KAJIAN GENETIKA KETAHANAN TANAMAN KAKAO (Theobroma cacao L.) TERHADAP PENYAKIT BUSUK BUAH (Phytophthora palmivora Butl) DI INDONESIA
RUBIYO
SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2009
SURAT PERNYATAAN Dengan ini saya menyatakan dengan sebenarnya bahwa semua pernyataan dalam disertasi saya yang berjudul: ” Kajian Genetika Ketahanan Tanaman Kakao (Theobroma cacao L) terhadap Penyakit Busuk Buah (Phytophthora palmivora Butler) di Indonesia” Merupakan gagasan atau hasil penelitian disertasi saya sendiri, dengan pembimbingan oleh para komisi pembimbing, terkecuali yang dengan jelas ditunjukkan rujukannya. Disertasi ini belum pernah diajukan untuk memperoleh gelar pada program sejenis di perguruan tinggi lain. Semua data dan informasi yang digunakan telah dinyatakan secara jelas dan dapat diperiksa kebenarannya.
Bogor, Oktober 2009
Rubiyo NRP:A 161060011
ii
ABSTRACT RUBIYO, Genetic Study of Cacao (Theobroma cacao L.) Resistance against Black Pod Disease (Phytophthora palmivora Butl) in Indonesia. Supervised by SUDARSONO, AGUS PURWANTARA, TRIKOESOEMANINGTYAS, and SATRIYAS ILYAS. Cacao (Theobroma cacao L.) is one of the estate crops having important role in economy Indonesia. Cacao cultivation faces a lot of constraints, such as crop pests and diseases which can reduce the quality and production of cacao. One of the main diseases which attack cacao in Indonesia is black pod disease caused by Phytophthora palmivora (Butl.) Butl. The disease caused yield losses ranging from 40 to 50% in Indonesia and worldwide. The research on genetic resistance of cacao against the disease caused by P. palmivora in Indonesia is still very limited. This research can assist the effort of cacao breeding to produce cacao clones or hybrids which are resistant against P. palmivora and to establish heritability model of F1 progeny to produce crop materials having some high qualities, so that the production of cacao can be improved. The objectives of this research: (1) To identify P. palmivora species and to study its genetic variation in cacao production centre of some provinces in Indonesia (2) To establish a standard inoculation method for screening in cacao resistance (3) To measure pathogenicity of P. palmivora upon cacao (4) To test cacao germplasm collection against P. palmivora and use them as parental clones to construct F1 hybrids (5) To study the correlation of resistance levels and observed quantitative characters of several cacao clones (6) To study the potency of high general and specific combining abilities and its heterosis effect on diallel crossing of cacao clones so that F1 hybrid with high yield and resistance to P. palmivora and its heritability can be obtained. In the first part of this research, 24 indigenous isolates of P. palmivora had been isolated from 13 districts and eight provinces in Indonesia. The indigenous isolates produce ellipsoid, globoid, or ovoid sporangia with distinct papillae and pedicel, typical of P. palmivora. Among indigenous isolates, there was no distinct difference in the papilla and their pedicel. Even though the isolates showed similar in morphology, they showed variation in pathogenicity on cacao clones GC 7, ICS 60 and TSH 858. Phytophthora palmivora isolate from Lubuk Basung, West Sumatra was very pathogenic to pods of the three cacao clones. While the isolates JkBwi (12) and KgBwi (8) from Banyuwangi, East Java; PtBdg (7) from Badung, Bali; SsSpg (36) and AgSpg1 (35) from Sopeng, South Sulawesi, and also Pwmnw from Manokwari, West Papua were pathogenic or very pathogenic. The second part showed that inoculation using mycelia inoculum was more efficient than using zoospore, and wounding treatment could assist in accurately detecting cacao seedling resistance against the P. palmivora infection. The estimation of resistance using detached pod was in line with the result of evaluation using cacao seedlings so that the seedlings can be used for an alternative for resistance evaluation against P. palmivora. TSH 858 clone is better to be used as female parent and crossed with Sca 12 as male parent to establish the population of F1 hybrids which are resistant to the P. palmivora infection and have high productivity. iii
The third part indicated that inoculation of cacao pods in the field and laboratory for resistance screening gave the similar degree of resistance. Cacao clones showing susceptibility in laboratory have the same susceptibility in the field. The fourth part indicated that among 35 cacao clones, there were 10 clones which were resistant against P. palmivora infection based on pod inoculation test in laboratory. The clones are: ICCRI 1, ICCRI 3 PA 300, UIT 1, NIC 4, DR 38, ICS 13, TSH 858, Sca 6 and ICS 60. Whereas, the cacao clones showing susceptibility based on inoculation were: RCC 72, KKM 22, NIC 7, DRC 15, DRC 16, RCC71,BL 300, BL 301, KEE2, TSH 908. Genotypes used for the parental clones for future selection process were eight clones: ICCRI 1, ICCRI3, ICS 13, TSH 858, UIT 1, PA 300, NIC 4 and DR38. The fifth part, based on stomata observation of 10 clones, stomata density in pod and leaf did not show high correlation to the resistance. The number of stomata on resistant and susceptible clones is not significantly different, indicating that cacao clones which are resistant do not always have low stomata density compared to that of susceptible, and vice versa cacao clones which are susceptible do not always have high stomata density in pod and leaf. Study on the activities of chitinase and peroxidase enzymes upon tested clones indicated that there was chitinase role to the resistance of cacao against the infection by P. palmivora. The increase of chitinase activity in resistant clones generally intensified consistently, and so did peroxidase enzyme. Susceptible cacao clones whose peroxidase enzyme activity did not increase were DRC 15 and DRC 16 and they belong to very susceptible clones. The sixth part of the research showed that there was no gene interaction determining the resistance against the disease caused by P. palmivora. Resistance in cacao is mostly influenced by additive gene actions. Dominant genes are mostly found in parental. Heritability values in narrow and bigger sense belong to a high group. Parental clones such as ICCRI 3, TSH 858 and Sca 6 have the highest General Combining Ability. While the combination between ICCRI 3 x Sca 6 has the highest Specific Combining Ability, and therefore this combination is prospective to become a hybrid. The highest heterosis occurs in the crossing between DR1 x ICS 13, DR1 x Sca 6 dan ICS 13 x Sca 6.
iv
RINGKASAN RUBIYO, Kajian Genetika Ketahanan Tanaman Kakao (Theobroma cacao L.) terhadap Penyakit Busuk Buah (Phytophthora palmivora Butl) di Indonesia. Dibimbing oleh SUDARSONO, AGUS PURWANTARA, TRIKOESOEMANINGTYAS, dan SATRIYAS ILYAS. Kakao (Theobroma cacao L.) merupakan salah satu komoditas perkebunan yang mempunyai peran penting dalam perekonomian Indonesia. Budidaya kakao menghadapi banyak kendala di lapangan, antara lain penyakit dan hama tanaman yang dapat menurunkan kuantitas dan kualitas produksi kakao. Salah satu penyakit utama yang menyerang tanaman kakao di Indonesia adalah penyakit busuk buah (black pod) yang disebabkan oleh Phytophthora palmivora (Butl). Butl. Penyakit busuk buah kakao mengakibatkan kerugian antara 40 sampai 50% di Indonesia, dan di seluruh dunia. Penelitian genetika ketahanan kakao terhadap penyakit P. palmivora di Indonesia belum banyak dilakukan. Penelitian ini dapat membantu usaha pemuliaan untuk memperoleh bahan tanam yang tahan terhadap penyakit busuk buah dan model pewarisan terhadap F1 nya untuk menghasilkan bahan tanam yang mempunyai beberapa sifat unggul, sehingga produksi kakao dapat ditingkatkan. Penelitian ini bertujuan untuk: (1) Melakukan identifikasi spesies P. palmivora dan mengetahui keragaman patogenisitasnya pada lokasi sentra kakao di Indonesia (2) Mengetahui metode inokulasi untuk penapisan ketahanan kakao (3) Mengetahui patogenitas P. palmivora terhadap tanaman kakao (4) Mengetahui dan mendapatkan tanaman kakao yang tahan dan rentan terhadap penyakit P. palmivora di koleksi plasma nutfah kakao untuk digunakan sebagai tetua untuk perakitan hibrida F1 (5) Mengetahui korelasi tingkat ketahanan beberapa klon kakao untuk karakter kuantitatif yang diamati (6) Mengetahui potensi daya gabung umum dan khusus yang tinggi serta efek heterosisnya pada persilangan dialel klon kakao sehingga diperoleh potensi pada hibrida F1 serta heritabilitasnya. Pada bagian pertama dari penelitian ini telah diperoleh 24 isolat indigenus P. palmivora yang diisolasi dari 13 kabupaten dan delapan provinsi di Indonesia. Isolat indigenus yang didapat mempunyai bentuk sprora ellipsoid, globoid, atau ovoid, tipikal P. palmivora. Di antara isolat tidak terdapat perbedaan yang jelas pada papila dan pediselnya. Meskipun isolat P. palmivora yang didapat secara morfologis hampir sama, terdapat perbedaan yang besar dalam tingkat patogenisitasnya terhadap kakao klon GC 7, ICS 60 atau TSH 858. Isolat P. palmivora LbSbr dari Lubuk Basung, Sumatra Barat diketahui sangat patogenik terhadap ketiga kultivar kakao yang diuji. Isolat JkBwi (12) dan KgBwi (8) dari Banyuwangi, Jawa Timur; PtBdg (7) dari Badung, Bali; SsSpg (36) dan AgSpg1 (35) dari Sopeng, Sulawesi Selatan, serta PwMnw dari Manokwari, Papua Barat bersifat patogenik atau sangat patogenik. Bagian kedua dari penelitian ini menunjukkan bahwa inokulasi dengan menggunakan inokulum miselia lebih efisien dibandingkan dengan zoospora P. Palmivora, dan perlakuan pelukaan lebih mampu secara akurat menduga respon ketahanan bibit kakao terhadap infeksi P. palmivora. Hasil pendugaan ketahanan menggunakan buah yang dipetik sejalan dengan hasil pengujian menggunakan v
bibit kakao sehingga bibit dapat digunakan sebagai alternatif pengujian ketahanan terhadap P. palmivora. Klon TSH 858 lebih baik untuk digunakan sebagai induk betina dan disilangkan dengan Sca 12 sebagai induk jantan untuk menghasilkan populasi hibrida F1 yang resisten terhadap infeksi P. palmivora dan berpotensi berdaya hasil tinggi. Bagian ketiga menunjukkan bahwa inokulasi untuk mengetahui ketahanan klon kakao di laboratorium maupun di lapangan menghasilkan ketahanan yang sama. Terdapat perbedaan dalam perkembangan luas bercak dan masa inkubasinya. Umumnya rata-rata luas bercak dan perkembangan yang dihasilkan pada inokulasi di laboratorium lebih besar dibandingkan dengan luas bercak yang di hasilkan pada uji inokulasi di lapangan. Masa inkubasi umumnya di lapangan lebih lamban rata-rata 2 hari dibandingkan dengan inokulasi di laboratorium. Bagian keempat hasil penelitian menunjukkan bahwa berdasarkan hasil uji ketahanan terhadap 35 klon kakao, terdapat 10 klon kakao yang resisten terhadap infeksi P. palmivora berdasarkan uji inokulasi buah di laboratorium. Klon kakao tersebut adalah: ICCRI 1, ICCRI 3, PA 300, UIT 1, NIC 4, DR 38, ICS 13, TSH 858, Sca 6 dan ICS 60. sedangkan klon kakao yang menunjukkan hasil rentan berdasarkan hasil inokulasi adalah: RCC 72, KKM 22, NIC 7, DRC 15, DRC 16, RCC71, BL 300, BL 301, KEE2, TSH 908. Genotipe yang digunakan untuk tetua dalam rangka proses seleksi lebih lanjut atau untuk bahan tanam klonal ada delapan klon yaitu: ICCRI 1, ICCRI 3, ICS 13, TSH 858, UIT 1, PA 300, NIC 4 dan DR38. Bagian kelima menunjukkan bahwa berdasarkan hasil pengamatan stomata pada 10 klon, kerapatan stomata pada daun maupun buah tidak memberikan korelasi yang tinggi terhadap ketahanan. Jumlah stomata tidak berbeda nyata antara kelompok klon yang tahan maupun rentan. Klon kakao yang tahan tidak selalu menghasilkan jumlah kerapatan stomata yang lebih sedikit dibandingkan dengan yang rentan. Klon kakao yang rentan tidak selalu memiliki jumlah stomata yang banyak di daun maupun pada buah. Aktivitas kitinase dan peroksidase terhadap klon kakao yang diuji mengindikasikan ada peran kitinase terhadap ketahanan kakao dari infeksi P. palmivora. Peningkatan aktivitas kitinase klon yang tahan umumnya lebih meningkat, begitu juga pada enzim peroksidase. Klon kakao yang rentan, dan tidak memiliki peningkatan aktivitas enzim peroksidase adalah klon DRC 15 dan DRC 16, sehingga klon tersebut masuk dalam kelompok sangat rentan. Bagian ke enam hasil penelitian menunjukkan bahwa tidak ada interaksi gen yang terjadi dalam menentukan ketahanan terhadap penyakit P. palmivora. Ketahanan kakao banyak dipengaruhi oleh aksi gen aditif dan gen-gen dominan lebih banyak di dalam tetua. Nilai heritabilitas dalam arti luas maupun heritabilitas dalam arti sempit masuk kelompok tinggi. Tetua ICCRI 3, TSH 858 dan Sca 6 mempunyai DGU yang paling tinggi dibandingkan dengan tetua lainnya. Kombinasi yang mempunyai daya gabung khusus tertinggi adalah kombinasi ICCRI 3 x Sca 6 sehingga kombinasi ini berpeluang menjadi penghasil hibrida. Heterosis tertinggi terdapat pada silangan dari DR1 x ICS 13, DR1 x Sca 6 dan ICS 13 x Sca 6.
vi
©Hak cipta milik Institut Pertanian Bogor, tahun 2009 Hak cipta dilindungi Undang-Undang 1. Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumber a. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik atau tinjauan suatu masalah b. Pengutipan tidak merugikan kepentingan yang wajar IPB 2. Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis dalam bentuk apapun tanpa izin IPB
vii
KAJIAN GENETIKA KETAHANAN TANAMAN KAKAO (Theobroma cacao L.) TERHADAP PENYAKIT BUSUK BUAH ( Phytophthora palmivora Butl.) DI INDONESIA
RUBIYO
Disertasi sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Doktor pada Program Studi Agronomi
SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2009 viii
Penguji pada Ujian Tertutup : Dr.Ir.Yudiwanti Wahyu E.K, MS. Dr.Ir.Muchdar Sudarjo, M.Sc. Penguji pada Ujian Terbuka: Prof.Dr.Ir. Sudirman Yahya Dr.Ir. S. Joni Munarso, MS.
ix
Judul Disertasi
:
Kajian Genetika Ketahanan Tanaman Kakao (Theobroma cacao L.) terhadap Penyakit Busuk Buah (Phytophthora palmivora Butl) di Indonesia
Nama Nomor Pokok Program Studi
: : :
Rubiyo A 161060011 Agronomi
Disetujui Komisi Pembimbing
Prof. Dr. Ir. Sudarsono, M.Sc. Ketua
Dr. Ir. Agus Purwantara, APU. Anggota
Dr. Ir. Trikoesoemaningtyas, M.Sc. Anggota
Prof. Dr.Ir. Satriyas Ilyas, M.S. Anggota
Diketahui Ketua Program Studi Agronomi
Dekan Sekolah Pascasarjana
Dr. Ir. Munif Ghulamahdi, M.S.
Prof. Dr. Ir. Khairil A.Notodiputro, M.S.
Tanggal Ujian: 8 Oktober 2009
Tanggal Lulus:
x