tetapi unit analisisnya bukan peraturan perundangundangan melainkan lembaga pemerintahan. Padahal unit amatan dan analisis dapat menjadi 'batasan' dalam melakukan kajian hukum terhadap suatu masalah atau isu hukum tertentu.
Pertama, secara bersamaan digunakan metode penelitian hukum dan jenis penelitian yang berbeda aliran. Misalnya metode penelitian hukumnya menggunakan yuridis-normatif, tetapi jenis penelitiannya adalah deskriptif atau eksploratif. Bahwa hukum yang dikaji berdasarkan pendekatan normatif melihat hukum sebagai norma atau ilmu yang menelaah hukum sebagai kaidah atau sistem-sistem kaidah, dogmatik hukum atav sistematik hukum. 61 Konsekuensi metode pendekatan yang demikian idalah (i) yang menjadi obyek adalah hukum yang terutama terdiri atas kumpulan peraturan-peraturan hukum yang tampaknya bercampur aduk merupakan chaos: tidak terbilang banyaknya peraturan peraturan perundang-undangan yang dikeluarkan setiap tahun. (ii) Hukum dipandang dalam perspektifintemal (dari dalam). 62 Kedua, dalam hal bahan-bahan hukum yang digunakan dalam sub judul "pengumpulan data" menghasilkan kerancuan dalam penggunaan metode penelitian hukum. Istilah "data" dalam metode penelitian normatif tidak 61 62
84
Johnny Ibrahim, op.cit. hal. 57. Ibid. hal. 58.
63 64
Peter Marzuki, op.cit. hal.36; Johnny Ibrahim, op.cit. hal, 268. Peter Marzuki, op.cit. hal. 141 & 163. Bahan hukum primer merupakan bahan hukum yang bersifat otoritatif yang terdiri dari peraturan perundang-undangan, catatan-catatan resmi atau risalah dalam pembuatan peraturan perundang-undangan, dan putusan-putusan hakim. Sedangkan bahan hukum sekunder adalah se11_1ua publikasi ten tang hukum yang bukan merupakan dokumen-dokumen resm1.
Jumalllmu Hukum REFLEKSI HUKUM Edisi April 2008
Jumalllmu Hukum REFLEKSI HUKUM Edisi April 2008
Purnawacana
Penelitian hukum memiliki dinamika dalam wilayah ilmu hukum yang mampu memperkaya khazanah keilmuan bagi pengembangannya untuk waktu kedepan. Kedinamisan tersebut dipengaruhi oleh perkembangan dua aliran utama yang digunakan oleh para pengemban hukum di Indonesia. Bahwa kedua aliran tersebut tidak dapat disatukan dalam pengertian diperbandingkan untuk mengetahui keunggulan masingmasing metode dalam mencapai derajat keilmiahan sebuah ilmu. Namun masing-masing aliran dapat bersinergi untuk mengembangkan kekuatan (keilmuan) hukum dalam berkontribusi atas permasalahan baik yang berada didalam maupun diluar ruang lingkup hukum. Pengembangan (ilmu) hukum dapat terjadi apabila kedua aliran hukum tersebut juga berkembang untuk 'mengasah' keilmiahan ilmu hukum dengan pendekatan atau standar yang khas dari masing-masing aliran. Dan FH UKSW sebagai bagian dari komunitas hukum di Indonesia mempunyai kesempatan untuk berkontribusi dalam pengembangan ilmu hukum. Salah satu kesempatan tersebut adalah melakukan praksis pemikiran dalam melakukan penelitian hukum dengan metode yang dipengaruhi oleh kedua aliran utama tersebut. Dengan praksis tersebut diharapkan dapat mempertajam masing-masing pendekatan yang menjadi pilihan oleh pengemban hukum di FH UKSW. Sehingga masalah metode penelitian hukum menjadi hanya merupakan penentuan pilihan dan sekaligus tindakan memilih tersebut menjadi perayaan hukum dalam memeriahkan pengembangan ilmu hukum di Indonesia. Perayaan hukum yang tidak meniadakan keberagaman namun mengapresiasi perbedaan dalam konsistensinya menggunakan metode penelitian hukum yang dipilih.
Bambang Sunggono, Metode Penelitian Hukum, PT RajaGrafindo Persada, Jakarta, 1997. Darji Darmodiharjo dan Sidharta, Pokok-Pokok Filsafat Hukum, PT. Gramedia Pustaka Utama, Jakarta, 2006. Firman Muntaqo, Meretas Jalan bagi Pembangunan Tipe Hukum Progresif Melalui Pemahaman terhadap Peranan Mazhab Hukum Positivis dan Nonpositivis dalam Kehidupan Berhukum di Indonesia, dalam I. Gede A.B, dkk. (ed.), Membedah Hukum Progresif, Penerbit Buku Kompas, Jakarta, 2007. Indriyanto Seno Adji, Analisis Pergeseran Terbatas Fungsi Ajaaran Perbuatan Melawan Hukum Materiil dalam Tindak Pidana Korupsi (Studi Kasus Terhadap Penerapan & Perkembangan Yurisprudensi Tindak Pidana Korupsi di Indonesia, Pro Justitia Tahun XVII Nomor 1 Januari 1999. Johnny Ibrahim, Teori & Metodologi Penelitian Hukum Normatif, Bayumedia Publishing, Malang, 2006. Lili Rasjidi, Dasar-Dasar Filsafat Hukum, PT. Citra Aditya Bakti, 1990. Nezar Patria & Andi Arief, Antonio Gramsci: Negara & Hegemoni, Pustaka Pelajar, Yogyakarta, 2003. Peter Mahmud Marzuki, Penelitian Hukum, Prenada Media,Jakarta, 2005. Ricardo Simarmata, Positivisme Hukum Tidak Jauh-Jauh dari Kita, Forum Keadilan No. 41, 12 Februari 2006. Rival Akhmad, Merayakan Pen(displin)an Ilmu Hukum,Forum Keadilan No.49, 9 April 2006.
J
I
Satjipto Raharjo, Pemanfaatan Ilmu-Ilmu Sosial bagi Pengembangan Ilmu Hukum, Alumni, Bandung, 1977. S'atjipto Raharjo, Sosiologi Hukum - Perkembangan, Metode dan Pilihan Masalah, Universitas Muhammadiah Surakarta, 2002. Satjipto Raharjo, Hukum Harus Membaskan diri dari Mengeja PasalPasal, Forum Keadilan No. 48, 2 April2006 .. Soetandyo Wigjosoebroto, Perkembangan Hukum Nasional Dan Pendidikan Hukum di Indonesia Pada Era Pascakolonial, tanpa tahun, www.huma.or.id
86
87
Jumalllmu Hukum REFLEKSI HUKUM Edisi April 2008
Jumalllmu Hukum REFLEKSI HUKUM Edisi April 2008
Purnawacana
Penelitian hukum memiliki dinamika dalam wilayah ilmu hukum yang mampu memperkaya khazanah keilmuan bagi pengembangannya untuk waktu kedepan. Kedinamisan tersebut dipengaruhi oleh perkembangan dua aliran utama yang digunakan oleh para pengemban hukum di Indonesia. Bahwa kedua aliran tersebut tidak dapat disatukan dalam pengertian diperbandingkan untuk mengetahui keunggulan masingmasing metode dalam mencapai derajat keilmiahan sebuah ilmu. Namun masing-masing aliran dapat bersinergi untuk mengembangkan kekuatan (keilmuan) hukum dalam berkontribusi atas permasalahan baik yang berada didalam maupun diluar ruang lingkup hukum. Pengembangan (ilmu) hukum dapat terjadi apabila kedua aliran hukum tersebut juga berkembang untuk 'mengasah' keilmiahan ilmu hukum dengan pendekatan atau standar yang khas dari masing-masing aliran. Dan FH UKSW sebagai bagian dari komunitas hukum di Indonesia mempunyai kesempatan untuk berkontribusi dalam pengembangan ilmu hukum. Salah satu kesempatan tersebut adalah melakukan praksis pemikiran dalam melakukan penelitian hukum dengan metode yang dipengaruhi oleh kedua aliran utama tersebut. Dengan praksis tersebut diharapkan dapat mempertajam masing-masing pendekatan yang menjadi pilihan oleh pengemban hukum di FH UKSW. Sehingga masalah metode penelitian hukum menjadi hanya merupakan penentuan pilihan dan sekaligus tindakan memilih tersebut menjadi perayaan hukum dalam memeriahkan pengembangan ilmu hukum di Indonesia. Perayaan hukum yang tidak meniadakan keberagaman namun mengapresiasi perbedaan dalam konsistensinya menggunakan metode penelitian hukum yang dipilih.
Bambang Sunggono, Metode Penelitian Hukum, PT RajaGrafindo Persada, Jakarta, 1997. Darji Darmodiharjo dan Sidharta, Pokok-Pokok Filsafat Hukum, PT. Gramedia Pustaka Utama, Jakarta, 2006. Firman Muntaqo, Meretas Jalan bagi Pembangunan Tipe Hukum Progresif Melalui Pemahaman terhadap Peranan Mazhab Hukum Positivis dan Nonpositivis dalam Kehidupan Berhukum di Indonesia, dalam I. Gede A.B, dkk. (ed.), Membedah Hukum Progresif, Penerbit Buku Kompas, Jakarta, 2007. Indriyanto Seno Adji, Analisis Pergeseran Terbatas Fungsi Ajaaran Perbuatan Melawan Hukum Materiil dalam Tindak Pidana Korupsi (Studi Kasus Terhadap Penerapan & Perkembangan Yurisprudensi Tindak Pidana Korupsi di Indonesia, Pro Justitia Tahun XVII Nomor 1 Januari 1999. Johnny Ibrahim, Teori & Metodologi Penelitian Hukum Normatif, Bayumedia Publishing, Malang, 2006. Lili Rasjidi, Dasar-Dasar Filsafat Hukum, PT. Citra Aditya Bakti, 1990. Nezar Patria & Andi Arief, Antonio Gramsci: Negara & Hegemoni, Pustaka Pelajar, Yogyakarta, 2003. Peter Mahmud Marzuki, Penelitian Hukum, Prenada Media,Jakarta, 2005. Ricardo Simarmata, Positivisme Hukum Tidak Jauh-Jauh dari Kita, Forum Keadilan No. 41, 12 Februari 2006. Rival Akhmad, Merayakan Pen(displin)an Ilmu Hukum,Forum Keadilan No.49, 9 April 2006.
J
I
Satjipto Raharjo, Pemanfaatan Ilmu-Ilmu Sosial bagi Pengembangan Ilmu Hukum, Alumni, Bandung, 1977. S'atjipto Raharjo, Sosiologi Hukum - Perkembangan, Metode dan Pilihan Masalah, Universitas Muhammadiah Surakarta, 2002. Satjipto Raharjo, Hukum Harus Membaskan diri dari Mengeja PasalPasal, Forum Keadilan No. 48, 2 April2006 .. Soetandyo Wigjosoebroto, Perkembangan Hukum Nasional Dan Pendidikan Hukum di Indonesia Pada Era Pascakolonial, tanpa tahun, www.huma.or.id
86
87
,....,.---~--
IlL:
00
00
"
"-·--·
Dasar Pertimbangan Hakim Dalam Menjatuhkan Putusan Penolakan Atas Gugatan Perceraian Dalam Perkara No.l301PDT/G/2007
Pengaturan Kekerasan Dalam Rurnah Tangga (KDRT) di Indonesia
Tinjauan Yuridis Terhadap Pengakuan Hutang Dalam Peljanjian Kredit Bank
31200400X
31200200X
Judul Proposal Penelitian
31200304X
NIM
• Bagaimana tinjauan yuridis pengakuan hutang dalam peljanjian kredit Bank dalam praktek perbankan? • Bagaimana hak dan kewajiban para pihak terhadap pengakuan hutang dalam peljanjian kredit Bank? • Apakah setiap transaksi pengakuan
• Apakah KUHPidana mengandung asas-asas yang ada pada UU No. 23 Tahun 2004 tentang Penghapusan KDRT? • Bagaimana rasionalisasi dari Pembentukan UU No. 23 Tahun 2004 tentang KDRT?
Faktor-faktor apakah yang menjadi pertimbangan Majelis Hakim Pengadilan Agama Salatiga dalam menjatuhkan putusan penolakan terhadap perkara perceraian No. 130/Pdt.G/2007/PA.Salatiga?
Rumusan Masalab
Aneka Proposal Penel.tian Mahasiswa di FH UKSW
LAMPIRAN:
----
....,
Penelitian hukum normatif & penelitian hukum empiris, dengan jenis penelitian eksploratif
Metode pendekatan perundangundangan (statute approach)
Berorientasi sosiolegal dengan jenis penelitian yuridis normatif
Jenis Penelitian
• Data primer: proses pengakuan hurang, bagaimana prosedur perjanjian kredit Bank, dll. • Data sekunder: (i) bahan hukum primer & (ii)
resmi
• Bahan hukum primer: bersifat otoritatif yaitu KUHPidana & UU No. 23 Tahun 2004 tentang KDRT • Bahan hukum sekunder: publikasi tentang hukum yang bukan dokumen
~ngadilan
• data primer : penelitian lapangan (wawancara langsung) • data sekunder: literatur, peraturan perundangundangan, putusan
Metode Penelitian Pengumpulan Data
,...., 0
::r ('1)
;·
'Jj
,.,c:
::r: ~ ~
~.
0
('1)
('1)
g N0..., ::I: ....3 , "'0 ..., ..., v.>
0
~ 3 ~ 3
~-
a.~~
3
-.,
cn
s:::
:::t ~ c::
~
R:: .., Iii
:;:t
c:: :oo;c::: 3
c:::
3
:;:;:
9!_
t: 3
-· 8
co
1\,)
:=!:
~
Q. Ci)•
rn
----
• Unit amatan KUHPidana. UU No.23/2004 putusan pengadilan, risalah sidangKDRT • Unit analisi' asasasas yang ada di dalam UU No.23/2004 & KUHPidana. landasan lahimya UL No.23 Tahun2004
Unit Arnatan & Unit Analisis • unit analisis: dasar pertimbangan hakim • unit amatan pengadilan <>gama, rnajelis hakim, pihak terkait
a :r
"'0= Po)
:::r
'-'t:'ll ~
..... 3('1)
:r
-· (";)
-.l
v.>
Po)
=o ~'0 s-a en ~ o
•VI
~
:.
fZl )>
a
d"'
-· 0. ., .....
>c:~('1) ~ ~ ~ ::::!. 3 ::t. ;;s~,__......, =n 2. ~ en cn gr v.>. 1.,0 ('1) < ~...... v.>2 oog-;!l. • ('1)
c: 3 ~en ..... ::s ~
~ 3~ ~ ~3 ~~
en !! ,...,c~ 0 ,__ ~~ v.> v.> -,_.,c: ..... ~ e. S> ~gra o ..... ::s_s
"'
::r:
:-·
0..
s..
~ 0 c: ..... ..... - r.- ~ ::s g- ~ ('1) c.:::: > v.>..., ::t. ~ 0 ,__ ~ '<
N
e. ::s
00
00
N
e. ::s
,....,
,.,c:
'Jj
::r ('1) 0
~ 0 c: ..... ..... - r.- ~ ::s g- ~ ('1) c.:::: > v.>..., ::t. ~ 0 ,__ ~ '<
s..
::r:
:-·
"'
0..
....,
;·
0
en !! ,...,c~ 0 ,__ ~~ v.> v.> -,_.,c: ..... ~ e. S> ~gra o ..... ::s_s
~.
::r: ~ ~
c: 3 ~en ..... ::s ~
~ 3 ~ 3
~ 3~ ~ ~3 ~~
t:
0
3
g N0..., ::I: ....3 , "'0 ..., ..., v.>
9!_
('1)
:;:;:
3
('1)
c:::
>c:~('1) ~ ~ ~ ::::!. 3 ::t. ;;s~,__......, =n 2. ~ en cn gr v.>. 1.,0 ('1) < ~...... v.>2 oog-;!l. • ('1)
-· 0. ., .....
a.~~ ~ o -.l
d"'
:.
~
•VI
a
~-
=o ~'0 s-a en Po)
-· (";)
v.>
:r -.,
cn
:::r
"'0= Po)
a :r "
"-·--·
~
3
'-'t:'ll ~
,....,.---~--
R:: .., Iii :::t ~ c::
fZl )>
..... 3('1)
IlL:
:;:t
c:: :oo;c::: 3
s:::
rn Q. Ci)•
-·
~
:=!:
1\,)
8
co
----
LAMPIRAN: Aneka Proposal Penel.tian Mahasiswa di FH UKSW
NIM
Judul Proposal Penelitian
Rumusan Masalab
Jenis Penelitian
Metode Penelitian Pengumpulan Data
31200304X
Dasar Pertimbangan Hakim Dalam Menjatuhkan Putusan Penolakan Atas Gugatan Perceraian Dalam Perkara No.l301PDT/G/2007
Faktor-faktor apakah yang menjadi pertimbangan Majelis Hakim Pengadilan Agama Salatiga dalam menjatuhkan putusan penolakan terhadap perkara perceraian No. 130/Pdt.G/2007/PA.Salatiga?
Berorientasi sosiolegal dengan jenis penelitian yuridis normatif
• data primer : penelitian lapangan (wawancara langsung) • data sekunder: literatur, peraturan perundangundangan, putusan
31200400X
Pengaturan Kekerasan Dalam Rurnah Tangga (KDRT) di Indonesia
• Apakah KUHPidana mengandung asas-asas yang ada pada UU No. 23 Tahun 2004 tentang Penghapusan KDRT? • Bagaimana rasionalisasi dari Pembentukan UU No. 23 Tahun 2004 tentang KDRT?
Metode pendekatan perundangundangan (statute approach)
• Bahan hukum primer: bersifat otoritatif yaitu KUHPidana & UU No. 23 Tahun 2004 tentang KDRT • Bahan hukum sekunder: publikasi tentang hukum yang bukan dokumen
~ngadilan
resmi
31200200X
Tinjauan Yuridis Terhadap Pengakuan Hutang Dalam Peljanjian Kredit Bank
• Bagaimana tinjauan yuridis pengakuan hutang dalam peljanjian kredit Bank dalam praktek perbankan? • Bagaimana hak dan kewajiban para pihak terhadap pengakuan hutang dalam peljanjian kredit Bank? • Apakah setiap transaksi pengakuan
Penelitian hukum normatif & penelitian hukum empiris, dengan jenis penelitian eksploratif
• Data primer: proses pengakuan hurang, bagaimana prosedur perjanjian kredit Bank, dll. • Data sekunder: (i) bahan hukum primer & (ii)
Unit Arnatan & Unit Analisis • unit analisis: dasar pertimbangan hakim • unit amatan pengadilan <>gama, rnajelis hakim, pihak terkait
----
• Unit amatan KUHPidana. UU No.23/2004 putusan pengadilan, risalah sidangKDRT • Unit analisi' asasasas yang ada di dalam UU No.23/2004 & KUHPidana. landasan lahimya UL No.23 Tahun2004
06
·imiU:Ul:ifiliS::m Ul!Su::~p treSI!lCq.t:q :Jw,{ t[IU::JI!P -~ep depetpal 8JS::IUopUJ ql!lU~ trelJunpU!fJ:Id 'sva,m lJtr!dd~t~aAO lfll!liS'W depetp:.ll (CUOJWUI:IJUJ UQ.ltQIU:ld :s!S!(Ctre l!UG • ·np 6L6l unqeJ. 8JSA8f8W tne( lfllACJ!/1:\ smea m::~d '0~61 UlllfllJ. p ·oN did M 'L~61 epuenr Jstmlf:lf:.la :umewe l!UG • ·wmuata:l( .reSStre(aw lJtre,{ W("lf!'·lref:l(! w:Jw,{euad depetpal Id)f tresell:\e8uad treeUilS:l(llpd :SJS!Jillre l!UG • JSIA::IJ::IJ UUJWlS 'trelJuepun -'ilwpuruad UeJfileJ:.ld 'ld)f :umewe l!UG •
.....
lfll(esetu Ul!SnWtU tre8uap tml!ID(J:X{ :Jw,{ !sd!-D(S-!Sd!D(S 'IU{Ilq -tn(nq :JapUIU(:.lS l!lea • ~'~!S::IUOPUI
w CJSAilfllW s.-.qnp::~)f ue:Ju::~p 8uns8tref rue:>trell:\811:\ :J::IW!Jd eJCQ • ·np wSuepun-Suepiii:iliid UlllfileJOO 'm"!Wtn(Op -uawn:l(op 'IU{Ilq·IU{Ilq JJJadas 'Ul!l!:l(1!lsnda:l( !PfilS :JapUIU(as mea • JS!A:.l(:.ll WJ:l(! w8ue.<euoo JCU:.l8uaw {d)f l!C:lflal :l(llqJd -:l(llQ!d w8uap 8uns8tref rue:>tre/1:\llll:\ :J::IW!Jd mea • 1 lfll!WI! eJGii:l( 'flreq l!P:.ll:lf WJftre!JOO WllJ!!p 8tretnq tretn(ll8uad lfll(esetu WJilS::IJ:.lAUOO WfJpelJU:.ld WSUlfid 'Ul!SuniJ8treJ. 'lllHM '0981 pe[qpems 'tre:l(treqJad M 'elepl'iJdG)f ~nd!Iaw 'JapUIU(aS wn:l(nq wqeq
i.Id)f treselt\elluad ueeui:!S:lfll(ad tequre~uaw 8w,{ CAllS roe JOl:l(llJ-JOl:ljll.1 • i,ll!88tre(::IW Sue,{ Wf:lf!-Wl'f! Ul!SwA:euoo depetp::~J Id)f uese/1:\e:Juad ~tad truewJellea •
J!llllO(dqa Ull!l!J::IUOO SJUaf w:Juap 'SJlJO{OJSOS S!P!JUA
i.llDIN !J!!p qeA:eJ!/1:\ gmfuaw deJ::~Jtnqasm qe,{et!M .re8e lfll(llqWV qeA:e(l/1:\ sme I!JS::~uopur WJI!('f lJUfi:l(UpU::IW 8tre,{ (l:lUOJWUI:IlUJ Wtn(UQ JaqUIDS-J:.lqWUS lfll:l(lldV • i,ll:l(CqUI\f JS::ISUO'f treW/1:\C:l( !P L aN uep 9 aN 'f018 undnew te(eqwv qeA:eJ!M ueqrun,asa'l sme JtnlOJWUl:.llUJ Wtn(nlJ W:ljll!S!!pJaq lfllS 8tre,{ WJC(:l( !'I!(JW::IW ll!sACJilW qe:ljlldy •
J!lelOJd:lj:.l Ull~JJ::IUOO S!uaftre:Juap 'J!JilWlOU S!IJ!JUA
(leteqwv tne1 :lfOI8 ma:l{lJuas epro snse)f !PfilS) llJSAil(llW ueefeJa)f uep llJSauoput l!ll!lUV seaJV WJil!J 8uJddepaAQ
ISIA:.l!::IJ. WPfl treleJAU:.ld depeql::IJ. llJS::IUOpUJ trereJAU:.ld !SJWO)f tresell:\elJU:.ld tretrui!S"lfll{:.ld
X~IOOOZI£
XVOWO<:I£
l.l!p:.ll:l( tre!ftre!Jad ttruqJp qepns und!'ls.-.w (!ftref .re:ljlJu!) !Wlsaldtre/1:\ Jnt!qap enqroe '!tre8 lJ::IJO trlJ.ll1l".lllll!P 8w,{ roe Wtn(nq e,{edn • l,WUJW!lf tre:l{U(J:Id!P :lftre8 lJpal'f tre!ftre!Joo we(llp 8umnq
·
"•iifi-&w·
• Alasan-alasan apa yang melatarbelakangi timbulnya reklamasi pantai boulevard Manado bagi kepentingan sektoral? • Bagaimana bentuk-bentuk penyelesaian hukum terhadap warga dan usahanya?
Pengadaan Tanah Untuk Reklamasi Pantai Boulevard Manado
31200208X
• Apa yang dilakukan oleh Pemerintah Kota Surakart.a dalam upaya memberikan perlindungan hukum benda-benda eagar budaya di Kota Surakarta? • Faktor-faktor apa yang mempengaruhi pelaksanaan perlindungan hukum terhadap benda-benda eagar budaya di Kota Surakarta oleh Pemkot Surakarta?
Perlindungan Hukum Terhadap Benda Cagar Budaya di Kota Surakarta
31200401X
• Apakah status hukum benda bergerak (mobil) yang merupakan hasil tindak pidana Perkara Nomor 24/Pid.B/2007/PN.SAL yang disita oleh Penyidik Po !res Salatiga
Status Hukum Benda Bergerak Yang Merupakan Hasil Tindak Pidana dalam Perkara Nomor 24/Pid.B/2001/PN .SAL yang disita oleh Penyidik Polres Salatiga
31200400X
n
• Unit amatan: l'erkara • Bahan hukum primer: Yuridis normatif, Nomor KUHAP&KUHP dengan jenis 24/Pid.B/200~ PN .SA penelitian ekploratif • Bahan hukum sekunder: L, penetapan putusan Perkara Nomor Pengadilan N( 24/Pid.B/2007 /PN .SAL, 89/Pen.Pid/ 2006 penetapan Pengadilan PN.SAL No. 89/Pen.Pid/ 2006 • Unit analisis: prosedur PN .SAL, sural tuntutan penyitaan benda No. Reg. Perkara : PDMbergerak, alasan/sebab 03/SALTI!ep.l/01/2007 tidak tercantumnya beberapa benda bergerak yang disita, status hukum henda bergerak • Data primer: wawaneara • Unit Analisis: Yuridis sosiologis, Perlindungan l'!ukum dan observasi dengan dengan jenis Terhadap Benda Dinas Pariwisata Kota penelitian Cagar Budaya Di Surakarta dll. eksploratif Kota Surakan a • Data sekunder: buku• Unit Amatan: buku, peraturan Pemerintah K.lta perundang-undangan & Surakarta. literatur ilmiah terdiri dari bahan hukum primer, bahan hukum sekunder & bahan hukum tersier. • Data primer: wawaneara Yuridis sosiologis, dengan pemilik tanah dan dengan jenis pemilik usaha. penelitian deskriptif • Data sekunder: pendapatanalisis pendapat atau tulisan para ahli & peraturan perundang-undangan
• Unit amatan: pemerintah Sulawesi Utara, korban penggusuran, Pamong Praja, Pemkor Manado • Unit analisis: perlindungan hukum bagiJ>ara pemilik
06
·imiU:Ul:ifiliS::m treSI!lCq.t:q :Jw,{ t[IU::JI!P -~ep depetpal 8JS::IUopUJ ql!lU~ trelJunpU!fJ:Id 'sva,m lJtr!dd~t~aAO lfll!liS'W depetp:.ll (CUOJWUI:IJUJ UQ.ltQIU:ld :s!S!(Ctre l!UG • ·np 6L6l unqeJ. 8JSA8f8W tne( lfllACJ!/1:\ smea m::~d '0~61 UlllfllJ. p ·oN did M 'L~61 epuenr Jstmlf:lf:.la :umewe l!UG • ·wmuata:l( .reSStre(aw lJtre,{ W("lf!'·lref:l(! w:Jw,{euad depetpal Id)f tresell:\e8uad treeUilS:l(llpd :SJS!Jillre l!UG • JSIA::IJ::IJ UUJWlS 'trelJuepun -'ilwpuruad UeJfileJ:.ld 'ld)f :umewe l!UG • Ul!Su::~p
.....
J!lelOJd:lj:.l Ull~JJ::IUOO S!uaftre:Juap 'J!JilWlOU S!IJ!JUA
i.llDIN !J!!p qeA:eJ!/1:\ gmfuaw deJ::~Jtnqasm qe,{et!M .re8e lfll(llqWV qeA:e(l/1:\ sme I!JS::~uopur WJI!('f lJUfi:l(UpU::IW 8tre,{ (l:lUOJWUI:IlUJ Wtn(UQ JaqUIDS-J:.lqWUS lfll:l(lldV • i,ll:l(CqUI\f JS::ISUO'f treW/1:\C:l( !P L aN uep 9 aN 'f018 undnew te(eqwv qeA:eJ!M ueqrun,asa'l sme JtnlOJWUl:.llUJ Wtn(nlJ W:ljll!S!!pJaq lfllS 8tre,{ WJC(:l( !'I!(JW::IW ll!sACJilW qe:ljlldy •
(leteqwv tne1 :lfOI8 ma:l{lJuas epro snse)f !PfilS) llJSAil(llW ueefeJa)f uep llJSauoput l!ll!lUV seaJV WJil!J 8uJddepaAQ
X~IOOOZI£
J!llllO(dqa Ull!l!J::IUOO SJUaf w:Juap 'SJlJO{OJSOS S!P!JUA
i.Id)f treselt\elluad ueeui:!S:lfll(ad tequre~uaw 8w,{ CAllS roe JOl:l(llJ-JOl:ljll.1 • i,ll!88tre(::IW Sue,{ Wf:lf!-Wl'f! Ul!SwA:euoo depetp::~J Id)f uese/1:\e:Juad ~tad truewJellea •
ISIA:.l!::IJ. WPfl treleJAU:.ld depeql::IJ. llJS::IUOpUJ trereJAU:.ld !SJWO)f tresell:\elJU:.ld tretrui!S"lfll{:.ld
XVOWO<:I£
lfll(esetu Ul!SnWtU tre8uap tml!ID(J:X{ :Jw,{ !sd!-D(S-!Sd!D(S 'IU{Ilq -tn(nq :JapUIU(:.lS l!lea • ~'~!S::IUOPUI
w CJSAilfllW s.-.qnp::~)f ue:Ju::~p 8uns8tref rue:>trell:\811:\ :J::IW!Jd eJCQ • ·np wSuepun-Suepiii:iliid UlllfileJOO 'm"!Wtn(Op -uawn:l(op 'IU{Ilq·IU{Ilq JJJadas 'Ul!l!:l(1!lsnda:l( !PfilS :JapUIU(as mea • JS!A:.l(:.ll WJ:l(! w8ue.<euoo JCU:.l8uaw {d)f l!C:lflal :l(llqJd -:l(llQ!d w8uap 8uns8tref rue:>tre/1:\llll:\ :J::IW!Jd mea • 1 lfll!WI! eJGii:l( 'flreq l!P:.ll:lf WJftre!JOO WllJ!!p 8tretnq tretn(ll8uad lfll(esetu WJilS::IJ:.lAUOO WfJpelJU:.ld WSUlfid 'Ul!SuniJ8treJ. 'lllHM '0981 pe[qpems 'tre:l(treqJad M 'elepl'iJdG)f ~nd!Iaw 'JapUIU(aS wn:l(nq wqeq
l.l!p:.ll:l( tre!ftre!Jad ttruqJp qepns und!'ls.-.w (!ftref .re:ljlJu!) !Wlsaldtre/1:\ Jnt!qap enqroe '!tre8 lJ::IJO trlJ.ll1l".lllll!P 8w,{ roe Wtn(nq e,{edn • l,WUJW!lf tre:l{U(J:Id!P :lftre8 lJpal'f tre!ftre!Joo we(llp 8umnq
-·
"•iifi-&w·
31200400X
Status Hukum Benda Bergerak Yang Merupakan Hasil Tindak Pidana dalam Perkara Nomor 24/Pid.B/2001/PN .SAL yang disita oleh Penyidik Polres Salatiga
• Apakah status hukum benda bergerak (mobil) yang merupakan hasil tindak pidana Perkara Nomor 24/Pid.B/2007/PN.SAL yang disita oleh Penyidik Po !res Salatiga
Yuridis normatif, dengan jenis penelitian ekploratif
31200401X
Perlindungan Hukum Terhadap Benda Cagar Budaya di Kota Surakarta
• Apa yang dilakukan oleh Pemerintah Kota Surakart.a dalam upaya memberikan perlindungan hukum benda-benda eagar budaya di Kota Surakarta? • Faktor-faktor apa yang mempengaruhi pelaksanaan perlindungan hukum terhadap benda-benda eagar budaya di Kota Surakarta oleh Pemkot Surakarta?
Yuridis sosiologis, dengan jenis penelitian eksploratif
31200208X
Pengadaan Tanah Untuk Reklamasi Pantai Boulevard Manado
• Alasan-alasan apa yang melatarbelakangi timbulnya reklamasi pantai boulevard Manado bagi kepentingan sektoral? • Bagaimana bentuk-bentuk penyelesaian hukum terhadap warga dan usahanya?
• Bahan hukum primer: KUHAP&KUHP • Bahan hukum sekunder: putusan Perkara Nomor 24/Pid.B/2007 /PN .SAL, penetapan Pengadilan No. 89/Pen.Pid/ 2006 PN .SAL, sural tuntutan No. Reg. Perkara : PDM03/SALTI!ep.l/01/2007
• Data primer: wawaneara dan observasi dengan Dinas Pariwisata Kota Surakarta dll. • Data sekunder: bukubuku, peraturan perundang-undangan & literatur ilmiah terdiri dari bahan hukum primer, bahan hukum sekunder & bahan hukum tersier. • Data primer: wawaneara Yuridis sosiologis, dengan pemilik tanah dan dengan jenis pemilik usaha. penelitian deskriptif • Data sekunder: pendapatanalisis pendapat atau tulisan para ahli & peraturan perundang-undangan
• Unit amatan: l'erkara Nomor 24/Pid.B/200~ PN .SA L, penetapan Pengadilan N( 89/Pen.Pid/ 2006 PN.SAL • Unit analisis: prosedur penyitaan benda bergerak, alasan/sebab tidak tercantumnya beberapa benda bergerak yang disita, status hukum henda bergerak • Unit Analisis: Perlindungan l'!ukum Terhadap Benda Cagar Budaya Di Kota Surakan a • Unit Amatan: Pemerintah K.lta Surakarta.
• Unit amatan: pemerintah Sulawesi Utara, korban penggusuran, Pamong Praja, Pemkor Manado • Unit analisis: perlindungan hukum bagiJ>ara pemilik
n•
)ji(!W;;!• :UI1lt1W11lfUf1 • 8 flt1f !Uld ut"!p op:J t,, qnljnp '!!llJ11M t1l
w ;• .rn..< ede JOlJt1:lJ -JOIY c:J mq!ll~8U;JW )jfilUl :SISI{I1Uili!Uf1 • OJd'ilN qn:-rnp 1 'f'!!Je,\se~'\1 u11p 8 ner ; nnfuq fll'1d (1?pll' :UBIPWI1 llUfl • IE)jllli1AS1:JW UI1Ul/'<\ll)jl:ld wmp 1 Ulll.!UBS)j11pd Wl?JI" l!l1)(l:ll ljtn{ld B.lF • :ut?IBWl:J liUJl • --I
11.m::lUI1MI1M :J~W!Jd 11111Q •
UI18U~p
lll~:p!u~s UBiesap..
£.8 flllf Sunfuel Jllld ue8u~p OJ~SN qfl)(np eli!li1M llllUillll;)JjllU~S U'!!)jiES~p..\uaw JtfilUfl e.recb{"qll)lllplli:ld Ull)jfl)jllJ !P qeJal lilm?A e..\edn-e..<edn RU11W!11lilll8 • l,'lf!llq UllllU::lp Ul?)j!11S~J~Sl~l wnpq 8 !lllf 8unfm?l fllld m?8u~p OJ:l8 N qn)jnp e81eA\ lll~:p!u~s ue!esap..Au:lw 8ue..< qe)jlldllJOl:l(BJ-lOJJtetl •
·qe)l 'm?ueqnl 'op8N l.jll)jflQ e8Jil.M, EllllUV m?8un:p!uq llJ;;!)jllU~S snse){ !PfilS
X60£00ZI £
vL6 I unqel I ·oN J111lli11Jep 11pll lllll?A Wll)jfiq llUlJOU Ull:l!!Rqe8u:lw :lwllnwy fl)jnS lllP'!! lll:l(lllllASllW m?)jqeqaAU:lUJ lllll?A ede lOJ)jllJ-lO!)jl1 d •
ll)jflli!l u~tednqr.){ eJndejjeqw~l UlllEWR::l:l){ ;:~w8unwv nJtns lllPV ll!JtEl'11ASllW Ul?UIMll)jl~d UlllljflH
X90£00Zl £
(llll~J-O!SOS
jjue.rewas '11ZEid JU:lWUflllJ;:IJU3 !P WlljllW Ul!lnqtq llunfunllu;:~d fl)j'11(!J:ld uelluedw!,(u;:~d S'I1Jl! U!1n)jll(~)j Ul!lllU;:IqW;:Id pesepu;:~w jjue,( ede JOlJtllJ-lOl:lt'l1tl •
llm?li1W:lS 1lZll(d JU~UlUflllJ~lU3 !P Wl!JBW Ul!lnqiH aunfunllU:ld n)jl:JIU~d Ul?llUlldUlfAU~d Wl:J)llQ !80jOUfUlfl)l ISllS![llll~N flOOl
XLOZOOZI £
J!ld!J)jS
l,(ll)J!Unt{ 6(Jl1Slld JIUnU~W Ul?'lflllEAUaUJ lllll?A VW 'fl fldd){ m?Sfilnd l.jll:lfli1U~8 •
Jfill!l::ll!I 'oo3oopun-8m::p111U~d
Ul!lfil~d :J~pun)j~S
lllBQ • op8N qn)jnp !1:J)j111t1ASilW uep 8 ner Sunfuel n.Lld :J::>wpd mea •
Cl~JtiJU~S Ull!CS~pAuxt CUCW!C~t18
•
'J!llll!ll1n)l
JllElOJdS)j
'Sf80(0fSOS SfP!JllA
wn)jnq Jfill!l~I!Il 'ellm?pun-llm?pu~d m?JfileJ~d :1apun)j~S
lllllQ • 11.m:lm?Mil.\\ :J~W!Jd llll:JQ •
ilueJew~s ;U~lliUflliJ::llU3
1lunfunl1u:ld :UBlllllill IIU(} • 11 JIUnq 61 (l!'lld 666l/~'ON 1 ue1r.88uepd :SISijllUillfUfl•
m?1lu~p eJed~J
8ueqwa~ 'J~){
UllUfMI!Jtl~d
11!
BZRJ 0
fllld
X tO !OOZl £
8ulllu~•
JIJd!l)jS~p Ullll!PUOO S!U~f Ul?llU~
'S!80JO!SOS S!P!Jfl}i.
uee)\Blsnd~)j
!PfilS
:J;;~pun)j~S
l:Jll:JQ •
M~!Al~lUI JU:lpu~d:lpUl
J!llllO(dS)j;) Ul:Jfl!(:lU~d SfU~f ue8u~p 'l.j:l.rll:IS~
:J:lUl!Jd llli1Q •
·liP m?8uepun -8 uepuru~d Ul!lfill!lOO 'Uee)jRJsndlad fl}(nq
t{R(RSJ:lq lflOJ~lll1;)
JnOJ~E;) t{~JO
U'l1'lffl)j'I11!P
············-·····-·---····
31200. 7 0X
Pencgakan Hukum Pemerintah Kota Semarang Terhadap PSK Jalanan (Studi Kasus di Jalan Pemuda, Jalan Ahmad Yani, Tawang, dan Jalan Pandanaran)
31200460X
Tinjauan Yuridis Pelaksanaan Waralaba di Primagama Yogyakarta Berdasarkan Peraturan Pemerintah No. 16 Tahun 1997 tentang Waralaba
31200:< lOX
Studi Kasus Perlindungan Hukum Korban Kecelakaan Tabrak: Lari di Wilayah Hukum Salatiga yang ditangani Satlantas Po Ires Salatiga
---3120031J8X
• Bagaimana penegakan hukum Pemerintah Kota Semarang terhadap peketja seks komersial jalanan? • Faktor-faktor apa yang menajdi penyebab PSK tetap menjajakan diri meski telah sering tertangkap dalam razia (!Olisi pamong (!raja? • Bagaimana pelaksanaan waralaba di Primagarna Yogyakarta apabila dilihat dari ketentuan yang ada dalam PP No. 16 Tahun 1997 tentang Waralaba?
Yuridis sosiologis, dengnan jenis penelitian eksploratif
• Data primer: observasi/penelitian lapangan dan wawancara • Data sekunder:
Yuridis normatif, jenis pcnelitian deskriptif analitis
• Data primer: wawancara dengan Direktur Utama Prirnagama dan Kadinas Perindustrian & Perdagangan DIY • Data sekunder: studi pustaka
Eksploratif
• Bahan hukum primer: peraturan perundangundangan • Bahan hukum sekunder: kepustakaan, buku-buku, literatur hukum.
-
Analisis Terhadap Putusan KPPU No.02/KPPU-LI2005 tentang Kasus Minus Margin yang
• Bagaimana perlindungan hukum bagi korban kecelakaan tabrak lari oleh Satlantas Polres Salatiga? • Hambatan-hambatan apa saja yang muncul dalam memberikan perlindungan hukum terhadap korban kecelakaan tabrak Iari yang ditangani oleh Satlantas Polres Salatiga? • Bagaimana cara mengatasi hambatanhambatan yang muncul dalam memberikan perlindungan hukum terhadap korban kecelakaan tabrak Iari yang ditangani oleh Satlantas Po Ires Salati a? • Bagaimana prak:tek persaingan usaha minus margin yang dilakukan oleh Carrefour?
....... Penelitian hukum normatif, dengan jenis penilitian
• Data primer: observasi dan wawancara • Data sekunder: buku-
tanah & usaha, keputusan Mendagri dll. • Unit Amatan: PSK, Perda Dan Satuan Polisi Pamong Praja
• Unit amatan: peraturan perundangundangan tentang waralaba • Unit analisis: pelaksanaan waralaba di PrimagamaYogyakart a • Unit amatan: dokumen kasus tabrak lari, peraturan perundang-undangan • Unit analisis: perlindungan hukwu terhadap korban kecelakaan tabrak lari di wilayah hukum Polres Salatiga oleh Satlantas Polres Salatiga
• Unit amatan: putusan KPPU, PN, MAdan UUNo.S/1999
92
j
J
Abstract
2
95
Gardner, Bryan A., Black's Law Dictionary, West Group, USA, 1999. Susanti Adi Nugroho, Sejarah dan Pelaksanaan Eksaminasi di Lingkungan Peradilan, dalam Wasingatu Zakiyah, et. all. (editor), Eksaminasi Publik Partisipasi Masyarakllt Mengawasi Peradilan, ICW, Jakarta, 2003.
Dalam praksis peradilan, telah dilembagakan eksaminasi sebagai mekanisme internal control yang dilakukan oleh instansi atau pejabat atasan terhadap putusan yang dijatuhkan oleh majelis hakim. Secara etimologis, eksaminasi (examination) berarti an investigation, search, inspection atau interrogation. 1 Dalam konteks ini, eksaminasi bertujuan untuk mengetahui sejauh mana pertimbangan hukum dari hakim yang memutus perkara tersebut telah sesuai dengan prinsip-prinsip hukum dan apakah prosedur hukum acaranya telah diterapkan dengan benar, serta 2 apakah putusan tersebut telah menyentuh rasa keadilan masyarakat. Dari optik ini, eksaminasi dipumpunkan pada pemenuhan keadilan secara prosedural - karena hukum tunduk pada ke-rigid-an prosedur yang telah ditetapkannya sendiri agar legally secure, dan pemenuhan keadilan secara substansial - karena hakekat hukum adalah menghadirkan keadilan untuk
Key Words: Case Law Analysis; Procedural Justice; Substantive Justice
Law students will always face the problems ofjustice during their academic life. Meanwhile, the very idea ofjustice itself was the most prominent issue laid on the judicial decisions. Concomitant with this condition, case law analysis is the most important part of learning method in law faculty. The reason is that law students will have an insight about how the dynamic concept ofjustice which is abstract in nature to be applied in a concrete case. By case law analysis law students will be encouraged to study critically and thoroughly the choosen doctrine in judicial reasoning employed by judges in deciding a concrete case before him in order to realize the idea ofjustice, not only procedural but also substantive.
Tri Budiyono
EKSAMINASI PUTUSAN PENGADILAN (Mengembaogkan Diskursus Keadilan, dari Ruang Pengadilan ke Ruang Perkuliahan)
Juma/1/mu Hukum REFLEKSI HUKUM Edisi April 2008