KEBERADAAN SERTIFIKAT HAK ATAS TANAH SEBAGAI JAMINAN KREDIT TERHADAP PEMENANG LELANG DAN AKIBAT HUKUM ( Analisis Putusan Pengadilan Negeri Sidoarjo Nomor : 50/Pdt.G/2012/PN.Sda. )
Oleh : Bambang Endro Sutjahjo
Pendahuluan
Sertifikat hak-hak atas tanah berlaku sebagai alat bukti yang kuat ditegaskan dalam Pasal 19 ayat ( 2 ) huruf c Undang Undang No. 5 Tahun 1960 Peraturan PokokPokok Agraria jo. Pasal 32 ayat ( 1 ) Peraturan Pemerintah No. 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah. Kekuatan berlakunya sertifikat hak memberikan kepastian hukum pemilikan tanah bagi orang yang namanya tercantum dalam sertifikat sehingga penerbitan sertifikat dapat mencegah sengketa tanah. Pemilikan sertifikat melindungi dari tindakan sewenang-wenang oleh siapapun, mencegah dari sengketa, dan mempunyai nilai ekonomi dimana tanah yang bersertifikat mempunyai nilai yang tinggi apabila dijadikan utang dengan hak tanggungan ( HT ). Meskipun telah mendapat pengakuan, sertifikat belum menjamin kepastian hukumnya karena dalam peraturannya sendiri memberi peluang bagi pihak lain yang merasa memiliki tanah yang telah bersertifikat atas nama pemohon hak sepanjang ada pihak lain yang merasa memiliki tanah tersebut dapat menggugat Kepala Kantor Pertanahan baik ditingkat Kantor Wilyah, Kabuptaen dan Kota melalui Pengadilan Tata Usaha Negara ( PTUN ) yang menyangkut masalah teknis administrasi penerbitannya.
1
Kepemilikan sertifikat hak atas tanah dapat diperoleh berdasarkan pelelangan umum ( parate eksekusi ) melalui Kantor Pelayanan Kekayaan Negara dan Lelang atau KPKNL, menurut pendapat ahli hukum mengatakan bahwa keberadaan dan kedudukan hukum bagi peserta lelang sebagai pemenang lelang atas obyek tanah eksekusi lelang dianggap tidak sah atau cacat hukum dan ada pula yang megatakan sah, dikarenakan dalam proses pelelangannya dilakukan oleh lembaga negara berjalan sesuai prosedur yang berlaku. Pendapat tidak sahnya sertifikat berdampak pada pemegang hak bagi pemenang lelang ( parate eksekusi ), dalam kaitannya dengan hubungan hukum. Pembahasan dalam judul tesis yakni pembelian via lelang umum dianggap tidak sah oleh putusan Pengadilan Negeri Sidoarjo karena perolehan SHM, kasus posisinya pada awalnya debitur dinyatakan wanprestasi, telah disomasi terhadap debitur sesuai prosedur dan tindaklanjut dari somasi debitur tidak melaksanakan prestasinya pada akhirnya dilakukan eksekusi lelang melalui mas media dan telah diumumkan lelang eksekusi hak tanggungan secara berturut-turut, dengan tidak adanya itikad baik dari debitur, terjadi transaksi eksekusi lelang melalui Kantor Pelayanan Kekayaan Negara dan Lelang Sidoarjo / KPKNL selaku pelaksana lelang ( Tergugat II ) atas permohonan PT. Bank Danamon Indonesia.Tbk. ( Tergugat I ) selaku pemohon lelang. Dengan pengumuman melalui mas media ada beberapa peserta lelang termasuk yang hadir pemenang lelang ( HM. YUSUF ISMAIL / Turut Tergugat ) dinyatakan sebagai pemenang eksekusi lelang, KPKNL mengeluarkan Risalah Lelang dan diterbitkannya SHM, No.1180, yang telah beralih kepemilikannya atas nama Pemeneng Lelang selaku pemegang eksekusi lelang.
2
Putusan hakim sengketa perdata adalah klimaks dari suatu proses pencari kebenaran hukum yang dilakukan hakim berdasarkan prinsip-prinsip yang dikuasai dan diyakini. Hakim diwajibkan untuk mencinotakab ( rechtsschepping ) dan menemukan ( rechtsvaiding ) hukum dengan pengambilan putusan yang didasarkan atas ratio decidendi yang matang dan mantap secara yuridis, sehingga para pihak yang berperkara menerima putusan tersebut. Putusan hakim bersifat memenangkan dan mengalahkan dalam suatu sengketa dan oleh karenanya pihak-pihak awalnya sebagai pihak penggugat dan sebagai pihak Tergugat / Tergugat I, II, Turut Tergugat yang pada akhirnya putusan hakim a quo akan ada pihak yang dimenangkan dan pihak yang dikalahkan. Putusan hakim mempunyai tiga macam kekuatan yaitu: -1).Kekuatan mengikat adalah kekuatan mengikatnya sebuah putusan hakim terhadap kedua pihak untuk mentaatinya ; -2). Kekuatan pembuktian adalah kekuatan yang bisa dijadikan sebagai alat bukti bagi para pihak yang mungkin digunakan untuk mengajukan banding atau kasasi ; -3). Kekuatan eksekutorial adalah kekuatan yang melekat pada putusan hakim yang bisa digunakan sebagai dasar realisasi atau pelaksanaan putusan hakim secara paksa. Kajian dalam sengketa perdata a quo, ratio decidendi yudex factie ( hakim tingkat pertama dan tingkat banding ) tentang perbuatan melanggar hukum dan wanprestasi serta sertifikat hak tanggungan ( SHT ) tanpa adanya irah-irah dengan kata-kata : “ Demi Keadilan Berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa “ , sebagaimana putusan Pengadilan Negeri Sidoarjo, bertanggal 16 Oktober 2012, Nomor : 50 / Pdt.G / 2012 / PN.Sda., yan amarnya sebagai berikut :
3
MENGADILI 1. Menerima dan mengabulkan gugatan Penggugat untuk sebagian. 2. Menyatakan tindakan Tergugat I, Tergugat II adalah perbuatan melawan hukum. 3. Menyatakan pelelangan atas sebidang tanah berikut bangunan diatasnya dengan Sertifikat Hak Milik, Nomor : 1180 a/n Anung Tjajono, luas 114 M2., Desa Kureksari, Kecamatam Waru, Kabupaten Sidoarjo, sebagaimana tersebut dalam kutipan Risalah Lelang Nomor 832 / 2011, tanggal 29 Nopember 2011 adalah tidak sah. 4. Menghukum Turut Tergugat untuk tunduk dan patuh terhadap putusan ini. 5. Menghukum Tergugat I dan Tergugat II untuk membayar biaya perkara sebesar Rp. 561.000.- ( lima ratus enam puluh satu ribu rupah ). 6. Menolak gugatan Penggugat selain dan selebihnya. Dalam ratio decidendi yudex factie ( Majelis Hakim ) a quo hanya mengenai pokok persoalan yudex factie dalam pertimbangannya yang kurang cermat dan tidak tepat yang menghasilan suatu putusan yang menyesatkan, dapat diuraikan sebagai berikut : Menimbang, bahwa setelah Majelis Hakim mencermati pelaksanaan lelang terhadap perkara timbul suatu pertanyaan apakah lelang yang dilaksanakan dalam perkara ini telah terpenuhi syarat yang diharuskan untuk dapat dilaksanakan eksekusi terhadap SHT sebagaimana suatu putusan pengadilan yang inkracht, banwa pasal 224 HIR menyatakan surat grosse akte hipotek dan surat utang yang dibuat dihadapan Notaris di Indonesia, dimana pada kepalamya memakai kalimat “Demi Keadilan Berdasarkan Ketuahan Yang Maha Esa“ mempunyai kekuatan yang sama dengan putusan hakim ;
4
Menimbang, bahwa hal ini sesuai dengan penjelasan pasal 14 Undang Undang Hak Tanggungan dijelaskan bahwa Sertifikat Hak Tanggungan mencantumkan irah-irah “ Demi Keadilan Berdasarkan Ketuahan Yang Maha Esa“ hal ini sesuai dengan jawaban Tergugat II halaman 4 poin 15. Menimbang, bahwa pengaturan eksekusi grosse akte dalam pasal 224 HIR ( Het Herzine Indonesich Reglement ) dan dijelaskan dalam pasal 14 Undang Undang Hak Tanggungan tersebut dimaksudkan untuk memperlancar kegiatan dibidang ekonomi yaitu agar pelaku usaha cepat menyelesaikan sengketa hutang piutang dan kredit macet secara cepat dan tepat. Menimbang, bahwa dari Bukti T.II-7.a /.I-8 dan T.II-7.b/T.I-7 Majelias Hakim setelah mencermati tidak menemukan irah-irah yang harus dipenuhi di dalam suatu grosse akte hipotek dimana kepalanya memakai kalimat “Demi Keadilan Berdasarkan Ketuahan Yang Maha Esa“ sebagaimana jawaban Tergugat II hal. 4 poin 15 yang diterbitkan oleh Badan Pertanahan dalam perkara ini BPN Sidoarjo. Meimbang, bahwa untuk dapatnya HT langsung dapat diesksekusi oleh kantor lelang atas permintaan pemberi kredit dalam hal ini, PT. Danamon Indonesia Tbk. ( Tergugat I ) harusah adanya SHT yang diterbitkan oleh BPN dengan memuat irah-irah kaliman “ Demi Keadilan Berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa. “. Menimbang, bahwa dengan tidak adanya Sertifikat HT ( Bukti,TI-8/TII-7.a / P.5 ) yang diterbitkan oleh BPN yang menjadi acuan dasar Tergugat II melaksanakan lelang atas permintaan Tergugat I terhadap SHM, No.1180 an Anung Tjahjono berupa sebidang tanah berikut bagunan diatasnya, luas 114 M2., di Deltasari Blok S-217 yang menjadi janinan Penggugat atas hutangnya kepada Tergugat I adalah tidak sah ;
5
Menimbang, bahwa dengan tidak adanya sertifikat Hak Tanggungan ( Bukti, TI-8 / TII-7.a / P.5 ) dengan irah-irah : “ Demi Keadilan Berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa “, seharusnya Tergugat I mengajukan gugatan di Pengadilan terhadap jaminan Penguggat atas hutangnya. Menimbang, bahwa oleh Karena pelaksanaan lelang tidak sah maka obyek lelang SHM No.1180 a/n Anung Tjahjono yang telah dimenangkan oleh pemenang lelang yaitu Turut Tergugat sebagaimana bukti TT-1 dan telah berubah kepemilikan dari Anung Tjajono kepada H.M Yusuf Ismail maka haruslah dikembalikan dalam keadaan semula dengan demikian petitum no.3 dan no.4 dapat dikabulkan. Menimbang, bahwa oleh karena obyek lelang kembali dalam keadaan semula, maka Turut Tergugat sebagai pemenang lelang dengan itikad baik, pihak yang mendapatkan hak haruslah dilindungi secara hukum. Menimbang, bahwa oleh karena Turut Tergugat dengan etikad baiknya mendapatkan hak sebagai pemenang lelang sebagai pihak yang telah dirugikan, maka tanggungjawab kerugian menjadi tanggungjawab pihak Tergugat I dan II. Menimbang, bahwa terhadap petitum no. 5 agar Tergugat I,
Tergugat II
membayar ganti rugi materiil dan inmateriil sebesar Rp. 1 juta oleh karena perincian kerugian tidak dapat dibuktikan oleh Penguggat maka petitum haruslah ditolak. Menimbang, bahwa terhadap peititum 6, oleh karena Pengadilan Negeri Sidoarjo yang menangani perkara ini tidak melakukan sita jaminan, maka petitum juga haruslah ditolak. Menimbang, bahwa oleh karena gugatan ini dikabulkan sebagian, maka menyangkut kewajiban Turut Tergugat untuk mengembalikan obyek lelang, maka petitum no.7 agar Turut Tergugat tundak dan patuh terhadap putusan ini juga haruslah dikabulkan.
6
Menimbang, bahwa terhadap petitum no. 8 yang menyatakan agar putusan ini dapat dijalankan dahulu walaupu ada verzet, banding, kasasi ataupun upaya hukum lainnya, oleh karena tidak ada alasan yang dijadikan dasar untuk terkabulnya
petitum
ini sebagaimana dimaksud dalam pasal 180 HIR maka petitum no.8 juga harus ditolak. Menimbang, bahwa oleh karena Tergugat I, Tergugat II dinyatakan pihak yang kalah maka adalah adil mengenai biaya perkara dibebankan kepada pihak Tergugat I dan II secara tanggung renteng, dengan demikian petitum no. 9 juga dikabulkan. Menimbang, bahwa oleh karena pelaksanaan lelang yang dilakukan oleh Tergugat II atas permintaan Tergugat I dinyatakan tidak sah, maka Tergugat I dan Tergugat II haruslah dinyatakan melakukan perbuatan melawan hukum dengan demikian petitum no. 2 juga dapat dikabulkan. Menimbang, bahwa berdasarkan uraian dan pertimbangan sebagaimana tersebut di atas, maka gugatan Penggugat dapat dikabulkan sebagian. Menimbang, bahwa oleh karena pelaksanaan lelang yang dilakukan oleh Tergugat II atas permintaan Tergugat I dinyatakan tidak sah, maka Tergugat I dan Tergugat II haruslah dinyatakan melakukan perbuatan melawan hukum dengan demikian petitum nob. 2 juga dapat dikabulkan. Menimbang, bahwa berdasarkabn uraian dan pertimbangan sebagaimaa terseut di atas, maka gugatan Penggugat dapat dikabulkan sebagian. Menimbang, bahwa oleh karena pelaksanaan lelang yang dilakukan oleh Tergugat II atas permintaan Tergugat I dinyatakan tidak sah, maka Tergugat I dan Tergugat II haruslah dinyatakan melakukan perbuatan melawan hukum dengan demikian petitum no. 2 juga dapat dikabulkan ;
7
Dari racio decadendi atau pertimbangan yudex factie diuraikan di atas, terdapat beberapa persoalan hukum yang patut dijadikan analisia antara alain : -1).Pelaksanaan lelang yang dilakukan oleh Tergugat I dan II tidak sah ; -2). Tergugat I dan II melakukan perbuatan melawan hukum ; -3).Turut Tergugat sebagai pemenang lelang beritikad baik, maka beban kerugian menjadi tanggungajwab Tergugat I dan II ; -4).Turut Tergugat mendapat perlindungan hukum ; -5).Lelang tidak sah obyek lelang an. debitur telah berganti nama pemenang lelang / Turut Tergugat harus dikembalikan dalam keadaan semula ; -6). SHT diterbitkan oleh BPN menjadi acuan Tergugat II dan dianggap tidak pernah ada, sehingga sertifikat hak milk atas nama debitur yang dijadikan jaminan atas hutangnya Penggugat kepada Tergugat I adalah tidak sah ; -7).Untuk dapat melaksanakan eksekusi lelang oleh Tergugat II atas permintaan Tergugat I harus ada SHT yang dibuat oleh BPN dengan memuat irah-irah kalimat Demi Keadilan Berdasarkan Ketuahanan Yang Maha Esa ; -8).Eksekusi grosse akte dalam Pasal 224 HIR dan dijelaskan dalam pasal 14 UUHT dimaksudkan untuk memperlancar kegiatan dibidang ekonomi ( agar pelaku usaha cepat menyelesaiakan hutang piutang, kredit macet secara cepat dan tepat ) ; -9).Dlam Pasal 14 UUHT dijelaskan SHT mencantumkan irah-irah Demi Keadilan Berdasarka Ketuhanan Yang Maha Esa; -10). Pasal 224 HIR dinyatakan suart grosse akte hipotik dan surat utang piutang yang dibuat dihadapan Notaris kepalanya memakai kalimat Demi Keadilan Berdasarka Ketuhanan Yang Maha Esa; -11).Lelang yang dilaksanakan dalam perkara aquo telah terpenuhi syarat yang harus dilaksanakan untuk dapat dilaksanan eksekusi terhadap SHT sebagai suatu putusan pengadilan yang inkracht.
8
Dari uraian di atas, yang dapat dijadikan analisa hukum perkara a quo yakni pada poin 1 sampai dengan poin 11 apakah dalam racio decidendi sudah dilaksanakan oleh yudex factie sesuai dengan hukum acara ( hukum formil ), asas-asas hukum maupun doktrin-doktrin hukum yang berlaku. Menurut pendapat penulis pertimbangan yudex factie ( hakim tingkat pertama dan tingkat banding ) tidak cukup alasan dan tidak mewujudkan nilai-nilai keadilan, kemanfaatan dan kepastian hukum, berdasarkan fakta persidangan, senyatanya Penggugat yang wanprestasi terhadap Tergugat I dan layaklah apabila Tergugat I melakukan parate eksekusi atas obyek jaminan a quo artinya dipandang dari aspek proses pemberian kredit sampai dengan dilaksanakannya eksekusi hak tanggungan ( parate eksekusi ) melalui lembaga lelang / KPKNL / Tergugat II telah melalui suatu proses sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Putusan yudex factie yang tidak tepat dan telah melakukan kesalahan yakni adanya kekhilafan hakim membuat pertimbangan-pertimbangan yang hampir pada seluruh pertimbangannya, yaitu pelaksanaan lelang yang dilakukan oleh Tergugat I dan II tidak sah adalah pertimbangan yang sangat keliru dan menyesatkan, karena yudex factie khilaf dalam mencermati atau memeriksa bukti-bukti surat baik dari Tergugat I dan II yang diajukan pada saat persidangan, dan prose lelang dilakukan oleh Tergugat I memenuhi persyaratan yang ditentukan oleh peraturan perundangan yang berlaku adanya unsur syarat Akta persetujuan kredit . utang, SHM tanah atau lain, Akta Kuasa Memegang SHT, Akta pemasangan HT pada PPAT, Pendafataran Akta Hipotik/HT pada pendaftaran tanah, SHT irah-irah Demi Keadilan Berdasaran Ketuhanan Yang Maha Esa.
9
Menurut Yurisprudensi Mahkamah Agung R.I Nomor : 848.K/Pdt/1997, tanggal 9 Februari 1998, dinyatakan suatu penyelesaian kredit macet oleh UPLN sepanjang prosedurnya, mulai dari penyerahan kredit macet bank, somasi, pemanggilan debitur, pernyataan bersama, penyitaan barang, penjualan lelangnya telah memenuhi ketentuan di dalam Undang Undang Nomor : 49/ PRP / 1960 serta peraturan pelaksanaannya. Menurut Yurisprudensi tindakan hukum KPKNL tidak dapat dikualifisir sebagai perbuatan melawan hukum, tindakan hukum dalam menentukan harga limit dalam penjualan lelang tidak berpedoman harga NJOP melainkan didasarkan,berpedoman pada harga taksiran oleh tim taksir dengan memperhatikan unsur kondisi tanah obyek sengketa, penentuan harga limit penjualan lelang sah bukan merupakan perbuatan melawan hukum. Dengan demikian, apakah benar-benar telah sesuai dengan keadaan atau fisiknya ada irah-irahdengan alimat “Demi Keadilan Berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa.“, ternyata pertimbangan-pertimbangan atau racio decadindi yudex factie keliru tidak bisa dipertahankan harus dibatalkan menurut hukum. Yudex factie seharusnya menelaah ketentuan perundangan yang berlaku dan sengaja membuat putusan yang sesat, landasan untuk melaksanakan parate eksekusi diatur dalam ketentuan Pasal 1178 ayat ( 2 ) Burgerlijk Wetboek, kemudian diatur dalam Pasal 6 Undang Undang Nomor 4 Tahun 1996 ternyata lembaga itu bangkit kembali, dihidupkan berdasarkan Surat Edaran BUPLN, Nomor : .SE-21 / PN / 1998 tentang Petunjuk Pelaksanaan Pasal 6 Undang Undang Hak Tanggungan dan Surat Edaran BUPLN, Nomor : SE-23 / PN / 2000.
10
Selain diuraikan di atas, dalam putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia Nomor : 848.K / Pdt / 1997, tanggal 9 Februari 1998, dinyatakan : Suatu penyelesaian kredit macet oleh UPLN ( sekarang KPKNL ) sepanjang prosedurnya, mulai dari penyerahan kredit macet bank, somasi, pemanggilan debitur, pernyataan bersama, penyitaan barang, penjualan lelangnya telah memenuhi ketentuan di dalam Undang Undang Nomor : 49 / PRP / 1960 serta peraturan pelaksanaannya, maka tindakan hukum KPKNL tidak dapat dikualifisir sebagai perbuatan melawan hukum, tindakan hukum KPKNL dalam menentukan harga limit dalam penjualan lelang tidak berpedoman harga NJOP melainkan berpedoman pada harga taksiran oleh tim taksir dengan memperhatikan unsur kondisi tanah obyek sengketa bukan merupakan perbuatan melawan hukum. Sertifikat Hak Tanggungan Sebagai jaminan Kredit Jaminan merupakan terjemahan bahasa Belanda, zekerheid (cautie) mencakup secara umum cara-cara kreditur menjamin dipenuhinya tagihannya, disamping pertanggunganjawab umum debitur atas barang-barangnya, pengertian jaminan adalah menjamin dipenuhinya kewajiban yang dapat diniai dengan uang yang timbul dari suatu perikatan hukum. Hukum jaminan erat sekali dengan hukum benda bahkan merupakan bagian dari hukum benda. Jaminan menurut Hartono, Hadisoeprapto adalah sesuatu yang diberikan kepada kreditur untuk menimbulkan keyakinan bahwa debitur akan memenuhi kewajiban yang dapat dinilai dengan uang yang timbul dari suatu perikatan, sedangkan menurut M. Bahsan, jaminan adalah segala sesuatu yag diterima kreditur dan diserahkan debitur untuk menjamin suatu hutang piutang dalam masyarakat.
11
Demi menjaga kelancaran pengembalian dana diikat dengan hak jaminan, jaminan adalah sesuatu hak dari kreditur / pihak ketiga yang diterimakan kepada kreditur guna menimbulkan keyakinan akan pelunasan utang debitur akibat adanya perikatan. Hukum jaminan di Indonesia pertama kali diatur dalam BW diatur dalam Pasal 1131 BW, menyatakan segala benda pihak debitur baik yang bergerak / tidak bergerak, baik yang sudah ada maupun yang baru akan ada dikemudian hari menjadi tanggungan untuk segala perikatan perseorangan, maka ketantuan itu merupakan jaminan secara umum ( jaminan lahir dari undang-undang ), undang-undang memberikan perlindungan bagi semua kreditur dalam kedudukan yang sama, setiap krediur menikmati hak jaminan umum. Asas-asas hubungan ektern kreditur sebagai berikut : a). Seorang kreditur boleh mengambil pelunasan dari setiap bagian dari harta kekayaan debitur ; b). Setiap bagian kekayaan debitur dapat dijual guna pelunasan tagihan kreditur ; c).Hak tagihan kreditur hanya dijamin dengan harta benda dibitur saja tidak dengan person debitur. Sebagai bukti adanya HT atas tanah, Kepala Kantor Pertanahan Kab./Kota setempat menerbitkan SHT didalamnya memuat irah-irah “Demi Keadilan Berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa“. Selain itu Sertifikat Hak tanggungan ( SHT ) mempunyai kekuatan eksekustorial sama putusan pengadilan ( inkracht ) dan berlaku sebagai pengganti proses akte hipothik sepanjang mengani hak atas tanah. Irah-irah dicantumkan dalam SHT dimaksudkan untuk menegaskan adanya kekuatan eksekutorial pada Sertifikat hak Tanggungan ( SHT ),
12
sehingga apabila debitur wanprestasi obyek HT siap dieksekusi seperti halnya suatu putusan pengadilan yang inkracht melalui tatacara tertentu, dengan menggunakan lembaga parate executie sesuai dengan peraruran hukum acara perdata. Jaminan kredit adalah segala sesuatu yang mempunyai nilai mudah untuk diuangkan yang diikat dengan janji sebagai jaminan untuk pembayaran dari hutang debitur berdasarkan perjanjian kredit yang dibuat kreditur dan debitur. Penyerahan jaminan oleh debitur kepada kreditur sebagai pemberian hak tanggungan dilakukan dengan pembuatan akta pemberian hak tangungan oleh Pejabat Pembuat Akta Tanah. Dalam praktek perbankan pemberian kredit umumnya diikuti penyediaan jaminan pemohon kredit, sehingga pemohon kredit yang tidak bisa memberikan jaminan sulit untuk memperoleh kredit. Dalam pelaksanaan pemberian kredit, bank tetap meminta agunan dari pemohon kredit selain analisis etikad baik, kemampuan pemohon kredit mengartikan agunan adalah jaminan tambahan yang diserahkan nasabah debitur kepada bank dalam rangka pemberian fasilitas kredit/ pembiayaan berdasarkan prinsip syariah jaminan tambahan ini berupa jaminan materiil/berwujud yang berupa barang-barang bergerak atau benda tetap atau jaminan immaterial atau tidak berwujud. Sertifikat Hak Tanggungan ( SHT ) sebagai bukti keberadaan ( eksistensi ) hak tanggungan dapat diketemukan pengaturannya dalam Pasal 14 Undang Undang No. 4 Tahun 1996, Hak Tangungan baru lahir pada saat dibuatnya buku tanah hak tanggungan yang diikuti dengan terbitnya sertifikat hak tanggungan atas tanah. Sertifikat Hak Tanggungan atas tanah tersebut kemudian diberikan kepada kreditur sebagai bukti adanya hak tanggungan.
13
Eksekusi Sertifikat Hak Tanggungan Pendapat ahli hukum dan peraturan perundang-undangan pengertian eksekusi dapat dikategorikan eksekusi dalam arti sempit adalah pelaksanaan putusan pengadilan ( fiat eksekusi ) yang mempunyai kekuatan hukum tetap, ekesekusi dalam arti luas adalah pelaksanaan pemenuhan hak berdasarkan putusan pengadilan yang inkracht, berdasarkan akta bertitel eksekustorial irah-irah Demi Keadilan Berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa dengan/tanpa fiat pengadilan secara parate eksekusi atau penjualan dibawah tangan. Bertitik tolak dari Pasal 1178 ayat 2 BW secara formal sah sebagai dasar bagi kreditur I untuk menjual benda jaminan atas kekuasaan sendiri dipekenankanlah kepada siberpiutang hipotik I untuk, pada waktu diberikannya hipotik dg tegas minta diperjanjikan, jika uang pokok tidak dilunasi semestinya/bunga yg terutang tidak dibayar, secara mutlak akan dikuasakan menjual persil yg diperikatkan dimuka umum mengambil pelunasan uang pokok,bunga,biaya pendapatan penjualan, janji tsb harus dilakukan menurut Pasal 1211 BW berbunyi dalam halnya penjualan secara sukarela/fiat eksekusi, penuntutan untuk pembebasan dari beban hipotik seperti tsb diatas ( Psl 1209, 1210 ) tidak dapat dilakukan, kecuali apabila penjualan itu telah terjadi dimuka umum/eksekusi lelang, menurut kebiasaan setempat dihadapan KPKNL. Selanjutnya perlu orang-orang berpiutang yang telah dibukukan diberitahukan tentang hal itu (pengumuman koran) paling sedikit 30 hari sebelum benda ybs ditinjuk kepada sipembeli dengan suatu surat jurusita harus diberitahukan pada kota-kota kediaman yang telah dipilih oleh orang-orang yang berpiutang pada waktu dilakukan pembukuan ( akta pengakuan hutang/hipotik ).;
14
Undang-undang memberikan landasan hukum untuk langsung melakukan eksekusi jaminan ( parate eksekusi ) : -1).Pasal 224 HIR/258 R.Bg. surat asli hipotik surat hutang Notaris, memakai perkataan Atas Nama Keadilan kekuatannya sama keputusan hakim. Surat asli hipotik,hutang (grosse akta); -2). UU No.4/1996 pengganti hipotik khususnya yang berkaitan dengan tanah, mengadopsi Pasal 224 HIR/258 R.Bg. dalam Pasal 14 menegaskan SHT memuat irah-irah Demi Keadilan Berdasarkan Ketuhanan YME mempunyai kekuatan eksekusitorial ; -3).Pasal 6 UUHT menegaskan, pemegang HT I mempunyai hak menjual obyek HT atas kekuasaan sendiri melalui pelelangan umum serta mengambil pelunasan piutangnya dari hasil penjualan jaminan. Hak PHT mengeksekusi jaminan atas kekuasaan sendiri/pelelangan sendiri berdasarkan SHT memiliki irah-irah Demi Keadilan Berdasarkan Ketuhanan YME, SHT memuat janji-janji HT khususnya janji menjual dgn kekuasaan sendiri/parate eksekusi; -4).Selain eksekusi dilakukan secara formal dengan kantor lelang dan Pengadilan Negeri, Pasal 20 UU No.4/1996 juga mengatur tentang kemugkinan eksekusi dibawah tangan. Putusan Pengadilan Pengadilan sebagai tumpuan harapan masyarakat untuk mencari keadilan, ternyata masih belum berhasil mengemban inti, misi dan fungsinya, pengadilan masih belum dapat menyelesaikan sengketa dan memulihkan hubungan sosial antara pihakpihak yang berperkara, karena itu dibutuhkan solusi baru agar pengadilan dapat melaksanakan tugas, fungsinya dalam menyelesaiakan perkara ( yuridis, psikologis, religious ) dengan memberikan suatu putusan secara praktis bersifat final dan tuntas.
15
Hakim dalam menghadapi setiap sengketa yang ada harus menyelesaikan secara integral integratif, yakni dengan melihat fakta riil, teori penyelesaiannya dan nilai-nilai yang ada dalam fakta. Hakim harus menjaga dan mempertimbangkan nilai-nilai yang baik dan benar. Dengan cara ini maka keputusan yang diambil dapat secara maksimal memberikan rasa keadilan kepada masyarakat. Pemikiran ini harus dimiliki oleh para penegak hukum lainnya karena sesungguhnya sengketa itu bukan hanya masalah hukum semata akan tetapi sekaligus juga merupakan masalah sosial. Oleh sebab itu sengketa harus diselesaikan baik secara yuridis, sosiologis, sehingga perkaranya benar-benar dapat diselesaikan dengan tuntas final, untuk itu diperlukan teori-teori dar berbagai disiplin ilmu yang mendukungnya. Karena para pihak yang bersengketa adalah manusia, maka nilai-nilai kemanusiaannya harus diperhatikan oleh hakim dalam menghadapi suatu sengketa perdata, hal ini sangat penting guna melengkapi fakta dan teori dalam menghadapi dan meyelesaikan sengketa. Dengan demikian hakim tidak terjebak pada empirisme dan masuk dalam teroritikal yang tanpa nilai dan makna, selain dari pada itu hakim juga dapat terhindar dari kehilangan sikap idealisme yang pada akhirnya nilai-nilai kemanusian yang luhur, dicari dan didambakan akan dapat terwujud. Tepatlah kiranya untuk direnungkan yang dikemukakan oleh Sutjipto Raharja yaitu meskipun hakim telah memutus perkara tetapi belum tentu memberikan keadilan, keadilan itulah yang diinginkan. Era roformasi banyak putusan dan tindakan hakim yang mendapatkan kritik, reaksi negatif dari masyarakat, hal ini dapat menurunkan kredibilitas dari masyarakat terhadap lembaga peradilan.
16
Setelah dilakukan pencermatan mendalam, Mahkamah Agung berkesimpulan bahwa terjadinya kritik dari reaksi tersebut disebabkan karena lemahnya kontrol ketua Pengadilan atau lemahnya manajemen pengawasan pimpinan pengadilan terhadap pelaksanaan tugas hakim sebagaimana terdapat dalam Surat Edaran Mahamah Agung RI, No.10/2005 tentang Bimbingan dan Petunjuk Pimpinan Pengadian terhadap Hakim / Majelis Hakim dalam Menangani Perkara. Kurangnya pengawasan tersebut adalah sebagai akibat adanya kerancuan dalam memahami prinsip kebebasan hakim yang identik dengan kebebasan lembaga peradilan. Berdasarkan uraian tsb. dihubungkan dengan Surat Edaran MARI Nomor : 5 Tahun 1966 tentang pedoman fungsi hirarkhis badan-badan peradilan / Hakim. Ketentuan-ketentuan yang diatur pelaksanaan Undang Undang Dasar 1945 dan kebebasan hakim : -a).Hakim bebas bertanggugjawab dlm menjalankan tugasnya ; -b). Menjalankan peradilan dengan seksama dan wajar ; -c). Arahan atau bimbingan selama pemeriksaan berjalan ; -d). Arahan atau bimbingan lisan atau tertulis ; -e). Arahan atau bimbingan tentang penilaian kebenaran, pembuktian dan keadilan ; -f). Peringatan atau teguran hakim atau majelis hakim. Putusan hakim secara filosofis adalah bersifat individual, namun secara administratif adalah bersifat kelembagaan, karena setelah putusan itu diucapkan, maka putusan tersebut telah menjadi putusan pengadilan yang berarti telah terjadi apa yang disebut deindividualisasi angka 3, huruf d, Surat Edaran Mahkamah Agung Repubublik Indonesia Nomor 10 Tuhan 2005.
17
Dalam menjatuhkan putusan, hakim harus mewujudkan nilai-nilai keadilan, kemanfaatan dan kepastian hukum. Konsep nilai-nilai tersebut berasal dari hukum Barat. Kalau dikaji dalam sengketa perdata terjadinya lelang dan atas putusan a quo ( putusan Pengadilan Negeri Sidoarjo, Nomor : 50 / Pdt.G / 2012 / PN.Sda. jo. Putusan Pengadilan Tinggi Surabaya, Nomor : 165 / PDT / 2013 / PT.SBY. ) penekaanannya sangat krusial dalam racio decidendi yudex factie adalah tentang perbuatan melanggar atau melawan hukum ( onrechmatige daad / onrechtmarige over headsdaad ) yang dilakukan oleh badan hukum perdata ( swasta ) / Tergugat I, dan Badan atau Pejabat Tata Usaha Negara ( KPKNL ) / Tergugat II dan Turut Tergugat.
Implikasi Yuridis Pembatalan Sertifikat Hak Milik Hak secara umum dapat diartikan kekuasaan kewenangan sebagai kekuasaan untuk bertindak,.dalam ilmu hukum hak merupakan suatu kekuasaan yang diberikan oleh hukum kepada orang perseorangan terhadap suatu benda maupun orang, sehingga menimbulkan hubungan hukum. Oleh karena itu seseorang yang memperoleh hak milik atas tanah di dalamnya telah melekat kekuasaan atas tanah tersebut diserta dengan kewajiban-kewajiban dan pembatasan hak-hak atas tanah miliknya yang diperintahkan oleh peraturan yang berlaku. Perbuatan dimaksudkan untuk memutuskan, menghentikan atau menghapuskan sesuatu hubungan hukum, menurut doktrin hukum terdapat asas-asas hukum mengenai kebatalan yang dibedakan menjadi kebatalan mutlak dan nisbi .
18
Kebatalan mutlak dari suatu perbuatan ( kebatalan demi hukum ) yaitu suatu perbuatan harus dianggap batal meskipun tidak diminta oleh satu pihak, tidak perlu dituntut secara tegas, adapun kebatalan nisbi yakni suatu kebatalan perbuatan yang terjadi apabila diminta oleh orang tertentu. Disini terdapat syarat bagi orang tersebut untuk memohon atau menuntut secara tegas ( relatief nietigheid ), biasanya tuntutan yang diajukan salah satu pihak dikarenakan cacat hukum ( paksaan, kekeliruan, penipuan ). Putusan hakim sengketa perdata adalah klimaks dari suatu proses pencari kebenaran hukum yang dilakukan hakim berdasarkan prinsip-prinsip yang dikuasai dan diyakini. Selain itu hakim diwajibkan untuk menggali dan menemukan hukum dengan pengambilan putusan yang didasarkan atas pertimbangan-pertimbangan yang matang dan mantap secara yuridis, sehingga para pihak yang berperkara menerima putusan tersebut. Putusan hakim mempunyai 3 ( tiga ) macam kekuatan, yaitu -1). Kekuatan mengikat adalah kekuatan mengikatnya sebuah putusan hakim terhadap kedua pihak untuk mentaatinya ; -2). Kekuatan pembuktian adalah kekuatan yang bisa dijadikan sebagai alat bukti bagi para pihak yang mungkin digunakan untuk mengajukan banding atau kasasi ; -3). Kekuatan eksekutorial adalah kekuatan yang melekat pada putusan hakim yang bisa digunakan sebagai dasar realisasi atau pelaksanaan putusan hakim secara paksa. Kalau dikaji dalam sengketa perdata a quo, ratio decadenci yudex factie tentang perbuatan melanggar hukum dan wanprestasi serta sertifikat hak tanggungan tanpa adanya irah-irah dengan kata-kata Demi Keadilan Berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa.
19
PENUTUP Macam-macam jaminan kredit perbankan sesuai dengan ketentuan hukum di Indonesia dapat digolongkan menurut cara terjadinya, jaminan lahir dari undang-undang dan perjanjian, menurut sifatnya dibedakan menjadi jaminan kebendaan, hak perorangan, obyeknya dapat jaminan bergerak, tidak bergerak. Bentuk ikatan jaminan kredit perbankan tergantung obyek yang dijaminkan, bisa pengikatan atas jaminan kredit perbankan ( tanggunan,fidusia, gadai, penanggungan ). Jual melalui pelelangan dibuktikan berita acara lelang, memenuhi Pasal 34 ayat 5 PP No.40/1996 tidak sah lelang ada kecurangan, cacat tersembunyi ( penyalahgunaan keadaan baik perjanjian / fisiknya ). Putusan hakim dalam sengketa perdata merujuk teori ratio decadenci ( akar permasalahannya ) yang dijadikan landasan untuk memutuskan sengketa berkeadilan baik, dan untuk mencegah terjadinya ketidakadilan, karena kreditur telah memberikan kelonggaran kepada debitur agar menyelesaikan dan memenuhi kewajibannya sebagaimana dituangkan dalam akta perjanjian kredit dengan jaminan SHM, kreditur dilindung oleh peraturan perundangan mempunyai hak penuh melakukan lelang eksekusi atas obyek jaminan atas dasar parate eksekusi tanpa fiat pengadilan. Persoalan putusan yang berdasarkan pada racio decidendi haruslah berdasarkan fakta-fakta persidangan, salah dalam memberikan pertimbangan akan membawa akibat hukum dan merugikan pihak yang kalah, ketidakcermatan dalam menalaah bukti-bukti surat dari Penggugat dan Tergugat maupun Turut Tergugat artinya dengan putusan yang tidak cermat merupakan suatu kekhilafan yudex factie dalam memutuskan suatu sengketa a quo.
20
Hakim sebagai penentu nasib seseorang dalam memutuskan perkara khususnya dalam sengketa perbankan dengan jaminan SHM diharapkan dapat memberikan kontribusinya, solusi dalam hukum dan tidak tertutup kemungkinan pihak kreditur dapat melakukan penjualan lelang melalui parate eksekusi tanpa fiat pengadilan, samahalnya KPKNL memiliki otoritas untuk melaksanakan pelelangan umum harus tegas untuk mengambil tindakan hukum, menurut asas lex spesialis derogate lex generalis ketentuan yang bersifat khusus mengalahkan aturan yang bersifat umum, penjualan melalui irahirah parate eksekusi atas pelelangan umum menurut hukum adalah sah Catatan Belakang Achmad Ali, Menguak Teori Hukum ( Legal Teori ) dan Teori Peradilan ( Judicialprudence ), Cet. ke-3. Kencana-Prenada Group, Jakarta, 2009. Boedi Harsono, Perkembangan Hukum Tata Adat Melalui Yurisprudensi, Simposium UUPA dan Kedudukan Tanah-Tanah Adat Dewasa ini, Banjarmasin, 1977. Bagir Manan, Hakim dan Pemidanaan, Majalah Hukum Varia Peradilan, Edisi No. 249, Bulan Agustus 2006, Ikahi, Jakarta. Sutojo Prawirohamidjojo, Hukum Perikatan, Bina Ilmu, Surabaya, 1979. Sri Soedewi Masjchoen Sofwan, Hukum Jaminan di Indonesia, Pokok-Pokok Hukum Jaminan dan Jaminan Perseorangan, Liberty, Yogyakarta, 1980. Kitab Undang Undang Hukum Perdata ( Burgelijk Wetboek ) Undang Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Pokok-Pokok Agraria. Undang Undang Nomor 4 Tahun 1996 tentang Hak Tanggungan. Undang Undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan. Undang Undang Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perbank
21
AMAR PUTUSAN HAKIM MAHKAMAH AGUNG HARUS RELEVAN DENGAN PERTIMBANGAN DAN RATIO DECIDENDI ( Putusan No.1653 K/Pdt/2009.tgl 24-8-2010 Jo. No.1665.K/PID/2008.tgl 27-5-2009 )
Oleh : Susanto
Pendahuluan
Kekuasaan kehakiman yang bebas sebagai salah satu syarat “ rechtsstat “ atau “ rule of law “ , sebagai lembaga peradilan bertugas mengadili dan memutuskan suatu perkara baik perdata maupun perkara pidana, dengan kemerdekaan kekuasaan kehakiman hakim dapat menangani setiap perkara secara obyektif dan sejauh mungkin berusaha menentukan putusan sesuai dengan hukum dan rasa keadilan. Dalam pejelasan Undang Undang dasar 1945 yang telah dihilangkan dalam Amandemen Undang Undang Dasar 1945 sebagai acuan sejarah, telah dinyatakan bahwa negara Indonesia berdasarkan atas hukum ( rechtsstaat ) dan tidak berdasarkan kekuasaan belaka ( machtsstaat ), serta pemerintah di dasarkan pada sistem konstitusi dan tidak bersifat absolut. Pidato Ketua Mahkamah Agung pada hari ulang tahun Mahkamah Agung Republik Indonesia Ke-68 mengingatkan, semua korp hakim Indonesia untuk memelihara dan terus mengembangkan jati diri hakim yang merdeka bebas dari segala bentuk intervensi dari dalam maupun dari luar, sehingga peradian yang agung, modern dan akuntabel benar-benar hadir dan dirasakan manfaatnya oleh seluruh bangsa Indonesia.
22
Putusan pengadilan selain harus memuat alasan dan dasar putusan, juga memuat pasal tertentu dari peraturan perundang-undangan yang berasangkutan atau sumber hukum tak tertulis yang dijadikan dasar untuk menggali sebagaimana terdapat dalam ketentuan pasal 50 ayat ( 1 ) Undang Undang Nomor 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman. Putusan dan pertimbangan hukum ( ratuo decidendi ) pengadilan tingkat pertama ( Pengadilan Negeri Gresik ) dan ditingkat banding ( Pengadilan Tinggi Jawa Timur di Surabaya ) dalam perkara a quo dinilai tidak cukup dalam hal-hal yang dipakai dasar untuk membebankan ganti rugi kepada tergugat dalam perkara perdata maupun dalam perbuatan melanggar hukum ( wederrechtelijkheid )sebagaimana dakwakan Jaksa / Penuntut Umum dengan tuduhan / dugaan perbuatan tidak menyenangkan sebagaimana diatur dan diancam pidana dalam pasal 335 ayat ( 1 ) ke 1 Kitab Undang Undang Hukum Pidana telah dianulir oleh yudex factie dan / atau yudex yuris, karena pertimbangan hukumnya tidak relevan dapat penulis uraikan sebagai berikut : Putusan Pengadilan Negeri Gresik dalam perkara perdata Nomor : 42 / Pdt. G / 2007 / PN. Gs., tanggal 16 Januari 2008, amar berbunyi : MENGADILI DALAM KONVENSI DALAM EKSEPSI Menolak eksepsi dari Tergugat dalam Konvensi
23
DALAM POKOK PERKARA : Mengabulkan gugatan Penggugat dalam Konvensi untuk sebagian ; Menyatakan Tergugat dalam Konvensi telah terbukti bersalah melakukan perbuatan melawan hukum ; Menghukum Tergugat dalam Konvensi untuk membayar biaya ganti rugi kepada Penggugat dalam Konvensi yang berupa uang sewa kendaraan truk No. Pol. L-7704GJ sebesar Rp. 63.000.000,-(enam puluh tiga juta rupiah); Menghukum Tergugat dalam konvensi untuk membayar biaya yang timbul dalam perkara ini yang diperhitungkan sebesar Rp.177.100, Menolak gugatan Penggugat dalam Konvensi untuk selain dan selebihnya; DALAM REKONVENSI : Mengabulkan Gugatan Penggugat dalam Rekonvensi untuk sebagian ; Menyatakan Tergugat dalam rekonvensi telah berbuat ingkar janji / wanprestasi kepada Penggugat dalam Rekonvensi ; Menghukum Tergugat dalam Rekonvensi untuk mengembalikan uang pokok pembayaran pembelian plat besi sebesar Rp. 33.075.000, Menghukum Tergugat dalam Rekonvensi untuk membayar biaya perkara yang diperhitungkan nihil. Menolak gugatan Penggugat dalam Rekonvensi selain dan selebihnya
24
Putusan Pengadilan Tinggi Surabaya di Jawa Timur, Nomor 336 / PDT / 2008 / PT.SBY. tanggal 25 September 2008, amarnya berbunyi : MENGADILI Menerima permohonan Banding dari Tergugat Konvensi / Penggugat Rekonvensi – Pembanding ; Memperbaiki putusan Pengadilan Negeri Gresik No. 42/Pdt.G/2007/PN.Gs, tanggal 21 Januari 2008, sekedar mengenai ganti rugi dalam gugatan Konvensi, sehingga amar selengkapnya sebagai berikut : DALAM KONVENSI ; DALAM EKSEPSI : - Menolak eksepsi dari Tergugat dalam Konvensi. DALAM POKOK PERKARA : - Mengabulkan gugatan Penggugat dalam Konvensi sebagian ; - Menyatakan Tergugat dalam Konvensi telah terbukti bersalah melakukan perbuatan melawan hukum ; - Menghukum Tergugat dalam Konvensi untuk membayar biaya ganti rugi kepada Penggugat dalam Konvensi yang berupa uang sewa kendaraan truk No.Pol. L.7704.GJ sebesar Rp.31.500.000,-(tiga puluh satu juta lima ratus ribu Rupiah ). - Menghukum Tergugat dalam Konvensi untuk membayar biaya yang timbul dalam perkara ini yang diperhitungkan sebesar Rp. 177.100.- Menolak gugatan Penggugat dalam konvensi untuk selain dan selebihnya
25
DALAM REKONVENSI : - Mengabulkan gugatan Penggugat dalam Rekonvensi untuk sebagian. - Menyatakan Tergugat dalam rekonvensi telah berbuat ingkar janji/Wanprestasi kepada Penggugat dalam rekonvensi. Menghukum Tergugat dalam Rekonvensi untuk mengembalikan uang pokok pembayaran pembelian plat besi sebesar Rp.33.075.000. Menghukum Tergugat dalam Rekonvensi untuk membayar biaya perkara yang diperhitungkan nihil. Menolak gugatan Penggugat dalam Rekonvensi selain dan selebihnya. DALAM KONVENSI DAN REKONVENSI - Menghukum Tergugat Konvensi/Penggugat Rekonvensi/Pembanding membayar biaya perkara dalam kedua tingkat peradilan, yang dalam Tingkat Banding sebesar Rp. 175.000.Putusan Makamah Agung, Nomor : 1653 K/Pdt/2009., tanggal 24 Agustus 2010, amarnya berbunyi : MENGADILI - Menolak permohonan kasasi dari Pemohon Kasasi ANAS FAUZI tersebut. - Menghukum Pemohon Kasasi / Tergugat untuk membayar biaya perkara dalam tingkat kasasi ini ditetapkan sebesar Rp. 500.000.- ( lima ratus ribu rupiah ).
26
Selain putusan perdata sebagaimana diuraikan di atas, ada korelasinya dengan Putusan Pengadilan Negeri Gresik perkara pidana Nomor : 338 / Pid.B / 2007 / PN.Gs.,tanggal 19 Nopember 2007, amar putusanya berbunyi : MENGADILI 1. Menyatakan terdakwa ANAS FAUZI telah terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindakan pidana “Perbuatan Tidak Menyenangkan. 2. Menjatuhkan pidana oleh karena itu kepada Terdakwa dengan pidana penjara selama 2 ( dua ) bulan dan 15 ( lima belas ) hari. 3. Memerintahkan bahwa pidana tersebut tidak perlu dijalani kecuali dikemudian hari ada perintah lain dalam putusan hakim yang berkekuatan hukum tetap bahwa terpidana sebelum masa percobaan 4 ( empat ) bulan berakhir telah dinyatakan bersalah melakukan suatu tindak pidana. 4. Menetapkan waktu lamanya Terdakwa berada dalam tahanan dikurangkan seluruhnya dari lamanya pidana yang dijatuhkan. 5. Memerintahkan agar barang bukti berupa : - 1 (satu) unit truk Isuzu warna kuning Nopol L-7704-GJ. - 6 (enam) lembar plat besi ukuran 10 X 6 X 20 dikembalikan kepada saksi Andi Widodo Sasmito. - 1 (satu) lembar fotocopy surat surat jalan PT. SBC tanggal 15 Pebruari 2007 tetap terlampir dalam bekas perkara. 2. Membebani Terdakwa untuk membayar biaya perkara sebesar Rp.1000.
27
Putusan Pengadilan Tinggi Jawa Timur bertanggal 11 Maret 2008, Nomor : 36 / PID / 2008 / PT.SBY. yang amarnya : MENGADILI 1.Menerima permintaan banding dari Terdakwa tersebut ; 2.Membatalkan putusan Pengadilan Negeri Gresik tanggal 19 November 2007 Nomor : 338/ Pid.B/ 2007/ PN.Gs yang diminta banding tersebut. MENGADILI SENDIRI : 1. Menyatakan perbuatan yang didakwakan kepada Terdakwa telah terbukti akan tetapi perbuatan itu bukan merupakan kejahatan ataupun pelanggaran. 2. Melepaskan Terdakwa dari segala tuntutan hukum. 3. Memulihkan hak Terdakwa dalam kemampuan, kedudukan dan harkat serta martabatnya. 4. Menyatakan barang bukti berupa : a. 1 (satu) truk Isuzu warna kuning Nopol L-7704-GJ dikembalikan kepada saksi Andi Widodo Sasminto. b. 6 (enam) lembar plat besi ukuran 9,5 x 6 x 20 ; dikembalikan kepada terdakwa. c. 1(satu) lembar foto copy surat jalan PT.LBC tanggal 10 februari 2007, terlampir dalam berkas perkara; 5. Membebankan semua biaya perkara dalam kedua tingkat peradilan kepada negara. Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia, Nomor : 1665.K / PID / 2008, tanggal 27 Mei 2009, amarnya berbunyi :
28
MENGADILI - Menyatakan tidak dapat diterima permohonan kasasi dari Pemohon
Kasasi
Jaksa/Penuntut Umum pada Kejaksaan Negeri Gresi tersebut. - Membebankan biaya perkara dalam tingkat kasasi ini kepada negara. Dari putusan-putusan tingkat pertama sampai dengan kasasi a quo, maka yudex factie dan yudex yuris memberikan pertimbangan ada yang dikuatkan dan atau ada pula yang diperbaiki dan yudex yuris mengadili sendiri. Secara umum setiap pertimbangan hukum hakim terhadap sesuatu hal yang kurang atau tidak cukup pertimbangan hukumnya ( onvoldoende gemotiveerd ) mengakibatkan hal-hal yang dipertimbangkan tersebut dapat dibatalkan seluruhnya atau sebagian melalui mekanisme upaya hukum artinya amar putusan harus relevan dengan ratio decidendi jika tidak relevan dianggap tidak cukup pertimbangan hukumnya ( onvoldoende gemotiveerd ). Demikian halnya dalam perkara a quo, pertimbangan hukum yang tidak relevan bagi alasan untuk mengabulkan permohoan kasasi / tergugat untuk mengabulkan ganti kerugian, demikianpun terhadap pemohon kasasi Jaksa / Penuntut Umum tidak dapat diterima. Wanprestasi dan Perbuatan Melawan Hukum Pembicaraan wanprestasi dalam doktrin/yurisprudensi biasanya dikaitkan dengan pernyataan lalai, karena itu perlu untuk meninjau hubungan antara wanprestasi dan pernyataan lalai. Wanprestasi merupakan lembaga hukum memegang peranan penting dalam hukum perdata, karena mempunyai akibat hukum sangat penting biasanya dikaitkan masalah pembatalan perjanjian/ganti rugi eks, pasal 1243, 1266, 1267 KUHPdt.
29
Telah diuraikan di atas, untuk menetapkan adanya wanprestasi harus ditentukan dulu ada atau tidaknya kewajiban berprestasi, termasuk kewajiban itu sudah waktunya untuk dipenuhi. Berangkat dari pemkiran seperti itu sudah bisa dibayangkan bahwa salah satu pokok perjuangan para pihak ( penggugat maupun tergugat ) dalam perkara wanprestasi adalah yang satu membuktikan bahwa tidak ada kewajiban perikatan atau kalaupun ada belum waktunya untuk dipenuhi. Karena macam kewajiban prestasi bisa sangat variatif, perkaranyapun tentunya sangat bervariatif, karenanya tidak bisa diberikan rumusan umum, maksudnya yang berlaku untuk semua perkara, bagaimana perkaraperkara seperti itu diselesaikan ? Namun, bagaimanapun memerlukan sedikit gambaran macam-macam perkara yang muncul dan bagaimana perkara-perkara itu diselesaikan. Beberapa keputusan-keputusan a quo penulis mencari beberapa patokan yang bisa dipakai untuk menetapkan ada tidaknya kewajiban perjanjian berdasarkan tujuan dibuatnya perjanjian, sebagaimana telah diuraikan dalam putusan a quo awal terjadinya wanpresatsi dikarenakan pesanan baran berupa palt besi kapal yang dipesan dan dikirim kealamat pembeli yang seharusnya ketebalan palt besi 10 mm. namun barang yang dikirim tidak sesuai dengan pesanan ( ketebalan plat besi 9,5 mm ) artinya penjual telah melakukan wanprestasi terhadap pembeli, permasalahan yang muncul adalah apakah dalam peristiwa tersebut penjual telah wanprestasi ? tentunya dan terkesan penjual telah wanprestasi disatu sisi, disisi lain penjual tidak melakukan wanprestasi dikarenakan menurut penjual telah menerangkan kalau plat besi kapal tebalnnya kurang dari 10 mm.
30
Sehubungan dengan perumusan luas, dianut oleh doktrin maupun yurisprudensi, maka perbuatan melawan hukum meliputi : perbuatan orang yang melanggar hak subyektif orang lain, melanggar kewajibannya sendiri ( kedua-duanya sebagaimana dirumuskan dalam undang-undang ), melanggar etika pergaulan hidup ( geode zeden ) dan melanggar kewajibannya sebagai anggota masyarakat dalam pergaulan hidup, secara patut untuk memperhatikan kepentingan diri dan hartanya orang lain (maatschappelike betamelijheid). Sehingga tidak dipenuhinya kewajiban prestasi sebagaimana mestinya, wujudnya bisa : prestasinya sama seklai tidak dipenuhi, keliru dipenuhi atau terlambat dipenuhi. Tindakan/sikap tidak memenuhi kewajiban perjanjian tentuna merupakan tindakan atau sikap yang bersifat melawan hukum ( onrechtmatig ) karena dengan sikap seperti itu debitur telah membawa dirinya dalam keadaan wanprestasi, debitur telah melanggar hak kreditur, melanggar kewajiban hukumnya sendiri artinya antara wanprestasi dan perbuatan melawan hukum sebenarnya tidak ada perbedaan prisipil. Secara umum melawan hukum dengan melawan perjanjian memiliki beberapa perbedaan: 1. Sifat melawan hukum dalam suatu tindak pidana merupakan suatu keadaan/perbuatan yang telah bertentangan dengan hukum yang berlaku secara umum, sedangkan melawan perikatan adalah suatu keadan/perbuatan yang bertentangan dengan hukum yang berlaku secara khusus, karena hanya mengikat bagi mereka yang membuatnya. 2. Suatu tindak pidana mengandung sifat melawan hukum oleh karenanya perbuatan dapat dipidana, sedangkan wanprestasi mengandung sifat melawan perikatan karenanya kreditur dapat menuntut pemenuhan prestasi, ganti rugi, denda dan bunga.
31
3. Sifat melawan hukum ( wederrechtelijkheid ) melekat pada perbuatan yang telah melanggar aturan hukum yang dibuat oleh penguasa, sedangkan sifat melawan perikatan melekat ada perbuatan yang telah melanggar aturan yang dibuat oleh para pihak dalam suatu perjanjian. Dapat ditegaskan dalam pasal 1338 Kitab Undang Undang Hukum Perdata, menyebutkan bahwa semua persetujuan yang dibuat secara sah berlaku sebagai undangundang bagi mereka yang membuatnya, jika disimak dari makna kalimat sebagai undangundang itu adalah bagi mereka yang membuatnya, maka sesungguhnya pembentuk undang-undang ingin memberikan suatu kekuatan mengikat yang sama antara perjanjian yang dibuat secara sah dengan undang-undang yang dibuat oleh penguasa, kedudukan tersebut hanya ditujukan bagi pihak yang membuat perjanjian, kesepkatan atau adanya hubungan hukum saja. Maka makna perjanjian tersebut semata-mata terletak pada hak untuk menuntut pemenuhan pestasi dan ganti kerugian dihadapan Pengadilan Negeri dan atau Pengadilan Umum seperti halnya jika orang telah melanggar undang-undang ( peraturan perundang-undangan yang berlaku ). Berdasarkan beberapa penelaahan dalam kasus perdata dan pidana dalam bab ini, semakin jelas dan tegas bahwa sifat melawan hukum ( wederrechtelijkheid ) dalam suatu tindak pidana memiliki karakteristik berbeda dengan sifat melawan perikatan dalam suatu perjanjian artinya diantara keduanya harus dipisahkan secara tegas agar tidak menimbulkan kesimpangsiuran dalam proses penyelesaian terhadap kedua karakteristik pelanggaran hukum.
32
Wanprestasi dan Perjanjian Wanprestasi pada umumya atau secara garis besar para sarjana merumuskan, wanprestasi adalah suatu perstiwa/keadaan dimana debitur tidak telah memenuhi kewajiban prestasi perikatannya dengan baik dan debitur punya unsur salah atasnya. maksud “unsur salah“ adalah adanya unsur salah pada debitur atas tidak dipenuhi kewajiban sebagaimana mestinya, perlu diingat pembicaraan tentang wanprestasi berangkat dari prinsip bahwa “kewajiban“ harus/wajib dipenuhi oleh debitur dengan baik. Istilah wanprestasi tidak sama dengan ingkar janji atau cidera janji ( breach of contract ) meskipun pada umumnya wanprestasi merupakan pengingkaran suatu kewajiban kontraktual dan ada kalanya bisa ada kewajiban pokok perikatan yang tidak didasarkan atas perjanjian yang kalau sudah disomasi ( diperingatkan ) tidak dipenuhi oleh pembeli atau debitur merupakan wanprestasi. Memang harus diakui kalau mendengar kata ingkar janji atau cidera janjisudah dengan sendirinya terbayang adanya sikap yang tidak baik ( tidak baik ) pada orang yang tidak memenuhi janjinya itu. Karenanya dalam cidera jani atau ingkar janji sudah tersimpul adanya unsur salah yang merupakan unsure penting dalam peristiwa wanprestasi, sehingga antara wanprestasi dengan ingkar janji atau cidera janji memang ada juga persamaannya. Karena perjanjian merupakan janji dari dua belah pihak ada kemungkinan bahwa janji-janji itu tidak terpenuhi karena pihak pembeli telah memenuhi kewajibannya membayar sesuai dengan harga barangnya yang dipesan dan disisi lain penjual telah menyerahkan barang yang dipesan oleh pembeli.
33
Suatu perjanjian yang dibuat oleh para pihak atas dasar adanya kata sepakat dan kecakapan untuk membuat perjanjian ( syarat subyektif ), dikatakan syarat subyektif karena menyangkut subyek perjanjian, sedangkan syarat kedua yaitu suatu hal tertentu dan suatu sebab yang halal ( diperbolehkan ) adalah syarat obyektif, dikatakan sebagai syarat obyektif karena menyangkut obyek dari perjanjian, dengan tidak dipenuhinya syarat subyektif maka suatu perjanjian itu diancam dengan batal, akan tetapi jika tidak dipenuhi syarat obyektif maka perjanjiannya itu diancam batal demi hukum. Terdapat perbedaaan antara perjanjian yang batal demi hukum dengan perjanjian yang dapat dibatalkan, hal yang disebut terakhir ini terjadi apabila perjanjian tersebut tidak memenuhi unsur subyektif untuk sahnya perjanjian sebagaimana diatur dalam ketentuan pasal 1320 Kitab Undang Undang Hukum Perdata yaitu kesepakatan para pihak dan kecakapan para pihak untuk melakukan perbuatan hukum. Akibat hukumnya adalah perjanjian tersebut dapat dibatalkan ( voidable atau vernietigbaar ). Secara teoretik terdapat perbedaan antara perjanjian yang batal demi hukum dengan perjanjian yang dapat dibatalkan, hal yang disebut terakhir ini terjadi apabila perjanjian tidak memenuhi unsur subyektif untuk sahnya perjanjian ( pasal 1320 KUHPdt. ). Dapat dibatalkannya suatu perjanjian karena adanya cacat pada kehendak pihak yang membuatnya dengan kata lain dalam KUHPerdata menyebutkan beberapa jenis keadaan atau kondisi tertentu yang menjadikan perjanjian menjadi cacat sehingga terancam kebatalannya, pasal-pasal tersebut diatur di dalam ketentuan pasal 1321, pasal 1322, pasal 1323, pasal 1324, pasal 1325, pasal 1328 Kitab Undang Undang Hukum Perdata.
34
Dapat dibatalkan karena dibuat oleh orang yang tidak cakap melakukan tindakan hukum. Hal ini ditegaskan dalam pasal 1329 KUH-Pdt. berbunyi : setiap orang adalah cakap untuk membuat perikatan-perikatan terkecuali ia oleh undang-undang dinyatakan tidk cakap. Orang yang oleh undang-undang dinyatakan tidak cakap dilarang melakukan tindakan hukum termasuk membuat perjanjian (pasal 1330 KUHPdt.). Terhadap perjanjian yang dapat dibatalkan karena dibuat tanpa memenuhi unsur subyektif pertama dan kedua untuk sahnya perjanjian dapat dilakukan penuntutan pembatalan atau penguatan atau penetapan sehingga membuat perjanjian tetap berlaku dan memiliki kekuatan mengikat. Apabila perjanjian batal demi hukum ( null and void ; nietig ) artinya dari semula tidak pernah dilahirkan suatu perjanjian, dengan demikian tidak pernah ada suatu perikatan, tujuan para pihak yang membuat perjanjian semacam itu yakni melahirkan perikatan hukum, telah gagal. Jadi tidak ada 3 ( tiga ) dasar untuk saling menuntut di muka hakim : 1. Syarat perjanjian formil tidak terpenuhi. 2. Dibuat orang yang tidak berwenang melakukan perbuatan hukum. 3. Ada syarat batal yang terpenuhi. Karakter wanprestasi dalam hukum perdata Terjadinya waprestasi diawali adanya hubungan perjanjian, perjanjian dibuat sebagai instrument yang secara khusus mengatur hubungan hukum antara kepentingankepentingan yang bersifat privat khususnya dalam pembuatan perjanjian.
35
Keabsahan perjanjian merupakan hal yang essensial dalam hukum perjanjian karena pelaksanaan isi perjanjian yakni hak dan kewajiban, hanya dapat dituntut oleh pihak yang satu kepada pihak yang lain demikian sebaliknya, oleh karena itu yang dibuat itu sah menurut hukum. Wanprestasi terjadi disebaban karena adanya kesalahan yitu kelalaian dan kesengajaan, penjual berkewajiban menyerahkan suatu barang, tidak ada kewajiban untuk memelihara barang itu sebagaimana disyaratkan undang-undang, bertanggungjawab atas berkurangnya nilai harga barang tersebut karena kesalahan, adapun yang dimaksud dengan kesalahan harus dipenuhi syarat-syarat sebagi berikut : 1. Perbuatan dilakukan harus dapat dihindarkan, dan 2. Perbuatan tersebut dapat dipersalahkan kepada si pembuat yaitu bahwa ia dapat menduga tentang akibatnya. Suatu akibat dapat diduga atau tidak dan untuk mengukur atau mengetahui dugaan akibat itu dilihat dari unsure obyektif dan subyektif yaitu akibat yang diduga menurut penilaian seorang ahli. Kesalahan mempunyai dua pengertian yaitu kesalahan dalam arti luas yang meliputi unsur kesengajaan dan kelalaian arti sempit yang menyangkut kelalaian saja. sedangkan kesengajaan merupakan perbuatan yang dilakukan dengan diketahui dan dikehendaki, oleh karena itu saat terjadinya kesengajaan tidak diperlukan adanya maksud untuk menimbulkan kerugian kepada orang lain, cukup diketahui dan si pelaku tetap melakukan perbuatan tersebut.adapun kelalaian adalah sebuah perbuatan dimana seorang pelaku mengetahui akan kemugkinan terjadinya akibat yang merugikan orang lain.
36
Berkenaan dengan kepentingan publik dan atau kepentingan privat tidak terlepas dengan fenomena hubungan hukum yang lahir dari hubungan perjanjian, terkait dengan perjanjian yang dibuat atau ditutup ternyata tidak dilaksanakan oleh salah satu / para pihak akan menimbulkan konflik hukum dapat berupa wanprestasi. Ratio decidendi yang mendasari putusan Mahkamah Agung Pertimbangan atau ratio decidendi hakim Pengadilan Negeri Gresik dan Hakim Pengadilan Tinggi Jawa Timur dikuatkan oleh Hakim Mahkamah Agung dalam perkara perdata a quo, menolak permohonan Kasasi dari Pemohon Kasasi Anas Fauzi sangat beralasan hukum yaitu bahwa putusan yudex factie ( Pengadian Tinggi Jawa Timur ) dalam perkara a quo tidak bertentangan dengan hukum dan atau undang-undang, berbeda dengan ratio decidendi pada hakim Pengadilan Negeri Gresik dan Hakim Pengadilan Tinggi dianulir atau yang dikuatkan oleh Hakim Mahkamah Agung dalam perkara pidana a quo, yudex yuris menganulir yaitu Jaksa / Penuntut Umum mengajukan memori kasasi telah melewati tenggang waktu 14 ( empat belas ) hari, sejak pemberitahuan putusan diberitahukan sebagaimana ditentukan dalam pasal 248 ayat ( 4 ) Undang Undang Nomor 8 Tahun 1981, oleh karena itu hak untuk mengajukan permohonan kasasi gugur, dengan demikian permohonan kasasi harus dinyatakan tidak dapat diterima ( niet onvankelijke verklaard ), dengan pertimbangan bahwa putusan Pengadilan Tinggi tersebut telah diberitahukan kepada pemohon jasasi pada tanggal 9 Juni 2008 dan pemohon kasasi mengajukan permohonan kasasi pada tanggal 17 Juni 2008 akan tetapi risalah ( memori kasasi ) yang memuat alasan-alasan permohonannya untuk pemeriksaan perkara tersebut
37
dalam tingkat kasasi baru diterima di kepaniteraan Pengadilan Negeri Gresik pada tanggal 7 Juli 2008, jadi melawati waktu yang ditentukan oleh peraturan perundangundangan yang berlaku, sehingga hakim yudex yuris dalam amar putusannya menyatakan tidak dapat diterima permohonan kasasi Jaksa / Penuntut Umum pada Kejaksaan Negeri Gresik. Mencermati ratio decidendi putusan Pengadilan Tinggi Jawa Timur di Surabaya yang dikuatkan dengan putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia tersebut, dalam praktek penegakkan hukum dengan demikin nampak mengedepankan rasa keadilan dan kemanfaatan dari pada normatifnya. Dalam praktek penegakan hukum menurut para ahli hukum bersifat “ holistik “ artinya hukum mengandung 3 ( tiga ) unsur penting, yaitu : 1. Filosofis ( adanya keadilan, etika dan moral ). 2. Sosiologis ( adanya kemanfaatan ), dan 3. Yuridis atau normtf ( adanya kepastan ). Dalam praktek penegakkan hukum yang dicita-citakan atau diharapkan dalam kehidupan masyarakat, dan ketiga unsur ini tidak dapat dipisahkan satu sama lainnya, ketiganya saling mempengaruhi dan saling mendukung. pertanyaannya adalah apakah keadilan yang lebih dominan ataukah kemanfaatan yang dominan ataukah kepastian yang lebih dominan ? Hal ini tergantung dari kontekstual yang terjadi dan berkembang dimasyarakat.
38
Dengan harapan dimasa datang konsep penyelesaian melalui jalur nonpenal ini dapat dilembagakan dan dimasukkan ke dalam suatu rangcangan undang undang hukum pidana, sehingga tercapai asas keadilan, asas manfaat, dan asas kepastian hukum khususnya yang berkaitan dengan tindak pidana perbuatan yang tidak menyenangkan sebagaimana ditentukan dalam pasal 335 ayat ( 1 ) ke-1 Kitab Undang Undang Hukum Pidana ( khususnya pasal 335 KUHP ). Ratio decidendi putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia Perkara Perdata Nomor : 1653 K/Pdt/2009., tanggal 24 Agustus 2010, amarnya berbunyi : - Menolak permohonan kasasi dari Pemohon Kasasi ANAS FAUZI tersebut. - Menghukum Pemohon Kasasi / Tergugat untuk membayar biaya perkara dalam tingkat kasasi ini ditetapkan sebesar Rp. 500.000.- ( lima ratus ribu rupiah ). Bahwa atas alasan-alasan atau keberatan-keberatan dari tergugat / Anas Fauzi tidak dapat dibenarkan, oleh karena menurut pertimbangan atau rato decidenci yudex yuris bahwasannya Pengadilan Tinggi Jawa Timur di Surabaya telah tepat dalam pertimbangan dan putusannya, dan lagi pula alasan-alasan maupun keberatan-keberatan tergugat / Anas Fauzi mengenai penilaian hasil pembuktian yang bersifat penghargaan tentang suatu kenyataan. Maka alasan-alasan atau keberatan-keberatan tergugat semacam itu tidak dapat dipertimbangkan dalam pemeriksaan pada tingkat kasasi, karena pemeriksaan tingkat kasasi hanya berkenaan dengan tidak diterapkan suatu peraturan hukum sebagaimana mestinya dan atau cara mengadili tidak dilaksanakan menurut ketentuan undang-undang dan atau pengadilan telah melampaui batas wewenanangnya.
39
Ratio decidendi dalam Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia Perkara Pidana, Nomor : 1665.K / PID / 2008, tanggal 27 Mei 2009, amarnya berbunyi : - Menyatakan tidak dapat diterima permohonan kasasi dari Pemohon
Kasasi
Jaksa/Penuntut Umum pada Kejaksaan Negeri Gresi tersebut. - Membebankan biaya perkara dalam tingkat kasasi ini kepada negara. Bahwa berdasarkan pertimbangan yudix yuris ternyata Jaksa / Penuntut Umum mengajukan memori kasasi telah melewati tenggang waktu 14 ( empat belas ) hari, sejak pemberitahuan putusan diberitahukan sebagaimana ditentukan dalam pasal 248 ayat ( 4 ) Undang Undang Nomor 8 Tahun 1981 ( Kitab Undang Undang Hukum Acara Pidana ). Pertanyaan bisa timbul jika suatu perbuatan melawan hukum juga merupakan tindak pidana, bagaimanakah penyelesaian hukum dalam hal ini ? Penyelesaian hukum anatara kedua macam hukum tersebut berbeda-beda dengan berbagai konsekuaensi sebagai berikut : 1. Tindakan tersebut merupakan perbuatan melawan hukum dan sekaligus juga merupakan tindak pidana. 2. Tindakan tersebut bukan merupakan perbuatan melawan hukum dan bukan juga merupakan tindak pidana. 3. Tindakan tersebut merupakan perbuatan melawan hukum tetapi bukan merupakan tidak pidana. 4. Tundakan tersebut bukan merupakan perbuatan melawan hukum melainkan merupakan tindak pidana.
40
PENUTUP Putusan harus relevan dengan ratio decidendi jika tidak relevan dianggap tidak cukup pertimbangan hukumnya ( onvoldoende gemotiveerd ), jika seseorang diduga memenuhi unsur-unsur tindak pidana, ada kemungkinan juga ( meskipun tidak selamanya ) unsur-unsur tersebut merupakan juga unsur-unsur perbuatan melawan hukum. Apabila terhadap satu tindakan tersebut memenuhi usur-unsur perbuatan melawan hukum ( wederrechtelijkheid ) maupun unsur-unsur tindak pidana, maka kedua macam sanksi dapat dijatuhkan secara berbarengan artinya pihak korban dapat menerima ganti rugi perdata ( dengan dasar gugatan perdata ), tetapi juga pada waktu yang bersamaan ( dengan proses pidana ) sebagamainana dalam penulisan ini, pelaku dapat dijatuhkan sanksi pidana sekaligus. Karena itu tidak mengherankan jika ternyata bahwa beberapa perbuatan pidana juga merupakan perbuatan melawan hukum. Yang membedakan antara perbuatan pidana ( perbuatan melawan hukum / wederrechtelijkheid ) dengan perbuatan perdata ( melanggar hukum perdata / onrechtmatige daad ) adalah sesuai dengan sifatnya sebagai hukum publik, maka dengan perbuatan pidana ada kepentingan umum yang dilanggar ( disamping mungkin juga kepentingan individu, eks pasal 335 ayat 1 ke.1 KUHP ) , sedangkan dengan perbuatan melanggar hukum perdata “onrechtmatige daad“ ( sebagaimana ditentukan dalam pasal 1365 Kitab Undang Undang Hukum Perdata ) maka yang dilanggar hanya kepentingan pribadi/personal. Kesalahan yang disyaratakan oleh hukum dalam perbuatan melawan hukum baik kesalahan dalam arti kesalahan hukum maupun kesalahan sosial ( yang sudah
41
ditingkat statusnya menjadi suatu kesalahan hukum ). Dalam hal ini hukum menafsirkan kesalaan sebagai suatu kegagalan seseorang untuk hidup dengan sikap yang ideal. Catatan Belakang
1. Munir
Fuady,
2005,
Perbuatan
Melawan
Hukum,
Pendekatan
Kontemporer,Aditya Bakti, Bandung. 2. Elly Erawati, Herlien Budiono, 2010, Penjelasan Hukum tentang Kebatalan Perjanjian, Nasional Legal Reform Program, Jakarta. 3. Yahman, 2011, Karakteristik Wanprestasi dan Tindak Pidana Penipuan yang Lahir dari Hubungan Kontraktual, Prestasi Pustaka, Jakarta. 4. Undang Undang dasar 1945 Amandemen. 5. Undang Undang Nomor 8 Tahun 1981 Tentang Kitab Undang Undang Hukum Acara Pidana. 6. Undang Undang Hukum Pidana. 7. Kitab Undang Undang Hukum Perdata. 8. Undang Undang Nomor 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman.
42