•
Daftar isi 61
ISSN 0216 - 3128
Budi Briyatmoko
KAJIAN PENGARUH PENAMBAHAN UNSUR P TERHADAP SWELLING AKIBAT IRADIASI PAD A PENURUNAN AUSTENITIC STAINLESS STEEL TIPE 316 Budi Briyatmoko Pusat Pengembangan
Teknologi Bahan Bakar Nuklir dan Daur Ulang BATAN, Serpong.
ABSTRAK KAJlAN
PENGARUH
PENAMBAHAN
UNSUR P TERHADAP
PENURUNAN
SWELLING
AKIBAT
IRADIASI PADA AUSTENITIC STAINLESS STEEL T1PE 316. Telah dikaji pengaruh penambahan unsur P terhadap penurUllan swelling akibat iradiasi pada austenitic stainless steeltipe 316. Penambahan III/sur P kedalam .'IS tipe 316 dapat menghasilkan presipitat senyawa phosphor. Presipitat terseblll berfill/gsi wI/uk mellltrlll/kan terjadin)'a "oid swelling. Mekanisme yang mungkin terjadi adalah karena adanya pengumpulall vakallsi - interstisi yang timbul akibat iradiasi. Pada suint tinggi, vakallsi dall interstisi bermigrasi mellliju presipitat sehingga dapat bertemu dan terjadi rekombinasi. Dengan rekombillasi maka vakallsi dan interstisi saling menghilangkan. Dengan demikian, void yang merupakall gabungall dari vakansi, tallpa interstisi, tidak dapatterjadi dan swelling dapat dicegah atau dikurangi.
ABSTRACT REVIEW: EFFECT OF P ELEMENT ADDITION TO SWELLING DEGRADATION DUE TO IRRADIATION ON AUSTENITIC STAINLESS STEEL 316 TYPE. Effect of P element addition on swelling degradatioll due /0 irradiation on austenitic stainless steel 316 type has beell reviewed. The additioll of I' elemellt ill austellitic stainless steel 316 type may resulted in phosphorus precipitate. The precipitate has a fill/ction for decreasing void swelling. The possible mechanism is due to the cluster of vacallcy - interstitioll resulted from irradiation. At high temperature, vacallcy alld interstitial migrate together /0 precipitate. and recombination occurs. By recombination process, vacancy and illlerstition are annihilated. Therefore. the void as a cluster of I'acancies. excluding interstitioll, does not occur, and swellillg call be either prel'ented or reduced.
PENDAHULUAN Stainless steel merupakan material struktur reaktor, contohnya kandidat untuk kelongsong bahan bakar reaktor cepat. Pada pemakaiannya, material tersebut akan menerima paparan radiasi sangat tinggi, Paparan radiasi ini menimbulkan tumbukan netron atau partikel berenergi tinggi pada atom (lattice atom). Tumbukan neITon atau partikel berenergi tinggi dengan atom (lattice atoms) menghasilkan sejumlah pasangan vakansiinterstisi atau sering disebut cacat titik. Sebagian vakansi dan interstisi tersebut kemudian saling bergerak berpindah menuju tempat tertentu sehingga dapat saling bertemu dan bergabung atau terjadi rekombinasi sehingga dapat saling menghilangkan identitasnya. Tempat paling efektip untuk bertemu vakansi dan interstisi adalah dislokasi, presipitat dan batas butir. Pada saat berlangsungnya iradiasi terjadi kompetisi kecepatan antara banyaknya vakansi dan interstisi yang dihasilkan dari iradiasi dengan banyaknya vakansi dan interstisi yang hilang karena rekombinasi. Terbentuknya kumpulan-kumpulan vakansi dan interstisi juga sangat dipengaruhi oleh besamya suhu. Semakin besar suhu, semakin mudah vakansi dan interstisi untuk bergerak. Bila
suhu cukup tinggi masing-masing vakansi dan interstisi dapat membentuk kumpulan-kumpulan sendiri. Namun, bila suhu terlalu tinggi maka vakansi dan interstisi hilang karena terjadi rekombinasi atau migrasi ke tempat-tempat dislokasi, presipitat dan batas butir. Kumpulan sejumlah interstisi hanya dapat membentuk dislokasi loop, sedangkan kumpulan dari vakansi dapat membentuk dislokasi loop dan void. Gabungan dari dislokasi loop yang terbentuk dari vakansi dan interstisi memberikan dampak saling meniadakan terjadinya swelling, sedangkan gabungan atau kumpulan dari void-void, tanpa interstisi, dapat menyebabkan terjadinya swellingtll. Terjadinya swelling sangat dipengaruhi oleh banyaknya flux neITon dan suhu iradiasi. Swelling mulai terjadi pada fluence diatas O~2 n/ cm2, dan swelling bertambah dengan besamyafluence netron [1] • Sementara itu, pengaruh iradiasi pad a SS juga dapat menyebabkan terjadinya fasa lain. Hal ini lebih dikenal dengan radiation-induced precipitate phase. Fasa-fasa presipitat yang dapat ditimbulkan pada SS saat mengalami radiasi antara lain y' (Ni)Si), G (Mn6Ni16Si7) dan beberapa jenis phospitl21• Pembentukannya sangat senyawa dipengaruhi oleh komposisi bahan, kondisi perlakuan bahan, dan kondisi iradiasi. Adanya
I
Prosiding Pertemuan dan Presentasi IImiah Penelitian Dasar IImu Pengetahuan dan Teknologl Nuklir P3TM-BATAN Yogyakarta, 8 Juli 2003
ISSN 0216 - 3128
Blidi Briyatmoko
63
presipitat ini dapat menurunkan terjadinya swelling akibat iradiasi.
belum jelas. Pada penelitian ini akan dikaji mekanisme penurunan swelling akibat iradiasi pada SS tipe 316 yang ditambah unsur P.
Banyak penelitian dilakukan untuk mengurangi terjadinya swelling akibat iradiasi pada austenitic stainless steel tipe 316[2-6].Salah satunya adalah dengan melakukan penambahan unsur minor kedalam paduan SS tipe 316. Beberapa
METODOLOGlKAJIAN
unsurS tanf sering ditambahkan Ti, Nb, P, Si dan 2,5,7,Berbagai jenis unsuradalah yang ditambahkan ke dalam SS tipe 316 memberikan pengaruh berbeda terhadap penurunan swelling yang terjadi akibat iradiasi. Beberapa senyawa phospit yang dapat membentuk presipitat adalah M2P (misalnya Fe2P atau FeTiP) mempunyai struktur heksagonal, MP (misalnya FeP) mempunyai struktur orthorombik, dan M P (misalnya Cr)P) mempunyai struktur BCT (8~ Presipitat phospit dapat berbentuk needle, ribbon atau rod. Pada Gambar 1 (8J ditunjukkan contoh bentuk dari presipitat phospit.
Kajian dilakukan melalui pendekatan teoritis dari beberapa mekanisme yang mungkin ada serta dipilih mekanisme yang paling mungkin terjadi. Ruang lingkup kajian hanya dibatasi pada pengaruh unsur P terhadap penurunan swelling akibat iradiasi. Data sekunder yang dikumpulkan adalah sebagai berikut: Material yang dipakai SS tipe 316 yang dimodifikasi dengan penambahan P. Kandungan P berkisar antara 0,01 sampai 0,1 % berat. Sebagai perbandingan juga dikaji material yang mengandung unsur Si dengan kandungan 0,1 % dan unsur S dengan kandungan 0,1 % berat. Material tersebut mengalami perlakuan panas. Spesimennya berbentuk disk yang merupakan sampel untuk elektron transmisi. lradiasi dilakukan dengan elektron energi tinggi I MeV dengan dosis sekitar 4 x 10 -4 dpal s. Suhu iradiasi berkisar antara suhu kamar sampai 600°C. Pemeriksaan sampel dilakukan dengan elektron transmisi yang dilengkapi dengan alat ana lisis EDS. Pengkajian juga dilakukan pada jenis material yang sarna yang diiradiasi dengan netron dengan reaktor Fast Flux Test Facility. Material diiradiasi sampai 14 dpa pada suhu iradiasi 495°C.
PEMBAHASAN
Gambar
1181•
Presipitat yang dihasilkan senyawa phospit.
dari
Presipitat phospit juga sangat sensitif terhadap suhu dan dosis radiasi. Bentuk rod lebih tahan suhu tinggi sampai dengan 700°C, sedangkan bentuk needle tidak stabil terhadap suhu. Pada suhu 600°C dengan dosis 30 dpa, semua presipitat bentuk needle hilang karena panas tetapi pada suhu 500 - 550°C hanya sebagian presipitat yang hilang. Senyawa M2P dan M)P dijumpai dalam bentuk needle. ribbon dan rod [8J • Timbulnya presipitat phospit dipengaruhi oleh perlakuan bahan sebelum diiradiasi. Pada bahan SS 316 yang dianil jumlah presipitat yang timbul akibat iradiasi lebih kecil dari pada yang timbul pada bahan SS 316 yang diperlakukan pengerjaan ding in [8J. Presipitat tersebut dapat menurunkan terjadinya swelling. Namun demikian, mekanisme terjadinya penurunan swelling masih
KAJIAN
Swelling terjadi akibat adanya penggabungan dari beberapa vakansi yang berkumpul menjadi satu, dengan kondisi tertentu gabungan vakansi tersebut dapat tumbuh dalam tiga dimensi membentuk void. Void tersebut dapat tumbuh menjadi besar melalui penggabungan dari beberapa void yang akhirnya menyebabkan terjadinya swelling. Bila kondisi tidak memungkinkan, vakansi tidak dapat tumbuh menjadi void tetapi hanya mengumpul membentuk lingkaran sehingga hanya terjadi loop. Pada umumnya, terjadinya void atau loop sangat dipengaruhi oleh suhu tinggi. Pada suhu tinggi, kumpulan vakansi dapat tumbuh menjadi tiga dimensi, yaitu void, tetapi pada suhu rendah kumpulan vakansi terse but hanya dapat tumbuh dalam dua dimensi menjadi loop. Sedangkan cacat titik yang berasal dari interstisi tidak dapat membentuk void tetapi dapat membentuk loop.
Peltgaru/r pe/lamba/ra/l pembelttuka/l loop
ultsur
P ter/radap
Loop dapat terbentuk dari kumpulan sejumlah interstisi atau vakansi. Kumpulan interstisi dapat membentuk loop intestisi, sedangkan kumpulan vakansi dapat membentuk dislokasi loop dan void. Suhu pembentukan loop interstisi lebih rendah dari pada suhu pembentukan loop vakansi [9] • Pada suhu rendah (antara 100 250°C) densitas loop interstisi naik secara linier dengan waktu iradiasi. Hal ini terjadi di awal iradiasi. Periode tersebut adalah periode timbulnya loop interstisi. Setelah peri ode tersebut, densitas loop interstisi mengalami penjenuhan (besarnya
Prosiding Pertemuan dan Presentasi IImiah Penelitlan Dasar IImu Pengetahuan dan Teknologi Nuklir P3TM-BATAN Yogyakarta, 8 Jull 2003
64
ISSN 0216 - 3128
-~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~_-
BlIdi Briyatmoko
__ -__ -_-u _
tetap). Nilai jenuh densitas loop tersebut berkurang dengan naiknya suhu iradiasi. Dengan adanya penambahan unsur P kedalam bahan, nilai jenuh densitas loop menjadi lebih tinggi. Didalam komposisi bahan SS tipe 316, unsur P merupakan salah satu unsur impuritas yang bersifat interstisi karena jari-jari atom P lebih kecil dari pada jari-jari atom matrik (Fe, Cr, Ni). Hubungan antara nilai
tinggi. Dengan demikian unsur P dapat menunda terbentuknya void clan pertumbuhannya, artinya terjadinya swelling juga clapat ditunda. Void terbentuk dari kumpulan-kumpulan vakansi, sedangkan swelling terjadi karena terbentuk pengelompokan atau penggabungan dari beberapa void.
dengan unsur P adalah
Mekanisme penundaan terbentuknya void oleh unsur P pada suhu tinggi dapat diduga karena pada suhu tinggi gerakan vakansi menjadi lebih cepat sehingga sebagian vakansi dapat bersamasamadengan interstisi bergerak menuju presipitat yang terbentuk dari senyawa P. Dengan berkumpulnya sebagian vakansi dengan interstisi maka dapat terjadi rekombinasi dan terjadinya void dapat dicegah atau dikurangi.
191. jenuh
densitas loop
(CL)
.. '"
( 1)
Dimana Mb adalah kecepatan disosiasi interstisi dengan impuritas P. Besamya nilai Mb adalah berbanding terbalik dengan tenaga ikat antara interstisi dan impuritas P. Jadi makin besar tenaga ikat dan makin ban yak kandungan P dalam SS tipe 316 maka nilai jenuh densitas loop menjadi lebih tinggi. Hal ini juga sesuai dengan data yang diperoleh dari Fukuya [6J bahwa unsur P mempunyai ikatan kuat dengan interstisi dan berfungsi sebagai tempat timbulnya loop interstisi. Mekanisme yang mung kin terjadi adalah interstisi menjadi lebih mudah berkelompok pada presipitat yang terbentuk dari senyawa P. Diatas suhu 250 °C, densitas loop bertambah dengan turunnya suhu. Pada suhu dibawah 250 °C , besamya densitas loop sudah tidak terlalu tergantung pada suhu. Hal ini dapat diduga karena gerakan interstisi menjadi \cbih lamban atau sulit bergerak. Dengan demikian dapat diduga bahwa unsur P yang ada dalam bahan dapat membentuk presipitat senyawa phosphor. Pada suhu iradiasi tinggi, cacat interstisi bergerak menuju presipitat dan saling bergabung membentuk loop interstisi yang tahan suhu tinggi. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa pengaruh penambahan P dalam SS tipe 316 dapat menaikkan densitas loop interstisi. Diatas suhu 300 °C, kumpu\an (cluster) cacat jenis vakansi, termasuk loop vakansi, SFT (stacking fault tetrahedra) dan void, terjadi bersama-sama dengan loop interstisi. Diatas suhu 300 °C dimana migrasi vakansi mulai nampak, loop vakansi dan SFT terbentuk didalam loop interstisi. Dengan adanya penambahan P dapat me nahan proses terbentuknya SFT dan loop vakansi [9J • Untuk kumpulan cacat jcnis vakansi, suhu pembentukannya dapat dibagi 3. Pertama, adalah daerah suhu dimana pembentukan loop vakansi dan SFT lebih dominan. Kedua, adalah daerah suhu dimana terjadi pembentukan void yang ditandai dengan turunnya densitas loop vakansi dan SFT. Ketiga, adalah daerah suhu dimana pertumbuhan void lebih nampak dan swelling terjadi pada suhu disekitar suhu densitas loop maksimum. Pada Gambar 2 [9J ditunjukkan gambar mikrostruktur dari setiap daerah suhu pada paduan SS tipe 316 yang diiradiasi pada 2 dpa. Sementara itu, pada Gambar 3 [9) ditunjukkan pengaruh suhu terhadap densitas void dan sweling pada paduan SS tipe 316. Dari gambar tersebut diketahui pula bahwa penambahan unsur P dengan jumlah relatif sedikit (0,024 - 0,1 % be rat) dapat menggeser suhu tercapainya densitas maksimum, yaitu ke arah suhu yang lebih
Gambar
Gambar
2. Gambar mikrostruktur
dari setiap daerah suhu pada paduan SS tipe 316 yang diiradiasi pada 2 dpaf9j
3.
Pengaruh suhu pada densitas kUIllPulan cacat jenis vakansi dan sweling pada paduan SS ripe 316f9j
Pengaruh pellambahall pellurullall diameter void
ullsur
P
pada
Suhu pembentukan void lebih tinggi daripada suhu pembentukan loop. Hal ini didukung
Prosiding Pertemuan dan Presentasi IImiah Penelitian Casar IImu Pengetahuan dan Teknologi Nuklir P3TM-BATAN Yogyakarta, 8 Juli 2003
ISSN 0216 - 3128
Budi Briyalllloko
oleh data yang menunjukkan bahwa iradiasi pada suhu lebih kecil atau sarna dengan 0,2 TM (titik leleh dalam K) menghasilkan vakansi dan interstisi yang dapat menggumpal membentuk cluster yang diikat oleh dislokasi, yaitu berupa loop dan stacking fault tetrahedra. Sedangkan pada suhu lebih tinggi dari 0,2 T M vakansi dapat menggumpal membentuk voiJIO]. Sementara itu, swelling terjadi akibat daTi adanya kumpulan void sehingga diameternya menjadi besar dalam jumlah ban yak. Swelling akan berkurang bila diameter void dan jumlahnya berkurang. Pada Gambar 4 [6] ditunjukkan hubungan antara diameter void dengan dosis iradiasi pada suhu 400°C dari material SS tipe 316 yang ditambah unsur P. Unsur P yang ditambahkan adalahO,OI % berat (diberi tanda pI), 0,05 % berat (P-2) dan 0,1 % berat (P-3). Iradiasi dilakukan dengan elektron yang mempunyai energi 1 MY menggunakan mikroskop elektron voltase tinggi.
1050 ~ ~ IIP-2 :'2 > 2 20 o"t30 E
~
673K
P-3 05-3 /:. o• Si-2 BASE
10
Dose (dpa)
Gambar
4. Hubungan
antara diameter void dengan dosis iradiasi pada su/1u 673 K dari material SS tipe 316 16J
Dari gambar tersebut dapat dilihat bahwa pengaruh penambahan unsur P pada SS tipe 316 sebagai base material dapat menurunkan diameter void untuk pemakaian dosis iradiasi yang sarna. Untuk perbandingan, didalam garnbar tersebut juga ditarnpilkan pengaruh penarnbahan unsur lain yaitu Si dan S. Dari ketiga unsur yang ditarnbahkan narnpak bahwa unsur P rnemberikan pengaruh yang paling besar, dan rnakin besar unsur P yang ditambahkan (dalarn gambar, P-3 > P-2 > P-I) makin kecil diameter void yang ditimbulkan akibat iradiasi dengan dosis yang sarna. Hubungan antara diameter void dan swelling adalah berbanding langsung. Makin besar diameter void, makin besar swelling. Mekanisme timbulnya void dan pertumbuhannya dimulai dari adanya pergerakan vakansi, disusul dengan berternunya vakansi
65
dengan vakansi sehingga timbul dendrit, kemudian timbul void kecil, dan akhirnya terjadi pertumbuhan void dengan adanya vakansi lain yang bergabung dengan void kecil [11]. Sementara itu, pada suhu tinggi vakansi dapat bermigrasi lebih jauh sehingga dapat saling membentuk kumpulan vakansi yang lebih besar, namun karena ada presipitat senyawa P, maka gerakan vakansi terhambat. Seperti dikatakan oleh Watanabe[9], kemungkinan mekanisme yang terjadi disini adalah adanya interaksi yang kuat an tara vakansi dan senyawa phospit sehingga dapat menghambat laju gerakan vakansi. Jadi sebenarnya pada suhu tinggi memungkinkan terjadinya void karena pada suhu tinggi gerakan vakansi menjadi lebih mudah untuk saling bergabung menjadi void. Namun demikian, karena adanya presipitat senyawa P atau phospit hal tersebut tidak dapat terjadi. Mekanisme yang mungkin terjadi disini adalah karena gerakan vakansi terhambat oleh presipitat sehingga vakansi menempel pada . presipitat. Sementara itu, cacat lain yaitu interstisi juga bergerak lebih cepat menuju presipitat sehingga pada presipitat terse but vakansi bertemu dengan interstisi. Hal ini menyebabkan terjadinya rekombinasi vakansi dan interstisi sehingga saling l11enghilangkan satu sarna lain. Pada suhu kurang dari 1/3 T \1, vakansi tidak l11udah bergerak sehingga mudah mengalami anihilasi atau rekol11binasi oleh adanya migrasi interstisi sebelul11 vakansi dapat bergerak mencapai tempat-tempat yang dipakai untuk bergabung dengim vakansi lainnya, misalnya void [101. Selain dari pada itu, iradiasi pada suhu rendah dapat menimbulkan cacat radiasi dan loop jenis vakansi, dan loop tersebut stabil pada suhu rendah. Dengan demikian, pada suhu rendah jUl11lah vakansi berkurang karena selain terjadi anihilasi atau hilangnya vakansi akibat bergabung dengan intersitisi, juga disebabkan karena sebagian vakansi membentuk loop. Dengan berkurangnya vakansi maka kemungkinan terjadinya void menjadi lebih kecil sehingga terjadinya swelling dapat dicegah. Bila dibandingkan dengan un sur Si dan S, unsur P lebih besar pengaruhnya dalam menurunkan diameter void atau mencegah swelling. Hal ini dapat disebabkan karena ikatan interstisi atau vakansi dengan un sur P lebih besar daripada ikatan tersebut dengan unsur Si dan S. Unsur P dapat membentuk presipitat F~P atau CrJP yang koheren dengan matrik. Cacat titik yang berupa vakansi atau interstisi yang tertangkap dalam presipitat ini tidak dapat lolos kembali karena ikatannya sangat kuat. Cacat titik tersebut dapat lolos dari ikatan hanya dengan melalui anihilasi atau penggabungan dengan cacat titik lain yang tipenya berlawanan. Jadi bila yang tertangkap adalah vakansi baru akan bisa lolos bila ada juga interstisi yang tertangkap pada interface antara
Prosiding Pertemuan dan Presentasilimiah Penelitlan Casar IImu Pengetahuan dan Teknologi Nuklir P3TM-BATAN Yogyakarta. 8 Juli 2003
66
ISSN 0216 - 3128
matrik dan presipitat tersebut. Sedangkan unsur Si yang mempunyai jari-jari atom lebih besar dari pada jari-jari unsur P, kemungkinan dapat membentuk presipitat yang tidak koheren dengan matrik. Ikatan antara cacat titik dengan presipitat ini kekuatannya lebih kecil daripada ikatan yang terjadi pada presipitat yang koheren. Kemudian untuk un sur S, kemungkinan tidak membentuk presipitat tetapi dalam bentuk solid solution. Belum ada data yang menjelaskan mengenai efek un sur S dalam mencegah terjadinya swelling. Namun [6] yang demikian, ada data dari Fukuya menunjukkan bahwa unsur S lebih banyak mengalami segregasi atau perpindahan ke batas butir. Bila demikian halnya maka kemungkinan unsur S tidak dapat terdistribusi merata didalam butir tetapi mengumpul di batas butir. Dengan demikian, hal ini akan mengurangi fungsinya sebagai trapping untuk cacat titik, artinya cacat titik (vakansi dan interstisi) yang tertangkap menjadi sedikit.
Pellgaruh swellillg
j
;
! .. ~I~ ~ ~ '0 '"
01
pellambahall
ullsur
P terhadap
Pengaruh penambahan un sur P terhadap besarnya swelling, densitas void dan diameter void. pada SS tipe 316 ditunjukkan dalam Gambar 5 [6]. Swelling menjadi berkurang dengan naiknya kandungan P dalam SS tipe 316. Hal ini berlawanan dengan besarnya diameter mid. Diameter void makin kecil dengan bertambahnya kandungan P dalam SS tipe 316. Hal ini berarti bahwa unsur P dalam SS tipe 316 dapat menekan pertumbuhan void. Secara umum, densitas void makin bertambah dengan bertambahnya unsur P. Mekanisme yang mungkin terjadi adalah bahwa dengan adanya unsur P maka vakansi dan interstisi menjadi mudah bergabung karena sarna-sarna mendekati senyawa P yang berupa presipitat. Dengan demikian jumlah vakansi menjadi berkurang. Hal ini menyebabkan proses pertumbuhan void terhambat karena untuk pertumbuhan void diperlukan banyak vakansi.
-I
'" "! '~
t:>:
-2dpo
Gambar
I
0001 001
-I. '2w1OIAMETER ,,' CONCENTRATION, 0... SWEUJNG ~ 0'- .•.•..•..•. \ "
P
"
"
0.1 CO<SITY,..A
673K
5. Pengaruh penambahan unsur P terhadap besamya swelling. densitas void dan diameter void pada SS tipe 316
{6J.
Budi Briyatmoko
Pada suhu diatas 300°C (6] , pengaruh penambahan unsur P dalam menurunkan swelling menjadi berkurang. Hal ini diduga karena terjadi penurunan densitas dislokasi akibat kenaikan suhu tinggi, sehingga jumlah vakansi dan interstisi yang mengumpul pada dislokasi menjadi berkurang. Dengan demikian proses rekombinasi antara interstisi dan vakansi juga berkurang. Oleh karenanya, swelling menjadi lebih tinggi. Hal ini juga dapat disebabkan karena adanya presipitat senyawa P juga dapat berfungsi untuk menghambat laju gerakan dislokasi. Gerakan dislokasi terse but dapat disebabkan oleh naiknya suhu tinggi. Pada suhu tinggi dislokasi dapat bergerak ke batas butir dan menghilang. Hal ini sering disebut dengan proses rekaveri. Adanya presipitat senyawa P dapat menghambat proses rekaveri tersebut. Adanya senyawa phospit dalam SS tipe 316 juga dapat menyebabkan pergeseran suhu densitas maksimum loop vakansi. Bahan tanpa kandungan P, densitas maksimum loop vakansi dicapai pada suhu sekitar 152°C, sedangkan bahan yang mengandung P (Fe-l OCr-17Ni-0, IP) densitas maksimum loop tersebut dicapai pada suhu sekitar 300°C. Diduga mekanisme yang terjadi adalah karena adanya interaksi yang kuat antara vakansi dan senyawa phospit. Interaksi tersebut menyebabkan terjadinya perlambatan gerak vakansi. Vakansi baru mulai bergerak dengari cepat pada suhu diatas 300°C. Seperti dijelaskan diatas, kriteria presipitat yang dapat menurunkan swelling adalah presipitat yang koheren dengan matrik, artinya nilai konstanta lattice dari presipitat besarnya hampir sarna dengan konstanta lattice matrik, dan interface antara presipitat dengan matrik hampir tidak ada. Presipitat yang koheren terse but berfungsi sebagai tempat rekombinasi an tara vakansi dan interstisi sehingga swelling dapat dicegah. Presipitat kecil yang terdispersi kedalam matrik juga dapat menurunkan swelling. Proses ini terjadi karena adanya presipitat kecil yang terdispersi didalam matrik dapat menahan gerak dislokasi sehingga dapat mencegah proses rekaveri at~u hilangnya dislokasi akibat suhu tinggi. Sementara itu, peneliti lain[l21 berpendapat bahwa penurunan swelling akibat dari penambahan unsur P kedalam paduan SS 316 terjadi karena adanya dua mekanisme. Mekanisme pertama adalah terjadinya rekol11binasi vakansi-interstisi akibat dari adanya interaksi kuat antara unsur P dan vakansi. Mekanisme kedua diduga berhubungan dengan naiknya koefisien difusi vakansi dan naiknya konsentrasi vakansi yang disebabkan oleh turunnya energi pembentukan vakansi. Dari kajian
Prosiding Pertemuan dan Presentasi IImiah Penelitian Dasar IImu Pengetahuan dan Teknologi Nuklir P3TM-BATANYogyakarta, 8 Juli 2003
ISSN 0216 - 3128
BlIdi Briyatllloko
ini mekanisme yang paling mungkin terjadi adalah mekanisme yang pertama.
Gambar
6. Hubungan densitas
antara void dan
dengan
paduan
O,04P
void swelling, diameter void Fe-15Cr-
25Ni-
[4/ .
Pada Gambar 6 14] ditunjukkan hubungan antara void swelling, densitas void dan diameter void dengan paduan Fe-15Cr- 25Ni-O,04P. Paduan tersebut termasuk jenis SS tipe 316. Paduan tersebut diiradiasi pada reaktor FFTF pada suhu 500°C sampai mencapai 14 dpa.He/dpa yang dihasilkan adalah 0,35, untuk nilai yang rendah, dan 4,7, untuk nilai yang tinggi. Kondisi bahan adalah kondisi anil. Pada gambar tersebut juga ditampilkan paduan tanpa P dan paduan dengan kandungan Ni 45 % sebagai perbandingan. Dari gambar tersebut nampak bahwa unsur P dapat menurunkan swelling baik pada kondisi perbandingan He/dpa tinggi maupun rendah. Paduan dengan perlakuan dingin dilaporkan bahwa unsur P tetap dapat menurunkan swelling, bahkan nilai penurunannya lebih besar daripada yang terjadi pada bahan yang dianil. Pengaruh P dalam menurunkan swelling tergantung pada kondisi iradiasi, banyaknya P, dan terbentuk/ tidaknya presipitat. Presipitat terbentuk pada suhu 510°C dengan dpa 13,2 dan kandungan P sebesar 0,055 % dan yang lebih tinggi (4) • Presipitat yang dihasilkan dengan adanya penambahan unsur P dalam SS 316 dapat berupa Fe2p18J• Dengan adanya presipitat ini dapat mempercepat terjadinya rekombinasi vakansi dan interstisi pada interface antara presipitat dan matrik. Selain dari pada itu, diketahui pula bahwa adanya penambahan unsur P kedalam SS 316 juga dapat mempercepat terjadinya difusi vakansi yang pada akhirnya dapat mengurangi terjadinya void. Dari hasil penelitian (l2J dilaporkan bahwa presipitat senyawa phospit terbentuk pada suhu 600 °C pada material Fe-15Cr-25Ni-O,04 P. Iradiasi dilakukan pada reaktor FFTF dengan He/ dpa 0,03 appm/ dpa pada dpa 8,8. Pada suhu 365°C tidak terbentuk presipitat, namun dijumpai adanya cavity. Dibandingkan dengan bahan yang sama tanpa tambahan P, diketahui bahwa pengaruh penambahan unsur P menimbulkan adanya loop kccil dengan densitas cukup tinggi. Loop tcrsebut
67
berada di dekat faulted loop. Faulted loop yang teIjadi pada bahan yang mengandung P pada suhu 365°C diduga berhubungan dengan cluster atau kumpulan loop kecil. Watanabe [9) mengatakan bahwa kumpulan cacat tipe vakansi terbentuk bersamaan dengan terbentuknya loop interstisial. Data pada suhu 600°C jelas menunjukkan bahwa adanya un sur P dalam bahan menyebabkan cavity dengan diameter besar berkumpul pada interface antara senyawa phospit dengan matrik. Jadi pada suhu tinggi swelling menjadi lebih mudah terjadi meskipun ada presipitat P. Hal ini dapat terjadi karena pada suhu tinggi mobilitas vakansi dan interstisi menjadi lebih tinggi sehingga cepat menuju presipitat P. Pada kondisi tertentu dimungkinkan fungsi presipitat sebagai temp at trapping vakansi dan interstisi dapat menjadi jenuh sehingga tidak semua vakansi dapat tertangkap presipitat. Vakansi terse but akhirnya dapat saling bertemu dengan vakansi lain dan bergabung menjadi void yang akhimya menyebabkan swelling.
KESIMPULAN Penambahan unsur P kedalam SS tipe 316 dapat menghasilkan presipitat senyawa phosphor. Jenis presipitatnya adalah koheren dengan matrik. Presipitat tersebut berfungsi untuk menurunkan terjadinya void swelling. Mekanisme yang mungkin terjadi adalah karena adanya pengumpulan vakansi - interstisi yang timbul akibat iradiasi. Pada suhu tinggi, vakansi dan interstisi bermigrasi menuju presipitat sehingga dapat bertemu dan terjadi rekombinasi. Dengan rekombinasi maka vakansi dan interstisi saling menghilangkan. Dengan demikian, void yang merupakan gabungan dari vakansi dengan vakansi lain, tanpa interstisi, tidak dapat terjadi dan swelling dapat dicegah atau dikurangi.
SARAN Perlu dikaji unsur-unsur lain yang memungkinkan untuk mencegah terjadinya swelling sehingga usaha untuk pencegahan tersebut menjadi lebih optimal. Kemudian 'kajian tersebut perlu dibuktikan dengan eksperimcn sehingga pembuktiannya lebih akurat.
UCAP AN TERIMA KASIH Penulis mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu schingga makalah ini dapat selesai.
Prosiding Pertemuan dan Presentasilimiah Penelltlan Dasar IImu Pengetahuan dan Teknologl Nuklir P3TM-BATAN Yogyakarta, 8 Jul! 2003
ISSN 0216-3128
68
DAFT AR PUST AKA 1. OLANDER, D.R., Fundamental Aspects of Nuclear Reactor Fuel Elements, Department of Nuclear Engineering University of California, Berkeley, (1976) 43 2. KIMOTO, T., SHIRAISHI, H., Void Swelling and Precipitation in Ti-Modified Austenitic FeNi-Cr Alloys, Journal of Nuclear Science and Technology, 23 (9), pp. 802 - 812, September 1986 3. KAWANISHI, H. and ISHINO, S., Microstructure of Fe-16Ni-15Cr Alloys Irradiated in Joyo, Journal of Nuclear Materials 155 - 157 (1988) 806 - 809 4. STUBBINS, J.F. and GARNER. FA, The Relatif Influence of Helium! dpa Ratio and Other Variables on Neutron-Induced Swelling of Fe-Ni-Cr Alloys at 495 C and 14 dpa, Journal of Nuclear Materials 179 - 181 (1991) 523 - 525 5. MUROGA, T., GARNER, FA and. OHNUKE. S., Microstructural Investigation of Swelling Dependence on Nickel Content in Fast Neutron Irradiated Fe-Cr-Ni Austenitic Ternaries, Journal of Nuclear Materials 179 181 (1991) 546 - 549 6. FUKUY A, K., NAKAHIGASHI, S., OZIKI, S. and SHINA, S., Effect of Phosphorus, Silicon and Sulphur on Microstructural Evolution in Austenitic Stainless Steels During Electron Irradiation, Journal of Nuclear Materials 179 181 (1991) 1057 - 1060 7. MAZIASZ, P.1., Forn1atioan and Stability of Radiation Induced Phases in NeutronIrradiated Austenitic an Ferritic Steels, Journal of Nuclear Materials 169 (1989) 95 - 115 8. HISHINUMA, A., KATANO, Y. and SHIRAISHI, K., Swelling and Nickel Segregation Around Voids in ElectronIrradited Fe-Cr-Ni Alloys, Journal of Nuclear Materials 103 & 104 (1981) 1063 - 1068 9. WATANABE, H., AOKI, A., MURAKAMI, H., MUROGA, T. and YOSHIDA, N., Effects of Phosphorus on Defect Behavior, Solute Segregation and Void Swelling in Electron Irradiated Fe-Cr-Ni Alloys, Journal of Nuclear Materials 155 - 157 (1988) 815 - 822 10.KAWANISHI, H., GARNER, FA and SIMONS, R.L., Synergistic Effect of Helium and Other Variables on Microstructure Change in Neutron Irradiated Fe-Ni-Cr Alloys Doped With s'>Ni, Journal of Nuclear Materials 179 181 (1991) 511 - 514
Budi Briyatmoko
11.Gittus. 1., Irradiation Effect in Crystallin Solids, Applied Science Publisher Ltd, London, 1978. 12.HAMADA, S. and MAZIASZ, P.l, Ultrafine Defects Inside Precipitate Particles Produced in Type 316 Stainless Steel by Irradiation in HFIR, Journal of Nuclear Materials 170 (1990) 124 - 128
TANYAJAWAB Tumpal P. Fenomena apa yang terjadi apabila unsur P ditingkatkan, sehingga diperoleh penurunan swelling? Budi Briyatmoko Dengan adanya llnsur P lIIaka di dalam lIIatrik 55 tipe 316 akan terbenwk presipitat senyawa phospit (misalnya : Fe}P). Presipitat tersebut be/fungsi sebagai tempat berkumpulnya cacclt titik yaitu vakansi dan interstiti. Dengan berklllllPlllnya vakansi dan interstiti lIIaka akan te/jadi rekombinasi dimana vakansi dan interstisi saling menghilangkan. Dengan demikian tidak te/jadi void dan swelling. Tri Wulan Tjiptono Mengapa yang digunakan P ? Bagaimana dengan radiation damage, apakah menjadi lebih tahan juga bahan yang ditambahi P.
Budi Briyatmoko Karena ullSur P dapat membentuk presipitat senyawa phospit dimana interstitsi atau vakansi terikat kllat oleh senyawa dellgan presipitat interstisi presipitat
phospit tersebut. Dibandingkan unsur lain misal' 5i. ikatan senyawa 5i dengan vakallsi atau besa/'llya lebih kecil dari pada sen)'awa phospit.
Betul. radiation damage ado bermacamI/Ulcam mulai dari caalt titik (vakansi atOll interstisi). cacat dislokasi(cacal 2 dimensi) dan cocat swelling (cacclt 3 dimensi)
Prosiding Pertemuan dan Presentasi IImiah Penelitian Dasar IImu Pengetahuan dan Teknologi Nuklir P3TM-BATAN Yogyakarta, B Juli 2003