Djoko Sudarmono Purwanto
Jurnal Manajemen Bisnis Indonesia Vol. 3, Nomor 2, Feb 2016
Analisis Pengaruh Stres Kerja, Konfik, Dukungan Organisasi dan Motivasi Kerja Terhadap Kepuasan Kerja Karyawan ( Studi Kasus Divisi HPC Liquid, PT. Unilever Indonesia,Tbk ) Djoko Sudarmono1, Purwanto1,2 1 Fakultas Bisnis, Universitas Presiden, Bekasi, Indonesia 2 Faculty of Economic and Business, Padjajaran University, Bandung, Indonesia
Abstrak Maraknya produk – produk consumer goods di Indonesia menuntut secara tidak langsung PT. Unilever Indonesia, tbk untuk mampu menghasilkan produk yang berkualitas bagus tetapi dengan harga yang terjangkau dan kompetitif. Menyiasati hal tersebut PT. Unilever Indonesia, tbk mencoba untuk melakukan perbaikan baik dari segi biaya tetap maupun biaya tidak tetap. Salah satu langkah yang diambil oleh managemen Home and Personal Care Liquid (HPC Liquid) PT. Unilever Indonesia,tbk adalah mengontrol Labor cost dengan cara mengoptimalkan kinerja karyawan, dimana secara tidak langsung mempengaruhi kepuasan kerja karyawan. Penelitian ini menggunakan analisis kuantitatif yang diolah menggunakan SPSS versi 17. Variabel stres kerja, konflik, dukungan organisasi dan motivasi kerja yang digunakan untuk mengetahui variabel mana yang dominan mempengaruhi kepuasan kerja karyawan. Berdasarkan hasil analisis yang telah dilakukan maka secara simultan variabel stres kerja, konflik, dukungan organisasi dan motivasi kerja signifikan mempengaruhi kepuasan kepuasan kerja karyawan. Secara parsial variabel stres kerja, konflik dan dukungan organisasi tidak berpengaruh secara signifikan terhadap kepuasan kerja karyawan. Variabel motivasi kerja merupakan variabel yang paling dominan dibandingkan ketiga variabel lainya. Variabel independen (stres kerja, konflik, dukungan organisasi dan motivasi kerja) dapat menjelaskan variabel dependen (kepuasan kerja karyawan) sebesar 47,0%, sedangkan sisanya diterangkan oleh faktor lain yang tidak diteliti. Kata Kunci : stres kerja, konflik, dukungan organisasi, motivasi kerja dan kepuasan kerja. Abstract The rise of products - consumer goods in Indonesia demanded indirectly PT. Unilever Indonesia, Tbk to be able to produce good quality products but at affordable and competitive prices. Around this PT. Unilever Indonesia, Tbk tries to make improvements in terms of both fixed costs and variable costs. One of the steps taken by the management of the Home and Personal Care Liquid (HPC Liquid) PT . Unilever Indonesia, Tbk is the Labor cost control by optimizing the performance of employees, which indirectly affects job satisfaction. This study uses quantitative analysis where datas are processed used by SPSS version 17. Variables work stress, conflict, organizational support and motivation that are used to determine the dominant variable affecting job satisfaction of employees. Based on the results of the analysis conducted, simultaneously variables job stress, conflict, organizational support and motivation significantly affect the satisfaction of employee job satisfaction. In partial work stress, conflict and organizational support does not significantly affect the employee job satisfaction. Variable work motivation is the most dominant variable than the other three variables. Independent variables (job stress , conflict , organizational support
261
Djoko Sudarmono Purwanto
Jurnal Manajemen Bisnis Indonesia Vol. 3, Nomor 2, Feb 2016
and motivation) can explain the dependent variable ( job satisfaction ) of 47.0 % , while the rest is explained by other factors not examined . Keywords: job stress, conflict , organizational support , work motivation and job satisfaction 1. Latar Belakang PT. Unilever Indonesia, tbk adalah perusahaan milik asing yang menghasilkan produk consumer goods, sebagai perusahaan yang produknya memiliki banyak pesaing baik secara variasi produk maupun pesaing dari segi harga produk maka perusahaan dituntut untuk lebih kreatif, jeli dan kompetitif dari segi production cost. Production cost sangat dipengaruhi oleh 2 komponen utama yaitu biaya tetap (Fixed Cost) seperti gaji staff, tunjangan dan bonus, sedangkan biaya tidak tetap yang dapat berubah (Variable Cost), contoh biaya yang tidak tetap dan cenderung naik adalah Upah Minimun Kabupaten (UMK), harga dasar listrik dan harga air yang merupakan komponen utama dari produk. Adapun detail production cost HPC Liquid sebagai berikut : Gambar 1. HPC Cost Evolution – HPC Liquid
Sumber : Factory Performance Review, 2015 Berdasarkan grafik diatas, bisa dilihat bahwa labor cost adalah faktor yang sangat dominan mempengaruhi production cost. Selain Production Cost, faktor lain yang harus diperhatikan adalah semakin kritisnya masyarakat terhadap pemilihan produk yang akan digunakan dirumah. Salah satu parameter untuk mengukur tingkat kepuasan pelanggan adalah angka komplain yang disampaikan melalui suara konsumen dimana seharusnya adalah nol atau tidak ada, untuk mewujudkan zero defect maka sebelum konsumen menerima barang yang cacat atau tidak sesuai harapan dan komplain maka karyawan harus memastikan kualitas produknya dengan melakukan pengecekkan secara berkala. Dua hal diatas adalah fokus utama di tahun ini selain faktor safety. Untuk menyiasati hal tersebut maka perusahaan harus melakukan inovasi dan perbaikan untuk dapat menekan biaya dan mempertahankan kualitas, salah satunya adalah dengan merubah desain tampilan produk. Cost effectiveness dan innovation dilakukan dengan tujuan untuk membuat perusahaan menjadi lebih lean dari segi biaya maupun struktur organisasi. Salah satu langkah
262
Djoko Sudarmono Purwanto
Jurnal Manajemen Bisnis Indonesia Vol. 3, Nomor 2, Feb 2016
yang bisa diambil oleh perusahaan adalah memperbaiki biaya produksi di sisi biaya tidak tetap, yaitu dengan otomasi mesin produksi dan mengoptimalkan kinerja karyawan yang ada. Setiap langkah yang diambil dalam rangka meminimalisasi biaya produksi harus mendapat perhatian dan monitoring yang ketat agar tidak menggangu kinerja dan psikologi karyawan yang ada. Jangan sampai karyawan tidak puas dengan perubahan ini, sebab hal ini secara tidak langsung mempengaruhi kinerja karyawan dan akan menjadi penghambat perusahaan untuk mencapai target yang telah dicanangkan. Seiring dengan makin maraknya bisnis consumer goods, maka PT. Unilever Indonesia, tbk harus mampu bersaing di pasaran, tidak hanya mampu bersaing dari segi harga maupun variasi produk tetapi dalam hal menjaga kualitas produk yang dihasilkan agar sesuai dengan harapan konsumen dan ini juga menjadi satu titik utama yang harus diperhatikan. Dalam menghasilkan produk yang kompetitif maka harus disiapkan mesin – mesin yang handal sehingga mampu menghasilkan produk dengan high quality. Mesin yang handal tidak ada artinya jika tidak diikuti dengan sumber daya manusia yang handal juga. Untuk menciptakan sumber daya manusia yang handal maka diperlukan pelatihan dan pendidikan sehingga mampu mengasah keahlian karyawan untuk mengidentifikasi masalah, menganalisa masalah dan mampu untuk memperbaikinya tetapi merawat manusia tidak semudah merawat mesin, tinggal diberikan oli pelumas dan dipastikan semua baut mengikat kuat maka kita bisa pastikan semua akan berjalan sesuai target output mesin tersebut, tetapi berbeda jika kita ingin memperlakukan karyawan sebagai aset utama bagi perkembangan bisnis di perusahaan. Sesuai dengan rumusan masalah di atas, maka tujuan penelitian ini adalah: a. b. c. d. e.
Untuk mengetahui pengaruh stres kerja secara parsial terhadap kepuasan kerja karyawan Untuk mengetahui pengaruh konflik secara parsial terhadap kepuasan kerja karyawan Untuk mengetahui pengaruh dukungan organisasi secara parsial terhadap kepuasan kerja Untuk mengetahui pengaruh motivasi kerja secara parsial terhadap kepuasan kerja Untuk mengetahui pengaruh stres kerja, konflik, dukungan organisasi dan motivasi kerja secara simultan terhadap kepuasan kerja karyawan
2. Landasan Teori 2.1 Pengertian Stres Kerja Menurut Handoko (2000 :200), stres adalah suatu kondisi ketegangan yang mempengaruhi emosi, proses berpikir dan kondisi seseorang. Menurut Gibson (1996 :339), stres adalah suatu tanggapan penyelesaian, diperantarai oleh perbedaan-perbedaan individu dan atau proses-proses psikologi akibat dari setiap tindakan lingkungan, situasi atau peristiwa yang menetapkan permintaan psikologis dan atau fisik berlebihan kepada seseorang. Kedua definisi di atas dapat disimpulkan bahwa stres adalah kondisi ketegangan yang mempengaruhi emosi, proses pikiran dan kondisi fisik seseorang yang mana hal tersebut dipengaruhi oleh faktor pekerjaan dan lingkungan yang ada di sekitarnya. Orang-orang yang mengalami stres cenderung menjadi gelisah dan merasakan kekhawatiran kronis. Orang tersebut menjadi mudah marah – marah, agresif dan tidak dapat rileks. Hampir setiap kondisi pekerjaan dapat menyebabkan stres, tergantung reaksi karyawan, bagaimana menghadapinya. Bagi seorang karyawan akan dengan mudah menerima dan mempelajari prosedur kerja baru, sedangkan seorang karyawan lain tidak atau bahkan menolaknya, hal ini dapat menyebabkan stres bagi karyawan. Seperti kita ketahui bahwa stimulus stres dapat dipengaruhi oleh lingkungan eksternal, dan individu.
263
Djoko Sudarmono Purwanto
Jurnal Manajemen Bisnis Indonesia Vol. 3, Nomor 2, Feb 2016
Kondisi-kondisi yang cenderung menyebabkan stres disebut stressor. Karyawan biasanya mengalami stres karena kombinasi stresor, meskipun stres dapat diakibatkan oleh satu stressor. Menurut Handoko (2001: 201), ada dua kategori penyebab stres, yaitu: a. Stress on the job Adalah suatu kondisi dimana karyawan mengalami suatu tekanan dalam melaksanakan pekerjaannya. Berikut beberapa hal yang menyebabkan stress on the job, adalah: 1) Beban kerja yang berlebihan 2) Tekanan atau desakan waktu 3) Kualitas supervisi yang jelek 4) Wewenang yang tidak mencukup untuk melaksanakan tanggung jawab 5) Umpan balik tentang pelaksanaan kerja yang tidak memadai b. Stress of the job Adalah suatu kondisi dimana karyawan mengalami suatu tekanan dari luar pekerjaannya. Penyebabnya adalah: 1) Kekhawatiran finansial 2) Masalah-masalah fisik 3) Masalah-masalah perkawinan (misal, perceraian) 4) Perubahan-perubahan yang terjadi di tempat tinggal 5) Masalah-masalah pribadi lainnya misalnya, kematian sanak saudara. 2.2 Pengertian Konflik Pekerjaan Konflik diartikan sebagai persaingan yang terjadi didalam organisasi dengan meneliti dan mengamati kelompok lain yang dapat menghalangi pencapaian tujuan kelompoknya. Ini berarti bahwa kelompok yang berselisih secara langsung berbeda paham. Konflik juga bisa dianggap persaingan namum lebih keras tingkatannya. Persaingan yang dimaksud adalah antar kelompok saling beradu dalam penentuan harga-harga, sedangkan konflik lebih mengacu pada gangguan terhadap pencapaian tujuan tersebut (Wisnu dan Nurhasanah, 2005). Konflik kerja adalah ketidaksesuaian antara dua atau lebih anggota-anggota atau kelompok (dalam suatu organisasi/ perusahaan) yang harus membagi sumber daya yang terbatas atau kegiatan-kegiatan kerja dan atau karena kenyataan bahwa mereka mempunyai perbedaan status, tujuan, nilai atau persepsi. Konflik kerja juga dapat diartikan sebagai perilaku anggota organisasi yang dicurahkan untuk beroposisi terhadap anggota yang lain. Selain itu konflik diartikan sebagai perbedaan, pertentangan dan perselisihan (Rivai, 2008). Apabila bentuk konflik yang terjadi di dalam sebuah organisasi, secara pasti berakibat pada pelaksanaan pekerjaan yang tidak efektif dan tidak efisien. Kondisi itu jika dibiarkan berlarut-larut akan berakibat pada kepemimpinan yang sulit untuk mengefektifkan organisasi. Untuk itulah setiap pemimpin harus mampu menyelesaikan atau sekurang-kurangnya membantu penyelesaian konflik yang terjadi dalam organisasinya, agar tidak terjadi penghambat dalam mewujudkan tujuan organisasi. Untuk memperjelas mengenai masalah konflik, secara teoritis telah dibedakan konflik sebagai berikut : 1. Konflik dalam organisasi a. Konflik tradisional Konflik ini terjadi karena perbedaan ketertarikan kepentingan masing-masing antara dua pihak yana terikat hubungan kerja. Kedua pihak tersebut biasanya adalah antara pemimpin (manajer) dengan karyawan atau anggota organisasi, meskipun dapat terjadi
264
Djoko Sudarmono Purwanto
Jurnal Manajemen Bisnis Indonesia Vol. 3, Nomor 2, Feb 2016
juga antar karyawan dan atau antara kelompok karyawan. Konflik ini terjadi karena pertentangan kepentingan yang memicu setiap pihak berusaha untuk mengalahkan, mempermalukan dan bahkan menghancurkan pihak lawan. b. Konflik perilaku Konflik ini terjadi karena pertentangan perilaku berdasarkan perbedaan latar belakang antar para karyawan atau anggota organisasi. Perbedaan tersebut antara lain berupa ketidaksamaan latar belakang budaya, pendidikan, suku, agama, ras, warna kulit (khusus antara kulit hitam dan kulit putih di belahan bumi barat). Konflik biasanya timbul dalam organisasi sebagai hasil adanya masalah-masalah komunikasi, hubungan pribadi atau struktur organisasi. Secara ringkas penyebab munculnya konflik tersebut dapat dijelaskan sebagai berikut : 1. Komunikasi: Salah pengertian yang berkenaan dengan kalimat, bahasa yang sulit dimengerti atau informasi yang mendua dan tidak lengkap, serta gaya individu manajer yang tidak konsisten. 2. Struktur : Pertarungan kekuasaan antar departemen dengan kepentingan-kepentingan, persaingan untuk memperebutkan sumber daya yang terbatas atau saling ketergantungan dua atau lebih kelompok-kelompok kegiatan kerja untuk mencapai tujuan mereka. 3. Pribadi : Ketidaksesuaian tujuan, tidak tahu nilai-nilai sosial pribadi karyawan dengan perilaku yang diperankan pada jabatan mereka dan perbedaan dalam nilai-nilai atau persepsi (Supardi, 2003). Konflik muncul karena adanya kenyataan bahwa, para anggota bersaing untuk mendapatkan sumber daya organisasi yang terbatas, bertambahnya beban kerja, aliran tugas yang kurang dimengerti bawahan, kesalahan komunikasi, dan adanya perbedaan status, tujuan atau persepsi (Handoko, 2003). 2.3 Pengertian Dukungan Organisasi Menurut Hutchinson (1997), dukungan organisasi bisa juga dipandang sebagai komitmen organisasi pada individu, dalam interaksi individu-organisasi, dikenal istilah komitmen organisasi dari individu pada organisasinya; maka dukungan organisasi berarti sebaliknya, yaitu komitmen organisasi pada individu (karyawan) dalam organisasi tersebut. Komitmen organisasi pada karyawan bisa diberikan dalam berbagai bentuk, di antaranya berupa rewards, kompensasi yang setara, dan iklim organisasi yang adil. Bentuk-bentuk dukungan ini pun berkembang dari mulai yang bersifat ekstrinsik (material) seperti gaji, tunjangan, bonus, dan sebagainya; hingga yang bersifat intrinsik (non material), seperti perhatian, pujian, penerimaan, keakraban, informasi, pengembangan diri, dan sebagainya. Randall et all. (1999), menyatakan bahwa organisasi yang mendukung adalah organisasi yang merasa bangga terhadap pekerja mereka, memberi kompensasi dengan adil, dan mengikuti kebutuhan pekerjanya. Dukungan organisasional merupakan dasar hubungan pertukaran yang dijelaskan dalam prinsip sosial atau ekonomi (Blau, 1964). Dua cara utama pertukaran sosial, yaitu:
265
Djoko Sudarmono Purwanto
Jurnal Manajemen Bisnis Indonesia Vol. 3, Nomor 2, Feb 2016
(1) pertukaran menyeluruh (global) antara karyawan dan organisasi, (2) hubungan antara atasan dan bawahan. Menurut Kraimer (2001), ada 2 bentuk dukungan organisasi yaitu: 1. Dukungan intrinsik, yaitu: a. Gaji b. Tunjangan c. Bonus 2. Dukungan ekstrinsik, yaitu: a. Perhatian b. Pujian c. Penerimaan d. Keakraban e. Informasi f. Pengembangan diri Dari beberapa pendapat diatas dapat disimpulkan bahwa dukungan organisasi adalah bagaimana perusahaan ataupun organisasi menghargai kontribusi karyawan terhadap kemajuan perusahaan yang diwujudkan dalam tindakan nyata baik secara materiil maupun non materiil sehingga mampu menciptakan rasa trust dari karyawan terhadap perusahaan dan hal ini mampu menjadi energi positif perusahaan dalam mencapai target yang telah ditetapkan. 2.4 Pengertian Motivasi Kerja Motivasi adalah keinginan yang terdapat pada seorang individu yang merangsang untuk melakukan tindakan (Winardi, 2000: 312). Motivasi adalah dorongan yang ada dalam diri manusia yang menyebabkan sesorang melakukan sesuatu (Wursanto, 1987: 132) Menurut pendapat lain, motivasi secara sederhana dapat diartikan “Motivating” yang secara implisit berarti bahwa pimpinan suatu organisasi berada di tengah-tengah bawahannya, dengan demikian dapat memberikan bimbingan, instruksi, nasehat dan koreksi jika diperlukan (Siagian, 1985: 129). Menurut Moch As’ad (1999: 46) bekerja mengandung arti melaksanakan suatu tugas yang diakhiri dengan buah karya yang dapat dinikmati oleh manusia yang bersangkutan. Faktor pendorong penting yang menyebabkan manusia bekerja, adalah adanya kebutuhan yang harus dipenuhi. Aktifitas dalam kerja mengandung unsur suatu kegiatan sosial, menghasilkan sesuatu, dan pada akhirnya bertujuan untuk memenuhi kebutuhannya. Namun demikian dibalik dari tujuan yang tidak langsung tersebut orang bekerja juga untuk mendapatkan imbalan, upah atau gaji dari hasil kerjanya. Dari beberapa pendapat diatas mengenai definisi motivasi dan definisi kerja diatas dapat disimpulkan bahwa motivasi kerja adalah dorongan yang tumbuh dalam diri seseorang, baik yang berasal dari dalam maupun luar dirinya untuk melakukan suatu pekerjaan dengan semangat tinggi menggunakan semua kemampuan dan ketrampilan yang dimilikinya yang bertujuan untuk mendapatkan hasil kerja sehingga mencapai kepuasan sesuai dengan keinginannya. Untuk dapat memberikan hasil kerja yang berkualitas dan berkuantitas sesuai yang diharapkan perusahaan maka seorang karyawan membutuhkan motivasi kerja dalam dirinya yang akan berpengaruh terhadap semangat kerjanya sehingga meningkatkan kinerjanya.
266
Djoko Sudarmono Purwanto
Jurnal Manajemen Bisnis Indonesia Vol. 3, Nomor 2, Feb 2016
2.4.1 Teori motivasi kerja a. Teori motivasi menurut Abraham Maslow Setiap manusia mempunyai needs (kebutuhan, dorongan, intrinsic dan extrinsic factor), yang pemunculannya sangat tergantung dari kepentingan individu. Dengan kenyataan ini, kemudian A. Maslow (Siagian, 1996: 149) membuat needs hierarchy theory untuk menjawab tentang tingkatan kebutuhan manusia tersebut. Kebutuhan manusia diklasifikasi menjadi lima hierarki kebutuhan yaitu : 1) Kebutuhan fisiologis ( Physiological needs ) Perwujudan dari kebutuhan fisiologis adalah kebutuhan pokok manusia yaitu sandang, pangan, papan, dan kesejahteraan individu. Kebutuhan ini dipandang sebagai kebutuhan yang paling mendasar, karena tanpa pemenuhan kebutuhan tersebut, seseorang tidak dapat dikatakan hidup normal. Meningkatnya kemampuan seseorang cenderung mereka berusaha meningkatkan pemuas kebutuhan dengan pergeseran dari kuntitatif ke kualitatif. Kebutuhan ini merupakan kebutuhan yang amat primer, karena kebutuhan ini telah ada dan terasa sejak manusia dilahirkan. Misalnya dalam hal sandang. Apabila tingkat kemampuan seseorang masih rendah, kebutuhan akan sandang akan dipuaskan sekedarnya saja, jumlahnya terbatas dan mutunya pun belum mendapat perhatian utama karena kemampuan untuk itu memang masih terbatas. Jika kemampuan seseorang meningkat, pemuas akan kebutuhan sandang pun akan ditingkatkan, baik sisi jumlah maupun mutunya. Demikian pula dengan pangan, seseorang dalam hal ini karyawan yang ekonominya masih rendah, kebutuhan pangan biasanya masih sangat sederhana. Akan tetapi jika kemampuan ekonominya meningkat, maka pemuas kebutuhan akan pangan pun akan meningkat. Hal serupa dengan kebutuhan akan papan atau perumahan. Kemampuan ekonomi seseorang akan mendorongnya untuk memikirkan pemuas kebutuhan perumahan dengan pendekatan kuantitiatif dan kualitatif sekaligus. 2) Kebutuhan rasa aman ( Safety needs ) Kebutuhan keamanan harus dilihat dalam arti luas, tidak hanya diartikan dalam arti keamanan fisik semata, tetapi juga keamanan psikologis dan perlakuan yang adil dalam pekerjaan, keamanan dalam arti fisik termasuk keamanan seseorang didaerah tempat tinggal, dalam perjalanan menuju ke tempat bekerja dan keamanan di tempat kerja. 3) Kebutuhan sosial ( Social needs ) Manusia pada hakekatnya adalah makhluk sosial, tidak dapat memenuhi kebutuhan sendiri dan pasti memerlukan bantuan orang lain, sehingga mereka harus berinteraksi dalam memenuhi kebutuhan tersebut. Kebutuhan sosial tercermin dalam empat bentuk perasaan, yaitu: a) Kebutuhan akan perasaaan diterima orang lain dengan siapa ia bergaul dan berinteraksi dalam organisasi dan demikian ia memiliki sense of belonging yang tinggi. b) Harus diterima sebagai kenyataan bahwa setiap orang mempunyai jati diri yang khas dengan segala kelebihan dan kekurangannya. Dengan jati dirinya itu, setiap manusia merasa dirinya penting, artinya ia memiliki sense of importance. c) Kebutuhan akan perasaan maju dan tidak akan gagal sering disebut sense of accomplishment. Tidak ada orang yang merasa senang apabila menemui kegagalan, sebaliknya senang apabila menemui keberhasilan.
267
Djoko Sudarmono Purwanto
Jurnal Manajemen Bisnis Indonesia Vol. 3, Nomor 2, Feb 2016
d) Kebutuhan akan perasaan diikutsertakan (sense of participation). Kebutuhan ini sangat terasa dalam hal pengambilan keputusan yang menyangkut diri dan tugas sendiri. Sudah barang tentu bentuk dari partisipasi itu dapat beraneka ragam seperti dikonsultasikan, diminta memberikan informasi, didorong memberikan saran. 4) Kebutuhan akan harga diri ( Esteem needs ). Semua orang memerlukan pengakuan atas keberadaan statusnya oleh orang lain. Situasi yang ideal adalah apabila prestise itu timbul akan menjadikan prestasi seseorang. Akan tetapi tidak selalu demikian, karena dalam hal ini semakin tinggi kedudukan seseorang, maka akan semakin banyak hal yang digunakan sebagai symbol statusnya itu. Dalam kehidupan organisasi banyak fasilitas yang diperoleh seseorang dari organisasi untuk menunjukkan kedudukan statusnya dalam organisasi. Pengalaman menunjukkan bahwa baik dimasyarakat yang masih tradisional maupun di lingkungan masyarakat yang sudah maju, simbol – simbol status tersebut tetap mempunyai makna penting dalam kehidupan berorganisasi. 5) Aktualisasi diri (Self actualization ) Hal ini dapat diartikan bahwa dalam diri seseorang terdapat kemampuan yang perlu dikembangkan, sehingga dapat memberikan sumbangsih yang besar terhadap kepentingan organisasi. Melalui kemampuan kerja yang semakin meningkat akan semakin mampumemuaskan berbagai kebutuhannya dan pada tingkatan ini orang cenderung untuk selalu mengembangkan diri serta berbuat yang lebih baik. b. Teori dua faktor Herzberg Menurut Herzberg (Hasibuan, 1996: 108), ada dua jenis faktor yang mendorong seseorang untuk berusaha mencapai kepuasan dan menjauhkan diri dari ketidakpuasan. Dua faktor itu disebutnya factor hygiene (faktor ekstrinsik) dan faktor motivator (faktor intrinsik). Faktor hygiene memotivasi seseorang untuk keluar dari ketidakpuasan, termasuk di dalamnya adalah hubungan antar manusia, imbalan, kondisi lingkungan, dan sebagainya (faktor ekstrinsik), sedangkan factor motivator memotivasi seseorang untuk berusaha mencapai kepuasan, yang termasuk di dalamnya adalah achievement, pengakuan, kemajuan tingkat kehidupan, dsb (faktor intrinsik). Pada dasarnya kedua teori diatas sama-sama bertujuan untuk mendapatkan langkah dan cara yang terbaik dalam memotivasi semangat kerja karyawan agar mereka mau bekerja giat untuk mencapai prestasi kerja yang optimal. Perbedaan antara teori Hierarki Maslow dengan teori Dua Faktor Motivasi Herzberg, yaitu : 1) Maslow mengemukakan bahwa kebutuhan-kebutuhan manusia itu terdiri dari lima tingkat (kebutuhan fisiologis, rasa aman atau kenyamanan, kebutuhan sosial, kebutuhan akan penghargaan, dan aktualisasi diri), sedang Herzberg mengelompokkan atas dua kelompok (satisfiers dan dissatisfiers). 2) Menurut Maslow semua tingkat kebutuhan itu merupakan alat motivator, sedang Herzberg ( gaji, upah, dsb) bukan alat motivasi, hanya merupakan alat pemeliharaan (Dissatisfiers) saja, yang menjadi motivator (Satisfiers) ialah yang berkaitan langsung dengan pekerjaan itu sendiri. 3) Teori Maslow dikembangkan hanya atas pengamatan saja dan belum pernah diuji coba kebenarannya, sedang teori Herzberg di dasarkan atas hasil penelitiannya sebagai pengembangan teori Maslow. 268
Djoko Sudarmono Purwanto
Jurnal Manajemen Bisnis Indonesia Vol. 3, Nomor 2, Feb 2016
2.4.2 Metode – metode motivasi Terdapat dua metode dalam motivasi, metode tersebut adalah metode langsung dan metode tidak langsung, menurut Hasibuan (1996:100). Kedua metode motivasi tersebut dapat dijelaskan sebagai berikut: a. Metode langsung (Direct Motivation), merupakan motivasi materiil atau non materiil yang diberikan secara langsung kepada seseorang untuk pemenuhan kebutuhan dan kepuasannya. Motivasi ini dapat diwujudkan misalnya dengan memberikan pujian, penghargaan, bonus dan piagam. b. Metode tidak langsung (Indirect Motivation),merupakan motivasi yang berupa fasilitas dengan maksud untuk mendukung serta menunjang gairah kerja dan kelancaran tugas. Contohnya adalah dengan pemberian ruangan kerja yang nyaman, penciptaan suasana dan kondisi kerja yang baik. 2.5 Pengertian Kepuasan Kerja Menurut Kreitner dan Kinicki (2001) kepuasan kerja adalah “suatu efektifitas atau respons emosional terhadap berbagai aspek pekerjaan”. Davis dan Newstrom (1985) mendeskripsikan “kepuasan kerja adalah seperangkat perasaan karyawan tentang menyenangkan atau tidaknya pekerjaan mereka”. Menurut Robbins (2003;78) kepuasan kerja adalah “sikap umum terhadap pekerjaan seseorang yang menunjukkan perbedaan antara jumlah penghargaan yag diterima pekerja dan jumlah yang mereka yakini seharusnya mereka terima”. Dalam kutipan Moh. As'ad yang terdapat pada buku “Psikologi Industri"(2000), Joseph Tiffin mendefinisikan kepuasan kerja adalah sikap karyawan terhadap pekerjaan, situasi kerja, kerjasama diantara pimpinan dan sesama karyawan. Pendapat M.L Blum yang dikutip oleh Moh. As'ad dalam buku "Psikologi lndustri"(2000) mendefinisikan kepuasan kerja adalah suatu sikap yang umum sebagai hasil dari berbagai sifat khusus individu terhadap faktor kerja, karakteristik individu dan hubungan sosial individu di luar pekerjaan itu sendiri. Kepuasan kerja (Handoko, 2001) adalah sikap emosional yang menyenangkan atau tidak menyenangkan dengan mana para karyawan memandang pekerjaan mereka. Sikap ini dicerminkan oleh perasaan seseorang terhadap pekerjaan, segala sesuatu yang dihadapi di lingkungannya dan prestasi kerja. Kepuasan kerja dinikmati dalam pekerjaan, luar pekerjaan, dan kombinasi dalam dan luar pekerjaan. Berdasarkan beberapa pendapat diatas dapat ditarik kesimpulan bahwa kepuasan kerja merupakan respon emosional terhadap berbagai segi atau aspek pekerjaan seseorang sehingga kepuasan kerja bukan merupakan konsep tunggal dimana seseorang dapat relatif puas dengan salah satu aspek pekerjaan dan tidak puas dengan satu atau lebih aspek lainnya dan seorang individu akan merasa puas atau tidak puas terhadap pekerjaannya merupakan sesuatu yang bersifat pribadi, yaitu tergantung bagaimana ia mempersepsikan adanya kesesuaian atau pertentangan antara keinginan-keinginannya dengan hasil keluarannya (yang didapatnya). Kepuasan Kerja merupakan sikap (positif) karyawan terhadap pekerjaannya, yang timbul berdasarkan penilaian terhadap situasi kerja. Penilaian tersebut dapat dilakukan terhadap salah satu pekerjaannya, penilaian dilakukan sebagai rasa menghargai dalam mencapai salah satu nilai-nilai penting dalam pekerjaan. Karyawan yang puas lebih menyukai situasi kerjanya daripada tidak menyukainya.
269
Djoko Sudarmono Purwanto
Jurnal Manajemen Bisnis Indonesia Vol. 3, Nomor 2, Feb 2016
a. Faktor-faktor yang mempengaruhi kepuasan kerja Ada lima faktor yang dapat mempengaruhi kepuasan kerja menurut Kreitner dan Kinicki (2001; 225) yaitu sebagai berikut : 1) Pemenuhan kebutuhan (need fulfillment) Kepuasan ditentukan oleh tingkatan karakteristik pekerjaan memberikan kesempatan pada individu untuk memenuhi kebutuhannya. 2) Perbedaan (discrepancies) Kepuasan merupakan suatu hasil memenuhi harapan. Pemenuhan harapan mencerminkan perbedaan antara apa yang diharapkan dan apa yang diperoleh individu dari pekerjaannya. Bila harapan lebih besar dari apa yang diterima, orang akan tidak puas. Sebaliknya individu akan puas bila menerima manfaat diatas harapan. 3) Pencapaian nilai (value attainment) Kepuasan merupakan hasil dari persepsi pekerjaan memberikan pemenuhan nilai kerja individual yang penting. 4) Keadilan (equity) Kepuasan merupakan fungsi dari seberapa adil individu diperlakukan di tempat kerja. 5) Komponen genetik (genetic components) Kepuasan kerja merupakan fungsi sifat pribadi dan faktor genetik. Hal ini menyiratkan perbedaan sifat individu mempunyai arti penting untuk menjelaskan kepuasan kerja disamping karakteristik lingkungan pekerjaan. Hubungan antara kepuasan kerja dengan variabel lain dapat bersifat positif atau negatif tergantung dari seberapa besar variabel lain berkontribus dan seberapa besar karyawan merasa senang dan menikmati pekerjaan itu sendiri. b. Pengaruh kepuasan kerja 1) Terhadap produktivitas Orang berpendapat bahwa produktivitas dapat dinaikkan dengan meningkatkan kepuasan kerja. Kepuasan kerja mungkin merupakan akibat dari produktivitas atau sebaliknya. Produktivitas yang tinggi menyebabkan peningkatan dari kepuasan kerja hanya jika tenaga kerja mempersepsikan bahwa apa yang telah dicapai perusahaan sesuai dengan apa yang mereka terima (gaji atau upah) yaitu adil dan wajar serta diasosiasikan dengan performa kerja yang unggul. Dengan kata lain bahwa performansi kerja menunjukkan tingkat kepuasan kerja seorang pekerja, karena perusahaan dapat mengetahui aspek-aspek pekerjaan dari tingkat keberhasilan yang diharapkan. 2) Ketidakhadiran (absenteisme) Menurut Porter dan Steers, ketidakhadiran sifatnya lebih spontan dan kurang mencerminkan ketidakpuasan kerja. Tidak adanya hubungan antara kepuasan kerja dengan ketidakhadiran. Karena ada dua faktor dalam perilaku hadir yaitu motivasi untuk hadir dan kemampuan untuk hadir. Sementara itu menurut Wibowo (2007:312) “antara kepuasan dan ketidakhadiran / kemangkiran menunjukkan korelasi negatif”. Sebagai contoh perusahaan memberikan cuti sakit atau cuti kerja dengan bebas tanpa sanksi atau denda termasuk kepada pekerja yang sangat puas. 3) Keluarnya Pekerja (turnover) Sedangkan berhenti atau keluar dari pekerjaan mempunyai akibat ekonomis yang besar, maka besar kemungkinannya berhubungan dengan ketidakpuasan kerja. Menurut Robbins (1998), ketidakpuasan kerja pada pekerja dapat diungkapkan dalam berbagai cara misalnya selain dengan meninggalkan pekerjaan, mengeluh,
270
Djoko Sudarmono Purwanto
Jurnal Manajemen Bisnis Indonesia Vol. 3, Nomor 2, Feb 2016
membangkang, mencuri barang milik perusahaan/organisasi, menghindari sebagian tanggung jawab pekerjaan mereka dan lainnya. 3. Kerangka Pemikiran dan Hipotesis Sesuai dengan tujuan penelitian yang ingin dicapai, maka didapatkan empat variabel yang akan diuji diantaranya Stres Kerja, Konflik, Dukungan organisasi dan Motivasi kerja. Keempat variabel tersebut akan menjadi acuan dalam kerangka pemikiran teoritis penelitian ini dan digambarkan seperti gambar berikut ini: Gambar 2. Dimensi Kepuasan Kerja Stres Kerja (X1) Konflik (X2) Dukungan organisasi (X3)
Kepuasan kerja (Y)
Motivasi kerja (X4)
Petunjuk : Parsial Simultan
Berdasar uraian di atas hipotesis yang dikemukakan dalam penelitian ini adalah: 1. 2. 3. 4. 5.
Ada pengaruh secara parsial stres kerja pada kepuasan kerja Karyawan HPC Liquid PT. Unilever Indonesia, tbk. Ada pengaruh secara parsial konflik pada kepuasan kerja Karyawan HPC Liquid PT. Unilever Indonesia,tbk. Ada pengaruh secara parsial dukungan organisasi pada kepuasan kerja Karyawan HPC Liquid PT. Unilever Indonesia, tbk. Ada pengaruh secara parsial motivasi kerja pada kepuasan kerja Karyawan HPC Liquid PT. Unilever Indonesia, tbk. Ada pengaruh secara simultan antara stres kerja, konflik, dukungan organisasi dan motivasi kerja pada kepuasan kerja Karyawan HPC Liquid PT. Unilever Indonesia, tbk.
4. Metode Penelitian Dalam pelaksanaan penelitian ini akan digunakan tipe penelitian deskriftif-kausal dimana penelitian deskriftif dilakukan dengan tujuan untuk mendeskripsikan (melukiskan)
271
Djoko Sudarmono Purwanto
Jurnal Manajemen Bisnis Indonesia Vol. 3, Nomor 2, Feb 2016
sesuatu fakta lapangan secara sistematis. Sedangkan kausalitas sebagai suatu langkah untuk mengevaluasi hubungan antara variabel yang diteliti dalam bentuk penguji hipotesis. Untuk menentukan jumlah sampel yang diperlukan, maka dapat digunakan rumus Slovin (dikutip oleh Umar, 2003) yaitu:
Keterangan : n = ukuran sempel N = ukuran populasi e = persen kelonggaran ketidaktelitian karena kesalahan pengambilan masih dapat ditoleransi yaitu 0,1 atau 10%. n =
sampai yang
= 80 5. Analisa Data dan Dikusi 1. Uji validitas Uji validitas kuesioner dilakukan melalui penyebaran kuesioner terhadap 30 responden sebagai survey pendahuluan. Setelah kuesioner disebar selanjutnya dilakukan skoring dengan menggunakan skala likert terhadap jawaban-jawaban responden untuk ditabulasi. Langkah berikutnya adalah melakukan analisis korelasi dengan menggunakan bantuan software SPSS 17.0 for windows. Output yang dihasilkan selanjutnya dibandingkan dengan nilai r tabel, jika nilai r hitung dari masing-masing item pertanyaan lebih besar dari nilai r tabel, maka dinyatakan bahwa kuesioner yang diuji terbukti valid. Nilai tabel r dapat dilihat pada α = 0,05 dan derajat keabsahan (dk = n – 2) ( Muhidin, 2007 ). Untuk penelitian ini, nilai df dapat dihitung sebagai berikut df = n – k atau 30 – 2 = 28, dengan tingkat signifikansi sebesar 0,05 maka didapat r tabel sebesar 0,3610 (two tail). Hasil pengujian validitas dapat dilihat dalam tabel-tabel sebagai berikut : Tabel 1. Uji Validitas Kuesioner Variabel Stres Kerja (X1) Item
r hitung
r table 0,05
Keterangan
1 2 3
0,542 0,646 0,490
0,361 0,361 0,361
Valid Valid Valid
4 0,688 0,361 5 0,837 0,361 Sumber : data primer yang diolah, 2014
Valid Valid
Berdasarkan tabel 1 dapat diketahui bahwa nilai r hitung korelasi product moment semua item pertanyaan dari variabel stres kerja (X1) lebih besar dari nilai kritis (r tabel) sebesar 0,3610 (two tail) pada tingkat kepercayaan 95%. Dengan demikian, maka seluruh item pertanyaan untuk variabel stres kerja (X1) dinyatakan valid dan dapat digunakan sebagai alat pengumpulan data.
272
Djoko Sudarmono Purwanto
Jurnal Manajemen Bisnis Indonesia Vol. 3, Nomor 2, Feb 2016
Tabel 2. Uji Validitas Kuesioner Variabel Konflik (X2) Item r hitung r table 0,05 Keterangan 1 0,410 0,361 Valid 2 0,869 0,361 Valid 3 0,737 0,361 Valid 4 0,900 0,361 Valid 5 0,798 0,361 Valid Sumber : data primer yang diolah, 2014 Berdasarkan tabel 2 dapat diketahui bahwa nilai r hitung korelasi product moment semua item pertanyaan dari variabel konflik (X2) lebih besar dari nilai kritis (r tabel) sebesar 0,3610 pada tingkat kepercayaan 95%. Dengan demikian, maka seluruh item pertanyaan untuk variabel konflik (X2) dinyatakan valid dan dapat digunakan sebagai alat pengumpulan data. Tabel 3. Uji Validitas Kuesioner Variabel Dukungan Organisasi (X3) Item r hitung r table 0,05 Keterangan 1 0,626 2 0,796 3 0,899 4 0,426 5 0,724 Sumber : data primer yang diolah, 2014
0,361 0,361 0,361 0,361 0,361
Valid Valid Valid Valid Valid
Berdasarkan tabel 3 dapat diketahui bahwa nilai r hitung korelasi product moment semua item pertanyaan dari variabel dukungan organisasi (X3) lebih besar dari nilai kritis (r tabel) sebesar 0,3610 pada tingkat kepercayaan 95%. Dengan demikian, maka seluruh item pertanyaan untuk variabel dukungan organisasi (X3) dinyatakan valid dan dapat digunakan sebagai alat pengumpulan data. Tabel 4. Uji Validitas Kuesioner Variabel Motivasi Kerja (X4) Item r hitung r table 0,05 Keterangan 1 0,361 Valid 0,905 2 3 4
0,361 0,361 0,361
Valid Valid Valid
0,361 0,835 Sumber : data primer yang diolah, 2014
Valid
5
0,793 0,785 0,875
Berdasarkan tabel 4 dapat diketahui bahwa nilai r hitung korelasi product moment semua item pertanyaan dari variabel motivasi kerja(X4) lebih besar dari nilai kritis (r tabel) sebesar 0,3610 pada tingkat kepercayaan 95%. Dengan demikian, maka seluruh item pertanyaan untuk variabel motivasi kerja (X4) dinyatakan valid dan dapat digunakan sebagai alat pengumpulan data.
273
Djoko Sudarmono Purwanto
Jurnal Manajemen Bisnis Indonesia Vol. 3, Nomor 2, Feb 2016
Tabel 5. Uji Validitas Kuesioner Variabel Kepuasan Kerja (Y) Item r hitung r table 0,05 Keterangan 1 0,927 0,361 2 0,798 0,361 3 0,898 0,361 4 0,476 0,361 5 0,440 0,361 Sumber : data primer yang diolah, 2014
Valid Valid Valid Valid Valid
Berdasarkan tabel 5 dapat diketahui bahwa nilai r hitung korelasi product moment semua item pertanyaan dari variabel kepuasan kerja (Y) lebih besar dari nilai kritis (r tabel) sebesar 0,3610 pada tingkat kepercayaan 95%. Dengan demikian, maka seluruh item pertanyaan untuk variabel kepuasan kerja (Y) dinyatakan valid dan dapat digunakan sebagai alat pengumpulan data. 2. Uji reliabilitas Hasil pengukuran reliabilitas dalam penelitian ini dapat dilihat pada tabel berikut ini. Tabel 6. Hasil Pengukuran Reliabilitas Nilai Cronbach’s Alpha Based on Standardized
Keterangan
Stres kerja
0,658
Reliabel
Konflik
0,603
Reliabel
Dukungan organisasi
0,744
Reliabel
Motivasi kerja
0,891
Reliabel
Kepuasan 0,783 Sumber : data primer yang diolah, 2014
Reliabel
Variabel
Berdasarkan tabel 6 dapat dilihat bahwa semua pernyataan pada kuesioner dinilai reliabel karena nilai Nilai Cronbach’s Alpha Based on Standardized Item pada setiap variabel > 0,6.
274
Djoko Sudarmono Purwanto
Jurnal Manajemen Bisnis Indonesia Vol. 3, Nomor 2, Feb 2016
3. Deskriptif statistik Tabel 7.Hasil Analisa Statistik Deskriptif N
Minimum
Maximum
Mean
Std. Deviation
X1
80
7.00
22.00
16.3375
2.75563
X2
80
8.00
21.00
13.6500
2.96861
X3
80
9.00
25.00
18.9750
3.35637
X4
80
9.00
25.00
18.8375
3.28188
Y
80
12.00
25.00
19.1125
2.63854
Sumber : hasil penelitian tahun 2014 (data diolah) Berdasarkan tabel 7 diatas terlihat adanya perbedaan yang cukup signifikan pada nilai maksimum dan minimum dari variabel stres kerja, konflik, dukungan organisasi dan motivasi kerja 4. Analisis Analisis Regresi Linier Berganda Berdasarkan hasil regresi yang di hitung dengan menggunakan program SPSS, maka didapatkan koefisien regresi yang dapat dilihat pada tabel 8 berikut ini:
Model
1
Tabel 8. Analisis Regresi Linier Berganda Standardize Unstandardized d Coefficients t Coefficients B
Std. Error
(Constan t)
7.880
2.640
X1
.003
.086
X2
.015
X3 X4
Sig.
Beta 2.985
.004
.003
.033
.974
.088
.017
.172
.864
.044
.102
.056
.433
.666
.538
.094
.670
5.719
.000
Sumber : Hasil penelitian tahun 2014 (data diolah) Berdasarkan pada tabel 8 maka didapatkan persamaan regresi linier berganda sebagai berikut: Y = 0,003 X1 + 0,017 X2 + 0,056 X3 + 0,670 X4 Nilai yang dipakai dalam penelitian ini adalah nilai Adjusted R2 karena nilai ini dapat naik atau turun apabila satu variabel bebas ditambahkan ke dalam model yang diuji. Nilai Adjusted R2 dapat dilihat pada tabel 4.12 berikut ini:
275
Djoko Sudarmono Purwanto
Jurnal Manajemen Bisnis Indonesia Vol. 3, Nomor 2, Feb 2016 Tabel 9. Hasil Koefisien Determinasi
Model
R
R Square
1 .705a .497 Sumber : Hasil penelitian tahun 2014 (data diolah)
Adjusted R Square .470
Std. Error of the Estimate 1.92118
Berdasarkan tabel di atas, dapat dilihat bahwa nilai koefisien determinasi (R2) adalah sebesar 0,470. Hal ini dapat diartikan bahwa variabel independen ( stres kerja, konflik, dukungan organisasi dan motivasi kerja ) dapat menjelaskan variabel dependen kepuasan kerja sebesar 47,0 %, sedangkan sisanya ditentukan oleh faktor lain yang tidak diteliti. 5. Interpretasi Hasil Penelitian a. Stres kerja terhadap kepuasan kerja Setelah diuji melalui uji t ternyata tingkat signifikan dari variabel stres kerja terhadap kepuasan kerja adalah 0,974 atau lebih besar dari p value pada t tabel ( 0,05 ). Menurut Handoko (2000 :200), stres adalah suatu kondisi ketegangan yang mempengaruhi emosi, proses berpikir dan kondisi seseorang, ada dua kategori penyebab stres, yaitu stress on the job dan stress off the job. Penulis meneliti faktor stres kerja dengan mengidentifikasi seberapa berat beban kerja yang dikerjakan, seberapa tekanan atau desakan waktu memepengaruhi, seberapa baik kualitas pengawasan dan seberapa besar wewenang untuk melaksanakan tanggung jawab sehingga mampu menpengaruhi tingkat stres karyawan. Hasil nilai signifikan p value di t tabel membuktikan bahwa variable stres kerja secara parsial tidak berpengaruh terhadap kepuasan kerja. b. Konflik terhadap kepuasan kerja Setelah diuji melalui uji t ternyata tingkat signifikan dari variabel konflik terhadap kepuasan kerja adalah 0,864 atau lebih besar dari p value pada t tabel ( 0,05 ). Konflik kerja adalah ketidaksesuaian antara dua atau lebih anggota-anggota atau kelompok (dalam suatu organisasi/ perusahaan) yang harus membagi sumber daya yang terbatas atau kegiatan-kegiatan kerja dan atau karena kenyataan bahwa mereka mempunyai perbedaan status, tujuan, nilai atau persepsi. Konflik kerja juga dapat diartikan sebagai perilaku anggota organisasi yang dicurahkan untuk beroposisi terhadap anggota yang lain. Selain itu konflik diartikan sebagai perbedaan, pertentangan dan perselisihan (Rivai, 2008), maka penulis menguji ketidaksesuaian dalan hubungan kerja antara dua atau lebih anggota-anggota, perbedaan tujuan dengan organisasi, perbedaan persepsi karyawan terkait aturan organisasi, sumber daya yang terbatas dan perbedaan persepsi karyawan terkait instruksi dari atasan. Hasil p value dari t tabel membuktikan bahwa variable konflik secara parsial tidak berpengaruh terhadap kepuasan kerja. c. Dukungan sosial terhadap kepuasan kerja Setelah diuji melalui uji t ternyata tingkat signifikan dari variabel konflik terhadap kepuasan kerja adalah 0,666 atau lebih besar dari p value pada t tabel ( 0,05 ). Menurut Kraimer (2001), ada 2 bentuk dukungan organisasi yaitu dukungan Intrinsik (Gaji, tunjangan & bonus) dan dukungan Ekstrinsik (perhatian, pujian, penerimaan, keakraban, informasi dan pengembangan diri). Penulis mencoba mengetahui seberapa besar pengaruh variabel ini terhadap kepuasan karyawan dengan meneliti seberapa besar pengaruh komitmen organisasi, apakah karyawan mendapat
276
Djoko Sudarmono Purwanto
Jurnal Manajemen Bisnis Indonesia Vol. 3, Nomor 2, Feb 2016
kompensasi yang setara, dukungan ektkstrinsik (gaji dan bonus), dukungan intrinsik ( perhatian dan pujian ) dan dukungan intrinsik ( pengembangan diri ) terhadap kepuasan kerja. Hasil p value pada t tabel membuktikan bahwa variable dukungan organisasi secara parsial tidak berpengaruh terhadap kepuasan kerja. d. Motivasi kerja terhadap kepuasan kerja Setelah diuji melalui uji t ternyata tingkat signifikan dari variabel konflik terhadap kepuasan kerja adalah 0,000 atau lebih kecil dari p value pada t tabel ( 0,05 ). Dalam kutipan Moh. As'ad yang terdapat pada buku “Psikologi Industri (2000:104), Joseph Tiffin mendefinisikan kepuasan kerja adalah sikap karyawan terhadap pekerjaan, situasi kerja, kerjasama diantara pimpinan dan sesama karyawan, hasil penelitian penulis dan dibuktikan oleh hasil uji t ternyata variabel ini berpengaruh terhadap kepusan kerja karyawan dimana hal itu ditunjukkan melalui sikap dan rasa senang dalam bekerja, sikap karyawan terhadap pekerjaan, situasi kerja, kerjasama diantara sesama karyawan serta kerjasama diantara pimpinan dan sesama karyawan. Semakin besar motivasi ini maka semakin tinggi tingkat kepuasan kerja karyawan. Motivasi dapat ditingkatkan dan dijadikan sebagai tenaga yang mampu mendorong karyawan untuk meningkatkan perfomanya. e. Variabel stres kerja, konflik, dukungan organisasi dan motivasi kerja terhadap kepuasan kerja Setelah diuji melalui uji F ternyata tingkat signifikan dari variabel independent (stres kerja, konflik, dukungan organisasi dan motivasi kerja) terhadap kepuasan kerja adalah 0,000 atau lebih kecil dari p value pada t tabel ( 0,05 ). Menurut Handoko (2001) kepuasan kerja adalah sikap emosional yang menyenangkan atau tidak menyenangkan dengan mana para karyawan memandang pekerjaan mereka. Sikap ini dicerminkan oleh perasaan seseorang terhadap pekerjaan, segala sesuatu yang dihadapi di lingkungannya dan prestasi kerja. Kepuasan kerja dinikmati dalam pekerjaan, luar pekerjaan, dan kombinasi dalam dan luar pekerjaan. Hasil penelitian penulis dan dibuktikan oleh hasil uji F ternyata variabel independent (stres kerja, konflik, dukungan organisasi dan motivasi kerja) ini secara simultan berpengaruh terhadap kepusan kerja karyawan. 6. Kesimpulan 1. Variabel stres kerja tidak berpengaruh secara signifikan terhadap kepuasan kerja karyawan HPC Liquid PT. Unilever Indonesia, tbk dengan nilai 0,974 > 0,05. Stres kerja karyawan yang diatur dan diolah dapat merubah stres kerja menjadi semangat kerja yang pantang menyerah ( Can Do ) sehingga mampu menjadikan stres kerja menjadi motor penggerak untuk mencapai target dan tujuan organisasi / perusahaan. 2. Variabel Konflik tidak berpengaruh secara signifikan terhadap kepuasan kerja karyawan HPC Liquid PT. Unilever Indonesia, tbk dengan nilai 0,864 > 0,05. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa karyawan masih mampu bekerja secara profesional dengan tidak mendahulukan konflik sebagai penghambat untuk mencapai target perusahaan. Karyawan mampu mengolah dan mengatur konflik bahkan dapat menjadikannya sebagai energi semangat perubahan. 3. Variabel dukungan sosial tidak berpengaruh secara signifikan terhadap kepuasan kerja karyawan HPC Liquid PT. Unilever Indonesia, tbk dengan nilai 0,666 > 0,05 dan hal ini dapat diartikan positif atau negatif, secara positif maka organisasi dianggap sudah cukup peduli terhadap karyawan, tetapi secara negatif bisa diartikan bahwa karyawan sudah anti pati terhadap perusahaan atau organisasi.
277
Djoko Sudarmono Purwanto
Jurnal Manajemen Bisnis Indonesia Vol. 3, Nomor 2, Feb 2016
4. Variabel motivasi kerja secara signifikan sangat berpengaruh positif terhadap kepuasan kerja karyawan HPC Liquid PT. Unilever Indonesia, tbk dengan nilai 0,000 < 0,05, berarti hal ini menunjukkan bahwa motivasi baik dari dalam diri ataupun terbentuk karena lingkungan sangat berpengaruh secara signifikan dan juga karyawan sudah merasakan situasi kerja yang nyaman, rekan dan atasan yang saling mendukung dan juga tempat kerja yang menyenagkan. Organisasi atau perusahaan perlu untuk meningkatkan motivasi karyawan sehingga kepuasan kerja karyawan akan meningkat sehingga semua target yang diberikan perusahaan dapat dicapai dengan optimal. 5. Variabel stres kerja, konflik, dukungan organisasi dan motivasi kerja terhadap kepuasan kerja karyawan HPC Liquid PT. Unilever Indonesia, tbk sesuai hasil pengujian yang menunjukan secara simultan variabel stress kerja, konflik, dukungan organisasi dan motivasi kerja memiliki pengaruh sebesar 47,0% sementara selebihnya yang sebesar 53,0% kepuasan kerja karyawan HPC Liquid PT. Unilever Indonesia, tbk disebabkan oleh pengaruh variabel lain yang tidak masuk dalam model penelitian ini. Daftar Pustaka Aziz Yasin ( 2000 ). Pengaruh Timbal Balik Antara Kepuasan Pekerjaan dan Kepuasan Keluarga : Analisis Model Struktural. Semarang. Fakultas Ekonomi Universitas Diponegoro. As’ad, Moh (2003). Psikologi Industri. Jakarta: Ghalia Indonesia. Ghozali, Imam. (2005). Aplikasi Analisis Multivariate dengan Program SPSS. Badan Penerbit UNDIP.
Semarang:
Handoko, T. Hani (2001). Managemen Personalia dan Sumber Daya Manusia. BPFE – Yogyakarta: Yogyakarta. Hasibuan, Melayu (2006). Managemen Sumber Daya Manusia. Jakarta : H. Mas Agung. Nazir, Moh. (1988). Metode Penelitian. Jakarta: Ghalia Indonesia. Nur Indriantoro, Supomo, B. (1999). Metodologi Penelitian Bisnis untuk Akutansi dan Managemen. BPFE – Yogyakarta: Yogyakarta. Sugiyono. (2004). Metode Penelitian Bisnis. Cetakan pertama. Bandung: Alpha Beta. Teguh ( 2003 ). Analisis Pengaruh Stres Kerja, Konflik dan Dukungan Sosial Terhadap Kepuasan Kerja Karyawan Universitas Muhammadiyah Yogyakarta. Fakultas Ekonomi Universitas Muhammadiyah Yogyakarta.
278