ABSTRAKSI Tionghoa-Indonesia adalah salah satu etnis di Indonesia yang asal usul mereka dari Tiongkok.Biasanya mereka menyebut dirinya dengan istilah Tenglang (Hokkien), Tengnang (Tiochiu), atau Thongnyin (Hakka).Orang Hakka (Hanzi 客家, pinyin ke jia) adalah salah satu kelompok Tionghoa Han yang terbesar di China.Bahasa yang digunakan adalah bahasa Hakka (Hanzi 客家話, pinyin ke jia hua), atau di Indonesia umumnya dikenal dengan bahasa Khek.Bahasa Tiochiu atau (Hanzi 潮州, pinyin Chaozhou) adalah sebuah dialek bahasa yang termasuk rumpun bahasa bahasa SinoTibet.Dalam tata kekeluargaan Tionghoa, dikenal Marga sebagai penanda persaudaraan dan kekerabatan. Marga (Hanzi: 姓氏, hanyu pinyin: xingshi) biasanya berupa satu karakter Han (Hanzi) yang diletakkan di depan nama seseorang. Di zaman dulu, margamarga
tertentu
mempunyai
tingkatan
lebih
tinggi
daripada
marga-marga
lainnya.Pandangan ini terutama muncul dan memasyarakat pada zaman Dinasti Jin dan sesudahnya.Di masa sekarang tidak ada pengelompokan tingkatan marga lagi di dalam kemargaan Tionghoa.Jumlah marga Tionghoa di Indonesia melebihi 320 marga.Dalam adat dan kebudayaan pemuda-pemudi Tionghoa tetap menjalankan adat, sembahyang Kubur / hari Cheng Beng salah satunya. Di mana menurut tradisi Tionghoa, orang akan beramai-ramai pergi ke tempat pemakaman orang tua atau para leluhurnya untuk melakukan upacara penghormatan. Orang Tionghoa pun sangat kental dengan tradisi sembahyang dengan dupa, yang bertujuan untuk menghormati para leluhur, dewa-dewi, dan Buddha. Biasanya orang Tionghoa mempunyai sebuah altar/ lebih di rumah mereka.Mereka mempraktekan pelajaran dhamma dalam menuntun kehidupan yang lebih baik untuk mencapai nibbana. Kata Kunci :Tionghoa-Indonesia; Marga; Tionghoa; Etnis Tionghoa - Indoneisa
PENDAHULUAN Tionghoa-Indonesia adalah salah satu etnis di Indonesia yang asal usul mereka dari Tiongkok.Biasanya mereka menyebut dirinya dengan istilah Tenglang (Hokkien), Tengnang (Tiochiu), atau Thongnyin (Hakka). Dalam bahasa Mandarin mereka disebut
Tangren (Hanzi: 唐人, "orang Tang") atau lazim disebut Huaren (Hanzi Tradisional: 華人 ; Hanzi Sederhana : 华人) . Disebut Tangren dikarenakan sesuai dengan kenyataan bahwa orang Tionghoa-Indonesia mayoritas berasal dari Tiongkok selatan yang menyebut diri mereka sebagai orang Tang, sementara orang Tiongkok utara menyebut diri mereka sebagai orang Han (Hanzi: 漢人, Hanyu Pinyin: Hanren, "orang Han").Orang Tionghoa yang berkewarganegaraan Indonesia digolongkan sebagai salah satu suku dalam lingkup nasional Indonesia, sesuai Pasal 2 UU Nomor 12 Tahun 2006 tentang Kewarganegaraan Republik Indonesia. Orang Hakka (Hanzi 客家, pinyin ke jia) adalah salah satu kelompok Tionghoa Han yang terbesar di China.Bahasa yang digunakan adalah bahasa Hakka (Hanzi
客家話, pinyin ke jia hua), atau di Indonesia umumnya dikenal dengan bahasa Khek.Kemana pun mereka pindah, orang Hakka masih mempertahankan kebudayaan, terutama bahasa. Bahasa Hakka memiliki kekerabatan yang lebih dekat dengan Bahasa Mandarin daripada bahasa Tionghoa lain.Biasanya orang yang menggunakan bahasa Hakka / Khek menyebut diri mereka sebagai orang hakka. Bahasa Tiochiu atau (Hanzi 潮州, pinyin Chaozhou) adalah sebuah dialek bahasa yang termasuk rumpun bahasa bahasa Sino-Tibet.Dialek ini mirip dengan bahasa Hokkian, karena itu penutur kedua bahasa dapat cukup mengerti kedua bahasa ini meski tidak seluruhnya. Dalam
tata
kekeluargaan
Tionghoa,
dikenal
Marga
sebagai
penanda
persaudaraan dan kekerabatan.Marga (Hanzi: 姓氏, hanyu pinyin: xingshi) biasanya berupa satu karakter Han (Hanzi) yang diletakkan di depan nama seseorang. Ada pula marga yang terdiri dari 2 atau bahkan 3 sampai 9 karakter – marga seperti ini disebut marga
ganda
(Hanzi:
復姓,
hanyu
pinyin:
fuxing).Penggunaan
marga
di
dalam kebudayaan Tionghoa telah mempunyai sejarah selama 5.000 tahun lebih. Di zaman dulu, marga-marga tertentu mempunyai tingkatan lebih tinggi daripada marga-marga lainnya.Pandangan ini terutama muncul dan memasyarakat pada zaman Dinasti Jin dan sesudahnya.Ini dikarenakan sistem Men Di yang serupa dengan sistem kasta di India.Pengelompokan tingkatan marga ini terutama juga dikarenakan oleh sistem feodalisme yang mengakar zaman dulu di Tiongkok. Ini dapat dilihat pada zaman Dinasti Song misalnya, Bai Jia Xing yang dilafalkan pada masa tersebut menempatkan marga Zhao yang merupakan marga kaisar menjadi marga pertama.Di
masa sekarang tidak ada pengelompokan tingkatan marga lagi di dalam kemargaan Tionghoa. Suku Tionghoa-Indonesia masih banyak yang tetap mempertahankan marga dan nama Tionghoa mereka yang masih digunakan di acara-acara tidak resmi atau yang bersifat kekeluargaan. Diperkirakan ada sekitar 300-an marga Tionghoa di Indonesia, data di PSMTI (Paguyuban Sosial Marga Tionghoa Indonesia) mencatat ada sekitar 160 marga Tionghoa di Jakarta. Di Singapura sendiri ada sekitar 320 marga Tionghoa.Atas dasar ini, karena daerah asal suku Tionghoa di Indonesia relatif dekat dengan Singapura maka dapat diambil kesimpulan kasar bahwa jumlah marga Tionghoa di Indonesia melebihi 320 marga. Orang Tionghoa telah melestarikan adat dan kebudayaan mereka hingga kini.Walaupun zaman sudah modern para pemuda-pemudi Tionghoa tetap menjalankan adat, seperti sembahyang Kubur / hari Cheng Beng salah satunya. Setiap tanggal 4 April atau 5 april, menurut tradisi Tionghoa, adalah hari Cheng Beng (Mandarin: Qingming). Di mana menurut tradisi Tionghoa, orang akan beramai-ramai pergi ke tempat pemakaman orang tua atau para leluhurnya untuk melakukan upacara penghormatan. Biasanya upacara penghormatan ini dilakukan dengan berbagai jenis, misalnya saja membersihkan kuburan, menebarkan kertas sampai dengan membakar kertas yang sering dikenal dengan Gincua. Bila kita artikan kata Cheng beng, maka Cheng berarti cerah dan Beng artinya terang sehingga bila digabungkan maka Chengbeng berarti terang dan cerah.Saat Chengbeng ideal untuk berziarah dan membersihkan makam karena cuaca yang bagus (cuaca cerah, langit terang). Orang Tionghoa pun sangat kental dengan tradisi sembahyang dengan dupa, yang bertujuan untuk menghormati para leluhur, dewa-dewi, dan Buddha. Biasanya orang Tionghoa mempunyai sebuah altar/ lebih di rumah mereka.Mereka mempraktekan pelajaran dhamma dalam menuntun kehidupan yang lebih baik untuk mencapai nibbana.Umat Buddha selalu mengucapkan “Sabbe Sattha Bhavantu Sukhitatata” yang artinya semoga setiap makhluk hidup bahagia.Kata-kata ini biasanya diucapkan setelah selesai membaca paritta (kitab suci). Harapan saya dalam proposal ini adalah dapat menjadi acuan dalam pembuatan karya tulis untuk melihat lebih dalam mengenai etnis Tionghoa-Indonesia dari sisi adat, kebudayaan, ajaran- ajaran yang masih dipertahankan hingga kini dan Marga etnis Tionghoa.
Masalah Yang Akan Diteliti Berdasarkan uraian di atas, saya tertarik untuk meneliti mengenai penyebab para generasi muda di era modern ini masih tetap melaksanakan adat Tionghoa, apa saja adat dan ajaran-ajaran etnis Tionghoa yang masih dipertahankan dan dilestarikan hingga kini, serta penyebab, mengapa dimasa sekarang tidak ada pengelompokan tingkatan marga lagi di dalam kemargaan Tionghoa.
Keunikan Keunikan dalam penelitian saya adalah bahwa saya akan meneliti lebih jauh mengenai etnis Tionghoa – Indoensia dari dari sisi adat, kebudayaan, ajaran- ajaran yang masih dipertahankan hingga kini dan Marga etnis Tionghoa.Dimana informasi yang terdapat padamedia cetak dan social network masih terbatas, sedikit.sehingga nantinya diharapkan dapat membawa banyak manfaat bagi masyarakat yang ingin mengetahui lebih dalam mengenai etnis Tionghoa – Indonesia.
Metode Yang Akan Dilakukan Adapun metode yang akan saya gunakan merupakan metode penelitian kulitatif.Data yang terkumpul juga akan didukung dengan data melalui teknik pengambilan data berupa survey, wawancara dan observasi. Wawancara digunakan untuk mengetahui data dari informan mengenai etnis Tionghoa-Indonesia secara mendalam dan detail, melalui pendekatan secara langsung. Data akan dikuatkan melalui hasil survey dalam penelitian dan intepretasi atas pengamatan obyek yang mendukungadat, kebudayaan, marga dan ajaran- ajaran etnis Tionghoa-Indonesia.
Kesimpulan
Kesimpulan dalam penulisan proposal ini adalah dapat melakukan penelitian yang lebih mendalam mengenai etnis Tionghoa – Indonesiadari sisi adat, kebudayaan, ajaran-
ajaran
yang
Tionghoa.Sehingga
masih
dapat
dipertahankan
menyelesaikan
hingga
masalah
kini
berupa
dan
Marga
minimnya
etnis
informasi
mengenai etnis Tionghoa – Indoensia, kemudian diharapkan dapat membawa banyak manfaat bagi masyarakat yang ingin mengetahui lebih dalam mengenai etnis Tionghoa – Indonesia.
Referensi Kewarganegaraan, Suku Bangsa, Agama dan Bahasa Sehari-hari Penduduk Indonesia Hasil Sensus Penduduk 2010. Badan Pusat Statistik. 2011.ISBN 9789790644175. http://www.tionghoa.info/suku-tionghoa-di-indonesia/ Kusno, Malikul (Sabtu, 9 Desember 2006), "UU Kewarganegaraan dan Etnis Tionghoa", Harian Umum Sinar Harapan, diakses 18 Agustus 2008 (Tionghoa)籍秀琴,姓氏·名字·称谓,中国历史文化知识丛书,大象出版社,1997年 ISBN 7-5347-2010-9“ Li Xiaoxiang,"Origins of Chinese People and Customs".