Seminar Nasional Peternakan dan 1'eteriner 2000
KAJIAN TENTANG DOSIS STARTER DAN LAMA FERMENTASI TERHADAP MUTU KEFIR E. DYAH s, HAW . LENGKEY Z, dan D.S. SOETARDJO Z Balai Penelitian Ternak P.O. Box 221, Bogor 16002 Fakultas Peternakan UNPAD Bandung
ABuBAKAR 1 ,
ABSTRAK Tujuan penelitian ini untuk mengetahui pengaruh tingkat dosis starter dan lama fermentasi dalam pembuatan kefir yang bermutu baik berdasarkan pembentukan asam laktat dan alkohol . Kajian tentang pengaruh dosis starter dan lama fermentasi terhadap mutu kefir telah dilaksanakan sejak tgl 19 Juli 1998 hingga 13 Januari 1999 di laboratorium pascapanen hasil ternak, Balai Penelitian Ternak Bogor . Rancangan percobaan yang digunakan adalah rancangan acak lengkap pola faktorial 5 x 3. Faktor pertama dosis starter (D) dengan lima perlakuan, yaitu D1 (5%), D2 (10%), D3 (15%), D4 (20%), dan D5 (25%) . Faktor kedua, lama fermentasi (L) dengan tiga perlakuan, yaitu L1 (8 jam), L2 (16 jam), dan L3 (24 jam), dengan ulangan tiga kali. Hasil penelitian menunjukkan bahwa perlakuan tingkat dosis starter sebanyak 20% dan lama fermentasi selama 8 jam menghasilkan mutu kefir terbaik, dengan kadar asam laktat 1,00% dan kadar alkohol sebesar 0,04%. Kata kunci: Mutu Kefir, dosis starter, lama fermentasi PENDAHULUAN Susu sangat bermanfaat bagi kesehatan manusia karena kandungan zat nutrisinya lengkap dan cukup untuk memenuhi kebutuhan hidup pokok manusia . Walaupun susu memberikan sumbangan yang besar terhadap kesehatan, namun tidak semua orang mampu mencemanya . Hal ini disebabkan oleh gangguan pencernaan yang timbul setelah mengkonsumsi susu karena tidak terpecahnya laktosa (gula susu) menjadi komponen-komponen sederhana yang dapat diserap oleh tubuh, yaitu monosakarida glukosa dan galaktosa. Keadaan ini terjadi pada orang-orang yang tidak dapat mentolerir laktosa atau disebut sebagai penderita lactose intolerance . Masalah lain adalah, susu sebagaimana produk asal hewan lainnya sangat mudah rusak, karena susu merupakan media tumbuh yang baik bagi mikroorganisme . Selain itu alasan orang menghindari susu karena aroma/bau susu yang khas dapat menimbulkan rasa mual. Salah satu alternatif pemecahan masalah-masalah tersebut adalah dengan melakukan pengolahan susu melalui proses fermentasi yang mengakibatkan terjadinya perubahan fisik dan kimiawi susu, misalnya dengan dibuat kefir. Akibat proses fermentasi susu oleh biakan starter kefir, laktosa yang ada di dalam susu akan dipecah menjadi glukosa dan galaktosa oleh aktivitas laktose biakan starter tersebut, sehingga mengurangi atau menghilangkan gangguan pencernaan yang dapat terjadi bila mengkonsumsi susu serta memperpanjang masa simpan susu yang telah di fermentasi juga aroma yang terbentuk tidak membuat mual (FARDIAZ, 1997) . Kefir merupakan produk minuman hasil fermentasi yang mengandung alkohol, asam laktat, gas karbondioksida, dan flavor yang khas (KWAK ei at., 1996), permukaannya sedikit berbuih seperti bir, mempunyai konsistensi yang khas dan berwarna krem (WHITE dan WHITE, 1995) . Produk fermentasi tersebut merupakan minuman tradisional penduduk asli pegunungan Kaukasus, Rusia Barat Daya. Beberapa nama lain untuk kefir, tergantung pada masing-masing daerah, yaitu kephir, kiaphur, kefer, knapon, kepi, dan kippe. Produk tradisonal rakyat Rusia ini sudah cukup dikenal di Amerika Serikat, Jepang, dan Eropa. Dalam pembuatan kefir, melibatkan butiran kefir yang kecil, bentuknya tidak beraturan, berwarna kekuningan menyerupai bunga kol (HALFIGER et al., 1991) . Butiran kefir 379
Seminar Nasional Peternakan dan Veteriner 2000
merupakan biakan starter yang sangat penting dalam pembuatan kefir dan merupakan campuran dari bakteri asam laktat dan ragi (MARSHALL dan FARROW, 1984) . Starter sendiri merupakan biakan bakteri yang sengaja disiapkan untuk menghasilkan produk susu hasil fermentasi . Dosi!. starter yang biasa digunakan dalam pembuatan kefir bervariasi antara 5 hingga 25% dan HILL, 1948; ELLIKER, 1949; WHIMER dan WEBB, 1970) . Dosis starter yang digunakan pada pembuatan produk susu hasil fermentasi akan mempengaruhi jumlah asam laktat yang terbentuk dalam produk susu tersebut . Dosis starter menunjukkan kekuatan bakteri yang terlibat dalam perombakan laktosa, sehingga dosis starter yang tinggi akan menghasilkan produksi asam clan alkohol yang tinggi pula (ALVA LAVAL, 1977). Susu yang diinokulasi dengan 3% kultur starter akan menghasilkan produksi asam laktat pada 16 jam pertama setelah di fermentasi pada suhu 31°C, kemudian terbentuk alkohol (KWAK et al., 1996). Sementara itu, menurut KOSIKOWSKI (1982), dengan pemberian 5% kultur starter yang diinokulasikan pada susu dan difermentasi pada suhu 22°C sudah akan diperoleh kandungan asam laktat dan alkohol dalam waktu f 12 jam . (HARVEY
Penggunaan dosis starter antara 5-25% memiliki variasi yang sangat besar, juga waktu yang dibutuhkan untuk pembentukan asam laktat clan alkohol, sehingga perlu dicari dosis starter clan waktu yang relatif singkat untuk menghasilkan asam lakta: clan alkohol. Untuk mengetahui berapa dosis starter yang harus ditambahkan ke dalam susu clan kecepatan waktu terbentuknya asam laktat dan alkohol pada waktu fermentasi kefir, perlu dilakukan penelitian mengenai, Kajian dosis starter dan lama fermentasi terhadap mutu kefir. MATERI DAN METODE Penelitian ini dilakukan dari tanggal 19 Juli 1998 hingga 13 Januari 1999, dengan bahan dasar pembuatan kefir susu sapi segar . Susu segar yang digunakan untuk setiap ~perlakuan adalah 360 mililiter . Sementara itu, untuk setiap ulangan, susu segar yang dibutuhkan sebanyak 5,4 liter, sehingga untuk seluruh penelitian ini menggunakan 16,2 liter susu segar dengan rataan kandungan asam laktat 0,13% clan pH 6,7. Starter kefir yang menyerupai bunga kol diperoleh dari koleksi Laboratorium Hasil Ternak, Balai Penelitian Ternak, Bogor, sebanyak 120 gram yang selanjutnya disiapkan t 1,5 bulan menjadi 810 gram sesuai kebutuhan . Penelitian dilakukan secara eksperimental di laboratorium, menggunakan rancangan acak lengkap (RAL), pola faktorial 50 dengan tiga ulangan . Perlakuan terdiri dari dua faktor, yaitu: Faktor pertama, dosis starter (D) dengan lima taraf. D1=Dosis starter 5%, D2=Dosis starter 10%, D3=Dosis starter 15%, D4=Dosis starter 20%, D5=Dosis starter 25%. Faktor kedua, lama fermentasi (L) dengan tiga taraf: L1=Lama fermentasi 8 jam, L2=Lama fermentasi 16 jam, L3=Lama fermentasi 24 jam . Perlakuan tersebut diulang sebanyak tiga kali. Untuk mengetahui pengaruh perlakuan terhadap mutu kefir, peubah yang diukur yaitu kadar asam laktat clan alkohol . HASIL DAN PEMBAHASAN Pengaruh perlakuan terhadap kadar asam laktat kefir Rataan kadar asam laktat dari masing-masing perlakuan disajikan pada Tabel 1 . Tabe1 1 menunjukkan rataan kadar asam laktat kefir selama proses fermentasi, paling tinggi adalah dosis 25% (D5)=2,00%, diikuti dosis 20% (D4)=1,66%, dosis 15% (D3)=1,34%, dosis starter 10% (D2)=1,08 % dan dosis starter 5% (Dl)=0,88 %. Dengan demikian kadar asam laktat menurun sejalan dengan berkurangnya dosis starter . Sementara itu, berdasarkan lama fermentasi, paling tinggi dicapai dengan menggunakan lama fermentasi 24 jam (L3)=2,17%, diikuti lama fermentasi 16 jam 380
Seminar Nasionat Peternakan dan Veteriner 1000
(L2)=1,47% dan lama fet7nentasi 8 jam (L1)=0,79%. Dengan demikian kadar asam laktat menurun sejalan dengan berkurangnya lama fermentasi. Besarnya rataan kadar asam laktat pada masingmasing perlakuan selama penelitian disajikan dalam Gambar 1 . Tabel 1. Hasil pengukuran asam laktat dari berbagai perlakuan Lama fermentasi L1 (8 jam) L2(16jam) L3(24jam)
D1 (5%) 0,37 1,05 1,22
Kadar asam laktat pada dosis starter D2 (10%) D3 (15%) D4 (20%) 0,51 0,81 1,00 1,18 1,41 1,59 1,54 1,81 2,38
1,08 d 1,34 ` 1,66 b Rataan 0,88 ` Keterangan : Hurufyang berbeda kearah horizontal clan fertikal menunjukkan berbeda nyata
D5 (25%) 1,28 2,14 2,60 2,00 °
Rataan 0,79 1,47 b 2,17 a
Gambar 1 memperlihatkan rataan kadar asam laktat masing-masing perlakuan meningkat sejalan dengan meningkatnya dosis starter serta bertambahnya lama fermentasi . Tampaknya nilai rataan kadar asam laktat perlakuan dosis starter 5% (D1) dengan lama fermentasi 8 jam (L1) lebih rendah dibandingkan dengan dosis starter 25% (D5) dengan lama fermentasi 24 jam (L3). 3 2 .5 2 ® L1(8jam) " L2(16jam) * L3(24jam) 0.5 0
D1(5%)
D2(10%)
D3(15%)
D4(20%)
D5(25%)
Garnbar 1 . Gra6k rataan kadar asam laktat kefir Hasil analisis statistik menunjukkan bahwa tidak terjadi interaksi antara dosis starter dan lama fermentasi. Perlakuan dosis starter memberikan pengaruh an- berbeda sangat nyata terhadap kadar asam laktat kefir, begitu pula dengan lama fermentasi berpengaruh sangat nyata terhadap kadar asam laktat kefir. Hasil uji beda nyata tampak bahwa rataan kadar asam laktat kefir yang diberi dosis starter 25% (D5) berbeda nyata (P<0,05) lebih tinggi dengan dosis starter 20% (D4), dosis starter 15% (D3), dosis starter 10% (D2), dan dosis starter 5% (D1). Pemberian dosis starter 20% (D4) berbeda nyata (P<0,05) lebih fnggi dibandingkan dengan dosis starter 15% (D3), dosis starter 10% (D2) dan dosis starter 5% (D1). Pemberian dosis starter 15% (D3) tidak berbeda nyata (P>0,05) 38 1
Seminar Nasional Peternakan dan Veteriner 2000
dengan pemberian dosis starter 10% (D2) akan tetapi berbeda nyata (P<0,05) dengan pemberian dosis starter 5% (DI). Pemberian dosis starter 10% (D2) tidak berbeda nyata (P>0,05) dengan pemberian dosis starter 5% (D1). Hal ini menunjukkan bahwa dengan meningkatnya pemberian dosis starter akan diikuti dengan meningkatnya kadar asam laktat kefir akibat kerja dari mikroorganisme . Hasil penelitian ini sesuai dengan pendapat HARPER dan HALL (1976) bahwa peningkatan dosis starter akan meningkatkap. produksi asam laktat selama fermentasi berlangsung. Keadaan ini didukung pula oleh ALVA LAVAL (1977), bahwa dosis starter menunjukkan kekuatan bakteri yang akan terlibat dalam perombakan laktosa, sehingga dosis starter yang tinggi akan menghasilkan produksi asam laktat yang cepat .
Berdasarkan lama fermentasi terlihat bahwa kadar asam laktat kefir meningkat sejalan dengan bertambahnya lama fermentasi . Antara lama fermentasi 24 jam (L3) berbeda nyata (P<0,05) dengan lama fermentasi 16 jam (L2) dan lama fermentasi 8 jam (L1) . Demikian juga lama fermentasi 16 jam berbeda nyata dengan lama fermentasi 8 jam. Alasan yang dapat dikemukakan adalah bahwa semakin meningkatnya lama fermentasi akan meningkatkan kadar asam laktat akibat kega dari mikroorganisme yang semakin aktif dengan bertambahnya lama fermentasi, sehingga meningkatkan kadar asam laktat . Keadaan ini sesuai dengan pendapat BUCKLE et al. (1987) bahwa pertumbuhan mikroorganisme pada suatu media nutrien segar tidak langsung terjadi melainkan melewati beberapa fase pertumbuhan yang semakin lama akan meningkat dalam jangka waktu yang lama tergantung pada suplai zat gizi, waktu, suhu, air, pH clan tersedianya oksigen (02).
Ditinjau dari kadar asam laktat kefir yang diharapkan yaitu antara 0,6 hingga 1,1% (HARVEY dan HILL, 1948), maka penggunaan dosis starter 20% (D4) dengan lama fermentasi 8 jam (L1) yang menghasilkan asam laktat 1,00% lebih baik dibandingkan dengan dosis starter dan lama fermentasi lainnya . Pengaruh perlakuan terhadap kadar alkohol kefir Rataan kadar alkohol dari masing-masing perlakuan disajikan pada Tabe12. Tabel 2. Hasil pengukuran kadar alkohol kefir dari berbagai perlakuan Kadar alkohol pada dosis starter Lama fermentasi Dl (5%) D2 (10%) D3 (15%) D4 (20%) D5 (25%) 0,42'0 0,00` 0,00' 0,04ab L1(8jam) 0,00' b 0,59b L2(16jam) 0,22b 0,30b 0,44 0,091b 0,68` 1,01` L3(24jam) 0,37b 0,44` 0,53` 0,39 0,67 0,15 0,22 0,27 Rataan berbeda nyata sama pada baris .dan kolom menunjukkan fdak Keterangan: Hurufyang
Rataan 0,09 0,33 0,62
Tabel 2, menunjukkan rataan kadar alkohol kefir selama proses fermentasi, paling tinggi adalah dosis 25% (D5)=0,67%, diikuti dosis 20% (D4)=0,39%, dosis 15% (D3)=0,27%, dosis starter 10% (D2)=0,22%, clan dosis starter 5% (D 1)=0,15% . Dengan demikian kadar alkohol menurun sejalan dengan berkurangnya dosis starter . Sementara itu, berdasar lama fermentasi paling tinggi dicapai dengan menggunakan lama fermentasi 24 jam (L3)=0,62%, diikuti lama fermentasi 16 jam (L2)=0,33% dan lama fermentasi 8 jam (Ll)=0,09%. Dengan demikian kadar alkohol menurun sejalan dengan berkurangnya lama fermentasi . Besarnya rataan kadar alkohol pada masing-masing perlakuan selama penelitian disajikan pada Gambar 2 382
Seminar Nasionat Peiernakan dan Veteriner 2000
0.8 G L1(8jam) " L2(16jam) O L3(24jam)
0 .6 0.4 0.2 0
D1(5%)
D2(10%)
D3(15%)
D4(20)
D5(25%)
Gambar 2. Grafik rataan kadar alkohol kefir Gambar 2 memperlihatkan rataan kadar alkohol masing-masing perlakukan meningkat . Rataan kadar alkohol pada penelitian ini semakin meningkat dengan bertambahnya dosis starter clan lama fermentasi . Tampaknya nilai rataan kadar alkohol perlakuan dosis starter 5% (D1) dengan lama fermentasi 8 jam (L1) lebih rendah dibandingkan dengan dosis starter 25% (D5) dan lama fermentasi 24 jam (D5). Hasil analisis statistik menunjukkan bahwa terjadi interaksi antara dosis starter dan lama fermentasi . Perlakuan dosis starter memberikan pengaruh sangat nyata (P<0,01) terhadap kadar alkohol kefir . Tabel 2, memperlihatkan lama fermentasi 8 jam (L1) dengan dosis starter 5°/o (D1), dosis starter 10% (D2), dosis starter 15% (D3), menunjukkan rataan perlakuan fdak berbeda nyata (P>0,05) . Hat ini berarti lama fermentasi 8 jam (LI) pada dosis starter 5% (DI), dosis starter 10% (D2), dosis starter 15% (D3) memberikan respon pembentukan kadar alkohol yang sama clan berbeda nyata (P<0,05) dengan dosis starter 20% (D4), tetapi berbeda sangat nyata (P<0,01) dengan dosis starter 25% (D5) . Pada lama fermentasi 16 jam (L2) masing-masing perlakuan dosis starter 5% (DI), dosis starter 10% (D2), dosis starter 15% (D3), dosis starter 20% (D4) dan dosis starter 25% (D5) memberikan respon berbeda nyata (P<0,05), semakin tinggi dosis starter semakin nyata rataan pembentukan kadar alkohol . Sementara itu, lama fermentasi 24 jam (L3) dengan perlakuan dosis starter 5% (D1), dosis starter 10% (D2), dan dosis starter 15% (D3) memberikan respon yang sama dalam pembentukan kadar alkohol tetapi berbeda nyata (P<0,05) den-an perlakuan dosis starter 20% (D4) dan dosis starter 25% (D5) . Dosis starter 5% (D1) pada lama fermentasi 8 jam (L1) berbeda nyata (P<0,05) dengan lama fermentasi 16 jam (L2) dan berbeda sangat nyata (P>0,05) dengan lama fermentasi 24 jam (L3) . Dosis starter 10% (D2) pada masing-masing perlakuan lama fermentasi 8 jam (L1), lama fermentasi 16 jam (L2), clan lama fermentasi 24 jam (L3) memberikan respon berbeda nyata (P<0,05), semakin tinggi lama fermentasi semakin nyata rataan pembentukan kadar alkohol . Dosis
383
Seminar Nasional Peternakan dan Veteriner 2000
starter 15% (D3) pada masing-masing perlakuan lama fermentasi 8 jam (L1), lama fermentasi 16 jam (L2), dan lama fermentasi 24 jam (L3) memberikan respon berbeda nyata (P<0,05), semakin tinggi lama fermentasi semakin nyata rataan pembentukan kadar alkohol .
Dosis starter 20% (D4) pada masing-masing perlakuan lama fermentasi 8 jam (L1) lama fermentasi 16 jam (L2) dan lama fermentasi 24 jam (L3) memberikan respon berbeda nyata (P<0,05), semakin tinggi lama fermentasi semakin nyata rataan pembentukan kadar alkohol . Dosis starter 25% (D5) pada masing-masing perlakuan lama fermentasi (L1), lama fermentasi 16 jam (L2), dan lama fermentasi 24 jam (L3) memberikan respon berbeda nyata (P<0,05), semakin tinggi lama fermentasi semakin nyata rataan pembentukan kadar alkohol . Alasan yang dapat dikemukakan adalah bahwa semakin meningkatnya dosis starter dan lama fermentasi akan meningkatim kadar alkohol akibat kerja dari mikroorganisme . Hasil penelitian ini sesuai dengan pendapat ALVA LAVAL (1977), bahwa dosis starter menunjukkan kekuatan bakteri yang akan terlibat dalam perombakan laktosa. Hal ini didukung pula oleh BUCKLE et al. (1987) bahwa pertumbuhan mikroorganisme pada suatu media nutrien segar tidak langsung terjadi melainkan melewati beberapa fase pertumbuhan yang semalrin lama akan meningkat dalam jangka waktu yang lama tergantung pada suplai zat gizi, waktu, suhu, air, pH, dan tersedianya oksigen (02) . Ditinjau dari kadar alkohol yang tepat menurut LIBUDZISZ dan PIATKIEWIZS dalam KWAK et al. (1996) adalah sebesar 0,035 hingga 2,00%, maka penggunaan dosis starter 20% (D4) dengan lama fermentasi 8 jam (L1) yang menghasilkan kadar alkohol 0,04% lebih baik dibandingkan dengan dosis starter dan lama fermentasi lainnya . KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan Berdasarkan hasil penelitian, analisis statistika dan pembahasan terhadap kadar asam laktat dan kadar alkohol kefir, maka dapat disimpulkan sebagai berikut Tingkat dosis starter 20% dan lama fermentasi 8 jam menghasilkan kefir yang bermutu baik dengan kadar asam laktat 1,00% dan kadar alkohol 0,04%. Saran Sehingga untuk memperoleh kefir dengan kualitas baik, dianjurkan menggunakan dosis starter 20% dan lama fermentasi selama 8 jam . Untuk penelitian yang akan datang disarankan dilakukan uji organoleptik terhadap kefir dengan mempersiapkan panelis yang terlatih. DAFTAR PUSTAKA ALVA LAVAL. 1977 . Dairy Handbook . Alva Laval Dairy and Food Engineering Division, Sweden . pp . 161-181 .
BUCKLE, K.A., R.A . EDwARDs, G.H . FLEET, and M. WoTrom 1987. Ilmu Pangan . Terjemahan Hari Pumomo dan Adiono . UI - Press. Jakarta.
ELLtKER, P.R. 1949 . Practical Dairy Bacteriology. 1st. ed ., Mc Graw HILL Book Company, New York. Op. 278-280. FARDIAZ. S. 1997 . Kefir Susu Asam Berkhasiat . Intisari No . 412XXXXV hal. 61-63.
384
Seminar Nasional Peternakan dan Peteriner 2000 H. SPILLMAN, and Z. PuHAN. 1991 . Kefir a Fascinating Culture Milk Product. DMZLebensmittelindustrie and Milchwirtschaft. 112 (13) :370-375 .
HAFLIGER, M.H.,
y Technology and Engineering. The AVI Publishing Company, Inc., W.J . and C.W . HALL . 1976 . Dair Westport Connecticut . pp. 238-239.
HARPER,
HARVEY, W.C .
and H.
KOSIKOWSKI, F.
HILL.
1948. Milk Product. 2nd., H.K . Lewis and Co. Ltd, London. pp . 308-311.
1982 . Cheese and Fermented Milk Food. Edward Brother. Inc., Arbor Michigan . pp. 75-80.
S.K . PARK, and D.S . Kim. 1996 . Biosatabilizatio n of Kefir with a non Lactose-fermenting Yeast. J. Dairy Sci. 79 :937-947 .
KwAK H.S .,
and J.A .E . FARRow . 1984 . A Note on the heterofermentative lactobacillus isolated from kefir grains . J. Applied Bacteriology. 56.
MARSHALL, V.M .,
S. and G. WHITE. 1995 . Dairy flavouring In : P.R . Ashurt (ed.) Food Flavourings . Blackie Academic and Profesional, London .
WHITE,
E.O . and B.H . WEBB . 1970 . By Products from Milks 2nd., The AV[ Publishing Company Inc., Connecticut. pp . 24-26, 34-36.
WHITTIER,