KERAGAAN DAN SISTEM PENUNJANG KEPUTUSAN PENGENDALIAN PROSES PRODUKSI GULA KRISTAL DI PT. RAJAWALI II UNIT PABRIK GULA JATITUJUHMAJALENGKA
Oleh: ANNASTIA LOHJAYANTI F34102072
2007 FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR
KERAGAAN DAN SISTEM PENUNJANG KEPUTUSAN PENGENDALIAN PROSES PRODUKSI GULA KRISTAL DI PT. RAJAWALI II UNIT PABRIK GULA JATITUJUHMAJALENGKA
SKRIPSI Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar SARJANA TEKNOLOGI PERTANIAN Pada Departemen Teknologi Industri Pertanian Fakultas Teknologi Pertanian Institut Pertanian Bogor
Oleh ANNASTIA LOHJAYANTI F34102072
2007 FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR
Annastia Lohjayanti. F34102072. Keragaan dan Sistem Penunjang Keputusan Pengendalian Proses Produksi Gula Kristal di PT. Rajawali II Unit Pabrik Gula Jati Tujuh-Majalengka. Di bawah bimbingan Bapak Marimin dan Bapak Andes Ismayana. 2007. RINGKASAN Keberadaan industri gula di Indonesia memegang peranan penting bagi masyarakat Indonesia dan sektor industri lainnya karena gula merupakan salah satu komponen penting yang diperlukan bagi tubuh manusia, dan juga diperlukan sebagai bahan baku bagi industri lain seperti makanan serta industri pengolahan dan pengawetan makanan. Kebutuhan gula terus meningkat dari tahun ke tahun seiring dengan pertambahan jumlah penduduk dan peningkatan kesejahteraan masyarakat. Pada tahun 2001, impor gula mencapai 1,5 juta ton atau sekitar 50 persen dari kebutuhan dalam negeri. Harga impor yang relatif murah telah mempersulit posisi sebagian besar pabrik gula (PG) atau firms untuk bertahan dalam Industri Gula Nasional (IGN). Masalah utama dari industri gula adalah adanya inefisiensi dari industri gula, yaitu pertama adalah pabrik-pabrik gula sudah mengalami masa yang aus dan mesin-mesinnya sudah tua. Kedua, kinerja dari pabrik itu juga rendah dan tidak cukup baik. Ketiga, dari sisi organisasi BUMN yang relatif lamban kinerjanya, tidak ada inovasi manajemen dan inovasi produksi yang makin baik. Oleh karena itu penelitian ini dilakukan untuk mengidentifikasi faktor-faktor apa saja yang berpengaruh terhadap kelancaran dan efisiensi proses produksi yang akan berpengaruh terhadap kualitas produk akhir serta stasiun proses mana dalam kegiatan produksi gula tersebut yang potensial untuk dikendalikan. Sistem Penunjang Keputusan Pengendalian Proses Produksi Gula Kristal ini dirancang dan dikembangkan di PT Pabrik Gula Jatujuh dalam suatu paket program komputer. Sistem yang dirancang untuk para stake holder dalam industri gula ini dikembangkan dengan nama SWEETCON.PROSION. Paket program SWEETCON.PROSION tersusun atas 4 bagian utama, yaitu Sistem Pengolahan Terpusat, Sistem Manajemen Basis Data, Sistem Manajemen Basis Model, dan Sistem Manajemen Basis Dialog. SWEETCON.PROSION terdiri dari empat model, yaitu model komponen kritis proses, model kemampuan proses, model efisiensi proses produksi, dan model SPK pengendalian proses produksi. Perhitungan kemampuan proses dengan menggunakan deviasi maksimal sebesar ±10 persen dan diverifikasi dari data Pabrik Gula Jati Tujuh, didapatkan deviasi stasiun gilingan sebesar 1,53 persen, pemurnian sebesar 8,40 persen, penguapan sebesar 0 persen, kristalisasi sebesar 0 persen, dan putaran sebesar 6,26 persen. Hasil tersebut menunjukkan kinerja masing-masing tahapan proses sudah baik dan dalam keadaan terkendali. Model komponen kritis mempunyai keluaran yaitu mesin gilingan yang merupakan komponen paling kritis dengan nilai ECR yang di dapat sebesar 81,49 persen, kemudian mesin penguapan 79,69 persen, mesin kristalisasi 76,59 persen, mesin pemurnian 75,79 persen, dan mesin putaran dengan nilai ECR sebesar 72,64 persen.
Model efisiensi memiliki keluaran efisiensi absolut dan relatif. Pengukuran efisiensi relatif menggunakan metode DEA (Data Envelopment Analisys). Keluaran yang dihasilkan oleh model efisiensi relatif per indikator didapatkan indikator siklus energi (43,45 persen) dan lingkungan produk akhir (57,97 persen) tidak efisien secara relatif sedangkan indikator siklus bahan baku, pengoperasian peralatan statis, dan masukan telah efisien secara relatif dengan nilai efisiensi sebesar 100 persen. Perhitungan efisiensi absolut menunjukkan bahwa siklus bahan baku dan pengoperasian peralatan statis sudah memiliki tingkat efisiensi teknis yang baik karena mendekati 100 persen, yaitu masing-masing bernilai 95,56 persen dan 89,67 persen, sedangkan siklus energi, lingkungan produk akhir dan masukan tidak efisien secara teknis dengan nilai efisiensi teknis masingmasing sebesar 41,52 persen, 31,90 persen, dan 43,24 persen. Begitu pula dengan perhitungan efisiensi ekonomis didapatkan efisiensi siklus bahan baku dan pengoperasian peralatan statis telah efisien dengan masing-masing nilai sebesar 100 persen dan 99,91 persen, sedangkan siklus energi, lingkungan produk akhir dan masukan tidak efisien dengan nilai efisiensi masing-masing sebesar 0 persen, 27,24 persen, dan 0 persen. Penyusunan hirarki Sistem Penunjang Keputusan Pengendalian Proses Produksi Gula Kristal dengan menggunakan metode AHP (Analitical Hierarchy Process) didapatkan bahwa faktor yang mempengaruhi terkendalinya suatu proses produksi gula kristal antara lain mesin dan peralatan (0,306), kemampuan proses (0,291), SDM (0,179), manajemen (0,129), dan faktor eksternal (0,095). Nilai kepentingan mesin dan peralatan dilihat dari nilai ECR masing-masing peralatan (model komponen kritis) dan nilai kepentingan kemampuan proses dilihat dari keluaran model kemampuan proses, sedangkan untuk pembobotan faktor SDM, manajemen, dan eksternal dilakukan oleh pakar yang berkompeten di bidang pergulaan. Hasil pembobotan menunjukkan bahwa stasiun gilingan (0,308) merupakan tahapan proses yang paling kritis sehingga hendaknya para pengambil keputusan dalam proses produksi gula lebih meningkatkan pengawasan dan melakukan tindakan pengendalian pada stasiun gilingan, kemudian stasiun pemurnian (0,239), penguapan (0,216), masakan (0,148), dan putaran (0,089). Salah satu tindakan pencegahan yang dapat dilakukan oleh perusahaan pada stasiun gilingan adalah memperhatikan kualitas bahan baku yang akan masuk proses dan melakukan kegiatan perawatan dan perbaikan mesin gilingan yang lebih baik. Kata kunci
:
gula, pengendalian proses, kemampuan proses, efisiensi, Equipment Critically Rating, Analitical Hierarchy Proses, Data Envelopment Analysis.
Annastia Lohjayanti. F34102072. Performance and Decision Support System of Sugarcane Process Control in PT. Rajawali II Unit Pabrik Gula JatitujuhMajalengka. Under supervision of Marimin and Andes Ismayana. 2007. SUMMARY Sugarcane industry is the one of the most important for Indonesian people and other industrial because of sugar is one of the most important thing for human needed, and also used as part material for other industrial such as foods, and food processing and preservation industry. Needs of sugar is increasing every year together with rise of people growth. In 2001, sugar impor reach 1,5 million tons sugar or about 50 percent of all domestic consumption. High level of import and low international sugar price had been causing position of most sugar manufacture or firms is difficult to survive on national sugarcane industrial. Main problem in sugar industrial is inefficiency of canesugar industry itself, caused by the machines and equipments getting old and unreliable. The second is performance of sugarcane manufacte is low, and the third is BUMN performs so slowly and there is no better production management innovation. Based on that situation, this research’s objections are to evaluate and measuring capability in each step of process, identify critical component points on sugarcane processing production efficiency measurement in PG Jatitujuh, and formulating and gives decision support system recommendation of sugarcane production control. This decision support system named SWEETCON.PROSION is designed for sugar manufacturing stake holders and developed to give convenience of monitoring process production and choose which process have to controlled, also helps installation manager to arrange maintenance schedule. SWEETCON.PROSION program package consist of four main models are model base management system, database management system, and dialogue management system that integrated on central processing system. Model base management system on SWEETCON.PROSION was developed with Microsoft Visual Basic 6.0 which consist of process performance data, equipment weight and criteria data, technical data input, technical data output, economical data input, econimical data output, and process control weight and criteria data. Process performance measurement using deviation limit ±10 percent and verificated with primary data of PG Jatitujuh, then the result is deviation of milling station is 1,53 percent; purification (8,40 percent); evaporation (0 percent); cristallisation (0 percent) and sentrifugation (6,26 percent). It shows that each station performs good and under controlled. Output of critical component model is machines of which station most critical and analized by ECR (Equipment Critically Rating) methods. The result is milling station as the most critical component by the value 81,49; followed by evaporation (79,69); cristallisation (76,59); purification (75,80); and sentrifugation (72,64). Efficiency model has output are absolute and relative efficiency. The measurement using DEA (Data Envelopment Analysis) methods which the output shows that energy cycle efficiency (43,45 percent) and final product environment
efficiency (57,97 percent) is inefficient relatively, but material cycle efficiency, equipment static operating efficiency, and input is efficient relatively (100 percent). Analysis of absolute efficiency shows that material cycle efficiency and equipment static operating efficiencyin good efficiency technically by each value is 95,56 percent and 89,67 percent, but energy cycle efficiency (41,52 percent), product environment efficiency (31,90 percent) and input efficiency (43,24 percent) is not efficient. Same result for economical absolute efficiency which material cycle efficiency (100 percent) and equipment static operating efficiency (99,91 percent) in good efficiency, but energy cycle efficiency (0 percent), product environment efficiency (27,24 percent) and input efficiency (0 percent) is not efficient. Decision support system of sugarcane process control developed using AHP (Analitical Hierarchy Process) and shows that sugarcane processing affect by factors are equipment (0,306), process performance (0,291), human resource development (0,179), management (0,129), and externally factors (0,095). Weight value given by the expert persons for the hierarchy shows that milling station (0,308) is the most critical step base on the biggest weight it got, so that stake holders need to give more attention and making decision to control the milling station, followed by purification (0,239); evaporation (0,216), crystallisation (0,148), and the last is sentrifugation (0,089). Keywords
:
sugarcane, process control, process capability, EquipmentCritically Rating, Analitical Hierarchy Process, Data Envelopment Analysis.
INSTITUT PERTANIAN BOGOR FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN
KERAGAAN DAN SISTEM PENUNJANG KEPUTUSAN PENGENDALIAN PROSES PRODUKSI GULA KRISTAL DI PT. RAJAWALI II UNIT PABRIK GULA JATITUJUHMAJALENGKA SKRIPSI Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar SARJANA TEKNOLOGI PERTANIAN Pada Departemen Teknologi Industri Pertanian Fakultas Teknologi Pertanian Institut Pertanian Bogor Oleh ANNASTIA LOHJAYANTI F34102072 Dilahirkan pada tanggal 16 Oktober 1984 Di Banyuwangi Tanggal Lulus : 1 Februari 2007 Disetujui, Bogor, Februari 2007
Prof. Dr. Ir Marimin, MSc
Ir. Andes Ismayana, MT
Dosen Pembimbing I
Dosen Pembimbing II
SURAT PERNYATAAN
Saya menyatakan dengan sebenar-benarnya bahwa skripsi dengan judul : “Keragaan dan Sistem Penunjang Keputusan Pengendalian Proses Produksi Gula Kristal di PT. Rajawali II Unit Pabrik Gula Jatitujuh-Majalengka”
Adalah hasil karya asli sendiri, dengan arahan dosen pembimbing akademik, kecuali yang dengan jelas ditunjukkan rujukannya.
Bogor, 1 Februari 2007 Yang Membuat Pernyataan,
Annastia Lohjayanti F34102072
RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan di Banyuwangi pada tanggal 16 Oktober 1984 dari ayah yang bernama Soewarno dan ibu yang bernama Dwi Karsi Ridarwati, sebagai anak kedua dari tiga bersaudara. Dunia pendidikan pertama kali ditempuh pada tahun 1990 di SD Negeri Kapatihan I Banyuwangi dan tamat pada tahun 1996, kemudian dilanjutkan ke SLTP Negeri 1 Banyuwangi dan lulus pada tahun 1999. Tahun 1999-2000, penulis melanjutkan pendidikan ke sekolah menengah umum yaitu SMU Negeri 1 Glagah Banyuwangi. Tahun 2002 setelah menamatkan pendidikan SMU, penulis berkesempatan untuk melanjutkan pendidikan S1 melalui jalur USMI (Undangan Seleksi Masuk IPB) pada Departemen Teknologi Industri Pertanian, Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Selama masa sekolah menengah pertama, penulis aktif dalam kegiatan pramuka SLTP Negeri 1 Banyuwangi dan menjadi Sekretaris pada Organisasi Siswa Intra Sekolah (OSIS), sedangkan pada sekolah menengah umum, penulis aktif dalam Organisasi Siswa Intra Sekolah sebagai sekretaris pada SMU Negeri 1 Glagah Banyuwangi. Selama perkuliahan di IPB, penulis aktif dalam himpunan profesi yaitu HIMALOGIN (Himpunan Mahasiswa Teknologi Industri Pertanian) sebagai pengurus biro Infokom pada periode kepengurusan 2003-2004. Penulis seringkali mengikuti seminar dan pelatihan, seperti Stadium General Success Story Alumni Teknologi Industri Pertanian tahun 2003, seminar Total Quality Management (An Introduction and Application to Total Quality Management ) pada tahun 2004, seminar plus Linux Diskless System + Internet Murah pada tahun 2004, seminar Six Sigma (Sig Sigma Application in Bussiness Strategy) pada tahun 2005, seminar dan pelatihan PR Professional pada tahun 2005. Pada masa perkuliahan, penulis melakukan praktek lapangan di PT. Rajawali I Unit Pabrik Gula Krebet Baru II Bululawang, Malang pada tahun 2005
dengan topik “Aspek Manajemen Kualitas (Quality Control dan Quality Assurance) di PT. Pabrik Gula Krebet Baru II Bululawang-Malang”.
KATA PENGANTAR
Puji syukur Alhamdullillah, penulis haturkan kehadirat Allah SWT, atas limpahan berkah dan rahmat-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul “Sistem Penunjang Keputusan Pengendalian Proses Produksi Gula Kristal Di PT. Rajawali II Unit Pabrik Gula Jatitujuh-Majalengka”. Skripsi ini merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Teknologi Pertanian Institut Pertanian Bogor yang disusun berdasarkan hasil penelitian yang dilaksanakan pada bulan Juli sampai September 2006. Selama melaksanakan penelitian dan penyusunan skripsi ini, banyak pihak yang telah ikut membantu hingga laporan ini dapat terselesaikan. Pada kesempatan ini penulis ingin mengucapkan rasa terima kasih dan penghargaan kepada : 1. Prof. Dr. Ir. Marimin, M.Sc., selaku Dosen Pembimbing Akademik I dan Ir. Andes Ismayana, MT selaku Dosen Pembimbing Akademik II yang telah memberikan bimbingan dan pengarahan kepada penulis dalam penyelesaian skripsi. 2. Dr. Ir. Nastiti Siswi Indrasti selaku dosen penguji, atas masukan yang telah diberikan dalam penyempurnaan skripsi. 3. Bapak Suyudhi, Budi Hariyanto, MT, Metrika Sarmadan atas bantuan dan bimbingannya selama penulis melakukan penelitian di PT. Pabrik Gula Jati Tujuh-Majalengka, Bapak Hadi dan seluruh staff dan karyawan PG Jati Tujuh atas bantuan dan kerjasamanya. 4. Ibundaku tercinta Dwi Karsi Ridarwati dan Papa Soewarno sumber inspirasi dan semangatku yang tiada henti mencurahkan doa, perhatian, kasih sayang, bimbingan dan semua yang terbaik bagi penulis baik selama penelitian maupun dalam keseharian. 5. Kakakku Hayuningtyas M dan De’ Aini Suri tercinta yang selalu menjadi saudara sekandung, sahabat, motivator, dan reminder terbaik yang kumiliki.
6. Mas “Aan” Suliyantono “Joko” atas semangat, perhatian dan kasih sayangnya baik sebelum, selama, dan sesudah penulis menyusun skripsi. 7. Keluarga keduaku: Ma’ku Nita + Abang Billy, Adinda Nia Agustina, and all PURI 9-ers (Genta, Amie, Wulan, Ajenk, Indri, Esy, Memey, Dina, Suci, Liza, Dyu, Tamie, Ijul). Makasih banget buat kecerewetannya. 8. Juwi buat bantuan bimbingannya`dan semangatnya, Lutfi,` Eny dan Indra ‘Monyonk’ sebagai teman seperjuangan. 9. Arin ‘Si Jack’ buat kebersamaan, kegilaan, penderitaan, dan semuanya dari awal menginjakkan kaki di IPB hingga SKL ditangan. 10. Fifi dan Parlan sebagai teman seperjuangan PL di PG Krebet Baru (Don’t ever forget it, Guys;)). 11. Candra, Fariz, Nyit-nyit buat persahabatan, keceriaan dan segala bantuannya selama ini serta semua teman-teman TIN 39 atas kebersamaan, persahabatan, dorongan dan kerjasamanya. 12. Mba’ Wina dan Mba’ Desi Jatitujuh atas bantuan tempat tinggal dan akomodasinya. 13. Seluruh teman dan pihak yang telah membantu dan memberikan semangat kepada penulis dalam pelaksanaan penelitian dan penyelesaian skripsi ini. Kritik dan saran sangat diharapkan guna perbaikan skripsi ini. Semoga skripsi ini dapat berguna bagi semua pihak yang membutuhkan. Bogor, Februari 2007
Penulis
DAFTAR ISI Halaman DAFTAR ISI ..................................................................................................... vi DAFTAR TABEL .............................................................................................
viii
DAFTAR GAMBAR .........................................................................................
x
DAFTAR LAMPIRAN .....................................................................................
xi
I.
PENDAHULUAN ................................................................................... A. LATAR BELAKANG ....................................................................... B. TUJUAN ............................................................................................ C. RUANG LINGKUP .......................................................................... D. OUTPUT DAN MANFAAT .............................................................
1 1 3 3 4
II.
TINJAUAN PUSTAKA ..........................................................................
5
A. B. C. D. E. F. G. H. III.
IV.
TANAMAN TEBU (Saccharum officinarum L.) .............................. PROSES PENGOLAHAN GULA KRISTAL .................................. KOMPONEN KRITIS PROSES ....................................................... SISTEM PENUNJANG KEPUTUSAN ............................................ EFISIENSI PROSES PRODUKSI .................................................... DATA ENVELOPMENT ANALYSIS (DEA) ...................................... ANALITICAL HIERARCHY PROCESS (AHP) ................................. PENELITIAN TERDAHULU ..........................................................
6 7 11 16 17 24 27 29
METODOLOGI PENELITIAN ..............................................................
31
A. KERANGKA PEMIKIRAN ............................................................. B. PENDEKATAN SISTEM ................................................................. 1. Analisis Kebutuhan ..................................................................... 2. Formulasi Permasalahan .............................................................. 3. Identifikasi Sistem ....................................................................... C. TATA LAKSANA ........................................................................... 1. Sumber dan Cara Pengumpulan Data .......................................... 2. Pengolahan Data .......................................................................... 3. Perancangan Sistem ..................................................................... 4. Implementasi dan Verifikasi ........................................................
31 33 35 36 36 37 37 38 46 47
GAMBARAN UMUM PERUSAHAAN ................................................
48
A. B. C. D.
48 48 50
SEJARAH DAN PERKEMBANGAN PERUSAHAAN .................. STRUKTUR ORGANISASI DAN KETENAGAKERJAAN........... PRODUK DAN TEKNOLOGI PROSES ......................................... SARANA DAN PRASARANA PRODUKSI GULA KRISTAL PUTIH ...............................................................................................
53
V.
VI.
PEMODELAN SISTEM .........................................................................
58
A. KONFIGURASI MODEL ................................................................. B. RANCANGAN GLOBAL SISTEM ................................................. C. KERANGKA MODEL ..................................................................... 1. Sistem Manajemen Terpusat ....................................................... 2. Sistem Manajemen Basis Data .................................................... 3. Sistem Manajemen Basis Model ................................................. 4. Sistem Manajemen Basis Dialog ................................................. D. IMPLEMENTASI SISTEM .............................................................. E. VERIFIKASI DAN VALIDASI SISTEM ........................................
58 61 64 64 64 66 68 68 72
HASIL DAN PEMBAHASAN .........................................................
75
A. PENGUKURAN KEMAMPUAN (KINERJA) PROSES PRODUKSI ...................................................................................... B. PENENTUAN KOMPONEN KRITIS PENDUKUNG PROSES .... C. PENGUKURAN EFISIENSI PRODUKSI ....................................... D. PENYUSUNAN HIRARKI SISTEM PENUNJANG KEPUTUSAN PENGENDALIAN PROSES PRODUKSI GULA KRISTAL .......................................................................................... E. IMPLIKASI MANAJERIAL ............................................................
107 119
VII. KESIMPULAN DAN SARAN ...............................................................
122
75 84 90
A. KESIMPULAN ................................................................................. 122 B. SARAN .............................................................................................. 123 DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................ 125 LAMPIRAN ......................................................................................................
127
DAFTAR TABEL Halaman Tabel 1.
Komposisi Tebu Masak dan Niranya ………...............................
6
Tabel 2.
Parameter Kinerja Stasiun Penimbangan Bahan Baku .................
7
Tabel 3.
Parameter Kinerja Stasiun Penggilingan .......................................
7
Tabel 4.
Parameter Kinerja Stasiun Pemurnian ..........................................
8
Tabel 5.
Parameter Kinerja Stasiun Penguapan ..........................................
9
Tabel 6.
Parameter Kinerja Stasiun Kristalisasi ..........................................
9
Tabel 7.
Parameter Kinerja Stasiun Putaran ................................................
10
Tabel 8.
Parameter Kinerja Stasiun Pengeringan, pendinginan dan penyaringan ……………………………………………………...
10
Tabel 9.
Parameter Kinerja Produk .............................................................
11
Tabel 10.
Skala Komparasi ...........................................................................
41
Tabel 11.
Kualitas Gula Kristal Putih …………….......................................
50
Tabel 12.
Persyaratan kapur tohor .................................................................
54
Tabel 13.
Perangkat lunak pengembang SWEETCON.PROSION ...............
70
Tabel 14.
Hasil Analisa Kemampuan Stasiun Gilingan ................................
78
Tabel 15.
Hasil Analisa Kemampuan Stasiun Pemurnian .............................
79
Tabel 16.
Hasil Analisa Kemampuan Stasiun Penguapan ............................
81
Tabel 17.
Hasil Analisa Kemampuan Stasiun Masakan ................................
82
Tabel 18.
Hasil Analisa Kemampuan Stasiun Putaran ..................................
83
Tabel 19.
Hasil Perhitungan ECR Mesin dan Peralatan Proses
87
Tabel 20.
Analisis Usahatani Tanaman PC, teknologi standar PTPN ...........
91
Tabel 21.
Data yang diperlukan untuk input efisiensi teknis siklus bahan baku ...............................................................................................
Tabel 22.
93
Data yang diperlukan untuk output efisiensi teknis siklus bahan baku ……………………………………………………………...
93
Tabel 23.
Efisiensi teknis siklus bahan baku .................................................
94
Tabel 24.
Pemakaian energi untuk proses produksi ......................................
95
Tabel 25.
Pemakaian energi total perusahaan ...............................................
96
Tabel 26.
Efisiensi teknis siklus energi .........................................................
96
Tabel 27.
Perhitungan biaya energi proses produksi .....................................
97
Tabel 28.
Perhitungan biaya total energi yang dipakai perusahaan ..............
97
Tabel 29.
Tingkat energi yang tidak digunakan perusahaan ........................
97
Tabel 30.
Biaya tambahan untuk energi karena nilai konversi aktual ...........
98
Tabel 31.
Efisiensi ekonomis siklus energi ...................................................
98
Tabel 32.
Perhitungan sisa bahan baku produk .............................................
99
Tabel 33.
Efisiensi teknis lingkungan produk akhir ......................................
99
Tabel 34.
Efisiensi ekonomis lingkungan produk akhir ................................
100
Tabel 35.
Perhitungan efisiensi teknis pengoperasian peralatan statis ..........
101
Tabel 36.
Perhitungan efisiensi ekonomis pengoperasian peralatan statis ....
102
Tabel 37.
Data yang dibutuhkan untuk perhitungan efisiensi teknis input ...
102
Tabel 38.
Efisiensi teknis masukan ...............................................................
103
Tabel 39.
Data yang dibutuhkan untuk perhitungan efisiensi ekonomis masukan …………………………………………………………
103
Tabel 40.
Efisiensi ekonomis masukan .........................................................
103
Tabel 41.
Efisiensi relatif per indikator ........................................................
106
Tabel 42.
Susunan Prioritas Faktor ...............................................................
112
Tabel 43.
Susunan Prioritas Kriteria Faktor ..................................................
114
DAFTAR GAMBAR Halaman Gambar 1.
Struktur Hirarki Equipment Critically Rating .............................
15
Gambar 2.
Struktur Dasar Sistem Penunjang Keputusan (Kroenke, 1989) ...
17
Gambar 3.
Dua-belas Indikator Efisiensi .......................................................
20
Gambar 4.
Efisiensi Frontier dari Dua Input .................................................
25
Gambar 5.
Hirarki Metode Proses Hirarki Analitik (Saaty, 1993) ................
28
Gambar 6.
Kerangka Konseptual Penelitian ..................................................
34
Gambar 7.
Diagram Input-Output Sistem Penunjang Keputusan Pengendalian Proses Produksi Gula Kristal ................................
37
Gambar 8.
Struktur Pengolahan Data ECR ...................................................
40
Gambar 9.
Konfigurasi model paket program SWEETCON.PROSION ......
57
Gambar 10. Diagram alir deskriptif model SWEETCON.PROSION ............
59
Gambar 11. DFD Level 0 SWEETCON.PROSION .......................................
62
Gambar 12. DFD Level 1 SWEETCON.PROSION .......................................
63
Gambar 13. Tampilan Splash Screen SWEETCON.PROSION ......................
70
Gambar 14. Tampilan Form Login SWEETCON.PROSION ........................
71
Tampilan Model Kemampuan Proses Stasiun Gilingan .............
77
Gambar 16. Tampilan Model Kemampuan Proses Stasiun Pemurnian ...........
79
Gambar 17. Tampilan Model Kemampuan Proses Stasiun Penguapan ..........
80
Gambar 18. Tampilan Model Kemampuan Proses Stasiun Masakan ..............
82
Gambar 19. Tampilan Model Kemampuan Proses Stasiun Putaran ................
83
Gambar 20. Tampilan Model Komponen Kritis ..............................................
85
Gambar 21. Tampilan Model Efisiensi Produksi Absolut ...............................
104
Gambar 22. Tampilan Model Efisiensi Produksi Relatif ................................
107
Gambar 15.
Gambar 23. Diagram Sebab Akibat Pengendalian Proses Produksi Gula Kristal ...........................................................................................
109
Gambar 24. Tampilan Model Pengendalian Proses Menu Pembobotan Gambar 25.
Alternatif .....................................................................................
111
Hirarki Keputusan Pengendalian Proses Produksi Gula Kristal
115
DAFTAR LAMPIRAN Halaman Lampiran 1.
Struktur Organisasi PG Jatitujuh ..............................................
128
Lampiran 2.
Neraca Massa Proses Produksi Gula PG Jatitujuh ....................
129
Lampiran 3.
Skema Pohon Industri Tanaman Tebu ....................................... 130
Lampiran 4.
Perkembangan Produksi Tahunan PG Jatitujuh Periode Tahun 131
Lampiran 5.
1999-2005 .................................................................................. Mesin dan Peralatan Produksi Pengolahan Gula di PG. 132
Lampiran 6.
Jatitujuh ……………………………………………………….. Skema Umum Proses Produksi Gula (Moerdokusumo, 1993) ..
133
Lampiran 7.
Syarat Gula Kristal Putih (SNI – 2001) .....................................
138
Lampiran 8.
Program PG Jatitujuh Akselerasi Tahun 2004-2007 .................
139
Lampiran 9.
Konsumsi Energi di PG. Jatitujuh .............................................
140
Lampiran 10.
Sasaran PG Jatitujuh Tahun 2006 .............................................. 141
Lampiran 11.
Rencana Pemeliharaan Mesin dan Peralatan Tahun 2006 .........
142
Lampiran 12.
Data untuk perhitungan efisiensi teknis (basis : tahun 2006) ....
143
Lampiran 13.
Tampilan Hasil Pengolahan Data Kemampuan Proses .............
144
Lampiran 14.
Hasil Penilaian Kekritisan Komponen Dengan ECR …………
154
Lampiran 15.
Kuesioner AHP Pengendalian Proses Produksi Gula Kristal …
158
Lampiran 16.
Kuesioner ECR Proses Produksi Gula Kristal ........................... 164
Lampiran 17.
Petunjuk Penggunaan SWEETCON.PROSION ……………… 173
I. PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG Keberadaan industri gula di Indonesia memegang peranan penting bagi masyarakat Indonesia dan sektor industri lainnya karena gula merupakan salah satu komponen penting yang diperlukan bagi tubuh manusia, dan juga diperlukan bahan baku bagi industri lain seperti industri tepung, makanan, serta industri pengolahan dan pengawetan makanan. Pada tahun 2001, impor gula mencapai 1,5 juta ton atau sekitar 50 persen dari kebutuhan dalam negeri. Kini Indonesia telah menjadi negara pengimpor gula terpenting di dunia setelah Rusia. Impor yang tinggi serta harga internasional yang murah telah mempersulit posisi sebagian besar pabrik gula (PG) atau firms untuk bertahan dalam Industri Gula Nasional (IGN), apalagi untuk berkembang (Sawit, et.al, 2003). Produktivitas gula di Jawa cenderung terus merosot. Hal ini diakibatkan sejalan dengan waktu, mesin-mesin pabrik gula makin tua dan makin turun kinerjanya. Sementara itu, sekitar 80 persen jumlah PG (dari 59 buah PG aktif di seluruh Indonesia tahun 2002) dan sekitar 64 persen areal tebu berada di pulau Jawa. Sebagian besar (53 persen) pabrik gula di Jawa didominasi oleh PG-PG dengan kapasitas giling kecil (kurang dari 3.000 ton tebu per hari; TCD), 44 persen berkapasitas giling antara 3.000-6.000 TCD, dan hanya 3 persen yang berkapasitas giling lebih dari 6.000 TCD. Sekitar 68 persen dari jumlah PG yang ada telah berumur lebih dari 75 tahun (umumnya berskala kecil) serta kurang mendapat perawatan secara memadai. Kondisi ini menyebabkan tingkat efisiensi yang rendah (dilihat dari unit biaya produksi per kg gula). Biaya produksi gula per unit pada PG berskala kecil jauh lebih tinggi dibandingkan dengan PG berskala besar atau bermesin relatif baru. Bertolak belakang dari Indonesia, industri gula di negara lain makin lama makin menunjukkan kinerja yang baik, terutama di Thailand, Amerika Latin,
China, dan India. Hal ini berdampak gula Indonesia tidak mampu bersaing dengan
gula
impor
terutama
dari
sisi
harga.
Permasalahan inefisiensi tersebut disebabkan oleh beberapa faktor yang meliputi teknis dan manajemen. Pertama adalah pabrik-pabrik gula sudah mengalami masa yang aus dan mesin-mesinnya sudah tua. Kedua, kinerja dari pabrik itu juga rendah dan tidak cukup baik. Ketiga, dari sisi organisasi BUMN yang relatif lamban kinerjanya, tidak ada inovasi manajemen dan inovasi produksi yang makin baik. Produktivitas gula yang dihasilkan PG-PG di luar Jawa relatif lebih tinggi dan cenderung terus meningkat. Keadaan ini khususnya terjadi pada PG-PG yang dikelola oleh swasta dengan penguasaan lahan HGU yang cukup memadai. Sebagian besar (75 persen) dari PG-PG tersebut berskala lebih besar dari 3.000 TCD serta berumur relatif muda (terbanyak dibangun pada tahun 1980-an atau setelahnya) sehingga teknologi yang digunakan relatif lebih mutakhir. Berdasarkan penelitian Cahyadi (2005) terhadap kinerja beberapa pabrik gula di Jawa yang mewakili pabrik gula skala kecil, sedang dan besar yaitu PG. Candi Baru, PG. Lestari, dan PG. Ngadirejo masing-masing menunjukkan kinerja sebesar 12.99 persen, 14.79 persen, dan 12.14 persen. Hal ini menunjukkan bahwa kinerja pabrik-pabrik tersebut kurang baik. PG Jatitujuh merupakan salah satu unit kegiatan yang berada dibawah manajemen PT. RNI (Rajawali Nusantara Inddonesia). PG Jatitujuh memiliki kapasitas produksi ± 4000 TCD dan memiliki lahan berstatus HGU yang cukup luas, sehingga dimana pabrik gula dengan penerapan pola pengelolaan budidaya dan penggilingan dalam satu manajemen yang sama sangat berpotensi dalam peningkatan efisiensinya. Program akselerasi peningkatan produksi gula dari sisi PG perlu terus dilakukan, untuk itu harus dilakukan peningkatan kinerja dan efisiensi PG melalui rehabilitasi dan peningkatan teknologi pabrik, optimalisasi kapasitas giling, serta pengurangan jam berhenti giling (overall recovery). Secara umum proses pembuatan gula dari bahan baku tebu dilakukan melalui berbagai tahapan kegiatan proses. Tahapan-tahapan tersebut antara lain stasiun gilingan, pemurnian, penguapan, masakan atau kristalisasi, dan stasiun putaran. Pada setiap tahapan kegiatan proses dihasilkan produk utama
sekaligus produk sampingnya. Kelancaran proses dapat berjalan dengan lancar dukungan sebuah sistem yang dapat menjaga agar proses dapat selalu mencapai parameter-parameter yang telah ditetapkan, kapasitas produksi tercapai, dan proses dapat berjalan tepat waktu. Hal-hal tersebut dapat dicapai apabila diketahui dimana titik-titik kritis dalam proses yang perlu mendapat perhatian lebih selama proses berjalan agar apabila terjadi pergeseran keadaan terkendali atau penyimpangan dapat segera dilakukan tindakan pengendalian dan perbaikan sehingga proses dapat kembali ke keadaan yang terkendali. Oleh karena itu evaluasi keragaan PG Jatitujuh perlu dilakukan untuk dapat melihat sejauh mana efektivitas kegiatan-kegiatan program yang ada. Dengan adanya evaluasi keragaan ini diharapkan dapat menjawab beberapa permasalahan yang mungkin terjadi pada pabrik gula terkait dengan kebijakan-kebijakan perusahaan yang ada.
Untuk lebih memudahkan
mengendalikan kegiatan proses produksi yang terdapat pada pabrik gula, diperlukan juga sistem penunjang keputusan pengendalian proses agar pelaksanaan kegiatan menjadi lebih optimal. Hal ini didasarkan juga pada penelitian Cahyadi (2005) terhadap kinerja beberapa pabrik gula di Jawa yang mewakili pabrik gula skala kecil, sedang dan besar yaitu PG. Candi Baru, PG. Lestari, dan PG. Ngadirejo masing-masing menunjukkan kinerja sebesar 12.99 persen, 14.79 persen, dan 12.14 persen. Hal ini menunjukkan bahwa kinerja pabrik-pabrik tersebut kurang baik. B. TUJUAN Tujuan pengkajian masalah khusus ini adalah: 1. Mengevaluasi proses dan mengukur kinerja/kemampuan setiap proses. 2. Mengidentifikasi titik-titik kritis komponen yang berada didalam proses pengolahan gula kristal 3. Mengetahui tingkat efisiensi produksi Pabrik Gula Jati Tujuh 4. Memformulasikan dan merekomendasikan sistem penunjang keputusan pengendalian proses produksi gula kristal putih. C. RUANG LINGKUP
Ruang lingkup penelitian ini secara lebih rinci adalah sebagai berikut: 1. Pengambilan sampel dari tiap-tiap tahapan kritis dalam proses yang kemudian dipantau dengan metode Statistical Process Control 2. Mengidentifikasi faktor dan titik kritis komponen pendukung proses melalui wawancara dengan pihak-pihak terkait dan menggunakan metode Equipment Critically Rating (ECR) 3. Mengukur tingkat efisiensi produksi gula kristal putih yang didasarkan pada beberapa indikator yang sesuai dengan kondisi perusahaan dengan menggunakan metode Data Envelopment Analysis 4. Merancang
dan
memformulasikan
sistem
penunjang
keputusan
pengendalian proses produksi gula kristal melalui metode Analitical Hierarchy Process (AHP). D. OUTPUT DAN MANFAAT Penelitian yang dilakukan menghasilkan output berupa suatu perangkat lunak yang bernama SWEETCON.PROSION dan dokumen sistem penunjang keputusan pengendalian proses produksi gula kristal di Pabrik Gula Jati Tujuh. Formulasi sistem tersebut diharapkan dapat memberi manfaat sebagai berikut: 1. Meningkatkan
kinerja/kemampuan
masing-masing
tahapan
proses
produksi di Pabrik Gula Jati Tujuh. 2. Meningkatkan efisiensi dan produktivitas perusahaan. 3. Perusahaan dapat memantau kegiatan produksi dan segera mengambil keputusan untuk melakukan tindakan stasiun produksi mana yang perlu dikendalikan. 4. Sistem penunjang keputusan pengendalian produksi gula kristal dapat diterapkan pada Pabrik Gula Jati Tujuh.
II. TINJAUAN PUSTAKA
A.
TANAMAN TEBU Tanaman tebu (Saccharum officinarum L) merupakan tanaman setahun yang termasuk famili Graminae dan tumbuh optimal di khatulistiwa pada 39o LU-35o Ls dengan suhu rata-rata 21oC. Tebu dapat ditanam dari dataran rendah sampai pegunungan dengan ketinggian 1000 m di atas permukaan laut. Di daerah pegunungan yang suhu udaranya rendah, tanaman tebu lambat tumbuh dan rendemennya rendah (Sudiatso, 1982). Menurut Indriani dan Sumiarsih (1992), suhu optimum untuk pertumbuhan tanaman tebu berkisar antara 24oC-30oC, terutama di dataran rendah dengan amplitudo tidak lebih dari 6oC, dengan beda suhu antara siang dan malam tidak lebih dari 10oC. Tanaman tebu atau Saccharum officinarum L termasuk kedalam keluarga rumput-rumputan. Mulai dari pangkal sampai dengan ujung batangnya mengandung nira dengan kadar mencapai 20 persen. Nira inilah yang kelak dibuat kristal-kristal gula atau gula pasir. Disamping itu tebu juga digunakan sebagai bahan baku pembuatan gula merah (Anonymous, 1994). Proses terbentuknya gula rendemen gula tebu yaitu berjalan dari ruas ke ruas dan tingkat kemasakannya tergantung dari umur ruas. Ruas bagian bawah lebih tua sehingga kandungan gulanya lebih banyak jika dibandingkan dengan ruas bagian atas. Tanaman tebu dikatakan sudah optimal jika kadar gula di sepanjang batang tebu seragam kecuali beberapa ruas bagian pucuk (Supriyadi, 1983). Gula yang ada pada batang tebu merupakan hasil kerja (sintesa) dari tanaman tebu itu sendiri yang hasilnya dari berbagai unsur yang berinteraksi yaitu unsur air, CO2 di udara dan sinar matahari. Ketiga unsur akan berinteraksi membentuk heksosa dan pada fase pemasakan heksosa tersebut akan disintesa menjadi sukrosa. Tebu mengandung berbagai komponen antara lain serabut, air dan sukrosa. Sebelum diolah, tebu harus digiling
terlebih dahulu hingga dihasilkan nira. Prosentase komponen tebu masak dan niranya dapat dilihat pada Tabel 1. Tabel 1. Komposisi Tebu Masak dan Niranya Komponen
Tebu
Nira
Air (%)
70-80
70-90
Gula (%)
8-12
7-10
Serat (%)
10-16
Bukan Gula (potasium, sulfat, chlorida, calsium,
phospat,
besi,
carbonat,as
amino, protein, gum, wax, fat, starch) (%) Kotoran (%)
2-3
2-3 0.1-0.5
Sumber: Direktorat Teknologi, RNI (2005) B.
PROSES PENGOLAHAN GULA KRISTAL Proses pengolahan tebu menjadi gula pasir terbagi atas tiga tingkatan yaitu mengeluarkan air gula (nira) dari batang tebu, membersihkan air gula dari kotoran-kotoran dan mengentalkan air gula sehingga menjadi gula (Gautara dan Wijandi, 1973). Secara umum tahapan proses dalam pembuatan gula pasir adalah sebagai berikut: 1. Penimbangan bahan baku Bahan baku tebu diangkut dari kebun dengan truk, sesampai di pabrik akan ditimbang dan dipindahkan ke lori (kereta pengangkut tebu) menuju meja tebu sebagai tempat dimulainya perlakuan pendahuluan pengolahan kristal gula (Anonymous, 1984). Menurut Soerjadi (1985), bahan baku tebu dari lori dibawa ke meja tebu dan tebu tersebut akan mengalami perlakuan pendahuluan berupa pengupasan dan pencacahan menjadi fraksi yang lebih kecil. Perlakuan pendahuluan dimaksudkan untuk mempermudah pengeluaran nira saat pemerahan nira di stasiun gilingan.
Tabel 2. Parameter Kinerja Stasiun Penimbangan Bahan Baku PARAMETER Tingkat kemasakan tebu Jumlah bahan pengotor (trash) Kesegaran tebu Pol tebu Kadar nira tebu Kemurnian nira perahan pertama Sumber: Cahyadi (2005)
STANDAR SYARAT NILAI Satuan 24-40 % ≤ 5 % ≤ 24 jam ≤ 12 % ≥ 80 % ≥
85
%
2. Penggilingan Tebu yang bentuknya kecil-kecil tersebut kemudian mengalami penggilingan. Penggilingan ini dimaksudkan untuk mengambil nira mentah dari batang tebu dan memisahkannya dari ampas (Soerjadi, 1985). Menurut Rianggoro dan Daryanto (1984), hasil pemerahan tiap gilingan berbeda, semakin ke balakang semakin kecil hasilnya, karena nira yang terperah sebagian ada pada bagian parensia yang dengan penekanan sedikit saja akan terperah dengan %brix terbesar, sedangkan untuk gilingan selanjutnya yang terperah adalah korteks dan epidermis. Tabel 3. Parameter Kinerja Stasiun Penggilingan PARAMETER Kadar sabut Tingkat Pencacahan (Preparation Index) Fibre Loading Imbibisi % sabut Persentase nira mentah tebu Persentase ekstraksi nira Kapasitas giling Sumber: Cahyadi (2005)
SYARAT -
STANDAR NILAI PG. PG. Kecil Sedang 14-16
PG. Besar
Satuan %
>
90
%
= ≥
200 200
g/dm2 %
≥
100
%
>
96
%
≥
1500
3000
4500
TCD
3. Pemurnian Tujuan pemurnian adalah untuk membuang sebanyak-banyaknya zat bukan gula sehingga diperoleh nira yang jernih dan mengusahakan agar kerusakan gula akibat perlakuan proses pabrikasi minimal (Sartono, 1988). Pemurnian dengan susu kapur dilakukan dalam peti defekator (bejana yang berfungsi untuk mencampurkan susu kapur dengan nira mentah) dengan pH 10. Sebelum dialirkan ke dalam peti defekator, nira mentah dipanaskan pada suhu 75o. Setelah reaksi akan terbentuk endapan Ca-phospat. Selanjutnya dilakukan pemurnian dengan gas SO2 dalam peti sulfitasi sampai pH 7,2. Hasil reaksi berupa endapan CaSO3 yang akan menyelubungi endapan Ca-phospat sehingga akan menghasilkan endapan yang kompak dan porous sehingga mudah ditapis. Hasil akhir pemurnian nira encer dengan kotorannya melalui metode pengendapan dalam peti pengendap (Rianggoro dan Daryanto, 1984). Tabel 4. Parameter Kinerja Stasiun Pemurnian PARAMETER Turbidity nira Kadar CaO dalam nira Jumlah bahan pengasingan bukan gula Persentase pol blotong Persentase blotong terhadap tebu Sumber: Cahyadi (2005)
STANDAR SYARAT NILAI Satuan ≤ 50 ppm ≤= 80 ppm ≤
14
%
≤ ≤
2 3
% %
4. Penguapan Tujuan dari pengendapan adalah untuk memekatkan nira encer, sehingga diperoleh nira dengan kepekatan yang diharapkan (64oBe) (Anonymous, 1984). Pada proses penguapan terkadang terjadi adanya pergerakan akibat dari kurang sempurnanya proses pemurnian. Pembersihan secara teratur perlu dilakukan untuk memperbaiki proses (Anonymous, 1984).
Tabel 5. Parameter Kinerja Stasiun Penguapan PARAMETER Tingkat kekentalan nira Warna nira kental Suhu nira jernih Sumber: Cahyadi (2005)
SYARAT ≥ ≤ ≥
STANDAR NILAI 65 Kuning kecoklatan 100
Satuan %brix o
C
5. Kristalisasi Kristalisasi
adalah
proses
peningkatan
kejenuhan
nira
dan
pembentukan kristal. Tujuan kristalisasi adalah untuk mendapatkan gula kristal sebanyak mungkin secara mudah, sederhana dan ekonomis. Kristalisasi menghasilkan kristal gula dan tetes dalam bentuk campuran yang dapat dipisahkan di stasiun putaran (Martoharsono, 1997). Tabel 6. Parameter Kinerja Stasiun Kristalisasi PARAMETER Kekentalan masakan Tingkat kemurnian masakan Purity drop Kerataan kristal Ukuran kristal Sumber: Cahyadi (2005)
STANDAR SYARAT NILAI Satuan 93-94 % brix ≥ 85 % 10-15 % rata 0.8-1.1 mm
6. Putaran Pemutaran difungsikan untuk memisahkan kristal dengan larutannya (stroop) menggunakan proses sentrifugasi dalam saringan sehingga massa akan terlempar. Kristal akan tertahan pada dinding saringan dan cairan akan menembus lubang saringan. Masing-masing masakan diputar dalam alat putaran yang berbeda (Soerjadi, 1985). Tabel 7. Parameter Kinerja Stasiun Putaran PARAMETER Kadar air Warna Ukuran kristal Sumber: Cahyadi (2005)
STANDAR SYARAT NILAI Satuan ≤ 1 % brix putih 0.8-1.1 mm
7. Pengeringan, pendinginan dan pengemasan Dalam alat pengering dan pendingin gula terdapat penghisap debu gula untuk kemudian ditangkap dan dilebur kembali. Seteleh dingin dan kering, gula disaring untuk memisahkan antara gula halus, gula kasar dan gula produk. Gula halus dan gula kasar akan dilebur kembali sedangkan gula produk akan ditimbang dan dikemas (Sartono, 1988). Pengemasan adalah usaha perlindungan terhadap produk dari segala macam kerusakan dengan menggunakan wadah (Soerjadi, 1985). Gula produk ditimbang dengan timbangan curah dengan skala yang sudah diatur untuk berat bersihnya, dan langsung masuk ke karung dan dijahit secara otomatis. Selanjutnya gula produk dibawa ke gudang yang memenuhi syarat untuk disimpan dan didistribusikan ke konsumen (Anonymous, 1984). Tabel 8. Parameter Kinerja Stasiun Pengeringan, pendinginan dan penyaringan PARAMETER Kadar air gula sentrifugal Suhu gula sebelum masuk karung Berat gula per karung Kemasan
SYARAT
STANDAR NILAI
Satuan
≤
1
%
≤
40
o
=
50
kg
C
Karung plastik, inner bag
Sumber: Cahyadi (2005) 8.
Produk
Agar dapat dikonsumsi secara lengsung, gula harus memenuhi syarat SNI gula yang telah ditetapkan oleh pemerintah. Beberapa parameter penilaian kinerja produk ditampilkan dalam tabel 9.
Tabel 9. Parameter Kinerja Produk PARAMETER Warna kristal Warna larutan (ICUMSA), IU Besar jenis butir Susut pengeringan Polarisasi (oZ, 20, o C) Gula reduksi Abu kondukiviti Zat tidak larut Belerang dioksida (SO2) Timbal (Pb) Tembaga (Cu) Arsen (As) C.
SYARAT ≥
STANDAR NILAI GKP 1 GKP 2 GKP 3 70 65 60
Satuan %
≤
250
350
450
IU
≤
0.8-1.2 0.1
0.8-1.2 0.15
0.8-1.2 0.2
% b/b mm b/b
≥
99.6
99.5
99.4
% b/b
≤ ≤ ≤ ≤
0.1 0.1 5
0.15 0.15 5
0.2 0.2 5
% b/b TCD derajat
30
30
30
mg/kg
≤ ≤ ≤
2 2 1
2 2 1
2 2 1
mg/kg mg/kg mg/kg
KOMPONEN KRITIS PROSES Krisis adalah suatu titik balik untuk menjadi lebih baik atau menjadi lebih buruk dan merupakan saat yang menentukan. Krisis dapat pula didefinisikan sebagai suatu saat yang tidak stabil dimana perubahan mendasar sering terjadi. Hasil positif atau negatif yang terjadi merupakan probabilitas yang cenderung berulang (Fink, 1986). Selanjutnya Fink (1986) menambahkan bahwa perusahaan yang dapat membuat perencanaan untuk suatu keadaan yang kritis maka sebenarnya perusahaan itu selangkah lebih maju dalam memanfaatkan kesempatan keadaan kritis tersebut dibandingkan perusahaan yang tidak mempersiapkan perencanaan kritis. Salah satu strategi untuk mengidentifikasi kekritisan komponen yang menunjang dalam suatu proses produksi adalah dengan prtimbangan multi kriteria adalah Equipment Critically Rating (ECR). ECR ini bertujuan untuk menentukan kekritisan dari alat (equipment) yang dipakai dalam proses produksi dengan memperhatikan kriteria-kriteria yang berhubungan dengan strategi persediaan komponen. Keluaran dari ECR adalah tingkat kekritisan
dari mesin atau komponen. Tingkat kekritisan tersebut dapat digolongkan dalam 4 golongan yaitu Vital, Essential, Support, dan Operational yang disingkat dengan VESO. Definisi dari kekritisan equipment
dalam suatu sistem produksi
adalah sebagai berikut:
Ukuran untuk dapat mengetahui perbedaan relatif pentingnya peranan suatu equipment terhadap equipment lain dalam suatu proses produksi.
Menyatakan tingkat besarnya konsekuensi yang akan diterima terhadap kriteria yang disetujui apabila equipment tersebut mengalami kerusakan Penggolongan komponen berdasarkan tingkat kekritisannya ke dalam
VESO yang artinya: 1. Vital Merupakan komponen yang dipergunakan untuk proses utama, vital terhadap operasi komersial dan keselamatan petugas. Bila komponen tersebut rusak akan menyebebkan mesin tersebut shutdown, mempunyai high cost, atau plant/personal safety tidak terjamin. Komponen ini memerlukan frekuensi monitoring yang tinggi secara periodik. Peralatan yang termasuk kategori ini adalah semua peralatan proses utama yang apabila rusak akan langsung mengakibatkan kehilangan produksi dan penalty cost. 2. Essential Adalah komponen yang dipergunakan dalam proses atau essential terhadap operasi komersial. Bila komponen tersebut rusak akan menyebebkan pengurangan produksi dan mempunyai high replacement cost. Komponen ini memerlukan frekuensi monitoring tinggi secara periodik. Peralatan yang termasuk ketegori ini adalah peralatan proses dan peralatan auxilary, yang pada umumnya mempunyai unit cadangan dan apabila rusak tidak langsung mengakibatkan kehilangan produksi, akan tetapi kerusakan yang berkepanjangan (lebih dari 24 jam) akan mengakibatkan kehilangan produksi dan pinalty cost.
3. Support Adalah komponen yang digunakan dalam proses dan memerlukan periodic monitoring. Bila komponen rusak, tidak akan berpengaruh terhadap operasi komersial dan safety. Semua peralatan proses lainnya dan peralatan penunjang kehidupan yang apabila rusak lebih dari 72 jam baru mempengaruhi kondisi kehidupan masuk dalam kategori support. 4. Operating Adalah semua komponen yang tidak termasuk kategori 1,2 dan 3 dan tidak memerlukan periodic monitoring secara rutin. Bila komponen tersebut rusak, tidak berpengaruh terhadap keselamatan dan operasi komersial. Semua peralatan non industri dan peralatan penunjang kehidupan yang tidak termasuk klasifikasi tersebut di atas, termasuk kategori operasional. Untuk menentukan faktor-faktor kritis berdasarkan penggolongannya (VESO) dipengaruhi oleh aspek-aspek yang harus dipertimbangkan berdasarkan kriteria yang telah ditentukan. Aspek-aspek yang sesuai dengan kriterianya adalah sebagai berikut: 1. Safety: penilaian terhadap komponen berdasarkan servis yang di-handle, yang mempunyai akibat pada plant safety
dan personal safety bila
komponen tersebut rusak 2. Life support : penilaian terhadap komponen berdasarkan kegunaan komponen tersebut pada plant safety dan personal safety, bila terjadi kerusakan mengakibatkan tidak terjaminnya plant safety dan personal safety. 3. Commercial : penilaian terhadap komponen berdasarkan fungsi komponen tersebut dalam proses produksi bila terjadi kerusakan akan mengakibatkan gangguan produksi sehingga menimbulkan penalty cost. 4. Sparing Philosophy : penilaian terhadap komponen berdasarkan tersedia tidaknya spare komponen terhadap yang sewaktu-waktu diperlukan langsung dapat dioperasikan untuk menunjang 100% kapasitas produksi. 5. Mean Down Time : penilaian terhadap komponen berdasarkan lama waktu overhaul.
6. Spare Part Lead Time : penilaian terhadap komponen berdasarkan waktu yang dibutuhkan dalam pengadaan spare part dari komponen tersebut untuk keperluan perbaikan/overhaul baik dilihat dari manufacturing time maupun proses logistik. 7. Reliability : penilaian terhadap komponen berdasarkan keandalan (sering atau tidaknya komponen rusak sewaktu dioperasikan) 8. Direct Maintenance Cost : penilaian terhadap komponen berdasarkan harga penawaran langsung dari komponen tersebut. 9. Applicability of Condition Monitoring Technique : penilaian terhadap komponen berdasarkan kemudahan, ketelitian, dan jumlah/ jenis data atau informasi yang dapat diperolah dari komponen guna keperluan pemeriksaan kondisi 10. Vendor availability : penilaian terhadap komponen berdasarkan tersedia tidaknya dukungan pemasok yang sewaktu-waktu diperlukan dapat membantu untuk mengatasi problem teknis dari komponen tersebut bila diperlukan. 11. Design Maturity : penilaian terhadap komponen berdasarkan teknologi disain (rancang bangun) ataupun jaminan disain dari komponen tersebut sehingga diperlukan ketelitian yang tinggi dalam mengoperasikan dan memeliharanya.
HIRARKI
EQUIPMENT CRITICALLY RATING
-
SAFETY
EQUIPMENT CRITICALLY RATING
-
Penyebab Ledakan Penyebab kenaikan temperatur Penyebab kenaikan tegangan Penyebab tertimpa/berat Merusak bagian lain Penyebab adanya racun
Life Support
- Kemungkinan terjadi kerugian pada manusia dan pabrik
Commercial
- Pengaruh terhadap produksi
KEANDALAN
-
Kelengkapan data
Severity kondisi Operasi Reliability
Vendor Availability
- Kebutuhan akan Vendor
Spare Part Lead Time
- Lama waktu Pemesanan
Applicability of Condition Monitoring Technique
-
Lokasi equipment Fasilitas monitoring Parameter monitoring Gangguan terhadap operasi Akurasi data Keahlian petugas
Gambar 1. Struktur Hirarki Equipment Critically Rating (Tingkat Kekritisan Peralatan)
D.
SISTEM PENUNJANG KEPUTUSAN Menurut Eriyatno (1999), Sistem Penunjang Keputusan (SPK) adalah pendekatan secara sistematis dalam menentukan teknologi ilmiah yang tepat untuk mengambil keputusan, yang merupakan konsep spesifik yang menghubungkan sistem komputerisasi informasi dengan para pengambil keputusan sebagai penggunanya. SPK dimaksudkan untuk memaparkan secara terinci elemen-elemen sistem sehingga dapat menunjang dalam proses pengambilan keputusan. Dalam suatu proses pengambilan keputusan, perusahaan akan menghadapi kesulitan dengan adanya alternatif-alternatif pilihan sebagai landasan untuk tindakan yang akan dilaksanakan. Kondisi tersebut menuntut perusahaan untuk tahu dan mengerti tentang masalah yang dihadapi, alternatif-alternatif
yang
ada,
dan
kriteria
untuk
mengukur
atau
membandingkan setiap alternatif guna mendapatkan alternatif yang terbaik. Sebuah cara penggambaran atau biasa disebut model diperlukan bagi sebuah perusahaan untuk melihat gambaran masalah tersebut secara menyeluruh (Assauri, 1999). Eriyatno (1998), menambahkan bahwa landasan utama dalam pengembangan
SPK
adalah
konsepsi
model.
Konsepsi
model
ini
menggambarkan hubungan abstrak antara tiga komponen utama dalam penunjang keputusan, yaitu: (a) pengambil keputusan atau pengguna, (b) model dan (c) data. Masing-masing komponen tersebut dikelola oleh sebuah sistem manajemen. Masukan dan keluaran untuk pengguna dikelola oleh sebuah manajemen dialog, untuk pelaksanaan perintah model dikelola oleh manajemen basis model dan data dikelola dengan baik oleh manajemen basis data. Selain mengelola data dari SPK, manajemen basis data juga mengakomodasikan masukan data dari sumber luar sebagai pertimbangan untuk pengambilan keputusan, seperti data organisasi, data ekonomi dan lain sebagainya (Kroenke, 1989). Sebuah struktur dasar SPK dapat dilihat pada Gambar 2.
Basis Model Sistem Penunjang Keputusan
Manajemen Basis Model
Manajemen Dialog
Pengguna
Manajemen Basis Data
Basis Data
Pelayanan Data Eksternal
Gambar 2. Struktur Dasar Sistem Penunjang Keputusan (Kroenke, 1989) Eriyatno (1998) menambahkan, bahwa Sistem Manajemen Dialog adalah satu-satunya subsistem yang berkomunikasi dengan pengguna yang berfungsi untuk menerima input dan memberikan output yang dikehendaki pengguna. Manajemen basis model memberikan fasilitas pengelolaan model untuk mengkomputasi pangambilan keputusan dan meliputi semua aktivitas yang tergabung dalam pemodelan SPK, seperti pembuatan model, implementasi, pengujian, validasi, eksekusi dan pemeliharaan model (Eriyatno, 1998). E.
EFISIENSI PROSES PRODUKSI Setiap manajer ataun pimpinan organisasi selalu berkepentingan dan memiliki
tanggung
jawab
langsung
dalam
meningkatkan
kinerja
(performance) organisasi yang dipimpinnya. Kemampuan untuk mengukur kinerja organisasi (performance measurement) merupakan salah satu
prasyarat bagi manajer agar dapat memobilisasi sumber daya secara efektif untuk meningkatkan kinerja organisasi yang dipimpinannya. Pengukuran kinerja dapat memberi arah pada keputusan strategis yang menyangkut perkembangan suatu organisasi di masa yang akan datang (Makmun, 2002). Efisiensi adalah salah satu parameter kinerja yang secara teoritis merupakan salah satu kinerja yang mendasari seluruh kinerja sebuah organisasi. Kemampuan menghasilkan output yang maksimal dengan input yang ada merupakan ukuran kinerja yang diharapkan. Pada saat pengukuran efisiensi dilakukan, suatu perusahaan dihadapkan pada kondisi bagaimana mendapatkan tingkat output yang optimal dengan tingkat input yang ada, atau mendapatkan tingkat input yang
minimum dengan tingkat output
tertentu. Hasil identifikasi alokasi input dan output dapat digunakan untuk analisis penyebab rendahnya tingkat efisiensi (Muliaman et al., 2003). Tingkat efisiensi dapat diukur secara teknis dan ekonomis. Efisiensi secara teknis dapat tercapai apabila untuk menghasilkan output dalam jumlah tertentu digunakan kombinasi input yang terkecil dalam satuan fisik. Efisiensi secara ekonomis dapat tercapai apabila untuk menghasilkan output dalam jumlah tertentu digunakan biaya terendah (Lipsey, 1987). Dalam teknis pengukuran kinerja, Saputra (2003) menyatakan bahwa efisiensi merupakan salah satu aspek yang dapat digunakan untuk menentukan kinerja suatu unit kegiatan ekonomi. Efisiensi pada dasarnya adalah optimalisasi penggunaan sumber-sumber dalam upaya untuk mencapai tujuan organisasi.
Manfaat dari pengukuran efisiensi adalah
sebagai tolok ukur untuk memperoleh efisiensi relatif, mengidentifikasi faktor-faktor yang menyebabkan perbedaan tingkat efisiensi dan untuk melakukan analisis-analisis yang memiliki implikasi kebijakan guna memperbaiki tingkat efisiensi unit kegiatan ekonomi yang bersangkutan. Menurut Kast (1985), kinerja suatu sistem atau suatu perusahaan dapat ditinjau dari dimensi luaran sistem yang meliputi, efektifitas, efisiensi dan kepuasan. Efektifitas berkaitan dengan kinerja dalam pencapaian tujuan, efisiensi berkaitan dengan penggunaan sumber dan kepuasan berkaitan dengan penghargaan atas jerih payah partisipasi anggota organisasi.
Permasalahan industri gula berpangkal pada empat hal utama yaitu: (1) inefisiensi di tingkat usaha tani; (2) inefisiensi di tingkat PG; (3) belum efektifnya kebijakan pemerintah guna mendorong perkembangan industri gula Indonesia; dan (4) industri dan perdagangan gula di pasar internasional yang sangat distortif dimana hanya beberapa negara yang menguasai pangsa pasar gula internasional dan memberlakukan tarif impor yang rendah. Masalah klasik pada tingkat usaha tani adalah rendahnya produktivitas dan rendemen. Rendahnya kualitas bahan baku tebu mempunyai kontribusi sekitar 60-75% terhadap rendahnya rendemen, sedangkan sisanya adalah pengaruh inefisiensi pabrik. Kondisi pabrik gula, terutama yang ada di Jawa yang umumnya sudah tua, merupakan salah satu faktor penyebab rendahnya rendemen. Ketersediaan jumlah bahan baku yang merupakan faktor penting dalam efisiensi pabrik, semakin terbatas sehingga PG sering mengalami kesulitan untuk mencapai kapasitas minimum (minimum hari giling) (Lembaga Riset Perkebunan Indonesia, 2005). Salah satu sebab rendahnya daya saing industri gula dalam negeri adalah inefisiensi pabrik-pabrik gula yang ada. Disamping itu permasalahan kritis yang perlu dipecahkan dalam pabrik gula untuk meningkatkan efisiensi pabrik adalah tingginya waktu break-down yang disebabkan lemahnya koordinasi antar stasiun produksi serta kurang optimumnya proses karena tidak adanya sistem monitoring dan kontrol (http:// www. iptek. net. id/ ind/ jurnal/ jurnal_idx. php?doc= VIII.IIB.10.htm). Faktor inefisiensi yang bersumber dari faktor manajemen juga memberi kontribusi terhadap inefisiensi di tingkat PG. Barbiroli (1996) membedakan efisiensi perusahaan atas efisiensi teknis dan ekonomis. Kajian ini dikhususkan mengukur tingkat efisiensi proses, produksi yang berkaitan dengan penggunaan bahan baku, energi, waktu, penampakan kualitas, dan keperdulian terhadap lingkungan. Untuk mempermudah mengaudit dan mengevaluasi tingkat efisiensi tersebut Barbiroli mengajukan 12 indikator efisiensi teknis dan ekonomis.Barbiroli (1996) memperkenalkan pengukuran efisiensi proses produksi dengan
menggunakan dua belas indikator dengan memperhatikan aspek teknis dan ekonomisnya. Keseluruhan indikator amat penting untuk diperhatikan demi kesuksesan aktivitas produksi. Barbiroli (1996) mengukur efisiensi dari dua belas indikator baik secara teknis dan ekonomis, secara terpisah-pisah (efisiensi per indikator), secara kelompok (efisiensi per kelompok indikator) dan secara keseluruhan yaitu efisiensi keseluruhan indikator dengan mengambil nilai rata-ratanya. Semua pengukuran ini dihitung dengan rasio dan terpisah-pisah dalam aspek teknis dan aspek ekonomis. Dua belas indikator Barbiroli ditunjukkan pada Gambar 3.
Efisiensi Masukan Efisiensi Kualitas Produk Absolut Efisiensi Volume Produk
Efisiensi Pengoperasian Peralatan Statis
Efisiensi Kualitas Produk Konstan Efisiensi Keanekaragaman Produk Campuran
Efisiensi Pengoperasian Peralatan Dinamis
Efisiensi Siklus Bahan Baku
Efisiensi Lingkungan Produk Akhir
Efisiensi Lingkungan Keseluruhan Proses
Efisiensi Siklus Energi
Efisiensi Lingkungan Siklus Energi
Gambar 3 . Dua-belas Indikator Efisiensi Seperti yang tersaji pada Gambar 3, indikator Barbiroli terdiri dari dua belas pengukuran efisiensi, yaitu : 1. Efisiensi Siklus Bahan Baku Efisiensi teknis bahan baku merupakan rasio antara “jumlah bahan baku yang terkandung dalam produk jadi” dan “jumlah bahan baku tanpa air yang masuk proses”. Efisiensi ekonomisnya merupakan perbandingan antara “biaya tambahan bahan baku ditambah biaya untuk meng-upgrade bahan baku yang tidak digunakan dalam proses” dengan “nilai bahan baku
yang termasuk dalam produk ditambah dengan nilai bahan baku yang terkandung dalam produk”. 2. Efisiensi Siklus Energi Efisiensi siklus energi menghitung tingkat efisiensi dari energi yang digunakan di perusahaan. Efisiensi teknisnya merupakan rasio antara “jumlah total konsumsi energi yang digunakan perusahaan” dengan “jumlah total energi terpakai untuk proses produksi”. Efisiensi ekonomisnya merupakan rasio antara “biaya tambahan untuk energi karena nilai konversi aktual” dengan “nilai energi yang benar-benar digunakan dalam proses”. 3. Efisiensi Lingkungan Keseluruhan Proses Efisiensi lingkungan keseluruhan proses terdiri atas efisiensi teknis dan efisiensi ekonomis. Efisiensi teknisnya merupakan rasio antara jumlah total bahan baku dan bahan campuran yang berpotensi tercemar yang tidak dibuang ke lingkungan” dengan “jumlah total bahan baku dan bahan campuran yang berpotensi tercemar dan tidak diubah ke dalam produk”. Efisiensi ekonomisnya didefinisikan sebagai rasio antara “total biaya untuk mengurangi potensi yang hilang dari bahan baku dan bahan campuran yang berpotensi polusi yang digunakan dalam proses dan tidak diubah ke dalam produk” dengan “nilai bahan baku yang benar-benar dimasukkan ke dalam produk”. 4. Efisiensi Lingkungan Produk Akhir Efisiensi lingkungan produk akhir terdiri atas efisiensi teknis dan efisiensi ekonomis. Efisiensi teknisnya merupakan rasio antara “jumlah sisa bahan baku yang tidak dibuang ke lingkungan” dengan “jumlah bahan baku yang terkandung dalam produk” dan efisiensi ekonomisnya didefinisikan sebagai rasio antara “biaya untuk mengurangi bahan baku yang dibuang ke lingkungan” dengan “nilai bahan baku dalam produk”. 5. Efisiensi Lingkungan Siklus Energi Efisiensi teknis dari efisiensi lingkungan siklus energi adalah rasio antara “jumlah total dari limbah kimiawi dan fisik yang tidak dibuang ke lingkungan selama siklus energi dari proses” dengan “jumlah total
maksimum dari limbah kimiawi dan fisik selama siklus energi dari proses”. Efisiensi ekonomisnya adalah rasio antara “total biaya untuk meminimisasi potensi yang hilang dari limbah yang dihasilkan dalam siklus energi” dengan “nilai dari energi yang benar-benar digunakan dalam proses”. 6. Efisiensi Pengoperasian Peralatan Statis Efisiensi pengoperasian peralatan statis mengukur tingkat efisiensi dari mesin dan peralatan statis yang digunakan di dalam proses produksi ditinjau dari aspek teknis maupun dari aspek ekonomis. Efisiensi teknisnya adalah rasio antara “selisih dari waktu kerja potensial peralatan dengan waktu henti peralatan” dengan “total waktu kerja potensial peralatan”. Efisiensi ekonomisnya adalah rasio antara “biaya tambahan karena adanya waktu henti” dengan “biaya produksi (pengoperasian)”. 7. Efisiensi Volume Produk Nilai
efisiensi
teknis
volume
produk
akhir
didapatkan
dari
perbandingan antara “jumlah produk yang dijual” sebagai output teknis dengan “jumlah maksimum produk yang dihasilkan” sebagai input teknis. Efisiensi ekonomisnya adalah perbandingan antara “nilai maksimum produk yang dapat dihasilkan dikurangi dengan nilai produk terjual” dengan “nilai maksimum produk yang dapat dihasilkan”. 8. Efisiensi Masukan Nilai efisiensi teknis dari efisiensi masukan didefinisikan sebagai rasio antara “jumlah optimal lead time per kg dari produk” dengan “total lead time aktual per unit produk yang diukur untuk kondisi normal”. Efisiensi ekonomisnya adalah perbandingan antara “biaya produksi aktual per kg dikurangi biaya produksi optimal per kg” dengan “biaya produksi optimal per kg”. 9. Efisiensi Pengoperasian Peralatan Dinamis Nilai efisiensi teknis dari efisiensi pengoperasian peralatan dinamis adalah rasio antara “total waktu kerja peralatan dikurangi total down time setelah ada produk baru tanpa modifikasi struktur proses” dengan “total waktu kerja peralatan”. Efisiensi ekonomisnya adalah rasio antara “biaya
amortisasi per unit untuk produk baru” dengan “rata-rata biaya amortisasi per unit untuk produk lama”. 10. Efisiensi Keanekaragaman Produk Campuran Nilai Efisiensi teknis dari efisiensi keanekaragaman produk campuran merupakan rasio antara “jumlah produk baru yang didapat dari kombinasi input tanpa modifikasi struktur proses” dengan “jumlah produk yang didapat dari proses”. Efisiensi ekonomisnya adalah rasio antara “biaya produksi per unit rata-rata untuk produk baru yang didapat dari kombinasi input tanpa modifikasi struktur proses” dengan “biaya produksi per unit rata-rata untuk produk campuran gabungan”. 11. Efisiensi Volume Produk Nilai
efisiensi
teknis
volume
produk
akhir
didapatkan
dari
perbandingan antara “jumlah produk yang dijual” sebagai output teknis dengan “jumlah maksimum produk yang dihasilkan” sebagai input teknis. Efisiensi ekonomisnya adalah perbandingan antara “nilai maksimum produk yang dapat dihasilkan dikurangi dengan nilai produk terjual” dengan “nilai maksimum produk yang dapat dihasilkan”. 12. Efisiensi Kualitas Produk Absolut Efisiensi ini didapatkan dari penguraian kinerja secara global, diukur dengan merangkai beberapa faktor kinerja.
Efisiensi teknisnya adalah
rasio antara “selisih jumlah produk yang memenuhi standar dengan jumlah produk gagal” dengan “produk yang memenuhi standar”.
Efisiensi
ekonomisnya merupakan rasio dari “selisih biaya produksi aktual per unit dengan biaya produksi optimal per unit” dengan “rata-rata biaya produksi per unit”. Nilai-nilai efisiensi teknis akan semakin baik apabila nilainya mendekati satu. Efisiensi ekonomis akan semakin baik apabila nilai yang didapatkan mendekati nol. Penelitian hanya menggunakan delapan indikator dari kedua belas indikator tersebut. Indikator-indikator yang digunakan sudah disesuaikan dengan lingkup penelitian. Delapan indikator tersebut adalah efisiensi siklus
material, efisiensi siklus energi, efisiensi lingkungan produk akhir, efisiensi kualitas produk absolut, efisiensi kualitas produk konstan, efisiensi pengoperasian peralatan statis, efisiensi volume produk dan efisiensi masukan. F.
DATA ENVELOPMENT ANALYSIS (DEA) Salah satu metode yang dikembangkan dalam upaya pengukuran produktivitas perusahaan atau unit kerja tertentu adalah Data Envelopment Analysis (DEA). Metode ini dikembangkan pertama kali oleh Charnes et al. (1978) dan merupakan metode pengukuran produktivitas dengan fungsi produksi secara non parametrik (Joro et al., 1998). Metode Data Envelopment Analysis (DEA) diciptakan sebagai alat evaluasi kinerja suatu aktivitas di sebuah unit entitas. Secara sederhana pengukuran dinyatakan dengan rasio: input/output yang merupakan satuan pengukuran produktivitas yang bisa dinyatakan secara parsial (misalnya: output per jam kerja ataupun output per pekerja, dengan output adalah penjualan, profit, dsb) ataupun secara total (melibatkan semua output dan input suatu entitas ke dalam pengukuran) yang dapat membantu menunjukkan faktor input (output) apa yang paling berpengaruh dalam menghasilkan suatu output (penggunaan suatu input). Hanya saja perluasan pengukuran produktivitas dari parsial ke total akan membawa kesulitan dalam memilih input dan output apa yang harus disertakan dan bagaimana pembobotannya (Cooper et.al, 2002). Data Envelopment Analysis (DEA) adalah teknik perhitungan berdasarkan program linear untuk mengukur performasi relatif unit-unit terorganisasi dimana kehadiran input dan output majemuk menyulitkan perbandingan (Emrouzenad, 1999). Metodologi DEA merupakan sebuah metode non parametrik yang menggunakan model program linier untuk menghitung perbandingan rasio output dan input untuk semua unit yang dibandingkan. DEA diperkenalkan pertama kali oleh Charnes,Cooper, dan Rhodes (CCR) pada tahun 1978. Hasil perhitungan metode ini disebut sebagai nilai efisiensi relatif (Siswandi et al., 2004).
Metode DEA diciptakan sebagai alat evaluasi kinerja suatu aktivitas di sebuah unit entitas. Secara sederhana pengukuran dinyatakan dengan rasio antara output dan input yang merupakan satuan pengukuran produktivitas yang bisa dinyatakan secara parsial ataupun secara total melibatkan semua input dan output suatu entitas kedalam pengukuran yang dapat membantu menunjukkan faktor input (output) yang paling berpengaruh terhadap suatu entitas kedalam pengukuran. Pengukuran ini dapat membantu menunjukan faktor input (output) yang paling berpengaruh dalam menghasilkan suatu output (penggunaan suatu input) (Siswandi et al., 2004). Produk atau organisasi yang akan diukur efisiensi relatifnya disebut sebagai
Unit
Pengambil
Keputusan
(UPK)
yang
diukur
dengan
membandingkan input dan output yang digunakan dengan sebuah titik yang terdapat pada garis frontir efisien (efficient frontier). Garis frontir efisien ini mengelilingi atau menutupi (envelop) data dari organisasi yang bersangkutan, dari sinilah nama DEA diambil.
Garis frontir efisien ini diperoleh dari
hubungan unit yang relatif efisien (lihat garis Q-Q' pada Gambar 4). Titik awal
X2
Metode DEA
X2 Q
B
A
Envelopment Frontier
a
D
C
k
E
0
B
A
X1
D
C
0
E
Q’ X1
Gambar 4 . Efisiensi Frontier dari Dua Input UPK yang berada pada garis ini dianggap memiliki efisiensi sebesar satu, sedangkan unit yang berada di bawah garis frontir efisien memiliki efisiensi lebih kecil dari satu. Berbeda dengan pendekatan parametrik yang menekankan pada optimisasi persamaan regresi (single regression) pada masing-masing UPK, metode DEA yang menggunakan pendekatan non parametrik menekankan pada optimisasi pengukuran kinerja untuk masingmasing UPK (Siswandi et al., 2004). Formulasi matematis metode DEA dapat dilihat pada persamaan 1 di bawah ini.
∑U s
hj =
rj
Yrj
r =1 m
=
∑V
X ij
ij
Weighted sum of output
............(1)
Weighted sum of input
i =1
Keterangan : m = jumlah input, s = jumlah output dan n = jumlah UPK (indikator) hj = efisiensi relatif dari indikator ke k, k = 1...n Ur = bobot tertimbang dan output indikator ke r Vi = bobot tertimbang dan input indikator ke i Yrk = jumlah atau nilai output r pada indikator k Xrk = jumlah atau nilai input i pada indikator ke k
Misalkan ada n UPK yang akan dievaluasi, maka setiap UPK memberikan nilai yang bervariasi dari sejumlah m input untuk menghasilkan s output, efisiensi dari UPK ke-j , hj diukur dengan index rasio dimana Xij adalah nilai positif input ke-i UPK j (i=1,2,..m) dan Yrj adalah nilai ouput ke-r UPKj (r=1,2,.. s). Menurut Anderson (2000), beberapa keunggulan dari metode DEA adalah : 1. DEA dapat digunakan untuk mengevaluasi model dengan input majemuk (multiple input) dan output majemuk (multiple output). 2. Tidak dibutuhkan asumsi yang menghubungkan antara input dengan output. 3. Input dan output yang digunakan dapat memiliki unit pengukuran yang sangat berbeda. Sebaliknya, keterbatasan-keterbatasan yang dimiliki oleh metode DEA adalah: 1. Gangguan seperti error pengukuran dapat menyebabkan permasalahan yang sangat signifikan. 2. DEA tidak dapat menggambarkan efisiensi absolut. 3. Pengujian hipotesis statistik sulit untuk dilakukan karena DEA merupakan teknik non parametrik.
G. ANALITICAL HIERARCHY PROCESS (AHP)
Analitical Hierarchy Process (AHP) adalah suatu pendekatan analisis yang bertujuan untuk membuat suatu model permasalahan yang tidak mempunyai struktur. Analisis ini biasanya diterapkan untuk memecahkan masalah-masalah yang terukur (kuantitatif), maupun masalah-masalah yang memerlukan
pendapat
(judgement),
AHP
banyak
digunakan
pada
pengambilan keputusan untuk banyak kriteria, perencanaan, alokasi sumberdaya, dan penentuan prioritas dari strategi yang dimiliki pihak yang terlibat (aktor) dalam situasi konflik (Saaty, 1993). AHP adalah penyederhanaan suatu persoalan kompleks yang tidak terstruktur, strategik, dan dinamik menjadi bagian-bagiannya, serta menata dalam suatu hierarki. Kemudian tingkat kepentingan tiap variabel diberi nilai numerik secara subyektif tentang arti penting variabel tersebut secara relatif dibandingkan dengan variabel lain. Saaty (1993) menambahkan, AHP merupakan analisis yang digunakan dalam pengambilan keputusan dengan pendekatan sistem, dimana pengembil keputusan berusaha memahami suatu kondisi sistem dan membantu melakukan prediksi dalam mengambil keputusan. Dalam penerapannya, disarankan sedapat mungkin menghindari adanya penyederhanaan seperti dengan membuat asumsi-asumsi, dengan tujuan dapat diperoleh model-model yang kuantitatif. Menurut Marimin (2004), AHP memungkinkan pengguna untuk memberikan nilai bobot relatif dari suatu kriteria majemuk (atau alternatif majemuk terhadap suatu kriteria) secara intuitif, yaitu dengan melakukan perbandingan
berpasangan
(pairwise
comparison).
Semua
elemen
dikelompokkan secara logika dan diperingatkan secara konsisten sesuai dengan suatu kriteria yang logis. Hirarki merupakan abstraksi hubungan dan pengaruh antara elemenelemen dalam struktur pada keseluruhan ssitem yang dipelajari. Abstraksi merupakan bentuk hubungan antara elemen yang menggambarkan sistem secara keseluruhan. Dalam praktek tidak ada prosedur baku yang digunakan untuk menyusun hirarki. Cara yang paling umum dilakukan adalah dengan mempelajari literatur mengenai sistem yang dipelajari atau melakukan
diskusi dengan orang yang berhubungan dengan sistem. Hirarki dari metode ini dibagi menjadi fokus, faktor, aktor, tujuan dan alternatif, seperti terlihat pada Gambar 5. Fokus
Sasaran utama
v
Faktor
Faktor yang terlibat
Aktor
Pelaku yang terlibat
Tujuan
Tujuan dari pelaku
Alternatif
Alternatif penyelesaian
Gambar 5. Hirarki Metode Proses Hirarki Analitik (Saaty, 1993) Saaty (1993), menambahkan bahwa tahapan-tahapan proses dalam PHA adalah mengidentifikasi, memahami dan menilai interaksi-interaksi dari sistem yang ada. Penilaian dilakukan dengan teknik komparasi berpasangan terhadap elemen-elemen keputusan pada suatu tingkat hirarki keputusan dengan menggunakan nilai skala pengukuran yang dapat membedakan setiap pendapat serta mempunyai keteraturan, sehingga memudahkan transformasi dalam bentuk pendapat (kualitatif) kedalam bentuk nilai angka (kuantitatif). Tingkat kesahihan (validitas) pendapat tergantung pada konsistensi dan akurasi pendapat. Keuntungan digunakannya hirarki dalam pemecahan masalah menurut Saaty (1993) adalah sebagai berikut: a. Hirarki mewakili suatu sistem yang dapat menerangkan bagaimana prioritas pada level di bawahnya.
b. Hirarki memberikan informasi rinci mengenai struktur dan fungsi dari sistem pada level yang lebih rendah dan memberikan gambaran mengenai aktor dan tujuan pada level yang lebih tinggi. c. Sistem akan menjadi lebih efisien jika disusun dalam bentuk hirarki dibandingkan dalam bentuk lain d. Bersifat stabil dan fleksibel dalam arti penambahan elemen pada struktur yang telah tersusun baik tidask akan mengganggu penampilannya. H. PENELITIAN TERDAHULU
Natalia (2002), melakukan penelitian dengan analisis manajemen mutu terpadu pada perusahaan agroindustri gula cair PT Puncak Gunung Mas, Ciracas, Jakarta Timur. Kesimpulan yang didapatkan dari penelitian ini adalah PT PGM mempunyai masalah utama yaitu mutu produk dengan sub penyebab yang paling mempengaruhi adalah kualitas material untuk penyebab material, staf dan operator untuk penyebab SDM, dan produktivitas untuk penyebab mesin. Alternatif perbaikan yang perlu untuk segera dilakukan adalah perbaikan manajemen terutama sistem adaministrasi dan informasi dalam manajemen, selain itu teamwork atau kerjasama tim di PT PGM juga masih harus diperbaiki. Trisyulianti (2003), melakukan penelitian tentang desain sistem pakar untuk interpretasi bagan kendali mutu pakan. BKM pakan ditujukan untuk melihat apakah kondisi proses dalam keadaan terkendali atau tidak terkendali. Karakteristik mutu yang dijadikan parameter adalah suhu. Pengawasan mutu proses pakan meliputi rangkaian proses pakan dari mulai penggilingan, pencampuran, pembuatan pellet, pendinginan, pembuatan butiran, sampai pengemasan. Sistem pakar akan memanggil data base dan menghitung batas pengendali atas dan batas pengendali bawah, kemudian setiap titik penerimaan contoh dipanggil untuk dibuat bagan kendali mutu. Sistem ahli akan merekomendasikan tindakan yang harus dilakukan operator/supervisor. Abduh (1999), meneliti tentang aplikasi model program sasaran pada optimasi produksi gula di pabrik gula Takalar, Sulawesi Selatan. Tujuan
penelitian ini adalah menganalisis kegiatan produksi gula dilanjutkan dengan merancangbangun model optimasi yang merepresentasikan keadaan di lapangan dengan memperhatikan kendala bahan baku, tenaga kerja, tenaga kerja tebang, sarana angkutan, kapasitas pabrik giling, ketersediaan biaya, dan lahan. Pendekatan permasalahan dilakukan dengan metode pendekatan berencana (planned approach), sedangkan perancangan model optimasi menggunakan kaidah program sasaran linear. Dari hasil pengolahan model optimasi produksi gula diketahui bahwa pada pemenuhan prioritas kedua sebagian besar kendala-kendala sasaran dapat tercapai. Juwita (2006), melakukan penelitian dengan judul Kajian Strategi Peningkatan Kualitas Proses dan Produk Teh di PT. Perkebunan Nusantara VIII Gunung Mas Cisarua Bogor. Penelitian dilakukan untuk mengetahui sejauh mana menurunnya kinerja proses dan mesin/peralatan sebagai faktor penyebab rendahnya kualitas teh. Pemodelan sistem dirancang dengan menggunakan Microsoft Visual Basic 6.0 dan DEA for Windows. Efisien relatif per indikator menghasilkan keluaran bahwa indikator siklus bahan baku, pengoperasian peralatan statis dan volume produk akhir masih belum efisien secara relatif. Efisiensi relatif per kelompok indikator menghasilkan keluaran bahwa kelompok indikator peralatan dan kelompok indikator produk masih belum efisien secara relatif. Efisiensi mesin dan peralatan keseluruhan menghasilkan keluaran nilai efisiensi yang masih berada di bawah standar tingkat dunia.
III. METODOLOGI PENELITIAN
A. KERANGKA PEMIKIRAN
Kajian pengawasan kegiatan produksi pada industri gula kristal ini dilakukan untuk mengembangkan suatu model Sistem Penunjang Keputusan yang akan membantu para pengambil keputusan (desicion maker) dalam melakukan pengendalian proses produksi secara efektif dan efisien. Proses produksi
merupakan
aspek yang sangat penting untuk
diperhatikan dalam pembuatan suatu produk. Keberhasilan masing-masing tahapan proses akan mempengaruhi keberhasilan proses secara keseluruhan. Untuk mencapai keberhasilan proses pengolahan gula secara menyeluruh, maka perlu diketahui faktor yang berpengaruh pada masing-masing tahapan proses dan dilakukan tindakan pengendalian apabila dalam proses tersebut ada kondisi yang tidak sesuai dengan parameter yang diharapkan oleh perusahaan untuk mengembalikan proses pada kondisi yang ideal. Kualitas proses produksi yang baik akan menyebabkan produk yang dihasilkan juga berkualitas baik. Kualitas merupakan salah satu faktor yang juga penting yang harus dipertimbangkan untuk mengantisipasi tuntutan konsumen dan persaingan pasar yang semakin ketat. Sistem penunjang keputusan merupakan salah satu usaha yang dapat diterapkan untuk mempertahankan kelancaran proses produksi, efisiensi sumberdaya yang digunakan, dan juga untuk mempertahankan kualitas produk yang dihasilkan agar sesuai dengan spesifikasi yang telah ditetapkan. Perancangan sistem penunjang keputusan akan memberikan informasi dan keluaran bagi para pengambil keputusan tentang kondisi faktor-faktor pendukung proses dan dapat segera dilakukan tindakan apabila dalam proses tersebut menunjukkan adanya penyimpangan atau tak terkendali. Dalam perancangan sistem ini, dimulai dengan analisis faktor-faktor yang berpengaruh dalam proses, yaitu dengan menilai kemampuan proses itu sendiri. Penilaian kemampuan (kinerja proses) dilakukan dengan memantau
hasil proses pada setiap stasiun kerja berdasarkan parameter kinerja proses yang diterapkan pada perusahaan. Hasil pemantauan proses yang didapat dibandingkan dengan spesifikasi yang ingin dicapai perusahaan sehingga dapat diketahui seberapa besar penyimpangan dan variasi yang ada dalam masing-masing
stasiun
proses.
Apabila
suatu
stasiun
mengalami
penyimpangan yang melebihi batas spesifikasi atau memiliki tingkat variabilitas yang tinggi akan dapat menyebabkan proses-proses selanjutnya juga mengalami penyimpangan. Kegiatan pemantauan proses akan lebih efektif bila menggunakan teknik-teknik statistika seperti diagram pengendali dan menggunakan teknik akurasi yaitu dengan memperbolehkan terjadinya penyimpangan sebesar ±10%. Selain kemampuan proses, faktor yang juga memegang peranan penting dalam mendukung kelancaran proses adalah kondisi mesin dan peralatan. Kondisi mesin dan peralatan yang baik akan dapat memperkecil tingkat kerusakan dan dapat menekan jam henti dalam pabrik. Kerusakan mesin dapat diantisipasi dengan mengetahui kekritisan mesin dan peralatan sehingga para pengambil keputusan dapat menyusun jadwal perawatan dan perbaikan secara periodik baik selama masa giling ataupun di luar masa giling. Perhitungan mesin kritis didasarkan pada pendapat para pakar atau pihak yang berkompeten dalam bidang tersebut untuk pembobotan kriteria dan indikatornya serta didukung oleh data yang didapat tentang kerusakan dan jam henti selama masa giling. Identifikasi terhadap titik-titik kritis komponen pendukung proses tersebut menggunakan metode ECR (Equipment Critically Rating). Kegiatan proses produksi dapat berjalan apabila didukung oleh sumber daya yang memadai. Ketersediaan sumber daya tersebut juga harus diatur penggunaannya agar proses produksi dapat optimal dalam semua segi. Tingkat efisiensi penggunaan sumber daya perlu dievaluasi agar perusahaan dapat memperbaiki dan meningkatkan kinerja dan produktivitasnya. Aspek-aspek yang diukur untuk mengetahui tingkat efisiensi produksi ini menggunakan metode Data Envelopment Analysis dan melibatkan beberapa indikator yang
terdapat pada indikator Barbiroli yang juga disesuaikan dengan kondisi perusahaan. Pemodelan terakhir dari sistem ini adalah penyusunan hirarki pengambilan keputusan pengendalian proses produksi. Metode AHP diterapkan untuk menentukan tahapan kritis mana dalam proses yang harus dikendalikan dan diperbaiki berdasarkan pembobotan faktor dan kriteria terbesar yang dilakukan oleh pakar gula. Faktor dan kriteria yang digunakan berdasarkan model perhitungan sebelumnya yang ditambah faktor pendukung kualitatif dan diberi penilaian secara kuantitatif. Kerangka konseptual penelitian terdapat pada Gambar 6. B. PENDEKATAN SISTEM
Sistem merupakan sekumpulan elemen-elemen yang berada dalam keadaan yang saling berhubungan untuk tujuan yang sama. Pendekatan sistem merupakan metoda pemecahan masalah yang dimulai dengan identifikasi dan analisis kebutuhan serta diakhiri dengan hasil berupa sistem operasi yang efektif dan efisien (Eriyatno, 1999). Marimin (2004) menyatakan bahwa pada dasarnya pendekatan sistem adalah penerapan sistem ilmiah dan manajemen. Dengan cara ini hendak diketahui fator-faktor yang mempengaruhi perilaku dan keberhasilan suatu organisasi atau sistem. Metode ilmiah dapat menghindarkan menejemen mengambil kesimpulan-kesimpulan yang sederhana dan simplisitis searah oleh suatu masalah disebabkan oleh pengertian yang lebih luas mengenai faktorfaktor yang mempengaruhi perilaku sistem dan memberikan dasar untuk memahami penyebab ganda dari suatu masalah dalam kerangka sistem. Pendekatan sistem ini dicirikan dengan adanya metodologi perencanaan atau pengelolaan yang bersifat multidisiplin dan terorganisir, penggunaan model matematika, mampu berfikir secara kualitatif, penggunaan teknik simulasi dan optimasi, serta diaplikasikan dengan komputer. Pendekatan sistem dengan menggunakan model yaitu suatu abstraksi keadaan nyata atau penyederhanaan sistem nyata untuk memudahkan pengkajian suatu sistem (Eriyatno, 1999).
Penentuan Topik dan Tujuan Penelitian
Identifikasi faktor pendukung pengendalian proses
Pemantauan proses
Pengumpulan data mesin produksi
Teknik Akurasi
Penilaian Setiap Tahapan/stasiun Proses
Bagan Kendali
Pengukuran penyimpangan proses
Teknik Akurasi
ECR
Pengumpulan data input-output indikator efisiensi produksi
Indikator Barbiroli
Identifikasi Faktor Kritis Mesin
Penilaian Kriteria Utama
Pairwise comparison
DEA
Penilaian Indikator Komponen
Identifikasi Atribut Pengendalian Proses
Penyusunan Hirarki AHP
Pembobotan Kriteria dan Alternatif
Perbandingan berpasangan
Penentuan Prioritas
Evaluasi Konsistensi
Perumusan SPK Pengendalian Proses Produksi Gula Kristal Putih
Pemodelan, implementasi, verifikasi, evaluasi sistem
Sistem Penunjang Keputusan Pengendalian Proses Produksi Gula Kristal
AHP
Pemilihan indikator efisiensi
Perhitungan efisiensi tiap indikator
Gambar 6. Kerangka Konseptual Penelitian 1. Analisis kebutuhan Analisis kebutuhan merupakan permulaan pengkajian dari suatu sistem. Analisis ini dinyatakan dalam kebutuhan-kebutuhan yang ada, baru kemudian dilakukan tahapan pengembangan terhadap kebutuhan-kebutuhan yang dideskripsikan. Analisis kebutuhan selalu mengangkut interaksi antara respon yang timbul dari seorang pengambil keputusan terhadap jalannya sistem. Analisis ini dapat meliputi hasil survei, pendapat ahli, observasi lapangan dan sebagainya (Marimin, 2004). Identifikasi kebutuhan dari Sistem Penunjang Keputusan Pengendalian Proses Produksi Gula Kristal adalah sebagai berikut: a. Bagian produksi
1) Bahan baku bermutu sesuai dengan standar yang ditetapkan perusahaan 2) Biaya pengendalian proses relatif rendah 3) Kelancaran dan kestabilan proses produksi 4) Proses yang menyimpang dapat segera dikendalikan 5) Kontinuitas suplai bahan baku 6) Proses berjalan tepat waktu dan jam henti dapat diminimalkan b. Bagian pengendalian mutu
1) Sistem pengendalian mutu yang efektif dan efisien 2) Mutu bahan baku dan produk sesuai dengan standar yang telah ditetapkan 3) Biaya pengendalian mutu relatif rendah 4) Meningkatnya jaminan kualitas dan keamanan gula c. Operator/karyawan
1) Mengetahui tahapan-tahapan dalam proses yang kritis 2) Hanya memberi perhatian lebih pada tahapan proses yang kritis 3) Bekerja lebih efektif dan efisien
d. Bagian Maintenance
1) Mengetahui komponen-komponen pendukung proses yang kritis 2) Memperkirakan saat-saat perawatan dan perbaikan suatu komponen 3) Membuat jadwal pemeliharaan komponen pendukung proses 2. Formulasi Permasalahan
Permasalahan yang dihadapi dalam pengendalian kualitas sektor pasca panen produk gula kristal adalah sistem pengolahan yang diterapkan saat ini belum optimal, sedangkan produk gula kristal mempunyai sifat yang mudah rusak. Beberapa permasalahan yang ada pada sistem pengendalian proses produksi gula kristal antara lain adanya variasi yang besar pada setiap tahapan proses, pengambilan keputusan yang lambat dan belum diterapkannya statistika pengendalian mutu proses produksi. Model sistem pengendalian proses produksi yang akan dirancang, diharapkan dapat membantu menerapkan sistem pengendalian proses produksi secara keseluruhan dan membantu pengambilan keputusan secara efektif dan efisien dalam biaya yang harus dikeluarkan. 3. Identifikasi Sistem
Identifikasi
sistem
merupakan
suatu
rantai
hubungan
antara
pernyataan dari kebutuhan-kebutuhan dengan pernyataan khusus dari masalah yang harus dipecahkan untuk mencukupi kebutuhan-kebutuhan tersebut (Eriyatno, 1999). Identifikasi sistem bertujuan untuk memberi gambaran terhadap sistem yang dikaji. Diagram yang digunakan dalam identifikasi sistem adalah dalam bentuk diagram input output seperti yang terlihat pada gambar 7.
Input Lingkungan -
Standar Nasional Indonesia Peraturan pemerintah Keadaan sosial ekonomi Kebijaksanaan pabrik
Input Tak Terkendali -
Output Dikehendaki
Harga bahan baku Harga bahan pembantu Kontinuitas bahan baku Mutu bahan baku Kondisi mesin dan peralatan
-
Proses berjalan lancar Produk seragam dan berkualitas tinggi Biaya mutu optimal Kepuasan dan kepercayaan konsumen Efisiensi dan efektifitas pengendalian kualitas proses produksi
Sistem Pengendalian Proses Produksi Gula Kristal
Input Terkendali -
Output Tak Dikehendaki
Teknik dan metode statistika pengendalian proses Spesifikasi mutu proses yang diharapkan Sumberdaya manusia Peralatan pengendalian proses
-
Tingkat kecacatan tinggi Biaya penggantian produk cacat tinggi Kapasitas produksi menurun Kinerja proses rendah Jam henti banyak
MANAJEMEN PENGENDALIAN PROSES PRODUKSI Gambar 7. Diagram Input-Output Sistem Penunjang Keputusan Pengendalian Proses Produksi Gula Kristal C. TATA LAKSANA 1. Sumber dan Cara Pengumpulan Data
Pengambilan data akan dilakukan di PT Rajawali II Unit PG Jatitujuh, Cirebon pada bagian produksi dan pengendalian mutu. Dilakukan dengan cara wawancara dengan pihak-pihak terkait yang berkompeten dan ahli
dalam industri pengolahan gula kristal putih (expert survey) dan melalui pengamatan langsung di lapangan pada saat proses produksi berlangsung. 2. Pengolahan Data a. Pemantauan Proses
Pemantauan proses dilakukan pada masing-masing stasiun produksi dengan menggunakan data parameter-parameter proses yang digunakan oleh perusahaan. Data yang telah diperoleh dianalisa dengan teknik pengendalian kualitas statistika yang berupa bagan kendali dan diagram kapabilitas. Dengan menggunakan diagram kendali dapat diketahui variabilitas pada proses dan besar penyimpangannya dari batas-batas kendali. Setelah diketahui rata-rata proses dan tingkat variasinya kemudian dihitung menggunakan teknik akurasi, dimana akurasi dapat didefinisikan sebagai perbedaan antara rata-rata data aktual (average) dengan nilai standar (true value) (Besterfield,1990). Akurasi dihitung menggunakan persamaan: A= X-S Dimana : A
= Akurasi
X
= Rata-rata hasil pengukuran
S
= Standar pabrikasi
Variasi (penyimpangan) maksimum akurasi dihitung menggunakan persamaan berikut: Amax = ±VS%*S Dimana : Amax
= Akurasi maksimum
VS
= Variasi standar yang masih dapat diterima (%)
S
= Standar pabrikasi
Persentase variasi yang digunakan adalah 10%. Nilai 10% merupakan nilai variasi maksimum yang masih dapat diterima (acceptable) dalam dunia industri (Cahyadi, 2005). Dalam implementasi,
standar penilaian yang akan digunakan sebagai justifikasi kondisi kinerja aktivitas atau proses adalah nilai persentase dari variasi (penyimpangan). Justifikasi terkendali atau tidaknya suatu proses dihitung berdasarkan nilai rata-rata persentase variasi dari setiap aktivitas yang terdapat dalam stasiun tersebut. Persentase variasi aktivitas dihitung menggunakan: %Vact = ( X
– S) x 100%
act
S Dimana : %Vact = Persentase variasi aktivitas
X
act
S
= Rata-rata hasil pengukuran varisi aktivitas = Standar aktivitas
Persentase variasi stasiun produksi dihitung menggunakan persamaan sebagai berikut:
∑ %V n
%Vst =
act i
i =1
n
Dimana: %Vst = Persentase variasi stasiun produksi Vacti
= Persentase variasi aktivitas yang ke-i
n
= Jumlah aktivitas
b. Penentuan faktor dan titik-titik kritis komponen
Penentuan kekritisan komponen pendukung proses menggunakan pendapat beberapa pakar internal peruasahaan. Dalam proses penilaian kekritisan komponen ini disebarkan kuesioner kepada bagian pabrikasi dan instalasi yang berkompeten sebanyak tiga orang. Dalam kuesioner tersebut para pakar memberikan bobot untuk masing-masing indikator dan kriteria kekritisan masing-masing mesin dan peralatan stasiun proses. Identifikasi komponen kritis pendukung proses menggunakan metode Equipment Critically Rating (ECR). Selain dari pembobotan
para pakar juga digunakan data dari perusahaan untuk kerusakan atau jem henti selama proses produksi.
ECR Bobot Kriteria 1
Kriteria 2
Kriteria 3
Kriteria
Indikator
Gambar 8. Struktur Pengolahan Data ECR
Nilai ECR
Struktur pengolahan data ECR seperti gambar diatas menunjukkan setiap indikator dijumlahkan dalam satu kriteria, kemudian dikalikan dengan bobot kriteria yang dimilikinya. Jumlah nilai dari masing-masing kriteria tersebut merupakan nilai ECR komponen. Secara matematika prosedur tersebut digambarkan sebagai berikut:
∑b xN K
ECR =
i
i
i =1
bi = Bobot masing-masing kriteria Ni = nilai kriteria berdasarkan indikator-indikatornya
∑ I xD n
=
i
i
Di = Bobot setiap indikator c. Analitycal Hierarchy Process (AHP)
Analisis
AHP
berdasarkan
dimulai
hasil
dengan
wawancara
melakukan dan
penilaian
kuesioner
dari
pendapat responden
terkait.adapun tahapan analisa data adalah sebagai berikut (Saaty, 1993): 1) Identifikasi sistem, yaitu mendefinisikan permasalahan dan rinci pemecahan yang didinginkan, yang dilakukan dengan studi pustaka, yaitu mempelajari beberapa dokumen terutama yang berkaitan dengan perencanaan.
2) Penyusunan hirarki. Dalam penyusunan hirarki atau struktur keputusan dilakukan dengan mengelompokkan elemen-elemen sistem yang diperoleh berdasarkan studi pustaka dan dipadukan dengan kondisi nyata di lapangan ke dalam suatu abstraksi sistem hirarki keputusan. 3) Komparasi berpasangan. Mengembangkan pengaruh relatif setiap elemen yang relevan terhadap masing-masing tujuan pada setiap level hirarki. Penilaian dilakukan dengan menggunakan teknik komparasi berpasangan (pairwise comparison) dengan memberikan bobot numerik serta membandingkan elemen satu dengan lainnya. Dalam menentukan
tingkat
kepentingan
(bobot),
penilaian
pendapat
(judgement) dilakukan dengan menggunakan fungsi berfikir yang dikombinasikan dengan intuisi, perasaan dan penginderaan. Adapun nilai dan definisi skala komparasi tersebut seperti tercantum pada Tabel 10. Tabel 10. Skala Komparasi (Saaty,1993) Intensitas Kepentingan 1
Definisi Kedua elemen sama pentingnya
3
Elemen yang satu sedikit lebih penting dibanding yang lainnya
5
Elemen yang satu lebih esensial atau bersifat lebih penting, menonjol dibanding elemen lainnya Satu elemen jelas lebih penting dari elemen lainnya (menunjukkan sifat sangat penting yang menonjol) Satu elemen mutlak lebih penting dibanding dengan lainnya
7
9
2; 4; 6; 8 Nilai Kebalikan
Penjelasan Sumbangan dua elemen sama besar pada sifat itu Pengalaman dan pertimbangan sedikit menyokong satu elemen atas yang lainnya Pengalaman dan pertimbangan dengan kuat menyokong satu elemen atas yang lainnya Satu elemen dengan kuat menyokong, dominasinya tampak dalam kenyataan
Bukti yang menyokong elemen yang satu atas yang lainnya memiliki tingkat penegasan tertinggi yang mungkin menguatkan Nilai-nilai antara di antara dua Kompromi diperlukan antara dua pertimbangan yang berdekatan pertimbangan Jika untuk aktivitas i mendapat satu angka bila dibandingkan dengan aktivitas j, maka j mempunyai nilai kebalikannya bila dibandingkan dengan nilai i.
Jika C1, C2, ..., Cn merupakan elemen- elemen suatu level dalam hirarki, maka apabila C1 dibandingkan dengan Cj didefinisikan sebagai nilai yang mengidentifikasikan besarnya kepentingan (kekuatan) C1 terhadap Cj. Nilai aij=1/aij merupakan perbandingan kebalikannya. Nilai-nilai diatas akan membentuk matriks segi n (A) untuk i,j = 1, 2, 3, ..., n. Matriks tersebut adalah sebagai berikut:
A = (aij)
C1
C2
...
Cn
C1
1
a12
...
a1n
C2
1/ a12
1
...
A2a
...
...
...
...
...
Cn
1/ a1n
1/a2n
...
1
=
4) Matriks Pendapat Gabungan. Merupakan susunan matriks beru yang elemen-elemennya (gij) berasal dari rata-rata geometrik elemen matriks pendapat individu (aij) yang rasio konsistensinya (CR) memenuhi syarat. Formulasi rata-rata geometrik: Gij = m π aij (k) Dimana: m = jumlah responden gij
= elemen matriks pendapat gabungan individu pada baris ke-i,
kolom ke-j aij (k)
= elemen matriks pendapat individu pada baris ke-i,
kolom ke-j untuk matriks pendapat individu dengan CR yang memenuhi persyaratan ke-k k
= 1,2, ..., n
n
= jumlah matriks pendapat individu (responden dengan CR
memenuhi syarat) 5) Pengolahan Horisontal, digunakan untuk menyusun prioritas elemenelemen keputusan pada setiap tingkat hirarki keputusan. Pengolahan horisontal dapat dilakukan dalam lima tahap:
a. perkalian baris (z) dengan menggunakan rumus: VE – Z4 = n π aij (ij = 1...n)
b. perhitungan vektor prioritas atau vektor cirri (eigen vector) dengan rumus: VPI = VEI ∑VE dimana VPI adalah elemen vektor prioritas ke-I; I = 1,2, ..., n c. perhitungan nilai eigen maksimum (λmax) dengan rumus VA = (aij) x VP, dengan VA = (VAI) VB = VA VP dengan VB = (VP j) λmax = 1/n ∑VB untuk I = 1,2, ..., n VA = VB = vektor antara
d. perhitungan indeks konsistensi (CI) dengan rumus: CI = λmax – n N-1
e. perhitungan rasio konsistensi (CR) dengan rumus: CR = CI
RI dimana RI = Random Indeks (Indeks Acak) Nilai rasio konsistensi (CR) < 0,1 merupakan nilai dengan tingkat konsistensi yang baik dan dapat dipertanggungjawabkan. d. Perhitungan Efisiensi
Penelitian hanya menggunakan enam indikator efisiensi proses produksi dari dua belas indikator Barbiroli.
Pemilihan indikator ini
dilakukan berdasarkan atas penyesuaian dengan ruang lingkup penelitian dan kondisi proses di perusahaan. Delapan indikator Barbiroli tersebut adalah Efisiensi Siklus Bahan baku (Material Cycle Efficiency : MCE), Efisiensi Siklus Energi (Energy Cycle Efficiency : ECE), Efisiensi Lingkungan Produk Akhir (Final Product Environmental Efficiency :
FPEE), Efisiensi Kualitas Absolut Produk (Product Absolute Quality Efficiency : PAQE), Efisiensi Pengoperasian Peralatan Statis (Equipment Static Operating Efficiency : ESOE), dan Efisiensi Masukan (Input Efficiency : IE). Analisis efisiensi pada penelitian kali ini dibagi menjadi dua macam, yaitu efisiensi absolut dan efisiensi relatif.
i. Perhitungan Efisiensi Absolut
Perhitungan efisiensi absolut menggunakan dua persamaan, yaitu : Efisiensi absolut teknis
= output teknis......... input teknis Efisiensi absolut ekonomis = output ekonomis... input ekonomis
(1) (2)
ii. Perhitungan Efisiensi Relatif Menggunakan Analisis DEA
DEA merupakan suatu analisis yang didesain secara spesifik untuk mengukur efisiensi relatif dari suatu unit produksi dalam kondisi terdapat banyak output maupun banyak input yang biasanya sulit disiasati oleh teknik analisis pengukuran efisiensi rasio maupun analisis regresi. Efisiensi dalam DEA dinyatakan sebagai rasio antara total output tertimbang dan total input tertimbang (Charnes et al, 1994). Setiap unit pengambil keputusan (UPK) diasumsikan bebas untuk menentukan bobot bagi setiap variabel-variabel output maupun input yang ada, asalkan mampu memenuhi dua kondisi yang disyaratkan, yaitu: a. bobot tidak boleh negatif b. bobot harus bersifat universal atau tidak menghasilkan indikator efisiensi di atas normal atau lebih besar dari satu nilai bilamana dipakai UPK yang lainnya. Model matematis DEA untuk suatu UPK dapat dirumuskan kedalam suatu program linear fraksional dengan menjadikan bobot input dan output dari UPK bersangkutan sebagai variabel keputusan. Misalkan ada n UPK yang akan dievaluasi, maka setiap UPK memberikan nilai yang bervariasi dari sejumlah m input untuk menghasilkan s output, efisiensi dari UPK ke-j , hj diukur dengan index rasio dimana Xij adalah nilai positif input ke-i UPK j (i=1,2,..m) dan Yrj adalah nilai ouput ke-r UPKj (r=1,2,.. s).
Formulasi
matematis metode DEA dapat dilihat pada persamaan 1 di bawah ini.
s
maksimumkan hj =
∑U r =1 m
∑V i =1
rj
ij
Yrj
X ij
=
Weighted sum of output Weighted sum of input
…..(1)
Keterangan : m = jumlah input, s = jumlah output dan n = jumlah indikator hj = efisiensi relatif dari indikator ke k, k = 1...n Ur = bobot tertimbang dan output indikator ke r Vi = bobot tertimbang dan input indikator ke i Yrk = jumlah atau nilai output r pada indikator k Xrk = jumlah atau nilai input i pada indikator ke k
dengan kendala : s
∑U r =1 m
rj
≤1
∑V
.....(2)
X ij
ij
i =1
Yrj
dan batas non negatif Urj ≥ 0 dan Vij ≥ 0, r = 1....s dan i = 1...m
.....(3)
Persamaan (1) berbentuk fraksional yang akan bernilai maksimum jika : s
hj = ∑ U rj Yrj maksimumkan (0 ≤ hj ≤ 1) dan
.....(4)
r =1
m
∑V
ij
i =1
.....(5)
X ij
sedangkan persamaan (2) dalam bentuk linear akan menjadi : s
∑U r =1 m
∑V
ij
i =1
Ù
rj
Yrj ≤1
X ij
s
∑U i =1
Ù
m
rj
Yrj ≤
s
∑U i =1
∑V
ij
i =1
X ij
.....(6)
m
rj Yrj -
∑V i =1
ij
X ij ≤ 0
.....(7)
Selanjutnya, masing-masing program linear fraksional yang dirumuskan dalam (1), (2) dan (3) dapat ditransformasikan ke dalam sebuah program linear (Sutapa dan Rahardjo, 2001), yaitu : s
Maksimumkan hj = ∑ U rj Yrj
.....(4)
r =1
dengan kendala : m
∑V i =1
s
ij
X ij = 1
∑U rj Yrj i =1
.....(5)
m
∑V i =1
ij
X ij ≤ 0
j = 1...n
.....(7)
dan batas non negatif Urj ≥ 0 dan Vrj ≥ 0, r = 1...s dan i = 1...m
.....(8)
Program linear yang dirumuskan dalam persamaan (4), (5), (7) dan (8) kemudian dipecahkan dengan menggunakan metode simpleks untuk mendapatkan solusi optimal berupa nilai efisiensi relatif UPKr. Nilai-nilai parameter yang berupa jumlah output dan input dari masing-masing UPK untuk kemudian dapat langsung dimasukkan ke dalam model tanpa harus memiliki satuan yang sama. Setiap UPK akan membutuhkan satu program linear seperti (4) dan (7). Program linear untuk masing-masing UPK pada dasarnya adalah sama, perbedaannya hanya terletak pada koefisien fungsi tujuan (4) dan koefisien fungsi kendala (5). Analisis DEA untuk kemudian akan menghasilkan solusi optimal untuk setiap program linear dari masing-masing UPK. Suatu UPK dikatakan efisien secara relatif apabila nilai nilai efisiensinya 100 %. Apabila nilai efisiensinya kurang dari 100 % maka nilai UPK bersangkutan dianggap tidak efisien secara relatif. 3. Perancangan Sistem
Perancangan sistem didasarkan pada sistem yang dikaji, meliputi perancangan sistem basis data dan basis model menggunakan data flow diagram sebagai rancangan sistem global.
4. Implementasi dan Verifikasi
Pada
tahap
ini,
hasil
rancangan
serta
basis
pengetahuan
diimplementasikan ke dalam suatu bentuk perangkat lunak komputer. Pengembangan model dilakukan menggunakan perangkat lunak Microsoft Visual Basic 6.0 dan Microsoft Front Page untuk pengembangan sistem
manajemen basis data. Selain menggunakan Microsoft Visual Basic 6.0, analisis model juga mempergunakan DEA for Windows, untuk melakukan analisis efisiensi relatif produksi, Minitab13.3 untuk analisa kemampuan proses, dan Expert Choice 2000 untuk analisa komponen kritis dan pengendalian proses produksi. Model yang telah terbentuk dalam sistem yang dibuat dilakukan verifikasi dan validasi dengan menggunakan data aktual untuk mengetahui apakah model tersebut cukup layak digunakan dan dapat memenuhi kriteria yang telah ditetapkan.
IV. GAMBARAN UMUM PERUSAHAAN
A. SEJARAH DAN PERKEMBANGAN PERUSAHAAN Sejarah dari pendirian Pabrik Gula Jatitujuh dimulai dengan adanya kerjasama antara pemerintah Republik Indinesia dan Bank Dunia dalam membentuk Indonesian Sugar Study (ISS), programnya yaitu mencari areal baru yang berorientasi pada lahan kering. Pabrik Gula Jatitujuh diresmikan pada tanggal 5 September 1980 oleh Presiden Republik Indonesia Bapak Soeharto. Berdasarkan Peraturan Pemerintah No. 10 tahun 1981 tanggal 1 April 1981, PNP XIV dirubah satatusnya menjadi PT. Perkebunan XIV Persero dimana Pabrik Gula Jatitujuh bernaung dibawahnya. Perkembangan pabrik dilaksanakan dari Maret 1976 sampai Septemner 1978 dengan kontraktor Perancis (Fives Cail Babcock). Tujuan dari pendirian pabrik adalah: 1. Meningkatkan produksi gula guna memenuhi kebutuhan konsumen dalam negeri. 2. Menciptakan lapangan kerja baru bagi masyarakat di sekitar pabrik gula, sehingga dapat mengurangi laju urbanisasi dan meningkatkan taraf hidup masyarakat tersebut. 3. Meningkatkan pendapatan negara dari sektor non-migas. 4. Menggunakan kembali bekas tanah hutan yang tidak produktif. Pabrik Gula Jatitujuh terletak di desa Sumber, Kecamatan Jatitujuh, Kabupaten Majalengka, Propinsi Jawa Barat. Pabrik ini berjarak ± 77 km dari Kodya Cirebon (± 7 20 km dari Jatibarang) dan ±
32 km dari Kodya
Kabupaten Indramayu dan Kabupaten Majalengka.
B. STRUKTUR ORGANISASI DAN KETENAGAKERJAAN Struktur organisasi merupakan salah satu komponen yang sangat penting pada suatu perusahaan. Adanya struktur organisasi dapat diketahui dengan
jelas kedudukan (pemisahan tanggung jawab) dan hubungan antar bagian satu dengan bagian yang lainnya, serta dapat diharapkan terjalin kerjasama yang baik dalam menjalankan visi dan misi perusahaan. Pabrik Gula Jatitujuh dipimpin oleh seorang general Manajer yang bertanggung jawab kepada Direksi. Dalam melaksanakan tugas-tugasnya, seorang general Manajer dibantu oleh: 1. Kepala Bagian Sumberdaya Manusia dan Umum. Disebut juga Kepala Bagian Administratur. 2. Kepala Bagian Tanaman. Bertanggung jawab kepada General Manajer di bidang tanaman. 3. Kepala Bagian Pabrikasi. Bertanggung jawab kepada General Manajer dalam bidang pabrikasi. 4. Kepala Bagian Instalasi. Bertanggung jawab dalam pengoperasian alat dan mesin yang digunakan dalam proses produksi. 5. Kepala Bagian Tata Usaha dan Keuangan (TUK). Dalam pengoperasian Pabrik Gula Jatitujuh memperkerjakan sejumlah karyawan.
Karyawan
tersebut
diklasifikasikan
berdasarkan
waktu
penggunaan, sebagai berikut: 1. Karyawan Tetap / Staff 2. Karyawan Bulanan dan Non Staff 3. Karyawan Musiman 4. Karyawan Harian Pada musim giling karyawan bagian pabrikasi dan instalasi bekerja selama 24 jam dengan pergantian jam kerja sebagai berikut: Pagi
: 07.00 – 15.00
Siang
: 15.00 – 23.00
Malam
: 23.00 – 07.00
Sedangkan pada waktu bukan musim giling, karyawan tersebut masuk pada jam kerja pagi. Untuk karyawan bagian Tanaman dan bagian Tata Usaha dan Keuangan (TUK) masuk setiap hari, kecuali hari Minggu dan hari libur pada jam kerja pagi.
C. PRODUK DAN TEKNOLOGI PROSES PG. Jatitujuh merupakan industri yang mengolah bahan baku tebu untuk menghasilkan produk tunggal berupa gula kristal putih (SHS). Gula produk ini dapat langsung dikonsumsi oleh masyarakat maupun digunakan sebagai bahan baku oleh industri lain, karena itu mutu gula harus dijaga dengan baik. Mutu gula yang baik dipengaruhi oleh mutu bahan baku dan proses yang selalu terjaga agar sesuai standar yang telah ditetapkan oleh pemerintah. Tujuan dari analisa tersebut adalah untuk mengetahui kualitas produk gula yang didapat yaitu gula SHS atau produk gula kristal putih kualitas 1 dan untuk menganalisa tentang kelayakan gula untuk dapat dikonsumsi oleh masyarakat secara langsung kualitas gula ditentukan oleh P3GI (Pusat Penelitian Perkebunan Gula Indonesia) yang berada di Pasuruan (Marpaung, 2005). Tabel 11. Kualitas Gula Kristal Putih Kriteria Pol Daya Hantar Listrik Faktor Cuci Gula Reduksi Kejernihan Kejenuhan Nilai Remisi Direduksi Besar Butiran
Satuan % derajat % % % mm
Syarat Min 99.8 Min 80 Min 0.70 Min 0.11 Min 66.5 Min 14.4 Min 59.3 0.8 – 1.1
Sebelum menghasilkan produk berupa gula kristal putih atau SHS tersebut, terlebih dahulu bahan baku diolah dengan melalui beberapa tahapan proses produksi. Tahapan produksi yang dilalui mulai dari bahan baku masuk pabrik hingga menjadi produk adalah stasiun gilingan, stasiun pemurnian, stasiun penguapan, stasiun masakan, dan stasiun putaran. Bahan baku tebu masuk ke dalam proses pertama kali melalui stasiun gilingan yang sebelumnya melewati stasiun persiapan. Stasiun gilingan bertujuan untuk memisahkan nira dari tebu semaksimal mungkin dengan teknik pemerahan yang seefisien mungkin dan kehilangan nira dalam ampas sekecil mungkin. Di PG. Jatitujuh proses penggilingan menggunakan 4 unit gilingan.
Nira yang keluar dari stasiun gilingan terdiri dari brix dan air, yang kemudian menuju stasiun pemurnian. Tujuan dari proses pemurnian adalah untuk memisahkan unsur bukan gula selai air dari nira mentah dengan cara yang seefisien mungkin dan menjaga kehilangan gula sekecil mungkin. Melalui cara ini diusahakan untuk menghilangkan kotoran dalam nira mentah sebanyak mungkin tanpa adanya kerusakan dari sukrosa. Sistem pemurnian yang dipakai di PG. Jatitujuh adalah sulfitasi alkalis ganda dengan adanya penambahan gas SO2 sebanyak dua kali, yaitu di bejana sulfitasi nira mentah dan di bejana sulfitasi nira kental. Di PG. Jatitujuh, proses sulfitasi menggunakan dua cara yaitu ventury dan blower. Hasil dari stasiun pemurnian adalah nira encer dan hasil samping berupa blotong. Blotong ditampung ke truk-truk pabrik dan digunakan sebagai pupuk. Setelah dari stasiun pemurnian, nira encer menuju ke stasiun penguapan dimana proses yang dilakukan untuk mengurangi atau menghilangkan air dari suatu bahan. Dalam stasiun ini diharapkan air dihilangkan hingga kadarnya dalam nira hanya tinggal 30-35 %. Proses penguapan menyebabkan nira menjadi kental dan pekat, mendekati konsentrasi jenuhnya. Dalam melakukan efisiensi proses penguapan, PG. Jatitujuh menggunakan 5 buah badan penguap dan terdapat 1 badan penguap yang tidak dioperasikan sebagai cadangan. Halhal yang harus diperhatikan dalam proses penguapan adalah bahwa proses penguapan berlangsung singkat dan mempunyai kecepatan penguapan yang tinggi. Keadaan seperti ini akan menjaga agar tidak terjadi kerusakan sukrosa. Dari stasiun penguapan, nira masuk ke untreated syrup tank, lalu dipanaskan di juice heater untuk mempersiapkan nira sebelum masuk ke reaktor pemroses. Di dalam reaktor pemroses yang bersuhu 75-80 oC, nira dicampur dengan asam phospat dan susu kapur. Kemudian nira hasil reaksi diumpankan ke aerator yang berfungsi untuk menambahkan udara ke dalam nira hasil reaksi tersebut supaya buih dan kotoran mengambang. Nira kental yang dihasilkan stasiun penguapan menuju ke stasiun masakan yang berfungsi untuk mengambil sukrosa dalam bentuk kristal yang sebanyak-banyaknya dalam waktu yang sesingkat-singkatnya serta mencegah terjadinya kerusakan maupun kehilangan sukrosa baik oleh mikroorganisme,
suhu, pH, serta lamanya proses. Proses pemasakan dilakukan pada suatu alat yang disebut pan masakan dengan menggunakan tekanan hampa. PG Jatitujuh mengunakan sistem masakan ACD, dimana kristal A digunakan sebagai produk, sedangkan kristal C dan D sebagai pemasukan bibit. Proses masakan menghasilkan satu massa campuran antara kristal gula dan larutan jenuh dengan sukrosa. Sehingga untuk mendapatkan kristal yang murni maka campuran antara kristal gula dan larutan jenuh harus dipisahkan dengan cara penyaringan menggunakan gaya sentrifugal. Stasiun puteran bertujuan untuk memisahkan kristal gula dan larutan gula yang terdapat pada masequite. Proses pemutaran masequite dari masakan A dan masakan D dilakukan sebanyak 2 kali, sedangkan untuk masakan C dilakukan 1 kali. Proses pemutaran pertama terhadap masequite A diperoleh stroop A dan gula A. gula A (kristal) kemudian dicuci dengan air agar mudah dipompa ke puteran kedua. Pada proses pemutaran kedua ini dihasilkan klare A dan gula SHS I (gula produk). Masequite C pada proses pemutarannya menghasilkan stroop C dan gula C (kristal). Sedangkan proses pemutaran yang pertama terhadap masequite D akan diperoleh stroop D (biasa dikenal sebagai tetes atau molases) dan gula D1 (kristal) yang kemudian ditambah air bersuhu 50 o
C untuk dipompakan ke putaran kedua. Pada proses pemutaran kedua ini
akan dihasilkan klare D dan gula D2 (kristal). Gula produk SHS yang berasal dari puteran SHS masih dalam keadaan panas dan basah, sehingga diperlukan suatu alat untuk mengeringkan dan juga mendinginkan gula tersebut yang berada pada stasiun penyelesaian. Tujuan dari stasiun penyelesaian ini adalah menghasilkan Gula Kristal Putih I (SHS I) yang siap jual dalam keadaan kering, memiliki ukuran seragam sebagai gula produk (0,8-1,1 mm) dan dikemas dalam tempat yang aman dari kerusakan. Setelah keluar dari puteran SHS, gula kristal yang masih basah trun ke talang goyang yang selanjutnya dibawa ke gedung pengeringan gula. Kristal gula yang keluar dari alat pengering dialirkan ke pipa pendingin. Pipa pendingin berakhir di corong alat pengering yang menuju ayakan getar. Gula yang telah kering tersebut kemudian disaring berdasarkan perbedaan ukuran bahan pada ayakan getar yang memakai 2 tingkat ayakan. Dua tingkat
ayakan dalam proses penyaringan ini terdiri dari saringan gula produk dan saringan gula halus yang ukurannya berbeda. Gula yang tidak tersaring pada saringan gula produk disebut gula krikilan (gula kasar). Sedangkan gula yang tidak tersarimg pada saringan gula halus disebut gula produk dan yang tersaring disebut gula halus. Gula krikilan dan gula halus ditampung dan dilebur lagi untuk dijadikan gula produk. Gula produk diisikan ke karung plastik dengan bobot kemasan sebesar 50 kg dimana terdapat 2 lapis kemasan yang dipakai, yaitu berupa kantung plastik bening sebagai kemasan primer yang berada di dalam karung plastik sebagai kemasan sekunder. Setelah itu karung dijahit dan dikirim ke gudang.
D. SARANA DAN PRASARANA PRODUKSI GULA KRISTAL PUTIH a. Bahan Baku
Bahan baku yang digunakan di PG. Jatitujuh adalah tebu. Keberhasilan pengusahaan tanaman tebu banyak dipengaruhi oleh kualitas bibit tebu, yaitu murni, bebas dari hama penyakit, segar dan mempunyai daya kecambah dan kecepatan tumbuh yang tinggi. PG. Jatitujuh menggunakan varietas tanaman tebu yang mempunyai mutu yang bagus yang telah direkomendasikan oleh P3GI Pasuruan. Tanaman tebu yang digunakan terdiri dari 2 golongan utama, yaitu Plant cane (PC) dan Ratoon cane (RC). Plant cane merupakan penanaman tanaman tebu baru
dengan menggunakan bibit baru yang mengandung sukrosa tinggi, sedangkan ratoon merupakan generasi tebu yang tumbuh dari sisa pangkal tebu yang telah ditebang setelah melalui proses pengepresan, biasanya untuk ratoon ini diambil keprasan satu sampai tiga kali. Hal ini bertujuan untuk menghindari adanya penyakit pada tanaman dan karena pada tanaman ratoon satu sampai tiga tersebut masih mengandung sukrosa tinggi. b. Bahan Pembantu • Kapur Tohor
Kapur tohor dalam proses pembuatan gula berfungsi sebagai bahan pembantu pada proses pemurnian nira yang bersifat asam, sehingga
harus dinetralkan dengan basa. Selain itu penambahan kapur dimaksudkan untuk membantu proses pengendapan partikel-partikel kotoran, karena sifatnya mengabsorbsi kotoran tersebut. Penambahan kapur dalam bentuk emulsi
Ca(OH)2 dengan kekentalan 7 oBe
(Baume) (Hugot, 1986). Tabel 12. Persyaratan kapur tohor Analisa berdasarkan berat kering Komposisi (%) Tidak larut dalam HCl 2 Asam Silikat 2 Oksida besi dan aluminium 2 Kalsium Oksida 85 – 90 Magnesium Oksida 2 Sulfat (SO42-) 2 Sumber: BP3G (Badan Penelitian Perusahaan Perkebunan Gula) • Belerang
Belerang digunakan sebagai zat pembantu pada stasiun pemurnian dan penguapan. Syarat-syarat belerang yang baik adalah kadar abu maksimal 0.1 %, kadar lengas 0.5 %, kadar arsen 0.05 %, kadar bituminus 0.1 % dan kadar belerang 99.5 %. Belerang sebelum digunakan, terlebih dahulu diproses dalam bentuk gas SO2. S(p) + O2 (g)
SO2(g)
Pada proses pemurnian, gas SO2 ini dibutuhkan untuk menetralkan kebasaan nira setelah ditambahkan susu kapur, dari pH 9.5 menjadi 7.2. sedangkan
pada
proses
penguapan
ditambahkan
SO2
untuk
memucatkan warna nira kental dan merubah pH dari 7.2 menjadi 5.5. • Flokulan
Flokulan merupakan zat pembantu pengendapan nira, dimana flokulan tersebut menarik kotoran-kotoran yang ada dalam nira, menjadi bentuk flok-flok kotoran. Flokulan yang digunakan di pabrik gula salah satunya adalah super flok AP 110. • Phospat
Phospat digunakan untuk membantu proses pemurnian nira, serta untuk melunakan kerak yang mungkin terbentuk pada badan penguapan. Phospat (P2O5) yang digunakan yaitu dari TSP dan asam
phospat. Phospat (P2O5) dalam TSP akan diikat oleh unsur logam Al, Mn dan Fe yang terdapat dalam batang tebu. Zat ini akan terus terbawa walaupun telah digiling dan terus terkandung dalam nira c. Sarana Penunjang
Sarana penunjang dalam proses produksi adalah fasilitas yang diperlukan untuk memperlancar jalannya proses produksi. PG. Jatitujuh memiliki beberapa sarana penunjang yang sangat mendukung dalam proses produksi, antara lain: • Stasiun Boiler
Stasiun boiler merupakan sumber energi uap yang akan digunakan untuk menggerakkan mesin-mesin pabrik. PG. Jatitujuh terdapat 3 unit boiler, 2 unit buatan Fives Cail Babcock (FBC) Perancis, dan satu unit yang lain buatan Hitachi, Jepang. Kapasitas uap yang dihasilkan tiap boiler adalah 55 ton/jam. Sumber panas pada boiler berasal dari tungku, bahan bakar dari tungku ada 2 jenis, yaitu bahan bakar minyak (BBM) atau bagase (ampas tebu). BBM digunakan hanya pada saat tidak ada bagase karena dirasa cukup mahal. BBM yang digunakan adalah jenis IDO (International Diesel Oil). Bila ampas telah tersedia maka bahan bakar yang digunakan adalah bagase, hal ini bertujuan untuk mengurangi biaya operasional. Uap yang dihasilkan oleh boiler kemudian disalurkan ke stasiun penggilingan, turbin uap penghasil energi listrik, unigrator, dan lain-lain. • Stasiun Water Treatment o Bagian Penyedia Air untuk Proses
Kebutuhan air dipenuhi dari sumber air sungai Cimanuk. Air dari sungai Cimanuk disedot dengan memakai 4 buah pompa dengan debit 3 m3/menit tiap pompa. Air yang dihasilkan sebagian besar (93–95 %) digunakan dalam proses produksi, memenuhi kebutuhan karyawan dan kantor. Sedangkan sisanya dilairkan ke bejana softener yang ditambah dengan resin, kemudian digunakan sebagai air pengisi
boiler. Penambahan resin bertujuan untuk menghilangkan kesadahan yang dapat menimbulkan kerak pada boiler. o Bagian Daur Ulang Air Jatuhan
Daur ulang air ini bertujuan untuk menurunkan suhu air. Air jatuhan adalah air hasil pengembunan dari kondensor, evaporator, dan masakan. Air ini tidak mengandung gula dan bersuhu 46 oC. air ini dipompa melalui pipa air jatuhan ke cooling tower (bangunan pendingin) yang memiliki 6 buah kipas raksasa penghembus udara, yang berfungsi untuk mendinginkan air. Kemudian air dijatuhkan seperti air terjun , melewati hembusan udara dari kipas-kipas itu. Air yang telah didinginkan bersuhu 39 oC kemudian dipompa oleh pompa injeksi menuju stasiun masakan, pemurnian dan evaporator sebagai air injeksi. • Stasiun Instrument Listrik
Stasiun ini merupakan stasiun penyedia energi listrik. Energi listrik yang dihasilkan dari pembangkit listrik tenaga uap. PG. Jatitujuh memiliki 2 buah generator pembangkit listrik dengan tegangan 6000 volt/generator. Uap kering yang digunakan untuk menggerakan generator berasal dari stasiun boiler. Energi listrik yang dihasilkan digunakan untuk menggerakan pompa, motor listrik, penerangan, dan lain-lain. Pembangkit listrik tenaga uap ini digunakan selama musim giling, sedangkan pada waktu tidak giling menggunakan pembangkit listrik tenaga diesel. Energi listrik dari pembangkit diesel ini digunakan untuk penerangan pabrik dan perumahan karyawan. • Stasiun Besali
Stasiun ini berfungsi untuk memperbaiki alat-alat, pompa, dan mesin-mesin pabrik yang mengalami kerusakan agar proses produksi berjalan dengan lancar. Pekerjaan-pekerjaan yang dilakukan adalah pemotongan, pelubangan, pengelasan, dan membentuk besi dengan spesifikasi alat yang diharapkan.
V. PEMODELAN SISTEM
A. KONFIGURASI MODEL
Sistem Penunjang Keputusan Pengendalian Proses Produksi Gula Kristal ini dirancang dan dikembangkan di PT Pabrik Gula Jatujuh dalam suatu paket program komputer yang diberi nama SWEETCON.PROSION. Konfigurasi model SWEETCON.PROSION ini dibuat dan dirancang sesuai dengan struktur dasar Sistem Penunjang Keputusan, sedangkan pada rancang bangun model terdapat rumusan formulasi matematis.
SISTEM MANAJEMEN BASIS DATA
SISTEM MANAJEMEN BASIS MODEL
Data Kemampuan Proses
Model Kemampuan Proses
Data Bobot dan kriteria Mesin dan Peralatan
Model Komponen Kritis Proses Model Efisiensi Proses Produksi
Data Input Efisiensi Teknis Sub Model Efisiensi Absolut Data Output Efisiensi Teknis Sub Model Efisiensi Relatif Data Input Efisiensi Ekonomis Model SPK Pengendalian Proses Produksi
Data Output Efisiensi Ekonomis Data Bobot dan Kriteria Pengendalian Proses
SISTEM PENGOLAHAN TERPUSAT
SISTEM MANAJEMEN DIALOG
Pengguna
Gambar 9. Konfigurasi model paket program SWEETCON.PROSION
Paket program SWEETCON.PROSION tersusun atas 4 bagian utama, yaitu Sistem Pengolahan Terpusat, Sistem Manajemen Basis Data, Sistem Manajemen Basis Model, dan Sistem Manajemen Basis Dialog seperti yang terlihat pada gambar 9. Sistem Pengolahan Terpusat merupakan sistem yang mengatur interaksi antara komponen sistem yang terintegrasi dalam program, yaitu sistem manajemen basis data dengan sistem manajemen basis dialog dan sistem manajemen basis model. Pusat pengolahan menerima sinyal dari sistem manejemen dialog yang bersifat interaktif dengan pengguna. Sistem pengolahan terpusat didesain menggunakan Microsoft Visual Basic 6.0 dalam pengaturan desain grafis agar tampilan lebih menarik dan komunikatif. Selain itu paket program SWEETCON.PROSION juga menyediakan fasilitas bantuan apabila pengguna mengalami kesulitan pada saat penggunaan program. Sistem manajemen basis model SWEETCON.PROSION dirancang menggunakan bahasa pemrograman Microsoft Visual Basic 6.0, Minitab 13.0 dan DEA for Windows. Minitab 13.0 merupakan aplikasi yang digunakan untuk analisa data menggunakan diagram pengendali dan capability diagram, sedangkan DEA for Windows digunakan untuk input dan perhitungan efisiensi produksi secara relatif. Model yang dirancang dalam SWEETCON.PROSION saling berhubungan dan digambarkan dalam diagram alir deskriptif. Diagram alir deskriptif menggambarkan secara keseluruhan hubungan antar model-model yang terdapat di dalam sistem baik secara langsung maupun tak langsung. Diagram alir deskriptif SWEETCON.PROSION dapat dilihat pada Gambar 10.
Mulai
A
B
A
Input Data Kemampuan Proses: • Nama Stasiun • Data Briks, Hk, pol
Input data Mesin dan Peralatan: • Jenis komponen • Bobot, kriteria dan subkriteria mesin Perhitungan menggunakan ECR
Analisis menggunakan Diagram Kendali Proses
Output: Mesin dan Peralatan Kritis
Output: Proses Kritis
B Gambar 10. Diagram alir deskriptif model SWEETCON.PROSION
B
Input data Efisiensi Perusahaan: • Input Teknis • Input Ekonomis • Output Teknis • Output Ekonomis
Perhitungan Efisiensi Absolut
Perhitungan Efisiensi Relatif
Output: 1. Efisiensi absolut teknis 2. Efisiensi absolut ekonomis
Output: Efisiensi relatif per indikator
Input: • Elemen-elemen faktor • Elemen-elemen sub faktor • Alternatif pengendalian Penentuan prioritas tiap elemen dengan metode AHP Output: Bobot masing-masing elemen faktor untuk alternatif pengendalian proses produksi
Selesai Gambar 10. Diagram alir deskriptif model SWEETCON.PROSION (Lanjutan)
B. RANCANGAN GLOBAL SISTEM
Rancang bangun secara umum memberikan gambaran secara umum kepada pengguna tentang sistem. Rancang bangun secara umum merupakan persiapan dari rancang bangun secara terinci dan mengidentifikasi elemenelemen sistem informasi yang akan didesain. Teknik rancang bangun secara umum yang digunakan dalam rancang bangun Sistem Penunjang Keputusan Pengendalian Proses Produksi Gula Kristal dibuat dengan bantuan program Power Designer Process Analyst yang berbentuk Data Flow Diagram (DFD)
yang menggunakan beberapa simbol, yaitu: 1 Prcs_1
* Process (proses)
Simbol proses ini digunakan untuk penerimaan data, mengubah dan menghasilkan sesuatu
1
Stor_2
Data Store
Data Store digunakan untuk menyimpan data di dalam sistem Entt_3
External Entity External Entity digunakan sebagai sumber data yang digunakan pada
model
Flow_4
Data Flow (Aliran Data)
Data Flow digunakan untuk perpindahan data antar komponen dalam
sistem. Diagram arus data (data flow diagram/DFD) digunakan untuk menggambarkan suatu sistem secara logika tanpa melihat lingkungan fisik data tersebut mengalir atau lingkungan fisik dimana data tersebut disimpan. DFD menggambarkan arus data secara terstruktur serta merupakan dokumentasi yang baik di dalam sistem. Aliran informasi keseluruhan sistem digambarkan oleh DFD. DFD level 0 pada Sistem Penunjang Keputusan Pengendalian Proses Produksi Gula Kristal (Gambar 11) menggambarkan garis besar hubungan antara pelaku dan pengguna sistem yang terdiri dari
Kepala Bagian Pabrikasi, Kepala Bagian Instalasi,
Kepala Bagian TUK,
Kepala Bagian SDM, Pemerintah, dan juga para pakar ataupun auditor yang terlibat dalam industri pergulaan.
Pakar
Pembobotan Faktor Proses Pembobotan Komponen Pembobotan Sistem Pengendalian Proses Kepala Bagian Pabrikasi _
Pemerintah
Data Pemantauan Proses Data Parameter Proses Data input teknis Data Output Teknis
1
Kebijakan Data Jenis dan Jumlah Karyawan
SWEETCON_PROSION
_
Kepala Bagian Instalasi
_ Data Mesin dan Peralatan Proses Data Atribut Komponen Proses
Manajer SDM
Data Keuangan
Kepala Bagian TUK
Gambar 11. DFD Level 0 SWEETCON.PROSION Proses yang digambarkan dalam DFD level 0 selanjutnya diperinci untuk
mengetahui
proses-proses
yang
terjadi
di
dalam
sistem
SWEETCON.PROSION yaitu digambarkan pada DFD level 1 yang dapat dilihat pada Gambar 12. Proses yang terjadi pada aliran DFD level 1 terdiri dari dua puluh proses. Berdasarkan aliran data tersebut sudah cukup menggambarkan keseluruhan proses yang terjadi pada model sistem SWEETCON.PROSION.
Kepala Bagian Pabrikasi
Data dan Parameter Proses
3
2 Perhitungan batas keragaman proses
1 Pemantauan proses
*
briks_pol_HK
*
15
kualifikasi
*
Penentuan kriteria penilaian
Mesin peralatan proses
Hasil penilaian komponen kritis
2 ECR
Kebijakan
Penentuan kriteria faktor
*
pairwise horisontal
Pembobotan faktor AHP
Hasil bobot kriteria faktor 8
Hasil perhitungan efisiensi produksi absolut
Manajer SDM
*
Data Jenis dan Jumlah Karyawan
*
14 Penentuan atribut efisiensi produksi
Hasil bobot faktor tiap stasiun
5 Bobot faktor
9
Hasil perhitungan efisiensi produksi absolut
*
Input&output eff ekonomis Input&output eff teknis Pembobotan kriteria faktor
kriteria tiap faktor
Identifikasi faktor pendukung kekritisan proses
6
11
10
* 8
Bobot kriteria
*
Pairwise vertikal
7
Perhitungan efisiensi absolut
Data Mesin dan Peralatan Identifikasi komponen kritis
*
pembobotan
Penilaian kekritisan komponen
Hasil penilaian kemampuan stasiun proses
Kepala Bagian Instalasi
4
5
Pemerintah
1 Deviasi proses
*
6 Penentuan indikator komponen
Penilaian kemampuan proses
SPC
12 Penyusunan hirarki SPK
Pairwise
*
Pemilihan alternatif pengendalian
Kabag TUK
*
*
Pembobotan Faktor dan Kriteria Proses Alternatif pengendalian
Pakar
Gambar 12. DFD Level 1 SWEETCON.PROSION
7
Perhitungan efisiensi relatif
Input&output eff ekonomis Input&output eff teknis
Data keuangan
13
*
16
Hasil pemilihan pengendalian stasiun proses
*
Hasil perhitungan efisiensi produksi relatif
9
Hasil perhitungan efisiensi produksi
C. KERANGKA MODEL 1. Sistem Pengolahan Terpusat
Sistem pengolahan terpusat merupakan program utama dari sistem SWEETCON.PROSION yang dirancang untuk mengelola dan mengatur seluruh bagian atau komponen sistem yang terintegrasi dalam program. Sistem pengolahan terpusat juga merupakan modul utama yang berfungsi mengendalikan antarmuka pengguna (user interface), mengendalikan data ke modul sistem manajemen basis data dan mengendalikan analisis kuantitatif
pada
setiap
submodel
pada
paket
program
SWEETCON.PROSION. Pada intinya, sistem pengolahan terpusat berfungsi untuk mengintegrasikan sistem manajemen basis data, sistem manajemen basis model, dan sistem manajemen basis dialog, dengan cara mengolah sinyal dari satu sistem dengan sistem lainnya sehingga dapt berinteraksi secara timbal balik. Perintah-perintah atau input dari pengguna akan ditransformasikan dan dikeluarkan dalam bentuk (output) yang diinginkan oleh pengguna. 2. Sistem Manajemen Basis Data
Sistem manajemen basis data merupakan suatu kesatuan sistem yang berfungsi sebagai pusat penyimpanan, pengolahan, pemasukan data dan pemanggilan data apabila diperlukan, baik yang berupa data empirik yang di-input oleh pengguna (data dinamis), maupun data-data penunjang yang berfungsi sebagai informasi bagi pengguna (data statis). Sistem manajemen basis data pada program SWEETCON.PROSION terdiri dari tujuh basis data, yaitu data kemampuan proses, data bobot dan kriteria mesin dan peralatan, data input efisiensi teknis, data output efisiensi teknis, data input efisiensi ekonomis, data output efisiensi ekonomis, dan data bobot dan kriteria pengendalian proses. Basis data kemampuan proses terdiri dari data briks, pol, dan HK dari masing-masing proses, yang nantinya dianalisa menggunakan diagram pengendali sehingga didapatkan proses mana yang paling banyak terdapat penyimpangan. Proses yang paling banyak terdapat penyimpangan itulah
yang bobotnya besar. Bobot yang didapat dari data kemampuan proses ini merupakan salah satu kriteria dalam basis data untuk pengendalian proses. Basis data bobot dan kriteria mesin dan peralatan juga sama dengan data kemampuan proses, yaitu nantinya menghasilkan bobot yang akan digunakan sebagai salah satu kriteria dalam basis data bobot dan kriteria pengendalian proses. Pada basis data bobot dan kriteria mesin dan peralatan terdiri dari input bobot dari kriteria keamanan, life support, commercial, keandalan (realibility), vendor availability, spare part lead time, Applicability of Condition Monitoring Technique, mean down time,
jam henti, dan kapasitas. Beberapa kriteria tersebut ada yang terbagi lagi menjadi beberapa sub kriteria dengan input bobotnya masing-masing. Basis data input efisiensi teknis, data output efisiensi teknis, data input efisiensi ekonomis, dan data output efisiensi ekonomis digunakan untuk pengukuran kinerja perusahaan. Dari input dan output secara teknis tersebut didapatkan hasil efisiensi kinerja perusahaan secara absolut maupun secara relatif. Indikator yang digunakan dalam pengukuran efisiensi didasarkan pada duabelas indikator Barbiroli, tetapi yang digunakan pada penelitian ini hanya lima indikator yang pemilihannya disesuaikan dengan kondisi perusahaan. Kelima indikator tersebut adalah Efisiensi Siklus Bahan baku (Material Cycle Efficiency : MCE), Efisiensi Siklus Energi (Energy Cycle Efficiency : ECE), Efisiensi Lingkungan Produk Akhir (Final Product Environmental Efficiency : FPEE), Efisiensi Pengoperasian Peralatan Statis (Equipment Static Operating Efficiency : ESOE), dan Efisiensi Masukan (Input Efficiency : IE).
Basis data bobot dan kriteria pengendalian proses merupakan basis data yang dibutuhkan untuk mengumpulkan data dari beberapa pakar yang nantinya dianalisis menggunakan metode AHP. Kriteria yang digunakan untuk menyusun hirarki sistem penunjang keputusan pengendalian proses produksi gula kristal ini diantaranya berasal dari data pembobotan model kemampuan proses dan model komponen kritis yang ditambah dengan hasil pembobotan beberapa kriteria lain yaitu SDM, manajemen, dan eksternal.
3. Sistem Manajemen Basis Model
Sistem manajemen basis model merupakan keterkaitan antar model yang berfungsi untuk menganalisa data yang terdapat pada basis data dengan tujuan sebagai penunjang keputusan dalam sistem penunjang keputusan pengendalian proses produksi gula kristal. Sistem manajemen basis model yang terdapat dalam SWEETCON.PROSION terdiri dari empat model, yaitu: a) Model komponen kritis proses Model komponen kritis proses ini merupakan suatu model yang digunakan untuk menganalisis dari beberapa kriteria dan subkriteria mesin dan peralatan yang kemudian dibobotkan sehingga didapatkan mesin dan peralatan yang paling kritis dan itu merupakan komponen dari proses yang potensial untuk dikendalikan. Analisis komponen (mesin dan peralatan) kritis ini menggunakan metode Equipment Critically Rating (ECR).
Selain untuk mengetahui komponen yang paling kritis dalam proses, hasil analisa ini juga digunakan untuk model SPK pengendalian proses produksi sebagai salah satu kriteria yang nantinya dibandingkan dengan kriteria yang lain sesuai dengan pendapat para pakar. b) Model kemampuan proses Model kemampuan proses ini merupakan model yang berguna untuk mengetahui kondisi selama proses. Model ini berasal dari data kemampuan proses yang mencakup data briks, pol dan HK dari tiaptiap
tahapan
proses.
Data-data
tersebut
kemudian
dianalisa
menggunakan diagram pengendali, sehingga didapatkan proses mana yang mengalami penyimpangan paling banyak, maka proses itulah yang perlu untuk dikendalikan. Sama seperti model komponen kritis proses, model kemampuan proses ini nantinya digunakan sebagai salah satu kriteria dalam model SPK pengendalian proses produksi yang akan dibandingkan dengan kriteria-kriteria lainnya.
c) Model Efisiensi Proses Produksi i. Sub Model Efisiensi Absolut Sub model efisiensi absolut akan menghasilkan dua macam efisiensi, yaitu efisiensi absolut teknis dan efisiensi absolut ekonomis. Nilai perhitungan efisiensi ini akan menunjukkan kinerja perusahaan dari segi efisiensi secara absolut berdasarkan indikator Barbiroli. Input data pada sub model efisiensi absolut adalah data input teknis, data input ekonomis, data output teknis, dan data output ekonomis. Aplikasi program yang yang digunakan untuk sub model efisiensi absolut adalah Microsoft Visual Basic 6.0.
ii. Sub Model Efisiensi Relatif Sub model efisiensi relatif digunakan untuk menghitung nilai efisiensi relatif dari setiap indikator yang digunakan pada sub model efisiensi absolut dengan menggunakan metode Data Envelopment Analysis. Data yang digunakan sebagai input adalah
data input teknis, data input ekonomis, data output teknis, dan data output ekonomis. Pengolahan data pada sub model efisiensi relatif ini menggunakan bantuan aplikasi program DEA for Windows yang terintegrasi
di
dalam
sistem
penunjang
keputusan
SWEETCON.PROSION. d) Model SPK Pengendalian Proses Produksi Model SPK pengendalian proses produksi merupakan model yang dirancang untuk para pengambil keputusan dalam menentukan tahapan proses mana yang paling kritis dan potensial untuk dikendalikan pada kegiatan pengolahan gula kristal putih di PT Pabrik Gula Jatitujuh. Model ini yang diolah menggunakan metode Analitical Hierarchy Process (AHP) dan dengan bantuan aplikasi program Expert Choice 2000. Pada model SPK pengendalian proses produksi
akan dihasilkan tingkat prioritas dari faktor-faktor yang berpengaruh dalam proses, sub faktor yang mendukung, dan alternatif proses yang potensial untuk dikendalikan.
4. Sistem Manajemen Basis Dialog
Sistem manajemen basis dialog merupakan suatu fasilitas penghubung yang dapat mengatur interaksi Sistem Pengolahan Terpusat dengan pengguna dalam proses pengambilan keputusan. Fungsi utama dari sistem ini adalah menerima input dan memberikan feedback berupa output yang dikehendaki oleh pengguna. Sistem manajemen basis dialog pada paket program SWEETCON.PROSION menyediakan fasilitas-fasilitas pilihan yang dapat digunakan oleh pengguna untuk mempermudah dialog antara model dengan pengguna. D. IMPLEMENTASI SISTEM
Sistem Penunjang Keputusan Pengendalian Proses Produksi Gula Kristal (SWEETCON.PROSION) merupakan suatu sistem yang dirancang untuk memberikan informasi kepada para pengambil keputusan dalam proses produksi gula. Berdasarkan faktor dan kriteria yang terdapat dalam proses yang berpengaruh terhadap kelancaran dan efisiensi proses, akan membantu para pengambil keputusan tersebut untuk memantau jalannya proses dan menentukan (memutuskan) proses mana yang perlu atau tidak perlu mendapat pengendalian. Implementasi merupakan suatu tahap persiapan sistem agar dapat dioperasikan dan juga merupakan tahap pembuatan perangkat lunak. Pengembangan paket program SWEETCON.PROSION diimplementasikan dengan menggunakan beberapa program aplikasi pengembang utama, aplikasi alat utama dan aplikasi pengembang bantu. Aplikasi yang digunakan dalam pengembangan SWEETCON.PROSION beserta kegunaannya dapat dilihat pada Tabel 13.
Tabel 13. Perangkat lunak pengembang SWEETCON.PROSION Perangkat Lunak Microsoft Visual Basic 6.0 Minitab 13.0 Expert Choice 2000 Microsoft FrontPage DEA for Windows Installshield Express 4.0
Pengembangan
Kegunaan
Keterangan
Pengembang sistem dan basis data Statistical Process Control Pengembangan Analitical Hierarchy Process Pembuatan tampilan dan informasi sistem Basis data dan Pengembang sistem
Alat utama
Membuat file package
Pengembang utama
SWEETCON.PROSION
Pengembang utama Alat analisa utama
Alat Bantu Alat utama
diimplementasikan
dalam
sebuah perangkat lunak Microsoft Visual Basic 6.0 yang menghasilkan sebuah file proyek dengan ekstensi file*.vbp. Dalam satu file ekstensi terdapat beberapa file form dengan ekstensi *.frx. File proyek dapat dijalankan dengan melakukan kompilasi sehingga terbentuk file bereksistensi *.exe. File proyek yang telah dikompilasi bernama SWEETCON.exe. Sistem ini memiliki beberapa fasilitas tambahan di luar sistem yaitu integrasi dengan program aplikasi Minitab 13.0, Expert Choice 2000 dan DEA for Windows. Sistem manajemen basis data dibuat dengan menggunakan Microsoft Excell yang diintegrasikan dengan Microsoft Visual Basic 6.0.
Sistem yang dirancang bersifat stand alone yaitu hanya dapat dibuka pada komputer yang telah memiliki instalasi Microsoft Visual Basic 6.0, Minitab 13.0, Expert Choice 2000 dan DEA for Windows. Sistem manajemen basis
data terintegrasi di dalam program Microsoft Visual Basic 6.0 dan disimpan dalam file berekstensi *effabs, dan *eatp. SWEETCON.PROSION dirancang sebagai program aplikasi untuk Windows versi 32 bit, artinya SWEETCON.PROSION diharapkan dapat
dioperasikan pada sistem operasi Windows 98 hingga Windows 2000. Sistem operasi Windows dipilih karena sistem operasi ini telah sangat luas pemakaiannya pada komputer PC dibandingkan dengan sistem operasi lainnya, misalnya OS-2, Linux, UNIX dan sebagainya. Selama tahap pengembangan, SWEETCON.PROSION diimplementasikan pada komputer
PC dengan sistem operasi Windows XP Professional version 2002, processor AMD Athlon dan memori 256 MbRAM.
SWEETCON.PROSION dapat digunakan dengan terlebih dahulu melakukan instalasi dengan menggunakan fasilitas SWEETCON.PROSION package. Program instalasi dibuat dengan menggunakan Installshield Express 4.0.
Program SWEETCON.PROSION dimulai dengan munculnya splash
screen yang terlihat pada Gambar 13.
Gambar 13. Tampilan Splash Screen SWEETCON.PROSION Setelah tampilan splash screen muncul, kemudian masuk ke form login dimana sistem akan memeriksa identitas pengguna yaitu dengan cara mengisi user ID dan password seperti yang diilustrasikan pada Gambar 14. Password harus diisi secara benar untuk dapat masuk ke dalam menu utama dan memiliki otoritas penuh terhadap perangkat lunak. Setelah login pada pemeriksaan identitas utama akan muncul tampilan berupa pilihan tombol navigasi yang berisi menu-menu yang dapat diakses berupa menu informasi, kemampuan proses, komponen kritis, efisiensi produksi, dan pengendalian proses. Menu informasi dibangun dengan mengintegrasikan program Microsoft FrontPage. Pada menu ini hanya berisikan informasi awal tentang menu-menu
yang lain dan proses umum produksi gula. Menu kemampuan proses merupakan model yang diintegrasikan dengan program Minitab 13.0 yang digunakan untuk memantau variabilitas dan penyimpangan proses, sehingga
nantinya didapat suatu kesimpulan apakah stasiun proses yang dinilai dalam keadaan terkendali atau tidak.
Gambar 14. Tampilan Form Login SWEETCON.PROSION Menu komponen kritis merupakan model yang diintegrasikan dengan program Expert Choice 2000 untuk proses pembobotan awal, sehingga pada akhirnya model ini akan menampilkan nilai kritis masing-masing mesin dan peralatan stasiun proses. Menu efisiensi diintegrasikan dengan program DEA for Windows dimana apabila dimasukkan input dan output secara teknis dan
akonomis akan dihasilkan nilai efisiensi sesuai dengan indikator yang akan dinilai sehingga para pengambil keputusan dapat memutuskan input atau output mana yang perlu dikurangi atau ditambahkan untuk meningkatkan efisiensi produksi. Menu yang terakhir adalah model pengendalian proses yaitu penyusunan hirarki berdasarkan faktor dan kriteria yang telah dibobotkan sehingga didapatkan stasiun proses yang paling kritis adalah stasiun yang perlu mendapat perhatian lebih dan potensial untuk dikendalikan.
E. VERIFIKASI DAN VALIDASI SISTEM
Verifikasi sistem bertujuan untuk mengetahui apakah model-model yang terdapat pada SWEETCON. PROSION telah memenuhi kriteria yang ditetapkan dan dapat digunakan oleh para pengambil keputusan untuk menentukan proses manakah yang perlu dikendalikan. Verifikasi juga bertujuan untuk menjadikan sistem lebih sempurna, stabil dan bebas dari kesalahan yang dapat mengganggu suatu proses dalam sistem. Untuk mencari kesalahan pada fungsi yang salah atau hilang, setiap keluaran yang dihasilkan oleh SWEETCON. PROSION diperiksa apakah sesuai dengan masukan yang didapatkannya. SWEETCON.PROSION terdiri dari empat buah model utama, yaitu model kemampuan proses, model komponen kritis, model efisiensi produksi dan model pengendalian proses dimana model-model yang telah terbentuk dalam program komputer tersebut diuji dengan menggunakan data aktual untuk mengetahui kelayakan model dalam penggunaannya oleh user. Verifikasi model kemampuan proses dilakukan dengan menggunakan data rata-rata hasil produksi 15 harian PG Jatitujuh, model komponen kritis diverifikasi dengan data pembobotan kriteria dan indikator mesin dan peralatan yang telah dilakukan oleh pakar pada PG Jatitujuh. Verifikasi model efisiensi produksi menggunakan data yang diperoleh dari bagian pabrikasi dan TUK PG Jatitujuh, sedangkan model pengendalian proses diverifikasi dengan hasil penilaian secara perbandingan berpasangan oleh lima pakar yang berkompeten dalam industri gula. Hasil verifikasi masing-masing model menunjukkan bahwa model-model tersebut dapat diterapkan sesuai dengan kegunaan masing-masing model. Kekurangan yang terdapat pada SWEETCON.PROSION adalah data yang terdapat pada program Minitab 13.0 yang telah diintegrasikan dengan model kemampuan proses tidak dapat langsung terintegrasi dengan submenu resume kemampuan proses, sehingga pengguna harus memasukkan lagi data rata-rata proses untuk mengetahui apakah proses terkendali atau tidak. Begitu juga dengan model komponen kritis, bobot yang didapatkan dari rata-rata
pendapat pakar harus dimasukkan lagi pada submenu ECR keseluruhan dan untuk masing-masing proses. Pada model efisiensi juga masih terdapat ketidaksempurnaan, yaitu datadata yang diperlukan untuk menyusun input atau output teknis dan ekonomis harus diolah terlebih dahulu secara manual, baru setelah didapat input dan output teknis dimasukkan dalam program akan dihasilkan keluaran berupa tingkat efisiensi untuk masing-masing indikator. Selain itu data harus di masukkan sebanyak dua kali masing-masing untuk perhitungan efisiensi produksi secara absolut dan efisiensi produksi secara relatif karena submenu efisiensi absolut belum terintegrasi dengan submenu efisiensi relatif. Validasi terhadap sistem dilakukan dengan tujuan untuk mengetahui kemampuan suatu alat ukur (instrumen) untuk mengukur apa yang seharusnya diukur dimana ukuran tersebut memprediksikan kriteria yang relevan secara andal (apakah kriteria tersebut sudah jelas). Dalam melakukan validasi atau yang biasa disebut pengukuran validitas juga perlu memperhatikan bahwa pengujian tersebut dilakukan secara cukup tepat dan tidak ragu-ragu apa yang akan diamati (harus ada definisi operasional mengenai variable yang diukur). Validasi pada SWEETCON.PROSION bertujuan untuk mengetahui apakah sistem dan model-model yang terdapat di dalamnya dapat dikatakan sahih atau layak dipergunakan oleh user sasaran. Pengujian validitas SWEETCON.PROSION terhadap model-model didapatkan bahwa dengan meng-input data-data yang diperlukan pada tiap model akan didapat keluaran yang sesuai dengan yang dimaksud. Validasi model kemampuan proses dilakukan dengan menginput data produksi akan didapatkan keluaran yaitu besarnya variasi proses dan besarnya penyimpangan yang terjadi pada tiap proses sehingga dapat diputuskan apakah proses tersebut berada dalam keadaan terkendali atau tidak terkendali. Model komponen kritis memberikan keluaran bobot dan nilai kekritisan komponen yang sebelumnya telah dibobotkan secara perbandingan berpasangan oleh pada pakar dengan rentang bobot antara 0 sampai dengan 1, sehingga keluaran nilai kritis yang didapatkan harus sesuai dengan teori yaitu dengan nilai terkecil 0 dan terbesar adalah 100.
Model efisiensi memberikan keluaran berupa besar tingkat efisiensi produksi secara absolut dan relatif dengan nilai efisiensi antara 0 persen hingga 100 persen;
dan model pengendalian proses divalidasi dengan
memasukkan bobot yang telah diberikan oleh para pakar sehingga keluarannya
berupa
konsistensi
hasil
perbadingan
berpasangan
dan
terbentuknya hirarki pembobotan faktor dan alternatif pengendalian proses. Dengan demikian, model SWEETCON.PROSION dapat dikatakan valid karena dapat digunakan sesuai dengan tujuan penggunaan masing-masing model.
VI. HASIL DAN PEMBAHASAN
A. PENGUKURAN KEMAMPUAN (KINERJA) PROSES PRODUKSI
Menurut Adiyatna dan Marimin (2001), sebagai sistem terbuka kegiatan agroindustri dipengaruhi oleh faktor internal dan eksternal. Faktor internal meliputi sumber daya manusia (SDM), mesin, peralatan, teknologi, aset dan modal perusahaan, sedangkan faktor eksternal antara lain meliputi pasar, pemasok, pemerintah, lembaga keuangan, pesaing, dan investor. Kinerja suatu sistem atau suatu perusahaan dapat ditinjau dari dimensi luaran sistem yang meliputi efektifitas, efisiensi, dan kepuasan. Efektifitas berkaitan dengan kinerja dalam pencapaian tujuan, efisiensi berkaitan dengan penggunaan sumber dan kepuasan berkaitan dengan penghargaan atas jerih payah partisipasi anggota organisasi (Kast, 1985). Setiap tahap pengolahan ini harus selalu dikendalikan supaya benar, karena setiap tahap pengolahan ini berperan dalam menentukan mutu dan keamanan produk yang dihasilkan. Proses produksi gula perlu dikendalikan untuk menghasilkan produk berupa gula kristal yang bermutu dan aman dikonsumsi. Kapabilitas proses didefinisikan sebagai kemampuan proses untuk memproduksi atau menyerahkan output sesuai dengan kebutuhan pelanggan. Process Capability merupakan suatu ukuran kinerja kritis yang menunjukkan
proses mampu menghasilkan sesuai dengan spesifikasi produk yang ditetapkan
oleh
manajemen
berdasarkan
kebutuhan
pelanggan
(http://groups.yahoo.com/group/kasma1). Pengukuran kemampuan proses merupakan salah satu bagian dari tahapan pengendalian produksi
yang dilakukan oleh setiap operator dan
bagian analisa. Pengendalian proses produksi ini dilakukan pada beberapa titik di setiap lini produksi. Analisa kemampuan atau kinerja proses ini dilakukan dengan bantuan program komputer Minitab 13.0 yaitu dengan melihat keragaman data selama proses sesuai batas-batas dan standar deviasi yang berlaku.
Teknik analisis yang digunakan untuk memantau proses adalah dengan melihat variasi data selama proses menggunakan batas kendali x dan s serta diagram kapabilitas, sedangkan untuk mengukur besarnya penyimpangan proses dari spesifikasi yang telah ditentukan oleh perusahaan adalah dengan menggunakan teknik akurasi. Pembuatan digram kendali dan kapabilitas menggunakan sub grup sebesar 15 karena melihat dalam satu periode giling terdiri dari 15 hari. Analisis dimulai pada level parameter dan kemudian level stasiun proses. Nilai toleransi penyimpangan maksimum yang digunakan adalah sebesar 10 persen. Jika besar penyimpangan (deviasi) suatu parameter proses terhadap standar lebih kecil atau sama dengan ±10 persen maka kinerja parameter proses tersebut berada dalam keadaan “TERKENDALI”, dan sebaliknya jika besar penyimpangan (deviasi) suatu parameter proses terhadap standar lebih besar dari 10 persen maka kinerja parameter tersebut berada dalam keadaan “TIDAK TERKENDALI”. Apabila proses menunjukkan keadaan terkendali maka para pengambil keputusan dapat tetap melanjutkan proses menuju ke stasiun yang selanjutnya, sebaliknya apabila proses menunjukkan keadaan tidak terkendali maka para pengambil keputusan harus mengambil tindakan dengan melakukan evaluasi lebih mendalam pada stasiun proses karena terdapat ketidakefisienan dalam proses karena kondisi tidak terkendali pada salah satu stasiun proses akan menyebabkan proses selanjutnya juga mengalami kondisi tak terkendali. 1) Stasiun Gilingan
Gambar 15. adalah tampilan model Kemampuan Proses pada aplikasi program SWEETCON.PROSION dimana bila dipilih salah satu indikator yang akan dinilai, akan langsung terintegrasi dengan program Minitab 13.0 yang dapat menganalisa data kemampuan proses tersebut.
Kinerja stasiun gilingan secara umum menunjukkan bahwa stasiun gilingan berada dalam keadaan terkendali dengan besar deviasi 1,53 persen maka tingkat efisiensinya sebesar 98,47 persen. Tabel 14. menunjukkan bahwa semua parameter proses memenuhi standar spesifikasi yang ditetapkan oleh perusahaan, tetapi bila dilihat dari deviasi menurut rata-rata proses terdapat parameter yang menyimpang jauh dari
rata-rata yaitu parameter imbibisi%sabut. Adanya deviasi rata-rata proses yang cukup besar berarti rentang atau variasi kadar imbibisi%sabut pada stasiun gilingan besar. Imbibisi%sabut merupakan perbandingan antara kadar sabut dan kadar air imbibisi yang ditambahkan. Variasi yang besar menunjukkan bahwa terdapat pembubuhan air imbibisi yang tidak merata antara saat penggilingan yang satu dengan yang lain. Hal ini perlu mendapat perhatian bagi para pengambil keputusan karena apabila kadar sabut kecil maka menunjukkan bahwa jumlah air imbibisi yang ditambahkan lebih besar sehingga nantinya dapat menyebabkan kadar air proses juga lebih tinggi.
Gambar 15. Tampilan Model Kemampuan Proses Stasiun Gilingan Kinerja gilingan terutama dapat dilihat dari tingkat ekstraksi gula yang dihasilkan, karena stasiun gilingan merupakan tahap dimana tebu yang mengandung nira ditekan dan diperas sedapat mungkin sehingga kadar nira yang tertinggal di ampas nilainya sangat kecil. Semakin besar tingkat ekstraksi oleh rol-rol gilingan, berarti kinerja stasiun gilingan semakin baik. Tingkat ekstraksi gula selama pemantauan berdasarkan data analisa selama proses masih di bawah standar, tetapi para pengambil keputusan tidak perlu melakukan tindakan pengendalian karena besar
penyimpangannya masih berada dalam batas ±10 persen. Tingkat ekstraksi ini diambil dari nilai HPG yaitu kuosien ekstraksi pol nira mentah per 100 pol dalam tebu digiling. Walaupun belum sesuai standar, tetapi angka pengawasan dan pengendalian proses lainnya yaitu briks, pol, dan HK nira mentah tercapai serta kadar sabut yang tidak melebihi standar. Dapat disimpulkan bahwa stasiun gilingan memiliki kinerja yang baik. Tabel 14. Hasil Analisa Kemampuan Stasiun Gilingan Parameter Kinerja
Satuan
- Briks nira mentah - Pol nira mentah - HK nira mentah - Kadar sabut - Imbibisi % sabut - Nm%tebu - Ekstraksi gula - HPB Jumlah - Kapasitas giling Rata-Rata Kesimpulan
Nilai
Standar
Deviasi (menurut rata-rata)
Deviasi (sesuai spesifikasi)
Keterangan
%
12,72
≥12
0,55
6,00
Terkendali
%
9,77
≥9
0,43
8,56
Terkendali
% %
76,77 15,43
72 14-16
1,50 1,02
6,62 0,00
Terkendali Terkendali
% %
191,74 96,37
≥200 ≥100
18,88 3,04
(4,13) (3,63)
Terkendali Terkendali
% %
94,38 91,75
>96 >90
0,53 0,87
(1,69) 0,00
Terkendali Terkendali
≥4000
0,67 3,05
0,00
Terkendali
1,53
Terkendali
TCD
4019,46
Kehilangan terbesar pada stasiun gilingan adalah terikut ampas, apalagi bila kadar kotorannya di atas 3 persen (pucuk, sogolan, daduk, tanah), karena akan menurunkan ekstraksi gilingan. Untuk itu digunakan angka parameter HPB Total (Hasil Bagi Pemerahan Brik) yang pada stasiun gilingan ini didapatkan nilai sebesar 91,75. Angka minimum adalah 90 persen, hal itu berarti pada stasiun gilingan tidak banyak gula yang terikut ampas. Adanya nilai deviasi yang berada dalam kurung yang juga berarti negatif, bukan berarti besar deviasinya negatif, tetapi hanya untuk menunjukkan bahwa rata-rata yang dihasilkan berada di bawah standar yang ditetapkan oleh perusahaan. 2) Stasiun Pemurnian
Penilaian kinerja proses pada stasiun pemurnian menggunakan model seperti yang ditampilkan pada Gambar 16. Hasil penilaiannya terdapat
pada Tabel 15. dimana didasarkan pada beberapa indikator kinerja stasiun pemurnian. Penilaian kinerja stasiun pemurnian menunjukkan tingkat efisiensi stasiun pemurnian cukup baik yaitu sebesar 91.6 persen, tetapi para pengambil keputusan harus memberikan perhatian lebih pada proses pemurnian sebelum meneruskan proses menuju stasiun penguapan mengingat tingkat penyimpangan proses yang hampir mendekati 10 persen.
Gambar 16. Tampilan Model Kemampuan Proses Stasiun Pemurnian Tabel 15. Hasil Analisa Kemampuan Stasiun Pemurnian Parameter Kinerja
Satuan
- Briks nira encer - Pol nira encer - HK nira encer - Pol blotong - Turbidity - Blotong%tebu Rata-Rata Kesimpulan
% % % % Ppm %
Nilai
12,92 10,18 78,85 1,96 4,03
Standar
12 ≥9 ≥74 ≤2 ≤3
Deviasi (menurut rata-rata)
Deviasi (sesuai spesifikasi)
Keterangan
0,53 0,41 1,51 0,35 0,13 0,59
7,67 0 0 0 34,33
Terkendali Terkendali Terkendali Terkendali Tidak Terkendali
8,40
Terkendali
Tahap pemurnian dihasilkan limbah yang berupa blotong, tetapi seringkali masih terdapat kandungan gula dalam blotong tersebut. Pol blotong menunjukkan kadar gula yang masih terkandung dalam blotong,
tapi kandungannya masih memenuhi standar dimana batas maksimumnya sebesar 2. Blotong % tebu adalah perbandingan antara blotong yang dihasilkan dengan tebu yang masuk, dimana pada proses ini ternyata kadar blotong % tebunya melebihi batas maksimal dengan penyimpangan yang sangat besar. Dengan banyaknya blotong yang dikandung berarti tebu yang masuk proses masih mengandung banyak kotoran. Kinerja proses pemurnian dinilai cukup bagus karena angka brik, pol dan HK nira encer semuanya memenuhi standar yang berarti juga tidak perlu dilakukan tindakan pengendalian. Para pengambil keputusan diharapkan segera mengevaluasi kinerja mesin pemurnian karena hal ini berarti pula efek pemurnian yang diterapkan belum efektif walaupun kadar pol dan HK memenuhi standar. Hal ini ditunjukkan juga dengan penyimpangan briks nira encer yang besar yang berarti bahan terlarutnya cukup banyak. 3) Stasiun Penguapan
Gambar 17. Tampilan Model Kemampuan Proses Stasiun Penguapan
Tabel 16. Hasil Analisa Kemampuan Stasiun Penguapan Parameter Kinerja -
Briks nira kental Pol nira kental HK nira kental Nira kental
Satuan
% % % o C
Rata-Rata Kesimpulan
Nilai
51,97 43,35 80,00 106,25
Standar
≤65 ≤52 75-80 ≥100
Deviasi (menurut rata-rata)
Deviasi (sesuai spesifikasi)
Keterangan
3,87 3,04 1,51 0,71 2,28
0,00 0,00 0,00 0,00
Terkendali Terkendali Terkendali Terkendali
0,00
Terkendali
Hasil dari stasiun penguapan adalah nira kental. Kadar air yang terdapat pada nira encer sebelum masuk stasiun penguapan adalah sebesar 87,08 persen, dan nira kental memiliki kadar air sebesar 48,03 persen. Efek dari proses penguapan berhasil menguapkan air sebesar 55 persen. Apabila menurut standar, seharusnya proses penguapan dapat menguapkan air sebesar 60-70 persen air dalam nira encer. Hal ini menunjukkan bahwa konstruksi dari pan-pan penguap kurang efektif. Walaupun demikian, kinerja dari stasiun penguapan sudah efisien sebesar 100 persen melihat semua parameter standar stasiun penguapan tidak ada yang mengalami penyimpangan sehingga tidak perlu dilakukan tindakan pengendalian oleh para pengambil keputusan dan proses dapat tetap dilanjutkan ke proses masakan. Apabila konstruksi pan-pan penguap bekerja lebih efektif akan dapat meringankan kerja stasiun masakan. 4) Stasiun Masakan
Stasiun masakan bertugas untuk mengubah nira kental yang berasal dari stasiun penguapan menjadi kristal gula melalui sistem pemasakan. Pabrik gula Jati Tujuh memiliki sistem masakan A, C, D yang artinya menghasilkan gula A, gula C, dan gula D. Dari ketiga jenis gula yang terbentuk tersebut, yang akan menjadi gula produk (SHS) hanya gula A, maka itu dalam analisa kemampuan stasiun masakan diatas, hanya diambil parameter dari masakan A. Data analisa tersebut menunjukkan bahwa stasiun masakan sudah baik kinerjanya yaitu dengan efisiensi sebesar 100 persen. Kinerja stasiun penguapan yang sudah baik akan memberi informasi pada para pengambil keputusan bahwa stasiun masakan tidak perlu mendapat tindakan pengendalian dan proses dapat tetap dilanjutkan ke stasiun putaran.
Gambar 18. Tampilan Model Kemampuan Proses Stasiun Masakan Tabel 17. Hasil Analisa Kemampuan Stasiun Masakan Parameter Kinerja
Satuan
- Briks masakan A - Pol masakan A - HK masakan A - Purity drop Rata-Rata Kesimpulan
% % %
Nilai 93,00 80,40 86,33 13,09
Standar 93-94 ≥79 ≥85 10-15
Deviasi (menurut rata-rata) 0,41 1,77 2,12
Deviasi (sesuai spesifikasi) 0,00 0,00 0,00 0,00
Keterangan Terkendali Terkendali Terkendali Terkendali
2,28 0,00
Terkendali
5) Stasiun Putaran
Stasiun putaran berbeda dari stasiun lainnya karena stasiun terakhir selama proses dalam pabrik ini memiliki indikator kinerja dan keluaran paling banyak. Hasil penilaian kinerja stasiun putaran dapat dilihat pada Tabel 18. Dari stasiun putaran dihasilkan larutan-larutan yaitu stroop A,C dan D; klare SHS dan klare III; gula A, C, D1, dan D2; gula SHS IA; tetes; dan leburan, tetapi tidak semua keluaran tersebut yang digunakan sebagai indikator kinerja stasiun putaran. Indikator yang penting pada stasiun masakan antara lain adalah performance dari gula SHS yang merupakan gula produk, stroop A, dan tetes yang merupakan hasil samping dari keseluruhan proses selain ampas dan blotong.
Gambar 19. Tampilan Model Kemampuan Proses Stasiun Putaran Tabel 18. Hasil Analisa Kemampuan Stasiun Putaran Parameter Kinerja - Briks gula A - Pol gula A - HK gula A - Kadar air - Briks Stroop A - Pol Stroop A - HK Stroop A - Briks tetes - Pol tetes - HK tetes - Tetes%tebu Rata-Rata Kesimpulan
Satuan % % % % % % % % % % %
Nilai
Standar
99,64 98,86 99,23 0,36 80,38 58,88 73,24 90,22 30,06 33,32 3,8
99,97 99,85 99,88 ≤1,00 83 54 65-70 ≥80 28-30 30-33 ≤2,5
Deviasi (menurut rata-rata) 0,00 0,7 0,00 0,24 1,75 1,51 2,09 1,25 0,68 0,56 1,2 2,28
Deviasi (sesuai spesifikasi) (0,33) (0,99) (0,65) 0 (3,16) 9,04 4,63 0 7,36 0,97 52
Terkendali Terkendali Terkendali Terkendali Terkendali Terkendali Terkendali Terkendali Terkendali Terkendali Tidak Terkendali
6,26
Terkendali
Keterangan
Analisis kinerja stasiun putaran menunjukkan bahwa stasiun putaran memiliki efisiensi sebesar 93,74 persen yang ditunjukkan pula dengan hasil briks, pol, dan HK gula A yang akan menjadi produk telah memenuhi standar.
Walaupun
demikian,
para
pengambil
keputusan
perlu
memperhatikan hasil samping pada stasiun putaran terutama yang mengalami penyimpangan cukup besar. Pemantauan stasiun putaran menggunakan metode stastitikal terhadap stroop dan tetes menunjukkan bahwa indikator-indikatornya masih berada
dalam kendali. Walaupun demikian, dari analisa tersebut penyimpangan yang terjadi pada produk samping cukup besar, bahkan analisa tetes%tebu menunjukkan hasil yang melebihi batas maksimal, yaitu sebesar 52 persen dari batas maksimal adalah 2,5. Hal ini menunjukkan bahwa prosentase hasil samping dari bahan baku cukup besar diduga karena kadar kotoran atau bukan gula yang terikut dalam proses cukup banyak. Banyaknya gula yang terikut pada tetes (pol tetes) juga menunjukkan terdapat ketidakefisienan stasiun putaran karena seharusnya gula produk yang dihasilkan dapat lebih banyak apabila kehilangan gula yang terikut dalam hasil samping dapat ditekan. B. PENENTUAN KOMPONEN KRITIS PENDUKUNG PROSES
Banyak kendala yang dialami sejumlah PG, selain terpuruknya harga gula juga kurangnya bahan baku gula dari tebu produksi petani, menciutnya lahan tebu, serta mesin-mesin PG yang usianya sudah tua (Roeswanto, 2006). Di dalam industri pengolahan ada tahap-tahap yang dianggap sangat penting yang menentukan kelancaran proses produksi dan berdampak pada mutu produk yang dihasilkan. Tahap-tahap ini dianggap tahap atau proses kritis. Tahap ini disebut tahap kritis karena jika tidak terdapat komponenkomponen pendukung yang memadai, proses tidak akan berjalan berjalan dengan lancar, kapasitas produksi tidak tercapai, dan penggunaan sumberdaya tidak maksimal atau dapat dikatakan proses tidak efisien. Dengan perkataan lain, tahap kritis adalah tahap pengolahan yang dapat menentukan kelancaran dan pencapaian mutu proses serta penggunaan komponen pendukung secara maksimal sehingga dapat menurunkan resiko pemborosan sumberdaya sampai batas aman secara teknis dan ekonomis. Survei di beberapa perusahaan industri baik lokal maupun asing menyebutkan sekitar 80 persen yang menjadi tolak ukur keberhasilan dan daya tahan perusahaan adalah peningkatan efisiensi, efektifitas, dan produktifitas yang optimal dari perusahaan dalam hal pengalokasian sumber daya. Pengalokasian sumber daya menjadi hal yang sangat penting, salah satu bentuk aplikasi dari hal tersebut adalah penggunaan fasilitas–fasilitas
pendukung proses produksi yang ada untuk menyelesaikan suatu job (pekerjaan) dengan suatu prosesor (mesin) (Hendra dan Maseleno, 2004).
Gambar 20. Tampilan Model Komponen Kritis Model penentuan komponen kritis proses menggunakan metode Equipment Critically Rating dimana para pakar memberikan bobot penilaian
pada masing-masing kriteria dan indikator pada setiap mesin dan peralatan masing-masing proses. Bobot yang didapatkan tersebut menunjukkan tingkat kekritisan mesin dan peralatan baik dalam suatu stasiun proses maupun antar stasiun proses. Selain menggunakan bobot yang diberikan oleh para pakar, penilaian komponen kritis ini juga menggunakan data primer yang berasal dari musim giling sebelumnya. Apabila pada masing-masing stasiun diketahui kriteria yang paling kritisnya, hal tersebut dapat menjadi dasar para pengambil keputusan dalam menyusun jadwal pemeliharaan dan perbaikan mesin dan peralatan baik diluar masa giling maupun dalam masa giling. Terjadwalnya kegiatan perawatan mesin dan peralatan akan dapat menghindarkan terjadinya hal-hal yang tidak diinginkan selama proses, dan dapat segera cepat melakukan tindakan pengendalian mesin apabila terjadi penghentian
proses
karena
telah
dipersiapkan
komponen-komponen
pendukung untuk segala kemungkinan kerusakan yang terjadi pada mesin dan
peralatan berdasarkan bobot yang telah dipertimbangkan oleh para pengambil keputusan. Langkah pertama dilakukan pembobotan terhadap kriteria-kriteria yang diberikan yang mempengaruhi kekritisan komponen, untuk itu diperlukan langkah-langkah pendahuluan yaitu menentukan orang yang dianggap ahli dan berkompeten untuk memberikan penilaian. Pada penentuan kompnen kritis di PG Jatitujuh menggunakan pihak bagian pabrikasi dan instalasi yang berkompeten untuk mengisi kuesioner yang berkaitan dengan penilaian mesin dan peralatan kritis seperti yang ada pada Lampiran 16. Selanjutnya dicari data pendukung pengambilan keputusan kekritisan komponen, seperti data kerusakan komponen dan data jam henti. Untuk melihat kecocokan model, dilihat data apa saja yang memungkinkan untuk didapatkan atau disediakan oleh perusahaan. Langkah selanjutnya adalah penambahan bobot indikator pada kriteria yang memiliki lebih dari satu indikator. Ini dilakukan untuk menyeimbangkan pengaruh dari perbedaan jumlah indikator. Selanjutnya dilakukan pengujian terhadap kriteria utama dan indikator yang mengikutinya. Pembobotan kriteria utama dilakukan dengan metode AHP (Analytical Hierarchy Process) yaitu dengan perbandingan berpasangan. Setelah
pembobotan
kriteria
dengan
metode
AHP
dilakukan,
selanjutnya adalah tahap pembobotan indikator komponen yang dimaksudkan untuk menyeimbangkan pengaruh dari perbedaan jumlah indikator pada masing-masing kriteria. Dengan demikian diharapkan bahwa perbedaan dari tingkat kekritisan akan ditentukan oleh bobot dari kriteria-kriteria yang digunakan. Level dibawah kriteria adalah indikator komponen yang merupakan penilaian terhadap keadaan mesin dan fungsi-fungsinya secara lebih spesifik. Cara memberikan penilaian pada indikator adalah secara kuantitatif atau berdasarkan jumlah kondisi yang terjadi yang kemudian dibagi menjadi peringkat-peringkat yang merupakan bobot dari masing-masing indikator. Nilai yang diberikan menunjukkan tingkat kemungkinan terjadinya kondisi yang dimaksud untuk tiap komponen. Misalnya bila nilainya 0 maka kondisi
tersebut tidak mungkin terjadi, tetapi bila nilainya 100 maka kondisi itu sangat mungkin terjadi. Data pembobotan indikator kemudian dipecah kedalam data komponen dan disusun berdasarkan kriteria yang berhubungan. Data tersebut kemudian diolah dengan rumus ECR, yaitu:
∑b × N k
ECR =
i
i
i =1
dimana: bi
= bobot masing-masing kriteria
Ni
= nilai kriteria berdasarkan indikator-indikatornya
∑ I × D , dimana Ii n
=
Ni
i
i
= ukuran setiap indikator
i =1
Di = bobot setiap indikator Tabel 19. Hasil Perhitungan ECR Mesin dan Peralatan Proses No.
Kriteria
Bobot Gilingan
Pemurnian
Penguapan
Masakan
Putaran
1
Keamanan
0,0900
0,0740
0,0810
0,0840
0,0850
2
Life Support
0,0750
0,0640
0,0720
0,0730
0,0780
3
Commercial
0,0980
0,1010
0,1040
0,1050
0,1030
4
Keandalan
0,1220
0,1490
0,1300
0,1300
0,1300
5
Vendor Availability
0,1030
0,1130
0,1110
0,1030
0,1110
6
Spare part lead time
0,0890
0,0760
0,0860
0,0840
0,0920
7
Applicability of condition monitoring technique
0,1310
0,1400
0,1230
0,1250
0,1290
8
Mean down time
0,1020
0,0980
0,0980
0,0960
0,0950
9
Jam henti
0,0709
0,0600
0,0750
0,0710
0,0550
10
Kapasitas
0,1100
0,1260
0,1210
0,1290
0,1210
Nilai ECR Total
81,49
75,80
79,69
76,59
72,64
1) Mesin Stasiun Gilingan Hasil perhitungan menggunakan metode ECR menunjukkan bahwa mesin dan peralatan stasiun gilingan adalah yang paling kritis dibandingkan dengan mesin dan peralatan pada stasiun lainnya sesuai dengan nilai kritis yang didapatkan yaitu sebesar 81,49. Kriteria terbesar yang merupakan faktor pendukung kekritisan mesin gilingan adalah dari segi applicability of condition monitoring technique (0,1310) seperti yang
terlihat pada Tabel 19. Kedua adalah kriteria keandalan mesin sendiri memiliki bobot sebesar 0,1220; kemudian kriteria kapasitas yaitu besarnya kapasitas giling akan mempengaruhi kecepatan dan efisiensi stasiun gilingan dengan bobot sebesar 0,1100. Kemudian diikuti oleh faktor-faktor lainnya. Hal ini juga didukung oleh jumlah jam henti pada musim giling tahun 2006 oleh jumlah jam henti mesin gilingan yang paling tinggi dibandingkan dengan stasiun lainnya, yang menunjukkan tingkat kerusakan mesin dan peralatan proses paling tinggi. Selain ditentukan oleh masing-masing bobot kriteria, kekritisan komponen juga dipengaruhi oleh bobot dari indikator masing-masing kriteria yang secara lebih rinci dapat dilihat pada Lampiran 14.
2) Mesin Stasiun Pemurnian Stasiun pemurnian memiliki nilai ECR total komponen sebesar 75,80 dengan bobot terbesar dihasilkan oleh faktor keandalan dengan bobot sebesar 0,1490 yaitu yang paling menyebabkan kekritisan mesin dan peralatan pemurnian. Faktor kedua yang mendukung kekritisan komponen pemurnian adalah applicability of condition monitoring technique dengan bobot sebesar 0,1400; kemudian faktor kapasitas dalam posisi ke tiga dengan bobot sebesar 0,1260 yang kemudian diikuti oleh faktor-faktor lainnya.
3) Mesin Stasiun Penguapan Stasiun penguapan yang hanya terdiri dari pan-pan penguap memiliki faktor penyebab kekritisan utama yaitu keandalan dengan bobot sebesar 0,1300. Faktor pendukung kekritisan komponen penguapan yang kedua dengan bobot yang tidak berbeda jauh (0,1230) adalah applicability of
condition monitoring technique; sedangkan faktor ketiga dengan bobot sebesar 0,1210 adalah kapasitas dari pan-pan penguap sendiri dimana seringkali terjadi jam henti yang disebabkan oleh pan-pan penguap yang isinya terlalu penuh.
4) Mesin Stasiun Masakan Sama seperti stasiun penguapan, faktor terbesar yang menyebabkan kekritisan komponen stasiun masakan atau kristalisasi seperti yang terlihat pada Gambar 21. adalah keandalan dengan bobot sebesar 0,1300. Faktor ke dua adalah kapasitas stasiun masakan dengan bobot sebesar 0,1290. Faktor applicability of condition monitoring technique merupakan pendukung ke tiga dalam kekritisan komponen stasiun masakan dengan bobot sebesar 0,1230 yang kemudian diikuti oleh kriteria lainnya.
5) Mesin Stasiun Putaran Tabel 19. menunjukkan hasil perhitungan ECR untuk komponen stasiun putaran dimana faktor pendukung pertama adalah keandalan dengan bobot sebesar 0,1300. Faktor ke dua adalah applicability of
condition monitoring technique dengan bobot sebesar 0,1290. Faktor ke tiga adalah kapasitas komponen dengan bobot sebesar 0,1210 kemudian diikuti oleh kriteria-kriteria lainnya.
6) ECR Total Pada hasil akhir perhitungan komponen kritis, didapatkan nilai ECR total masing-masing komponen dan dari perhitungan tersebut diketahui bahwa komponen pendukung proses produksi yang paling kritis adalah stasiun gilingan dengan nilai ECR total sebesar 81,49. Komponen kritis ke dua adalah stasiun penguapan dengan nilai ECR total sebesar 79,69 kemudian berturut-turut stasiun kristalisasi (masakan) dengan nilai ECR total sebesar 72,05; stasiun pemurnian dengan nilai ECR total sebesar 71,30; dan yang terakhir adalah stasiun sentrifugasi (putaran) yang memiliki nilai ECR total sebesar 70,55. Semakin banyak jam henti mesin atau komponen suatu stasiun, akan semakin kritis komponen tersebut. Untuk itu tujuan utama perhitungan komponen kritis ini adalah agar perusahaan dapat mengetahui komponen mana yang paling kritis dan dapat memperbaiki sistem pemeliharaan dan perawatan komponen pendukung proses baik di luar masa giling maupun selama masa giling.
C. PENGUKURAN EFISIENSI PRODUKSI Tingkat produktivitas adalah merupakan kinerja dari suatu unit produksi atau dikenal dengan sebutan Decision Management Unit (DMU) dalam meminimumkan input yang digunakan untuk menghasilkan suatu output dalam suatu wilayah. Tingkat produktivitas adalah konsep mikro yang mengukur kinerja antar input dan output suatu proses produksi yang akan digunakan dalam meneliti tingkat efisiensi proses produksi gula kristal. Pengukuruan kinerja suatu proses produksi dalam sektor industri manufakturing pada kurun waktu tertentu dapat menjadi indikator kemampuan perusahaan tersebut yang pada akhirnya akan menentukan pertumbuhan produksi dalam perusahaan tersebut. Aktivitas sebuah perusahaan menunjukan tentang kemampuan perusahaan itu dalam menggunakan dana-dananya secara efektif dan menunjukan seberapa cepat perputaran dari dana-dana perusahaan itu. DEA mempunyai beberapa keuntungan relatif dibandingkan dengan teknik parametrik. Dalam mengukur efisiensi, DEA mengidentifikasi unit yang digunakan sebagai referensi yang dapat membantu untuk mencari penyebab dan jalan keluar dari ketidakefisienan, yang merupakan keuntungan utama dalam aplikasi manajerial. (Epstein and Henderson, 1989). Selain itu, DEA tidak memerlukan spesifikasi yang lengkap dari bentuk fungsi yang menunjukkan hubungan produksi dan distribusi dari observasi. Selain itu pendekatan parametrik sangat tergantung pada asumsi mengenai data produksi dan distribusi. Usahatani tebu termasuk usahatani yang memerlukan biaya yang relatif bervariasi, bergantung lokasi dan tingkat penerapan teknik budidaya. Untuk tanaman baru (PC), biaya usahatani adalah sekitar Rp. 12,2 - Rp. 16,3 juta per ha. Secara lebih spesifik, analisis usahatani tanaman PC dengan menggunakan teknologi yang standar diterapkan di PTPN disajikan pada Tabel 20. Sumber biaya terbesar ada pada komponen pengolahan tanah dan pemeliharaan (28,5 persen), sewa lahan (28,5 persen), dan tebang angkut (20 persen). Total biaya untuk tanaman PC mencapai sekitar Rp. 15,775 juta/ha.
Tabel 20. Analisis Usahatani Tanaman PC, teknologi standar PTPN Uraian Nilai (Rp) Proporsi (%) Biaya 28,5 4.500.000 Pengolahan tanah dan pemeliharaan 10,8 1.700.000 Bibit 5,1 810.000 Pupuk 1,6 245.000 Herbisida 20,0 3.150.000 Tebang angkut 5,5 870.600 Bunga kredit 28,5 4.500.000 Sewa lahan 100,0 15.775.600 Total biaya Nilai produksi gula 28.500.000 Penerimaan petani (66%) 18.810.000 B/C Ratio 1,19 Asumsi : 1000 kw tebu, rendemen 7,5%, harga Rp.3.800/kg Sumber: http://www.litbang.deptan.go.id Langkah pertama yang perlu dilakukan untuk melaksanakan strategi restrukturisasi industri gula adalah peningkatan efisiensi teknis dan efisiensi ekonomis pabrik-pabrik gula, terutama di Jawa. Menurut Arifin, prioritas peningkatan efisiensi didasarkan pada analisis ekonomi dan simulasi efisiensi teknis dan efisiensi ekonomis terhadap pabrik gula biasanya menggunakan kriteria berikut efisiensi teknis dan efisiensi ekonomis. Efisiensi teknis adalah perbandingan antara produktivitas hablur yang dicapai oleh pabrik gula (dalam ton per hektar) dengan produktivitas hablur minimal yang secara teknis dapat dicapai oleh petani dan pabrik gula pada lahan sawah atau lahan kering sebesar 6 ton per hektar. Kriteria efisiensi ekonomis adalah perbandingan antara harga paritas impor sampai tingkat pabrik gula dan biaya produksi ratarata
pada
setiap
pabrik
gula
(http://www.kompas.com/kompas-
cetak/0407/10/Fokus/1138684.htm). Penelitian ini hanya menggunakan lima indikator efisiensi proses produksi dari dua belas indikator Barbiroli. Pemilihan indikator ini dilakukan berdasarkan atas penyesuaian dengan ruang lingkup penelitian dan kondisi proses produksi di perusahaan.
Lima indikator Barbiroli tersebut adalah
Efisiensi Siklus Bahan baku (Material Cycle Efficiency : MCE), Efisiensi Siklus Energi (Energy Cycle Efficiency : ECE), Efisiensi Lingkungan Produk Akhir (Final Product Environmental Efficiency : FPEE), Efisiensi Pengoperasian Peralatan Statis (Equipment Static Operating Efficiency :
ESOE), dan Efisiensi Masukan (Input Efficiency : IE).
Pengukuran ini
dilakukan pada musim giling periode tahun 2006. Limbah yang dihasilkan oleh PT Jati Tujuh antara lain ampas, pucuk daun dan blotong, tetes, serta air buangan pabrik.. Pucuk daun dimanfaatkan untuk pakan ternak, ampas digunakan sebagai bahan bakar pada boiler atau dijual agar dapat dimanfaatkan untuk bahan baku produk lain seperti kertas, pupuk, dan media tumbuh tanaman. Blotong digunakan sebagai pupuk organik bagi lahan perkebunan tebu, tetes ditampung pada tangki yang nantinya dijual kepada pihak lain untuk digunakan sebagai bahan baku penyedap masakan MSG, sumber pupuk, campuran makanan ternak, dan bahan pembuatan alkohol/spiritus. Air buangan pabrik ditangan oleh unit pengolahan limbah yang juga terdapat di area pabrik hingga netral dan dapat digunakan untuk air siraman tanaman pada tanaman tebu. Hal ini berarti PT Jati Tujuh tidak menghasilkan limbah atau bahan pencemar yang dapat membahayakan lingkungan sekitar sehingga indikator Efisiensi Lingkungan Keseluruhan Proses (Process Overall Environmental Efficiency : POEE) dan Efisiensi Lingkungan Siklus Energi (Energy Cycle Environmental Efficiency : ECEE) tidak digunakan dalam penelitian. Selain itu, mesin dan peralatan yang digunakan untuk menghasilkan gula kristal putih adalah mesin serta peralatan statis yang hanya menghasilkan satu macam produk saja, sehingga indikator Efisiensi Pengoperasian Peralatan Dinamis (Equipment Dynamic Operating Efficiency : EDOE) tidak dimasukkan ke dalam analisis efisiensi produksi gula karena mesin dan peralatan tidak dimodifikasi untuk menghasilkan produk lain selain gula kristal putih. Indikator Efisiensi Keanekaragaman Produk Campuran (Product
Mix Variability Efficiency : PMVE) juga tidak digunakan karena struktur proses produksi yang dianalisis hanya menghasilkan satu macam produk saja, yaitu gula kristal putih atau SHS.
1. Efisiensi Absolut Proses Produksi a. Efisiensi Siklus Bahan baku 1) Efisiensi teknis siklus bahan baku Bahan baku yang masuk ke dalam proses adalah batang tebu. Tebu yang masuk ke dalam proses produksi per periode pada musim giling tahun 2006 adalah sebanyak 522.386,3 ton. Bahan baku tersebut memiliki rata-rata kadar air sebesar 26,16 persen, sehingga jumlah tebu apabila tanpa air adalah sebesar 73,84 persen dari jumlah keseluruhan, yaitu sebesar 385.730,04 ton. Jumlah ini merupakan jumlah yang digunakan sebagai input teknis bagi indikator efisiensi siklus bahan baku. Jumlah produk gula kristal yang dihasilkan pada tahun 2006 adalah sebesar 37.974,21 ton dengan rata-rata kadar air sebesar 0,03 persen. Bahan baku yang terkandung dalam produk jadi adalah sebesar 99,97 persen dari produk gula yang dihasilkan, yaitu sebesar 37.962,82 ton. Jumlah ini merupakan output teknis bagi indikator efisiensi siklus bahan baku.
Rincian data dan
perhitungan dapat dilihat pada Tabel 21. di bawah ini. Tabel 21. Data yang diperlukan untuk input efisiensi teknis siklus bahan baku
Parameter jumlah bahan baku yang masuk proses (berat hablu dalam ton tebu) rata-rata kadar air tebu (%) jumlah bahan baku tanpa air (ton)
Nilai 53.662,5 25,97 39726,35
Tabel 22. Data yang diperlukan untuk output efisiensi teknis siklus bahan baku
Parameter jumlah produk gula kristal yang keluar proses (ton) rata-rata kadar air produk gula kristal (%) jumlah bahan baku yang terkandung dalam produk jadi (ton)
Nilai 37.974,21 0,03 37.962,82
Tabel 23. Efisiensi teknis siklus bahan baku
Parameter Input (ton) Output (ton) Efisiensi (%)
Nilai 39726,35 37.962,82 95,56
Hasil perhitungan efisiensi absolut teknis siklus bahan baku adalah sebesar 95,56 persen. Hal ini menunjukkan bahwa perusahaan memiliki efisiensi siklus bahan baku yang secara teknis sudah baik karena mendekati nilai 100 persen. 2) Efisiensi ekonomis siklus bahan baku Output ekonomis untuk perhitungan efisiensi ekonomis siklus bahan baku adalah biaya tambahan bahan baku ditambah biaya untuk meng-upgrade bahan baku yang tidak digunakan dalam proses. Input ekonomisnya terdiri dari nilai bahan baku yang termasuk dalam produk ditambah dengan nilai bahan baku yang terkandung dalam produk samping.
•
Biaya tambahan untuk bahan baku karena tingkat konversi aktual = biaya total bahan baku x tingkat bahan baku yang tidak digunakan.
•
Biaya untuk meng-upgrade bahan baku yang tidak digunakan dalam proses.
•
Nilai bahan baku yang termasuk dalam produk = biaya total bahan baku x jumlah gula kristal yang diproduksi. Biaya total bahan baku terdiri dari biaya pemeliharaan tanaman menghasilkan, biaya panen dan pengangkutan dan biaya pembelian hasil tanaman.
•
Nilai bahan baku yang terkandung dalam produk samping = jumlah produk samping yang dihasilkan x nilai produk samping (dari bahan baku yang dikandung). Bahan baku yang berupa tebu seluruhnya digunakan dalam
proses produksi, sehingga tidak ada biaya tambahan untuk meng-
up-grade bahan baku. Dengan demikian, nilai efisiensi ekonomis
yang didapatkan adalah 100 persen.
Nilai ini menunjukkan
bahwa pengalokasian biaya dalam proses pengolahan bahan baku di perusahaan sudah baik.
b. Efisiensi Siklus Energi 1) Efisiensi teknis siklus energi Energi yang digunakan oleh perusahaan terdiri atas energi listrik, bahan bakar solar, IDO (International Diesel Oil) dam ampas.
Energi listrik digunakan untuk keperluan produksi,
perkantoran, administrasi, dan perumahan.
Bahan bakar solar
digunakan untuk generator, turbin dan keperluan transportasi, sedangkan IDO digunakan untuk bahan bakar dari mesin pada proses. Energi yang digunakan untuk proses produksi terdiri atas bahan bakar solar dan bahan bakar IDO, ditambah ampas untuk bahan bakar boiler, sedangkan energi yang digunakan untuk kebutuhan perusahaan seperti untuk penerangan, administrasi, dan lain-lain terdiri bahan bakar solar.
Jenis-jenis sumber energi
tersebut mempunyai satuan perhitungan yang berbeda, sehingga diperlukan perhitungan konversi ke dalam satuan yang sama. Rincian data dan perhitungan secara lebih jelas dapat dilihat pada Tabel 24, 25 dan 26. Tabel 24. Pemakaian energi untuk proses produksi
Output
Solar (kg)
KIDO (ton)
Jumlah Energi Jumlah Energi (kcal)
250
218.562
2.477.217,19
1.863.629.697,35 1.902.230.298,90
TEP (kcal) Keterangan : KLP
= konsumsi listrik untuk proses produksi
KIDO = konsumsi IDO untuk proses produksi TEP
= total energi terpakai untuk proses produksi
Ampas (ton) 168.099,4 36.123.384,36
Tabel 25. Pemakaian energi total perusahaan
Input Jumlah Energi Jumlah Energi (kcal) TEPrsh (kcal)
KSP (liter) 311.851,95 2.681.926.778,11
KIDO (ton) 218.562 1.863.629.697,35 4.581.679.859,83
Ampas (ton) 168.099,4 36.123.384,36
Keterangan : KSP
= konsumsi solar perusahaan
KIDO
= konsumsi IDO perusahaan
Ampas = konsumsi ampas TEP
= total konsumsi energi keseluruhan yang digunakan perusahaan Tabel 26. Efisiensi teknis siklus energi
Parameter Input (kcal) Output (kcal) Efisiensi (%)
Nilai 4.581.679.859,83 1.902.230.298,90 41,52
Setelah di dapatkan nilai total pemakaian energi untuk proses produksi dan total pemakaian energi keseluruhan perusahaan, maka di dapatkan nilai efisiensi teknis siklus energi. Hasil perhitungan efisiensi absolut teknis siklus energi adalah sebesar 41,52 persen atau jauh dari 100 persen.
Hasil perhitungan
efisiensi tersebut dapat memberikan gambaran bahwa penggunaan sumberdaya energi di perusahaan belum efisien untuk keperluan proses produksi dibandingkan dengan alokasi sumberdaya energi terutama bahan bakar solar untuk keperluan yang lain seperti perkantoran, administrasi, ataupun perumahan. 2) Efisiensi ekonomis siklus energi Data yang diperlukan untuk melakukan perhitungan efisiensi ekonomis siklus energi adalah nilai energi yang benar-benar digunakan dalam proses sebagai input ekonomis dan biaya tambahan untuk energi karena nilai konversi aktual sebagai output ekonomis. Biaya total untuk energi proses produksi didapatkan dari penjumlahan biaya bahan bakar IDO, solar, dan ampas.
Demikian juga dengan biaya energi keseluruhan yang dikeluarkan perusahaan merupakan penjumlahan dari biaya bahan bakar solar, biaya bahan bakar IDO dan ampas. Rincian data dan perhitungan secara lebih jelas dapat dilihat pada Tabel 27 hingga 31. Tabel 27. Perhitungan biaya energi proses produksi
Jenis Biaya Biaya Solar (Rp) Biaya IDO (Rp) Biaya Ampas (Rp) Total Biaya (Rp)
Nilai 1.540.699 999.846.000 58.069.000 1.059.455.699
Tabel 28. Perhitungan biaya total energi yang dipakai perusahaan
Jenis Biaya Biaya Solar (Rp) Biaya IDO (Rp) Biaya Ampas (Rp) Total Biaya (Rp)
Nilai 1.923.419.000 999.846.000 58.069.000 2.981.334.000
Tabel 29. Tingkat energi yang tidak digunakan perusahaan
Parameter TEP (KWH) TEPrsh (KWH) tedk (%)
Nilai 1.902.230.298,90 4.581.679.859,83 58,48
Keterangan : TEP
= total energi terpakai untuk proses produksi
TEPrsh = total konsumsi energi keseluruhan yang digunakan perusahaan tedk
= tingkat energi yang tidak digunakan perusahaan =
1 - TEP_ 1 - TEPrsh TEP . TEPrsh Dari perbandingan penggunaan energi untuk proses produksi
dengan konsumsi energi total perusahaan didapatkan tingkat energy yang tidak digunakan oleh perusahaan, yaitu sebesar 58,48
persen dari keseluruhan sumber energi yang telah dialokasikan oleh perusahaan. Kemudian dilakukan perhitungan
untuk
mengetahui besar biaya tambahan yang harus dikeluarkan oleh perusahaan karena adanya nilai konversi aktual seperti pada Tabel 30. Tabel 30. Biaya tambahan untuk energi karena nilai konversi aktual
Parameter Biaya total energi perusahaan (Rp) tedk (%) BTEKA (Rp)
Nilai 2.981.334.000,00 58,48 1.743.538.248,34
Keterangan : tedk
= tingkat energi yang tidak digunakan perusahaan
BTEKA = biaya tambahan untuk energi karena nilai konversi aktual Tabel 31. Efisiensi ekonomis siklus energi
Parameter Input (Rp) Output (Rp) Inefisiensi (%)
Nilai 2.981.334.000 x 41,52% 1.743.538.248,34 1,41
Setelah didapatkan besarnya biaya tambahan, baru dapat dihitung besarnya efisiensi ekonomis perusahaan dalam indikator siklus energi dengan membandingkan antara biaya tambahan yang dikeluarkan perusahaan karena nilai konversi aktual dengan biaya untuk memenuhi kebutuhan energi pada proses produksi. Dari hasil perhitungan efisiensi ekonomis, didapatkan nilai inefisiensi sebesar 1,41 persen yang berarti tingkat efisiensinya sebesar 99,59 persen. Perhitungan tersebut menunjukkan bahwa pengeluaran perusahaan dari segi ekonomis untuk memenuhi kebutuhan energi proses produksi sudah efisien karena sebagian besar finansial dialokasikan untuk keperluan proses produksi.
c. Efisiensi Lingkungan Produk Akhir 1) Efisiensi teknis lingkungan produk akhir Input teknis dari efisiensi teknis lingkungan produk akhir adalah jumlah bahan baku yang terkandung dalam produk, sedangkan output teknisnya adalah sisa bahan baku yang tidak dibuang ke lingkungan.
Sisa bahan baku produk ini adalah
berupa ampas, tetes dan blotong tetapi yang dibuang ke lingkungan adalah blotong dan tetes karena ampas digunakan sebagai bahan baku boiler. Sisa bahan baku proses tersebut jumlahnya kandungannya pada produk sebesar 12.110,14 ton. Rincian data dan perhitungan dapat dilihat pada Tabel 32 dan 33. Tabel 32. Perhitungan sisa bahan baku produk
Parameter Jumlah bahan baku masuk proses (ton) Jumlah bahan baku tanpa air (ton) Jumlah bahan baku yang terkandung dalam produk jadi (ton) Sisa bahan baku yang terkandung dalam produk (ton)
Nilai 522.386,3 386.722,58 37.962,82 12.110,14
Tabel 33. Efisiensi teknis lingkungan produk akhir
Parameter Input (kg) Output (kg) Efisiensi (%)
Nilai 37.962,82 12.110,14 31,90
Efisiensi teknis lingkungan produk akhir didapatkan dengan cara membandingkan nilai bahan baku produk yang tidak dibuang ke lingkungan dengan nilai bahan baku yang terkandung dalam produk. Dari hasil perhitungan didapatkan nilai efisiensi teknis lingkungan produk akhir sebesar 31,90 persen. Nilai efisiensi tersebut masih kecil, yang berarti bahwa proses produksi banyak membentuk hasil samping yang berupa ampas, blotong, dan tetes tersebut. Tetapi limbah atau hasil samping tersebut tidak berbahaya dan tidak mencemari lingkungan, bahkan dapat digunakan untuk bahan pendukung kelancaran proses produksi
ataupun sebagai bahan baku produk lain. Apabila dilihat dari rendemen produk yang dihasilkan, sudah sangat efisien. 2) Efisiensi ekonomis lingkungan produk akhir Nilai efisiensi ekonomis lingkungan produk akhir didapatkan dari perbandingan antara biaya untuk mengurangi bahan baku yang dibuang ke lingkungan sebagai output ekonomis dengan nilai bahan baku dalam produk sebagai input ekonomis. Nilai bahan baku dalam produk didefinisikan sebagai berikut : Nilai bahan baku dalam produk = biaya total untuk pengadaan bahan baku x tingkat konversi Biaya total untuk pengadaan bahan baku terdiri atas biaya panen dan pengangkutan bahan baku tebu, sedangkan tingkat konversi adalah sebesar 100 persen karena seluruh bahan baku digunakan di dalam proses produksi. Biaya untuk mengurangi bahan baku yang dibuang ke lingkungan terdiri atas biaya untuk pemeliharaan tanaman tebu seperti pemupukan, penyemprotan hama dan peremajaan; sedangkan nilai bahan baku dalam produk terdiri atas biaya panen dan pengangkutan bahan baku tebu. Perhitungan efisiensi dapat dilihat pada Tabel 34. Tabel 34. Efisiensi ekonomis lingkungan produk akhir
Parameter Input (Rp) Output (Rp) Inefisiensi (%)
Nilai 22.403.669.000 163.000.191.000 73
Hasil perhitungan inefisiensi ekonomis menunjukkan nilai sebesar 73 persen. Nilai perhitungan inefisiensi ekonomis yang lebih dari 50 persen menunjukkan bahwa perusahaan belum efisien dalam mengalokasikan (meminimisasi) biaya untuk menangani limbah yang dihasilkan.
d. Efisiensi Pengoperasian Peralatan Statis 1) Efisiensi teknis pengoperasian peralatan statis Input teknis dari efisiensi teknis pengoperasian peralatan statis adalah total waktu kerja potensial peralatan, sedangkan output teknisnya merupakan selisih dari waktu kerja potensial peralatan dengan waktu henti peralatan. Pengoperasian peralatan statis yang dimaksud dalam penelitian ini adalah mesin dan peralatan yang digunakan untuk melakukan proses produksi gula kristal putih dari mulai gilingan hingga sentrifugasi. Waktu kerja standar yang telah ditentukan oleh perusahaan adalah selama delapan jam kerja untuk masing-masing shift dimana pekerja terbagi dalam tiga, namun lama waktu kerja sebenarnya dari mesin dan peralatan produksi di pabrik tergantung dari jumlah bahan baku yang dihasilkan oleh kebun. Rincian waktu kerja secara lebih jelas dapat dilihat pada Tabel 35. Tabel 35. Perhitungan efisiensi teknis pengoperasian peralatan statis
Parameter (jam) 1. Waktu kerja optimal peralatan (jam/hari): (input) 2. Waktu kerja aktual peralatan (jam/hari): (output) 3. Waktu Henti peralatan Efisiensi (%) Perhitungan
efisiensi
tersebut
Nilai 24 21,52 1,86 92,25
menunjukkan
bahwa
pengoperasian peralatan yang dilakukan masih belum sesuai antara pemakaian optimal dan pemakaian aktual, sehingga nilai efisiensi tidak mencapai 100 persen. Namun, sekalipun nilainya tidak mencapai 100 persen, tingkat efisiensinya cukup tinggi yaitu sebesar 92,25 persen. 2) Efisiensi ekonomis pengoperasian peralatan statis Efisiensi ekonomis peralatan statis didefinisikan sebagai rasio antara biaya tambahan karena adanya waktu henti sebagai output ekonomis dengan biaya produksi (pengoperasian) sebagi input ekonomis. Biaya tambahan dalam perhitungan didapatkan dari
perkalian antara waktu henti, gaji pekerja per jam dan jumlah pekerja. Perhitungan disajikan pada Tabel 36. Tabel 36. Perhitungan efisiensi ekonomis pengoperasian peralatan statis
Parameter Waktu henti (jam) Gaji pekerja per hari (Rp) Gaji pekerja per jam (Rp) Jumlah pekerja @shift (orang) Biaya tambahan (Rp) (output) Biaya pengoperasian (Rp) (input) Efisiensi (%)
Nilai 218,92 10.824,59 1.353,07 81 23.993.420 27.637.202.000 0,087
Nilai efisiensi ekonomis peralatan statis menunjukkan tingkat efisiensi sebesar 0,087 persen. Hal ini memperlihatkan bahwa secara ekonomis perusahaan sudah sangat efisien.
e. Efisiensi Masukan 1) Efisiensi teknis masukan Nilai efisiensi teknis masukan didapatkan dari perbandingan antara jumlah optimal lead time per kg dari produk sebagai output teknis dengan total lead time aktual per kg dari produk sebagai input teknis. Lead time optimal per kg didapatkan dari hasil pembagian antara lead time selama satu periode dengan jumlah produksi optimal, sedangkan lead time aktual per kg didapatkan dari hasil pembagian antara lead time selama satu periode dengan jumlah produksi aktual. Perhitungan dapat dilihat pada Tabel 37 dan 38. Tabel 37. Data yang dibutuhkan untuk perhitungan efisiensi teknis input
Parameter Jumlah produksi optimal (ton/hari) Jumlah produksi aktual (ton/hari) Lead time selama satu periode (jam) Lead time optimal per ton (menit) Lead time aktual per ton (menit)
Nilai 8791,2 3898,53 0,006 0,16 0,37
Keterangan : Perhitungan lead time selama satu periode mempertimbangkan : 1 periode = 15-16 hari 1 hari
= 24 jam kerja Tabel 38. Efisiensi teknis masukan
Parameter Input (menit) Output (menit) Efisiensi (%)
Nilai 0,37 0,16 43
Nilai efisiensi teknis pada musim giling tahun 2006 yaitu sebesar 43 persen, yang menunjukkan bahwa proses produksi memiliki efisiensi lead time yang masih rendah. 2) Efisiensi ekonomis masukan Efisiensi
ekonomis
masukan
didapatkan
dengan
cara
membandingkan output ekonomis dengan input ekonomis. Input ekonomis adalah biaya produksi optimal per kg, sedangkan output ekonomis merupakan selisih antara biaya produksi aktual per kg dengan biaya produksi optimal per kg. Rincian data dan perhitungan disajikan pada tabel 39 dan 40. Tabel 39. Data yang dibutuhkan untuk perhitungan efisiensi ekonomis masukan
Parameter Biaya produksi optimal per ton (Rp) Biaya produksi aktual per ton (Rp)
Nilai 13.642,22 30.763,29
Tabel 40. Efisiensi ekonomis masukan Parameter
Input (Rp) Output (Rp) Efisiensi (%)
Nilai
13.642,22 17.121,07 125,5
Nilai efisiensi ekonomis masukan perusahaan sebesar 125,5 persen. Hal ini menunjukkan bahwa perusahaan sangat tidak efisien dalam hal ini, sebab dari perhitungan didapat perbedaan yang mencolok antara biaya produksi aktual dengan biya produksi
optimal, dimana biaya produksi aktual jauh lebih besar dibanding biaya produksi optimal.
Gambar 21. Tampilan Model Efisiensi Produksi Absolut Dari seluruh hasil pengukuran efisiensi produksi diatas dapat digunakan sebagai dasar oleh para pengambil keputusan dalam perusahaan bahwa empat dari lima indikator perlu dikaji ulang input-input yang digunakan agar dapat menghasilkan output yang optimal baik secara teknis maupun ekonomis, dimana hanya indikator efisiensi siklus energi yang pemanfaatan sumberdayanya paling efisien secara teknis tetapi tidak secara ekonomis sedangkan indikator efisiensi masukan menunjukkan hasil tidak efisien secara teknis dan paling tidak efisien secara ekonomis.
2. Efisiensi Relatif Proses Produksi Melalui analisis DEA, dilakukan pengukuran efisiensi relatif dari setiap indikator. Pada penelitian ini dilakukan dua macam pengukuran efisiensi relatif, yaitu efisiensi relatif masing-masing indikator dan efisiensi relatif kelompok indikator. Perhitungan yang dilakukan pada setiap indikator atau UPK memiliki dua buah input dan dua buah output yang dipandang dari aspek teknis dan aspek ekonomis.
Efisiensi relatif diukur menggunakan 12 indikator seperti yang tertera pada Gambar 3, sehingga pengukuran efisiensi relatif masing-masing indikator terdiri dari 12 UPK dengan dua input dan dua output untuk masing-masing UPK. Selanjutnya, data dari nilai-nilai input dan output dimasukkan ke dalam rumusan DEA yang berupa programa linier (4)-(7). Pengukuran efisiensi relatif setiap indikator dapat dirumuskan sebagai berikut :
m = jumlah input yaitu 2, s = jumlah output yaitu 2 dan n = jumlah UPK (indikator) yaitu 12
Ek = efisiensi relatif dari indikator ke k, k = 1...12 Ur = bobot tertimbang dan output indikator ke r, r = 1 (aspek teknis), r = 2 (aspek ekonomis)
Vi = bobot tertimbang dan input indikator ke i, i = 1 (aspek teknis), i = 2 (aspek ekonomis)
Yrk = jumlah atau nilai output r pada indikator k Xrk = jumlah atau nilai input i pada indikator ke k Persamaan yang sama seperti (4)-(7) dalam rumusan DEA digunakan pula untuk melakukan pengukuran efisiensi relatif per kelompok indikator. Pengukuran dirumuskan sebagai berikut :
m = jumlah input yaitu 2, s = jumlah output yaitu 2 dan n = jumlah UPK (kelompok indikator) yaitu 6
Ek = efisiensi relatif dari kelompok indikator ke k, k = 1...6 Ur = bobot tertimbang dan output kelompok indikator ke r, r = 1 (aspek teknis), r = 2 (aspek ekonomis)
Vi = bobot tertimbang dari input kelompok indikator ke i, i = 1 (aspek teknis),
i = 2 (aspek ekonomis)
Yrk = jumlah atau nilai output r pada kelompok indikator ke k, merupakan total jumlah output dari semua indikator dalam satu kelompok indikator r.
Xrk = jumlah atau nilai input i pada kelompok indikator ke k, merupakan jumlah keseluruhan input dari semua indikator dalam satu kelompok indikator i.
Suatu UPK dikatakan efisien secara relatif apabila nilai efisiensinya 100 persen. Apabila nilai nya tidak mencapai 100 persen, maka UPK bersangkutan dianggap tidak efisien secara relatif. Tabel 41. Efisiensi relatif per indikator
Indikator
Efisiensi Relatif (%)
Efisiensi Siklus Bahan baku (Material Cycle Efficiency : MCE) Efisiensi Siklus Energi (Energy Cycle Efficiency : ECE) Efisiensi Lingkungan Produk Akhir (Final Product Environmental Efficiency : FPEE) Efisiensi Pengoperasian Peralatan Statis (Equipment Static Operating Efficiency : ESOE) Efisiensi Masukan (Input Efficiency : IE).
100 43,45 57,97 100 100
Berdasarkan hasil perhitungan menggunakan Data Envelopment
Analysis, didapatkan nilai efisiensi relatif dari setiap indikator proses produksi seperti yang ditampilkan pada Tabel 41.
Gambar 22. Tampilan Model Efisiensi Produksi Relatif Pada Tabel 41. menunjukkan bahwa terdapat tiga indikator efisiensi dalam proses produksi yang telah efisien secara relatif yaitu efisiensi siklus bahan baku, efisiensi pengoperasian peralatan statis, dan efisiensi masukan sedangkan efisiensi siklus energi dan efisiensi lingkungan produk
akhir
tidak
efisien
secara
relatif.
Aplikasi
program
SWEETCON.PROSION untuk model efisiensi produksi relatif merupakan model yang diintegrasikan dengan software DEA for Windows dan tidak bersatu dengan model efisiensi absolut. Hasil analisa efisiensi produksi relatif dapat dilihat pada Gambar 22. Indikator siklus energi menunjukkan inefisiensi karena apabila ditinjau secara teknis alokasi energi terutama bahan bakar solar penggunaannya belum efisien karena lebih banyak yang dialokasikan untuk penggunaan diluar proses produksi. Walaupun demikian, secara ekonomis siklus energi telah dapat dikatakan efisien karena perbandingan antara biaya tambahan yang harus dikeluarkan oleh perusahaan untuk energi karena adanya konversi aktual nilainya kecil (mendekati nol persen). Indikator lingkungan produk akhir juga belum efisien secara relatif. Hal ini dapat dilihat dari ketidakefisienan secara teknis, yaitu sisa bahan baku
yang
terkandung
dalam
produk
jumlahnya
masih
sedikit
dibandingkan dengan jumlah bahan baku yang terkandung dalam produk jadi. Dengan adanya ketidakefisienan secara teknis, menyebabkan efisiensi ekonomis juga tidak tercapai karena biaya yang harus dikeluarkan oleh perusahaan untuk menangani`atau mengurangi bahan baku yang terbuang ke lingkungan cukup besar.
D. PENYUSUNAN HIRARKI SISTEM PENUNJANG KEPUTUSAN PENGENDALIAN PROSES PRODUKSI GULA KRISTAL Analisa keputusan pada dasarnya adalah suatu priosedur
logis dan
kuantitatif yang tidak hanya menerangkan mengenai proses pengambilan keputusan, tetapi juga merupakan suatu cara untuk membuat keputusan. Dengan kata lain, cara untuk membuat model suatu keputusan yang memungkinkan dilakukannya pemeriksaan da pengujian (Mangkusubroto dan Trisnadi, 1987) Dalam melakukan analisa bagi persoalan keputusan, tahap awal yang perlu dilakukan adalah mengungkapkan tujuan berkenaan dengan apa yang ingin dicapai oleh pengambil keputusan. Pada penyusunan hirarki SPK
Pengendalian Proses Produksi Gula Kristal ini yang merupakan fokus atau tujuan pengambilan keputusan adalah identifikasi faktor pengendalian proses produksi. Pengendalian proses dalam sistem penunjang keputusan pengendalian proses produksi gula kristal mencakup seluruh faktor yang berdampak terhadap proses seperti parameter proses, peralatan, bahan, personil dan kondisi lingkungan proses. Faktor dalam kasus ini dapat disebut juga sebagai kriteria dalam pengambilan keputusan secara umum. Hal-hal yang harus diperhatikan dalam kriteria antara lain:
•
lengkap, sehingga dapat mencakup seluruh aspek penting dalam persoalan tersebut;
•
operasional, sehingga dapat digunakan dalam analisa;
•
tidak berlebihan, sehingga menghindarkan perhitungan berulang; dan
•
minimum, agar lebih mudah mengkomprehensifkan persoalan. Pada studi kasus pengendalian proses di PT Pabrik Gula Jati Tujuh,
dididentifikasi faktor-faktor yang berpengaruh terhadap kelancaran dan tercapainya kualitas selama proses produksi yang dimulai dari stasiun gilingan hingga stasiun putaran. Faktor-faktor pendukung tersebut terbagi menjadi lima macam, yaitu mesin dan peralatan; kemampuan proses; sumber daya manusia;
manajemen;
dan
faktor
eksternal.
Untuk
mengidentifikasi
keterkaitan faktor-faktor tersebut digambarkan pada Gambar 24. Faktor-faktor pendukung utama yang berpengaruh terhadap proses akan bertindak sebagai cabang/tulang dari garis horisontal utama. Cabang atau tulang dari diagram tulang ikan akan diisi oleh kriteria faktor. Diagram sebab akibat selanjutnya dikembangkan menjadi sebuah model struktur
hirarki.
Seluruh bobot yang dihasilkan dari pengolahan menggunakan metode
Analitical Hierarchy Process (AHP) ini dapat diinterpretasikan sebagai suatu persentase dari keseluruhan faktor yang dibobotkan. Model struktur hirarki pada sistem penunjang keputusan ini terdiri dari empat tingkat dimana tingkat pertama adalah fokus, yaitu identifikasi faktor pengendalian proses produksi Pabrik Gula Jati Tujuh. Tingkat ke dua adalah
Gambar 23. Diagram Sebab Akibat Pengendalian Proses Produksi Gula Kristal
faktor pendukung proses produksi gula kristal putih yaitu mesin dan peralatan; kemampuan proses; SDM; manajemen; dan faktor eksternal. Tingkat tiga merupakan penjabaran dari tingkat dua atau disebut kriteria faktor, yang terdiri dari kriteria yang berbeda-beda untuk masing-masing faktor. Faktor mesin dan peralatan didukung oleh sepuluh kriteria, yaitu (1) keamanan, (2) life support, (3) commercial, (4) keandalan, (5) vendor
availability, (6) spare part lead time, (7) applicability of condition monitoring technique, (8) mean down time, (9) jam henti, (10) kapasitas. Faktor kemampuan proses ditunjukkan oleh brik, pol dan HK dari masing masing tahapan proses, sedangkan faktor SDM terdiri dari ketrampilan; pengetahuan; pengalaman; kedisiplinan; dan tanggung jawab dari para personel yang terlibat selama proses produksi berjalan. Faktor manajemen memiliki kriteria kebijakan dan tujuan mutu; SOP (standar operasional prosedur) yang baku; dan fasilitas produksi, sedangkan faktor eksternal terdiri dari kriteria kebijakan pemerintah; daya tawar petani yang tinggi; dan daya saing produk impor. Masing-masing stasiun terdiri dari proses-proses yang berbeda, dan proses produksi gula kristal putih berjalan secara kontinyu. Secara berurutan proses pembentukan gula kristal dimulai dari stasiun gilingan, kemudian pemurnian, penguapan, kristalisasi, dan yang terakhir putaran. Walaupun kuantitas dan kualitas gula kristal sebesar 60-75 persen ditentukan oleh kualitas bahan baku tebu, tetapi sisanya adalah pengaruh inefisiensi pabrik untuk menekan kehilangan gula agar dihasilkan rendemen yang tinggi. Apabila pada salah satu proses terdapat kondisi yang tidak sesuai dengan parameter yang ditetapkan, hal itu berarti proses berada dalam keadaan tidak terkendali yang dapat menyebabkan keseluruhan proses terhenti. Struktur hirarki identifikasi faktor pengendalian proses produksi gula PG Jati Tujuh dan pembobotannya dapat dilihat pada Gambar 24.
Gambar 24. Tampilan Model Hirarki Pengendalian Proses Berdasarkan studi pustaka dan penelitian terdahulu, didapatkan faktorfaktor utama pendukung agar proses produksi gula kristal terjaga kelancaran dan kualitasnya yaitu mesin dan peralatan, kemampuan proses, SDM, manajemen, dan faktor eksternal. Sumber informasi untuk penyusunan hirarki pengendalian proses produksi ini didapatkan dari data empiris dan informasi dari ahli. Data empiris yang diperoleh melalui pengumpulan data dari perusahaan yang dapat digunakan untuk menaksir distribusi kemungkinan munculnya suatu kejadian. Dalam hal ini data empiris digunakan untuk pembobotan nilai pada faktor atau kriteria kemampuan proses, yaitu data yang penying adalah data briks, pol, dan HK walaupun pada model penilaian kemampuan proses sebelumnya banyak parameter proses yang digunakan. Dalam beberapa hal, karena terbatasnya pengetahuan, waktu, dan lainlain, data empiris sulit sekali diperoleh. Dalam keadaan seperti ini maka satusatunya sumber informasi adalah pendapat atau pandangan subyektif dari ahli atau orang yang lebih mengetahui tentang kondisi tersebut. Informasi dari ahli digunakan dalam pengisian kuesioner. Kuesioner yang diberikan kepada para pakar gula dan beberapa pihak perusahaan yang berkompeten dimana dalam hal ini terdiri dari 5 (lima) pakar industri gula. Pengisian kuesioner diperoleh bobot dan prioritas setiap faktor seperti tercantum pada Tabel 42.
Tabel 42. Susunan Prioritas Faktor
Faktor Mesin dan peralatan Kemampuan proses SDM Manajemen Eksternal Rasio Inkonsistensi
Bobot
Prioritas
0,359 0,272 0,174 0,121 0,074
1 2 3 4 5
0.02
Faktor utama yang paling berpengaruh terhadap terkendalinya proses produksi gula kristal di Pabrik Gula Jati Tujuh adalah mesin dan peralatan dengan bobot sebesar 0,359. Kondisi sebagian besar pabrik gula yang ada di Jawa sangat tua, yang berarti bahwa mesin-mesin yang digunakan untuk proses produksi juga banyak yang sudah aus sehingga kinerja mesin tersebut makin rendah. Hal ini seringkali menyebabkan kerusakan pada mesin dan peralatan pada saat kegiatan produksi berlangsung. Apabila kerusakan yang terjadi dalam kondisi yang parah, maka dengan terpaksa proses produksi terhenti atau dihentikan guna proses perbaikan mesin dan peralatan yang rusak tersebut. Itulah mengapa mesin merupakan faktor utama yang paling berpengaruh terhadap kelancaran proses. Selain kerusakan, turunnya kinerja mesin atau peralatan ditunjukkan oleh ketidakefisienan pada tahap-tahap proses yang dapat menyebabkan kehilangan gula semakin besar dan pada akhir proses rendemen yang dihasilkan juga rendah. Faktor yang menempati urusan penting ke dua adalah kemampuan proses itu sendiri (0,272). Kemampuan masing-masing tahapan/stasiun proses dilihat dari tercapai atau tidaknya tujuan perusahaan untuk menciptakan keadaan proses yang selalu terkendali sehingga nantinya juga berdampak pada gula kualitas produk gula kristal yang dihasilkan. Peringkat ketiga adalah faktor SDM (0,174) yang merupakan faktor yang sangat penting bagi kelangsungan kegiatan perusahaan. Sumber daya manusia yang berkualitas adalah hal yang sangat diperlukan oleh perusahaan. Namun hal yang idak boleh dilupakan adalah bahwa terkadang sumber daya manusia malah mendatangkan kendala yang menyebabkan proses produksi menjadi tidak terkendali.
Peringkat keempat adalah faktor manajemen (0,121) dan ke lima adalah eksternal (0,074) yang secara tidak langsung juga berpengaruh terhadap proses. Manajemen mempunyai perngaruh yang cukup penting karena tanpa adanya campur tangan manajemen perusahaan tidak akan dapat mencapai visi dan misi yang diinginkan. Sedangkan faktor eksternal mempengaruhi proses produksi karena akan menentukan langkah yang diambil oleh pihak manajemen untuk meningkatkan kualitas proses agar dapat bersaing dengan industri perusahaan lain. Pengolahan vertikal dilakukan untuk masing-masing kriteria pada masing-masing faktor pendukung proses seperti ditunjukkan pada Tabel 43. Mesin dan peralatan mempunyai sepuluh kriteria, yaitu (1) keamanan (0,0300), (2) life support (0,0202), (3) commercial (0,319), (4) keandalan (0,0550), (5) vendor availability (0,0312), (6) spare part lead time (0,0332), (7) applicability of condition monitoring technique (0,0405), (8) mean down
time (0,0330), (9) jam henti (0,0250), (10) kapasitas (0,0595). Kriteria faktor untuk faktor kemampuan proses adalah briks, pol, dan HK. Ketiga kriteria tersebut mempunyai tingkat kepentingan yang sama, yaitu dengan bobot masing-masing sebesar 0,0906. Pihak pabrik Gula Jati Tujuh menilai bahwa menilai bahwa briks, pol, dan HK adalah hal yang sangat penting untuk diperhatikan secara periodik, sehingga perusahaan berusaha untuk selalu memantau kadar briks, pol, dan HK pada setiap proses agar apabila terjadi perubahan atau kondisi yang tidak sesuai dengan standar proses dapat segera dilakukan tindakan pengendalian. Faktor SDM yang memiliki lima kriteria menunjukkan kriteria kedisiplinan yang memegang peranan paling penting dengan bobot sebesar 0,0578, kemudian disusul oleh kriteria tanggung jawab dengan bobot sebesar 0,0403, ketrampilan dengan bobot sebesar 0,0263, pengalaman dengan bobot sebesar 0,0411, dan yang terakhir adalah kriteria pengetahuan dengan bobot sebesar 0,0246. Sumber daya manusia merupakan faktor yang juga penting dalam mendukung kelancaran proses produksi, karena segala kegiatan pemantauan dan pengendalian selama proses dilakukan oleh manusia. Hasil pembobotan
tersebut menunjukkan bahwa perusahaan justru tidak mementingkan pengetahuan seperti perusahaan atau industri lain yang dalam pemilihan karyawannya sangat memperhatikan tingkat pengetahuan. Hal ini dikarenakan pekerjaan yang dilakukan selama proses merupakan pekerjaan yang hanya perlu modal pelatihan dan kebanyakan karyawan yang bekerja selama musim giling sudah berpengalaman bekerja bertahun-tahun dan turun temurun. Pekerjaan yang dilakukan mencakup pemantauan, analisa, dan dokumentasi data secara periodik yang dicatat selama proses produksi untuk kemudian dilaporkan pada bagian produksi yang lebih tinggi. Itulah mengapa pengetahuan tidak terlalu penting bagi karyawan yang bekerja selama proses produksi berlangsung. Tabel 43. Susunan Prioritas Kriteria Faktor
Faktor
Kriteria Faktor
Keamanan Life Support Commercial Keandalan Vendor Availability Mesin dan Spare Part Lead Time peralatan Applicability of Condition Monitoring Technique Mean Down Time Jam henti Kapasitas Briks Kemampuan Pol Proses HK Ketrampilan Pengetahuan SDM Pengalaman Kedisiplinan Tanggung jawab Kebijakan dan tujuan mutu Manajemen SOP yang baku Fasilitas proses Kebijakan pemerintah Daya tawar petani yang Eksternal tinggi Daya saing produk impor
Bobot
Prioritas
0,0300 0,0202 0,0319 0,0550 0,0312 0,0332
1 2 4 3 8 6
0,0405
5
0,0330 0,0250 0,0595 0,0906 0,0906 0,0906 0,0263 0,0246 0,0249 0,0578 0,0403 0,0349 0,0315 0,0542 0,0309
7 9 10 1 1 1 2 5 4 1 3 1 2 3 1
0,0223
2
0,0208
3
Rasio Inkonsistensi
0,05
0,00
0,03
0,01
0,02
Identifikasi Faktor Pengendalian Proses Produksi
Fokus
Mesin & Peralatan 0.359 0.263
Faktor
Kriteria Faktor
-
Alternatif Pengendalian
Keamanan (0.0534) (0.0300) Life Support (0.0434) (0.0202) Commercial (0.022) (0.0319) Keandalan (0.0550) (0.034) Vendor availability (0.0312) (0.0179) Spare Part Lead Time (0.0332) (0.0199) Applicability of Condition Monitoring Technique (0.0405) (0.0216) Mean Down Time (0.0330) (0.0187) Jam henti (0.016) (0.0250) Kapasitas (0.0595) (0.0158)
Proses Pra pengolahan & Penggilingan (0.308) (0.214)
Kemampuan Proses 0.272 0.246 - Briks (0.0819) (0.0906) - Pol (0. (0.0819) 0906) - HK (0.0819) (0. 0906)
Proses Pemurnian (0.239) (0.194)
SDM 0.242 0.174 - Ketrampilan (0.0263) (0.0506) - Pengetahuan (0.0246) (0.0385) - Pengalaman (0.0249) (0.0411) - Kedisiplinan (0.0578) (0.0658) - Tanggung jawab (0.0403) (0.0459)
Proses Penguapan (0.216) (0.202)
Manajemen 0.121 0.184
Eksternal 0.074 0.065
- Kebijakan dan tujuan mutu (0.349) - (0.0892) SOP yang baku - SOP (0.0315) yang baku - (0.0491) Fasilitas proses - Fasilitas (0.0542) proses (0.0456)
- Kebijakan pemerintah (0.033) - Daya (0.0309) tawar petani - tinggi Daya tawar (0.0164) petani - Daya tinggisaing (0.0223) - perusahaan Daya saing lain perusahaan lain (0.0156) (0.0208)
Proses Kristalisasi (0.148) (0.208)
Gambar 32. 25. Hirarki Sistem Penunjang Keputusan Pengendalian Proses Produksi Gula Kristal
Proses Sentrifugasi (0.089) (0.183)
Kedisiplinan menjadi kriteria yang paling penting, diduga karena proses produksi gula kristal merupakan proses yang kompleks dan berjalan secara kontinyu sehingga setiap tahapan prosesnya harus diperhatikan dengan seksama. Seperti yang diungkapkan oleh bagian pabrikasi Pabrik Gula Jati Tujuh bahwa hal yang paling penting untuk diperhatikan selama proses pada dasarnya menyangkut tiga hal utama, yaitu waktu, suhu dan pH (kadar keasaman). Selain kedisiplinan, ketrampilan dan tanggungjawab serta pengalaman dari para operator juga merupakan kriteria yang menentukan kondisi proses. Tenaga yang terampil akan cepat tanggap dalam mengerjakan tugasnya selama proses yang apabila didukung dengan rasa tanggung jawab maka dia tidak akan melalaikan tugas dan melakukan pekerjaan dengan sungguh-sungguh sesuai dengan bidangnya. Faktor manajemen dan eksternal masing-masing memiliki tiga kriteria. Peringkat pertama pada faktor manajemen adalah fasilitas proses dengan bobot sebesar 0,0542 kemudian diikuti oleh kebijakan dan tujuan mutu dengan bobot sebesar 0,0349; dan yang terakhir adalah SOP yang baku dengan bobot sebesar 0,0315.
Manajemen memberi kontribusi terhadap
efisien tidaknya suatu pabrik gula. Seperti yang diungkapkan Ketua Umum Asosiasi Petani Tebu Rakyat Indonesia (APTRI) Arum Sabil, industri gula belum efisien karena manajemen kurang baik dan teknologi masih lemah. Kebanyakan pabrik gula memiliki karakter manajemen yang merupakan kombinasi antara gaya feodalistik dipadu dengan paternalistik badan usaha milik negara, dengan demikian akan makin mempersulit upaya revitalisasi dan restrukturisasi industri gula dalam negeri (http://www.kompas.com/kompascetak/0407/10/Fokus/1138684.htm). Kebijakan dan tujuan mutu yang ingin dicapai oleh manajemen perusahaan akan mengatur segala sesuatu yang menyangkut kegiatan produksi, sehingga arah yang ingin dicapai perusahaan jelas kemudian didukung oleh adanya SOP yang baku maka proses harus sedapat mungkin berjalan sesuai dengan yang tercantum dalam SOP. Fasilitas proses juga merupakan dukungan manajemen untuk mencapai tujuan mutu proses dan produk yang dikehendaki.
Faktor eksternal terdiri dari kebijakan pemerintah di peringkat pertama dengan bobot sebesar 0,309; peringkat kedua adalah kriteria daya tawar petani yang tinggi dengan bobot sebesar 0,0223; dan yang terakhir adalah daya saing produk impor dengan bobot sebesar 0,0208. Kebijakan pemerintah merupakan hal yang juga penting untuk diperhatikan karena hal tersebut merupakan dukungan dan peraturan bagi kelangsungan dan kemajuan industri gula pada umumnya, sehingga perusahaan dapat melakukan penyesuaian terhadap kebijakan yang berlaku. Daya tawar petani yang tinggi akan mempengaruhi proses produksi gula kristal karena apabila harga yang ditawarkan oleh petani terlalu tinggi, perusahaan harus mengeluarkan anggaran lebih untuk memasok bahan baku. Apabila tidak memasok tebu petani kemungkinan kegiatan produksi produksi akan tersendat-sendat karena aliran bahan baku tidak lancar. Ditambah pula apabila rendemen tebu petani yang rendah akan menyebabkan perusahaan berusaha lebih keras selama proses untuk mempertahankan rendemen dan menekan kehilangan selama proses. Tetapi pada Pabrik Gula Jati Tujuh peran petani hanya sebagai pendukung, karena sebagian besar bahan baku adalah dari kebun milik perusahaan sendiri (HGU). Di pasar internasional, Indonesia merupakan salah satu negara importer gula terbesar. Adanya daya saing produk impor yang didukung dengan kebijakan
pemerintah
membuat
perusahaan
terpacu
untuk
selalu
meningkatkan kinerjanya. Untuk itu di hilir diperlukan pengembangan teknologi pengolahan tebu menjadi gula yang lebih efisien dan bermutu baik, sehingga diharapkan gula nasional dapat bersaing dengan gula impor baik dipasar dalam negeri maupun global. Hasil pembobotan pada tingkat terakhir hirarki identifikasi faktor pengendalian proses produksi Pabrik Gula Jati Tujuh menunjukkan dari berbagai faktor yang telah dibobotkan secara pairwise (berpasangan), stasiun gilingan adalah tahapan yang harus segera mendapat perhatian dan pengendalian dengan bobot sebesar 0,308; kemudian berturut-turut diikuti oleh stasiun pemurnian dengan bobot sebesar 0,239; stasiun penguapan dengan bobot sebesar 0,216; stasiun kristalisasi dengan bobot sebesar 0,148; dan stasiun sentrifugasi dengan bobot sebesar 0,089.
Pada stasiun gilingan faktor paling penting untuk mendapat perhatian adalah dari segi SDM-nya terlebih dahulu yaitu dengan bobot sebesar 0,342 yang kemudian diikuti oleh faktor mesin dan peralatan dengan bobot sebesar 0,331; faktor kemampuan proses dengan bobot sebesar 0,154; faktor manajemen dengan bobot sebesar 0,121; dan faktor eksternal dengan bobot sebesar 0,054. Hal ini menunjukkan bahwa sebagian besar keadaan proses di stasiun gilingan yang tidak terkontrol disebabkan oleh SDM yang kurang baik dalam bekerja. Kondisi mesin dan peralatan juga tergolong kritis, sesuai dengan perhitungan komponen kritis dengan menggunakan ECR pada bahasan sebelumya. Setelah mesin dan peralatan, kemampuan atau kinerja proses pada stasiun gilingan yang diperhatikan. Tetapi dari hasil analisa kemampuan proses sebelumnya menunjukkan kinerja briks, pol, HK nira mentah yang merupakan keluaran stasiun gilingan memenuhi standar sehingga tidak perlu dikendalikan. Faktor manajemen dan eksternal adalah dua hal terakhir yang harus diperhatikan pada stasiun gilingan apabila performance atau kinerja gilingan menunjukkan keadaan tidak terkendali. Stasiun pemurnian mendapat posisi ke dua untuk dikendalikan, dan hal yang paling penting mendapat perhatian adalah faktor mesin dan peralatan dengan bobot sebesar 0,471; kemudian faktor kemampuan proses dengan bobot sebesar 0,257; SDM dengan bobot sebesar 0,145; manajemen dengan bobot sebesar 0,084; dan faktor eksternal dengan bobot sebesar 0,043. Keseluruhan hirarki sistem penunjang keputusan pengendalian gula kristal menunjukkan bobot kriteria mana yang paling penting diperhatikan oleh para pengambil keputusan manajerial untuk meningkatkan produktivitas dan efisiensi keseluruhan proses produksi yang didukung oleh adanya setiap model yang menampilkan analisis lebih mendalam bagi setiap kriteria. Hirarki pengendalian proses juga menunjukkan tingkat kepentingan faktor-faktor yang mempengaruhi terkendalinya suatu proses yang tidak dapat diukur secara kuantitatif seperti faktor SDM, manajemen, dan eksternal, tetapi dengan adanya pembobotan faktor tersebut oleh pakar maka dapat ditentukan seberapa
besar
pengaruhnya
terhadap
kelangsungan
proses.
Hasil identikasi keragaan PG Jatitujuh secara keseluruhan menunjukkan bahwa PG Jatitujuh secara umum memiliki kinerja yang cukup baik bila dibandingkan dengan pabrik gula lainnya di Jawa, dilihat dari keluaran yang dihasilkan, walaupun masih terdapat ketidakefisienan dalam beberapa aspek. Hal ini didukung dengan fasilitas yang dimiliki oleh PG Jatitujuh yang memiliki lahan HGU yang cukup luas didukung dengan kebijakan manajemen yang baik sehingga dapat mengalokasikan sumberdaya yang dimiliki semaksimal mungkin untuk keperluan proses produksi. Tersedianya lahan HGU akan menjaga kontinuitas bahan baku dan kewenangan perusahaan dalam mengatur strategi di tingkat usahatani guna meningkatkan rendemen yang ingin dicapai, sedangkan kebanyakan pabrik gula di Indonesia bahan bakunya masih berasal dari petani dimana kualitas dan kontinuitas bahan bakunya tidak terjamin. Demikian halnya pada aspek mesin dan peralatan dimana umumnya pabrik gula di Indonesia berusia cukup tua sehingga kinerjanya tidak lagi bagus, tetapi dengan manajemen yang baik maka secara bertahap dilakukan perawatan dan penggantian mesin dan peralatan dengan yang baru apabila mesin dan peralatan tersebut sudah benar-benar tidak dapat berfungsi secara efisien.
B. IMPLIKASI MANAJERIAL Sistem penunjang keputusan pengendalian proses produksi gula kristal (SWEETCON.PROSION) ini diharapkan dapat membantu dan mempermudah dalam pemantauan kegiatan proses produksi gula kristal baik dari kemampuan/kinerja proses masing-masing stasiun maupun dari mesin dan peralatan masing-masing stasiun. Informasi yang dihasilkan oleh sistem penunjang keputusan pengendalian proses produksi gula kristal berguna bagi pihak perusahaan terutama bagi bagian pabrikasi dan instalasi. Bagi Pabrik Gula Jati Tujuh, informasi hasil keluaran model pada SWEETCON.PROSION berguna bagi General Manajer, kepala pabrikasi, dan kepala bagian instalasi dalam memantau proses yang terjadi pada setiap stasiun serta dapat segera melakukan tindakan pengendalian apabila dalam proses terlihat adanya penyimpangan atau bagi pihak instalasi dapat segera mempersiapkan suku
cadang ataupun peralatan pendukung dan segera melakukan tindakan perbaikan apabila terjadi kerusakan pada mesin dan peralatan produksi. Dengan terkendalinya semua kegiatan proses produksi maka akan dapat mencapai tujuan kualitas produk akhir yang diinginkan oleh perusahaan. Model kemampuan proses merupakan memberikan input yang berupa parameter atau indikator penting pada tiap proses dan keluaran yang memberikan keputusan bagi pihak pabrik perlu atau tidaknya dilakukan tindakan perbaikan. Pabrik Gula Jati Tujuh selama ini hanya melakukan kegiatan monitoring secara manual dan periodik. Selain itu dokumentasi data yang selama ini dilakukan belum terorganisir dengan baik. Dengan adanya model penilaian kemampuan/kinerja proses ini dapat memberikan informasi secara cepat bagi pihak pabrikasi dan dapat dilakukan evaluasi dengan hanya membuka data yang telah tersimpan dengan mudah. Mesin dan peralatan merupakan faktor yang juga penting bagi kelancaran proses produksi. Model komponen kritis memberikan informasi mesin dan peralatan dari stasiun mana yang dinilai paling kritis. Melalui model ini dapat dilakukan perencanaan persediaan suku cadang atau pemantauan lebih pada mesin dan peralatan yang dinilai kritis. Apabila salah satu mesin dan peralatan kritis dapat menyebabkan seluruh proses produksi terhenti sehingga target produksi tidak tercapai dan dapat dikatakan bahwa proses tidak berjalan secara efisien. Dengan adanya model ini juga diharapkan bagian instalasi dan produksi dapat merancang program perawatan mesin dan peralatan baik di luar masa giling maupun dalam masa giling Model efisiensi produksi memberikan suatu kemudahan bagi perusahaan untuk menganalisa keefisienan perusahaan baik secara teknis maupun secara ekonomis. Efisiensi produksi yang dinilai oleh model ini berdasarkan pada lima indikator yang sesuai dengan kondisi perusahaan. Keluaran dari model ini dapat digunakan sebagai evaluasi dan kegiatan peningkatan produktivitas atau kinerja bagi perusahaan. Selain itu, model efisiensi produksi dapat dijadikan rekomendasi bagi periode giling selanjutnya. Model pengendalian proses merupakan integrasi dari model kemampuan proses dan model komponen proses dengan ditambah faktor-faktor lain
pendukung proses. Model yang menggunakan metode AHP ini dapat selalu di-
up grade apabila salah satu faktor pendukung proses produksi mengalami perubahan prioritas atau tingkat kepentingan bagi manajemen perusahaan. Dari keseluruhan tingkat prioritas yang didapat, maka perusahaan dapat mengambil keputusan tahapan produksi mana yang dinilai paling kritis kritis berdasarkan faktor-faktor pendukungnya sehingga pihak perusahaan dapat meningkatkan efisiensi, efektivitas, dan produktivitas demi kemajuan perusahaan.
VII. KESIMPULAN DAN SARAN A. KESIMPULAN Penelitian ini dapat disimpulkan sebagai berikut: 1. Proses produksi dipengaruhi oleh beberapa faktor, yaitu mesin dan peralatan produksi, kemampuan masing-masing tahapan proses, SDM, manajemen,
dan
faktor
eksternal.
Sistem
penunjang
keputusan
pengendalian proses produksi gula kristal dirancang dengan nama SWEETCON.PROSION yang terdiri dari empat model yaitu kemampuan proses, komponen kritis, efisiensi produksi, dan pengendalian produksi. 2. Model kemampuan proses merupakan memberikan input yang berupa parameter atau indikator penting pada tiap proses dan keluaran yang memberikan keputusan bagi pihak pabrik perlu atau tidaknya dilakukan tindakan perbaikan pengendalian. Hasil penilaian kemampuan atau kinerja proses menunjukkan bahwa secara umum setiap stasiun memiliki kinerja yang baik dan tidak ada yang perlu mendapat tindakan pengendalian. 3. Perhitungan komponen kritis proses menggunakan metode ECR (Equipment Critically Rating) dimana mesin dan peralatan yang memiliki nilai tertinggi merupakan komponen paling kritis untuk diperhatikan dan diintensifkan perawatannya. Hasil perhitungan ECR total didapatkan komponen pendukung proses yang paling kritis adalah mesin gilingan dengan nilai sebesar 81,49 diikuti dengan mesin penguapan (79,69), kristalisasi (76,59), pemurnian (75,80), dan yang paling tidak kritis adalah mesin putaran (72,64). 4. Hasil perhitungan efisiensi absolut didapatkan hasil siklus energi, lingkungan produk akhir dan masukan belum efisien secara teknis dengan masing-masing tingkat efisiensi sebesar 41,52 persen, 31,90 persen, dan 43,24 persen. Sedangkan dari segi
ekonomis siklus energi inefisien
sebesar 140,86 persen, lingkungan produk akhir inefisien sebesar 72,76 persen, dan masukan inefisien sebesar 125,5 persen
5. Hasil perhitungan efisiensi relatif antar indikator menunjukkan indikator siklus bahan baku dan pengoperasian peralatan statis telah efisien secara relatif, sedangkan indikator siklus energi dan lingkungan produk akhir tidak efisien secara relatif. 6. Sistem penunjang keputusan yang dimulai dengan mengidentifikasi faktorfaktor
yang
mempengaruhi
proses.
Dari
pembobotan
kriteria
menggunakan metode AHP didapatkan bahwa mesin dan peralatan memiliki bobot paling tinggi yang mempengaruhi efisiensi dan kinerja proses produksi, kemudian faktor kemampuan proses, SDM, manajemen, dan eksternal. Dari keseluruhan analisa masing-masing faktor pendukung proses, didapatkan bahwa gilingan merupakan stasiun yang harus dikendalikan karena merupakan yang paling kritis berdasarkan hasil pembobotannya yaitu sebesar 0,308.
B. SARAN
Penelitian ini menyarankan babarapa hal sebagai berikut: 1. Perusahaan hendaknya lebih memperhatikan faktor-faktor pendukung proses yang digunakan dalam sistem ini yaitu mesin dan peralatan, kemampuan proses, SDM, manajemen, dan faktor eksternal yang saling berkaitan satu sama lain. 2. Sistem monitoring dan dokumentasi data perlu lebih terinci dan dilakukan evaluasi secara periodik agar mengetahui variasi dan kinerja dari masingmasing stasiun proses dan dengan sistem
yang terintegrasi ini dapat
membantu penyimpanan data tersebut karena menggunakan metode Stastistical Process Control yang selama ini sudah dinilai cukup efektif dalam mengukur kinerja proses produksi. 3. Hendaknya perusahaan mempergunakan ECR untuk monitoring mesin dan peralatan
pendukung
proses
seperti
yang
terdapat
pada
sistem
SWEETCON.PROSION ini karena sangat fleksibel, dinamis dan dapat digunakan sebagai dasar untuk merencanakan program penjadwalan perawatan mesin sehingga jam henti pada proses produksi dapat ditekan.
4. Kelancaran dan efisiensi pada proses produksi gula kristal perlu melibatkan semua pihak yang berkaitan dengan proses dan hendaknya peningkatan kualitas SDM diperlukan untuk menuingkatkan produktivitas dan tujuan pabrik gula. 5. Aplikasi SWEETCON.PROSION perlu dievaluasi lebih lanjut dan disesuaikan dengan perubahan-perubahan yang terjadi pada kondisi nyata di perusahaan. Faktor-faktor yang berpengaruh terhadap kelancaran dan peningkatan kinerja proses produksi yang digunakan dalam paket program SWEETCON.PROSION harus selalu di-up date dan dikembangkan agar sesuai dengan kondisi mendatang.
DAFTAR PUSTAKA Abduh.Abduh, M. 1999. Aplikasi Model Program Sasaran pada Optimasi Produksi Gula di Pabrik Gula Takalar Sulawesi Selatan. Tesis. Program Pasca Sarjana, IPB Adiyatna dan Marimin. 2001. Jurnal Teknologi dan Industri Pangan. Vol XII No.I. __________. 1994. Pembudidayaan Tebu di Lahan Sawah dan Tegalan. Penebar Swadaya, Jakarta Ariani, D. W. 1999.Manajemen Kualitas. Andi Offset, Jakarta Assauri. 1999. Manajemen Produksi dan Operasi. Lembaga Penerbit Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia, Jakarta Barbiroli, R. 1996. New Indicators for Measuring The Manifold Aspects of Technical and Economics Efficiency of Production Processes and Technologies. J. Tech-Inovation Vol 16 (9): 191:203 Cahyadi. 2005. Model Penilaian Cepat Kinerja Industri Gula. Skripsi. Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor Charnes, A. W. W. Cooper dan Rhodes. 1978. Measuring The Efficiency of Decision Making Units. J. Operation Research Vol. 2: 429-444 Charnes, A. W. W, A. Y. Lewin dan L. M. Seiford. 1994. Data Envelopment Analysis : Theory, Methodology and Application. Kluwer Academic Publishers, Boston. Emrouzenad, A. 1999. Tutorial in DEA. http://www.DEAZone.com Eriyatno. 1998. Analisa Sistem Industri Pangan. Pusat Antar Universitas Pangan dan Gizi, Institut Pertanian Bogor Eriyatno. 1999. Ilmu Sistem: Meningkatkan Mutu dan Efektifitas Manajemen. IPB Press, Bogor Fink, S. 1986. Crisis Management, Planning for Inevitable. American Management Association. New York, USA Gautara dan Wijandi. 1973. Dasar Pengolahan Gula I dan II. Departemen Teknologi Hasil Pertanian Institut Pertanian Bogor, Bogor Hendra dan Maseleno. 2004. http://www.ies.eepis-its.edu/ies2004paper/48.pdf Juwita.Juwita, M. 2006. Kajian Strategi Peningkatan Kualitas Proses dan Produk Teh di PT. Perkebunan Nusantara VIII Gunung Mas, Cisarua Bogor. Skripsi. Fakultas Teknologi Pertanian. Institut Pertanian Bogor, Bogor. Kroenke, D. 1989. Management Information System. McGraw-Hill, New York Lipsey, R. 1987. Pengantar Mikro Ekonomi. Edisi Kedelapan. Jilid I. Erlangga, Jakarta.
Marimin. 2004. Teknik dan Aplikasi Pengambilan Keputusan Kriteria Majemuk. Grasindo, Jakarta Martoharsono, S. 1997. Pengolahan Tebu Menjadi Gula. Yayasan Pembina Fakultas Teknologi Pertanian Universitas Gajah Mada, Yogyakarta Masyhuri dan Rahayu,L. W. 2004. Neraca Gula tahun 2004 dan Proyeksi tahun 2005. UGM, Yogyakarta Muliaman D. H., W. Santoso, D. Ilyas dan E. Mardanugraha. 2003. Analisis Efisiensi Industri Perbankan Indonesia : Penggunaan Metode Non Parametrik Data Envelopment Analysis (DEA), Riset Bank Indonesia Jakarta. http://www.bi.go.id/web/id/Riset+Survey+Dan+Publikasi/Riset/Riset+Ter kait+sistem+Keuangan/Penggunaan+Metode+Nonparametrik+Data+Envel opment+Analysis+(DEA).htm Natalia. 2002. Analisis Manajemen Mutu Terpadu pada Perusahaan Agroindustri Gula Cair PT Puncak Gunung Mas, Ciracas, Jakarta Timur. Skripsi. Jurusan Ilmu-ilmu Sosial Ekonomi Pertanian, IPB PTP XXI-XXII (Persero). 1984. Uraian Cara Pengolahan Tebu Menjadi Gula Kristal. PTP XXI-XXII (Persero), Surabaya Rianggoro dan Daryanto. 1984. Proses Pembuatan Gula dan Ketel Uap. Tarsito, Bandung Saaty,Saaty. 1993. Pengambilan Keputusan Bagi Para Pemimpin: Proses Hirarki Analitik untuk Pengambilan Keputusan dan Situasi yang Komplek. Terjemahan. PT Pustaka Binaman Pressindo, Jakarta Saputra, A dan P. Mahardika. 2003. Analisis Kinerja Pemerintah Daerah: Suatu Pendekatan dengan Mempergunakan Data Envelopment Analysis di Seluruh Daerah Kota dan Kabupaten di Propinsi Bali. J. Ekonomi Vol. 7(2): 159-172 Sartono. 1988. Pengantar Metode Pengawasan Pabrik Gula. Lembaga Pendidikan Perkebunan, Yogyakarta Soerjadi. 1985. Alat Pengolahan Pabrik gula. Lembaga Pendidikan Perkebunan, Yogyakarta Sudiatso. 1988. Bertanam Tebu. Departemen Agronomi. Fakultas Pertanian. IPB Press, Bogor Supranto, J. 1988. Riset Operasi untuk Pengambilan Keputusan. UI Press, Jakarta Supriyadi. 1983. Rendemen Tebu dan Liku-liku Permasalahannya. Kanisius, Yogyakarta Trisyulianti. 2003. Desain Sistem Pakar untuk Interpretasi Bagan Kendali Mutu Pakan. Tesis. Program Pasca Sarjana, IPB http://groups.yahoo.com/group/kasma1, 2005 http://www.kompas.com/kompas-cetak/0407/10/Fokus/1138684.htm) http://www.kompas.com/kompas-cetak/0407/10/Fokus/1138684.htm http:// www. iptek. net. id/ ind/ jurnal/ jurnal_idx. php?doc= VIII.IIB.10.htm
LAMPIRAN
DIREKSI PT. PG RAJAWALI II GENERAL MANAGER
Kepala Tanaman I
Kabag TU & K
Kasie keuangan Kasie Akuntansi Kep. Gd. Material Kep. Gd. Hasil
Kabag SDM & Umum
Kasie SDM & Umum
Kabag Instalasi
Staf Instalasi
Kabag Pabrikasi
Staf Pabrikasi
Kepala Tanaman II
Kepala Tanaman II
HTO/SKK
HTO/SKK
Staf Tanaman
Staf Tanaman
Kepala Unit
Kabag Mekanisasi
Staf Mekanisasi
Kep. Tebang/Angkut
Kep. BST
Staf Tebang/Angkut
Staf BST
Lampiran 1. Struktur Organisasi PG Jatitujuh
STRUKTUR ORGANISASI KARYAWAN PIMPINAN PT. PG RAJAWALI II UNIT PG JATITUJUH TAHUN 2005
100 ton tebu Tebu Brix 12,73 % pol 9,07 % pH 5,6
36 ma ta pisa u 600 rpm
Pemotong Tebu
Tebu 10 c m
72 m ata pisau Ca ca han 600 rpm tebu 3 - 5 c m
Unigrator
4,03 ton pol 2,20 %
Nira menta h 89,04 ton
Gilingan
Brix 12,86 % pol 9,26 % HK 72,0 % pH 5,6
Ampas 33,76 ton brix 3,78 % pol 2,42 %
Pemurnian I
Blotong
Nira jernih 84,50 ton brix 13,05 % pol 9,66 % HK 74,0 % pH 7,6 66,26 ton
Penguapan Nira kental 18,24 ton brix 60,47 % pol 45,67 % HK 75,5 % pH 6,5
GULA SHS
Masakan dan Putaran
6,27 ton brix 99,97 % pol 99,86 % pol 99,9 % Molasses 3,85 ton brix 92,30 % pol 30,40 % HK 32,9 %
Pemurnian II Brix 57,97 % pol 44,57 % HK 76,9 % pH 5,7
Air
Lampiran 2. Neraca Massa Proses Produksi Gula PG Jatitujuh
23,16 ton Air Im bibisi
Lampiran 3. Skema Pohon Industri Tanaman Tebu
Lampiran 4. Perkembangan Produksi Tahunan PG Jatitujuh Periode Tahun 1999-2005
PERKEMBANGAN PRODUKSI TAHUNAN PG JATITUJUH PERIODE TAHUN 1999-2005 80 60 40 20 0
2000
2001
2002
2003
2004
2005
Luas
8.088
8.911
8.042
6.834
7.275
7.575
Tebu ton/Ha
67.7
59.5
35.2
62.5
71.4
73.5
Rendemen
5.17
4.94
6.46
7.4
7.6
7.8
Gula (ton)
28.406
26.266
18.325
31.701
39.587
43.221
3.51
2.95
2.28
4.64
5.45
5.73
5.47802
5.3012
5.196486
5.56762
Gula ton/ha Tebu (Juta ku)
2.828142 4.271106 TAHUN
Nama Alat / Mesin
Tempat Pemakaian
Fungsi
Keterangan
Menerina tebu hasil tebang angkut dan membawa tebu yang digiling ke dalam cane carrier secara konstan agar pembebanan pada alat-alat di stasiun gilingan juga konstan Mengangkut tebu dari meja tebu ke pisau tebu dan unigrator untuk dicacah
Jumlah 2 buah (memenuhi sistem FIFO), kemiringan 20o. Panjang 12 m, lebar 8 m. Dilengkapi leveler/perata. Kecepatan gerak 160 m/s
1
Meja Tebu
Stasiun Pendahuluan
2
Cane Carrier
Stasiun Pendahuluan
3
Pisau Tebu
Stasiun Pendahuluan
Memotong/memperkecil tebu menjadi bagianbagian yang lebih pendek agar memudahkan proses selanjutnya di unigrator
Jumlah 36 mata pisau dala 1 silinder. Ukuran tiap mata pisau 56 x 17,8 x 1,6 cm (panjang, lebar, tebal). Merek FCB France.
4
Unigrator
Stasiun Pendahuluan
Terdiri dari 72 buah palu dari bahan block casting dengan kecepatan putar tinggi (600 rpm)
5
Leveler (Perata Tebu Halus)
Stasiun Pendahuluan
6
Belt Conveyor
Stasiun Pendahuluan
Menghancurkan potongan-potongan batang tebu menjadi bentuk serabut sehingga memperbesar luas permukaan agar diperoleh pemerahan nira sebanyak-banyaknya Meratakan tebu agar tidak melebihi batas yang diizinkan sehingga pemasukan tebu ke gilingan menjadi teratur Mengangkut/membawa hasil pencacahan ke stasiun gilingan dari unigrator
7
Gilingan (4-Three Roller Mill)
Stasiun Gilingan
Memerah nira dalam tebu (sabut tebu) sebanyakbanyaknya melalui proses penekanan
8
Turbin Gilingan
Stasiun Gilingan
Menggerakkan gilingan
Jumlah alat 4 buah terdiri dari 3 baterai/unit. Tiap unit gilingan terdiri dari 3 roll, yaitu roll atas (d=980 mm, p=2140 mm) yang berputar berlawanan arah dengan roll depan (d=980 mm, p=2134 mm) dan roll belakang (d=1033 mm, p=2134 mm). Terdapat pula roll pengisi untuk membantu proses. Pada tiap gilingan terdapat alur V untuk mempertinggi efek pemerahan serta tempat mengalirnya nira hasil perahan. Jumlah 1 unit per unit gilingan, memakai tenaga uap dengan suhu 340o C
9
Hydraulic Gilingan
Stasiun Gilingan
Menekan atau mengatur terhadap sabut tebu
Elektromotor gilingan
Stasiun Gilingan
Menggerakkan gilingan
10
penekanan
gilingan
Panjang 41 m, tinggi 2,134 m, kecepatan gerak 0-0,3 m/s (dapat diatur), memiliki 300 lembar lempeng pembawa tebu
Memiliki 30 tangan perata, bekerja berlawanan arah aliran tebu Memiliki kemiringan 10o, gaya gesek yang besar dan anti korosi, terbuat dari bahan karet
Mengakibatkan roll gilingan bergerak naik turun berdasarkan dari ketebalan sabut yang masuk ke gilingan Jumlah 2 unit pada gilingan I dan IV, menggunakan tenaga listrik, menggerakkan roll belakang.
Lampiran 5. Mesin dan Peralatan Produksi Pengolahan Gula di PG. Jatitujuh
No
11
Intermediate Belt Conveyor
Stasiun Gilingan
membawa ampas yang telah diperah dari unit gilingan satu ke unit gilingan yang lain
Memiliki ukuran panjang 4 m dan lebar 2,2 m dengan kemiringan 15o
12
Cush-Cush Elevator
Stasiun Gilingan
Menyaring nira mentah dari gilingan I, II, III, IV agar nira yang diperoleh tidak mengandung ampas yang terbawa pada waktu proses penggilingan (terjatuh bersama nira lewat sela-sela roll gilingan)
Panjang bagian datar 12 m dan panjang bagian miring 7 m dengan sudut kemiringan 45o
13
Timbangan Nira Mentah
Stasiun Pemurnian
Untuk mengetahui data jumlah nira mentah yang dihasilkan dari proses penggilingan setiap jam
Ukuran 170 x 160 x 210 cm (p x l x t). Kapasitas timbang 5000kg/siklus. Merek Avery Weiller tipe Servo Duplex
14
Pemanas Nira
Stasiun Pemurnian
Mempercepat reaksi-reaksi pada larutan nira (pada pemanas I), mematikan jasad renik danmenyempurnakan reaksi pengendapan (pada pemanas II),dan menyiapkan suhu yang tepat sebelum masuk ke evaporator (pada pemanas III)
Memiliki 3 tipe pemanas, yaitu pemanas nira I (suhu pemanasan 70-75o C), pemanas nira II (suhu pemanasan 100105o C), pemanas nira III (suhu pemanasan 110-115o C)
15
Defekator
Stasiun Pemurnian
Mencampur nira mentah dengan susu kapur hingga nira menjadi basa (tidak terlalu asam) dan kotorankotoran yang ada dalam nira dapat diikat oleh pencampuran yang homogen
Jumlah 2 buah dengan waktu proses 5 menit pada defekator I dan kurang dari 1 menit pada defekator II
16
Bejana Sulfitasi
Stasiun Pemurnian
Mencanpurkan nira kapur dengan SO2 sehomogen mungkin hingga pH 7,2-7,4 atau pH yang dikehendaki (pada bejana sulfitasi nira mentah) serta untuk memucatkan warna nira kental dengan cara mencampurkan gar SO2 dengan nira kental (pada bejana sulfitasi nira kental)
Terdiri dari 2 jenis alat dengan 2 sistem yang berbeda, yaitu system blower dan system verntury. Diameter alat = 2,5 m
17
Profloc Tower
Stasiun Pemurnian
Menghilangkan udara/gas yang tidak terembunkan yang terlarut dalam nira agar tidak mengganggu proses pengendapan
Dilengkapi ruangan ampas halus. Tinggi alat 6 meter, dengan kapasitas 6,5 m3. pada alat ini ditambahkan flokulan untuk membantu proses pengendapan
18
Clarifier/Bejana Pengendap
Stasiun Pemurnian
Memisahkan endapan dan jernihan (nira jernih) berdasarkan perbedaan densitas antara endapan dan jernihan
Jumlah 2 buah dengan kapasitas masing-masing 250 m3 dengan sistem kontinu. Merupakan alat pemisah sistem padatan – cairan dengan prinsip pengendapan
19
Rotary Vacuum Filter (RVF) / Penapis Nira Kotor
Stasiun Pemurnian
Memisahkan/menapis kotoran dari nira menghasilkan nira jernih dan blotong secara kontinu dengan memakai prinsip penyaringan
Bagian utama dari alat ini terdiri dari suatu silinder yang berputar (tromol) dan dilapisi dengan saringan halus yang terbuat dari stainless steel dengan jumlah lubang 625 per m2 dengan diameter 0,5 mm. Silinder dari RVF terbagi menjadi 24 segmen yang dihubungkan dengan instalasi vakumtinggi (4045 CmHg) dan vakum rendah (10-15 CmHg). Alat ini dilengkapi dengan pipa pemberi air panas, bak penampung nira kotor, dan skraper karet
20
Bagacillo Mixer
Stasiun Pemurnian
Mencampur nira kotor dengan ampas halus sebagai persiapan sebelum masuk ke RVF
-
21
Juice Syrup Purification (JSP)
Stasiun Pemurnian
Memisahkan kotoran yang berbentuk buih (akibat penambahan udara) dari nira kental yang keluar dari evaporator sebelum dilakukan proses kristalisasi
22
Evaporator / badan penguap
Stasiun penguapan
Menguapkan air yang dikandung oleh nira jernih sehingga nira berubah menjadi nira kental
Memiliki perlengkapan tambahan berupa aerator, pemanas nira (Juice Heater), reaktor pemroses, dan tanki bahan penunjang. Metode pemisahan kotoran yang dilakukan adalah metode floating (pengapungan). JSP dapat pula memproduksi nira yang dapat menghasilkan gula rafinasi (gula industri) dengan menambahkan flokulan kation Total evaporator yang dimiliki PG Jatitujuh sejumlah 6 buah, 1 diantaranya telah rusak sehingga hanya 5 yang beroperasi. Dari 5 evaporator yang dapat beroperasi, setiap harinya digunakan 4 evaporator (quadruple effect), sedangkan 1 buah sisanya dibersihkan secara bergantian. Luas pemanas adalah 1600 m2 (pada evaporator 2, 3, dan 4) dan 1000 m2 (pada evaporator 5 dan 6)
23
Kondensor
Stasiun penguapan
Mengembunkan uap menjadi air kembali dengan cara menurunkan titik didih nira sehingga kecepatan penguapan tinggi
Tinggi alat 4050 mm dengan diameter sebesar 6000 mm
24
Penangkap nira
Stasiun penguapan dan pemasakan
Memisahkan sebagian kecil nira yang ikut teruapkan bersama air agar tidak perusak peralatan dan menurunkan produksi nira
-
25
Pan masakan
Stasiun pemasakan
Mengkristalkan zat gula yang terkandung dalam nira kental dengan cara menaikkan konsentrasi nira kental serhingga sebagian besar sukrosa dipisahkan menjadi kristal gula dan cairan
Terdapat 6 buah pan masakan dengan luas pemanas sebesar 330 m2 per pan. Volume per pan masakan adalah 55 m3 dengan panjang pipa pemanas 460 mm berjumlah 1300 batang pipa.Dari 6 pan pemasakan yang ada, terdiri dari buah pan pemasak A, 1 pan pemasak C, 1 pan pemasak D, dan 1 pan pemasak C/D
26
Palung pendingin
Stasiun pemasakan
Menampung dan mendinginkan masakan yang turun dari pan masakan dan sebagai tempat terjadinya proses kristalisasi lanjutan akibat dari pendinginan suhu Memisahkan gula dari zat – zat yang tidak dapat dijadikan kristal lagi (tetes) secara terus menerus (kontinue) dari masakan D
Kecepatan putaran pengaduk sebesar 5 rpm
27
Low Grade Centrifugal
Stasiun putaran
28
High Grade Centrifugal
Stasiun putaran
Memisahkan masakan A menjadi gula A dan stroop A (putaran 1) atau klare A (putaran 2) serta memisahkan masakan C menjadi gula C dan steoop C
29
Talang goyang
Stasiun penyelesaian
Menampung dan menghantar gula SHS basah
-
30
Sugar Elevator Conveyor
Stasiun penyelesaian
Mengangkut gula SHS yang masih basah dari talang goyang ke pengering gula
Ukuran 98 x 0,4 m (p x l). Bahan karet
31
Rotary Dryer and Cooler
Stasiun penyelesaian
Meneringkan dan mendinginkan gula SHS
Terdiri dari 6 silinder pengering dan 6 silinder pendingin
32
Blower
Stasiun penyelesaian
-
33
Cyclone Separator
Stasiun penyelesaian
34
Sugar Malter
Stasiun penyelesaian
Menghembuskan udara panas agar gula cepat kering Menangkap debu gula kering lalu dengan penyemprotan air di dalam, debu jatuh ke tangki leburan Tenpat krikilan dan gula halus disatukan untuk dilebur kembali ke masakan D2
35
Ayakan getar (Vibrating Screen)
Stasiun penyelesaian
Menyaring gula SHS sehingga diperoleh gula produk / standar, sedangkan sisanya berupa gula halus / debu dan gula krikil
Terdiri dari 3 tingkat ayakan dengan 2 jenis saringan
36
Belt Conveyor 1
Stasiun penyelesaian
Membawa gula produk dari hasil ayakan getar ke bucket elevator
Bahan karet
37
Silinde magnet (Magnetic Drum)
Stasiun penyelesaian
Memisahkan dan menagkap logam – logam kecil yang terbawa oleh gula produk
Prinsip pemisahan kotoran dengan magnet
Berjumlah 7 unit (5 unit untuk masakan D1 (putaran pertama) dan 2 unit untuk masakan D2 (putaran kedua)). Kecepatan putaran adalah 1900 rpm dengan sudut basket 300. kapasitas 48 ton/jam Alat ini bekerja secara diskontinue / batch yang membutuhkan waktu untuk pengisian gula dan penyekrapan. Alat yang digunakan untuk putaran jenis ini sebanyak 7 unit (2 unit untuk masakan C, 3 unit untuk masakan A, dan 2 unit untuk SHS). Kapasitas alat adalah sebesar 22 ton/jam
Berbentuk huruf U (silinder vertikal) -
38
Dry Sugar Bucket Elevator
Stasiun penyelesaian
Memindahkan gula yang dibawa oleh belt conveyor 1 ke penampung gula / hopper secara vertikal
Pemindah berbentuk mangkuk - mangkuk
39
Sugar Conveyor to Hopper
Stasiun penyelesaian
Membagi gula kering yang dibawa oleh bucket elevator ke hopper kiri, tengah dan kanan
Bahan karet
40
Sugar Hopper
Stasiun penyelesaian
Menampung gula seberlum ditimbang dan dikemas
Kapasitas 180 ton, terbagi dalam 3 bagian badan
41
Weighting and Bagging Machine
Stasiun penyelesaian
Terdiri dari timbangan dan mesin jahit karung, masing – masing berjumlah 3 buah
42
Carrier Gula
Stasiun penyelesaian
Menimbang gula yang dimasukkan ke karung (per 50 kg) dan menjahit karung gula yang telah dimasukkan gula produk SHS yang dilapis plasti sebelumnya Membawa gula produk dalam karung ke mesin jahit sampai ke belt conveyor II
43
Belt Conveyor II
Stasiun penyelesaian
Membawa karung gula produk yang telah dijahit untuk disimpan di gudang gula
-
-
Lampiran 6. Skema Umum Proses Produksi Gula (Moerdokusumo, 1993)
TEBU
PENGGILINGAN
AMPAS (BAGASSE)
NIRAMENTAH PEMURNIAN
BLOTONG (FILTERCAKE)
NIRAJERNIH KEHILANGAN GULA
PEMASAKAN NIRAKENTAL KRISTALISASI
GULAPASIR
TETES (MOLASSES)
Lampiran 7. Syarat Gula Kristal Putih (SNI – 2001) Kriteria Uji
Satuan
Persyaratan GKP 1
GKP 2
GKP 3
Warna kristal
%
Min, 70
Min, 65
Min, 60
Warna larutan
IU
Maks, 250
Maks, 350
Maks,450
Besar Jenis Butir
mm
0,8 – 1,2
0,8 – 1,2
0,8 – 1,2
Susut
% b/b
Maks, 0,1
Maks, 0,15
Maks, 0,2
pengeringan
Min, 99,6
Min, 99,5
Min, 99,4
Polarisasi ( 20oC) %b/b
Maks, 0,10
Maks, 0,15
Maks, 0,20
%b/b
Maks, 0,10
Maks, 0,15
Maks, 0,20
Maks, 5
Maks, 5
Maks, 5
mg/kg
Maks, 30
Maks, 30
Maks, 30
Cemaran logam:
mg/kg
Maks, 2,0
Maks, 2,0
Maks, 2,0
• Timbal (Pb)
mg/kg
Maks, 2,0
Maks, 2,0
Maks, 2,0
• Tembaga
mg/kg
Maks, 1,0
Maks, 1,0
Maks, 1,0
Gula pereduksi
Abu konduktivity derajat Bahan asing tidak larut Bahan tambahan makanan (SO2)
(Cu)
• Arsen (As)
Lampiran 8. Program PG Jatitujuh Akselerasi Tahun 2004-2007
Tahun Giling
Uraian Luas (Ha) Tebu (Ton/Ha) Jumlah Tebu (Ku)
2004
2005
2006
2007
2008
7150
7450
7800
8000
8200
675
700
725
750
775
4826250 5215000
5655000
6000000 6355000
Rendemen (%)
7,60
7,70
7,85
8.00
8,10
Hablur (Ku/Ha)
51,3
53,9
56,91
60
62,78
366795
401555
443918
480000
514755
Gula/Ha (Ku/Ha)
51,45
54,06
57,08
60,18
62,96
Jumlah Gula (Ku)
367895
402760
445249
481440
516299
Inclusive
3800
3900
4350
4500
4500
Exclusive Jumlah Hari Giling (hr)
4000
4200
4800
5000
5000
127
134
130
133
141
Jumlah Hablur (Ku)
Kap. Giling (TTH)
Lampiran 9. Konsumsi Energi di PG. Jatitujuh Tabel Konsumsi Uap di PG. Jatitujuh Masukan Uap Masukan Uap Total Uap Stasiun Baru Bekas Kg uap / MJ / Kg Kg uap / MJ / MJ / Kg % ton tebu gula ton tebu Kg gula gula Turbin Generator 378,76 18,29 18,29 34,34 Turbin Gilingan 401,31 19,38 19,38 36,39 Turbin Air 53,54 2,58 2,58 4,84 Pengisi Ketel Pemurnian 69,21 3,34 3,34 6,27 Penguapan 146,99 7,10 7,10 13,33 Masakan 42,06 2,03 2,03 3,81 Putaran 11,18 0,54 0,54 1,01 Total 833,61 40,25 269,44 13,01 53,26 100 Output Ketel 944,06 kg uap/ ton tebu giling Uap Tabel Konsumsi Energi Listrik Pada Proses Produksi Gula Stasiun Masukan Energi (MJ/kg gula tebu) Stasiun Gilingan 0,11989 Stasiun Pemurnian 0,01969 Stasiun Penguapan 0,23944 Stasiun Masakan 0,01435 Stasiun Putaran dan Palung Pendingin 0,26331 Stasiun Pengering dan Pengemasan 0,02383 Stasiun Ketel Uap 0,23830 Unit Pengolahan Air 0,07499 Penerangan 1,35671 x 10-6 Total 0,99644
Persentase 12,03 1,98 24,03 1,44 26,42 2,39 23,91 7,52 1,36 x 10-6 100
Lampiran 10. Sasaran PG Jatitujuh Tahun 2006 No
Uraian
Sat
1. 2. 3.
Kapasitas giling Inclusif Kapasitas giling Exclusif Jam berhenti giling : - Luar Pabrik (A) - Dalam Pabrik (B) Pemakaian Residu HPB I HPB Total HPG HPG 12,5 PSHK % Pol Ampas Bahan kering ampas Uap % tebu
Ton Ton Jam Jam Jam Ltr % % % % % % % %
4. 5. 6. 7. 8. 9. 10 11 12
Real 2004
Real 2005
AP/Sasaran 2006
3.755,4 4.171,7
3.387,1 3.888,4
4300 4400
11,50 170,25 1.652.300 60,87 91,56 92,56 94,77 95,22 2,02 49,40 0,67
136,50 366,92 2.240.988 59,84 89,42 90,42 92,65 95,28 2,54 49,10 0,65
4% 6% 1.140.000 61.11 91.79 92.81 95.11 95.11 ≤ 2.0 ≥ 50 0.65
Lampiran 11. Rencana Pemeliharaan Mesin dan Peralatan Tahun 2006
Rencana bobot dan Beban Pekerjaan Pemeliharaan Tahun 2006 PG Jatitujuh Stasiun Ketelan Gilingan Pemurnian Penguapan Masakan Pendingin Puteran Besali Listrik & Instrumen
% 18.30 36.86 4.87 10.04 4.78 3.78 7.57 1.66 21.55
Upaya Peningkatan Sasaran Produksi Th 2006 Bagian Instalasi PG Jatitujuh URAIAN 1. Mengoperasikan pabrik sebagai kapasitas rencana
2. Menekan jam berhenti gil ≤ 6%
ACTION PLAN - Mengupayakan keajegan gil 3A (Ajeg, Antep, Anteng) - Optimalisasi operasional truk tipper + side carrier - Optimalisasi perawatan + maintenance dlm pabrik - Peremajaan/replacement mesin/alat yg sudah aus/rusak karena pemakaian - Optimalisasi preventive maintenance
3. Minimal pemakaian BBM/IDO dgn sasaran 0,15 lt/kw tebu
- Optimalisasi kinerja gil dgn pol ampas ≤ 2 dan bhn kering ampas ≥50 - Penyediaan uap sesuai kebutuhan & pd tekanan 2 o kerja 26 kg/cm , 350 C - Diupayakan operasional full bagasse
SARANA PENDUKUNG
- Pembuatan kartu perbaikan dan perawatan alat & mesin u/ masing-masing unit alt/mesin - Penyempurnaan beberapa peralatan seperti : belt cane shradded conveyor, bagasse belt conveyor, auto water level control boiler, pemasangan auto syncrone pd alternator - Penyediaan suku cadang alat/mesin-mesin kritis - Penggantian accumulator unit gil 4 telah dilaksanakan & rekondisi linner, piston hydraulic gil 4 unit (8 buah) - Penanganan serius perangkat bagasse handling di bagasse storage - Tersedianya stok ampas ball sebanyak 30 ribu ball yang layak pakai setara dengan 138.157 lt IDO/residu
Lampiran 12. Data untuk perhitungan efisiensi teknis (basis : tahun 2006) Jenis Data yang Diperlukan Untuk Perhitungan Efisiensi Teknis Jumlah bahan baku yang masuk proses Rata-rata kadar air tebu Jumlah produk gula yang keluar proses Rata-rata kadar air produk Konsumsi listrik untuk proses produksi Konsumsi solar Konsumsi IDO (International Diesel Oil) Konsumsi ampas Konsumsi listrik perusahaan Konsumsi solar perusahaan Waktu kerja optimal peralatan proses Waktu kerja peralatan aktual proses Waktu henti
Nilai
Satuan
522.386,3 26,16 37.974,21 0,03 1.064.827.748,49 250 218.562 172.702,8 1.064.827.748 49.396.133,74 24 21,52 1,86
ton % ton % Kkal kg ton ton Kkal Kkal jam jam jam
Data untuk perhitungan efisiensi ekonomis (basis : tahun 2006) Jenis Data yang Diperlukan Untuk Perhitungan Efisiensi Ekonomis Biaya Listrik proses produksi Biaya Ampas Biaya IDO proses produksi Biaya Listrik yang dipakai perusahaan Biaya Solar yang dipakai perusahaan Total energi terpakai untuk proses produksi Total konsumsi energi keseluruhan yang digunakan perusahaan Biaya untuk pemeliharaan tanaman Biaya panen dan pengangkutan bahan baku Biaya produksi aktual per ton Biaya produksi optimal per ton Waktu henti Gaji pekerja per hari Jumlah pekerja @shift Biaya pengoperasian Biaya produksi optimal per kg Biaya produksi aktual per kg Sumber : PG Jatitujuh, Majalengka
Nilai
Satuan
1.921.878.302,33 58.069.000 999.846.000 656.395.290 1.540.697,67 2.930.657.328,39
Rp Rp Rp Rp Rp Kkal Kkal
2.977.470.142 2.526.680.633 22.403.669.000
Rp Rp
30763,29 13642,22 218,92 10.824,59 81 27.637.202.000 8.366,57 13.650,02
Rp Rp Jam Rp orang Rp Rp Rp
Lampiran 13. Tampilan Hasil Pengolahan Data Kemampuan Proses Process Capability Analysis for C1
USL
Target LSL
Process Data 13.100
Target LSL Mean
USL Within
12.000 12.350 12.724
Overall
Sample N 115 StDev (Within) 0.438577 StDev (Overall) 0.549672
Potential (Within) Capability Cp CPU CPL
0.29 0.29 0.28
Cpk
0.28
Cpm
0.14
Pp
Overall Capability 0.23
PPU PPL Ppk
0.23 0.23 0.23
11.0
11.5
12.0
12.5
13.0
13.5
14.0
14.5
Observed Performance PPM < LSL 200000.00
Exp. "Within" Performance PPM < LSL 196896.56
Exp. "Overall" Performance PPM < LSL 248123.84
PPM > USL PPM Total
PPM > USL PPM Total
PPM > USL PPM T otal
200000.00 400000.00
195634.32 392530.88
246973.65 495097.48
Gambar 1.Briks Nira Mentah Process Capability Analysis for C1
USL
Target
Process Data 10.1100
Target LSL Mean
LSL
USL Within
9.0000 9.4400 9.7670
Overall
115 Sample N StDev (Within) 0.312747 StDev (Overall) 0.433915
Potential (Within) Capability Cp CPU CPL
0.36 0.37 0.35
Cpk
0.35
Cpm
0.13
Pp
Overall Capability 0.26
PPU PPL Ppk
0.26 0.25 0.25
8.5
9.0
Observed Performance 234782.61 PPM < LSL PPM > USL PPM Total
200000.00 434782.61
9.5
10.0
Exp. "Within" Performance 147847.12 PPM < LSL PPM > USL PPM Total
136409.67 284256.79
Gambar 2.Pol Nira Mentah
10.5
11.0 Exp. "Overall" Performance 225513.25 PPM < LSL PPM > USL PPM Total
214653.52 440166.76
Process Capability Analysis for C1
USL
LSL Target USL
Process Data 77.6500
Within
77.0000 75.8800 76.7655
T arget LSL Mean
Overall
115 Sample N StDev (Within) 0.65757 StDev (Overall) 1.50299
Potential (Within) Capability Cp CPU CPL
0.45 0.45 0.45
Cpk
0.45
Cpm
0.19
Pp
Overall Capability 0.20 0.20 0.20 0.20
PPU PPL Ppk
72
74
76
Observed Performance 286956.52 PPM < LSL
80
Exp. "Within" Performance 89055.76 PPM < LSL
313043.48 600000.00
PPM > USL PPM T otal
78
PPM > USL PPM Total
82 Exp. "Overall" Performance 277881.89 PPM < LSL
89290.36 178346.12
PPM > USL PPM Total
278095.37 555977.27
Gambar 3.HK Nira Mentah Process Capability Analysis for C1
USL
LSL
Process Data 16.5100
Target LSL Mean
TargetUSL Within
16.0000 14.3500 15.4287
Overall
115 Sample N StDev (Within) 0.75856 StDev (Overall) 1.02250
Potential (Within) Capability Cp CPU CPL
0.47 0.48 0.47
Cpk
0.47
Cpm
0.31
Pp
Overall Capability 0.35
PPU PPL Ppk
0.35 0.35 0.35
11
12
13
Observed Performance 182608.70 PPM < LSL PPM > USL PPM T otal
139130.43 321739.13
14
15
16
Exp. "Within" Performance 77508.88 PPM < LSL PPM > USL PPM Total
77010.94 154519.82
Gambar 4. Sabut%tebu
17
18
19
Exp. "Overall" Performance 145721.82 PPM < LSL PPM > USL PPM Total
145139.16 290860.98
Process Capability Analysis for C1
USL
LSL
Process Data 94.7200
Target LSL Mean
USL
Target Within
96.0000 94.0300 94.3776
Overall
115 Sample N StDev (Within) 0.395580 StDev (Overall) 0.530620
Potential (Within) Capability Cp CPU CPL
0.29 0.29 0.29
Cpk
0.29
Cpm
0.07
Pp
Overall Capability 0.22
PPU PPL Ppk
0.22 0.22 0.22
92
93
Observed Performance 139130.43 PPM < LSL PPM > USL PPM T otal
208695.65 347826.09
94
95
Exp. "Within" Performance 189803.22 PPM < LSL PPM > USL PPM Total
193340.44 383143.65
96 Exp. "Overall" Performance 256228.42 PPM < LSL PPM > USL PPM Total
259350.78 515579.20
Gambar 5. Ekstraksi Gilingan (HPG) Process Capability Analysis for C1
USL
LSL
Process Data 212.550
T arget LSL Mean
Target USL Within
200.000 170.940 191.742
Overall
Sample N 115 StDev (Within) 16.5634 StDev (Overall) 18.8772
Potential (Within) Capability Cp CPU CPL
0.42 0.42 0.42
Cpk
0.42
Cpm
0.34
Pp
Overall Capability 0.37
PPU PPL Ppk
0.37 0.37 0.37
150
170
190
210
230
250
270
Observed Performance PPM < LSL 121739.13
Exp. "Within" Performance PPM < LSL 104573.44
Exp. "Overall" Performance PPM < LSL 135236.02
PPM > USL PPM T otal
PPM > USL PPM T otal
PPM > USL PPM T otal
147826.09 269565.22
104513.49 209086.94
Gambar 6. Imbibisi%sabut
135172.95 270408.97
Gambar 7. Kapasitas Giling
Gambar 8. Nira mentah%tebu
Gambar 9. Briks Masakan A
Gambar 10. HK Masakan A
Gambar 11. Pol Masakan A
Gambar 12. Blotong%tebu
Gambar 13. Briks Nira Encer
Gambar 14. HK Nira Encer
Gambar 15. Pol Blotong
Gambar 16. Pol Nira Encer
Gambar 17. Briks Nira Kental
Gambar 18. Pol Nira Kental
Gambar 19. HK Nira Kental
Gambar 20.Briks Tetes
Gambar 21. Briks Gula
Gambar 22. HK Gula A
Gambar 23. Briks Stroop
Gambar 24. HK Stroop
Gambar 25. HK Tetes
Gambar 26. Pol Gula A
Gambar 27.Pol Stroop
Gambar 28. Pol tetes
Gambar 29. Tetes%tebu Lampiran 14. Hasil Penilaian Kekritisan Komponen Dengan ECR Jenis Komponen : Mesin Proses Gilingan No. 1
KRITERIA Keamanan
BOBOT
KOMPONEN
KRITERIA
0.0900
BOBOT
NILAI
PERKALIAN
INDIKATOR
INDIKATOR
INDIKATOR
Ledakan
0.1300
75
9.75
Temperatur
0.1300
100
13.00
Tegangan
0.1700
75
12.75
Berat
0.2400
100
24.00
Merusak bagian lain
0.2000
100
20.00
Racun
0.1300
75
9.75
Kemungkinan terjadi
1
50
50
Pengaruh terhadap
1
100
100
Kelengkapan data
0.4500 0.1900
75 75
33.75 14.25
KETERANGAN 8.03
89.25 2
Life Support
0.0750
kerugian pada
3.75
manusia dan pabrik 50
3
Commercial
0.0980
4
Severity Reliability
0.3600
75
27
Vendor Availability
0.1030
Kebutuhan akan
1
75
75
6
Spare Part Lead Time
0.0890
Lama waktu
7
Applicability of Condition Monitoring Technique
0.1310
Vendor
9.80
100
0.1220
Keandalan
5
produksi
9.15
75 7.72
75 1
50
50
4.45 13.10
Pemesanan
Lokasi equipment
0.1500
100
15
Fasilitas monitoring
0.1500
100
15
Parameter monitoring
0.1900
100
19
Gangguan terhadap
0.1300
100
13
operasi Akurasi data
0.1900
100
19
Keahlian petugas
0.1900
100
19
8
Mean Down Time
9
Jam henti
10
Kapasitas
0.1020
100
Lama Overhaul
1
100
100
10.20
100
0.0709
Banyak/lamanya jam henti
1
54.18
54.18
0.1100
Besarnya kapasitas komponen tiap proses
1
100
100
4.28
54.18 11.00
100 81.49
Jenis Komponen No. 1
KRITERIA Keamanan
BOBOT
KOMPONEN
KRITERIA
0.0740
: Mesin Proses Pemurnian BOBOT
INDIKATOR
NILAI
INDIKATOR
PERKALIAN
INDIKATOR
Ledakan
0.2930
50
14.65
Temperatur
0.2640
50
13.20
Tegangan
0.1620
50
8.10
Berat
0.0910
50
4.55
Merusak bagian lain
0.2270
75
17.03
Racun
0.1230
50
6.15
Kemungkinan terjadi
1
75
75
1
75
75
0.3710 0.3500
75 75
27.82 26.25
Reliability
0.2790
75
20.93
Kebutuhan akan
1
75
75
KETERANGAN 4.71
63.68 2
Life Support
0.0640
4.80
kerugian pada
manusia dan pabrik 75
3
Pengaruh terhadap
Commercial
0.1010 0.1490
4
5 6
Vendor Availability Spare Part Lead Time
0.1130 0.0760 0.1400
7
Applicability of Condition Monitoring Technique
8
Mean Down Time
9
Jam henti
10
Kapasitas
Kelengkapan data
Severity
Keandalan
7.58
produksi 75 11.17
75
Vendor
8.47
75
Lama waktu
1
75
75
5.70
Lokasi equipment
0.1200
75
9.00
13.14
Fasilitas monitoring
0.1260
75
9.45
Parameter monitoring
0.1460
100
14.60
Gangguan terhadap
0.1570
100
15.70
Pemesanan
operasi
0.0980 0.0600
0.1260
Akurasi data
0.2730
100
27.30
Keahlian petugas
0.1780
100
17.80
Lama Overhaul
1
75
75
93.85 7.35
75
Banyak/lamanya jam henti
1
4.50
4.50
Besarnya kapasitas komponen tiap proses
1
100
100
0.27
4.50 12.60
100 75.80
Jenis Komponen
: Mesin Proses Penguapan
No. 1
KRITERIA Keamanan
BOBOT
KOMPONEN
KRITERIA
0.0810
BOBOT
INDIKATOR
NILAI
INDIKATOR
PERKALIAN
INDIKATOR
KETERANGAN
Ledakan
0.0870
25
2.17
Temperatur
0.2210
50
11.05
3.80
Tegangan
0.1230
50
6.15
Berat
0.2140
75
16.05
Merusak bagian lain
0.2660
25
6.65
Racun
0.0890
50
4.90
Kemungkinan terjadi
1
50
50
1
100
100
0.4210 0.3010
100 75
42.10 22.57
Reliability
0.2790
100
27.90
Kebutuhan akan
1
75
75 75
8.32
1
75
75
6.45
Lokasi equipment
0.1170
100
11.70
10.69
Fasilitas monitoring
0.1300
50
6.60
Parameter monitoring
0.1290
50
6.45
Gangguan terhadap
0.1580
100
15.80
46.98 2
Life Support
0.0720
3.60
kerugian pada manusia dan pabrik 50
3
Commercial
0.1040 0.1300
4
Vendor Availability
6
Spare Part Lead Time
0.1110 0.0860 0.1230
7
Applicability of Condition Monitoring Technique
8
Mean Down Time
Kelengkapan data
100
12.03
92.58
Vendor Lama waktu Pemesanan
operasi
0.0980
10.40
produksi
Severity
Keandalan
5
Pengaruh terhadap
Akurasi data
0.1700
100
17.00
Keahlian petugas
0.2950
100
29.50
Lama Overhaul
1
100
100
86.95 9.80
100
9
Jam henti
0.0750
Banyak/lamanya jam henti
1
33.08
33.08
10
Kapasitas
0.1210
Besarnya kapasitas komponen tiap proses
1
100
100
2.48
33.08 12.10
100 79.69
Jenis Komponen No. 1
KRITERIA Keamanan
BOBOT
KOMPONEN
KRITERIA
0.0840
: Mesin Proses Masakan BOBOT
NILAI
PERKALIAN
INDIKATOR
INDIKATOR
INDIKATOR
Ledakan
0.0990
75
2.48
Temperatur
0.1630
50
8.15
Tegangan
0.1150
50
5.75
Berat
0.2450
50
12.25
Merusak bagian lain
0.2890
25
7.22
Racun
0.0890
25
2.23 38.08
KETERANGAN 3.20
2
1
100
100
Pengaruh terhadap
1
75
75
Kelengkapan data
0.2880 0.4090
75 75
21.60 30.67
Reliability
0.3030
75
22.72
1
Kemungkinan terjadi
Life Support
kerugian pada manusia
0.0730
7.30
dan pabrik 100
3
Commercial
0.1050
4 Keandalan
5 6
0.1300
Severity
Vendor Availability
0.1030
Kebutuhan akan
Spare Part Lead Time
0.0840
Lama waktu Pemesanan
7
Applicability of Condition Monitoring Technique
8
produksi
Mean Down Time
9
Jam henti
10
Kapasitas
0.1250
0.0960
Vendor
7.88
75 9.75
75 75
75
7.72
75 1
75
75
6.30 11.16
Lokasi equipment
0.1560
75
11.70
Fasilitas monitoring
0.1100
100
11.00
Parameter monitoring
0.1000
75
7.50
Gangguan terhadap
0.1280
100
12.80
operasi Akurasi data
0.1730
75
12.98
Keahlian petugas
0.3330
100
33.30
Lama Overhaul
1
100
100
89.28 9.60
100
0.0710
Banyak/lamanya jam henti
1
11
11
0.1290
Besarnya kapasitas komponen tiap proses
1
100
100
0.78
11 12.90
100 76.59
Jenis Komponen No. 1
KRITERIA Keamanan
BOBOT
: Mesin Proses Putaran
KOMPONEN
KRITERIA
0.0850
BOBOT
NILAI
PERKALIAN
INDIKATOR
INDIKATOR
INDIKATOR
Ledakan
0.2830
25
7.07
Temperatur
0.0960
75
7.20
Tegangan
0.1190
75
8.92
Berat
0.2080
75
15.60
Merusak bagian lain
0.3410
25
8.53
Racun
0.820
50
4.10
Kemungkinan terjadi
1
100
100
1
75
75
0.2360 0.4910
50 75
11.80 36.83
Reliability
0.2720
100
27.20
Kebutuhan akan
1
75
75
KETERANGAN 4.37
5.42 2
Life Support
kerugian pada manusia
0.0780
7.80
dan pabrik
100 3
Pengaruh terhadap
Commercial
0.1030 0.1300
4
5 6
Vendor Availability
0.1110
Spare Part Lead Time
0.0920 0.1290
7
Applicability of Condition Monitoring Technique
8
Mean Down Time
Kelengkapan data
Severity
Keandalan
7.72
produksi
Vendor
Lama waktu Pemesanan
75 9.86
75.83 8.32
75 1
75
75
6.90 8.44
Lokasi equipment
0.1290
75
9.68
Fasilitas monitoring
0.1550
75
11.63
Parameter monitoring
0.1150
50
5.75
Gangguan terhadap
0.1160
50
5.80
operasi
0.0950
Akurasi data
0.1500
50
7.50
Keahlian petugas
0.3340
75
25.05
Lama Overhaul
1
75
75
65.40 7.13
75
9
Jam henti
0.0550
Banyak/lamanya jam henti
1
0.00
0.00
10
Kapasitas
0.1210
Besarnya kapasitas komponen tiap proses
1
100
100
0.00
0.00 12.10
100 72.64
PENGGUNAAN PROSES HIRARKI ANALITIK DALAM SISTEM PENUNJANG KEPUTUSAN PENGENDALIAN PROSES PRODUKSI GULA KRISTAL
Tanggal Pengisian
: .................................................
Nama Responden
: .................................................
Pekerjaan/Jabatan
: .................................................
No Telp.
: .................................................
Tanda Tangan
: ..................................................
Dilakukan Oleh: Annastia Lohjayanti F34102072
FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2006
PETUNJUK PENGISIAN
I. 1. 2. 3. 4.
UMUM Isi kolom identitas yang terdapat pada halaman depan Kuesioner Berikan penilaian terhadap hirarki perumusan sistem penunjang keputusan pengendalian proses produksi gula kristal dengan cara mengisi lembar pengisian Penilaian dilakukan dengan cara membandingkan tingkat kepentingan/peran komponen dalam satu level hirarki yang berkaitan dengan komponen-komponen level sebelumnya menggunakan skala penilaian yang terdapat pada petunjuk bagian II. Penilaian dilakukan dengan mengisi titik-titik pada kolom yang telah tersedia.
II.
SKALA PENILAIAN Definisi dari skala yang digunakan adalah sebagai berikut: Intensitas Definisi Kepentingan 1 A sama penting dengan B 3 A sedikit lebih penting dari B 1/3 Kebalikannya (B sedikit lebih penting dari A) 5 A jelas lebih penting dari B 1/5 Kebalikannya (B jelas lebih penting dari A) 7 A sangat jelas lebih penting dari B 1/7 Kebalikannya (B sangat jelas lebih penting dari A) 9 A mutlak lebih penting dari B 1/9 Kebalikannya (B mutlak lebih penting dari A) 2; 4; 6; 8 atau Nilai-nilai antara di antara dua pertimbangan yang berdekatan 1/2, 1/4, 1/6, 1/8
Contoh Pengisian: Misalkan terdapat tiga faktor yang mempengaruhi tidak terkendalinya proses produksi gula kristal yaitu faktor X, Y, dan Z. Berdasarkan tingkat kepentingan maka faktor tersebut disusun dalam bentuk tabel seperti pada contoh berikut: Elemen Faktor B
Elemen Faktor A
X 1
X Y Z Keterangan : Nilai pada (a) Nilai pada (b) Nilai pada (c)
: : :
Y (a) 3 1
Z (b) 1/3 (c) ½ 1
Faktor X sedikit lebih penting dari Y Faktor Z sedikit lebih penting dari X Faktor Z antara sama penting dengan lebih penting dibanding faktor Y
Matriks Pendapat (Kuesioner) Individu Identifikasi Permasalahan dan Pengendalian Proses Produksi Gula Kristal PT. Jatitujuh I.
Dalam proses produksi gula kristal terdapat beberapa faktor yang berpengaruh dalam menjaga terkendali atau tidaknya suatu proses. Pembandingan dan penentuan bobot prioritas kriteria faktor-faktor yang mempengaruhi proses produksi dapat diuraikan sebagai berikut: 1. Mesin dan peralatan 2. Kemampuan Proses 3. Sumber Daya Manusia 4. Manajemen 5. Eksternal Di antara faktor pendukung proses produksi tersebut di atas, bandingkan tingkat kontribusinya terhadap Sistem Penunjang Keputusan Pengendalian Proses Produksi Gula Kristal di PG. Jatitujuh.
FAKTOR Elemen Faktor B Elemen Faktor A Mesin dan Peralatan Kemampuan Proses SDM Manajemen Eksternal II.
Mesin dan Peralatan 1
Kemampuan Proses ... 1
SDM
Manajemen
Eksternal
... ... 1
... ... ... 1
... ... ... ... 1
Pembandingan dan penentuan bobot prioritas subkriteria faktor yang mempengaruhi proses produksi atas mesin dan peralatan, bahan baku, SDM, manajemen, dan bahan pembantu. 1. Sub kriteria faktor yang mempengaruhi proses produksi dari mesin dan peralatan a. Keamanan (safety) : penilaian terhadap komponen berdasarkan servis yang dihandle, yang mempunyai akibat pada plant safety dan personal safety bila komponen tersebut rusak b. Life Support : penilaian terhadap komponen berdasarkan kegunaan komponen tersebut pada plant safety dan personal safety, bila terjadi kerusakan mengakibatkan tidak terjaminnya plant safety dan personal safety c. Commercial : penilaian terhadap komponen berdasarkan fungsi komponen tersebut dalam proses produksi bila terjadi kerusakan akan mengakibatkan gangguan produksi sehingga menimbulkan penalty cost. d. Keandalan (reliability) : penilaian terhadap komponen berdasarkan keandalan (sering atau tidaknya komponen rusak sewaktu dioperasikan) e. Vendor Availability : penilaian terhadap komponen berdasarkan tersedia tidaknya dukungan pemasok yang sewaktu-waktu diperlukan dapat membantu untuk mengatasi problem teknis dari komponen tersebut bila diperlukan. f. Spare Part Lead Time : penilaian terhadap komponen berdasarkan waktu yang dibutuhkan dalam pengadaan spare part dari komponen tersebut untuk keperluan perbaikan/overhaul baik dilihat dari manufacturing time maupun proses logistik. g. Applicability of Condition Monitoring Technique : penilaian terhadap komponen berdasarkan kemudahan, ketelitian, dan jumlah/ jenis data atau informasi yang dapat diperoleh dari komponen guna keperluan pemeriksaan kondisi h. Mean down time : penilaian terhadap komponen berdasarkan lamanya overhaul akibat terjadinya kerusakan komponen i. Jam henti : penilaian terhadap komponen berdasarkan lamanya jam henti yang terjadi akibat kerusakan komponen j. Kapasitas : penilaian terhadap komponen berdasarkan besarnya kapasitas komponen
SUBKRITERIA FAKTOR DARI MESIN DAN PERALATAN Elemen Faktor B Elemen Faktor A
Keaman an
Life Support
1
... 1
Keamanan Life Support Commercial Keandalan Vendor Availability Spare Part Lead Time Applicability of Condition Monitoring Technique Mean Down Time Jam henti Kapasitas
Commercial
... ... 1
Applicability of Condition Monitoring Technique
Mean Down Time
Jam henti
Kapasi tas
... ... ... ...
... ... ... ...
... ... ... ...
... ... ... ...
... ... ... ...
...
...
...
...
...
1
...
...
...
...
1
...
...
...
1
...
...
Keandal an
Vendor Availabi lity
Spare Part Lead Time
... ... ... 1
... ... ... ... 1
1 1
2.
Sub kriteria faktor yang mempengaruhi proses produksi dari kemampuan proses a. Briks b. Pol c. HK
SUBKRITERIA FAKTOR DARI KEMAMPUAN PROSES Elemen Faktor B
Elemen Faktor A
Briks 1
Briks Pol HK 3.
Pol ... 1
HK ... ... 1
Sub kriteria faktor yang mempengaruhi proses produksi dari sumber daya manusia a. Ketrampilan b. Pengetahuan c. Pengalaman d. Kedisiplinan e. Tanggung Jawab
SUBKRITERIA FAKTOR DARI SUMBER DAYA MANUSIA Elemen Faktor B Elemen Faktor A Ketrampilan Pengetahuan Pengalaman Kedisiplinan Tanggung Jawab 4.
Ketrampilan
Pengetahuan
Pengalaman
Kedisiplinan
1
... 1
... ... 1
... ... ... 1
Tanggung Jawab ... ... ... ...
Sub kriteria faktor yang mempengaruhi proses produksi dari manajemen a. Kebijakan dan tujuan mutu
1
b. c.
SOP yang baku Fasilitas Proses
SUBKRITERIA FAKTOR DARI MANAJEMEN Elemen Faktor B Elemen Faktor A
Kebijakan dan tujuan mutu
SOP yang baku
Fasilitas Proses
1
...
...
1
... 1
Kebijakan dan tujuan mutu SOP yang baku Fasilitas Proses 5.
Sub kriteria faktor yang mempengaruhi proses produksi dari segi eksternal a. Kebijakan pemerintah b. Daya tawar petani tinggi c. Daya saing produk impor
SUBKRITERIA FAKTOR DARI EKSTERNAL Elemen Faktor B Elemen Faktor A
Kebijakan pemerintah
Daya tawar petani tinggi
Daya saing Produk Impor
1
...
...
1
...
Kebijakan pemerintah Daya tawar petani tinggi Daya saing Produk Impor III.
1
Terdapat beberapa alternatif tahapan proses produksi yang harus dikendalikan sehubungan dengan tujuan-tujuan diatas, yaitu: 1. Pengendalian Stasiun Penggilingan 2. Pengendalian Stasiun Pemurnian 3. Pengendalian Stasiun Penguapan 4. Pengendalian Stasiun Kristalisasi 5. Pengendalian Stasiun Sentrifugasi Dari alternatif pengendalian tujuan yang ingin dicapai, bandingkan tingkat kepentingan masing-masing alternatif pengendalian dalam tahapan proses produksi gula kristal.
ALTERNATIF PENGENDALIAN a. Pengendalian Stasiun Penggilingan Elemen Faktor B Elemen Faktor A Mesin dan Peralatan Kemampuan Proses SDM Manajemen Eksternal
b.
Mesin dan Peralatan
Kemampuan Proses
SDM
Manajemen
Eksternal
1
...
...
...
...
1
...
...
...
1
... 1
... ... 1
Pengendalian Stasiun Pemurnian Elemen Faktor B
Elemen Faktor A Mesin dan Peralatan Kemampuan
Mesin dan Peralatan
Kemampuan Proses
SDM
Manajemen
Eksternal
1
...
...
...
...
1
...
...
...
Proses SDM Manajemen Eksternal
c.
1
... 1
... ... 1
Pengendalian Stasiun Penguapan Elemen Faktor B
Elemen Faktor A Mesin dan Peralatan Kemampuan Proses SDM Manajemen Eksternal d.
Mesin dan Peralatan
Kemampuan Proses
SDM
Manajemen
Eksternal
1
...
...
...
...
1
...
...
...
1
... 1
... ... 1
Pengendalian Kristalisasi Elemen Faktor B
Elemen Faktor A Mesin dan Peralatan Kemampuan Proses SDM Manajemen Eksternal e.
Mesin dan Peralatan
Kemampuan Proses
SDM
Manajemen
Eksternal
1
...
...
...
...
1
...
...
...
1
... 1
... ... 1
Pengendalian Sentrifugasi Elemen Faktor B
Elemen Faktor A Mesin dan Peralatan Kemampuan Proses SDM Manajemen Eksternal
Mesin dan Peralatan
Kemampuan Proses
SDM
Manajemen
Eksternal
1
...
...
...
...
1
...
...
...
1
... 1
... ... 1
Lampiran 17. Kuesioner ECR Proses Produksi Gula Kristal
KUESIONER PENGGUNAAN PROSES HIRARKI EQUIPMENT CRITICALLY RATING DALAM SISTEM PENUNJANG KEPUTUSAN PENGENDALIAN PROSES PRODUKSI GULA KRISTAL DI PT JATITUJUH-MAJALENGKA
Tanggal Pengisian
: .................................................
Nama Responden
: .................................................
Pekerjaan Responden
: .................................................
Jabatan
: .................................................
Tanda Tangan
: ..................................................
Dilakukan Oleh: Annastia Lohjayanti F34102072
FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2006
PETUNJUK PENGISIAN III. UMUM 5. Isi kolom identitas yang terdapat pada halaman depan Kuesioner 6. Berikan penilaian terhadap komponen kritis pendukung pengendalian proses produksi gula kristal dengan cara mengisi lembar pengisian 7. Penilaian dilakukan dengan cara membandingkan tingkat kepentingan/peran komponen dalam satu level yang berkaitan dengan komponen-komponen level sebelumnya menggunakan skala penilaian yang terdapat pada petunjuk bagian II. 8. Penilaian dilakukan dengan mengisi titik-titik pada kolom yang telah tersedia. IV.
SKALA PENILAIAN Definisi dari skala yang digunakan adalah dengan memberikan penilaian menggunakan skala terukur, yaitu dari 1 – 9 dengan keterangan sebagai berikut: Misal:
Skala 1
Keterangan
: :
Sangat tidak aman : :
Sangat merugikan : :
Sangat lama : :
9
Sangat aman
Tidak merugikan sama sekali
Tidak lama
dll.
HIRARKI
EQUIPMENT CRITICALLY RATING
-
SAFETY
EQUIPMENT CRITICALLY RATING
-
Penyebab Ledakan Penyebab kenaikan temperatur Penyebab kenaikan tegangan Penyebab tertimpa/berat Merusak bagian lain Penyebab adanya racun
Life Support
- Kemungkinan terjadi kerugian pada manusia dan pabrik
Commercial
- Pengaruh terhadap produksi
KEANDALAN
-
Kelengkapan data
Severity kondisi Operasi Reliability
Vendor Availability
- Ketersediaan akan Vendor
Spare Part Lead Time
- Lama waktu Pemesanan
Applicability of Condition Monitoring Technique
Mean Down Time
-
Lokasi equipment Fasilitas monitoring Parameter monitoring Gangguan terhadap operasi Akurasi data Keahlian petugas
- Lama Overhaul
Jam Henti
- Banyak/lamanya jam henti
Kapasitas
- Besarnya kapasitas komponen tiap proses
TABEL PERBANDINGAN KRITERIA-KRITERIA ECR i.
Keamanan Indikator Penyebab Ledakan Penyebab kenaikan temperatur Penyebab kenaikan tegangan Penyebab tertimpa/berat Merusak bagian lain dalam proses Penyebab adanya racun
Nilai ... ... ... ... ... ...
Ket penilaian: 1
:
tidak menyebabkan ledakan/ kenaikan temperatur/ kenaikan
:
tegangan/ tertimpa/ berat/ kerusakan bagian lain/ racun
: : 9
:
sangat berpengaruh dalam menyebabkan ledakan/ kenaikan temperatur/ kenaikan tegangan/ tertimpa/ berat/ kerusakan bagian lain/ racun
ii.
Keandalan Indikator Kelengkapan data Severity (kerumitan) kondisi Operasi
Reliability
Nilai ... ... ...
Ket penilaian: 1 :
:
data sangat lengkap / kondisi operasi tidak rumit/ tidak andal
:
data tidak lengkap / kondisi operasi sangat rumit/ sangat andal
: : 9
iii.
Applicability of Condition Monitoring Technique Indikator Lokasi equipment Fasilitas monitoring Parameter monitoring Gangguan terhadap operasi Akurasi data Keahlian petugas
Nilai ... ... ... ... ... ...
Ket penilaian: 1
: lokasi sangat bagus /strategis untuk monitoring / fasilitas sangat banyak / parameter sangat baik / gangguan tidak ada / data sangat akurat /petugas
: : :
sangat ahli
9
: lokasi tidak bagus /strategis untuk monitoring / fasilitas tidak tersedia / parameter tidak baik / gangguan sangat banyak / data tidak akurat /petugas tidak ahli
Tabel Check List Penentuan Bobot Komponen Tanggal
:
Jenis Komponen : Mesin Proses Gilingan No. 1
KRITERIA Keamanan
BOBOT KRITERIA
KOMPONEN Ledakan Temperatur Tegangan Berat Merusak bagian lain Racun
2
3
Life Support
Commercial
4
Kemungkinan terjadi kerugian pada manusia dan pabrik
Pengaruh terhadap produksi Kelengkapan data
Keandalan
Severity kondisi Operasi
Reliability
5
6
Vendor Availability Spare Part Lead Time
7
Kebutuhan akan Vendor Lama waktu Pemesanan Lokasi equipment Fasilitas
Applicabilit y of Condition Monitoring Technique
monitoring Parameter
monitoring
Gangguan terhadap operasi Akurasi data Keahlian petugas
8
Mean Down Time
9
Jam henti
10
Kapasitas
Lama Overhaul Banyak/lamanya jam henti Besarnya kapasitas komponen tiap proses
BOBOT INDIKATOR
NILAI INDIKATOR
PERKALIAN INDIKATOR
KETERANGAN
Tabel Check List Penentuan Bobot Komponen Tanggal
:
Jenis Komponen : Mesin Proses Pemurnian No. 1
KRITERIA Keamanan
BOBOT KRITERIA
KOMPONEN Ledakan Temperatur Tegangan Berat Merusak bagian lain Racun
2
3
Life Support
Commercial
4
Kemungkinan terjadi kerugian pada manusia dan pabrik
Pengaruh terhadap produksi Kelengkapan data
Keandalan
Severity kondisi Operasi
Reliability
5
6
Vendor Availability Spare Part Lead Time
7
Kebutuhan akan Vendor Lama waktu Pemesanan Lokasi equipment Fasilitas
Applicabilit y of Condition Monitoring Technique
monitoring Parameter
monitoring
Gangguan terhadap operasi Akurasi data Keahlian petugas
8
Mean Down Time
9
Jam henti
10
Kapasitas
Lama Overhaul
Banyak/lamanya jam henti Besarnya kapasitas komponen tiap proses
BOBOT INDIKATOR
NILAI INDIKATOR
PERKALIAN INDIKATOR
KETERANGAN
Tabel Check List Penentuan Bobot Komponen Tanggal
:
Jenis Komponen : Mesin Proses Evaporasi (Penguapan) No. 1
KRITERIA Keamanan
BOBOT KRITERIA
KOMPONEN Ledakan Temperatur Tegangan Berat Merusak bagian lain Racun
2
3
Life Support
Commercial
4
Kemungkinan terjadi kerugian pada manusia dan pabrik
Pengaruh terhadap produksi Kelengkapan data
Keandalan
Severity kondisi Operasi
Reliability
5
6
Vendor Availability Spare Part Lead Time
7
Kebutuhan akan Vendor Lama waktu Pemesanan Lokasi equipment Fasilitas
Applicabilit y of Condition Monitoring Technique
monitoring Parameter
monitoring
Gangguan terhadap operasi Akurasi data Keahlian petugas
8
Mean Down Time
9
Jam henti
10
Kapasitas
Lama Overhaul Banyak/lamanya jam henti Besarnya kapasitas komponen tiap proses
BOBOT INDIKATOR
NILAI INDIKATOR
PERKALIAN INDIKATOR
KETERANGAN
Tabel Check List Penentuan Bobot Komponen Tanggal
:
Jenis Komponen : Mesin Proses Kristalisasi (Masakan) No. 1
KRITERIA Keamanan
BOBOT
KOMPONEN
KRITERIA
Ledakan Temperatur Tegangan Berat Merusak bagian lain Racun Kemungkinan terjadi
2
Life Support
3
Commercial
4
kerugian pada manusia dan pabrik Pengaruh terhadap produksi Kelengkapan data
Keandalan
Severity kondisi Operasi
Reliability 5
6
Vendor Availability Spare Part Lead Time
7
Kebutuhan akan Vendor Lama waktu Pemesanan Lokasi equipment Fasilitas monitoring
Applicability of Condition Monitoring Technique
Parameter
monitoring Gangguan terhadap operasi Akurasi data Keahlian petugas
8
Mean Down Time
Lama Overhaul
9
Jam henti
Banyak/lamanya jam
10
Kapasitas
henti Besarnya kapasitas komponen tiap proses
BOBOT INDIKATOR
NILAI INDIKATOR
PERKALIAN INDIKATOR
KETERANGAN
Tabel Check List Penentuan Bobot Komponen Tanggal
:
Jenis Komponen : Mesin Proses Sentrifugasi (Putaran) No. 1
KRITERIA Keamanan
BOBOT KRITERIA
KOMPONEN Ledakan Temperatur Tegangan Berat Merusak bagian lain Racun
2
3
Life Support Commercial
4
Kemungkinan terjadi kerugian pada manusia dan pabrik Pengaruh terhadap produksi Kelengkapan data
Keandalan
Severity kondisi Operasi
5 6
Vendor Availability Spare Part Lead Time
7
Reliability
Kebutuhan akan Vendor Lama waktu Pemesanan Lokasi equipment Fasilitas
Applicabilit y of Condition Monitoring Technique
monitoring Parameter
monitoring
Gangguan terhadap operasi Akurasi data Keahlian petugas
8
Mean Down Time
9
Jam henti
10
Kapasitas
Lama Overhaul Banyak/lamanya jam henti Besarnya kapasitas komponen tiap proses
BOBOT INDIKATOR
NILAI INDIKATOR
PERKALIAN INDIKATOR
KETERANGAN
Lampiran 18. Petunjuk Penggunaan SWEETCON.PROSION
1. Tentang Program: Program SWEETCON.PROSION dikembangkan untuk mengkaji keragaan suatu pabrik gula dan sistem penunjang keputusan pengendalian proses produksi gula Kristal. SWEETCON.PROSION dirancang dengan menggunakan bahasa pemrograman Microsoft Visual Basic 6.0 dan DEA for Windows. Basis data yang dikembangkan terintegrasi dengan programprogram lain seperti Minitab 13.0, Microsoft Frontpage, dan Expert Choice 2000. 2. Persyaratan Instalasi: Software: Microsoft Visual Basic 6.0 DEA for Windows Minitab 13.0 Microsoft Frontpage Expert Choice 2000 Hardware: Satu unit PC dengan minimal RAM 128 MB Monitor dengan resolusi 1024x768 pixels Sistem operasi Microsoft Windows 98/Windows 2000/Windows ME/Windows XP CD room dengan kecepatan 52x Ruang kosong pada hardisk sebesar 5 MB 3. Instalasi program Ada beberapa tahapan yang perlu diperhatikan dalam proses instalasi SWEETCON.PROSION Untuk melakukan prosedur instalasi disediakan sebuah CD yang berisi 3 (tiga) buah file, diantaranya: Sweetcon.cab, setup.exe, dan setup.lst. Berikut adalah beberapa tahapan prosedur instalasi SWEETCON.PROSION: Hapus Versi Sebelumnya Instalasi tidak dapat menghapus secara otomatis aplikasi SWEETCON.PROSION yang telah terinstal pada waktu sebelumnya. Lakukan penghapusan jika sebelumnya anda telah meng-instal Aplikasi SWEETCON.PROSION sesuai prosedur Menghapus Aplikasi SWEETCON.PROSION dari Windows. Jalankan File Instalasi
Jalankan file instalasi SWEETCON.PROSION dengan meng-klik ganda setup.exe pada direktori / drive dimana file ini ditempatkan. Ikuti semua petunjuk yang ditayangkan pada proses selanjutnya, biasanya pengguna hanya melakukan persetujuan dengan menekan tombol [Enter] pada setiap dialog yang ditampilkan. Update File System (Jika Diperlukan) Untuk kasus tertentu terkadang sistem operasi harus melakukan prosedur updating file system terlebih dahulu sebelum proses instalasi dilanjutkan. Tetapi jangan khawatir, konfigurasi ini dilakukan secara otomatis, dan instalasi akan meminta windows untuk di-restart sebelum progres dilanjutkan. Setujui permintaan ini dengan menekan tombol [Enter], windows secara otomatis akan melakukan booting ulang, jika tidak - lakukan booting ulang secara manual. Ulangi lagi prosedur instalasi dari awal. Instalasi Selesai Jika proses instalasi berjalan dengan lancar, windows akan membuat program group baru dengan nama SWEETCON.PROSION. Untuk mengaktifkannya, klik shortcut pada Start|Programs|Sweetcon.Prosion System Files|Sweetcon.Prosion System Files.
4. Penggunaan Program a. Program SWEETCON.PROSION dimulai dengan munculnya loading splash sebagai berikut:
b. Setelah tampilan loading splash, untuk masuk kedalam menu utama program maka harus terlebih dahulu mengisi password seperti tampilan berikut:
c. Model Informasi Model informasi berisikan informasi statis tentang proses umum produksi gula, beserta mesin dan peralatan yang digunakan dalam proses.
d. Model Kemampuan Proses Model kemampuan proses digunakan untuk menilai kinerja masingmasing proses, yaitu dengan melihat besar variasi dan penyimpangannya. Langkah pertama yang dilakukan adalah dengan mengklik menu model Komponen Kritis sehingga akan keluar tampilan seperti berikut:
Kemudian dipilih pada submenu yaitu salah satu stasiun proses yang akan dinilai, misalnya pada stasiun gilingan akan muncul pilihan model yang dapat dipilih. Misalkan dipilih model untuk menilai HK nira mentah, kemudian tekan tombol ‘klik disini untuk melanjutkan’ sehingga muncul tampilan seperti berikut:
Lalu dimasukkan data 15 harian yang akan dievaluasi pada kolom pertama dan dipilih menu “Stat” → “Control charts” → “X-bar – R” yang akan muncul dialog box seperti berikut:
Untuk mengisinya, dipilih ‘Single column’ dan diisi dengan kolom yang berisi data, yaitu ‘C1’, kemudian isi besar subgroup. Karena pada penilaiannya menggunakan data 15 harian, maka diisi dengan ‘15’ pada ‘Subgroup size’, kemudian tekan tombol ‘Estimate’ sehingga muncul tampilan seperti :
Diklik pada button ‘Subgroup size’ dan diisi dengan ’15’ lalu tekan ‘OK’. Setelah kembali pada dialog box yang pertama, tekan ‘OK’ lagi sehingga muncul tampilan seperti:
Dari gambar dapat dilihat tingkat variasi dan tren data yang terbentuk dari stasiun tersebut. Untuk melihat besar deviasi terhadap rata-rata proses, dipilih menu ‘’“Stat” → “Quality tools” → “Capability analysis (Normal)” sehingga muncul tampilan:
Kemudian diisi lagi kolom yang terdapat data yang akan dinilai, yaitu ‘C1’ dan ‘Subgroup size’ sebesar ‘15’. Setelah itu diisi batas bawah (Lower spec) dan batas atas (upper spec) yang didapatkan pada diagram-X sebelumnya, kemudian klik ‘Options’ yang akan muncul tampilan seperti berikut:
Apabila pada perusahaan terdapat taget yang ingin dicapai, maka pada ‘target’ diisi dengan angka yang ditetapkan perusahaan, kemudian besar sigma yang digunakan, apakah 3-sigma atau 6-sigma dan klik ‘OK’. Setelah kembali pada dialog box sebelumnya, klik ‘OK’ sehingga muncul grafik seperti berikut:
Dari gambar dapat dilihat besar deviasi rata-rata proses dan kondisi proses diantara target. Setelah rata-rata proses dan deviasi didapatkan, program tersebut ditutup untuk kembali pada menu utama model kemampuan proses pada
SWEETCON.PROSION. Kemudian dipilih submenu resume, yang akan muncul tampilan berikut:
Pada resume, kemudian dimasukkan masing-masing rata-rata proses yang telah dinilai sebelumnya pada kolom yang berwarna kuning, sehingga secara otomatis pula sistem dapat menilai apakah proses tersebut terkendali atau tidak. Apabila terkendali maka proses dapat dilanjutkan, tetapi bila tidak terkendali maka para pengambil keputusan dapat melakukan tindakan untuk mengatasinya. e. Model Komponen Kritis Model komponen kritis digunakan untuk menilai kekritisan komponen (mesin dan peralatan) pendukung setiap stasiun proses. Diawali dengan memilih menu model komponen kritis dan akan keluar tampilan seperti berikut:
Kemudian dapat dipilih model yang akan dibobotkan berdasarkan kuesioner yang telah diberi pembobotan oleh pakar ysng juga telah dirataratakan. Misalkan dipilih ‘ECR Mesin’ lalu tekan ‘klik disini untuk melanjutkan’ dan akan muncul tampilan berikut:
Setelah dialog box muncul, isikan goal atau tujuan pembobotan dan klik ‘OK’. Untuk membuat cabang-cabang dari goal tersebut adalah dengan mengklik kanan pada goal dan pilih ‘edit node’, begitu juga node-node dibawahnya.
Setelah itu dilakukan perbandingan berpasangan dengan mengklik pada sehingga muncul tampilan dibawah ini. Kemudian isikan gambar masing-masing bobot. Apabila yang berwarna hitam adalah suatu angka ‘x’ maka yang berwarna merah adalah ‘1/x’. dari tabel juga dapat dilihat nilai inkonsistensinya.
Setelah dilakukan pembobotan pada masing-masing kriteria dan alternatifnya, maka muncul tampilan akhir hasil pembobotan rata-rata pakar seperti berikut:
Program pembobotan tersebut ditutup, kemudian kembali ke menu model komponen kritis pada SWEETCON.PROSION dan dipilih submenu ‘ECR Keseluruhan’ sehingga muncul tampilan berikut:
Pada submenu ini terdapat tabel pembobotan kriteria, bobot indikator, dan nilai indikator yang kesemuanya telah diberikan oleh pakar. Untuk pembobotan kriteria dan indikator sebelumnya telah dianalisa pada submodel ‘Kritis Proses’ sebelumnya. Secara otomatis hasil perhitungan didapatkan nilai ECR pada masing-masing komponen maupun resume yang merupakan nilai kekritisan semua komponen. f. Model Efisiensi Produksi Model efisiensi proses produksi digunakan untuk melakukan perhitungan efisiensi absolut dan efisiensi relatif proses produksi dengan menggunakan indikator Barbiroli. 1) Model efisiensi absolut Langkah pertama yang harus dilakukan adalah mengklik menu efisiensi produksi kemudian mengklik menu indikator. Tambahkan satu persatu indikator yang akan digunakan lalu lanjutkan dengan menekan tombol [Enter]. Tampilan akan terlihat seperti berikut:
Tambahkan aspek-aspek yang akan digunakan di dalam analisa yang dilanjutkan dengan mengklik menu aspek lalu dilanjutkan dengan menekan tombol [Enter]. Tampilan yang terlihat adalah:
Nilai input dari setiap aspek yang digunakan untuk masing-masing indikator dimasukkan dengan mengklik menu input. Nilai yang dimasukkan tidak boleh bernilai negatif. Tampilannya adalah sebagai berikut:
Nilai output dari setiap aspek yang digunakan untuk masing-masing indikator dimasukkan dengan cara mengklik menu output. Nilai yang dimasukkan tidak boleh bernilai negatif. Tampilannya adalah sebagai berikut:
2) Model efisiensi Relatif Model efisiensi relatif merupakan suatu analisis yang didesain secara spesifik untuk mengukur efisiensi relatif dari suatu unit produksi dalam kondisi terdapat banyak output maupun banyak input. Untuk
melakukan analisis efisiensi relatif, klik menu Efisiensi Relatif yang akan terlihat tampilan seperti berikut:
Selanjutnya mengklik tombol ‘klik disini untuk melanjutkan’. Program DEA for Windows akan terpanggil pada program SWEETCON.PROSION. Data dimasukkan dengan mengklik menu edit, kemudian pilih insert column dan insert row. Jumlah tabel dapat diatur sesuai dengan kebutuhan data. Lalu data dimasukkan kedalam baris dan kolom yang sudah terbentuk. Klik menu run dilanjutkan mengklik tombol select IO untuk menentukan data yang bertindak sebagai input dan output lalu dipilih select unit untuk menentukanindikator-indikator yang digunakan. Setelah itu diklik tombol run dilanjutkan dengan execute. Pilih jenis tabel dan keluaran yang diinginkan dan sesuaikan pengaturan lainnya dilanjutkan dengan menekan tombol OK sehingga hasil perhitungan efisiensi relative akan muncul seperti tampilan berikut:
g. Model Pengendalian Proses Aplikasi model Pengendalian Proses menggunakan metode AHP dengan penilaian fuzzy dalam rentang 1 (satu) sampai 9 (sembilan). Menu model pengendalian proses dibagi lagi kedalam dua submenu, yaitu pembobotan kriteria dan pembobotan alternatif yang keduanya dianalisa menggunakan metode yang sama. Aplikasi model menggunakan proses hirarki analisa memiliki 2 (dua) bagian panel dialog utama yaitu area struktur jaringan yang merupakan halaman muka dan matriks pendapat pakar. Disamping itu model ini dilengkapi dengan panel resume analisis serta beberapa tombol perintah yang terdapat pada masing-masing panel. Visualisasi halaman utama model AHP dapat dilihat dilihat pada tampilan berikut: Kumpulan tombol perintah
Hirarki/layer
Elemen
Area struktur jaringan
Grup elemen Informasi hasil analisis
Konektor
Informasi dokumen aktif
Area struktur jaringan digunakan untuk menentukan struktur jaringan dalam permasalahan yang dianalisa. Pada halaman ini pengguna dapat melakukan penambahan atau penghapusan terhadap hirarki/ layer, grup/sub layer, elemen, dan jaringan/koneksi antar elemen. Di samping itu pengguna juga dapat melakukan bebera hal yang berkaitan dengan dokumentasi diantaranya: membuat dokumen (permasalahan) baru; membuka dokumen yang tersimpan pada media; menyimpan dokumen aktif ke dalam bentuk file; mengatur ukuran kertas/kanvas; transfer struktur jaringan ke memori dalam bentuk bitmap; menampilkan matriks pendapat; melakukan agregasi vertical; dan menampilkan fasilitas bantuan ini. Secara hirarkis area struktur jaringan merupakan kumpulan dari satu atau lebih layer/hirarki. Setiap layer/hirarki terdiri dari beberapa grup/sub layer/slab yang masing – masing merupakan kesatuan dari beberapa elemen. Sementara itu jaringan/koneksi merupakan hubungan keterkaitan antara satu elemen dengan elemen lainnya pada layer/hirarki yang berbeda. Sebuah elemen yang memiliki jaringan/koneksi kepada elemen lain pada layer/hirarki di atasnya memberikan arti bahwa elemen tersebut mempengaruhi. Sebaliknya jika elemen tersebut memiliki jaringan/koneksi kepada elemen pada layer/hirarki di bawahnya, elemen ini dipengaruhi. Operasi Pada Layer/Hirarki Layer atau hirarki merupakan kumpulan grub/sub layer, dengan demikian sebelum pengguna melakukan operasi editing terhadap grup/sub layer terlebih dahulu perlu dibuat sebuah layer/hirarki. Menambahkan layer/hirarki pada area struktur jaringan dapat dilakukan dengan menggunakan perintah ‘Tambahkan layer baru’. Arahkan pointer pada tombol yang terletak pada kumpulan tombol perintah (bagian kanan atas aplikasi), kemudian klik tombol ini – sebuah layer/hirarki baru akan dibuat dan ditempatkan pada posisi paling kanan setelah layer terakhir dibuat. Ada beberapa operasi yang dapat dilakukan pada layer/hirarki yang dibuat diantaranya mengganti deskripsi layer/hirarki, menghapus layer yang bersangkutan, menambahkan grup/sub layer, dan mengatur posisi anggotanya (grup/sub layer). Semua pilihan operasi ini dapat diakses dengan meng-klik tombol pada layer. Visualisasi layer/hirarki beserta beberapa pilihan operasi yang dapat digunakan diilustrasikan pada Gambar 2.
Keterangan layer/hirarki Klik di sini untuk menampilkan menu utama Mengganti deskripsi/keterangan layer/hirarki Menghapus layer Menambahkan grup/sub layer baru Menyusun posisi grup/sub layer secara otomatis
Gambar 2. Layer/hirarki dan beberapa pilihan operasinya. Mengganti deskripsi layer/hirarki Desksipsi layer/hirarki dapat diganti sesuai kebutuhan seperti tujuan, aktor, faktor, strategi dan seterusnya. Untuk mengganti deskripsi layer/hirarki, aktifkan menu pilihan layer/hirarki dengan meng-klik tombol pada layer, kemudian pilih perintah ‘Edit Keterangan Layer Ini’. Sekali perintah ini dijalankan, judul layer akan berubah menjadi mode edit. Gantilah keterangan layer/hirarki sesuai keperluan kemudian diakhiri dengan menekan [Enter] untuk menyetujui perubahan. Untuk membatalkannya, tekan tombol [Esc] pada keyboard. Persiapan mengganti deskripsi layer/hirarki juga dapat diaktifkan dengan meng-klik ganda judul layer/hirarki yang bersangkutan. Menghapus layer/hirarki Layer/hirarki dapat dihapus jika layer/hirarki ini tidak diperlukan. Klik tombol pada layer, kemudian pilih perintah ‘Hapus Layer Ini’. Perlu diketahui bahwa penghapusan layer akan mengakibatkan semua grup/sub layer beserta elemen – elemen yang ada pada layer/hirarki ini akan dihapus. Di samping itu penghapusan ini tidak dapat dibatalkan, karena itu yakinkan terlebih dahulu sebelum melakukan operasi ini. Menambahkan grup/sub layer pada layer/hirarki Grup/sub layer dapat ditambahkan melalui operasi ‘Tambahkan Grup/Sub Layer’ pada menu pilihan layer. Arahkan pointer pada tombol , kemudian klik tombol ini untuk menampilkan menu pilihan layer. Pilihlah perintah yang bersesuaian untuk menambahkan. Mengatur posisi grup secara otomatis Posisi grup/sub layer yang terdapat pada sebuah layer/hirarki dapat disusun secara otomatis. Kegiatan ini dapat dilakukan dengan meng-klik perintah ‘Susun Kembali Posisi Semua Grup’ yang ada pada menu pilihan layer.
Operasi Pada Grup/Sub Layer Grup/sub layer yang merupakan anggota dari sebuah layer diartikan sebagai kumpulan elemen – elemen. Dengan demikian penambahan elemen tidak dapat dilakukan sebelum grup/sub layer-nya dibuat. Pembuatan grup/sub layer dapat dilakukan dengan mengikuti prosedur yang telah dijelaskan pada bagian operasi pada layer/hirarki. Ada beberapa operasi dasar yang dapat dilakukan pada grup/sub layer ini di antaranya mengganti deskripsi/keterangan sub layer, menghapus grup, menambahkan elemen pada grup, dan mengkopi grup beserta elemen – elemennya ke memori. Operasi – operasi ini dapat diakses dengan mengklik tombol pada grup/sub layer. Keterangan grup/sub layer Klik di sini untuk menampilkan pilihan grup/sub layer Mengganti deskripsi/keterangan grup/sub layer Menghapus grup/sub layer
Gambar 3. Visualisasi grup/sub layer elemen besertapada pilihan Menambahkan grupoperasinya. Mengkopi gambar grup & elemennya ke memori
Mengganti deskripsi grup/sub layer Deskripsi atau keterangan dari sebuah grup dapat diganti sesuai kebutuhan. Aktifkan pilihan grup/sub layer dengan mengklik tombol pada grup/sub layer, kemudian pilih ‘Edit Keterangan Grup/Sub Layer Ini’. Sekali perintah ini dijalankan, judul grup/sub layer berubah menjadi mode edit. Gantilah deskripsi/keterangan sesuai keperluan kemudian tekan [Enter] untuk menyetujui atau [Esc] untuk membatalkan. Menghapus grup/sub layer Grup/sub layer dapat dihapus jika tidak dipergunakan dalam analisa. Aktifkan pilihan operasi grup/sub layer dengan meng-klik tombol pada grup/sub layer, kemudian klik – perintah ‘Hapus Grup/sub Layer Ini’. Perlu diketahui bahwa kegiatan ini tidak dapat dibatalkan. Di samping itu penghapusan grup/sub layer mengakibatkan semua elemen yang ada pada grup/sub layer ini juga dihapus. Dengan demikian yakinkan terlebih dahulu sebelum melakukan operasi ini. Menambahkan elemen pada grup Elemen pada grup/sub layer dapat ditambahkan melalui operasi ‘Tambahkan Elemen Pada Grup/Sub Layer Ini’ pada menu pilihan
grup/sub layer. Arahkan pointer di atas tombol pada grup/sub layer, kemudian klik tombol ini untuk menampilkan menu pilihan grup/sub layer. Pilihlah perintah yang bersesuaian untuk menambahkan. Mengkopi tampilan grup Sebuah grup beserta elemen – elemennya dapat dikopi ke memori untuk kemudian digunakan pada aplikasi windows lainnya dalam bentuk bitmap. Klik tombol pada grup/sub layer untuk mengaktifkan pilihan operasi grup/sub layer – kemudian gunakan perintah ‘Kopi Grup Ini Ke Memori’. Sekali perintah ini dijalankan, visualisasi grup beserta elemen – elemennya tersimpan di memori. Gunakan operasi ‘Paste’ pada aplikasi dimana laporan anda dibuat untuk menempelkan gambar ini. Operasi pada Elemen dan Jaringannya Secara taksis elemen merupakan entitas akhir dalam arsitektur jaringan AHP. Elemen – elemen berkumpul dalam sebuah grup/sub layer dan grup/sub layer ini berkumpul dalam sebuah layer/hirarki. Elemen juga merupakan objek terpenting dalam jaringan AHP, karena jaringan AHP pada prinsipnya menghubungkan elemen – elemen ini tanpa memperhatikan grup/sub layer atau layer/hirarki-nya. Beberapa operasi dasar yang dapat dilakukan terhadap sebuah elemen di antaranya mengganti deskripsi/keterangan elemen, menghapus elemen, menambahkan dan menghapus koneksi, menampilkan matriks pendapat, dan memilih warna teks dan warna konektor. Penambahan elemen dapat dilakukan dengan mengikuti prosedur pada bagian operasi pada grup/sub layer . Keterangan grup/sub layer Klik kanan area elemen ini untuk menampilkan pilihan operasi elemen Mengganti deskripsi/keterangan elemen Menghapus elemen Menambahkan elemen yang dipengaruhi Menambahkan elemen yang mempengaruhi Menghapus elemen yang dipengaruhi Menghapus elemen yang mempengaruhi
Gambar 4. Visualisasi pilihan operasi pada objek elemen. Mengganti deskripsi elemen Deskripsi atau keterangan elemen dapat diganti sesuai keperluan analisa. Aktifkan pilihan operasi elemen dengan meng-klik kanan elemen tersebut
kemudian klik perintah ‘Edit Keterangan Elemen Ini’. Pada dialog yang ditampilkan, silahkan ganti deskripsi/keterangan elemen tersebut, kemudian tekan [Enter] atau klik [OK] untuk melanjutkan dan tekan [Esc] atau klik [Cancel] untuk membatalkan. Untuk meyakinkan hasil editing anda, arahkan kembali pointer ke wilayah elemen tersebut, tunggu beberapa saat sampai ditayangkan informasi singkat mengenai elemen ini.
Gambar 5. Visualisasi dialog editing deskripsi/keterangan elemen. Menghapus elemen Sebuah elemen dapat dihapus apabila tidak diperlukan dalam jaringan AHP. Menghapus elemen dapat dilakukan dengan menggunakan perintah yang disediakan pada menu pilihan elemen. Klik-kanan elemen yang akan dihapus, kemudian klik perintah ‘Hapus Elemen Ini’. Perlu diketahui bahwa perintah ini tidak dapat dibatalkan, yakinkan terlebih dahulu bahwa elemen tersebut betul – betul akan di hapus. Operasi penghapusan elemen secara otomatis akan menghapus semua konektor yang terhubung dengan elemen yang bersangkutan. Menambah koneksi elemen Koneksi antar elemen dapat dibuat dengan memberikan perintah ‘Tambahkan koneksi dari elemen...’ atau ‘Tambahkan koneksi ke elemen...’. Kedua perintah ini terdapat pada menu pilihan elemen. Aktifkan menu pilihan elemen dengan cara meng-klik kanan elemennya, kemudian klik perintah yang bersesuaian. Perintah ‘Tambahkan koneksi dari elemen...’ artinya menambahkan elemen – elemen yang dipengaruhi, dan perintah ‘Tambahkan koneksi ke elemen...’ berarti menambahkan elemen – elemen yang mempengaruhi elemen tersebut. Koneksi antar elemen ditandai dengan adanya sebuah garis penghubung atara dua elemen tersebut. Penambahan konektor antar elemen juga dapat dilakukan dengan cara melakukan operasi drag – drop. Seretlah elemen yang dipengaruhi ke elemen lain yang mempengaruhinya. Jika berhasil / diperbolehkan, konektor akan dibuat.
Menghapus koneksi antar elemen Koneksi antara dua elemen dapat dihapus apabila tidak diperlukan. Aktifkan menu pilihan operasi elemen dengan cara meng-klik kanan salah satu elemen yang berhubungan kemudian klik perintah yang bersesuaian. Untuk menghapus koneksi ke elemen sebelumnya (elemen yang dipengaruhi) gunakan perintah ‘Hapus Koneksi dari Elemen…’ dan untuk menghapus koneksi ke elemen berikutnya (elemen yang mempengaruhi) gunakan perintah ‘Hapus Koneksi Ke Elemen…’. Perlu diketahui bahwa penghapusan konektor ini akan menghapus beberapa data penilaian pakar pada matriks pendapat karena matriks pendapat sebetulnya dibuat berdasarkan koneksi yang terbentuk antara beberapa elemen. Di samping itu operasi ini tidak dapat dibatalkan, karena itu yakinkan terlebih dahulu jika anda akan menghapusnya. Menampilkan matriks pendapat Untuk menampilkan matriks pendapat pakar yang mempengaruhi sebuah elemen, pengguna dapat menggunakan perintah yang disediakan pada menu pilihan operasi elemen. Klik – kanan elemen tersebut kemudian pilih perintah ‘Tampilkan Matriks Pendapat Pakar Terhadap Elemen x’, x adalah elemen anda pilih. Petunjuk operasional pada matriks pendapat pakar dibahas khusus pada bagian Matriks Pendapat Pakar. Mengatur warna teks dan konektor Warna teks pada elemen dan warna konektor antar elemen dapat diganti sesuai selera pengguna. Perintah – perintah ini disediakan pada menu pilihan operasi elemen yang dapat ditayangkan dengan meng-klik kanan elemen yang bersangkutan. Untuk mengganti warna teks pada elemen, gunakan perintah ‘Memilih Warna Huruf dan Konektor|Pilih Warna Huruf...’. Pada dialog yang ditampilkan, pilihlah warna sesuai selera kemudian klik [OK] untuk menyetujui atau [Esc] untuk membatalkan. Jika dialog pilihan warna teks ini disetujui maka warna teks akan berubah sesuai pilihan anda. Warna konektor juga dapat diganti sesuai selera pengguna. Klik kanan elemen yang merupakan awal koneksi kemudian gunakan perintah ‘Memilih Warna Huruf dan Konektor|Pilih Warna Konektor...’. Pada dialog yang ditampilkan pilihlah warna sesuai selera kemudian klik [OK] untuk menyetujui atau [Esc] untuk membatalkan. Jika dialog pilihan warna ini disetujui, maka semua konektor yang berasal dari elemen ini (menuju elemen – elemen pada layer/hirarki yang lebih tinggi) warnanya akan diganti sesuai pilihan pengguna.
Pilihlah salah satu warna yang tersedia pada dialog ini
Klik di sini untuk menampilkan warna lainnya
Klik di sini untuk melanjutkan
Klik di sini untuk membatalkan
Gambar 6. Dialog Pilihan Warna Teks dan Konektor. Panel Resume Analisis Panel resume analisis digunakan sebagai panel hasil agregasi pendapat pakar secara vertikal. Panel ini terletak pada bagian kanan aplikasi seperti tampak pada Gambar 7. Ada dua perintah yang dapat digunakan oleh pengguna pada panel resume analisis ini yaitu mengkopi Kopi resume ke memori resume ke memori dan menutup Tutup panel resume resume analisis. Panel resume analisis hanya dapat dimunculkan Gambar 7. Visualisasi Panel sesaat setelah proses agregasi selesai Resume Analisis. dilakukan, karena itu jika panel ini tidak tampak maka lakukan proses agregasi. Hasil pengolahan AHP yang ditayangkan pada panel resume analisis dapat dikopi ke memori dalam bentuk bitmap untuk keperluan reporting. Arahkan pointer menuju tombol kemudian klik tombol ini, resume analisis akan disimpan dalam memori. Gunakan operasi ‘Paste’ pada aplikasi reporting anda (Microsoft Word misalnya) untuk menempelkan gambar resume ini. Resume analisis dapat dihilangkan apabila tidak diperlukan (misalnya area struktur jaringan terlalu kecil). Klik tombol pada panel resume analisis untuk menghilangkannya. Matriks Pendapat Pakar Matriks pendapat pakar merupakan lembar pengisian pendapat pakar mengenai pengaruh elemen – elemen terhadap elemen lainnya yang berada pada hirarki yang lebih tinggi. Penilaian ini mencerminkan
kekuatan perbandingan kekuatan 2 (dua) buah elemen terhadap elemen lain yang dipengaruhinya, karena itu dialog pendapat pakar disajikan dalam bentuk matriks. Kopi semua pendapat ke memori Tambahkan responden baru Tutup matriks pendapat Kopi pendapat ke memori Informasi Pakar
Informasi Konsistensi Pendapat
Pendapat Agregat dari Keseluruhan Pakar
Informasi mengenai elemen yang berpengaruh
Gambar 8. Visualisasi Matriks Pendapat Pakar. Halaman matriks pendapat pakar terdiri dari dua bagian utama yaitu matriks pendapat individu dan matriks pendapat agregat. Matriks pendapat individu adalah matriks pendapat dimana pengguna dapat melakukan input data berdasarkan hasil pengamatan. Matriks pendapat individu terletak pada bagian kiri layar dan terdiri dari satu atau lebih matriks yang disediakan untuk satu atau lebih responden. Di sisi lain (sebelah kanan) terdapat sebuah matriks pendapat yang merupakan matriks pendapat agregat. Menambah dan Menghapus Matriks Pendapat Secara default model AHP menyediakan sebuah matriks yakni untuk seorang responden/pakar. Akan tetapi pakar/responden ini dapat ditambah atau dikurangi sesuai keperluan. Untuk menambahkan responden, arahkan pointer pada tombol yang terletak di sebelah kanan atas halaman matriks pendapat. Klik tombol ini – sebuah matriks baru ditambahkan dengan nama responden/pakar yang secara default diberikan inisial R. Gantilah informasi responden/pakar ini sesuai keperluan dengan menggunakan prosedur mengganti informasi responden. Untuk menghapus pendapat pakar, gunakan perintah ‘Hapus Matriks Pendapat Ini’. Arahkan pointer di atas tombol yang terdapat pada baris terbawah matriks pendapat yang bersangkutan. Klik tombol ini – pendapat pakar akan dihapus. Perlu diketahui bahwa perintah ini tidak dapat dibatalkan, yakinkan terlebih dahulu sebelum anda menghapusnya.
Mengganti Informasi Responden Informasi responden dapat diganti sesuai keperluan pengguna. Klik ganda pada area informasi responden kemudian masukan informasi responden sesuai keperluan. Tekan [Enter] untuk menyetujui atau [Esc] untuk membatalkan. Catatan : Dianjurkan untuk memberikan informasi responden yang unik dan singkat untuk menghindari kemungkinan konfliknya variabel dalam sistem. Mengkopi Pendapat ke Memori Pendapat pakar dapat dikopi ke memori windows dalam bentuk bitmap. Fasilitas ini dirancang khusus untuk keperluan reporting atau dokumentasi lainnya. Untuk mengkopi pendapat masing – masing pakar, arahkan pointer pada tombol ‘Kopi matriks pendapat ke memori’ yang terdapat pada baris terbawah matriks pendapat yang bersangkutan. Klik tombol ini, pendapat akan disimpan dalam memori untuk kemudian digunakan pada aplikasi windows lainnya. Untuk mengkopi semua pendapat sekaligus, gunakan tombol kopi yang terdapat pada bagian kanan atas halaman matriks pendapat. Melakukan Prosedur Agregasi Horisontal Agregasi horisontal merupakan serangkaian prosedur iteratif untuk menghasilkan vektor yang stasioner (lamda maksimum). Prosedur ini pada prinsipnya melibatkan operasi perkalian matriks berulang sehingga menghasilkan nilai vektor dalam ketelitian 4 (empat) desimal. Klik tombol pada matriks pendapat untuk melakukan prosedur agregasi. Hasil perhitungannya ditayangkan dalam kolom vektor. Perintah ini juga melibatkan perhitungan agregat dari pendapat – pendapat pakar dengan menggunakan rata – rata geometris, hasilnya ditayangkan pada matriks pendapat agregat (matriks pendapat yang ditempatkan pada bagian kanan halaman). Matriks Pendapat dan Vektor Prioritas Pengisian matriks pendapat terdiri dari 2 (dua) bagian yaitu pengisian pendapat dengan membandingkan masing – masing elemen (non direct) dan pengisian secara langsung (direct). Pengisian pendapat non direct dilakukan dengan cara membandingkan kekuatan pengaruh antar elemen pada baris terhadap elemen – elemen pada kolom. Apabila pengaruh elemen baris lebih besar dari pada pada kolom maka nilai yang diberikan adalah x, sebaliknya jika elemen kolom lebih besar daripada elemen baris maka nilai yang diberikan adalah 1/x. x didefinisikan sebagai tingkat kekuatan pengaruh yang nilainya antara 1 dan 9. Untuk pengisian pendapat non direct, arahkan pointer pada tombol
pada sel yang diperbandingkan, kemudian klik tombol ini.
Pada menu penilaian yang muncul disediakan beberapa pilihan nilai, klik salah satu
perintah sesuai penilaian pakar terhadap sel tersebut. Tidak semua sel diperbolehkan untuk diisi karena secara beberapa sel akan diisi secara otomatis. Untuk diagonal utama misalnya secara otomatis akan diberi nilai 1 (satu) dan untuk diagonal yang berlawanan akan diberi nilai inversi dari data masukan.
Aktifkan ceklis ini jika pendapat direct Klik ganda di kolom ini untuk penilaian direct
Klik tombol ini untuk menampilkan pilihan nilai
Gambar 9. Visualisasi Penilaian Matriks Pendapat Pakar Pendapat direct dimaksudkan untuk mengisi pendapat pakar secara langsung tanpa membandingkan antara elemen – elemennya. Dengan demikian penilaian kekuatan diberikan secara langsung oleh pengguna dengan memasukan nilai numerik. Perhitungan vektor untuk pendapat direct disini cukup sederhana yaitu dengan membuat proporsi dari nilai totalnya. Untuk penilaian direct dari sebuah elemen dapat dilakukan dengan cara meng-klik ganda kolom ‘Direct’ pada baris yang bersesuaian dengan elemennya. Masukkan penilaian sesuai pengamatan kemudian tekan [Enter] untuk melanjutkan atau [Esc] untuk membatalkan. Menutup Halaman Matriks Pendapat Menutup halaman matriks pendapat pakar untuk kembali ke halaman utama dapat dilakukan dengan cara mengklik tombol sebelah kanan halaman matriks pendapat. Arahkan pointer pada tombol tersebut, kemudian lakukan klik kiri pada mouse anda. Informasi Elemen – Elemen Yang Berpengaruh Informasi elemen pada baris dan kolom yang ditampilkan hanya berupa nomor elemen dan bukan informasi elemen sebenarnya. Informasi elemen – elemen ini diletakan pada bagian bawah kanan atau setelah matriks pendapat agregat. Interpretasi Pendapat Direct dan Non Direct Bagaimana pendapat direct dan non direct digunakan dalam pengolahan vertikal ?. Pada agregasi/pengolahan vertikal pendapat yang diperhitungkan adalah pendapat geometris dari keseluruhan pakar. Pendapat ini tergantung dari opsi yang ditetapkan pengguna pada saat pengisian matriks pendapat. Jika semua opsi ‘Direct?’ yang ada pada
matriks pendapat diaktifkan, maka nilai yang diagregasi adalah nilai – nilai direct-nya. Sementara jika salah satu dari pendapat opsi ‘Direct ?’ dimatikan maka agregasi yang dilakukan adalah agregasi terhadap penilaian non – direct. Dengan demikian agregasi direct pada proses pengolahan vertikal ini hanya dilakukan apabila semua opsi ‘Direct ?’ pada matriks pendapat diaktifkan. Tombol Perintah Utama Pada halaman utama aplikasi ini disediakan sebuah kumpulan tombol perintah yang diletakkan pada bagian kanan atas aplikasi. Kumpulan tombol perintah ini dirancang untuk beberapa kepentingan diantaranya utilitas dokumentasi, setting halaman/kanvas, menambahkan layer/hirarki, melakukan agregasi vertikal, dan menampilkan petunjuk teknis penggunaan aplikasi. Berikut adalah visualisasi dan keterangan singkat mengenai kumpulan tombol perintah utama.
Petunjuk teknis penggunaan Lakukan agregasi pengolahan Menambahkan layer/hirarki baru Setting ukuran halaman/kanvas Mengkopi struktur jaringan ke Menyimpan dokumen aktif Membuka dokumen… Membuat dokumen baru
Gambar 10. Kumpulan tombol perintah utama Membuat Dokumen Baru Membuat dokumen baru merupakan perintah yang dapat digunakan untuk mengosongkan lembar kerja dan membuat struktur jaringan yang betul – betul baru. Arahkan pointer di atas tombol yang terdapat pada kumpulan tombol perintah, kemudian klik tombol ini – lembar kerja/area struktur jaringan akan dikosongkan dan database baru akan dibuat. Membuka Dokumen Aplikasi model Analisis Hirarki Proses menyediakan fasilitas untuk membuka dokumen yang sebelumya telah tersimpan dalam media penyimpan seperti hard disk, floppy disk, flash disk, dan sejenisnya. Klik tombol (membuka dokumen) yang terdapat pada kumpulan tombol perintah utama – kemudian pengguna diminta untuk menentukan nama dokumen yang akan dibuka. Silahkan tentukan lokasi dimana dokumen tersebut diletakkan kemudian klik [Open] atau tekan [Enter] untuk melanjutkan. Untuk membatalkan, klik tombol [Cancel] atau tekan [Esc]
pada keyboard. Semua dokumen Analisis Hirarki Proses secara default disimpan dalam file berekstensi *.eatp. Visualisasi Dialog pembukaan dokumen dapat dilihat pada Gambar 11.
Pilih lokasi file di sini
Klik nama file yang akan dibuka Klik di sini untuk melanjutkan Klik di sini untuk membatalkan
Gambar 11. Visualisasi dialog membuka dokumen Menyimpan dokumen aktif Ada kemungkinan pengguna tidak dapat melanjutkan pekerjaan karena satu dan lain hal sementara simulasi atau bahkan entri data belum selesai. Dalam kondisi ini pengguna dapan menunda pekerjaan tersebut kemudian dilanjutkan pada kesempatan lain. Simpanlah dokumen tersebut dalam bentuk file. Klik tombol (Menimpan dokumen aktif) yang terletak pada kumpulan tombol perintah utama. Jika dokumen yang sedang aktif belum memiliki nama dokumen, maka dialog permintaan nama dokumen akan ditampilkan. Tetapkan lokasi dan nama dokumen pada dialog tersebut, kemudian klik [OK] atau tekan [Enter] untuk melanjutkan dan klik [OK] atau tekan [Esc] untuk membatalkan. Jika dokumen tersebut sudah mempunyai nama file, sistem tidak lagi meminta nama dokumen.
Pilih lokasi file di sini
Tuliskan nama file di sini Klik di sini untuk melanjutkan Klik di sini untuk membatalkan
Gambar 12. Dialog menyimpan dokumen Kopi ke memori Untuk keperluan laporan mengenai struktur jaringan dan vektor – vektornya, pengguna dapat menggunakan fasilitas kopi struktur jaringan ke memori. Perintah ini digunakan untuk mengkopi struktur jaringan ke memori untuk kemudian ditempelkan pada aplikasi pelaporan lain seperti Microsoft Word, Microsoft Excel, Microsoft Powerpoint, dan sejenisnya. Klik tombol yang bertanda yang diletakkan pada kumpulan tombol perintah utama, struktur jaringan beserta vektor – vektornya otomatis tersimpan di memori dalam bentuk bitmap. Gunakan fasilitas Paste pada aplikasi pelaporan anda untuk menempelkan struktur jaringan ini. Setting ukuran halaman/kanvas Ukuran kertas/halaman/lembar kerja struktur jaringan dapat diubah sesuai keperluan. Gunakan perintah (Setting ukuran kertas/kanvas), kemudian pada dialog yang ditampilkan silahkan pilih jenis kertas sesuai keinginan anda. Jika jenis kertas tidak tersedia, pengguna dapat menentukan ukuran kertas secara manual dalam satuan cm. untuk menyetujui perubahan ukuran kertas/kanvas, klik [Lanjut] atau tekan [Enter], dan untuk membatalkannya klik [Batal] atau tekan [Esc] pada keyboard. Klik di sini untuk melanjutkan Klik di sini untuk membatalkan Ceklis ini menunjukkan bahwa dimensi horisontal ditukar dengan vertikal dan sebaliknya
Gambar 13. Visualisasi pilihan ukuran kertas
Menambahkan layer/hirarki baru Tombol berikutnya yang disediakan pada kumpulan tombol perintah adalah tombol yang dapat digunakan untuk menambahkan layer/hirarki baru ( ). Klik tombol tersebut jika anda ingin menambahkan layer/hirarki baru, sebuah layer baru akan dibuat dan ditempatkan pada kolom paling kanan dalam struktur jaringan. Melakukan prosedur agregasi vertikal Agregasi vertikal merupakan prosedur yang digunakan untuk menghitung nilai–nilai vektor semua elemen yang terlibat dalam analisis. Untuk melakukan prosedur agregasi vertikal, model AHP menyediakan sebuah tombol yang ditempatkan pada kumpulan tombol perintah utama. Arahkan pointer pada tombol yang bertanda , kemudian klik tombol ini. Silahkan tunggu beberapa saat lamanya sampai pointer berubah dalam posisi normal dan informasi vektor semua elemen telah ditampilkan. Menampilkan petunjuk teknis penggunaan aplikasi Untuk menampilkan petunjuk teknis penggunaan model, pengguna dapat meng-klik tombol perintah yang bertanda pada kumpulan tombol perintah utama. Petunjuk penggunaan ini akan ditampilkan pada aplikasi windows help.