Karakteristik Wood Pellet Campuran Cangkang Sawit dan Kayu Bakau (Rhizhophora spp.)
ALDISFA NASIR
DEPARTEMEN HASIL HUTAN FAKULTAS KEHUTANAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2015
v
Karakteristik Wood Pellet Campuran Cangkang Sawit dan Kayu Bakau (Rhizhophora spp.) Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul karakteristik Wood Pellet Campuran Cangkang Sawit dan Kayu Bakau (rhizhophora spp.) adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam daftar pustaka dibagian skripsi ini. Dengan ini saya melimpahkan hak cipta karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor. . Bogor, Januari 2015 Aldisfa Nasir E24100058
ABSTRAK ALDISFA NASIR. Karakteristik Wood Pellet Campuran Cangkang Sawit dan Kayu Bakau (Rhizhophora spp.). Dibimbing oleh DEDE HERMAWAN dan GUSTAN PARI. Wood pellet adalah bahan bakar padat berbentuk silinder yang dapat menjadi alternatif energi. Penelitian ini bertujuan untuk menguji karakteristik wood pellet cangkang sawit dan kayu bakau. Kosentrasi serbuk cangkang sawit dan kayu bakau (100%:0%, 75%:25%, 50%:50%, 25%:75%, 0%:100%) dikempa pada wood pellet hidrolik dengan suhu 200°C selama 15 menit. Hasil penelitian menunjukkan bahwa, penambahan setiap 25% kayu bakau terhadap cangkang sawit meningkatkan nilai kadar air, kerapatan, keteguhan tekan, zat terbang tetapi dapat menurunkan nilai karbon terikat, kadar abu dan nilai kalor. Karakteristik wood pellet seperti kerapatan, keteguhan tekan, kadar air, zat terbang, kadar abu, karbon terikat dan nilai kalor secara berturut-turut memiliki nilai 1.1204-1.1564 g/cm3, 32–700 kgf/cm2, 4.35-5.78%, 72.44-74.70%, 1.09-1.36%, 18.43-21.85%, 4448-4859 kal/g. Kata kunci: wood pellet, kayu bakau, cangkang sawit
ABSTRACT ALDISFA NASIR. Characteristics of Mixed Wood Pellet Palm Shell and Rhizhophora spp. Supervised by DEDE HERMAWAN and GUSTAN PARI. Wood pellets is an alternative energy biomass of solid fuel with tubular solid. This study aimed to examine the characteristics of palm shell and Rhizhophora spp wood pellet. The percentages of palm shell and Rhizhophora spp (100%:0%, 75%:25%, 50%:50%, 25%:75%, 0%:100%) compressed in a pressurized hydraulic wood pellets at a temperature of 200 °C for 15 minutes. The results showed that addition of each 25% of the Rhizhophora spp increased the value of the moisture content, bulk density, maximum crushing strength, volatile matter, but it can decrease the value of fixed carbon, ash content and calorific value. The bulk density, maximum crushing strength, moisture content, volatil matter, ash carbon, value of fixed carbon and calorific value of pellet were 1.1204-1.1564 g/cm2, 32–700 kgf/cm2, 4.35-5.78%, 72.44-74.70%, 1.09-1.36%, 18.43-21.85%, 4448-4859 kal/g respectively. Keywords: wood pellet, kayu bakau, palm shell
KARAKTERISTIK WOOD PELLET CAMPURAN CANGKANG SAWIT dan KAYU BAKAU (Rhizophora spp.)
Skripsi sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Kehutanan pada Departemen Hasil Hutan
DEPARTEMEN HASIL HUTAN FAKULTAS KEHUTANAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2015
Judul Skripsi : Karakteristik Wood Pellet Campuran Cangkang Sawit dan Kayu Bakau (Rhizhophora spp.) Nama : Aldisfa Nasir NIM : E24100058
Disetujui oleh
Dr Ir Dede Hermawan, MSc Pembimbing I
Prof (R) Dr Gustan Pari, MSi Pembimbing II
Diketahui oleh
Prof Dr Ir Fauzi Febrianto, MS Ketua Departemen
Tanggal Lulus
PRAKATA Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa ta’ala atas segala karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan penelitian ini serta menyusun karya ilmiah yang berjudul “Karakteristik Wood Pellet Campuran Cangkang Sawit dan Kayu Bakau (Rhizhophora spp.)”. Penulis mengucapkan terimakasih kepada Bapak Dr Ir Dede Hermawan, MSc dan Bapak Prof (R) Dr Gustan Pari, MSi selaku pembimbing yang telah memberikan saran dan masukan terhadap penyelesaian karya ilmiah ini. Ungkapan terima kasih juga disampaikan kepada M. Nasir dan Warniati selaku orang tua, Khairil Nasir, Abdini Ulfa Nasir atas motivasi dan kasih sayangnya, serta dosen-dosen, staf Fahutan, teman-teman IMAKUSI Bogor, bocah Gondorukem (Sruduk, Novan, Ucup, Agung Prabowo, Ateng, Ipul, Ratna, Samuel Boaz, Fauzan Lombok, Ermy P, Novi C, Putra) dan THH 47 atas kebersamaannya selama ini. Semoga karya ilmiah ini bermanfaat dan dapat menambah wawasan kita.
Bogor, Januari 2015 Aldisfa Nasir
DAFTAR ISI DAFTAR TABEL
vi
DAFTAR GAMBAR
vi
DAFTAR LAMPIRAN
vi
PENDAHULUAN
1
Latar Belakang
1
Tujuan Penelitian
2
Manfaat Penelitian
2
METODE PENELITIAN
2
Waktu dan Tempat
2
Alat dan Bahan
3
Prosedur Kerja
3
Persiapan Bahan Baku
3
Penggilingan dan Penyaringan Bahan
3
Pembuatan Wood Pellet
4
Pengujian
4
Analisis Data
5
HASIL DAN PEMBAHASAN
6
Kerapatan
6
Keteguhan Tekan
7
Kadar Air
8
Kadar Zat Terbang
9
Kadar Abu
9
Karbon Terikat
11
Nilai Kalor
11
SIMPULAN DAN SARAN
13
Simpulan
13
Saran
13
DAFTAR PUSTAKA
14
LAMPIRAN
16
RIWAYAT HIDUP
19
DAFTAR TABEL 1 2 3 4
Perbandingan standar mutu kerapatan wood pellet dibeberapa negara Perbandingan standar mutu kadar air wood pellet dibeberapa negara Perbandingan standar mutu kadar abu wood pellet dibeberapa negara Perbandingan standar mutu nilai kalor wood pellet dibeberapa negara
7 8 10 12
DAFTAR GAMBAR 1 2 3 4 5 6 7 8
Urutan kerja penelitian Kerapatan wood pellet campuran cangkang sawit dan kayu bakau Keteguhan tekan wood pellet campuran cangkang sawit dan kayu bakau Kadar air wood pellet campuran cangkang sawit dan kayu bakau Zat terbang wood pellet campuran cangkang sawit dan kayu bakau Kadar abu wood pellet campuran cangkang sawit dan kayu bakau Karbon terikat wood pellet campuran cangkang sawit dan kayu bakau Nilai kalor wood pellet campuran cangkang sawit dan kayu bakau
3 6 7 8 9 10 11 12
DAFTAR LAMPIRAN 1 2 3 4 5 6 7 8
Analisis data sidik ragam kadar abu wood pellet cangkang sawit dan kayu bakau Analisis data sidik ragam kadar air wood pellet cangkang sawit dan kayu bakau Analisis data sidik ragam karbon terikat wood pellet cangkang sawit dan kayu bakau Analisis data sidik ragam kerapatan wood pellet cangkang sawit dan kayu bakau Analisis data sidik ragam keteguhan tekan wood pellet cangkang sawit dan kayu bakau Analisis data sidik ragam kalor wood pellet dan cangkang sawit dan kayu bakau Analisis data sidik ragam zat terbang wood pellet cangkang sawit dan kayu bakau Uji wilayah Duncan karakteristik wood pellet cangkang sawit dan kayu bakau
16 16 16 17 17 18 18 18
PENDAHULUAN Latar Belakang Pertumbuhan populasi dunia memberikan dampak konsumsi energi dunia yang semakin meningkat. Pertumbuhan rata-rata penduduk berdasarkan data statistik pada tahun 2011-2030 sebesar 1.23% per tahun (Heriawan 2011). International Energy Outlook (2013) melaporkan bahwa konsumsi energi dunia diperkirakan naik 56% pada tahun 2040. Proyeksi kebutuhan energi nasional menurut (Sugiyono 2013) pada tahun 2030 mencapai 2.518 juta setara barrel minyak (SBM). Peningkatan permintaan energi dunia terutama untuk penggunaan berbahan bakar fosil menjadi masalah serius bagi lingkungan dan kesehatan manusia. Pembakaran berbahan bakar fosil menghasilkan emisi SO2 dan NO2 (Sudjatmoko 2006). Wiharja (2002) menyatakan bahwa, gas SO2 akan menyebabkan iritasi pada system pernafasan manusia dan juga akan berdampak pada lingkungan yaitu terjadinya hujan asam yang akan menghancurkan tanaman, hewan, dan material seperti bangunan maupun logam. Permasalahan lain yang langsung dirasakan dengan penggunaan energi fosil yang terus meningkat adalah peningkatan harga karena jumlahnya yang semakin terbatas. Anggaran subsidi BBM di tahun 2013 sebesar Rp199.9 triliun namun pada tahun 2014 pemerintah hanya mengalokasikan anggaran sebesar Rp194.9 triliun (Sugiyono 2013). Kebijakan ini dipengaruhi oleh perkiraan harga bahan bakar minyak dunia yang terus meningkat pada tahun 2030 sebesar 126.9 USD/barrel dan batubara 95.2 USD/ton (Sugiyono 2013). Kondisi ini mendorong terciptanya kebijakan pemerintah melalui permen ESDM No 34 Tahun 2014 tentang kenaikan harga BBM premium Rp8 500/liter, solar Rp7 500/liter dan minyak tanah Rp2 500/liter. Alternatif yang sangat mungkin untuk menjawab permasalahan tersebut adalah dengan mengembangkan energi berbasis biomassa. Wood pellet merupakan salah satu produk biomassa berbasis kayu yang memiliki banyak keuntungan dibandingkan dengan bahan bakar fosil. Jenskins (2010) menyatakan bahwa wood pellet dirancang untuk bersaing dengan bahan bakar fosil pada tingkat kenyamanan, kinerja dan harga. Wang et. al. (2013) menjelaskan bahwa wood pellet memiliki beberapa keuntungan yaitu mudah dalam penyimpanan, transportasi, rendah polusi, kadar abu yang rendah dan memiliki nilai kalor yang tinggi. Kualitas pembakaran wood pellet dipengaruhi oleh bahan baku dan proses pembuatannya. Bahan baku yang memiliki nilai kalor yang tinggi akan menghasilkan kualitas pembakaran wood pellet yang tinggi pula. Salah satu bahan baku yang memilki nilai kalor yang tinggi adalah tanaman bakau (Rhizophora spp.) yaitu 4664 kal/g (Martawijaya et al. 1989). Bakau merupakan jenis vegetasi yang tumbuh pada hutan mangrove. Theo (2010) menyatakan bahwa dari areal seluas 4.25 juta hektar hutan mangrove di Indonesia mempunyai potensi 100 m3/hektar bakau-bakauan yang biasa
2 dipasarkan. Masyarakat di sekitar pantai sejauh ini hanya memanfaatkan kayu bakau sebagai bahan bakar tradisional dengan nilai mutu dan ekonomi yang sangat rendah. Selain kayu bakau, bahan berlignoselulosa yang jumlahnya melimpah dan berpotensi untuk dikembangkan sebagai bahan baku wood pellet adalah limbah sawit. Indonesia tercatat sebagai negara pemasok kelapa sawit terbesar kedua di dunia. Areal perkebunan kelapa sawit Indonesia pada tahun 2010 mencapai 7 820 000 hektar dan rata rata produksi tandan buah segar (TBS) adalah 16 ton/hektar (Ditjen PPHP 2006). Setiap tahunnya ada sekitar 8.13 juta ton cangkang sawit yang dihasilkan (Bantacut et al. 2013). Vidian (2009) menyatakan bahwa hasil perbandingan analisis proximat biomasa cangkang sawit dan batu bara jenis lignit tidak berbeda secara signifikan. Bahrin (2011) juga melaporkan bahwa penggunaan cangkang sawit memberikan peluang pengurangan emisi gas rumah kaca dan jumlah abu yang dihasilkan masing masing 22.8% dan 62% lebih rendah dibanding dengan penggunaan batubara. Pemanfaatan limbah cangkang sawit ini sangat berpotensi sebagai bahan baku pembuatan wood pellet yang ramah lingkungan dan berkelanjutan. Meskipun cangkang sawit sangat berpotensi sebagai bahan baku wood pellet, namun wood pellet berbahan baku cangkang sawit memiliki beberapa kendala seperti harga cangkang sawit yang cukup tinggi yaitu sekitar Rp635/kg sedangkan harga jual wood pellet dipasaran berkisar antara Rp900/kg (mutu standar) - Rp2 700/kg (mutu premium), dan wood pellet cangkang sawit sulit dalam penanganan karena rentan hancur. Salah satu cara mengatasi masalah tersebut yaitu mensubtitusikan kayu bakau kedalam cangkang sawit, karena kayu bakau memiliki harga pasaran yang lebih ekonomis dibandingkan cangkang sawit yaitu sekitar Rp355/kg (Permen Perdagangan no 12 tahun 2012) dan lignin kayu bakau juga dapat menjadi perekat alami wood pellet. Tujuan Penelitian Penelitian ini bertujuan untuk menguji karakteristik wood pellet dari subtitusi kayu bakau terhadap cangkang sawit Manfaat Penelitian Penelitian ini diharapkan dapat meningkatkan nilai tambah kayu bakau dan cangkang kelapa sawit dalam bentuk wood pellet. Selain itu juga sebagai informasi ilmiah baru dalam pengembangan bahan baku teknologi pelleting.
METODE PENELITIAN Waktu dan Tempat Penelitian ini dimulai sejak bulan Juni hingga Agustus 2014 Laboratorium Biokomposit IPB, Pusat Penelitian dan Pengembangan Kehutanan Bogor, dan Balai Penelitian Ternak Bogor.
3 Alat dan Bahan Bahan utama dari penelitian ini yaitu serbuk kayu bakau dan serbuk cangkang sawit dengan ukuran 40 mesh. Alat yang digunakan terdiri dari timbangan elektrik, tanur, alat penyaring 40 mesh, bomb calorimeter, hammer mill, chipper, dan pellet hidrolik. Prosedur Kerja Prosedur pembuatan wood pellet dilakukan berdasarkan bagan kerja seperti yang disajikan dalam Gambar 1.
Persiapan bahan baku
Penggilingan dan penyaringan bahan
Pembuatan wood pellet
Pengujian
Analisis data Gambar 1 Urutan kerja penelitian Persiapan Bahan Baku Kayu bakau dan cangkang sawit dikonversi menjadi partikel berbentuk chip pada mesin chipper. Chip yang dihasilkan kemudian dikeringkan dalam oven hingga mencapai kadar air 15–30%. Penggilingan dan Penyaringan Bahan Chip selanjutnya diserbukkan menggunakan hammer mill. Partikel yang dihasilkan selanjutnya disaring menggunakan saringan 40 mesh.
4 Partikel bakau dan cangkang sawit kemudian diukur kadar airnya menggunakan metode gravimetri. Pembuatan Wood Pellet Partikel 40 mesh dicampur dengan komposisi cangkang kelapa sawit: kayu bakau (100:0, 75:25, 50:50, 25:75, 0:100)%. Pencetakan wood pellet menggunakan wood pellet hydraulic bertekanan 526.48 kg/cm2 dengan ukuran dies 11 mm pada suhu 200°C dengan waktu kempa 15 menit. Wood pellet yang dihasilkan dikondisikan selama satu hari. Pengujian Kadar Air (ASTM D 5142 – 02) Penetapan kadar air dilakukan dengan memasukkan satu gram (g) sampel diletakkan pada aluminium foil yang sudah dibentuk cawan. sampel dikeringkan dalam oven dengan suhu 103 ± 2 °C selama 24 jam sampai kadar air konstan. Sampel setelah dioven selanjutnya didinginkan dalam desikator selama 15 menit sampai kondisi stabil dan ditimbang. Pengitungan kadar air menggunakan rumus: 𝐵𝐵−𝐵𝐾𝑇 KA (%) = x100% 𝐵𝐾𝑇 BB : berat sebelum dikeringkan dalam oven (g) BKT : berat setelah dikeringkan dalam oven (g) KA : kadar air Kerapatan Penetapan kerapatan dinyatakan dalam perbandingan antara berat dan volume wood pellet. Kerapatan sampel dihitung dengan menggunakan rumus: 𝑀 ρ= 𝑉 M : massa dalam gram (g) V : volume benda yang diteliti (cm3) ρ : kerapatan dari objek yang diteliti (g/cm3) Kadar Abu (ASTM D 5142 – 02) Penetapan kadar abu dilakukan satu gram sampel diletakkan pada cawan porselin yang bobotnya sudah diketahui. Kemudian dioven pada suhu 600-900 °C selama 5 sampai 6 jam. Selanjutnya didinginkan dalam desikator sampai kondisi stabil dan ditimbang. Kadar abu sampel dihitung dengan rumus: 𝐵𝑒𝑟𝑎𝑡 𝑎𝑏𝑢 Kadar abu (%) = 𝐵𝑒𝑟𝑎𝑡 𝑠𝑎𝑚𝑝𝑒𝑙 x 100%
Kadar Zat Terbang (ASTM D 5142 - 02) Penetapan nilai zat terbang dilakukan dengan satu gram sampel diletakkan pada cawan porselin yang bobotnya sudah diketahui. Masukkan sampel kedalam oven suhu 950 ± 20 0C selama 7 menit, selanjutnya
5 dinginkan dalam desikator sampai kondisi stabil dan ditimbang. Kadar zat terbang sampel dihitung dengan menggunakan rumus: B−C Zat mudah menguap = 𝑋 100% W Keterangan : B = berat sampel setelah dikeringkan dari uji kadar air (g) C = berat sampel setelah dipanaskan dalam tanur (g) W = berat awal sampel sebelum pengujian kadar air (g) Kadar Karbon Terikat (ASTM D 5124 – 02) Penetapan nilai karbon terikat dilakukan setelah didapatkan hasil kadar air, zat terbang, dan kadar abu. Kadar karbon terikat dihitung dengan rumus: Karbon Terikat = 100% – (kadar air + zat terbang + kadar abu) Nilai Kalor Satu gram sampel diletakkan dalam cawan silika dan kemudian dimasukkan kedalam tabung Bomb Calorimeter Parr 6400. Nilai kalor akan ditunjukkan dalam waktu 10 menit. Keteguhan Tekan (ASTM D143) Keteguhan tekan didapatkan dari hasil perbandingan beban yang diterima terhadap luas permukaan wood pellet. Keteguhan tekan dihitung dengan rumus: 𝑀𝑏 P = 𝐴 P = keteguhan tekan wood pellet (kgf cm-2) Mb = beban yang diterima wood pellet hingga wood pellet pecah (kgf) A = luas permukaan wood pellet (cm2) Analisis data Pengolahan data menggunakan metode rancangan acak lengkap (RAL) pada sofware Microsoft Excel 2010 dan SAS 9.1.3. Model matematika yang digunakan mengikuti persamaan berikut: Yij = µ + αi + εij Keterangan: Yij : nilai pengamatan pada perlakuan ke-i µ : nilai rata-rata αi : pengaruh perlakuan ke-i dan ulangan ke-j εij : kesalahan percobaan pada perlakuan ke-i dan ulangan ke-j
6
HASIL DAN PEMBAHASAN Kerapatan
Kerapatan (g/cm3)
Kerapatan merupakan salah satu sifat fisis yang menunjukkan perbandingan antara massa benda terhadap volumenya (banyaknya zat persatuan volume) (Massijaya 1999). Berat jenis bahan baku akan mempengaruhi kerapatan dari wood pellet. Demirbas (1999) menyatakan bahwa kerapatan dipengaruhi oleh proses densifikasi. Hasil penelitian menunjukkan bahwa nilai kerapatan wood pellet dari campuran partikel cangkang sawit dan kayu bakau adalah 1.1204-1.1564 g/cm3. Gambar 2 memperlihatkan bahwa peningkatan nilai kerapatan berbanding lurus terhadap subtitusi 25% kayu bakau terhadap cangkang sawit. Kerapatan wood pellet dipengaruhi oleh kerapatan dan berat jenis bahan baku (Wardani 2013). Berat jenis bakau dan cangkang sawit termasuk kelas I-II sehingga kerapatan wood pellet yang dihasilkan semakin tinggi pula. Kerapatan yang terlalu tinggi menyebabkan bahan bakar wood pellet sulit terbakar akan tetapi nilai kalor dan keteguhan tekan akan meningkat (Hendra 2012). 1,4000 1,2000 1,0000 0,8000 0,6000 0,4000 0,2000 0,0000
1.1204 a
1.1242 a
1.1359 a
1.1449 a
1.1564 a
0
25
50
75
100
Substitusi kayu bakau (%)
Gambar 2 Kerapatan wood pellet campuran cangkang sawit dan kayu bakau Hasil pengujian analisis ragam menunjukkan bahwa kerapatan semua perlakuan tidak berbeda nyata pada tingkat kepercayaan 95%. Kerapatan yang dihasilkan dari pengujian sudah termasuk kedalam standar mutu kerapatan dari Austria - Österreichisches Normugsintitut (ONORM M 7135), Swedia – Swedia Standart (SS 18 71 20), Amerika – Pellet Fuel Institut (PFI), dan Jerman – Deuctsches Institut fur Normug (DIN 51371). Kerapatan yang memenuhi standar Prancis – Institut Technique Eropeen do Bois Energie (ITEBE) hanya terdapat pada komposisi penambahan bakau 100% (Tabel 1). Pemberian suhu dan tekanan yang tinggi pada saat pengempaan wood pellet juga akan meningkatkan kerapatan wood pellet.
7 Tabel 1 Perbandingan standar mutu kerapatan wood pellet dibeberapa negara Sumber Kerapatan (g/cm3) Standar Austria (ONORM M 7135)a >1.12 a Standar Swedia (SS 18 71 20) >0.60 Standar Amerika (PFI)b >0.64 a Standar Jerman (DIN 51371) 1.00- 1.40 Standar Prancis (ITEBE)C >1.15 Hasil penelitian 1.1204-1.1564 Sumber: a)Hahn (2004); b)PFI (2007); c)Douard (2007). Keteguhan Tekan Keteguhan tekan merupakan parameter dalam menentukan daya tahan wood pellet pada saat transportasi. Menurut Hendra (2012) keteguhan merupakan daya tahan wood pellet terhadap tekanan dari luar sehingga mengakibatkan wood pellet pecah atau hancur. Keteguhan tekan wood pellet pada masing masing perlakuan dapat dilihat pada Gambar 3. Subtitusi kayu bakau setiap 25% terhadap cangkang sawit meningkatkan keteguhan tekan wood pellet secara signifikan (Gambar 3). Nilai keteguhan tekan wood pellet campuran cangkang sawit dan kayu bakau adalah 32–700 kgf/cm2. Keteguhan tekan wood pellet dengan campuran 100% kayu bakau memiliki nilai keteguhan tekan paling tinggi yaitu 700 kgf/cm2. Nilai keteguhan tekan dipengaruhi oleh kandungan lignin yang ada pada bahan baku wood pellet. Lignin pada bahan baku berkontribusi sebagai perekat alami pada wood pellet. Jumlah kandungan lignin pada kedua bahan baku adalah 27-28%, namun komponen penyusun lignin pada cangkang sawit berbeda dengan penyusun lignin pada kayu bakau. Lignin pada kayu daun lebar disusun oleh guaisil-siringil (Boerjan et al. 2003). Sedangkan penyusun lignin pada cangkang sawit terdiri dari guaiasil-sisingil-p Coumaryl alcohol. Perbedaan struktur penyusun lignin kedua bahan baku ini dimungkinkan berpengaruh terhadap tingkat keteguhan wood pellet.
Keteguhan Tekan (kgf/cm2)
800
700 a 512
600 318 c
400 200
b
218 c 32 d
0 0
25
50
75
100
Subtitusi kayu baku (%)
Gambar 3 Keteguhan tekan wood pellet campuran cangkang sawit dan kayu bakau Selain perbedaan penyusun lignin, tingginya kadar zat ekstraktif pada cangkang sawit juga menyebabkan penurunan kerapatan dan keteguhan. Zat
8 ekstraktif pada sawit sebagian besar adalah minyak (Roza 2009). Kadar ekstraktif ini diduga menghambat terjadinya ikatan antar lignin. Struktur kekakuan bahan cangkang sawit yang tinggi juga dapat dijadikan penyebab rendahnya nilai keteguhan tekan dari hasil pengempaan pada pellet hidrolik. Kadar Air
Kadar Air (%)
Penentuan kadar air sebagai indikator untuk mengidentifikasi sifat higroskopis wood pellet yang dihasilkan. Kadar air dari semua perlakuan disajikan dalam Gambar 4. Nilai kadar air wood pellet dari hasil penelitian ini adalah 4.35-5.78%. Kadar air wood pellet berpengaruh terhadap kemudahan menyala, nilai kalor, dan jumlah asap yang dihasilkan. Semakin tinggi kadar air suatu wood pellet menyebabkan semakin sulit dalam penyalaan, nilai kalor menjadi rendah, dan menghasilkan jumlah asap yang banyak saat pembakaran. Kadar air dari campuran 0% kayu bakau menghasilkan kadar air yang paling rendah sebesar 4.35%. Subtitusi kayu bakau setiap 25% menyebabkan peningkatan nilai kadar air pada wood pellet namun tidak signifikan (Gambar 4). 7,00% 6,00% 5,00% 4,00% 3,00% 2,00% 1,00% 0,00%
4.35 % a
0
4.76 %
25
a
5.36 % a
5.56% a
5.78 % a
50
75
100
Subtitusi kayu bakau (%)
Gambar 4 Kadar air wood pellet campuran cangkang sawit dan kayu bakau Kadar air yang dihasilkan pada penelitian ini sudah memenuhi standar mutu yang disyaratkan dari berbagai negara seperti standar Austria (ONORM M 17135), Swedia (SS 18 71 20), Jerman (DIN 51371), Prancis (ITEBE), dan Italia (CTI–R 04/05) (Tabel 2). Rendahnya kadar air wood pellet disebabkan pemanasan pada saat proses pengempaan berlansung. Partikel air yang terkandung dalam serbuk akan mengalami penguapan selama pengempaan Tabel 2 Perbandingan nilai kadar air wood pellet dibeberapa negara Sumber Kadar air (%) a Standar Austria (ONORM M 7135) <10 Standar Swedia (SS 18 71 20)a ≤10 a Standar Jerman (DIN 51371) <12 Standar Prancis (ITEBE)b ≤15 a Standar Italia (CTI – R 04/5) ≤10 Hasil penelitian 4.35-5.78 Sumber: a)Hahn (2004); b)PFI (2007); c)Douard (2007)
9 Subtitusi kayu bakau berbanding lurus dengan kadar air yang dihasilkan. Hal ini disebabkan oleh gugus OH pada selulosa kayu bakau yang berikatan dengan air semakin tinggi. Tingginya kadar air juga berpengaruh terhadap meningkatnya serangan mikroorganisme. Kadar zat Terbang Zat terbang adalah zat yang menguap dari hasil dekomposisi senyawasenyawa didalam suatu bahan selain air. Zat terbang dapat dijadikan suatu parameter untuk mengukur banyaknya asap yang dihasilkan pada saat pembakaran. Hendra dan Pari (2000) menyatakan bahwa asap yang ditimbulkan selama pembakaran disebabkan oleh adanya reaksi antara karbon monoksida (CO) dengan senyawa dari turunan alkohol. Tingginya nilai kadar zat terbang berbanding terbalik dengan nilai kalor yang dihasilkan. Hasil penelitian menunjukkan kadar zat terbang yang dihasilkan dari wood pellet campuran cangkang sawit dengan kayu bakau adalah 72.4474.70%. Nilai tertinggi ada pada subtitusi kayu bakau 100% yaitu 74.70%. Setiap subtitusi 25% kayu bakau terhadap cangkang sawit tidak memberikan pengaruh yang signifikan kepada nilai zat terbang (Gambar 5).
Zat terbang (%)
80,00%
72.44 % a
72.56% a
72.82% a
73.69% a
74.70% a
0
25
50
75
100
60,00% 40,00% 20,00% 0,00%
Subtitusi kayu bakau (%)
Gambar 5 Zat terbang wood pellet campuran cangkang sawit dan kayu bakau Tingginya nilai kadar zat terbang ini dapat diturunkan dengan melakukan pengarangan terhadap bahan baku wood pellet terlebih dahulu. Menurut Sunyata (2004) Kadar zat terbang akan semakin kecil jika dilakukan proses pirolisis atau pengarangan dengan suhu yang tinggi. Hendra (2012) mengatakan bahwa pembuatan wood pellet dengan perlakuan pemanasan dan besarnya partikel serbuk kayu tidak memberikan pengaruh nyata terhadap nilai zat terbang. Kadar Abu Abu adalah bagian yang tersisa dari proses pembakaran yang tidak mempunyai unsur karbon. Kadar abu merupakan indikator banyaknya abu yang dihasilkan pada saat pembakaran selesai. Nilai kadar abu yang dihasilkan dari penelitian ini adalah 1.09-1.36% (Gambar 5). Nilai kadar
10
Kadar abu (%)
abu terendah terdapat pada subtitusi kayu bakau 100%. Hal ini diduga karena kayu bakau memiliki kandungan mineral yang tidak terlalu tinggi bila dibandingkan dengan kandungan mineral cangkang kelapa sawit. Fauziah (2013) menyatakan bahwa kadar abu dari cangkang sawit bisa mencapai 5%, dan 58% dari kandunganya didominasi oleh silika. Silika merupakan unsur yang sangat reaktif dengan strukur yang keras dan kaku sehingga akan menurunkan kualitas nilai panas wood pellet pada saat pembakaran. Abu dapat menginduksi proses pembentukan slag yang dapat menurunkan efisiensi pembakaran (Compete 2009). 1,60% 1,40% 1,20% 1,00% 0,80% 0,60% 0,40% 0,20% 0,00%
1.36% a
0
1.23% ab
1.23% ab
25
50
1.13% b
1.09% b
75
100
Subtitusi kayu bakau (%)
Gambar 6 Kadar abu wood pellet campuran cangkang sawit dan kayu bakau Subtitusi 25% kayu bakau terhadap cangkang sawit menurunkan nilai kadar abu. Namun berdasarkan analisi ragam, nilai kadar abu yang dihasilkan tidak berbeda nyata terhadap semua perlakuan. Pemanfaatan abu sisa pembakaran dapat digunakan sebagai abu gosok, campuran bahan bangunan, dan agen pemucat minyak (Widowati 2001). Kadar abu hasil penelitian ini tidak memenuhi standar mutu dari Australia (ONORM M 7135), Swedia (SS 18 71 20), dan Amerika premium (PFI). Secara umum kadar abu penelitian ini hanya memenuhi standar mutu Amerika–Standar (FPI), standar Jerman (DIN 53171) dan Prancis (ITEBE) (Tabel 3). Tingginya nilai kadar abu wood pellet campuran cangkang sawit dengan kayu bakau ini juga disebabkan tingginya nilai abu yang ada pada cangkang sawit. Berdasarkan penelitian Raharjo (2012) bahwa, cangkang sawit tanpa perlakuan mempunyai kadar abu sebesar ±1.61%. Tabel 3 Perbandingan nilai kadar abu wood pellet dibeberapa negara Sumber Kadar abu (%) a Standar Austria (ONORM M 7135) <0.50 a Standar Swedia (SS 18 71 20) <0.70 Standar Amerika (PFI)b <1.00 (Premium) <3.00 (Standar) Standar Jerman (DIN 51371)a ≤1.5 Standar Prancis (ITEBE)c ≤6.00 Hasil penelitian 1.09–1.36 Sumber: a)Hahn (2004); b)PFI (2007); c)Douard (2007)
11
Karbon Terikat Karbon terikat menjadi indikator jumlah material padat yang dapat terbakar setelah komponen zat terbang dihilangkan dari zat tersebut (Speight 2005). Karbon terikat tersusun dari fraksi karbon (C) yang terdapat dalam bahan selain abu, air, dan zat terbang sehingga nilai karbon terikat dipengaruhi kadar air, kadar abu dan zat terbang. Hasil penelitian menunjukkan bahwa subtitusi 25% kayu bakau menghasilkan nilai karbon terikat yang semakin rendah. Nilai karbon terikat hasil penelitian ini adalah 18.43-21.85% (Gambar 7). Kadar karbon terikat tertinggi ada pada campuran kayu bakau 0% terhadap cangkang sawit. Hal ini disebabkan oleh campuran kayu bakau 0% memiliki nilai kadar air, zat terbang, dan kadar abu yang relatif lebih rendah dibandingkan perlakuan yang lainnya. Hasil analisi ragam menyatakan setiap subtitusi 25% kayu bakau terhadap cangkang sawit tidak berpengaruh nyata terhadap nilai karbon terikat. Karbon terikat (%)
30,00% 25,00%
21.85% a
21.45% ab
20.59% ab
19.62% ab
18.43% b
50
75
100
20,00% 15,00% 10,00% 5,00% 0,00% 0
25
Subtitusi kayu bakau (%)
Gambar 7 Karbon terikat wood pellet campuran cangkang sawit dan kayu bakau Nilai Kalor Faktor utama penentu kualitas wood pellet adalah nilai kalor. Nilai kalor menunjukkan nilai panas yang dihasilkan oleh wood pellet sewaktu proses pembakaran. Nilai kalor yang dihasilkan pada penelitian ini adalah 4448-4859 (Kal/g). Nilai kalor tertinggi terdapat pada subtitusi kayu bakau 0% terhadap cangkang sawit, sedangkan subtitusi kayu bakau 100% memiliki nilai kalor yang paling rendah. Nilai kalor berbanding terbalik dengan nilai kadar air wood pellet campuran cangkang sawit dan bakau, tinggi kadar air juga dapat menurunkan nilai kalor, karena sebagian panas digunakan untuk menguapkan air pada saaat awal penyalaan api. Sedangkan nilai karbon terikat berbanding lurus dengan nilai kalor, karena semakin rendah nilai karbon terikat akan semakin sedikit bahan padat yang dapat terbakar dan nilai kalor akan menurun. Penelitian ini menunjukkan bahwa subtitusi kayu bakau menurunkan nilai karbon terikat dan membuat nilai kalor juga ikut menurun setiap subtitusi kayu bakau 25% namun tidak signifikan.
Nilai kalor (kal/g)
12
6000 5000 4000 3000 2000 1000 0
4859 a
4761 ab
4713 ab
4608 b
4448 c
0
25
50
75
100
Subtitusi kayu bakau (%)
Gambar 8 Nilai kalor wood pellet campuran cangkang sawit dan kayu bakau Tabel 4 Perbandingan nilai kalor wood pellet dibeberapa negara Sumber Kalor (kal/g) a Standar Austria (ONORM M 7135) ≥4299.3 a Standar Swedia (SS 18 71 20) ≥4036.6 Standar Jerman (DIN 51371)a 4179.9-4657.6 Standar Prancis (ITEBE)b ≥4036.6 Hasil penelitian 4448-4859 Sumber: a)Hahn (2004); b)PFI (2007); c)Douard (2007) Berdasarkan standar mutu dari negara lain wood pellet ini memenuhi persyaratan standar wood pellet dari negara Austria (ONORM M 7135), Swedia (SS 18 71 20), Jerman (DIN 51371), dan Prancis (ITEBE). Perbandingan nilai kalor dapat dilihat pada Tabel 4. Tingginya nilai kalor ini disebabkan kerapatan dari wood pellet yang tinggi yaitu 1.1204–1.1564 g/cm3 (Gambar 2). Nilai kalor berbanding lurus dengan kerapatan bahan baku (Sudrajat 1984).
13
SIMPULAN DAN SARAN Simpulan Hasil penelitian ini menunjukkan kayu bakau dan cangkang sawit sangat baik digunakan untuk bahan baku wood pellet sebagai alternatif energi terbaharukan dimasa depan. Subtitusi setiap 25% kayu bakau terhadap cangkang sawit akan meningkatkan nilai kadar air, kerapatan, keteguhan tekan, zat terbang tetapi dapat menurunkan nilai karbon terikat, kadar abu dan nilai kalor. Karakteristik wood pellet seperti kerapatan, keteguhan tekan, kadar air, zat terbang, kadar abu, karbon terikat dan nilai kalor secara berturut-turut memiliki nilai 1.1204-1.1564 g/cm3, 32–700 kgf/cm2, 4.35-5.78%, 72.44-74.70%, 1.09-1.36%, 18.43-21.85%, 4448-4859 kal/g. Karakteristik wood pellet kecuali kerapatan dan keteguhan tekan secara umum sudah memenuhi standar yang ada di negara-negara Eropa. Saran Hasil penelitian ini dapat dijadikan acuan bagi pemerintah dan perusahaan untuk mendukung, mengembangkan dan berinvestasi pada energi terbaharukan yaitu wood pellet berbahan baku cangkang sawit dan kayu bakau. Dalam penghematan ketersediaan energi negara, wood pellet dari cangkang sawit dan kayu bakau disarankan menjadi alternatif pengganti energi fosil seperti batu bara.
14
DAFTAR PUSTAKA
ASTM D 1542-02.2003.Standard Test Methods for Proximate Analysis of the Analysis Sample of Coal and Coke by Instrumental Procedures. ASTM International, 100 Barr Harbor Drive, PO Box C700, West Conshohocken, PA 19428-2959, United States. Bahrin D, Nurman, Dariansyah Y. 2011. Biomasa: Bahan Bakar Bersih untuk Industri Karet di Sumatra Selatan; Prosiding Seminar Nasional AVoER ke-3; 26-27 Oktober 2011; Palembang, Indonesia. Palembang : Fakultas Tehnik Universitas Sriwijaya. hlm 110-115 Bantacut T, Hendra D, Nurwigha R. 2013. Mutu biopellet dari campuran arang dan sabut cangkang sawit [The quality biopellet from combination of palm shell charcoal and palm fiber] J Teknol Indust Pert. 23 (1):1-12 Bourjan W, Ralph J, Baucher M. 2003. Lignin biosynthesis. Annual Review Plant Biology 54: 519-546 Compete. 2009. Competence platform on energy crop and agroforestry system for arid and semi-arid ecosystems – Africa. Germany. Demirbas A. 1999. Properties of charcoal derived from hazelnut shell and the production of briquettes using pyrolitic oil. Energy 24: 141 – 150. Ditjen PPHP. 2006. Pedoman Pengelolaaan Limbah Industri Kelapa Sawit. Subdit Pengelolaan Lingkungan Direktorat Pengolahan Hasil Pertanian. Departemen Pertanian, Jakarta Douard F. 2007. Chalange in the Expanding French Pellet Market. ITEBE Pellet 2007 Conference. Wells, Austria. Fauziah M, Febriansyah H. 2013. Pemanfaatan Limbah Cangkang Sawit sebagai Bahan Tambah untuk Meningkatkan Kekuatan dan Keawetan Cmpuran asphal Concrete Binder (AC-BC); Prosiding seminar nasional 2013 menuju masyarakat madani dan lestari. Indonesia : hlm 377-384. Hahn B. 2004. Existing Guidelines and Quality Assurance for Fuel Pellets. Austria: Umbera. Hendra D dan Pari G. 2000. Penyempurnaan Teknologi Pengolahan Arang. Laporan Hasil Penelitian Hasil Hutan. Balai Penelitian dan Pengembangan kehutanan, Bogor. Hendra, D. 2012. Design and Manufacture of Wood Pellets Machine and Testing of its Product. J Penelitian Hasil Hutan 30(2) :144-154 Heriawan R.2011.Trends of The Selected socio-Economic Indicator of Indonesia Agust 2011. Jakarta : Badan Pusat Statistik (BPS). International Energy Outlook (IEO). 2013. Independent Statistics and Analysis. U.S. Energy Information Administration. U.S. Departement of Energy Washington hlm 9-19 DOI www.eia.gov/ieo/ Jenkins D. 2010. Wood pellet Heating System. London: Earthscan hlm 1-11 Massijaya, M.Y, B.Tambunan, Y.S. Hadi, E.S Bakar, dan I. Sunarni. 1999. Studi Pembuatan Papan Partikel dari Limbah Kayu dan Plastik Polystyrene. J ITHH, Fakultas Kehutanan IPB. Bogor.
15 Martawijaya, A., I.K.Sujana., Y.I. Mandang, S. Amang., P.K. Kadir. 1989. Atlas Kayu Indonesia Jilid II. Badan Penelitian dan Pengembangan Kehutanan. Bogor: hlm 6-23 Speigth JG. 2005. Handbook of Coal Analysis. New Jersey: John Wiley & Sons Inc. Sudrajat R. 1984. Pengaruh kerapatan kayu, tekanan pengempaan, dan jenis perekat terhadap sifat briket kayu. J ITHH 1 (1): 11-15. Sudjatmoko .2008. Analisis Aspek Teknis dan Ekonomis Pengolahan Gas Buang dengan Berkas Elektron. Pusat Teknologi Akselertor dan Proses Bahan (BATAN) 11(2): 69-79 Sugiyono A, Permana AD, Boedoyo MS, Adiraso. 2013. Pengembangan Energi dalam Mendukung Sektor Trasportasi dan Industri Pnengelolahan Mnineral. Outlook Energi Indonesia 2013. Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT) hlm 39-52 Sunyata A. 2004. Pengaruh Kerapatan dan Suhu Pirolisa terhadap Kualitas Briket Arang Serbuk Kayu Sengon. Fakultas Kehutanan Institut Pertanian (INTAN). Yogyakarta. Raharjo S. 2012. Analisis thermogravimetri limbah padat kelapa sawit dan potensi konversi menjadi gas bakar [Thermogravimetric analysis on Palm Solid Waste and Its Convnversion Potential as Fuel Gas]. J Tek Lingk UNAND 9 (2) : 115-120 Roza I. 2009. Pengaruh perbedaan proses penyediaan serat dengan cara mekanis limbah tandan kosong sawit terhadap papan serat. J SainTek 12(1): 9-17 Theo YP. 2010. Sifat Fisika dan Dimensi Serat Dua Jenis Kayu Bakau pada Berbagai Posisi. J Hutan Tropis 11(30): 90-99 [PFI] Pellet Fuel Institute. 2007. Pellets: Industry Spesifics. http:www.peletheat.org/3/industryspecipics.html. Permen Perdagangan. 2012. Penetapan harga patokan hasil hutan untuk perhitungan provinsi sumberdaya hutan sesuai keputusan Mentri Perdagangan No 12/M-DAG/PER/3/2012. Jakarta Vidian F, Fikri. 2009. Pemanfaatan Tempurung Kelapa Sawit Menjadi Bahan Bakar Gas Melalui Teknologi Gasifikasi. Prosiding Seminar Nasional AVoER. Palembang: Universitas Sriwijaya. Wardani. L, Massijaya, MY dan M. Faisal Machdie.2013.Utilization of Petiole Oil Palm Waste and Recycled Polypropylene as Raw Materials for Wood Composites. J Hutan Tropis 1(1): 46-53 Wang C, Zhang L, Liu J. 2013. Cost of non-renewable energy in production of wood pellets in China. Education press and Springer-Verlag Berlin Heidelberg. DOI 10.1007/s11707-013-0358-y Widowati S. 2001. Pemanfaatan hasil samping penggilingan padi dalam menunjang sistem agroindustri di pedesaan. Balai Penelitian Bioteknologi Tanaman Pangan Bogor. Buletin AgroBio 4(1): 33-38. Wiharja .2002.Identifikasi Gas SO2 di Daerah Industri Pengecoran Logam Ceper. J Teknol Lingk 3(3): 251-155
16
LAMPIRAN Source Model Error Corrected Total R-Square 0.693738
Kadar Abu Squares Mean Square 0.14180000 0.03545000 0.06260000 0.00626000 0.20440000
DF 4 10 14
Coeff Var 6.538856
Root MSE KAb Mean 0.079120 1.210000
Alpha Error Degrees of Freedom Error Mean Square Number of Means Critical Range
Source Model Error Corrected Total R-Square 0.423259
2 .1439
3 .1504
Coeff Var 14.70087
R-Square 0.481468
4 .1542
Root MSE 0.758859
Alpha Error Degrees of Freedom Error Mean Square
Source Model Error Corrected Total
0.05 10 0.00626 5 .1567
Kadar Air Squares Mean Square 4.22617333 1.05654333 5.75866667 0.57586667 9.98484000
DF 4 10 14
Number of Means Critical Range
F Value Pr > F 5.66 0.0120
2 1.381
DF 4 10 14
3 1.443
KA Mean 5.162000
0.05 10 0.27234 4 1.479
Karbon Terikat Squares Mean Square 23.202960 5.800740 24.989200 2.498920 48.192160 Coeff Var 7.754328
F Value Pr > F 1.83 0.1989
Root MSE 1.580797
5 1.503
F Value Pr > F 2.23 0.1277
KT Mean 20.38600
17 Alpha Error Degrees of Freedom Error Mean Square Number of Means Critical Range
Source Model Error Corrected Total
2 2.876
DF 4 10 14
R-Square 0.435692
3 3.005
2 .03359
DF
Model Error Corrected Total
4 10 14
R-Square 0.953627
0.05 10 0.000341
3 .03510
4 3599
Root MSE 62.55154
Alpha Error Degrees of Freedom Error Mean Square Number of Means Critical Range
KT Mean 1.136353
Keteguhan Tekan Mean Squares F Value Square 804625.7.009 201156.4252 51.41 39126.9527 3912.6953 843752.6536 Coeff Var 17.57622
2 113.8
3 118.9
5 3.130
F Value Pr > F 1.93 0.1819
Root MSE 0.018464
Alpha Error Degrees of Freedom Error Mean Square
Source
4 3.081
Kerapatan Squares Mean Square 0.00263214 0.00065803 0.00340914 0.00034091 0.00604128 Coeff Var 1.624834
Number of Means Critical Range
0.05 10 2.49892
5 .03656
Pr > F <.0001
KT Mean 355.8873
0.05 10 3912.695 4 121.9
5 123.9
18
Source
DF
Model Error Corrected Total
4 10 14
R-Square 0.801468
Nilai Kalor Mean Squares Square 296138.2667 74034.5667 73356.6667 7335.6667 369494.9333 Coeff Var 1.830905
Root MSE 85.64851
Alpha Error Degrees of Freedom Error Mean Square Number of Means Critical Range
2 155.8
F Value 10.09
Pr > F 0.0015
KT Mean 4677.933
0.05 10 7335.667
3 162.8
4 167.0
5 169.6
Zat Terbang Source
DF
Squares
Mean Square
Model Error Corrected Total
4 10 14
10.81996000 27.50313333 38.32309333
2.70499000 2.75031333
R-Square 0.282335
Coeff Var 2.264263
F Value 0.98
Root MSE 1.658407
Alpha Error Degrees of Freedom Error Mean Square
Pr > F 0.4591
KT Mean 73.24267
0.05 10 2.750313
Number of Means 2 3 4 Critical Range 3.017 3.153 3.233 Uji wilayah Duncan karakteristik wood pellet
perlakuan Penambahan kayu bakau terhadap cangkang sawit setiap 25% Keterangan:
Kode 0% 25% 50% 75%
Keteguhan Kerapatan Tekan 3 (g/cm ) (kgf/cm2) a 1,1204 32d 1,1242a 218c a 1,1359 318c 1,1449a 512b
100% 1,1564a
700a
Huruf sama ‘tidak berbeda nyata’ Huruf beda ‘berbeda nyata’
5 3.284
Kadar Air (%) 4,35a 4,76a 5,36a 5,56a
Zat Terbang (%) 72,44a 72,57a 72,82a 73,69a
Kadar Abu (%) 1,37a 1,24ab 1,23ab 1,13b
Karbon Terikat (%) 21,85a 21,45ab 20,59ab 19,62ab
Nilai Kalor (kal/g) 4859a 4761ab 4713ab 4608b
5,78a
74,70a
1,09b
18,43b
4448c
19
RIWAYAT HIDUP Aldisfa Nasir lahir di Pintu gobang kari Riau, tanggal 28 Mei 1992 dari ayah M. Nasir dan ibu Warniati, sebagai putra pertama dari dua bersaudara. Penulis menamatkan SMA pada tahun 2010 dari SMA 1 Teluk Kuantan, Riau dan pada tahun yang sama diterima di IPB melalui jalur USMI (Undangan Seleksi Masuk IPB). Penulis memilih program studi Hasil Hutan, Departemen Teknologi Hasil Hutan, Fakultas Kehutanan. Selama mengikuti Perkuliahan penulis aktif dalam organisasi mahasiswa daerah IMAKUSI (Ikatan Mahasiswa Kuantan Singingi) tahun 2010-1014 dan IKPMR (Ikatan Keluarga Pelajar Mahasiswa Riau). Pada tahun 2011 penulis mendapat juara 1 lomba Lintas Alam antar Lembaga Kemahasiswaan se-IPB dan menjadi voluntir dalam pengamatan gajah bersama Uni Konservasi Fauna IPB (UKF IPB) di TN Way Kambas. Penulis pernah menjadi panitia MPKMB IPB 2011-1012 (Masa Perkenalan Kampus Mahasiwa Baru IPB). Selama masa pendidikan penulis pernah melakukan Praktek Pengenalan Ekosistem Hutan (2012) jalur PapandayanSancang Timur, Praktek Pengolahan Hutan di Hutan Gunung Walat (2013), dan Praktek Kerja Lapang di Pabrik Gondorukem Terpentin Ponorogo, Jawa Timur.