TERMS OF REFERENCE / KERANGKA ACUAN KERJA SEMINAR PUBLIK Eksaminasi Putusan Komisi Pengawas Persaingan Usaha No. 08/KPPUI/2014 tentang Dugaan Pelanggaran Pasal 5 ayat (1) dan Pasal 11 Undang-undang No. 5 Tahun 1999
A.
Latar Belakang Pada tanggal 12 Mei 2014, Komisi Pengawas Persaingan Usaha Republik Indonesia (“KPPU”) membacakan Laporan Dugaan Pelanggaran (“LDP”) perkara Nomor 08/KPPU-I/2014 terkait adanya dugaan pelanggaran terhadap Undang-Undang No. 5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktik Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat (“UU No. 5/1999”) dalam Industri Otomotif terkait Kartel Ban Kendaraan Bermotor Roda Empat. Dugaan pelanggaran tersebut pada pokoknya menyebutkan bahwa, antara tahun 2008 dan 2012, anggota Asosiasi Perusahaan Ban Indonesia (”APBI”), yaitu PT Bridgestone Tire Indonesia, PT Sumi Rubber Indonesia, PT Gajah Tunggal Tbk, PT Goodyear Indonesia Tbk, PT Elang Perdana Tyre Industry, dan PT Industri Karet Deli diduga melakukan pelanggaran Pasal 5 ayat (1) terkait penetapan harga dan Pasal 11 terkait kartel UU No. 5/1999 dalam kaitannya dengan produk ban mobil penumpang dengan Ring 13, Ring 14, Ring 15 dan Ring 16. Dugaan kartel yang dinyatakan oleh KPPU tersebut merujuk pada beberapa Risalah Rapat Presidium APBI yang memuat laporan Rapat Sales Director APBI yang memiliki substansi yang sumir untuk dijadikan indikasi adanya dugaan kartel. Antara lain dugaan adanya kesepakatan penetapan harga bersama yang didasarkan pada adanya himbauan dari Ketua APBI untuk tidak melakukan banting-membanting harga, padahal beberapa ahli antara lain Faisal H. Basri dan DR. Kurnia Toha menganggap himbauan tersebut justru bersifat positif bagi persaingan karena dapat menghindarkan dari perilaku predatory pricing (jual rugi) yang mana predatory pricing ini justru bertentangan dengan hukum persaingan. Dugaan sumir lain adalah adanya pengaturan produksi (kartel) yang didasarkan adanya himbauan dari Ketua APBI untuk melakukan kontrol produksi di tengah masa krisis agar situasi industri kondusif, yang sebenarnya adalah himbauan yang wajar dan tidak mengarah pada pengaturan atau pembagian kuota produksi. Terlebih,
pengontrolan (penurunan) produksi di tengah krisis sudah merupakan reaksi yang lumrah serta wajar secara ekonomi tanpa adanya himbauan sekalipun. Setelah melakukan pemeriksaan perkara dalam tahapan Pemeriksaan Pendahuluan dan Pemeriksaan Tambahan, pada Sidang Pembacaan Putusan tanggal 7 Januari 2015 No. 08/KPPU-I/2014 (“Putusan KPPU”) KPPU memutus bahwa telah terjadi pelanggaran Pasal 5 ayat (1) dan Pasal 11 UU No. 5/1999 yang dilakukan oleh keenam perusahaan ban tersebut. 1 Dalam putusannya, KPPU menghukum para pelaku usaha tersebut untuk membayar denda masing-masing sebesar 25 miliar rupiah. Selain itu, KPPU juga merekomendasikan Kementerian Perindustrian sebagai pembina industri ban di Indonesia untuk melakukan pembinaan kepada APBI agar mematuhi prinsip-prinsip persaingan usaha yang sehat sebagaimana diatur dalam UU No. 5/1999. Putusan ini memberikan dampak yang besar bagi masing-masing perusahaan ban tersebut, antara lain berupa: - jatuhnya reputasi perusahaan mengingat kartel dikenal sebagai sebuah tindakan kriminal dalam beberapa yurisdiksi lain; - banyaknya ATPM (Agen Tunggal Pemegang Merk) yang mempertanyakan harga ban dari perusahaan tersebut yang dianggap menjadi harga akibat kartel; dan - terganggunya iklim kondusif industri ban nasional, terlebih lagi karena ban merupakan salah satu industry unggulan yang menyumbang devisa Negara, maka perekonomian Indonesia secara keseluruhan juga terkena dampak negatifnya. Terhadap Putusan KPPU tersebut, seluruh perusahaan ban yang menjadi Terlapor serta diputus bersalah dalam perkara mengajukan keberatan kepada Pengadilan Negeri berdasarkan domisili masing-masing. Karena keberatan para perusahaan ban diajukan kepada lebih dari 1 (satu) Pengadilan Negeri, maka KPPU memohon konsolidasi perkara kepada Mahkamah Agung yang kemudian dikabulkan oleh Mahkamah Agung dengan menunjuk Pengadilan Negeri Jakarta Pusat sebagai Pengadilan Negeri yang akan memeriksa proses keberatan perkara tersebut dengan Sidang Pertama Konsolidasi dilaksanakan pada tanggal 24 Juni 2015.
1
http://www.kppu.go.id/docs/Putusan/2014/Putusan_8-I-2014_up06022015.pdf
2
Pada Sidang Pertama tersebut, beberapa perusahaan ban selaku Pemohon Keberatan mengajukan permintaan Pemeriksaan Tambahan terhadap beberapa saksi/ahli kepada Majelis Hakim Pengadilan Negeri Jakarta Pusat yang memeriksa perkara ini dan terhadap hal ini Majelis Hakim Pengadilan Negeri Jakarta Pusat menjanjikan untuk memberi jawaban atas permintaan Pemeriksaan Tambahan dalam waktu 2 (dua minggu) setelah Sidang Pertama tersebut. Namun kemudian tanpa diduga seluruh pihak, baik oleh perusahaan ban selaku Pemohon Keberatan I – VI dan KPPU selaku Termohon Keberatan, pada tanggal 8 Juli 2015, selang 20 hari kerja dari total 30 (tiga puluh) hari kerja sebagaimana diatur dalam Peraturan Mahkamah Agung No. 3 Tahun 2005 tentang Tata Cara Pengajuan Upaya Hukum Keberatan Terhadap Putusan KPPU, Majelis Hakim dalam perkara a quo alih-alih membacakan Putusan Sela terhadap permintaan Pemeriksaan Tambahan yang diajukan beberapa Pemohon Keberatan namun membacakan Putusan Pengadilan Negeri Jakarta Pusat No. 70/PDT.G/KPPU/2015/PN.JKT.PST jo. Putusan KPPU No. 08/KPPU-I/2014 (“Putusan Perkara Kartel Ban”), yang antara lain memutus untuk: - menolak permintaan Pemeriksaan Tambahan yang diajukan oleh beberapa Pemohon Keberatan; - menolak Permohonan Keberatan yang diajukan oleh pada perusahaan ban; - menguatkan Putusan KPPU No. 08/KPPU-I/2014; dan - menghukum para perusahaan ban dengan denda masing-masing sebesar 5 milyar rupiah (terdapat penurunan denda dibanding denda yang dikenakan dalam Putusan KPPU dengan alasan bahwa sanksi yang dikenakan oleh KPPU terlalu besar yang memungkinkan terjadinya kemacetan likuiditas dari perusahaan terkait padahal sanksi seharusnya bersifat korektif, preventif, dan edukatif). Terhadap Putusan Perkara Kartel Ban tersebut, seluruh perusahaan ban yang diputus bersalah mengajukan kasasi kepada Mahkamah Agung dengan mempertimbangkan minimnya pertimbangan hukum yang disebutkan dalam Putusan tersebut. B.
Nama dan Bentuk Kegiatan Seminar publik ini adalah merupakan amicus curiae (friends of the court) yang diberi nama “Seminar Publik Eksaminasi Putusan Komisi Pengawas
3
Persaingan Usaha No. 08/KPPU-I/2014 tentang Dugaan Pelanggaran Pasal 5 ayat (1) dan Pasal 11 Undang-undang No. 5 Tahun 1999”. Kegiatan dilakukan dalam bentuk seminar publik setengah hari (half-day seminar). C.
Tujuan Kegiatan Tujuan dilaksanakannya seminar ini adalah untuk:
D.
1.
Mendapatkan pokok-pokok pikiran para pakar (pakar hukum perdata, pakar hukum persaingan usaha, pakar ekonomi, pakar mengenai industri ban dan industri terkait ban) serta Kementerian Perindustrian Republik Indonesia terkait dengan Perkara Kartel Ban.
2.
Memperoleh pemahaman yang benar mengenai aspek hukum keperdataan dan hukum persaingan usaha yang terkait dengan Perkara Kartel Ban.
3.
Memperoleh pemahaman yang benar mengenai aspek ekonomi yang terkait dengan Perkara Kartel Ban.
4.
Mendapatkan pemahaman mengenai gambaran karakteristik industri ban dan industri terkait ban lainnya di Indonesia, beserta dengan kondisi persaingan dalam industri-industri tersebut.
5.
Mendapatkan pemahaman mengenai peran asosiasi bagi pemerintah dan pelaku usaha terkait dalam keberlangsungan dan pelaksanaan kegiatan usaha di Indonesia.
Topik Pembicaraan 1.
Analisis Hukum terhadap Putusan Pengadilan Negeri Jakarta Pusat dan KPPU dalam Perkara Kartel Ban a. Hal-hal yang harus dipenuhi dalam menentukan adanya perjanjian dalam suatu kartel b. Apakah definisi perjanjian dalam UU No. 5/1999 tunduk kepada prinsip-prinsip perjanjian yang diatur dalam KUH Perdata c. Apakah suatu himbauan yang disampaikan salah satu pihak dapat dianggap sebagai bukti adanya suatu perjanjian
4
d. Apakah concerted action serta merta dapat dikategorikan adanya perjanjian di antara para pesaing e. Penggunaan indirect evidence, di antaranya analisis ekonomi berupa metode deteksi kartel Harrington, dalam pembuktian pelanggaran UU No. 5/1999 termasuk pembuktian adanya kartel f.
Kewajiban pemenuhan prinsip minimum pembuktian, yaitu adanya 2 (dua) alat bukti dalam perkara dugaan pelanggaran hukum termasuk dugaan pelanggaran UU No. 5/1999 (di antaranya kartel)
2.
Prinsip-prinsip Hukum yang Harus Diperhatikan dalam Menangani Perkara Persaingan Usaha (Perkara Kartel Ban) a. Kewajiban Majelis Hakim Pengadilan Negeri untuk memberikan pertimbangan yang cukup atas suatu putusan yang dibuat b. Kewajiban Majelis Hakim Pengadilan Negeri dan Komisioner KPPU untuk mematuhi due process of law dalam setiap pemeriksaan
perkara
hukum
termasuk
perkara
hukum
persaingan usaha c. Kewajiban Majelis Hakim Pengadilan Negeri dan Komisioner KPPU untuk menjunjung tinggi asas Audi et Alteram Partem dalam pemeriksaan perkara hukum termasuk perkara hukum persaingan usaha d. Kewajiban Majelis Hakim Pengadilan Negeri dan Komisioner KPPU untuk taat terhadap kode etik, termasuk di antaranya bersikap independen, impartial, dan objektif dalam pemeriksaan perkara termasuk perkara hukum persaingan usaha e. Pentingnya keterbukaan data dan informasi agar Terlapor dalam kasus Persaingan Usaha dapat menggunakan haknya untuk membela diri dengan menggunakan instrument-instrumen ekonomi 3.
Analisis Ekonomi terhadap Putusan KPPU dalam Perkara Kartel Ban
5
a. Pentingnya pemahaman yang benar atas karakteristik serta skema bisnis untuk industri yang terkait dalam perkara hukum persaingan usaha b. Pentingnya analisis pasar yang bersangkutan yang benar serta mencerminkan kondisi pasar yang sebenarnya dalam pemeriksaan perkara hukum persaingan usaha c. Tindakan paralel (parallelism) apakah dapat dijadikan sebagai bukti adanya kartel d. Syarat-syarat terjadinya, motif/insentif dari, dan benefit yang didapatkan dari kartel e. Pentingnya penggunaan data yang tepat dan akurat dalam analisis ekonomi f. Pentingnya analisa kontrol atas tuduhan yang ditudingkan kepada Pelaku Usaha g. Apakah metode Harrington merupakan metode yang valid untuk membuktikan adanya kartel 4.
Gambaran Karakteristik Industri dan Kondisi Persaingan di Industri Ban serta Industri Terkait Ban di Indonesia a. Karakteristik produk ban sebagai produk yang heterogen b. Gambaran karakteristik industri ban di Indonesia, serta hubungannya dengan industri terkait ban lainnya (seperti industri otomotif, dll) c. Kondisi persaingan industri ban di Indonesia d. Gambaran posisi ban impor di pasar Indonesia, dan ban domestik yang diekspor ke negara lain e. Dampak krisis pada tahun 2008/2009 terhadap perkembangan industri di Indonesia, termasuk industri ban serta industri terkait ban lainnya
5.
Peran Asosiasi bagi Pemerintah dan Pelaku Usaha Terkait dalam Keberlangsungan dan Pelaksanaan Kegiatan Usaha di Indonesia a. Latar belakang dan tujuan keberadaan asosiasi di Indonesia b. Peran asosiasi bagi pemerintah c. Peran asosiasi bagi pelaku usaha terkait dalam industri yang bersangkutan
6
d. Bentuk-bentuk pengawasan serta kegiatan asosiasi yang melibatkan pemerintah dan pelaku usaha yang bersangkutan E.
Luaran Kegiatan 1. 2.
F.
Pokok-pokok pikiran para pakar dan tanggapan dari pemangku kepentingan yang dirangkum dalam proceeding dan laporan seminar. Proceeding dan laporan pelaksanaan seminar.
Metode Pelaksanaan 1.
Pelaksanaan Kegiatan Kegiatan dilaksanakan dalam bentuk Seminar Setengah Hari (halfday seminar). Seminar menghadirkan 6 (enam) pembicara dalam bidang hukum perdata, hukum persaingan usaha, ekonomi, industri ban dan industri terkait ban lainnya, serta pemerintah. Pembicara dalam seminar terdiri dari: a. Pakar hukum persaingan usaha; b. Pakar hukum perdata; c. Pakar ekonomi; d. Pengamat / Pelaku usaha dalam industri ban Indonesia; e. Pemerintah, dalam hal ini adalah Kementerian Perindustrian Republik Indonesia.
2.
Waktu dan Tempat Kegiatan Waktu : Rabu 9 September 2015 Pukul : 08.00 – 12.00 WIB Tempat : Lantai III UPH Executive Education Center Jl. Garnisun Dalam No. 8 Semanggi Jakarta 12930
3.
Peserta Kegiatan Seminar direncanakan diikuti oleh 100 peserta yang berasal dari berbagai kelompok pemangku kepentingan, antara lain: a. Penegak hukum atau praktisi hukum persaingan usaha
7
b. c. d. e. f. g. h.
Pelaku usaha dalam industri ban dan indutri terkait ban di Indonesia; Advokat; Akademisi; Para Pemimpin Redaksi (PemRed) media massa; Jurnalis; Asosiasi Pelaku Usaha; Dll.
8