Kesediaan Membayar Untuk Premi Perlindungan Kesehatan di Kota Banda Aceh Ikhsan Fakultas Ekonomi Universitas Syiah Kuala (
[email protected]) Yosi Rizal Irawan Fakultas Ekonomi Universitas Syiah Kuala
ABSTRACT Health is very important for human being to live properly. On the micro side, there are a relationship between good health and productivity. People who have good health can improve their knowledge and their productivity. As a result, they can get a higher income. Conversely, people who have bad health cause increasing to work efectively. Therefore, they will get a lower income. On the macro side, people who have good health give a contribution on declining of poverty, economic growth, and economic development. Hence, a good health care can make community to get better health status so that they can improve the productivity, income per capita and economic growth. Aceh Health Insurance Program (JKA) is a health care program for Acehnese people. The purpose of the program is to give the communtiy to get free health service. However, this program still face some constrains because of the allocation of government expenditure for this program is limited. Ideally, the community should play a role in health protection programs through insurance premiums so that it can support proggram health services provided by the government. The aim of this study is to know the community willingness to pay (WTP) for health premium and the factors that influence the WTP. This research is conducted in Banda Aceh and uses purposive sampling to collect cross section data. Base on Slovin formula, the appropriate samples for this research is 100 respondent. Ordinary Least Square (OLS) is used to estimate the model. In summary, this study shows that community income and number of family members have a positive and significant effect on WTP. Base on the F-test, we can conclude that community income and number of family members togetherness influence the WTP for health insurance premium. The implication of the finding is that the government can take health insurance premiun from the community base on the ability to pay community in order to get more budget for health which is used to give a better health service. To obtain the best result it is proposed another research that uses more variables into the model such as level of education and community age. Keywords: Aceh Health Insurance Program (JKA), Health Insurance Premiums, Willingness to Pay.
1
Pendahuluan Kesehatan masyarakat merupakan salah satu modal utama pembangunan bangsa karena kesehatan dan kondisi ekonomi saling mempengaruhi. Dari sisi mikro, individu dan keluarga yang sehat adalah dasar dari produktifitas kerja dan dapat meningkatkan ilmu pengetahuan yang memungkinkan untuk mendapatkan penghasilan yang lebih tinggi. Sebaliknya kesehatan yang buruk akan menyebabkan menurunnya kemampuan untuk bekerja dengan efektif dan mendapatkan penghasilan yang lebih sedikit. Dari sisi makro penduduk dengan tingkat kesehatan yang baik merupakan faktor penting menurunkan angka kemiskinan, peningkatan pertumbuhan ekonomi dan pembangunan ekonomi. Oleh karena itu pelayanan kesehatan yang baik akan memberikan manfaat bagi individu dan masyarakat secara menyeluruh terhadap derajat kesehatan yang lebih baik sehingga dapat meningkatkan produktifitas, pendapatan perkapita dan pertumbuhan ekonomi. Pembangunan di bidang kesehatan merupakan bagian dari pembangunan nasional. Undang-Undang Dasar 1945 Pasal 28H dan Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1992 Tentang Kesehatan, menetapkan Kesehatan adalah hak fundamental setiap negara warga. UndangUndang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan
juga mengisyaratkan bahwa setiap
individu, keluarga dan masyarakat berhak memperoleh perlindungan terhadap kesehatannya, dan negara bertanggung jawab mengatur agar terpenuhi hak hidup sehat bagi penduduknya termasuk bagi masyarakat miskin dan tidak mampu. Oleh karena itu pemerintah bertanggung jawab dalam hal penyedian sarana dan prasarana kesehatan. Pada tahun 2005, pemerintah mengambil kebijakan strategis untuk memberi pelayanan kesehatan gratis bagi rakyat miskin. Program ini menjadi Program Jaminan Pemeliharaan Kesehatan Miskin (PJPKM) yang populer dengan sebutan Askeskin. Kemudian pada tahun 2008 program Askeskin ini diubah namanya menjadi Jaminan Kesehatan Masyarakat (Jamkesmas) dengan tidak mengubah jumlah sasaran. Program ini bertujuan untuk memberi akses pelayanan kesehatan kepada masyarakat sangat miskin, miskin dan mendekati miskin yang kesemuanya mencapai 76,4 juta jiwa pada waktu tersebut. Penyelenggaraan program ini melibatkan beberapa pihak yaitu Pemerintah Pusat (Departemen Kesehatan), Pemerintah Daerah, Pengelola Jaminan Kesehatan (PT.Askes), dan Pemberi Pelayanan Kesehatan (PPK) yaitu Puskesmas dan Rumah Sakit dimana masingmasing pihak memiliki peran dan fungsi yang berbeda dengan tujuan yang sama yaitu mewujudkan pelayanan kesehatan dengan biaya dan mutu yang terkendali. Namun program 2
kesehatan seperti Asuransi Kesehatan (Askes) dan Jaminan Kesehatan Masyarakat (Jamkesmas) , di sejumlah daerah belum berjalan maksimal.
Oleh
karena
itu
Pemerintah Aceh berupaya untuk memberikan pelayanan kesehatan yang optimal kepada masyarakatnya melalui Program Jaminan Kesehatan Aceh (JKA). Program ini merupakan program perlindungan kesehatan untuk seluruh masyarakat Aceh yang bertujuan untuk mensejahterakan seluruh kalangan masyarakatnya dengan mendapatkan perlindungan kesehatan gratis yang penerapannya di berlakukan pertama sekali pada tahun 2010. Sampai saat ini, seluruh premi anggota JKA masih dibayar oleh pemerintah. Padahal dalam sistem Asuransi Kesehatan, premi merupakan kewajiban yang umumnya dibebankan kepada anggota asuransi, baik individu maupun keluarga. Sehingga dengan alokasi anggaran dari pemerintah yang relatif terbatas untuk program JKA, maka dalam pelaksanaannya program ini masih mengalami berbagai kendala terutama penyedian fasilitas pelayanan kesehatan . Oleh karena itu agar pelayanan kesehatan lebih optimal dan sesuai dengan harapan masyarakat perlu kajian untuk
melihat bagaimana keinginan masyarakat untuk
membayar premi perlindungan kesehatannya untuk mendukung program pelayanan kesehatan yang disediakan oleh pemerintah. Menurut UU RI no 36 Tahun 2009, menyebutkan bahwa kesehatan adalah keadaan sehat, baik secara fisik, mental, spritual maupun sosial yang memungkinkan setiap orang untuk hidup produktif secara sosial dan ekonomis. Sedangkan Pengertian Kesehatan menurut Organisasi Kesehatan Dunia (WHO; 1948)
adalah sebagai suatu keadaan fisik, mental, dan
sosial kesejahteraan dan bukan hanya ketiadaan penyakit atau kelemahan. Menurut Yoesvita (2011) kesehatan sangat penting bagi semua orang dan merupakan
investasi yang sangat mahal. Kesehatan merupakan investasi sumber daya
manusia yang sangat berharga dari segalanya. Masyarakat dengan tingkat kesehatan yang baik, dapat meningkatkan produktifitas yang pada gilirannya akan meningkatkan daya saing bangsa. Menurut (Fogel, 1997; Grossman, 2000), perhatian terhadap keadilan dalam hasil (outcomes) kesehatan timbul karena secara universal kesehatan diterima sebagai merit good, sehingga setiap individu mengabaikan kemampuan untuk membayar (ability to pay). Di dalam pasar perawatan kesehatan, masalah keadilan dimanifastasikan dengan tersedianya subsidi yang besar atau penyediaan perawatan kesehatan secara langsung. Subsidi untuk kesehatan penting karena secara nyata seorang individu membutuhkan sejumlah dana untuk modal kesehatan agar tetap bertahan hidup
3
Perawatan kesehatan dapat diperdagangkan di pasar, sementara kesehatan tidak bisa diperdagangkan. Inilah perbedaan yang sangat penting antara kesehatan dan perawatan kesehatan. Menurut Arrow (1963), perbedaan ini penting karena di dalam dunia nyata hanya pasar untuk perawatan kesehatan yang diamati. (Claxton, et al.,2006), mengatakan walaupun orang memperdagangkan kesehatan dengan komoditi lainnya sepanjang waktu, namun tidak ada pasar diamana penjual dan pembeli mempertukarkan kesehatan. Walaupun demikian, Arrow (1963) mengatakan ada bebrapa kategori teori ekonomi yang berkaitan dengan perawatan kesehatan seperti demand and supply, uncertainty, informasi asymmetry, dan harga perawatan kesehatan. Permintaan terhadap perawatan kesehatan berbeda dengan permintaan terhadap barang-barang lainnya karena datangnya sakit tidak beraturan dan tidak bisa diprediksi. Konsumsi dari perawatan kesehatan terutama pencegahan terhadap penyakit atau preventif sering sejalan dengan eksternalitas positif. Pencegahan terhadap penyakit berbahaya atau melakukan imunisasi tidak hanya bermanfaat bagi yang melakukan akan tetapi juga bisa melindungi orang lain terhadap penyakit. Oleh karena itu individu meremehkan nilai perawatan kesehatan secara penuh. Alasan inilah maka subsidi untuk perawatan kesehatan perlu disediakan oleh negara. Perawatan kesehatan di negara-negara berpendapatan rendah biasanya gratis disediakan oleh pemerintah. Kalaupun harus membayara, bayarannya dengan harga yang murah. Sementara di negara-negara yang telah maju perawatan kesehatan dilakukan melalui pembayaran asuransi kesehatan. Kesediaan untuk membayar atau Willingness to Pay (WTP) adalah penting untuk analisis kesejahteraan. Dua pendekatan utama untuk mengestimasi
kesediaan untuk
membayar (WTP) untuk barang dibedakan adalah hedonics (Rosen, 1974) dan model pilihan diskrit (McFadden, 2000). Kedua pendekatan telah diterapkan untuk memperkirakan parameter kepentingan di bidang pembangunan, pendidikan, lingkungan, organisasi industri, tenaga kerja dan ekonomi perkotaan, termasuk WTP untuk kualitas udara, perumahan, mobil dan kualitas sekolah. Willingness To Pay (WTP) adalah kesedian pengguna untuk mengeluarkan imbalan atas jasa yang diperolehnya. Pendekatan yang digunakan dalam analisis WTP didasarkan pada persepsi pengguna terhadap tarif dari jasa pelayanan umum. Secara umum, WTP atau kemauan/keinginan untuk membayar didefinisikan sebagai jumlah yang dapat dibayarkan seorang konsumen untuk memperoleh suatu barang atau jasa. Zhao dan Kling (2005) menyatakan bahwa WTP adalah harga maksimum dari suatu barang yang ingin dibeli oleh konsumen pada waktu tertentu. Sedangkan Horowith dan McConnell (2001) menekankan 4
pengertian WTP pada beberapa kesanggupan konsumen untuk membeli suatu barang atau jasa dan pengorbanan untuk memperolehnya (Simonson dan Drolet, 2003). Menurut Hanley dan Splash dalam Anggraini (2008:29) metode Valuasi Kontingensi (Contingent Valuation Method) adalah cara perhitungan secara langsung, dalam hal ini langsung menanyakan kesediaan untuk membayar (willingness to pay) kepada masyarakat dengan titik berat preferensi individu menilai benda publik yang penekanannya pada standar nilai uang. Metode ini memungkinkan semua komoditas yang tidak diperdagangkan di pasar dapat di estimasi nilai ekonominya. Dengan demikian nilai ekonomi suatu benda publik dapat diukur melalui konsep kesediaan membayar atau willingness to pay. Metode Valuasi Kontingensi (Contingen Valuation Method) digunakan untuk mengestimasi nilai kesedian membayar dari masyarakat. CVM merupakan alat yang penting dalam melakukan penilaian terhadap lingkungan karena pasar tidak dapat menilai semua barang-barang lingkungan. Untuk memahami konsep WTP konsumen terhadap suatu barang atau jasa harus dimulai dari konsep utilitas, yaitu manfaat atau kepuasaan karena mengkonsumsi barang atau jasa pada waktu tertentu. Setiap individu ataupun rumah tangga selalu berusaha untuk memaksimalkan utilitasnya dengan pendapatan tertentu, dan ini akan menentukan jumlah permintaan barang atau jasa yang akan dikonsumsi. Permintaan diartikan sebagai jumlah barang atau jasa yang mau atau ingin dibeli atau dibayar (willingness to pay) oleh konsumen pada harga tertentu dan waktu tertentu, Perloff (2004). Menurut Shone dan McGhee (2007) yang melakukan penelitiaan tentang Pengkajian Eksplorasi Kesedian Untuk Membayar Perawatan Kesehatan di Hong Kong menyatakan bahwa dikatakan dalam setiap pendapatan pribadi mempengaruhi biaya pengobatan untuk perawatan kesehatan, Namun, bagi negara yang ada cakupan asuransi kesehatan nasional seperti Singapura, orang kurang peduli biaya pengobatan. Machmud (2008) dalam penelitiannya tentang Manajemen Mutu Pelayanan Kesehatan menyatakan pengurangan variasi pelayanan kesehatan dapat dilakukan dengan melakukan standarisasi yang meliputi penyusunan, penerapan, monitoring, pengendalian, serta evaluasi dan revisi standar. Dikuranginya variasi dalam pelayanan akan meningkatkan konsistensi pelayanan kesehatan, meningkatkan efisiensi dalam pelayanan, dan memudahkan petugas dalam pelayanan. Sudrajat dan Mardianto (2012) dalam penelitiannya “Hak Atas Pelayanan dan Perlindungan Kesehatan Ibu dan Anak (Implementasi Kebijakan di Kabupaten Bayumas)”
5
menyatakan bahwa program pelayanan kesehatan yang menjadi prioritas di Bayumas belum mencapai sasaran karena kurangnya sarana-prasaran penunjang dan koordinasi antar sektor kesehatan. Sayuti (1989) menyatakan peningkatan pendapatan suatu komunitas selalu diikuti bertambahnya tingkat konsumsi, semakin tinggi pendapatan masyarakat secara keseluruhan maka semakin tinggi pula tingkat konsumsi, demikian juga dengan konsumsi atau pengeluaran terhadap kesehatan bila semakin tingginya pendapatan yang diperoleh seseorang maka keinginan untuk menjaga kesehatannya atau keinginan (willingness to pay) terhadap kesehatan juga akan semakin besar. Lipsey, et.al (1993) mengemukakan bahwa faktor-faktor yang mempengaruhi tingkat permintaan adalah rata-rata penghasilan rumah tangga, selera, distribusi pendapatan diantara rumah tangga, dan besarnya populasi, jadi hubungan jumlah anggota keluarga dengan willingness to pay mempunyai keterkaitan dengan ketersedian seseorang untuk membayar jaminan perlindungan kesehatan karena jumlah anggota keluarga akan sangat berpengaruh terhadap biaya yang ingin dikeluarkan seseorang.
Metode Penelitian Penelitian ini di lakukan di Kota Banda Aceh. Pengambilan sampel dilakukan secara sengaja (purposive sampling). Populasi ditentukan berdasarkan jumlah Kepala Keluarga (KK) berdasarkan data BPS (2011) yaitu sebanyak 59.116 KK. Berdasarkan jumlah KK tersebut dilakukan penarikan sampel penelitian berdasarkan Rumus Slovin (Sevilla et. al, 1993:161) yaitu :
Dimana : n = sampel N = jumlah populasi e = nilai kritis (batas ketelitian) yang diinginkan Dengan populasi yang berjumlah 59.116 Kepala Keluarga (KK) dan tingkat kepercayaan 90% atau margin error 0,10 maka jumlah sampel yang dibutuhkan adalah 100 orang, dan metode analisis yang digunakan dalam penelitian ini adalah regresi liner berganda dimana penelitian ini akan melihat keinginan untuk membayar premi perlindungan kesehatan dan juga dengan analisis deskriptif untuk menjelaskan dan menggambarkan variabel yang diteliti. Selanjutnya model regresi dalam penelitian ini dapat di tulis:
6
WTP=
+
+
+
WTP = = β1, β2 = Y = F = =
Keinginan masyarakat untuk membayar Konstanta Parameter Estimasi Pendapatan Jumlah Anggota Keluarga Standar Error
Dimana:
Model tersebut akan diestimasi dengan menggunakan Ordinary Least Square (OLS). Dalam penelitian ini yang dimaksud Willingness To Pay adalah kesediaan responden untuk membayar perlindungan kesehatannya perbulan yang di ukur dengan Satuan nilai ukur rupiah dan pendapatan adalah jumlah pendapatan dari pekerjaan responden selama satu bulan yang diukur dengan rupiah, serta Jumlah anggota keluarga adalah jumlah anggota (jiwa) yang ada dalam satu keluarga meliputi suami, istri, anak dan lain-lain yang ada dalam satu rumah tangga.
Hasil dan Pembahasan Karakteristik Responden Karakteristik responden dalam penelitian ini merupakan ciri-ciri responden mengenai jenis kelamin responden, tingkat umur responden, status responden, jumlah anggota keluarga responden, pendidikan responden, pekerjaan utama responden, dan pendapatan responden dalam satu bulan. Karakteristik responden berdasarkan jenis kelamin menunjukkan bahwa responden dengan jenis kelamin laki-laki lebih banyak dari jenis kelamin perempuan dengan perbandingan 73 persen laki-laki dan 27 persen perempuan. Sementara itu jika dilihat berdasarkan usia responden yang berusia 20 sampai 25 tahun sabanyak 3 responden atau 3,0 persen, responden berusia 26 sampai 30 tahun sebanyak 46 responden atau 46,0 persen, responden berusia 31 sampai 35 tahun sebanyak 34 responden atau 34,0 persen, responden berusia 36 sampai 40 tahun sebanyak 13 responden atau 13,0 persen dan responden berusia 41 sampai 45 tahun keatas sebanyak 4 responden atau 4,0 persen. Status responden menjelaskan gambaran tentang identitas perkawinan responden yang menjadi sampel dalam penelitian ini yang terdiri dari belum menikah dan menikah dimana dalam penelitian ini sampel yang berstatus belum menikah hanya 14 responden atau 14,0 persen, dan responden berstatus menikah berjumlah 86 responden atau 86,0.
7
Jumlah anggota keluarga responden menggambarkan keadaan dalam suatu keluarga yang terdiri dari pasangan, anak dan anggota keluarga lainnya. Responden dengan jumlah anggota keluarga terbesar 3 anggota keluarga sebanyak 40 responden atau 40,0 persen, dan menyusul jumlah anggota keluarga 2 anggota keluarga sebanyak 35 responden atau 35,0 persen, sedangkan responden jumlah anggota keluarga yang paling sedikit yaitu 1 anggota keluarga sebanyak 1 responden atau 1,0 persen. Dari sisi tingkat pendidikan
tingkat, responden dengan pendidikan menamatkan
jenjang SMA (12 Tahun) sebanyak 12 responden atau 12,0 persen, pendidikan terakhir responden Diploma (15 Tahun) berjumlah 43 responden atau 43,0 persen dan responden jenjang pendidikannya Sarjana (17 Tahun) sebanyak 45 responden atau 45,0 persen. Dalam penelitian ini responden yang memiliki pekerjaan Pegawai Negeri Sipil (PNS) sebanyak 2 responden atau 2,0 persen, memiliki pekerjaan sebagai
petani berjumlah 3
responden atau 3,0 persen, pekerjaan responden bidang wiraswasta berjumlah 78 responden atau 78,0 persen dan TNI/Polri berjumlah 1 responden atau 1,0 persen, pedagang sebanyak 15 responden atau 15,0 persen dan lainnya berjumlah 1 responden atau 1,0 persen. Pendapatan responden adalah hasil dari pekerjaan responden yang di terima pada setiap bulannya. Responden yang memiliki pendapatan Rp 1.000.000 sampai Rp 2.000.000 sebanyak 27 responden atau 27,0 persen, sedangankan responden memiliki pendapatan Rp 2.100.000 sampai Rp 3.000.000 berjumlah 63 responden atau 63,0 persen, responden yang memiliki pendapatan Rp 3.100.000 sampai Rp 4.000.000 sebanyak 9 responden atau 9,0 persen dan responden yang memiliki pendapatan Rp 4.100.000 sampai Rp 5.000.000 berjumlah 1 responden atau 1,0 persen. Berdasarkan kesediaan membayar (willingness to pay), responden yang bersedia membayar per bulan Rp 10.000,- sebanyak 1 responden atau 1,0 persen, responden bersedia membayar Rp 15.000,- berjumlah 19 responden atau 19,0 persen, responden yang bersedia membayar Rp 20.000,- sebanyak 48 responden atau 48,0 persen, bersedia Rp 25.000,sebanyak 19 responden atau 19,0 persen, bersedia membayar Rp 30.000,- berjumlah 10 responden atau 10,0 persen dan bersedia membayar Rp 35.000,- berjumlah 3 responden atau 3,0 persen.
Hasil Estimasi Sebelum dilakukan estimasi, terlebih dahulu dilakukan uji asumsi klasik yang meliputi uji normalitas, uji multikolinearitas, dan uji uji heteroskedastisitas. Uji Normalitas adalah untuk menguji dalam model regresi apakah variabel dependen dan independen 8
memiliki distribusi normal atau tidak. Dalam penelitian ini uji normalitas di lakukan dengan uji Kolmogorov Smirnov, sehinggga dalam penelitian ini tidak mengalami keragu-raguan. Hasil Berikut sampel uji normalitas dengan cara uji kolmogorov Smirnov seperti diperlihatkan pada tabel 1. Berdasarkan penerapan pada uji kolmogorov smirnov bahwa jika hasil signifikan di bawah 0,05 berarti data yang di uji mempunyai perbedaan yang signifikan dengan data normal tersebut tidak normal dan jika hasil signifikan di atas 0,05 maka berarti tidak terdapat perbedaan signifikan antara data yang akan di uji dengan data normal yang berarti hasil data yang di uji normal. Dari hasil pengujian yang didapatkan Asymp. Sig. (2-tailed) 0,231 > 0,05 sehingga dapat dikatakan data berdistribusi normal.
Tabel 1 One-Sample Kolmogorov-Smirnov Test Standardized Residual N Normal Parametersa,b Most Extreme Differences
100 0E-7
Mean Std. Deviation Absolute Positive Negative
.98984745
Kolmogorov-Smirnov Z Asymp. Sig. (2-tailed) Sumber: Hasil Penelitian, 2013 (data diolah)
.104 .104 -.067 1.039 .231
Uji Multikolinearitas memiliki tujuan untuk menguji model regresi menemukan adanya korelasi variabel bebas. Bila di temukan adanya multikolinearitas, maka koefisien regresi variabel tidak tentu dan tingkat kesalahan menjadi tidak terhingga. Berikut pada Tabel 2 memperlihatkan hasil Uji Multikolinieritas. Tabel 2 Nilai VIF Variabel Bebas Variabel Bebas
Jumlah Anggota Keluarga Pendapatan Responden Sumber: Hasil Penelitian, 2013
Collinearity Statistics Tolerance VIF .988 .988
Keterangan
1.012 Non Multikolinearitas 1.012 Non Multikolinearitas 9
Menurut Tabel.2 diatas dapat di lihat bahwa model regresi tidak mengalami kendala gangguan multikolinearitas. Pada nilai toleransi variabel bebas yang lebih besar dari nilai 0,1. Pada hasil perhitungan VIF variabel bebas juga kurang dari 10. Maka dapat di simpulkan bahwa tidak adanya multikolinearitas antar variabel bebas dalam model regresi. Uji Heteroskedasitisitas memiliki tujuan untuk menguji dalam model regresi terjadi ketidaksamaan variance dari residual satu pengertian dengan pengertian lainnya, syarat yang harus di penuhi dalam model regresi adalah tidak adanya gejala Heteroskedastisitas. Ada beberapa metode dalam pengujiannya yang bisa di lakukan, dan dalam penelitian ini digunakan uji Glesjer. Uji Glesjer di lakukan dengan cara meregresikan antar variabel independen dengan nilai absolut residualnya. Jika nilai signifikan antar variabel independen dengan absolut residual lebih dari 0,05 maka tidak terjadi masalah heteroskedastisitas. Berikut pada Tabel 3 menunjukkan hasil Uji Heteroskedasitisitas. Tabel 3 Uji Heteroskedasitisitas
Model
(Constant) Jumlah Keluarga PendapatanResponden
Unstandardized Standardized Coefficients Coefficients B Std. Error Beta 1079.121 26.375 .001
1333.341 278.028 .000
.010 .166
t
.809 .095 1.651
Sig.
.420 .925 .102
Dalam Tabel 3 di atas hasil pengujian menunjukkan hasilkan mempunyai nilai signifikan ke dua variabel independen lebih dari 0,05. Dengan demikian dapat di simpulkan bahwa tidak terjadi masalah Heteroskedasitas pada model regresi. Autokorelasi adalah keadaan di mana variabel gangguan pada periode tertentu berkolerasi dengan variabel gangguan pada periode lain. Uji Autokorelasi di gunakan untuk mengetahui ada atau tidaknya penyimpangan asumsi klasik Autokerelasi yaitu korelasi yang terjadi antara satu pengamatan dengan pengamatan lain. Hasil Uji Autokolerasi dapat dilihat pada Tabel 4 berikut.
10
Tabel 4 Uji Autokorelasi Model 1
R
R Adjusted Std. Error of Durbin-Watson Square R Square the Estimate a .655 .429 .418 3867.31790 1.798
Dari Tabel 4 di atas dapat di lihat nilai durbin watson (DW) sebesar 1,798 sedangkan dari Tabel DW dengan signifikan 0,05 dan jumlah data (n)=100, serta k=2 di peroleh nilai dL sebesar 1,6337 dan dU sebesar 1,7152. Karena nilai regresi yang di dapatkan lebih besar dari nilai DW Tabel maka dapat di simpulkan tidak terdapat Autokolerasi.
Hasil Estimasi Ada dua variabel dalam penelitian ini yang akan dilakukan estimasi yaitu pendapatan responden dan jumlah angota keluarga. Adapun kedua faktor tersebut di analisis sebagai variabel bebas untuk menentukan seberapa besar nilai pengaruhnya terhadap variabel terikat yakni keinginan masyarakat untuk membayar perlindungan kesehatannya. Hasil estimasi terhadap kedua variabel ini disajikan dalam tabel 5. Tabel 5 Estimasi Hasil Regresi Linier Berganda Variabel Willingness To Pay (WTP) Variabel
Coefficients (B) (Constant) F Jumlah Keluarga Y Pendapatan Responden
3428.753 1064.723 .006
t
Sig.
1.549
.125
2.306 7.933
.023 .000
Hasil estimasi yang disajikan dalam tabel 5 menunjukkan bahwa kedua variabel baik variabel jumlah keluarga dan variabel pendapatan signifikan baik secara teori maupun secara statistik pada tingkat kepercayaan 95%. Adapun persamaan estimasi secara lengkap seperti berikut: WTP = 3428,753 + 0,006 Y + 1064,723 F Koefisien regresi pendapatan sebesar 0,006 menunjukkan bahwa setiap kenaikan pendapatan sebesar Rp 1.000.000,- maka kesediaan untuk membayar premi asuransi
11
meningkat sebesar Rp 6.000,- , sedangkan nilai koefisien regresi jumlah anggota keluarga 1064,723 menunjukkan bahwa setiap penambahan 1 anggota keluarga maka kesediaan membayar meningkat sebesar Rp 1.064,723. Uji F (uji simultan) digunakan untuk mengetahui apakah variabel-variabel yang independen secara simultan berpengaruh signifikan terhadap variabel dependen. Dengan tingkat kepercayaan yang digunakan adalah sebesar 95%. Hasil Uji F disajikan dalam tabel 6 berikut.
Model Regression Residual Total
Tabel 6 Uji Simultan (Uji-F) ANOVAa Sum of Squares df Mean Square 1092003667.071 2 546001833.536 1450746332.929 97 14956147.762 2542750000.000 99
F 36.507
Sig. .000
Dari Tabel 6 diatas nilai Fhitung sebesar 36,507 dengan nilai probabilitas Sig=0,000 lebih kecil dari nilai probabilitas 0,05 atau nilai 0,000 < 0,05. Berdasarkan hasil tersebut dapat disimpulkan bahwa variabel independen secara simultan berpengaruh
signifikan
terhadap variabel dependen atau dengan kata lain variabel jumlah anggota keluarga dan pendapatan responden secara berasama-sama berpengaruh terhadap keinginan membayar (WTP).
Penutup Hasil estimasi menunjukkan bahwa kedua variabel baik variabel jumlah keluarga dan variabel pendapatan signifikan baik secara teori maupun secara statistik pada tingkat kepercayaan 95%. Hasil Uji F, variabel independen secara simultan berpengaruh signifikan terhadap variabel dependen.
Dengan kata lain variabel jumlah anggota keluarga dan
pendapatan responden secara berasama-sama berpengaruh terhadap keinginan membayar (WTP) pada confident interval 95%. Berdasarkan persamaan estimasi, total kesediaan membayar premi asuransi atau total WTP dari 100 orang responden sejumlah Rp 2.166.645 per bulan. Keterbatasan utama dalam penelitian ini adalah jumlah sampel yang digunakan dalam penelitian ini relatif kecil. Oleh karena itu untuk pelaksanaan penelitian lebih lanjut diperlukan sampel yang lebih besar dan juga memasukkan variabel bebas lainnya seperti usia, 12
tingkat pendidikan, dan jenis kelamin kedalam model penelitian. Penelitian lanjutan dirasakan sangat penting karena dengan adanya kesediaan membayar dari masyarakat terhadap premi asuransi kesehatan akan sangat mendukung pemerintah dalam
program
pelayanan kesehatan yang disediakan oleh pemerintah dan pada gilirannya akan tersedia pelayanan kesehatan yang optimal seperti harapan masyarakat akan terwujud. Referensi Arrow, 1963. Uncertainty and the Welfare Economics of Medical Care. The American Economic Review, Volume 53, Issue 5 (Dec.,1963), 941-973. Claxton, et al., 2006. Consumer-Directed Health Care: Early Evidence About Effects On Cost And Quality. American Journal of Lifestyle MedicineSeptember/October 2006. Cookson, Richard, Willingness to paymethods in health care: a sceptical view. Health Econ. 12: 891–894 (2003) Grossman, M. (2000) . The human Capital Nodel of the Demand for Health," Published: Newhouse, Joseph P. and Anthony J. Culyer (eds.) Handbook of Health Economics. Amsterdam: North-Holland, 2000. Horowitz, J. K., and K. E. McConnell, 2001, “Willingness To Accept, Willingness To Pay and The Income Effect”, Department of Agricultural and Resource Economics, University of Maryland, pp. 1-22, http://papers.ssrn. com/paper/id=261107/ [14 Juli 2006]. J. Bacon-Shone and McGhee, An exploratory assessment of willingness to pay for health care in Hong Kong. Hong Kong Med J Vol 13 No 5 Supplement 5 October 2007 Lipsey RG, Steiner, P.O dan Purvis, D D. 1993. Pengantar Mikro Ekonomi. Erlangga. Jakarta. Machmud, Rizanda, Manajemen Mutu Pelayanan Kesehatan. Jurnal Kesehatan Masyarakat, Maret 2008 - September 2008, II (2) McFadden, D., and Train, K. (2000). Mixed MNL Models for Discrete Response. Journal of Applied Econometrics, 15, 447–470. Perloff, J. M., 2004, Microeconomics, Third Edition, Pearson Education Inc., Pearson Addison Wesley, New York, USA. Rosen, S. (1974). Hedonic Prices and Implicit Markets: Product Differentiation in Pure Hedonic Prices and Implicit Markets: Product Differentiation in Pure Competition. Sherwin Rosen. The Journal of Political Economy, Vol. 82:34-55, 1974,. R.W. Fogel, 1997. “ Using Secular Health Trends to Forecast the Scope of the Retirement and Health Problems in 2040 and Beyond,” CPE working papers 0007, University of Chicago-Center for Population Economics.
13
Sayuti, Husin 1989. Pengantar Metodologi Riset. Fajar Agung. Jakarta Simonson, I., and Aimee Drolet, 2003, “Anchoring Effects on Consumers’ Willingness To Pay and Willingness To Accept”, Research Paper Series No. 1787, Stanford Graduate School of Business, http://papers.ssrn.com/, pp.1-38 [14 Juli 2006]. Undang-Undang Kesehatan Republik Indonesia Nomor 36 Tahun 2009 Tentang Kesehatan WHO, 1948. Official Records of the World Health Organization, no. 2, p. 100 and entered into force on 7 April 1948. WHO Constitution Zhao, J., and Catherine L. Kling, 2004, “Willingness To Pay, Compensating Variation, and the Cost of Commitment”, Economic Inquiry, Vol. 42, No. 3, July 2004, pp. 503517.
14