Kategori : Mengembangkan Pengolahan Sampah Terpadu
Sampah di Tangan Perempuan Ampenan Kawasan Kampung Baru, Kelurahan Banjar, Ampenan, Kota Mataram merupakan daerah dengan 63% perempuan di usia produktif. Dimana 85% nya merupakan ibu – ibu rumah tangga yang tergolong tidak mampu. Perempuan di kawasan ini memiliki tingkat pendidikan yang rendah. Berawal dari diskusi sederhana dengan pihak lurah Banjar dan ibu – ibu sekitar Kawasan Kampung Baru serta rekan penggiat lingkungan, warga menyampaiakan harapannya perihal perlunya penataan lingkungan dikawasan tersebut, TIM CSR PLN melihat adanya persoalan ketimpangan sosial - ekonomi antara kawasan kampung yang posisinya dekat dengan bantaran kali dengan perumahan yang berada di sebelah selatan kampung. Ketimpangan sosial didukung juga dengan wajah kampung yang kumuh, yakni adanya tumpukan sampah di sudut – sudut jalan kampung. Padahal letak kampung ini berada di tengah kota Mataram dan hanya 100 meter dari tiga kantor besar PLN termasuk Kantor Pelayanan Area Mataram. Kantor layanan sebagaimana tempat layanan publik lainya sangat memerlukan kenyamanan dan kebersihan lingkungannya. Sehingga PT PLN merasa perlu juga mendukung dan menciptakan kebersihan lingkungannya. Ibu – ibu rumah tangga warga Kampung Baru pada umumnya tidak memiliki aktivitas yang produktif. Melihat adanya potensi sumber daya manusia dan peluang mengembangkan pengelolaan sampah terpadu, membuat Tim CSR PLN yang bekerjasama dengan Bank Sampah NTB Mandiri binaan CSR PLN mengajak ibu – ibu rumah tangga Kampung Baru untuk menjadi nasabah Bank Sampah NTB Mandiri. Diawal pembentukan yakni tahun 2015 nasabah yang terdaftar kurang dari 10 KK. Di tahun 2016 telah bertambah secara signifikan menjadi sekitar 625 nasabah tergabung di Bank Sampah Induk grup binaan CSR PLN NTB. www.pln.co.id
|1
Sosialisasi pengelolaan sampah dan pemilahan sampah organik dan anorganik kepada ibu – ibu warga Kampung Baru menjadi tahap lanjutan setelah diskusi dilakukan. Sampah plastik yang terkumpul di awal - awal pembentukan kelompok hanya berkisar dari 100 lembar per bulan. Kini berkembang menjadi 100 200 lembar per KK per minggunya. Lembar – lembar plastik itu tidaklah di ambil dari tumpukan sampah, namun disisihkan dan dipilah dari sampah setiap harinya. Sampah plastik ini kemudian akan dikumpulkan di Bank Sampah NTB Mandiri yang masih berada dalam satu kawasan. Sampah yang dikumpulkan kemudian dikompensasi dengan berbagai kebutuhan dari nasabah. Mulai dari uang tunai, pembayaran listrik, pembayaran kesehatan, sembako, dan lain sebagainya. Nilai rupiah per 100 lembarnya Rp 1000,-. Sosialisasi kemudian dilanjutkan dengan pelatihan intensif bagi ibu – ibu warga Kampung Baru yang memiliki minat pada pembuatan beragam kerajinan dari sampah plastik. Sehingga sampah plastik yang telah terkumpul di Bank Sampah dapat diolah menjadi berbagai macam kerajinan bernilai rupiah. Tentu nilai rupiah dari yang hanya mengumpulkan sampah plastik dengan yang mengumpulkan bahan setengah jadi atau justru barang jadi memiliki nilai rupiah yang berbeda – beda. Bahan setengah jadi yang seperti guntingan sampah plastik yang dihitung per 100 lembarnya akan bernilai Rp 2000,- dan lipat juga anyaman masing – masing per 100 lembarnya adalah Rp 5.000,-. Sedangkan bentuk kerajinan seperti tas, kotak pensil, keranjang laundry ataupun payung dan kotak tisu dikompensasi dengan uang senilai Rp 20.000,- hingga Rp 200.000,- bahkan lebih.
www.pln.co.id
|2
Salah satu nasabah menuturkan saat ini penghasilan dari Pengelolaan Sampah Terpadu ini memberikan penghasilan bulanan. “Sebulan bisa dapat paling ga sejuta, kadang bisa satu juta dua ratus ribu”, terang BukDe salah satu warga Kampung Baru. Tidak hanya itu, Pengelolaan sampah Terpadu ini kini sukses merekrut 6 pegawai disabilitas untuk membantu pembuatan beragam bentuk kerajinan. “Saya sebulan digaji Rp 780.000,- untuk jahit tas dari sampah”, ujar Mariyanah.
Dengan berkembangnya pengelolaan sampah terpadu ini, menarik perhatian wisatawan baik dalam negeri maupun mancanegara untuk berkunjung, belajar, dan yang terpenting membeli produk dari warga. Pembelian produk selain mengkompensasi hasil pengolahan sampah plastik juga disisihkan untuk menambah modal usaha sehingga mampu membeli prasarana pendukung seperti mesin jahit dan sarana lainnya. Hingga kini pendapatan bruto per bulan yang dihasilkan dari pengolahan sampah secara terpadu di kawasan ini rata – rata mencapai 20 juta rupiah hanya melalui penjualan produk. Berbeda dengan pengolahan sampah anorganik, pengolahan sampah organik juga sangat menjanjikan. Ibu – ibu rumah tangga di kawasan ini mampu menghasilkan hingga 300 kg sampah rumah tangga. Potensi ini kemudian dikembangkan melalui pengelolaan Organik Taka. Yakni mempercepat proses pembusukan sampah organik sehingga hasilnya dapat dimanfaatkan sebagai kompos/ pupuk yang tidak hanya menyuburkan tanah namun berfungsi menormalkan tanah yang jenuh dengan bahan kimia. Hingga saat ini Pengelolaan Sampah terpadu masih pada proses percobaan pasar untuk hasil pengolahan sampah organik yang kemudian diberi nama Organik Taka sesuai dengan nama penemu teknik ini yakni Mr. Takakura. Sejumlah aktivis lingkungan dari Jepang juga sudah beberapa kali hadir untuk membantu pendampingan dan pengembangan program di Ampenan ini. www.pln.co.id
|3
Sebelum Program : Kawasan Padat di Ampenan banyak dijumpai sampah-sampah berserakan
www.pln.co.id
|4
Setelah Program : Kaum perempuan di Ampenan banyak terlibat usaha pemanfaatan daur ulang sampah
www.pln.co.id
|5
Setelah Program : Usaha penyelamatan lingkungan menjadi aktivitas rekreasi & peningkatan kesejahteraan warga
www.pln.co.id
|5
Setelah Program : Sekolah Wisata Hutan menjadi kegiatan peningkatan kesejahteraan warga
www.pln.co.id
|5