Kalsifikasi Koroner Merupakan Faktor Risiko Penyakit Jantung Koroner Pada Subjek Obstructive Sleep Apnea Laki-laki. Allen Widysanto*, Ali Aspar**, Faisal Yunus***, Irawan Yusuf ****, Bambang Sutrisna***** * Fakultas Kedokteran Universitas Pelita Harapan/ RS.Siloam Lippo Village, Tangerang, Indonesia ** Fakultas Kedokteran Universitas Hasanuddin/RSU Wahidin Sudirohusodo, Makassar *** Departemen Pulmonologi dan Ilmu Kedokteran Respirasi Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia/ RS.Persahabatan, Jakarta **** Fakultas Kedokteran Universitas Hasanuddin, Makassar ***** Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, Jakarta Coronary Calcification is a Risk Factor of Coronary Artery Disease in Male Obstructive Sleep Apnea Subjects. Abstract Introduction: Coronary calcification is a subclinical condition that may cause coronary artery disease (CAD). The main issue of obstructive sleep apnea (OSA) is the intermitten hypoxemia which is an important stimulus to increase morbidity and mortality in cardiovascular disease. In this study we investigate the male OSA patients with abnormal calcium score (Ca score) to predict CAD. Methods: This study included 74 OSA men who were underwent dual source 64-slice computed tomography scanner and were diagnosed as having abnormal Ca score (e•10). The diagnosis of CAD was determined by previous medical examination using treadmill and coronary CT scan. Results: There were 14 people who were diagnosed as having CAD out of 74 male OSA subjects with abnormal Ca score. Cut off point Ca score higher than76,4 could be used as a predictor for CAD with OR 13, Relative Risk 92,85%, sensitivity 92,86%, specificity 50%, Likelihood ratio (+, LR+) 1,85, LR(-) 0,14 Conclusion: Ca score with cut off point more than 76,4 has a risk 13 times higher to become CAD in OSA men. Keywords: calcium score, coronary artery disease, obstructive sleep apnea, male, predictor. Abstrak Pendahuluan: Kalsifikasi koroner adalah kondisi subklinik yang dapat menyebabkan penyakit jantung koroner (PJK). Isu terpenting dari obstructive sleep apnea (OSA) adalah hipoksemia intermitten yang merupakan stimulus penting yang meningkatkan kesakitan dan kematian pada penyakit kardiovaskuler. Studi ini menginvestigasi 74 pasien lakilaki OSA dengan skor kalsium abnormal untuk memprediksi PJK. Metode: Terdapat 74 laki-laki OSA yang menjalani pemeriksaan dual source 64-slice computed tomography scanner dan didiagnosis sebagai penderita kalsifikasi koroner (skor kalsium e•10). Diagnosis PJK ditentukan dengan melihat riwayat pemeriksaan treadmill dan CT scan koroner yang diambil dari rekam medis. Hasil: Terdapat 14 orang PJK dari 74 laki-laki OSA dengan skor kalsium abnormal. Cut off point lebih dari 76,4 dapat digunakan sebagai prediktor untuk PJK dengan odds ratio 13, relative risk 92,85%, sensitivitas 92,86%, spesifisitas 50%, likelihood ratio + 1,85 dan likelihood ratio – 0,14. Kesimpulan: Skor kalsium dengan cut off point lebih dari 76,4 memiliki risiko 13 kali lebih tinggi untuk menjadi PJK pada laki-laki OSA. Kata kunci: kalsifikasi koroner, penyakit jantung koroner, obstructive sleep apnea, laki-laki, prediktor
104
J Respir Indo Vol. 32, No. 2, April 2012
PENDAHULUAN Obstructive sleep apnea (OSA) adalah salah satu bentuk gangguan napas saat tidur yang ditandai oleh episode henti napas (apnea) minimal 10 detik/episode. Berdasarkan studi epidemiologi, diperkirakan sekitar 2-10% populasi dewasa mengalami gangguan ini. Laki-laki yang terkena OSA dua kali lebih banyak dibanding perempuan.1 Terdapat perbedaan pada patogenesis OSA secara ras. Populasi Asia lebih banyak menderita OSA akibat bentuk dagu yang pendek (maksilla dan mandibula yang pendek), dimensi wajah anterior-posterior yang lebih kecil dan indeks massa tubuh (IMT) yang lebih rendah dari ras caucasians.2 Dampak yang ditimbulkan beraneka ragam, seperti hipertensi pulmoner, hipertensi sistemik, gangguan kardiovaskuler dan gangguan serebrovaskuler.3 Kalsifikasi koroner merupakan keadaan subklinis yang dapat menyebabkan terjadinya penyakit jantung koroner. Deteksi kalsium pada arteri koroner memastikan keberadaan plak aterosklerotik. Semakin banyak jumlah plak, semakin besar kemungkinan terjadi obstruksi. Nilai skor kalsium yang tinggi konsisten dengan risiko tinggi kejadian penyakit jantung koroner dalam 2-5 tahun kedepan.4 Hipoksemia intermitten yang terjadi pada OSA merupakan suatu stimulus utama yang berhubungan dengan peningkatan angka kesakitan dan kematian gangguan kardiovaskuler. Patofisiologi yang menjelaskan hal tersebut belum dimengerti sepenuhnya. Beberapa mekanisme yang berpotensi terlibat dan saling terkait yaitu aktivasi sistem saraf simpatis, disfungsi endotel vaskuler, stress oksidatif, inflamasi, koagulasi dan disregulasi metabolik. 5 Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui risiko kalsifikasi koroner untuk kejadian PJK pada subjek OSA laki-laki . METODE Disain penelitian dilakukan menggunakan metode observasional potong lintang. Subjek penelitian diambil dari semua pasien yang hendak melakukan
pemeriksaan rutin kesehatan yang datang ke rumah sakit dan harus memenuhi kriteria inklusi dan eksklusi. Kriteria inklusi: • Usia 45 tahun keatas • Kemungkinan menderita sleep apnea berdasarkan kriteria kuesioner Berlin • Bersedia ikut dalam penelitian dan menandatangani lembar penelitian Kriteria eksklusi: • Penyakit paru obstruktif kronik (PPOK) • Asma • Bronkiektasis • Luka di wajah • Gangguan fungsi ginjal • Pernah percutaneous transluminal coronary angioplasty (PTCA) • Pernah menjalani coronary artery bypass graft (CABG) Pemeriksaan poli somnografi menggunakan alat rekam tidur yang telah diakui sebagai standar oleh American Academy of Sleep Medicine untuk mendeteksi sleep apnea. Penelitian ini menggunakan Embletta tipe X30 yang memiliki 14 elektrode yang terdiri dari flow pressure ,nasal cannula/mask,Xflow, snore, flow limitation, abdominal movement, chest wall movement, SpO2 average dan beat to beat, pulse rate, pulse waveform, body position, activity, event marker,EKG. Penyakit jantung koroner diketahui dari diagnosis dokter melalui pemeriksaan treadmill, CT angiografi, kateterisasi jantung. Pemeriksaan skor kalsium koroner dilakukan dengan dual-source 64-slice computed tomography scanner (Siemens) dengan prospective electrocardiography gating selama satu tahanan napas (7 detik) dengan akuisisi data secara sekuensial. Setiap data dinilai oleh seorang teknisi dan dibaca oleh seorang radiologis bersertifikat. Skor arteri koroner dinyatakan dengan modifikasi skor Agastston. Skor kalsium koroner abnormal e” 10. Derajat kalsifikasi koroner (Raggi, 2008) dibagi menjadi ringan: 10-100; sedang: 101-400; berat: >400 J Respir Indo Vol. 32, No. 2, April 2012
105
Analisis data dilakukan dengan menggunakan STATA versi 9. HASIL A. Karakteristik subjek penelitian Jumlah subjek penelitian sebanyak 80 orang. Dua orang gagal menjadi subjek penelitian karena tidak bersedia menjalani pemeriksaan darah lebih lanjut sedangkan 4 orang tidak dapat melanjutkan pemeriksaan polisomnografi. Jumlah total subjek penelitian menjadi 74 orang. Pemeriksaan polisomnografi menunjukkan, dari 74 sampel, diperoleh 10 orang (13,51%) mempunyai apnea hipopnea index (AHI) normal walaupun hasil kuesioner Berlin positif (suspek OSA), 30 orang (40,54%) AHI ringan, 14 orang (18.92%) AHI sedang dan 20 orang (27.03%) AHI berat (Tabel 1). Tabel 1. Kategori AHI AHI
Frekuensi
Normal Ringan Sedang Berat
10 30 14 20
Total
%
Kumulatif
13,51 40,54 18,92 27,03
13,51 54,05 72,97 100
74
100
Pemeriksaan skor kalsium pada subjek penelitian menunjukkan bahwa terdapat 37 orang (50%) skor kalsium ringan, 26 orang (35,14%) skor kalsium sedang dan 11 orang (14,86%) skor kalsium berat (Tabel 2 ).
Tabel 3. Karakteristik hasil polisomnografi Variabel
Suspek OSA (n=10) Mean ± SD Min/Max
OSA (n=64) Mean ± SD Min/Max
P
ApneaHipop Obstructive CentralApn MixedApn Hypopnea SnoreTime Supine AverageO2Sat LowestO2sat AverageO2Desatu AveO2SatWake AveO2SatREM AveO2SatNREM
1.84 ± 0.87 0.67 ± 0.71 0±0 0.02 ± 0.06 1.41 ± 0.85 95.54 ± 41.97 5.69 ± 5.11 95.67 ± 2.95 86.8 ± 11.23 4.63 ± 0.63 96.06 ± 3.02 95.57 ± 3.27 95.53 ± 3.28
22.95 ± 17.44 12.45 ± 14.31 0.43 ± 2.90 1.53 ± 3.60 8.52 ± 6.64 123.63 ± 70.34 35.14 ± 22.99 94.61 ± 1.43 80.63 ± 8.03 6.75 ± 2.07 94.71 ± 1.45 94.48 ± 1.44 94.63 ± 1.40
0.0003 0.0117 0.6391 0.192 0.0012 0.2246 0.0001 0.0686 0.0359 0.002 0.0292 0.1423 0.1317
Frekuensi
%
Ringan Sedang Berat
37 26 11
50 35,14 14,86
Total
74
100
Kumulatif 50 85,14 100
Hasil polisomnografi pada 74 subjek penelitian menunjukkan bahwa ada perbedaan bermakna pada rerata AHI, obstruktif dan hipopnea subjek suspek OSA dengan subjek OSA dengan nilai p=0,000. Terdapat perbedaan bermakna pada rerata saturasi oksigen terendah, rata-rata desaturasi oksigen yang terjadi selama apnea hipopnea berlangsung dan nilai rerata saturasi oksigen sewaktu pasien terbangun (Tabel 3).
106
J Respir Indo Vol. 32, No. 2, April 2012
5.3/74.2 0/60.8 0/23.2 0/17.6 0.2/32.1 16/321.8 5.9/108.4 88.9/97.3 50/92 4.1/12.7 89.2/97.5 91.1/97.5 88.9/97.1
Subjek penelitian dibedakan menjadi 10 orang suspek OSA dan 64 orang yang OSA. Terdapat perbedaan bermakna antara berat badan dan lingkar leher subjek yang diduga OSA dengan subjek OSA (p=0,014) seperti tampak pada tabel 4. Tabel 4. Karakteristik klinis subjek penelitian Variabel
OSA klinis (n=10) Mean ± SD Min/Max
OSA (klinis+PSG+) (n=64) Mean ± SD Min/Max
Umur (tahun) Lperut Lleher Tbadan Bbadan
56.1 ± 9.49 93.45 ± 6.53 37.4 ± 2.75 166.2 ± 5.09 69.1 ± 5.89
55.76 ± 6.45 98.83 ± 10.61 39.47 ± 3.15 167.37 ± 6.39 78.97 ± 12.20
43/71 86/106 34/42 160/177 60/79
45/70 63.5/125 32/49.5 153/180 58/105
P
0.8871 0.1245 0.0528 0.5818 0.0147
Hasil pemeriksaan darah dan skor kalsium pada subjek penelitian menunjukkan bahwa terdapat perbedaan bermakna rerata kadar gula puasa antara subjek suspek OSA dan OSA dengan nilai p sebesar 0,0189 (Tabel 5). Tabel 5. Karakteristik laboratorium dan skor kalsium Variabel
OSA klinis (n=10) OSA (klinis+PSG+) (n=64) Mean ± SD Min/Max Mean ± SD Min/Max
P
Ca score SGPT GDP Total Cholesterol LDL HDL Trigliserid Kreatinin
234,21±337,97 33.3 ± 17.31 121.9 ± 42.12
11/1000 16/60 87/216
231,81±399,20 41.47 ± 27.55 103.01 ± 18.91
10/2.136,7 12/159 81/209
0,9857 0.3674 0.0189
193.3 ± 45.5 121.6 ± 45.12 47.3 ± 5.96 113.3 ± 45.11 0.893 ± 0.18
116/266 51/190 40/56 46/188 0.6/1.2
205.55 ± 39.86 128.34 ± 36.94 43.14 ± 9.24 138.98 ± 67.48 0.94 ± 0.23
97/278 42/195 26/72 39/396 0.6/2.1
0.3781 0.6039 0.1734 0.2498 0.5436
Tabel 2. Kategori skor kalsium AHI
0.5/3.2 0/2.5 0/0 0/0.2 0.5/2.9 41.2/171.4 0.5/18.2 87.6/97.6 56/93 4.0/6 88.2/97.8 89.1/98 86.5/97.6
Data menunjukkan sebanyak 10 orang (13,51%) menderita diabetes melitus, 37 orang (50%) menderita hipertensi, 39 orang (52,7%) menderita PJK, 3 orang (4,05%) pernah menderita hepatitis. Obat yang sedang dikonsumsi subjek penelitian adalah sebanyak 37 orang (50%) mengkonsumsi obat penurun lipid, 42 orang (56,75%) mengkonsumsi suplemen, 37 orang
(50%) mengkonsumsi obat antihipertensi, dan 4 orang (5,41%) sedang minum antibiotik . Tabel 6. Karakteristik klinis, laboratorium dan polisomnografi subjek penelitian PJK dan nonPJK Variable
NoN PJK (n=35) Mean ± SD Min/Max
PJK (n=39) Mean ± SD
P value Min/Max
Umur Lperut Lleher Tbadan Bbadan IMT Ca Score AveO2Sat LowestO2Sat AveO2Desat ODI Obstructive CentralApn MixedApn Hypopnea AHI
54.63 ± 6.94 95.07 ± 9.8 39.2 ±3.12 167.06 ± 6.73 75.89 ± 11.38 27.13 ± 3.29 95.99 ± 130.03 94.95±1.43 83.34±7.34 6.22±2.05 16.39 ± 16.45 7.46 ± 11.49 .71 ± 3.9 1.33 ± 4.0 6.9 ± 6.8 6.45±16.5
56.87±6.69 100.83±10.03 39.19±3.24 167.3±5.80 79.19±12.49 28 ± 3.58 354.30 ± 493.70 94.56±1.95 79.77±9.54 6.68±2.08 23.64 ± 18.92 13.89±15.27 0.07±0.25 1.32±2.77 8.12±6.50 23.36±18.42
46/70 80.5/125 34/49.5 155/178 60/105 20.04/36.49 10/2,136.7 87.6/97.6 50/93 4.1/12.7 1/76.4 0.3/60.8 0/1.5 0/11 0.2/24.2 1/74.2
43/71 63.5/119.5 32/47 153/180 58/105 21.30/37.20 11/675.2 92.3/97.6 57/93 4/11.3 0.5/63 0/57.9 0/23.2 0/17.6 0.5/32.1 0.5/63.4
0.16 0.01 0.99 0.83 0.24 0.19 0.00 0.33 0.07 0.33 0.08 0.04 0.30 0.98 0.44 0.09
Analisis kalsifikasi koroner sebagai faktor risiko penyakit jantung koroner (PJK). Distribusi data skor kalsium tidak normal. Perlu dilakukan normalisasi data dengan menggunakan logaritma (log). Pencarian nilai receiver operating characteristic (ROC) dilakukan untuk menentukan cut off point dan hasilnya adalah nilai ROC sebesar 0,7531 (gambar 1) artinya skor kalsium merupakan faktor risiko untuk estimasi kejadian PJK. Tabel 7. Nilai kalsifikasi koroner berdasarkan risiko Kategori skor kalsium
Nilai log
Nilai transformasi
1RUPDO %HULVLNRVHGDQJ %HULVLNREHUDW
± !
± !
Gambar 1. Kurva ROC skor kalsium dengan PJK
Hasil analisis distribusi kategori pasien berdasarkan kategori skor kalsium dan PJK dapat dilihat pada tabel 8. Hasil analisis regresi logistik kategori sedang dan berat menunjukkan bahwa skor kalsium risiko sedang dan berat mempunyai hubungan yang bermakna dengan kejadian PJK. Nilai p dan odds ratio (OR) pada kelompok risiko sedang yaitu p=0,026 dan OR=4,25 , yang apabila dijadikan risiko sebesar 81%, nilai 95% CI=1,19- 15,19, sedangkan pada skor kalsium risiko berat mempunyai hubungan dengan PJK dengan nilai p=0,000 dan OR=8,51, atau risiko sebesar 89,48%, nilai 95% CI= 2,58 – 28,11. Tabel 9 menunjukkan hubungan tersebut. Sensitivitas skor kalsium terhadap PJK sebesar 79,49, spesifisitas 65,71, LR+ =2,318, LR- =0,312. Tabel 9. Tabel kalsifikasi koroner terhadap PJK PJK
Nilai skor kalsium dibedakan dalam 3 kategori seperti yang ditunjukkan dalam tabel 7. Kategori 0 adalah kelompok yang tidak berisiko (skor kalsium <
Odds Ratio
Skor kalsium 1 4,25 Skor kalsium 2 8,51
Std Error
z
p
95% CI
2,764439 5,190399
2,23 3,52
0,026 0,000
1,19-15,19 2,58-28,11
4,335983), kategori 1 adalah kelompok berisiko sedang (skor kalsium 4,335983 – 4,919981), kategori 2 adalah kelompok berisiko berat (skor kalsium > 4,919981)
Terdapat pengaruh umur pada kemaknaan kalsifikasi koroner dengan PJK. Hasil analisis regresi logistik menunjukkan bahwa terdapat hubungan bermakna kalsifikasi koroner dengan PJK pada umur
Tabel 8. Distribusi kategori pasien berdasarkan kategori skor kalsium dan PJK
< 55 tahun , sedangkan pada umur > 55 tahun tidak ada hubungan bermakna (tabel 10)
Skor kalsium
Non PJK
PJK
Total
Normal Risiko sedang Risiko berat
23 (65,71) 6 (17,14) 6 (17,14)
9 (23,08) 10 (25,64) 20 (51,28)
32(43,24) 16(21,62) 26(35,14)
Tabel 10. Tabel umur terhadap PJK
8PXUWDKXQ S 25 &,
8PXU!WDKXQ S 25 &,
3-.
J Respir Indo Vol. 32, No. 2, April 2012
107
PEMBAHASAN A. Karakteristik klinis subjek penelitian Terdapat perbedaan bermakna pada berat badan pada subjek OSA klinis dan subjek OSA. Obesitas menyebabkan OSA lebih mudah terjadi dan OSA menyebabkan obesitas. Seluruh subjek penelitian diperiksa skor kalsiumnya dan dikategorikan menjadi 3 kelompok yaitu ringan sebanyak 37 orang (50%), sedang sebanyak 26 orang (35,14%) dan berat sebanyak 11 orang (14,86%). Hasil polisomnografi menunjukkan bahwa terdapat perbedaan bermakna pada pada nilai AHI (p=0,000) , obstruktif (p=0,011) dan hipopnea (p=0,001) pada kelompok OSA dan suspek OSA. Perbedaan bermakna ini lebih disebabkan oleh karena variabel-variabel tersebut memang merupakan indikator untuk menentukan kriteria kelompok subjek suspek OSA dan subjek OSA. Data lain yang bisa direkam dari polisomnografi dan berbeda bermakna antara subjek suspek OSA dan OSA adalah posisi terlentang pada waktu tidur (p=0,000); kadar saturasi oksigen terendah (p=0,035); rerata desaturasi oksigen sewaktu tidur (p=0,002), rerata saturasi sewaktu bangun (p=0,029). Posisi terlentang pada waktu tidur menyebabkan gaya gravitasi menekan orofarings sehingga meningkatkan tendensi obstruksi saluran napas atas. Rerata persentase desaturasi oksigen yang terjadi sewaktu tidur sebesar 6,75±2.07% pada subjek OSA dan 4,63 ±0,63% pada pasien suspek OSA. Rerata kadar saturasi oksigen terendah pada subjek OSA adalah 80,63% sedangkan pada subyek suspek OSA adalah 86,8%. Baguet JP dkk., 6 dalam penelitiannya
kali lebih tinggi pada kelompok berisiko sedang (skor kalsium 76,4-137) dibanding kelompok tidak berisiko dan delapan kali lebih tinggi pada kelompok risiko berat (skor kalsium > 137). Proses kalsifikasi koroner sendiri berhubungan bermakna dengan PJK namun hal ini terjadi hanya pada usia < 55 tahun. Pada orang berusia > 55 tahun, tidak terdapat hubungan antara kalsium skor dan PJK. Hasil ini menjelaskan bahwa faktor umur berperan dalam terjadinya kalsifikasi koroner. Pada orang usia tua > 55 tahun, maka proses degeneratif pembuluh darah lebih berperan pada PJK. Penelitian metaanalisis yang dilakukan oleh Pletcher MJ,dkk.,8 selama 23 tahun memperlihatkan bahwa dengan cut off point skor kalsium skor 1-100, relative risk (RR) terhadap PJK sebesar 2,6 (95%CI: 1,7-4,0), skor kalsium 101-400, nilai RR adalah 8,8 (95%CI: 4,1-19) dan skor kalsium > 400, nilai RR adalah 17 (95%CI : 6,9-40). Terdapat tumpang tindih kriteria nilai kategori ringan pada penelitian ini dibanding dengan hasil penelitian Fletcher, namun terlihat tendensi bahwa semakin tinggi nilai kategori skor kalsium, maka risiko terjadi PJK semakin besar. Hubungan OSA dengan kalsifikasi koroner lebih disebabkan oleh kondisi hipoksemia dan apnea dibanding overaktivitas simpatis.9,10 Hasil penelitian menunjukkan hubungan tidak bermakna antara OSA dengan kalsifikasi koroner. Menurut peneliti, hasil yang tidak signifikan ini disebabkan karena sampel penelitian lebih sedikit yang mengalami apnea dibanding yang hipopnea. KESIMPULAN
memperoleh rerata persentase desaturasi sebesar 8,6±16,8%. Profil lipid (total kolesterol, LDL, HDL dan trigliserid) tidak menunjukkan perbedaan bermakna antara subjek OSA dan suspek OSA . Hasil yang sama dipaparkan pada penelitian Kizawa T dkk.7
Kalsifikasi koroner merupakan keadaan subklinik penyakit jantung koroner yang berisiko menimbulkan PJK sebesar 81-89% pada subjek OSA.
B. Kalsifikasi koroner merupakan faktor risiko untuk penyakit jantung koroner. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa skor kalsium dapat dipakai sebagai faktor risiko PJK empat
1.
108
J Respir Indo Vol. 32, No. 2, April 2012
DAFTAR PUSTAKA Gozal D, Gozal LK. Cardiovascular morbidity in obstructive sleep apnea. Oxidative stress, inflammation, and much more. Am J Respir Crit Care Med 2008; 177: 369-78.
2. 3.
4.
5.
6.
Ryan CM, Bradley TD. Pathogenesis of Obstructive Sleep Apnea. J Appl Physiol 2005; 99:2440-50 Dorasamy P. Obstructive sleep apnea and cardiovascular risk. Therapeutics and Clinical Risk Management 2007; 3(6):1105-11. Wexler L, Brundage B, Crouse J, Detrano R, Fuster V, Maddahi J, et al. Coronary Artery Calcification: Pathophysiology, Epidemiology, Imaging Methods, and Clinical Implications. Circulation 1996; 94:1175-92 Levy P, Pepin JL, Arnaud C, Tamisier R, Borel JC, Dematteis M, et al. Intermitten hypoxia and sleepdisordered breathing: current concepts and perspectives. Eur Respir J 2008; 32:1082-95. Baquet JP, Hammer L, LevyP, Pierre H, Launois S, Mallion JM. This severity of oxygen desaturation is predictive of carotid wall thickening
and plaque occurrence. Chest 2005; 128:3407-12. 7. Kizawa T, Nakamura Y, Takahashi S, Sakurai S, Yamauchi K, Inoue H.Pathogenic role of angiotensin II and oxidised LDL in Obstructive Sleep Apnea. Eur Respir J 2009; 34: 1390-8. 8. Pletcher MJ, Tice JA, Pignone M, Browner WS. Using the Coronary Artery Calcium Score to Predict Coronary Heart Disease Events. Arch Intern Med 2004; 164:1285-92. 9. Savransky, V, Nanayakkara, A, Li, J. Chronic intermittent hypoxia induces atherosclerosis. Am J Respir Crit Care Med 2007;175,1290-9. 10. Hayashi, M, Fujimoto, K, Urushibata, K. Nocturnal oxygen desaturation correlates with the severity of coronary artherosclerosis in coronary artery disease. Chest 2003;124,936-41.
J Respir Indo Vol. 32, No. 2, April 2012
109