perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
PENETAPAN HARGA POKOK PRODUKSI (HPP) PRODUK TEMULAWAK MENGGUNAKAN METODE FULL COSTING SEBAGAI DASAR PENENTUAN HARGA JUAL PRODUK YANG TEPAT DI KLASTER BIOFARMAKA KABUPATEN KARANGANYAR
Skripsi
AYU PURNAMA DEWININGRUM I 0308002
JURUSAN TEKNIK INDUSTRI FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS SEBELAS MARET SURAKARTA commit to user 2012
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
PENETAPAN HARGA POKOK PRODUKSI (HPP) PRODUK TEMULAWAK MENGGUNAKAN METODE FULL COSTING SEBAGAI DASAR PENENTUAN HARGA JUAL PRODUK YANG TEPAT DI KLASTER BIOFARMAKA KABUPATEN KARANGANYAR
Skripsi Sebagai Persyaratan Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Teknik
AYU PURNAMA DEWININGRUM I 0308002
JURUSAN TEKNIK INDUSTRI FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS SEBELAS MARET SURAKARTA commit to user 2012
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
ABSTRAK Ayu Purnama Dewiningrum, NIM : I0308002, PENETAPAN HARGA POKOK PRODUKSI (HPP) PRODUK TEMULAWAK MENGGUNAKAN METODE FULL COSTING SEBAGAI DASAR PENENTUAN HARGA JUAL PRODUK YANG TEPAT DI KLASTER BIOFARMAKA KABUPATEN KARANGANYAR. Skripsi. Surakarta : Jurusan Teknik Industri Fakultas Teknik, Universitas Sebelas Maret, September 2012. Klaster Biofarmaka Kabupaten Karanganyar merupakan sentra produksi biofarmaka terbesar di Jawa Tengah dengan luas area lahan 270 ha dan jumlah produksi mencapai 1.390.700 kg. Permasalahan yang ada di Klaster Biofarmaka yaitu rendahnya harga jual produk olahan temulawak berupa rimpang temulawak, simplisia temulawak, dan serbuk temulawak yang akan dijual di pasaran bahkan yang akan dijual ke perusahaan jamu. Untuk membantu petani dalam menentukan harga jual yang tepat, dibutuhkan perhitungan harga pokok produksi (HPP) temulawak. Metode yang digunakan adalah metode full costing. Metode full costing lebih tepat digunakan pada industri kecil dan menengah karena industri ini masih menggunakan proses pencatatan biaya yang masih relatif sederhana. Perhitungan HPP metode full costing terdiri dari beberapa tahap. Tahap pertama mengidentifikasi komponen biaya produksi produk olahan temulawak. Tahap kedua mengklasifikasikan komponen biaya kedalam biaya bahan baku, biaya tenaga kerja, dan biaya overhead pabrik. Tahap ketiga mengkalkulasikan ketiga komponen biaya. Tahap yang keempat membagi total biaya produksi dengan produk yang dihasilkan. Selain perhitungan HPP, dilakukan juga perhitungan sensitivitas untuk mengetahui seberapa jauh pengaruh perubahan HPP terhadap peningkatan atau penurunan biaya yang dibutuhkan pada penentuan HPP produk olahan temulawak. HPP yang diperoleh berdasarkan metode full costing untuk produk temulawak basah adalah Rp 2.108/Kg, simplisia temulawak adalah Rp 18.012/Kg, dan untuk serbuk temulawak adalah Rp 40.131/Kg. Komponen biaya yang paling mempengaruhi HPP temulawak pada masing-masing produk olahan yaitu, biaya overhead adalah komponen biaya yang paling mempengaruhi HPP temulawak basah, sedangkan komponen biaya bahan baku merupakan komponen yang paling mempengaruhi HPP produk simplisia dan serbuk temulawak. Kata kunci: biofarmaka, temulawak, HPP, full costing xvi + 83 halaman; 15 gambar; 25 tabel Daftar pustaka : 17 (1994-2011) commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
ABSTRACT Ayu Purnama Dewiningrum, NIM : I0308002, DETERMINATION COST PRODUCTION OF CURCUMA’S PRODUCTS USING FULL COSTING METHODS AS THE BASIS FOR DETERMINING THE RIGHT SELLING PRICE FOR CURCUMA PRODUCTS ON KLASTER BIOFARMAKA KARANGANYAR. Thesis. Surakarta : Department of Industrial Engineering,
Engineering Faculty, Sebelas Maret University, September 2012. Klaster Biofarmaka Kabupaten Karanganyar is the largest central production of medicinal plants in Central Java with land area of 270 ha and total production reached 1.390.700 Kg. The problems that exist in the Klaster Biofarmaka is low selling price of refined products such as curcuma rhizome, crude curcuma, and also curcuma powder which will be sold in the market and even in herbal medicine industry. To assist farmers in determining the right price, it takes calculation of cost production of curcuma’s products. The method used in this research is full costing method. Full costing method is more appropriate to use in small and medium industries because these industries are still using the simple process of recording the production cost.
Calculation of production cost with full costing method consists of several steps. The first step is identifying the components of the production cost of curcuma refined product. The second step is classifying the components into the cost of raw material costs, labor costs, and factory overhead costs. The third step is calculating the cost of the three components. The last is dividing the total of production cost with product produced. In addition to the calculation of HPP, also performed sensitivity calculations to determine how far the effects of production cost change to increase or decrease the costs that involved in the determination of HPP curcuma refined products. The result of full costing method for curcuma rhizome product is Rp 2.108/Kg, crude curcuma is Rp 18.012/Kg, and for curcuma powder is Rp 40.131/Kg. The most affected components of the production cost of curcuma on each refined products are, the overhead cost component is the most affected the production cost of curcuma rhizome, while the raw material cost component is the most affected the production cost of crude curcuma and curcuma powder. Keyword: biofarmaka, curcuma, production cost, full costing. xvi + 83 pages; 15 pictures; 25 tables References : 17 (1994-2011) commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
LEMBAR PENGESAHAN
Judul Skripsi :
PENETAPAN HARGA POKOK PRODUKSI (HPP) PRODUK TEMULAWAK MENGGUNAKAN METODE FULL COSTING SEBAGAI DASAR PENENTUAN HARGA JUAL PRODUK YANG TEPAT DI KLASTER BIOFARMAKA KABUPATEN KARANGANYAR
Ditulis oleh : Ayu Purnama Dewiningrum I 0308002 Mengetahui,
Dosen Pembimbing I
Dosen Pembimbing II
Fakhrina Fahma, STP, MT NIP. 19741008 200003 2 001
Ir. Murman Budijanto, MT, MIDEc NIP. 19640516 200012 1 001
Pembantu Dekan I Fakultas Teknik UNS
Ketua Jurusan Teknik Industri Fakultas Teknik UNS
Kusno Adi Sambowo, ST, Ph.D NIP. 19691026 199503 1 002
Dr. Cucuk Nur Rosyidi, ST, MT NIP. 19711104 199903 1 001
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
KATA PENGANTAR Alhamdulillah, puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT karena berkat rahmat dan karunia-Nya penulis dapat menyusun dan menyelesaikan laporan Skripsi ini. Pada kesempatan ini penulis ingin mengucapkan terima kasih kepada pihak-pihak yang telah banyak membantu selama penyusunan laporan skripsi ini yaitu : 1. Mamah, Bapak, dan Agus terima kasih yang tak terhingga atas kasih sayang yang diberikan, doa yang selalu dipanjatkan serta dukungan baik materiil dan moriil. 2. Bapak Dr. Cucuk Nur Rosyidi, selaku Ketua Jurusan Teknik Industri UNS. 3. Ibu Fakhrina Fahma, STP, MT pembimbing I yang telah memberikan bimbingan, pengarahan, dan nasehat. 4. Bapak Ir. Murman Budijanto, MT, MIDEc selaku pembimbing II yang telah memberikan bimbingan, pengarahan, dan nasehat. 5. Bapak Yuniaristanto, ST, MT dan Bapak Roni Zakaria, ST, MT selaku penguji yang telah memberikan kritik dan saran yang membangun terhadap penelitian ini. 6. Seluruh Bapak dan Ibu Dosen Teknik Industri UNS, terima kasih telah memberikan ilmu yang sangat bermanfaat. 7. Pegawai TU-TI yang telah banyak membantu dalam hal birokrasi dan administrasi. 8. Bapak Parman, selaku ketua Klaster Biofarmaka Kabupaten Karanganyar. 9. Bapak Sarwoko selaku Ketua Kelompok Tani Sumber Rejeki 1, terima kasih atas informasi dan data yang telah diberikan. 10. Dhonny Prasetya, terima kasih atas doa dan dukungan yang telah diberikan. 11. Teman-teman tercinta Yoga, Nandi, Alfan, Raga, Kiki, Cent, Ellen, dan semua teman di kelas B yang selalu memberikan tawa, semangat, dan dukungan. 12. Teman-teman Gapoktan: Nisa, Pungky, Sony, Nia, Jingga, Rio, dan Caca terima kasih atas kebersamaan mencari data. 13. Teman-teman TI angkatan 2008 terimakasih atas kebersamaan, persahabatan, keceriaan, dan kekompakannya. I lovetoyou all. commit user
vii
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
14. Teman-teman AIESEC Expansion UNS yang telah memberikan dukungan, hiburan, serta kebersamaan. 15. Teman-teman kos: Tiara, Gege, Diah, Caca, Iik, dan Ophie. 16. Kakak-kakak angkatan 2006, 2007 dan adik-adik angkatan 2009, 2010, 2011. 17. Semua pihak yang tidak dapat saya sebutkan satu persatu, terima kasih atas doa, dukungan, semangat, serta bantuan yang telah diberikan. Penulis menyadari bahwa laporan ini jauh dari sempurna dan banyak memiliki kekurangan. Oleh karena itu penulis mengharapkan kritik, masukan dan saran yang membangun untuk penyempurnaan laporan ini. Semoga laporan ini dapat memberikan manfaat bagi pembaca sekalian.
Surakarta,
Penulis
commit to user
viii
Oktober 2012
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
DAFTAR ISI
ABSTRAK………………………………………………………………….
v
ABSTRACT…………………………………………………………………
vi
KATA PENGANTAR……………………………………………………… vii DAFTAR ISI................................................................................................
ix
DAFTAR TABEL........................................................................................
xii
DAFTAR GAMBAR...................................................................................
xiv
BAB I
PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang ……….......................................................
I - 1
1.2 Perumusan Masalah ............................................................
I - 3
1.3 Tujuan Penelitan ................................................................
I - 3
1.4 Manfaat Penelitian ..............................................................
I - 4
1.5 Batasan Masalah .................................................................
I - 4
1.6 Asusmsi Penelitian............................................................... I - 4 1.7 Sistematika Penulisan ……………………………………. BAB II
I - 4
TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Gambaran
Umum
Klaster
Biofarmaka
Kabupaten
Karanganyar ……………………………………………… 2.1.1
Profil
Klaster
II - 1
Biofarmaka
Karanganyar.............................................................
II - 1
2.1.2
Visi, Misi, dan Tujuan dari Klaster Biofarmaka …. II - 2
2.1.3
Kondisi Umum Klaster Biofarmaka ……………...
2.1.4
Persebaran
2.1.5
Tanaman
II - 2
Temulawak di Klaster
Biofarmaka Kabupaten Karanganyar
II - 3
Struktur Organisasi………………………………..
II - 4
2.2 Landasan Teori …………………………………………
II - 6
2.2.1
Temulawak……………………………….………...
II - 6
2.2.2
Konsep dan Pengertian Biaya …….........................
II - 10
2.2.3
Klasifikasi Biaya …………………………………. II - 10 commit to user ix
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
2.2.4
BAB III
Harga Pokok Produksi dan Manfaat Harga Pokok Produksi …………………………………………..
II - 11
2.2.5
Metode Pengumpulan Harga Pokok Produksi ……
II - 11
2.2.6
Tahap-tahap Penentuan Harga Pokok …………….
II - 12
2.2.7
Metode Penentuan Harga Pokok Produksi ……….
II - 14
2.2.8
Depresiasi …………………………………............ II - 18
2.2.9
Perhitungan Bunga ……………………………….. II - 23
METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Tahap Awal Penelitian…………………………………..
III- 2
3.1.1
Studi Lapangan........................................................ III- 2
3.1.2
Studi Pustaka...........................................................
III- 2
3.1.3
Identifikasi Masalah................................................
III- 2
3.1.4
Perumusan Masalah………………………………. III- 2
3.1.5
Penetapan Tujuan....................................................
III- 3
3.2 Pengumpulan Data...............................................................
III- 3
3.2.1 Identifikasi Proses atau Aktifitas Produksi……….
III- 3
3.2.2 Identifikasi Aktifitas-akitifitas
Produksi yang
Menimbulkan Biaya………………………………
III- 3
3.2.3 Mengklasifikasikan Komponen Biaya……………
III- 4
3.2.4 Konfirmasi atau Verifikasi Data Biaya…………...
III- 5
3.3 Pengolahan Data ………………………………………….
III- 5
3.3.1 Perhitungan HPP dengan Metode Full Costing…… III- 5 3.3.2 Perhitungan Sensitivitas……………………………. III- 6 3.4 Tahap Akhir Penelitian .......................................................
BAB IV
III- 6
3.4.1
Analisis …………………………………………..
III- 6
3.4.2
Kesimpulan dan Saran ...........................................
III- 7
PENGUMULAN DAN PENGOLAHAN DATA 4.1 Pengumpulan Data ………………………………………..
IV- 1
4.1.1 Proses Produksi Temulawak Basah …………........
IV- 1
4.1.2 Proses pembuatan Simplisia Temulawak…………. IV- 5 commit to Serbuk user Temulawak ................... 4.1.3 Proses Pembuatan
IV- 8
x
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
4.2 Pengolahan Data………………………………………….. 4.2.1
IV- 10
Perhitungan Harga Pokok Produksi (HPP) Produk Temulawak Basah.................................................... IV- 11
4.2.2
Perhitungan Harga Pokok Produksi (HPP) Produk Simplisia Temulawak............................................... IV- 17
4.2.3
BAB V
Perhitungan Harga Pokok Produksi (HPP) Produk Serbuk Temulawak..................................................
IV- 24
4.3 Perhitungan Sensitivitas……………………………………
IV- 29
ANALISIS DAN INTERPRETASI HASIL 5.1
Analisis
Perbandingan
HPP
Produk
Temulawak
berdasarkan Perhitungan Klaster dengan Metode Full Costing……………………………………………………. V - 1 5.2 Analisis PKomponen Biaya Pokok Produksi untuk Produk OlahanTemulawak………………………………………
V- 2
5.3 Analisis Sensitivitas………………………………………..
V- 4
5.4 Analisis Depresiasi………………………………………
V- 7
5.5 Analisis Biaya Sewa Lahan, Biaya Sewa Gudang, dan Biaya Bunga Majemuk……………………………………. 5.5.1
HPP
Produk
Olahan
Temulawak
tanpa
Memperhitungkan Biaya Sewa Lahan…………… 5.5.2
HPP
Produk
Olahan
Temulawak
V- 8
V- 8
tanpa
Memperhitungkan Biaya Sewa Gudang………….. V - 9 5.5.3
HPP Produk Olahan Temulawak tanpa Bunga Majemuk…………………………………………
V - 10
5.6 Analisis Harga Jual Klaster………………………………... V - 11 BAB 6
KESIMPULAN DAN SARAN 6.1 Kesimpulan………………………………………………..
VI- 1
6.2 Saran……………………………………………………….. VI- 2
DAFTAR PUSTAKA ………………………………………………………
xv
commit to user xi
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
BAB I PENDAHULUAN Pada bab ini akan diuraikan latar belakang masalah, perumusan masalah, tujuan penulisan, manfaat penulisan, batasan masalah yang dipakai serta sistematika penulisan yang keseluruhannya berusaha dipadukan agar dapat memberikan gambaran umum mengenai laporan penelitian ini. 1.1
LATAR BELAKANG Biofarmaka merupakan sediaan dari bahan alam (nabati maupun hewani)
yang mempunyai efek farmakologis, untuk makanan atau minuman, suplemen makanan, kosmetik, maupun obat. Produk Biofarmaka semakin popular dan luas digunakan karena menawarkan banyak pilihan dan alternatif yang lebih mudah terjangkau dibandingkan obat-obat farmasi. Permintaan terhadap produk-produk biofarmaka di Indonesia memiliki tren peningkatan yang cukup besar, hal ini dapat ditinjau dari data permintaan produk biofarmaka pada tahun 2009 ke tahun 2010 yang meningkat hingga 6,6% (Direktorat Jendral Pertanian, 2011). Berdasarkan fakta yang ada di lapangan, maka muncul suatu tren baru yaitu tren “back to nature” di masyarakat Indonesia. Indonesia merupakan negara beriklim tropis yang memiliki banyak lahan pertanian yang cocok untuk dijadikan budidaya tanaman biofarmaka. Salah satu wilayah di Indonesia yang merupakan penghasil biofarmaka terbesar di Indonesia adalah Jawa Tengah yang telah menyuplai kebutuhan nasional sebesar 50% (Dinas Pertanian dan Holtikultura Prov. Jawa Tengah, 2011). Kabupaten Karanganyar merupakan sentra produksi biofarmaka terbesar di Jawa Tengah dengan luas area lahan 270 hektar dan jumlah produksi mencapai 1.390.700 kg (Balai Penelitian dan Pengembangan Provinsi Jawa Tengah, 2010). Untuk membantu pengembangan biofarmaka pemerintah Kabupaten Karanganyar membentuk lembaga Klaster Biofarmaka yang beranggotakan 10 kelompok tani. Kelompok Tani berfungsi sebagai sebagai organisasi ekonomi sekaligus bersifat sosial yang melakukan kegiatan pemasaran juga sekaligus pembinaan petani dari aspek budidaya, teknologi produksi, penjaminan mutu, commit to user
I-1
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
manajemen usaha, pemasaran maupun kewirausahaan. Keberadaan Klaster Biofarmaka diharapkan dapat meningkatkan daya saing petani biofarmaka. Saat ini, Klaster Biofarmaka Kabupaten Karanganyar dipercaya menjadi salah satu pemasok atau supplier produk simplisia temulawak dan kunyit dari PT. Sido Muncul. Namun, terdapat permasalahan dalam pemasokan simplisia ke PT. Sido Muncul yaitu pihak Klaster harus menawarkan harga jual yang tepat agar PT. Sido Muncul bersedia membeli produk yang ditawarkan. Selama ini, penetapan harga jual produk simplisia temulawak dan kunyit masih ditentukan oleh pihak Sido Muncul. Selain itu, terdapat permasalahan serupa di Klaster Biofarmaka yaitu rendahnya harga jual produk olahan temulawak berupa rimpang temulawak, simplisia temulawak, dan serbuk temulawak. Harga jual rimpang atau temulawak basah hanya Rp 1.500, harga produk simplisia Rp 14.000 - Rp 15.000, dan harga serbuk temulawak adalah Rp 40.000. Untuk menyelesaikan permasalahan yang ada di dalam Klaster Biofarmaka, maka dilakukan penelitian yang dilakukan di Klaster Biofarmaka yang terletak di Desa Jumantono, dan untuk memperoleh kelengkapan data, penelitian juga dilakukan di Gapoktan Sumber Makmur dan Kelompok Tani Sumber Rejeki yang merupakan bagian dari Klaster Biofarmaka. Produk yang dihasilkan oleh Klaster Biofarmaka Kabupaten Karanganyar adalah produk rimpang, produk simplisia, dan produk serbuk. Ketiga jenis produk tersebut berasal dari beberapa tanaman obat seperti kunyit, jahe, temulawak, dan lain-lain. Seiring ketatnya persaingan pasar pada produk biofarmaka, maka pihak Klaster dituntut untuk meningkatkan kualitas produk yang dihasilkan, dan cermat dalam menetapkan harga jual produk agar produk yang dihasilkan memiliki daya tawar. Para petani sebagai pengurus sekaligus anggota dari Klaster Biofarmaka Kabupaten Karanganyar tidak mengerti dengan benar bagaimana menentukan harga jual suatu produk. Saat ini perhitungan biaya produksi di Klaster Biofarmaka tidak menggunakan metode perhitungan harga pokok produksi, perhitungan yang dilakukan adalah dengan cara menjumlahkan seluruh komponen biaya yang dikeluarkan tanpa megelompokkan komponen biaya dan tanpa memperhitungkan biaya-biaya yang seharusnya diperhitungkan, seperti biaya sewa lahan, tempat penyimpanan hasil produksi, biaya transportasi, dan commit to user
I-2
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
komponen biaya lainnya. Hal ini dapat mengakibatkan kesalahan petani dalam menetapkan harga jual produk yaitu harga jual produk yang terlalu rendah atau terlalu tinggi. Perhitungan Harga Pokok Produksi (HPP) suatu produk bertujuan untuk membantu petani dalam menetapkan harga jual suatu produk. Selain itu, diperolehnya HPP dapat dijadikan suatu pedoman untuk pengurus Klaster dalam hal kekuatan tawar. Untuk membantu petani dalam menentukan harga jual yang tepat, maka dibutuhkan perhitungan harga pokok produksi temulawak dengan menerapkan suatu metode perhitungan harga pokok produksi (HPP). Terdapat beberapa metode penetapan harga pokok produksi yaitu metode full costing, variable costing, dan activity based costing. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode full costing. Metode perhitungan full costing digunakan di Klaster Biofarmaka Kabupaten Karanganyar karena klaster merupakan Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM) yang masih menggunakan proses pencatan biaya yang sederhana. Menurut Rachmayanti (2011) metode perhitungan full costing lebih tepat digunakan pada industri kecil dan menengah karena industri ini masih menggunakan proses pencatatan biaya yang masih relatif sederhana. Full costing adalah metode penentuan harga pokok produksi dengan memasukkan seluruh komponen biaya produksi sebagai unsur harga pokok yang meliputi biaya bahan baku, biaya tenaga kerja langsung, biaya overhead pabrik variabel dan biaya overhead pabrik tetap (Mirhani, 2001). 1.2
PERUMUSAN MASALAH Berdasarkan uraian
latar belakang maka dapat dirumuskan suatu
permasalahan yaitu bagaimana menetapkan harga pokok produksi produk temulawak yang tepat sehingga dapat menjadi acuan dalam menentukan harga jual yang menguntungkan di Klaster Biofarmaka Kabupaten Karanganyar. 1.3
TUJUAN PENELITIAN Tujuan yang ingin dicapai pada penelitian ini adalah menetapkan harga
pokok produksi produk Temulawak di Klaster Biofarmaka Kabupaten Karanganyar sebagi acuan dalam mentukan harga penjualan produk Temulawak. commit to user
I-3
perpustakaan.uns.ac.id
1.4
digilib.uns.ac.id
MANFAAT PENELITIAN Manfaat yang dapat diambil dari penelitian ini adalah penelitian ini dapat
dijadikan sebagai masukan atau gambaran dalam perhitungan harga pokok produksi yang tepat sehingga Klaster Biofarmaka Kabupaten Karanganyar dapat menetapkan harga jual produk yang tepat sehingga memiliki kekuatan tawar yang baik. 1.5
BATASAN MASALAH Agar sasaran dalam studi lapangan tercapai, maka perlu dilakukan batasan-
batasan sebagai berikut: 1.
Perhitungan harga pokok produksi hanya dilakukan pada produk temulawak basah, simplisia temulawak, dan serbuk temulawak. Pemilihan ketiga produk tersebut didasarkan pada komoditas utama yang dihasilkan oleh Klaster Biofarmaka.
2. Penelitian ini dilakukan selama bulan Februari - April 2012. 3. Luas lahan temulawak yang diperhitungkan adalah 1.000 m². 4. Banyaknya produk simplisia temulawak yang diperhitungkan adalah 500 kg. 5. Banyaknya serbuk temulawak yang diperhitungkan adalah 100 kg. 1.6 ASUMSI PENELITIAN Asumsi yang digunakan pada penelitian ini adalah harga pasar berupa harga bahan baku, harga pupuk, harga peralatan produksi, dan harga produk yang berlaku saat ini diperoleh berdasarkan hasil wawancara yang dilakukan pada bulan Februari – April 2012. 1.7
SISTEMATIKA PENULISAN
Sistematika penulisan yang digunakan dalam pembuatan laporan penelitian ini adalah sebagai berikut: BAB I
PENDAHULUAN Bab ini menguraikan latar belakang mengenai permasalahan yang akan dibahas, perumusan masalah yang diangkat, tujuan dan manfaat yang commit to user ingin dicapai, batasan masalah, dan asumsi yang digunakan.
I-4
perpustakaan.uns.ac.id
BAB II
digilib.uns.ac.id
TINJAUAN PUSTAKA Berisikan gambaran umum Klaster Biofarmaka dan landasan teori yang merupakan penjelasan secara terperinci mengenai teori-teori yang digunakan, sebagai landasan pemecahan masalah, serta memberikan penjelasan secara garis besar metode yang digunakan dalam penelitian sebagai kerangka pemecahan masalah. Tinjauan pustaka ini diambil dari berbagai sumber.
BAB III METODOLOGI PENELITIAN Bab ini merupakan gambaran terstruktur tahap demi tahap proses pelaksanaan penelitian yang digambarkan dalam bentuk flowchart dan tiap tahapnya diberi penjelasan. BAB IV PENGUMPULAN DAN PENGOLAHAN DATA Bab ini menguraikan data-data yang diperlukan untuk penyelesaian masalah dan cara pengolahan data yang dilakukan untuk mencapai tujuan penelitian. BAB V
ANALISIS DAN INTERPRETASI HASIL Bab ini berisi analisis dan interpretasi hasil pengolahan data sesuai permasalahan yang dirumuskan.
BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN Bab ini berisi kesimpulan dari permasalahan yang dibahas dan saransaran yang berkaitan dengan permasalahan yang ada.
commit to user
I-5
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
BAB II TINJAUAN PUSTAKA Bab ini membahas gambaran umum perusahaan dan konsep-konsep yang berkaitan dengan objek penelitian yang dilakukan. 2.1 GAMBARAN UMUM KLASTER BIOFARMAKA KARANGANYAR Pada subbab ini akan dijelaskan mengenai profil, tujuan, kondisi umum, dan struktur organisasi dari Klaster Biofarmaka Kabupaten Karanganyar. 2.1.1 Profil Klaster Biofarmaka Kabupaten Karanganyar Kabupaten Karanganyar mempunyai kawasan lindung dan serapan air yang berfungsi sebagai kawasan perlindungan pelestarian, dan konservasi sumber daya alam. Selain itu, dengan sumber mata air yang alami, adanya sungai, dan waduk menjadikan Kabupaten Karanganyar untuk bisa mengembangkan sektor pertanian. Sebagian besar wilayah di Kabupaten Karanganyar masih didominasi oleh lahanlahan pertanian. Salah satu sektor usaha pertanian yang mempunyai potensi besar untuk dikembangkan adalah tanaman obat-obatan (empon-empon). Banyak sekali jenis tanaman obat yang ada di Kabupaten Karanganyar. Tanaman obat yang ada di wilayah Kabupaten Karanganyar melputi: jahe, kunyit, kencur, temulawak, lengkuas, kunyit putih, temu ireng, dan temu kunci. Luas lahan tanaman obat di wilayah Kabupaten Karanganyar berdasarkan data dari Dinas Pertanian Perkebunan dan Kehutanan Karanganyar (2009), adalah 270 hektar. Komoditas unggulan dari tanaman obat adalah jahe, kunyit, dan temulawak yang luas area lahannya mencapai 170 hektar. Ketiga jenis tanaman obat tersebut merupakan tanaman obat yang sering dibutuhkan oleh perusahaan jamu. commit to user
II-1
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
Hasil pertanian dari petani yang tergabung dalam Klaster Biofarmaka Kabupaten Karanganyar saat ini belum tergarap dan terorganisasi dengan baik. Saat ini, petani menjual produk yang dihasilkan ke pasar tradisional, industri jamu, dan tengkulak yang harganya sangat fluktuatif. 2.1.2 Visi, Misi, dan Tujuan dari Klaster Biofarmaka Visi dari klaster biofarmaka Kabupaten Karanganyar adalah mewujudkan Kabupaten Karanganyar sebagai sentra biofarmaka di Indonesia. Misi dari klaster biofarmaka Kabupaten Karanganyar adalah sebagai berikut: 1. Peningkatan luas lahan, ketrampilan budi daya toga, dan kualitas produksi. 2. Kerjasama dengan pemerintah dan pelaku pasar serta pengembangan usaha berbasis teknologi dan pemberdayaan masyarakat. Lembaga Klaster Biofarmaka Kabupaten Karanganyar betujuan untuk: 1. Menghimpun gabungan kelompok tani (Gapoktan) tanaman obat untuk bersatu menghasilkan produk yang berkualitas sehingga produk yang dihasilkan memiliki nilai tawar yang tinggi. 2. Memudahkan petani untuk mengakses kondisi pasar, dan pembiayaan maupun teknologi yang dibutuhkan dalam rangka mengembangkan usaha pertanian. 3. Meningkatkan kemampuan para petani yang tergabung dalam Klaster Biofarmaka. 2.1.3 Kondisi Umum Klaster Biofarmaka Kelompok tani yang tergabung dalam Gabungan kelompok tani (Gapoktan) dan menjadi anggota Klaster Biofarmaka adalah: 1. Kelompok Tani Sumber Rejeki 2. Kelompok Tani Madu Asri 3. Kelompok Tani Kridotani commit to user 4. Kelompok Tani Aneka Karya lestari II-2
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
5. Kelompok Tani Trisno Asih 6. Kelompom Tani Sedyo Tekad I 7. Kelompok Tani Ngudi Mulyo 8. Kelompok Tani Tani Waras 9. Kelompok Tani Ngudi Makmur 10. Kelompok Tani Sedyo Tekad II Jumlah anggota Klaster Biofarmaka Kabupaten Karanganyar adalah 400 petani dengan luas area lahan 270 hektar. Komoditas yang dihasilkan oleh Klaster Biofarmaka Kabupaten Karanganyar tersaji dalam tabel 2.1. Tabel 2.1 Komoditas Tanaman Klaster Biofarmaka Kabupaten Karanganyar No.
Jenis Tanaman
Luas (Ha)
Jumlah Produksi (Kg)
1.
Jahe
77,65
544.000
2.
Kunyit
94,00
940.000
3.
Kencur
6,60
93.000
4.
Temulawak
39,25
365.700
5.
Lengkuas
31,30
287.000
6.
Kunyit Rasa Mangga
5,00
45.000
7.
Kunir Putih
3,00
38.000
8.
Bengle
5,00
30.000
9.
Temu Kunci
5,00
30.000
10.
Temu Ireng
3,00
18.000
Sumber: Portfolio Klaster Biofarmaka Kabupaten Karanganyar, 2010
2.14 Persebaran Tanaman Temulawak di Klaster Biofarmaka Kabupaten Karanganyar Tanaman Temulawak merupakan salah satu tanaman yang menjadi komoditas utama Klaster Biofarmaka Karanganyar. Persebaran tanaman Temulawak di Klaster Biofarmaka dapat dilihat pada tabel 2.2. commit to user
II-3
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
Tabel 2.2 Persebaran Tanaman Temulawak di Klaster Biofarmaka Kabupaten Karanganyar Luas wilayah (km2) Kecamatan 53.55
Jumantono
65.34
Ngargoyoso
46.82
Kerjo
53.31
Mojogedang
55.67
Jumapolo
40.36
Jatipuro
Kelompok Tani Sumber Rejeki Ngudi Makmur Madu Asri II Kridotani Ngudi Mulyo Aneka Karya Lestari Kismo Mulyo Tresno Asih Sedyo Tekad Tani Waras TOTAL
Luas Area Tanam (Ha) 4.01 3.90 4.01 3.87 3.91 4.00 4.00 3.89 3.82 3.84 39.25
Hasil Panen (Ton) 37.36 36.34 37.36 36.06 36.43 37.27 37.27 36.24 35.59 35.78 365.70
Sumber: Portfolio Klaster Biofarmaka Kabupaten Karanganyar, 2010
2.1.5 Struktur Organisasi Struktur organisasi Klaster Biofarmaka dapat digambarkan pada gambar 2.1.
Gambar 2.1 Struktur Organisasi Klaster Biofarmaka Adapun tugas, wewenang, serta tanggung jawab pada setiap struktur organisasi klaster biofarmaka Kabupaten Karanganyar adalah sebagai berikut: 1. Ketua a. Bertanggung jawab terhadap semua kegiatan yang ada di klaster. commit to user b. Mengkoordinir semua kelompok tani yang menjadi anggota klaster. II-4
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
c. Menyelesaikan dan mencari solusi atas semua permasalahan yang terjadi dari hulu ke hilir yang meliputi budidaya, panen, pasca panen, pengolahan, pemasaran, permodalan, serta sarana dan prasarana yang dapat menunjang produktivitas klaster. 2. Wakil Ketua I dan II Membantu kerja ketua untuk mengkoordinir semua kegiatan yang ada di klaster. 3. Sekretaris Mencatat dan melaporkan semua kegiatan dari hulu ke hilir berdasarkan laporan dari tupoksi (tugas pokok dan fungsi) terkait kegiatan. 4. Wakil Sekretaris Membantu kerja sekretaris dalam hal kearsipan laporan semua kegiatan yang dilaksanakan di klaster. 5. Bendahara Mencatat semua pengeluaran yang berkaitan dengan keuangan termasuk permodalan. 6. Produksi Usaha Menkoordinir semua kegiatan yang terkait dengan budidaya dan pengolahan. 7. Pengolahan dan Pemasaran Mengkoordinir dan memfasilitasi semua kegiatan yang terkait dengan pemasaran. 8. Usaha Membantu kelancaran kegiatan setiap unit usaha yang terdapat di klaster.
commit to user
II-5
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
2.2 LANDASAN TEORI Pada subab ini berisi teori-teori pendukung yang berguna untuk menunjang pengolahan data. 2.2.1 Temulawak 1.
Deskripsi Tanaman Temulawak Varietas temulawak yang ada di Klaster Biofarmaka yang juga akan dipasok
ke PT. Sido Muncul adalah temulawak varietas Cursina. Menurut Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Tanaman Obat dan Obat Tradisional (2011), temulawak merupakan tanaman obat berupa tumbuhan rumpun berbatang semu. Di daerah Jawa Barat temulawak disebut sebagai koneng gede sedangkan di Madura disebut sebagai temu labak. Kawasan Indo-Malaysia merupakan tempat dari mana temulawak ini menyebar ke seluruh dunia. Saat ini tanaman ini selain di Asia Tenggara dapat ditemui pula di Cina, IndoCina, Bardabos, India, Jepang, Korea, di Amerika Serikat dan Beberapa negara Eropa. Klasifikasi dari tanaman temulawak yaitu: Divisi
: Spermatophyta
Sub divisi
: Angiospermae
Kelas
: Monocotyledonae
Ordo
: Zingiberales
Keluarga
: Zingiberaceae
Genus
: Curcuma
Spesies
: Curcuma xanthorrhiza ROXB.
Deskripsi dari tanaman temulawak seperti yang digambarkan pada gambar 2.2 yaitu tanaman terna berbatang semu dengan tinggi hingga lebih dari 1m tetapi kurang dari 2m, berwarna hijau atau coklat gelap. Akar rimpang terbentuk dengan sempurna dan bercabang kuat, berwarna hijau gelap. Tiap batang mempunyai commitmemanjang to user daun 2 – 9 helai dengan bentuk bundar sampai bangun lanset, warna
II-6
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
daun hijau atau coklat keunguan terang sampai gelap, panjang daun 31 – 84cm dan lebar 10 – 18cm, panjang tangkai daun termasuk helaian 43 – 80cm. Perbungaan lateral, tangkai ramping dan sisik berbentuk garis, panjang tangkai 9 – 23cm dan lebar 4 – 6cm, berdaun pelindung banyak yang panjangnya melebihi atau sebanding dengan mahkota bunga. Kelopak bunga berwarna putih berbulu, panjang 8 – 13mm, mahkota bunga berbentuk tabung dengan panjang keseluruhan 4.5cm, helaian bunga berbentuk bundar memanjang berwarna putih dengan ujung yang berwarna merah dadu atau merah, panjang 1.25 – 2cm dan lebar 1cm.
Gambar 2.2 Tanaman Temulawak 2.
Budidaya Tanaman Temulawak Tanaman temulawak dapat ditanam pada tanah ringan yang agak bepasir
sampai tanah berat bertekstur liat. Untuk memperoleh hasil yang baik, perlu ditanam di tanah yang subur dan baik tata pengairannya. Curah hujan yang dikehendaki antara 1500-4000 mm per tahun. Temulawak dapat ditanam pada ketinggian antara 5 -1500 m di atas permukaan laut. Untuk memperbanyak tanaman digunakan rimpang yang sudah cukup tua dari tanaamn yang sudah berumur 9 bulan.
commit to user
II-7
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
Panen dilakukan setelah tanaman berumur 9 bulan atau lebih. Paenn dilakukan apabila daun dan bagian tanaman di atas tanah sudah mongering. Cara panen dilakukan dengan membongkar rimpang dengan menggunakan garpu. Pembersihan rimpang dilakukan dengan emmbasuh rimpang dengan air. Setelah itu rimpang dikupas dan kulitnya diiris melintang. Tebal tiap irisan 7-8 mm pada waktu segar. Setelah dijemur atau dikeringkan dalam ruangan pengering, tebal irisan menjadi 5-6 mm. penjemuran atau pengeringan dilakukan dengan meletakkan irisan tidak saling bertumpukan. Untuk alas penjemuran dipakai bamboo, lantai penjemur atau tikar. Pengeringan dengan alat pengering dilakukan dengan suhu awal 50-55⁰ C agar diperoleh warna yang baik, lama pengeringan kurang lebih 7 jam. 3.
Kandungan Kimia Komposisi kimia terbesar dari rimpang temulawak adalah protein pati (48%-
54%), minyak atsiri (3%-12%), dan zat warna kuning yang disebut kurkumin. Fraksi pati merupakan kandungan terbesar, jumlahnya bervariasi tergantung dari ketinggian tempat tumbuh. Pati rimpang dapat dikembangkan sebagai sumber karbohidrat, yang digunakan sebagai bahan makanan. Fraksi kurkumin mempunyai
aroma
yang
khas,
tidak
toksik,
terdiri
dari
kurkumin,
demetoksikurkumin, dan bidesmetoksi kurkumin. Minyak atsiri merupakan cairan warna kuning atau kuning jingga, berbau aromatik tajam (Damayanti, 2008). 4.
Produk Olahan yang dihasilkan dari Temulawak Tanaman temulawak dapat diolah menjadi beberapa variasi produk, yaitu: a. Temulawak basah atau rimpang merupakan produk yang dihasilkan dari hasil panen temulawak, seperti yang terlihat pada gambar 2.3. b. Simplisia temulawak adalah produk yang dihasilkan dari pengirisan rimpang temulawak yang kemudian dikeringkan, seperti yang terlihat pada gambar 2.4.
commit to user
II-8
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
c. Serbuk temulawak adalah produk yang dihasilkan dari simplisia temulawak yang dihaluskan menjadi serbuk, seperti yang terlihat pada gambar 2.5.
Gambar 2.3 Rimpang Temulawak
Gambar 2.4 Simplisia Temulawak
Gambar 2.5 Serbuk commit to userTemulawak
II-9
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
2.2.2 Konsep dan Pengertian Biaya Istilah biaya didefiniskan sebagai pengorbanan ekonomis yang dikeluarkan untuk memperoleh suatu barang ataupun jasa (Indrijawati, 2008). Hansen dan Mowen (2004) mendefinisikan biaya sebagai kas atau nilai ekuivalen kas yang dikorbankan untuk mendapatkan barang atau jasa yang diharapkan memberi manfaat saat ini atau dimasa datang bagi organisasi. Dikatakan sebagai ekuivalen kas karena sumber nonkas dapat ditukar dengan barang atau jasa yang diinginkan. Mulyadi (2005) berpendapat bahwa biaya merupakan pengorbanan sumber ekonomi, yang diukur dalam satuan uang, yang telah terjadi atau yang mungkin akan terjadi untuk tujuan tertentu. Terdapat empat unsur pokok dalam definisi biaya tersebut, yaitu : 1. Biaya merupakan sumber ekonomi 2. Diukur dalam satuan uang 3. Yang telah terjadi atau yang secara potensial akan terjadi 4. Pengorbanan tersebut untuk tujuan tertentu 2.2.3 Klasifikasi Biaya Menurut Simamora (2000), klasifikasi biaya dalam perusahaan yang memproduksi suatu produk (pabrikasi) meliputi semua biaya yang berkaitan dengan proses produksi. Untuk membantu manajemen menganalisis biaya pabrikasi produksinya, biaya pabrikasi pada umumnya dibagi kedalam tiga komponen yaitu: 1.
Bahan Baku Langsung Bahan baku langsung (direct material) adalah bahan baku yang menjadi bagian integral dari produk jadi perusahaan dan dapat ditelusuri dengan mudah. Bahan baku langsung ini menjadi bagian fisik produk, dan terdapat hubungan langsung antara masukan bahan baku dan keluaran dalam dalam bentuk produk akhir/jadi.
commit to user
II-10
perpustakaan.uns.ac.id
2.
digilib.uns.ac.id
Tenaga Kerja Langsung Biaya tenaga kerja langsung (direct labor cost) adalah biaya tenaga kerja yang dapat ditelusuri secara fisik ke dalam pembuatan produk dan bisa pula ditelusuri dengan mudah atau tanpa memakan banyak biaya.
3.
Biaya Overhead Pabrikasi (manufacturing overhead cost) Biaya overhead pabrikasi dapat digolongkan menjadi tiga jenis biaya: bahan penolong, tenaga kerja tidak langsung, dan pabrikasi lain-lain. Biaya bahan penolong (indirect material cost) adalah biaya bahan baku yang dibutuhkan untuk proses produksi namun bukan merupakan bagian integral dari produk jadi. Biaya tenaga kerja tidak langsung adalah biaya personalia yang tidak bekerja secara langsung atas produk namun jasanya diperlukan untuk proses pabrikasi. Biaya pabrikasi lain-lain (other manufacturing cost) adalah baiya yang bukan bahan baku amupun tenaga kerja, contohnya: beban penyusutan (depresiasi), asuransi, pajak, dan lain-lain.
2.2.4 Harga Pokok Produksi dan Manfaat dari Harga Pokok Produksi Harga pokok produksi adalah semua biaya yang dikeluarkan untuk memproduksi barang atau jasa selama periode bersangkutan. Dengan kata lain bahwa harga pokok produksi merupakan biaya untuk memperoleh barang jadi yang siap jual. Perhitungan Harga Pokok Produksi (HPP) bermanfaat untuk: a. Menetapkan harga jual b. Memantau realisasi biaya produksi c. Menghitung laba atau rugi perusahaan pada periode tertentu d. Menentukan harga pokok persediaan produk jadi dan produk dalam proses yang disajikan dalam neraca 2.2.5 Metode Pengumpulan Harga Pokok Produksi Menurut Mardiasmo (1994) metode pengumpulan harga pokok dapat commit to user dikelompokkan menjadi dua metode yaitu metode harga pokok pesanan dan II-11
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
metode harga pokok proses. Penerapan metode tersebut pada suatu perusahaan tergantung pada sifat atau karakteristik pengolahan bahan menjadi produk selesai yang mempengaruhi metode pengumpulan harga pokok yang digunakan. 1.
Metode harga pokok pesanan (job order cost method) Metode harga pokok pesanan (job order cost method) adalah metode pengumpulan biaya produksi yang diterapkan pada perusahaan yang menghasilkan produk atas dasar pesanan. Karakterisitik harga pokok pesanan adalah: a. Harga pokok dihitung untuk setiap produk pesanan. b. Penentuan harga pokok setiap produk pesanan dilakukan setelah produk tersebut selesai dikerjakan. c. Harga pokok per unit produk pesanan dihitung dengan cara membagi harga pokok produksi pesanan dengan jumlah unit pesanan yang bersangkutan.
2.
Metode harga pokok proses Metode harga pokok proses adalah metode pengumpulan biaya produksi yang diterpakan pada perusahan yang menghasilkan produk secara masal. Karakteristik harga pokok proses adalah sebagai berikut: a. Harga pokok produk dihitung berdasarkan periode tertentu. b. Harga pokok produk ditentukan pada akhir periode tertentu. c. Harga pokok per unit produk dihitung dengan cara membagi harga pokok produk selesai periode dengan jumlah produk unit selesai dalam periode bersangkutan.
2.2.6 Tahap-tahap Penentuan Harga Pokok Menurut Indrijawati (2008), pada dasarnya terdapat 5 tahap perhitungan harga pokok yaitu: 1.
Identifikasi Data Kuantitas Produksi. commit to user
II-12
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
Tahap ini mengusut hasil kegiatan produksi secara fisik dari setiap departemen dalam jangka waktu tertentu (dari mana produk berasal dan kemana produk dipindahkan). Ini meliputi: a. Berapa unit produk yang diproduksi b. Berapa unit produk yang dihasilkan 2.
Perhitungan Output dinyatakan dalam Bentuk Unit Ekuivalen. Pada tahap ini, hasil kegiatan produksi dinyatakan dalam bentuk ekuivalensinya dengan produk selesai sesuai dengan kriteria yang berlaku pada masing-masing departemen. Unit ekuivalen merupakan jumlah input yang diperlukan untuk membuat satu unit produk pada masing-masing departemen.
3.
Pengumpulan Data Total Biaya Produksi. Total biaya produksi yang terjadi pada masing-masing departemen pada dasarnya meliputi seluruh input yang diperlukan dalam proses produksi pada departemen yang bersangkutan.
4.
Perhitungan Harga Pokok per Unit Produk. Harga pokok perunit produk tidak lain adalah hasil bagi dari total biaya produksi untuk setiap elemen biaya dengan jumlah output yang dinyatakan dalam bentuk produksi / unit ekuivalennya.
5.
Alokasi Total Biaya Produksi terhadap Produk Selesai dan Produk dalam Proses Akhir Periode. Perhitungan harga pokok produksi diakhiri dengan alokasi total biaya produksi untuk setiap departemen kepada output yang dihasilkan yang terdiri dari unit-unit produk yang diselesaikan dari proses departemen yang bersangkutan, dan unit-unit produk dalam proses pada akhir periode.
commit to user
II-13
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
2.2.7 Metode Penentuan Harga Pokok Produksi Metode penentuan harga pokok produksi meliputi: 1.
Full Costing Menurut Mirhani (2001), Full costing adalah metode penentuan harga pokok produk dengan memasukkan seluruh komponen biaya produksi sebagai unsur harga pokok, yang meliputi biaya bahan baku, biaya tenaga kerja langsung, biaya overhead pabrik variabel dan biaya overhead pabrik tetap. Di dalam metode full costing, biaya overhead pabrik yang bersifat variabel maupun tetap dibebankan kepada produk yang dihasilkan atas dasar tarif yang ditentukan dimuka pada kapasitas normal atau atas dasar biaya overhead pabrik sesungguhnya. Oleh karena itu biaya overhead pabrik tetap akan melekat pada harga pokok persediaan produk selesai yang belum dijual, dan baru dianggap sebagai biaya (elemen harga pokok penjualan) apabila produk selesai tersebut tidak dijual. Metode full costing memperhitungkan biaya tetap karena biaya ini dianggap melekat pada harga pokok persediaan baik barang jadi maupun persediaan barang dalam proses yang belum terjual dan dianggap harga pokok penjualan jika produk tersebut sudah habis dijual (Eprilianta, 2011). Dengan demikian biaya produksi menurut metode full costing terdiri dari unsur-unsur biaya sebagai berikut: Biaya bahan baku
xx
Biaya tenaga kerja langsung
xx
Biaya overhead pabrik variabel
xx
Biaya overhead pabrik tetap
xx +
Biaya produksi
xx
Kelebihan dari metode full costing menurut Rachmayanti (2011) adalah: commit to user
II-14
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
a. Metode perhitungan full costing lebih tepat digunakan pada industri kecil dan menengah karena industri ini masih menggunakan proses pencatatan biaya yang masih relatif sederhana. b. Pendekatan full costing yang biasa dikenal dengan pendekatan tradisional menghasilkan laporan laba rugi dimana biaya-biaya disajikan berdasarkan fungsi-fungsi produksi, administrasi, dan penjualan. c. Sistematika perhitungan dengan metode full costing disesuaikan dengan prinsip akuntansi yang berlaku umum sehingga pihak UKM akan lebih mudah dalam melakukan perhitungan harga pokok produksi. 2.
Variable Costing Variable costing adalah metode penentuan harga pokok yang hanya memasukkan komponen biaya produksi yang bersifat variabel sebagai unsur harga pokok, yang meliputi biaya bahan baku, biaya tenaga kerja langsung dan biaya overhead pabrik variabel (Mirhani, 2001). Unsur biaya produksi menurut metode variabel costing terdiri dari unsur-unsur biaya produksi berikut ini : Biaya bahan baku
xx
Biaya tenaga kerja langsung
xx
Biaya overhead pabrik variabel
xx +
Biaya produksi
xx
Berdasarkan tulisan Mirhani (2001) mengenai Variable costing dijelaskan bahwa terdapat keunggulan dan kelemahan dari metode variable costing. Keunggulan dari metode variable costing adalah: a. Digunakan dalam perencaan laba jangka pendek Informasi biaya yang dihasilkan dapat digunakan untuk kepentingan perencanaan laba jangka pendek, karena biaya yang terjadi dipisahkan menurut perilaku biaya commit dalam hubungannya dengan perubahan volume to user
II-15
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
kegiatan. Perencanaan laba jangka pendek dilakukan pada saat penyusunan anggaran. Dalam jangka pendek biaya tetap biasanya tidak berubah sehingga informasi yang dihasilkan tidak memiliki dampak terhadap hasil penjualan dan biaya variable yang digunakan untuk menghitung laba. b. Digunakan dalam pengendalian biaya Informasi biaya yang dihasilkan metode ini dapat digunakan oleh manajemen perusahaan untuk mengetahui apakah ada penyimpangan biaya atau tidak dari rencana biaya yang telah ditetapkan. c. Digunakan dalam pengambilan keputusan Dalam pengambilan keputusan, metode ini sangat relevan untuk digunakan karena biaya yang dilaporkan berubah sesuai dengan perubahan volume kegiatan. Sehingga keputusan yang dihasilkan lebih tepat. Kelemahan dari metode variable costing adalah:
a. Pemisahan biaya ke dalam biaya variable dan biaya tetap sulit dilakukan karena jarang ada biaya yang benar-benar tetap atau benar-benar variable. b. Metode variable costing lebih cocok digunakan hanya untuk kepentingan pihak intern perusahaan saja. c. Kurang cocok digunakan di perusahaan yang kegiatan usahanya bersifat musiman, karena akan menyajikan kerugian yang berlebihan pada satu periode dan laba yang tidak normal pada periode lainnya. d. Tidak diperhitungkannya biaya overhead pabrik tetap dalam persediaan dan harga pokok persediaan akan mengakibatkan nilai persediaan lebih rendah, sehingga akan mengurangi modal kerja yang dilaporkan untuk analisis keuangan. commit to user
II-16
perpustakaan.uns.ac.id
3.
digilib.uns.ac.id
Activity Based Costing (ABC) Activity based costing mengendalikan biaya melalui penyediaan informasi tentang aktivitas yang menjadi penyebab timbulnya biaya. Dasar pemikiran yang melandasi system informasi biaya ini adalah “biaya ada penyebabnya” dan penyebab biaya dapat dikelola (Mulyadi dan Setyawan, 2001). Menurut Nurhayati (2004) activity based costing memiliki keunggulan. Beberapa keunggulan dari sistem biaya Activity Based Costing (ABC) dalam penentuan biaya produksi adalah sebagai berikut: a. Biaya produk yang lebih realistik, khususnya pada industri manufaktur teknologi tinggi dimana biaya overhead adalah merupakan proporsi yang signifikan dari total biaya. b. Semakin banyak overhead dapat ditelusuri ke produk. Dalam pabrik yang modem, terdapat sejumlah aktivitas non lantai pabrik yang berkembang. Analisis sistem biaya ABC itu sendiri memberi perhatian pada semua aktivitas sehingga biaya aktivitas yang non lantai pabrik dapat ditelusuri. c. Sistem biaya ABC mengakui bahwa aktivitaslah yang menyebabkan biaya (activities cause cost) bukanlah produk, dan produklah yang mengkonsumsi aktivitas. d. Sistem biaya ABC memfokuskan perhatian pada sifat riil dari perilaku biaya dan membantu dalam mengurangi biaya dan mengidentifikasi aktivitas yang tidak menambah nilai terhadap produk. e. Sistem biaya ABC mengakui kompleksitas dari diversitas produksi yang modem dengan menggunakan banyak pemacu biaya (multiple cost drivers), banyak dari pemacu biaya tersebut adalah berbasis transaksi (transaction-based) dari pada berbasis volume produk.
commit to user
II-17
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
f. Sistem biaya ABC memberikan suatu indikasi yang dapat diandalkan dari biaya produk variabel jangka panjang (long run variable product cost) yang relevan terhadap pengambilan keputusan yang strategik. g. Sistem biaya ABC cukup fleksibel untuk menelusuri biaya ke proses, pelanggan, area tanggungjawab manajerial, dan juga biaya produk. 2.2.8 Depresiasi Depresiasi pada dasarnya adalah penurunan nilai suatu properti atau aset karena waktu dan pemakaian. Depresiasi pada suatu properti atau aset biasanya disebabkan karena satu atau lebih faktor-faktor berikut : 1.
Kerusakan fisik akibat pemakaian dari alat atau properti tersebut.
2.
Kebutuhan produksi atau jasa yang lebih baru dan lebih besar.
3.
Penurunan kebutuhan produksi atau jasa.
4.
Properti atau aset tersebut menjadi usang karena adanya perkembangan teknologi.
5.
Penemuan fasilitas-fasilitas yang bisa menghasilkan produk yang lebih baik dengan ongkos yang lebih rendah dan tingkat keselamatan yang lebih memadai.
Besarnya depresiasi tahunan yang dikenakan pada suatu properti akan tergantung pada beberapa hal yaitu ongkos investasi dari properti tersebut, tanggal pemakaian awalnya, estimasi masa pakainya, nilai sisa yang ditetapkan, dan metode depresiasi yang digunakan. Banyak metode yang bisa dipakai untuk menentukan beban depresiasi tahunan dari suatu aset. Diantara metode-metode tersebut, yang sering dipakai adalah : 1.
Metode Garis Lurus (Straight Line atau SL)
commit to user
II-18
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
Metode garis lurus didasarkan atas asumsi bahwa berkurangnya nilai suatu aset secara linier (proporsional) terhadap waktu atau umur dari aset tersebut. Besarnya depresiasi tiap tahun dengan metode SL dihitung berdasarkan : Dt 레
ዀ
……………………………………………………………..2.1
dimana : Dt = besarnya depresiasi pada tahun ke-t P
= ongkos awal dari aset yang bersangkutan
S
= nilai sisa dari aset tersebut
N
= masa pakai (umur) dari aset tersebut dinyatakan dalam tahun.
Karena aset didepresiasi dengan jumlah yang sama tiap tahun maka aset tersebut dikurangi dengan besarnya depresiasi tahunan dikalikan t, atau : BVt = P – t.Dt =P-
ዀ
t …………………………………………………….2.2
Tingkat depresiasi ( rate of depreciation), d, adalah bagian dari P – S yang didepresiasi tiap tahun. Untuk metode SL, tingkat depresiasi adalah : 레 2.
……………………………………………………………….2.3
Metode Jumlah Digit Tahun (SOYD) Metode jumlah digit tahun (SOYD) adalah salah satu metode yang
dirancang untuk membebankan depresiasi lebih besar pada tahun-tahun awal dan semakin kecil untuk tahun-tahun berikutnya. Ini berarti metode SOYD membebankan depresiasi yang lebih cepat dari metode SL. Cara perhitungan depresiasi dengan metode SOYD dimulai dengan jumlah digit tahun dari 1 sampai N. Angka yang diperoleh dinamakan jumlah digit tahun (SOYD). Besarnya depresiasi tiap tahun diperoleh dengan mengalikan ongkos awal dikurangi nilai sisa (P – S)commit dari aset tersebut dengan rasio antara jumlah to user
II-19
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
tahun sisa umur aset terhadap nilai SOYD. Secara sistematis besarnya depresiasi tiap tahun dapat ditulis : Dt 레
P Pl
레
ዀ
ዀ
k
d d
dimana : D
lP
k
ĖǴƅ Ė 9 9Ȗ ǴŖȖ9Ŗ ,
레 1,2, … … ,
Ŗ
9
…………………………………2.4
= beban depresiasi pada tahun ke-t
SOYD = jumlah digit tahun dari 1 sampai N Besarnya SOYD dari suatu aset yang umurnya N tahun adalah : SOYD = 1+2+3+……..+(N-1)+N = Tingkat depresiasi akan menurun tiap tahun. Tingkat depresiasi yang terjadi pada tahun ke-t, dt, dihitung dari rumus : dt =
ዀ
k
d
……………………………………………………………….2.5
dimana nilai ini sebenarnya adalah faktor pengali dari (P-S) untuk mendapatkan besarnya depresiasi pada suatu saat. Semakin besar t maka dt akan semakin kecil sehingga beban depresiasi juga semakin menurun dengan bertambahnya umur saat. 3.
Metode keseimbangan menurun (DB) Metode keseimbangan menurun juga menyusutkan nilai suatu aset lebih
cepat pada tahun-tahun awal dan secara progresif menurun pada tahun-tahun selanjutnya. Metode ini bisa dipakai bila umur aset lebih dari 3 tahun. Besarnya depresiasi pada tahun tertentu dihitung dengan mengalikan suatu presentase tetap dari nilai buku aset tersebut pada akhir tahun sebelumnya. Dengan demikian maka besarnya beban depresiasi pada tahun ke-t adalah : Dt = dBVt-1………………………………………………………………...2.6 dimana :
commit to user
II-20
perpustakaan.uns.ac.id
d
digilib.uns.ac.id
= tingkat depresiasi yang ditetapkan
dBVt-1= nilai buku aset pada akhir athun sebelumnya (t-1) nilai buku pada akhir tahun ke-t akan menjadi : BVt = BVt-1 - Dt …………………………………………………………..2.7
4.
Metode depresiasi sinking fund (SF) Asumsi dasar yang digunakan pada metode depresiasi sinking fund adalah
bahwa penurunan nilai suatu aset semakin cepat dari suatu saat ke saat berikutnya. Peningkatan ini diakibatkan karena disertakannya konsep nilai waktu dari uang sehingga besarnya depresiasi akan meningkat seirama dengan tingkat bunga yang berlaku. Dengan kata lain, besarnya depresiasi akan lebih kecil pada tahun-tahun awal depresiasi. Dengan sifat yang demikian maka pemakaian metode depresiasi sinking fund tidak akan menguntungkan bila ditinjau dari sudut pajak yang harus ditanggung perusahaan. Alasan inilah yang menyebabkan metode depresiasi ini jarang dipakai. Besarnya depresiasi dinyatakan dengan selisih nilai buku pada tahun (t) dengan nilai buku pada tahun sebelumnya (t-1). Dengan pernyataan lain : Dt = BVt-1 - BVt ……………………………………………………….2.8 dimana nilai buku pada periode t adalah nilai awal aset tersebut setelah dikurangi akumulasi nilai patokan depresiasi maupun bunga yang terjadi sampai saat itu. Atau dapat juga dirumuskan : BVt = P – (P – S)(A/F, i%, N) (F/A, i%, t)………………………………2.9
5.
Metode depresiasi unit produksi Apabila
penyusutan
suatu
aset
lebih
ditentukan
oleh
intensitas
pemakaiannya dibandingkan dengan lamanya alat tersebut dimiliki maka depresiasinya bisa didasarkan atas unit produksi commit to user atau unit output dari aset atau
II-21
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
properti tersebut. Pada prinsipnya, unit produksi bisa dinyatakan dari salah satu ukuran berikut : a.
Output produksi, misalnya volume atau berat dari material yang dipindahkan oleh suatu alat pengangkutan material pada tahun tertentu dibandingkan dengan berat atau volume material yang diperkirakan bisa dipindahkan selama masa pakai dari alat tersebut.
b.
Hari operasi, menunjukkan jumlah hari operasi suatu aset selama tahun tertentu dibandingkan dengan ekspektasi total hari operasi dari aset tersebut selama masa pakainya.
c.
Proyeksi pendapatan, menunjukkan estimasi pendapatan pada tahun tertentu dari suatu aset yang disewakan dibandingkan dengan estimasi pendapatan dari penyewaan alat tersebut selama masa pakainya. Pada
metode
depresiasi
unit
produksi
ini,
besarnya
depresiasi
diperhitungkan sama untuk tiap satuan output produksi dari aset tersebut, tanpa memperhitungkan berapa lama output tersebut dicapai. Unit output atau unit produksi ini bisa dinyatakan dengan salah satu dari 3 ukuran yang telah diuraikan. Misalkan Ut adalah jumlah unit produksi suatu aset selama tahun t dan U adalah total unit produksi dari aset tersebut selama masa pakainya, maka besarnya depresiasi pada tahun t adalah jumlah yang boleh didepresiasi (P-S) dikalikan dengan rasio Ut/U. dengan kata lain : Dt =
……………………………………………………………………2.10
Dengan demikian maka nilai pada akhir tahun ke-t diberikan oleh : BVt =
…
k
………………………………….2.11
commit to user
II-22
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
2.2.9 Perhitungan Bunga Menurut Pujawan (2003) definisi tingkat bunga adalah rasio dari bunga yang dibayarkan terhadap induk dalam suatu periode waktu dan biasanya dinyatakan dalam persentase dari induk. Secara matematis hal ini dapat dirumuskan : ꉈŖǴƅ 9 .Ǵƅ9 레
U alU l ꨀ UalklnlU 뒈 Uꨀ n
U k lnk
100% .....................2.12
Ada 2 jenis bunga yang bisa digunakan untuk melakukan perhitungan nilai
uang dari waktu yaitu bunga sederhana dan bunga majemuk. Kedua jenis bunga ini akan menghasilkan nilai nominal uang yang berbeda bila perhitungan dilakukan lebih dari satu peiode. Berikut ini penjelasan tentang bunga sederhana dan bunga majemuk. 1.
Bunga sederhana Bunga sederhana dihitung dari induk tanpa memperhitungkan bunga yang
telah diakumulasikan pada periode sebelumnya. Secara matematika hal ini bisa diekspresikan sebagai berikut : I = P x i x N …………………………………………………………..2.13 dimana: I
= Bunga yang terjadi (rupiah)
P
= Induk yang dipinjam atau diinvestasikan
i
= tingkat bunga per periode
N
= jumlah periode yang dilibatkan
2.
Bunga majemuk Bunga majemuk dihitung berdasarkan besarnya induk ditambah dengan
besarnya bunga yang telah terakumulasi pada periode sebelumnya. Pemajemukan (Compounding) adalah suatu proses matematis penambahan bunga pada induk sehingga terjadi penambahan jumlah induk secara nominal pada periode mendatang. Dengan demikian proses pemajemukan adalah suatu alat untuk commit userperiode mendatang dari sejumlah mendapatkan nilai yang ekuivalen pada to suatu
II-23
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
uang pada saat ini bila tingkat bunga yang berlaku diketahui. Nilai ekuivalen di suatu saat mendatang ini disebut dengan istilah Future Worth (FW) dari nilai sekarang. Nilai sekarang dari suatu jumlah uang periode mendatang dinamakan Present Worth (PW). Notasi-notasi yang digunakan yaitu : r = tingkat bunga nominal per periode i = tingkat bunga efektif per periode N = jumlah periode per majemukan P = nilai sekarang (Present Worth) atau nilai ekuivalen dari satu atau lebih aliran kas pada suatu titik yang didefinisikan sebagai waktu saat ini. A = aliran khas pada akhir periode yang besarnya sama untuk beberapa periode yang berurutan G = suatu aliran kas dimana dari satu periode ke periode berikutnya terjadi penambahan atau pengurangan kas sejumlah tertentu yang besarnya sama. Rumus –rumus bunga majemuk diskret : a.
Penurunan rumus pembayaran tunggal Jika uang sejumlah P diinvestasikan saat ini (t=0) dengan tingkat bunga
efektif sebesar i% per periode dan dimajemukkan tiap periode maka jumlah uang tersebut pada waktu akhir periode akan menjadi : F1 = P + bunga dari P = P + Pi = P(1+i) Pada akhir periode 2 akan menjadi : F2 = F1 + bunga dari F1 = P(1+i) + P(1+i) = P(1+i) (1+i) = P(1+i)2
commit to user
II-24
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
Dengan analogi diatas maka pada akhir periode ke N, jumlah uang tersebut akan menjadi : F = P(1+i)N ……………………………………………………………2.14 b.
Faktor nilai sekarang dari pembayaran tunggal Dari persamaan 2.14, kita juga bisa menulis persamaan P sebagai berikut: P =F
…………………………………………………………….2.15
Faktor yang berada dalam kurung dinamakan faktor nilai sekarang pembayaran tunggal ( Single Payment Present Worth Factor), atau sering hanya disebut faktor nilai sekarang. Faktor ini memungkinkan kita menghitung nilai sekarang dari suatu nilai F dan N periode mendatang bila tingkat bunga yang berlaku adalah i%. Secara fungsional faktor SPPWF dapat dinyatakan dengan (P/F, i%, N), artinya kita ingin mendapatkan P dengan mengetahui nilai F, i% dan N. oleh karenanya persamaan f dapat diekspresikan dalam bentuk fungsional sebagai berikut: P = F(P/F, i%, N)……………………………………………………2.16 c.
Faktor pemajemukan deret seragam Diagram alir kas yang menunjukkan deret seragam sebesar A selama N
periode dengan bunga i%. deret seragam yang sperti ini sering disebut dengan annuity. Bila kita meminjam sejumlah yang sama (A) setiap tahun selama N tahun dengan bunga i% maka besarnya pinjaman pada tahun ke N tersebut adalah : F = A (F/A, i%, N)………………………………………………2.17 d.
Faktor singking fund deret seragam Faktor ini adalah kebalikan dari faktor pemajemukkan deret seragam, dengan
persamaan ini kita akan bisa mencari A bila nilai F, i dan N diketahui sebagai berikut : A = F(A/F, i%, N)…………………………………………………2.18 commit to user
II-25
perpustakaan.uns.ac.id
e.
digilib.uns.ac.id
Faktor nilai sekarang deret seragam Faktor ini digunakan untuk menghitung nilai ekuivalen pada saat ini bila
aliran kas seragam sebesar A terjadi pada tiap akhir periode selama N periode dengan tingkat bunga i%. Faktor ini dinamakan nilai sekarang dari deret seragam, yang mana dapat juga ditulis : P = A (P/A, i%, N)………………………………………………2.19 f.
Faktor pemulihan modal deret seragam Faktor ini adalah kebalikan dari faktor nilai sekarang deret seragam, yaitu
untuk mengkonversikan suatu nilai sekarang pada nilai seragam pada suatu periode tertentu (N) bila tingkat bunga diketahui sebesar i%.
Faktor ini
dinamakan faktor pemulihan modal deret seragam atau faktor amortisasi dan bisa juga dinyatakan dengan : A = P (A/P, i%, N) ……………………………………………….2.20
commit to user
II-26
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
BAB III METODOLOGI PENELITIAN Bab ini akan membahas langkah–langkah untuk mencari solusi dari permasalahan yang diangkat mulai dari observasi awal hingga penarikan kesimpulan. Langkah – langkah tersebut disajikan pada gambar 3.1.
Gambar 3.1 Metodologi Penelitian commit to user
III-1
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
Dalam diagram alir diatas dijelaskan langkah-langkah dalam penelitian yang akan diuraikan dalam sub bab berikut ini. 3.1
TAHAP AWAL PENELITIAN Pada tahap awal penelitan dilakukan langkah-langkah penelitian, yaitu studi
lapangan, studi pustaka, identifikasi masalah, perumusan masalah, dan penetapan tujuan. 3.1.1 Studi Lapangan Observasi dilakukan selama bulan Februari sampai April 2012 di Gabungan Kelompok Tani Sumber Makmur, Desa Sambirejo. Tahap ini menekankan pada pengenalan dan pemahaman kondisi Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM), yaitu didapat dari observasi langsung dan wawancara yang dilakukan kepada Ketua Klaster Biofarmaka, Wakil Ketua Klaster Biofarmaka, dan pengurus Gapoktan Sumber Makmur yang berada di Desa Sambirejo, sehingga dapat dirumuskan masalah sesuai dengan kondisi yang ada di lapangan. 3.1.2 Studi Pustaka Studi pustaka dilakukan untuk mendukung proses penyelesaian penelitian. Studi pustaka dilakukan dengan mencari informasi yang berkaitan dengan permasalahan yang dibahas. Studi pustaka ini dilakukan dengan mempelajari beberapa pustaka, yaitu buku, internet, jurnal, dan penelitian yang berkaitan. 3.1.3 Identifikasi Masalah Tahap identifikasi masalah bertujuan untuk mengetahui permasalahan yang terjadi di perusahaan. Pada tahap ini dilakukan identifikasi kondisi dan permasalahan yang ada di lapangan, yaitu tahap penemuan situasi atau kondisi pada penetapan harga pokok produksi produk temulawak yang belum tepat. 3.1.4 Perumusan Masalah Pada tahap ini akan ditetapkan permasalahan yang akan dibahas untuk dicari pemecahan masalahnya. Setelah melakukan penelitian, maka dapat dirumuskan to user permasalahan yang akan diteliti commit lebih lanjut yaitu bagaimana menetapkan harga
III-2
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
pokok produksi produk temulawak yang tepat sehingga dapat menjadi acuan dalam menentukan harga jual yang menguntungkan di Gapokatan Sumber Makmur, Desa Sambirejo. 3.1.5 Penetapan Tujuan Pada tahap ini ditetapkan tujuan yang ingindicapai dalam penelitian. Tujuan dibuat berdasarkan pada perumusan masalah yang ditetapkan sebelumnya, adalah menetapkan harga pokok produksi produk Temulawak di Gapoktan Sumber Makmur sebagi acuan dalam mentukan harga penjualan produk Temulawak. 3.2
TAHAP PENGUMPULAN DATA Data yang diperoleh adalah data historis, yaitu data biaya-biaya yang
dibutuhkan untuk menghasilkan produk olahan temulawak. Metode yang diterapkan dalam pengumpulan data adalah dengan wawancara langsung kepada pengurus Klaster Biofarmaka Kabupaten Karanganyar, pengurus Gapoktan Sumber Makmur, dan pengurus Kelompok Tani Sumber Rejeki. Langkah pengumpulan data yang dilakukan adalah: 3.2.1 Identifikasi Proses atau Aktifitas Produksi Data yang dikumpulkan adalah identifikasi proses atau aktifitas produksi pembuatan produk temulawak yang berupa : 1.
Temulawak basah atau rimpang merupakan produk yang dihasilkan dari hasil panen temulawak.
2.
Simplisia temulawak adalah produk yang dihasilkan dari pengirisan rimpang temulawak yang kemudian dikeringkan.
3.
Serbuk temulawak adalah produk yang dihasilkan dari simplisia temulawak yang dihaluskan menjadi serbuk.
3.2.2 Identifikasi Aktifitas-akitifitas Produksi yang Menimbulkan Biaya Berdasarkan proses atau aktifitas produksi yang didapatkan kemudian diidentifikasi aktifitas apa saja yang menimbulkan biaya pada produk temulawak basah, simplisia temulawak, dan serbuk temulawak. commit to user
III-3
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
3.2.3 Mengklasifikasikan Komponen Biaya Berdasarkan hasil identifikasi biaya yang timbul pada proses produksi, biaya-biaya yang ditimbulkan dikelompokkan kedalam komponen biaya yang terdiri dari: 1.
Biaya Produksi yang meliputi: a. Biaya bahan baku langsung yang dibutuhkan untuk proses produksi produk olahan temulawak adalah: 1)
Temulawak basah
: benih dan pupuk organik
2)
Simplisia temulawak : temulawak basah
3)
Serbuk temulawak
: simplisia temulawak
b. Biaya tenaga kerja langsung Tenaga kerja yang dibutuhkan untuk proses produksi produk olahan temulawak merupakan tenaga kerja langsung yang terbagi menjadi: 1)
Temulawak basah: tenaga kerja persiapan lahan, tenaga kerja penanaman temulawak, tenga kerja pemeliharaan, dan tenaga kerja saat panen tiba.
2)
Simplisia temulawak: tenaga kerja pencucian dan pengemasan, tenaga kerja pengirisan dan penjemuran temulawak, dan tenaga kerja untuk pengemasan temulawak.
3)
Serbuk temulawak: tenaga kerja penggilingan dan tenaga kerja pengemasan.
c. Biaya overhead pabrik yang dibutuhkan adalah: 1)
Temulawak basah: biaya sewa lahan, biaya depresiasi karung penyimpanan panen.
2)
Simplisia temulawak: biaya depresiasi keranjang biaya depresiasi mesin pompa air, biaya depresiasi alat pengiris, biaya depresiasi mesin sealer, biaya depresiasi kotak pengering, dan biaya listrik yang dibutuhkan
3)
Serbuk temulawak: biaya depresiasi alat penggiling dan biaya listrik yang dibutuhkan. commit to user
III-4
perpustakaan.uns.ac.id
2.
digilib.uns.ac.id
Perhitungan bunga majemuk diskret Selain menghitung biaya bahan baku, biaya tenaga kerja, dan biaya overhead dilakukan juga perhitungan bunga majemuk diskret. Perhitungan bunga bertujuan untuk menghitung rasio dari bunga yang dibayarkan terhadap induk dalam suatu periode waktu tertentu (Pujawan, 2003).
3.2.4 Konfirmasi atau Verifikasi Data Biaya Setelah memperoleh dan mengklasifikasikan data biaya pada proses produksi temulawak basah (rimpang), simplisia, dan serbuk dilakukan proses verifikasi data terhadap lembaga terkait. Lembaga terkait yang menaungi Gapoktan dan kelompok tani di Kabupaten Karanganyar adalah Klaster Biofarmaka Kabupaten Karanganyar. 3.3
TAHAP PENGOLAHAN DATA
3.3.1. Perhitungan HPP dengan Metode Full Costing Data yang telah dikumpulkan kemudian diolah sebagai input untuk perhitungan harga pokok produksi yang menjadi dasar penentuan harga jual produk temulawak. Pengolahan data untuk menetapkan harga pokok produksi dilakukan dengan metode full costing. Metode full costing mempertimbangkan biaya overhead pabrik dibebankan kepada produk jadi atau ke harga pokok produksi berdasarkan tarif yang ditentukan pada aktivitas normal atau aktivitas yang sesungguhnya terjadi sehingga meningkatkan akurasi analisis biaya (Eprilianta, 2011). Tahap yang dilakukan untuk menentukan harga pokok produksi (HPP) untuk produk temulawak basah, simplisia, dan serbuk yaitu menghitung total biaya produksi telebih dahulu seperti yang tertulis dalam persamaan 3.1, kemudian menghitung total HPP dengan menambahkan biaya produksi dengan biaya komersial dan biaya bunga majemuk diskret seperti yang ada pada persamaan 3.2. Biaya Bahan Baku
= xx
Biaya Tenaga Kerja Langsung = xx Biaya Overhead Perusahaan
= xx +
Total Biaya Produksi
= xx ......................................... (3.1) commit to user
III-5
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
Untuk menghitung besarnya HPP suatu produk secara menyeluruh maka: Total Biaya Produksi
= xx
Bunga Majemuk Diskret
= xx +
Total HPP
= xx …………………………. (3.2)
3.3.2 Perhitungan Sensitivitas Perhitungan sensitivitas dilakukan untuk mengetahui seberapa jauh pengaruh perubahan harga pokok produksi terhadap peningkatan atau penurunan biaya-biaya yang dibutuhkan pada penentuan harga pokok produksi produk olahan temulawak. Perubahan harga yang dilakukan yaitu dengan cara meningkatkan seluruh komponen biaya (biaya bahan baku, biaya tenaga kerja, dan BOP) sebesar 50%, 30%, dan 10% serta penurunan harga sebesar 10%, 30% dan 50%. 3.4
TAHAP AKHIR PENELITIAN Tahap akhir penelitian terdiri dari analisis serta kesimpulan dan saran.
3.4.1 Analisis Pada tahap ini dilakukan analisis data yang telah diolah. Hasil analisis kemudian dapat dijadikan pedoman dalam melakukan perbaikan. Analisis yang dilakukan adalah: 1.
Analisis hasil perhitungan penetapan harga pokok produksi produk Temulawak dengan menggunakan metode full costing dan kemudian membandingkan dengan hasil perhitungan yang sudah dilakukan di salah satu anggota Klaster Biofarmaka yaitu Gapoktan Sumber Makmur sehingga dapat ditemukan harga pokok produksi produk temulawak yang akurat supaya hasil perhitungan HPP dapat dijadikan dasar untuk melakukan perhitungan harga jual yang tepat pada produk temulawak basah, simplisia temulawak, dan serbuk temulawak.
2.
Analisis sensitivitas untuk mengetahui komponen biaya yang paling mempengaruhi perubahan atau pergerakan biaya produksi. commit to user
III-6
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
3.4.2 Kesimpulan dan Saran Kesimpulan dan saran merupakan tahap terakhir penelitian yang berisi kesimpulan dari keseluruhan hasil penelitian dan analisis yang mengacu pada tujuan awal penelitian yang telah ditetapkan. Selain itu juga diberikan saran perbaikan bagi perusahaan dan penelitian lebih lanjut.
commit to user
III-7
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
BAB IV PENGUMPULAN DAN PENGOLAHAN DATA Pada bab ini akan diuraikain mengenai proses pengumpulan dan pengolahan data. Setelah data yang diperlukan terkumpul maka dilakukan perhitungan harga pokok produksi (HPP) yang tepat. 4.1 PENGUMPULAN DATA Pada sub bab ini disajikan data-data yang dibutuhkan untuk pengolahan data yang berasal dari studi lapangan di Gapoktan Sumber Makmur. Data yang diperoleh adalah proses atau kegiatan yang dilakukan oleh petani untuk menghasilkan produk temulawak basah, simplisia temulawak, dan serbuk temulawak. Selain itu, dilakukan proses didentifikasi biaya-biaya yang muncul dalam proses pengolahan produk temulawak. Proses pengumpulan data dilakukan dengan wawancara langsung kepada pengurus Kelompok Tani Sumber Rejeki 1, Ketua Pengurus Gapoktan Sumber Makmur, dan pengurus Klaster Biofarmaka. 4.1.1 Proses Produksi Temulawak Basah Proses produksi temulawak basah merupakan proses yang melibatkan proses budidaya hingga proses pasca panen temulawak. Pada Gambar 4.1 akan disajikan alur proses pengolahan temulawak basah secara runtut. Berdasarkan gambar 4.1 dapat dijelaskan proses produksi temulawak basah dan biaya yang muncul dari proses produksi temulawak basah yang meliputi: a. Persiapan lahan Proses awal yang dilakukan sebelum menanam benih temulawak adalah persiapan lahan. Persiapan lahan meliputi kegiatan sewa lahan, pembersihan area lahan dengan cara membersihkan gulma dan ranting-ranting atau sisa tanaman lain dari area lahan, penggemburan tanah dengan cara mencangkul tanah.
commit to user IV-1
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
Gambar 4.1 Proses Produksi Temulawak Basah Sumber: wawancara dengan pengurus Gapoktan Sumber Makmur (2012)
Setelah itu, untuk mengeluarkan gas-gas beracun dari dalam tanah dan mematikan hama dan penyakit, lahan didiamkan selama 1-2 minggu. Biaya yang muncul pada proses persiapan lahan adalah biaya untuk sewa lahan seluas 1000 m² dibutuhkan biaya sebesar Rp 1.400.000. Selain itu, untuk membersihkan lahan dibutuhkan 3 orang tenaga kerja pria dengan waktu pembersihan lahan selama 2 hari, proses penggemburan lahan dibutuhkan 4 orang tenaga pekerja pria yang mencangkul lahan selama 1 hari. Upah untuk commit to user setiap satu orang pekerja pria adalah Rp 30.000 per hari. IV-2
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
b. Penanaman benih Setelah lahan siap, dilakukan proses penanaman benih temulawak. Benih temulawak diperoleh dari pembelian di pasar. Untuk lahan seluas 1000 m² dibutuhkan 100 kilogram benih temulawak. Harga benih temulawak per kilogram adalah Rp 1.000, jadi untuk membeli benih sebanyak 100 kilogram adalah Rp 100.000. Jarak tanam temulawak adalah 30 x 70 cm, jumlah lubang tanam yang ada pada area 100 m² adalah sebanyak 1100 lubang tanam. Setelah benih selesai ditanam dilakukan pemupukan awal, setiap lubang tanaman membutuhkan 1 kilogram pupuk organic sehingga jumlah pupuk organik yang dibutuhkan adalah 1100 kilogram. Harga pupuk organik per kilogram adalah Rp 500, sehingga biaya yang dibutuhkan untuk membeli 1100 kilogram pupuk organik adalah Rp 550.000. Pada proses penanaman benih dibutuhkan 3 orang tenaga kerja pria untuk melakukan penanaman benih temulawak dalam waktu 1 hari. Upah untuk setiap satu orang pekerja pria adalah Rp 30.000 per hari. c. Pemeliharaan Setelah dilakukan penanaman, maka tumbuhan temulawak akan mulai tumbuh ke permukaan tanah. Agar tanaman temulawak tumbuh dengan baik, maka harus dilakukan pemeliharaan yang baik. Pemeliharaan tanaman meliputi pembersihan area lahan dari gulma dan hama tanaman serta dilakukan pemupukan. Proses pemupukan selama masa pemeliharaan dilakukan sebanyak 2 kali, setiap pemupukan dibutuhkan 0,5 kilogram pupuk pada setiap lubang tanaman. Jadi, pada proses pemupukan selama masa pemeliharaan dibutuhkan 1100 kilogram pupuk organik. Harga pupuk organik per kilogram adalah Rp 500, sehingga biaya yang dibutuhkan untuk membeli 1100 kilogram pupuk organik adalah Rp 550.000. Pada pemeliharaan lahan membutuhkan 2 orang tenagacommit kerja wanita to userdan 1 orang tenaga kerja pria yang IV-3
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
akan melakukan 2 kali pemeliharaan selama masa pemeliharaan lahan. Upah untuk setiap satu orang pekerja pria adalah Rp 30.000 per hari, sedangkan upah untuk setiap satu orang pekerja wanita adalah Rp 25.000 per hari. d. Panen Panen pada tanaman temulawak dilakukan setelah tanaman berumur 9 bulan ditandai dengan daun yang mulai layu dan mengering. Sebelum hasil panen diambil dilakukan pemotongan daun dan batang tanaman temulawak, kemudian rimpang temulawak diambil dengan menggunakan cangkul. Hasil panen temulawak dimasukkan kedalam karung untuk menghindari kerusakan pada hasil panen. Pada proses ini dibutuhkan 2 orang wanita dengan upah Rp. 25.000,-/hari dan 4 pria dengan upah Rp. 30.000,-/hari. e. Penyortiran hasil panen Hasil panen yang sudah diperoleh kemudian dicuci dan dibersihkan. Penyortiran hasil panen dimaksudkan utnuk memilih manakah tanaman yang layak untuk dijual, dijadikan bibit, dan dijadikan simplisia. Biaya yang dikeluarkan pada proses ini adalah biaya pembelian karung untuk menyimpan hasil sortiran. Setiap karung memiliki kapasitas penyimpanan sebanyak 60 – 65 kilogram, harga setiap karung adalah Rp 1.600 dan dapat digunakan untuk 3 kali panen. Oleh karena itu, perlu dilakukan perhitungan biaya depresiasi terhadap karung penyimpanan. f. Penyimpanan hasil panen Hasil panen yang sudah disortir disimpan kedalam karung kemudian dimasukkan kedalam gudang penyimpanan. Gudang penyimpanan harus memiliki kondisi yang baik yaitu tidak lembab, sirkulasi udara baik, bersih, dan tidak terkena sinar matahari secara langsung.
commit to user IV-4
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
Pada tabel 4.1 akan diuraikan mengenai aktifitas produksi temulawak basah yang menimbulkan biaya. Tabel 4.1 Biaya yang Muncul pada Proses Produksi Temulawak Basah Produksi lahan 1000 m² No. Kegiatan 1
Persiapan lahan a. Sewa lahan
b. Pembersihan lahan
c. Penggemburan tanah 2
Penanaman a. Benih yang dibutuhkan b. Biaya tenaga kerja c. Pemupukan awal
3
Pemeliharaan lahan a. Pemupukan ke-2 b. Pemupukan ke-3 c. Biaya tenaga kerja
4
5
Panen a. Biaya tenaga kerja Penyortiran hasil panen
Biaya yang dibutuhkan Keterangan Data Biaya/Unit
Total Biaya
sewa lahan seluas 1 petak = 1800 m² adalah Rp 2.500.000, sewa lahan untuk 1000 m² adalah 1.400.000 membutuhkan 3 pekerja pria selama 2 hari dengan upah kerja Rp 30.000/hari
Rp
1,400,000 Rp
1,400,000
Rp
30,000 Rp
180,000
membutuhkan 4 orang pekerja pria selama 1 hari
Rp
30,000 Rp
120,000
untuk 1000 m² membutuhkan 100 kg membutuhkan 3 pekerja pria selama 1 hari jarak tanam 30 cm x 70 cm, total tanaman: 1100, pemupukan awal 1 kg/tanaman, pupuk: Rp 500/kg
Rp Rp
1,000 Rp 30,000 Rp
100,000 90,000
Rp
500 Rp
550,000
pemupukan ke 2 dibutuhkan 0.5 kg/tanaman pemupukan ke 3 dibutuhkan 0.5 kg/tanaman membutuhkan 2 pekerja wanita (upah 25.000) dan 1 pekerja pria untuk 2x pemupukan
Rp
500 Rp
275,000
Rp
500 Rp
275,000
Rp
160,000
Rp
170,000
Rp
1,490
membutuhkan 4 pekerja pria dan 2 wanita selama 1 hari setelah panen dilakukan penyortiran hasil panen, alat yang dibutuhkan adalah karung yang bisa memuat 60-65kg/karung
4.1.2 Proses Pembuatan Simplisia Temulawak Simplisia temulawak merupakan hasil dari rajangan temulawak yang dikeringkan. Pada gambar 4.2 akan dijelaskan proses pembuatan simplisia temulawak secara runtut.
commit to user IV-5
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
Gambar 4.2 Proses Produksi Simplisia Temulawak Sumber: wawancara dengan pengurus Gapoktan Sumber Makmur (2012)
Berdasarkan gambar 4.1 dapat dijelaskan proses produksi temulawak basah dan biaya yang muncul dari proses produksi temulawak basah yang meliputi: a. Persiapan temulawak basah atau rimpang yang dibutuhkan Bahan baku yang dibutuhkan untuk membuat simplisia adalah temulawak basah. Untuk membuat 1 kilogram simplisia dibutuhkan 6 kilogram temulawak basah. b. Pencucian dan penguapsan kulit rimpang Untuk mendapatkan hasil simplisia yang baik maka perlu dilakukan pencucian dan pengupasan kulit rimpang. Untuk mencuci dan mengupas kulit rimpang commit to user temualwak dibutuhkan 2 orang pekerja wanita. upah untuk setiap satu orang IV-6
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
pekerja wanita adalah Rp 25.000 per hari. Selain itu, biaya yang dikeluarkan pada proses ini adalah perhitungan biaya depresiasi mesin pompa air, keranjang yang digunakan untuk mencuci, dan menghitung biaya listrik yang dibutuhkan untuk menghidupkan mesin pompa air. c. Pengirisan rimpang Temulawak basah yang telah dicuci dan dikupas kulitnya kemudian dirajang dengan menggunakan mesin pemotong manual. Pada proses perajangan manual ini upah tenaga kerja yaitu Rp. 100 per kilogram. Harga alat pemotong manual adalah Rp 10.000. d. Penjemuran hasil irisan Hasil panen yang telah diiris diletakkan di nampan pengeringan. Pengeringan ini harus diletakkan minimal setengan meter atau 50 cm dari permukaan tanah. Tujuannya agar rajangan temulawak cepat kering dan terhindar dari debu. Pada saat pengeringan ini irisan temulawak tidak boleh tertumpuk dengan irisan lain dan tidak boleh dibalik. Hasil pengeringan irisan temulawak dinamakan simplisia. e. Pengemasan Hasil simplisia kemudian dikemas kedalam plastik kedap udara. Pengemasan simplisia dilakukan menggunakan mesin sealer. Untuk mengemas simplisia dibutuhkan 1 orang tenaga kerja wanita, upah yang diberikan adalah Rp 15.000 per hari. f. Penyimpanan Gudang penyimpanan simplisia harus memiliki kondisi yang baik yaitu tidak lembab, sirkulasi udara baik, bersih, dan tidak terkena sinar matahari secara langsung. Pada tabel 4.2 akan diuraikan mengenai aktifitas produksi simplisia temulawak yang menimbulkan biaya. commit to user IV-7
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
Tabel 4.2 Biaya yang Muncul pada Proses Produksi Simplisia Temulawak No
Kegiatan
1
Persiapan bahan baku
2
Pencucian dan pengupasan temulawak a. Biaya tenaga kerja
3
Rp
25,000 Rp
50,000
Rp Rp Rp
114 205 109
setiap menghasilkan 1 kg rajangan diberi Rp 100
100 Rp
50,000
Rp
16
Rp
100 Rp
5,479
Rp
10,000 Rp
60,000
Rp
3,000
Rp Rp
110 218
Rp
15,000
Rp
b. Biaya depresiasi alat pemotong manual Penjemuran a. Kotak pengering
b. Biaya tenaga kerja 5
Untuk mencuci dan mengupas temulawak sebanyak 500 kilo dibutuhkan 2 orang pekerja wanita
b. Biaya depresiasi keranjang c. Biaya depresiasi mesin pompa air d. Biaya listrik yang dibutuhkan Pengirisan temulawak a. Biaya tenaga kerja
4
Biaya yang dibutuhkan Keterangan Data Biaya Total Biaya Temulawak basah yang dibutuhkan adalah Rp 1,661 Rp 830,373 sebanyak 500 kg
Untuk mengeringkan 500 kg temulawak basah dibutuhkan 125 kotak pengering (tiap kotak mampu menampung 4 kg rajangan) tenaga kerja yang dibutuhkan adalah 1 orang pekerja wanita yang bekerja selama 6 hari dengan upah Rp 10.000/hari
Pengemasan simplisia a. Plastik pengemas
dibutuhkan plastik kedap udara berukuran 1 kg
b. Biaya depresiasi mesin sealer c. Biaya listrik yang dibutuhkan d. Biaya tenaga kerja
dibutuhkan 1 orang pekerja wanita untuk menjalankan mesin sealer
4.1.3 Proses Pembuatan Serbuk Temulawak Serbuk temulawak dihasilkan dari penggilingan simplisia temulawak. Pada gambar 4.3 akan digambarkan proses pembuatan serbuk temulawak yang diawali dengan banyaknya simplisia yang dibutuhkan sampai dengan penyimpanan serbuk temulawak.
commit to user IV-8
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
Gambar 4.3 Proses Produksi Serbuk Temulawak Sumber: wawancara dengan pengurus Gapoktan Sumber Makmur (2012)
Berdasarkan gambar 4.1 dapat dijelaskan proses produksi temulawak basah dan biaya yang muncul dari proses produksi temulawak basah yang meliputi: a. Persiapan simplisia temulawak yang dibutuhkan Untuk membuat serbuk temulawak, dibutuhkan simplisia temulawak. Untuk menghasilkan 1 kilogram serbuk dibutuhkan 2 kilogram simplisia. b. Penggilingan simplisia Simplisia temulawak kemudian digiling atau dihaluskan dengan menggunakan mesin penggiling. Hasil serbuk yang dihasilkan oleh mesin penggiling adalah 5 kilogram per hari untuk setiap tenaga kerja. Tenaga kerja yang dibutuhkan pada proses ini adalah tenaga kerja wanita dengan upah Rp 15.000 per hari. c. Pengemasan Serbuk yang sudah jadi kemudian dimasukkan pada plastik yang kedap udara. Tenaga kerja yang dibutuhkan pada proses pengemasan adalah 1 orang pekerja wanita dengan upah Rp 15.000,-/hari. commit to user IV-9
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
d. Penyimpanan Gudang penyimpanan serbuk harus memiliki kondisi yang baik yaitu tidak lembab, sirkulasi udara baik, bersih, dan tidak terkena sinar matahari secara langsung. Pada tabel 4.3 akan diuraikan mengenai aktifitas produksi simplisia temulawak yang menimbulkan biaya. Tabel 4.3 Biaya yang Muncul pada Proses Produksi Serbuk Temulawak Simplisia yang digunakan adalah 100 kg No 1 2
Kegiatan Persiapan simplisia yang dibutuhkan
Biaya yang dibutuhkan Biaya
dalam 1 hari mesin penggiling dapat menghasilkan 5 kg serbuk untuk setiap pekerja, untuk menghasilkan Rp 50 kg serbuk maka dibutuhkan waktu 10 hari, upah pekerja Rp 15.000/hari
c. Biaya listrik yang dibutuhkan Pengemasan a. Plastik pengemas b. Biaya tenaga kerja
dibutuhkan plastik kedap udara berukuran 1 kg dibutuhkan 1 orang pekerja wanita untuk menjalankan mesin sealer
c. Biaya depresiasi mesin sealer d. Biaya listrik yang dibutuhkan 4
Rp
Penggilingan simplisia a. Biaya depresiasi alat penggiling
b. Biaya tenaga kerja
3
Keterangan untuk membuat 1 kg serbuk dibutuhkan 2 kg simplisia
Penyimpanan
sewa gudang penyimpanan, luas area yang dibutuhkan adalah 1 x 3 m = 3 m²
Total Biaya
12,224.40 Rp
1,222,440.14
Rp
9,863.01
15,000.00 Rp
150,000.00
Rp
14,560.00
Rp
3,000.00
Rp
15,000.00
Rp Rp
109.59 218.40
Rp
81,000.00
4.2 PENGOLAHAN DATA Setelah memperoleh data yang dibutuhkan kemudian dilakukan pengolahan data dengan mengklasifikasikan komponen biaya-biaya yang muncul kedalam biaya bahan baku, biaya tenaga kerja, biaya overhead pabrik. Setelah dilakukan klasifikasi biaya kemudian dilakukan perhitungan Harga Pokok Produksi (HPP) dengan metode full costing untuk masing-masing produk temulawak yang berupa temulawak basah, simplisia, dan serbuk. commit to user IV-10
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
4.2.1 Perhitungan Harga Pokok Produksi (HPP) Produk Temulawak Basah Untuk memperoleh harga pokok produksi produk temulawak basah maka diperlukan: 1.
Klasifikasi Biaya-biaya yang dibutuhkan pada Proses Produksi Produk Temulawak Basah a. Biaya Bahan Baku Bahan baku yang dibutuhkan pada proses produksi temulawak basah adalah biaya yang dikeluarkan untuk membeli benih temulawak, untuk lahan seluas 1.000 m² dibutuhkan 100 kilogram benih, harga untuk benih adalah Rp 1.000/kilogram. Selain benih, bahan baku lain yang dibutuhkan adalah pupuk organik. Pupuk organik yang dibutuhkan selama proses produksi temulawak basah adalah sebanyak 2 kilogram untuk setiap tanaman, sedangkan pada lahan 1.000 m² terdapat sebanyak 1.100 tanaman temulawak. Harga pupuk organik adalah Rp 500/kilogram. Perhitungan total biaya bahan baku yang dibutuhkan akan diuraikan pada tabel 4.4. Tabel 4.4 Biaya Bahan Baku Produk Temulawak Basah
Bahan baku yang dibutuhkan Benih temulawak
Jumlah yang Harga/Kg dibutuhkan (Kg) 100 Rp 1,000.00
Pupuk pada pemupukan awal
1100
Pupuk pada pemupukan ke-2
550
Pupuk pada pemupukan ke-3
550
Total Biaya Rp
100,000.00
Rp
500.00
Rp
550,000.00
Rp
500.00
Rp
275,000.00
Rp
500.00
Rp 275,000.00 Rp 1,200,000.00
Total Biaya Bahan Baku
b. Biaya Tenaga Kerja yang dibutuhkan Biaya tenaga kerja yang dibutuhkan untuk menghasilkan produk temulawak basah adalah tenaga kerja pada masa tanam dan pemeliharaan tanaman. Tabel 4.5 akan menunjukkan banyaknya tenaga kerja yang dibutuhkan pada proses produksi temulawak basah. commit to user IV-11
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
Tabel 4.5 Tenaga Kerja Produk Temulawak Basah Kegiatan
Tenaga Kerja yang dibutuhkan
Upah tenaga kerja
Total biaya
Pembersihan lahan Penggemburan lahan
3 pekerja pria selama 2 hari 4 pekerja pria selama 1 hari
Pekerja pria @ 30.000 per hari, Pekerja pria @ 30.000 per hari,
Rp 180,000 Rp 120,000
Penanaman
3 pekerja pria selama 1 hari untuk menanam benih dan pemupukan awal
Pekerja pria @ 30.000 per hari, wanita @ Rp 25.000
Rp 90,000
2 pekerja wanita dan 1 pekerja pria untuk 2x pemupukan membutuhkan 4 pekerja pria dan 2 wanita selama 1 hari
Pekerja pria @ 30.000 per hari, wanita @ Rp 25.000 Pekerja pria @ 30.000 per hari, wanita @ Rp 25.000
Pemupukan pada masa pemeliharaan Panen dan penyortiran Total Biaya Tenaga Kerja
Rp 160,000 Rp 170,000 Rp 720,000
c. Biaya Overhead Biaya Overhead yang dikeluarkan untuk memproduksi produk temulawak yaitu biaya sewa lahan, biaya transportasi, biaya depresiasi karung tempat hasil panen, dan biaya sewa gudang penyimpanan. 1) Perhitungan biaya sewa lahan Untuk menaman 100 kilogram benih temulawak dibutuhkan lahan seluas 1.000 m², untuk menyewa lahan dibutuhkan biaya sebesar Rp 1.400.000/tahun. 2) Biaya Transportasi Untuk membawa benih temulawak dibutuhkan alat transportasi berupa mobil pick-up. Harga sewa per hari untuk mobil pick-up adalah Rp 150.000 per hari dan biaya bahan bakar adalah Rp 50.000. Jadi, total biaya transportasi adalah Rp 200.000. 3) Perhitungan biaya depresiasi karung Karung merupakan wadah yang digunakan untuk menampung hasil panen. Oleh karena itu dibutuhkan perhitungan nilai depresiasi untuk karung. Perhitungan untuk mencari nilai depresiasi karung didapat dari hasil panen tiap tahun sebanyak 2.000 kg, setiap tahun panen user temulawak dibutuhkancommit karungto sebanyak 34 untuk menampung hasil IV-12
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
panen karena setiap karung mampu menampung 60 kg temulawak basah, harga karung perbuah adalah Rp 1.600, maka biaya yang dibutuhkan untuk membeli karung adalah Rp 54.400. Pembelian karung yang baru dapat digunakan selama 3 kali panen atau 3 tahun, artinya karung dapat menampung hasil panen sebanyak 6.000 kg. Perhitungan manual biaya depresiasi untuk karung penyimpanan adalah: Nilai yang akan terdepresiasi P-S
= Rp. 54.400 – 0 = Rp. 54.400
Dengan demikian maka nilai Dt dan BVt selama 3 tahun adalah sebagai berikut : D1 = (2000/6000)*( Rp 54.400)= Rp 18.133,BV1= Rp 54.400 – Rp 18.133 = Rp 36.267,D2 = (2000/6000)*( Rp 54.400)= Rp 18.133,BV2= Rp 36.267 - Rp 18.133= Rp 18.133,D2 = (2000/6000)*( Rp. 54.400)= Rp. 18.133,BV2= Rp 18.133 - Rp 18.133= 0 Nilai depresiasi per tahun adalah Rp 18.133, sedangkan karung tidak digunakan sepanjang tahun. Oleh karena itu dibutuhkan perhitungan depresiasi setiap pemakaian, perhitungannya adalah: (1/365 hari) x (nilai depresiasi) = nilai depresiasi setiap pemakaian (1/365 hari) x (Rp 18.133) = Rp 49,68 per hari Penggunaan karung selama proses penyimpanan panen adalah 30 hari, jadi nilai depresiasi adalah Rp 49,68 x 30 hari = Rp 1.490,41
commit to user IV-13
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
4) Biaya sewa gudang penyimpanan Terdapat satu biaya yang termasuk biaya overhead dalam proses produksi namun tidak diperhitungkan oleh Gapoktan Sumber Makmur yaitu biaya sewa gudang. Gudang penyimpanan bertujuan untuk menyimpan hasil panen temulawak, simplisia temulawak, dan serbuk temulawak. Umumnya hasil-hasil produk olahan temulawak disimpan di rumah petani atau di rumah Gapoktan, sehingga mereka tidak memperhitungkan berapa besarnya biaya penyimpanan. Perhitungan untuk biaya sewa gudang didapat dari wawancara langsung kepada warga setempat mengenai harga sewa tanah dan bangunan per m². Luas gudang penyimpanan Gapoktan memiliki luas 6 x 4.25 m = 25,5 m² dan biaya sewa yang dibutuhkan adalah Rp 700.000 per tahun, maka diperoleh biaya sewa untuk setiap 1 m² dalam kurun waktu setahun adalah Rp 27.450. Hasil panen temulawak merupakan salah satu hasil komoditas terbesar yaitu sebesar 15% dari total 100% komoditas yang dihasilkan yang disimpan di Gudang Gapoktan. Oleh karena itu, perhitungan biaya sewa gudang adalah Rp 700.000 x 15% = Rp 107.077. Jadi, biaya overhead yang dibutuhkan pada proses produksi temulawak yaitu biaya sewa lahan, biaya depresiasi wadah panen, dan biaya sewa gudang. Perhitungan total biaya overhead disajikan pada tabel 4.6. Tabel 4.6 Biaya Overhead Produk Temulawak Basah Biaya Overhead Sewa lahan Biaya transportasi Depresiasi wadah panen Sewa gudang penyimpanan Total BOP
Total Biaya Rp Rp Rp Rp Rp
commit to user IV-14
1,400,000.00 200,000.00 1,490.41 107,077.43 1,708,567.84
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
d. Perhitungan Bunga Majemuk Produk Temulawak Basah Selain menghitung biaya bahan baku, biaya tenaga kerja, dan biaya overhead dilakukan juga perhitungan bunga majemuk diskret. Perhitungan bunga majemuk pada proses produksi produk temulawak basah adalah dengan cara menambahkan total biaya bahan baku + biaya tenaga kerja + biaya overhead = Rp 3.628.568. Biaya saat ini (P) sebesar Rp 3.628.568 dengan bunga dari bank BRI sebesar 12% (i) per tahun, maka perhitungan bunga majemuk adalah: Rp 3.628.568 x (A/P, 12, 12%) Rp 3.628.568 x 0,1614 = Rp 585.651 2.
Perhitungan Harga Pokok Produksi Temulawak Basah dengan Metode Full costing Perhitungan HPP diperoleh dengan menggunakan metode full costing, yaitu
dengan menghitung: HPP Temulawak basah �
total biaya produksi bunga majemuk jumlah rimpang yang dihasilkan �kg
Perhitungan HPP dengan metode full costing tersaji dalam tabel 4.7 dengan menghasilkan biaya produksi Rp 2.107 per kilogram.
commit to user IV-15
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
Tabel 4.7 HPP Produk Temulawak Basah dengan Metode Full Costing Klasifikasi Biaya No.
Kegiatan Biaya Bahan Baku Biaya Tenaga Kerja
Persiapan lahan a. Sewa lahan b. Pembersihan lahan c. Penggemburan tanah 2 Penanaman a. Benih yang dibutuhkan b. Biaya transportasi pembelian benih c. Biaya tenaga kerja d. Pemupukan awal 3 Pemeliharaan lahan a. Pemupukan ke-2 b. Pemupukan ke-3 c. Biaya tenaga kerja 4 Panen a. Biaya tenaga kerja 5 Penyortiran hasil panen 6 Penyimpanan hasil panen a. Sewa gudang Total masing-masing komponen biaya Metode Full Costing: Biaya Bahan Baku Biaya Tenaga Kerja Biaya Overhead
Biaya Overhead
1
3.
Rp 1,400,000.00 Rp Rp
180,000.00 120,000.00
Rp
90,000.00
Rp
550,000.00
Rp Rp
275,000.00 275,000.00 Rp
160,000.00
Rp
170,000.00
Rp
100,000.00
Rp 1,200,000.00 Rp
Rp
200,000.00
Rp
1,490.41
Rp 107,077.43 720,000.00 Rp 1,708,567.84
Rp 1,200,000.00 Rp 720,000.00 Rp 1,708,567.84
Total HPP
Rp 3,628,567.84
Bunga Majemuk diskret
Rp
Total HPP Hasil panen HPP Temulawak basah/Kg
Rp 4,214,218.68
585,650.85
Rp
1,814.28
2000 kg Rp 2,107.11
Prosentase Kebutuhan Biaya Produksi Produk Temulawak Basah Berdasarkan tabel 4.7, maka dapat diperoleh data prosentase biaya produksi
pada masing-masing komponen biaya yang dapat dilihat pada tabel 4.8. Pada tabel 4.8 dapat dilihat bahwa komponen biaya yang paling dominan adalah biaya overhead dengan prosentase sebesar 47%.
commit to user IV-16
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
Tabel 4.8 Prosentase Biaya Produksi Temulawak Basah Klasifikasi Biaya No.
Kegiatan
Biaya Bahan Baku
Persiapan lahan a. Sewa lahan b. Pembersihan lahan c. Penggemburan tanah 2 Penanaman a. Benih yang dibutuhkan b. Biaya transportasi pembelian benih c. Biaya tenaga kerja d. Pemupukan awal 3 Pemeliharaan lahan a. Pemupukan ke-2 b. Pemupukan ke-3 c. Biaya tenaga kerja 4 Panen a. Biaya tenaga kerja 5 Penyortiran hasil panen 6 Penyimpanan hasil panen a. Sewa gudang Total prosentase masing-masing komponen biaya
Biaya Tenaga Kerja
Biaya Overhead
1
4.2.2 Perhitungan
Harga
Pokok
Produksi
39% 4.96% 3.31% 2.76% 6% 2.48% 15.16% 7.58% 7.58% 4.41% 4.69% 0.041%
33.07%
(HPP)
19.84%
Produk
3% 47.09%
Simplisia
Temulawak Untuk memperoleh harga pokok produksi produk simplisia temulawak maka diperlukan: 1.
Klasifikasi Biaya-biaya yang dibutuhkan pada Proses Produksi Produk Simplisia Temulawak a. Biaya Bahan Baku Bahan baku yang dibutuhkan dalam pembuatan simplisia adalah temulawak basah. Untuk membuat 1 kilogram simplisia dibutuhkan 6 kilogram temulawak basah. Jadi, 500 kilogram temulawak basah dapat menghasilkan 83 kilogram simplisia. Biaya per kilogram temulawak basah adalah Rp 2.107, jadi total biaya bahan baku yang dibutuhkan untuk membuat simplisia temulawak adalah sebanyak Rp 1.053.554. commit to user IV-17
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
b. Biaya Tenaga Kerja Tenaga kerja yang dibutuhkan dan total baiya yang harus dikeluarkan dalam proses produksi produk simplisia akan ditunjukkan oleh tabel 4.9. Tabel 4.9 Biaya Tenaga Kerja Produk Simplisia Temulawak Kegiatan
Tenaga Kerja yang dibutuhkan
Pencucian dan pengupasan temulawak
Untuk mencuci dan mengupas temulawak sebanyak 500 kilo dibutuhkan 2 orang pekerja wanita
Pengirisan temulawak
setiap menghasilkan 1 kg rajangan diberi Rp 100
Pengeringan hasil irisan
tenaga kerja yang dibutuhkan adalah 1 orang pekerja wanita yang bekerja selama 6 hari dengan upah Rp dibutuhkan 1 orang pekerja wanita untuk menjalankan mesin sealer
Pengemasan simplisia
Total biaya
Upah tenaga kerja
Total biaya
Pekerja pria @ 30.000 per hari, wanita @ Rp Rp 25.000
50,000.00
Rp 100 / Kg
Rp
50,000.00
Rp 10.000/hari
Rp
60,000.00
Pekerja wanita @ Rp 25.000 per hari
Rp
15,000.00
Rp 175,000.00
c. Biaya Overhead Pada proses produksi simplisia membutuhkan banyak biaya overhead yaitu berupa biaya-biaya yang menunjang hasil produksi yaitu biaya depresiasi alat perajang, biaya depresiasi mesin pompa air, biaya depresiasi keranjang, besarnya listrik yang dibutuhkan, biaya depresiasi nampan penjemuran, biaya depresiasi mesin pengemas (sealer), dan biaya sewa gudang penyimpanan. 1) Perhitungan biaya depresiasi keranjang Perhitungan untuk mencari nilai depresiasi keranjang didapat dari bahan baku pembuatan simplisia yang digunakan sebanyak 500 kilogram, setiap kali pencucian temulawak basah dibutuhkan 10 keranjang besar, harga untuk setiap keranjang adalah Rp 12.500, maka commit to user biaya yang dibutuhkan untuk membeli karung adalah Rp 125.000. IV-18
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
Keranjang digunakan selama 3 kali pembuatan simplisia atau 3 tahun, Perhitungan nilai depresiasi dari karung adalah: Nilai yang akan terdepresiasi P-S
= Rp 125.000 – 0 = Rp 125.000
Dengan demikian maka nilai Dt dan BVt selama 3 tahun adalah sebagai berikut : D1 = (500/1500)*( Rp 125.000) = Rp 41.666. BV1= Rp 125.000 – Rp 41.666.67 = Rp 83.333. D2 = (500/1500)*( Rp 125.000) = Rp 41.666. BV2= Rp 83.333 – Rp 41.666.67 = Rp 41.666. D3 = (500/1500)*( Rp 125.000) = Rp 41.666. BV3= Rp 41.666 – Rp 41.666 = 0 Nilai depresiasi per tahun adalah Rp 41.666, sedangkan keranjang tidak digunakan sepanjang tahun. Oleh karena itu dibutuhkan perhitungan depresiasi setiap pemakaian, perhitungannya adalah: (1/365 hari) x (nilai depresiasi) = nilai depresiasi setiap pemakaian (1/365 hari) x (Rp 41.666) = Rp 114, 16. 2) Perhitungan biaya depresiasi mesin pompa air Dengan daya 150Watt dan harga beli Rp. 475.000,- dan masa pakai 3 tahun dengan nilai sisa sebesar Rp. 50.000,-. Maka besarnya depresiasi tiap tahun : Dt = (P-S)/N = (Rp 475.000 - 0)/3 = Rp 158.333,33
commit to user IV-19
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
Karena biaya depresiasi dibebankan tiap tahun maka biaya depresiasi pompa air untuk proses pencucian yang hanya digunakan dalam 1 hari, maka : Biaya depresiasi pompa air = (1/365) x Rp 158.333,33 = Rp 434 3) Perhitungan biaya depresiasi alat perajang manual Menggunakan 3 mesin pemotong manual, harga Rp 10.000 untuk setiap alat. Biaya yang diperlukan untuk membeli alat pemotong manual adalah Rp 30.000. Besarnya depresiasi tiap tahun : Dt = (P-S)/N = (Rp. 30.000 - Rp. 0)/5 = Rp. 6.000,Nilai depresiasi per tahun adalah Rp 6.000, sedangkan keranjang tidak digunakan sepanjang tahun. Oleh karena itu dibutuhkan perhitungan depresiasi setiap pemakaian, perhitungannya adalah: (1/365 hari) x (nilai depresiasi) = nilai depresiasi setiap pemakaian (1/365 hari) x (Rp 6.000) = Rp 16,44. 4) Perhitungan biaya depresiasi nampan penjemuran Untuk menjemur sebanyak 500 kilogram hasil rajangan dibutuhkan 125 nampan penjemuran. Harga untuk setiap nampan adalah Rp 8.000, maka biaya untuk membeli 125 nampan adalah Rp 1.000.000. Perhitungan depresiasi nampan penjemuran adalah: Dt = (P-S)/N = (Rp 1.000.000 - Rp 0)/3 = Rp 333.333. Nilai depresiasi per tahun adalah Rp 333.333, sedangkan keranjang tidak digunakan sepanjang tahun. Oleh karena itu dibutuhkan perhitungan depresiasicommit setiap pemakaian, perhitungannya adalah: to user IV-20
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
(6/365 hari) x (nilai depresiasi) = nilai depresiasi setiap pemakaian (6/365 hari) x (Rp 333.333) = Rp 5.479. 5) Perhitungan biaya depresiasi mesin pengemas Menggunakan sealer dengan daya 300 watt, harga Rp. 250.000, dan nilai sisa Rp 50.000. Maka biaya depresiasi untuk sealer : Dt = (P-S)/N = (Rp. 250.000 – Rp 50.000)/5 = Rp 40.000 Biaya depresiasi ini dibebankan tiap tahun, sedangkan sealer hanya digunakan dalam 1 hari, maka biaya depresiasi yang dibebankan pada perhitungan harga pokok yaitu sebesar : Biaya depresiasi sealer = (1/365) x Rp 40.000. = Rp 109. 6) Perhitungan biaya listrik yang dibutuhkan Biaya listrik untuk pompa air dengan daya 150 Watt. Konsumsi energy �
ⷸ4R4 �㿸466
㿸4562 �4
Pompa air �
= 0,15
Biaya per Kwh Rp 728. Jadi biaya listrik untuk pompa air per 1 Kw = 0,15 x Rp 728 = Rp 109,2 Biaya listrik untuk mesin sealer dengan daya 300 Watt. Konsumsi energy � Sealer �
ⷸ4R4 �㿸466
㿸4562 �4
= 0,3
Biaya per Kwh Rp. 728. Jadi biaya listrik untuk pompa air per 1 Kw = 0,3 x Rp 728 = Rp commit to user 218,4. IV-21
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
7) Perhitungan biaya sewa gudang penyimpanan Luas area gudang penyimpanan simplisia adalah 1,5 x 6 m = 9 m², harga sewa per m² adalah Rp 27.450. Luas gudang penyimpanan simplisia adalah 9 m2 x Rp 27.450 = Rp 247.058. Produk simplisia temulawak memiliki jumlah 20% dari total 100% jumlah produk simplisia yang ada di gudang Gapoktan. Jadi, biaya sewa gudang penyimpanan simplisia adalah Rp 247.058 x 20% = Rp 49.411 per tahun. Lama gudang digunakan untuk menyimpan simplisia adalah 1 tahun. Tabel 4.10 akan menguraikan secara ringkas biaya-biaya overhead yang dibutuhkan pada proses pembuatan simplisia temulawak. Tabel 4.10 Biaya Overhead Produk Simplisia Temulawak Biaya Overhead Pencucian dan pengupasan temulawak a. Biaya depresiasi keranjang b. Biaya depresiasi mesin pompa air c. Biaya listrik yang dibutuhkan Pengirisan temulawak a. Biaya depresiasi alat pemotong manual Penjemuran a. Kotak pengering Pengemasan simplisia a. Plastik pengemas b. Biaya depresiasi mesin sealer c. Biaya listrik yang dibutuhkan Sewa penyimpanan TOTAL BOP
Total Biaya Rp Rp Rp
114.16 205.48 109.20
Rp
16.44
Rp
5,479.45
Rp Rp Rp Rp Rp
3,000.00 109.59 218.40 49,411.76 58,664.48
d. Perhitungan Bunga Majemuk Produk Simplisia Temulawak Perhitungan bunga majemuk diskret pada proses produksi produk simplisia temulawak adalah dengan cara menambahkan total biaya bahan baku + biaya tenaga kerja + biaya overhead = Rp 1.287.219. Biaya saat ini (P) sebesar Rp 1.287.219 dengan bunga dari bank BRI sebesar 12% (i) per tahun, maka perhitungan bunga majemuk adalah: commit to user IV-22
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
Rp 1.287.219 x (A/P, 12, 12%) Rp 1.287.219 x 0,1614 = Rp 207.757 2.
Perhitungan Harga Pokok Produksi Simplisia Temulawak dengan Metode Full costing HPP produk simplisia didapatkan dengan menggunakan metode full costing,
yaitu dengan perhitungan: HPP Simplisia temulawak �
total biaya produksi bunga majemuk jumlah simplisia yang dihasilkan �kg
Perhitungan HPP dengan metode full costing tersaji dalam tabel 4.11 yang menunjukkan bahwa HPP produk simplisia per kilogram adalah Rp 18.011. Tabel 4.11 HPP Produk Simplisia Temulawak dengan Metode Full Costing No.
Kegiatan
1 2
Persiapan bahan baku Pencucian dan pengupasan temulawak a. Biaya tenaga kerja b. Biaya depresiasi keranjang c. Biaya depresiasi mesin pompa air d. Biaya listrik yang dibutuhkan 3 Pengirisan temulawak a. Biaya tenaga kerja b. Biaya depresiasi alat pemotong manual 4 Penjemuran a. Kotak pengering b. Biaya tenaga kerja 5 Pengemasan simplisia a. Plastik pengemas b. Biaya depresiasi mesin sealer c. Biaya listrik yang dibutuhkan d. Biaya tenaga kerja 6 Sewa gudang penyimpanan Total masing-masing komponen biaya Metode Full Costing: Biaya Bahan Baku Biaya Tenaga Kerja Biaya Overhead
Klasifikasi Biaya Biaya Bahan Baku Biaya Tenaga Kerja Rp 1,053,554.67 Rp
Rp
Biaya Overhead
50,000.00 Rp Rp Rp
114.16 205.48 109.20
Rp
16.44
Rp
5,479.45
Rp Rp Rp
3,000.00 109.59 218.40
Rp 175,000.00 Rp
49,411.76 58,664.48
Rp
15,508.66
50,000.00
60000
Rp Rp
1,053,554.67 Rp
Rp Rp Rp
1,053,554.67 175,000.00 58,664.48
Total Biaya Produksi Bunga Majemuk diskret
Rp
1,287,219.15
Rp
207,757.17
Total HPP Hasil simplisia HPP Simplisia/Kg
Rp
1,494,976.32
83 kg Rp
commit to user IV-23
18,011.76
15,000.00
perpustakaan.uns.ac.id
3.
digilib.uns.ac.id
Prosentase Kebutuhan Biaya Produksi Produk SimplisiaTemulawak Berdasarkan tabel 4.11, maka dapat diperoleh data prosentase biaya
produksi pada masing-masing komponen biaya yang dapat dilihat pada tabel 4.12. Pada tabel 4.12 dapat dilihat bahwa komponen biaya yang paling dominan adalah biaya bahan baku dengan prosentase sebesar 82%. Tabel 4.13 Prosentase Biaya Produksi Simplisia Temulawak No.
Kegiatan
1 2
Persiapan bahan baku Pencucian dan pengupasan temulawak a. Biaya tenaga kerja b. Biaya depresiasi keranjang c. Biaya depresiasi mesin pompa air d. Biaya listrik yang dibutuhkan 3 Pengirisan temulawak a. Biaya tenaga kerja b. Biaya depresiasi alat pemotong manual 4 Penjemuran a. Kotak pengering b. Biaya tenaga kerja 5 Pengemasan simplisia a. Plastik pengemas b. Biaya depresiasi mesin sealer c. Biaya listrik yang dibutuhkan d. Biaya tenaga kerja 6 Sewa gudang penyimpanan Total prosentase masing-masing komponen biaya
Klasifikasi Biaya Biaya Bahan Baku Biaya Tenaga Kerja 82%
Biaya Overhead
4% 0.01% 0.01% 0.01% 4% 0.0011% 0.38% 5% 0.21% 0.01% 0.01% 1% 82%
14%
3.39% 4%
4.2.3 Perhitungan Harga Pokok Produksi (HPP) Produk Serbuk Temulawak Untuk memperoleh harga pokok produksi produk serbuk temulawak maka diperlukan: 1.
Klasifikasi Biaya-biaya yang dibutuhkan pada Proses Produksi Produk Serbuk Temulawak a. Biaya Bahan Baku Bahan baku yang dibutuhkan dalam pembuatan serbuk adalah simplisia commit to user temulawak. Untuk membuat 1 kilogram serbuk dibutuhkan 2 kilogram IV-24
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
simplisia. Jadi, 100 kilogram simplisia temulawak dapat menghasilkan 50 kilogram simplisia. Biaya untuk simplisia per kilogram adalah Rp 18.011, jadi total biaya bahan baku yang dibutuhkan untuk membuat serbuk temulawak adalah sebanyak Rp 1.801.100. b. Biaya Tenaga Kerja Tenaga kerja yang dibutuhkan untuk membuat serbuk temulawak tidak sebanyak pada proses pembuatan produk temulawak basah maupun simplisia. Tenaga kerja yang dibutuhkan pada produk serbuk adalah tenaga kerja untuk menjalankan mesin penggiling simplisia menjadi serbuk dan tenaga kerja untuk pengemasan. Tabel 4.13 menunjukkan banyaknya biaya yang harus dikeluarkan untuk tenaga kerja proses produksi serbuk. Tabel 4.13 Biaya Tenaga Kerja Produk Serbuk Temulawak Kegiatan
Tenaga Kerja yang dibutuhkan
Upah tenaga kerja
Total biaya
Penggilingan simplisia
dalam 1 hari mesin penggiling dapat menghasilkan 5 kg serbuk untuk setiap pekerja, untuk menghasilkan Rp 50 kg serbuk maka dibutuhkan waktu 10 hari, upah pekerja Rp 15.000/hari
15,000.00 Rp
150,000.00
Pengemasan serbuk
dibutuhkan 1 orang pekerja wanita untuk menjalankan mesin sealer
15,000.00 Rp
15,000.00
Rp
165,000.00
Total Biaya Tenaga Kerja
Rp
c. Biaya Overhead Penunjang produksi produk serbuk temulawak yang merupakan biaya overhead adalah biaya depresiasi mesin penggiling, biaya depresiasi mesin pengemas (sealer), plastik kedap udara, dan biaya listrik yang dibutuhkan. Oleh karena itu dilakukan perhitungan depresiasi untuk memperoleh biaya overhead total. commit to user IV-25
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
1) Perhitungan biaya depresiasi mesin penggiling Menggunakan mesin penggiling dengan daya 250 watt, harga Rp 3.000.000 dan nilai sisanya adalah adalah Rp 1.000.000. Besarnya depresiasi tiap tahun dalam jangka waktu 5 tahun: Dt = (P-S)/N = (Rp 3.000.000 – Rp 1.200.000)/5 tahun = Rp 360.000 Nilai depresiasi per tahun adalah Rp 360.000, sedangkan keranjang tidak digunakan sepanjang tahun. Oleh karena itu dibutuhkan perhitungan depresiasi setiap pemakaian, perhitungannya adalah: (10/365 hari) x (nilai depresiasi) = nilai depresiasi setiap pemakaian (10/365 hari) x (Rp 360.000) = Rp 9.835. 2) Perhitungan biaya depresiasi mesin pengemas (sealer) Menggunakan sealer dengan daya 300 watt, harga Rp. 250.000. dan nilai sisa Rp 50.000 Maka biaya depresiasi untuk sealer : Dt = (P-S)/N = (Rp 250.000 – Rp 50.000)/5 = Rp 40.000,Biaya depresiasi ini dibebankan tiap tahun, sedangkan sealer hanya digunakan dalam 1 hari, maka biaya depresiasi yang dibebankan pada perhitungan harga pokok yaitu sebesar : Biaya depresiasi sealer = (1/365) x Rp 40.000. = Rp 109. 3) Perhitungan biaya listrik yang dibutuhkan a) Biaya listrik untuk mesin penggiling dengan daya 250 Watt. Konsumsi energy �
ⷸ4R4 �㿸466
㿸4562 �4
Konsumsi energi � commit to user =2 IV-26
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
Biaya per Kwh Rp. 728,Jadi biaya listrik untuk pompa air per 1 Kw = 2 x Rp 728 = Rp 1.456. Mesin penggiling digunakan sebanyak 10 kali penggilingan, jadi biaya listrik yang dibutuhkan adalah Rp 1.456 x 10 = 14.560 b) Biaya listrik untuk mesin sealer dengan daya 300 Watt. Konsumsi energy �
ⷸ4R4 �㿸466
㿸4562 �4
Sealer �
= 0,3
Biaya per Kwh Rp. 728,Jadi biaya listrik untuk pompa air per 1 Kw = 0,3 x Rp 728,- = Rp 218,4 4) Perhitungan sewa gudang penyimpanan serbuk temulawak Luas area gudang penyimpanan simplisia adalah 1 x 3 m = 3 m², harga sewa per m² adalah Rp 27.450 per tahun. Jadi, biaya sewa gudang penyimpanan simplisia adalah Rp 82.350 per tahun. Produk serbuk temulawak memiliki jumlah 20% dari total 100% jumlah produk simplisia yang ada di gudang Gapoktan. Jadi, biaya sewa gudang penyimpanan adalah Rp 82.350 x 20% = Rp 49.411 per tahun. Tabel 4.14 akan menguraikan secara ringkas biaya-biaya overhead yang dibutuhkan pada proses pembuatan simplisia temulawak. Tabel 4.14 Biaya Overhead Produk Serbuk Temulawak Biaya Overhead Penggilingan simplisia a. Biaya depresiasi alat penggiling b. Biaya listrik yang dibutuhkan Pengemasan a. Plastik pengemas b. Biya depresiasi mesin pengemas c. Biaya listrik yang dibutuhkan Sewa gudang penyimpanan Total BOP
commit to user IV-27
Total Biaya Rp Rp
9,863.01 14,560.00
Rp Rp Rp Rp Rp
3,000.00 109.59 218.40 12,597.34 40,348.35
perpustakaan.uns.ac.id
2.
digilib.uns.ac.id
Perhitungan Harga Pokok Produksi Serbuk Temulawak dengan Metode Full costing Perhitungan HPP produk serbuk dapat dilakukan dengan menggunakan
metode full costing dengan melakukan perhitungan: HPP Serbuk temulawak �
total biaya produksi jumlah serbuk yang dihasilkan �kg
Perhitungan HPP dengan metode full costing tersaji dalam tabel 4.16 yang menunjukkan bahwa HPP produk serbuk per kilogram adalah Rp 40.130. Tabel 4.15 HPP Produk Serbuk Temulawak dengan Metode Full Costing No.
Kegiatan
1 2
Persiapan simplisia yang dibutuhkan Penggilingan simplisia a. Biaya depresiasi alat penggiling b. Biaya tenaga kerja c. Biaya listrik yang dibutuhkan 3 Pengemasan a. Plastik pengemas b. Biaya tenaga kerja c. Biaya depresiasi mesin sealer d. Biaya listrik yang dibutuhkan 4 Sewa gudang penyimpanan Total masing-masing komponen biaya Metode Full Costing: Biaya Bahan Baku Biaya Tenaga Kerja Biaya Overhead Tetap Total Biaya Produksi Total HPP Hasil Serbuk HPP serbuk/Kg
3.
Klasifikasi Biaya Biaya Bahan Baku Biaya Tenaga KerjaBiaya Overhead Rp 1,801,176.29 Rp
9,863.01
Rp
14,560.00
Rp
3,000.00
Rp Rp Rp Rp 1,801,176.29 Rp 165,000.00 Rp
109.59 218.40 12,597.34 40,348.35
Rp 150,000.00
Rp
15,000.00
Rp 1,801,176.29 Rp 165,000.00 Rp 40,348.35 Rp 2,006,524.64 Rp 2,006,524.64 50 kg Rp 40,130.49
Prosentase Kebutuhan Biaya Produksi Produk Serbuk Temulawak Berdasarkan tabel 4.15, maka dapat diperoleh data prosentase biaya
produksi pada masing-masing komponen biaya yang dapat dilihat pada tabel 4.17. Pada tabel 4.16 dapat dilihat bahwa komponen biaya yang paling dominan adalah biaya bahan baku dengan prosentase sebesar 89,77%. commit to user IV-28
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
Tabel 4.16 Prosentasi Biaya Produksi Serbuk Temulawak No.
Kegiatan
1 2
Persiapan simplisia yang dibutuhkan Penggilingan simplisia a. Biaya depresiasi alat penggiling b. Biaya tenaga kerja c. Biaya listrik yang dibutuhkan 3 Pengemasan a. Plastik pengemas b. Biaya tenaga kerja c. Biaya depresiasi mesin sealer d. Biaya listrik yang dibutuhkan 4 Sewa gudang penyimpanan Total prosentase masing-masing komponen biaya
Klasifikasi Biaya Biaya Bahan Baku Biaya Tenaga Kerja Biaya Overhead 89.77% 0.49% 7.48% 0.73% 0.15% 0.75%
89.77%
8.22%
0.01% 0.01% 0.63% 2.01%
4.3 Perhitungan Sensitivitas Perhitungan harga pokok produksi dengan metode full costing diperoleh dengan cara menghitung biaya bahan baku, biaya tenaga kerja dan biaya overhead pabrik. Biaya-biaya yang digunakan dalam perhitungan harga pokok produksi ini diperoleh dari hasil wawancara dengan pengurus Klaster Biofarmaka dan harga pasar. Namun harga yang ada di pasar tidak selalu konstan dan selalu ada kemungkinan perubahan harga. Oleh karena itu, dilakukan perhitungan sensitivitas untuk mengetahui seberapa jauh pengaruh perubahan harga pokok produksi terhadap peningkatan atau penurunan biaya-biaya yang dibutuhkan pada penentuan harga pokok produksi produk olahan temulawak. Perubahan harga yang dilakukan yaitu dengan cara meningkatkan seluruh komponen biaya (biaya bahan baku, biaya tenaga kerja, dan BOP) sebesar 50%, 30%, dan 10% serta penurunan harga sebesar 10%, 30% dan 50%. Hasil dari analisis sensitivitas dapat dilihat pada tabel 4.17, 4.18, dan 4.19. commit to user IV-29
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
Tabel 4.17 Perubahan Biaya pada Budidaya Rimpang Perubahan Biaya -50% -30% -10% 0% 10% 30% 50%
Kriteria Perubahan Biaya Tenaga Kerja Total Biaya HPP
Biaya Bahan Baku Total Biaya HPP Rp Rp Rp Rp Rp Rp Rp
3,028,567.84 3,268,567.84 3,508,567.84 3,628,567.84 3,748,567.84 3,988,567.84 4,228,567.84
Rp Rp Rp Rp Rp Rp Rp
1,758.69 1,898.06 2,037.43 2,107.11 2,176.79 2,316.16 2,455.53
Rp Rp Rp Rp Rp Rp Rp
3,268,567.84 3,412,567.84 3,556,567.84 3,628,567.84 3,700,567.84 3,844,567.84 3,988,567.84
Rp Rp Rp Rp Rp Rp Rp
1,898.06 1,981.68 2,065.30 2,107.11 2,148.92 2,232.54 2,316.16
Biaya Overhead Pabrik Total Biaya HPP Rp Rp Rp Rp Rp Rp Rp
2,774,283.92 3,115,997.49 3,457,711.05 3,628,567.84 3,799,424.62 4,141,138.19 4,482,851.75
Rp Rp Rp Rp Rp Rp Rp
1,611.03 1,809.46 2,007.89 2,107.11 2,206.33 2,404.76 2,603.19
Tabel 4.18 Perubahan Biaya pada Proses Produksi Simplisia Kunyit Perubahan Biaya -50% -30% -10% 0% 10% 30% 50%
Kriteria Perubahan Biaya Tenaga Kerja Total Biaya HPP
Biaya Bahan Baku Total Biaya HPP Rp Rp Rp Rp Rp Rp Rp
760,441.81 971,152.75 1,181,863.68 1,287,219.15 1,392,574.62 1,603,285.55 1,813,996.49
Rp Rp Rp Rp Rp Rp Rp
10,640.69 13,589.12 16,537.55 18,011.76 19,485.98 22,434.41 25,382.84
Rp Rp Rp Rp Rp Rp Rp
1,199,719.15 1,234,719.15 1,269,719.15 1,287,219.15 1,304,719.15 1,339,719.15 1,374,719.15
Rp Rp Rp Rp Rp Rp Rp
16,787.40 17,277.14 15,297.82 18,011.76 18,256.64 18,746.38 19,236.13
Biaya Overhead Pabrik Total Biaya HPP Rp Rp Rp Rp Rp Rp Rp
1,257,886.91 1,269,619.81 1,281,352.70 1,287,219.15 1,293,085.60 1,304,818.49 1,316,551.39
Rp Rp Rp Rp Rp Rp Rp
17,601.32 17,765.50 17,929.68 18,011.76 18,093.85 18,258.03 18,422.20
Tabel 4.19 Perubahan Biaya pada Proses Produksi Serbuk Temulawak Perubahan Biaya -50% -30% -10% 0% 10% 30% 50%
Kriteria Perubahan Biaya Tenaga Kerja Total Biaya HPP
Biaya Bahan Baku Total Biaya HPP Rp Rp Rp Rp Rp Rp Rp
1,105,936.49 1,466,171.75 1,826,407.01 2,006,524.64 2,186,642.27 2,546,877.52 2,907,112.78
Rp Rp Rp Rp Rp Rp Rp
22,118.73 29,323.43 36,528.14 40,130.49 43,732.85 50,937.55 58,142.26
Rp Rp Rp Rp Rp Rp Rp
1,924,024.64 1,957,024.64 1,990,024.64 2,006,524.64 2,023,024.64 2,056,024.64 2,089,024.64
commit to user IV-30
Rp Rp Rp Rp Rp Rp Rp
38,480.49 39,140.49 39,800.49 40,130.49 40,460.49 41,120.49 41,780.49
Biaya Overhead Pabrik Total Biaya HPP Rp Rp Rp Rp Rp Rp Rp
1,986,350.46 1,994,420.13 2,002,489.80 2,006,524.64 2,010,559.47 2,018,629.14 2,026,698.81
Rp Rp Rp Rp Rp Rp Rp
39,727.01 39,888.40 40,049.80 40,130.49 40,211.19 40,372.58 40,533.98
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
BAB V ANALISIS DAN INTERPRETASI HASIL Pada bab ini diuraikan mengenai analisis yang dilakukan berdaarkan pengumpulan dan pengolahan data yang telah dilakukan. 5.1 ANALISIS PERBANDINGAN HPP PRODUK TEMULAWAK BERDASARKAN PERHITUNGAN KLASTER DENGAN METODE FULL COSTING Analisis yang dilakukan adalah membandingkan perhitungan Harga Pokok Produksi (HPP) produk temulawak berdasarkan hasil perhitungan Klaster dengan perhitungan HPP berdasarkan metode full costing. Perbandingan HPP Klaster dengan hasil perhitungan dengan metode full costing dapat dilihat pada tabel 5.1. Tabel 5.1 Perbandingan Perhitungan HPP No.
1.
Jenis Produk
Rimpang
HPP
HPP Full
Selisih antara HPP
Klaster per
Costing per Kg
Full Costing dengan
Kg (Rp)
(Rp)
Klaster (Rp)
1.266
2.108
842
12.500
18.012
5.512
30.000
40.131
10.131
Temulawak 2.
Simplisia Temulawak
3.
Serbuk Temulawak
HPP produk rimpang temulawak yang ditawarkan oleh pihak Klaster Biofarmaka yang terdapat pada tabel 5.1 adalah Rp 1.266 per kilogram, sedangkan HPP yang dihasilkan berdasarkan perhitungan dengan menggunakan metode full costing seperti yang terdapat pada tabel adalah Rp 2.108 per kilogram. Berdasarkan data yang disajikan pada tabel 5.1 HPP yang diperhitungkan klaster terletak dibawah HPP, selisih antara harga jual dan HPP yang diperoleh pada tabel adalah sebesar Rp 842. Hal ini terjadi karena pihak Klaster tidak menghitung secara cermat komponen biaya yang timbul dari proses produksi temulawak commit to user V-1
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
basah. Komponen biaya yang tidak dihitung adalah biaya transportasi, biaya sewa gudang penyimpanan dan perhitungan bunga majemuk. HPP produk simplisia temulawak yang ditetapkan oleh pihak Klaster Biofarmaka yang ada pada tabel 5.1 adalah Rp 12.500 per kilogram, sedangkan HPP yang dihasilkan berdasarkan perhitungan dengan menggunakan metode full costing adalah Rp 18.012 per kilogram. Selisih antara HPP yang diperhitungkan oleh klaster dengan perhitungan HPP yang diperoleh adalah Rp 5.512. Ketidak tepatan pihak klaster dalam menetapkan harga jual disebabkan oleh pihak Klaster Biofarmaka tidak menghitung secara cermat komponen biaya yang timbul dari proses produksi simplisia temulawak. Komponen biaya yang tidak dihitung adalah biaya sewa gudang penyimpanan dan perhitungan bunga majemuk. HPP produk serbuk temulawak yang ditetapkan oleh pihak klaster sesuai dengan tabel 5.1 adalah Rp 30.000 per kilogram, sedangkan HPP yang dihasilkan berdasarkan perhitungan dengan menggunakan metode full costing adalah Rp 40.131 per kilogram. Selisih antara harga jual dengan HPP yang diperoleh adalah Rp 10.131. Hal ini terjadi karena pihak Klaster tidak menghitung secara cermat komponen biaya yang timbul dari proses produksi serbuk temulawak. Komponen biaya yang tidak dihitung adalah biaya sewa gudang penyimpanan.
5.2 ANALISIS KOMPONEN BIAYA POKOK PRODUKSI UNTUK PRODUK OLAHAN TEMULAWAK Analisis prosentase biaya pokok produksi dilakukan untuk mengetahui seberapa besar prosentase biaya yang dibutuhkan selama proses produksi untuk menghasilkan produk olahan temulawak dan juga untuk mengetahui komponen biaya apa yang terbesar hingga yang terkecil. Prosentase biaya pokok produksi yang dibutuhkan untuk proses produksi produk temulawak terdapat pada gambar 5.1, 5.2, 5.3.
commit to user V-2
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
Gambar 5.1 Berdasarkan hasil prosentase yang terlihat pada diagram pie gambar 5.1, dapat dianalisis bahwa komponen biaya yang dominan pada proses budidaya rimpang temulawak adalah biaya overhead yaitu sebesar 47%, dari 47% total biaya overhead terdapat satu biaya yang paling dominan yaitu biaya sewa lahan sebesar 39%.
Gambar 5.2 Gambar 5.2 menunjukkan prosentase komponen biaya produksi simplisia temulawak, biaya yang paling dominan adalah biaya bahan baku yaitu biaya untuk pembelian rimpang temulawak yang memiliki prosentase sebesar 82%, dalam pembuatan simplisia bahan baku merupakan hal yang paling pokok dalam commit to user menghasilkan suatu produk. V-3
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
Gambar 5.3 Prosentase kebutuhan biaya produksi serbuk temulawak pada gambar 5.3 menunjukkan bahwa komponen biaya bahan baku yaitu simplisia temulawak memiliki prosentase terbesar yaitu 89,77%. Biaya bahan baku simplisia temulawak merupakan komponen biaya paling dominan dibandingkan biayabiaya yang lain yang prosentasenya hanya 10,23% dari total 100% biaya yang dibutuhkan.
5.3 ANALISIS SENSITIVITAS Pada analisis sensitivitas ini, perubahan harga yang dilakukan yaitu dengan cara meningkatkan seluruh komponen biaya (biaya bahan baku, biaya tenaga kerja, dan biaya overhead pabrik) sebesar 50%, 30%, dan 10% serta penurunan harga sebesar 10%, 30% dan 50%. Hasil dari analisis sensitivitas dapat dilihat pada gambar 5.4, 5.5, dan 5.6.
commit to user V-4
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
Gambar 5.4 Grafik Perubahan Biaya pada Budidaya Rimpang Berdasarkan gambar 5.4 yaitu perhitungan sensitivitas perubahan biaya pada proses budidaya temulawak dapat dilihat bahwa biaya overhead pabrik (BOP) memiliki peningkatan yang cukup signifikan terhadap perubahan harga dibandingkan dengan komponen biaya bahan baku (BB) dan biaya tenaga kerja (BTK). Komponen BOP yang paling mempengaruhi perubahan biaya adalah biaya sewa lahan. Biaya yang dibutuhkan untuk sewa lahan yaitu Rp 1.400.000, dan biaya sewa lahan merupakan biaya yang memiliki prosentase paling besar yaitu sebesar 39%. Jika komponen biaya BOP 10% maka biaya produksi akan berkurang menjadi Rp 2.037, sedangkan jika diturunkan hingga 50% maka biaya produksi akan menjadi Rp 1.758. Jika biaya produksi pada produk temulawak basah berkurang akan menekan biaya produksi untuk produk simplisia temulawak, karena bahan utama simplisia temulawak adalah temulawak basah. Jika biaya produksi simplisia temulawak berhasil ditekan maka biaya produksi serbuk temulawak juga akan bisa ditekan.
commit to user V-5
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
Gambar 5.5 Grafik Perubahan Biaya pada Proses Produksi Simplisia Temulawak Hal berbeda terjadi pada gambar 5.5, komponen biaya bahan baku (BB) memiliki peningkatan yang sangat signifikan terhadap perubahan biaya proses produksi simplisia temulawak. Biaya bahan baku merupakan komponen biaya yang paling mempengaruhi biaya produksi simplisia temulawak. Biaya bahan baku yang dibutuhkan untuk proses produksi simplisia temulawak adalah Rp 1.053.544, dan biaya bahan baku merupakan komponen biaya yang paling dominan dalam proses produksi simplisia temulawak yang memiliki prosentase sebesar 82%. Berdasarkan gambar 5.2 dapat dianalisis bahwa peningkatan dan penurunan biaya tenaga kerja (BTK) dan biaya overhead pabrik (BOP) berpengaruh kecil pada harga pokok produksi.
Gambar 5.6 Grafik Perubahan Biaya pada Proses Produksi Serbuk Temulawak commit to user V-6
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
Gambar 5.6 menunjukkan bahwa biaya bahan baku (BB) merupakan biaya yang mempengaruhi perubahan harga biaya produksi serbuk temulawak. Biaya bahan baku yang dibutuhkan untuk proses produksi simplisia temulawak adalah Rp 1.801.176, dan biaya bahan baku merupakan komponen biaya yang paling dominan dalam proses produksi serbuk temulawak yang memiliki prosentase sebesar 89%. Peningkatan dan penurunan biaya tenaga kerja (BTK) dan biaya overhead pabrik (BOP) berpengaruh kecil terhadap perubahan harga pokok produksi. 5.4 ANALISIS DEPRESIASI Berdasarkan hasil dari prosentase komponen biaya produksi yang dibutuhkan untuk menghasilkan produk olahan temulawak, maka dapat diketahui prosentase dari biaya depresiasi pada masing-masing produksi pada produk temulawak basa, simplisia temulawak, dan serbuk temulawak. Biaya depresiasi yang terjadi pada budidaya temulawak basah adalah biaya depresiasi karung penyortiran hasil panen yang nilainya adalah Rp 1.490 dan prosentasenya adalah 0,04% dari total 100% biaya produksi, sehingga jika biaya depresiasi dihilangkan maka HPP yang diperoleh adalah Rp 2.106. HPP awal temulawak basah adalah Rp 2.108, selisih yang dihasilkan adalah Rp 2. Biaya depresiasi yang muncul pada proses produksi simplisia temulawak adalah biaya depresiasi keranjang, pompa air, alat pemotong, kotak pengering, dan mesin sealer. Prosentase biaya depresiasi pada produksi simplisia temulawak adalah 0,4% dan jka biaya depresiasi dihilangkan HPP yang diperoleh adalah Rp 17.958, sedangkan HPP awal adalah Rp 18.012, sehingga selisih yang dihasilkan adalah Rp 54. Biaya depresiasi yang muncul pada proses produksi serbuk temulawak adalah biaya depresiasi mesin penggiling, dan mesin sealer. Prosentase biaya depresiasi pada produksi simplisia temulawak adalah 0,5% dan commit to user jka biaya depresiasi dihilangkan HPP yang diperoleh adalah Rp 39.931, V-7
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
sedangkan HPP awal adalah Rp 40.131, sehingga selisih yang dihasilkan adalah Rp 200. HPP tanpa perhitungan biaya depresiasi tidak mengalami perubahan secara signifikan. Perhitungan HPP tanpa biaya depresiasi hanya memberikan pengaruh kecil untuk perubahan HPP produk olahan temulawak
5.5 ANALISIS BIAYA SEWA LAHAN, BIAYA SEWA GUDANG, DAN BIAYA BUNGA MAJEMUK Perhitungan HPP dengan metode full costing memperhitungkan seluruh komponen biaya yang muncul pada proses produksi. Namun, biaya sewa lahan, sewa gudang, dan biaya bunga majemuk bukanlah komponen biaya yang diperhitungkan oleh Klaster Biofarmaka Kabupaten Karanganyar dalam menentukan harga pokok produksi (HPP). Oleh karena itu, analisis ini dilakukan utnuk mengetahui selisih antara HPP yang diperoleh dengan metode full costing dengan HPP tanpa memperhitungkan biaya sewa lahan, sewa gudang, dan biaya bunga majemuk. 5.5.1 HPP Produk Olahan Temulawak tanpa Memperhitungkan Biaya Sewa Lahan Pada analisis proporsi biaya dan analisis sensitivitas, untuk rimpang kunyit biaya yang berpengaruh signifikan yaitu biaya overhead lahan dimana biaya sewa lahan sangat mempengaruhi harga pokok produksi. Untuk produk simplisia temulawak dan serbuk temulawak biaya yang paling berpengaruh adalah biaya bahan baku. Biaya yang dikeluarkan untuk sewa lehan memiliki komponen yang sangat besar dan mempengaruhi HPP produk temulawak basah, simplisia temulawak, dan serbuk temulawak. Jika biaya sewa lahan tidak diperhitungkan pada harga pokok produksi, maka harga pokok produksi akan berubah. Perubahan harga pokok produksi tanpa perhitungan biaya sewa lahan dapat dilihat pada tabel commit to user 5.2. V-8
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
Tabel 5.2 Harga Pokok Produksi tanpa Memperhitungkan Biaya Sewa Lahan No.
Produk
HPP (Rp)
1.
Rimpang Temulawak
1.294
2.
Simplisia Temulawak
12.400
3.
Serbuk Temulawak
28.800
Selisih HPP awal dengan HPP tanpa memperhitungkan biaya sewa lahan untuk temulawak basah adalah Rp 814, simplisia temulawak adalah Rp 5.612, dan untuk serbuk kunyit sebesar Rp 11.331. Jika dilihat dari nilai selisih yang diperoleh maka dapat diketahui bahwa selisih antara HPP awal dengan HPP tanpa biaya sewa lahan untuk produk temulawak basah sangat kecil, sedangkan nilai selisih yang diperoleh untuk produk simplisia dan serbuk temulawak cukup besar. Untuk saat ini para petani belum memperhitungkan biaya sewa karena para petani merasa lahan itu milik mereka sendiri dan tidak perlu mengeluarkan biaya. Biaya sewa lahan merupakan komponen biaya yang harus diperhitungkan pada penentuan harga pokok produksi, dengan memperhitungkan lahan sebagai biaya sewa maka petani dapat mengambil keuntungan dari nilai lahan yang digarap untuk menanam temulawak. Jika klaster tidak memperhitungkan biaya sewa lahan, yang akan terjadi adalah ketika permintaan temulawak meningkat dan petani tidak memiliki lahan yang cukup dan harus menyewa lahan, karena kebiasaan petani yang tidak memperhitungkan biaya sewa lahan maka petani akan salah dalam menghitung besarnya HPP sehingga menentukan harga jual yang salah dan menimbulkan kerugian untuk petani. 5.5.2 HPP Produk Olahan Temulawak tanpa Memperhitungkan Biaya Sewa Gudang Selain biaya sewa lahan, pada biaya overhead terdapat biaya sewa gudang. Untuk perhitungan harga pokok produksi ini, biaya sewa gudang dihitung berdasarkan luas tempat yang digunakan oleh produk tersebut dan lama commit topada user lama maksimal produk itu dapat penggunaan tempat tersebut berdasarkan V-9
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
digunakan. Tanpa memperhitungkan biaya sewa pada tiap produk, maka harga pokok produksi juga akan berubah. Perubahan harga ini dapat dilihat pada tabel 5.3. Tabel 5.3 Harga Pokok Produksi tanpa Biaya Sewa Gudang No.
Produk
HPP (Rp)
1.
Rimpang Temulawak
2.045
2.
Simplisia Temulawak
16.885
3.
Serbuk Temulawak
37.626
Perhitungan biaya sewa gudang penyimpanan didapat dengan mengetahui prosentase produk olahan temulawak, untuk produk temulawak basah jumlah produksinya adalah 15% dari total produksi yang dipanen oleh klaster, simplisia dan serbuk temulawak jumlah produksinya adalah 20% dari total produksi simplisia dan serbuk yang ada di Klaster Biofarmaka. Selisih yang diperoleh antara HPP awal dengan HPP tanpa perhitungan biaya sewa gudang untuk temulawak basah adalah Rp 63, simplisia temulawak adalah Rp 1.127, dan serbuk temulawak adalah Rp 2.505. Gudang penyimpanan yang ada di Klaster Biofarmaka merupakan bangunan yang diperoleh dari Menristek, sehingga gudang tersebut bukan milik perseorangan atau milik kelompok tani. Untuk memperhitungkan nilai dari biaya gudang penyimpanan maka digunakan pendekatan opportunity cost, yaitu dengan cara perhitungan sewa gudang penyimpanan. Biaya sewa gudang penyimpanan harus diperhatikan oleh klaster, karena jika petani tidak memperoleh gudang yang berasal dari Menristek maka petani harus menyewa sebuah tempat untuk menyimpan hasil produksi. 5.5.3 HPP Produk Olahan Temulawak tanpa Bunga Majemuk Perhitungan harga pokok produksi ini diperoleh dari penjumlahan biaya bahan baku, biaya tenaga kerja dan biaya overhead pabrik. Pada perhitungan ini menggunakan bunga majemuk karena digunakan untuk mendapatkan nilai yang commit to user ekuivalen pada suatu periode mendatang dari sejumlah uang pada saat ini dengan V-10
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
tingkat bunga yang telah ditentukan. Perhitungan harga pokok produksi untuk temulawak basah dan simpilisia temulawak proporsi biaya bunga majemuk sebesar 12%. Proporsi bunga majemuk ini sangat mempengaruhi besarnya harga pokok produksi. Pada produk serbuk temulawak tidak dilakukan perhitungan bunga majemuk karena produk serbuk tidak memerlukan waktu lama dalam produksinya dan produk serbuk hanya diproduksi jika ada order atau disebut sebgai produk make to order. Hal ini dapat dilihat pada tabel 5.4. Tabel 5.4 Perbandingan Harga Pokok Produksi terhadap Bunga Majemuk Perbandingan HPP No.
1.
Produk
Rimpang
Selisih HPP
Dengan Bunga
Tanpa Bunga
Majemuk (Rp)
Majemuk (Rp)
2.108
1.814
294
18.012
13.745
4.267
40.131
40.131
0
(Rp)
Temulawak 2.
Simplisia Temulawak
3.
Serbuk Temulawak
Pada tabel 5.4 dapat dilihat bahwa HPP tanpa memperhitungkan bunga majemuk lebih rendah, selisih HPP yang terjadi pada produk temulawak basah adalah Rp 294 dan untuk simplisia temulawak adalah Rp 4.267.
5.6 ANALISIS HARGA JUAL KLASTER Berdasarkan hasil perhitungan dan analisis perubahan biaya tanpa memperhitungkan biaya sewa lahan, sewa gudang, dan bunga majemuk maka pihak Klaster Biofarmaka dapat menentukan harga jual yang tepat. Harga jual yang berlaku saat ini untuk produk temulawak basah adalah Rp 1.500, sedangkan HPP yang diperoleh dengan meode full costing adalah Rp 2.108, HPP tanpa biaya sewa lahan adalah Rp 1.294, HPP tanpa sewa gudang adalah Rp 2.045, HPP tanpa commit to user V-11
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
bunga majemuk adalah Rp 1.814. Jika dilihat dari beberapa perhitungan perubahan HPP yang dilakukan, harga jual yang ditetapkan klaster masih terletak dibawah HPP. Harga jual yang ditetapkan klaster tepat jika biaya sewa lahan tidak dihitungkan, namun biaya sewa lahan merupakan komponen biaya terbesar dan terpenting yang harus diperhitungkan untuk menentukan harga jual. Harga jual yang diberlakukan klaster untuk produk simplisia temulawak adalah Rp 14.000, sedangkan HPP yang diperoleh dengan meode full costing adalah Rp 18.012, HPP tanpa biaya sewa lahan adalah Rp 12.400, HPP tanpa sewa gudang adalah Rp 16.885, HPP tanpa bunga majemuk adalah Rp 13.745. Harga jual yang ditetapkan oleh pihak klaster masih terletak dibawah HPP simplisia temulawak, seperti produk temulawak basah harga jual yang ditetapkan klaster tepat jika biaya sewa lahan tidak dihitungkan. Harga jual yang diberlakukan klaster untuk produk serbuk temulawak adalah Rp 40.000, sedangkan HPP yang diperoleh dengan meode full costing adalah Rp 40.131, HPP tanpa biaya sewa lahan adalah Rp 28.800, HPP tanpa sewa gudang adalah Rp 37.626. Harga jual yang ditetapkan oleh pihak klaster masih terletak dibawah HPP simplisia temulawak dengan menggunakan metode full costing, namun harga jual seruk temulawak sudah sesuai jika dilihat dari sudut pandang tanpa perhitungan biaya sewa lahan dan biaya sewa gudang. Setelah melakukan beberapa analisis dengan melakukan perhitungan HPP terhadap beberapa komponen biaya, maka Klaster Biofarmaka dapat menentukan strategi yang tepat dalam memperhitungkan HPP untuk menetapkan harga jual produk. Untuk memperoleh keuntungan yang baik, maka klaster harus menetapkan harga jual produk diatas HPP, selain itu klaster juga dapat mengurangi biaya produksi seperti bunga majemuk dengan cara bekerjasama dengan perusahan jamu untuk memberikan atau meminjamkan modal usaha, biaya untuk membeli bahan baku dapatcommit ditekantojika userpihak klaster bekerjasama dengan V-12
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
Balitbang atau Balitro, untuk fasilitas atau mesin-mesin produksi dapat ditekan dengan cara bekerjasama dengan Menristek. Jika strategi-strategi yang ditawarkan dapat dijalankan oleh pihak kalster, maka klaster dalam jangka panjang mampu mengakomodir biaya sewa lahan, merancang gudang penyimpanan yang efisien, dan pendapatan Klaster Biofarmaka dapat meningkat.
commit to user V-13
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN Pada bab ini diuraikan mengenai kesimpulan dari keseluruhan hasil penelitian dan analisis yang mengacu pada tujuan awal. 6.1 KESIMPULAN Berdasarkan pengumpulan dan pengolahan data serta analisis yang telah dilakukan dapat disimpulkan sebagai berikut: 1. Harga pokok produksi (HPP) yang diperoleh berdasarkan metode full costing untuk produk temulawak basah adalah Rp 2.108 per kilogram, simplisia temulawak adalah Rp 18.012 per kilogram, dan untuk serbuk temulawak adalah Rp 40.131 per kilogram. 2. Prosentase biaya yang paling besar atau komponen biaya yang dominan sehingga paling sensitive atau yang paling mempengaruhi biaya produksi untuk produk temulawak basah adalah biaya overhead, untuk produk simplisia temulawak dan untuk produk serbuk temulawak biaya yang paling dominan adalah biaya bahan baku. 3. Untuk memperoleh keuntungan yang maksimal maka klaster harus menetapkan harga jual diatas perhitungan HPP yang dilakukan dengan metode full costing. Untuk mengurangi biaya produksi dalam rangka memaksimalkan keuntungan, Klaster Biofarmaka dapat melakukan kerjasama dengan beberapa pihak seperti PT. Sido Muncul dalam pemberian modal usaha, Menristek untuk memperoleh bantuan mesin dan fasiltas produksi, dan Balitpang atau Balitro untuk memperoleh bibit dengan harga yang murah.
commit to user VI-1
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
6.2 SARAN Saran perbaikan yang diberikan untuk penelitian selanjutnya adalah sebagai berikut: 1. Klaster Biofarmaka Kabupaten Karanganyar sebaiknya mulai menaikkan harga jual produk olahan temulawak secara bertahap supaya tercapainya perhitungan harga jual diatas nilai HPP berdasarkan metode full costing. 2. Sebaiknya dilakukan perhitungan elastisitas permintaan untuk mengetahui besarnya perubahan harga suatu produk terhadap permintaan, atau sebaliknya.
commit to user VI-2