KARAKTERISTIK FENOTIPE BUAH KAKAO RENTAN TERHADAP SERANGAN HAMA PENGGEREK BUAH KAKAO (Conopomorpha cramerella Snellen)
IDENTIFICATION OF PHENOTYPE COCOA OF THE COCOA POD BORER (Conopomorpha cramerella Snellen)
Erse Drawana Pertiwi1, Laode Asrul2, Sumbangan Baja3 1
Agronomi, Fakultas Pertanian, Universitas Ichsan Gorontalo Agronomi, Fakultas Pertanian, Universitas Hasanuddin, Makassar 3 Ilmu Tanah, Fakulatas Pertanian,Universitas Hasanuddin, Makassar 2
Alamat Korespondensi : Erse Drawana Pertiwi Jl. Sahabat No. 14 Makassar, 90245 HP : 085242616582 E-mail :
[email protected]
ABSTRAK Penggunaan klon kakao rentan dapat meningkatkan serangan hama PBK dan menurunkan produktivitas. Penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi dan mengkarakterisasi klon kakao yang rentan terhadap serangan Hama Penggerek Buah Kakao di tiap wilayah penelitian. Penelitian ini dilaksanakan di Kabupaten Luwu (Kecamatan Suli Barat, Ponrang Selatan, Bupon, dan Larompong Selatan) yang dimulai dari bulan Maret – Desember 2013, dengan pengambilan sampel buah kakao dilaksanakan pada bulan April 2013. Pengambilan intensitas serangan PBK dilakukan dengan membagi menjadi 4 blok, dengan luas masing-masing blok minimal 1 Ha. Buah kakao dikarakterisasi fenotipenya (alur buah, tekstur permukaan buah, basal buah dan bentuk buah, warna buah) lalu dihitung intensitas serangannya di setiap wilayah Penelitian. Hasil penelitian menunjukkan bahwa klon kakao rentan yang mengalami tingkat serangan berat yaitu pada klon Panther (66,18 %) yang terdapat pada Desa Batulappa, sedangkan klon yang mengalami tingkat serangan sedang yaitu pada klon BBG 1 (42, 18 %), Sulawesi 1 (24,82 %), TBA 3 (13,90 %), MLG 3 (13, 19 %), MLG 4 (22,47 %), MLG 5 (18, 29 %). Karakter permukaan kulit buah, kedalaman alur buah, warna buah dapat dijadikan karakter-karakter pembeda ketahanan tanaman kakao terhadap hama PBK. Kata Kunci : Kakao, Karakterisasi, PBK
ABSTRACT The use of cocoa clones susceptible can increase of the attack CPB and decrease of the productivity . The research aimed aims to identify and characterize the cocoa clones are susceptible to the attack cocoa pod borer in each research area . This research was carried out at Luwu Regency (West Suli District, South Ponrang District , Bupon District , and South Larompong District ) that starts from March to December 2013, with to take sampling the cocoa fruit was conducted in April 2013 . Sampling intensity of pest attacks cocoa pod borer by dividing into 4 blocks, each area of at least 1 ha. Characterized cacao fruit morphology (grooves fruit , fruit surface texture, and shape of the fruit) and then calculated the intensity of attacks in each area of study .The research results show that the pattern of cocoa clones susceptible experiencing severe attack rate is the Panther clone ( 66.18 % ) were found in the village of Batulappa , whereas clones experiencing moderate levels of attacks , namely the clone BBG 1 ( 42 , 18 % ) , Sulawesi 1 ( 24.82 % ) , TBA 3 ( 13.90 % ) , MLG 3 ( 13 , 19 % ) , MLG 4 ( 22.47 % ) , MLG 5 ( 18 , 29 % ) . The character of the fruit surface texture , grooves fruit , shape of the fruit, color fruit can be used as distinguishing characters cacao plant resistance to pests CPB . Keyword : Cacao, Characterization, PBK
PENDAHULUAN Kakao merupakan salah satu komoditi perkebunan yang memiliki peran penting dalam perdagangan internasional dan menghasilkan devisa negara. Dalam budidayanya seringkali petani mengalami masalah dengan hama yang menyerang tanaman ini, salah satunya adalah hama Penggerek Buah Kakao (Conopomorpha cramerella Snellen). Hama PBK meyerang buahbuah kakao mulai dari yang masih muda (panjang + 8 cm) sampai buah menjelang masak. Stadium yang menimbulkan kerusakan pada tanaman kakao adalah stadium larva. Larva PBK cenderung memakan daging buah dan saluran makanan yang menuju biji, walaupun tidak sampai menyerang biji (Wahyudi dkk, 2008). Kerugian dari serangan hama PBK mengakibatkan turunnya kuantitas dan kualitas biji kakao. Buah kakao yang diserang oleh hama ini bobot bijinya berkurang serta kualitas biji menurun dan tidak dapat difermentasi karena biji lengket serta kematangan buah yang tidak sempurna. Sementara pasar dunia menuntut standar biji kakao untuk ekspor adalah biji yang telah difermentasi, hal inilah yang menjadi kendala pada saat ini (Dinata dkk, 2012). Salah satu sentra produksi kakao di Indonesia adalah Sulawesi. Sekitar 35% produksi kakao berasal dari daerah ini. Pada tahun 1999 produksi kakao Sulawesi Selatan mencapai 211.090 ton dan terus meningkat sampai tahun 2003 mencapai 282. 692 ton kebanyakan kakao yang dihasilkan ditujukan untuk ekspor. Namun demikian, produksi yang dihasilkan semakin menurun terbukti pada tahun 2008 total produksi kakao Sulawesi Selatan turun menjadi sebesar 110.009,45 ton biji kering per tahun dari luas areal mencapai 250.085,64 Ha dan pada tahun 2011 kembali meningkat menjadi 196.695 ton dari areal 286.859 Ha (Dinas Perkebunan Sulsel, 2012). Salah satu penyebab rendahnya produtivitas kakao adalah serangan hama Penggerek Buah Kakao (PBK) Conopomorpha cramerella Snellen (Lepidoptera: Gracillaridae). Berdasarkan data tahunan yang dikumpulkan oleh Mars Sustainability di Sulawesi, kerugian yang diakibatkan oleh hama penggerek buah kakao tahun 2007 ditaksir mencapai 44 % dari panen potensial, dengan Sulawesi Selatan dan Sulawesi Barat sebagai daerah yang mengalami kerugian paling buruk sebesar 52%, sementara Sulawesi Tenggara merugi sebesar 35%, dan Sulawesi Tengah 43% (CSP News Vol I – 10, 2007). Hasil penelitian Anshary (2002) menyatakan kerusakan biji kakao akibat serangan hama PBK meningkat menjadi 27,79 %. Hal ini juga menjadi ancaman bagi perkembangan perkakaoan di Indonesia.
Penggunaan klon kakao resisten merupakan cara pengendalian terbaik karena tidak membebani petani. Menurut Maxwell (1991) dalam Asrul (2012) penggunaan tanaman resisten bersifat jangka panjang, spesifik bagi hama, efektif, mudah diadopsi petani, ramah lingkungan dan mudah dipadukan dengan taktik yang lain. Variasi genetik klon kakao yang ada di lapangan sangat beragam, yang dapat dilihat dari penampakan morfologi buah kakao. Penampakan morfologi buah kakao yang tahan dan rentan PBK memiliki beberapa perbedaan. Susilo dkk (2004) melakukan penelitian pada keadaan permukaan buah dengan ketahanan terhadap serangan hama PBK. Hasil penelitian menunjukkan bahwa dari enam pohon induk yang terserang berat (rentan), lima pohon induk memiliki permukaan kulit buah yang agak kasar sampai kasar. Selanjutnya, Brown dkk (1980) dalam Limbongan (2011) menyatakan bahwa kulit buah yang memiliki alur yang dalam lebih disukai PBK karena mempermudah peletakan telur pada alur buah. Telur yang telah diletakkan pada alur buah yang dalam dapat bertahan dari terpaan air hujan atau angin, sedangkan telur pada buah yang beralur dangkal lebih mudah terlepas dari kulit buah apabila terkena air hujan atau angin. Penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi dan mengetahui karakteristik klon kakao yang rentan terhadap serangan Hama Penggerek Buah Kakao di tiap wilayah penelitian di Kabupaten Luwu, Sulawesi Selatan. BAHAN DAN METODE Lokasi Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Kabupaten Luwu (Kecamatan Larompong Selatan, Kecamatan Suli Barat, Kecamatan Ponrang Selatan, Kecamatan Bupon), Propinsi Sulawesi Selatan yang merupakan sentra produksi kakao di Sulawesi Selatan. Waktu penelitian dimulai dari bulan Maret – Desember 2013, dengan pengambilan sampel buah kakao dilaksanakan pada bulan April 2013. Alat Dan Bahan Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah dua belas jenis klon kakao (Sulawesi 1, Sulawesi 2, Panther, Babang 1, Babang 2, Tobia 1, Tobia 2, Tobia 3, Tobia 4, Tobia 5, Jenne Maeja 1, Malenggang 1, Malenggang 3, Malenggang 3, Malenggang 4, Malenggang 5, Malenggang 6), palstik sampel. Alat yang digunakan adalah timbangan digital, jangka sorong, mistar, meteran, alat tulismenulis, camera, laptop, pisau, cutter, karung.
Teknik Pengumpulan Data Pengambilan sampel intensitas serangan hama PBK dilakukan dengan membagi menjadi empat blok pengamatan, dengan luas masing-masing blok minimal 1 Ha. Setiap blok pengamatan dibagi menjadi 5 petak dan dari masing-masing sub petak diambil sampel secara acak (random sampling) 60 buah kakao (Gambar 1). Total sampel yang diamati pada setiap petak pengamatan adalah 300 buah kakao. Setiap sampel buah kakao dibelah dan diamati tingkat serangan PBK. Analisis Data
Penentuan intensitas serangan menggunakan formula yang dikemukakan oleh Lee dkk (1995) dalam Rosmana dkk (2010) sebagai berikut : Intensitas Serangan = Dimana :
( ∑B × 0,093) + ( ∑C × 0,297) + (∑D) × 100 % ∑(A + B + C + D)
A = Jika biji kakao bebas dari serangan PBK (Buah sehat) B
= Jika kerusakan biji < 12% yang berarti masih dapat memisahkan biji dari kulit buah dengan menggunakan tangan (serangan ringan)
C = Jika kerusakan biji > 12 % - < 54 % yang berarti pemisahan biji dari kulit buah harus menggunakan alat bantu seperti pisau (serangan sedang) D = Jika kerusakan biji > 54 % yang berarti biji tidak dapat dipisahkan dari kulit buah bahkan dengan menggunakan alat bantu seperti pisau (serangan berat) Pengamatan sifat-sifat morfologi tanaman kakao meliputi : (a) Bentuk buah (oblong, elips, obovate,orbikuler, oblate), (b) Leher Botol/basal buah (tidak berlekuk, agak berlekuk, berlekuk), (c) Tekstur buah (kasar, agak kasar, agak halus, halus), (d) Alur buah (dalam, dangkal), (d) Warna buah. Pelaksanaan Penelitian Tahap pertama dalam penelitian ini adalah persiapan yakni perumusan masalah, tujuan penelitian, penyusunan peralatan studi, dan pengumpulan data/informasi dasar. Tahap kedua adalah identifikasi lokasi dan penentuan lokasi pengamatan dan pengamibilan sampel buah kakao yang mempertimbangkan bahwa lokasi adalah daerah sentra produksi kakao. Selanjutnya, tahap ketiga adalah observasi utama untuk mengumpulkan data dan informasi yang dibutuhkan untuk menjawab permasalahan yang telah dirumuskan, yakni pengumpulan data sekunder (data curah hujan,data suhu, data temperatur, informasi/data dari instansi terkait) dan pengumpulan
data primer (pengamatan & pengambilan sampel buah kakao, dll). Berdasarkan data dan informasi yang berhasil dikumpulkan, dilakukan analisis data yang terdiri dari beberapa bagian yakni analisis serta kajian morfologi buah kakao, perhitungan persentase kerusakan buah/biji kakao. Selain itu, analisis data lainnya adalah kajian dari aspek budidaya, pengolahan data iklim (data curah huajn, data suhu, data temperatur) yang diolah berdasarkan keperluan yang dibutuhkan dalam teknologi GIS, serta pengolahan data peta citra, peta rupa bumi. Kemudian, keseluruhan data akan diinput dengan menggunakan teknologi Sistem Informasi Geografis aplikasi ArcGIS, dan selanjutnya akan diperoleh data berupa peta, foto, dan data-data atribut lainnya.
HASIL PENELITIAN Karakter Fenotipe (Morfologi) Buah Kakao Hasil pengamatan karakter morfologi buah kakao menunjukkan bahwa terdapat keragaman morfologi buah kakao di tiap wilayah berdasarkan klon-klon yang ditanam. Karakter morfologi buah kakao dapat dilihat pada Tabel 1. Berdasarkan Tabel 1 dapat diperoleh hasil pengamatan bahwa klon Sulawesi 1 dengan bentuk buah elips, leher botol yang agak berlekuk, permukaan kulit buah kasar, alur yang dalam, warna pada buah muda adalah merah dan setelah buah masak menjadi orange. Karakter morfologi klon Sulawesi 1 memiliki karakter yang mirip dengan Sulawesi 2 dalam hal bentuk buah, leher botol, permukaan kulit buah, dan warna buah muda. Namun yang berbeda, klon Sulawesi 2 memiliki alur yang dangkal dan warna buah masak adalah merah kekuningan. Kedua klon ini terdapat di Desa Babang, Desa Batulappa, Desa Salubua, Desa Muhajirin, Desa Jenne Maeja, dan Desa padang Tuju. Berdasarkan Gambar 2, dapat dilihat berbagai jenis klon-klon kakao di Kabupaten Luwu. Selain klon Sulawesi 1 dan klon Sulawesi 2, terdapat pula klon lokal yang berbeda-beda di beberapa wilayah studi. Gambar 2 menunjukkan fenotipe buah kakao pada beberapa klon kakao yang karakter morfologinya dapat dilihat pada Tabel 1. Di Desa Babang terdapat dua klon lokal dengan karakter morfologi yang berbeda satu dengan lainnya. Klon tersebut adalah BBG 1 dan BBG 2. Klon BBG 1 memiliki bentuk buah oblong, leher botol agak berlekuk, permukaan kulit buah kasar, dengan alur yang dalam, warna buah muda hijau, jika masak menjadi warna kuning. Sedangkan BBG 2 memiliki bentuk buah elips dengan leher botol agak berlekuk, permukaan
kulit buah halus, alur buah dangkal dan warna buah muda hijau, setelah masak menjadi hijau kekuningan. Berdasarkan hasil pengamatan yang ditunjukkan pada Tabel 1 diperoleh lima klon pada desa Tobia, yakni TBA 1, TBA 2, TBA 3, TBA 4, dan TBA 5.
Kelima klon ini memiliki
beberapa kemiripan fenotipe namun terdapat pula ekspresi fenotipe yang berbeda. Klon lokal TBA 1 dan TBA 2 memiliki fenotipe yang hampir sama pada bentuk buah (elips), permukaan kulit buah (halus), alur (dangkal), warna buah muda (hijau), dan warna buah masak (kuning). Namun, leher botol pada TBA 1 tidak berlekuk dan pada TBA 2 agak berlekuk. Pada klon TBA 4 bentuk buah elips dengan leher botol agak berlekuk, permukaan kulit buah agak halus, dengan alur yang dangkal dan warna buah muda adalah hijau, setelah masak menjadi hijau kekuningan. Lain halnya, dengan TBA 3 dan TBA 5, kedua klon memiliki ekspresi fenotipe yang hampir sama yaitu pada bentuk buah (obovate) dengan leher botol berlekuk, namun TBA 3 memiliki permukaan kulit buah yang agak halus sedangkan TBA 5 kulit buahnya kasar. Begitu pula dengan alur buah, pada TBA 3 alur buahnya dangkal dan buah mudanya berwarna putih kehijauan sedangkan TBA 5 alur buahnya dalam dengan warna buah muda hijau. Untuk buah masak keduanya memiliki warna yang sama yakni kuning. Selain Desa Tobia, klon lokal diamati pula di Desa Jenne Maeja (klon JNM) dengan bentuk buah elips, leher botol tidak berlekuk, permukaan kulit buah agak halus dengan alur buah dangkal, dan warna buah muda merah, setelah masak menjadi orange. Desa Malenggang memiliki enam klon lokal yakni MLG 1, MLG 2, MLG 3, MLG 4, MLG 5, dan MLG 6. Klon MLG 1 dan MLG 2 terdapat kemiripan dalam hal bentuk buah (elips), leher botol (agak berlekuk), permukaan kulit buah (halus), alur buah (dangkal), tetapi untuk buah muda pada MLG 1 berwarna merah setelah masak menjadi orange. Sedangkan pada buah muda dan buah masak MLG 2 berwarna hijau kemerahan. Pada klon MLG 3 dan MLG 4 terdapat kemiripan dalam bentuk buah yang obovate dengan alur buah yang dangkal, warna buah muda hijau setelah masak berwarna kuning. Perbedaan ekspresi fenotipe dari klon ini adalah pada leher botol dan permukaan kulit buah, pada klon MLG 3 leher botol agak berlekuk dan kulit buah kasar sedangkan MLG 4 leher botol berlekuk dan kulit buah agak halus. Pada klon MLG 5 bentuk buah elips dengan leher botol berlekuk, permukaan kulit buah kasar, alur yang dalam dan buah muda berwarna hijau setelah masak menjadi kuning. Sedangkan klon MLG 6 bentuk buahnya elips, leher botol agak berlekuk, permukaan kulit buah agak halus, dengan alur buah
yang dangkal, buah muda berwarna hijau, jika masak menjadi kuning. Morfologi buah pada klon-klon lokal tersebut dapat dilihat pada Gambar 2. Tingkat Serangan Hama Penggerek Buah Kakao Hasil analisis tingkat serangan hama Penggerek Buah kakao menunjukkan bahwa klonklon kakao yang terdapat di delapan wilayah studi mengalami tingkat dan intensitas serangan yang beragam. Tingkat serangan hama PBK disajikan pada Tabel 2. Hasil analisis pada Tabel 2 menunjukkan bahwa Desa Babang dengan klon Sulawesi 1 mengalami intensitas serangan sebesar 9,28 %, sedangkan klon Sulawesi 2 mengalami serangan 4.25%, klon BBG 1 sebesar 42, 18 %, dan klon BBG 2 sebesar 1.22%. Pada Desa
Batulappa serangan terjadi pada klon
Sulawesi 1 (24,82 %), klon Sulawesi 2 (3.41%), dan klon Panther (66,18 %). Serangan hama PBK juga terjadi pada Desa Salubua Kecamatan Suli Barat dengan klon yang dibudidayakan adalah klon Sulawesi 1 dan Sulawesi 2 yang mengalami intensitas serangan masing-masing 9,73 % dan 6,85 %. Begitu pula pada Desa Muhajirin serangan terjadi pada klon Sulawesi 1 dengan persentase sebesar 11,88 % dan klon Sulawesi 2 sebesar 7,39 %. Lain halnya dengan Desa Tobia, petani menggunakan bahan tanam yang berasal dari klon-klon lokal dengan persentase serangan yaitu 9,67 % (klon TBA 1), 3,02 % (TBA 2), 13,90 % (TBA 3), 2,27 % (TBA 4), 11,13 % (TBA 5). Sedangkan pada Desa Jenne Maeja klon lokal seperti klon JNM tidak mengalami serangan hama PBK, namun serangan terjadi pada klon Sulawesi 1 dan klon Sulawesi 2 dengan persentase serangan masing-masing 6,28 % dan 5,84 %. Desa Malenggang klon yang mengalami serangan terjadi pada klon lokal yaitu MLG 1 (6,61 %), MLG 2 (6,51 %), MLG 3 (13,19 %), MLG 4 (22,47 %), MLG 5 (18,29 %), dan MLG 6 (1,16 %). Desa lainnya adalah Desa Padang Tuju yang memiliki serangan pada klon Sulawesi 1 yakni sebesar 5,25 % dan klon Sulawesi 2 sebesar 5,44 %.
PEMBAHASAN Penelitian ini menunjukkan bahwa beberapa wilayah studi memiliki klon-klon yang rentan terhadap hama Penggerek Buah Kakao utamanya yang ditunjukkan dengan tingkat serangan berat yaitu kerusakan biji >54 % dan tingkat serangan sedang dengan persentase kerusakan biji > 12 % - < 54 %. Secara umum ketahanan klon terhadap hama Penggerek Buah Kakao dipengaruhi oleh genetik tanaman dan lingkungannya. Genetik tanaman ditunjukkan dengan ekspresi fenotipe dan
genotipe. Ekspresi fenotipe seperti morfologi buah dapat mempengaruhi aktivitas serangga dalam melakukan siklus hidupnya. Pada tanaman yang tahan terhadap serangan hama Conopomorpha cramerella Snellen sebagian besar memiliki bentuk buah elips, tidak berlekuk, permukaan kulit buah yang halus (licin). Dengan karakter morfologi tersebut hama PBK akan sulit meletakkan telur pada buah, karena dengan sendirinya telur akan mudah jatuh jika terkena angin atau limpasan air hujan. Peletakkan telur tidak terjadi secara kebetulan, hal ini dipengaruhi oleh perilaku serangga dalam melakukan proses hidupnya seperti mencari, landing, dan kontak pada permukaan tanaman. Karakter morfologi klon tersebut terdapat pada klon TBA 1 dan JNM, sehingga klon yang berasal dari Desa Tobia (TBA 1) dan Desa Jenne Maeja (JNM) tersebut menjadi salah satu klon harapan tahan Penggerek Buah Kakao. Beberapa klon lainnya memiliki salah satu karakter yang telah disebutkan sebelumnya, yang menjadi salah satu penanda resistensi tanaman, diantaranya adalah klon Sulawesi 2 (alur buah dangkal), klon BBG 2 (permukaan kulit buah halus dan alur buah dangkal), dan lima klon lainnya yakni klon TBA 2, klon TBA 4, klon MLG 1, klon MLG 6 yang memiliki bentuk buah elips, permukaan buah halus, serta alur buah yang dangkal. Tingkat kekasaran permukaan kulit buah dan kedalaman alur diduga berperan dalam mengurangi tingkat kesukaan peletakan telur PBK namun seberapa besar tingkat kerusakan buah akibat PBK masih ditentukan oleh faktor-faktor ketahanan yang lain seperti warna buah. Warna tertentu dapat memberikan peringatan bagi serangga bahwa tanaman tersebut cocok atau tidaknya dijadikan sebagai tanaman inang. Buah berwarna merah pada kakao diduga dapat menolak kedatangan serangga Conopomorpha cramerella Snellen. Hal ini terkait dengan panjang gelombang cahaya yang dipantulkan oleh warna merah. Menurut Miller dkk (1987) panjang gelombang cahaya pada spektrum warna merah adalah 630 – 760 nm. Sementara serangga fitofag seperti Conopomorpha cramerella Snellen senang terhadap warna spesifik dari tumbuhan dengan panjang gelombang yang berkisar antara 500 – 600 nm, yang berarti sama dengan gelombang cahaya yang dipantulkan oleh klorofil daun (Panda dkk, 1995). Sehingga klon kakao yang memiliki warna kulit buah berwarna merah (warna buah muda) resisten terhadap hama PBK. Adapun klon tersebut adalah Sulawesi 1, Sulawesi 2, klon lokal JNM (Jenne Maeja), MLG 1 dan MLG 2 (Malenggang). Lain halnya dengan klon kakao yang berwarna hijau ataupun kuning dengan permukaan kulit buah yang kasar dan alur yang dalam serta basal buah (leher botol) yang berlekuk atau agak berlekuk. Klon dengan deskripsi
morfologi tersebut umumnya rentan terhadap hama PBK, karena hama seperti Conopomorpha cramerella Snellen yang aktif pada sore ataupun malam hari lebih tertarik pada warna kuning (untuk membedakan panjang gelombang cahaya yang dipantulkan oleh warna spesifik tumbuhan dengan yang dipantulkan oleh bukan tumbuhan). Adapun klon tersebut adalah klon BBG 1 (Babang), Panther, klon TBA 3 dan TBA 5 (Tobia), klon MLG 3, klon MLG 4, dan klon MLG 5 (Malenggang). Dari karakter morfologi diatas, maka dapat diperoleh informasi bahwa salah satu pengaruh tingkat serangan di tiap wilayah studi berbeda-beda tergantung dari bahan tanam (klon) yang digunakan dan karakter morfologi dari klon-klon kakao yang dikembangkan. Berdasarkan uraian tentang karakter morfologi serta bahan tanam/klon kakao yang digunakan ditiap wilayah studi maka diperoleh informasi bahwa Kecamatan Larompong Selatan dengan wilayah studi Desa Babang terdapat serangan hama PBK karena adanya klon BBG 1 yang rentan terhadap hama PBK, dan pada Desa Batulappa karena adanya klon panther. Untuk Kecamatan Ponrang Selatan, Desa Tobia terdapat pula klon rentan seperti TBA 3 dan TBA 5. Dan serangan dengan tingkat yang cukup signifikan akan terlihat pada Kecamatan Bupon pada wilayah studi Desa Malenggang karena adanya bahan tanam yang rentan terhadap hama PBK seperti klon MLG 3, klon MLG 4, dan klon MLG 5. KESIMPULAN DAN SARAN Tingkat intensitas serangan hama PBK pada klon-klon kakao di Kabupaten Luwu terbagi menjadi tiga , yaitu serangan ringan (tingkat kerusakan buah < 12 %), serangan Sedang (tingkat kerusakan > 12 % - < 54 %), dan serangan berat (tingkat kerusakan buah > 54 %). Klon yang rentan terhadap hama PBK dengan intensitas serangan tertinggi terdapat di Desa Batulappa yakni pada klon Panther (66,18 %) Kecamatan Larompong Selatan. Disarankan pengambilan sampel buah kakao
untuk dianalisis intensitas serangan dan kategori kerusakannya dilakukan dua kali, yakni pada panen pertama dan panen kedua buah agar terlihat jelas pola serangan hama PBK.
DAFTAR PUSTAKA Anshary, A. (2002). Karakteristik Tanaman Kakao yang Resisten terhadap Penggerek Buah Kakao (Disertasi Pascasarjana tidak dipublikasikan). Universitas Hasanuddin. Makassar Asrul L. (2012). Laporan Penelitian : Karakterisasi Morfologi Buah Kakao dan Jaringan Tanaman Kakao Harapan Tahan Penggerek Buah Kakao (Conopomorpha cramerella Snell.). Universitas Hasanuddin. Makassar. Dinas Perkebunan. (2012). Statistik Perkebunan Propinsi Sulawesi Selatan. Dinas Perkebunan, Makassar. Dinata K, Afrizon, Rosmanah S, Astuti H.B. (2012). Permasalahan dan Solusi Pengendalian Hama PBK pada Perkebunan Kakao Rakyat di Desa Suro Bali Kabupaten Kepahiang. Balai Pengkajian Teknologi Pertanian (BPTP) Bengkulu. Bengkulu Limbongan Jermia. (2011). Karakteristik Morfologis dan Anatomis Klon Harapan Tahan Penggerek Buah Kakao sebagai Sumber Bahan Tanam. BPTP Makassar. Sulawesi Selatan Miller, F., and Schrocer, D. (1987). College Physics, sixth edition. Harcout Brace Jovanovich Publisher. Orlando Florida Panda, N., and Khush, G. S. (1995). Host Plant Resistance to Insect. CAB International Published Accosiation with the IRRI. Philippines. pp. 207 – 231. Rosmana A., Shepard M., Hebbar P., & Mustari A. (2010). Control Of Cocoa Pod Borer And Phytopthora Pod Rot using Degradable Plastic pod Sleeves And A Nematode (Steinerma carpocapse). Indonesian Journal Of Agricultural science 11 (2), 2010 : 41-47 Susilo, A.W., Sulistyowati E. & Mufrihati. (2004). Eksplorasi Genotipe Kakao Tahan Hama Penggerek Buah Kakao (Conopomorpha cramerella Snell.). Pelita Perkebunan 20(1): 1−12. Wahyudi T., Panggabean T.R., dan Pujiyanto. (2008). Kakao Manajemen Agribisnis dari hulu hingga Hilir. Penebar Swadaya. Jakarta
LAMPIRAN
Sub Petak
Petak
Batas Alami
Gambar 1. Petak Pengambilan Sampel
Tabel 1. Karakter Morfologi (Fenotipe) Buah Kakao Kecamatan
Larompong Selatan
Suli Barat
Ponrang Selatan
Bupon
Desa
Klon
Sulawesi 1 Sulawesi 2 Babang BBG 1 BBG 2 Sulawesi 1 Batulappa Sulawesi 2 Panther Sulawesi 1 Salubua Sulawesi 2 Sulawesi 1 Muhajirin Sulawesi 2 TBA 1 TBA 2 Tobia TBA 3 TBA 4 TBA 5 Sulawesi 1 Jenne Maeja Sulawesi 2 JNM MLG 1 MlG 2 MLG 3 Malenggang MLG 4 MLG 5 MLG 6 Sulawesi 1 Padang Tuju Sulawesi 2
Bentuk Buah
Leher Botol
Elips Elips Oblong Elips Elips Elips Elips Elips Elips Elips Elips Elips Elips Obovate Elips Obovate Elips Elips Elips Elips Elips Obovate Obovate Elips Elips Elips Elips
Agak Berlekuk Agak Berlekuk Agak Berlekuk Agak Berlekuk Agak Berlekuk Agak Berlekuk Agak Berlekuk Agak Berlekuk Agak Berlekuk Agak Berlekuk Agak Berlekuk Tidak Berlekuk Agak Berlekuk Berlekuk Agak Berlekuk Berlekuk Agak Berlekuk Agak Berlekuk Tidak Berlekuk Agak Berlekuk Agak Berlekuk Agak Berlekuk Berlekuk Berlekuk Agak Berlekuk Agak Berlekuk Agak Berlekuk
Sumber : Data Primer Setelah Diolah, 2013
Permukaan Kulit Buah Kasar Kasar Kasar Halus Kasar Kasar Kasar Kasar Kasar Kasar Kasar Halus Halus Agak Kasar Agak Halus Kasar Kasar Kasar Agak Halus Halus Halus Kasar Agak Kasar Kasar Agak Halus Kasar Kasar
Alur Buah Dalam Dangkal Dalam Dangkal Dalam Dangkal Dangkal Dalam Dangkal Dalam Dangkal Dangkal Dangkal Dangkal Dangkal Dalam Dalam Dangkal Dangkal Dangkal Dangkal Dangkal Dangkal Dalam Dangkal Dalam Dangkal
Warna Buah Muda Merah Merah Hijau Hijau Merah Merah Hijau Merah Merah Merah Merah Hijau Hijau Putih Kehijauan Hijau Hijau Merah Merah Merah Merah Hijau Kemerahan Hijau Hijau Hijau Hijau Merah Merah
Warna Buah Masak Orange Merah Kekuningan Kuning Hijau Kekuningan Orange Merah Kekuningan Hijau Orange Merah Kekuningan Orange Merah Kekuningan Kuning Kuning Kuning Hijau Kekuningan Kuning Orange Merah Kekuningan Orange Orange Hijau Kemerahan Kuning Kuning Kuning Kuning Orange Merah Kekuningan
Tabel 2. Jenis Klon, Kategori Kerusakan Buah Kakao dan Intensitas Serangan Hama PBK di Kabupaten Luwu Desa/Kec.
Klon
Sulawesi 1 Sulawesi 2 Babang/Larompong Selatan BBG 1 BBG 2 Sulawesi 1 Batulappa/Larompong Sulawesi 2 Selatan Panther Sulawesi 1 Salubua/Suli Barat Sulawesi 2 Sulawesi 1 Muhajirin/Suli Barat Sulawesi 2 TBA 1 TBA 2 Tobia/Ponrang Selatan TBA 3 TBA 4 TBA 5 Sulawesi 1 Jenne Maeja/Ponrang Sulawesi 2 Selatan JNM MLG 1 MlG 2 MLG 3 Malenggang/Bupon MLG 4 MLG 5 MLG 6 Sulawesi 1 Padang Tuju/Bupon Sulawesi 2 Sumber : Data Primer Setelah Diolah, 2013 Keterangan :
Kategori Kerusakan A B C D 20 72 9 0 57 48 0 0 0 14 28 14 33 5 0 0 29 42 50 15 81 47 0 0 0 8 7 21 68 41 34 0 83 55 19 0 54 75 37 2 60 57 15 0 37 9 0 4 27 13 0 0 28 4 4 4 68 22 0 0 33 42 0 5 61 57 9 0 51 86 0 0 36 0 0 0 24 16 5 0 12 28 0 0 20 17 20 0 14 39 18 9 23 5 5 5 35 5 0 0 51 66 0 0 76 107 0 0
Intensitas Serangan 9.28% 4.25% 42.18% 1.22% 24.82% 3.41% 66.18% 9.73% 6.85% 11.88% 7.39% 9.67% 3.02% 13.90% 2.27% 11.13% 6.28% 5.84% 0.00% 6.61% 6.51% 13.19% 22.47% 18.29% 1.16% 5.25% 5.44%
A = Jika biji kakao bebas dari serangan PBK (Buah sehat) B = Jika kerusakan biji < 12% yang berarti masih dapat memisahkan biji dari kulit buah dengan menggunakan tangan (serangan ringan) C = Jika kerusakan biji > 12 % - < 54 % yang berarti pemisahan biji dari kulit buah harus menggunakan alat bantu seperti pisau (serangan sedang) D = Jika kerusakan biji > 54 % yang berarti biji tidak dapat dipisahkan dari kulit buah bahkan dengan menggunakan alat bantu seperti pisau (serangan berat)
Sulawesi 1
Sulawesi 2
BBG 1
BBG 2
JNM
TBA 1
TBA 2
TBA 3
TBA 4
TBA 5
MLG 1
MLG 2
MLG 3
MLG 4
MLG 5
MLG 6
Gambar 2. Fenotipe (morfologi) klon – klon kakao di Kabupaten Luwu