perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
KEKUATAN IMPAK DAN BENDING KOMPOSIT SANDWICH HAMBAT PANAS DENGAN CORE BERBAHAN DASAR KERTAS BURAM DAN SEKAM PADI SERTA SKIN BERBAHAN DASAR KARUNG PLASTIK
Skripsi Sebagai Persyaratan Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Teknik
IPUDATU YOPY ARIE NUGROHO I 1307011
JURUSAN TEKNIK INDUSTRI FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS SEBELAS MARET SURAKARTA commit to user 2011 i
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
ABSTRAK Ipudatu Yopy Arie Nugroho, NIM : I1307011. KEKUATAN IMPAK DAN BENDING KOMPOSIT SANDWICH HAMBAT PANAS DENGAN CORE BERBAHAN DASAR KERTAS BURAM DAN SEKAM PADI SERTA SKIN BERBAHAN DASAR KARUNG PLASTIK. Skripsi. Surakarta: Jurusan Teknik Industri Fakultas Teknik, Universitas Sebelas Maret, Oktober 2011. Ketersediaan kayu yang semakin terbatas mendorong dicarinya alternatif bahan untuk papan sekat ruangan bersifat hambat panas. Alternatif bahan tersebut harus memiliki sifat mekanik sesuai dengan kebutuhan aplikasinya. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh ketebalan core, komposisi core dan perlakuan alkali sekam padi terhadap kekuatan bending dan impak komposit sandwich dengan core berbahan dasar kertas buram dan sekam padi serta skin berbahan dasar karung plastik sebagai bahan papan sekat ruang. Penelitian ini adalah perancangan eksperimen faktorial dengan variasi ketebalan core 10 mm dan 15 mm, variasi komposisi core yaitu sekam 10% dan 20% dan variasi perlakuan alkali dengan perendaman NaOH konsentrasi 5% selama 1 jam, 2 jam dan 3 jam. Spesimen dari setiap faktor diuji dengan uji bending dan impak. Hasil uji bending dan impak diuji ANOVA dan pembanding ganda Tukey. Setelah pengujian kekuatan material, dilakukan uji hambat panas sebagai verifikasi dari sifat material berdasarkan kekuatan bending dan impak rata-rata tertinggi. Hasil dari pegujian kekuatan material kekuatan bending dipengaruhi oleh ketebalan core dan perlakuan alkali sedangkan kekuatan impak dipengaruhi oleh ketebalan core. Ketebalan core 10 mm, komposisi sekam 20% dan perlakuan alkali 2 jam rata-rata kekuatan bending tertinggi 124,79 kgf/cm2 sedangkan ratarata kekuatan bending terendah 81,76 kgf/cm2 dengan variasi ketebalan core 15 mm, komposisi sekam 10% dan perlakuan alkali 2 jam. Ketebalan core 15 mm, komposisi sekam 20% dan perlakuan alkali 3 jam rata-rata kekuatan impak tertinggi 28,37 J/mm2 sedangkan rata-rata kekuatan impak terendah 17,37 J/mm2 dengan variasi ketebalan 10 mm, komposisi sekam 20% dan perlakuan alkali 2 jam. Nilai konduktivitas panas kekuatan bending rata-rata tertinggi 0,338 W/m°C dan kekuatan impak rata-rata tertinggi 0,482 W/m°C. Kata Kunci : komposit sandwich, uji bending, uji impak, nilai konduktivitas panas xviii+122 halaman; 67 tabel; 46 gambar; 10 lampiran; daftar pustaka: 49 (19722010)
commit to user
viii
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL
i
LEMBAR PENGESAHAN
ii
LEMBAR VALIDASI
iii
SURAT PERNYATAAN ORISINALITAS KARYA ILMIAH
iv
SURAT PERNYATAAN PUBLIKASI KARYA ILMIAH
v
KATA PENGANTAR
vi
ABSTRAK
viii
ABSTRACT
ix
DAFTAR ISI
x
DAFTAR TABEL
xiv
DAFTAR GAMBAR
xvii
DAFTAR LAMPIRAN
xviii
BAB I
PENDAHULUAN
I-1
1.1.
Latar Belakang Penelitian
I-1
1.2.
Perumusan Masalah
I-3
1.3.
Tujuan Penelitian
I-3
1.4.
Manfaat Penelitian
I-4
1.5.
Batasan Masalah
I-4
1.6.
Sistematika Penulisan
I-4
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
II-1
2.1.
Komposit
II-1
2.2.
Komposit Sandwich
II-3
2.3.
Klasifikasi dan Material Pembentuk Komposit
II-3
2.3.1. Perekat
II-4
2.1.4. Serat
II-4
Kekuatan Fisik dan Mekanik
II-6
2.4.1. Fraksi Volume
II-6
2.4.2. Densitas
II-6
2.4.3. Kekuatan Bending (Modulus of Rupture)
II-7
2.4.4. Kekuatan Impak
II-8
Klasifikasi Papan Serat commit to user
II-11
2.4
2.5
x
perpustakaan.uns.ac.id 2.5.1. PSKR (Papan Serat Kerapatan Rendah)
II-12
2.5.2. PSKS (Papan Serat Kerapatan Sedang)
II-12
2.5.3. PSKT (Papan Serat Kerapatan Tinggi)
II-13
2.6
Temperatur
II-14
2.7
Perpindahan Panas
II-15
2.7.1. Perpindahan panas konduksi
II-15
2.7.2. Perpindahan panas konveksi
II-15
2.7.3. Perpindahan panas radiasi
II-15
2.8
Hambat Panas
II-16
2.9
Bahan-Bahan Penyusun Komposit Sandwich
II-16
2.9.1. Kertas
II-16
2.9.2. Sekam Padi
II-18
2.9.3. Lem Putih
II-19
2.9.4. Serat Karung Plastik
II-20
2.9.5. Unsaturated Polyester Resin (UPRs)
II-20
2.9.6. Katalis Metyl Etyl Keton Peroksida (MEKPO)
II-21
2.9.7. Larutan n-heksana
II-22
Konsep Perancangan Eksperimen
II-22
2.10.1. Defnisi Eksperimen
II-22
2.10.2. Tujuan Desain Eksprimen
II-24
2.10.3. Faktorial Eksperimen
II-24
2.10.4. Pengujian Asumsi-Asumsi ANOVA
II-26
Studi Pustaka
II-31
2.10
2.11 BAB III
digilib.uns.ac.id
METODOLOGI PENELITIAN
III-1
3.1
Kerangka Metode Penelitian
III-1
3.2
Waktu dan Tempat Penelitian
III-3
3.2.1. Waktu Penelitian
III-3
3.2.2. Tempat Penelitian
III-3
3.3
Orientasi Penelitian
III-3
3.4
Perancangan Experimen
III-4
3.4.1. Tahap Perencanaan (Planning Phase)
III-4
3.4.2. Tahap Design Phase
III-7
Pengumpulan Data commit to user
III-8
3.5
xi
perpustakaan.uns.ac.id 3.5.1. Pembuatan spesimen uji
III-9
3.5.2. Pengujian Bending Komposit Sandwich
III-15
3.5.3. Pengujian Impak Komposit Sandwich
III-17
Pengolahan Data
III-18
3.6.1. Uji Asumsi-Asumsi ANOVA
III-18
3.6.2. Uji ANOVA
III-20
3.6.3. Uji Pembanding Ganda
III-21
3.6.4. Interpretasi Hasil Eksperimen
III-21
3.6.5. Uji Konduktivitas Termal
III-21
3.7
Analisis Hasil Penelitian
III-23
3.8
Kesimpulan Dan Saran
III-24
3.6
BAB IV
PENGUMPULAN DAN PENGOLAHAN DATA
IV-1
4.1
Pengumpulan Data
IV-1
4.1.1 Penentuan Teknik Eksperimen
IV-1
4.1.2 Identifikasi Karakteristik Kualitas
IV-1
4.1.3 Pra Eksperimen
IV-1
4.1.4 Hasil Eksperimen
IV-3
Pengolahan Data
IV-10
4.2.1 Uji Asumsi Dasar
IV-10
4.2.2 Uji ANOVA
IV-26
4.2.3 Uji Pembanding Ganda
IV-33
4.2.3.1 Bending
IV-33
4.2.3.2 Impak
IV-34
4.2
4.3
BAB V
digilib.uns.ac.id
Uji Hambat Panas
IV-35
4.3.1 Spesimen Bending
IV-35
4.3.2 Spesimen Impak
IV-38
ANALISIS DAN INTERPRETASI HASIL
V-1
5.1
V-1
Analisis Hasil Uji Bending
5.1.1. Analisis Kekuatan Bending Berdasarkan Faktor Ketebalan V-1 Core 5.1.2 Analisis
Kekuatan
Bending
Berdasarkan
Faktor V-2
Komposisi Core 5.1.3 Analisis Kekuatan commitBending to user Berdasarkan Faktor Perlakuan V-3
xii
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id Alkali
5.1.4 Analisis Kekuatan Bending Berdasarkan Faktor Ketebalan V-5 dan Komposisi Core 5.1.5 Analisis Kekuatan Bending Berdasarkan Faktor Perlakuan alkali dan Ketebalan Core
V-5
5.1.6 Analisis Kekuatan Bending Berdasarkan Faktor Perlakuan V-6 alkali dan Komposisi Core 5.1.7 Analisis Kekuatan Bending Berdasarkan Faktor Ketebalan V-7 Core, Komposisi Core dan Perlakuan alkali
5.2
5.1.8 Analisis patahan uji bending faktor perlakuan alkali
V-8
Analisis Hasil Uji Impak
V-11
5.2.1 Analisis Kekuatan Impak Berdasarkan Faktor Ketebalan V-12 Core 5.2.2 Analisis Kekuatan Impak Berdasarkan Faktor Komposisi V-13 Core 5.2.3 Analisis Kekuatan Impak Berdasarkan Faktor Perlakuan V-14 Alkali 5.2.4 Analisis Kekuatan Impak Berdasarkan Faktor Ketebalan V-15 dan Komposisi Core 5.2.5 Analisis Kekuatan Impak Berdasarkan Faktor Perlakuan V-16 alkali dan Ketebalan Core 5.2.6 Analisis Kekuatan Impak Berdasarkan Faktor Perlakuan V-17 alkali dan Komposisi Core 5.2.7 Analisis Kekuatan Impak Berdasarkan Faktor Ketebalan V-18 Core, Komposisi Core dan Perlakuan Alkali 5.3 BAB VI
Analisis Hasil Uji Hambat Panas
V-19
KESIMPULAN DAN SARAN
VI-1
6.1
Kesimpulan
VI-1
6.2
Saran
VI-1
DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN
commit to user
xiii
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
BAB I PENDAHULUAN Bab ini membahas mengenai latar belakang masalah, identifikasi masalah, perumusan masalah, penentuan tujuan penelitian, manfaat penelitian, batasan masalah, serta sistematika penulisan. Keseluruhan pokok bahasan dalam bab ini diharapkan memberikan gambaran umum tentang penelitian ini dan perlunya penelitian ini dilakukan. 1.1 LATAR BELAKANG Meningkatnya kadar CO2 di atmosfer bumi menyebabkan terjadinya efek rumah kaca dan peningkatan suhu rata-rata bumi atau pemanasan global. Efek negatif yang ditimbulkan dari pemanasan global yaitu terjadinya gangguan pada kesehatan dan lingkungan. Efek pemanasan global pada lingkungan yaitu pengaruh terhadap temperatur lingkungan fisik kerja, biasa terjadi di perkantoran dan pabrik (Alimansyah, 2009). Menurut (Sutalaksana, dkk, 1983) temperatur udara lebih panas mengakibatkan cepat timbulnya kelelahan pada tubuh sehingga menganggu konsentrasi. Hal tersebut dapat diminimalkan dengan menjaga temperatur ruangan tetap nyaman. Cara yang banyak dilakukan untuk menjaga temperatur tetap nyaman dalam bekerja adalah dengan pengkondisian udara menggunakan air conditioning (AC), akan tetapi pengkondisian udara dengan cara ini berkontribusi pada efek pemanasan global sehingga pengoperasiannya harus seefisien mungkin. Salah satu cara untuk meningkatkan efisiensi pengkondisian udara adalah dengan memastikan ruang yang dikondisikan terisolasi dengan baik dengan kata lain diisolasi dengan sekat dari bahan yang dapat menghambat panas. Papan sekat yang beredar saat ini pada umumnya terbuat dari bahan kayu. Penggunaan bahan kayu kurang tepat jika diterapkan pada kondisi di indonesia yang kebutuhan kayu setiap tahun mengalami defisit 45 juta meter kubik (Priyono dalam farida, 2011). Mengatasi hal tersebut, diperlukan bahan alternatif lain sebagai material pengganti kayu yang juga mempunyai sifat hambat panas yang baik yaitu papan serat. Papan serat pengganti kayu harus mempunyai sifat mekanik yaitu mampu menahan beban sebagaimana sekat pada commit to user umumnya serta memiliki sifat hambat panas.
I-1
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
Menurut Nurminah (2002) kertas HVS dan karton/koran mudah menyerap cairan, gas, uap air, udara, dan kalor karena bersifat hidrofilik selulosa (serap air). Menurut Wibowo (2008) papan partikel sekam padi dengan kepadatan 3:1
memiliki konduktivitas termal 0,133 W/m˚C pada sumber kalor 700. Selain sifat hambat panas papan serat pengganti kayu yang digunakan sebagai sekat ruangan harus mempunyai sifat mekanik yaitu mampu menahan beban secara perlahan sebagaimana ketetapan SNI untuk spesifikasi papan serat maupun beban secara tiba-tiba. Menurut Asma (2010) core berbahan kertas dan sekam padi dengan ketebalan 1 cm memilki kuat bending 20 kgf/cm2. Berdasarkan SNI papan serat dengan nilai bending tersebut merupakan klasifikasi papan serat kerapatan rendah sehingga belum dapat dibandingkan dengan papan sekat yang beredar saat ini yaitu berbahan kayu. Menurut Diharjo dkk (2005) untuk memperkuat komposit core, maka diperlukan komposit sandwich untuk mampu menahan beban yang lebih berat. Komposit sandwich merupakan komposit yang tersusun dari tiga lapisan yang terdiri dari dua flat composite atau metal sheet sebagai skin serta core diantara kedua skin tersebut. Komposit sandwich dibuat dengan tujuan untuk efisiensi berat yang optimal, namun mempunyai kekakuan dan kekuatan yang tinggi (Schawrtz, 1984). Berdasarkan hal tersebut perlu dipikirkan bahan skin yang sesuai untuk core komposit kertas buram dan sekam padi yang memiliki sifat hambat panas tersebut. Teknologi
rekayasa
bahan
komposit
dapat
dikembangkan
dengan
memanfaatkan berbagai jenis bahan serat yang murah dan kuat, seperti serat limbah karung plastik. Menurut Diharjo (2006) karung plastik mempunyai kekuatan yang cukup tinggi sehingga dapat digunakan sebagai penguat bahan komposit. Karung plastik agar kuat dan rekat dengan core, maka perekat dan pelapis karung plastik tersebut dapat digunakan resin karena memiliki sifat encer dan fluiditas yang baik, cukup kuat untuk merekatkan bahan plastik ke kertas atau sekam. Banyaknya penggunaan resin ini didasarkan pada pertimbangan harga relatif murah, curing cepat, warna jernih, dan mudah penanganannya. (Billmeyer dalam Diharjo, 2006). Karung plastik dipilih sebagai bahan dasar skin dengan resin sebagai perekat dan pelapis karung commitplastik. to user
I-2
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
Menurut SNI 01-4449-2006, spesifikasi panel dinding yang perlu diperhitungkan yaitu kuat lentur, kuat lentur aksial, kuat geser, dan lendutan. Sebuah panel memerlukan adanya kekuatan lentur yang memadai sehingga dilakukan pengujian bending. Selain pegujian bending untuk
mengetahui
karakteristik mekanik komposit panel dilakukan pengujian impak sesuai dengan standar ASTM D 5942-96 yang bertujuan mengukur ketangguhan komposit terhadap beban kejut/impak karena salah satu beban yang dominan untuk aplikasi panel sebagai sekat ruangan/dinding adalah beban impak berupa getaran pintu yang terpasang pada dinding saat ditutup atau terkena lemparan benda yang keras, Meneliti faktor-faktor yang berpengaruh terhadap kekuatan bending dan impak suatu komposit,
maka ditentukan faktor ketebalan core, komposisi core
dan perlakuan alkali sekam padi. Menurut Istanto (2006) semakin tebal core maka semakin rendah kekuatan komposit sandwich. Namun semakin tebal core, kemampuan menahan momen dan
energi patahnya tetap semakin
meningkat. Menurut Yang, dkk. (2002) komposisi kertas berpengaruh terhadap kekuatan bending. Menurut Diharjo (2006) kekuatan dan regangan tarik komposit memiliki harga optimum untuk perlakuan alkali serat dengan NaOH 5% selama 2 jam sedangkan komposit yang diperkuat serat dengan perlakuan alkali lebih lama dari 2 jam memiliki kekuatan semakin rendah. 1.2 PERUMUSAN MASALAH Berdasarkan latar belakang masalah, maka permasalahan dalam penelitian ini dapat dirumuskan bagaimana pengaruh ketebalan core, komposisi core dan perlakuan alkali sekam padi dengan berbahan kertas buram dan sekam padi terhadap kekuatan impak dan bending komposit sandwich dengan skin karung plastik dan resin yang bersifat hambat panas. 1.3 TUJUAN PENELITIAN 1. Mengetahui pengaruh ketebalan core, komposisi core dan perlakuan alkali sekam padi terhadap komposit sandwich dengan core berbahan kertas buram dan sekam padi serta skin berbahan karung plastik dan resin terhadap commit to user kekuatan bending dan impak.
I-3
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
2. Mengetahui besar hambat panas komposit sandwich dengan core berbahan kertas buram dan sekam padi serta skin karung plastik dan resin berdasarkan nilai rata-rata kekuatan bending dan impak terbaik. 1.4 MANFAAT PENELITIAN 1
Memberikan rekomendasi kekuatan bending dan impak terbaik berdasarkan faktor yang berpengaruh terhadap komposit sandwich berbahan dasar sekam padi dan kertas buram dengan skin serat karung plastik.
2
Memberikan informasi nilai hambat panas komposit sandwich berdasarkan nilai kekuatan bending dan impak terbaik.
1.5 BATASAN MASALAH Batasan masalah dari penelitian komposit sandwich ini antara lain: 1.
Pengujian impak menggunakan alat uji impak charpy.
2.
Uji hambat panas hanya dilakukan pada spesimen dengan nilai impak dan bending terbaik.
3.
Kerapatan yang ditetapkan dengan ratio pemadatan 2:1 adalah pemadatan bahan dari ketinggian bahan awal 2 cm kemudian dipadatkan hinggga ketinggian 1 cm.
4.
Bentuk serat pada karung plastik horizontal.
5.
Ketebalan core 10mm dan 15mm.
1.6 SISTEMATIKA PENULISAN Sistematika penulisan dibuat agar dapat memudahkan pembahasan penyelesaian masalah dalam penelitian ini. Penjelasan mengenai sistematika penulisan, sebagai berikut : BAB I
: PENDAHULUAN Bab ini menguraikan berbagai hal mengenai latar belakang penelitian, perumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, batasan masalah, dan sistematika penulisan.
commit to user
I-4
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
BAB II : TINJAUAN PUSTAKA Bab ini menguraikan teori-teori yang akan dipakai untuk mendukung penelitian, sehingga perhitungan dan analisis dilakukan secara teoritis serta penelitian-penelitian yang telah dilakukan sebelumnya. Landasan teori diambil dari berbagai sumber yang berkaitan langsung dengan permasalahan yang dibahas dalam penelitian. BAB III : METODE PENELITIAN Bab ini berisi tahapan yang dilalui dalam penyelesaian masalah secara umum yang berupa gambaran terstruktur dalam bentuk flowchart sesuai dengan permasalahan yang ada mulai dari studi pendahuluan, pengumpulan data sampai dengan pengolahan data dan analisis. BAB IV : PENGUMPULAN DAN PENGOLAHAN DATA Bab ini berisi data-data yang diperlukan untuk menyelesaikan masalah, kemudian dilakukan pengolahan data secara bertahap. BAB V : ANALISIS HASIL Bab ini memuat uraian analisis hasil pengolahan data yang telah dilakukan BAB VI : KESIMPULAN DAN SARAN Bab ini menguraikan target pencapaian dari tujuan penelitian dan kesimpulan yang diperoleh dari pembahasan masalah. Bab ini juga menguraikan saran dan masukan bagi kelanjutan penelitian.
commit to user
I-5
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
BAB II TINJAUAN PUSTAKA Bab ini menguraikan tentang teori-teori yang digunakan untuk menunjang penelitian yang dilakukan serta studi pustaka penelitian-penelitian sebelumnya. 2.1 Komposit Kata komposit (composite) merupakan kata sifat yang berarti susunan atau gabungan. Komposit berasal dari kata “to compose” yang berarti menyusun atau menggabungkan. Jadi secara sederhana bahan komposit berarti bahan gabungan dari dua atau lebih bahan yang berlainan, dalam hal ini gabungan bahan ada dua macam yaitu (Jones, 1999): a. Gabungan secara makro yaitu gabungan yang dapat dibedakan secara visual, cara penggabungan lebih secara fisis dan mekanis serta dapat dipisahkan secara fisis dan mekanis. b. Gabungan secara mikro yaitu gabungan yang tidak dapat dibedakan secara visual, cara penggabungannya lebih secara kimia dan hasil gabungan mikro sulit dipisahkan hanya dapat dipisahkan secara kimia. Sifat material hasil penggabungan makro ini diharapkan saling memperbaiki kelemahan dan kekurangan bahan-bahan penyusunnya. Sifat-sifat yang dapat diperbaiki antara lain yaitu kekuatan, kekakuan, ketahanan korosi, ketahanan aus, berat, attractive, ketahanan lelah, pengaruh terhadap temperatur, isolasi panas, penghantar panas, isolasi akustik (Jones, 1999). Komposit dibentuk dari dua komponen penyusun yang berbeda yaitu penguat (reinforcement) yang mempunyai sifat sulit dibentuk tetapi lebih kaku serta lebih kuat dan perekat yang umumnya mudah dibentuk tetapi mempunyai kekuatan dan kekakuan yang lebih rendah (Schwartz, 1984). Perbedaaan dalam penggabungan dari unsur-unsur yang berbeda tersebut menyebabkan daerah yang berbatasan, daerah tersebut disebut dengan interface sedangkan daerah ikatan antara material penyusun komposit disebut interphase. Berdasarkan penjelasan tersebut, maka aspek penting yang menunjukkan sifat-sifat mekanis dari komposit tersebut adalah optimasi dari ikatan antara fiber dan polimer (perekat) yang digunakan (Schwartz, 1984). Ikatan antara fiber dengan perekat dipengaruhi commitperekat to userdengan fiber. langsung oleh reaksi yang terjadi antara
II-1
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
Berdasarkan cara penguatannya komposit dibedakan menjadi tiga (Jones, 1975) yaitu : a.
Fibrous Composite (komposit serat) merupakan jenis komposit yang hanya terdiri dari satu lamina atau satu lapisan yang menggunakan penguat serat atau fiber. Fiber yang digunakan yaitu glass fibers, carbon fibers, aramid fibers (poly aramide) dan sebagainya. Fiber ini dapat disusun secara acak maupun dengan orientasi tertentu bahkan dapat juga dalam bentuk yang lebih kompleks seperti anyaman.
b.
Laminated Composite (komposit lapisan) merupakan jenis komposit yang terdiri dari dua lapis atau lebih yang digabung menjadi satu dan setiap lapisnya memiliki karakteristik sifat sendiri.
c.
Particulate Composite (komposit partikel) merupakan komposit yang menggunakan partikel atau serbuk sebagai penguatnya dan terdistribusi secara merata dalam perekatnya. Berdasarkan bentuk material pembentuknya, komposit dapat dibedakan
menjadi lima macam yaitu komposit serat (fiber composite), komposit serpihan (flake composite), komposit butir (particulate composite), komposit isian (filled composite), dan komposit lapisan (laminated composite). Komposit dengan penguatan serat adalah jenis komposit yang sering dipakai dalam aplikasi. Hal ini karena komposit jenis ini memiliki sifat kekuatan tarik dan kekakuan yang baik. Kelemahannya adalah struktur serat tersebut memiliki kekuatan tekan dan kekuatan tarik dengan arah serat melintang kurang baik. Material komposit akan bersinergi bila memiliki sebuah sistem yang mempersatukan material-material penunjang untuk mencapai sebuah sifat material yang baru. Komposit serat dapat dibedakan berdasarkan jenis dan orientasi seratnya, yaitu komposit serat searah (continous fiber composite), serat anyaman (woven fiber composite), serat acak (chopped fiber composite), dan gabungan beberapa jenis serat (hybrid fiber composite) (Schwartz, 1984). Secara umum komposit dengan penguatan serat tersusun dari dua material utama yaitu perekat dan serat. Antar kedua unsur material tersebut tidak terjadi reaksi kimia dan tidak larut satu sama lain, melainkan hanya ikatan pada permukaan luar antara kedua material. Serat yang memiliki kekuatan lebih tinggi commit to user
II-2
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
berperan sebagai komponen penguat, sedangkan perekat yang bersifat lemah dan liat bekerja sebagai pengikat dan memberi bentuk pada struktur komposit (Schwartz, 1984). 2.2 Komposit sandwich Komposit sandwich merupakan komposit yang tersusun dari tiga lapisan yang terdiri dari dua flat composite atau metal sheet sebagai skin serta core yang berada diantara kedua skin. Komposit sandwich dibuat dengan tujuan untuk efisiensi berat yang optimal, namun mempunyai kekakuan dan kekuatan yang tinggi, sehingga pada bagian tengah diantara kedua skin dipasang core (Schawrtz, 1984). Komposit sandwich merupakan jenis komposit yang baik untuk menahan beban lentur/ bending, impak, meredam getaran dan suara. Pemilihan bahan untuk komposit sandwich, syaratnya adalah ringan, tahan panas dan korosi, serta mempertimbangkan harga (Schawrtz, 1984).
Gambar 2.1 Bentuk komposit sandwich Sumber: Schawrtz, 1984
2.3 Klasifikasi dan material pembentuk komposit Komposit adalah sistem material yang terdiri dari gabungan dua atau lebih unsur pokok makro yang berbeda bentuk atau komposisi yang tidak dapat dipisahkan satu sama lain (Schwantz, 1984). Secara umum komposit tersusun atas (Schwantz, 1984) : 1. Komponen penguat, yaitu serat dan partikel yang merupakan struktur internal. 2. Komponen pengikat, yaitu perekat yang berguna mengikat serat, melindungi serat dari kerusakan luar dan meneruskan beban yang diterapkan ke serat. 3. Komponen tambahan, yaitu bahan tambahan/additive yang dicampur dengan perekat saat pembuatan komposit. commit to user
II-3
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
2.3.1 Perekat Perekat berfungsi sebagai pengisi ruang komposit, memegang peran penting dalam mentransfer tegangan, melindungi serat dari lingkungan dan menjaga permukaan serat dari pengikisan. Perekat harus memiliki kompatibilitas yang baik dengan serat. Perekat merupakan bagian dari polimer. Polimer dapat dikelompokkan menjadi dua golongan yaitu thermoplast dan thermoset. Polimer thermoplast adalah jenis polimer yang dapat dicetak berulang-ulang dengan adanya perlakuan panas. Polimer thermoset adalah jenis polimer apabila telah mengalami kondisi tertentu tidak dapat dicetak kembali (Mujiarto, 2005). Beberapa jenis perekat polimer thermoset yang sering digunakan ialah polyester, epoxy, phenolics, dan polyamids, sedangkan yang termasuk jenis perekat
polimer
thermoplast
adalah
polyethylene,
polypropylene,
nilon,
polycarbonate, dan polyether-ether keton (Moncrieff, 1975). Mazumdar dalam Asma (2010) menjelaskan fungsi penting perekat dalam komposit yaitu : 1. Mengikat serat menjadi satu dan mentransfer beban ke serat, yang akan menghasilkan kekakuan dan membentuk struktur komposit. 2. Mengisolasi serat sehingga serat tunggal dapat berlaku terpisah, yang dapat menghentikan atau memperlambat penyebaran retakan. 3. Memberikan suatu permukaan yang baik pada kualitas akhir komposit dan memperkuat bagian yang berbentuk benang-benang. 4. Memberikan perlindungan untuk memperkuat serat dari serangan kimia dan kerusakan mekanik karena pemakaian. 5. Berdasarkan perekat yang digunakan, karakteristik kemampuan meliputi kelenturan, kekuatan impak, dan sebagainya. Sebuah perekat yang ulet akan meningkatkan ketangguhan struktur komposit. 2.3.2 Serat Serat merupakan penyusun komposit yang berfungsi memperkuat komposit itu sendiri. Syarat yang harus dimiliki serat agar dapat digunakan dalam pembuatan
komposit
adalah
kemampuannya
berikatan
dengan
perekat.
Penambahan serat dapat mempengaruhi kenaikan kekuatan komposit. Semakin tinggi kemampuannya untuk berikatan perekat, semakin kuat pula commit todengan user
II-4
perpustakaan.uns.ac.id
komposit
yang
digilib.uns.ac.id
dihasilkan.
Berdasarkan
material
pembentuknya,
serat
diklasifikasikan menjadi dua, yaitu serat alam dan serat sintetis. Serat alam diperoleh dari tumbuhan atau bulu binatang yang digunakan sebagai pengganti serat sintetis. Beberapa jenis serat alam antara lain yaitu kenaf (hibiscus cannabinus), rosella (hibiscus sabdarifa), jute (corchorus sp), rami (bochmeria nivea) dan lain sebagainya. Contoh serat sintetis adalah serat gelas, kevlar, boron, carbon, silicone carbide, aluminium carbide, aluminium oxide. Pemilihan jenis, jumlah dan orientasi serat sangat mempengaruhi karakteristik komposit yang dibentuknya (Schwartz, 1984). Rowell dalam Asma (2010) menyatakan bahwa komposit serat alam memiliki beberapa kelemahan antara lain: a. Adanya organisme yang mungkin tumbuh dan memakan karbohidrat yang terkandung dalam serat, sehingga menimbulkan enzim khusus yang akan merusak struktur serat dan melepaskan ikatan antara serat dan perekat. b. Penurunan kualitas karena panas atau thermal. c. Sinar ultraviolet akan menyebabkan meningkatnya karbohidrat
dan
berkurangnya lignin (lapisan yang menyerupai lilin di permukaan serat). Serat yang banyak mengandung karbohidrat akan memiliki kemampuan ikatan dengan perekat yang rendah, sehingga kekuatan komposit akan turun. d. Kekuatan masih relatif rendah bila dibanding dengan serat buatan. Disamping kelemahan-kelemahan tersebut, komposit serat alam memiliki beberapa kelebihan yang tidak dimiliki komposit dengan penguatan serat buatan. Menurut Biswas dalam Asma (2010), beberapa karakteristik yang merupakan kelebihan dari komposit yang diperkuat serat alam antara lain: a. Penampilannya alami b. Dapat dicat, dipoles maupun dilaminasi c. Tahan terhadap penyerapan air d. Murah, karena bahan baku serat banyak terdapat di alam dan proses pembuatannya relatif mudah dan sederhana. e. Kuat dan kaku commit to user
II-5
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
f. Ramah lingkungan, karena materialnya merupakan bahan organik dan dapat didaur ulang secara alami. g. Memiliki kemampuan dibentuk dan diproses menggunakan mesin yang baik.
2.4 Kekuatan Fisik dan Mekanik Sifat fisik meliputi volume dan densitas sedangkan kekuatan mekanik meliputi kekuatan lentur (bending) dan impak. Penjelasan tentang sifat fisik dan mekanik diuraikan sebagai berikut: 2.4.1 Fraksi Volume Jumlah kandungan serat dalam komposit, merupakan hal yang menjadi perhatian khusus pada komposit berpenguat serat. Jumlah serat serta karakteristik dari serat tersebut merupakan salah satu elemen kunci dalam analisis mikromekanik komposit. Komposit yang berkekuatan tinggi, serat dan perekat harus terdistribusi secara merata pada proses pencampuran agar mengurangi timbulnya void (kekosongan/rongga-rongga). Pada perhitungan fraksi volume parameter yang harus diketahui adalah berat jenis perekat, berat jenis serat, berat komposit dan berat serat. Fraksi volume ditentukan dengan persamaan (Gibson dalam Asma, 2010) : Diasumsikan volume void (Vv) = 0 wf + wm = 1....................................................................................................(2.1) wf =
r f .v f r f .v f + r m .vm
x100% ...........................................................................(2.2)
Keterangan: wf, wm : fraksi berat serat dan perekat ρf, ρm : densitas serat dan perekat (gr/cm3) vf, vm : fraksi volume serat dan perekat (cm3) 2.4.2 Densitas Pengujian densitas merupakan pengujian sifat fisis terhadap spesimen yang bertujuan untuk mengetahui nilai kerapatan massa dari spesimen yang diuji. Rapat massa (mass density) suatu zat adalah massa per satuan volume. Langkah-langkah pengujian densitas: a. Mengukur panjang (p), lebar (l), dan tebal (t) benda uji. commit to user
II-6
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
b. Menghitung volume (V) benda uji = p x l x t, dinyatakan dalam satuan cm3, c. Menimbang massa (m) benda uji, dalam satuan g (gram), d. Menghitung densitas benda uji sesuai dengan persamaan 2.5. Densitas dinyatakan dengan satuan g/cm3 (SNI, 7581:2010).
r=
m ...........................................................................................................(2.5) v
Keterangan : ρ : densitas benda (gr/cm3) m : massa benda (gr) v : volume benda(cm3) 2.4.3 Kekuatan Bending (Modulus of Rupture) Pengujian kekuatan bending terhadap material untuk mengetahui kekuatan bending material tersebut. Kekuatan bending atau kekuatan lengkung adalah kekuatan beban terbesar yang dapat diterima akibat pembebanan luar tanpa mengalami deformasi yang besar atau kegagalan. Akibat pengujian bending, pada bagian atas spesimen akan mengalami tekanan, dan bagian bawah akan mengalami tegangan tarik. Kegagalan yang terjadi akibat pengujian bending adalah komposit akan mengalami patah pada bagian bawah yang disebabkan karena tidak mampu menahan tegangan tarik yang diterima. Kekuatan bending suatu material dapat ditentukan sesuai persamaan 2.6 (SNI 01-4449, 2006). MOR =
3BS ........................................................................................(2.6) 2 LT 2
Keterangan: : modulus of rupture (kgf/cm2) : besarnya beban maksimum (kgf) : jarak sangga (cm) : lebar contoh uji papan serat (cm) : tebal contoh uji papan serat (cm) B 25
a
25
T
MOR B S L T
S/2
S/2
a
a
S = 150
user Gambarcommit 2.2 Ujitoketeguhan lentur Sumber: SNI, 2006
II-7
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
Keterangan: B : beban (kgf) S : jarak sangga (mm) a : diameter T : tebal papan serat Pada suatu material terjadi reaksi terhadap pembebanan, sehingga terjadi tegangan tarik dan tekan, reaksi ini digambarkan sebagai distribusi tegangan seperti pada gambar 2.3 sedangkan skema dari gaya-gaya yang bekerja dapat digambarkan seperti gambar 2.4.
Gambar 2.3 Distribusi gaya pada pengujian bending Sumber: SNI, 2006
Neutral Line
Tension
Gambar 2.4 Skema distribusi tegangan pada spesimen pada pengujian bending Sumber: SNI, 2006
2.4.4 Kekuatan Impak Kekuatan impak digunakan untuk mengetahui ketangguhan suatu bahan. Ketangguhan adalah suatu ukuran energi yang diperlukan untuk mematahkan suatu bahan. Energi ini merupakan hasil kali gaya dan jarak, dinyatakan dalam satuan joule (Van Vlack, 1985). Ketangguhan tersebut diukur dengan dilakukan uji impak/benturan. Terdapat dua jenis metode pengujian impak yaitu charpy dan izod yang biasa disebut juga dengan notch toughness. Teknik Charpy V-Notch (CVN) paling umum digunakan di Amerika. Dimensi spesimen untuk uji impak charpy sama seperti untuk uji impak izod.toPerbedaan kedua jenis pengujian impak commit user
II-8
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
ini terletak pada posisi spesimen yang akan diuji. Untuk uji impak charpy posisi spesimen horizontal sedangkan untuk uji impak izod posisi spesimen vertikal (Callister, 2007). Uji impak dilakukan dengan memberikan pembebanan secara tiba-tiba yang terbatas pada area tertentu pada suatu material. Energi impak yang diserap oleh spesimen hingga terjadi patahan yang dinyatakan dalam satuan joule digunakan untuk mengetahui tingkat ketangguhan material itu (Kilduff dalam Maryani, 2010). Besarnya energi yang diperlukan pendulum untuk mematahkan spesimen material komposit adalah (Shackelford dalam Maryani, 2010): E serap = W x R (cos β – cos β’ )………………………………… ………(2.7) keterangan: W R Eserap Α Β β’
: Berat beban/pembentur (N) : Jarak antara pusat gravitasi dan sumbu pendulum (m) : Energi yang terserap (Joule) : Sudut pendulum sebelum diayunkan : Sudut ayunan pendulum setelah mematahkan spesimen : Sudut ayunan pendulum tanpa spesimen
Setelah diketahui besarnya energi yang diperlukan pendulum untuk mematahkan spesimen, maka besarnya kekuatan/energi impak dapat dihitung dengan persamaan sebagai berikut (Shackelford dalam Maryani, 2010): Menurut Shackelford Harga Impak (HI) suatu bahan yang diuji dengan metode Charpy adalah sebagai berikut: HI= …………………………..………..................................................(2.8) Keterangan: E : energi yang diserap (Joule) A : luas penampang di bawah takik (mm2) Standar pengujian impak charpy berdasarkan ASTM D-5942 96. Ilustrasi pengujian impak serta posisi spesimen untuk uji impak charpy dan izod digambarkan sebagai berikut (Callister, 2007):
commit to user
II-9
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
Gambar 2.5 Ilustrasi skematis pengujian impak Sumber : Callister, 2007
Skema pengujian impak digambarkan pada gambar 2.5. Beban dinyatakan dalam bentuk pukulan dari pendulum yang dilepaskan dari posisi tegak pada ketinggian h. Spesimen diletakkan di bawah dengan posisi seperti pada gambar 2.5. Setelah dilepaskan dari posisi awal, bandul pendulum menumbuk spesimen dan mematahkan spesimen pada notch spesimen, yang merupakan titik konsentrasi tegangan untuk kecepatan pukulan impak yang tinggi. Pendulum akan melanjutkan ayunannya hingga posisi ketinggian maksimum h’ yang lebih rendah daripada h. Penyerapan energi dihitung dari perbedaan ketinggian h yang dinyatakan sebagai energi impak (Callister, 2007). Pengembangan material dengan kekuatan luluh (yield strength) yang lebih tinggi terus dilakukan hingga saat ini. Kekuatan luluh yang tinggi umumnya diimbangi dengan keuletan dan ketangguhan (toughness) yang rendah. Ketangguhan adalah energi yang diserap dalam perpatahan. Material yang kuat memiliki ketangguhan yang rendah karena dapat dikalahkan dengan tekanan yang commit tomenjadi user tinggi. Perpatahan dapat diklasifikasikan dua macam yaitu patah ulet
II-10
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
(ductile) dan patah getas (brittle) tergantung dari deformasi yang terjadi. Keuletan material menggambarkan jumlah deformasi yang menyebabkan perpatahan. Keuletan dapat dinyatakan dalam persen elongation atau persentase area reduksi pada pengujian tarik (Hosford dalam Maryani 2010). Bentuk kegagalan (failures) material digambarkan sebagai berikut (Hosford dalam Maryani 2010):
Gambar 2.6 Bentuk kegagalan (failures) material. (A) rupture dengan necking di tengah (B) patah pada permukaan sumbu normal (C) patah geser. Sumber : Hosford dalam Maryani, 2010
2.5 Klasifikasi Papan Serat Menurut SNI 01-4449-2006, papan serat untuk panel yang dihasilkan dari pengempaan serat kayu atau bahan berligno-selulosa lain dengan ikatan utama berasal dari bahan baku yang bersangkutan (khususnya lignin) atau bahan lain (khususnya perekat) untuk memperoleh sifat khusus, diklasifikasikan menjadi tiga berdasarkan kerapatannya yaitu papan serat kerapatan rendah, papan serat kerapatan sedang dan papan serat kerapatan tinggi. Pengukuran Kerapatan sebagai berikut (SNI 01-4449-2006): K=
B ...................................................................................................(2.9) l
Keterangan: K : kerapatan (g/cm3) dalam 2 desimal; B : massa (g); l : isi (cm3) : panjang (cm) x lebar (cm) x tebal (cm)
commit to user
II-11
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
2.5.1 PSKR (Papan Serat Kerapatan Rendah) Papan serat kerapatan rendah yaitu papan serat yang memiliki kerapatan <0,40 (g/cm3). Standar nilai MOR (Modulus of Rupture) ditunjukkan pada tabel 2.1. Tabel 2.1 Klasifikasi PSKR berdasarkan kerapatan dan nilai MOR Tipe Kerapatan (g/cm3) Nilai MOR (kgf/cm2) 1 < 0,27 ≥ 1,0 ≥ 10,2 2 < 0,35 ≥ 2,0 ≥ 20,4 3 < 0,40 ≥ 3,0 ≥ 30,6 Sumber: SNI 01-4449, 2006
Tabel 2.2 Syarat fisis dan mekanis PSKR Nilai MOR Jenis PSKR Tebal (cm) kgf/cm2 kgf/cm2 1 Tipe 1 1,5 ≥ 1,0 ≥ 10,2 2,0 0,9 1,2 Tipe 2 ≥ 2,0 ≥ 20,4 1,5 1,8 0,9 1,2 Tipe 3 ≥ 3,0 ≥ 30,6 1,5 1,8 Sumber: SNI 01-4449, 2006
2.5.2 PSKS (Papan Serat Kerapatan Sedang) Papan serat kerapatan sedang yaitu papan serat yang memiliki kerapatan 0,40 – 0,84 (g/cm3). Standar nilai MOR (Modulus of Rupture) ditunjukkan pada tabel 2.3. Tabel 2.3 Klasifikasi PSKS berdasarkan nilai MOR Nilai MOR Tipe kgf/cm2 kgf/cm2 30 ≥ 30,0 ≥ 30,6 25 ≥ 25,0 ≥ 25,5 15 ≥ 15,0 ≥ 15,3 5 ≥ 5,0 ≥ 5,1 Sumber: SNI 01-4449, 2006
Sedangkan syarat fisik mekanis papan serat kerapatan sedang dijelaskan pada tabel 2.4
commit to user
II-12
perpustakaan.uns.ac.id
Tipe
Tipe 30 Tipe 25 Tipe 15 Tipe 5
digilib.uns.ac.id
Tabel 2.4 Syarat sifat mekanis PSKS Nilai MOR Modulus patah Kering Basah kgf/ kgf/ kgf/ kgf/ cm2 cm2 cm2 cm2 ≥ 30,0 ≥ 306 ≥ 15,0 ≥ 15,3 ≥ 25,0 ≥ 255 ≥ 12,5 ≥ 12,5 ≥ 15,0 ≥ 153 ≥ 7,5 ≥ 7,7 ≥ 5,0 ≥ 51 – –
Modulus elastisitas kgf/ 104 cm2 kgf/cm2 ≥ 2500 ≥ 2,55 ≥ 2000 ≥ 2,04 ≥ 1300 ≥ 1,33 ≥ 800 ≥ 0,82
Sumber: SNI 01-4449, 2006
2.5.3 PSKT (Papan Serat Kerapatan Tinggi) Papan serat kerapatan tinggi yaitu papan serat yang memiliki kerapatan > 0,84 (g/cm3). Klasifikasi PSKT berdasarkan perlakuan ditunjukkan pada tabel 2.5 dan berdasarkan kondisi permukaan ditunjukkan pada tabel 2.6. Tabel 2.5 Klasifikasi PSKT berdasarkan perlakuan Tipe Perincian T1 PSKT tanpa perlakuan T2 PSKT dengan perlakuan CATATAN Perlakuan dapat mencakup antara lain: perlakuan panas, perlakuan minyak, atau impregnasi resin. Sumber: SNI 01-4449, 2006
T1
Tabel 2.6 Klasifikasi PSKT berdasarkan kondisi permukaan Tipe Kondisi permukaan PSKT biasa tanpa perlakuan Permukaan tidak diampelas (T1B1) PSKT biasa tanpa perlakuan Satu atau dua permukaan diampelas (T1B2) PSKT dekoratif interior Satu atau dua permukaan direkat/dilapisi tanpa dengan bahan resin, film, kertas, atau perlakuan (T1D) dilaburi cat resin sintetis
PSKT biasa dengan Permukaan tidak diampelas perlakuan (T2B1) PSKT biasa dengan Satu atau dua permukaan diampelas T2 perlakuan (T2B2) PSKT dekoratif eksterior Satu atau dua permukaan direkat/dilapisi dengan dengan bahan resin, film, kertas, atau perlakuan (T2D) dilaburi cat resin sintetis commit to user Sumber: SNI 01-4449, 2006
II-13
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
Standar keteguhan lentur dan modulus patah ditunjukkan pada tabel 2.7 Tabel 2.7 Klasifikasi PSKT berdasarkan nilai MOR Nilai MOR Tipe kgf/cm2 kgf/cm2 T135 ≥ 35,0 ≥ 35,7 T1 25 ≥ 25,0 ≥ 25,5 T1 20 ≥ 20,0 ≥ 20,4 T2 45 ≥ 45,0 ≥ 45,9 T2 35 ≥ 35,0 ≥ 35,7 Sumber: SNI 01-4449, 2006
2.6 Temperatur Heat stress disebabkan oleh efek cuaca kerja yang berakibat pada daya kerja. Daya kerja atau efisiensi kerja sangat dipengaruhi oleh cuaca kerja sedangkan cuaca kerja sendiri dipegaruhi oleh temperatur tempat kerja. Upaya menciptakan kenyamanan dalam bekerja dan mengantisipasi heat stress maka perlu dilakukan pengkondisian temperatur yang nyaman untuk bekerja. Temperatur yang nyaman bagi orang-orang indonesia berkisar antara 240C - 270C (Sutalaksana, dkk, 1983). Cara menjaga temperatur ruangan untuk mendapatkan cuaca kerja yang nyaman sehingga dapat mendorong produktivitas antara lain dengan penggunaan air conditioning di tempat kerja. Jika temperatur terlalu rendah akan menimbulkan keluhan-keluhan dan kadang-kadang diikuti meningkatnya penyakit pernafasan serta semangat kerja menurun. Sebaiknya diperhatikan hal-hal sebagai berikut (Suma’mur, 1996): a. Temperatur ruangan diatur pada suhu 250 – 260C. b. Penggunaan AC (Air Conditioning) di tempat kerja perlu penyesuaian temperatur dengan keadaan di rumah. c. Bila perbedaan temperatur di dalam dan di luar lebih 50C, perlu adanya suatu kamar adaptasi. Mengantisipasi pengaruh panas terhadap kondisi pekerja maka ditetapkan suatu nilai ambang batas tertentu. Nilai Ambang Batas (NAB) untuk iklim kerja adalah situasi kerja yang masih dapat dihadapi oleh tenaga kerja dalam pekerjaan sehari-hari yang tidak mengakibatkan penyakit atau gangguan kesehatan untuk waktu kerja terus menerus tidak lebih dari 8 jam sehari dan 40 jam dalam to user seminggu. NAB terendah untuk commit temperatur ruang kerja adalah 180C dan NAB
II-14
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
tertinggi adalah 300C pada kelembaban nisbi udara antara 65% sampai 95% (Keputusan Menteri Kesehatan Nomor: 405/Menkes/SK/XI/2002). 2.7 Perpindahan Panas Perpindahan panas adalah proses transport energi bila dalam suatu sistem terdapat gradient (perbedaan) temperatur, atau bila dua sistem yang temperaturnya berbeda disinggungkan, maka akan terjadi perpindahan energi. Energi yang dipindahkan dinamakan kalor atau panas (heat). Ilmu perpindahan kalor tidak hanya menjelaskan bagaimana energi kalor itu dipindahkan dari satu benda ke benda yang lain, tetapi juga dapat meramalkan laju perpindahan kalor dan konduktivitas termal bahan (Wibowo, 2008). 2.7.1 Perpindahan panas konduksi atau hantaran Perpindahan panas konduksi atau hantaran adalah perpindahan energi dari bagian yang bersuhu tinggi ke bagian yang bersuhu rendah apabila terdapat perbedaan temperatur atau temperatur gradien. Konduktivitas termal (k) adalah sifat bahan dan menunjukkan jumlah panas yang mengalir melintasi satu satuan luas jika gradien temperaturnya satu. Persamaan Fourier merupakan persamaan dasar tentang konduktivitas termal. Menggunakan persamaan tersebut dapat dilakukan perhitungan dalam percobaan untuk menentukan konduktivitas termal suatu benda (Miseno, 2009). q= k A
……………………...………...……………….…………..(2.10)
Keterangan : q k A ΔT L
: laju perpindahan kalor konduksi (watt). : konduktivitas (W/m°C). : luas penampang ( m2 ). : perbedaan temperatur (°C). : tebal (m)
2.7.2 Perpindahan panas konveksi Yaitu perpindahan panas yang terjadi antara permukaan padat dengan fluida yang mengalir disekitarnya, dengan menggunakan media penghantar berupa fluida (cairan/gas) (Holman, 1994). 2.7.3 Perpindahan panas radiasi Adalah perpindahan panas yang terjadi karena pancaran/sinaran/radiasi gelombang elektromagnetik, tanpacommit memerlukan to usermedia perantara (Holman, 1994).
II-15
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
2.8 Hambat Panas (R) Hambat
panas
biasanya
menggunakan
konsep
tahanan
termal
(R= resistansi termal) untuk menyatakan kemampuan suatu bahan dalam menghambat aliran kalor. Tahanan termal merupakan perbandingan antara ketebalan suatu bahan dengan konduktivitas termal bahan tersebut. Secara matematis dapat dirumuskan sebagai berikut (Holman, 1994) : …………..…………………………………………..…….(2.11) Keterangan : A K L R
: luas penampang bahan (m²) : konduktivitas panas bahan (W/m°C) : tebal spesimen (m) : tahanan / hambatan termal (°C/W)
2.9 Bahan-bahan Penyusun Komposit Sandwich Core komposit sandwich menggunakan bahan limbah kertas buram, sekam padi dan perekat lem putih (PVAc). Skin berbahan karung plastik dengan perekat resin UPRs. 2.9.1 Kertas Kertas (paper) berasal dari bahasa Yunani yang ditujukan untuk penyebutan material media menulis yang disebut papyrus. Kertas terbuat dari serat tumbuhan yang digabungkan menjadi lembaran-lembaran. Pada awal pembuatannya, kertas dibuat dari kapas. Saat ini kertas dapat dibuat dari kulit kayu. Kertas adalah bahan tipis dan rata yang dihasilkan dengan kompresi serat yang berasal dari pulp. Pulp terdiri dari serat-serat (selulosa dan hemiselulosa) sebagai bahan baku kertas. Pulp adalah hasil pemisahan serat dari bahan baku berserat (kayu maupun non kayu) melalui berbagai proses pembuatannya (Sidharta dan Indrawati, 2009). Bahan baku pembuatan kertas adalah selulosa yang diberi perlakuan kimia, dibilas, diuraikan, dipucatkan, dibentuk menjadi lembaran setelah pressing dan dikeringkan. Kayu terdiri dari 50% selulosa, 30% lignin dan bahan bersifat adhesif di lamela tengah, 20% karbohidrat berupa xylan, resin dan tanin. Jenis kayu dan lembaran akhir kertas yang di inginkan sangat menentukan cara commit to user
II-16
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
pembuatan kertas. Pada pembuatan kertas dengan bahan baku berupa kayu terlebih dahulu dibuat menjadi pulp (Julianti dalam Asma, 2010). Selulosa merupakan senyawa organik yang terdapat pada dinding sel bersama lignin berperan dalam mengokohkan struktur tumbuhan. Selulosa pada kayu umumnya berkisar 40-50%. Selulosa tersusun atas glukosa dan lazim disebut serat dan merupakan polikasarida terbanyak. Selulosa banyak terdapat pada dinding sel tanaman, alga, dan jamur. Penggunaan dalam industri, selulosa dapat digunakan sebagai bahan pembuatan pulp dan kapas yang akan memproduksi kertas dan karton. Selulosa tidak mempunyai rasa dan bau, bersifat hidrofilik, tidak larut dalam kebanyakan pelarut organik, serta dapat terbiodegradasi (Anonim dalam Asma, 2010). Serat selulosa juga dapat dapat menyerap air dan memiliki regangan (Sidharta dan Indrawati, 2009). Sedangkan kelebihan serat selulosa yang lain sebagai berikut (Je Audible Music dalam Asma, 2010) : 1) Memiliki daya serap yang tinggi terhadap suara yaitu NRC mencapai 0,9 sehingga mampu menyerap reveberation (gema/gaung) dengan optimal. 2) Memiliki kepadatan massa jenis mencapai 80kg/m3 sehingga mampu menghalangi suara dengan sangat baik. 3) Tidak merambatkan api seperti pada umumnya bahan insulasi. 4) Aman bagi kesehatan, tidak menyebabkan carcinogen (kanker) atau alergi. 5) Tidak berjamur. 6) Serangga, tikus, ngengat dan sejenisnya tidak akan tinggal pada material. Hemiselulosa merupakan suatu polisakarida lain yang terdapat dalam tanaman dan tergolong senyawa organik. Degradasi hemiselulosa dalam asam lebih tinggi dibandingkan dengan delignifikasi, dan hidrolisis dalam suasana basa tidak semudah dalam suasana asam menyatakan bahwa adanya hemiselulosa mengurangi waktu dan tenaga yang diperlukan untuk melunakkan serat dalam proses mekanis dalam air. Hemiselulosa bersifat sebagai pendukung dinding sel dan berlaku sebagai perekat antar sel tunggal yang terdapat di dalam tanaman lainnya. Kandungan hemiselulosa yang tinggi memberikan kontribusi pada ikatan antar serat, karena hemiselulosa bertindak sebagai perekat dalam setiap serat tunggal (Sungai dalam Asma, 2010). commit to user
II-17
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
2.9.2 Sekam Padi Sekam padi merupakan lapisan keras yang meliputi kariopsis yang terdiri dari dua belahan yang disebut lemma dan palea yang saling bertautan. Pada proses penggilingan beras sekam akan terpisah dari butir beras dan menjadi bahan sisa atau limbah penggilingan. Sekam dikategorikan sebagai biomassa yang dapat digunakan untuk berbagai kebutuhan seperti bahan baku industri, pakan ternak dan energi atau bahan bakar. Sekam memiliki kerapatan jenis (bulk density) 125 kg/m3, dengan nilai kalori 3.300 kkal/ kg sekam. Proses penggilingan gabah akan menghasilkan 16%-28% sekam (Nugraha dan Setiawati, 2006). Ditinjau data komposisi kimiawi, sekam mengandung beberapa unsur kimia penting seperti dapat dilihat pada tabel berikut: Tabel 2.8 Komposisi kimia sekam padi Komponen Menurut Suharno Kadar air Protein kasar Lemak Serat kasar Abu Karbohidrat kasar Menurut DTC-IPB Karbon (zat arang) Hidrogen Oksigen Silika (SiO2)
Kandungan (%) 9,02 3,03 1,18 35,68 17,71 33,17 1,33 1,54 33,64 16,98
Sumber: Nugraha dan Setiawati, 2006
Dengan komposisi kandungan kimia seperti tersebut pada tabel 2.8, sekam dapat dimanfaatkan untuk berbagai keperluan di antaranya: (a) sebagai bahan baku pada industri kimia, terutama kandungan zat kimia furfural yang dapat digunakan sebagai bahan baku dalam berbagai industri kimia, (b) sebagai bahan baku pada industri bahan bangunan, terutama kandungan silika (SiO2) yang dapat digunakan untuk campuran pada pembuatan semen portland, bahan isolasi, huskboard dan campuran pada industri bata merah, (c) sebagai sumber energi panas pada berbagai keperluan manusia, kadar selulosa yang cukup tinggi dapat memberikan pembakaran yang merata dan stabil (Nugraha dan Setiawati, 2006). Komponen utama sekam ialah selulosa, hemiselulosa dan lignin. Masalah yang commit to user sering dihadapinya untuk menjadi pengisi yang baik ialah penyerapannya terhadap II-18
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
kelembapan. Tabel 2.9 menunjukkan kandungan kimia yang terdapat dalam sekam (Lauricio, 1987) dan tabel 2.10 menunjukkan analisis sampel sekam padi dalam % (Grist, 1975). Tabel 2.9 Kandungan kimia sekam padi Kandungan Protein mentah Gentian mentah Nitrogen Selulosa Lignin Pentosan Lemak mentah Abu
% berdasarkan berat 1,5 – 7,0 31,5 – 50,0 24,5 – 38,8 16,0 – 22,0 20,0 – 27,5 31,5 – 50,0 0,05 – 3,0 15,0 – 30,0
Sumber: Lauricio, 1987
Tabel 2.10 Analisis sampel sekam padi dalam % Komposisi Silika (SiO2) Kalsium oksida (CaO) Magnesium oksida (MgO) Sodium oksida (Na2O) Kalium oksida (K2O) Ferrik oksida (Fe2O3) P2O5 Aluminium dan Manganes Oksida
% 94.50 0.25 0.23 0.78 1.10 sedikit 0.53 sedikit
Sumber: Grist, 1975
Sekam padi yang selebihnya akan dimusnahkan dan biasanya dibakar secara terbuka di kawasan lapang. Pembakaran tersebut banyak dilakukan tetapi sekiranya tidak dilakukan dengan benar, maka berakibat pada masalah pencemaran (Houston, 1972). 2.9.3 Perekat Lem Putih Polivinil asetat (PVAc) atau dapat disebut juga lem putih yang digunakan sebagai lem kayu dan kertas merupakan salah satu produk jenis polimer emulsi. Polimer emulsi adalah polimerisasi adisi terinisiasi radikal bebas dimana suatu monomer atau campuran monomer dipolimerisasikan di dalam air dengan perubahan surfaktan untuk membentuk suatu produk polimer emulsi yang disebut lateks. Lateks didefinisikan sebagai dispersi koloidal dari partikel polimer dalam medium air. Bahan utama di dalam polimerisasi emulsi selain dari monomer dan to user air adalah surfaktan, inisiator, dancommit zat pengalih rantai (Siregar, 2004).
II-19
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
Produk-produk polimer emulsi ini merupakan bahan yang banyak digunakan dalam kehidupan sehari-hari diberbagai jenis sektor industri. Pada industri tekstil emulsi digunakan dalam proses pengkanjian (sizing), pengecapan (printing), dan penyempurnaan (finishing). Pada industri cat tembok berbagai macam polimer emulsi digunakan sebagai pengikat dan pengental. Polimer emulsi digunakan sebagai perekat dalam industri kayu lapis dan pengerjaan furniture selain itu sifat khusus dari beberapa kopolimer emulsi yang lengket terhadap aksi tekanan merupakan suatu sarana bagi penggunaan material tersebut sebagai lem striker dan lem celorape yang dikenal dengan lem peka tekanan (Siregar, 2004). 2.9.4 Serat Karung Plastik Karung plastik dibuat dari polimer polypropilen (PP) yang bersifat thermoplastik (Pertamina UPPDN VI). Polypropilen (PP) mempunyai kekuatan tarik sebesar 31-41 Mpa dan mempunyai kekuatan impak sebesar 0,23-0,57 N/cm (P.Stevens, 2001). Bahan baku polipropilen diperoleh dengan menguraikan petroleum (naftan). Polypropilen ini dibentuk oleh n satuan monomer propilen. Molekul rantai polypropilen akan memberikan sifat thermoplastik seiring dengan kenaikan temperatur, serta dapat mencair dan mengalir. Massa jenis PP rendah yaitu sekitar 0.9007 gr/cm3 (ASTM D 792 dalam Diharjo, 2006). PP termasuk golongan polimer yang paling ringan dan dapat terbakar kalau dinyalakan. Titik leleh PP adalah sekitar 1760C (Diharjo, 2006).
Gambar 2.7. Skema ikatan kimia dari polypropilen. Sumber: Diharjo, 2006
2.9.5 Unsaturated Polyester Resin (UPRs) Unsaturated Polyester Resin merupakan jenis resin thermoset, dalam kebanyakan hal resin ini disebut polyester saja. Polyester merupakan resin cair dengan viskositas yang relatif rendah. Resin ini memilki sifat mengeras pada suhu kamar dengan penggunaan katalis tanpa menghasilkan gas sewaktu pengesetan commit to user seperti banyak resin lainnya. Selain itu, karakteristik dari resin ini adalah kaku dan II-20
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
rapuh. Mengenai sifat termalnya, polyester memilki suhu deformasi thermal lebih rendah daripada resin thermoset lainnya karena banyak mengandung monomer stiren dan ketahanan panas jangka panjangnya adalah kira-kira 1100-1400C. Polyester juga memilki ketahanan dingin dan sifat listrik yang lebih baik diantara resin thermoset (Wicaksono dalam Najib, 2010). Mengenai ketahanan kimianya, pada umumnya kuat terhadap asam kecuali asam pengoksid, tetapi lemah terhadap alkali. Bila dimasukkan dalam air mendidih untuk waktu yang lama (300 jam), bahan akan pecah dan retak-retak. Bahan ini mudah mengembang dalam pelarut, yang melarutkan polimer stiren. Kemampuan terhadap cuaca sangat baik. Tahan terhadap kelembaban dan sinar ultra violet bila dibiarkan di luar, tetapi sifat tembus cahaya permukaan rusak dalam beberapa tahun. Secara luas digunakan untuk konstruksi sebagai bahan komposit (Najib, 2010). Resin yang digunakan dalam penelitian ini adalah resin Unsaturated Polyester (UP)
Yukalac
157 BTQN-EX. Penggunaan resin jenis ini dapat
dilakukan dari proses hand lay up sampai dengan proses yang kompleks yaitu dengan proses mekanik. Resin ini banyak digunakan dalam aplikasi komposit pada dunia industri dengan pertimbangan harga relatif murah, curing yang cepat, warna jernih, kestabilan dimensional dan mudah penanganannya (Billmeyer dalam Diharjo, 2006). 2.9.6 Katalis Metyl Etyl Keton Peroksida (MEKPO) Katalis yang digunakan adalah katalis Methyl Ethyl Keton Peroxide (MEKPO) dengan bentuk cair, berwarna bening. Fungsi dari katalis adalah mempercepat proses pengeringan (curring) pada bahan perekat suatu komposit. Semakin banyak katalis yang dicampurkan pada cairan perekat mempercepat proses laju pengeringan, tetapi akibat mencampurkan katalis terlalu banyak adalah membuat komposit menjadi getas (Surdia dan Saito dalam Najib, 2010). Penggunaan katalis sebaiknya diatur berdasarkan kebutuhannya. Pada saat mencampurkan katalis ke dalam perekat maka akan timbul reaksi panas (6000C-9000C). Proses pengerasan resin diberi bahan tambahan yaitu, katalis jenis Metyl Etyl Keton Peroksida (MEKPO), katalis digunakan untuk mempercepat commit to user
II-21
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
proses pengerasan cairan resin pada suhu yang lebih tinggi. Pemakaian katalis dibatasi sampai 1% dari volume resin (Najib, 2010). 2.9.7 Larutan n-heksana Heksana adalah sebuah senyawa hidrokarbon alkana dengan rumus kimia C6H14 (isomer utama n-heksana memiliki rumus CH3(CH2)4CH3). Seluruh isomer heksana tidak reaktif, dan sering digunakan sebagai pelarut organik yang inert. Heksana juga umum terdapat pada bensin dan lem sepatu, kulit dan tekstil. Pada keadaan standar senyawa ini merupakan cairan tak berwarna yang tidak larut dalam air (wikipedia.org). Menurut Ginting (2005) penambahan 1 ml heksana pada komposit menggunakan perekat polietilena dengan karung plastik meningkatkan kekuatan tarik komposit. Hal ini dibuktikan dengan penelitiannya pada komposisi polietilena dan karung plastik
70 : 30 tanpa heksana 18,48 MPa sedangkan
dengan heksana menjadi 28,88 MPa. Hal ini disebabkan oleh pengaruh heksana yang berfungsi sebagai zat pelembut, mampu melembutkan serat sehingga memudahkan interaksi antara perekat polietilena dan serat karung plastik.
2.10 Konsep Perancangan Eksperimen 2.10.1 Defnisi Eksperimen Desain eksperimen merupakan langkah-langkah lengkap yang perlu diambil jauh sebelum eksperimen dilakukan agar data yang semestinya diperlukan dapat diperoleh, sehingga akan membawa kepada analisis yang objektif dan kesimpulan untuk persoalan yang sedang dibahas (Sudjana, 1997). Beberapa istilah atau pengertian yang perlu diketahui dalam desain eksperimen (Sudjana, 1997; Montgomery, 1997): a. Unit eksperimen (experimental unit) Objek eksperimen dimana nilai-nilai variabel respon diukur. b. Variabel respon (effect) Disebut juga dependent variable atau ukuran performansi, yaitu output yang ingin diukur dalam eksperimen. c. Faktor Disebut juga independent variable atau variabel bebas, yaitu input yang commit to user nilainya akan diubah-ubah dalam eksperimen. II-22
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
d. Level (taraf) Merupakan nilai-nilai atau klasifikasi-klasifikasi dari sebuah faktor. Taraf (levels) faktor dinyatakan dengan bilangan 1, 2, 3 dan seterusnya. Misalkan dalam sebuah penelitian terdapat faktor-faktor : a : jenis kelamin b : cara mengajar Selanjutnya taraf untuk faktor a adalah 1 menyatakan laki-laki, 2 menyatakan perempuan (a1, a2). Bila cara mengajar ada tiga, maka dituliskan dengan b1, b2, dan b3. e. Treatment (perlakuan) Sekumpulan kondisi eksperimen yang akan digunakan terhadap unit eksperimen dalam ruang lingkup desain yang dipilih. Perlakuan merupakan kombinasi level-level dari seluruh faktor yang ingin diuji dalam eksperimen. f. Replikasi Pengulangan eksperimen dasar yang bertujuan untuk menghasilkan taksiran yang lebih akurat terhadap efek rata-rata suatu faktor ataupun terhadap kekeliruan eksperimen. g. Faktor Pembatas/ Blok (Restrictions) Disebut juga sebagai variabel kontrol yaitu faktor-faktor yang mungkin ikut mempengaruhi variabel respon tetapi tidak ingin diuji pengaruhnya oleh eksperimenter karena tidak termasuk ke dalam tujuan studi. h. Randomisasi Merupakan cara mengacak unit-unit eksperimen untuk dialokasikan pada eksperimen. Metode randomisasi yang dipakai dan cara mengkombinasikan level-level dari fakor yang berbeda menentukan jenis disain eksperimen yang akan terbentuk. i. Kekeliruan eksperimen Merupakan kegagalan daripada dua unit eksperimen identik yang dikenai perlakuan untuk memberi hasil yang sama. Langkah-langkah dalam setiap proyek eksperimen secara garis besar terdiri atas tiga tahapan, yaitu planning phase, design phase dan analysis phase (Hicks, 1993).
commit to user
II-23
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
1. Planning Phase Tahapan dalam planning phase adalah : a. Membuat problem statement sejelas-jelasnya. b. Menentukan variabel bebas (dependent variables), yaitu efek yang ingin diukur, sering disebut sebagai kriteria atau ukuran performansi. c. Menentukan independent variables. d. Menentukan level-level yang akan diuji, tentukan sifatnya, yaitu : 1) Kualitatif atau kuantitatif 2) Fixed atau random e. Tentukan cara bagaimana level-level dari beberapa faktor akan dikombinasikan (khusus untuk eksperimen dua faktor atau lebih). 2. Design Phase Tahapan dalam design phase adalah : a. Menentukan jumlah observasi yang diambil. b. Menentukan urutan eksperimen (urutan pengambilan data). c. Menentukan metode randomisasi. d. Menentukan model matematik yang menjelaskan variabel respon. e. Menentukan hipotesis yang akan diuji. 3. Analysis Phase Tahapan dalam analysis phase adalah : a. Pengumpulan dan pemrosesan data. b. Menghitung nilai statistik-statistik uji yang dipakai. c. Menginterpretasikan hasil eksperimen. 2.10.2 Tujuan Desain Eksprimen Desain
suatu
eksperimen
bertujuan
untuk
memperoleh
atau
mengumpulkan informasi sebanyak – banyaknya yang diperlukan dan berguna dalam melaksanakan penelitian persoalan yang akan dibahas. Meskipun ,demikian dalam rangka mendapatkan semua informasi yang berguna itu , desain dibuat sederhana untuk menghemat waktu ,biaya dan bahan yang akan digunakan. 2.10.3 Faktorial Eksperimen Eksperimen faktorial digunakan bilamana jumlah faktor yang akan diuji lebih dari satu. Eksperimen faktorial adalah eksperimen dimana semua (hampir commit to user
II-24
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
semua) taraf (levels) sebuah faktor tertentu dikombinasikan dengan semua (hampir semua) taraf (levels) faktor lainnya yang terdapat dalam eksperimen. (Sudjana, 1997). Di dalam eksperimen faktorial, dapat terjadi hasilnya dipengaruhi oleh lebih satu faktor, atau dikatakan terjadi interaksi antar faktor. Secara umum interaksi didefinisikan sebagai perubahan dalam sebuah faktor mengakibatkan perubahan nilai respon yang berbeda pada tiap taraf untuk faktor lainnya. maka antara kedua faktor itu terdapat interaksi (Sudjana, 1997). Skema umum data sampel untuk desain eksperimen dapat dilihat pada Tabel 2.11. Tabel 2.11 Skema umum data sampel eksperimen faktorial menggunakan 3 faktor dan dengan n observasi tiap sel Faktor C
Faktor B
1
2
…
a
1
Y1111 Y1112 … Y111n
Y2111 Y2112 … Y211n
… … … …
Ya111 Ya112 … Ya11n
…
…
…
…
…
…
…
…
… …
Y1b11 Y1b12 … Y1b1n … … Y1111 Y1112 … Y111n … …
Y2b11 Y2b12 … Y2b1n … … Y2111 Y2112 … Y211n … …
Y3b11 Y3b12 … Y3b1n … … … … … … … …
Y4b11 Y4b12 … Y4b1n … … Ya111 Ya112 … Ya11n … …
Total
Y1bc1 Y1bc2 … Y1bcn T…1
Y2bc1 Y2bc2 … Y2bcn T…2
… … … … T…3
Yabc1 Yabc2 … Yabcn T…a
1
b … …
… … 1
c
Faktor A
b
Sumber: Sudjana, 1997.
commit to user
II-25
Jumlah
… …
… …
… …
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
Tabel Anova untuk eksperimen faktorial dengan tiga faktor (a, b, dan c), dengan nilai-nilai perhitungan dalam bentuk diatas adalah sebagaimana tabel 2.12. Pada kolom terakhir Tabel 2.12, untuk menghitung harga F yang digunakan sebagai alat pengujian statistik, maka perlu diketahui model mana yang diambil. Model yang dimaksud ditentukan oleh sifat tiap faktor, apakah tetap atau acak. Model tetap menunjukkan di dalam eksperimen terdapat hanya m buah perlakuan, sedangkan model acak menunjukkan bahwa dilakukan pengambilan m buah perlakuan secara acak dari populasi yang ada (Sudjana, 1997). Tabel 2.12 Anova eksperimen faktorial 3 faktor Jumlah
Kuadrat Tengah
(df)
Kuadrat (SS)
(MS)
Faktor A
a –1
SSA
SSA/dfA
MSA/MSE
Faktor B
b–1
SSB
SSB/dfB
MSB/MSE
Faktor C
c –1
SSC
SSC/dfC
MSC/MSE
Interaksi AxB
(a – 1)(b – 1)
SSAxB
SSAxB/dfAxB
MSAxB/MSE
Interaksi AxC
(a – 1)(c – 1)
SSAxC
SSAxC/dfAxC
MSAxC/MSE
Interaksi BxC
(b – 1)(c – 1)
SSBxC
SSBxC/dfBxC
MSBxC/MSE
Interaksi AxBxC
(a–1)(b–1)(c–1)
SSAxBxC
SSAxBxC/dfAxBxC
MSAxBxC/M
Error
abc(n - 1)
SSE
SSE/dfE
SE
Total
abcn
SSTotal
Sumber Variansi
Derajat
Bebas
F
Sumber: Sudjana, 1997.
2.10.4 Pengujian Asumsi-Asumsi ANOVA Apabila menggunakan analisis variansi sebagai alat analisis data eksperimen, maka seharusnya sebelum data diolah, terlebih dahulu dilakukan uji asumsi ANOVA untuk menguji apakah asumsi-asumsi ANOVA telah terpenuhi atau belum. Uji yang dilakukan dapat berupa uji homogenitas variansi, dan independensi, terhadap data hasil eksperimen (Sudjana, 1997). 1. Uji Normalitas Uji normalitas adalah uji untuk mengukur apakah data kita memiliki distribusi normal sehingga dapat dipakai dalam statistik parametrik (statistik inferensial). Ada beberapa metode yang dapat digunakan untuk menguji pola distribusi. Dua diantaranya adalah metode statistik Chi Squared dan KolmogorovSmirnov. Namun uji chi-squared tidak cocok digunakan untuk menentukan pola commit user distribusi dari data yang berjumlah kecil. to Hal ini dikarenakan terjadinya kesulitan
II-26
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
atau kesalahan dalam penentuan interval pada data jumlah kecil. Akibatnya terjadinya kesalahan pengelompokan, sehingga menyebabkan uji chi-squared tidak sensitif dalam penolakan atau penerimaan terhadap H0 (Tjahyanto, 2008). Konsep dasar dari uji normalitas Kolmogorov-Smirnov adalah dengan membandingkan distribusi data (yang akan diuji normalitasnya) dengan distribusi normal baku. Distribusi normal baku adalah data yang telah ditransformasikan ke dalam bentuk Z-Score dan diasumsikan normal. Jadi sebenarnya uji KolmogorovSmirnov adalah uji beda antara data yang diuji normalitasnya dengan data normal baku (Konsultan Statistik, 2009). Uji Kolmogorov Smirnov ini dilakukan pada tiap threatment/perlakuan, pada tiap perlakuan terdiri dari n buah data (replikasi). Persyaratan dalam melakukan uji Kolmogorov-Smirnov adalah sebagai berikut (Cahyono, 2006): 1. Data berskala interval atau ratio (kuantitatif) 2. Data tunggal / belum dikelompokkan pada tabel distribusi frekuensi 3. Dapat digunakan untuk n besar maupun n kecil. Langkah - langkah uji Kolmogorov Smirnov (Sudjana, 1997) yaitu: 1. Mengurutkan data dari yang terkecil sampai terbesar. 2. Menghitung rata-rata ( x ) dan standar deviasi (s) data tersebut. . æ ç ç x=è
s=
ö
n
å x ÷÷ø i
i =1
n
åx
................................................................................................(2. 12)
(å x ) -
2
2
i
i
n -1
n
..........................................................................(2.13)
Keterangan: xi : data ke-i n : banyaknya data 3. Mentransformasikan data tersebut menjadi nilai baku (z).
z i = ( x i - x ) / s ......................................................................................(2.14) Keterangan: zi : nilai baku xi : data ke-i
commit to user
II-27
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
x : rata-rata
s : standar deviasi 4. Berdasarkan nilai baku (z), menentukan nilai probabilitasnya P(z) berdasarkan sebaran normal baku, sebagai probabilitas pengamatan. Gunakan tabel standar luas wilayah di bawah kurva normal. 5. Menentukan nilai probabilitas harapan kumulatif P(x) dengan rumus, sebagai berikut: P( xi ) = i / n
...............................................................................................(2.15)
Keterangan: i : data ken : jumlah data 6. Tentukan nilai maksimum dari selisih absolut P(z) dan P(x) yaitu: Maks | P(z) - P(x)| , sebagai nilai L hitung. Tahap berikutnya adalah menganalisis apakah data observasi dalam n kali replikasi berdistribusi normal. Hipotesis yang diajukan adalah: H0 : Sampel data observasi berasal dari populasi yang berdistribusi normal H1 : Sampel data observasi berasal dari populasi yang tidak berdistribusi normal 7. Memilih taraf nilai nyata a, dengan wilayah kritik Lhitung > La(n). Apabila nilai Lhitung < Ltabel , maka terima H0 dan simpulkan bahwa data observasi berasal dari populasi yang berdistribusi normal. 2. Uji homogenitas Uji homogenitas bertujuan menguji apakah variansi error dari tiap level atau perlakuan bernilai sama. Alat uji yang sering dipakai adalah uji bartlett. Namun uji
bartlett dapat dilakukan setelah uji normalitas dilakukan. Untuk
menghindari adanya kesulitan dalam urutan proses pengolahan, maka alat uji yang dipilih adalah uji levene test. Uji levene dilakukan dengan menggunakan analisis ragam terhadap selisih absolut dari setiap nilai pengamatan dalam sampel dengan rata-rata sampel yang bersangkutan (Permana, 2008). Prosedur uji homogenitas levene (Wijaya, 2000) sebagai berikut : 1. Kelompokkan data berdasarkan faktor yang akan diuji. 2. Hitung selisih absolut nilai pengamatan terhadap rata-ratanya pada tiap level. 3. Hitung nilai-nilai berikut ini : commit to user
II-28
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
a. Faktor koreksi ( FK ) =
(å x i ) 2 n
Keterangan : xi : data hasil pengamatan i : 1, 2, ..., n n : banyaknya data
æ b. Sum of Square (SS) faktor = ç ç è
...........................................................(2.16)
(å x )ö÷ - FK ....................................(2.17) 2
i
÷ ø
k
Keterangan : k : banyaknya data pada tiap level 2 c. Sum of Square (SS) total = å y i - FK ..........................................(2.18)
(
)
Keterangan : yi : selisih absolut data hasil pengamatan dengan rata-ratanya untuk tiap level d. SSerror = SS total - SSfaktor ........................................................................(2.19) Nilai-nilai hasil perhitungan di atas dapat dirangkum dalam sebuah daftar analisis ragam sebagaimana tabel 2.13 berikut ini. Tabel 2.13 Skema umum daftar analisis ragam uji homogenitas Sumber Sum of Square Mean of Square df F Keragaman (SS) (MS) MS faktor Faktor F SS(Faktor) SS(Faktor)/ Df MS error Error
n-1-f
SSerror
Total
n-1
SStotal
SSe / Df
Sumber: Wijaya, 2000.
4. Hipotesis yang diajukan adalah : 2 2 2 2 2 2 H0 : s 1 = s 2 = s 3 = s 4 = s 5 = s 6
H1 :
Ragam seluruh level faktor tidak semuanya sama.
5. Memilih taraf nyata/ signifikasi (α). 6. Wilayah kritis : F > F α (v1 ; v2)
commit to user
II-29
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
3. Analysis of Variance (ANOVA) Analysis of Variance (ANOVA) merupakan metode untuk menguji hubungan antara satu variabel dependen dengan satu atau lebih variabel independen. Hubungan antara satu variabel dependen dengan satu variabel independen disebut One Way ANOVA. Pada kasus satu variabel dependen dan dua atau tiga variabel independen sering disebut Two Ways ANOVA dan Three Ways ANOVA. ANOVA digunakan untuk mengetahui pengaruh utama (main effect) dan pengaruh interaksi (interaction effect) dari variabel independen (sering disebut faktor) terhadap variabel dependen. Pengaruh utama atau main effect adalah pengaruh langsung variabel independen terhadap variabel dependen. Sedangkan pengaruh interaksi adalah pengaruh bersama atau joint effect dua atau lebih variabel independen terhadap variabel dependen. Skema umum data sampel untuk desain eksperimen dapat dilihat pada tabel 2.14 di bawah ini. Skema umum data sampel eksperimen faktorial
Tabel 2.14
Faktor A 1 1 Y1111 Y1112 Y1113 J1110
2 Y1211 Y1212 Y1213 J1210
2 Faktor B 1 2 Y2111 Y2211 Y2112 Y2212 Y2113 Y2213 J2110 J2210
Y
Y
Y
Faktor C
1 Jumlah Rata-rata 2 Jumlah Rata-rata 3 Jumlah Rata-rata Jumlah Total Rata-rata Total Sumber : Sudjana, 1997
1110
1210
2110
Y
2210
Jumla h
3 1 Y3111 Y3112 Y3113 J3110
2 Y3211 Y3212 Y3213 J3210
Y
Y
3110
Y1221 Y1222 Y1223 J1220
Y2121 Y2122 Y2123 J2120
Y2221 Y2222 Y2223 J2220
Y3121 Y3122 Y3123 J3120
Y3221 Y3222 Y3223 J3220
Y
Y
Y
Y
Y
Y
1120
1220
2120
2220
3120
Y1231 Y1232 Y1233 J1230
Y2131 Y2132 Y2133 J2130
Y2231 Y2232 Y2233 J2230
Y3131 Y3132 Y3133 J3130
Y3231 Y3232 Y3233 J3230
Y
Y
Y
Y
Y
Y
1130
Y
1100
1230
J1200
2130
J2100
Y 1200 2100 commitY to user Y
II-30
2230
J2200 2200
3130
J3100
Y
3100
Y
3200
1000
Y
2000
Y
3000
Y
0000
J3000
3230
J3200
Y
J2000
3220
Y1131 Y1132 Y1133 J1130 J1100
J1000
3210
Y1121 Y1122 Y1123 J1120
Ratarata
J0000
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
4. Uji Pembanding Ganda Pengujian ini dilakukan apabila terdapat perbedaan yang signifikan antar level faktor, blok, atau interaksi faktor-faktor. Uji pembanding ganda bertujuan untuk menjawab manakah dari rata-rata taraf perlakuan yang berbeda atau untuk melihat pada level mana terdapat perbedaan dari suatu faktor yang dinyatakan berpengaruh signifikan oleh uji Anova. Metode yang digunakan pada uji lanjut setelah anova adalah metode Tukey, langkah-langkah penyelesaiannya adalah (Soejoeti, 1984): a.
Mencari nilai penyimpangan S2 = RKS
Keterangan: RKS : rata-rata kuadrat kesalahan. s : varians gabungan (kelompok eksperimen + kontrol) b.
Mencari nilai Q pada tabel ”studenized range distribution” Q {k; k (m-l); a} Keterangan: a : selang kepercayaan k : jumlah perlakuan m: banyaknya pengamatan
c.
Satu range pembanding ( X A - X B ) akan dilakukan sama ( X A = X B ) apabila: {(XA-
-Q
}< (XA-
< (XA-
Q
Keterangan: XA : rerata skor kelompok eksperimen XB : rerata skor kelompok kontrol m : jumlah observasi/pengukuran secara keseluruhan s : varians gabungan (kelompok eksperimen + kontrol) 2.11 Studi Pustaka Beberapa penelitian tentang komposit telah dilakukan oleh para peneliti terdahulu. Hasil penelitian Raharjo (2006) tentang pengaruh fraksi berat sekam dan additive CaCl2 terhadap nilai konduktivitas panas komposit semen – sekam. Pembuatan komposit dilakukan dengan semen, sekam dan additive commit mencampur to user
II-31
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
(CaCl2). Jumlah sekam yang terkandung dalam komposit (fraksi berat sekam) diatur dengan variasi 10%, 20%, 30% berat. Sedangkan jumlah additive yang ditambahkan diatur dengan variasi 0%, 5%, 10%, 15% berat. Hasil penelitian menunjukkan bahwa nilai konduktivitas panas tertinggi dari komposit semensekam didapat dari kombinasi fraksi berat bahan penambah CaCl2 15% dan fraksi berat sekam 10% yaitu 0,1355 W/m0C. Nilai konduktivitas panas komposit semen-sekam meningkat seiring dengan peningkatan fraksi berat bahan penambah CaCl2 . Peningkatan fraksi berat sekam akan diikuti dengan pengurangan nilai konduktivitas panas komposit semensekam. Ngafwan (2006) melakukan penelitian tentang pembuatan komposit hambat panas menggunakan perekat resin dengan memanfaatkan limbah sekam padi. Bahan ini dibuat dengan menggunakan poliester sebagai pengikat dengan komposisi sekam padi dan polyester dalam 20%, 30%, 40%, 50% dan 60% fraksi volume komposit dengan model honeycomb dan komposit biasa. Hasil penelitian menunjukkan bahwa perpindahan kalor pada komposit sangat ditentukan oleh prosentase serat dan perekat, semakin besar fraksi volume serat maka konduktivitas mengarah pada sifat serat. Dengan model honeycomb maka nilai konduktivitas dapat menurun, sehingga dapat menurunkan sifat ketergantungan perekat. Pada komposit biasa, fraksi volume serat 50% terjadi perubahan nilai hambat panas terhadap temperatur yang sangat rendah dan mendekati linier jika dibandingkan dengan fraksi volume yang lain. Pada material honeycom menunjukkan bahwa nilai hambat panas pada fraksi volume 50% sampai 60% nilai konduktivitas panasnya lebih linier dan lebih stabil walaupun angka hambat panasnya lebih besar dibandingkan yang material normal. Meningkatnya temperatur spesimen hambat panasnya semakin rendah. Penurunan nilai hambat panas ini dikarenakan dengan meningkatnya temperatur mengakibatkan volume menjadi lebih besar sehingga kepadatan material menjadi berkurang sehingga jarak antar partikel yang berfungsi penghantar panas semakin jauh yang berakibat nilai hantar panas. Penelitian oleh Wibowo (2008) tentang pembuatan papan partikel dari campuran sekam padi dan resin (tanpa memperhatikan kekuatan material) dengan 3 variasi ketebalan (1 cm, 1,5 cm, dan 2tocm) dan 4 variasi pemadatan (3:1, 4:1, commit user
II-32
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
5:1, dan 6:1). Dari beberapa variasi ketebalan didapatkan pada ketebalan 1 cm dan kepadatan 6:1 & 5:1, nilai konduktivitas termalnya kecil (0,0798 W/m0C), pada tebal 2 cm, kepadatan 12:2 nilai konduktivitas termalnya besar (0,238 W/m0C) sehingga papan partikel dengan tebal 1 cm dan pada kepadatan 6:1 baik digunakan sebagai bahan isolator panas. Diharjo (2006) melakukan penelitian menunjukkan bahwa kekuatan dan regangan tarik komposit memiliki harga optimum untuk perlakuan serat rami 2 jam, yaitu 190.27 Mpa dan 0.44%. Komposit yang diperkuat serat rami yang dikenai perlakuan 6 jam memiliki kekuatan terendah. Penampang patahan komposit yang diperkuat serat perlakuan 0, 2, dan 4 jam diklasifikasikan sebagai jenis patah slitting in multiple area. Sebaliknya, penampang patahan komposit yang diperkuat serat perlakuan 6 jam memiliki jenis patah tunggal. Penampang patahan komposit yang diperkuat serat tanpa perlakuan menunjukkan adanya fiber pull out. Harbrian (2007) melakukan penelitian tentang komposit Sandwich serat EGlass Chopped Strand Mat-unsaturated polyester resin dengan inti (core) Spon hanya mempunyai variasi tebal inti (core). Variasi tebal inti (core)-nya adalah 2 mm, 4 mm dan 9 mm, sedangkan fraksi volumenya sama untuk semua variasi yaitu 30%. Pengujian bending pada komposit sandwich dengan masing-masing variasi tebal core ada 4 spesimen, maka dapat disimpulkan bahwa kekuatan Bending komposit Sandwich dengan core spon semakin menurun seiring dengan penambahan tebal core spon, pada tebal core 2 mm kekuatan Bending rata-ratanya adalah 38,08 MPa, sedangkan pada komposit Sandwich dengan tebal core 9 mm kekuatan Bending rata-ratanya adalah 2,28 MPa, lebih rendah 94,01 %.
commit to user
II-33
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
BAB III METODE PENELITIAN Pada bab ini akan diuraikan secara sistematis mengenai kerangka berpikir dan metode yang digunakan dalam penelitian. 3.1. KERANGKA METODE PENELITIAN Langkah–langkah yang dilakukan dalam penelitian ini akan dijelaskan pada gambar 3.1 di bawah ini.
commit to user Gambar 3.1. Metode penelitian
III-1
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
commit to user Gambar 3.1. Metode penelitian (lanjutan)
III-2
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
Metode penelitian di atas diuraikan dalam beberapa tahap dan tiap tahapnya dijelaskan melalui langkah-langkah yang dilakukan. Uraian lebih lengkap tiap tahapnya dijelaskan dalam subbab berikut ini. 3.2. WAKTU DAN TEMPAT PENELITIAN Penelitian ini dilakukan dalam skala laboratorium. Waktu dan tempat pelaksanaan penelitian dijelaskan sebagai berikut: 3.2.1. Waktu Penelitian Penelitian dimulai dari bulan Maret hingga Juli 2011. Pembuatan spesimen dan pengujian spesimen dilakukan pada bulan Mei-Juli 2011, sedangkan pengolahan data dilakukan pada bulan Juli-Agustus 2011. 3.2.2. Tempat Penelitian 1. Pembuatan spesimen
komposit
sandwich dilakukan
di
Laboratorium
Perencanaan dan Perancangan Produk Jurusan Teknik Industri Universitas Sebelas Maret Surakarta. 2. Uji impak dan bending dilakukan di Laboratorium Teknik Mesin Universitas Sebelas Maret Surakarta. 3. Uji hambat panas dilakukan di Laboratorium Uji Thermal Sub Lab Pengujian Fisika Laboratorium Pusat MIPA Universitas Sebelas Maret Surakarta.
3.3. ORIENTASI PENELITIAN Tujuan dari orientasi penelitian adalah untuk melihat faktor-faktor yang memberikan pengaruh terhadap kekuatan bending dan impak serta hambat panas yang dimiliki komposit sandwich limbah kertas buram dan sekam padi dengan skin karung plastik untuk menyederhanakan kompleksitas permasalahan yang diteliti. Orientasi yang digunakan adalah sebagai berikut: 1.
Pada proses pencampuran bahan-bahan pembuatan panel komposit, terdapat beberapa material atau benda yang ikut terbawa dalam proses pencampuran. Namun jumlahnya kecil sehingga tidak mempengaruhi hasil pengujian, diasumsikan tidak terdapat benda asing yang ikut terbawa ke dalam komposit.
2.
Sampah kertas buram yang dipakai dalam penelitian ini berasal dari limbah commit to user percetakan di daerah Surakarta dan limbah fotocopy di Surakarta yang
III-3
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
memiliki jenis kertas yang berbeda, tetapi kertas tersebut diproduksi oleh pabrik dengan proses dan bahan baku yang hampir sama, sehingga diasumsikan karakteristik dari kertas yang digunakan sama untuk setiap jenisnya. 3.
Kertas buram yang digunakan untuk core komposit adalah kertas limbah bekas pakai sehingga ada yang mengandung tinta. Tinta pada kertas buram diasumsikan tidak berpengaruh terhadap kekuatan bending dan impak.
3.4. Perancangan Experimen Pembuatan komposit sandwich terdiri dari campuran kertas buram dan sekam padi pada core dan karung plastik pada skin. Penelitian ini dilakukan untuk melihat pengaruh faktor-faktor ketebalan core komposit, komposisi core komposit dan perlakuan alkali sekam padi terhadap kekuatan impak dan bending. Penggunaan limbah kertas buram dipilih karena ketersediaan limbah kertas yang melimpah, namun pemanfaatannya yang belum optimal dan harga limbah kertas yang ekonomis dibandingkan dengan jenis penyekat ruangan yang umumnya digunakan yaitu kayu. Pada penggunaan campuran sekam padi dipilih karena limbah tersebut mempunyai fungsi sebagai penghambat panas yang baik, dimana limbah sekam antara lain digunakan sebagai bahan pelindung untuk menyimpan es, artinya sekam padi sekam padi merupakan bahan hambat panas yang baik. Faktor-faktor dalam penelitian ini ditentukan di awal penelitian (fixed factor). Rancangan penelitian pada penelitian ini ditentukan melalui beberapa tahapan. Urutan tahap tersebut dijelaskan sebagai berikut: 3.4.1. Tahap Perencanaan (Planning Phase) a. Membuat problem statement : Problem statement dalam penelitian ini adalah bagaimana pengaruh ketebalan core komposit, komposisi core komposit dan perlakuan alkali sekam padi terhadap kekuatan bending dan kekuatan impak komposit sandwich yang bersifat hambat panas. commit to user
III-4
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
b. Menentukan Variabel dependent (respon) 1) Variabel respon pada penelitian ini adalah nilai kekuatan bending dan impak komposit sandwich. Sifat dari variabel respon adalah kuantitatif. 2) Unit eksperimen pada penelitian ini adalah komposit sandwich limbah kertas buram dan sekam dengan skin karung plastik. c. Menentukan Variabel independent (faktor) Menentukan faktor-faktor yang ingin diuji pengaruhnya dalam eksperimen. 1. Faktor yang ingin diuji: a. ketebalan core komposit (A) b. komposisi core komposit (B) c. perlakuan alkali sekam padi (C) 2. Sifatnya: faktor ketebalan core, komposisi core komposit dan perlakuan alkali sekam padi bersifat kuantitatif. d. Menentukan banyaknya level dari setiap faktor yang diuji. Level-level dipilih secara fixed berdasarkan penelitian terdahulu dan trial and error. Menurut Harbrian (2007) Komposit
Sandwich serat
e-glass chopped
strand mat-unsaturated polyester resin dengan core spon dengan variasi ketebalan core adalah 2 mm, 4 mm dan 9 mm. Berdasarkan pengujian bending pada komposit sandwich dengan masing-masing variasi tebal core komposit sandwich dengan core spon semakin menurun seiring dengan penambahan tebal core spon. Berdasarkan penelitian tersebut maka dalam penelitian ini diambil faktor ketebalan core dengan bahan dasar yang berbeda yaitu kertas buram dan sekam padi. Level faktor ketebalan core komposit terdiri dari dua level, yaitu 10 mm (a1) dan 15 mm (a2) berdasarkan SNI untuk papan serat. Penentuan level-level faktor komposisi berdasarkan trial and error. Sebelum level tersebut dipilih, telah dilakukan beberapa kali percobaan sebelumya. Percobaan yang telah dilakukan sebelumnya mengunakan sekam 30%, kertas 40% , lem 30% dan sekam 25%, kertas 45%, lem 30%. Percobaan tersebut gagal pada saat proses pencetakan. Kebanyakan campuran keluar dari cetakan saat dipress dan dibutuhkan tenaga yang kuat saat pengepressan. Pada komposisi tersebut komposit commit mengembang to usersetelah dikeluarkan dari cetakan
III-5
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
dan rapuh. Berdasarkan percobaan-percobaan tersebut, akhirnya diperoleh level-level yang sesuai dengan cetakan dan dapat dicetak dengan baik. Level faktor komposisi core komposit yang ditentukan terdiri dari dua level, yaitu kertas (50%), sekam (20%); PVAc (30%) (b1) dan kertas (60%), sekam (10%); PVAc (30%) (b2). Menurut Kuncoro (2006) komposit serat rami yang direndam di dalam larutan alkali NaOH dengan konsentrasi 5% selama 0, 2, 4, dan 6 jam. Berdasarkan uji tarik bahwa kekuatan dan regangan tarik komposit memiliki harga optimum untuk perlakuan serat 2 jam. Komposit yang diperkuat serat dengan perlakuan alkali 6 jam memiliki kekuatan terendah. Berdasarkan penelitian tersebut maka dalam penelitian ini diambil faktor perlakuan alkali dengan bahan dasar yang berbeda yaitu sekam padi. Level faktor perlakuan alkali yang ditentukan terdiri dari tiga level yaitu 1 jam (c1), 2 jam (c2) dan 3 jam (c3). 1) Menentukan jenis desain eksperimen yang dipakai. a) Pada tahap ini dilakukan penentuan teknik desain ekspeimen yang digunakan, yaitu Factorial Experiment Completely Randomized Design. b) Tabulasi Factorial Experiment Completely Randomized Design adalah seperti tabel 3.2
Variasi ketebalan core (a)
10 mm (a1)
15 mm (a2)
Tabel 3.1 Layout Pengumpulan Data Eksperimen Core komposit Komposisi core (b1) Komposisi core ( b2) Perlakuan alkali ( c ) Perlakuan alkali ( c ) 1 jam c1
2 jam c2
3 jam c3
1 jam c1
2 jam c2
3 jam c3
i1j1k1l1
i1j2k1 l1
i1j3k1 l1
i2j1k1 l2
i2j2k1 l1
i2j3k1 l1
i1j1k1l2
i1j2k1 l2
i1j3k1 l2
i2j1k1 l2
i2j2k1 l2
i2j3k1 l2
i1j1k1l3
i1j2k1 l3
i1j3k1 l3
i2j1k1 l3
i2j2k1 l3
i2j3k1 l3
i1j1k2 l1
i1j2k2 l1
i1j3k2 l1
i2j1k2 l1
i2j2k2 l1
i2j3k2 l1
i1j1k2 l2
i1j2k2 l2
i1j3k2 l2
i2j1k2 l2
i2j2k2 l2
i2j3k2 l2
i1j1k2 l3 i1j2k2 l3 i1j3k2 l3 i2j1k2 l3 i2j2k2 l3 i2j3k2 l3 Keterangan: i1j1k1l1: variabel respon dengan komposisi core j1, perlakuan alkali 1 jam dan ketebalan core 10 mm, untuk replikasi ke-1
commit to user
III-6
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
3.4.2. Tahap Design Phase a. Menentukan jumlah observasi atau jumlah replikasi Penentuan jumlah replikasi berdasar pada rumus penentuan jumlah replikasi pada rumus untuk rancangan acak lengkap, acak kelompok atau faktorial, secara sederhana menurut Supranto (2000) dapat digunakan rumus: (t-1) (r-1) ≥15.................................................................................................(3.1) keterangan: t : banyak kelompok perlakuan r : jumlah replikasi b. Urutan eksperimen : secara random. c. Menentukan model matematik yang menjelaskan variabel respon Yijkl = m + Ai + Bj + Ck + ABij + ACik + BCjk + ABCijk + el(ijk) ....................(3.2) Keterangan : Yijkl Ai Bj Ck ABij ACik BCjk ABCijk el(ijk) i j k l
: variabel respon : faktor ketebalan core : faktor komposisi core : faktor perlakuan alkali : interaksi faktor A dan faktor B : interaksi faktor A dan faktor C : interaksi faktor B dan faktor C : interaksi faktor A, faktor B, dan faktor C : random error : jumlah faktor ketebalan core (A), i = 1, 2 : jumlah faktor komposisi core (B), j = 1, 2 : jumlah faktor perlakuan alkali (C), k= 1,2,3 : jumlah replikasi l = 1, 2, 3,
d. Menentukan hipotesis eksperimen Hipotesis umum yang diajukan dalam eksperimen ini adalah faktor yang berpengaruh terhadap kekuatan bending dan impak komposit, dimana faktor tersebut mungkin berdiri sendiri atau berinteraksi dengan faktor yang lain. Hipotesis umum ini disebut sebagai hipotesis satu (H1). Adapun hipotesis nol dari eksperimen dalam penelitian ini adalah: H01 :
s A2 = 0 Perbedaan ketebalan core komposit tidak berpengaruh terhadap commit to impak user komposit sandwich. besarnya kekuatan bending dan
III-7
perpustakaan.uns.ac.id
H02 :
digilib.uns.ac.id
s B2 = 0
Perbedaan komposisi core komposit tidak berpengaruh terhadap besarnya kekuatan bending dan impak komposit sandwich. H03 :
s C2 = 0
Perbedaan perlakuan alkali tidak berpengaruh terhadap besarnya kekuatan bending dan impak komposit sandwich. H04 :
2 s AB =0
Perbedaan interaksi ketebalan dan komposisi core komposit tidak berpengaruh terhadap besarnya kekuatan bending dan impak komposit sandwich. H05 :
절B
0
Perbedaan interaksi ketebalan dan perlakuan alkali core komposit tidak berpengaruh terhadap besarnya kekuatan bending dan impak komposit sandwich. H06 :
IB
0
Perbedaan interaksi komposisi dan perlakuan alkali core komposit tidak berpengaruh terhadap besarnya kekuatan bending dan impak komposit sandwich. H07 :
절IB
0
Perbedaan interaksi ketebalan, komposisi dan perlakuan alkali core komposit tidak berpengaruh terhadap besarnya kekuatan bending dan impak komposit sandwich.
3.5. PENGUMPULAN DATA Pengumpulan data dimulai dengan persiapan pembuatan spesimen dan dilanjutkan dengan proses pembuatan spesimen komposit lalu dilakukan uji bending dan impak. Berdasarkan data hasil uji bending dan impak dilakukan pengolahan data untuk mengetahui faktor-faktor yang berpengaruh terhadap kekuatan bending dan impak. Hasil pengolahan data menunjukkan pengaruh dari faktor-faktor yang telah ditentukan, kemudian dipilih nilai terbaik dari uji bending commit to user dan impak lalu dilakukan uji konduktivitas thermal (hambat panas).
III-8
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
3.5.1. Pembuatan Spesimen Uji Pembuatan spesimen uji dimulai dari mempersiapkan alat dan bahan yang diperlukan kemudian dilanjutkan dengan proses pembuatan spesimen. a. Alat yang digunakan 1) Gunting, cutter dan penggaris untuk memotong kertas. 2) Mesin blender Mesin digunakan untuk menghancurkan kertas menjadi serat lembut. Mesin blender yang digunakan bermerk national model MX-T2GN dengan spesifikasi dry capacity 150G, wet capacity 1500ml dengan daya 220V. 3) Ember plastik Ember plastik digunakan untuk merendam sekam padi dengan larutan NaOH. 4) Timbangan digital Timbangan digital digunakan untuk menimbang massa sekam padi, NaOH,lem PVAc, kertas buram, core komposit dan skin. 5) Gelas ukur Gelas ukur digunakan untuk mengukur volume air dan volume resin. 6) Cetakan besi Cetakan besi ukuran
20cm x 5cm digunakan untuk pengepresan bahan
komposit menjadi ukuran sesuai standar uji (SNI 01-4449-2006 untuk Papan Serat).
Gambar 3.2. Cetakan besi
commit to user
III-9
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
7) Jangka sorong Jangka sorong digunakan untuk mengukur dimensi spesimen uji. Alat ukur ini memiliki ketelitian 0,05 mm. 8) Oven, digunakan untuk mengeringkan spesimen (post cure) 9) Universal Testing Machine (UTM), digunakan untuk mengukur kekuatan bending. 10) Alat uji impak dengan spesikasi kekuatan impak maximum 150 joule, berat beban pembentur 93,10 N dan panjang lengan 0,83 m. 11) Alat uji konduktivitas thermal.
b. Bahan yang digunakan 1) Kertas buram
Gambar 3.3. Kertas buram 2) Sekam padi
commit user padi Gambar 3.4.toSekam
III-10
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
3) NaOH Berupa padatan yang berfungsi untuk membersihkan lapisan lilin (lignin) dan kotoran pada permukaan serat sehingga menghasilkan mechanical interlocking (pengikatan) antara serat. 4) Lem putih (PVAc) Polivinil asetat (PVAc) atau dapat disebut juga lem putih yang digunakan sebagai lem kayu dan kertas. Lem putih merupakan salah satu produk jenis polimer emulsi. 5) Resin UPRS Unsaturated Polyester Resin merupakan jenis resin thermoset, dalam kebanyakan hal resin ini disebut polyester.
6) Karung plastik Karung plastik dibuat dari polimer polypropilen (PP) yang bersifat termoplast (Pertamina UPPDN VI).
Gambar 3.5. Karung plastik 7) Larutan n-heksana Larutan ini digunakan untuk merendam karung plastik sehingga memperkecil delaminasi antara karung plastik dengan resin.
commit to user
III-11
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
c. Proses pembuatan komposit sandwich 1) Persiapan bahan a) Kertas
buram
yang
dipotong
kecil
untuk
memudahkan
dalam
penghacurannya. b) Pemisahan sekam dari kotoran-kotoran yang masih tercampur seperti potongan daun dan jerami padi. Sekam direndam dengan NaOH selama 1 jam,2 jam dan 3 jam kemudian dikeringkan. c) Karung plastik dipotong dengan ukuran 5x20 cm untuk uji bending berdasarkan standard SNI 01-4449-2006. Ukuran 1x10 cm untuk uji impak berdasarkan standard ASTM D-5942-96. d) Masing-masing bahan kemudian diukur massa jenisnya kecuali karung plastik untuk menentukan fraksi volumenya dalam campuran komposit. e) Menimbang kertas buram, sekam padi dan lem PVAc sesuai dengan massa jenis dan komposisi tiap spesimen. 2) Pembuatan bubur kertas Kertas buram yang telah dipotong kecil lalu ditambah dengan air. Perbandingan antara kertas dengan air adalah 1 : 2 yaitu massa air dua kali massa kertas. Penentuan ukuran perbandingan antara kertas dan air dengan dilakukan
trial
sebelum
pembuatan
spesimen.
Kertas
dihancurkan
menggunakan alat bantu blender. 3) Pengenceran Lem PVAc Lem PVAc yang telah ditimbang ditambah air dengan perbandingan 2:1 dari massa kertas tiap spesimen. Perlakuan ini dilakukan agar lem dan air tercampur merata, untuk itu maka digunakan alat bantu mixer selama 3-5 menit. Penentuan ukuran perbandingan antara lem dan air dengan dilakukan trial sebelum pembuatan spesimen. Perbandingan ini dipilih karena lem dan bahan lainnya sudah dapat tercampur merata. Jika volume air untuk pengenceran besar maka lem akan banyak terbuang ketika dipress.
commit to user
III-12
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
4) Pencampuran bahan Bahan-bahan yang telah disiapkan kemudian dicampur yaitu bubur kertas, sekam padi dan lem PVAc yang telah diencerkan. Pencampuran ini dilakukan hingga merata, untuk itu digunakan alat bantu mixer selama 5-10 menit. 5) Pembuatan core komposit sandwich a) Pembuatan material Setelah semua bahan tercampur kemudian dimasukkan kedalam cetakan secara merata. Ukuran spesimen yang dibuat adalah 5x20 cm sesuai dengan standard SNI untuk uji bending dan 1x10 sesuai ASTM D-5942-96 untuk uji impak. Pada penelitan ini menggunakan faktor ketebalan 1 cm dan 1,5 cm dengan kerapatan 2:1 yaitu 2 cm sebelum dipress dan 1 cm setelah dipress. Tujuan pengepressan adalah untuk mengurangi kadar air dan menambah kerapatan pada spesimen. Pada penelitian terdapat beberapa faktor diantaranya komposisi campuran. Komposisi campuran spesimen pertama adalah 50% kertas buram, 20% sekam padi dan 30% lem PVac. Komposisi campuran spesimen kedua adalah 60% kertas buarm, 10% sekam padi dan 30% lem PVac. b) Proses pencetakan Proses pencetakan dilakukan dengan menaruh bubur kertas yang telah dibuat kedalam cetakan berukuran 5x20 cm dengan tebal 2cm, 3cm kemudian di press dengan mesin hidrolik dengan kerapatan 2:1 menjadi 1cm dan 1,5cm selama 1 jam agar spesimen tidak mengembang. 6) Proses pengeringan dilakukan menggunakan oven dan sinar matahari. Setelah selesai dipress spesimen dioven selama 1 jam agar spesimen tidak mengembang kemudian dijemur menggunakan sinar matahari selama 3 hari. 7) Pembuatan skin komposit sandwich a) Persiapan material Karung plastik yang telah dipotong dengan ukuran 5x20 cm untuk uji bending dan 1x10 cm untuk uji impak. Resin UPRs tipe yukalac 157 bqtn-ex dicampur dengan katalis dengan perbandingan 1:100 yaitu 1 ml katalis dengan 100 ml resin UPRs.to user commit
III-13
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
Gambar 3.6. Potongan Karung plastik b) Perlakuan karung plastik Karung plastik yang digunakan berdasarkan layer (lapisan), untuk tiap skin menggunakan satu layer. Bentuk serat karung plastik yang digunakan adalah anyaman horizontal. Karung plastik direndam dalam larutan n-heksana sebelum dipress hal ini dilakukan untuk mengurangi delaminasi (tidak rekat) antara karung plastik dengan resin. c) Persiapan cetakan Pembuatan skin menggunakan cetakan dari kaca karena rata dan dapat ditentukan ketebalannya. Kaca yang digunakan untuk alas ketebalan 5mm dan cetakan 2mm. Kaca bagian alas dilapisi dengan mika proyektor dan diberi margarine. Hal ini dilakukan agar resin tidak rekat pada kaca sehingga mudah pengangkatannya.
Gambar 3.7. Cetakan skin
commit to user
III-14
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
d) Proses pembuatan Cetakan diolesi resin secara merata lalu ditutup dengan karung plastik kemudian diberi resin hingga ketebalan 2mm lalu ditutup dengan kaca. Proses ini dilakukan supaya resin dapat merata dan karung plastik berada didalam resin untuk memperkecil void (rongga). Pengepressan ini dilakukan selama 2-3 jam lalu dikeringkan pada suhu kamar. 8) Pembuatan komposit sandwich Komposit sandwich merupakan komposit yang tersusun dari tiga lapisan yang terdiri dari flat composite dan atau metal sheet sebagai skin serta core di bagian tengahnya. Core dari komposit sandwich adalah kertas buram dan sekam padi digabungkan dengan skin karung plastik pada dua sisinya dengan menggunakan perekat resin. Pada proses ini dilakukan penekanan ringan untuk merekatkan core dengan skin selama 2-3 jam. Jika dilakukan penekanan terlalu berat akan mempengaruhi ketebalan core dan skin.
3.5.2. Pengujian Bending Komposit Sandwich Kekuatan bending adalah tegangan bending terbesar yang dapat diterima akibat pembebanan luar tanpa mengalami deformasi yang besar atau kegagalan. Urutan eksperimen ditentukan secara random (complete randomization) seperti yang ditunjukkan pada tabel 3.2. Tabel 3.2 Urutan eksperimen factorial experiment completely randomized design Variasi ketebalan (a)
10 mm (a1) 15 mm (a2)
Komposisi core ( b1) Perlakuan alkali ( c ) 1 jam 2 jam 3 jam c1 5 16 29 25 31 26
c2 4 7 2 22 6 10
Komposisi core ( b2) Perlakuan alkali ( c ) 1 jam 2 jam 3 jam
c3 33 14 32 18 35 11 commit to user
III-15
c1 3 8 21 17 30 12
c2 19 34 9 23 15 1
c3 24 13 20 36 27 28
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
Tahapan pengujian bending dilakukan sesuai dengan langkah berikut: a. Mengukur dimensi spesimen meliputi: panjang, lebar dan tebal berdasarkan ukuran pengujian papan serat sesuai SNI (2006) yaitu 20cm x 5 cm.
(a)
(b)
Gambar 3.8 a. Ukuran tebal spesimen bending
b. Ukuran Panjang dan lebar
spesimen bending
b. Pemberian label pada setiap spesimen yang telah diukur untuk mengindari kesalahan pembacaan. c. Menghidupkan mesin Torsee untuk uji bending. d. Pemasangan spesimen uji pada tumpuan dengan tepat dan pastikan indentor tepat di tengah-tengah kedua tumpuan. Berikut ini gambar penempatan posisi spesimen.
Gambar 3.9. Posisi spesimen pada uji bending Sumber : SNI 01-4449-2006
Keterangan : B : beban (kgf). S : jarak sangga (mm). a : diameter span (mm). T : tebal spesimen (mm) e. Pemasangan dial indicator dengan posisi 0 mm sebagai penghitung defleksinya ( 1 putaran = 1 mm).
commit to user
III-16
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
f. Beban diberikan pada bagian pusat contoh uji, kemudian dicatat defleksi dan beban sampai beban maksimum. g. Setelah mendapatkan data hasil pengujian dilanjutkan perhitungan kekuatan bending sesuai persamaan 2.6.
3.5.3. Pengujian Impak Komposit Sandwich Pengujian impak merupakan suatu pengujian yang mengukur ketahanan terhadap beban kejut. Hal ini yang membedakan dengan pengujian bending yaitu pada bending pembebanan dilakukan secara perlahan sedangkan pada impak secara tiba-tiba. Terdapat dua jenis metode pengujian impak yaitu charpy dan izod. Pengujian dengan menggunakan charpy lebih akurat dibandingkan izod, karena pada izod pemegang spesimen juga turut menyerap energi, sehingga energi yang terukur bukan energi yang mampu diserap material seutuhnya (Sariyusriati dalam Witanto, 2010). Pengujian impak dilakukan sesuai dengan standar ASTM D-5942-96.
Urutan
eksperimen
ditentukan
secara
random
(complete
randomization) seperti yang ditunjukkan pada tabel 3.3. Tabel 3.3 Urutan eksperimen factorial experiment completely randomized design Komposisi core ( b1) Komposisi core ( b2) Variasi Perlakuan alkali ( c ) Perlakuan alkali ( c ) ketebalan 1 jam 2 jam 3 jam 1 jam 2 jam 3 jam (a)
10 mm (a1) 15 mm (a2)
c1 5 16 29 25 31 26
c2 4 7 2 22 6 10
c3 33 14 32 18 35 11
c1 3 8 21 17 30 12
c2 19 34 9 23 15 1
c3 24 13 20 36 27 28
Langkah-langkah pengujian impak charpy adalah sebagai berikut: a. Menyiapkan spesimen uji berbentuk balok dengan dimensi p x l x t = 80 mm x10 mm x10 mm. Pengujian impak dilakukan sesuai dengan standar ASTM D 5942-46. commit to user
III-17
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
Gambar 3.10 Panjang, lebar dan tebal
b. Menaikkan pembentur sesuai sudut lengan pembentur yang ditentukan. dengan memutar handle beban pembentur, kemudian pembentur dikunci. c. Melepaskan pengunci pembentur setelah pembentur berada pada keadaan tertahan dengan posisi sudut tertentu (α) . d. Setelah kembali dari puncak, ayunan dihentikan perlahan-lahan menggunakan rem. e. Mengamati simpangan jarum yang terdorong kemudian mencatat berapa derajat sudut ayunan tanpa benda uji. f. Memasang pembentur dengan benar. g. Memasang benda uji diposisi tengah dari dudukan/anvil. Dudukan dapat diatur sesuai dengan petunjuk. h. Menaikkan pembentur secara perlahan-lahan dengan memutar handle tepat pada sudut yang ditentukan. i. Melepaskan pengunci dengan menarik pengunci lengan. j.
Setelah pembentur selesai berayun mematahkan benda uji, pembentur dihentikan dengan menarik pengunci lengan.
k. Mengamati sudut pada dial yang ditunjukkan oleh jarum beban dan diperoleh besar sudut dengan spesimen. Kemudian dilakukan perhitungan harga energi impak berdasarkan rumus yang telah ditentukan pada persamaan 2.7 dan 2.8.
3.6. PENGOLAHAN DATA Tahap pengolahan data dilakukan setelah menentukan teknik desain eksperimen yang digunakan dalam penelitian. Pengolahan data dimulai dengan uji asumsi dasar, uji ANOVA, dan uji pembanding ganda. 3.6.1. Uji Asumsi Dasar Pengujian data hasil perhitungan kuat bending dan impak perlu dilakukan. Hal ini dilakukan agar metode dalam penelitian dapat memberikan
commit to user
III-18
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
hasil/analisis yang valid. Adapun pengujian data yang harus dilakukan sebagai sebelum uji ANOVA, yaitu: 1. Uji normalitas Uji normalitas dilakukan dengan uji Kolmogorov-Smirnov. Langkahlangkah perhitungan uji kolmogorov smirnov sebagai berikut:
a. Mengurutkan data nilai impak dari yang terkecil sampai terbesar untuk setiap perlakuan. b. Menghitung rata-rata (︠) sesuai dengan persamaan 2.12 dan standar deviasi ( s ) data tersebut sesuai persamaan 2.13. c. Mentransformasi data tersebut menjadi nilai baku ( z ) sesuai persamaan 2.14. d. Dari nilai baku ( z ), kemudian menentukan nilai probabilitasnya P( z ) berdasarkan sebaran normal baku, sebagai probabilitas pengamatan dengan menggunakan tabel standar luas wilayah di bawah kurva normal, atau dengan bantuan Ms. Excel dengan function NORMSDIST. e. Menentukan nilai probabilitas harapan kumulatif P(x) dengan rumus sesuai persamaan 2.15. f. Menentukan nilai maksimum dari selisih absolut P( z ) dan P( x ) yaitu: maks | P( z ) - P( x )| , sebagai nilai L hitung…………………………………....(3.7) g. Menentukan nilai maksimum dari selisih absolut P(xi-1) dan P( z ) yaitu: maks | P(xi-1) - P( z ) | …………………………………………………………....(3.8)
h. Tahap berikutnya adalah menganalisis apakah data observasi dalam beberapa kali replikasi berdistribusi normal. Hipotesis yang diajukan adalah : H0 : data observasi berasal dari populasi yang berdistribusi normal H1 : data observasi berasal dari populasi yang tidak berdistribusi normal Taraf nyata/signifikasi yang dipilih a = 0,05 dengan wilayah kritik Lhitung > La(k-1) Apabila nilai Lhitung < Ltabel , maka terima H0 dan simpulkan bahwa data observasi berasal dari populasi yang berdistribusi normal. commit to user
III-19
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
2. Uji homogenitas Pengujian homogenitas dapat dilakukan dengan metode levene test, yaitu menguji kesamaan ragam data observasi antar level faktornya. Uji levene dilakukan dengan menggunakan analisis ragam terhadap selisih absolut dari setiap nilai pengamatan dalam sampel dengan rata-rata sampel yang bersangkutan. Data dinyatakan homogen apabila nilai Uji levene lebih besar dari 0,05. Langkahlangkah uji homogenitas dengan Levene Test adalah: a. Mengelompokkan data berdasarkan faktor yang akan diuji b. Menghitung selisih absolut nilai pengamatan terhadap rata-ratanya pada tiap level c. Menghitung nilai faktor koreksi (FK) sesuai dengan persamaan 2.16. d. Menghitung Sum of Square (SS) faktor sesuai dengan persamaan 2.17. e. Menghitung Sum of Square (SS) total sesuai dengan persamaan 2.18. f. Menghitung Sum of Square (SS) error sesuai dengan persamaan 2.19. g. Hipotesis yang diajukan sebagai berikut : H0 : s12 = s22 H1 : Ragam seluruh level faktor berbeda h. Taraf signifikasi yang dipilih adalah a = 0,05 i. Wilayah kritis : F > Fa(v1 ; v2) 3.6.2. Uji ANOVA Pengujian data pada penelitian ini menggunakan metode Analysis of Variance dengan tiga faktor. Tabel 3.4 Skema data pengamatan eksperimen faktorial dengan tiga faktor desain acak sempurna
Variasi ketebalan core (a) 10 mm (a1) Jumlah Rata-rata 15 mm (a2)
Core komposit komposisi core (b1) alkali alkali alkali 1 jam 2 jam 3 jam c1 c2 c3 Y1111 Y1211 Y1311 Y1112 Y1212 Y1312 Y1113 Y1213 Y1313 J1110 J1210 J1310
komposisi core (b2) alkali alkali alkali 1 jam 2 jam 3 jam c1 c2 c3 Y2111 Y2211 Y2331 Y2112 Y2212 Y2312 Y2113 Y2213 Y2313 J2110 J2210 J2310
Y
Y
1110
Y1121
Y 1210 1310 commit toYYuser Y1221 1321
III-20
2110
Y2121
Y
2210
Y2221
Y
2310
Y 2321
perpustakaan.uns.ac.id
Jumlah Rata-rata Jumlah Total Rata-rata Total
digilib.uns.ac.id
Y1122 Y1123 J 1120
Y1222 Y1223 J 1220
Y1322 Y1323 J 1320
Y2122 Y2123 J 2120
Y
Y
Y
Y
1120
J1100
Y
1100
1220
J1200
Y
1200
1320
J1300
Y
1300
2120
Y2222 Y2223 J 2220
Y 2322 Y 2323 J 2320
Y
Y
2220
2320
J2100
J2200
J2300
Y
Y
Y
2100
2200
2300
Uji ANOVA mengklasifikasikan hasil-hasil secara statistik sesuai dengan sumber variasi yang digunakan. Model ANOVA yang digunakan untuk pengujian data eksperimen menggunakan tiga faktor: Yijkl = µ+ Ai + Bj + Ck + ABij + ACik + BCjk + ABCijk + €m(ijk) Keterangan : Yijkl : variabel respon Ai : faktor ketebalan core Bj : faktor komposisi core Ck : faktor pelakuan alkali ABij : interaksi faktor A dan faktor B ACik : interaksi faktor A dan faktor C BCjk : interaksi faktor B dan faktor C ABCijk : interaksi faktor A, faktor B, dan faktor C €m (ijk) : random error I : jumlah faktor ketebalan core (A), i = 1, 2 J : jumlah faktor komposisi bahan (B), j = 1, 2 K : jumlah faktor pelakuan alkali (C), k = 1, 2,3 L : jumlah observasi l = 1, 2, 3 3.6.3. Uji Pembanding Ganda Pengujian ini dilakukan bertujuan untuk menjawab manakah dari rata-rata taraf perlakuan yang berbeda, dalam hal ini adalah faktor ketebalan core, komposisi campuran dan perlakuan alkali terhadap uji impak dan bending. Metode yang digunakan pada analisis ini adalah metode tukey. Metode tukey dipilih sebagai uji pembanding ganda karena jumlah sampelnya sama pada penelitian ini.
3.6.4. Interpretasi Hasil Eksperimen Pada tahap ini dilakukan pemilihan desain panel komposit sandwich dengan mempertimbangkan nilai kekuatan bending dan impak. Desain panel komposit yang terpilih berdasarkan kekuatan impak dan bending tertinggi untuk dilakukan uji hambat panas.
commit to user
III-21
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
3.6.5. Uji konduktivitas thermal Desain panel komposit yang terpilih berdasarkan kekuatan impak dan bending tertinggi. Hal ini dipilih karena dengan nilai kekuatan impak dan bending tertinggi mempunyai hambat panas yang buruk, dengan nilai hambat panas tersebut dapat mewakili hambat panas semua material komposit sandwich. Hambat panas yang buruk disebabkan oleh tingkat kepadatan material yang tinggi sehingga ruang hampa didalam material kecil. Ruang hampa sangat berpengaruh terhadap sifat isolator thermal suatu material. Isolator thermal yang paling baik adalah ruang hampa, karena panas hanya bisa dipindahkan melalui radiasi (Sudaryanto, 2010). Langkah-langkah Pengujian konduktifitas thermal adalah sebagai berikut: 1.
Menyiapkan spesimen uji dengan ukuran diameter 4 cm dengan ketebalan 1 cm dan 1,5 cm berdasarkan kekuatan bending dan impak yang terbaik.
2.
Mengatur kran masukan dan kran kecepatan alir masukan. Membuka kran sumber air ledeng seperempat putaran untuk menjaga tekanan air yang masuk ,tunggu hingga bak penampungan penuh. Membuka kran kecepatan alir hingga kecepatan berkisar antara skala 100-150. Volume air dijaga agar tetap stabil sesuai batas volume standar.
3.
Meregangkan 4 mur yang ada di bagian atas tabung uji untuk dapat memasang spesimen.
4.
Meregangkan dua bagian silinder tembaga sesuai tebal spesimen. Tujuan dilakukan peregangan agar spesimen uji dapat dimasukkan diantara kedua silinder tersebut.
5.
Memasang sampel pada tempatnya (ukuran diameter 40 mm dan tebal 10 mm dan 15 mm).
6.
Mengencangkannya kembali 4 mur bagian atas tabung.
7.
Menghubungkan AC cord kabel dengan jala-jala listrik 220V AC. menyalakan sistem dengan menekan tombol ON pada tombol power.
8.
Pengaturan/pengesetan temperatur. Mengakhiri setting temperatur dengan soft button ENTER.
9.
Pembacaan Temperatur. commit to user
III-22
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
10. Menunggu hingga tampilan nilai temperatur sama dengan nilai pengesetan temperatur. Setelah sama, tunggu hingga kestabilan kurang lebih 15 menit. mencatat masing-masing temperatur pada tiap posisi termokopel dengan memindahkan (memutar) saklar “Thermo Sell R”. Berikut adalah skema gambar 3.12 pengujian panas pada silinder tembaga:
Gambar 3.12. Skema perpindahan panas sesuai ASTM E 1225 Penjelasan proses perpindahan panas adalah sebagai berikut: 1. T0 adalah temperatur normal ruang atau suhu awal (27-28°C) 2. T1-T10 adalah posisi termokopel yang fungsinya untuk mengetahui nilai perubahan temperatur pada tiap posisi termokopel dengan cara memindahkan (memutar) saklar atau Thermo Sell R. 3. Ketika dilakukan penyetingan temperatur yang diinginkan yaitu 40°C terjadi proses perpindahan dan pemerataan temperatur hingga temperatur pada posisi stabil baru dapat dicatat perubahan temperaturnya dari T10 menuju ke T1. 4. Proses perpindahan panas pada T1-T4 terjadi peningkatan temperatur dari temperatur awal (T0) 27-28°C. 5. Diantara T4 dan T5 terdapat spesimen yang di uji dimana terjadi proses penyerapan panas pada spesimen, perubahan temperatur itu yang nantinya untuk input proses perhitungan nlai hambat panasnya. Pada T4-T10 terjadi penurunan temperatur.
commit to user
III-23
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
3.7. ANALISIS HASIL PENELITIAN Pada tahap ini dilakukan analisis dan interpretasi hasil penelitian untuk memberikan gambaran secara menyeluruh sebagai bahan pertimbangan dalam rekomendasi desain komposit sandwich dengan core kertas buram dan sekam padi berpenguat karung plastik yang bersifat hambatan panas.
3.8. KESIMPULAN DAN SARAN Tahap ini merupakan bagian akhir dari penelitian yang membahas kesimpulan dari hasil yang diperoleh serta usulan atau rekomendasi untuk implementasi lebih lanjut dan bagi penelitian selanjutnya.
commit to user
III-24
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
BAB IV PENGUMPULAN DAN PENGOLAHAN DATA Bab ini membahas proses pengumpulan data eksperimen dan proses pengolahan data hasil eksperimen. Data yang dikumpulkan meliputi langkahlangkah serta hasil pengumpulan dan pengolahan data diuraikan pada sub bab di bawah ini. 4.1 Pengumpulan Data Data-data yang dikumpulkan dalam penelitian yaitu nilai kuat bending atau modulus of rupture (MOR) dan nilai kekuatan impak dari benda uji yang dieksperimenkan dan pengujian data hasil pengukuran. 4.1.1 Penentuan Teknik Eksperimen Teknik eksperimen yang dipilih yaitu Factorial Experiment Completely Randomized Design. Teknik ini digunakan karena eksperimen ini terdiri dari tiga faktor yaitu ketebalan core, komposisi core, dan
perlakuan alkali. Urutan
eksperimen ditentukan secara random (complete randomization) seperti yang ditunjukkan pada tabel 3.2. Eksperimen dilakukan untuk pengujian terhadap kekuatan bending dan impak spesimen. 4.1.2 Identifikasi Karakteristik Kualitas Papan serat dengan kualitas baik adalah papan serat yang mempunyai nilai MOR tinggi (satuan kgf/cm2). Menurut SNI 01-4449-2006 tentang papan serat standar nilai modulus of rupture (MOR) sebesar ≥ 1,0 kgf/cm2 untuk kerapatan < 0,27 g/cm3, ≥ 3,0 untuk kerapatan > 0,4 g/cm3, ≥ 5 kgf/cm2 untuk kerapatan 0,40– 0,84 g/cm3, dan ≥ 20,0 untuk kerapatan >0,84 g/cm3. Melalui perancangan penentuan level pada core komposit diharapkan dapat ditentukan alternatif bahan core yang baik terhadap kekuatan bending dan impak. Pada penelitian ini adalah komposit sandwich. 4.1.3 Pra Eksperimen Pra eksperimen dilakukan untuk menentukan level-level pada faktor komposisi kertas buram dan sekam dan menentukan cara pembuatan spesimen sebelum eksperimen. Pra eksperimen yang dilakukan adalah sebagai berikut : commit to user
IV-1
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
1. Menentukan perbandingan kertas: air Pada pra eksperimen, dilakukan pencampuran kertas dengan air dengan perbandingan 1:1, 1:2, 1:3, 1:4, dan 1:5. Perbandingan kertas: air yang dipilih yaitu sebesar 1:2 karena cukup membasahi kertas sehingga mudah dilakukan penghalusan
dengan
blender.
Untuk
melarutkan
lem
berdasarkan
perbandingan kertas: air sebesar 2:1 karena cukup untuk mencampur kertas dengan larutan lem.
(a)
(b)
(d) Gambar 4.1
(c)
(e)
Perbandingan kertas : air a. 1:1 ; b. 1:2 ; c. 1:3 ; d. 1:4 ; e. 1:5
2. Menentukan alat untuk menghaluskan kertas antara mixer dan blender Pada pra eksperimen, kertas menjadi halus setelah diblender selama minimal 5 menit dan sebelumnya dipotong kecil-kecil terlebih dahulu.
commit to user
IV-2
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
(a) (b) a. Kertas dimixer selama 5 menit; b. Kertas diblender selama 5 Gambar 4.2 menit
3. Pembuatan spesimen dengan komposisi volume sekam 30% Pada komposisi volume sekam 30%, spesimen mengalami pengembangan tebal setelah dilakukan pengepresan dan didiamkan satu hari. Selain itu spesimen
dengan bahan campuran sekam 30% rapuh ketika dilepas dari
cetakan.
Gambar 4.3
Spesimen dengan komposisi sekam 30%
4.1.4 Hasil Eksperimen a. Uji bending Spesimen untuk uji bending berdasarkan SNI Papan Serat memiliki panjang 200 mm dan lebar 50 mm. Spesimen sebelum dilakukan pengujian dan sesudah dilakukan pengujian bending ditunjukkan pada gambar 4.4 .
commit to user
IV-3
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
(a) Gambar 4.4
(b)
a. Spesimen bending b. Spesimen setelah pengujian bending
Spesimen yang telah dicetak dan diberi perlakuan post cure (pemanasan). Spesimen diuji dengan mesin uji bending di Laboratorium Material Teknik Mesin UNS. Spesimen diletakkan diatas mesin bending dengan tiga titik tumpu. Jarak antara dua penumpu dihitung berdasarkan ketentuan SNI papan serat, yaitu 15 cm. Gambar 4.5 berikut adalah posisi spesimen sebelum dan sesudah dilakukannya uji bending.
(a) Gambar 4.5 a. Penempatan spesimen uji bending
(b) b. Pengujian spesimen bending
Eksperimen dilakukan sesuai dengan kombinasi level faktor yang telah ditentukan pada desain eksperimen. Data hasil eksperimen diolah untuk mendapatkan kombinasi level faktor optimal yang diharapkan dapat menghasilkan kualitas komposit dengan nilai kuat bending atau modulus of rupture (MOR) yang optimum. Perhitungan dengan rumus nilai kuat bending atau modulus of rupture (MOR) dari data hasil pengujian sebagai berikut: Besar nilai MOR dari benda uji dapat dihitung dengan rumus : MOR =
3BS ..........................................................................................(4.1) 2 LT 2 commit to user
IV-4
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
Keterangan : MOR B S L T
: modulus of rupture (kgf/cm2) : besarnya beban maksimum (kgf) : jarak sangga (cm) : lebar papan serat (cm) : tebal papan serat (cm)
Satuan P adalah kgf (kilogram force), sedangkan pada saat pengujian, satuan yang digunakan dalam pembebanan adalah kilo Newton (kN). Oleh karena itu satuan kilo Newton (kN) perlu dikonversi ke dalam satuan kgf dengan cara mengalikan hasil yang diperoleh dengan 1000 dan mengalikannya lagi dengan 0,1019 (1N = 0,1019 kgf). Data untuk panjang span (jarak tumpu) sebesar 15 cm sama untuk setiap pengujian. Lebar untuk setiap spesimen sama yaitu 4,8 cm. Contoh perhitungan Pmaks dan nilai MOR data ke-1 sebagai berikut : Pmaks = 0,2984 kN Pmaks = 0,2984 x 1000 x 0,1019 = 30,4070 kgf
MOR =
3 x 30, 4070 x 15 = 85,6515 kgf/cm 2 2 2 x 4,8 x 1,29
Untuk selanjutnya dilakukan perhitungan dengan cara yang sama sehingga diperoleh data nilai kuat bending/ MOR selengkapnya yang ditunjukkan oleh tabel 4.1 berikut : Tabel 4.1 Data nilai Berat beban maksimun spesimen bending (kgf) Komposisi core ( b1) Komposisi core ( b2) Variasi Perlakuan alkali ( c ) Perlakuan alkali ( c ) ketebalan core (a)
10 mm (a1)
15 mm (a2)
1 jam c1
2 jam c2
30.4070 35.6242 33.8410 54.9852 45.6206 53.9866
51.5105 48.4127 50.4609 57.7365 67.1012 64.3091
3 jam c3
2 jam c2
31.8438 33.1583 27.3194 47.2612 39.0481 46.9963 36.2356 34.1059 35.9096 56.3813 56.38127 39.04808 60.1516 41.46311 51.16399 59.8663 57.45122 52.87591
commit to user
IV-5
1 jam c1
3 jam c3 47.2001 34.8600 43.4196 61.5476 47.6892 54.4452
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
Tabel 4.2 Data nilai ketebalan spesimen bending (cm) Komposisi core ( b1) Komposisi core ( b2) Variasi Perlakuan alkali ( c ) Perlakuan alkali ( c ) ketebalan core (a) 1 jam 2 jam 3 jam 1 jam 2 jam 3 jam c1 c2 c3 c1 c2 c3 10 mm (a1) 15 mm (a2)
1.29 1.31 1.33 1.65 1.65 1.67
1.41 1.31 1.40 1.71 1.75 1.73
1.25 1.28 1.24 1.71 1.71 1.72
1.24 1.28 1.26 1.72 1.70 1.72
Tabel 4.3 Data nilai MOR (kgf/cm2) Komposisi core ( b1) Variasi ketebalan core (a)
Perlakuan alkali ( c ) 1 jam 2 jam 3 jam c1 c2 c3
1.23 1.26 1.24 1.65 1.65 1.66
1.25 1.24 1.31 1.75 1.71 1.72
Komposisi core ( b2) Perlakuan alkali ( c ) 1 jam 2 jam 3 jam c1 c2 c3
10 mm (a1)
85.6515 97.3070 89.6770
121.4502 132.2385 120.6813
95.5313 135.2154 110.4673
101.0857 111.7175 100.7001
84.6451 141.6002 138.7598 106.2735 109.4732 118.5999
15 mm (a2)
94.6716 78.5479 90.7391
92.5550 102.7058 100.7213
90.3824 96.4264 94.8564
89.33451 67.25202 91.02981
67.23154 88.09227 89.94623
Berdasar tabel 4.3 diperoleh bahwa nilai rata-rata kuat bending/ MOR tertinggi dengan faktor fraksi volume komposisi b1 yaitu kertas 50%, sekam 20%, lem PVAc 30 % dan perlakuan alkali 2 jam dengan ketebalan 1 cm. Nilai kuat bending/ MOR terendah dengan faktor fraksi volume komposisi b2 yaitu kertas 60%, sekam 10%, lem PVAc 30 % dan perlakuan alkali 2 jam dengan ketebalan 1,5 cm. b. Uji Impak Spesimen yang digunakan dalam uji impak dibuat berdasarkan standar pada ASTM D 5942 – 96. Ketentuan dimensi spesimen adalah panjang (l) 80 mm, lebar (w) 10 mm, dan tebal (t) 10 mm. Spesimen sebelum dilakukan pengujian dan sesudah dilakukan pengujian impak ditunjukkan pada gambar 4.6.
commit to user
IV-6
94.2055 76.4485 86.2668
perpustakaan.uns.ac.id
Gambar 4.6
digilib.uns.ac.id
(a) a. Spesimen impak
(b) b. Spesimen setelah dilakukan pengujian impak
Mesin uji impak di Laboratorium Material Teknik Mesin UNS mempunyai berat pembentur 9,5 kg, dengan jari-jari pusat putar ke titik berat pembentur 83 cm dan sudut ayunan tanpa spesimen sebesar 900. Gambar 4.7 berikut adalah gambar penempatan spesimen dan posisi sudut pembebanan.
(a)
(b)
b. Posisi sudut pembebanan 900 Gambar 4.7 a. Penempatan spesimen pada alat uji impak Berdasarkan data yang telah diperoleh dari uji impak maka dapat dilakukan perhitungan untuk mengetahui nilai kekuatan impak dari masingmasing spesimen. Nilai kekuatan impak dihitung dengan rumus Eserap = W x R (cos β – cos β’ )………………. …………… …....……(4.2) keterangan: W : Berat beban/pembentur (N) R : Jarak antara pusat gravitasi dan sumbu pendulum (m) E : Energi yang terserap (Joule) α : Sudut pendulum sebelum diayunkan β : Sudut ayunan pendulum setelah mematahkan spesimen β’ : Sudut ayunan pendulum tanpa spesimen commit to user
IV-7
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
Harga impak (HI) suatu bahan yang diuji dengan metode charpy adalah sebagai berikut: HI= …………………………..………..................................................(4.3) Keterangan: E = energi yang diserap (Joule) A = luas penampang di bawah takik (mm2) Spesifikasi alat uji impak yang digunakan adalah Berat beban/pembentur (W) 93,10 N, Jarak antara pusat gravitasi dan sumbu pendulum (R) 0,83 m. Sudut ayunan pendulum tanpa spesimen (β’) 880. Contoh perhitungan E serap dan nilai HI (Harga Impak) data ke-1 sebagai berikut : Eserap = W x R (cos β – cos β’ ) = 93.10 N x 0.83m x (cos 850 – cos 880 ) = 4,0414 J
HI =
Eserap A
= 18,9265 J/mm2 Selanjutnya dilakukan perhitungan dengan cara yang sama sehingga diperoleh data impak selengkapnya yang ditunjukkan oleh tabel 4.8. Berikut ini merupakan data yang diperoleh sebelum dan sesudah pengujian impak. Tabel 4.4 Data nilai cos β uji impak pada eksperimen Komposisi core (b1) Komposisi core (b2) Variasi Perlakuan alkali ( c ) Perlakuan alkali ( c ) ketebalan core (a) 1 jam 2 jam 3 jam 1 jam 2 jam 3 jam c1 c2 c3 c1 c2 c3 10 mm (a1)
15 mm (a2)
0.0698 0.0872 0.0698 0.1045 0.1045 0.0872
0.0872 0.0698 0.0698 0.0872 0.1045 0.1045
0.0698 0.0872 0.0698 0.1218 0.1218 0.1045
commit to user
IV-8
0.0872 0.0698 0.0698 0.0872 0.0872 0.1045
0.0698 0.0872 0.0698 0.1045 0.1045 0.0872
0.0872 0.0698 0.0698 0.0872 0.0872 0.1045
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
Tabel 4.5 Data nilai Energi serap uji impak pada eksperimen (Joule) Komposisi core ( b1) Komposisi core ( b2) Variasi Perlakuan alkali ( c ) Perlakuan alkali ( c ) ketebalan core (a) 1 jam 2 jam 3 jam 1 jam 2 jam 3 jam c1 c2 c3 c1 c2 c3 10 mm (a1)
15 mm (a2)
2.6968 4.0414 2.6968 5.3782 5.3782 4.0414
4.0414 2.6968 2.6968 4.0414 5.3782 5.3782
2.6968 4.0414 2.6968 4.0414 2.6968 4.0414 2.6968 2.6968 2.6968 6.7150 4.04138 5.37820 6.7150 4.04138 5.37820 5.3782 5.37820 4.04138
4.0414 2.6968 2.6968 4.0414 4.0414 5.3782
Tabel 4.6 Data ukuran lebar spesimen impak pada eksperimen (mm) Komposisi core (b1) Komposisi core ( b2) Variasi Perlakuan alkali ( c ) Perlakuan alkali ( c ) ketebalan core (a) 1 jam 2 jam 3 jam 1 jam 2 jam 3 jam c1 c2 c3 c1 c2 c3 10 mm (a1)
15 mm (a2)
12.7 13.2 12.1 17.1 16.1 15.5
13.9 13.1 13.1 16.5 16.3 16.4
12.2 12.4 12.3 16.4 16.8 16.4
13.1 12.1 12.4 16.1 16.5 16.4
12.7 13.8 12.5 16.5 16.2 16.3
13.2 13.9 13.4 16.5 16.9 16.7
Tabel 4.7 Data ukuran tebal spesimen impak pada eksperimen (mm) Komposisi core ( b1) Komposisi core ( b2) Variasi Perlakuan alkali ( c ) Perlakuan alkali ( j ) ketebalan core (a) 1 jam 2 jam 3 jam 1 jam 2 jam 3 jam c1 c2 c3 c1 c2 c3 10 mm (a1)
15 mm (a2)
13.1 13.2 13.2 13.1 13.1 13.2
13.9 13.3 13.1 13.2 13.6 13.1
13.6 13.6 13.5 13.1 13.6 13.4
commit to user
IV-9
13.2 13.1 13.2 13.2 13.5 13.1
13.2 13.6 13.3 13.1 13.1 13.1
13.2 13.4 13.2 13.1 13.2 13.4
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
Tabel 4.8 Data nilai impak pada eksperimen (J/mm2) Komposisi core ( b1) Komposisi core ( b2) Variasi ketebalan core (a)
Perlakuan alkali ( c )
Perlakuan alkali ( c )
1 jam c1
2 jam c2
3 jam c3
1 jam c1
2 jam c2
3 jam c3
10 mm (a1)
16.2098 23.1943 16.8847
20.9170 15.4785 15.7149
16.2538 23.9645 16.2411
23.3714 17.0136 16.4762
16.0870 21.5333 16.2215
23.1943 14.4788 15.2467
15 mm (a2)
24.0088 25.5000 19.7526
18.5555 24.2611 25.0335
31.2559 29.3900 24.4731
19.0165 18.1431 25.0335
24.8818 25.3426 18.9265
18.6971 18.1163 24.0334
Berdasar tabel 4.8 diperoleh bahwa nilai rata-rata impak tertinggi (terbaik) dengan faktor fraksi volume komposisi b1 yaitu kertas 50%, sekam 20%, lem PVAc 30 % dan perlakuan alkali 3 jam dengan ketebalan 1.5 cm. Nilai impak terendah dengan faktor fraksi volume komposisi b2 yaitu kertas 60%, sekam 10%, lem PVAc 30 % dan perlakuan alkali 1 jam dengan ketebalan 1 cm. 4.2 Pengolahan Data Pada tahap pengolahan data dilakukan uji asumsi dasar, uji ANOVA, dan uji pembanding ganda untuk mengetahui tingkat signifikan variabel respon. Setelah itu dilakukan pemilihan spesimen berdasarkan nilai kuat bending dan impak spesimen untuk pengujian hambat panas. 4.2.1 Uji Asumsi Dasar Uji asumsi dasar merupakan langkah awal dalam pengolahan data, yang meliputi uji normalitas dan uji homogenitas. Proses pengujian asumsi dasar dilakukan terhadap data hasil pengukuran nilai kuat bending dan impak pada masing-masing perlakuan. 1. Uji Normalitas Uji normalitas dilakukan terhadap data observasi di tiap perlakuan dengan tujuan untuk mengetahui apakah data observasi berdistribusi normal. Jumlah perlakuan yang terdapat pada eksperimen adalah 36 perlakuan. Cara perhitungan uji normalitas sampel data observasi dilakukan dengan metode lilliefors. Data commit to user nilai kuat bending dan impak yang telah didapat melalui pengukuran, selanjutnya IV-10
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
dibuat dalam suatu tabel interaksi. Adapun bentuk tabulasi seperti dijelaskan pada tabel 4.9 dan 4.10 di bawah ini. Tabel 4.9 Hasil pengukuran Nilai MOR (kgf/cm2) Variasi ketebalan core (a)
10 mm (a1) 15 mm (a2)
Komposisi core ( b1)
Komposisi core ( b2)
Perlakuan alkali ( c )
Perlakuan alkali ( c )
1 jam
2 jam
3 jam
1 jam
2 jam
3 jam
c1 85.6515 97.3070 89.6770
c2 c3 121.4502 95.5313 132.2385 135.2154 120.6813 110.4673
c1 101.0857 111.7175 100.7001
c2 c3 84.6451 141.6002 138.7598 106.2735 109.4732 118.5999
94.6716 78.5479 90.7391
92.5550 102.7058 100.7213
89.33451 67.25202 91.02981
67.23154 88.09227 89.94623
90.3824 96.4264 94.8564
94.2055 76.4485 86.2668
Tabel 4.10 Hasil pengukuran Nilai Impak (J/mm2) Variasi ketebalan core (a)
10 mm (a1)
15 mm (a2)
Komposisi core ( b1)
Komposisi core ( b2)
Perlakuan alkali ( c )
Perlakuan alkali (c )
1 jam
2 jam
3 jam
1 jam
2 jam
3 jam
c1 16.2098 23.1943 16.8847
c2 20.9170 15.4785 15.7149
c3 16.2538 23.9645 16.2411
c1 23.3714 17.0136 16.4762
c2 16.0870 21.5333 16.2215
c3 23.1943 14.4788 15.2467
24.0088 25.5000 19.7526
18.5555 24.2611 25.0335
31.2559 29.3900 24.4731
19.0165 18.1431 25.0335
24.8818 25.3426 18.9265
18.6971 18.1163 24.0334
Langkah-langkah perhitungan uji lilliefors, sebagai berikut : a. Urutkan data observasi dari yang terkecil sampai terbesar, 67,2315; 67,2520 ; 76,4485; ……;141,6002 sebagaimana ditunjukan pada tabel 4.3 b. Menghitung rata-rata ( x ) dan standar deviasi ( s ) data tersebut, æ n ö ç å xi ÷ i =1 ø x=è n 67, 2315 + 67, 2520 + 76,4485 + ... + 141,6002 x= = 99.7913 36
commit to user
IV-11
perpustakaan.uns.ac.id
s=
åX
digilib.uns.ac.id
(å X ) -
2
2
n
n -1
(67,23152 + 67,25202 + ... + 141,60022 ) s=
(67,2315+ 67,2520 + ... + 141,6002)2 36
36 - 1
s = 18.3825
c. Mentransformasi data (x) tersebut menjadi nilai baku ( z ), zi = ( xi - x ) / s
dengan; xi : nilai pengamatan ke-i x
: rata-rata
s : standar deviasi
z1 = (67.2315 - 99.7913) / 18.3825 = -1.7712
Dengan cara yang sama diperoleh seluruh nilai baku, sebagaimana ditunjukan pada kolom z tabel 4.11 untuk uji bending dan 4.12 uji impak. d. Berdasarkan nilai baku ( z ), tentukan nilai probabilitasnya P( z ) berdasarkan sebaran normal baku, sebagai probabilitas pengamatan. Gunakan tabel standar luas wilayah di bawah kurva normal atau dengan bantuan Ms.Excel dengan function NORMSDIST, sebagaimana dapat dilihat pada kolom P( z ) tabel 4.3. e. Menentukan nilai probabilitas harapan kumulatif P(x) dengan cara, sebagai berikut: P ( x i ) = i / n P ( x1 ) = 1 / 36 = 0.0278
Dengan cara yang sama akan diperoleh seluruh nilai P(x) sebagaimana pada kolom P( x ) tabel 4.11 uji bending dan 4.12 uji impak. f. Tentukan nilai maksimum dari selisih absolut P( z ) dan P( x ), yaitu : maks | P( z ) - P( x )| , sebagai nilai L hitung 1. maks | P( z ) - P( x )| = 0,0105 g. Tentukan nilai maksimum dari selisih absolut P(xi-1) dan P( z ), yaitu: maks | P(xi-1) - P( z ) |, sebagai nilai L hitung. maks | P(xi-1) - P( z ) | = 0.0383 commit to user
IV-12
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
h. Tentukan nilai maksimum antara maks| P( z ) - P( x )| dan maks | P(xi-1) P( z )|. Nilai maks tersebut merupakan nilai L hitung uji liliefors. Maks [| P( z ) - P( x )| dan | P(xi-1) - P( z )|] = 0,1386 i. Tahap berikutnya adalah menganalisis apakah semua sampel data observasi berdistribusi normal. Hipotesis yang diajukan adalah : H0: Sampel data observasi berasal dari populasi yang berdistribusi normal H1: Sampel data observasi berasal dari populasi yang tidak berdistribusi normal. Hasil perhitungan uji lilliefors untuk eksperimen uji bending spesimen komposit secara lengkap dapat dilihat pada tabel 4.11 dan impak pada tabel 4.12.
i 1 2 3 4 5 6 7 9 9 10 11 12 13 14 15
x 67.2315 67.2520 76.4485 78.5479 84.6451 85.6515 86.2668 88.0923 89.3345 89.6770 89.9462 90.3824 90.7391 91.0298 92.5550
Tabel 4.11 Perhitungan uji lilliefors uji bending |P(z)x2 z P(z) P(x) P(x)| 4520.0803 4522.8337 5844.3766 6169.7752 7164.8007 7336.1757 7441.9627 7760.2479 7980.6540 8041.9639 8090.3241 8168.9799 8233.5846 8286.4265 8566.4252
-1.7712 -1.7701 -1.2698 -1.1556 -0.8239 -0.7692 -0.7357 -0.6364 -0.5688 -0.5502 -0.5356 -0.5118 -0.4924 -0.4766 -0.3937
0.0383 0.0384 0.1021 0.1239 0.2050 0.2209 0.2309 0.2623 0.2847 0.2911 0.2961 0.3044 0.3112 0.3168 0.3469
commit to user
IV-13
0.0278 0.0556 0.0833 0.1111 0.1389 0.1667 0.1944 0.2500 0.2500 0.2778 0.3056 0.3333 0.3611 0.3889 0.4167
0.0105 0.0172 0.0187 0.0128 0.0661 0.0542 0.0365 0.0123 0.0347 0.0133 0.0094 0.0290 0.0499 0.0721 0.0697
|P(x-1)P(z)| 0.0383 0.0106 0.0465 0.0406 0.0939 0.0820 0.0643 0.0678 0.0347 0.0411 0.0184 0.0012 0.0221 0.0443 0.0420
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
Tabel 4.11 Perhitungan uji lilliefors uji bending (lanjutan) 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 31 32 33 34 35 36 Rata2 Stdv
94.2055 94.6716 94.8564 95.5313 96.4264 97.3070 100.7001 100.7213 101.0857 102.7058 106.2735 109.4732 110.4673 111.7175 118.5999 120.6813 121.4502 132.2385 135.2154 138.7598 141.6002 99.7913
8874.6782 8962.7036 8997.7285 9126.2197 9298.0538 9468.6616 10140.5188 10144.7857 10218.3150 10548.4899 11294.0664 11984.3915 12203.0304 12480.7893 14065.9418 14563.9795 14750.1623 17487.0200 18283.2139 19254.2828 20050.6280
-0.3039 -0.2785 -0.2685 -0.2317 -0.1830 -0.1351 0.0494 0.0506 0.0704 0.1585 0.3526 0.5267 0.5808 0.6488 1.0232 1.1364 1.1782 1.7651 1.9271 2.1199 2.2744
0.3806 0.3903 0.3942 0.4084 0.4274 0.4462 0.5197 0.5202 0.5281 0.5630 0.6378 0.7008 0.7193 0.7418 0.8469 0.8721 0.8806 0.9612 0.9730 0.9830 0.9885
18.3825
0.4444 0.4722 0.5000 0.5278 0.5556 0.5833 0.6111 0.6389 0.6667 0.6944 0.7222 0.7500 0.7778 0.8056 0.8333 0.8611 0.8889 0.9167 0.9444 0.9722 1.0000 max L hitung L tabel
0.0638 0.0819 0.1058 0.1194 0.1282 0.1371 0.0914 0.1187 0.1386 0.1315 0.0844 0.0492 0.0585 0.0638 0.0136 0.0110 0.0082 0.0446 0.0286 0.0108 0.0115 0.1386 0.1386 0.1477
Tabel 4.12 Perhitungan uji lilliefors uji impak |P(z)x x2 z P(z) P(x) P(x)|
i 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
14.4788 15.2467 15.4785 15.7149 16.0870 16.2098 16.2215 16.2411 16.2538 16.4762
209.6366 232.4604 239.5855 246.9569 258.7921 262.7583 263.1377 263.7720 264.1855 271.4658
-1.4150 -1.2385 -1.1852 -1.1309 -1.0454 -1.0172 -1.0145 -1.0100 -1.0071 -0.9560
0.0785 0.1078 0.1180 0.1290 0.1479 0.1545 0.1552 0.1562 0.1570 0.1695
commit to user
IV-14
0.0278 0.0556 0.0833 0.1111 0.1389 0.1667 0.1944 0.2222 0.2500 0.2778
0.0361 0.0541 0.0780 0.0916 0.1004 0.1093 0.0636 0.0909 0.1108 0.1037 0.0566 0.0214 0.0307 0.0360 0.0413 0.0388 0.0195 0.0723 0.0563 0.0385 0.0163 0.1108
0.0508 0.0522 0.0346 0.0179 0.0090 0.0121 0.0393 0.0660 0.0930 0.1082
|P(x-1)P(z)| 0.0785 0.0800 0.0624 0.0457 0.0368 0.0156 0.0115 0.0382 0.0653 0.0805
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
Tabel 4.12 Perhitungan uji lilliefors uji impak (lanjutan) 11 12 13 14 15 16 16 18 18 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 31 32 33 34 35 36 Rata2 Stdv
16.8847 17.0136 18.1163 18.1431 18.5555 18.6971 18.9265 19.0165 19.7526 20.9170 21.5333 23.1943 23.1943 23.3714 23.9645 24.0088 24.0334 24.2611 24.4731 24.8818 25.0335 25.0335 25.3426 25.5000 29.3900 31.2559 20.6362
285.0938 289.4630 328.1993 329.1725 344.3049 349.5815 358.2128 361.6257 390.1644 437.5218 463.6849 537.9764 537.9764 546.2211 574.2986 576.4202 577.6057 588.6010 598.9309 619.1039 626.6770 626.6770 642.2460 650.2490 863.7712 976.9331
-0.8621 -0.8325 -0.5791 -0.5729 -0.4781 -0.4456 -0.3929 -0.3722 -0.2031 0.0645 0.2062 0.5879 0.5879 0.6285 0.7648 0.7750 0.7807 0.8330 0.8817 0.9756 1.0105 1.0105 1.0815 1.1177 2.0116 2.4404
0.1943 0.2026 0.2813 0.2834 0.3163 0.3279 0.3472 0.3549 0.4195 0.5257 0.5817 0.7217 0.7217 0.7352 0.7778 0.7808 0.7825 0.7976 0.8110 0.8354 0.8439 0.8439 0.8603 0.8682 0.9779 0.9927
4.3516
0.3056 0.3333 0.3611 0.3889 0.4167 0.4444 0.4444 0.5000 0.5000 0.5556 0.5833 0.6111 0.6389 0.6667 0.6944 0.7222 0.7500 0.7778 0.8056 0.8333 0.8611 0.8889 0.9167 0.9444 0.9722 1.0000 max L hitung L tabel
0.1112 0.1308 0.0798 0.1055 0.1004 0.1165 0.0972 0.1451 0.0805 0.0298 0.0017 0.1106 0.0828 0.0685 0.0834 0.0586 0.0325 0.0198 0.0055 0.0020 0.0172 0.0450 0.0564 0.0763 0.0056 0.0073 0.1451
0.0835 0.1030 0.0521 0.0778 0.0726 0.0887 0.0972 0.0896 0.0805 0.0257 0.0261 0.1384 0.1106 0.0963 0.1112 0.0864 0.0603 0.0476 0.0333 0.0298 0.0105 0.0172 0.0286 0.0485 0.0334 0.0204 0.1384
0.1451 0.1477
Hasil perhitungan uji lilliefors bending dengan menggunakan software SPSS dapat dilihat pada lampiran Tabel L3.1. Sedangkan uji lilliefors impak dengan menggunakan software SPSS dapat dilihat pada lampiran Tabel L3.2 Berdasarkan tabel L3.1 dan L3.2 kolom kolmogorov-smirnov bagian sig, terlihat bahwa nilai signifikan bending 0,078 dan impak 0,053 lebih besar dari 0,05. Selain itu berdasarkan tabel 4.3 untuk bending dan 4.4 untuk impak dimana taraf nyata yang dipilih a= 0,05, dengan wilayah kritik penolakan terhadap Lhitung > L(a,n). Nilai Ltabel untuk uji bendingcommit dari distribusi to user L yaitu L (a,n)= L(0.05, 36) = 0,1477
IV-15
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
sedangkan untuk uji impak dari distribusi L yaitu L
(a,n)
= L(0.05,
36)=
0,1477
diperoleh hasil perhitungan uji normalitas semua perlakuan Lhitung < Ltabel (0,1386) untuk bending dan Lhitung < Ltabel (0,1451) untuk impak , maka terima H0, dari hasil tersebut menyatakan bahwa seluruh data observasi berasal dari populasi yang berdistribusi normal. Kedua kriteria yakni signifikan dan nilai statistik hitung menunjukkan penerimaan terhadap H0 dan dapat disimpulkan bahwa 36 data observasi berasal dari populasi berdistribusi normal. Bentuk sebaran normal pada perlakuan diperkuat oleh normal probability plot (P-P) bending dan impak yang ditunjukkan dalam gambar 4.8.
(a)
(b)
Gambar 4.8 (a) Normal probability plot uji bending (b) Normal probability plot uji impak 2. Uji Homogenitas Pengujian homogenitas dilakukan dengan metode levene test, yakni menguji kesamaan ragam data observasi antar level faktornya. Uji homogenitas dilakukan terhadap data yang dikelompokkan berdasarkan faktor ketebalan core, faktor komposisi core, dan faktor perlakuan alkali sekam padi. a. Uji homogenitas antar level faktor ketebalan core Hipotesis yang diajukan, adalah: H0 : s12 = s22 (Data antar level faktor ketebalan core memiliki ragam yang sama atau bersifat homogen) H1 : Data antar level faktor ketebalan core memiliki ragam yang tidak sama atau bersifat tidak homogen commit to user
IV-16
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
Taraf nyata a = 0,05 dan wilayah kritik F > F0,05 (1 ; 34) Prosedur pengujian adalah dengan mengelompokkan data berdasarkan ketebalan core, kemudian dicari rata-rata tiap level ketebalan core dan dihitung selisih absolut nilai pengamatan terhadap rata-ratanya. Nilai residual faktor ketebalan core uji bending dapat dilihat pada tabel 4.13 dan uji impak pada tabel 4.14. Tabel 4.13 Residual data antar level faktor ketebalan uji bending N0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 Rata-rata Jumlah Jumlah^2
Faktor ketebalan core
Residual
10mm 85.6515 97.3070 89.6770
15mm 94.6716 78.5479 90.7391
10mm 25.5193 13.8638 21.4938
15mm 6.2597 9.8639 2.3273
121.4502 132.2385 120.6813 95.5313 135.2154 110.4673 101.0857 111.7175 100.7001 84.6451 138.7598 109.4732 141.6002 106.2735 118.5999 111.1708
92.55498 102.70584 100.7213 90.3824 96.4264 94.8564 89.33451 67.25202 91.0298 67.2315 88.0923 89.9462 94.20551 76.44852 86.2668 88.4118
10.2794 21.0677 9.5105 15.6396 24.0446 0.7035 10.0851 0.5466 10.4707 26.5257 27.5890 1.6976 30.4294 4.8973 7.4291
4.1431 14.2940 12.3095 1.9706 8.0146 6.4445 0.9227 21.1598 2.6180 21.1803 0.3196 1.5344 5.7937 11.9633 2.1450
261.7927 68535.4126
133.2639 17759.2747
Tabel 4.14 Residual data antar level faktor ketebalan uji impak N0
Faktor ketebalan core
1 2 3
10mm 16.2098 23.1943 16.8847
15mm 24.0088 25.5000 19.7526
4 5
20.9170 15.4785
18.55545 24.26110
commit to user
IV-17
Residual 10mm 15mm 2.0392 0.9854 4.9453 2.4766 1.3643 3.2708 2.6680 2.7704
4.4679 1.2377
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
Tabel 4.14 Residual data antar level faktor ketebalan uji impak (lanjutan) 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 Rata-rata Jumlah Jumlah^2
15.7149 16.2538 23.9645 16.2411 23.3714 17.0136 16.4762 16.0870 21.5333 16.2215 23.1943 14.4788 15.2467 18.2490
25.0335 31.2559 29.3900 24.4731 19.01646 18.14311 25.0335 24.8818 25.3426 18.9265 18.69710 18.11627 24.0334 23.0234
2.5341 1.9952 5.7156 2.0079 5.1224 1.2354 1.7728 2.1620 3.2844 2.0275 4.9453 3.7701 3.0023
2.0101 8.2325 6.3666 1.4497 4.0069 4.8803 2.0101 1.8584 2.3192 4.0969 4.3263 4.9071 1.0100
53.3621 2847.5139
59.9126 3589.5168
Selanjutnya dihitung nilai-nilai berikut : 1. Menghitung faktor koreksi (FK),
(å x )
2
(FK)
=
n
= (261,7927+133,2639)2/36 = 4335,27 2. Menghitung sum of square (SS) faktor, total, dan error a. SSketebalan core
é =ê êë
(å xi ) 2
k
ù - FK ú úû
= (261,79672+133,26392) /18 – 4335,27 = 4794,15- 4335,27 = 458,88 b. SStotal
=
(å xi ) - FK 2
= (25.51932 +13.86382 +… + 2.14502) – FK = 7165,3831 – 4335,27 = 2830,11 commit to user
IV-18
perpustakaan.uns.ac.id
c. SSError
digilib.uns.ac.id
= SStotal – SSketebalan core = 2830,11 – 458,88 = 2371,23
3. Menghitung mean square (MS) faktor dan error a. MSketebalan core =
SS Ketebalancore df t Ketebalanc ore
= 458,88/ 1 = 458,88 b. MSError
=
SS error df error
= 2371,23/34 = 69,74 4. Menghitung nilai F (F hitung) F hitung
=
MS Ketebalan MS error
= 458,88/69,74 = 6,58 Hasil perhitungan uji homogenitas terhadap faktor ketebalan core dapat dilihat pada tabel 4.15 dan 4.16 di bawah ini. Tabel 4.15 Uji lavene dikelompokkan berdasarkan faktor ketebalan core uji bending Sumber Keragaman Ketebalan Core Error Total
df 1 34 35
SS 458.88 2371.23 2830.11
MS 458.88 69.74
F hitung
F tabel
6.58
4.13
Tabel 4.16 Uji lavene dikelompokkan berdasarkan faktor ketebalan core uji impak Sumber Keragaman Ketebalan Core Error Total
df 1 34 35
SS 1.19 100.02 101.21
MS 1.19 2.94
commit to user
IV-19
F hitung
F tabel
0.405
4.13
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
Taraf nyata yang dipilih a= 0,05, dengan wilayah kritik penolakan terhadap Fhitung > Ftabel. Berdasarkan tabel 4.15 untuk uji bending, nilai F hitung sebesar 6,58 > Ftabel (4,13), sehingga H0 ditolak dan disimpulkan bahwa data antar level faktor ketebalan memiliki ragam yang berbeda (tidak homogen). Sedangkan untuk uji impak berdsarkan tabel 4.16 nilai Fhitung sebesar 0,405 < Ftabel (4,13), sehingga H0 diterima dan disimpulkan bahwa data antar level faktor ketebalan memiliki ragam yang sama (homogen). Grafik uji homogenitas ketebalan kekuatan bending ditunjukkan dalam gambar 4.9 dan uji impak gambar 4.10. Grafik uji homogenis ketebalan 35.0
Residual
30.0 25.0 20.0 10 mm
15.0
15 mm
10.0 5.0 0.0 0
2
4
6
8
10
Perlakuan ke-
12
14
16
18
20
Gambar 4.9 Grafik uji homogenitas ketebalan kekuatan bending
Grafik uji homogenis ketebalan 9.0000 8.0000
Residual
7.0000 6.0000 5.0000
10 mm
4.0000
15 mm
3.0000 2.0000 1.0000 0.0000 0
2
4
6
8
10
Perlakuan ke-
12
14
16
18
20
Gambar 4.10 Grafik uji homogenitas ketebalan kekuatan impak Berdasarkan gambar 4.9 dapat dilihat bahwa data residual antara satu dengan yang lain dalam faktor ketebalan tiap levelnya memiliki jarak yang berbeda karena ketebalan berpengaruh pada kekuatan material sehingga data dinyatakan tidak homogen. Berdasarkan gambar 4.10 untuk uji impak dapat commit to user
IV-20
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
dilihat bahwa data residual antara satu dengan yang lain dalam faktor ketebalan tiap levelnya memiliki jarak yang tidak jauh berbeda sehingga data dinyatakan homogen. Pengolahan homogenitas data ketebalan menggunakan SPSS dapat dilihat pada lampiran tabel L3.3 untuk uji bending dan L3.4 uji impak. Berdasarkan perhitungan SPSS pada tabel L3.3, menunjukkan nilai F hitung yang sama dengan perhitungan uji levene yaitu 6,58 dan nilai signifikan sebesar 0,015 lebih kecil dari 0,05 sehingga H0 ditolak dan disimpulkan bahwa data antar level faktor ketebalan memiliki ragam yang sama (tidak homogen). Sedangkan pada perhitungan SPSS impak nilai F hitung yang sama dengan perhitungan uji levene, yaitu 0,405 dan nilai signifikan sebesar 0,529 lebih besar dari 0,05 sehingga H0 diterima dan disimpulkan bahwa data antar level faktor ketebalan memiliki ragam yang sama (homogen). b. Uji homogenitas antar level faktor komposisi core Hipotesis yang diajukan, adalah: H0 : s12 = s22 (Data antar level faktor komposisi core memiliki ragam yang sama atau bersifat homogen) H1 : Data antar level faktor komposisi core memiliki ragam yang tidak sama atau bersifat tidak homogen Taraf nyata a = 0,05 dan wilayah kritik F > F0,05(1 ; 34) Prosedur perhitungan uji homogenitas antar level komposisi core, sama dengan pembahasan sebelumnya. Tabel 4.6 merupakan hasil perhitungan uji homogenitas antar level komposisi core uji bending. Tabel 4.7 merupakan hasil perhitungan uji homogenitas antar level komposisi core uji impak. Tabel 4.17 Uji lavene berdasarkan faktor komposisi core hasil uji bending Sumber Keragaman Komposisi Core Error Total
df 1 34 35
SS 113.69 4213.82 4327.51
MS 113.69 123.94
commit to user
IV-21
F hitung 0.92
F tabel 4.13
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
Tabel 4.18 Uji lavene berdasarkan faktor komposisi core hasil uji impak Sumber Keragaman Komposisi Core Error Total
df 1 34 35
SS 8.06 135.38 143.44
MS 8.06 3.98
F hitung 2.02
F tabel 4.13
Taraf nyata yang dipilih a= 0,05, dengan wilayah kritik penolakan terhadap Fhitung > Ftabel. Berdasarkan tabel 4.17, nilai Fhitung sebesar 0,92 > Ftabel (4,13), sehingga H0 diterima dan disimpulkan bahwa data antar level faktor komposisi core memiliki ragam yang sama (homogen). Berdasarkan tabel 4.18, nilai Fhitung sebesar 2,02 > Ftabel (4,13), sehingga H0 diterima dan disimpulkan bahwa data antar level faktor komposisi core memiliki ragam yang sama (homogen). Grafik uji homogenitas komposisi core pengujian bending ditunjukkan dalam gambar 4.11 dan pengujian impak ditunjukkan dalam gambar 4.12.
Gambar 4.11 Grafik uji homogenitas komposisi core pengujian bending
commit to user Gambar 4.12 Grafik uji homogenitas komposisi core pengujian impak
IV-22
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
Berdasarkan gambar 4.10 dan 4.11 dapat dilihat bahwa data residual antara satu dengan yang lain dalam faktor komposisi core tiap levelnya memiliki jarak yang tidak jauh berbeda sehingga data dinyatakan homogen. Pengolahan homogenitas data komposisi core menggunakan SPSS dapat dilihat pada lampiran tabel L3.5 dan L3.6. Berdasarkan perhitungan SPSS pada tabel L3.5 untuk pengujian bending , menunjukkan nilai F hitung yang sama dengan perhitungan uji levene, yaitu 0,917 dan nilai signifikan sebesar 0,345 lebih besar dari 0,05. Berdasarkan perhitungan SPSS pada tabel L3.6 untuk pengujian impak , menunjukkan nilai F hitung yang sama dengan perhitungan uji levene, yaitu 2,025 dan nilai signifikan sebesar 0,164 lebih besar dari 0,05. Sehingga H0 diterima untuk pengujian bending dan impak dan disimpulkan bahwa data antar level faktor komposisi core memiliki ragam yang sama (homogen). c. Uji homogenitas antar level faktor perlakuan alkali Hipotesis yang diajukan, adalah: H0 : s12 = s22 (Data antar level faktor perlakuan alkali memiliki ragam yang sama atau bersifat homogen) H1 : Data antar level faktor perlakuan alkali memiliki ragam yang tidak sama atau bersifat tidak homogen Taraf nyata a = 0,05 dan wilayah kritik F > F0,05 (2; 33) Prosedur perhitungan uji homogenitas antar level perlakuan alkali, sama dengan pembahasan sebelumnya. Tabel 4.19 merupakan hasil perhitungan uji homogenitas antar level perlakuan alkali untuk perhitungan bending dan tabel 4.20 untuk perhitungan impak. Tabel 4.19 Uji lavene dikelompokkan berdasarkan faktor perlakuan alkali perhitungan bending Sumber Keragaman Komposisi Core Error Total
df 2 33 35
SS 560.35 3440.93 4001.28
MS 280.17 104.27
commit to user
IV-23
F hitung 2.687
F tabel 3.28
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
Tabel 4.20 Uji lavene dikelompokkan berdasarkan faktor perlakuan alkali perhitungan impak Sumber Keragaman Komposisi Core Error Total
df
SS 2 17.48 33 119.12 35 136.60
MS 8.74 3.61
F hitung 2.422
F tabel 3.28
Taraf nyata yang dipilih a= 0,05, dengan wilayah kritik penolakan terhadap Fhitung > Ftabel. Berdasarkan tabel 4.19, nilai Fhitung sebesar 2,687 < Ftabel (3,28), sehingga H0 diterima dan disimpulkan bahwa data antar level perlakuan alkali memiliki ragam yang sama (homogen). Berdasarkan tabel 4.20, nilai Fhitung sebesar 2,422 < Ftabel (3,28), sehingga H0 diterima dan disimpulkan bahwa data antar level perlakuan alkali memiliki ragam yang sama (homogen). Grafik uji homogenitas perlakuan alkali perhitungan bending ditunjukkan dalam gambar 4.13 dan gambar 4.14 untuk perhitungan impak.
Gambar 4.13 Grafik uji homogenitas perlakuan alkali perhitungan bending
commit to user Gambar 4.14 Grafik uji homogenitas perlakuan alkali perhitungan impak IV-24
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
Berdasarkan gambar 4.13 dan 4.14 dapat dilihat bahwa data residual antara satu dengan yang lain dalam faktor perlakuan alkali tiap levelnya memiliki jarak yang tidak jauh sehingga data dinyatakan homogen. Pengolahan homogenitas data perlakuan alkali menggunakan SPSS dapat dilihat pada lampiran tabel L3.7 untuk perhitungan bending dan lampiran L3.8 untuk perhitungan impak. Berdasarkan perhitungan SPSS pada tabel L3.7, menunjukkan nilai F hitung yang sama dengan perhitungan uji levene, yaitu 2,687 dan nilai signifikan sebesar 0,083 lebih besar dari 0,05 sehingga H0 diterima dan disimpulkan bahwa data antar level faktor perlakuan alkali memiliki ragam yang sama (homogen). Berdasarkan perhitungan SPSS pada tabel L3.8, menunjukkan nilai F hitung yang sama dengan perhitungan uji levene, yaitu 2,442 dan nilai signifikan sebesar 0,104 lebih besar dari 0,05 sehingga H0 diterima dan disimpulkan bahwa data antar level faktor perlakuan alkali memiliki ragam yang sama (homogen) Rekapitulasi hasil uji homogenitas terhadap ketiga faktor dalam eksperimen dapat dilihat pada tabel 4.21 dan 4.22 di bawah ini. Tabel
4.21 Rekapitulasi hasil uji homogenitas terhadap ketiga faktor berdasarkan uji bending
Faktor Ketebalan Komposisi core Perlakuan alkali
F hitung 6.58 0.92 2.687
F tabel
Ho (Ho diterima jika F hitung
4.13 4.13 3.28
Ditolak Diterima Diterima
Kesimpulan Tidak Homogen Homogen Homogen
Tabel 4.22 Rekapitulasi hasil uji homogenitas terhadap ketiga faktor berdasarkan uji impak Faktor Ketebalan Komposisi core Perlakuan alkali
F hitung 0.41 2.02 2.42
F tabel
Ho (Ho diterima jika F hitung
4.13 4.13 3.28
commit to user
IV-25
Diterima Diterima Diterima
Kesimpulan Homogen Homogen Homogen
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
4.2.2 Uji ANOVA Pengujian ANOVA dilakukan terhadap nilai kuat bending dan impak untuk mengetahui faktor-faktor yang diteliti berpengaruh signifikan terhadap variabel respon tersebut. Hipotesis umum yang diajukan adalah ada perbedaan yang signifikan antar faktor maupun level dalam setiap faktor yang diteliti. Hipotesis umum ini disebut sebagai hipotesis satu (H1). Hipotesis nol yang diajukan dalam analisis variansi, adalah: H01 :
s A2 = 0 Perbedaan ketebalan core komposit tidak berpengaruh terhadap besarnya kekuatan bending dan impak.
H02 :
s B2 = 0
Perbedaan komposisi core komposit tidak berpengaruh terhadap besarnya kekuatan bending dan impak. H03 :
s C2 = 0
Perbedaan perlakuan alkali tidak berpengaruh terhadap besarnya kekuatan bending dan impak. H04 :
2 s AB =0
Perbedaan interaksi ketebalan dan komposisi core komposit tidak berpengaruh terhadap besarnya kekuatan bending dan impak. H05 : Perbedaan interaksi ketebalan dan perlakuan alkali core komposit tidak berpengaruh terhadap besarnya kekuatan bending dan impak. H06 : Perbedaan interaksi komposisi dan perlakuan alkali core komposit tidak berpengaruh terhadap besarnya kekuatan bending dan impak. H07 : Perbedaan interaksi ketebalan, komposisi dan perlakuan alkali core komposit tidak berpengaruh terhadap besarnya kekuatan bending dan impak.
commit to user
IV-26
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
Model matematik yang dipakai dalam analisis ini adalah sebagai berikut: Yijkl = m + Ai + Bj + Ck + ABij + ACik + BCjk + ABCijk + el(ijk) ................(4.2) Keterangan : Yijkl Ai Bj Ck ABij ACik BCjk ABCijk el(ijk) i j k l
: variabel respon : faktor ketebalan : faktor komposisi core : faktor perlakuan alkali : interaksi faktor A dan faktor B : interaksi faktor A dan faktor C : interaksi faktor B dan faktor C : interaksi faktor A, faktor B, dan faktor C : random error : jumlah faktor ketebalan (A), i = 1, 2 : jumlah faktor komposisi core (B), j = 1, 2 : jumlah faktor perlakuan alkali (C), k= 1,2,3 : jumlah replikasi l = 1, 2, 3,
Selanjutnya dilakukan perhitungan nilai-nilai yang dibutuhkan untuk perhitungan ANOVA. Data yang digunakan adalah data eksperimen nilai kuat bending/ MOR (kgf/cm2) dan kuat impak (J/mm2) yang dapat dilihat pada tabel 4.3 dan 4.8. Sedangkan pengolahan data seperti pada tabel 4.23 untuk uji bending dan tabel 4.24 untuk uji impak. Tabel 4.23 ANOVA untuk nilai kuat bending/ MOR (kgf/cm2) komposisi core (b1) Variasi ketebalan core (a) 10 mm (a1) Jumlah Rata-rata 15 mm (a2) Jumlah Rata-rata Jumlah Total Rata-rata Total
alkali
alkali
komposisi core (b2)
alkali
alkali
alkali
alkali Jumlah
1 jam cj 85.6515 97.3070 89.6770 272.6355 90.8785 94.6716 78.5479 90.7391 263.9586 87.9862 536.5941
2 jam c2 121.4502 132.2385 120.6813 374.3701 124.7900 92.5550 102.7058 100.7213 295.9822 98.6607 670.3522
3 jam c3 95.5313 135.2154 110.4673 341.2140 113.7380 90.3824 96.4264 94.8564 281.6652 93.8884 622.8792
1 jam c1 101.0857 111.7175 100.7001 313.5033 104.5011 89.3345 67.2520 91.0298 247.6163 82.5388 561.1196
178.8647
223.4507 207.6264 187.0399
commit to user
IV-27
2 jam c2 84.6451 138.7598 109.4732 332.8782 110.9594 67.2315 88.0923 89.9462 245.2700 81.7567 578.1482
3 jam c3 141.6002 106.2735 118.5999 366.4737 122.1579 94.2055 76.4485 86.2668 256.9208 85.6403 623.3946
192.7161 207.7982
Ratarata
2001.0748 111.1708
1591.4131 88.4118 3592.4879 199.5827
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
Tabel 4.24 ANOVA untuk nilai kuat impak (J/mm2) komposisi core (b1) Variasi ketebalan core (a) 10 mm (a1) Jumlah Rata-rata
15 mm (a2) Jumlah Rata-rata Jumlah Total Rata-rata Total
komposisi core (b2)
alkali
alkali
alkali
alkali
alkali
alkali
1 jam c1
2 jam c2
3 jam c3
1 jam c1
2 jam c2
3 jam c3
16.2098 23.1943 16.8847 56.2889 18.7630 24.0088 25.5000 19.7526 69.2613 23.0871 125.5502
20.9170 16.2538 23.3714 16.0870 15.4785 23.9645 17.0136 21.5333 15.7149 16.2411 16.4762 16.2215 52.1104 56.4594 56.8612 53.8419 17.3701 18.8198 18.9537 17.9473 18.5555 31.2559 19.0165 24.8818 24.2611 29.3900 18.1431 25.3426 25.0335 24.4731 25.0335 18.9265 67.8501 85.1190 62.1931 69.1509 22.6167 28.3730 20.7310 23.0503 119.9605 141.5783 119.0543 122.9928
23.1943 14.4788 15.2467 52.9198 17.6399 18.6971 18.1163 24.0334 60.8468 20.2823 113.7666
41.8501
39.9868
37.9222
47.1928
39.6848
40.9976
Jumlah
328.4816 18.2490
414.4211 23.0234 742.9027
Kemudian dilakukan perhitungan jumlah kuadrat/ sum of square (SS) dari masing-masing faktor dan interaksinya. Proses perhitungan SS dan hasilnya, adalah: ·
FK (Faktor Koreksi) : 3
=( å
FK
i =1
2
2
3
å å åY j =1
k =1
ijk l
)2/ (abcn)
l =1
= 3592,48792/36 = 358499,1481
·
Jumlah kuadrat total (SStotal) : SS total =
3
2
2
3
i
j
k
l
ååååY
2 ijkl
- FK
SStotal = (85,65152+121,45022+….+95,53132)- 358499,1481 = 11.827,124 ·
Jumlah kuadrat faktor ketebalan (SSA) : SSA
æ 1 2 2ö =ç å Ai ÷ø - FK è bcn i =1 2 to user = 1/3x3x3 (2001,07482commit + 1591.4131 ) - 358499,1481
IV-28
Ratarata
41.2724
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
= 4661,7406 ·
Jumlah kuadrat faktor komposisi core(SSB) : SSB
æ 1 2 2ö =ç å Bi ÷ - FK è acn i =1 ø
= 1/3x3x3 (1829,82552+ 1762,66242) - 358499,1481 = 125,3023 ·
Jumlah kuadrat model perlakuan alkali (SSC) : SSC
æ 1 3 2ö =ç å Ci ÷ - FK è abn i =1 ø
= 1/3x2x3 (1097,71372+ 1248.50042+ 1246.27372) - 358499,1481 = 1244,7690 ·
Jumlah kuadrat interaksi antara faktor A dan B (SSAxB) : SSAxB
æ 1 3 = çç å è cn i =1
=
2
å ( AiBj) j =1
1 ( 4
2
ö ÷ - FK - SS A - SSB ÷ ø
988,21962+
1012.85522+
841.60592+
749.80722)-
358499,1481- 4661,7406- 125.3023 = 376,582 ·
Jumlah kuadrat interaksi antara faktor A dan C (SSAxC) : SSAxC
æ 1 3 =ç å è bn i =1
3
å ( AiCk)
2
k =1
ö ÷ - FK - SS A - SSC ø
1 = (586,13882+707,24832+707,68772+511,57492+541,25222+538,5 6 8602) - 358499,1481- 4661,7406– 1244,7690 = 480,747 ·
Jumlah kuadrat interaksi antara faktor B dan C (SSBxC) : SSBxC
æ 1 2 = çç å è an j =1
3
å (BjCk ) k =1
2
ö ÷ - FK - SSB - SSC ÷ ø
1 = (536,59412+670,35222+622.87922+561,11962+578,14822+623,3 9 9462) - 358499,1481- 125,3023– 1244,7690 = 633,309 commit to user
IV-29
perpustakaan.uns.ac.id
·
digilib.uns.ac.id
Jumlah kuadrat interaksi antara faktor A, B, dan C (SSAxBxC) : SSAxBxC= æ1 3 ç å çn è i =1
2
3
å å ( AiBjCk ) j =1
k =1
2
ö ÷ - FK - SS A - SS B - SSC - SS AxB - SS AxC - SS BxC ÷ ø
1 = (272,63552+374,37012+341,21402+......+256.92082)– 358499,1481 3 – 4661,7406 – 125,3023– 1244,7690– 376,582– 480,747– 633,309 = 111,618 ·
Jumlah kuadrat error (SSE) : SSE = SStotal - SSA - SSB – SSC - SSAB – SSAC – SSBC - SSABC = 11.827,124 – 4661,7406 – 125,3023 – 1244,7690 – 376,582– 480,747– 633,309 – 111,618 = 4193,056 Mean of square (MS) atau disebut juga kuadrat tengah (KT), dihitung
dengan membagi antara jumlah kuadrat (SS) yang diperoleh dengan derajat bebasnya (df). Contoh perhitungan MS, sebagai berikut: MS A =
SS A (a - 1)
4661,7406 1 = 4661,7406 =
Besarnya Fhitung didapat dari pembagian antara MS faktor yang ada dengan MSerror dari eksperimen. Contoh perhitungannya adalah sebagai berikut : Fhitung =
MS A MSE
4661,7406 174.7107 = 26.683 =
Berpedoman pada contoh di atas, maka didapat MS dan Fhitung semua faktor selengkapnya yang dapat dilihat pada Tabel 4.27 dan 4.28. Keputusan terhadap hipotesis nol didasarkan pada nilai Fhitung, yakni commit to user hipotesis nol (H0) ditolak jika Fhitung > Ftabel dan diterima jika F hitung < Ftabel. Ftabel
IV-30
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
diperoleh dari tabel distribusi F kumulatif, dengan df1 = df yang bersangkutan dan df2 = dferror. Perhitungan Ftabel dengan menggunakan Microsoft excel dengan rumus: = FINV(probability, df1, df2) Contoh perhitungan Ftabel adalah Ftabel untuk ketebalan, df1 = 2 dan df2 = 36. Berdasarkan hasil perhitungan Microsoft excel diperoleh Ftabel = FINV (0.05, 2, 36) = 3,403. Tabel 4.25 Hasil perhitungan ANOVA untuk nilai MOR Sumber variansi Ketebalan Komposisi Alkali Interaksi AxB Interaksi AxC Interaksi BxC Interaksi AxBxC Error Total
df 1 1 2 1 2 2 2 24 35
SS MS 4661.7406 4661.7406 125.3023 125.3023 1244.7690 622.3845 376.582 376.5817 480.747 240.3734 633.309 316.6547 111.618 55.8091 4193.056 174.7107 11,827.124
F hitung 26.683 0.717 3.562 2.155 1.376 1.812 0.319
F tabel 4.260 4.260 3.403 4.260 3.403 3.403 3.403
H0 tolak terima tolak terima terima terima terima
Tabel 4.26 Hasil perhitungan ANOVA untuk nilai Impak Sumber variansi Ketebalan Komposisi Alkali Interaksi AxB Interaksi AxC Interaksi BxC Interaksi AxBxC Error Total
df 1 1 2 1 2 2 2 24 35
SS 205.1559 27.1708 7.5455 23.046 14.648 41.570 17.654 325.995 662.785
MS 205.1559 27.1708 3.7728 23.0461 7.3240 20.7848 8.8272 13.5831
F hitung 15.104 2.000 0.278 1.697 0.539 1.530 0.650
F tabel 4.260 4.260 3.403 4.260 3.403 3.403 3.403
H0 tolak terima terima terima terima terima terima
Hasil perhitungan ANOVA nilai kuat bending dengan menggunakan SPSS, dapat dilihat pada tabel L3.11. Penggunaan Fhitung memberikan kesimpulan tentang hasil uji hipotesis analisis variansi. Keputusan yang diambil terhadap hasil analisis variansi data eksperimen untuk nilai MOR (kuat bending), yaitu: 1. Ditinjau dari faktor ketebalan (faktor A), nilai Fhitung > Ftabel, sehingga tolak H0 dan simpulkan bahwa ketebalan berpengaruh secara signifikan terhadap nilai commit to user kuat bending. IV-31
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
2. Ditinjau dari faktor komposisi core (faktor B), nilai Fhitung < Ftabel, sehingga terima H0 dan simpulkan bahwa komposisi core tidak berpengaruh secara signifikan terhadap nilai kuat bending. 3. Ditinjau dari faktor perlakuan alkali (faktor C), nilai Fhitung < Ftabel, sehingga tolak H0 dan simpulkan bahwa perlakuan alkali berpengaruh secara signifikan terhadap nilai kuat bending. 4. Ditinjau dari interaksi antara faktor ketebalan (faktor A) dan komposisi core (faktor B), nilai Fhitung < Ftabel, sehingga terima H0 dan simpulkan bahwa interaksi antara faktor ketebalan (faktor A) dan komposisi core (faktor B) tidak berpengaruh secara signifikan terhadap nilai kuat bending. 5. Ditinjau dari interaksi antara faktor ketebalan (faktor A) dan perlakuan alkali (faktor C), nilai Fhitung < Ftabel, sehingga terima H0 dan simpulkan bahwa interaksi antara faktor ketebalan (faktor A) dan perlakuan alkali (faktor C) tidak berpengaruh secara signifikan terhadap nilai kuat bending. 6. Ditinjau dari interaksi antara faktor komposisi core (faktor B) dan perlakuan alkali (faktor C), nilai Fhitung < Ftabel, sehingga terima H0 dan simpulkan bahwa interaksi antara faktor komposisi core (faktor B) dan perlakuan alkali (faktor C) tidak berpengaruh secara signifikan terhadap nilai kuat bending. 7. Ditinjau dari interaksi antara faktor ketebalan (faktor A), komposisi core (faktor B), dan perlakuan alkali (faktor C), nilai Fhitung < Ftabel, sehingga terima H0 dan simpulkan bahwa interaksi antara faktor ketebalan (faktor A), komposisi core (faktor B), dan perlakuan alkali (faktor C) tidak berpengaruh secara signifikan terhadap nilai kuat bending. Hasil perhitungan ANOVA nilai kuat impak dengan menggunakan SPSS, dapat dilihat pada tabel L3.12. Penggunaan Fhitung memberikan kesimpulan tentang hasil uji hipotesis analisis variansi. Keputusan yang diambil terhadap hasil analisis variansi data eksperimen untuk nilai impak, yaitu: 1.
Ditinjau dari faktor ketebalan (faktor A), nilai Fhitung > Ftabel, sehingga tolak H0 dan simpulkan bahwa ketebalan berpengaruh secara signifikan terhadap nilai kuat impak. commit to user
IV-32
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
2. Ditinjau dari faktor komposisi core (faktor B), nilai Fhitung < Ftabel, sehingga terima H0 dan simpulkan bahwa komposisi core tidak berpengaruh secara signifikan terhadap nilai kuat impak. 3. Ditinjau dari faktor perlakuan alkali (faktor C), nilai Fhitung < Ftabel, sehingga terima H0 dan simpulkan bahwa perlakuan alkali tidak berpengaruh secara signifikan terhadap nilai kuat impak.. 4. Ditinjau dari interaksi antara faktor ketebalan (faktor A) dan komposisi core (faktor B), nilai Fhitung < Ftabel, sehingga terima H0 dan simpulkan bahwa interaksi antara faktor ketebalan (faktor A) dan komposisi core (faktor B) tidak berpengaruh secara signifikan terhadap nilai kuat impak. 5. Ditinjau dari interaksi antara faktor ketebalan (faktor A) dan perlakuan alkali (faktor C), nilai Fhitung < Ftabel, sehingga terima H0 dan simpulkan bahwa interaksi antara faktor ketebalan (faktor A) dan perlakuan alkali (faktor C) tidak berpengaruh secara signifikan terhadap nilai kuat impak. 6. Ditinjau dari interaksi antara faktor komposisi core (faktor B) dan perlakuan alkali (faktor C), nilai Fhitung < Ftabel, sehingga terima H0 dan simpulkan bahwa interaksi antara faktor komposisi core (faktor B) dan perlakuan alkali (faktor C) tidak berpengaruh secara signifikan terhadap nilai kuat impak. 7. Ditinjau dari interaksi antara faktor ketebalan (faktor A), komposisi core (faktor B), dan perlakuan alkali (faktor C), nilai Fhitung < Ftabel, sehingga terima H0 dan simpulkan bahwa interaksi antara faktor ketebalan (faktor A), komposisi core (faktor B), dan perlakuan alkali (faktor C) tidak berpengaruh secara signifikan terhadap nilai kuat impak. 4.2.3 Uji Pembanding Ganda Pengujian ini dilakukan apabila terdapat perbedaan yang signifikan antar level faktor,
blok,
atau
interaksi
faktor-faktor.
Uji
pembanding ganda
bertujuan untuk menjawab manakah dari rata-rata taraf perlakuan yang berbeda atau untuk melihat pada level mana terdapat perbedaan dari suatu faktor yang dinyatakan berpengaruh signifikan oleh uji ANOVA.
commit to user
IV-33
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
4.2.3.1 Bending Sesuai hasil perhitungan ANOVA sebelumnya, maka tujuan atau informasi utama yang dicari lebih jauh dari hasil ANOVA adalah pada ketebalan dan perlakuan alkali untuk bending. a. Ketebalan core Tabel 4.27 Rata-rata nilai kuat bending eksperimen ketebalan core Ketebalan Rata-rata
10 mm 111,1708
15 mm 88,4118
Untuk faktor ketebalan dapat langsung dilihat berdasarkan nilai signifikasi hasil uji ANOVA dan nilai rata-rata kekuatan bending karena faktor ketebalan hanya ada dua level. b. Perlakuan Alkali Uji tukey terhadap perlakuan alkali, dilakukan untuk perhitungan nilai kuat bending, dimana hasil eksperimen menunjukkan bahwa pengaruh perlakuan alkali terhadap nilai kuat bending tidak berbeda secara signifikan untuk setiap level yang diuji. Tabel 4.28 Rata-rata nilai kuat bending eksperimen perlakuan alkali Perlakuan alkali Rata-rata
1jam 91.4761
2jam 104.0417
3jam 103.8561
Perhitungan dengan uji tukey menggunakan software SPSS seperti pada gambar 4.17
Gambar 4.15 Hasil uji tukey berdasarkan perlakuan alkali commit to user
IV-34
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
Berdasarkan hasil uji pembanding ganda tukey dengan spss menunjukkan bahwa perbandingan level 1 dan 2 nilai signifikasi 0,213 sedangkan level 1 dan 3 nilai signifikasi 0,223. Perbandingan kedua level tersebut tidak signifikan hal ini karena nilai signifikasi lebih dari 0,05, tetapi karena pada ANOVA terjadi pengaruh untuk faktor ini maka dipilih nilai signifikasi yang mendekati nilai 0,05 yaitu pada level 1 dan 2. 4.2.3.2 Impak Sedangkan pada uji impak berdasarkan hasil ANOVA faktor ketebalan yang berpengaruh. Tabel 4.29 Rata-rata nilai kuat bending eksperimen berdasarkan ketebalan Ketebalan Rata-rata
10 mm 18,2490
15 mm 23,0234
Untuk faktor ketebalan kekuatan impak sama seperti uji bending dapat langsung dilihat berdasarkan nilai signifikasi hasil uji ANOVA dan nilai rata-rata kekuatan impak karena faktor ketebalan hanya ada dua level.
4.3 Uji Hambat Panas 4.3.1 Kekuatan Bending Uji hambat panas yang dilakukan pada spesimen berdasarkan nilai kekuatan bending rata-rata tertingi. Rata-rata nilai kekuatan bending disajikan pada tabel 4.30. Tabel 4.30 Rata-rata Kekuatan Bending (kgf/cm2)
ketebalan core (a) 10 mm (a1) 15 mm (a2)
Core komposit Komposisi core ( b1) Perlakuan alkali ( c ) 1 jam 2 jam 3 jam
Komposisi core ( b2) Perlakuan alkali ( c ) 1 jam 2 jam 3 jam
90.88 87.99
104.50 82.54
124.79 98.66
113.74 93.89
110.96 81.76
122.16 85.64
Berdasarkan tabel 4.30 menunjukkan bahwa rata-rata kekuatan bending tertinggi pada komposisi b1, ketebalan core 10 mm dan perlakuan alkali 2 jam sebesar 124,79 kgf/cm2. Spesimen yang diuji hambat panas mempunyai diameter 4 cm dengan ketebalan 10 mm seperti pada gambar 4.16. commit to user
IV-35
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
Gambar 4.16. Spesimen hambat panas kekuatan bending Data yang
diperoleh
dari
pengujian hambat panas kekutan bending
menggunakan alat konduktivitas termal disajikan pada tabel 4.31. Tabel 4.31 Hasil pengujian konduktivitas termal (°C) kekuatan bending Spesimen t1 1 39.9 Bending 2 40.3 3 40.3
t2 39.9 40.2 40.3
t3 39.8 40 40.2
t4 t5 t6 t7 39.8 27.7 27.6 27.3 39.9 27.7 27.7 27.4 40.2 27.1 27.1 26.5
t8 t9 t10 27.4 27.4 27.4 27.4 27.4 27.5 26.5 26.5 26.6
t12 27.6 27.6 26.6
Berdasakan hasil pengujian konduktivitas thermal kemudian dilakukan perhitungan nilai konduktivitas panas bahan (k) pada panel komposit limbah kertas buram dengan skin karung plastik adalah sebagai berikut: q= k A
……………………………………………………………..…(4.4)
keterangan: A : luas penampang bahan (m²) k : konduktivitas panas bahan (W/m°C) L : tebal spesimen (m) q : laju perpindahan panas (W)
= 0,529 W
= 0,348 W/m°C
commit to user
IV-36
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
Tabel 4.32 Nilai konduktivitas panas spesimen (W/m°C) kekuatan bending k Cu L Cu L spsesimen q Cu (watt) (W/m0 (m) (m2) C) 4.4 0.01 0.5 379 0.09 4.5 0.01 0.5 379 0.09 5.0 0.01 0.5 379 0.09
Th-Tc (0C)
Kekuatan
Bending
A (m2)
k spsesimen k rata-rata (W/m0C) spsesimen (W/m0C)
0.001257 0.001257 0.001257
0.348 0.345 0.321
0.338
Nilai rata-rata konduktivitas panas material komposit sandwich sebesar 0,338 W/m0C. Setelah dilakukan perhitungan nilai konduktivitas panas bahan kemudian dilakukan perhitungan nilai hambatan panas (R) komposit sandwich berbahan core limbah kertas buram dan sekam padi dengan skin karung plastik adalah sebagai berikut: …………………………………………………………...……………(4.5) Keterangan : A K L R
:luas penampang bahan (m²) : konduktivitas panas bahan (W/m°C) : tebal spesimen (m) : tahanan / hambatan termal (°C/W)
= 22,859 0C/W Tabel 4.33 Nilai hambatan termal (°C/W) kekuatan bending Kekuatan
Bending
Spsesimen
L spsesimen (m)
A (m )
k spsesimen (W/m0C)
1 2 3
0.01 0.01 0.01
0.001257 0.001257 0.001257
0.348 0.345 0.321
2
R rata-rata R ( C/W) Spesimen (0 C/W) 0
22.859 23.048 24.748
23.551
Berdasarkan hasil penghitungan hambat panas komposit sandwich berbahan dasar core kertas buram dan sekam padi dengan skin karung plastik dan resin untuk nilai kekuatan bending tertinggi rata-rata mampu menghambat panas sebesar 23,5510C/W.
commit to user
IV-37
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
4.3.2 Kekuatan Impak Uji hambat panas yang dilakukan pada spesimen berdasarkan nilai kekuatan impak rata-rata tertingi. Rata-rata nilai kekuatan impak disajikan pada tabel 4.34. Tabel 4.34 Rata-rata kekuatan impak (J/mm2) Core komposit Komposisi core ( b1) Komposisi core ( b2) ketebalan core (a) Perlakuan alkali ( c ) Perlakuan alkali ( c ) 1 jam 2 jam 3 jam 1 jam 2 jam 3 jam 10 mm (a1) 18.76 17.37 18.82 18.95 17.95 17.64 23.09 22.62 28.37 20.73 23.05 20.28 15 mm (a2) Berdasarkan tabel 4.34 menunjukkan bahwa rata-rata kekuatan impak tertinggi pada komposisi b1, ketebalan core 15 mm dan perlakuan alkali 3 jam sebesar 24,37 J/mm2. Spesimen yang diuji hambat panas mempunyai diameter 4 cm dengan ketebalan 15 mm seperti pada gambar 4.19.
Gambar 4.19. Spesimen hambat panas kekuatan impak Data yang
diperoleh
dari
pengujian hambat panas kekutan impak
menggunakan alat konduktivitas termal disajikan pada tabel 4.35. Tabel 4.35 Hasil pengujian konduktivitas termal (°C) kekuatan impak Spesimen t1 t2 t3 40.2 40.2 40.2 1 Impak 2 40.1 40.1 40.1 39.8 39.8 39.8 3
t4 40.1 40 39.7
t5 26.8 26.9 26.8
t6 t7 t8 t9 t10 t12 26.6 26.6 26.7 26.8 26.8 27 26.7 26.5 26.6 26.6 26.7 27 26.7 26.7 26.8 26.9 26.8 27.1
Nilai konduktivitas panas bahan (k) komposit sandwich berbahan core limbah kertas buram dan sekam padi dengan skin karung plastik disajikan pada tabel 4.36.
commit to user
IV-38
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
Tabel 4.36 Nilai konduktivitas panas spesimen (W/m°C) kekuatan impak k Cu k rata-rata L Cu k spsesimen L spsesimen 2 spsesimen q Cu (watt) (W/m0 A (m ) (m) (m2) (W/m0C) C) (W/m0C) 4.6 0.015 0.5 379 0.09 0.001257 0.475 4.6 0.015 0.5 379 0.09 0.001257 0.482 0.482 4.4 0.015 0.5 379 0.09 0.001257 0.490
Kekuatan Th-Tc (0C)
Impak
Nilai nilai hambatan panas (R) komposit sandwich berbahan core limbah kertas buram dan sekam padi dengan skin karung plastik disajikan pada tabel 4.37. Tabel 4.37 Nilai hambatan termal (°C/W) kekuatan impak Kekuatan
Impak
L spsesimen Spsesimen (m) 1 2 3
2
A (m )
k spsesimen (W/m0C)
0.015 0.001257 0.015 0.001257 0.015 0.001257
0.475 0.482 0.490
0
R ( C/W) 25.126 24.748 24.370
R rata-rata Spesimen (0 C/W) 24.748
Berdasarkan hasil penghitungan hambat panas komposit sandwich berbahan dasar core kertas buram dan sekam padi dengan skin karung plastik dan resin untuk nilai kekuatan impak tertinggi rata-rata mampu menghambat panas sebesar 24,748 0C/W.
commit to user
IV-39
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
BAB V ANALISIS HASIL Pada bab ini akan diuraikan analisis hasil berdasarkan hasil pengolahan data. Hal-hal yang dilakukan analisis dalam penelitian ini adalah proses, hasil pengujian bending dan impak serta analisis hasil uji hambat panas. Analisis hasil tersebut diuraikan dalam sub bab dibawah ini.
5.1 ANALISIS HASIL UJI BENDING Analisis hasil uji bending meliputi analisis mengenai kekuatan bending komposit sandwich hambat panas, analisis pengaruh faktor ketebalan core, komposisi core, perlakukan alkali serta interaksi dua faktor dan ketiga faktor terhadap kekuatan bending.
5.1.1 Analisis Kekuatan Bending Berdasarkan Faktor Ketebalan Core Berdasarkan data nilai kekuatan bending dilakukan uji ANOVA untuk mengetahui berpengaruh atau tidak faktor ketebalan core terhadap kekuatan bending. Hasil uji ANOVA menunjukkan bahwa faktor ketebalan core dari komposit sandwich berpengaruh terhadap kekuatan bending. Semakin tebal core komposit sandwich, maka kekuatan bending semakin menurun. Penurunan kekuatan bending berdasarkan tingkat ketebalan core ditunjukkan pada gambar 5.1 berikut ini.
Grafik Nilai MOR berdasarkan Ketebalan
Nilai MOR (kgf/cm2)
120 100 80 60
Rata-rata MOR
40 20 0 10 mm
15 mm
Gambar 5.1 Grafik kekuatan bending berdasarkan ketebalan core
commit to user V-1
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
Gambar 5.1 menunjukkan rata-rata kekuatan bending komposit sandwich ketebalan core 10 mm sebesar 111,17 kgf/cm2, sedangkan untuk ketebalan 15 mm sebesar 88,41 kgf/cm2 sehingga terjadi penurunan nilai kekuatan bending sebesar 22,76 kgf/cm2 . Berdasarkan hal tersebut, dapat dikatakan bahwa nilai kekuatan bending turun sejalan dengan bertambahnya ketebalan core sehingga semakin tebal core komposit sandwich maka nilai kekuatan bending semakin kecil. Pada penelitian sebelumnya, ada beberapa variasi hasil pengaruh ketebalan core komposit sandwich terhadap kekuatan bending. Misalnya penelitian yang telah dilakukan oleh Harbrian (2006) bahwa kekuatan
bending komposit
sandwich
semakin menurun seiring dengan penambahan tebal core. Variasi ketebalan tersebut dapat disebabkan oleh beberapa faktor antara lain kapadatan spesimen, pencampuran bahan. Apabila kepadatan spesimen untuk kedua level ketebalan dapat homogen, maka kemungkinan nilai kekuatan bending akan sama. Selain itu, pencampuran bahan yang tidak homogen akan mempengaruhi kekuatan bending, jika perekat dan material dapat terdistribusi secara merata maka ikatan antar material semakin kuat. Apabila volume material semakin besar maka semakin kecil campuran dapat terdistribusi secara merata. Jumlah volume yang besar, maka dibutuhkan tenaga yang besar juga untuk mengepresnya. Keterbatasan alat dan tenaga untuk mengepressnya menjadi hambatan sehingga hal tersebut mempengaruhi kapadatan spesimen. Selain hal itu, skin komposit sandwich juga sangat berpengaruh terhadap kekuatan bending spesimen.
5.1.2 Analisis Kekuatan Bending Berdasarkan Faktor Komposisi Core Berdasarkan data nilai kekuatan bending dilakukan uji ANOVA untuk mengetahui berpengaruh atau tidak faktor komposisi core terhadap kekuatan bending. Hasil uji ANOVA menunjukkan bahwa faktor komposisi core dari komposit sandwich tidak berpengaruh terhadap kekuatan bending. Komposisi core terdiri dari dua level yaitu b1( 20% sekam, 50% kertas buram, 30% lem PVAc) dan b2 (10% sekam, 60% kertas buram, 30% lem PVAc). Kedua komposisi tersebut memiliki kekuatan bending yang hampir sama sehingga secara statistik tidak ada pengaruh
commit to user V-2
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
yang signifikan. Besarnya kekuatan bending komposit sandwich dari kedua komposisi core disajikan pada gambar 5.2.
Gambar 5.2 Grafik kekuatan bending berdasarkan komposisi core Gambar 5.2 menunjukkan bahwa rata-rata kekuatan bending komposit sandwich komposisi b1 sebesar 101,66 kgf/cm2, sedangkan untuk komposisi b2 sebesar 97,93 kgf/cm2 sehingga terjadi penurunan nilai kekuatan bending sebesar 3,73 kgf/cm2. Selisih kekuatan bending tersebut secara statistik tidak berpengaruh antara faktor komposisi dengan kekuatan bending. Penelitian sebelumnya yang telah dilakukan Yang, dkk. (2002), Kim, dkk. (2009), Lee, dkk. (2003), dan Yang, dkk. (2004). Yang, dkk. (2002) menyimpulkan bahwa penambahan presentase limbah kertas menaikkan kekuatan bending. Hasil dalam penelitian ini tidak berpengaruhnya penambahan kertas atau sekam, disebabkan karena adanya pengaruh skin yang dominan terhadap kekuatan bending. Besarnya penambahan sekam dengan komposisi tersebut tidak terlihat pengaruhnya karena tertutupi besarnya pengaruh kekuatan skin terhadap komposit sandwich. Selain hal itu, pencampuran bahan yang tidak homogen akan mempengaruhi kekuatan bending, jika perekat dan material dapat terdistribusi secara merata maka ikatan antar material semakin kuat.
commit to user V-3
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
5.1.3 Analisis Kekuatan Bending Berdasarkan Faktor Perlakuan Alkali Berdasarkan data nilai kekuatan bending dilakukan uji ANOVA untuk mengetahui berpengaruh atau tidak faktor perlakuan alkali terhadap kekuatan bending. Hasil uji ANOVA menunjukkan bahwa faktor perlakuan alkali dari komposit sandwich berpengaruh terhadap kekuatan bending. Perlakuan alkali berdasarkan penelitian ini optimal pada level waktu 2 jam. Semakin lama perendaman maka semakin menurun kekuatan bending. Perlakuan NaOH ini bertujuan untuk melarutkan lapisan yang menyerupai lilin di permukaan serat, seperti lignin, hemiselulosa, dan kotoran lainnya. Hilangnya lapisan lilin ini maka ikatan antara serat dan matrik menjadi lebih kuat, sehingga kekuatan tarik komposit menjadi lebih tinggi. Namun, perlakuan NaOH yang lebih lama dapat menyebabkan kerusakan pada unsur selulosa. Padahal, selulosa itu sendiri sebagai unsur utama pendukung kekuatan serat. Akibatnya, serat yang dikenai perlakuan alkali terlalu lama mengalami degradasi kekuatan yang signifikan. Besarnya kekuatan bending komposit sandwich dari ketiga perlakuan alkali sekam dari core komposit sandwich disajikan dalam gambar 5.3.
Gambar 5.3 Grafik kekuatan bending berdasarkan perlakuan alkali Gambar 5.3 menunjukkan rata-rata kekuatan bending komposit sandwich dengan perlakuan alkali 1 jam sebesar 91,48 kgf/cm2sedangkan perlakuan alkali 2 jam sebesar 104,04 kgf/cm2 sehingga terjadi kenaikan kekuatan bending sebesar
commit to user V-4
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
12,56 kgf/cm2. Rata-rata kekuatan bending menurun pada perlakuan alkali 3 jam menjadi 103,88 kgf/cm2. Berdasar hal tersebut, maka dapat dikatakan bahwa nilai kekuatan bending dapat maksimal pada perlakuan alkali tertentu. Kenaikan dan penurunan kekuatan bending dapat terlihat jelas, jika range perlakuan alkali diperlebar. Pada penelitian selanjutnya agar menggunakan range perlakuan alkali yang lebih lebar untuk nilai kekuatan bending yang lebih maksimal.
5.1.4 Analisis Interaksi Faktor Ketebalan dan Komposisi Core Berdasarkan Kekuatan Bending Selain faktor ketebalan, komposisi dan perlakuan alkali tersebut yang diuji, maka diuji pula interaksi yang terjadi antar faktor-faktor tersebut. Berdasarkan uji ANOVA menunjukkan bahwa tidak terjadi interaksi antara faktor ketebalan core dengan komposisi core komposit sandwich. Interaksi antara faktor ketebalan core dengan komposisi core disajikan pada tabel 5.1. Tabel 5.1 Rata-rata kekuatan bending berdasarkan ketebalan dengan komposisi core Komposisi Core b1(20% sekam) b2(10%sekam)
Ketebalan Core 10 mm 15 mm 109,80 93,51 112,53 83,31
Tabel 5.1 menunjukkan bahwa bahwa nilai kekuatan bending komposit sandwich pada ketebalan core 10 mm sebesar 109,80 kgf/cm2 sedangkan pada ketebalan 15 mm sebesar 93,51 kgf/cm2 pada komposisi yang sama yaitu sekam 20% sehingga terjadi penurunan sebesar 16,29 kgf/cm2. Hal tersebut juga terjadi pada komposisi sekam 10% yang mengalami penurunan kekuatan bending. Pada faktor komposisi tidak terjadi penurunan atau kenaikan kekuatan bending yang signifikan. Pada komposisi sekam 20% menuju komposisi sekam 10% pada ketebalan 10mm terjadi kenaikan kekuatan bending sebesar 2,73 kgf/cm2 sedangkan ketebalan 15 mm terjadi penurunan kekuatan bending sebesar 10,2 kgf/cm2. Berdasarkan nilai kekuatan bending tersebut ada kecenderungan turun, tapi belum terlihat signifikan sehingga perlu dilakukan penelitian lebih lanjut. Jika perubahan dalam satu faktor
commit to user V-5
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
menghasilkan perubahan variabel respon yang sama pada satu level dengan level lainnya pada faktor lain, maka dapat disimpulkan tidak ada interaksi antara kedua faktor tersebut (Hicks, 1993). Berdasarkan hal tersebut, maka dapat dikatakan bahwa tidak terjadi interaksi antara faktor ketebalan core dan komposisi terhadap kekuatan bending.
5.1.5 Analisis
Interaksi
Faktor
Perlakuan
alkali
dan
Ketebalan
core
Berdasarkan Kekuatan Bending Berdasarkan uji ANOVA menunjukkan bahwa tidak terjadi interaksi antara faktor perlakuan alkali dengan ketebalan core. Interaksi rata-rata kekuatan bending antara faktor perlakuan alkali dengan ketebalan core disajikan pada tabel 5.2. Tabel 5.2 Rata-rata kekuatan bending berdasarkan perlakuan alkali dengan ketebalan core Perlakuan alkali 1 jam 2 jam 3 jam
Ketebalan Core 10 mm 15 mm 97.6898 85.2625 117.8747 90.2087 117.9480 89.7643
Tabel 5.2 menunjukkan bahwa bahwa nilai rata-rata kekuatan bending komposit sandwich tidak terjadi perubahan secara signifikan pada interaksi faktor ketebalan dan perlakuan alkali. Pada ketebalan 10mm dengan level perlakuan alkali terjadi kenaikan nilai kekuatan bending sedangkan pada ketebalan 15mm terjadi kenaikan dan penurunan nilai kekuatan bending. Jika perubahan dalam satu faktor menghasilkan perubahan variabel respon yang sama pada satu level dengan level lainnya pada faktor lain, maka dapat disimpulkan tidak ada interaksi antara kedua faktor tersebut (Hicks, 1993).Berdasarkan hal tersebut dapat disimpulkan bahwa tidak terjadi interaksi antara faktor ketebalan dan perlakuan alkali.
commit to user V-6
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
5.1.6 Analisis Interaksi Faktor Perlakuan alkali dan Komposisi Core Berdasarkan Kekuatan Bending Berdasarkan uji ANOVA menunjukkan bahwa tidak terjadi interaksi antara faktor perlakuan alkali dengan komposisi core. Interaksi antara faktor perlakuan alkali dengan komposisi core disajikan pada tabel 5.3.
Tabel 5.3 Rata-rata kekuatan bending berdasarkan perlakuan alkali dengan komposisi core Perlakuan alkali 1 jam 2 jam 3 jam
Komposisi Core Sekam 20% Sekam 10% 89.4323 93.5199 111.7254 96.3580 103.8132 103.8991
Tabel 5.3 menunjukkan bahwa nilai rata-rata kekuatan bending komposit sandwich terjadi perubahan nilai kekuatan bending yang tidak signifikan. Pada faktor komposisi dengan perlakuan alkali tidak terjadi perubahan variabel respon yang sama yaitu kenaikan nilai kekuatan bending pada level sekam 20% dan sekam 10% dengan level faktor perlakuan alkali 1 jam, 2 jam dan 3 jam, sehingga dapat disimpulkan bahwa tidak terjadi interaksi antara faktor perlakuan alkali dan komposisi core. Hal tersebut disebabkan pencampuran komposisi yang tidak homogen sehingga menyebabkan kekuatan bending tidak signifikan. Selain itu, range faktor perlakuan alkali yang kurang lebar menyebabkan tidak terlihat penurunan atau kenaikan nilai kekuatan bending yang signifikan. Pada penelitian selanjutnya agar menggunakan range perlakuan alkali yang lebih lebar dan mengusahakan pencampuran komposisi homogen.
5.1.7 Analisis Interaksi Faktor Ketebalan Core, Komposisi Core dan Perlakuan alkali Berdasarkan Kekuatan Bending Berdasarkan uji ANOVA menunjukkan bahwa tidak terjadi interaksi antara faktor ketebalan core, perlakuan alkali dan komposisi core. Hubungan antar faktorfaktor tersebut disajikan pada tabel 5.4.
commit to user V-7
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
Tabel 5.4 Rata-rata kekuatan bending berdasarkan ketebalan core, perlakuan alkali dan komposisi core (kgf/cm2)
ketebalan 10 mm 15 mm
komposisi b1 komposisi b2 alkali 1jam alkali 2jam alkali 3jam alkali 1jam alkali 2jam alkali 3jam 90.8785 124.7900 113.7380 104.5011 110.9594 122.1579 87.9862 98.6607 93.8884 82.5388 81.7567 85.6403
Tabel 5.4 menunjukkan bahwa pada ketebalan core 10 mm dan 15 mm dengan level perlakuan alkali dari 1 jam hingga 2 jam pada komposisi b1 terjadi kenaikan kekuatan bending yang maksimal jika dibandingkan dengan perlakuan yang lainnya yaitu pada ketebalan 10 mm terjadi kenaikan nilai kekuatan bending sebesar 33,91 kgf/cm2 sedangkan pada ketebalan 15 mm terjadi kenaikan nilai kekuatan bending sebesar 10,67 kgf/cm2. Pada perlakuan komposisi b2 (sekam 10%), perlakuan alkali 1 jam mengalami penurunan kekuatan bending berdasar ketebalan core. Meskipun pola perubahan kekuatan bending pada faktor ketebalan core, komposisi core dan perlakuan alkali mengalami kenaikan dan penurunan, namun kenaikan dan penurunan nilai kekuatan bending tersebut tidak signifikan. Dapat disimpulkan bahwa tidak terjadi interaksi antar faktor ketebalan core, komposisi core dan perlakuan alkali pada level-level tersebut.
5.1.8 Analisis patahan uji bending faktor perlakuan alkali Pengamatan permukaan patah uji bending komposit sandwich dengan core sekam padi dan kertas buram dengan skin karung plastik dan resin dilakukan melalui pengamatan secara visual. Hal ini bertujuan untuk mengamati patahan dan kondisi ikatan komposit sandwich pada core dengan perlakuan alkali sekam padi selama 1 jam dan 2 jam. Gambar 5.9 menunjukkan permukaan patah pada komposit sandwich dengan perlakuan alkali 1 jam dan gambar 5.10 menunjukkan permukaan patah pada komposit sandwich dengan perlakuan alkali 2 jam.
commit to user V-8
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
Gambar 5.4 Permukaan patah pada komposit sandwich dengan perlakuan alkali 1 jam.
Gambar 5.5 Permukaan patah pada komposit sandwich dengan perlakuan alkali 2 jam.
commit to user V-9
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
Menurut Hosford (2005) Kegagalan pada pengujian bending dapat terjadi karna serat yang patah atau serat yang keluar/lepas dari matriks. Pada pengujian bending kegagalan terjadi pada bagian bawah komposit, hal ini disebabkan pada bagian bawah menerima tegangan tarik lebih besar dibandingkan dengan bagian atasnya. Komposit tersusun dari serat dan matriks sehingga pada pengujian bending bahan komposit tidak patah seperti pada pengujian bahan logam, hal ini juga menunjukkan adanya perpatahan ulet. Mekanisme penguatan yang dilakukan serat acak terhadap spesimen sebelum terjadi patahan pada saat dilakukan uji bending cenderung estafet atau saling bergantian. Apabila serat satu sudah mencapai panjang kritis dan patah, selanjutnya akan ditahan oleh serat yang lain. Sehingga penampang patahan papan serat tidak halus/rata dan cenderung berbentuk zigzag seperti pada gambar 5.10 yaitu dengan perlakuan alkali selama 2 jam. Pada gambar 5.9 yaitu dengan perlakuan alkali selama 1 jam yang patahannya juga cenderung zigzag sehingga tidak terlihat adanya perbedaan perlakuaan alkali sekam padi pada core selama 1 jam dan 2 jam. Apabila dilihat dari patahan skin komposit menunjukkan bahwa perlakuan alkali 2 jam ikatan antara serat dan skin lebih kuat dibandingkan perlakuan alkali 1 jam. Hal itu terlihat dari bentuk patahan skin perlakuan alkali 1 jam cenderung halus/rata sedangkan pada perlakuan alkali 2 jam cenderung zigzag. Panjang serat kritis berbeda satu sama lain, dipengaruhi oleh kekuatan dan diameter serat serta kekuatan ikatan serat dengan matriks/perekat (Callister, 2007) Mode perpatahan yang terjadi pada core komposit sandwich pada perlakuan alkali 1 jam dan 2 jam menunjukkan adanya perpatahan ulet seperti ditunjukkan pada gambar 5.9 dan 5.10. Perpatahan ulet memberikan karakteristik berserabut (fibrous). Selain itu penampang patahan yang berbentuk zigzag juga menunjukkan adanya perpatahan ulet karena patahan getas bidang patahan relatif tegak lurus terhadap tegangan dan sebaliknya pada patahan ulet. Perpatahan ulet umumnya lebih disukai karena bahan ulet umumnya lebih tangguh dan memberikan peringatan lebih dahulu sebelum terjadinya kerusakan (Van Vlack, 1994).
commit to user V-10
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
Dari keseluruhan pengamatan komposit juga terdapat fiber pull out, yang ditandai adanya lubang-lubang bekas serat yang terlepas dari ikatannya. Lubanglubang pull out pada sekam padi dan kertas buram terlihat banyak pada perlakuan alkali 2 jam dibandingkan perlakuan alkali 1 jam. Lubang-lubang pull out ini menunjukkan bahwa ikatan antara serat dan matrik lebih lemah daripada ikatan antar kertas dan matrik.
5.2 ANALISIS HASIL UJI IMPAK Analisis hasil uji impak meliputi analisis pengaruh faktor ketebalan core, komposisi core, perlakukan alkali serta interaksi dua faktor maupun ketiga faktor terhadap kekuatan impak komposit sandwich bersifat hambat panas.
5.2.1 Analisis Kekuatan Impak Berdasarkan Faktor Ketebalan Core Berdasarkan data nilai kekuatan impak dilakukan uji ANOVA untuk mengetahui berpengaruh atau tidak faktor ketebalan core terhadap kekuatan impak. Hasil uji ANOVA menunjukkan bahwa faktor ketebalan core dari komposit sandwich berpengaruh terhadap kekuatan impak. Semakin tebal core komposit sandwich, maka kekuatan impak semakin naik. Kenaikan kekuatan impak berdasarkan tingkat ketebalan core ditunjukkan pada gambar 5.1 berikut ini.
Gambar 5.6 Grafik kekuatan impak berdasarkan ketebalan core
commit to user V-11
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
Gambar 5.4 menunjukkan bahwa rata-rata kekuatan impak komposit sandwich ketebalan 10 mm sebesar 18,25 J/mm2, sedangkan untuk ketebalan 15 mm sebesar 23,02 J/mm2 sehingga terjadi kenaikan kekuatan impak sebesar 4,77 J/mm2. Variasi ketebalan tersebut dapat disebabkan oleh beberapa faktor antara lain pencampuran bahan, kepadatan spesimen dan volume material. Apabila pencampuran bahan yang tidak homogen akan mempengaruhi kekuatan impak, hal ini karena jika perekat dan material tidak dapat terdistribusi secara merata maka ikatan antar material tidak kuat sehingga kekuatan impak menurun. Kepadatan spesimen berpengaruh terhadap kekuatan impak, semakin padat spesimen maka akan semakin kuat sehingga kekuatan impak menjadi semakin baik. Selain hal itu, volume material juga berpengaruh terhadap kekuatan impak semakin besar volumenya maka semakin kecil campuran dapat terdistribusi secara merata sehingga ikatan antar material menjadi lemah.
5.2.2 Analisis Kekuatan Impak Berdasarkan Faktor Komposisi Core Berdasarkan data nilai kekuatan impak dilakukan uji ANOVA untuk mengetahui berpengaruh atau tidak faktor komposisi core terhadap kekuatan impak. Hasil uji ANOVA menunjukkan bahwa faktor komposisi core dari komposit sandwich tidak berpengaruh terhadap kekuatan impak. Komposisi core terdiri dari dua level yaitu b1( 20% sekam, 50% kertas buram, 30% lem PVAc) dan b2 (10% sekam, 60% kertas buram, 30% lem PVAc). Kedua komposisi tersebut memiliki kekuatan impak yang hampir sama sehingga secara statistik tidak ada pengaruh yang signifikan. Besarnya kekuatan impak komposit sandwich dari kedua komposisi core disajikan pada gambar 5.5 berikut ini.
commit to user V-12
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
Gambar 5.7 Grafik kekuatan impak berdasarkan komposisi core Gambar 5.5 menunjukkan bahwa rata-rata kekuatan impak komposit sandwich komposisi b1(sekam 20%) sebesar 21,51 J/mm2, sedangkan untuk komposisi b2(sekam 10 %) sebesar 19,77 J/mm2 sehingga terjadi penurunan kekuatan impak sebesar 1,74 J/mm2. Besarnya penambahan sekam pada komposisi 20% sekam dan 10% sekam tidak terlihat signifikan pengaruhnya terhadap kekuatan impak, hal itu karena tertutupi besarnya pengaruh kekuatan skin terhadap komposit sandwich.
5.2.3 Analisis Kekuatan Impak Berdasarkan Faktor Perlakuan Alkali Berdasarkan uji ANOVA untuk faktor perlakuan alkali sekam bahan core dari komposit sandwich menunjukkan tidak berpengaruh terhadap kekuatan impak. Besarnya kekuatan impak komposit sandwich dari ketiga perlakuan alkali sekam dari core komposit sandwich disajikan dalam gambar 5.6.
commit to user V-13
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
Gambar 5.8 Grafik kekuatan impak berdasarkan perlakuan alkali Gambar 5.6 menunjukkan bahwa rata-rata kekuatan impak komposit sandwich menggunakan core kertas buram dan skin karung plastik dengan perlakuan alkali 1 jam sebesar 20,38 J/mm2, perlakuan alkali 2 jam sebesar 20,25 J/mm2 dan perlakuan alkali 3 jam sebesar 21,28 J/mm2. Hasil kekuatan impak perlakuan alkali tidak signifikan, hal itu karena pengaruh perlakuan alkali tertutupi besarnya pengaruh kekuatan skin pada komposit sandwich terhadap kekuatan impak. Selain hal itu, range perlakuan alkali yang kurang lebar menyebabkan tidak terlihat pengaruh perlakuan alkali terhadap kekuatan impak.
5.2.4 Analisis Interaksi Faktor Ketebalan dan Komposisi Core Berdasarkan Kekuatan Impak Selain faktor ketebalan, komposisi dan perlakuan alkali tersebut yang diuji, maka diuji pula interaksi yang terjadi antar faktor-faktor tersebut. Hasil uji ANOVA menunjukkan bahwa tidak terjadi interaksi antara faktor ketebalan core dengan komposisi core komposit sandwich terhadap kekuatan impak. Interaksi antara faktor ketebalan core dengan komposisi core disajikan pada tabel 5.5.
commit to user V-14
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
Tabel 5.5 Rata-rata kekuatan impak berdasarkan ketebalan dan komposisi core (J/mm2) Komposisi Core b1(Sekam 20%) b2(Sekam 10%)
Ketebalan Core 10 mm 15 mm 18.3176 24.6923 18.1803 21.3545
Tabel 5.5 menunjukkan bahwa bahwa nilai kekuatan impak komposit sandwich pada ketebalan core 10 mm sebesar 18,3176 J/mm2 sedangkan pada ketebalan 15 mm sebesar 24,6923 J/mm2 pada komposisi yang sama yaitu sekam 20% sehingga terjadi kenaikan kekuatan impak sebesar 6,37 J/mm2. Hal tersebut juga terjadi pada komposisi sekam 10% yang mengalami kenaikan kekuatan impak. Pada komposisi core b1 sebesar 18,3176 J/mm2 sedangkan pada komposisi core b2 sebesar 18,1803 J/mm2 pada ketebalan yang sama yaitu sekam 10 mm sehingga terjadi penurunan kekuatan impak sebesar 0,1373 J/mm2. Hal tersebut juga terjadi pada ketebalan core 15 mm yang mengalami penurunan kekuatan impak. Meskipun terjadi penurunan dan kenaikan kekuatan impak yang sama pada setiap perlakuan, namun karena selisihnya yang terlalu kecil sehingga secara statistik tidak terjadi interaksi antara faktor ketebalan dan komposisi core terhadap kekuatan impak.
5.2.5 Analisis Interaksi Faktor Perlakuan alkali dan Ketebalan core Berdasarkan Kekuatan Impak Berdasarkan uji ANOVA menunjukkan bahwa tidak terjadi interaksi antara faktor perlakuan alkali dengan ketebalan core. Interaksi antara faktor perlakuan alkali dengan ketebalan core disajikan pada tabel 5.6. Tabel 5.6 Rata-rata kekuatan impak berdasarkan perlakuan alkali dengan ketebalan core Perlakuan alkali 1 jam 2 jam 3 jam
Ketebalan Core 10 mm
15 mm
18.8583
21.9091
17.6587
22.8335
18.2299
24.3276
commit to user V-15
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
Tabel 5.6 menunjukkan bahwa bahwa nilai rata-rata kekuatan impak komposit sandwich tidak terjadi perubahan yang signifikan pada faktor ketebalan 10 mm sedangkan pada ketebalan 15 mm terjadi penurunan kekuatan impak berdasarkan level pada faktor perlakuan alkali 1 jam. 2 jam dan 3 jam. Jika perubahan dalam satu faktor menghasilkan perubahan variabel respon yang sama pada satu level dengan level lainnya pada faktor lain, maka dapat disimpulkan tidak ada interaksi antara kedua faktor tersebut (Hicks, 1993). Berdasarkan hal itu dapat disimpulkan bahwa tidak terjadi interaksi antara faktor ketebalan dan perlakuan alkali terhadap kekuatan impak.
5.2.6 Analisis Interaksi Faktor Perlakuan alkali dan Komposisi Core Berdasarkan Kekuatan Impak Berdasarkan uji ANOVA menunjukkan bahwa tidak terjadi interaksi antara faktor perlakuan alkali dengan komposisi core. Interaksi antara faktor perlakuan alkali dengan komposisi core disajikan pada tabel 5.7. Tabel 5.7 Rata-rata kekuatan impak berdasarkan perlakuan alkali dan komposisi core Perlakuan alkali
Komposisi Core b1(20%sekam)
b2(10%sekam)
1 jam
20.9250
19.8424
2 jam
19.9934
20.4988
2 jam
23.5964
18.9611
Tabel 5.7 menunjukkan bahwa bahwa nilai rata-rata kekuatan impak komposit sandwich tidak terjadi perubahan yang signifikan dalam faktor komposisi core pada perubahan variabel respon yang sama pada level yaitu b1 dan b2 dengan level pada faktor perlakuan alkali 1 jam, 2 jam dan 3 jam sehingga dapat disimpulkan bahwa tidak terjadi interaksi antara faktor ketebalan core dan perlakuan alkali. Hal itu disebabkan pencampuran bahan yang tidak homogen serta range perlakuan akali yang kurang lebar sehingga menghasilkan kekuatan impak yang tidak signifikan
commit to user V-16
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
5.2.7 Analisis Interaksi Faktor Ketebalan Core, Komposisi Core dan Perlakuan Alkali Berdasarkan Kekuatan Impak Berdasarkan uji ANOVA menunjukkan bahwa tidak terjadi interaksi antara faktor ketebalan core, komposisi core dan perlakuan alkali. Interaksi antara faktor ketebalan core, komposisi core dan perlakuan alkali disajikan pada tabel 5.8. Tabel 5.8 Rata-rata kekuatan impak berdasarkan komposisi core, ketebalan core dan perlakuan alkali (J/mm2) komposisi b1 komposisi b2 ketebalan alkali 1jam alkali 2jam alkali 3jam alkali 1jam alkali 2jam alkali 3jam 10 mm 18.7630 17.3701 18.8198 18.9537 17.9473 17.6399 15 mm 23.0871 22.6167 28.3730 20.7310 23.0503 20.2823 Tabel 5.8 menunjukkan bahwa pada ketebalan core 10 mm terjadi kenaikan kekuatan bending yang cukup besar, kenaikan itu terjadi pada pada level perlakuan alkali dan komposisi core (dari 2 jam hingga 3 jam pada komposisi b1). Pada ketebalan core 15 mm cenderung stabil untuk kekuatan bending hanya terjadi penurunan yang kecil pada perlakuan alkali 1 jam hingga 2 jam pada komposisi b1. Meskipun pola perubahan kekuatan impak pada faktor ketebalan core, komposisi core dan perlakuan alkali mengalami kenaikan dan penurunan, namun berdasar hasil uji ANOVA perbedaan tersebut tidak signifikan, sehingga dapat disimpulkan tidak terjadi interaksi antar faktor jenis kertas, kerapatan dan persentase perekat pada levellevel tersebut.
5.3 ANALISIS HASIL UJI HAMBAT PANAS Uji hambat panas pada penelitian ini digunakan sebagai validasi komposit panel hambat panas yang memiliki kekuatan bending dan impak tertinggi yang masih mempunyai kemampuan hambat panas. Pemilihan spesimen dengan nilai tertinggi mewakili semua spesimen untuk nilai minimal hambat panasnya. Pengujian hambat panas dilakukan pada spesimen bending yaitu pada faktor ketebalan core 10 mm, perlakuan alkali 2 jam sedangkan impak pada faktor ketebalan core 15 mm, perlakuan alkali 3 jam. Pengujian hambat panas menggunakan alat uji berupa tabung
commit to user V-17
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
tembaga dengan konduktivitas panas 379 W/m°C dan laju perpindahan kalor konduksi sebesar 0,5 W. Nilai konduktivitas panas komposit sandwich dengan kekuatan bending tertinggi sebesar 0,338 W/m°C dan kekuatan impak tertinggi 0,482 W/m°C. Menurut Aswati (2001) nilai konduktivitas panas kayu jati 0,468 W/m°C, kayu mahoni 0,413 W/m°C, kayu sonokeling 0,389 W/m°C, kayu kamper 0,458 W/m°C dan kayu mranti 0,486 W/m°C. Perbandingan konduktivitas panas berdasar kekuatan bending dan impak tertinggi dengan berbagai jenis kayu disajikan pada gambar 5.7.
Perbandingan nilai konduktivitas panas Spesimen impak
0.5
kayu mranti kayu kamper
kayu jati
konduktivtas panas W/m°C
kayu mahoni 0.4
kayu sonokeling
Spesimen bending 0.3 0.2 0.1 0
0
1
2
3
4
5
6
7
Gambar 5.9 Grafik perbandingan konduktivitas panas komposit dengan kayu
Gambar 5.9 menunjukkan perbandingan besarnya konduktivitas panas komposit sandwich berdasarkan spesimen bending dan impak dengan jenis kayu. Komposit sandwich kekuatan bending memiliki nilai konduktivitas panas yang lebih kecil dari kayu jati, kayu mahoni, kayu sonokeling dan kamper, sehingga nilai hambat panas komposit spesimen bending lebih besar dari jenis kayu tersebut. Komposit sandwich kekuatan impak memiliki konduktivitas lebih kecil dari kayu mrati sehingga komposit sandwich mempunyai hambat panas yang lebih baik dari
commit to user V-18
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
kayu mranti. Semakin besar nilai konduktivitas panas maka nilai hambat panas semakin kecil. Besar hambat panas kekuatan bending 23,55 0C/W lebih rendah dibandingkan kekuatan impak yaitu 24,78 0C/W. Hal ini disebabkan karena spesimen impak lebih tebal dari spesimen bending, sehingga menyebabkan tingkat kerapatan yang semakin berkurang dengan penambahan ketebalan sehingga terjadi ruang hampa di dalam spesimen yang menghambat laju perpindahan panas pada spesimen. Selain itu berdasarkan rumus hambat panas faktor ketebalan berbanding lurus dengan nilai hambat panas.
commit to user V-19
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN Bab ini membahas tentang kesimpulan yang diperoleh berdasar pengolahan data dan pembahasan mengenai faktor-faktor yang berpengaruh terhadap kekuatan bending dan impak komposit sandwich bersifat hambat panas dengan core berbahan dasar limbah kertas buram dan sekam padi sedangkan skin karung plastik dan resin. Pemberian saran dimaksudkan untuk pengembangan penelitian lebih lanjut. Penjelasan dari kesimpulan dan saran tersebut diuraikan pada subbab berikut ini. 6.1
KESIMPULAN Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan maka dapat diambil
kesimpulan sebagai berikut: 1. Nilai konduktivitas panas yang dimiliki komposit sandwich berdasar rata-rata kekuatan bending tertinggi 0,338 W/m0C mampu menghambat panas sebesar 23,550C/W
sedangkan
rata-rata
kekuatan
impak
tertinggi
memiliki
0
konduktivitas panas 0,482 W/m C mampu menghambat panas sebesar 24,78 0
C/W
2. Interaksi antar faktor tidak berpengaruh terhadap kekuatan bending dan impak komposit sandwich dengan core berbahan kertas buram dan sekan padi dengan skin karung plastik dan resin. 3. Rata-rata kekuatan bending tertinggi sebesar 124,79 kgf/cm2
dengan
ketebalan core 10 mm dan perlakuan alkali sekam padi pada core selama 2 jam Sedangkan Rata-rata kekuatan impak tertinggi sebesar 28,373 J/mm2 dengan ketebalan core 15mm.
6.2
SARAN Saran yang dapat diberikan berdasarkan hasil penelitian untuk langkah
pengembangan atau penelitian selanjutnya adalah sebagai berikut: 1. Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut mengenai skin dari karung plastik dengan perekat resin untuk variasi serat karung plastik yang digunakan. commit to user VI-1
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
2. Pada penelitian selanjutnya perlu dilakukan cara untuk mengetahui bahwa pencampuran bahan terdistribusi merata/homogen. 3. Diharapkan untuk penelitian selanjutnya ditemukan bagaimana cara perekatan skin dengan core agar merekat dengan baik dan tidak timbul void (kekosongan/rongga) sehingga menghasilkan ikatan antar core dan skin yang semakin kuat. 4. Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut mengenai kemampuan hambat panas komposit sandwich dari berbagai kombinasi skin dan persentase bahan yang berbeda. 5. Pada penelitian selanjutnya perlu dilakukan pelebaran range untuk perlakuan alkali sehingga terlihat kenaikan dan penurunan kekuatan bending sehingga dapat signifikan.
commit to user VI-2