Jurnal Matematika dan Sains Vol. 9 No. 2, Juni 2004, hal 241-248 Kajian tentang Efek Garam terhadap Kinetika Transfer Co(II) dalam Sistem Dwi-Fasa Air/Asam di-(2-etilheksil)fosfat Hendrawan*, Yaya Sonjaya, Hernani Jurusan Kimia-FPMIPA-Universitas Pendidikan Indonesia Jl. Dr. Setiabudi No. 229 Bandung-40154- Telp./fax.: (22)2000579 *) E-mail:
[email protected] Diterima Nopember 2003, disetujui untuk dipublikasikan Juni 2004 Abstrak Telah dilakukan pengkajian tentang efek garam terhadap kinetika transfer Co(II) dalam sistem dwi-fasa aqueous/asam di-(2-etilheksil)fosfat (D2EHPA), dengan menggunakan teknik rotating membrane cell (RMC). Larutan Co(II) dalam berbagai kondisi fasa aqueous ditransferkan ke dalam larutan asam di-(2-etilheksil)fosfat dalam n-dodekana, sebagai fasa organik, pada berbagai kecepatan rotasi RMC. Hasil penelitian menunjukkan bahwa transfer kobal dari fasa aqueous ke dalam fasa organik mengikuti model transfer mass transfer with chemical reaction (MTWCR). Laju difusi kobal yang terkompleks dalam fasa aqueous merupakan tahap penentu laju transfer secara keseluruhan. Afinitas larutan aqueous terhadap kobal semakin kecil dengan meningkatnya kekuatan ion dalam fasa ruah aqueous. Kata kunci : kinetika, transfer ion, efek garam, efek elektrolit Abstract The study of salt effect on kinetic of Co(II) transfer in aqueous/di-(2-ethylhexyl)phosphoric acid (D2EHPA) system has been performed using the technique of rotating membrane cell (RMC). Co(II) solutions in various conditions of aqueous phase were transferred into solution of di-(2-ethylhexyl)phosphoric acid in n-dodecane, as an organic phase, at various speeds of rotation. The result shows that the transfer of cobalt from aqueous into organic phase (D2EHPA) follows the transfer model of mass transfer with chemical reaction (MTWCR). The diffusion rate of complexed cobalt in the aqueous phase is the rate determining step. Higher ionic strenggt in bulk aqueous, lower affinity of aqueous solution to cobalt. The affinity of aqueous solution to cobalt becomes smaller as the ionic strength in the bulk aqueous increase. Keywords : kinetic, ion transfer, salt effect, electrolyte effect. lebih rumit sebagai akibat dari keberadaan reaksi kimia yang tidak dapat diabaikan. Dalam hal ekstraksi Co(II) oleh asam di(2etilheksil)fosfat, Dreisinger dkk5) sampai pada kesimpulan bahwa profil transfer dapat dijelaskan dengan model mass transfer with chemical raction (MTWCR). Di lain pihak, Danesi dkk6) mendapatkan bahwa transfer solut yang terjadi pada sistem tersebut adalah bersifat keantarmukaan. Selain kontroversi tersebut, permasalahan lain yang muncul adalah perubahan laju transfer akibat kehadiran elektrolit pendukung. Diskusi tentang efek elektrolit pendukung terhadap transfer keseluruhan biasanya hanya terbatas pada peranannya di dalam ruah aqueous, tanpa mengindahkan efeknya terhadap antarmuka kedua fasa. Pada penelitian ini, efek elektrolit terhadap kinetika ekstraksi Co(II) oleh D2EHPA dipelajari dengan menggunakan teknik RMC. Teknik RMC merupakan generasi lanjut dari teknik rotating stabilized cell (RSC)7), yang secara prinsip termasuk ke dalam teknik rotating diffusion cell (RDC) yang dikembangkan oleh Albery(2,3). Deskripsi lengkap dari teknik RMC diberikan oleh Simonim dan Hendrawan8). Secara sederhana, teknik tersebut diberikan pada bagian tulisan ini. Pada
1. Pendahuluan Walaupun subjek tentang transfer solut dalam sistem dwi-fasa telah mendapat perhatian sejak lebih dari 40 tahun yang lalu, masih banyak isu-isu mendasar yang manjadi bahan perdebatan dan kontroversi. Mekanisme-mekanisme transfer yang diajukan cenderung bergantung kepada teknik yang digunakan. Suatu mekanisme transfer yang diperoleh dari hasil eksperimen dengan menggunakan prinsip sel Lewis1) cenderung bersifat keantarmukaan. Sebaliknya, mekanisme cenderung bersifat nirkeantarmukaan bila eksperimen dilakukan dengan menggunakan teknik rotating diffusion cell (RDC) yang prinsipnya dikembangkan oleh Albery2-3). Penelitian kami terdahulu4) menunjukkan bahwa teknik rotating membrane cell (RMC) sangat memadai untuk mempelajari kinetika transfer solut nir-ion dalam sistem dwi-fasa aqueous/organik. Dalam sistem tersebut, teknik RMC mampu membedakan kontribusi kimia dan difusi pada kedua sisi cairan dan antarmukanya. Dalam bidang kimia, baik murni maupun terapan, transfer solut antar fasa tidak hanya menarik untuk kasus solut nir-ion tetapi juga solution. Hal ini disebabkan oleh problem transfer solut ion menjadi 241
242
JMS Vol. 9 No. 2, Juni 2004
teknik jenis ini, luas permukaan antarmuka kedua fasa diketahui secara pasti. Karakteristik utama dari teknik RMC adalah bahwa transport difusi dikontrol dengan cara menentukan koefisien difusi solut pada kedua fasa secara terpisah. Teknik RMC merupakan suatu metode absolut, tidak memerlukan kalibrasi karena transport difusif dikontrol pada kedua fasa. Karakteristik dari teknik RMC dijelaskan sebagai berikut. Diagram dari sel tersebut diberikan pada Gambar 1. Sel ini terdiri dari sebuah membran hidrofil (jenis HVLP, dengan ketebalan 120 µm, ukuran pori dalam orde 0,45 µm) yang direkatkan pada sebuah silinder yang terbuat dari gelas fleksi. Diameter membran sekitar 0,8 cm. Membran dimuati fasa aqueous yang mengandung solut. Kemudian sel tersebut dipasangkan pada sebuah elektroda putar (rotating electrode). Sel tersebut diatur ke dalam kecepatan putaran tertentu dan dicelupkan ke dalam fasa organik. Tepat ketika permukaan fasa organik tersentuh sel, hitungan waktu mulai dijalankan (t = 0). Setelah waktu yang dibutuhkan untuk transfer solut tercapai, putaran dihentikan dan sel diangkat dari fasa organik.
τ B = σLδ (KDB )
(5)
dimana τ f adalah waktu karakteristik untuk reaksi antarmuka maju, τ A adalah waktu difusi rata-rata dalam membran, dan τ B adalah waktu hunian ratarata spesi dalam lapisan difusif organik sebagai hasil dari kompetisi antara ekstraksi balik dan pelarutan oleh fasa organik. Pada ungkapan-ungkapan di atas, L adalah tebal membran, k f adalah konstanta reaksi antarmuka maju, D A adalah koefisien difusi efektif solut dalam fasa aqueous, DB adalah koefisien difusi efektif solut dalam fasa organik, K adalah tetapan kesetimbangan, δ adalah ketebalan lapisan difusif pada fasa organik yang diberikan oleh persamaan Levich9)
δ = 1,612(ν ω )1 2 Sc −1 3
(6)
dengan ν adalah viskositas kinematis, ω adalah laju rotasi sel dan Sc adalah bilangan Schmidt. Jika kinetika antarmuka sangat cepat, artinya k f → ∞ , persamaan (2) menjadi
τ∞ = τ A +τ B
(7) yang artinya bahwa keseluruhan proses dikontrol oleh difusi. 2. Bahan dan Metode 2.1. Bahan
Silinder gelas fleksi
Fasa organik
Membran berisi fasa aqueous
Gambar 1. Diagram sel pada teknik RMC. Pada sel ini, fraksi solut yang ditransferkan (P) didekati dengan pendekatan waktu reaksi ratarata, yang dalam kasus ini dinyatakan sebagai P(t ) ≅ 1 − exp(− 1 τ )
(1)
dengan t adalah total waktu ekstrasi dan τ adalah waktu pelewatan rata-rata. Dengan memasukkan asumsi bahwa reaksi kimia, kalau terjadi, antara ekstraktan dengan solut pada fasa aqueous tidak berkontribusi terhadap total waktu, maka τ hanya dikontribusi oleh difusi pada kedua ruah dan wilayah antarmuka. Secara matematis, waktu pelewatan ratarata diberikan sebagai
dengan
τ = τ f +τ A +τ B
(2)
τ f = L kf
(3)
τ A = L (3D A )
(4)
2
Radioisotof 57Co diperoleh dari Amersham. Setelah penerimaan, larutan asal dilarutkan dalam HCl 0,1 M untuk mendapatkan larutan induk yang memiliki keradioaktifan yang memadai. Bahan lain yang digunakan, yaitu CH3COOH, HNO3, KNO3, dan HCl dalam grade analitik digunakan tanpa pemurnian lanjut. D2EHPA dan n-dodekana berlabel murni diperoleh dari Merck. Walaupun demikian, kedua zat tersebut dimurnikan ulang. D2EHPA dimurnikan dengan menggunakan metoda Patridge dan Jansen10), dan n-dodekana dilewatkan dalam kolom silika sebelum digunakan. Membran yang digunakan dalam penelitian ini adalah membran hidrofil jenis HVLP dengan ketebalan ≅ 114 µm, porositas 76% dan faktor tortuositas 1,88. 2.2. Penyiapan Larutan Fasa aqueous terdiri dari asam, yang dipertahankan tetap pada pH yang diinginkan, dan ditambah garam pada saat yang dibutuhkan. Dalam semua eksperimen, larutan aqueous disiapkan dengan menggunakan aqua-DM. Larutan aqueous Co(II) disiapkan dengan cara mengencerkan sedikit larutan radioaktif yang diambil dari larutan induk. Konsentrasi akhir Co(II) dalam larutan tersebut adalah dalam orde 2×10-8 M. Larutan bufer asetat pH 3, 4 dan 5 masingmasing disiapkan dengan cara menambahkan larutan
JMS Vol. 9 No. 2, Juni 2004
KOH ke dalam larutan asam asetat. Larutan HNO3 yang mengandung KNO3 dan larutan HClO4 yang mengandung NaClO4, pada pH 3, disiapkan sedemikian sehingga diperoleh larutan yang mengandung garam yang bersangkutan dengan konsentrasi 0,01, 0,1, 0,5, dan 1,0 M. Fasa organik disiapkan dengan cara melarutkan D2EHPA murni dalam n-dodekana murni untuk mendapatkan larutan D2EHPA dengan konsentrasi 0,02, 0,1, 0,2, 0,4, dan 0,5 M. 2.3. Koefisien Partisi dan Difusi Koefisien partisi dan kobal antar fasa aqueous dan organik ditentukan dengan cara menyeimbangkan sevolume yang sama, 5 mL, fasa aqueous dan organik dalam tabung yang terbuat dari teflon. Kedua fasa aqueous dan organik tersebut dipaksa-kontakkan dengan cara mengaduknya dengan menggunakan pengaduk magnet selama sekitar 24 jam dan kemudian aktivitas kedua fasa tersebut diukur setelah sebelumnya disentrifuge. Koefisien difusi kobal dalam fasa aqueous dan organik ditentukan dengan menggunakan metoda kapiler terbuka11). Percobaan dilakukan pada suhu 22,00± 0,05oC. 2.4. Pengukuran Konsentrasi D2EHPA dalam Fasa Aqueous Konsentrasi D2EHPA dalam fasa aqueous ditentukan dengan menggunakan metoda yang dikembangkan oleh Murphy dan Riley12), yang didasarkan pada pengukuran fosfat. Sebelum tahap pengukuran dilakukan, ekstraktan dikonversi ke dalam fosfat dengan cara mengoksidasinya, yaitu dengan mengolahnya dengan persulfat pada 100oC dalam suatu labu Erlenmeyer tertutup selama sekitar 2 jam. Tahap ini merupakan tahap digesti yang dikembangkan oleh Menzel dan Corwin13). Fosfat yang terbentuk dikompleks oleh heptamolibdat (digunakan amonium heptamolibdat), yang memberikan tampilan fisis warna biru yang dapat dideteksi dengan teknik absorpsi fotometrik pada panjang gelombang 880 nm. Pengukuran dilakukan dengan menggunakan kalorimeter jenis LKB Biochrom Ultraspec 4050, dengan kuvet kuarsa bergaristengah 1 cm. Batas deteksi prosedur ini untuk fosfor total adalah pada orde 10-6 mol/L. 2.5. Kinetika Ekstraksi Kinetika ekstraksi dipelajari dengan menggunakan Rotating Membrane Cell4,8). Membran dimuati dengan sejumlah kecil volume larutan aqueous yang mengandung solut. Kemudian, kelebihan larutan dibersihkan dan segera setelah itu setetes n-dodekana ditempatkan di atas membran untuk meminimalkan penguapan.
243
Selanjutnya, sesegera mungkin, sel yang dalam keadaan berputar dicelupkan ke dalam fasa organik. Setelah mencapai rentang waktu yang diinginkan, putaran dihentikan dan sel diangkat, kemudian kuantitas solut pada kedua fasa ditentukan. Eksperimen dilakukan pada suhu 22 ±1oC. 2.6. Kinetika dengan Menggunakan Fasa Aqueous Pra-Kesetimbagan Dari sejumlah eksperimen kinetika ekstraksi yang dilakukan, telah juga dilakukan eksperimen kinetika ekstraksi di mana larutan aqueous, yang dalam kasus ini adalah larutan asam nitrat, disetimbangkan dahulu dengan ekstraktan fasa organik. Larutan asam nitrat yang telah mendapatkan perlakuan tersebut selanjutnya disebut sebagai asam nitrat pra-kesetimbangan (HNPK). Jika ekstraktan yang digunakan cukup dapat larut dalam fasa aqueous, dan jika mekanisme ekstraksi melibatkan proses transfer ekstraktan ke dalam fasa tersebut, yang diikuti dengan suatu reaksi dalam fasa aqueous (model MTWCR), diharapkan akan teramati suatu perbedaan antara hasil ekstraksi yang diperoleh dengan menggunakan larutan pra-kesetimbangan (HNPK) dan yang tidak dilakukan pra-kesetimbangan terlebih dahulu. Walaupun demikian, menurut hasil yang diperoleh, konsentrasi ekstraktan dalam larutan aqueous adalah biasanya tidak cukup besar (dalam orde 0,01 – 0,1 mM). 3. Hasil dan Pembahasan 3.1. Kemurnian Ekstraktan Saat melakukan pengukuran kemurnian ekstraktan (D2EHPA), telah dipertimbangkan juga kemungkinan adanya pengotor asam mono-(2dietilheksil)fosfat (M2EHPA). Untuk menghitungnya, telah digunakan massa molar 322,4 dan 190,2 g/mol untuk D2EHPA dan M2EHPA. Hasil yang diperoleh dari empat kali eksperimen yang berbeda diberikan pada Tabel 1. Hasil tersebut memberikan harga rata-rata : 99,3±0,8%, yang sesuai dengan hasil yang diperoleh Kuipa14) dengan metoda yang lain. Tabel 1. Kemurnian D2EHPA setelah pemurnian. No. eksperimen 1 2 3 4
Kemurnian (%) 99,3 99,7 98,1 100,0
3.2. Partisi Ekstraktan Fasa aqueous dan organik disetimbangkan pada suhu 22oC selama sekitar 14 jam sebelum dipisahkan dan disentrifugasi. Hasilnya diberikan pada Tabel 2.
244
JMS Vol. 9 No. 2, Juni 2004
Tabel 2. Konsentrasi D2EHPA yang diukur pada fasa aqueous pH 3 yang disetimbangkan dengan larutan D2EHPA 0,02 dan 0,2 M. Asam HNO3
HClO4
Bufer HOAc
Garam yang ditambahkan KNO3 KNO3 KNO3 KNO3 NaClO4 NaClO4 NaClO4 NaClO4 -
[Anion] (M) ≈ 10-3 0,01 0,1 0,5 1,0 ≈ 10-3 0,01 0,1 0,5 1,0
[D2EHPA]aq/(10-4M) [D2EHPA]aq = 0,02 M [D2EHPA]aq = 0,2 M 0,25 1,1 0,22 0,19 0,25 0,15 6,5 (*) 0,19 7,5 (*) 0,22 0,30 0,20 0,19 6,8 (*) 0,21 10,0 (*)
NaClO4 0,01 NaClO4 0,1 NaClO4 0,5 NaClO4 1,0 HCl ≈ 10-3 (*) diukur pada suhu 28oC; HOAc: asam asetat Dapat dilihat pada Tabel 2 bahwa konsentrasi D2EHPA dalam fasa aqueous bergantung pada konsentrasi D2EHPA dalam fasa organik dan konsentrasi garam dalam fasa aqueous. Pada suhu yang sama, konsentrasi D2EHPA dalam fasa aqueous meningkat dengan faktor 4 saat konsentrasi D2EHPA dalam fasa organik meningkat dengan faktor 10. Konsentrasi D2EHPA dalam fasa aqueous nampaknya berkurang dengan meningkatnya konsentrasi garam, tetapi hasil dalam kasus D2EHPA 0,02 M adalah cukup bervariasi. Kesetimbangan partisi untuk kasus di atas telah diungkapkan dalam literatur yang ditulis Komasawa15) untuk kasus dengan pelarut heptana. Kesetimbangan yang terjadi terdiri dari beberapa kesetimbangan individual16,17). Dengan menganggap bahwa hanya monomer D2EHPA yang dapat masuk ke fasa aqueous15), Komasawa dkk mengusulkan reaksi berikut :
(HL)
2
+
−
⇔ 2 HL ⇔ 2 HL ⇔ 2 H + 2 L
(8)
dengan HL adalah D2EHPA, yang secara prinsip terdimerisasi dalam fasa organik. Masing-masing kesetimbangan berkaitan dengan satu tetapan kesetimbangan,
(HL)
2
⇔ 2 HL
HL ⇔ HL
dengan K 2 =
dengan K d =
[(HL) ] [HL] 2 2
[HL]
[HL]
(9)
(10)
0,26 0,22 0,16 0,25 -
8,1
HL ⇔ H + + L− dengan K a =
[H ][L ] +
−
[HL]
(11)
dimana tanda bar menunjukkan spesi dalam fasa organik. Koefisien partisi D2EHPA diberikan oleh
( )
⎡ ⎤ ⎢⎣ HL ⎥⎦ t = K= [ HL ]t
⎡ ⎤ ⎡ ⎤ ⎢⎣ HL ⎥⎦ + 2 ⎢ HL 2 ⎥ t ⎣ ⎦t [ HL ] + ⎡⎢⎣ L− ⎤⎥⎦
( )
( )
(12)
[( )]
dengan HL t dan [HL]t adalah konsentrasi total HL dalam fasa organik dan fasa aqueous. Konsentrasi total HL dalam fasa aqueous diberikan oleh ] [HL]t = [HL] + L− = HL + K a [HL (13) + Kd H Dengan bantuan persamaan-persamaan di atas, harga K sebagai fungsi dari konsentrasi D2EHPA dalam fasa organik dapat ditentukan. Koefisien partisi untuk D2EHPA dalam pelarut heptana terungkap secara baik, nilai optimum parameter adalah K2 = 3,16×104 M, Kd = 1,6×103 M, dan Ka = 3,236×10-2 M6,15,18,19). Dengan harga-harga tersebut diperoleh bahwa [HL]t dalam larutan aqueous pH 3 adalah 1,2×10-5 M dan 3,7×10-5 M untuk D2EHPA 0,01 dan 0,1 M. Dalam pekerjaan yang kami lakukan diperoleh [HL]t untuk kondisi yang sama adalah 2,5×10-5 M dan 11×10-5 M dengan pelarut n-dodekana.
[ ] [( )] [ ]
JMS Vol. 9 No. 2, Juni 2004
245
3.3. Koefisien Partisi Kobal Koefisien partisi kobal, K, didefinisikan sebagai angka banding antara kuantitas kobal dalam fasa organik dan fasa aqueous. Koefisien partisi
kobal antara beberapa larutan aqueous dan larutan D2EHPA 0,02 dan 0,2 M dalam n-dodekana yang telah dimurnikan diberikan dalam Tabel 3.
Tabel 3. Koefisien partisi kobal pada suhu 22oC. Fasa Aqueous
[Anion] (M)
pH
K
[D2EHPA]=0,2 M Bufer HOAc 0,1 M 1,6×10-3 a 3 0,841 Bufer HOAc 1 M 0,016 a 3 2,17 Bufer HOAc 0,1 M 0,014 a 4 49,5 Bufer HOAc 0,1 M 0,06 a 5 704 HCl 0,01 3 1,22 HNO3 0,001 3 1,28 HNO3 + KNO3 0,01 3 0,939 HNO3 + KNO3 0,1 3 0,374 HNO3 + KNO3 0,5 3 0,122 HNO3 + KNO3 1,0 3 0,086 HClO4 0,001 3 1,02 HClO4 + NaClO4 0,01 3 0,826 HClO4 + NaClO4 0,1 3 0,355 HClO4 + NaClO4 0,5 3 0,130 HClO4 + NaClO4 1,0 3 0,090 a ) diestimasi dengan menggunakan harga K = 4,8 untuk asam asetat. Dapat dilihat dalam Tabel 3 bahwa harga K menurun dengan bertambahnya tingkat keasaman, seperti diperlihatkan dalam kasus bufer asetat. Disamping itu, terlihat juga bahwa harga K bervariasi terhadap kekuatan ion. Kecenderungan tersebut dapat diinterpretasikan secara kualitatif sebagai berikut. Mengacu pada hasil kerja Cianetti dan Danesi20), ekstraksi ion kobal membebaskan dua proton ke dalam fasa aqueous, menurut ungkapan Co 2 + + 3(HL )2 ⇔ CoL2 (HL )4 + 2 H +
(14)
[D2EHPA]=0,02 M 0,020 0,466 0,019 0,011 0,008 0,006 0,005 0,069 0,009 0,009 0,009 0,010
Karena kekuatan ion meningkat, dapat dimengerti bahwa menurunnya harga K hasil eksperimen mengakibatkan terjadinya penurunan harga koefisien aktivitas. Perlu dicatat bahwa harga K menurun secara cepat pada kekuatan ion yang rendah, lebih cepat dari pada yang diprediksi dengan menggunakan persamaan Debye-Hückel untuk kondisi larutan ideal. Hal ini terjadi mungkin sebagai akibat dari interferensi koefisien individual kobal dalam ungkapan K, atau akibat terjadinya perubahan kelarutan air dalam fasa organik akibat penambahan garam. 3.4. Koefisien Difusi Kobal
dengan tanda bar menunjukkan spesi dalam fasa organik, dan HL adalah singkatan untuk D2EHPA. Koefisien partisi kobal berdasarkan model tersebut adalah 3 γ 2+ a(HL )2 (15) K = K th Co γ Co a H2 +
Dua alternatif persamaan telah digunakan untuk menghitung koefisien difusi dengan menggunakan metoda kapiler terbuka9). Kedua persamaan tersebut adalah
dengan Kth adalah konstanta kesetimbangan termodinamika. Dengan asumsi bahwa koefisien aktivitas spesi dalam fasa organik tidak berubah dengan penambahan garam dalam fasa aqueous, maka dapat disimpulkan bahwa K bergantung hanya pada
dan
γ Co
2+
aH2 + . Menurut definisi, aH + adalah konstan
pada pH konstan, dan K akan berbanding lurus dengan γ Co 2+ .
D=
D=
⎛ 8 ln⎜⎜ 2 2 π t ⎝π γ
4l 2
πl 2
(1 − γ )2
⎞ 4l 2π 14γ 8 ⎟+ ⎟ 9t 88 ⎠
(16)
(17) 4t dengan l adalah panjang kapiler dan t adalah waktu. Dalam kasus dimana γ, yang didefinikan sebagai proporsi spesi yang tertinggal dalam kapiler, adalah lebih kecil dari 0,6 digunakan persamaan (16), dan sebaliknya digunakan persamaan (17). Hasil eksperimen koefisien difusi dalam fasa aqueous, DA, diberikan dalam Tabel 4.
246
JMS Vol. 9 No. 2, Juni 2004
Tabel 4. Koefisien difusi kobal dalam fasa aqueous pH 3 pada 22oC. Fasa Aqueous Bufer HOAc 0,1 M Bufer HOAc 0,1 M Bufer HOAc 0,1 M Bufer HOAc 1,0 M HNO3 (H+K)NO3 0,01 M (H+K)NO3 0,1 M (H+K)NO3 0,5 M (H+K)NO3 1,0 M HClO4 (H+Na)ClO4 0,01 M (H+Na)ClO4 0,1 M (H+Na)ClO4 0,5 M (H+Na)ClO4 1,0 M HNPK
pH 3 4 5 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3
106×DA (cm2/s) 7,3 ± 0,4 5,8 ± 0,1 5,5 ± 0,3 8,7 ± 0,3 8,0 ± 0,3 6,3 ± 0,3 7,2 ± 0,5 6,8 ± 0,2 8,7 ± 0,7 7,1 ± 0,9 5,3 ± 0,5 8,7 ± 0,1 5,2 ± 0,5 7,5 ± 0,7
Dapat dilihat pada Tabel 4 bahwa penambahan garam memberikan kecenderungan terjadinya penurunan koefisien difusi. Kehadiran D2EHPA dalam fasa aqueous nampaknya menurunkan harga koefisien difusi. Hal ini ditunjukkan oleh harga DA dalam HNO3 pH 3 yang disetimbangkan dahulu dengan fasa organik, yang pada Tabel 4 disebut sebagai HNPK, dengan harga DA sebesar (7,5 ± 0,7)×10-6 cm2/s dibandingkan dengn DA HNO3 yang tidak disetimbangkan dahulu dengan fasa organik, yang pada Tabel 4 disebut HNO3, dengan harga DA sebesar (8,7 ± 0,3)×10-6 cm2/s. Koefisien difusi kobal dalam larutan ekstraktan, DB, juga diukur pada 22oC. Dalam kasus ini digunakan n-dodekana yang telah dimurnikan sebagai pelarut D2EHPA yang telah dimurnikan, dan n-dodekana yang tidak dimurnikan sebagai pelarut D2EHPA yang tidak dimurnikan. Hasil eksperimen koefisien difusi kobal dalam ekstraktan diberikan pada Tabel 5.
3.5. Pengaruh Jenis Ion Pengaruh jenis ion dipelajari dengan mengekstraksi larutan kobal dalam larutan asetat, HNPK, asam nitrat, asam perklorat, dan asam klorida, yang kesemuanya pada pH 3 dan dengan ekstraktan D2EHPA 0,02 dan 0,2 M dalam ndodekana. Beberapa eksperimen dilakukan juga dengan bufer asetat pH 5. Eksperimen ekstraksi dilakukan pada kecepatan putaran sel 800 rpm pada 22oC. 3.6. Ekstraksi dalam Larutan Aqueous pH 3 Proporsi kobal yang terekstraksi sebagai fungsi jenis ion diberikan pada Tabel 6. Tabel 6. Proporsi (%) kobal yang terekstraksi dari fasa aqueous pada pH 3 oleh D2EHPA 0,2 M dalam n-dodekana pada 800 rpm sebagai fungsi dari jenis anion. t (s) 5 8 10 12 15 20
asetat 32 49 53 60 63 -
100×P(t) (dalam %) HNPK nitrat perklorat 30 23 22 50 35 51 39 36 56 43 64 49 57 -
klorida 23 41 -
Pada Tabel 6 terlihat bahwa laju ekstraksi untuk HNPK dan bufer asetat adalah identik. Keidentikan tersebut dapat juga dilihat dalam plot ln(1-P) terhadap waktu ekstraksi kobal pada Gambar 2.
Tabel 5. Koefisien difusi kobal dalam larutan D2EHPA dalam n-dodekana pada suhu 22oC. Larutan D2EHPA 0,2 M (dimurnikan) D2EHPA 0,2 M (dimurnikan, dan disetimbangkan dengan HNO3) D2EHPA 0,2 M (tidak dimurnikan)
105×DB (cm2/s) 2,52±0,08 1,92±0,08
0,59±0,17
Nampak bahwa DB(D2EHAP) 0,2 M yang telah dimurnikan lebih besar dari pada DB(D2EHPA) 0,2 M yang telah dimurnikan dan disetimbangkan dengan HNO3.
t (s) Gambar 2. Grafik ln(1-P) untuk ekstraksi kobal sebagai fungsi waktu dalam kehadiran berbagai jenis anion pada pH 3 dan 800 rpm. Simbol: bufer asetat 0,1 M (*), HNPK(●), HNO3 (○), HClO4 (□), HCl ( ∆ ). Garis mulus hasil plot dengan persamaan (1), Garis putus-putus; RKBD untuk kobal dalam HNPK. Titik-titik eksperimen memberikan suatu plot garis lurus. Juga, titik-titik tersebut sangat dekat dengan
JMS Vol. 9 No. 2, Juni 2004
batas difusif (BD) untuk kobal dalam HNPK (daerah antara dua garis putus-putus pada Gambar 2). Daerah tersebut ditentukan sebagai berikut. Koefisien difusi kobal dalam HNPK pada bagian dalam membran, DCoHNPK±SD, dideduksi dari harga koefisien difusi kobal dalam larutan HNPK, DA, dan faktor tortuositas membran. Dalam kasus ini diperoleh harga DCoHNPK = (4,0±0,4)×10-6 cm2/s. Kemudian, dengan memasukkan harga ekstrim DCoHNPK, yaitu DCoHNPK+ SD dan DCoHNPK-SD, ke dalam persamaan (1) diperoleh batas atas dan batas bawah BD, yang memberikan rentang atau wilayah antara garis putus-putus pada Gambar 2. Selanjutnya, rentang tersebut disebut sebagai rentang keberlakuan BD dan disingkat RKBD. Tampilan yang sangat penting dalam Gambar 2 adalah bahwa ekstraksi kobal dalam larutan HNO3 yang tidak disetimbangkan dulu dengan ekstraktan adalah lebih lambat dari pada dalam larutan HNPK. Hal ini menunjukkan bahwa kehadiran D2EHPA dalam fasa aqueous mempercepat kinetika ekstraksi keseluruhan secara berarti. Pada Tabel 4 terlihat bahwa konsentrasi D2EHPA dalam larutan tersebut adalah 1,1×10-4 M. Oleh karena itu, kinetika dengan HNPK secara praktis dikontrol oleh difusi karena titik-titik eksperimen (bulatan hitam pada gambar) terposisikan sedemikian dekatnya dengan wilayah RKBD. Hasil tersebut membawa kepada mekanisme berikut. Suatu kompleks terbentuk antara kobal(II) dan ekstraktan dalam fasa aqueous. Selanjutnya, kompleks tersebut melintas ke dalam fasa organik tanpa mengalami rintangan yang berarti pada antarmuka. Proposisi ini tidak menampik kemungkianan bahwa kompleks tersebut dapat bereaksi dengan molekul ekstraktan lainnya pada wilayah antarmuka, tetapi reaksi tersebut haruslah sangat mudah. Kajian yang dilakukan ini tidak memberikan indikasi jumlah molekul yang berasosiasi dengan kobal dalam fasa aqueous. Walaupun demikian, kuat dugaan bahwa spesi yang bereaksi dengan kobal adalah ion D2EPA-, dan dapat diharapkan bahwa pengkompleksan terjadi oleh 1 atau 2 molekul, yang berkaitan dengan kompleks bermuatan 1 dan 0. Menurut sekenario ini, DCoHNPK menunjukkan koefisien difusi kompleks dalam fasa aqueous. Dalam Tabel 4 ditunjukkan bahwa koefisien difusi kobal dalam HNPK adalah 0,75×10-5 cm2/s, sedangkan dalam HNO3 yang tak disetimbangkan dahulu dengan ekstraktan adalah 0,87×10-5 cm2/s, yang menunjukkan bahwa harga DA pada HNPK hanya 15% lebih kecil dari pada DA dalam HNO3 yang tidak disetimbangkan dahulu dengan ekstraktan. Karena ekstraktan merupakan suatu molekul yang cukup besar, dapat diharapkan bahwa terikatnya 1 atau 2 molekul D2EPA- pada kobal akan memberikan suatu harga koefisien difusi yang lebih rendah secara lebih nyata. Kenyataan menunjukkan bahwa penurunan harga koefisien difusi tersebut
247
hanya dalam orde yang cukup kecil. Oleh karena itu, suatu penjelasan terhadap fenomena ini mestilah bahwa molekul-molekul ekstraktan dengan bagian hidrofobiknya terarahkan ke luar kompleks dan melilit disekeliling ion, yang menghasilkan suatu kompleks yang ukurannya tidak terlalu besar dari pada kobal terhidrat atau kompleks dengan nitrat. 3.7. Ekstraksi Kobal pada pH 5 Hasil ekstraksi kobal dalam bufer asetat 0,1 M pH 5 diberikan pada Gambar 3.
t (s) Gambar 3. Grafik –ln(1-P) sebagai fungsi waktu untuk kobal dalam bufer asetat 0,1 M pH 5 oleh D2EHPA 0,2 M. Laju rotasi = 400 rpm (+); 600 rpm ( ∆ ), 800 rpm (○). Garis titik-titik di bagian bawah: RKBD untuk kobal dalam bufer; garis putus-putus: RKBD untuk kobal dalam HNPK (lebih tinggi). Sistem ini sangat menarik dalam konsteks yang sedang dipelajari karena hasilnya sangat mengejutkan, yaitu bahwa titik-titik eksperimen terposisikan di atas batas difusif (BD) untuk ion kobal dalam bufer (garis titik-titik). BD tersebut dihitung dengan menggunakan harga Dmembran dalam bufer yang tidak disetimbangkan dahulu dengan ekstraktan, diberikan dalam Tabel 4. Juga, sangat menarik untuk dicatat bahwa dalam suatu laju putaran sel 600 rpm, titik-titik eksperimen terletak dalam RKBD (daerah terbatasi oleh garis putusputus). Hasil tersebut, secara apriori, dapat dipandang sebagai suatu anomali. Kenyataan bahwa laju ekstraksi melebihi BD dalam beberapa kasus, seperti diperlihatkan pada Gambar 3, nampak sebagai suatu anomali. Dalam kerangka hasil yang diperoleh, khususnya yang berkaitan dengan HNPK, kiranya dapat dikembangkan hipotesis berikut. Kompleks logamekstraktan dalam fasa aqueous terbentuk secara cukup cepat, dan kompleks tersebut memiliki koefisien difusi yang lebih besar dari pada ion logam dalam larutan. Hal ini adalah kasus untuk kobal dalam bufer pH 5. Hasil tersebut, khususnya yang ditampilkan pada Gambar 3 yang mana titik-titik
248
eksperimen adalah jauh lebih bawah dari BD nampaknya membawa suatu argumen ke dalam hipotesis proses transfer dengan reaksi kimia, atau yang dikenal dengan nama mass transfer with chemical reaction (MTWCR)5,6,21). Dalam konteks ini, dipercaya bahwa mekanisme yang diajukan melibatkan suatu reaksi kimia yang cepat antara ion logam dan ekstraktan dalam fasa aqueous, untuk membentuk suatu kompleks yang dapat berdifusi secara cepat. Proses tersebut diawali dengan terjadinya transport ekstraktan ke dalam fasa aqueous. 4. Kesimpulan Penelitian ini memberikan beberapa kesimpulan, yaitu a. Transfer kobal dari fasa aqueous ke dalam fasa organik D2EHPA mengikuti model transfer MTWCR. b. Laju difusi kobal terkompleks dalam fasa aqueous merupakan tahap penentu laju transfer secara keseluruhan. c. Afinitas larutan aqueous terhadap kobal semakin kecil dengan meningkatnya kekuatan ion dalam fasa ruah aqueous. Daftar Pustaka 1. Lewis, J.B., Chem. Eng. Sci., 3, 218, (1954). 2. Albery, W.J., Cooper, A.M., Hadgraft, J., dan Ryan, C., J. Chem. Soc., Far. Trans I, 70, 1124, (1974). 3. Albery, W.J., Burke, J.F., Leffler, E.B., dan Hadgraft, J., J. Chem. Faraday Soc., 72, 1618, (1976). 4. Hendrawan, Jurnal Matematika dan Sains, 7, 71, (2002).
JMS Vol. 9 No. 2, Juni 2004
5. Danesi, P.R., dan Chiarizia, R., CRC Crit. Rev. Anal. Chem., 10, 1, (1980). 6. Dreisinger, D.B., dan Cooper, W.C., Solvent Extraction and Ion Exchange, 4, 317, (1986). 7. Simonin, J-P., Turq, P., Musikas, C., J. Chem. Soc. Fraday Trans., 87, 2715, (1991). 8. Simonin, J-P., dan Hendrawan, J. Phys. Chem. B., 104, 7163, (2000). 9. Levich, V.G., Phsycochemical Hydrometallurgy, Prentice Hall, Englewood Cliffs, NJ, (1962). 10. Patridge, J.A., dan Jansen, R.C., J. Inorg. Nucl. Chem., 31, 2587, (1969). 11. Anderson, J.S., dan Saddington, K., J. Chem. Soc., 5, 381, (1949). 12. Murphi, J., dan Riley, J.P., Analitica Chemica Acta, 27, 31, (1962). 13. Menzel, D.W., dan Corwin, N., Linmol. Oceanogr., 10, 280, (1965). 14. Kuipa, P.K., A kinetic study of copper extraction by hydroxamines and di-alkylphosphoric acids, using a rotating diffusion cell, rate being controlled by mass transfer couple with chemical reaction, Thesis Ph.D., University of Bradford, (1995). 15. Komasawa, I., Otake, T., dan Hagaki, Y., J. Inorg. Nucl. Chem., 43, 3351, (1981). 16. Dyrssen, D., Act. Chem. Scand., 11, 1771, (1957). 17. Dyrssen, D., Act. Chem. Scand., 14, 1091, (1960). 18. Komasawa, I., Otake, T., dan Hagaki, Y., J. Inorg. Eng. Japan., 16, 210, (1983). 19. Komasawa, I., Otake, T., dan Hagaki, Y., J. Inorg. Eng. Japan., 16, 384, (1983). 20. Cianetti, C., dan Danesi, P.R., Solvent Extraction and Ion Exchange, 1, 9, (1983). 21. Rod. V., Chem. Eng. J., 20, 131, (1981).